Oleh :
Absen : 16
Selama hampir 77 tahun Merdeka, 7 Presiden telah memimpin kapal besar Bernama
Indonesia. Pasang surut perekonomian nasional telah dilalui, di setiap era memiliki tantangan
sendiri dan melahirkan kebijakan yang tentunya berbeda-beda. Perlu kita pahami bagaimana
rekam jejak historis dan pasang surut dari perekonomian Indonesia, karena tentunya ekonomi
ini merupakan tulang punggung yang ikut menopang Kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1960an, besarnya pembiayaan politik berdampak terhadap devisit APBN,
langkah Bank Sentral menambah jumlah uang beredar justru menyebabkan Hiperinflasi
hingga 3 digit. Ekonomi Indonesia dengan cepat hancur karena hutang dan inflasi, sementara
ekspor menurun karena pemerintah dengan mudahnya mencetak uang untuk membayar
hutang dan mendanai proyek-proyek megah (seperti pembangunan Monas). Pendapatan per
kapita Indonesia menurun secara signifikan (terutama pada tahun 1962-1963). Langkah
penanganan hiperinflasi yang dilakukan pemerintah pada kala itu adalah dengan melakukan
(Devaluasi, Redenomisasi, dan Sanering) Devaluasi yang dilakukan pada 25 Agustus 1959
adalah upaya penanganan hiperinflasi dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap AS
Dollas, yaitu Rp 11,4 menjadi Rp 45 / US$, Redenomisasi pada 13 Desember 1965 adalah
penyederhanaan nilai mata uang dengan mengeluarkan mata uang baru yaitu dari Rp 1000
menjadi Rp 1. Kebijakan ini memberikan pukulan besar bagi perbankan nasional, terutama
yang telah menyetor modal tambahan karena tergerus drastis dalam sekejab. Dana simpanan
para nasabah perbankan juga menciut 1/1000. Namun segala usaha pemotongan nilai uang ini
ternyata tidak berhasil meredam inflasi, dan harga tetap naik membumbung tinggi maka
dikeluarkanlah kebijakan baru, yaitu Sanering pada tanggal 19 Desember 1965 adalah upaya
penanganan hiperinflasi dengan menurunkan nilai uang kertas, yaitu dari Rp 1000 menjadi
Rp 100.
Sementara itu, bantuan asing yang sangat dibutuhkan berhenti mengalir setelah
Soekarno menolak bantuan dari AS dan mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena masuknya Malaysia sebagai negara anggota PBB
(Indonesia menentang pendirian Malaysia pada tahun 1963). Krisis ekonomi ditambah
dengan krisis politik pasca peristiwa G30S PKI mendorong lengsernya kekuasaan Soekarno.
Jenderal Soeharto lalu mengambil alih kekuasaan Soekarno, dan dimulailah era yang kita
kenal sebagai Orde Baru.
Jatuhnya Soekarno menandai berakhirnya masa Orde Lama dan digantikan oleh
kekuatan baru, yang dikenal dengan sebutan Orde Baru dengan pemimpinnya adalah
Soeharto. Beliau muncul sebagai pemimpin yang siap untuk membangun kembali
pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar tahun 1945 secara
murni dan konsekuen. Prioritas utama yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru
bertumpu pada pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap. Orde Baru
menginginkan stabilitas nasional yang dinamis untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Ketiga prinsip ini, dikenal
dengan Trilogi pembangunan.
Pada periode 1997 hingga 1998 krisis Asia memicu nilai Rupiah melemah terhadap
Dollas AS, yaitu dari Rp 2.300 menjadi Rp 16.650 / US$ , disamping itu berbagai bentuk
demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa dimana salah satunya adalah Tragedi
Trisakti yang menyebabkan mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran di Gedung
DPR/MPR Senayan, dengan agenda menuntut Soeharto agar turun dari jabatannya. Krisis
ekonomi dan politik yang berkembang menjadi krisis Mutidimensi, menyebabkan Soeharto
yang telah memerintah selama 32 tahun akhirnya memutuskan untuk mundur dari jabatannya
pada 21 Mei 1998 dan kemudian digantikan oleh wakilnya Bacharuddin Jusuf Habibie.
Presiden B.J Habibie memimpin sejak 21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999, hanya 17
bulan saja tetapi kondisi hiperinflasi dari 80% berhasil diturunkan ke angka 2% oleh B.J
Habibie. Meskipun masa jabatan B.J Habibie sangat singkat, tetapi beliau berhasil
melakukan reformasi ekonomi dan berhasil menaikkan jumlah Rupiah dari Rp 16.650
menjadi Rp 7000 / US$ dengan total PDB senilai Rp 1.099 T. Berakhirnya kepemimpinan
B.J Habibie kemudian digantikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid.
Pada tanggal 20 Oktober 1999 melalui siding MPR, K.H Abdurrahman Wahid yang
akrab di sapa Gus Dur telah terpilih menjadi Presiden ke-4 Republik Indonesia. Pasangan
K.H Abdurrahman Wahid-Megawati membentuk Kabinet Persatuan Nasional yang dilantik
pada tanggal 28 Oktober 1999. Gus Dur juga membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN),
yang dimana maksud dan tujuan dari pembentukan DEN adalah untuk memperbaiki ekonomi
yang belum pulih akibat krisis yang berkpanjangan. Selama masa jabatan Gus Dur, total PDB
yang masuk ke Indonesia adalah Rp 1.491 T.
Pada masa pemerintahan Gus Dur, sejumlah kebijakan dikeluarkan untuk memberikan
perlindungan kepada kelompok minoritas dan miskin, serta peningkatan pembangunan di
wilayah perdesaan. Namun upaya peningkatan ekonomi di masa Gus Dur di ganggu oleh
gejolak politik dan tidak harmonisnya hubungan dengan IMF. Secara umum, pemerintahan
K.H Abdurrahman Wahid belum mampu melepaskan bangsa Indonesia dari krisis yang
dialami bangsa ndonesia. Gus Dur akhirnya jatuh, dan digantikan oleh Wakilnya Megawati
Soekarno Ptrtri.
Era presiden Megawati ditandai dengan berakhirnya program reformasi ekonomi yang
bekerjasama dengan IMF. Namun pemerintah tetap melanjutkan program reformasi ekonomi
secara mandiri untuk memantapkan stabilitas Ekonomi Makro, Konsilidasi Fiskal,
Restrukturisasi keuangan, serta meningkatkan investasi, ekspor dan kesempatan kerja.
Megawati yang menjabat dari tahun 2001 – 2004 berhasil melipat gandakan total PDB ke
angka Rp 2.303 T.
Melalui pemilihan presiden langsung untuk yang pertama kalinya pada 2004, Susilo
Bambang Yudoyono berhasil duduk di kursi Kepresidenan selama dua periode. Awal
pemerintahan SBY merupakan masa kebangkitan ekonomi Indonesia pasca krisis ekonomi
1998. Angka kemiskinan di Indonesia berhasil diturunkan dari kisaran 17% menjadi 11%.
Selama 10 tahun menjabat, dari tahun 2004-2014, total PDB naik 3 hingga 4 kali lipat, dari
Rp 2.303 T menjadi Rp 10.542 T. Ketika krisis finansial global terjadi pada 2008, ekonomi
Indonesia sempat terkena imbas namun masih mampu bertahan sebagai salah satu negara
dengan pertumbuhan positif, salah satunya adalah melalui Kebijakan Stimulus Fiskal. Setelah
dua kali masa jabatannya selesai, SBY kemudian digantikan oleh Joko Widodo.
Joko Widodo menjabat presiden ke-7 RI pada tahun 2014. Mantan walikota Solo dan
Gubernur DKI Jakarta ini mengusung program Nawacita yang dimana salah satunya adalah
Ekonomi Digital untuk Indonesia lebih Sejahtera dengan mengejar ketertinggalan
pembangunan infrastruktur agar mampu berdaya saing tinggi. Dibawah Presiden Jokowi,
peringkat kemudahan berbisnis Indonesia meningkat, sehingga membuat banyak
Interpreneur muda yang bergerak di berbagai bidang dan tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Tingkat kemiskinan untuk pertama kalinya tembus ke angka single digit. Dengan
total PDB saat ini senilai Rp 13.588 T.
Pada saat ini, Presiden Jokowi memfokuskan pada pembangunan infrastruktur untuk
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Dalam sejumlah kesempatan, Presiden Joko Widodo
sering mengatakan bahwa infrastruktur merupakan modal utama bagi Indonesia untuk melaju
dan bersaing dengan negara-negara lain di masa mendatang. Presiden Jokowi juga
menegaskan komitmennya untuk mendukung UMKM.
Berbagai krisis yang di hadapi Indonesia dari masa ke masa dengan 7 Presiden dan
kebijakan yang berbeda-beda menuntut kita sebagai generasi emas penerus bangsa agar
mampu mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional bangsa Indonesia di masa mendatang
dengan prioritas utama adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia ,
menurunkan tingkat inflasi, mengurangi tingkat kemiskinan dan mensejahterakan masrayakat
Indonesia.
Harapan saya, semoga kedepannya Indonesia dapat berkembang menjadi negara maju
dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, jumlah kemiskinan dapat ditekankan,
lapangan pekerjaan semakin luas, standar tingkat penghasilan atau UMR meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2013. Belajar Praktir SEJARAH INDONESIA. Jawa Tengah: Viva
Pakarindo