PUPUT MELATI
150302038
SKRIPSI
PUPUT MELATI
150302038
SKRIPSI
PUPUT MELATI
150302038
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
NIM : 150302038
Kadmium (Cd) dan Besi (Fe) pada Daging Kepiting Bakau (Scylla olivacea) di
Perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus Sumatera Utara” adalah benar
merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian
Puput Melati
NIM. 150302038
PUPUT MELATI. Analisis Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dan Besi
(Fe) pada Daging Kepiting Bakau (Scylla olivacea) di Perairan Danau Siombak
dan Desa Jaring Halus Sumatera Utara. Dibimbing oleh ERI YUSNI.
Kehadiran logam berat di lingkungan akuatik harus dipantau terus menerus
keberadaannya agar tidak membahayakan makhluk hidup di dalam perairan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat kadmium (Cd)
dan besi (Fe) pada air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan
Danau Siombak dan Perairan Desa Jaring Halus dan menentukan tingkat
kelayakan konsumsi pada kepiting yang terpapar logam berat sesuai dengan
standart baku mutu cemaran logam berat yang diperbolehkan dalam pangan.
Pengambilan sampel air, sedimen dan kepiting dilakukan pada bulan Juni-Juli
2019. Metode menentukan kandungan Cd dan Fe menggunakan perangkat AAS
(Atomic Absorption Spectrophotometer) dilakukan di Laboratorium Kesehatan
Daerah Medan. Diketahui bahwa kandungan Cd pada sedimen di perairan Danau
Siombak sudah melebihi nilai baku mutu dan Perairan Desa Jaring Halus pada
stasiun I dan III belum melebihi baku mutu tetapi pada stasiun II sudah melebihi
baku mutu USEPA 1986 yaitu ≤ 0.006 mg/kg, sedangkan pada logam Besi (Fe)
pada kedua lokasi telah melampaui baku mutu quality guideline values for metals
and associated levels of concern to be used in doing assessments of sediment
quality (2003) yaitu ≥ 20 mg/kg. Kandungan Cd pada air di kedua lokasi telah
melampaui ambang batas baku mutu Kepmen LH No 51 tahun 2004 yaitu ≥
0.0010 mg/l sedangkan untuk logam Besi (Fe) juga telah melampaui ambang
batas baku mutu USEPA (1986) yaitu ≥ 0.5 mg/l. Kandungan Cd pada kepiting
masih dibawah baku mutu BPOM RI No 5 Tahun 2018 yaitu ≤ 0.1 mg/kg,
sedangkan untuk logam Besi (Fe) telah melampaui baku mutu SNI 7387 Tahun
2009 yaitu ≥ 1 mg/kg. Dengan demikian perairan Danau Siombak dan Perairan
Desa Jaring Halus sudah tergolong tercemar logam berat Cd dan Fe.
Kata Kunci: Logam berat, Kadmium (Cd), Besi (Fe), Kepiting Bakau (Scylla
olivacea)
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
PUPUT MELATI. Analysis of heavy metal content Cadmium (Cd) and Iron (Fe )
on mangrove crab meat in the waters of Lake Siombak and the fine net village,
north Sumatra. Supervised by ERI YUSNI
Keywords: Heavy Metal, Cadmium (Cd), Iron (Fe), Mangrove Crab (Scylla
olivacea)
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
pendidikan di MTSs Amaliyah Piasa Ulu pada tahun 2009-2012. Pada tahun
yang sama penulis diterima di MAN Kisaran dengan jurusan IPA pada tahun
2012-2015.
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2015.
Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Magang di PT. Anugerah Maritim Lestari
Perbaungan. Pada tahun 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
di Desa Bakal Julu Kabupaten Dairi dilanjutkan pada tahun 2019 penulis
Percobaan pada tahun 2017-2018. Pada tahun 2016 penulis menjadi salah satu
wakil atlet Sumatera Utara dalam mengikuti kejuaraan Pekan Olahragan Nasional
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(PON) XIX Jawa Barat dalam cabang Arus Deras (Rafting). Penulis aktif sebagai
Sekretaris umum KOMPAS-USU pada tahun 2017. Pada tahun 2017-2018 penulis
aktif dalam kegiatan Sumut Mengajar Batch IV dan sebagai anggota Ikatan
Utara.
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
judul “Analisis Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dan Besi (Fe) pada
Desa Jaring Halus Sumatera Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk
Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis ucapkan kepada ayahanda
dan ibunda tercinta Bapak Darwin dan Ibu Mardiah atas kasih sayang, dukungan
doa, materi dan semangatnya sehingga ananda dapat menyelesaikan studi ini.
Kepada kaka saya Nurhidayah dan adik saya Muhammad Fhikry Ali Wardana,
terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang diberikan, serta kepada
seluruh keluarga.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin selesai
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
1. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen
2. Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi, M.Si selaku sekretaris Program Studi
dan Dosen Penguji yang telah memberikan banyak sekali ilmu, masukan,
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc selaku Dosen Penguji yang telah
penulis.
4. Bapak Ahmad Muhtadi Rangkuti, S.Pi, M.Si yang telah membantu penulis
Pertanian Sumatera Utara, dan staf tata usaha Bapak Ashari Wardana.
6. Bapak Umar dan keluarga, serta Bapak dan keluarga yang telah membantu
8. Sahabat tersayang: Yuli Sarah, Intan Permata Sari, Tri Pardiana Setiani, Layla
Ifanda, Nur Rohim, Maiyah, Azizah, Henny Kharina, Dina Alfiyani, Puji,
Nadia, Lia, Memel, Anggi, Kinan, Nada, Asih, Yulia, yang selalu menemani
Sumberdaya Perairan
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.............................................................................................. i
ABSTRACT............................................................................................. ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................ 1
Perumusan Masalah ...................................................................... 3
Kerangka Pemikiran ..................................................................... 4
Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
Manfaat Penelitian........................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla olivacea) ......... 6
Habitat Kepiting Bakau (Scylla olivacea) ..................................... 7
Parameter Lingkungan
Suhu ....................................................................................... 8
pH .......................................................................................... 9
Kecerahan .............................................................................. 10
Oksigen Terlarut (DO) ............................................................ 11
Salinitas .................................................................................. 12
Sedimen ................................................................................. 13
Pencemaran Logam Berat ............................................................. 14
Logam Berat
Kadmium (Cd) ....................................................................... 15
Besi (Fe) ................................................................................ 16
Logam Berat di Air ....................................................................... 18
Logam Berat di Sedimen ............................................................... 19
Toksisitas Logam Berat ................................................................. 21
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................ 23
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Deskripsi Area
Perairan Danau Siombak ........................................................ 24
Perairan Desa Jaring Halus ..................................................... 24
Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 25
Prosedur Penelitian
Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air ................................. 26
Pengambilan Sampel Sedimen ................................................ 26
Analisis Sampel Sedimen ....................................................... 27
Pengambilan Sampel Air ........................................................ 28
Analisis Sampel Air ............................................................... 28
Pengambilan Sampel Kepiting Bakau (Scylla olivacea) .......... 29
Analisis Kepiting Bakau (Scylla olivacea) .............................. 29
Analisis Data
Konsentrasi Logam Berat ....................................................... 33
Biokonsentrasi Faktor (BCF) .................................................. 34
Analisa Komponen Utama ...................................................... 34
Analisi Deskriptif .......................................................................... 35
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
Siombak ............................................................................................. 44
Halus ................................................................................................. 44
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
7. Nilai Rata- rata Parameter Fisika dan Kimia Air di Perairan Danau
Siombak ............................................................................................. 36
8. Nilai Rata- rata Parameter Fisika dan Kimia Air di Perairan Desa Jaring
Halus ................................................................................................. 37
9. Hasil Analisis Rata- rata Logam Berat Cd pada Air, Sedimen dan
10. Hasil Analisis Rata- rata Logam Berat Fe pada Air, Sedimen dan
11. Hasil Analisis Rata- rata Logam Berat Cd pada Air, Sedimen dan
12. Hasil Analisis Rata- rata Logam Berat Fe pada Air, Sedimen dan
13. Nilai BCF Cd pada Kepiting dengan Air di Perairan Danau Siombak . 42
14. Nilai BCF Cd pada Kepiting dengan Air di Perairan Desa Jaring
Halus ................................................................................................. 42
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15. Nilai BCF Fe pada Kepiting dengan Air di Perairan Danau Siombak .. 42
16. Nilai BCF Fe pada Kepiting dengan Air di Perairan Desa Jaring
Halus ................................................................................................. 43
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
3. Proses Destruksi................................................................................. 86
9. Nilai Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) pada Air,
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Danau Siombak adalah danau yang terbentuk karena adanya pengerukan
tanah yang dilakukan untuk pembangunan jalan tol Belmera (Belawan Medan
Tanjung Morawa). Tanah dikeruk dan terisi oleh air hujan dan air sungai sehingga
terbentuklah Danau Siombak (Sandy et al., 2017). Danau Siombak dialiri oleh
tiga sungai yaitu Sungai Badera, Sungai Terjun dan Sungai Paluh Besar, yang
manusia yang menghasilkan berbagai jenis limbah cair dari kegiatan domestik,
perairannya.
dengan Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut yang didominasi oleh tumbuhan
mangrove dan beberapa biota (Nasution, 2017). Banyaknya aktivitas kapal yang
hilir mudik untuk mengangkat bahan- bahan pokok seperti sandang, pangan dan
papan tanpa henti juga dapat mempengaruhi kondisi perairan Desa Jaring Halus
akibat buangan minyak dan lain sebagainya dan banyak aktivitas kehidupan
manusia yang limbah cairnya dialirkan langsung ke badan perairan yang dapat
hidup karena mengandung Bahan Beracun Berbahaya (B3). Logam berat seperti
kadmium (Cd), merkuri (Hg) dan timbal (Pb) merupakan jenis logam non
esensial. Pada tingkatam konsentrasi tertentu logam ini menjadi logam yang
beracun bagi makhluk hidup. Merkuri (Hg) bersama logam- logam lainnya seperti
besi (Fe), arsen (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), nikel (Ni), krom (Cr), seng
(Zn), dan tembaga (Cu) merupakan unsur-unsur logam berat yang potensial
ketahanan hidup yang baik pada habitatnya. Selama ini keberadaan kepiting sering
kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau Siombak dan Perairan Desa
yang disebabkan limbah pabrik maupun limbah domestik yang masuk ke badan
perairan salah satunya adalah logam berat. Untuk membuktikan hal tersebut maka
perlu dilakukan penelitian dengan cara menganalisis kandungan logam berat yang
terdapat pada daging kepiting, air dan sedimen di dalam perairan tersebut untuk
Berat Dalam Pangan. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang analisis
logam berat pada daging kepiting, air dan sedimen di dalam suatu perairan
tersebut.
Perumusan Masalah
tradisional kota Medan. Selama ini keberadaan kepiting bakau (Scylla olivacea)
yang diperjual belikan tersebut sering kali diperoleh dari perairan yang diduga
tercemar logam berat seperti perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring
Halus. Hal ini tentunya sangat berbahaya bagi masyarakat yang mengkonsumsi
kadmium (Cd) dan besi (Fe). Oleh karena itu analaisis kandungan logam berat
kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada kepiting bakau (Scylla olivacea) yang berasal
dari perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus diharapkan dapat
memberikan informasi bagi instansi terkait dan masyarakat pada umumnya agar
dapat lebih bijaksana dalam memilih bahan pangan yang aman untuk dikonsumsi.
1. Seberapa besarkah kandungan logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada
air, sedimen dan daging kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau
2. Apakah air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) yang diperoleh dari
perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus telah melampaui
baku mutu?
Kerangka Penelitian
masyarakat karena memiliki nilai gizi yang baik dan cita rasa yang lezat. kepiting
bakau (Scylla olivacea) dapat mengakumulasi logam berat seperti kadmium (Cd)
dan besi (Fe). Untuk memperoleh informasi kandungan logam berat yang ada
pada kepiting bakau (Scylla olivacea) air dan sedimen di perairan Danau
Siombak dan perairan Desa Jaring Halus maka diperlukan analisis kandungan
logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) yang terkandung pada daging kepiting
bakau (Scylla olivacea) air dan sedimen yang ada diperairan tersebut. Berikut
Rekomendasi Pengelolaan
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kandungan logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada air,
dan Besi (Fe) pada air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) yang
diperoleh dari perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus
Manfaat Penelitian
besi (Fe) pada daging kepiting bakau (Scylla olivacea) yang terdapat di perairan
Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dan dapat bermanfaat bagi
masyarakat dalam memilih dan mengolah makanan menjadi makanan yang layak
konsumsi (aman dan sehat). Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat sebagai
penelitian ini.
TINJAUAN PUSTAKA
kelompok famili Portunidae yang berbentuk pipi dan melebar serta memiliki lima
pasang kaki. Secara taksonomi klasifikasi kepiting bakau adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Scylla
besar dari ukuran panjang tubuhnya. Dengan permukaan kerapas agak licin. Pada
dahi antara sepasang matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan dan
Kepiting bakau memiliki bentuk morfologi, yakni pada bentuk duri yang
terdapat di antara dua tangkai mata serta bentuk dan jumlah duri pada bagian sisi
luar karapasnya. Scylla tranquebarica memiliki bentuk duri diantara mata yang
agak rendah, bulat, namun lebih tinggi dari duri Scylla olivacea. Bagian tubuh
kepiting juga dilengkapi bulu dan rambut sebagai indera penerima, bulu tersebut
terdapat hampir di seluruh tubuh yang sebagian besar bergerombol pada kaki
jalan. Scylla tranquebarica memiliki warna hijau zaitun atau hijau ungu
Menurut Syafiq (2015) kepiting dikenal sebagai salah satu makanan dari
laut (seafood) yang digemari oleh masyarakat kita. Kepiting adalah sumber
protein yang baik (mengandung sekitar 18-19.5 gram protein per 100 gram).
Komposisi zat gizi dari kepiting dibandingkan ikan/seafood lainnya, yang dapat
beberapa saat setelah matahari terbenam dari bergerak sepanjang malam terutama
untuk mencari makan, kemudian akan membenamkan dirinya kembali pada saat
matahari akan terbit. Beberapa jenis satwa yang hidup di sekitar perakaran
mangrove, baik di substrat yang keras maupun lunak (lumpur) antara lain adalah
jenis kepiting bakau, kerang dan golongan invertebrata lainnya. Kepiting bakau
(Scylla spp.) merupakan hewan yang berasosiasi kuat dengan hutan mangrove dan
memiliki daerah penyebaran yang luas. Hal ini disebabkan karena kepiting bakau
memiliki toleransi terhadap faktor abiotik terutama pada suhu dan salinitas
Parameter Lingkungan
Suhu
permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran serta
kedalaman badan air. Perubahan suhu air berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia,
kimia, evaporasi dan volatilisasi. Sebagian besar proses fisik, biologi dan karakter
berkorelasi positif dengan proses kimia yang terjadi pada air. Peningkatan suhu
kelarutan gas dalam air, seperti gas O2, CO2, N2 dan CH4 (Effendi, 2003).
diperkirakan melewati berbagai kondisi perairan. Pada saat pertama kali kepiting
ditetaskan, suhu air laut umumnya berkisar 25-270C. Secara gadual suhu air
kearah pantai akan semakin rendah. Kepiting muda yang baru berganti kulit dari
megalopa yang memasuki muara sungai dapat mentoleransi suhu di atas 180C
(Nasution, 2017).
akan mempunyai temperatur yang lebih tinggi dibandingkan pada lapisan air yang
kelarutan oksigen ini menunjukkan kualitas perairan yang masih baik. Salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air adalah temperatur
contoh, suhu air di permukaan laut mempengaruhi sifat tumpahan minyak dan
pH (Derajat Keasaman)
terlarut dalam air. Kadar CO2 akan berkurang oleh kegiatan fotosintesis dan akan
dari suatu perairan. Nilai pH ideal untuk perairan adalah 6,5-8,5. Organisme
banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion
perairan adalah antara 7 - 8,5 dan pada kondisi yang berlebihan yaitu sangat basa
dan sangat asam dapat berbahaya untuk kelangsungan hidup organisme karena
logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik akan semakin tinggi
senyawa kimia. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH serta
(Effendi, 2003).
Kecerahan
kemampuan penetrasi cahaya pada air. Semakin tinggi suatu kecerahan perairan
sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
fotosintesis tumbuhan air dan kegiatan fisiologi biota air atau dengan kata lain
organik dan ananorganik yang tersuspensi dalam kolam air maupun yang terlarut,
Dengan demikian semakin keruh air, akan semakin rendah kecerahan airnya.
pertumbuhan ikan yang dibudidayakan, namun air kolam yang keruh akan
perairan. Oksigen terlarut ini merupakan suatu faktor yang sangat penting di
besar organisme air. Oleh sebab itu kelarutan oksigen dalam air sangat
dipengaruhi suhu. Kepiting dapat hidup pada perairan yang memiliki kandungan
bagi manusia. kepiting dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen dengan
jumlah cukup. Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, dan bervariasi
oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi,
O2 dalam air semakin rendah. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan
normal mengandung O2 terlarut sebesar 4,5 – 9,0 mg/l. Untuk kehidupan biota
laut secara layak kelarutan O2 harus lebih besar daripada 5,0 mg/l
semakin kecil. Pada kedalaman laut 1.000 m (tekanan hidrostatik 100 atm), maka
sangat dipengaruhi oleh suhu dan bervariasi tiap jenis. Keberadaan limbah yang
pada proses penguraian bahan organik oleh bakteri pengurai (Effendi, 2003).
Salinitas
salinitas atau klorinitas (Sanusi, 2006). Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran
Salinitas merupakan salah satu faktor bagi organisme akuatik yang dapat
memodifikasi perubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan pengaruh yang
Oleh sebab itu, pertumbuhan kepiting yang maksimum hanya dapat dihasilkan
keberadaan mangrove dan kepiting bakau. Kepiting bakau hidup dengan baik pada
kisaran salinitas 10–35‰. Kepiting bakau pada salinitas terendah 8,9‰. Pengaruh
Sedimen
basah, mengandung garam, memiliki oksigen yang sedikit, berbutir-butir dan kaya
akan bahan organik. Perbedaan tingkat kerapatan vegetasi mangrove serta jenis
pada substrat dimana sesuai dengan besarnya nilai tingkat kerapatan suatu
distribusi mangrove. Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologi utama
pemakan deposit jumlahnya sangat banyak pada sedimen lunak dan berlumpur
karena daerah tersebut kaya akan bahan organik. Substrat di sekitar hutan
dengan kehidupan dan sebaran kepiting, maka substrat tanah dasar perairan hutan
limbah, baik berupa limbah padat, cair dan gas. Limbah industri terutama yang
mengandung logam berat antara lain adalah Pb (timbal) dan logam berat lainnya
temperatur, pH, BOD dan COD serta kandungan logam berat yang sangat
mempengaruhi kehidupan flora dan fauna perairan. Limbah ini biasanya berasal
dari industri maupun rumah tangga yang melibatkan unsur-unsur logam seperti
Timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), Krom (Cr), Nikel (Ni),
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Cuprum (Cu). Limbah tersebut umumnya
merupakan limbah yang tidak dapat atau sulit didegradasi oleh mikroorganisme
(Heriyanto, 2011).
Logam berat
toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn, bersifat
toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, dan bersifat toksik rendah
terdiri atas unsur Mn dan Fe. Taraf toksisitas logam berat sangat beragam bagi
berbagai organisme, tergantung dari berbagai aspek yang antara lain spesies, cara
bentuk dan sifat fisika/kimia toksikan serta kerentanan berbagai spesies terhadap
toksikan. Taraf toksisitas logam berat terhadap hewan air mulai dari yang paling
tinggi adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni dan Co. Sementara itu, tingkat toksisitas
terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn
bebatuan, dan jasad organik yang membusuk. Logam Cd juga didapat dari
kegiatan manusia, yaitu industri kimia, pabrik tekstil, pabrik semen, tumpahan
(Darmono, 1995).
Kadar Cd di perairan alami berkisar antara 0,29 – 0,55 ppb dengan rata-
rata 0,42 ppb. Kadmium tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi
humus sekitar 2,7% daripada total Cd terlarut, sementara di perairan estuari lebih
rendah dari 1% daripada total Cd terlarut. Jadi, selain ditentukan oleh kadar asam
ikatan kompleks logam berat-asam humus. Logam berat Cd terlarut dalam air
sedimen. Proses adsorpsi akan diikuti oleh proses desorpsi yang mengembalikan
Cd dalam bentuk terlarut dalam badan air (Sanusi, 2006). Menurut Rangkuti
(2009) Kadmium dalam air laut berbentuk senyawa klorida (CdCl2), sedangkan
pada perairan tawar kadmium berbentuk karbonat (CdCO3). Pada perairan payau
Logam besi (Fe) sebenarnya adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk
Fe dapat berasal dari buangan limbah pabrik ataupun limbah rumah tangga hingga
mencemari lingkungan sungai, dalam jumlah yang berlebihan pada tubuh manusia
Fe akan bersifat racun, cepat terserap dalam saluran pencernaan, dan sifat korosif
pada besi akan lebih meningkatkan penyerapan racun (Pratama et al., 2012).
hanya bersifat toksik terhadap tumbuhan tetapi juga terhadap hewan dan manusia.
Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yang sulit didegradasi, sehingga
kerang, ikan dan sedimen, memiliki waktu paruh yang tinggi dalam tubuh biota
laut serta memiliki nilai faktor konsentrasi yang besar dalam tubuh organisme
Sekalipun besi (Fe) diperlukan oleh tubuh manusia, tetapi dalam dosis
besar dapat merusak dinding usus, kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya
dinding usus ini, debu besi juga dapat terakumulasi di dalam alveoli dan dapat
standart baku mutu cemaran logam berat yang diperbolehkan dalam pangan yaitu
menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan No 5 Tahun 2018 dan SNI 7387
Keberadaan besi diperairan dapat berasal dari buangan logam besi yang
mengalami korosif dan pelarutan di air, serta buangan limbah domestik dan
industri yang mengandung kadar besi. Di perairan kadar besi (Fe2+) yang tinggi
berkorelasi dengan kadar bahan organik yang tinggi, atau kadar besi yang tinggi
terdapat pada air yang berasal dari air tanah dalam yang bersuasana anaerob atau
dari lapisan dasar perairan yang sudah tidak mengandung oksigen. Keberadaan
besi juga dapat memberikan penampakan keruh dan berwarna pada air, serta
meninggalkan noda pada pakaian yang dicuci oleh air yang mengandung besi
Logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu
akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi bagi sistem kehidupan di
perairan. Walaupun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat terhadap
biota perairan tidak sama, namun kehancuran suatu kelompok dapat menjadikan
masuk ke perairan berasal dari berbagai kegiatan industri selain bersumber dari
alam itu sendiri (alamiah). Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di
sungai ataupun laut akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses
yaitu : pengendapan, adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan. Logam berat
mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar
perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen
masuk ke perairan laut mempunyai batasan tertentu. Baku mutu air laut untuk
biota laut berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004
dan baku mutu berdasarkan Environmental Protection Agency (EPA) 1986 dapat
Tabel 3. Standar baku mutu air laut untuk biota laut terhadap logam berat
terutama disebabkan oleh adanya kekuatan arus. Dengan kata lain, faktor arus
kondisi arus yang dinamis (high energy environment – dynamic waters), memiliki
tekstur sedimen yang kasar (kerikil, pasir). Sementara perairan dimana kondisi
arusnya tenang atau tidak dinamis (low energy environment – sluggish waters)
memiliki tekstur sedimen yang lebih halus (lumpur, liat). Perairan yang sering
prosesnya semua zat yang ada terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi
sepanjang ke dalaman laut. Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen,
zat tersebut melayang-layang di kolom perairan. Setelah mencapai dasar laut pun,
sedimen tidak diam tetapi sedimen akan terganggu ketika hewan laut-dalam
mencari makan. Sebagian sedimen mengalami erosi dan tersuspensi kembali oleh
arus bawah sebelum kemudian jatuh kembali dan tertimbun. Terjadi reaksi kimia
antara butir-butir mineral dan air laut sepanjang perjalanannya kedasar laut dan
reaksi tetap berlangsung setelah penimbunan, yaitu ketika air laut terperangkap di
mengadsorpsi logam berat terlarut dalam kolom air, maka deposisi padatan
tersebut selain material organik dalam sedimen. Makin tinggi kandungan polutan
organik dan anorganik dalam kolom air, makin tinggi pula akumulasi polutan
tersebut dalam sedimen. Oleh karena itu kualitas fisik kimia sedimen suatu
perairan dapat dijadikan indikator baik buruknya kualitas suatu perairan. Dilihat
dari aspek kimia, akumulasi bahan organik dalam substrat halus akan menentukan
Baku mutu logam berat di dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum
ditetapkan, sehingga sebagai acuan dapat digunakan baku mutu yang dikeluarkan
oleh IADC/CEDA (1997) dan USEPA (1986) mengenai kandungan logam yang
Belanda. Seperti dapat dilihat pada tabel 4 dan 5 dibawah ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 4. Baku mutu logam berat Kadmium (Cd) dan Besi (Fe) dalam sedimen
Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya
karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Apabila kadmium
masuk ke dalam tubuh maka sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati
langsung lewat ginjal, sebagai akibatnya terjadi kenaikan tekanan darah. Senyawa
ini bisa mengakibatkan penyakit liver dan gangguan ginjal serta tulang. Senyawa
Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama terikat
akan mengeluh gangguan pernapasan, nausea, muntah, kepala pusing dan sakit
Salah satu efek utama yang ditimbulkan dari keracunan kadmium adalah
lemah dan rapuh tulang. Umumnya tulang belakang dan kaki sakit, dan gaya
berjalan pincang karena cacat tulang yang disebabkan oleh Kadmium. Rasa sakit
tulang yang melemah. Komplikasi lain yang tejadi adalah batuk, kanker, anemia,
dan gagal ginjal, yang kemudian menyebabkan kematian. Penderita penyakit ini
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebih
kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak, radang sendi, cacat
lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing,
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2019 yang meliputi
pengambilan sampel air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan
Danau Siombak Kota Medan dan Perairan Desa Jaring Halus Kecamatan
Secanggang. Pengambilan sampel faktor fisika dan kimia air akan dilakukan
secara langsung dilapangan (in situ). Untuk analisis logam berat sampel air,
(a) (b)
Gambar 3. Lokasi Penelitian (a) Danau Siombak (b) Desa Jaring Halus
Deskripsi Area
Perairan ini berada tidak jauh dari sekitaran penduduk Desa Jaring Halus
yang wilayahnya dikelilingi oleh hutan mangrove. Secara geografis terletak pada
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubu, Secchi disk,
global positioning system (GPS), vandorn water sampling, alat tulis, pisau, botol
termometer, cool box, cawan porselen, hot plate, furnace, tabung reaksi, gelas
ukur, timbangan analitik, erlenmeyer, beaker glass, pipet volumetri, labu ukur,
sampel air dan substrat, larutan asam klorida (HCl), asam Nitrat (HNO3) pekat,
Prosedur Penelitian
Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan dengan dua cara, yakni
secara langsung dilapangan (in situ) dan secara tidak langsung (ex situ).
Pengukuran langsung dilapangan (in situ) dilakukan terhadap parameter suhu air,
kecerahan air, salinitas air, pH air. dan oksigen terlarut. Kandungan logam berat
kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla
II. KIMIA
pH air pH meter in situ
Oksigen terlarut (mg/l) DO meter in situ
Kadmium (Cd) AAS ex situ
Besi (Fe) AAS ex situ
masing lokasi penelitian untuk di analisis logam berat kadmium (Cd) dan besi
coolbox.
potongan plastik, daun atau benda lainnya yang bukan contoh uji.
ml, kemudian ditambahkan air suling dan diaduk dengan batang pengaduk.
4. Penambahan 3-5 butir batu didih lalu ditutup dengan corong kaca.
penangas listrik pada suhu 105 - 120oC sehingga volume sampel uji tinggal 10
ml.
8. Lalu sampel uji dipanaskan kembali di atas hotplate sampai timbul asap putih
dan mendidih.
10. Selanjutnya sampel uji disaring dengan kertas saring whatman ukuran 8 µm ke
dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan air suling sampai tanda tera.
(AAS).
sebanyak 1500 ml dimana ada 3 titik pengambilan sampel air pada masing-
masing lokasi penelitian untuk di analisis logam berat kadmium (Cd) dan besi
(Fe) pada air, kemudian dimasukkan kedalam botol sampel air dan diletakkan
dalam coolbox.
kaca arloji dan bila dengan Erlenmeyer gunakan corong sebagai penutup.
HNO3 pekat, kemudian di tutup dengan kaca arloji atau dengan corong dan
panaskan lagi (tidak mendidih). Lakukan proses ini secara berulang sampai
semua logam larut, yang terlihat dari warna endapan dalam contoh uji menjadi
5. Dibilas kaca arloji dan masukkan air bilasannya ke dalam gelas. Piala.
7. Selanjutnya tambahkan air bebas mineral sampai tepat tanda tera dan
dihomogenkan.
(AAS).
tubuh minimal 150 gr, dimana ada 3 titik pengambilan sampel kepiting bakau
(Scylla olivacea) pada masing- masing lokasi penelitian. Kepiting bakau (Scylla
kemudian dicuci dengan air sampai bersih dan dibilas tiga kali dengan
pengabuan pada suhu 100 – 400oC yang dinaikkan secara bertahap setiap 30
6. Setelah itu dikeluarkan sampel uji serta kontrol positif Cd dan Fe dari tungku
abu larut.
kering.
dalam tungku pengabuan, naikkan suhu secara bertahap 100 oC setiap 30 menit
10. Jika abu sudah terbentuk dengan sempurna yakni berwarna putih maka sampel
jam.
tambahkan matrik modifier dan tempatkan sampai tanda tera dengan HNO3
0.1 M.
Untuk menentukan kandungan berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada
yaitu :
oksidasi dan reduksi, dimana sebagai oksidator dipakai asam nitrat (HNO3)
sedangkan reduktornya dipakai asam klorat (HClO4 60%). Proses destruksi ini
dilakukan agar kadmium (Cd) dan besi (Fe) yang terikat dapat terlepas dari
senyawa asalnya sehingga mudah untuk dideteksi. Proses destruksi untuk logam
berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) dilakukan dengan menambahkan HClO4 pekat
sebanyak 1,5 ml dan HNO3 pekat sebanyak 3,5 ml. selanjutnya sampel dipanaskan
pada suhu 650C dengan alat pemanas (hotplate) untuk mempercepat reaksi
2.) Penyaringan
ukuran 8 μm. Hal ini bertujuan untuk memisahkan partikel- partikel yang
Larutan standar berasal dari larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm
a. Larutan standart induk pengujian kadmium (Cd) dan besi (Fe) 1000 µg/ml
dalam labu ukur bervolume 1000 ml. Kemudian diencerkan dengan aquades
b. Larutan standart pengujian kadmium (Cd) dan besi (Fe) 100 µg/ml
Larutan induk Cd dan Fe 1000 ppm diambil dengan pipet tetes sebanyak
Larutan standart Cd dan Fe 100 µg/ml diambil dengan pipet tetes sebanyak
d. Larutan standart kadmium (Cd) dan besi (Fe) 0.1 µg/ml, 0.2 µg/ml, 0.4 µg/ml,
Alat yang digunakan dalam pengukuran kadar logam berat kadmium (Cd)
Laboratorium Kesehatan Daerah Medan. Alat ini dilengkapi dengan lampu katoda
yang berbentuk cekung sebagai sumber energi. Lampu ini dilapisi logam dari
unsur yang akan dianalisis, sehingga untuk mengukur logam berat kadmium (Cd)
dan besi (Fe).digunakan lampu katoda yang dilapisi dengan logam berat kadmium
(Cd) dan besi (Fe). Hasil yang didapat dari Atomic Absorption Spectrophotometer
memperoleh kandungan logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) yang
Analisis Data
dan kepiting bakau (Scylla olivacea) sesuai standar operasional prosedur pada
berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada substrat dan kepiting bakau (Scylla
Keterangan :
K.AAS : Konsentrasi yang tertera pada alat AAS
Larutan Sampel : Volume larutan sampel pada saat pengujian
Berat Sampel : Berat sampel yang akan diuji
dan besi di dalam daging kepiting dengan air atau sedimen. Menghitung
BCF = Cb
Cwd
Keterangan :
Cb : Konsentrasi logam berat dalam organisme (mg/kg)
Cwd : Konsentrasi logam berat dalam air (mg/L)
BCF > 1000 : Kemampuan Tinggi
100 < BCF < 1000 : Kemampuan Sedang
BCF < 100 : Kemampuan Rendah
lingkaran korelasi antar variabel dapat diliihat dari pembentukan sudut yang
terbentuk antar bentukan variabel. Posisi 180o terlihat pada gambar terbentuk
antara variabel CE dan LI, juga antara variabel AR dan DE, PA. Posisi pertemuan
atau berhimpit (0 o), diperlihatkan antara variabel DE dan PA, juga variabel DE
Analisis Deskriptif
Agency (1986) dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004
untuk kualitas air. SNI 7387:2009 dan BPOM RI No. 5 Tahun 2018 digunakan
sebagai acuan untuk baku mutu logam berat pada kepiting bakau (Scylla sp.).
Sedangkan baku mutu logam berat dalam lumpur atau sedimen di Indonesia
belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan
oleh baku mutu sedimen dengan standar sediment quality guideline values for
sediment quality (2003) dan USEPA (1986) mengenai kandungan logam berat
Hasil
pengukuran parameter fisika dan kimia air di mana nilai rata- rata parameter fisika
dan kimia air di perairan Danau Siombak dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan Danau Siombak
Stasiun
Parameter Satuan Standart Baku Mutu
I II III
Fisika
o
Suhu C 30.3 31.5 30.5 28 – 32 *
Kecerahan Cm 60 50 80 -
Kimia
0.0093 **
Sedangkan untuk nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan
Tabel 8. Nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan Desa Jaring
Halus
Stasiun
Parameter Satuan Standart Baku Mutu
I II III
Fisika
o
Suhu C 29 30 30 28 – 32 *
Kimia
0.0093 **
rata kandungan logam berat kadmium (Cd) pada sampel air, sedimen dan kepiting
bakau (Scylla olivacea) yang berada di perairan Danau Siombak dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Cd pada sampel air,
sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau
Siombak
Sedangkan nilai rata- rata kandungan logam berat besi (Fe) pada air,
sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau Siombak dapat
Tabel 10. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Fe pada sampel air,
sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau
Siombak
Selanjutnya untuk kandungan kadmium (Cd) pada sampel air, sedimen dan
kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring Halus didapatkan nilai
Tabel 11. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Cd pada sampel air,
sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring
Halus
Sedangkan untuk nilai rata- rata kandungan besi (Fe) pada air, sedimen
dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring Halus dapat dilihat
Tabel 12. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Fe pada sampel air,
sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring
Halus
bakau (Scylla olivacea) terhadap kandungan logam kadmium (Cd) pada air di
perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dapat dilihat pada Tabel
Tabel 13. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Cd pada kepiting bakau (Scylla
olivacea) dengan air di perairan Danau Siombak
Stasiun Nilai Rata- rata Konsentrasi BCF
Kepiting Air
(mg/kg) (mg/L)
Stasiun I 0.00185 0.00950 0.19470
Stasiun II 0.00195 0.01950 0.10000
Stasiun III 0.00600 0.05900 0.10170
Tabel 14. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Cd pada kepiting bakau (Scylla
olivacea.) dengan air di perairan Desa Jaring Halus
bakau (Scylla olivacea) terhadap kandungan logam besi (Fe) pada air di perairan
Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dapat dilihat pada Tabel 15 dan
16 di bawah ini.
Tabel 15. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Fe pada kepiting bakau (Scylla
olivacea) dengan air di perairan Danau Siombak
Tabel 16. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Fe pada kepiting bakau (Scylla
olivacea) dengan air di perairan Desa Jaring Halus
dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat
pada Gambar 7. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan faktor logam berat
membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap kepiting dan air terhadap sedimen.
Sedangkan yang berkolerasi negatif dengan membentuk sudut > 90° yaitu
sedimen terhadap kepiting. Untuk faktor logam berat besi (Fe) yang berkorelasi
positif dengan membentuk sudut < 90° yaitu sedimen terhadap kepiting dan air
dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat
pada Gambar 8. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan faktor logam berat
kadmium (Cd) di perairan Desa Jaring Halus yang berkorelasi positif dengan
membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap sedimen. Sedangkan yang berkolerasi
negatif dengan membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap kepiting dan sedimen
terhadap kepiting. Untuk faktor logam berat besi (Fe) yang berkorelasi positif
dengan membentuk sudut < 90° yaitu sedimen terhadap kepiting. Sedangkan yang
berkolerasi negatif dengan membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap sedimen dan
Gambar 7. Analisis Korelasi Komponen Utama kadmium (Cd) dan Besi (Fe) di
perairan Danau Siombak
Gambar 8. Analisis Korelasi Komponen Utama kadmium (Cd) dan Besi (Fe) di
perairan Desa Jaring Halus
Pembahasan
Kualitas Air
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat penting bagi
batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu. Parameter suhu selain
lainnya yaitu suhu dan pH. Hasil pengukuran suhu pada masing- masing perairan
tidak sama, di mana interval suhu pada perairan Danau Siombak pada setiap
stasiun sebesar 30.3 : 31.5 : 30.5 oC, di mana suhu terendah terdapat pada stasiun I
dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun II. Sedangkan untuk perairan Desa Jaring
Halus sendiri interval suhu pada setiap stasiun sebesar 29 : 30 : 30 oC, di mana
suhu terendah terdapat pada stasiun I dan suhu yang sama terdapat pada stasiun II
dan III. Adanya perbedaan nilai suhu dari masing- masing stasiun disebabkan oleh
aktivitas manusia dan pengaruh vegetasi yang ada disekitar stasiun. Barus (2002)
manusia, seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik.
masing perairan yaitu perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus cenderung
stabil, di mana perbedaan suhu di masing- masing stasiun hanya ± 1oC, dengan
demikian suhu masih cukup baik. Sesuai dengan Hadie dan Jatna (1986),
temperatur cukup baik apabila tidak mempunyai fluktuasi yang cukup tinggi.
Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004, suhu perairan Danau Siombak dan suhu
perairan Desa Jaring Halus berada pada kisaran alami (28 – 32 oC ), dengan kode
khusus artinya masih diperbolehkan terjadi perubahan suhu sampai dengan < 2 oC
yang menutupi daerah perairan tersebut. Sedangkan tingginya suhu pada stasiun II
daerah perairan tersebut, dan vegetasi mangrove yang menutupi daerah tersebut
lebih sedikit. Pada perairan Desa Jaring Halus rendahnya suhu pada stasiun I
dikarenakan vegetasi mangrove yang ada disekitaran perairan tersebut lebih tebal
ke perairan. Semakin tinggi suatu suhu perairan kelarutan logam berat akan
semakin tinggi. Perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dengan
kisaran suhu yang tinggi memungkinkan kelarutan logam berat menjadi tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (2001) yang menyatakan bahwa suhu
yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh
bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke
udara.
Salinitas
pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai yang ada disekitar.
Salinitas akan mempengaruhi densitas, kelarutan gas, tekanan osmotik dan ionik
air. Semakin tinggi salinitas maka tekanan osmotik air semakin tinggi pula. Sagala
et al (2013), salinitas merupakan salah satu faktor bagi organisme akuatik yang
dapat memodifikasi perubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan yang
yang sama terdapat pada stasiun II dan III yaitu 8 % 0 . Pada perairan Desa Jaring
salinitas yang sama terdapat pada stasiun II dan III yaitu 28 % 0 . Pada masing-
memiliki tipe perairan yang berbeda di mana perairan Danau Siombak adalah
perairan payau sedangkan perairan Desa Jaring Halus adalah perairan asin.
Siombak nilai rata- rata salinitas terendah yaitu berada di stasiun I yaitu sebesar 7
%0 dikarenakan letaknya yang jauh dari masuknya sumber air asin, sehingga hal
salinitas tertinggi terdapat pada stasiun II dan III dikarenakan letak stasiun III
merupakan sumber masuknya air asin dan stasiun II berada tidak jauh dari stasiun
III, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kadar salinitas pada stasiun
tersebut. Pada perairan Desa Jaring Halus nilai rata- rata salinitas terendah yaitu
daratan, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kadar salinitas akibat mudah
terdapat pada stasiun II dan III dikarenakan letak stasiun ini tidak jauh berbeda
karakteristiknya di mana pada daerah ini lebih dipengaruhi oleh laut dibanding
daratannya, yang berarti masukan air tawar ke lokasi ini sangat rendah.
pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai, dan pengaruh pasang
penting untuk mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam
keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi
ion hidrogen. Dengan adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat
hidrogen dalam suatu larutan. Air normal yang memenuhi syarat kehidupan
organisme air mempunyai kisaran pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam
bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai nilai pH di atas 7 bersifat basa.
Danau Siombak selama pengamatan adalah berkisar 7.33 – 7.5. Nilai pH terendah
terdapat pada stasiun I yaitu 7.33 , sedangkan nilai pH tertinggi terdapat pada
stasiun II yaitu 7.5. Pada perairan Desa Jaring Halus nilai rata- rata pH selama
pengamatan adalah berkisar 7.1 – 7.4. Nilai pH terendah terdapat pada stasiun I
dan II, sedangkan nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 7.4 . Welch
(1952) kandungan pH dalam suatu perairan dapat berubah- ubah sepanjang hari
penyerapan CO2 yang cepat dari air permukaan pada saat fotosintesis.
Nilai derajat keasaman (pH) perairan Danau Siombak dan perairan Desa
Jaring Halus berkisar antara 7,1 - 7,5. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau
Siombak dan perairan Desa Jaring Halus cenderung bersifat basa. Kisaran pH
perairan Desa Jaring Halus terdapat pada stasiun I dan II. Nilai pH yang rendah ini
disebabkan oleh CO2 yang semakin besar di mana kondisi air yang hangat (suhu
yang tinggi) juga mempengaruhi kelarutan CO2 lebih tinggi walaupun ada
gas CO2 di perairan lebih tinggi dibanding gas lainnya (Cole, 1988). Rendahnya
nilai pH air pada stasiun tersebut juga disebabkan stasiun tersebut memiliki
salinitas yang lebih rendah dari stasiun yang lain, sehingga kondisi pH
perairannya sedikit lebih rendah dibanding stasiun lainnya. Secara umum daerah
perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus tergolong pada kategori
layak bagi organisme perairan karena berada pada kisaran 7 – 8.5 (Effendi, 2003).
51 Tahun 2004 nilai pH masih dalam kisaran yang ditetapkan yaitu 7 – 8.5.
lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion dan kation, jenis dan
terhadap toksisitas suatu senyawa kimia. Sebagian besar biota akuatik sensitif
terlarut di dalam air (mg/l). Jumlah oksigen yang terlarut ini tergantung pada
suhu, salinitas, tekanan atmosfer dan turbelensi air. Kadar gas oksigen (O2) di
udara adalah sekitar 20.964%, nomor dua terbesar setelah N2 (78.084%). Sebelum
fotosintesis:
Gas O2 tergolong reaktif dan sangat dibutuhkan bagi kehidupan di muka bumi,
termasuk yang terlarut dalam laut (Effendi, 2003). Oksigen terlarut dalam perairan
tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air juga berasal dari
difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus aliran air dan aktivitas fotosintesis
O2/L. Nilai DO terendah terdapat pada stasiun I yaitu 1.13 mg O2/L, sedangkan
nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 2.13 mg O 2/L. Pada perairan
Desa Jaring Halus nilai rata- rata DO selama pengamatan adalah berkisar 4.3 –
5.7 mg O2/L. Nilai DO terendah terdapat pada stasiun III yaitu 4.3 mg O 2/L,
kehidupan biota laut secara layak kelarutan O2 harus lebih besar daripada 5,0
masing stasiun di perairan Danau Siombak berada di bawah standart baku mutu.
stasiun II sebesar 5.7 mg O2/L dianggap optimum dan untuk kedua stasiun lainnya
Kadar O2 di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus antar stasiun
pernyataan Effendi (2003), yang menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut dapat
daya racun logam berat umumnya semakin tinggi. Semua logam berat dapat
menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap organisme perairan pada batas dan
kadar tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh jenis logam, pengaruh interaksi antar
logam dan jenis racun lainnya, spesies hewan, daya permeabilitas organisme, dan
mekanisme detoksikasi serta pengaruh lingkungan seperti suhu, pH, dan oksigen
(Darmono, 2001).
Kadmium (Cd)
perairan Danau Siombak (Tabel 9) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata
berkisar antara 0.0095 – 0.059 mg/L dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada
stasiun I dengan nilai rata- rata 0.0095 mg/L dan tertinggi terdapat pada stasiun III
dengan nilai rata- rata 0.059 mg/L. Sedangkan untuk kandungan logam kadmium
(Cd) yang terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 11) di setiap stasiun
memiliki nilai rata- rata berkisar antara 0.00185 – 0.00195 mg/L dengan nilai rata-
rata terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai rata- rata 0.00185 mg/L dan
tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai rata- rata 0.00195 mg/L.
perairan Danau Siombak dan Perairan Desa Jaring Halus sudah melampaui
ambang batas kadmium (Cd) yaitu ≥ 0.001 mg/L dan masuk dalam kategori
tercemar.
perairan Danau Siombak (Stasiun III) merupakan daerah yang paling rentan
terhadap pencemaran logam berat peningkatan Cd yang tinggi pada daerah Paluh
Besar tersebut terjadi dorongan akibat adanya arus yang masuk dari perairan
didapatkan hasil tidak terlalu berbeda secara signifikan dari setiap masing- masing
stasiunnya.
semen, pabrik pengalengan, pabrik, pabrik plastik, pabrik tekstil dan pabrik
minyak kelapa sawit yang menghasilkan kadmium yang di buang ke badan air,
sehingga Akibat adanya pasang dan surut sehingga limbah terbawa arus dan
manusia, yaitu industri kimia, pabrik tekstil, pabrik semen, tumpahan minyak,
Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Efek keracunan yang
Besi (Fe)
Berdasarkan hasil analisa besi (Fe) dalam air yang terdapat di perairan
Danau Siombak (Tabel 10) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata berkisar
antara 1.83 – 2.3 mg/L dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun I
dengan nilai rata- rata 1.83 mg/L dan tertinggi terdapat pada stasiun II dengan
nilai rata- rata 2.3 mg/L. Sedangkan untuk kandungan logam besi (Fe) yang
terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 12) di setiap stasiun memiliki
nilai rata- rata berkisar antara 9.7 – 13.91 mg/L dengan nilai rata- rata terendah
terdapat pada stasiun II dengan nilai rata- rata 9.7 mg/L dan tertinggi terdapat
pada stasiun III dengan nilai rata- rata 13.91 mg/L. Berdasarkan USEPA (1986)
perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus sudah melampaui
ambang batas besi (Fe) yaitu ≥ 0.5 mg/L dan masuk dalam kategori tercemar.
perairan Danau Siombak (Stasiun II) merupakan daerah yang paling rentan
terhadap pencemaran logam berat peningkatan Fe yang tinggi pada daerah Sungai
Terjun diakibatkan adanya industri - industri pabrik yang berdiri di area aliran
sungai tersebut di mana menurut penuturan masyarakat sekitar sering kali air
masuk dari daerah tersebut yang berwarna hitam dan berbau tidak sedap.
Sedangkan di perairan Desa Jaring Halus (Stasiun III) pada daerah ini merupakan
limbah domestik ke badan perairan. Sesuai dengan Amansyah dan Syarif (2014)
keberadaan besi diperairan dapat berasal dari buangan logam besi yang
mengalami korosif dan pelarutan di air, serta buangan limbah domestik dan
dilakukan pada saat suhu perairan sedang tinggi. Menurut Darmono (1995) suhu
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan logam didalam air. Dinamika
kandungan logam besi dalam air berbeda-beda dan sangat tergantung pada
lingkungan dan iklim, pada saat musim hujan kandungan besi akan lebih kecil
karena proses pelarutan, sedangkan pada musim kemarau kandungan akan lebih
Kadmium (Cd)
bahan organik. Logam berat Cd terlarut dalam air akan mengalami proses adsorpsi
oleh partikel tersuspensi dan mengendap di sedimen. Proses adsorpsi akan diikuti
oleh proses desorpsi yang mengembalikan Cd dalam bentuk terlarut dalam badan
didapatkan bahwa kandungan logam kadmium yang terdapat pada sedimen pada
setiap stasiun di perairan Danau Siombak (Tabel 9) memiliki nilai berkisar antara
0.039 – 0.089 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun I yaitu
0.039 mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 0.089 mg/kg. Sedangkan
kandungan logam kadmium yang terdapat pada sedimen pada setiap stasiun di
perairan Desa Jaring Halus (Tabel 11) memiliki nilai berkisar antara 0.0019 –
0.00975 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun III yaitu
0.0019 mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 0.00975 mg/kg.
Siombak sudah melebihi ambang batas pencemaran (≥ 0.006 mg/kg) dan untuk
perairan Desa Jaring Halus pada stasiun II telah melebihi ambang batas
pencemaran sedangkan untuk stasiun I dan III belum melebihi ambang batas
pencemaran.
oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor arus, arus yang deras bisa membawa
logam berat, sehingga logam berat terbawa dan mengendap pada substrat dan
faktor lain yaitu sumber air, di mana sumber air yang banyak mengandung logam
berat tentunya akan membuka peluang tingginya logam berat yang akan larut
kemudian mengendap di substrat perairan itu sendiri. Menurut Said et al, (2009)
tumpukan logam berat dalam sedimen akan masuk ke dalam sistem rantai
faktor pasang surut, hampir sama dengan pengaruh arus, bahkan pasang surut
dapat mengaduk dasar sehingga hanya sebagian kecilnya saja yang mengendap
pada sedimen dan sesuai dengan Supangat dan Muawanah (1996) menyatakan
bahwa zat-zat yang masuk ke laut akan berakhir menjadi sedimen. Sebelum
mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat tersebut melayang-layang di kolom
perairan. Setelah mencapai dasar lautpun, sedimen tidak diam tetapi sedimen akan
erosi dan tersuspensi kembali oleh arus bawah sebelum kemudian jatuh kembali
dan tertimbun.
Besi (Fe)
perairan Danau Siombak (Tabel 10) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata
berkisar antara 129.287 – 136.093 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat
pada stasiun III yaitu 129.287 mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun II dengan
nilai rata- rata 136.093 mg/kg. Sedangkan untuk kandungan logam besi (Fe) yang
terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 12) di setiap stasiun memiliki
nilai rata- rata berkisar antara 137.8165 – 139.9965 mg/kg dengan nilai rata- rata
terendah terdapat pada stasiun III yaiu 137.8165 mg/kg dan tertinggi terdapat pada
stasiun I yaitu 139.9965 mg/kg. Berdasarkan Baku mutu sedimen dengan standar
sediment quality guideline values for metals and associated levels of concern to
dan perairan Desa Jaring Halus sudah melampaui ambang batas kandungan besi
(Fe) pada sedimen yaitu ≥ 20 mg/kg dan sudah masuk dalam kategori tercemar, di
mana kedua perairan tersebut sudah jauh melebihi nilai ambang batas yang sudah
ditentukan.
perairan Danau Siombak (Stasiun II) merupakan daerah yang paling rentan
terhadap pencemaran logam berat, peningkatan Fe yang tinggi pada daerah Sungai
Terjun tersebut adanya industri- industri pabrik yang berdiri di area aliran sungai
tersebut di mana menurut penuturan masyarakat sekitar sering kali air masuk dari
daerah tersebut yang berwarna hitam dan berbau tidak sedap. Sedangkan di
perairan Jaring Halus (Stasiun I) pada daerah ini merupakan daerah yang dekat
ke badan perairan. Naik turunnya nilai pH juga mempengaruhi kadar logam berat
yang ada di suatu perairan sesuai dengan Simpson et al (2004) menyatakan bahwa
dalam sedimen dan air sehingga logam dalam sedimen dapat terpindahkan ke
dalam air. Sifat asam pada air tanah dan basa pada air laut maupun sedimen akan
mengubah reaksi sehingga garam yang bersifat basa akan melepaskan logamnya
menuju ke air tanah yang bersifat asam (Chen & Jiao, 2008).
kadar DO antara 0,1-2 mg/L. Rendahnya Oksigen terlarut ini diduga dipakai oleh
bakteri untuk menguraikan zat pencemar tersebut agar bahan buangan yang ada
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia, sehingga akan berdampak pada
penurunan kadar oksigen terlarut. Dari hasil analisis, terlihat bahwa seluruh
kandungan logam berat besi (Fe) pada sedimen di semua stasiun jauh lebih besar
dibandingkan logam berat Fe yang ada di kolom air. Hal ini diduga dipengaruhi
Kadmium (Cd)
sifat logam berat yang dapat terakumulasi ke dalam tubuh. Berdasarkan hasil
logam kadmium yang terdapat pada kepiting bakau (Scylla olivacea) pada setiap
stasiun di perairan Danau Siombak (Tabel 9) memiliki nilai berkisar antara 0.0019
– 0.006 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun I yaitu 0.0019
mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 0.006 mg/kg. Sedangkan
kandungan logam kadmium yang terdapat pada kepiting pada setiap stasiun di
perairan Desa Jaring Halus (Tabel 11) memiliki nilai berkisar antara 0.006 – 0.045
mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun II yaitu 0.006 mg/kg
dan tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 0.045 mg/kg. Berdasarkan baku mutu
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) no 5 tahun 2018 yakni sebesar ≤
0.1 mg/kg, dengan demikian maka kandungan kadmium pada kepiting bakau
(Scylla olivacea) yang terdapat di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus
kepiting juga dipengaruhi oleh perbedaan dari masing- masing ukuran tubuh
kepiting. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Maria (2016) hasil rerata
nilai konsentrasi kandungan logam berat kadmium pada kepiting bakau (Scylla
mana kepiting bakau yang berukuran 100 gr didapatkan hasil 0.11 mg/kg
sedangkan kepiting yang berukuran 150 gr didapatkan hasil ≤ 0.003 mg/kg. Hal
ini yang menyebabkan kandungan logam berat kepiting bakau (Scylla olivacea)
yang di teliti memiliki nilai konsentrasi yang kecil dikarenakan ukuran kepiting
yang di teliti memiliki ukuran yang lebih besar dengan berat ≥ 150 gr.
Walau kandungan logam berat yang ada pada daging kepiting bakau
(Scylla olivacea) masih dalam ambang batas, namun perlu diwaspadai bahwa
kandungan logam berat yang ada di air dan sedimen sudah melebihi ambang
batas, maka semakin lama kepiting terpapar di perairan yang sudah tercemar
logam berat di kuatirkan akan terakumulasi dalam tubuh kepiting sehingga akan
berakibat semangkin tinggi kandungan logam berat yang ada pada tubuh kepiting.
Menurut Saragih (2018) kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam
berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah.
Apabila kadmium masuk ke dalam tubuh maka sebagian besar akan terkumpul di
dalam ginjal, hati dan sebagian yang dikeluarkan lewat saluran pencernaan.
maupun tidak langsung lewat ginjal, sebagai akibatnya terjadi kenaikan tekanan
darah. Senyawa ini bisa mengakibatkan penyakit liver dan gangguan ginjal serta
Besi (Fe)
Berdasarkan hasil analisa kandungan logam besi (Fe) dalam kepiting yang
terdapat di perairan Danau Siombak (Tabel 10) di setiap stasiun memiliki nilai
rata- rata berkisar antara 28.801 - 35.4615 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah
terdapat pada stasiun I yaitu 28.801 mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun II
dengan nilai rata- rata 35.4615 mg/kg. Sedangkan untuk kandungan logam besi
(Fe) yang terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 12) di setiap stasiun
memiliki nilai rata- rata berkisar antara 29.205 – 31.795 mg/kg dengan nilai rata-
rata terendah terdapat pada stasiun III yaitu 29.205 mg/kg dan tertinggi terdapat
pada stasiun I dengan nilai rata- rata 31.795 mg/kg. Berdasarkan Badan
Berat dalam Pangan yakni sebesar 1 mg/kg. Kandungan logam besi (Fe) pada
kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau Siombak dan perairan Desa
Jaring Halus sudah melampaui ambang batas kandungan logam besi (Fe) yang
tinggi bila dibandingkan dengan kandungan logam berat Fe pada kolom perairan
dan lebih rendah dari sedimen. Hal ini diduga karena kepiting bakau (Scylla
tubuhnya, sehingga logam berat Fe yang terdapat pada sedimen masuk kedalam
tubuh kepiting bakau (Scylla olivacea) secara terus menerus dan logam berat Fe
logam yang ada dalam tubuh biota sejalan dengan konsentrasi logam yang ada di
lingkungannya.
kematian mendadak, radang sendi, cacat lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis
insomnia. Hal yang sama menurut Soemirat (2004) sekalipun besi (Fe) diperlukan
oleh tubuh manusia, tetapi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus,
kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini, debu besi juga
paru-paru.
Biokonsentrasi Faktor (BCF) Logam Kadmium (Cd) dan Besi (Fe) Kepiting
kepiting dengan air di perairan Danau Siombak (Tabel 13) dari ketiga stasiun
terendah terletak pada stasiun II yaitu 0.1 dan tertinggi terdapat pada stasiun I
dengan air di perairan Jaring Halus (Tabel 14) dari ketiga stasiun didapatkan
pada stasiun II yaitu 3.077 dan tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 24.3243.
kepiting dengan air di perairan Danau Siombak dari ketiga stasiun (Tabel 15)
terendah terletak pada stasiun III yaitu 13.3061 dan tertinggi terdapat pada stasiun
I yaitu 15.7382. Sedangkan di perairan Desa Jaring Halus (Tabel 16) dari ketiga
terendah terdapat pada stasiun III yaitu 2.0996 dan tertinggi terdapat pada stasiun
II yaitu 3.0115.
Hasil analisis menunjukkan bahwa BCF kadmium (Cd) dan besi (Fe) yang
ada di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus pada daging kepiting
bakau (Scylla olivacea) dengan air masih tergolong rendah dan masih diambang
batas, namun jumlah ini di kuatirkan akan semakin tinggi dengan lamanya waktu
kepiting terpapar logam berat, semakin lama kepiting terpapar dalam lingkungan
perairan yang sudah tercemar maka semakin banyak kepiting menyerap zat
olivacea) dalam mengakumulasi logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada
kepiting dengan air di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus tergolong
dalam kemampuan akumulasi rendah yaitu BCF < 100 mg/l. Hal ini juga
menunjukann bahwa logam berat besi (Fe) lebih muda terakumulasi didalam
tubuh kepiting dibandingkan dengan logam berat kadmium (Cd). Hal ini sesuai
mengalami akumulasi.
dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat
pada Gambar 7. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan dimana faktor logam berat
membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap kepiting dan air terhadap sedimen. Di
mana koefisien determinasi (R2) air terhadap kepiting yang diperoleh yaitu
sebesar 0.422 artinya pengaruh kenaikan logam kadmium pada air terhadap logam
kadmium di kepiting sebesar 42.2 % dengan koefisien korelasi (r) yang diperoleh
yaitu sebesar 0.650 artinya hubungan konsentrasi kadmium pada air terhadap
untuk hubungan air terhadap sedimen memiliki nilai koefisien determinasi (R2)
yaitu sebesar 0.006 artinya pengaruh kenaikan logam kadmium pada air terhadap
logam kadmium di sedimen sebesar 0.6 % dengan koefisien korelasi (r) yang
diperoleh yaitu sebesar 0.078 artinya hubungan konsentrasi kadmium pada air
lemah sesuai dengan Walpole (1982) bahwa koefisien korelasi (r) berkisar 0.41 –
0.70 memiliki tingkat hubungan yang sedang dan koefisien korelasi (r) berkisar
Siombak yang berkorelasi negatif yang membentuk sudut > 90° yaitu sedimen
sebesar 0.002 artinya pengaruh kenaikan logam kadmium pada sedimen terhadap
logam kadmium di kepiting sebesar 0.2 % dengan koefisien korelasi korelasi (r)
yang diperoleh yaitu sebesar -0.045 artinya hubungan konsentrasi kadmium pada
(2008) bahwa hubungan negatif mendekati -1 yaitu hubungannya sangat kuat dan
negatif dengan interval koefisien korelasi (r) berkisar -0.00 sampai dengan -0.20
Siombak yang berkorelasi positif yang membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap
kepiting dan sedimen terhadap kepiting dapat dilihat pada Gambar 7, di mana
koefisien determinasi (R2) air terhadap kepiting yang diperoleh yaitu sebesar
0.013 artinya pengaruh kenaikan logam besi pada air terhadap logam besi di
kepiting sebesar 1.3 % dengan koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh yaitu
sebesar 0.113 artinya hubungan konsentrasi logam besi pada air terhadap
konsentrasi logam besi pada kepiting berkorelasi positif (searah) dan tingkat
kepiting memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu sebesar
0.006 artinya pengaruh kenaikan logam besi pada sedimen terhadap logam besi
kepiting sebesar 0.6 % dengan koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh yaitu
sebesar 0.077 artinya hubungan konsentrasi logam besi pada sedimen terhadap
konsentrasi logam besi pada kepiting juga berkorelasi positif (searah) dan tingkat
korelasi (r) berkisar 0.00 – 0.20 memiliki tingkat hubungan yang sangat lemah.
Siombak yang berkorelasi negatif yang membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap
terhadap sedimen yang diperoleh yaitu sebesar 0.134 artinya pengaruh kenaikan
logam besi pada air terhadap logam besi di sedimen sebesar 13.4 % dengan
koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar -0.366 artinya hubungan
konsentrasi besi pada air terhadap konsentrasi besi pada sedimen berkorelasi
kuat dan negatif dengan interval koefisien korelasi (r) berkisar -0.21 sampai
dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat
pada Gambar 8. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan dimana faktor logam berat
kadmium (Cd) di perairan Desa Jaring Halus yang berkorelasi positif yang
membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap sedimen, di mana koefisien determinasi
(R2) yang diperoleh yaitu sebesar 0.211 artinya pengaruh kenaikan logam
kadmium pada air terhadap logam kadmium di sedimen sebesar 21.1 % dengan
koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar 0.459 artinya
sedang sesuai dengan Walpole (1982) bahwa koefisien korelasi (r) berkisar 0.41 –
Jaring Halus yang berkorelasi negatif yang membentuk sudut > 90° yaitu air
(R2) air terhadap kepiting yang diperoleh yaitu sebesar 0.117 artinya pengaruh
kenaikan logam kadmium pada air terhadap logam kadmium di kepiting sebesar
11.7 % dengan koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar -0.342 artinya
nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu sebesar 0.316 artinya
kepiting sebesar 31.6 % dengan koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh
yaitu sebesar -0.562 artinya hubungan konsentrasi logam kadmium pada sedimen
bahwa hubungan negatif mendekati -1 yaitu hubungannya sangat kuat dan negatif
dengan interval koefisien korelasi (r) berkisar -0.41 sampai dengan -0.70 memiliki
tingkat hubungan yang sedang dan koefisien korelasi (r) berkisar -0.21 sampai
Hubungan antar konsentrasi logam berat besi (Fe) di perairan Desa Jaring
Halus yang berkorelasi positif yang membentuk sudut < 90° yaitu sedimen
sedimen terhadap kepiting yang diperoleh yaitu sebesar 0.019 artinya pengaruh
kenaikan logam besi pada sedimen terhadap logam besi di kepiting sebesar 1.9 %
dengan koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar 0.137 artinya
hubungan konsentrasi besi pada sedimen terhadap konsentrasi besi pada kepiting
berkorelasi positif (searah) dan tingkat hubungannya sangat lemah sesuai dengan
Walpole (1982) bahwa koefisien korelasi (r) berkisar 0.00 – 0.20 memiliki tingkat
Hubungan antar konsentrasi logam berat besi (Fe) di perairan Desa Jaring
Halus yang berkorelasi negatif yang membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap
sedimen dan air terhadap kepiting dapat dilihat pada Gambar 8, di mana koefisien
determinasi (R2) air terhadap sedimen yang diperoleh yaitu sebesar 0.203 artinya
pengaruh kenaikan logam besi pada air terhadap logam besi di sedimen sebesar
20.3 % dengan koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar -0.450 artinya
hubungan konsentrasi logam besi pada air terhadap konsentrasi logam besi pada
determinasi (R2) yang diperoleh yaitu sebesar 0.002 artinya pengaruh kenaikan
logam besi pada air terhadap logam besi di kepiting sebesar 0.2 % dengan
koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar -0.050 artinya hubungan
konsentrasi besi pada air terhadap kepiting juga berkorelasi negatif (berlawanan)
dan tingkat hubungannya sangat lemah sesuai dengan Supranto (2008) bahwa
hubungan negatif mendekati -1 yaitu hubungannya sangat kuat dan negatif dengan
interval koefisien korelasi (r) berkisar -0.41 sampai dengan -0.70 memiliki tingkat
hubungan yang sedang dan koefisien korelasi (r) berkisar -0.00 sampai dengan -
tetapi yang menyatakan bahwa antar variabel berhubungan lemah atau kuatnya
adalah jumlah nilai koefisien korelasinya atau nilai (r) nya. Sesuai dengan
Supranto (2008) bahwa nilai (r) merupakan -1 ≥ r ≤ 1 dalam artian jika nilai (r)
mendekati -1 maka hubungannya sangat kuat dan negatif dan apabila nilai (r)
mendekati 1 maka hubungannya sangat kuat dan positif. Didapatkan hasil bahwa
hubungan kandungan logam berat pada air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla
olivacea) rata-rata memiliki tingkat hubungan bervariasi yaitu dimulai dari lemah
sampai dengan sedang hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dapat menyebabkan tingkat hubungan antar variabel berbeda salah satunya seperti
Rekomendasi pengelolaan
keberlangsungan suatu biota yang hidup didalamnya salah satunya yaitu kepiting
mengkonsumsinya apabila kadar logam berat sudah melebihi nilai baku mutu
yang diperbolehkan.
(Scylla olivacea) yang berada di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus
terpapar oleh kandungan logam berat terutama logam berat besi (Fe) yang sudah
jauh melewati ambang batas yang diperbolehkan dan ini sangat membahayakan
bagi kepiting bakau (Scylla olivacea) itu sendiri dan bagi manusia yang
menjaga keberadaan kepiting bakau (Scylla olivacea) agar tidak terpapar logam
berat dan guna menjaga kondisi kesehatan bagi manusia yang akan
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam menjaga kondisi perairan dari
lingkungan dan juga mengurangi buangan sisa minyak kapal ke badan perairan,
dan hal tersebut pula berbahaya bagi ekosistem maupun biota yang ada di dalam
perairan.
pabrik yang tidak melakukan pengelolaan air limbahnya dan dengan sengaja
tersebut pastinya sangat membahayakan bagi ekosistem maupun biota yang hidup
dalam pengelolaan air limbah sisa industri pabrik maka hal tersebut akan dapat
masyarakat nelayan di perairan Danau Siombak, perairan Desa Jaring Halus dan
masyarakat luas lainnya agar bisa kiranya kita sama – sama menjaga perairan kita
sampah lainnya karena hal tersebut dapat membahayakan ekosistem dan biota
yang ada di dalam perairan agar tidak rusak akibat ulah dari tangan-tangan kita
sendiri.
Kesimpulan
pada air memiliki nilai rata- rata 0.0095 – 0.5900 mg/l, pada sedimen memiliki
nilai rata- rata 0.039 – 0.089 mg/kg dan pada kepiting bakau (Scylla olivacea)
kandungan logam berat besi (Fe) di perairan Danau Siombak pada air memiliki
nilai rata- rata 1.83 – 2.30 mg/l, pada sedimen memiliki nilai rata- rata 129.287
– 135.479 mg/kg dan pada kepiting bakau (Scylla olivacea) memiliki nilai rata-
(Cd) di perairan Jaring Halus pada air memiliki nilai rata- rata 0.00185 –
0.00195 mg/l, pada sedimen memiliki nilai rata- rata 0.0019 – 0.0100 mg/kg
dan untuk pada kepiting bakau (Scylla olivacea) memiliki nilai rata- rata 0.006
perairan Desa Jaring Halus pada air memiliki nilai rata- 9.70 – 13.91 mg/l,
pada sedimen memiliki nilai rata- rata 137.8165 – 139.9965 mg/kg dan pada
kepiting bakau (Scylla olivacea) memiliki nilai rata- rata 29.205 – 35.000
mg/kg.
2. Akumulasi logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) di perairan Danau
Siombak dan Desa Jaring Halus pada air telah melampaui ambang batas baku
(Cd) di perairan Danau Siombak telah melampaui baku mutu USEPA 1986 dan
pada perairan Desa Jaring Halus pada stasiun II sudah melampaui baku mutu
dan pada stasiun I dan III masih dibawah baku mutu, sedangkan pada sedimen
logam besi (Fe) di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus telah
melampaui baku mutu quality guideline values for metals and associated levels
kepiting bakau (Scylla olivacea) untuk logam kadmium (Cd) di perairan Danau
Siombak dan Desa Jaring Halus masih dibawah baku mutu BPOM RI No 5
tahun 2018 sedangkan pada kepiting bakau (Scylla olivacea) logam besi (Fe) di
perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus telah melampaui baku mutu
SNI 7387:2009.
Saran
1. Hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa kandungan logam berat besi
(Fe) pada kepiting bakau (Scylla olivacea) sudah jauh diatas baku mutu, untuk
kadmium (Cd) pada beberapa macam ukuran kepiting bakau (Scylla olivacea)
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts dan S. S. Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya
Begum, A., Krishna, H., Irfanulla, K. 2009. Analysis of Heavy Metals in Water,
Sediments and Fish Samples of Madivala Lakes of Bangalore,
Karnataka. International Journal of ChemTechResearch, Vol.1, No.2,
pp. 245-249.
Daulay, E. J. 2013. Kepadatan dan Distribusi Kepiting Bakau Scylla Spp. Serta
Hubungannya dengan Faktor Fisik Kimia di Ekosistem Mangrove
Belawan Sumatera Utara. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Fitriani, Y. 2017. Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) Dan Timbal (Pb) Pada
Daging, Insang dan Hepatopankreas Kepiting Rajungan (Portunus
Pelagicus) Di Pulau Lae-Lae. Universitas Islam Negeri Alauddin.
Makassar.
Hadie, W dan Jatna, S. 1986. Teknik Budidaya Bandeng Bhratara Karya Aksara.
Jakarta.
Harahap, S. 1991. Tingkat Pencemaran Air di Kali Cakung Ditinjau dari Sifat
Fisika Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis
Hewan Benthos. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Oseanologi Vol IX
No:LP3O-LIPI, Jakarta.
Juriah dan Alam, M. 2016. Fitoremediasi Logam Berat Merkuri (Hg) pada Tanah
dengan Tanaman Celosia plumose (Voss) Bruv. Jurnal Biologi
Makassar. Vol.1 (1) : 1-8.
Lu, F. C. 2006. Toksikologi Dasar: asas, organ sasaran, dan penilaian resiko.
Penerjemah; Edi Nugroho; Pendamping Zunilda S. Bustami, Iwan
Darmansyah. UI-Press. Jakarta.
Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut, suatu Pendekatan Ekologis (dari Marine
Biology: An Ecological Approach. Penerjemah E. H. Muhammad et a,.l
(edisi pertama). PT. Gramedia. Jakarta.
Palar, 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta Jakarta.
Parlaungan, Y. 1996. Kualitas Air dan Hubunganya dengan Penyakit Ikan Air
Tawar. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Parulian, A. 2009. Monitoring dan Analisis Kadar Aluminium (Al) dan Besi (Fe)
Pada Pengolahan Air Minum PDAM Tirtanadi Sunggal. Medan :
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).
Pratama. A.G, Pribadi, dan Maslukah. 2012. Kandungan Logam Berat Pb dan Fe
pada Air, Sedimen, dan Kerang Hijau (Perna viridis) Di Sungai Tapak
kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Kota Semarang, Journal Of Marine
Research, 1 (1): 4–5.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada
Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV.
Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Banyuasin.
Rangkuti, A. M. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd, Dan Pb Pada
Air dan Sedimen di Perairan Pulau Panggang-Pramuka Kepulauan
Seribu, Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Said, N. I. 2003. Metoda Praktis Penghilangan Zat Besi dan Mangan di dalam Air
Minum. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Saragih, F. 2019. Studi Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Daging
Kerang Bulu (Anadara inflataa) dari Beberapa Pasar Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Simpson, S.L., Maher, E.J. & Jolley, D.F., 2004. Processes controlling metal
transport and retention as metalcontaminated groundwaters efflux
through estuarine sediments. Chemosphere 56, 821-831.
SNI 06.6989.04. 2004. Cara Uji Kandungan Besi dalam Air dengan AAS. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.
SNI 06.6992.4. 2004. Cara Uji Kadmium (Cd) pada Substrat Secara Asam dengan
AAS. Badan Standarnisasi Nasional, Jakarta.
SNI 19. 2896. 1998. Cara Uji Cemaran Logam Berat dalam Makanan. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.
SNI 2354.5. 2011. Cara Uji Kimia – Bagian 5: Penentuan Kadar Logam Berat
Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Produk Perikanan. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.
SNI 2891.1992. Cara Uji Kandungan Besi dalam Zat Padat dengan AAS. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.
SNI 6989.16:2009. Cara Uji Kadmium (Cd) pada Air dengan AAS. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.
SNI 7387:2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Panitia
Teknis 67-02 Bahan Tambahan Pangan dan Kontaminan. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.
Sumber: Baku mutu sedimen dengan standar sediment quality guideline values for
metals and associated levels of concern to be used in doing assesments
of sediment quality (2003).
Supangat, A dan U. Muawanah. 1996. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut.
Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Non-Hayati, Badan Riset
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. ISBN 979
– 97572 – 5 – 8.
Supriyantini. E dan H. Endrawati. 2015. Kandungan Logam Berat Besi (Fe) Pada
Air, Sedimen, Dan Kerang Hijau (Perna viridis) Di Perairan Tanjung
Emas Semarang. Jurnal Kelautan Tropis Juni Vol. 18(1):38–45. ISSN
0853-7291.
Surbakti, P. 2011. Analisis Logam Berat Cadmium (Cd), Cuprum (Cu), Cromium
(Cr), Ferrum (Fe), Nikel (Ni), Zinkum (Zn) pada Sedimen Muara Sungai
Asahan di Tanjung Balai dengan Metode Spektrofometri Serapan Atom
(SSA). [Tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Syafiq, A. 2015. Kepiting Sumber Zat Gizi Penting. Dapartemen Gizi Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia. Jawa Barat.
Yennie Y dan Murtini. J. T. 2005. Kandungan Logam Berat Air Laut, Sedimen
Dan Daging Kerang Darah (Anadara Granosa) Di Perairan Mentok Dan
Tanjung Jabung Timur. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia,. Nomor 1: 27-32.
LAMPIRAN
1. DO Meter 2. pH Meter
3. Refraktometer 4. Vandorn
13. Larutan Standart yang Sudah diencerkan 14. Pembacaan Sampel di AAS
Lampiran 5. KEPMEN LH No 51. Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut Untuk Biota
Laut
St1 K2 10 7 177.1
Jaring Halus St2 K1 10.8 7.9 216.7
St3 K2 9 6 127.4
Lampiran 9. Nilai Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien korelasi (r) Pada
Air, Sedimen dan Kepiting
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .650 .422 .278 .01990929 .422 2.921 1 4 .163
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
1 .078a .006 -.242 .02610905 .006 .024 1 4 .884
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .045 .002 -.247 .02517014 .002 .008 1 4 .932
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .113 .013 -.234 .26037954 .013 .052 1 4 .832
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .077 .006 -.243 3.75365892 .006 .024 1 4 .885
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
1 .342a .117 -.104 .00009397 .117 .530 1 4 .507
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .459 .211 .013 .0000889 .211 1.067 1 4 .360
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .562 .316 .145 .00373906 .316 1.851 1 4 .245
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .050 .002 -.247 2.2097836 .002 .010 1 4 .925
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .450 .203 .003 1.9756952 .203 1.017 1 4 .370
a. Predictors: (Constant), Y
Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .137 .019 -.227 1.1580041 .019 .076 1 4 .796
a. Predictors: (Constant), Y