Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL


PADA PASIEN FRAKTUR ( PATAH TULANG)

Dosen Pengampu: Titik Sapartinah., SKep., MKes.

Disusun oleh:

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG KELAS KENDAL

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall
C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain
menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena
kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (Rasjad, 2012)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner dan
Suddarth, 2008)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 2009).

B. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.

C. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya

D. Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan 12 dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur
1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulangulang.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan


jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

E. Manifestasi Klinik
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot
e. Nyeri
f. Kurang/hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rontgen abnormal

F. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnyatrauma,
skan tulang, temogram, scan CI: memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
b. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
c. Peningkatan jumlal sop adalah respons stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.

G. Penatalaksanaan

Menurut (Rasjad, Chairuddin. 2012), Prinsip terapi fraktur yaitu :

1. Reduksi
Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi
memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan
rotasional. Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan pada fraktura
ekstremitas distal (tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai), dimana spasme
otot tidak berlebihan. Traksi bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas
kulit atau dengan memasang pin tranversa melalui tulang, distal terhadap
ftaktur. Reduksi terbuka biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi interna
dengan plat & pin, batang atau sekrup. Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi
tertutup dan reposisi terbuka. Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan
pemendekan, angulasi atau displaced. Biasanya dilakukan dengan anestesi
lokal dan pemberian analgesik. Selanjutnya diimobilisasi dengan gips. Bila
gagal maka lakukan reposisi terbuka dikamar operasi dengan anestesi
umum.Kontra indikasi reposisi tertutup:
 Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi
 Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan
 Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced patellar
fracture.
2. Imobilisasi.
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai
timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur ekstremitas dapat
diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan brace yang tersedia
secara komersial. Pemasangan gips yang tidak tepat bisa menimbulkan
tekanan kuIit, vascular, atau saraf. Semua pasien fraktur diperiksa hari
berikutnya untuk menilai neurology dan vascular. Bila traksi digunakan untuk
reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan ektremitas
disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai. Kemudian
traksi diteruskan sampai ada penyembuhan yang mencukupi, sehingga pasien
dapat dipindahkan memakai gips/brace.
3. Rehabilitasi
Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama
merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan
ligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai
dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk mgerakan aktif dan pasif serta
penguatan otot.
II. Kosep Asuhan Keperawatan
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalahmasalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:
a. Data Subjektif
1. Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas /
mobilisasi pada daerah fraktur tersebut
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan
perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis
dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular
2. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhansehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi
yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image)
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j) Pola Penanggulangan Stres
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. Data obyektif
1. keadaan Umum: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
2. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
3. pemeriksaan fisik :
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadiperdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
1. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
4. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
1. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur meliputi :
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan,
ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat
luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
jaringan nekrotik.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
e. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
f. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterb1atasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi.
3. Intervensi Dan Implementasi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa Intervensi
dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien meliputi : ( Tabel 1 )

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
Nyeri akut Tujuan : nyeri dapat 1. Lakukan 1. Hubungan yang baik membuat
berhubungan berkurang atau pendekatan pada klien dan keluarga kooperatif 2.
dengan agen hilang. Kriteria klien dan keluarga Tingkat intensitas nyeri dan
injury fisik Hasil :  Nyeri 2. Kaji tingkat frekwensi menunjukkan skala nyeri
berkurang atau hilang intensitas dan 3. Memberikan penjelasan akan
 Klien tampak frekwensi nyeri 3. menambah pengetahuanklien tentang
tenang. Jelaskan pada klien nyeri. 4. Untuk mengetahui
penyebab dari nyeri perkembangan klien
4. Observasi tanda-
tanda vital
Intoleransi Setelah dilakukan 1. Rencanakan 1. Mengurangi aktivitas yang tidak
aktivitas asuhan keperawatan periode istirahat diperlukan, dan energi terkumpul
berhubungan Pasien memiliki yang cukup. 2. dapat digunakan untuk aktivitas
dengan cukup energi untuk Berikan latihan seperlunya secar optimal. 2.
kelemahan beraktivitas. Kriteria aktivitas secara Tahapan-tahapan yang diberikan
hasil :  perilaku bertahap. 3. Bantu membantu proses aktivitas secara
menampakan pasien dalam perlahan dengan menghemat tenaga
kemampuan untuk memenuhi namun tujuan yang tepat, mobilisasi
memenuhi kebutuhan kebutuhan sesuai dini. 3. Mengurangi pemakaian
diri.  pasien kebutuhan.. 4. energy sampai kekuatan pasien pulih
mengungkapkan Setelah latihan dan kembali 4. Menjaga kemungkinan
mampu untuk aktivitas kaji adanya respons abnormal dari tubuh
melakukan beberapa respons pasien. sebagai akibat dari latihan
aktivitas tanpa
dibantu.  Koordinasi
otot, tulang dan
anggota gerak lainya
baik.
Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji kulit dan 1. Mengetahui sejauh mana
integritas kulit asuhan keperawatan identifikasi pada perkembangan luka mempermudah
berhubungan Mencapai tahap dalam melakukan tindakan yang
dengan trauma penyembuhan luka perkembangan luka. tepat. 2. Mengidentifikasi tingkat
pada waktu yang 2. Kaji lokasi, keparahan luka akan mempermudah
sesuai. Kriteria ukuran, warna, bau, intervensi. 3. Suhu tubuh yang
Hasil : serta jumlah dan meningkat dapat diidentifikasikan
 tidak ada tanda  tipe cairan luka. 3. sebagai adanya proses peradangan. 4.
tanda infeksi seperti Pantau peningkatan Tehnik aseptik membantu
pus.  luka bersih suhu tubuh. 4. mempercepat penyembuhan luka dan
tidak lembab dan Berikan perawatan mencegah terjadinya infeksi. 5. Agar
tidak kotor.  Tanda- luka dengan tehnik benda asing atau jaringan yang
tanda vital dalam aseptik. Balut luka terinfeksi tidak menyebar luas pada
batas normal atau dengan kasa kering area kulit normal lainnya.
dapat ditoleransi dan steril, gunakan 6. Balutan dapat diganti satu atau dua
plester kertas. 5. kali sehari tergantung kondisi parah/
Jika pemulihan tidak nya luka, agar tidak terjadi
tidak terjadi infeksi. 7. Antibiotik berguna untuk
kolaborasi tindakan mematikan mikroorganisme
lanjutan, misalnya pathogen pada daerah yang berisiko
debridement. 6. terjadi infeksi.
Setelah
debridement, ganti
balutan sesuai
kebutuhan. 7.
Kolaborasi
pemberian
antibiotik sesuai
indikasi.
Hambatan Setelah dilakukan 1. Kaji kebutuhan 1. mengidentifikasi masalah,
mobilitas fisik asuhan keperawatan akan pelayanan memudahkan intervensi. 2.
berhubungan Tujuan : pasien akan kesehatan dan mempengaruhi penilaian terhadap
dengan nyeri, menunjukkan tingkat kebutuhan akan kemampuan aktivitas apakah karena
kelemahan mobilitas optimal. peralatan. 2. ketidakmampuan ataukah
Kriteria hasil : Tentukan tingkat ketidakmauan. 3. menilai batasan
 penampilan yang motivasi pasien kemampuan aktivitas optimal. 4.
seimbang.  dalam melakukan mempertahankan /meningkatkan
melakukan aktivitas. 3. Ajarkan kekuatan dan ketahanan otot. 5.
pergerakkan dan dan pantau pasien sebagai suaatu sumber untuk

perpindahan.  dalam hal mengembangkan perencanaan

mempertahankan penggunaan alat danmempertahankan/meningkatk an

mobilitas optimal bantu. 4. Ajarkan mobilitas pasien


yang dapat di dan dukung pasien
toleransi. dalam latihan ROM
aktif dan pasif. 5.
Kolaborasi dengan
ahli terapi fisik atau
okupasi.
Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda- 1. Mengidentifikasi tanda-tanda
berhubungan asuhan keperawatan tanda vital. 2. peradangan terutama bila suhu tubuh
dengan tidak Tujuan : infeksi tidak Lakukan perawatan meningkat. 2. Mengendalikan
adekuatnya terjadi / terkontrol. luka dengan teknik penyebaran mikroorganisme patogen.
pertahanan Kriteria hasil : aseptik. 3. Lakukan 3. Untuk mengurangi risiko infeksi
tubuh primer,  tidak ada tanda- perawatan terhadap nosokomial. 4. Penurunan Hb dan
procedure tanda infeksi seperti prosedur inpasif peningkatan jumlah leukosit dari
invasif pus.  luka bersih seperti infus, normal bisa terjadi akibat terjadinya
tidak lembab dan kateter, drainase proses infeksi. 5. Antibiotik

tidak kotor.  Tanda- luka, dll. 4. Jika mencegah perkembangan

tanda vital dalam ditemukan tanda mikroorganisme patogen.

batas normal atau infeksi kolaborasi


dapat ditoleransi untuk pemeriksaan
darah, seperti Hb
dan leukosit. 5.
Kolaborasi untuk
pemberian
antibiotik.
Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui seberapa jauh
pengetahuan asuhan keperawatan pengetahuan klien pengalaman dan pengetahuan klien
tentang Tujuan : pasien dan keluarga dan keluarga tentang penyakitnya. 2.
penyakit mengutarakan tentang Dengan mengetahui penyakit dan
berhubungan pemahaman tentang penyakitnya. 2. kondisinya sekarang, klien dan
dengan kurang kondisi, efek prosedur Berikan penjelasan keluarganya akan merasa tenang dan
terpaparnya dan proses pada klien tentang mengurangi rasa cemas. 3. Diet dan
informasi pengobatan. Kriteria penyakitnya dan pola makan yang tepat membantu
tentang Hasil :  melakukan kondisinya proses penyembuhan 4. Mengetahui
penyakit prosedur yang sekarang. 3. seberapa jauh pemahaman klien dan
diperlukan dan Anjurkan klien dan keluarga serta menilai keberhasilan
menjelaskan alasan keluarga untuk dari tindakan yang dilakukan.
dari suatu tindakan.  memperhatikan diet
memulai perubahan makanan nya.. 4.
gaya hidup yang Minta klien dan
diperlukan dan ikut keluarga
serta dalam regimen mengulangi
perawatan. kembali tentang
materi yang telah
diberikan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3.Jakarta: EGC

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta :
Mediaction Jogja.

Prof. Chairuddin Rasjad, MD. P. 2012.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Jakarta: PT. Yarsif
Watampone

Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
&Suddarth( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai