OPINI KOMPAS
Namun, the west dan the muslim world pada saat itu belum muncul
sebagai batas geografis imajinatif hingga kemudian imperialisme Eropa
muncul dan menciptakan ”oriental” dan ”oksidental” sebagai wilayah
pertarungan yang sulit untuk ditentukan batas geografisnya. Hal ini
berangsur-angsur berkembang menjadi rasa identitas Eropa versus
Kesultanan Ottoman pada periode modern awal. Mastnak bahkan
menjelaskan bahwa kebencian beberapa orang terhebat Eropa terus
1
berlanjut terhadap ”Turki”, termasuk tokoh-tokoh seperti Erasmus dari
Rotterdam, Martin Luther, dan Voltaire.
Kenyataan ini memberi gambaran kepada kita bahwa sejarah di masa lalu
telah menjadi ”predisposisi” yang sangat penting. Dalam hal ini Esposito
menekankan, katalistaor ini tidak berpengaruh secara langsung terhadap
kebencian di masa kini, tapi memberikan atau menjadi sumber informasi
bagi tumbuhnya kebencian di masa-masa berikutnya.
Oleh sebab itu, Andrew Rippin di dalam bukunya yang berjudul Muslim:
Their Religious Beliefs and Practice menjelaskan bahwa islamofobia
bukanlah tentang Islam dan Muslim sebagai agama dan sebagai
penganut agama, melainkan tentang bagaimana Islam dipahami oleh
mereka yang berada di luar Islam. Jadi bukanlah tentang kritik terhadap
Islam, melainkan sebuah konsep yang dengannya seseorang memahami
Islam (dengan caranya sendiri).
Jika kembali pada masa di mana kata islamofobia ini pertama kali
digunakan, kita akan menemukan relevansi pandangan Rippin tersebut.
Pada kenyataannya, sejarah mencatat bahwa kata islamofobia tidak dapat
dilepaskan dari sejarah penjajahan Perancis.
Kata ini digunakan pertama kali di dalam sebuah artikel yang ditulis
Maurice Delafose berjudul L’etat actuel de l’Islam dans l’Afrique
Occidental Francaise di tahun 1910. Dalam posisinya sebagai seorang
administrator kolonial di Sudan, Delafose menjelaskan bahwa Pemerintah
2
Perancis seharusnya tidak perlu takut terhadap Muslim di Afrika Barat.
Justru yang perlu ditakuti adalah non Muslim, yaitu masyarakat lokal yang
dipandang jauh lebih sulit untuk diajak bekerja sama. Bahkan dia
melanjutkan bahwa yang terjadi justru islamofilia yang justru menimbulkan
kemarahan dari masyarakat lokal non-Muslim yang jumlahnya jauh lebih
banyak.
Nada yang sama dapat kita temukan di dalam beberapa artikel yang
lainnya. Jelas kiranya, islamofobia tidak membahas sama sekali tentang
Islam sebagai agama, tapi Islam yang direpresentasikan oleh masyarakat
lokal yang telah beralih agama ke dalam Islam yang mereka sebut
sebagai pengikut Mohametism.
Lebih lanjut lagi, kata islamofobia pun memiliki perubahan makna yang
signifikan dari masa ke masa. Perubahan makna di masa pasca-
penjajahan, Perang Dingin hingga di masa setelah serangan 9/11. Dia
dipahami dengan terminologi yang berbeda, dengan masalah dan subyek
yang berbeda, target yang berbeda, serta disirkulasikan oleh medium
yang berbeda.
3
Dan di masa kini, serangan teroris 9/11 telah menjadi momen penting
yang membangkitkan ”komposit” kebencian lama di dalam masyarakat
Eropa. Terkait hal ini, Esposito menegaskan bahwa meskipun sejarah
panjang interaksi Eropa dan Islam sudah berlangsung sangat lama, Islam
dan Muslim secara virtual tidak terlihat di Amerika dan Eropa di masa lalu.
Peristiwa 9/11 telah menjadikan Islam dan Muslim menjadi isu yang ”laku
keras” disirkulasikan di media sosial di satu sisi dan ”kompleks” di sisi
yang lain. Khususnya terkait dengan terma islamofobia, hal ini mengarah
secara spesifik terhadap kategorisasi yang direpresentasikan oleh pelaku
serangan, namun membungkus beragam hal yang saya sebut sebagai
global package object of islamophobia’, yaitu Islam, Muslims, Arabs, dan
Islamis.
Jika bicara tentang islamofobia di India, kita akan bicara tentang sikap
masyarakat Hindu. Jika kita bicara tentang islamofobia di Amerika, kita
akan bicara tentang kelompok agama Kristen Protestan konservatif.
4
pribadi seperti di Perancis, islamofobia muncul sebagai bagian dari bentuk
antitesis dari hegemoni masyarakat setempat, yaitu laïctié.
Kenyataan ini harus menjadi bagian dari ”kritik diri” masyarakat Muslim.
Setelah kita memahami geneology kata islamofobia di atas, kita dapat
melihat adanya sebuah keberlanjutan cara pandang masyarakat Eropa
terhadap Islam dan Muslim hingga saat ini.