Anda di halaman 1dari 129

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DAN

BESI (Fe) PADA DAGING KEPITING BAKAU (Scylla olivacea)


DI PERAIRAN DANAU SIOMBAK DAN DESA JARING
HALUS SUMATERA UTARA

PUPUT MELATI
150302038

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DAN
BESI (Fe) PADA DAGING KEPITING BAKAU (Scylla olivacea)
DI PERAIRAN DANAU SIOMBAK DAN DESA JARING
HALUS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

PUPUT MELATI
150302038

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DAN
BESI (Fe) PADA DAGING KEPITING BAKAU (Scylla olivacea)
DI PERAIRAN DANAU SIOMBAK DAN DESA JARING
HALUS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

PUPUT MELATI
150302038

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Puput Melati

NIM : 150302038

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kandungan Logam Berat

Kadmium (Cd) dan Besi (Fe) pada Daging Kepiting Bakau (Scylla olivacea) di

Perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus Sumatera Utara” adalah benar

merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis

lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian

akhir skripsi ini.

Medan, September 2019

Puput Melati
NIM. 150302038

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

PUPUT MELATI. Analisis Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dan Besi
(Fe) pada Daging Kepiting Bakau (Scylla olivacea) di Perairan Danau Siombak
dan Desa Jaring Halus Sumatera Utara. Dibimbing oleh ERI YUSNI.
Kehadiran logam berat di lingkungan akuatik harus dipantau terus menerus
keberadaannya agar tidak membahayakan makhluk hidup di dalam perairan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat kadmium (Cd)
dan besi (Fe) pada air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan
Danau Siombak dan Perairan Desa Jaring Halus dan menentukan tingkat
kelayakan konsumsi pada kepiting yang terpapar logam berat sesuai dengan
standart baku mutu cemaran logam berat yang diperbolehkan dalam pangan.
Pengambilan sampel air, sedimen dan kepiting dilakukan pada bulan Juni-Juli
2019. Metode menentukan kandungan Cd dan Fe menggunakan perangkat AAS
(Atomic Absorption Spectrophotometer) dilakukan di Laboratorium Kesehatan
Daerah Medan. Diketahui bahwa kandungan Cd pada sedimen di perairan Danau
Siombak sudah melebihi nilai baku mutu dan Perairan Desa Jaring Halus pada
stasiun I dan III belum melebihi baku mutu tetapi pada stasiun II sudah melebihi
baku mutu USEPA 1986 yaitu ≤ 0.006 mg/kg, sedangkan pada logam Besi (Fe)
pada kedua lokasi telah melampaui baku mutu quality guideline values for metals
and associated levels of concern to be used in doing assessments of sediment
quality (2003) yaitu ≥ 20 mg/kg. Kandungan Cd pada air di kedua lokasi telah
melampaui ambang batas baku mutu Kepmen LH No 51 tahun 2004 yaitu ≥
0.0010 mg/l sedangkan untuk logam Besi (Fe) juga telah melampaui ambang
batas baku mutu USEPA (1986) yaitu ≥ 0.5 mg/l. Kandungan Cd pada kepiting
masih dibawah baku mutu BPOM RI No 5 Tahun 2018 yaitu ≤ 0.1 mg/kg,
sedangkan untuk logam Besi (Fe) telah melampaui baku mutu SNI 7387 Tahun
2009 yaitu ≥ 1 mg/kg. Dengan demikian perairan Danau Siombak dan Perairan
Desa Jaring Halus sudah tergolong tercemar logam berat Cd dan Fe.

Kata Kunci: Logam berat, Kadmium (Cd), Besi (Fe), Kepiting Bakau (Scylla
olivacea)

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

PUPUT MELATI. Analysis of heavy metal content Cadmium (Cd) and Iron (Fe )
on mangrove crab meat in the waters of Lake Siombak and the fine net village,
north Sumatra. Supervised by ERI YUSNI

The presence of heavy metals in the aquatic environment must be


monitored continuously so that they do not endanger living things in the waters.
This study aims to determine the amount of heavy metal content of Cadmium
(Cd) and Iron (Fe) exposed in Water, Sediments and Mangrove Crabs (Scylla
olivacea) in Lake Siombak waters and the waters of Jaring Halus Village and
determine the level of eligibility for consumption of crabs exposed to heavy
metals in accordance with the quality standards of heavy metals allowed in food.
Sampling of water, sediments, and mangrove crabs (Scylla olivacea) was carried
out in June- July 2019. To determine the value of the content of Cadmium (Cd)
and Iron (Fe) using the AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) device and
conducted in the Medan Regional Health Laboratory. It is known that the content
of Cadmium (Cd) heavy metals in sediments in Lake Siombak waters has
exceeded the quality standard and The waters of Jaring Halus Village at Station I
and III have not exceeded the quality standard but at Station II have exceeded the
1986 USEPA quality standard of ≤ 0.006 mg / kg, whereas in heavy metals Iron
(Fe) has exceeded the quality standard quality guideline values for metals and
associated levels of concern to be used in doing assessments of sediment quality
(2003) that is ≥ 20 mg/kg. It is known that the content of Cadmium (Cd) in the
waters of Lake Siombak and the waters of Jaring Halus Village in the water has
exceeded the threshold quality standard Kepmen LH No. 51 of 2004 which is ≥
0.0010 mg / l, whereas for ferrous metals (Fe) also exceeded the USEPA (1986)
quality standard threshold of ≥ 0.5 mg / l. It is known that the content of Cadmium
(Cd) in the waters of Lake Siombak and the waters of Jaring Halus Village in
crabs is still below the quality standard of BPOM RI No 5 of 2018 which is ≤ 0.1
mg / kg, whereas for heavy metals iron (Fe) has exceeded the quality standard of
SNI 7387 in 2009 which is ≥ 1 mg / kg. Thus the waters of Lake Siombak and
Jaring Halus waters have been classified as polluted by heavy metals Cadmium
(Cd) and Iron (Fe).

Keywords: Heavy Metal, Cadmium (Cd), Iron (Fe), Mangrove Crab (Scylla
olivacea)

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Buntu Pagar, Desa

Sidomulyo, Kecamatan Tinggi Raja, Kabupaten

Asahan pada tanggal 24 April 1997. Anak dari

pasangan Bapak Darwin dan Ibu Mardiah, yang

merupakan putri kedua dari 3 bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal

pertama di SD Negeri 010109 Piasa Ulu pada tahun

2003-2009 Bersamaan dengan berakhirnya pendidikan dasar, penulis melanjutkan

pendidikan di MTSs Amaliyah Piasa Ulu pada tahun 2009-2012. Pada tahun

yang sama penulis diterima di MAN Kisaran dengan jurusan IPA pada tahun

2012-2015.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui

jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2015.

Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Magang di PT. Anugerah Maritim Lestari

Perbaungan. Pada tahun 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)

di Desa Bakal Julu Kabupaten Dairi dilanjutkan pada tahun 2019 penulis

melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pengawasan Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Sibolga, Sumatera Utara .

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi asisten Laboratorium

Produktivitas Primer pada tahun 2017-2018 dan asisten Laboratorium Rancangan

Percobaan pada tahun 2017-2018. Pada tahun 2016 penulis menjadi salah satu

wakil atlet Sumatera Utara dalam mengikuti kejuaraan Pekan Olahragan Nasional

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(PON) XIX Jawa Barat dalam cabang Arus Deras (Rafting). Penulis aktif sebagai

Sekretaris umum KOMPAS-USU pada tahun 2017. Pada tahun 2017-2018 penulis

aktif dalam kegiatan Sumut Mengajar Batch IV dan sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) di Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan

judul “Analisis Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) dan Besi (Fe) pada

Daging Kepiting Bakau (Scylla olivacea) di Perairan Danau Siombak dan

Desa Jaring Halus Sumatera Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis ucapkan kepada ayahanda

dan ibunda tercinta Bapak Darwin dan Ibu Mardiah atas kasih sayang, dukungan

doa, materi dan semangatnya sehingga ananda dapat menyelesaikan studi ini.

Kepada kaka saya Nurhidayah dan adik saya Muhammad Fhikry Ali Wardana,

terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang diberikan, serta kepada

seluruh keluarga.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin selesai

tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan dan Dosen pembimbing yang telah memberikan banyak

sekali ilmu, masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis.

2. Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi, M.Si selaku sekretaris Program Studi

dan Dosen Penguji yang telah memberikan banyak sekali ilmu, masukan,

arahan dan bimbingan kepada penulis.

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan banyak sekali ilmu, masukan, arahan dan bimbingan kepada

penulis.

4. Bapak Ahmad Muhtadi Rangkuti, S.Pi, M.Si yang telah membantu penulis

dalam pelaksanaan penelitian ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas

Pertanian Sumatera Utara, dan staf tata usaha Bapak Ashari Wardana.

6. Bapak Umar dan keluarga, serta Bapak dan keluarga yang telah membantu

penulis dalam pelaksanan penelitian di lapangan.

7. Tim penelitian Danau Siombak yang telah membantu penulis di lapangan

maupun pengerjaan skripsi ini.

8. Sahabat tersayang: Yuli Sarah, Intan Permata Sari, Tri Pardiana Setiani, Layla

Syahara, Sri Watina, Khairunnisa, Dina Juniyanti, Raihan Uliya, Dayun

Ifanda, Nur Rohim, Maiyah, Azizah, Henny Kharina, Dina Alfiyani, Puji,

Nadia, Lia, Memel, Anggi, Kinan, Nada, Asih, Yulia, yang selalu menemani

dan memberikan semangat kepada penulis selama penelitian hingga

selesainya skripsi ini.

9. Seluruh teman-teman MSP Angkatan 2015 yang telah bersama selama 4

tahun, terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen

Sumberdaya Perairan

Medan, September 2019


Puput Melati

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK.............................................................................................. i

ABSTRACT............................................................................................. ii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................... v

DAFTAR ISI ......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. x

DAFTAR TABEL ................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................ 1
Perumusan Masalah ...................................................................... 3
Kerangka Pemikiran ..................................................................... 4
Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
Manfaat Penelitian........................................................................ 5

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla olivacea) ......... 6
Habitat Kepiting Bakau (Scylla olivacea) ..................................... 7
Parameter Lingkungan
Suhu ....................................................................................... 8
pH .......................................................................................... 9
Kecerahan .............................................................................. 10
Oksigen Terlarut (DO) ............................................................ 11
Salinitas .................................................................................. 12
Sedimen ................................................................................. 13
Pencemaran Logam Berat ............................................................. 14
Logam Berat
Kadmium (Cd) ....................................................................... 15
Besi (Fe) ................................................................................ 16
Logam Berat di Air ....................................................................... 18
Logam Berat di Sedimen ............................................................... 19
Toksisitas Logam Berat ................................................................. 21

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................ 23

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Deskripsi Area
Perairan Danau Siombak ........................................................ 24
Perairan Desa Jaring Halus ..................................................... 24
Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 25
Prosedur Penelitian
Pengukuran Parameter Fisika Kimia Air ................................. 26
Pengambilan Sampel Sedimen ................................................ 26
Analisis Sampel Sedimen ....................................................... 27
Pengambilan Sampel Air ........................................................ 28
Analisis Sampel Air ............................................................... 28
Pengambilan Sampel Kepiting Bakau (Scylla olivacea) .......... 29
Analisis Kepiting Bakau (Scylla olivacea) .............................. 29
Analisis Data
Konsentrasi Logam Berat ....................................................... 33
Biokonsentrasi Faktor (BCF) .................................................. 34
Analisa Komponen Utama ...................................................... 34
Analisi Deskriptif .......................................................................... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Parameter Fisika dan Kimia Air ............................................. 36
Kandungan Logam Berat di Perairan Danau Siombak ............ 37
Kandungan Logam Berat di Perairan Desa Jaring Halus ......... 39
Nilai Biokonsentrasi Faktor (BCF) ......................................... 41
Analisis Korelasi Komponen Utama ....................................... 43
Pembahasan
Kualitas Air
Suhu ....................................................................................... 45
Salinitas ................................................................................. 47
Derajat Keasaman (pH) .......................................................... 48
Oksigen Terlarut (DO) ........................................................... 50
Logam Berat di Air
Kadmium (Cd) ......................................................................... 52
Besi (Fe) .................................................................................. 54
Logam Berat di Sedimen
Kadmium (Cd) ......................................................................... 55
Besi (Fe) .................................................................................. 57
Logam Berat di Kepiting Bakau (Scylla olivacea)
Kadmium (Cd) ......................................................................... 58
Besi (Fe) .................................................................................. 60
Biokonsentrasi Faktor (BCF)
BCF Cd dan Fe pada Kepiting dengan Air................................ 62
Analisis Korelasi Komponen Utama .............................................. 63
Rekomendasi Pengelolaan ............................................................. 68

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ................................................................................... 70
Saran ............................................................................................. 71

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman


1. Kerangka Penelitian .......................................................................... 4

2. Kepiting Bakau (Scylla olivacea) ....................................................... 6

3. Lokasi Penelitian ................................................................................ 23

4. Perairan Danau Siombak .................................................................... 24

5. Perairan Desa Jaring Halus ................................................................. 25

6. Simulasi Hasil Analisis PCA dalam Bentuk Lingkaran Korelasi ......... 35

7. Analisis Korelasi Komponen Utama Cd dan Fe di Perairan Danau

Siombak ............................................................................................. 44

8. Analisis Korelasi Komponen Utama Cd dan Fe di Perairan Desa Jaring

Halus ................................................................................................. 44

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman


1. Komposisi Karkas Kepiting Bakau ..................................................... 7

2. Standart Baku Mutu Cemaran Logam Berat dalam Pangan ................. 17

3. Standart Baku Mutu Air Terhadap Logam Berat................................. 19

4. Standart Baku Mutu Logam Berat Cd dan Fe dalam Sedimen ............ 20

5. Standart Baku Mutu Logam Berat Cd dalam Sedimen ........................ 21

6. Parameter yang Diukur ....................................................................... 26

7. Nilai Rata- rata Parameter Fisika dan Kimia Air di Perairan Danau

Siombak ............................................................................................. 36

8. Nilai Rata- rata Parameter Fisika dan Kimia Air di Perairan Desa Jaring

Halus ................................................................................................. 37

9. Hasil Analisis Rata- rata Logam Berat Cd pada Air, Sedimen dan

Kepiting di Perairan Danau Siombak .................................................. 38

10. Hasil Analisis Rata- rata Logam Berat Fe pada Air, Sedimen dan

Kepiting di Perairan Danau Siombak .................................................. 39

11. Hasil Analisis Rata- rata Logam Berat Cd pada Air, Sedimen dan

Kepiting di Perairan Desa Jaring Halus .............................................. 40

12. Hasil Analisis Rata- rata Logam Berat Fe pada Air, Sedimen dan

Kepiting di Perairan Desa Jaring Halus .............................................. 41

13. Nilai BCF Cd pada Kepiting dengan Air di Perairan Danau Siombak . 42

14. Nilai BCF Cd pada Kepiting dengan Air di Perairan Desa Jaring

Halus ................................................................................................. 42

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15. Nilai BCF Fe pada Kepiting dengan Air di Perairan Danau Siombak .. 42

16. Nilai BCF Fe pada Kepiting dengan Air di Perairan Desa Jaring

Halus ................................................................................................. 43

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman


1. Alat dan Bahan yang Digunakan ........................................................ 79

2. Pengambilan Sampel .......................................................................... 85

3. Proses Destruksi................................................................................. 86

4. Perhitungan Konsentrasi Logam Berat ............................................... 89

5. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut ............................................... 90

6. Data Panjang dan Berat Kepiting ........................................................ 92

7. Data Dasar Konsentrasi Logam Berat ................................................. 93

8. Hasil Analisis di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan .................. 95

9. Nilai Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) pada Air,

Sedimen dan Kepiting ........................................................................ 107

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Danau Siombak adalah danau yang terbentuk karena adanya pengerukan

tanah yang dilakukan untuk pembangunan jalan tol Belmera (Belawan Medan

Tanjung Morawa). Tanah dikeruk dan terisi oleh air hujan dan air sungai sehingga

terbentuklah Danau Siombak (Sandy et al., 2017). Danau Siombak dialiri oleh

tiga sungai yaitu Sungai Badera, Sungai Terjun dan Sungai Paluh Besar, yang

mana di sepanjang ketiga sungai tersebut banyak ditemukan aktivitas kehidupan

manusia yang menghasilkan berbagai jenis limbah cair dari kegiatan domestik,

industri pabrik, pertanian dan pertambakan yang mencemari lingkungan

perairannya.

Desa Jaring Halus merupakan daerah pesisir yang terletak di kecamatan

Secanggang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Desa ini berbatasan langsung

dengan Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut yang didominasi oleh tumbuhan

mangrove dan beberapa biota (Nasution, 2017). Banyaknya aktivitas kapal yang

hilir mudik untuk mengangkat bahan- bahan pokok seperti sandang, pangan dan

papan tanpa henti juga dapat mempengaruhi kondisi perairan Desa Jaring Halus

akibat buangan minyak dan lain sebagainya dan banyak aktivitas kehidupan

manusia yang limbah cairnya dialirkan langsung ke badan perairan yang dapat

mempengaruhi penurunan kualitas perairan.

Adanya limbah dari kegiatan manusia akan mencemari perairan, baik

limbah organik maupun anorganik. Pencemaran air oleh komponen anorganik,

diantaranya adalah berbagai macam pencemaran logam berat yang berbahaya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

bagi sistem perairan, termasuk biota-biota yang terdapat di dalamnya

(Connell dan Miller, 1995).

Logam berat merupakan jenis limbah yang potensial merusak lingkungan

hidup karena mengandung Bahan Beracun Berbahaya (B3). Logam berat seperti

kadmium (Cd), merkuri (Hg) dan timbal (Pb) merupakan jenis logam non

esensial. Pada tingkatam konsentrasi tertentu logam ini menjadi logam yang

beracun bagi makhluk hidup. Merkuri (Hg) bersama logam- logam lainnya seperti

besi (Fe), arsen (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), nikel (Ni), krom (Cr), seng

(Zn), dan tembaga (Cu) merupakan unsur-unsur logam berat yang potensial

menimbulkan pencemaran pada lingkungan (Juhriah dan Alam, 2016).

Kepiting merupakan salah satu jenis biota perairan yang mempunyai

ketahanan hidup yang baik pada habitatnya. Selama ini keberadaan kepiting sering

dijadikan sebagai bioindikator perairan karena kemampuannya dalam

mengakumulasi logam berat yang cukup tinggi dibandingkan dengan biota

lainnya (Fitriani, 2017).

Berdasarkan informasi yang diperoleh diketahui bahwasanya populasi

kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau Siombak dan Perairan Desa

Jaring Halus telah mengalami pengurangan karena adanya pencemaran perairan

yang disebabkan limbah pabrik maupun limbah domestik yang masuk ke badan

perairan salah satunya adalah logam berat. Untuk membuktikan hal tersebut maka

perlu dilakukan penelitian dengan cara menganalisis kandungan logam berat yang

terdapat pada daging kepiting, air dan sedimen di dalam perairan tersebut untuk

kemudian dibandingkan dengan ketetapan Batas Maksimum Cemaran Logam

Berat Dalam Pangan. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang analisis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

logam berat pada daging kepiting, air dan sedimen di dalam suatu perairan

tersebut.

Perumusan Masalah

Kepiting bakau (Scylla olivacea) merupakan jenis kepiting yang bernilai

ekonomis penting yang dapat dijumpai dengan mudah di beberapa pasar

tradisional kota Medan. Selama ini keberadaan kepiting bakau (Scylla olivacea)

yang diperjual belikan tersebut sering kali diperoleh dari perairan yang diduga

tercemar logam berat seperti perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring

Halus. Hal ini tentunya sangat berbahaya bagi masyarakat yang mengkonsumsi

kepiting bakau (Scylla olivacea) tersebut, mengingat fungsi ekologisnya sebagai

biota yang mempunyai kemampuan dalam menyerap logam berat seperti

kadmium (Cd) dan besi (Fe). Oleh karena itu analaisis kandungan logam berat

kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada kepiting bakau (Scylla olivacea) yang berasal

dari perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus diharapkan dapat

memberikan informasi bagi instansi terkait dan masyarakat pada umumnya agar

dapat lebih bijaksana dalam memilih bahan pangan yang aman untuk dikonsumsi.

1. Seberapa besarkah kandungan logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada

air, sedimen dan daging kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau

Siombak dan perairan Desa Jaring Halus?

2. Apakah air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) yang diperoleh dari

perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus telah melampaui

baku mutu?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Kerangka Penelitian

Kepiting bakau (Scylla olivacea) merupakan bahan pangan yang disukai

masyarakat karena memiliki nilai gizi yang baik dan cita rasa yang lezat. kepiting

bakau (Scylla olivacea) dapat mengakumulasi logam berat seperti kadmium (Cd)

dan besi (Fe). Untuk memperoleh informasi kandungan logam berat yang ada

pada kepiting bakau (Scylla olivacea) air dan sedimen di perairan Danau

Siombak dan perairan Desa Jaring Halus maka diperlukan analisis kandungan

logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) yang terkandung pada daging kepiting

bakau (Scylla olivacea) air dan sedimen yang ada diperairan tersebut. Berikut

adalah kerangka pemikiran penulis dapat dilihat pada Gambar 1.

Pencemaran Logam berat Kadmium (Cd)


dan Besi (Fe)

Perairan Danau Siombak Perairan Desa Jaring Halus

Kualitas Air Analisis Kandungan Kadmium (Cd)


- Kecerahan
dan Besi (Fe) pada Air, Sedimen dan
- DO
- Salinitas Kepiting Bakau (Scylla olivacea)
- Suhu
- pH

Status Pencemaran Logam Biokonsentrasi Analisa


Berat berdasarkan standart Komponen
Faktor (BCF)
Baku Mutu Utama (PCA)

Rekomendasi Pengelolaan

Gambar 1. Kerangka Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kandungan logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada air,

sedimen dan daging kepiting bakau (Scylla olivacea)di perairan Danau

Siombak dan Perairan Desa Jaring Halus

2. Mengetahui tingkat status pencemaran kandungan logam berat kadmium (Cd)

dan Besi (Fe) pada air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) yang

diperoleh dari perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus

dengan standart baku mutu yang sudah ditentukan

Manfaat Penelitian

Adanya informasi mengenai kandungan logam berat kadmium (Cd) dan

besi (Fe) pada daging kepiting bakau (Scylla olivacea) yang terdapat di perairan

Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dan dapat bermanfaat bagi

masyarakat dalam memilih dan mengolah makanan menjadi makanan yang layak

konsumsi (aman dan sehat). Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat sebagai

bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang memiliki relevansi dengan

penelitian ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla olivacea)

Gambar 2. Kepiting Bakau (Scylla olivacea)

Kepiting bakau merupakan jenis kepiting yang termasuk ke dalam

kelompok famili Portunidae yang berbentuk pipi dan melebar serta memiliki lima

pasang kaki. Secara taksonomi klasifikasi kepiting bakau adalah sebagai berikut:

Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Famili : Portunidae

Genus : Scylla

Spesies : Scylla olivacea (Motoh, 1977)

Kepiting bakau (Scylla olivacea) memiliki ukuran lebar kerapas lebih

besar dari ukuran panjang tubuhnya. Dengan permukaan kerapas agak licin. Pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

dahi antara sepasang matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan dan

kiri masing- masing terdapat Sembilan duri (Chairunnisa, 2004).

Kepiting bakau memiliki bentuk morfologi, yakni pada bentuk duri yang

terdapat di antara dua tangkai mata serta bentuk dan jumlah duri pada bagian sisi

luar karapasnya. Scylla tranquebarica memiliki bentuk duri diantara mata yang

agak rendah, bulat, namun lebih tinggi dari duri Scylla olivacea. Bagian tubuh

kepiting juga dilengkapi bulu dan rambut sebagai indera penerima, bulu tersebut

terdapat hampir di seluruh tubuh yang sebagian besar bergerombol pada kaki

jalan. Scylla tranquebarica memiliki warna hijau zaitun atau hijau ungu

(Trivedi dan Vachhrajani, 2013).

Menurut Syafiq (2015) kepiting dikenal sebagai salah satu makanan dari

laut (seafood) yang digemari oleh masyarakat kita. Kepiting adalah sumber

protein yang baik (mengandung sekitar 18-19.5 gram protein per 100 gram).

Komposisi zat gizi dari kepiting dibandingkan ikan/seafood lainnya, yang dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi karkas Kepiting Bakau (Scylla olivacea)/100 gr

Spesies Energi Air Protein Lemak Kolestrol Kalsium Besi Niacin


(keal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (mg)
Kepiting 87 79.02 18.06 1.08 78 89 0.74 -
Lobster 90 76.76 18.80 0.90 95 - - 1.455
Kerang 81 82.06 9.45 2.30 - 8 5.11 2.010
Tiram 88 78.57 16.78 0.76 33 24 0.29 1.150
Udang 106 75.86 20.31 1.73 152 52 2.41 2.552
Sumber : Syafiq (2015)

Habitat Kepiting Bakau (Scylla olivacea)

Kepiting bakau termasuk hewan nokturnal, keluar dari persembunyiannya

beberapa saat setelah matahari terbenam dari bergerak sepanjang malam terutama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

untuk mencari makan, kemudian akan membenamkan dirinya kembali pada saat

matahari akan terbit. Beberapa jenis satwa yang hidup di sekitar perakaran

mangrove, baik di substrat yang keras maupun lunak (lumpur) antara lain adalah

jenis kepiting bakau, kerang dan golongan invertebrata lainnya. Kepiting bakau

(Scylla spp.) merupakan hewan yang berasosiasi kuat dengan hutan mangrove dan

memiliki daerah penyebaran yang luas. Hal ini disebabkan karena kepiting bakau

memiliki toleransi terhadap faktor abiotik terutama pada suhu dan salinitas

(Gita et al., 2015).

Parameter Lingkungan

Suhu

Suhu di perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari

permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran serta

kedalaman badan air. Perubahan suhu air berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia,

dan biologi perairan. Peningkatan suhu akan meningkatkan viskositas, reaksi

kimia, evaporasi dan volatilisasi. Sebagian besar proses fisik, biologi dan karakter

kimia pada air permukaan dipengaruhi oleh temperatur. Peningkatan suhu

berkorelasi positif dengan proses kimia yang terjadi pada air. Peningkatan suhu

juga dapat membahayakan biota air. Peningkatan suhu menyebabkan penurunan

kelarutan gas dalam air, seperti gas O2, CO2, N2 dan CH4 (Effendi, 2003).

Berdasarkan daur hidupnya kepiting bakau dalam menjalani hidupnya

diperkirakan melewati berbagai kondisi perairan. Pada saat pertama kali kepiting

ditetaskan, suhu air laut umumnya berkisar 25-270C. Secara gadual suhu air

kearah pantai akan semakin rendah. Kepiting muda yang baru berganti kulit dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

megalopa yang memasuki muara sungai dapat mentoleransi suhu di atas 180C

(Nasution, 2017).

Pola temperatur atau oksigen di perairan danau terutama dipengaruhi oleh

intensitas cahaya matahari sehingga umumnya pada lapisan permukaan perairan

akan mempunyai temperatur yang lebih tinggi dibandingkan pada lapisan air yang

lebih dalam. Apabila temperatur meningkat maka kelarutan oksigen akan

menurun dan sebaliknya. Dengan demikian maka khususnya untuk ekosistem

perairan di daerah tropis yang umumnya mempunyai temperatur yang relatif

tinggi akan mempunyai keterbatasan dalam menyerap oksigen. Kisaran nilai

kelarutan oksigen ini menunjukkan kualitas perairan yang masih baik. Salah satu

faktor yang sangat mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air adalah temperatur

air (Barus, 2004).

Pengaruh suhu secara langsung menentukan kehadiran spesies akuatik,

mempengaruhi pemijahan, penetasan, aktivitas dan pertumbuhan organisme.

Sedangkan secara tidak langsung dapat menyebabkan perubahan kesetimbangan

kimia. Suhu sangat mempengaruhi kehidupan biota di dalam suatu perairan

(Odum, 1996). Suhu merupakan salah satu parameter untuk mempelajari

transfortasi dan penyebaran polutan yang masuk ke lingkungan laut. Sebagai

contoh, suhu air di permukaan laut mempengaruhi sifat tumpahan minyak dan

juga pengendaliannya (Mukhtasor, 2007) .

pH (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman (pH) merupakan fungsi dari kandungan CO 2 yang

terlarut dalam air. Kadar CO2 akan berkurang oleh kegiatan fotosintesis dan akan

bertambah karena respirasi. Derajat keasaman (pH) merupakan tingkat keasaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

dari suatu perairan. Nilai pH ideal untuk perairan adalah 6,5-8,5. Organisme

perairan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam bertoleransi pH perairan.

Kematian lebih sering diakibatkan karena pH yang rendah daripada pH yang

tinggi. Batas toleransi organisme perairan terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi

banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion

dan kation, jenis dan stadia organisme (Pescod, 1973).

Barus (2001) menyatakan bahwa nilai pH ideal untuk organisme di

perairan adalah antara 7 - 8,5 dan pada kondisi yang berlebihan yaitu sangat basa

dan sangat asam dapat berbahaya untuk kelangsungan hidup organisme karena

menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Menurut Barus

(2004) pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa

logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik akan semakin tinggi

yang akan mengancam kelangsungan hidup organisme air sedangkan pH yang

tinggi akan menyebakan kadar ammonium dan amoniak akan meningkat.

Derajat keasaman (pH) juga berpengaruh terhadap toksisitas suatu

senyawa kimia. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH serta

menyukai pH berkisar 7-8,5. Nilai pH sangat berpengaruh terhadap proses

biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah

(Effendi, 2003).

Kecerahan

Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan berdasarkan

kemampuan penetrasi cahaya pada air. Semakin tinggi suatu kecerahan perairan

semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Kecerahan air menggambarkan

sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

dipancarkan oleh partikel-partikel padat tersuspensi yang terdapat di dalam air.

Berkurangnya kecerahan pada suatu perairan dapat mengurangi kemampuan

fotosintesis tumbuhan air dan kegiatan fisiologi biota air atau dengan kata lain

partikel-partikel padat di dalam suatu perairan terutama yang berupa suspensi

dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan berbagai biota perairan, salah satunya

adalah kepiting bakau (Adha, 2015).

Kekeruhan/kecerahan air dapat disebabkan oleh adanya bahan-bahan

organik dan ananorganik yang tersuspensi dalam kolam air maupun yang terlarut,

sedangkan kecerahan adalah kemampuan cahaya matahari menembuh kolam air.

Dengan demikian semakin keruh air, akan semakin rendah kecerahan airnya.

Secara langsung kecerahan/kekeruhan air ini tidak besar pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ikan yang dibudidayakan, namun air kolam yang keruh akan

menghalangi masuknya cahaya matahari ke dalam air sehingga proses fotosintesis

akan terhambat (Parlaungan, 1996).

Oksigen Terlarut (Dissolved oxygen/ DO)

Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu

perairan. Oksigen terlarut ini merupakan suatu faktor yang sangat penting di

dalam ekosistem perairan, terutama dibutuhkan untuk respirasi bagi sebagian

besar organisme air. Oleh sebab itu kelarutan oksigen dalam air sangat

dipengaruhi suhu. Kepiting dapat hidup pada perairan yang memiliki kandungan

oksigen terlarut lebih dari 4 mg/liter (Daulay, 2013).

Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologi

bagi manusia. kepiting dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen dengan

jumlah cukup. Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, dan bervariasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

antarorganisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan

mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik sehinga pada saat kadar

oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi,

organisme akuatik lebih menderita (Effendi, 2003).

Semakin tinggi temperatur dan salinitas perairan maka tingkat kelarutan

O2 dalam air semakin rendah. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan

normal mengandung O2 terlarut sebesar 4,5 – 9,0 mg/l. Untuk kehidupan biota

laut secara layak kelarutan O2 harus lebih besar daripada 5,0 mg/l

(Kep.51/MENKLH/2004). Selain temperatur dan salilnitas, kelarutan O2 juga

dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik. Semakin dalam laut maka kelarutan O2

semakin kecil. Pada kedalaman laut 1.000 m (tekanan hidrostatik 100 atm), maka

tekanan parsial O2 meningkat sebesar ± 13% dan kelarutannya menurun sebesar ±

0,1% (Sanusi, 2006).

Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi

kadar oksigen di perairan hingga mencapai nol (anaerob). Kebutuhan oksigen

sangat dipengaruhi oleh suhu dan bervariasi tiap jenis. Keberadaan limbah yang

masuk ke suatu perairan akan menurunkam kadar oksigen di perairan. Hal

tersebut terkait dengan pemanfaatan yang berlebih terhadap oksigen terutama

pada proses penguraian bahan organik oleh bakteri pengurai (Effendi, 2003).

Salinitas

Air laut merupakan larutan (solution) kompleks yang mengandung

berbagai senyawa atau elemen-elemen kimia baik organik maupun anorganik.

Kandungan elemen-elemen kimia terlarut dalam air laut dinyatakan sebagai

salinitas atau klorinitas (Sanusi, 2006). Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran

sungai (Nontji, 2007). Nybakken (1992), mengemukakan bahwa perbedaan

salinitas terjadi karena perbedaan dalam penguapan dan presipitasi (hujan).

Salinitas merupakan salah satu faktor bagi organisme akuatik yang dapat

memodifikasi perubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan pengaruh yang

berdampak terhadap organisme. Hal ini sangat berpengaruh terhadap proses

metabolisme kepiting yang dapat berpengaruh pada tingkat pembelanjaan energi.

Oleh sebab itu, pertumbuhan kepiting yang maksimum hanya dapat dihasilkan

apabila penggunaan energi untuk metabolisme (Sagala et al., 2013).

Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat penting pada

keberadaan mangrove dan kepiting bakau. Kepiting bakau hidup dengan baik pada

kisaran salinitas 10–35‰. Kepiting bakau pada salinitas terendah 8,9‰. Pengaruh

salinitas secara tidak langsung mengakibatkan perubahan komposisi dalam suatu

ekosistem (Romimohtarto, 2009).

Sedimen

Karakteristik sedimen diketahui juga menentukan kehidupan komunitas

mangrove, substrat sedimen didaerah hutan mangrove mempunyai ciri-ciri selalu

basah, mengandung garam, memiliki oksigen yang sedikit, berbutir-butir dan kaya

akan bahan organik. Perbedaan tingkat kerapatan vegetasi mangrove serta jenis

mangrove yang ditemukan juga berpengaruh terhadap kandungan bahan organik

pada substrat dimana sesuai dengan besarnya nilai tingkat kerapatan suatu

mangrove akan mempengaruhi proses penguraian dari bahan organik tersebut

(Darmadi et al, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Substrat merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan dan

distribusi mangrove. Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologi utama

yang mempengaruhi sruktur komunitas makrobentos sehingga sebagai penggali

pemakan deposit jumlahnya sangat banyak pada sedimen lunak dan berlumpur

karena daerah tersebut kaya akan bahan organik. Substrat di sekitar hutan

mangrove sangat mendukung kehidupan kepiting bakau, terutama untuk

melangsungkan perkawinannya dan melakukan pergantian kulit dalam kaitannya

dengan kehidupan dan sebaran kepiting, maka substrat tanah dasar perairan hutan

mangrove merupakan faktor yang sangat penting (Prianto, 2007).

Pencemaran Logam Berat

Peningkatan jumlah industri akan selalu diikuti oleh pertambahan jumlah

limbah, baik berupa limbah padat, cair dan gas. Limbah industri terutama yang

bersumber dari pabrik elektronik, plastik, kertas dan sebagainya dapat

membahayakan lingkungan sebab salah satu diantara limbah tersebut diperkirakan

mengandung logam berat antara lain adalah Pb (timbal) dan logam berat lainnya

(Hasan et al., 2017).

Bahan pencemar dari limbah industri dapat mencemarkan perairan dan

berdampak negatif yaitu terjadinya perubahan ekosistem muara berupa perubahan

temperatur, pH, BOD dan COD serta kandungan logam berat yang sangat

mempengaruhi kehidupan flora dan fauna perairan. Limbah ini biasanya berasal

dari industri maupun rumah tangga yang melibatkan unsur-unsur logam seperti

Timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), Krom (Cr), Nikel (Ni),

Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Cuprum (Cu). Limbah tersebut umumnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

merupakan limbah yang tidak dapat atau sulit didegradasi oleh mikroorganisme

(Heriyanto, 2011).

Logam berat

Toksisitas logam berat dapat dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu bersifat

toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn, bersifat

toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co, dan bersifat toksik rendah

terdiri atas unsur Mn dan Fe. Taraf toksisitas logam berat sangat beragam bagi

berbagai organisme, tergantung dari berbagai aspek yang antara lain spesies, cara

toksikan memasuki tubuh, frekuensi dan lamanya paparan, konsentrasi toksikan,

bentuk dan sifat fisika/kimia toksikan serta kerentanan berbagai spesies terhadap

toksikan. Taraf toksisitas logam berat terhadap hewan air mulai dari yang paling

tinggi adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni dan Co. Sementara itu, tingkat toksisitas

terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn

dan Zn (Fitriani, 2017).

a.) Kadmium (Cd)

Kadmium bersumber dari aktivitas alamiah dan antropogenik. Secara

alamiah Cd didapat dari letusan gunung berapi, jatuhan atmosferik, pelapukan

bebatuan, dan jasad organik yang membusuk. Logam Cd juga didapat dari

kegiatan manusia, yaitu industri kimia, pabrik tekstil, pabrik semen, tumpahan

minyak, pertambangan, pengolahan logam, pembakaran bahan bakar, dan

pembuatan serta penggunaan pupuk fosfat. Dalam kehidupan sehari-hari, mainan

anak-anak, fotografi, tas dari vinil, dan mantel merupakan sumber Cd

(Darmono, 1995).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Kadar Cd di perairan alami berkisar antara 0,29 – 0,55 ppb dengan rata-

rata 0,42 ppb. Kadmium tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi

terhadap grup sulfhidrid daripada enzim dan meningkat kelarutannya dalam

lemak. Di perairan tawar kemampuan pembentukan kompleks Cd oleh asam

humus sekitar 2,7% daripada total Cd terlarut, sementara di perairan estuari lebih

rendah dari 1% daripada total Cd terlarut. Jadi, selain ditentukan oleh kadar asam

humus dan Cd terlarut, parameter pH dan salinitas berperan dalam membentuk

ikatan kompleks logam berat-asam humus. Logam berat Cd terlarut dalam air

akan mengalami proses adsorpsi oleh partikel tersuspensi dan mengendap di

sedimen. Proses adsorpsi akan diikuti oleh proses desorpsi yang mengembalikan

Cd dalam bentuk terlarut dalam badan air (Sanusi, 2006). Menurut Rangkuti

(2009) Kadmium dalam air laut berbentuk senyawa klorida (CdCl2), sedangkan

pada perairan tawar kadmium berbentuk karbonat (CdCO3). Pada perairan payau

kedua senyawa tersebut berimbang.

b.) Besi (Fe)

Logam besi (Fe) sebenarnya adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk

pembentukan hemoglobin, terdapat pada buah, sayuran, serta suplemen makanan.

Fe dapat berasal dari buangan limbah pabrik ataupun limbah rumah tangga hingga

mencemari lingkungan sungai, dalam jumlah yang berlebihan pada tubuh manusia

Fe akan bersifat racun, cepat terserap dalam saluran pencernaan, dan sifat korosif

pada besi akan lebih meningkatkan penyerapan racun (Pratama et al., 2012).

Buangan industri yang mengandung persenyawaan logam berat Fe bukan

hanya bersifat toksik terhadap tumbuhan tetapi juga terhadap hewan dan manusia.

Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yang sulit didegradasi, sehingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami

sulit dihilangkan, dapat terakumulasi dalam biota perairan termasuk kepiting,

kerang, ikan dan sedimen, memiliki waktu paruh yang tinggi dalam tubuh biota

laut serta memiliki nilai faktor konsentrasi yang besar dalam tubuh organisme

(Supriyantini dan Endrawati, 2015).

Sekalipun besi (Fe) diperlukan oleh tubuh manusia, tetapi dalam dosis

besar dapat merusak dinding usus, kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya

dinding usus ini, debu besi juga dapat terakumulasi di dalam alveoli dan dapat

menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru (Soemirat, 2004). Berdasarkan

standart baku mutu cemaran logam berat yang diperbolehkan dalam pangan yaitu

menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan No 5 Tahun 2018 dan SNI 7387

Tahun 2009 disajikan pada Tabel 2. dibawah ini :

Tabel 2. Standar baku mutu cemaran logam berat dalam pangan

Logam Simbol Standart Baku (mg/l)


BPOM RI1 SNI2
Kadmium Cd 0.1 -
Besi Fe - 1
Sumber : SNI 7387:2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Panitia
Teknis 67-02 Bahan Tambahan Pangan dan Kontaminan. Badan Standarnisasi Nasional, Jakarta 1.
BPOM No 5. 2018. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Olahan. Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta2.

Keberadaan besi diperairan dapat berasal dari buangan logam besi yang

mengalami korosif dan pelarutan di air, serta buangan limbah domestik dan

industri yang mengandung kadar besi. Di perairan kadar besi (Fe2+) yang tinggi

berkorelasi dengan kadar bahan organik yang tinggi, atau kadar besi yang tinggi

terdapat pada air yang berasal dari air tanah dalam yang bersuasana anaerob atau

dari lapisan dasar perairan yang sudah tidak mengandung oksigen. Keberadaan

besi juga dapat memberikan penampakan keruh dan berwarna pada air, serta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

meninggalkan noda pada pakaian yang dicuci oleh air yang mengandung besi

(Amansyah dan Syarif, 2014).

Logam Berat di Air

Logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu

akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi bagi sistem kehidupan di

perairan. Walaupun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat terhadap

biota perairan tidak sama, namun kehancuran suatu kelompok dapat menjadikan

terputusnya satu rantai makanan. Pada tingkatan selanjutnya dapat

menghancurkan tatanan suatau ekosistem perairan (Palar, 1994).

Konsentrasi bahan pencemar yang masuk ke perairan bisa mempengaruhi

kehidupan organisme di perairan. Sebagaimana diketahui unsur logam berat yang

masuk ke perairan berasal dari berbagai kegiatan industri selain bersumber dari

alam itu sendiri (alamiah). Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di

sungai ataupun laut akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses

yaitu : pengendapan, adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan. Logam berat

mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar

perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen

lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991).

Berdasarkan peraturan pemerintah kandungan logam berat yang boleh

masuk ke perairan laut mempunyai batasan tertentu. Baku mutu air laut untuk

biota laut berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004

dan baku mutu berdasarkan Environmental Protection Agency (EPA) 1986 dapat

di lihat pada Tabel 3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

Tabel 3. Standar baku mutu air laut untuk biota laut terhadap logam berat

Logam Simbol Standart Baku (mg/l)


Kep Men LH1 EPA2
Kadmium Cd 0.0010 0.0093
Besi Fe - 0.5
Sumber : KepMen LH No 51 Tahun 20041. USEPA.(1986). Quality Criteria for Water. EPA-
440/5-86-001, Office of Water Regulation Standards, Washington DC, USA2

Logam Berat di Sedimen

Menurut Sanusi (2006) tekstur atau ukuran partikel sedimen terbentuk

terutama disebabkan oleh adanya kekuatan arus. Dengan kata lain, faktor arus

(hidrodinamika) merupakan energi sortasi sedimen. Perairan yang memiliki

kondisi arus yang dinamis (high energy environment – dynamic waters), memiliki

tekstur sedimen yang kasar (kerikil, pasir). Sementara perairan dimana kondisi

arusnya tenang atau tidak dinamis (low energy environment – sluggish waters)

memiliki tekstur sedimen yang lebih halus (lumpur, liat). Perairan yang sering

terjadi deposisi material tersuspensi (organik dan anorganik) umumnya memiliki

tekstur sedimen yang halus.

Zat-zat yang masuk ke laut akan berakhir menjadi sedimen. Dalam

prosesnya semua zat yang ada terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi

sepanjang ke dalaman laut. Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen,

zat tersebut melayang-layang di kolom perairan. Setelah mencapai dasar laut pun,

sedimen tidak diam tetapi sedimen akan terganggu ketika hewan laut-dalam

mencari makan. Sebagian sedimen mengalami erosi dan tersuspensi kembali oleh

arus bawah sebelum kemudian jatuh kembali dan tertimbun. Terjadi reaksi kimia

antara butir-butir mineral dan air laut sepanjang perjalanannya kedasar laut dan

reaksi tetap berlangsung setelah penimbunan, yaitu ketika air laut terperangkap di

antara butiran mineral (Supangat dan Muawanah).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Sifat fisik kimia material padatan tersuspensi yang memiliki kemampuan

mengadsorpsi logam berat terlarut dalam kolom air, maka deposisi padatan

tersuspensi dalam suatu perairan akan menyebabkan akumulasi logam berat

tersebut selain material organik dalam sedimen. Makin tinggi kandungan polutan

organik dan anorganik dalam kolom air, makin tinggi pula akumulasi polutan

tersebut dalam sedimen. Oleh karena itu kualitas fisik kimia sedimen suatu

perairan dapat dijadikan indikator baik buruknya kualitas suatu perairan. Dilihat

dari aspek kimia, akumulasi bahan organik dalam substrat halus akan menentukan

status reduksi-oksidasi, bergantung ketersediaan O2 terlarut dalam air jebakan dan

pH sedimen (Sanusi, 2006).

Baku mutu logam berat di dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum

ditetapkan, sehingga sebagai acuan dapat digunakan baku mutu yang dikeluarkan

oleh IADC/CEDA (1997) dan USEPA (1986) mengenai kandungan logam yang

dapat ditoleransi keberadaannya dalam sedimen berdasarkan standar kualitas

Belanda. Seperti dapat dilihat pada tabel 4 dan 5 dibawah ini adalah sebagai

berikut :

Tabel 4. Baku mutu logam berat Kadmium (Cd) dan Besi (Fe) dalam sedimen

Logam Simbol Standart Baku Mutu


(mg/kg)
Kadmium Cd 0.006*
Besi Fe 20**
Sumber: Baku mutu sedimen dengan standar sediment quality guideline values for metals and
associated levels of concern to be used in doing assesments of sediment quality (2003)*.
USEPA.(1986) dalam Widiyanto 2005**.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Tabel 5. Baku mutu logam berat Kadmium (Cd) dalam sedimen

Logam Simbol Level Level Level Level Level


Berat Target Limit Test Intervensi Bahaya
Kadmium Cd 0.8 2 7.5 12 30
Merkuri Hg 0.3 0.5 1.6 10 15
Timbal Pb 85 530 530 530 1000
Sumber: IADC/CEDA (1997)
Keterangan :
a. Level target. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki nilai yang lebih
kecil dari nilai level target, maka substansi yang ada pada sedimen tidak terlalu berbahaya
bagi lingkungan.
b. Level limit. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen memiliki nilai maksimum yang
dapat ditolerir bagi kesehatan manusia maupun ekosistem.
c. Level tes. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen berada pada kisaran nilai antara
level limit dan level tes, maka dikategorikan sebagai tercemar ringan.
d. Level intervensi. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen berada pada kisaran nilai
antara level tes dan level intervensi, maka dikategorikan sebagai tercemar sedang.
e. Level bahaya. Jika konsentrasi kontaminan berada pada nilai yang lebih besar dari baku mutu
level bahaya maka harus dengan segera dilakukan pembersihan sedimen.

Toksisitas Logam Berat

Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya

karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Apabila kadmium

masuk ke dalam tubuh maka sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati

dan sebagian yang dikeluarkan lewat saluran pencernaan. Kadmium dapat

mempengaruhi otot polos pembuluh darah secara langsung maupun tidak

langsung lewat ginjal, sebagai akibatnya terjadi kenaikan tekanan darah. Senyawa

ini bisa mengakibatkan penyakit liver dan gangguan ginjal serta tulang. Senyawa

yang mengandung kadmium juga mengakibatkan kanker (Saragih, 2018).

Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama terikat

sebagai metalotienin. Kadmium lebih beracun bila terhisap melalui saluran

pernapasan daripada melalui saluran pencernaan. Dalam beberapa jam korban

akan mengeluh gangguan pernapasan, nausea, muntah, kepala pusing dan sakit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

pinggang. Selain itu menyerang sistem saraf pusat sehingga menyebabkan

gangguan saraf sensoris, gangguan saraf motorik (Darmono, 2001).

Salah satu efek utama yang ditimbulkan dari keracunan kadmium adalah

lemah dan rapuh tulang. Umumnya tulang belakang dan kaki sakit, dan gaya

berjalan pincang karena cacat tulang yang disebabkan oleh Kadmium. Rasa sakit

kemudian melemahkan, dengan patah tulang yang lebih umum dibandingkan

tulang yang melemah. Komplikasi lain yang tejadi adalah batuk, kanker, anemia,

dan gagal ginjal, yang kemudian menyebabkan kematian. Penderita penyakit ini

banyak terjadi pada wanita pasca menopause (Surbakti, 2011).

Logam Fe merupakan logam essensial yang keberadaannya dalam jumlah

tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebih

dapat menimbulkan efek racun. Tingginya kandungan logam Fe akan berdampak

terhadap kesehatan manusia diantaranya bisa menyebabkan keracunan (muntah),

kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak, radang sendi, cacat

lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing,

mudah lelah, hepatitis, hipertensi, insomnia (Parulian, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2019 yang meliputi

pengambilan sampel air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan

Danau Siombak Kota Medan dan Perairan Desa Jaring Halus Kecamatan

Secanggang. Pengambilan sampel faktor fisika dan kimia air akan dilakukan

secara langsung dilapangan (in situ). Untuk analisis logam berat sampel air,

substrat dan kepiting bakau (Scylla olivacea) dianalisis di Laboratorium

Kesehatan Daerah Medan dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometer

(AAS). Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3. Lokasi Penelitian (a) Danau Siombak (b) Desa Jaring Halus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Deskripsi Area

a.) Perairan Danau Siombak

Perairan ini berada di bagian Sungai Bedera (3°43'35.13" LU dan

98°39'10.71" BT), Sungai Terjun (3°43'46.22" LU dan 98°38'54.92" BT) dan

Sungai Paluh Besar (3°43'51.59" LU dan 98°39'2.06" BT) ; dikelilingi oleh

tambak dan mangrove (Gambar 4).

Gambar 4. Perairan Danau Siombak

b.) Perairan Desa Jaring Halus

Perairan ini berada tidak jauh dari sekitaran penduduk Desa Jaring Halus

yang wilayahnya dikelilingi oleh hutan mangrove. Secara geografis terletak pada

koordinat (Stasiun I) 3o73'483.4" LU dan 98o33'.98.5" BT, (Stasiun II) (Stasiun

III) (Gambar 5).

Gambar 5. Perairan Desa Jaring Halus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubu, Secchi disk,

global positioning system (GPS), vandorn water sampling, alat tulis, pisau, botol

sample air, jangka sorong, refraktometer, pH meter, DO meter, eckman grab,

termometer, cool box, cawan porselen, hot plate, furnace, tabung reaksi, gelas

ukur, timbangan analitik, erlenmeyer, beaker glass, pipet volumetri, labu ukur,

corong kaca, kertas saring, pengaduk dan Atomic Absorption Spectrophotometer

(AAS) merk Varian kode GTA 120 AA 240 FS.

Bahan-bahan yang digunakan adalah kepiting bakau (Scylla olivacea)

sampel air dan substrat, larutan asam klorida (HCl), asam Nitrat (HNO3) pekat,

asam klorat (HClO4), akuades, larutan standar Cd dan Fe Merck Millipone

Emsure ® ISO, kertas label dan tissue.

Prosedur Penelitian

a.) Pengukuran Fisika Kimia Air

Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan dengan dua cara, yakni

secara langsung dilapangan (in situ) dan secara tidak langsung (ex situ).

Pengukuran langsung dilapangan (in situ) dilakukan terhadap parameter suhu air,

kecerahan air, salinitas air, pH air. dan oksigen terlarut. Kandungan logam berat

kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla

olivacea) dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan. Parameter

kualitas air yang diamati disajikan dalam (Tabel 6).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Tabel 6. Parameter yang diukur, alat/bahan, dan tempat pengukuran

Parameter Alat/ Bahan yang Metode


digunakan pengukuran
I. FISIKA
Suhu perairan (ºC) termometer Hg in situ
Kecerahan air (cm) Sechi disk in situ
Salinitas air (‰) Refraktometer in situ

II. KIMIA
pH air pH meter in situ
Oksigen terlarut (mg/l) DO meter in situ
Kadmium (Cd) AAS ex situ
Besi (Fe) AAS ex situ

b.) Pengambilan Sampel Sedimen

Pengambilan sampel sedimen yaitu diambil secara langsung dilapangan

sebanyak 2 kg dimana ada 3 titik pengambilan sampel sedimen pada masing-

masing lokasi penelitian untuk di analisis logam berat kadmium (Cd) dan besi

(Fe), kemudian dimasukkan kedalam plastik bening dan diletakkan dalam

coolbox.

c.) Analisis Sampel Sedimen

Analisis sampel sedimen dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah

Medan. Sesuai (SNI 06-6992.4-2004 dan SNI 2891-1992), adapun prosedur

analisisnya adalah sebagai berikut:

1. Preparasi sampel dimulai dengan membuang benda-benda asing seperti

potongan plastik, daun atau benda lainnya yang bukan contoh uji.

2. Penimbangan contoh uji seberat ±5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250

ml, kemudian ditambahkan air suling dan diaduk dengan batang pengaduk.

3. Setelah itu ditambahkan 5 - 10 ml asam nitrat HNO3(p) dan diaduk kembali.

4. Penambahan 3-5 butir batu didih lalu ditutup dengan corong kaca.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

5. Kemudian erlenmeyer yang berisi sampel uji tersebut diletakkan di atas

penangas listrik pada suhu 105 - 120oC sehingga volume sampel uji tinggal 10

ml.

6. Diangkat sampel uji dan dibiarkan hingga dingin.

7. Sampel uji ditambahkan 5 ml asam nitrat 1 – 3 ml asam pengklorat sedikit

demi sedikit dengan pipet tetes.

8. Lalu sampel uji dipanaskan kembali di atas hotplate sampai timbul asap putih

dan mendidih.

9. Setelah timbul asap putih pemanas dilanjutkan selama 30 menit kemudian

sampel uji didinginkan.

10. Selanjutnya sampel uji disaring dengan kertas saring whatman ukuran 8 µm ke

dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan air suling sampai tanda tera.

11. Hasil saringan siap diukur ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer

(AAS).

d.) Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air yaitu diambil secara langsung dilapangan

sebanyak 1500 ml dimana ada 3 titik pengambilan sampel air pada masing-

masing lokasi penelitian untuk di analisis logam berat kadmium (Cd) dan besi

(Fe) pada air, kemudian dimasukkan kedalam botol sampel air dan diletakkan

dalam coolbox.

e.) Analisis Sampel Air

Analisis sampel air dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.

Sesuai (SNI 6989-16-2009 dan SNI 06-6989-04-2004), adapun analisis prosedur

analisisnya adalah sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

1. Dihomogenkan contoh uji, pipet 50 ml contoh uji dan masukkan ke dalam

gelas piala 100 ml atau Erlenmeyer 100 ml.

2. Penambahan 5 ml HNO3 pekat, bila menggunakan gelas piala tutup dengan

kaca arloji dan bila dengan Erlenmeyer gunakan corong sebagai penutup.

3. Dipanaskan perlahan- lahan sampai sisa volumenya 15 - 20 ml.

4. Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka tambahkan lagi 5 ml

HNO3 pekat, kemudian di tutup dengan kaca arloji atau dengan corong dan

panaskan lagi (tidak mendidih). Lakukan proses ini secara berulang sampai

semua logam larut, yang terlihat dari warna endapan dalam contoh uji menjadi

agak putih atau contoh uji menjadi jernih

5. Dibilas kaca arloji dan masukkan air bilasannya ke dalam gelas. Piala.

6. Dipindahkan contoh uji ke dalam labu ukur 50,0 ml disaring menggunakan

kertas whatman ukuran 8 µm.

7. Selanjutnya tambahkan air bebas mineral sampai tepat tanda tera dan

dihomogenkan.

8. Hasil saringan siap diukur ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer

(AAS).

f.) Pengambilan Sampel Kepiting Bakau (Scylla olivacea)

Pengambilan sampel kepiting bakau (Scylla olivacea) dilakukan secara

langsung dilapangan sebanyak 12 kepiting bakau (Scylla olivacea) dengan berat

tubuh minimal 150 gr, dimana ada 3 titik pengambilan sampel kepiting bakau

(Scylla olivacea) pada masing- masing lokasi penelitian. Kepiting bakau (Scylla

olivacea) yang didapat dibersihkan dari lumpur yang menempel kemudian

dimasukkan ke dalam coolbox.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

g.) Analisis Sampel Kepiting Bakau (Scylla olivacea)

Analisis sampel kepiting bakau (Scylla olivacea) dilakukan di

Laboratorium Kesehatan Daerah Medan. Sesuai (SNI 2354-5-2011), adapun

prosedur analisisnya adalah sebagai berikut:

1. Dipreparasi sampel dimulai dengan memisahkan antara cangkang dan daging,

kemudian dicuci dengan air sampai bersih dan dibilas tiga kali dengan

menggunakan air bebas mineral.

2. Sampel kemudian ditimbang sebanyak 5 gr dan dicatat beratnya.

3. Dibuat control positif Cd dan Fe (0.05 mg/kg) dengan cara menambahkan

larutan standart Cd dan Fe 1 mg/l sebanyak 0.25 ml ke dalam sampel sebelum

dimasukkan ke tungku pengabuan.

4. Selanjutnya kontrol positif Cd dan Fe diuapkan sampai kering di atas hotplate

pada suhu 100oC.

5. Sampel uji dan kontrol positif Cd dan Fe dimasukkan ke dalam tungku

pengabuan pada suhu 100 – 400oC yang dinaikkan secara bertahap setiap 30

menit dalam waktu 18 jam.

6. Setelah itu dikeluarkan sampel uji serta kontrol positif Cd dan Fe dari tungku

pengabuan dan didinginkan pada suhu kamar.

7. Setelah didinginkan tambahkan 1 ml HNO3 65% sambil digoyang agar semua

abu larut.

8. Selanjutnya diuapkan kembali di atas hotplate pada suhu 100oC sampai

kering.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

9. Kemudian sampel uji serta kontrol positif Cd dan Fe dimasukkan kembali ke

dalam tungku pengabuan, naikkan suhu secara bertahap 100 oC setiap 30 menit

hingga mencapai 450oC dan pertahankan selama 3 jam.

10. Jika abu sudah terbentuk dengan sempurna yakni berwarna putih maka sampel

uji serta kontrol positif Cd dan Fe ditambahkan 5 ml HCL 6 M sambil di

goyangkan dengan hati- hati.

11. Diuapkan di atas hotplate pada suhu 100oC sampai kering.

12. Kemudian tambahkan 10 ml HNO3 0.1 M dan dinginkan kembali selama 1

jam.

13. Kemudian pindahkan larutan tersebut ke dalam labu takar 50 ml dan

tambahkan matrik modifier dan tempatkan sampai tanda tera dengan HNO3

0.1 M.

14. Kemudian sampel siap dianalisis dengan menggunakan alat Atomic

Absorption Spectrosocopy (AAS).

Untuk menentukan kandungan berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada

kepiting bakau (Scylla olivacea) sebelumnya dilakukan beberapa tahapan kerja

yaitu :

1.) Penghancuran (Destruksi)

Proses penghancuran (destruksi) yang dilakukan merupakan proses

oksidasi dan reduksi, dimana sebagai oksidator dipakai asam nitrat (HNO3)

sedangkan reduktornya dipakai asam klorat (HClO4 60%). Proses destruksi ini

dilakukan agar kadmium (Cd) dan besi (Fe) yang terikat dapat terlepas dari

senyawa asalnya sehingga mudah untuk dideteksi. Proses destruksi untuk logam

berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) dilakukan dengan menambahkan HClO4 pekat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

sebanyak 1,5 ml dan HNO3 pekat sebanyak 3,5 ml. selanjutnya sampel dipanaskan

pada suhu 650C dengan alat pemanas (hotplate) untuk mempercepat reaksi

penghancuran (destruksi) selama 150 menit sampai larutan menjadi jernih.

Dimana proses pemanasan dilakukan di ruang asam. Kemudian larutan sampel

ditambah aquades sebanyak 3 ml dan dipanaskan sampai larutan hampir kering,

kemudian didinginkan pada suhu ruang. Kemudian sampel ditambahkan HNO3

pekat sebanyak 1 ml dan aquades sebanyak 9 ml dan diaduk secara perlahan.

2.) Penyaringan

Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring Whattman

ukuran 8 μm. Hal ini bertujuan untuk memisahkan partikel- partikel yang

berukuran besar agar tidak mengganggu proses pemeriksaan logam berat

kadmium (Cd) dan besi (Fe).

3.) Pembuatan Larutan Standar

Larutan standar berasal dari larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm

yang kemudian diencerkan sesuai dengan prosedur pembuatan larutan standar.

Adapun cara pembuatan larutan standart pengujian adalah sebagai berikut:

a. Larutan standart induk pengujian kadmium (Cd) dan besi (Fe) 1000 µg/ml

Logam Cd dan Fe sebanyak 1 gr ditambahkan HNO3 sebanyak 50 ml ke

dalam labu ukur bervolume 1000 ml. Kemudian diencerkan dengan aquades

sehingga konsentrasi menjadi 1000 µg/ml.

b. Larutan standart pengujian kadmium (Cd) dan besi (Fe) 100 µg/ml

Larutan induk Cd dan Fe 1000 ppm diambil dengan pipet tetes sebanyak

10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu ukur bervolume 100 ml. Kemudian

larutan HNO3 1 N ditambahkan sampai tanda tera.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

c. Larutan standart pengujian kadmium (Cd) dan besi (Fe) 10 µg/ml

Larutan standart Cd dan Fe 100 µg/ml diambil dengan pipet tetes sebanyak

10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu ukur bervolume 100 ml. Kemudian

larutan HNO3 1 N ditambahkan sampai tanda tera.

d. Larutan standart kadmium (Cd) dan besi (Fe) 0.1 µg/ml, 0.2 µg/ml, 0.4 µg/ml,

0.6 µg/ml, 0.8 µg/ml dan 1 µg/ml

Larutan standart Cd dan Fe 10 µg/ml diambil dengan pipet tetes sebanyak

0.0 ml, 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml dan 5 ml lalu masing-masing dimasukkan ke

dalam 6 buah labu ukur bervolume 50 ml. Kemudian HNO 3 1 N ditambahkan

sampai tanda tera.

4.) Pemeriksaan dengan Atomic Absorption Spectrophotometer ( AAS)

Alat yang digunakan dalam pengukuran kadar logam berat kadmium (Cd)

dan besi (Fe) adalah Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) di

Laboratorium Kesehatan Daerah Medan. Alat ini dilengkapi dengan lampu katoda

yang berbentuk cekung sebagai sumber energi. Lampu ini dilapisi logam dari

unsur yang akan dianalisis, sehingga untuk mengukur logam berat kadmium (Cd)

dan besi (Fe).digunakan lampu katoda yang dilapisi dengan logam berat kadmium

(Cd) dan besi (Fe). Hasil yang didapat dari Atomic Absorption Spectrophotometer

(AAS) berupa nilai konsentrasi yang kemudian dilakukan perhitungan untuk

memperoleh kandungan logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) yang

sesungguhnya dari sampel.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Analisis Data

a.) Konsentrasi Logam Berat

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada air, substrat

dan kepiting bakau (Scylla olivacea) sesuai standar operasional prosedur pada

Laboratorium Kesehatan Daerah Medan, maka perhitungan kandungan logam

berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada substrat dan kepiting bakau (Scylla

olivacea) digunakan rumus (Hutagalung dan Sutomo, 1999) sebagai berikut :

Kadar Logam Cd dan Fe (mg/kg) = K.AAS (mg/kg) X Larutan Sampel (ml)


Berat Sampel (gr)

Keterangan :
K.AAS : Konsentrasi yang tertera pada alat AAS
Larutan Sampel : Volume larutan sampel pada saat pengujian
Berat Sampel : Berat sampel yang akan diuji

b.) Biokonsentrasi Faktor (BCF)

Biokonsentrasi merupakan faktor yang membandingkan kadat kadmium

dan besi di dalam daging kepiting dengan air atau sedimen. Menghitung

biokonsentrasifaktor dapat menggunakan rumus (Arnot dan Gobas, 2006).

BCF = Cb
Cwd

Keterangan :
Cb : Konsentrasi logam berat dalam organisme (mg/kg)
Cwd : Konsentrasi logam berat dalam air (mg/L)
BCF > 1000 : Kemampuan Tinggi
100 < BCF < 1000 : Kemampuan Sedang
BCF < 100 : Kemampuan Rendah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

c.) Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Prosedur PCA pada dasarnya adalah teknik yang digunakan untuk

menyederhanakan suatu data, dengan cara mentranformasi data secara linier

sehingga terbentuk sitem koordinat baru dengan varians maksimum. Analisis

komponen utama juga sering digunakan untuk menghindari masalah

multikolinearitas antar peubah bebas dalam model regesi berganda. Interpretasi

lingkaran korelasi antar variabel dapat diliihat dari pembentukan sudut yang

terbentuk antar bentukan variabel. Posisi 180o terlihat pada gambar terbentuk

antara variabel CE dan LI, juga antara variabel AR dan DE, PA. Posisi pertemuan

atau berhimpit (0 o), diperlihatkan antara variabel DE dan PA, juga variabel DE

dan LI. Hal tersebut dapat dideskripsikan bahwa variabel-variabel yang

membentuk sudut 180o menggambarkan hubungan korelasi negatif kecil,

kemudian variabel-variabel yang membentuk sudut 90o, menunjukkan tidak

adanya korelasi antar variabel tersebut dan variabel-variabel yang berhimpitan

(0o) menunjukkan bahwa variabel tersebut berkorelasi positif (Bengen, 1998).

Gambar 6. Simulasi Hasil Analisis PCA dalam Bentuk Lingkaran Korelasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Analisis Deskriptif

Data yang diperoleh dari pengukuran dianalisis secara deskriptif sesuai

dengan baku mutu lingkungan yang terdapat dalam Environmental Protection

Agency (1986) dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004

untuk kualitas air. SNI 7387:2009 dan BPOM RI No. 5 Tahun 2018 digunakan

sebagai acuan untuk baku mutu logam berat pada kepiting bakau (Scylla sp.).

Sedangkan baku mutu logam berat dalam lumpur atau sedimen di Indonesia

belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan

oleh baku mutu sedimen dengan standar sediment quality guideline values for

metals and associated levels of concern to be used in doing assesments of

sediment quality (2003) dan USEPA (1986) mengenai kandungan logam berat

yang dapat ditoleransi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Air

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil dari

pengukuran parameter fisika dan kimia air di mana nilai rata- rata parameter fisika

dan kimia air di perairan Danau Siombak dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan Danau Siombak

Stasiun
Parameter Satuan Standart Baku Mutu
I II III

Fisika
o
Suhu C 30.3 31.5 30.5 28 – 32 *

Salinitas (%o) 7 8 8 s/d 34 *

Kecerahan Cm 60 50 80 -

Kimia

Ph - 7.33 7.5 7.43 7 – 8.5 *

DO mg/L 1.13 1.85 2.13 >5 *

Cd mg/L 0.0095 0.0195 0.0590 0.001 *

0.0093 **

Fe mg/L 1.8300 2.3000 2.2650 0.5 **

Sumber : Data Primer


Keterangan:
*) KepMen LH No 51 Tahun 2004.
**) USEPA.(1986). Quality Criteria for Water. EPA-440/5-86-001, Office of Water Regulation
Standards, Washington DC, USA**.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Sedangkan untuk nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan

Desa Jaring Halus dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai rata- rata parameter fisika dan kimia air di perairan Desa Jaring
Halus

Stasiun
Parameter Satuan Standart Baku Mutu
I II III

Fisika
o
Suhu C 29 30 30 28 – 32 *

Salinitas (%o) 26 28 28 s/d 34 *

Kecerahan Cm 21.5 28.5 16.5 -

Kimia

pH - 7.1 7.1 7.4 7 – 8.5 *

DO mg/L 4.9 5.7 4.3 >5 *

Cd mg/L 0.00190 0.00195 0.00185 0.001 *

0.0093 **

Fe mg/L 10.62500 9.70000 13.91000 0.5 **

Sumber : Data Primer


Keterangan:
*) KepMen LH No 51 Tahun 2004.
**) USEPA.(1986). Quality Criteria for Water. EPA-440/5-86-001, Office of Water Regulation
Standards, Washington DC, USA.

Kandungan Logam Berat di Perairan Danau Siombak

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai rata-

rata kandungan logam berat kadmium (Cd) pada sampel air, sedimen dan kepiting

bakau (Scylla olivacea) yang berada di perairan Danau Siombak dapat dilihat pada

Tabel 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

Tabel 9. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Cd pada sampel air,
sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau
Siombak

Logam Berat Kadmium (Cd)


Danau
Air Sedimen Kepiting
Siombak
(mg/L) (mg/kg) (mg/kg)
Stasiun I
0.01000 0.03800 0.00200
0.00900 0.04000 0.00180
Rata – rata 0.00950 0.03900 0.00190
Stasiun II
0.01900 0.08800 0.00190
0.02000 0.09000 0.00200
Rata – rata 0.01950 0.08900 0.00195
Stasiun III
0.05800 0.05800 0.00200
0.06000 0.06000 0.01000
Rata – rata 0.05900 0.05900 0.00600
Baku Mutu 0.001* 0.006** 0.1***
Sumber : Data Primer
Keterangan :
*) KepMen LH N0 51 Tahun 2004.
**) IADC/CEDA (1997).
***) BPOM RI No 5 Tahun 2018.

Sedangkan nilai rata- rata kandungan logam berat besi (Fe) pada air,

sedimen dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau Siombak dapat

dilihat pada Tabel 10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Tabel 10. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Fe pada sampel air,
sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau
Siombak

Logam Berat Besi (Fe)


Danau
Siombak Air Sedimen Kepiting
(mg/L) (mg/kg) (mg/kg)
Stasiun I
1.8200 135.4780 21.3900
1.8400 135.4800 36.2120
Rata – rata 1.8300 135.4790 28.8010
Stasiun II
2.2900 136.0940 57.7830
2.3100 136.0920 13.1400
Rata – rata 2.3000 136.0930 35.4615
Stasiun III
2.2700 129.2860 19.5700
2.2600 129.2880 40.7070
Rata – rata 2.2650 129.2870 30.1385
Baku Mutu 0.5* 20** 1***
Sumber : Data Primer
Keterangan :
*) USEPA.(1986). Quality Criteria for Water. EPA-440/5-86-001, Office of Water Regulation
Standards, Washington DC, USA.
**) Baku mutu sedimen dengan standar sediment quality guideline values for metals and
associated levels of concern to be used in doing assessments of sediment quality (2003).
***) Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2009). Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7387
Tentang Batas Maksimal Cemaran Logam Berat dalam Pangan, Jakarta ***.

Kandungan Logam Berat di Perairan Desa Jaring Halus

Selanjutnya untuk kandungan kadmium (Cd) pada sampel air, sedimen dan

kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring Halus didapatkan nilai

rata- rata dapat dilihat pada Tabel 11.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Tabel 11. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Cd pada sampel air,
sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring
Halus

Logam Berat Kadmium (Cd)


Jaring Halus Air Sedimen Kepiting
(mg/L) (mg/kg) (mg/kg)
Stasiun I
0.00200 0.00200 0.01000
0.00180 0.00190 0.01000
Rata – rata 0.00190 0.00195 0.01000
Stasiun II
0.00190 0.00950 0.00200
0.00200 0.01000 0.01000
Rata – rata 0.00195 0.00975 0.00600
Stasiun III
0.00190 0.00200 0.05000
0.00180 0.00180 0.04000
Rata – rata 0.00185 0.00190 0.04500
Baku Mutu 0.001* 0.006** 0.1***
Sumber : Data Primer
Keterangan :
*) KepMen LH N0 51 Tahun 2004.
**) IADC/CEDA (1997).
***) BPOM RI No 5 Tahun 2018.

Sedangkan untuk nilai rata- rata kandungan besi (Fe) pada air, sedimen

dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring Halus dapat dilihat

pada Tabel 12.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Tabel 12. Hasil analisis rata-rata kandungan logam berat Fe pada sampel air,
sedimen, dan kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Desa Jaring
Halus

Logam Berat Besi (Fe)


Jaring Halus Air Sedimen Kepiting
(mg/L) (mg/kg) (mg/kg)
Stasiun I
10.6400 139.9980 38.5900
10.6100 139.9950 25.0000
Rata – rata 10.6250 139.9965 31.7950
Stasiun I I
9.7100 138.1760 41.9230
9.6900 138.1740 17.1000
Rata – rata 9.7000 138.1750 29.5115
Stasiun III
13.9000 137.8150 25.7000
13.9200 137.8180 32.7100
Rata – rata 13.9100 137.8165 29.2050
Baku Mutu 0.5* 20** 1***
Sumber : Data Primer
Keterangan :
*) USEPA.(1986). Quality Criteria for Water. EPA-440/5-86-001, Office of Water Regulation
Standards, Washington DC, USA.
**) Baku mutu sedimen dengan standar sediment quality guideline values for metals and
associated levels of concern to be used in doing assessments of s ediment quality (2003).
***) Badan Standarisasi Nasional (BSN).(2009). Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 7387
Tentang Batas Maksimal Cemaran Logam Berat dalam Pangan, Jakarta.

Nilai Biokonsentrasi Faktor (BCF) Logam Kadmium (Cd)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai biokonsentrasi faktor (BCF) kepiting

bakau (Scylla olivacea) terhadap kandungan logam kadmium (Cd) pada air di

perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dapat dilihat pada Tabel

13 dan 14 di bawah ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Tabel 13. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Cd pada kepiting bakau (Scylla
olivacea) dengan air di perairan Danau Siombak
Stasiun Nilai Rata- rata Konsentrasi BCF
Kepiting Air
(mg/kg) (mg/L)
Stasiun I 0.00185 0.00950 0.19470
Stasiun II 0.00195 0.01950 0.10000
Stasiun III 0.00600 0.05900 0.10170

Tabel 14. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Cd pada kepiting bakau (Scylla
olivacea.) dengan air di perairan Desa Jaring Halus

Stasiun Nilai Rata- rata Konsentrasi BCF


Kepiting Air
(mg/kg) (mg/L)
Stasiun I 0.01000 0.00190 5.26310
Stasiun II 0.00600 0.00195 3.07700
Stasiun III 0.04500 0.00185 24.32430

Nilai Biokonsentrasi Faktor (BFK) Logam Besi (Fe)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai biokonsentrasi faktor (BFK) kepiting

bakau (Scylla olivacea) terhadap kandungan logam besi (Fe) pada air di perairan

Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dapat dilihat pada Tabel 15 dan

16 di bawah ini.

Tabel 15. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Fe pada kepiting bakau (Scylla
olivacea) dengan air di perairan Danau Siombak

Stasiun Nilai Rata- rata Konsentrasi BCF


Kepiting Air
(mg/kg) (mg/L)
Stasiun I 28.8010 1.8300 15.7382
Stasiun II 35.4615 2.3000 15.4180
Stasiun III 30.1385 2.2650 13.3061

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Tabel 16. Nilai biokonsentrasi faktor (BCF) Fe pada kepiting bakau (Scylla
olivacea) dengan air di perairan Desa Jaring Halus

Stasiun Nilai Rata- rata Konsentrasi BCF


Kepiting Air
(mg/kg) (mg/L)
Stasiun I 31.7950 10.6250 2.9925
Stasiun II 29.5115 9.7000 3.0115
Stasiun III 29.2050 13.9100 2.0996

Analisis korelasi Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Hasil analisis interpretasi lingkaran korelasi antar variabel dapat diliihat

dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat

pada Gambar 7. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan faktor logam berat

kadmium (Cd) di perairan Danau Siombak yang berkorelasi positif dengan

membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap kepiting dan air terhadap sedimen.

Sedangkan yang berkolerasi negatif dengan membentuk sudut > 90° yaitu

sedimen terhadap kepiting. Untuk faktor logam berat besi (Fe) yang berkorelasi

positif dengan membentuk sudut < 90° yaitu sedimen terhadap kepiting dan air

terhadap kepiting. Sedangkan yang berkolerasi negatif dengan membentuk sudut

> 90° yaitu air terhadap sedimen.

Hasil analisis interpretasi lingkaran korelasi antar variabel dapat diliihat

dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat

pada Gambar 8. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan faktor logam berat

kadmium (Cd) di perairan Desa Jaring Halus yang berkorelasi positif dengan

membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap sedimen. Sedangkan yang berkolerasi

negatif dengan membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap kepiting dan sedimen

terhadap kepiting. Untuk faktor logam berat besi (Fe) yang berkorelasi positif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

dengan membentuk sudut < 90° yaitu sedimen terhadap kepiting. Sedangkan yang

berkolerasi negatif dengan membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap sedimen dan

air terhadap kepiting.

Gambar 7. Analisis Korelasi Komponen Utama kadmium (Cd) dan Besi (Fe) di
perairan Danau Siombak

Gambar 8. Analisis Korelasi Komponen Utama kadmium (Cd) dan Besi (Fe) di
perairan Desa Jaring Halus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Pembahasan

Kualitas Air

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat penting bagi

kehidupan organisme atau biota perairan. Tiap organisme perairan mempunyai

batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu. Parameter suhu selain

berpengaruh terhadap kehidupan organisme juga berpengaruh terhadap parameter

lainnya yaitu suhu dan pH. Hasil pengukuran suhu pada masing- masing perairan

tidak sama, di mana interval suhu pada perairan Danau Siombak pada setiap

stasiun sebesar 30.3 : 31.5 : 30.5 oC, di mana suhu terendah terdapat pada stasiun I

dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun II. Sedangkan untuk perairan Desa Jaring

Halus sendiri interval suhu pada setiap stasiun sebesar 29 : 30 : 30 oC, di mana

suhu terendah terdapat pada stasiun I dan suhu yang sama terdapat pada stasiun II

dan III. Adanya perbedaan nilai suhu dari masing- masing stasiun disebabkan oleh

beberapa faktor di antaranya intensitas cahaya, pengaruh in let (sumber air),

aktivitas manusia dan pengaruh vegetasi yang ada disekitar stasiun. Barus (2002)

mengemukakan bahwa temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh aktivitas

manusia, seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik.

Berdasarkan hasil pengamatan fluktuasi atau kisaran suhu pada masing-

masing perairan yaitu perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus cenderung

stabil, di mana perbedaan suhu di masing- masing stasiun hanya ± 1oC, dengan

demikian suhu masih cukup baik. Sesuai dengan Hadie dan Jatna (1986),

temperatur cukup baik apabila tidak mempunyai fluktuasi yang cukup tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Berdasarkan nilai standart baku mutu yang ditetapkan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004, suhu perairan Danau Siombak dan suhu

perairan Desa Jaring Halus berada pada kisaran alami (28 – 32 oC ), dengan kode

khusus artinya masih diperbolehkan terjadi perubahan suhu sampai dengan < 2 oC

dari suhu alami.

Pada (Tabel 7 dan 8) memperlihatkan bahwa pada perairan Danau

Siombak rendahnya suhu pada stasiun I disebabkan oleh lebih sedikitnya

intensitas cahaya yang masuk dikarenakan banyak didapati vegetasi mangrove

yang menutupi daerah perairan tersebut. Sedangkan tingginya suhu pada stasiun II

dikarenakan adanya sumber limbah pabrik yang biasa membuang limbah di

daerah perairan tersebut, dan vegetasi mangrove yang menutupi daerah tersebut

lebih sedikit. Pada perairan Desa Jaring Halus rendahnya suhu pada stasiun I

dikarenakan vegetasi mangrove yang ada disekitaran perairan tersebut lebih tebal

dibandingkan dengan stasiun II dan III.

Suhu juga mempengaruhi proses kelarutan logam-logam berat yang masuk

ke perairan. Semakin tinggi suatu suhu perairan kelarutan logam berat akan

semakin tinggi. Perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus dengan

kisaran suhu yang tinggi memungkinkan kelarutan logam berat menjadi tinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (2001) yang menyatakan bahwa suhu

yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh

bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke

udara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Salinitas

Menurut Nontji (2007), salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai yang ada disekitar.

Salinitas akan mempengaruhi densitas, kelarutan gas, tekanan osmotik dan ionik

air. Semakin tinggi salinitas maka tekanan osmotik air semakin tinggi pula. Sagala

et al (2013), salinitas merupakan salah satu faktor bagi organisme akuatik yang

dapat memodifikasi perubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan yang

berdampak terhadap organisme. Hal ini sangat berpengaruh terhadap proses

metabolisme kepiting yang dapat berpengaruh pada tingkat penggunaan energi.

Pada Gambar 10 memperlihatkan bahwa nilai rata- rata salinitas pada

perairan Danau Siombak selama pengamatan adalah berkisar 7 – 8 %0 . Nilai

salinitas terendah terdapat pada stasiun I yaitu 7 % 0 . Sedangkan nilai salinitas

yang sama terdapat pada stasiun II dan III yaitu 8 % 0 . Pada perairan Desa Jaring

Halus nilai rata- rata ssalinitas selama pengamatan adalah berkisar 26 – 28 %0 .

Nilai salinitas terendah terdapat pada stasiun I yaitu 26 % 0 . Sedangkan nilai

salinitas yang sama terdapat pada stasiun II dan III yaitu 28 % 0 . Pada masing-

masing perairan terlihat jelas perbedaannya dikarenakan ke dua perairan tersebut

memiliki tipe perairan yang berbeda di mana perairan Danau Siombak adalah

perairan payau sedangkan perairan Desa Jaring Halus adalah perairan asin.

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 nilai

salinitas tiap stasiun pengamatan masih berada pada batas normal.

Pada (Tabel 7 dan 8) memperlihatkan bahwa pada perairan Danau

Siombak nilai rata- rata salinitas terendah yaitu berada di stasiun I yaitu sebesar 7

%0 dikarenakan letaknya yang jauh dari masuknya sumber air asin, sehingga hal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

tersebut dapat mempengaruhi kadar salinitas pada stasiun I tersebut. Sedangkan

salinitas tertinggi terdapat pada stasiun II dan III dikarenakan letak stasiun III

merupakan sumber masuknya air asin dan stasiun II berada tidak jauh dari stasiun

III, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kadar salinitas pada stasiun

tersebut. Pada perairan Desa Jaring Halus nilai rata- rata salinitas terendah yaitu

berada di stasiun I yaitu sebesar 26 % 0 dikarenakan letaknya yang berada didekat

daratan, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kadar salinitas akibat mudah

masuknya perairan tawar ke daerah stasiun I. Sedangkan salinitas tertinggi

terdapat pada stasiun II dan III dikarenakan letak stasiun ini tidak jauh berbeda

karakteristiknya di mana pada daerah ini lebih dipengaruhi oleh laut dibanding

daratannya, yang berarti masukan air tawar ke lokasi ini sangat rendah.

Pariwono et al., (1988) mengemukakan sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh

pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai, dan pengaruh pasang

surut yang menyebabkan adanya gerakan vertikal massa air.

Derajat Keasaman (pH)

Menurut Alaert dan Santika (1984) derajat keasaman (pH) berperan

penting untuk mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam

perairan. Nilai pH suatu perairan memiliki ciri yang khusus, adanya

keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi

ion hidrogen. Dengan adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat

menaikkan pH, sementara adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat dapat

menaikkan kebasaan air. Warlina (2004) nilai pH menentukan konsentrasi ion

hidrogen dalam suatu larutan. Air normal yang memenuhi syarat kehidupan

organisme air mempunyai kisaran pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

atau basa tergantung besar kecilnya Hidrogen. Derajat keasaman dikatakan

normal apabila angka pH menunjukkan 7, bila pH di bawah 7 maka air tersebut

bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai nilai pH di atas 7 bersifat basa.

Pada gambar 11 memperlihatkan bahwa nilai rata- rata pH pada perairan

Danau Siombak selama pengamatan adalah berkisar 7.33 – 7.5. Nilai pH terendah

terdapat pada stasiun I yaitu 7.33 , sedangkan nilai pH tertinggi terdapat pada

stasiun II yaitu 7.5. Pada perairan Desa Jaring Halus nilai rata- rata pH selama

pengamatan adalah berkisar 7.1 – 7.4. Nilai pH terendah terdapat pada stasiun I

dan II, sedangkan nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 7.4 . Welch

(1952) kandungan pH dalam suatu perairan dapat berubah- ubah sepanjang hari

akibat proses fotosintesis tumbuhan air. Kemudian Supangat dan Muawanah

(1996) menambahkan bahwa peningkatan pH juga dapat dapat terjadi melalui

penyerapan CO2 yang cepat dari air permukaan pada saat fotosintesis.

Nilai derajat keasaman (pH) perairan Danau Siombak dan perairan Desa

Jaring Halus berkisar antara 7,1 - 7,5. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau

Siombak dan perairan Desa Jaring Halus cenderung bersifat basa. Kisaran pH

terendah di perairan Danau Siombak terdapat pada stasiun I sedangkan pada

perairan Desa Jaring Halus terdapat pada stasiun I dan II. Nilai pH yang rendah ini

disebabkan oleh CO2 yang semakin besar di mana kondisi air yang hangat (suhu

yang tinggi) juga mempengaruhi kelarutan CO2 lebih tinggi walaupun ada

penurunan kelarutan gas dengan meningkatnya temperatur. Akan tetapi kelarutan

gas CO2 di perairan lebih tinggi dibanding gas lainnya (Cole, 1988). Rendahnya

nilai pH air pada stasiun tersebut juga disebabkan stasiun tersebut memiliki

salinitas yang lebih rendah dari stasiun yang lain, sehingga kondisi pH

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

perairannya sedikit lebih rendah dibanding stasiun lainnya. Secara umum daerah

perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus tergolong pada kategori

layak bagi organisme perairan karena berada pada kisaran 7 – 8.5 (Effendi, 2003).

Berdasarkan baku mutu menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor

51 Tahun 2004 nilai pH masih dalam kisaran yang ditetapkan yaitu 7 – 8.5.

Menurut Pescod (1973) organisme perairan mempunyai kemampuan

toleransi yang berbeda terhadap perubahan pH di perairan. Kematian lebih sering

diakibatkan karena pH yang rendah dibanding pH yang tinggi. Batas toleransi

organisme perairan terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor antara

lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion dan kation, jenis dan

stadia organisme. Effendi (2003) derajat keasaman (pH) juga berpengaruh

terhadap toksisitas suatu senyawa kimia. Sebagian besar biota akuatik sensitif

terhadap perubahan pH serta menyukai pH berkisar 7 – 8.5 . Hutagalung (1984)

nilai pH sangat berpengaruh terhadap proses biokimia perairan, misalnya proses

nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Penurunan pH dan salinitas perairan

menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar.

Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut/DO merupakan jumlah gas oksigen yang ditemukan

terlarut di dalam air (mg/l). Jumlah oksigen yang terlarut ini tergantung pada

suhu, salinitas, tekanan atmosfer dan turbelensi air. Kadar gas oksigen (O2) di

udara adalah sekitar 20.964%, nomor dua terbesar setelah N2 (78.084%). Sebelum

awal kehidupan di muka bumi dimulai, gas O2 dihasilkan melalui proses

fotosintesis:

H2O (gas) + Ultra Violet H2 (gas) + O2 (gas)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Gas O2 tergolong reaktif dan sangat dibutuhkan bagi kehidupan di muka bumi,

termasuk yang terlarut dalam laut (Effendi, 2003). Oksigen terlarut dalam perairan

merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolism tubuh organisme untuk

tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air juga berasal dari

difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus aliran air dan aktivitas fotosintesis

oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty dan Olem, 1994).

Pada (Tabel 7 dan 8) memperlihatkan bahwa nilai rata- rata DO pada

perairan Danau Siombak selama pengamatan adalah berkisar 1.13 – 2.13 mg

O2/L. Nilai DO terendah terdapat pada stasiun I yaitu 1.13 mg O2/L, sedangkan

nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 2.13 mg O 2/L. Pada perairan

Desa Jaring Halus nilai rata- rata DO selama pengamatan adalah berkisar 4.3 –

5.7 mg O2/L. Nilai DO terendah terdapat pada stasiun III yaitu 4.3 mg O 2/L,

sedangkan nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 5.7 mg O2/L.

Menurut Keputusan Menteri dan Lingkungan Hidup tahun 2004 untuk

kehidupan biota laut secara layak kelarutan O2 harus lebih besar daripada 5,0

mg/l. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa nilai DO pada masing-

masing stasiun di perairan Danau Siombak berada di bawah standart baku mutu.

Sedangkan untuk perairan Desa Jaring Halus didapatkan bahwa nilai DO di

stasiun II sebesar 5.7 mg O2/L dianggap optimum dan untuk kedua stasiun lainnya

berada dibawah standart baku mutu.

Kadar O2 di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus antar stasiun

terjadi perbedaan, tergantung pada lokasinya. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan Effendi (2003), yang menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut dapat

berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman tergantung pada percampuran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

(mixing), pergerakan (turbulensi) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan

limbah (effluent) yang masuk ke suatu perairan. Keberadaan O2 dapat

mempengaruhi keberadaan dan toksisitas logam berat. Semakin rendah O 2, maka

daya racun logam berat umumnya semakin tinggi. Semua logam berat dapat

menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap organisme perairan pada batas dan

kadar tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh jenis logam, pengaruh interaksi antar

logam dan jenis racun lainnya, spesies hewan, daya permeabilitas organisme, dan

mekanisme detoksikasi serta pengaruh lingkungan seperti suhu, pH, dan oksigen

(Darmono, 2001).

Logam Berat di Air

Kadmium (Cd)

Berdasarkan hasil analisa kadmium (Cd) dalam air yang terdapat di

perairan Danau Siombak (Tabel 9) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata

berkisar antara 0.0095 – 0.059 mg/L dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada

stasiun I dengan nilai rata- rata 0.0095 mg/L dan tertinggi terdapat pada stasiun III

dengan nilai rata- rata 0.059 mg/L. Sedangkan untuk kandungan logam kadmium

(Cd) yang terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 11) di setiap stasiun

memiliki nilai rata- rata berkisar antara 0.00185 – 0.00195 mg/L dengan nilai rata-

rata terendah terdapat pada stasiun III dengan nilai rata- rata 0.00185 mg/L dan

tertinggi terdapat pada stasiun II dengan nilai rata- rata 0.00195 mg/L.

Berdasarkan Keputusan Menteri dan Lingkungan Hidup no 51 tahun 2004

perairan Danau Siombak dan Perairan Desa Jaring Halus sudah melampaui

ambang batas kadmium (Cd) yaitu ≥ 0.001 mg/L dan masuk dalam kategori

tercemar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan kadmium di

perairan Danau Siombak (Stasiun III) merupakan daerah yang paling rentan

terhadap pencemaran logam berat peningkatan Cd yang tinggi pada daerah Paluh

Besar tersebut terjadi dorongan akibat adanya arus yang masuk dari perairan

Belawan sehingga polutan yang terdapat diperairan Belawan terbawa ke perairan

Danau Siombak. Kandungan kadmium (Cd) di perairan Desa Jaring Halus

didapatkan hasil tidak terlalu berbeda secara signifikan dari setiap masing- masing

stasiunnya.

Tingginya kandungan kadmium (Cd) disebabkan adanya industri pabrik

semen, pabrik pengalengan, pabrik, pabrik plastik, pabrik tekstil dan pabrik

minyak kelapa sawit yang menghasilkan kadmium yang di buang ke badan air,

sehingga Akibat adanya pasang dan surut sehingga limbah terbawa arus dan

terakumulasi di badan perairan sehingga terjadinya penguapan jumlah atau

akumulasi kandungan kadmium semakin lama maka akan semakin tinggi.

Darmono (1995) mengemukakan bahwa logam Cd juga didapat dari kegiatan

manusia, yaitu industri kimia, pabrik tekstil, pabrik semen, tumpahan minyak,

pertambangan, pengolahan logam, pembakaran bahan bakar, dan pembuatan serta

penggunaan pupuk fosfat. Dalam kehidupan sehari-hari, mainan anak-anak,

fotografi, tas dari vinil, dan mantel merupakan sumber Cd.

Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Efek keracunan yang

dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru, hati, tekanan darah tinggi,

gangguan pada sistem ginjal dan kelenjar pencernaan serta mengakibatkan

kerapuhan pada tulang (Lu, 2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Besi (Fe)

Berdasarkan hasil analisa besi (Fe) dalam air yang terdapat di perairan

Danau Siombak (Tabel 10) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata berkisar

antara 1.83 – 2.3 mg/L dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun I

dengan nilai rata- rata 1.83 mg/L dan tertinggi terdapat pada stasiun II dengan

nilai rata- rata 2.3 mg/L. Sedangkan untuk kandungan logam besi (Fe) yang

terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 12) di setiap stasiun memiliki

nilai rata- rata berkisar antara 9.7 – 13.91 mg/L dengan nilai rata- rata terendah

terdapat pada stasiun II dengan nilai rata- rata 9.7 mg/L dan tertinggi terdapat

pada stasiun III dengan nilai rata- rata 13.91 mg/L. Berdasarkan USEPA (1986)

perairan Danau Siombak dan perairan Desa Jaring Halus sudah melampaui

ambang batas besi (Fe) yaitu ≥ 0.5 mg/L dan masuk dalam kategori tercemar.

Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan besi di

perairan Danau Siombak (Stasiun II) merupakan daerah yang paling rentan

terhadap pencemaran logam berat peningkatan Fe yang tinggi pada daerah Sungai

Terjun diakibatkan adanya industri - industri pabrik yang berdiri di area aliran

sungai tersebut di mana menurut penuturan masyarakat sekitar sering kali air

masuk dari daerah tersebut yang berwarna hitam dan berbau tidak sedap.

Sedangkan di perairan Desa Jaring Halus (Stasiun III) pada daerah ini merupakan

daerah yang dekat dengan pemukiman masyarakat yang menyebabkan masuknya

limbah domestik ke badan perairan. Sesuai dengan Amansyah dan Syarif (2014)

keberadaan besi diperairan dapat berasal dari buangan logam besi yang

mengalami korosif dan pelarutan di air, serta buangan limbah domestik dan

industri yang mengandung kadar besi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

Dari hasil tingginya kandungan besi dikarenakan pengambilan sampel

dilakukan pada saat suhu perairan sedang tinggi. Menurut Darmono (1995) suhu

mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan logam didalam air. Dinamika

kandungan logam besi dalam air berbeda-beda dan sangat tergantung pada

lingkungan dan iklim, pada saat musim hujan kandungan besi akan lebih kecil

karena proses pelarutan, sedangkan pada musim kemarau kandungan akan lebih

besar karena logam besi menjadi terkonsentrasi.

Logam Berat di Sedimen

Kadmium (Cd)

Perairan alami yang bersifat basa, kadmium akan mengalami hidrolisis,

teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan

bahan organik. Logam berat Cd terlarut dalam air akan mengalami proses adsorpsi

oleh partikel tersuspensi dan mengendap di sedimen. Proses adsorpsi akan diikuti

oleh proses desorpsi yang mengembalikan Cd dalam bentuk terlarut dalam badan

air (Sanusi, 2006).

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium Kesehatan Daerah Medan

didapatkan bahwa kandungan logam kadmium yang terdapat pada sedimen pada

setiap stasiun di perairan Danau Siombak (Tabel 9) memiliki nilai berkisar antara

0.039 – 0.089 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun I yaitu

0.039 mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 0.089 mg/kg. Sedangkan

kandungan logam kadmium yang terdapat pada sedimen pada setiap stasiun di

perairan Desa Jaring Halus (Tabel 11) memiliki nilai berkisar antara 0.0019 –

0.00975 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun III yaitu

0.0019 mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 0.00975 mg/kg.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

Berdasarkan USEPA kandungan kadmium yang terdapat di perairan Danau

Siombak sudah melebihi ambang batas pencemaran (≥ 0.006 mg/kg) dan untuk

perairan Desa Jaring Halus pada stasiun II telah melebihi ambang batas

pencemaran sedangkan untuk stasiun I dan III belum melebihi ambang batas

pencemaran.

Tinggi kandungan kadmium yang mengendap pada sedimen disebabkan

oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor arus, arus yang deras bisa membawa

logam berat, sehingga logam berat terbawa dan mengendap pada substrat dan

faktor lain yaitu sumber air, di mana sumber air yang banyak mengandung logam

berat tentunya akan membuka peluang tingginya logam berat yang akan larut

kemudian mengendap di substrat perairan itu sendiri. Menurut Said et al, (2009)

tumpukan logam berat dalam sedimen akan masuk ke dalam sistem rantai

makanan dan berpengaruh pada kehidupan organisme.

Faktor lainnya yang menyebabkan kandungan kadmium rendah yaitu

faktor pasang surut, hampir sama dengan pengaruh arus, bahkan pasang surut

dapat mengaduk dasar sehingga hanya sebagian kecilnya saja yang mengendap

pada sedimen dan sesuai dengan Supangat dan Muawanah (1996) menyatakan

bahwa zat-zat yang masuk ke laut akan berakhir menjadi sedimen. Sebelum

mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat tersebut melayang-layang di kolom

perairan. Setelah mencapai dasar lautpun, sedimen tidak diam tetapi sedimen akan

terganggu ketika hewan laut-dalam mencari makan. Sebagian sedimen mengalami

erosi dan tersuspensi kembali oleh arus bawah sebelum kemudian jatuh kembali

dan tertimbun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Besi (Fe)

Berdasarkan hasil analisa besi (Fe) dalam sedimen yang terdapat di

perairan Danau Siombak (Tabel 10) di setiap stasiun memiliki nilai rata- rata

berkisar antara 129.287 – 136.093 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat

pada stasiun III yaitu 129.287 mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun II dengan

nilai rata- rata 136.093 mg/kg. Sedangkan untuk kandungan logam besi (Fe) yang

terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 12) di setiap stasiun memiliki

nilai rata- rata berkisar antara 137.8165 – 139.9965 mg/kg dengan nilai rata- rata

terendah terdapat pada stasiun III yaiu 137.8165 mg/kg dan tertinggi terdapat pada

stasiun I yaitu 139.9965 mg/kg. Berdasarkan Baku mutu sedimen dengan standar

sediment quality guideline values for metals and associated levels of concern to

be used in doing assesments of sediment quality (2003) perairan Danau Siombak

dan perairan Desa Jaring Halus sudah melampaui ambang batas kandungan besi

(Fe) pada sedimen yaitu ≥ 20 mg/kg dan sudah masuk dalam kategori tercemar, di

mana kedua perairan tersebut sudah jauh melebihi nilai ambang batas yang sudah

ditentukan.

Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan besi di

perairan Danau Siombak (Stasiun II) merupakan daerah yang paling rentan

terhadap pencemaran logam berat, peningkatan Fe yang tinggi pada daerah Sungai

Terjun tersebut adanya industri- industri pabrik yang berdiri di area aliran sungai

tersebut di mana menurut penuturan masyarakat sekitar sering kali air masuk dari

daerah tersebut yang berwarna hitam dan berbau tidak sedap. Sedangkan di

perairan Jaring Halus (Stasiun I) pada daerah ini merupakan daerah yang dekat

dengan pemukiman masyarakat yang menyebabkan masuknya limbah domestik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

ke badan perairan. Naik turunnya nilai pH juga mempengaruhi kadar logam berat

yang ada di suatu perairan sesuai dengan Simpson et al (2004) menyatakan bahwa

pergerakan logam dalam sedimen tergantung secara ekternal naik turunya pH

dalam sedimen dan air sehingga logam dalam sedimen dapat terpindahkan ke

dalam air. Sifat asam pada air tanah dan basa pada air laut maupun sedimen akan

mengubah reaksi sehingga garam yang bersifat basa akan melepaskan logamnya

menuju ke air tanah yang bersifat asam (Chen & Jiao, 2008).

Menurut Begum et al. (2009) dikatakan bahwa pencemaran berat apabila

kadar DO antara 0,1-2 mg/L. Rendahnya Oksigen terlarut ini diduga dipakai oleh

bakteri untuk menguraikan zat pencemar tersebut agar bahan buangan yang ada

dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia, sehingga akan berdampak pada

penurunan kadar oksigen terlarut. Dari hasil analisis, terlihat bahwa seluruh

kandungan logam berat besi (Fe) pada sedimen di semua stasiun jauh lebih besar

dibandingkan logam berat Fe yang ada di kolom air. Hal ini diduga dipengaruhi

oleh kondisi pH, temperature dan DO dalam air.

Logam Berat di Kepiting

Kadmium (Cd)

Adanya pencemaran logam berat pada kepiting harus diwaspadai karena

sifat logam berat yang dapat terakumulasi ke dalam tubuh. Berdasarkan hasil

pengujian laboratorium Kesehatan Daerah Medan didapatkan bahwa kandungan

logam kadmium yang terdapat pada kepiting bakau (Scylla olivacea) pada setiap

stasiun di perairan Danau Siombak (Tabel 9) memiliki nilai berkisar antara 0.0019

– 0.006 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun I yaitu 0.0019

mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 0.006 mg/kg. Sedangkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

kandungan logam kadmium yang terdapat pada kepiting pada setiap stasiun di

perairan Desa Jaring Halus (Tabel 11) memiliki nilai berkisar antara 0.006 – 0.045

mg/kg dengan nilai rata- rata terendah terdapat pada stasiun II yaitu 0.006 mg/kg

dan tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 0.045 mg/kg. Berdasarkan baku mutu

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) no 5 tahun 2018 yakni sebesar ≤

0.1 mg/kg, dengan demikian maka kandungan kadmium pada kepiting bakau

(Scylla olivacea) yang terdapat di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus

dinyatakan masih berada dibawah ambang batas yang

Perbedaan nilai konsentrasi kandungan logam berat kadmium pada

kepiting juga dipengaruhi oleh perbedaan dari masing- masing ukuran tubuh

kepiting. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Maria (2016) hasil rerata

nilai konsentrasi kandungan logam berat kadmium pada kepiting bakau (Scylla

serrata) yang diteliti berdasarkan ukuran mendapatkan hasil yang berbeda, di

mana kepiting bakau yang berukuran 100 gr didapatkan hasil 0.11 mg/kg

sedangkan kepiting yang berukuran 150 gr didapatkan hasil ≤ 0.003 mg/kg. Hal

ini yang menyebabkan kandungan logam berat kepiting bakau (Scylla olivacea)

yang di teliti memiliki nilai konsentrasi yang kecil dikarenakan ukuran kepiting

yang di teliti memiliki ukuran yang lebih besar dengan berat ≥ 150 gr.

Walau kandungan logam berat yang ada pada daging kepiting bakau

(Scylla olivacea) masih dalam ambang batas, namun perlu diwaspadai bahwa

kandungan logam berat yang ada di air dan sedimen sudah melebihi ambang

batas, maka semakin lama kepiting terpapar di perairan yang sudah tercemar

logam berat di kuatirkan akan terakumulasi dalam tubuh kepiting sehingga akan

berakibat semangkin tinggi kandungan logam berat yang ada pada tubuh kepiting.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

Menurut Saragih (2018) kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam

berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah.

Apabila kadmium masuk ke dalam tubuh maka sebagian besar akan terkumpul di

dalam ginjal, hati dan sebagian yang dikeluarkan lewat saluran pencernaan.

Kadmium dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah secara langsung

maupun tidak langsung lewat ginjal, sebagai akibatnya terjadi kenaikan tekanan

darah. Senyawa ini bisa mengakibatkan penyakit liver dan gangguan ginjal serta

tulang. Senyawa yang mengandung kadmium juga mengakibatkan kanker

Besi (Fe)

Berdasarkan hasil analisa kandungan logam besi (Fe) dalam kepiting yang

terdapat di perairan Danau Siombak (Tabel 10) di setiap stasiun memiliki nilai

rata- rata berkisar antara 28.801 - 35.4615 mg/kg dengan nilai rata- rata terendah

terdapat pada stasiun I yaitu 28.801 mg/kg dan tertinggi terdapat pada stasiun II

dengan nilai rata- rata 35.4615 mg/kg. Sedangkan untuk kandungan logam besi

(Fe) yang terdapat pada perairan Desa Jaring Halus (Tabel 12) di setiap stasiun

memiliki nilai rata- rata berkisar antara 29.205 – 31.795 mg/kg dengan nilai rata-

rata terendah terdapat pada stasiun III yaitu 29.205 mg/kg dan tertinggi terdapat

pada stasiun I dengan nilai rata- rata 31.795 mg/kg. Berdasarkan Badan

Standarisasi Nasional (BSN) (2009) Tentang Batas Maksimal Cemaran Logam

Berat dalam Pangan yakni sebesar 1 mg/kg. Kandungan logam besi (Fe) pada

kepiting bakau (Scylla olivacea) di perairan Danau Siombak dan perairan Desa

Jaring Halus sudah melampaui ambang batas kandungan logam besi (Fe) yang

ditentukan pada kepiting yaitu ≥ 1 mg/kg.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

Kandungan logam berat Fe dalam kepiting memiliki kandungan yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan kandungan logam berat Fe pada kolom perairan

dan lebih rendah dari sedimen. Hal ini diduga karena kepiting bakau (Scylla

olivacea) mampu menyerap makanan dengan menyaring sedimen masuk kedalam

tubuhnya, sehingga logam berat Fe yang terdapat pada sedimen masuk kedalam

tubuh kepiting bakau (Scylla olivacea) secara terus menerus dan logam berat Fe

terakumulasi dalam tubuhnya. Sesuai dengan pendapat Ward et al (1986), bahwa

logam yang ada dalam tubuh biota sejalan dengan konsentrasi logam yang ada di

lingkungannya.

Menurut Parulian (2009) logam Fe merupakan logam essensial yang

keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup,

namun dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan efek racun. Tingginya

kandungan logam Fe akan berdampak terhadap kesehatan manusia diantaranya

bisa menyebabkan keracunan (muntah), kerusakan usus, penuaan dini hingga

kematian mendadak, radang sendi, cacat lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis

ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah lelah, hepatitis, hipertensi,

insomnia. Hal yang sama menurut Soemirat (2004) sekalipun besi (Fe) diperlukan

oleh tubuh manusia, tetapi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus,

kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini, debu besi juga

dapat terakumulasi di dalam alveoli dan dapat menyebabkan berkurangnya fungsi

paru-paru.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Biokonsentrasi Faktor (BCF) Logam Kadmium (Cd) dan Besi (Fe) Kepiting

Bakau (Scylla olivacea) terhadap Logam Cd dan Fe pada Air

Berdasarkan hasil perhitungan nilai faktor biokonsentrasi kadmium pada

kepiting dengan air di perairan Danau Siombak (Tabel 13) dari ketiga stasiun

didapatkan bahwa BCF berkisar antara 0.1 - 0.1947. Biokonsentrasi kadmium

terendah terletak pada stasiun II yaitu 0.1 dan tertinggi terdapat pada stasiun I

yaitu 0.1947. Sedangkan nilai faktor biokonsentrasi kadmium pada kepiting

dengan air di perairan Jaring Halus (Tabel 14) dari ketiga stasiun didapatkan

bahwa BCF berkisar antara 3.077 - 24.3243. Biokonsentrasi terendah terdapat

pada stasiun II yaitu 3.077 dan tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 24.3243.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai faktor biokonsentrasi besi pada

kepiting dengan air di perairan Danau Siombak dari ketiga stasiun (Tabel 15)

didapatkan bahwa BFK berkisar antara 13.3061 – 15.7382. Biokonsentrasi besi

terendah terletak pada stasiun III yaitu 13.3061 dan tertinggi terdapat pada stasiun

I yaitu 15.7382. Sedangkan di perairan Desa Jaring Halus (Tabel 16) dari ketiga

stasiun didapatkan bahwa BFK berkisar antara 2.0996 – 3.0115. Biokonsentrasi

terendah terdapat pada stasiun III yaitu 2.0996 dan tertinggi terdapat pada stasiun

II yaitu 3.0115.

Hasil analisis menunjukkan bahwa BCF kadmium (Cd) dan besi (Fe) yang

ada di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus pada daging kepiting

bakau (Scylla olivacea) dengan air masih tergolong rendah dan masih diambang

batas, namun jumlah ini di kuatirkan akan semakin tinggi dengan lamanya waktu

kepiting terpapar logam berat, semakin lama kepiting terpapar dalam lingkungan

perairan yang sudah tercemar maka semakin banyak kepiting menyerap zat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

pencemar tersebut sehingga semakin tinggi pula konsentrasi logam terabsorbsi di

dalam tubuh kepiting.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepiting bakau (Scylla

olivacea) dalam mengakumulasi logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) pada

kepiting dengan air di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus tergolong

dalam kemampuan akumulasi rendah yaitu BCF < 100 mg/l. Hal ini juga

menunjukann bahwa logam berat besi (Fe) lebih muda terakumulasi didalam

tubuh kepiting dibandingkan dengan logam berat kadmium (Cd). Hal ini sesuai

dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa logam yang memiliki faktor

biokonsentrasi tinggi mengindikasikan bahwa logam tersebut lebih muda

mengalami akumulasi.

Analisis Korelasi Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Hasil analisis interpretasi lingkaran korelasi antar variabel dapat diliihat

dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat

pada Gambar 7. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan dimana faktor logam berat

kadmium (Cd) di perairan Danau Siombak yang berkorelasi positif yang

membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap kepiting dan air terhadap sedimen. Di

mana koefisien determinasi (R2) air terhadap kepiting yang diperoleh yaitu

sebesar 0.422 artinya pengaruh kenaikan logam kadmium pada air terhadap logam

kadmium di kepiting sebesar 42.2 % dengan koefisien korelasi (r) yang diperoleh

yaitu sebesar 0.650 artinya hubungan konsentrasi kadmium pada air terhadap

kepiting berkorelasi positif (searah) dan tingkat hubungannya sedang. Sedangkan

untuk hubungan air terhadap sedimen memiliki nilai koefisien determinasi (R2)

yaitu sebesar 0.006 artinya pengaruh kenaikan logam kadmium pada air terhadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

logam kadmium di sedimen sebesar 0.6 % dengan koefisien korelasi (r) yang

diperoleh yaitu sebesar 0.078 artinya hubungan konsentrasi kadmium pada air

terhadap sedimen berkorelasi positif (searah) dan tingkat hubungannya sangat

lemah sesuai dengan Walpole (1982) bahwa koefisien korelasi (r) berkisar 0.41 –

0.70 memiliki tingkat hubungan yang sedang dan koefisien korelasi (r) berkisar

0.00 – 0.20 memiliki tingkat hubungan sangat lemah.

Hubungan antar konsentrasi logam berat kadmium (Cd) di perairan Danau

Siombak yang berkorelasi negatif yang membentuk sudut > 90° yaitu sedimen

terhadap kepiting. Di mana koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu

sebesar 0.002 artinya pengaruh kenaikan logam kadmium pada sedimen terhadap

logam kadmium di kepiting sebesar 0.2 % dengan koefisien korelasi korelasi (r)

yang diperoleh yaitu sebesar -0.045 artinya hubungan konsentrasi kadmium pada

sedimen terhadap konsentrasi kadmium pada kepiting berkorelasi negatif

(berlawanan) dan tingkat hubungannya sangat lemah sesuai dengan Supranto

(2008) bahwa hubungan negatif mendekati -1 yaitu hubungannya sangat kuat dan

negatif dengan interval koefisien korelasi (r) berkisar -0.00 sampai dengan -0.20

memiliki tingkat hubungan yang sangat lemah.

Hubungan antar konsentrasi logam berat besi (Fe) di perairan Danau

Siombak yang berkorelasi positif yang membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap

kepiting dan sedimen terhadap kepiting dapat dilihat pada Gambar 7, di mana

koefisien determinasi (R2) air terhadap kepiting yang diperoleh yaitu sebesar

0.013 artinya pengaruh kenaikan logam besi pada air terhadap logam besi di

kepiting sebesar 1.3 % dengan koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh yaitu

sebesar 0.113 artinya hubungan konsentrasi logam besi pada air terhadap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

konsentrasi logam besi pada kepiting berkorelasi positif (searah) dan tingkat

hubungannya sangat lemah. Sedangkan untuk hubungan sedimen terhadap

kepiting memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu sebesar

0.006 artinya pengaruh kenaikan logam besi pada sedimen terhadap logam besi

kepiting sebesar 0.6 % dengan koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh yaitu

sebesar 0.077 artinya hubungan konsentrasi logam besi pada sedimen terhadap

konsentrasi logam besi pada kepiting juga berkorelasi positif (searah) dan tingkat

hubungannya sangat lemah sesuai dengan Walpole (1982) bahwa koefisien

korelasi (r) berkisar 0.00 – 0.20 memiliki tingkat hubungan yang sangat lemah.

Hubungan antar konsentrasi logam berat besi (Fe) di perairan Danau

Siombak yang berkorelasi negatif yang membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap

sedimen dapat dilihat pada Gambar 7, di mana koefisien determinasi (R 2) air

terhadap sedimen yang diperoleh yaitu sebesar 0.134 artinya pengaruh kenaikan

logam besi pada air terhadap logam besi di sedimen sebesar 13.4 % dengan

koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar -0.366 artinya hubungan

konsentrasi besi pada air terhadap konsentrasi besi pada sedimen berkorelasi

negatif (berlawanan) dan tingkat hubungannya lemah sekali sesuai dengan

Supranto (2008) bahwa hubungan negatif mendekati -1 yaitu hubungannya sangat

kuat dan negatif dengan interval koefisien korelasi (r) berkisar -0.21 sampai

dengan -0.40 memiliki tingkat hubungan yang lemah sekali.

Hasil analisis interpretasi lingkaran korelasi antar variabel dapat diliihat

dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat

pada Gambar 8. Hasil analisis korelasi PCA didapatkan dimana faktor logam berat

kadmium (Cd) di perairan Desa Jaring Halus yang berkorelasi positif yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

membentuk sudut < 90° yaitu air terhadap sedimen, di mana koefisien determinasi

(R2) yang diperoleh yaitu sebesar 0.211 artinya pengaruh kenaikan logam

kadmium pada air terhadap logam kadmium di sedimen sebesar 21.1 % dengan

koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar 0.459 artinya

hubungan konsentrasi logam kadmium pada air terhadap konsentrasi logam

kadmium pada sedimen berkorelasi positif (searah) dan tingkat hubungannya

sedang sesuai dengan Walpole (1982) bahwa koefisien korelasi (r) berkisar 0.41 –

0.70 memiliki tingkat hubungan yang sedang.

Hubungan antar konsentrasi logam berat kadmium (Cd) di perairan Desa

Jaring Halus yang berkorelasi negatif yang membentuk sudut > 90° yaitu air

terhadap kepiting dan sedimen terhadap kepiting. Di mana koefisien determinasi

(R2) air terhadap kepiting yang diperoleh yaitu sebesar 0.117 artinya pengaruh

kenaikan logam kadmium pada air terhadap logam kadmium di kepiting sebesar

11.7 % dengan koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar -0.342 artinya

hubungan konsentrasi logam kadmium pada air terhadap konsentrasi logam

kadmium pada kepiting berkorelasi negatif (berlawanan) dan tingkat hubungannya

lemah sekali. Sedangkan untuk hubungan sedimen terhadap kepiting memiliki

nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu sebesar 0.316 artinya

pengaruh kenaikan logam kadmium pada sedimen terhadap logam kadmium di

kepiting sebesar 31.6 % dengan koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh

yaitu sebesar -0.562 artinya hubungan konsentrasi logam kadmium pada sedimen

terhadap konsentrasi logam kadmium pada kepiting juga berkorelasi negatif

(berlawanan) dan tingkat hubungannya sedang sesuai dengan Supranto (2008)

bahwa hubungan negatif mendekati -1 yaitu hubungannya sangat kuat dan negatif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

dengan interval koefisien korelasi (r) berkisar -0.41 sampai dengan -0.70 memiliki

tingkat hubungan yang sedang dan koefisien korelasi (r) berkisar -0.21 sampai

dengan -0.40 memiliki tingkat hubungan lemah sekali.

Hubungan antar konsentrasi logam berat besi (Fe) di perairan Desa Jaring

Halus yang berkorelasi positif yang membentuk sudut < 90° yaitu sedimen

terhadap kepiting dapat dilihat pada Gambar 8, di mana koefisien determinasi (R 2)

sedimen terhadap kepiting yang diperoleh yaitu sebesar 0.019 artinya pengaruh

kenaikan logam besi pada sedimen terhadap logam besi di kepiting sebesar 1.9 %

dengan koefisien korelasi korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar 0.137 artinya

hubungan konsentrasi besi pada sedimen terhadap konsentrasi besi pada kepiting

berkorelasi positif (searah) dan tingkat hubungannya sangat lemah sesuai dengan

Walpole (1982) bahwa koefisien korelasi (r) berkisar 0.00 – 0.20 memiliki tingkat

hubungan yang sangat lemah.

Hubungan antar konsentrasi logam berat besi (Fe) di perairan Desa Jaring

Halus yang berkorelasi negatif yang membentuk sudut > 90° yaitu air terhadap

sedimen dan air terhadap kepiting dapat dilihat pada Gambar 8, di mana koefisien

determinasi (R2) air terhadap sedimen yang diperoleh yaitu sebesar 0.203 artinya

pengaruh kenaikan logam besi pada air terhadap logam besi di sedimen sebesar

20.3 % dengan koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar -0.450 artinya

hubungan konsentrasi logam besi pada air terhadap konsentrasi logam besi pada

sedimen berkorelasi negatif (berlawanan) dan tingkat hubungannya sedang.

Sedangkan untuk hubungan air terhadap kepiting memiliki nilai koefisien

determinasi (R2) yang diperoleh yaitu sebesar 0.002 artinya pengaruh kenaikan

logam besi pada air terhadap logam besi di kepiting sebesar 0.2 % dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar -0.050 artinya hubungan

konsentrasi besi pada air terhadap kepiting juga berkorelasi negatif (berlawanan)

dan tingkat hubungannya sangat lemah sesuai dengan Supranto (2008) bahwa

hubungan negatif mendekati -1 yaitu hubungannya sangat kuat dan negatif dengan

interval koefisien korelasi (r) berkisar -0.41 sampai dengan -0.70 memiliki tingkat

hubungan yang sedang dan koefisien korelasi (r) berkisar -0.00 sampai dengan -

0.20 memiliki tingkat hubungan sangat lemah.

Perbedaan antara berkorelasi positif ataupun berkorelasi negatif tidak

menentukan bahwa antara variabel tidak berhubungan ataupun berhubungan,

tetapi yang menyatakan bahwa antar variabel berhubungan lemah atau kuatnya

adalah jumlah nilai koefisien korelasinya atau nilai (r) nya. Sesuai dengan

Supranto (2008) bahwa nilai (r) merupakan -1 ≥ r ≤ 1 dalam artian jika nilai (r)

mendekati -1 maka hubungannya sangat kuat dan negatif dan apabila nilai (r)

mendekati 1 maka hubungannya sangat kuat dan positif. Didapatkan hasil bahwa

hubungan kandungan logam berat pada air, sedimen dan kepiting bakau (Scylla

olivacea) rata-rata memiliki tingkat hubungan bervariasi yaitu dimulai dari lemah

sampai dengan sedang hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

dapat menyebabkan tingkat hubungan antar variabel berbeda salah satunya seperti

faktor kandungan konsentrasi logam berat dan faktor kualitas perairannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

Rekomendasi pengelolaan

Masuknya limbah - limbah industri maupun limbah – limbah domestik ke

badan perairan dapat menyebabkan kondisi perairan menjadi tercemar dan

terpapar logam berat. Logam berat di perairan dapat membahayakan

keberlangsungan suatu biota yang hidup didalamnya salah satunya yaitu kepiting

bakau (Scylla olivacea) dan sangat berbahaya bagi manusia yang

mengkonsumsinya apabila kadar logam berat sudah melebihi nilai baku mutu

yang diperbolehkan.

Akibat tidak ramahnya lingkungan perairan menyebabkan kepiting bakau

(Scylla olivacea) yang berada di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus

terpapar oleh kandungan logam berat terutama logam berat besi (Fe) yang sudah

jauh melewati ambang batas yang diperbolehkan dan ini sangat membahayakan

bagi kepiting bakau (Scylla olivacea) itu sendiri dan bagi manusia yang

mengkonsumsinya. Maka dari itu, perlu dilakukannya pengelolaan berbasis

lingkungan untuk mengurangi masuknya bahan tercemar ke perairan guna

menjaga keberadaan kepiting bakau (Scylla olivacea) agar tidak terpapar logam

berat dan guna menjaga kondisi kesehatan bagi manusia yang akan

mengkonsumsi kepiting bakau tersebut.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam menjaga kondisi perairan dari

bahan tercemar yaitu dengan tidak sembarangan membuang limbah industri

pabrik ke badan perairan, tidak membuang sampah- sampah limbah domestik

secara sembarangan, tidak melakukan aktivitas penangkapan yang bisa merusak

lingkungan dan juga mengurangi buangan sisa minyak kapal ke badan perairan,

dikarenakan hal- hal tersebut dapat mengakibatkan tercemarnya suatu perairan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

dan hal tersebut pula berbahaya bagi ekosistem maupun biota yang ada di dalam

perairan.

Selain itu pemerintah juga berperan dalam mengawasi industri- industri

pabrik yang tidak melakukan pengelolaan air limbahnya dan dengan sengaja

melakukan pembuangan limbah secara sembarangan ke badan perairan karena hal

tersebut pastinya sangat membahayakan bagi ekosistem maupun biota yang hidup

didalamnya, sehingga apabila pemerintah mengawasi dan membuat kebijakan

dalam pengelolaan air limbah sisa industri pabrik maka hal tersebut akan dapat

mengurangi pencemaran dan tidak mengganggu lingkungan sekitar terlebih

lingkungan yang masih alami.

Hal ini juga dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada

masyarakat nelayan di perairan Danau Siombak, perairan Desa Jaring Halus dan

masyarakat luas lainnya agar bisa kiranya kita sama – sama menjaga perairan kita

dengan tidak membuang limbah domestik secara sembarangan maupun sampah-

sampah lainnya karena hal tersebut dapat membahayakan ekosistem dan biota

yang ada di dalam perairan agar tidak rusak akibat ulah dari tangan-tangan kita

sendiri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Konsentrasi kandungan logam berat kadmium (Cd) di perairan Danau Siombak

pada air memiliki nilai rata- rata 0.0095 – 0.5900 mg/l, pada sedimen memiliki

nilai rata- rata 0.039 – 0.089 mg/kg dan pada kepiting bakau (Scylla olivacea)

memiliki nilai rata- rata 0.0019 – 0.0060 mg/kg. Sedangkan konsentrasi

kandungan logam berat besi (Fe) di perairan Danau Siombak pada air memiliki

nilai rata- rata 1.83 – 2.30 mg/l, pada sedimen memiliki nilai rata- rata 129.287

– 135.479 mg/kg dan pada kepiting bakau (Scylla olivacea) memiliki nilai rata-

rata 28.8010 – 35.4615 mg/kg. Konsentrasi kandungan logam berat kadmium

(Cd) di perairan Jaring Halus pada air memiliki nilai rata- rata 0.00185 –

0.00195 mg/l, pada sedimen memiliki nilai rata- rata 0.0019 – 0.0100 mg/kg

dan untuk pada kepiting bakau (Scylla olivacea) memiliki nilai rata- rata 0.006

– 0.045 mg/kg.. Sedangkan konsentrasi kandungan logam berat besi (Fe) di

perairan Desa Jaring Halus pada air memiliki nilai rata- 9.70 – 13.91 mg/l,

pada sedimen memiliki nilai rata- rata 137.8165 – 139.9965 mg/kg dan pada

kepiting bakau (Scylla olivacea) memiliki nilai rata- rata 29.205 – 35.000

mg/kg.

2. Akumulasi logam berat kadmium (Cd) dan besi (Fe) di perairan Danau

Siombak dan Desa Jaring Halus pada air telah melampaui ambang batas baku

mutu Kepmen LH No 51 tahun 2004. Pada sedimen untuk logam kadmium

(Cd) di perairan Danau Siombak telah melampaui baku mutu USEPA 1986 dan

pada perairan Desa Jaring Halus pada stasiun II sudah melampaui baku mutu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

dan pada stasiun I dan III masih dibawah baku mutu, sedangkan pada sedimen

logam besi (Fe) di perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus telah

melampaui baku mutu quality guideline values for metals and associated levels

of concern to be used in doing assessments of sediment quality (2003) dan pada

kepiting bakau (Scylla olivacea) untuk logam kadmium (Cd) di perairan Danau

Siombak dan Desa Jaring Halus masih dibawah baku mutu BPOM RI No 5

tahun 2018 sedangkan pada kepiting bakau (Scylla olivacea) logam besi (Fe) di

perairan Danau Siombak dan Desa Jaring Halus telah melampaui baku mutu

SNI 7387:2009.

Saran

1. Hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa kandungan logam berat besi

(Fe) pada kepiting bakau (Scylla olivacea) sudah jauh diatas baku mutu, untuk

itu perlunya tingkat kewaspadaan masyarakat dalam memilih bahan makanan

yang layak untuk dikonsumsi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan logam berat

kadmium (Cd) pada beberapa macam ukuran kepiting bakau (Scylla olivacea)

terutama pada kepiting bakau yang kecil.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang organisme yang dapat

mengurangi konsentrasi logam berat diperairan maupun di tubuh kepiting

bakau (Scylla olivacea).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

DAFTAR PUSTAKA

Adha, M. 2015. Analisis Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla Spp.) di Kawasan


Mangrove Dukuh Senik Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten
Demak . Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang.

Alaerts dan S. S. Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya

Amansyah. S dan A. N. Syarif. 2014. Analisis Kandungan Logam Berat pada


Kerang Ana Dara dari Daerah Hilir Sungai Jeneberang. Al-Sihah :
Public Health Science Journal. 85-98.

Arnot, J. A and Gobas F. 2006. A Review of Bioconcentration Factor (BCF) and


Bioacumulation Factor (BAF) Assesments for Organic Chemicals in
Aquatic Organism. NRC Reasearch Press. 14(4): 257-297.

Barus, T. A. 2001. Pengantar Limnologi, Studi Tentang Ekosistem Danau dan


Sungai. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi. Direktorat Pembinaan Penelitian dan


Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Jakarta.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi. USU Pres: Medan.

Begum, A., Krishna, H., Irfanulla, K. 2009. Analysis of Heavy Metals in Water,
Sediments and Fish Samples of Madivala Lakes of Bangalore,
Karnataka. International Journal of ChemTechResearch, Vol.1, No.2,
pp. 245-249.

Bengen, D. G. 1998. Sinopsis Analisis Stasistik Multivariabel/ Multidimensi.


Program Pascasarjana IPB, Bogor.

BPOM No 5. 2018. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan


Olahan. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.

Chairunnisa, R. 2004. Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla sp.) di Kawasan Hutan


Mangrove KPH Batu Ampar Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Chen, K dan Jiao, J. J. 2008. Metal concentrations and mobility in marine


sediment and groundwater in coastal reclamation areas: A case study in
Shenzhen, China. Environmental Pollution. 151 (2008) 576 – 584.

Cole, F, L. 1988. Content Analysis Process and Application. Clinical Nurse


Specialist, 2, 53-57.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Connell, D. W dan G. J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.


Penerjemah; Yanti Koestoer; pendamping, Sahati. UI-Press. Jakarta.
Darmadi, M. W., Lewaru dan A. M. A. Khan. 2012. Struktur Komunitas Vegetasi
Mangrove berdasarkan Karakteristik Substrat di Muara Harmin Desa
Cangkring Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran, Bandung.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungan dengan


Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: Universitas Indonesia Pres.

Darmono.1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas


Indonesia- Press. Jakarta.

Daulay, E. J. 2013. Kepadatan dan Distribusi Kepiting Bakau Scylla Spp. Serta
Hubungannya dengan Faktor Fisik Kimia di Ekosistem Mangrove
Belawan Sumatera Utara. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Fitriani, Y. 2017. Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) Dan Timbal (Pb) Pada
Daging, Insang dan Hepatopankreas Kepiting Rajungan (Portunus
Pelagicus) Di Pulau Lae-Lae. Universitas Islam Negeri Alauddin.
Makassar.

Gita, R. S. D. 2015. Pengaruh Faktor Abiotik terhadap Keanekaragaman dan


Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Hutan Mangrove Blok
Bedul Taman Nasional Alas Purwo. Universitas Jember, Jember.

Hadie, W dan Jatna, S. 1986. Teknik Budidaya Bandeng Bhratara Karya Aksara.
Jakarta.

Harahap, S. 1991. Tingkat Pencemaran Air di Kali Cakung Ditinjau dari Sifat
Fisika Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis
Hewan Benthos. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Harahap. S. 2017. Keanekaragaman Plankton Danau Siombak Kecamatan Medan


Marelan Kota Medan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hasan, A. F, H. Suprapto, B. S. Rahardja dan K. Pusrsetyo. 2017. Analisis


Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Terhadap Pengaruh Struktur
Mikroanatomi Insang Kerang Darah (Anadara Granosa) di Wilayah
Perairan Sedati. Journal of Marine and Coastal Science, Vol. 6 No.3.

Heriyanto, N. M. 2011. Kandungan Logam Berat Padatumbuhan, Tanah, Air, Ikan


dan Udang di Hutan Mangrove. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol 8
(4).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Oseanologi Vol IX
No:LP3O-LIPI, Jakarta.

Hutagalung, P. H dan Sutomo. 1999. Logam Berat dalam Lingkungan Laut.


Pewarta Oceana IX No 1.

IADC/CEDA. 1997. Convention, Codes, and Conditions: Marine Disposal.


Environmental Aspects of Dredging 2a. 71 hal.

Juriah dan Alam, M. 2016. Fitoremediasi Logam Berat Merkuri (Hg) pada Tanah
dengan Tanaman Celosia plumose (Voss) Bruv. Jurnal Biologi
Makassar. Vol.1 (1) : 1-8.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang


Baku Mutu Air Laut.

Lu, F. C. 2006. Toksikologi Dasar: asas, organ sasaran, dan penilaian resiko.
Penerjemah; Edi Nugroho; Pendamping Zunilda S. Bustami, Iwan
Darmansyah. UI-Press. Jakarta.

Maria, E. G. S. 2016. Analisis Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) Merkuri


(Hg) dan Timbal (Pb) pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) dan
Rajungan (Portunus palagicus) yang Dijual di TPI (Tempat Pelelangan
Ikan) Bagan Deli Belawan Medan Tahun 2016. Universitas Sumatera
Utara. Medan.

Motoh H. 1977. Biological synopsis of Alimango, Genus Scylla. SEAFDEC


Aquaculture Department. 136153.

Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Pramita. Jakarta.

Nasution, R. 2017. Struktur Komunitas Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Perairan


Kawasan Mangrove Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera
Utara. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Novotny, V. dan H. Olem. 1994. Water Quality; Prevention, Identification, and


Management of Diffuse Pollution. Van Nostrand reinhold. New York.

Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut, suatu Pendekatan Ekologis (dari Marine
Biology: An Ecological Approach. Penerjemah E. H. Muhammad et a,.l
(edisi pertama). PT. Gramedia. Jakarta.

Palar, 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

Pariwono, J. I., M. Eidman, S. Raharjo, M. Purba, R. Widodo, U. Djuariah dan


J.H. Hutapea. 1988. Studi Upwelling di Perairan selatan Pulau Jawa.
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Parlaungan, Y. 1996. Kualitas Air dan Hubunganya dengan Penyakit Ikan Air
Tawar. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Parulian, A. 2009. Monitoring dan Analisis Kadar Aluminium (Al) dan Besi (Fe)
Pada Pengolahan Air Minum PDAM Tirtanadi Sunggal. Medan :
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

Pescod, N. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream for Tropical


Countries, Asian Institute of Technology. Bangkok. Sgh.

Pratama. A.G, Pribadi, dan Maslukah. 2012. Kandungan Logam Berat Pb dan Fe
pada Air, Sedimen, dan Kerang Hijau (Perna viridis) Di Sungai Tapak
kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Kota Semarang, Journal Of Marine
Research, 1 (1): 4–5.

Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada
Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV.
Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Banyuasin.

Puteri, D. 2017. Analisis Vegetasi dan Keanekaragaman Ikan di Perairan Kawasan


Mangrove Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Rangkuti, A. M. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd, Dan Pb Pada
Air dan Sedimen di Perairan Pulau Panggang-Pramuka Kepulauan
Seribu, Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Romimohtarto. 2009. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.


Penerbit Jambatan, Jakarta.

Sagala, L. S. S., M. Idris dan M. N. Ibrahim. 2013. Perbandingan Pertumbuhan


Kepiting Bakau (Scylla serrata) Jantan dan Betina pada Metode
Kurungan Dasar. Jurnal Mina Laut Indonesia. Vol. 3 (12): 46-54. ISSN:
2303-3959.

Said, N. I. 2003. Metoda Praktis Penghilangan Zat Besi dan Mangan di dalam Air
Minum. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta.

Sandy, S. D, Yunasfi dan A. Muhtadi. 2017. Kajian Morfometri Dan Karakteristik


Kualitas Air Danau Siombak Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan
Marelan Kota Medan. Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut Proses Fisik Kimia dan Interaksinya dengan
Lingkungan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Saragih, F. 2019. Studi Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) pada Daging
Kerang Bulu (Anadara inflataa) dari Beberapa Pasar Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Simpson, S.L., Maher, E.J. & Jolley, D.F., 2004. Processes controlling metal
transport and retention as metalcontaminated groundwaters efflux
through estuarine sediments. Chemosphere 56, 821-831.

SNI 06.6989.04. 2004. Cara Uji Kandungan Besi dalam Air dengan AAS. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.

SNI 06.6992.4. 2004. Cara Uji Kadmium (Cd) pada Substrat Secara Asam dengan
AAS. Badan Standarnisasi Nasional, Jakarta.

SNI 19. 2896. 1998. Cara Uji Cemaran Logam Berat dalam Makanan. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.
SNI 2354.5. 2011. Cara Uji Kimia – Bagian 5: Penentuan Kadar Logam Berat
Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Produk Perikanan. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.

SNI 2891.1992. Cara Uji Kandungan Besi dalam Zat Padat dengan AAS. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.

SNI 6989.16:2009. Cara Uji Kadmium (Cd) pada Air dengan AAS. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.

SNI 7387:2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Panitia
Teknis 67-02 Bahan Tambahan Pangan dan Kontaminan. Badan
Standarnisasi Nasional, Jakarta.

Soemirat. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University


Press.

Sumber: Baku mutu sedimen dengan standar sediment quality guideline values for
metals and associated levels of concern to be used in doing assesments
of sediment quality (2003).

Supangat, A dan U. Muawanah. 1996. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut.
Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Non-Hayati, Badan Riset
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. ISBN 979
– 97572 – 5 – 8.

Supranto, J. 2008. Statistik Teori dan Aplikasi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

Supriyantini. E dan H. Endrawati. 2015. Kandungan Logam Berat Besi (Fe) Pada
Air, Sedimen, Dan Kerang Hijau (Perna viridis) Di Perairan Tanjung
Emas Semarang. Jurnal Kelautan Tropis Juni Vol. 18(1):38–45. ISSN
0853-7291.

Surbakti, P. 2011. Analisis Logam Berat Cadmium (Cd), Cuprum (Cu), Cromium
(Cr), Ferrum (Fe), Nikel (Ni), Zinkum (Zn) pada Sedimen Muara Sungai
Asahan di Tanjung Balai dengan Metode Spektrofometri Serapan Atom
(SSA). [Tesis]. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Syafiq, A. 2015. Kepiting Sumber Zat Gizi Penting. Dapartemen Gizi Kesehatan
Masyarakat. Universitas Indonesia. Jawa Barat.

Trivedi, J. N dan K. D. Vachhrajani. 2013. Taxonomic Account of Genus Scylla


(de Haan, 1833) from Gujarat State, India With Two New Records of
Species. Journal of Arthropods. 2 (4): 159-171.

USEPA (1986), Quality Criteria for Water. EPA-440/586-001, Office of Water


Regulations Standards,Washington DC, USA.

Walpole, R. E. 1982. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Ward, T.J., R. L. Cornel dan R. B. Anderson. 1986. Distribution of Cadmiun


Lead, and Zinc Amongst the Marine Sediment, Seagrass, and Fauna,
and the Selection of Sentinel Accumulation, Near a Lead Smeller in
South Australia. Aust J. Mar, Freshw. Res. 37. 567-585.

Warlina, L. 2004. Pencemaran Air: Sumber Dampak dan Penanggulangannya.


Institit Pertanian Bogor. Bandung.

Welch, P. S. 1952. Limnology. 2nd Edition.Mc. Graw-Hill Book Company. New


York.

Widiyanto, T. 2005. Kajian Dinamika Sedimen dan Dampaknya terhadap


Integritas Ekologis Daerah Mngrove dan Pesisir Kalimantan Timur.
Pusat Penelitian Limnologi. LIPI. Jakarta.

Yennie Y dan Murtini. J. T. 2005. Kandungan Logam Berat Air Laut, Sedimen
Dan Daging Kerang Darah (Anadara Granosa) Di Perairan Mentok Dan
Tanjung Jabung Timur. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia,. Nomor 1: 27-32.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan

1. DO Meter 2. pH Meter

3. Refraktometer 4. Vandorn

5. Sechi disk 6. Termometer

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

Lanjutan lampiran alat dan bahan yang digunakan

7. Eckmen grab 8. GPS

9. Bubu 10. Coolbox

11. Botol Sampel 12. Plastik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

Lanjutan lampiran alat dan bahan yang digunakan

13. Pisau 14. Jangka Sorong

15. AAS 16. Aplikasi AAS

17. Lemari Asam 18. Furnace

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

Lanjutan lampiran alat dan bahan yang digunakan

19. Hotplate 20. Tabung Reaksi

21. Corong 22. Pengaduk

23. Erlenmeyer 24. Gelas Ukur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

Lanjutan lampiran alat dan bahan yang digunakan

25. Timbangan Analitik 26. Pipet Volumetrik

27. Labu Ukur 28. Cawan Porselen

29. Gelas Ukur 30. Larutan HNO3 dan HCLO4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

Lanjutan lampiran alat dan bahan yang digunakan

31. Sampel Kepiting 32. Sampel Air

33. Sampel Sedimen 34. Kertas Label

35. Kertas Whatman 36. Tissue

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


86

Lanjutan lampiran alat dan bahan yang digunakan

37. Alat Tulis 38. Larutan Standart

Lampiran 2. Pengambilan Sampel

1. Pengukuran Salinitas 2. Pengukuran Ph dan DO

3. Pengukuran Suhu 4. Pengambilan Sampel Air

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


87

Lanjutan lampiran pengambilan sampel

5. Pengambilan Sampel Sedimen 6. Pengambilan Sampel kepiting

Lampiran 3. Proses Destruksi

1. Penimbangan sampel kepiting 2. Preparasi sampel kepiting

3. Preparasi sampel sedimen 4. Preparasi sampel air

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

Lanjutan lampiran proses destruksi

5. Penimbangan Sampel 6. Sampel sebelum diabukan

7. Proses Pengabuan 8. Sampel setelah diabukan

9. Penambahan HNO3 dan HClO4 10. Sampel dipanaskan di Hotplate

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


89

Lanjutan lampiran proses destruksi

11. Proses Penyaringan Sampel 12. Sampel siap dianalisis

13. Larutan Standart yang Sudah diencerkan 14. Pembacaan Sampel di AAS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


90

Lampiran 4. Perhitungan Konsentrasi Logam Berat Fe Sebenarnya pada Kepiting

di Perairan Jaring Halus

Konsentrasi Sebenarnya (mg/kg) = K. AAS (mg/L) × Larutan Sampel (L)


Berat Sampel (mg)
= 2.139 mg/L × 0.05 L
× 106 mg/kg
5000 mg
= 21.39 mg/kg

Perhitungan Konsentrasi Logam Berat Cd Sebenarnya pada Sedimen di


Perairan Danau Siombak

Konsentrasi Sebenarnya (mg/kg) = K. AAS (mg/L) × Larutan Sampel (L)


Berat Sampel (mg)
= 0.0038 mg/L × 0.05 L
× 106 mg/kg
5000 mg
= 0.038 mg/kg

Perhitungan Konsentrasi Logam Berat Cd Sebenarnya pada Air Danau


Siombak

Konsentrasi Sebenarnya (mg/L) = K. AAS (mg/L) × Larutan Sampel (L)


Berat Sampel (mL)
= 0.01 mg/L × 0.1 L
× 103 mg/kg
100 mL
= 0.01 mg/kg

Perhitungan Kemampuan Kepiting Mengakumulasi Logam Berat Cd


Melalui Tingkat Faktor Biokonsentrasi (BCF) pada Stasiun I Jaring Halus

BCF Cd = [Logam Berat Cd] Kepiting


[Logam Berat Cd] Air
= 0.01 mg/kg
0.0019 mg/L
= 5.263

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

Lampiran 5. KEPMEN LH No 51. Tahun 2004 Baku Mutu Air Laut Untuk Biota
Laut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

Lampiran 6 . Data Panjang dan Berat Kepiting

Lokasi Stasiun Panjang (cm) Lebar (cm) Berat (gr)

St1 K1 11.8 8.7 254.1688

St1 K2 11.5 7.9 334.6383


Danau St2 K1 11.8 8.5 304.8369
Siombak
St2 K2 10 7.2 240.8686

St3 K1 10.4 7.6 200.2366

St3 K2 10.5 7.5 214.6369

St1 K1 9.8 6.9 140.4

St1 K2 10 7 177.1
Jaring Halus St2 K1 10.8 7.9 216.7

St2 K2 11.5 8 194.2

St3 K1 9 6.5 127.2

St3 K2 9 6 127.4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

Lampiran 7. Data Dasar Konsentrasi Logam Berat

Vol. Berat Konsentrasi Rata- rata


Lokasi Stasiun Sampel K. AAS Pelarut Sampel Sebenarnya (ppm)/
(ml) (gr)/(ml) mg/L
I Air Cd 1 0.01 100 100 0.01 0.0095
Air Cd 2 0.009 100 100 0.009
II Air Cd 1 0.019 100 100 0.019 0.019
Air Cd 2 0.02 100 100 0.02
III Air Cd 1 0.058 100 100 0.058 0.059
Air Cd 2 0.06 100 100 0.06
I Sedimen Cd 1 0.0038 50 5 0.038 0.039
Sedimen Cd 2 0.004 50 5 0.04
II Sedimen Cd 1 0.0088 50 5 0.088 0.089
Sedimen Cd 2 0.009 50 5 0.09
III Sedimen Cd 1 0.0058 50 5 0.058 0.059
Sedimen Cd 2 0.006 50 5 0.06
I Kepiting Cd 1 0.00020 50 5 0.0020 0.0019
Kepiting Cd 2 0.00018 50 5 0.0018
II Kepiting Cd 1 0.00019 50 5 0.0019 0.00195
Danau Kepiting Cd 2 0.00020 50 5 0.0020
Siombak III Kepiting Cd 1 0.00020 50 5 0.0020 0.006
Kepiting Cd 2 0.001 50 5 0.01
I Air Fe 1 1.82 100 100 1.82 1.83
Air Fe 2 1.84 100 100 1.84
II Air Fe 1 2.29 100 100 2.29 2.3
Air Fe 2 2.31 100 100 2.31
III Air Fe 1 2.27 100 100 2.27 2.265
Air Fe 2 2.26 100 100 2.26
I Sedimen Fe 1 13.5479 50 5 135.479 135.479
Sedimen Fe 2 13.5480 50 5 135.480
II Sedimen Fe 1 13.6094 50 5 136.094 136.093
Sedimen Fe 2 13.6092 50 5 136.092
III Sedimen Fe 1 12.9286 50 5 129.286 129.287
Sedimen Fe 2 12.9288 50 5 129.288
I Kepiting Fe 1 2.139 50 5 21.39 28.801
Kepiting Fe 2 3.6212 50 5 36.212
II Kepiting Fe 1 5.7783 50 5 57.783 35.4615
Kepiting Fe 2 1.314 50 5 13.14
III Kepiting Fe 1 1.957 50 5 19.57 30.1385

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

Kepiting Fe 2 4.0707 50 5 40.707


I Air Cd 1 0.002 100 100 0.002 0.0019
Air Cd 2 0.0018 100 100 0.0018
II Air Cd 1 0.0019 100 100 0.0019 0.00195
Air Cd 2 0.002 100 100 0.002
III Air Cd 1 0.0019 100 100 0.0019 0.00185
Air Cd 2 0.0018 100 100 0.0018
I Sedimen Cd 1 0.0002 50 5 0.002 0.00195
Sedimen Cd 2 0.00019 50 5 0.0019
II Sedimen Cd 1 0.00095 50 5 0.0095 0.00975
Sedimen Cd 2 0.001 50 5 0.01
III Sedimen Cd 1 0.0002 50 5 0.002 0.0019
Sedimen Cd 2 0.00018 50 5 0.0018
I Kepiting Cd 1 0.001 50 5 0.01 0.01
Kepiting Cd 2 0.001 50 5 0.01
II Kepiting Cd 1 0.0002 50 5 0.002 0.006
Jaring Kepiting Cd 2 0.0001 50 5 0.01
Halus III Kepiting Cd 1 0.005 50 5 0.05 0.045
Kepiting Cd 2 0.004 50 5 0.04
I Air Fe 1 10.64 100 100 10.64 10.625
Air Fe 2 10.61 100 100 10.61
II Air Fe 1 9.71 100 100 9.71 9.7
Air Fe 2 9.69 100 100 9.69
III Air Fe 1 13.90 100 100 13.90 13.91
Air Fe 2 13.92 100 100 13.92
I Sedimen Fe 1 13.9998 50 5 139.998 139.9965
Sedimen Fe 2 13.9995 50 5 139.995
II Sedimen Fe 1 13.8176 50 5 138.176 138.175
Sedimen Fe 2 13.8174 50 5 138.174
III Sedimen Fe 1 13.7815 50 5 137.815 137.8165
Sedimen Fe 2 13.7818 50 5 137.818
I Kepiting Fe 1 3.859 50 5 38.59 31.795
Kepiting Fe 2 2.500 50 5 25.00
II Kepiting Fe 1 4.1923 50 5 41.923 29.5115
Kepiting Fe 2 1.710 50 5 17.10
III Kepiting Fe 1 2.570 50 5 25.70 29.205
Kepiting Fe 2 3.271 50 5 32.71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

Lampiran 8. Hasil Analisis di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

Lampiran 9. Nilai Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien korelasi (r) Pada
Air, Sedimen dan Kepiting

Correlation (r) pada Air, Sedimen


dan Kepiting Danau Siombak

Air Sedimen Kepiting Air Sedimen Kepiting


Variables (Cd) (Cd) (Cd) (Fe) (Fe) (Fe)
Air (Cd) 1 0.078 0.650 0.603 -0.962 -0.031
Sedimen
(Cd) 0.078 1 -0.045 0.840 0.195 0.180
Kepiting
(Cd) 0.650 -0.045 1 0.277 -0.637 0.257
Air (Fe) 0.603 0.840 0.277 1 -0.366 0.113
Sedimen (Fe) -0.962 0.195 -0.637 -0.366 1 0.077
Kepiting (Fe) -0.031 0.180 0.257 0.113 0.077 1

Koefisien Determinasi (R2) Air pada Kepiting Cd Danau Siombak

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .650 .422 .278 .01990929 .422 2.921 1 4 .163
a. Predictors: (Constant), Y

Koefisien Determinasi (R2) Air pada Sedimen Cd Danau Siombak

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
1 .078a .006 -.242 .02610905 .006 .024 1 4 .884
a. Predictors: (Constant), Y

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

Koefisien Determinasi (R2) Sedimen pada Kepiting Cd Danau Siombak

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .045 .002 -.247 .02517014 .002 .008 1 4 .932
a. Predictors: (Constant), Y

Koefisien Determinasi (R2) Air pada Kepiting Fe Danau Siombak

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .113 .013 -.234 .26037954 .013 .052 1 4 .832
a. Predictors: (Constant), Y

Koefisien Determinasi (R2) Air pada Sedimen Fe Danau Siombak


Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .366 .134 -.083 .243863 .134 .619 1 4 .475
a. Predictors: (Constant), Y

Koefisien Determinasi (R2) Sedimen pada Kepiting Fe Danau Siombak

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .077 .006 -.243 3.75365892 .006 .024 1 4 .885
a. Predictors: (Constant), Y

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

Correlation (r) pada Air, Sedimen dan


Kepiting Jaring Halus
Air Sedimen Kepiting Air Sedimen Kepiting
Variables (Cd) (Cd) (Cd) (Fe) (Fe) (Fe)
Air (Cd) 1 0.459 -0.342 -0.475 0.077 -0.049
Sedimen (Cd) 0.459 1 -0.562 -0.674 -0.356 -0.087
Kepiting (Cd) -0.342 -0.562 1 0.971 -0.540 -0.215
Air (Fe) -0.475 -0.674 0.971 1 -0.450 -0.050
Sedimen (Fe) 0.077 -0.356 -0.540 -0.450 1 0.137
Kepiting (Fe) -0.049 -0.087 -0.215 -0.050 0.137 1

Koefisien Determinasi (R2) Air pada Kepiting Cd Jaring Halus

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
1 .342a .117 -.104 .00009397 .117 .530 1 4 .507
a. Predictors: (Constant), Y

Koefisien Determinasi (R2) Air pada Sedimen Cd Jaring Halus

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .459 .211 .013 .0000889 .211 1.067 1 4 .360
a. Predictors: (Constant), Y

Koefisien Determinasi (R2) Sedimen pada Kepiting Cd Jaring Halus

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .562 .316 .145 .00373906 .316 1.851 1 4 .245
a. Predictors: (Constant), Y

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

Koefisien Determinasi (R2) Air pada Kepiting Fe Jaring Halus

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .050 .002 -.247 2.2097836 .002 .010 1 4 .925
a. Predictors: (Constant), Y

Koefisien Determinasi (R2) Air pada Sedimen Fe Jaring Halus

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .450 .203 .003 1.9756952 .203 1.017 1 4 .370
a. Predictors: (Constant), Y

Koefisien Determinasi (R2) Sedimen pada Kepiting Fe Jaring Halus

Model Summary
Change Statistics
Adjusted R Std. Error of the R Square F Sig. F
Model R R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change
a
1 .137 .019 -.227 1.1580041 .019 .076 1 4 .796
a. Predictors: (Constant), Y

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai