Anda di halaman 1dari 34

MOLECULAR BIOLOGY AND REPRODUCTIVE SCIENCES

(BIOLOGI MOLEKULER DAN ILMU REPRODUKSI)

OLEH KELOMPOK 1

MARZATIA YULIKA 2120332008

AUWILLA MARTA TASMAN 2120332015

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. Yusrawati , Sp.OG, KFM

S2 ILMU KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menganugerahkan banyak nikmat sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini
dengan baik. Makalah ini berisi tentang “Molecular Biology And Reproductive
Sciences’’. Tak lupa Shalawat dan salam kami persembahkan kepada Nabi
Muhammad S.A.W.

Dalam penyusunan makalah ini kami mendapat dukungan dari berbagai


pihak. Oleh karena itu kami sampaikan terima kasih atas waktu, tenaga dan
pikirannya yang telah diberikan. Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari
bahwa hasil makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga kami selaku
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sekalian. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk
kelompok kami khususnya, pembaca dan masyarakat Indonesia umumnya.

Padang, 12 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
C. Tujuan .......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
A. Biologi Molekuler ........................................................................................ 6
1. Pengertian ................................................................................................. 6
2. Hubungan Dengan Ilmu-Ilmu Biologi Lainnya ....................................... 7
B. Biologi molekuler dan Endokrinologi Reproduksi ...................................... 8
C. Endokrinologi Reproduksi ........................................................................... 9
1. Pengertian Sistem endokrin ...................................................................... 9
2. Hormon dan Target Hormon .................................................................. 11
3. Target hormon ........................................................................................ 12
4. Struktur Kimia Hormon .......................................................................... 20
5. Mekanisme Kerja Hormon ..................................................................... 25
6. Prinsip Mekasisme Umpan Balik ........................................................... 27
BAB III PENUTUP............................................................................................... 33
A. Kesimpulan ................................................................................................ 33
B. Saran ......................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biologi molekuler merupakan cabang ilmu biologi yang
mempelajari dasar molekuler dari aktivitas biologi di dalam dan di antara
sel, termasuk sintesis, modifikasi, mekanisme dan interaksi molekuler.
Kemajuan besar perkembangan biologi molekuler tidak lepas dari disiplin
ilmu lain seperti biokimia (studi tentang protein, struktur dan sintesisnya)
dan genetika (studi tentang hukum mendel, kromosom, dan gen).
Pemahaman pada biologi molekuler adalah sebagian besar organisme
fenotipe atau struktur dan fungsi tubuh pada akhirnya tergantung pada
penentuannya pada struktur dan fungsional (yaitu, enzimatik) protein atau
polipeptida (Verma and Agarwal, 2009).
Sistem reproduksi tidak bertujuan untuk survival individu, tetapi
diperlukan untuk survival species dan berdampak pada kehidupan
seseorang. Hanya melalui sistem reproduksi, blueprint genetik kompleks
setiap spesies dapat bertahan di dunia ini. Kemampuan reproduksi
tergantung pada hubungan antara hypothalamus, hipofisis bagian anterior,
organ reproduksi, dan sel target hormon.
Sistem reproduksi baik pada pria maupun wanita dipengaruhi oleh
sistem hormonal. Hormon yang mempengaruhi sistem reproduksi adalah,
FSH, LH (gonadotropin hormone), estrogen, progesterone dan
testosterone. Semua hormone tersebut memiliki peranan penting dalam
sistem reproduksi pria dan wanita serta perkembangan sex sekunder
(Sherwood, 2012).
Berdasarakan latar belakang diatas maka penulis tertarik
membahas tentang biologi molekuler dan ilmu reproduksi, serta hubungan
biologi molekuler dengan endokrinologi reproduksi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari biologi molekuler?
2. Apa hubungan biologi molekuler dengan ilmu biologi lainnya ?
3. Apa yang dimaksud endokrinologi reproduksi?

4
4. Apa hubungan biologi molekuler dengan endokrinologi reproduksi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biologi molekuler
2. Untuk mengetahui hubungan biologi molekuler dengan ilmu biologi
lainnya
3. Untuk mengetahui endokrinologi reproduksi
4. Untuk mengetahui hubungan biologi molekuler dengan endokrinologi
reproduksi

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biologi Molekuler
1. Pengertian
Ide-ide ini dapat membantu untuk menyelidiki lebih lanjut dunia
biologi molekuler. Subjek terutama berkaitan dengan studi asam nukleat
(DNA dan RNA), protein, dan enzim tertentu.Dengan kombinasi fisika,
kimia, biokimia, dan genetika, bidang ilmu ini bergerak turun ke tingkat
penjelasan terendah yang dapat dijawab. Prinsip penting biologi molekuler
adalah cara menjelaskan mekanisme berbagai fenomena biologis
(Masoodi, Lone and Rasool, 2021).
Biologi Molekuler adalah ilmu yang mempelajari sel baik
pengertiannya maupun organella yang di dalam sel serta fungsinya sampai
ke molekul penyusunnya. Biologi molekuler adalah ilmu multidisiplin
karena mencakup biologi sel, biokimia, dan genetika.
Istilah biologi molekular pertama kali dikemukakan oleh William
Astbury pada tahun 1945. Pengertian biologi molekular pada saat ini
merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dan organisasi jasad hidup
(organisme) ditinjau dari struktur dan regulasi molekular unsur atau
komponen penyusunnya. Perkembangan ilmu biologi molekular tidak
dapat dipisahkan dengan berbagai macam disiplin ilmu-ilmu yang lain
seperti biologi sel, genetika, biokimia, kimia organik, dan biofisika.
Pada dasarnya ilmu-ilmu tersebut mempelajari satu subjek yang
sama yaitu mahluk hidup, namun dengan pendekatan dan sudut pandang
yang berbeda. Makhluk hidup yang menjadi objek dalam biologi
molekular meliputi dua kelompok besar yaitu organisme selular dan
organisme nonselular.
Organisme selular tersusun atas satuan atau unit yang disebut sel. Sel
mempunyai komponen subselular dan organel yang terorganisasi dalam
satu-kesatuan yang holistik.Contoh dari organisme seluler meliputi bakteri,
jamur, tumbuhan, hewan dan manusia.Sementara organisme nonselular
meliputi prion, viroid, dan virus.

6
Meskipun sebagai cabang ilmu pengetahuan tergolong relatif masih
baru, biologi molekuler telah mengalami perkembangan yang sangat pesat
semenjak tiga dasawarsa yang lalu.Perkembangan ini terjadi ketika
berbagai sistem biologi, khususnya mekanisme alih informasi hayati, pada
bakteri dan bakteriofag dapat diungkapkan. Begitu pula, berkembangnya
teknologi DNA rekombinan atau dikenal juga sebagai rekayasa genetika,
pada tahun 1970-an telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
perkembangan biologi molekuler. Pada kenyataannya berbagai teknik
eksperimental baru yang terkait dengan manipulasi DNA memang menjadi
landasan bagi perkembangan ilmu ini.
2. Hubungan Dengan Ilmu-Ilmu Biologi Lainnya
Para peneliti biologi molekular menggunakan teknik-teknik khusus
biologi molekular, namun kini semakin memadukan tersebut dengan
teknik dan gagasan-gagasan dari genetika dan biokimia.Tidak ada garis
yang jelas antara disiplin ilmu ini.
 ''Biokimia'' adalah studi zat kimia dan proses penting yang terjadi dalam
organisme hidup. Ilmuwan fokus berat pada peran, fungsi, dan struktur
biomolekul. Studi kimia di belakang proses-proses biologis dan sintesis
molekul biologis aktif adalah contoh biokimia.
 ''Genetika'' adalah studi tentang efek perbedaan genetika pada
organisme. Sering ini dapat disimpulkan oleh tidak adanya komponen
normal (misalnya gen). Studi "mutan"-organisme yang kekurangan satu
atau lebih komponen fungsional dengan menghormati apa yang disebut
"wild type" atau normal fenotipe. Genetik interaksi (epistasis) dapat
sering memalukan interpretasi yang sederhana seperti "knock-out"
studi.
 ''Biologi molekuler'' adalah studi tentang dasar-dasar molekul proses
replikasi, transkripsi dan translasi bahan genetik. Dogma sentral dari
biologi molekuler di mana materi genetik ditranskripsi menjadi RNA
dan kemudian diterjemahkan ke dalam protein, meskipun gambaran
yang disederhanakan biologi molekular, masih menyediakan titik awal
yang baik untuk memahami bidang.

7
B. Biologi molekuler dan Endokrinologi Reproduksi
Sistem endokrin berkembang selama evolusi dari sel tunggal menjadi
organisme multiseluler sebagai sarana komunikasi melalui sinyal kimia yang
mengoordinasikan berbagai fungsi organik. Penyelidikan sinyal kimia ini
pada tahun-tahun awal abad kedua puluh memberi asal-usul ilmu
endokrinologi, yang mengacu pada studi tentang sekelompok organ sekretori
khusus yang disebut kelenjar endokrin yang mengirimkan produknya, yang
disebut hormon atau pembawa pesan pertama, langsung ke ruang interstisial
dan memasuki sistem peredaran darah. Kelenjar endokrin disebut kelenjar
internal untuk membedakan dari kelenjar eksokrin, yang mengirimkan
produknya melalui saluran ke saluran pencernaan atau di luar tubuh.
Pada awal 1930-an, studi anatomi dan fungsional menunjukkan bahwa
hormon mempengaruhi sistem saraf, dan bahwa sistem endokrin secara
langsung dan tidak langsung dikendalikan oleh sistem saraf. Sistem saraf
diatur sebagai jaringan seluler, dengan akson mengarahkan informasi melalui
mediator kimia yang disebut neurotransmitter yang disekresikan ke dalam
ruang tertutup sinaps dan bekerja pada target yang terletak di sisi eferen
celah. Neurotransmitter juga dapat berdifusi ke dalam ruang ekstraseluler,
memasuki sistem peredaran darah, dan bertindak di luar celah sinaptik
sebagai hormon klasik pada organ target yang jauh. Neurotransmitter yang
bekerja di luar celah sinaptik disebut neurohormon. Sekarang diketahui
bahwa neurohormon yang disekresikan oleh hipotalamus, yang secara
anatomis berhubungan dengan kelenjar pituitari, adalah sinyal yang
mengintegrasikan sistem endokrin ke dalam satu unit fungsional yang
dikendalikan oleh sistem saraf pusat (SSP). Oleh karena itu, istilah
neuroendokrinologi dimasukkan ke dalam endokrinologi dan didefinisikan
sebagai studi tentang hubungan antara sistem saraf dan sistem endokrin.
Dari perspektif evolusi, sistem endokrin menyediakan lingkungan
internal yang stabil bagi organisme primitif. Dengan demikian,
perkembangan sistem endokrin mendahului perkembangan SSP yang
membutuhkan kondisi keteguhan internal untuk fungsi normal sel-selnya
yang sangat terspesialisasi. SSP lebih lanjut berkembang mengembangkan

8
sistem sensorik persepsi visual, penciuman, pendengaran, dan taktil, yang
terkait dengan sistem endokrin.Dengan demikian, kelenjar endokrin
merespons sistem saraf dengan mensekresi hormon dan molekul sinyal
ekstraseluler lainnya yang berinteraksi dengan struktur seluler yang
ditentukan secara kimiawi yang disebut reseptor yang terletak di dalam organ
target.
Pengenalan hormon oleh reseptor spesifik memicu kaskade reaksi yang
melibatkan sintesis dan/atau mobilisasi kelompok molekul kedua yang
disebut pembawa pesan kedua intraseluler, yang pada akhirnya
mempengaruhi ekspresi gen dan menimbulkan respons biologis. Dari studi
tentang mekanisme molekuler dimana molekul pensinyalan endokrin
mempengaruhi ekspresi gen muncul ilmu endokrinologi molekuler, yang
didefinisikan sebagai studi tentang aksi hormon pada tingkat seluler dan
molekuler. Dalam topik ini konsep klasik dan terkini dari endokrinologi akan
ditinjau, dengan fokus pada molekul yang mengatur reproduksi dan
bagaimana mereka diatur dalam konteks sistem endokrin (Chedrese, 2009).
C. Endokrinologi Reproduksi
1. Pengertian Sistem endokrin
Kelenjar endokrin yang dideskripsikan secara klasik meliputi
hipotalamus, hipofisis, pineal, tiroid, paratiroid, adrenal, Pulau Langerhans
pankreas, dan gonad. Meskipun beberapa kelenjar ini tampaknya tidak
berhubungan dengan sistem reproduksi, kebanyakan dari mereka, secara
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi reproduksi. Konsep penting
yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa beberapa sel dan jaringan
nonglandular dapat memproduksi, mengubah, atau mengeluarkan hormon
atau zat mirip hormon. Selain itu, hampir setiap organ dalam tubuh
memiliki kemampuan endokrin yang berkaitan dengan fungsi utamanya,
termasuk otak, plasenta, timus, ginjal, jantung, pembuluh darah, kulit, dan
jaringan adiposa (Chedrese, 2009).
Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar dalam tubuh yang
membuat hormon yang membantu sel berbicara satu sama lain. Mereka
bertanggung jawab atas hampir setiap sel, organ, dan fungsi di

9
tubuh.Kelenjar adalah organ yang membuat dan mengeluarkan hormon
yang melakukan pekerjaan tertentu di tubuh Anda. Kelenjar endokrin
melepaskan zat yang mereka buat ke dalam aliran darah (Suharto and
Nurseskasatmata, 2020).
Di dalam tubuh terdapat delapan kelenjar endokrin utama yang
menyekresi zat-zat kimia yang disebut hormon.Hormon diangkut melalui
cairan ekstraselular menuju seluruh tubuh untuk membantu mengatur
fungsi sel. Misalnya, hormon steroid meningkatkan kecepatan sebagian
besar reaksi kimia dalam semua sel, dengan demikian membantu mengatur
kecepatan aktivitas tubuh. Insulin mengatur metabolisme glukosa;
berbagai hormon korteks adrenal mengatur ion natrium, ion kalium, dan
metabolisme protein; dan hormon paratiroid mengatur kadar kalsium dan
fosfat tulang. Jadi, hormon merupakan sistem pengatur yang melengkapi
sistem saraf. Sistem saraf mengatur berbagai aktivitas otot dan aktivitas
sekresi tubuh, sedangkan sistem endokrin mengatur berbagai fungsi
metabolism (Guyton and Hall, 2016).
Ilmu dasar endokrinologi telah berkembang dari studi tentang
identifikasi dan struktur hormon menjadi fokus yang lebih besar pada kerja
hormon. Konsep reseptor dan sinyal intraseluler, serta banyak aspek
regulasi transkripsi, tetap menjadi komponen penting dari bidang ini.
Endokrinologi pada akhirnya adalah studi tentang komunikasi antar sel.
Dalam beberapa kasus, komunikasi terjadi di dalam jaringan yang sama,
seperti yang dicontohkan oleh aksi autokrin dan parakrin dari faktor
pertumbuhan seperti insulin-1 (IGF-1). Secara lebih klasik, hormon
memediasi komunikasi antar organ, seperti yang dicontohkan oleh kerja
hormon paratiroid (PTH) pada tulang atau ginjal. Di era genomik,
proteomik, dan metabolomik ini, garis tradisional yang memisahkan
endokrinologi dari disiplin fisiologis lainnya menjadi kabur. Eritropoietin
adalah hormon klasik. Karena diproduksi oleh ginjal dan mengatur
produksi eritrosit, peran klinis eritropoietin relevan terutama untuk bidang
nefrologi dan hematologi. Demikian pula, faktor perangsang sel darah
seperti faktor perangsang koloni granulosit (G-CSF) dipelajari dan

10
digunakan oleh ahli hematologi dan ahli onkologi. Reseptor untuk faktor
pertumbuhan yang merangsang koloni seperti G-CSF dan faktor
perangsang koloni granulosit-makrofag, bagaimanapun, adalah anggota
dari superfamili yang mencakup reseptor hormon pertumbuhan (GH) dan
prolaktin (PRL). Reseptor ini berbagi sistem pensinyalan intraseluler yang
serupa, termasuk jalur JAK-STAT. Faktor pertumbuhan dengan fungsi
yang lebih pleomorfik, seperti sitokin, sedang diselidiki dan digunakan di
hampir setiap spesialisasi (Jameson and Degroot, 2016).
2. Hormon dan Target Hormon
Hormon adalah bahan substansi biologis yang dihasilkan oleh kelenjar
buntu organ tertentu, dalam jumlah kecil, masuk aliran darah, mempunyai
organ sasaran dan dapat mendorong atau menghambat fungsi dari organ
sasaran / target tersebut.
Definisi klasik dari hormon adalah suatu senyawa yang diproduksi
oleh jaringan khusus yang dilepaskan ke aliran darah dan berjalan jauh
menuju sel spesifik dimana hormon akan memberikan efek spesifiknya.
Apa yang dulunya dianggap sebagai perjalanan sederhana kini terungkap
sebagai perjalanan panjang dan menjadi semakin kompleks pada saat
berbagai hasil penelitian di dunia tidak mampu menjelaskannya secara
rinci, bahkan pengertian hormon yang hanya dihasilkan oleh jaringan
spesifik kini menjadi sangat dipertanyakan. Kompleks hormon dan
resptornya kini ditemukan pada organisme sel tunggal primitif, dan ini
menggambarkan bahwa kelenjar endokrin sebenarnya merupakan hasil
evolusi yang berkembang sangat lambat kemudian.Kemampuan yang
begitu luas dari berbagai sel untuk memproduksi dan berreaksi terhadap
hormon, menimbulkan kenyataan yang tidaklah mengherankan apabila sel
kanker dapat menghasilkan hormon, karena pada dasarnya setiap sel
memiliki gena yang dapat mengekspresikan hormon, tergantung pada
diferensiasinya dan lingkungannya.
Kemampuan sel yang secara luas dapat memproduksi hormon
menjelaskan teka-teki ditemukannya hormon di tempat-tempat yang aneh,
seperti hormone gastrointestinal ditemukan di otak, hormon reproduksi di

11
sekresi intestinal, dan kemampuan sel kanker yang secara tak terduga
mampu memproduksi hormon.Ciri – ciri kelenjar endokrin yaitu kecil,
sekresinya sedikit, penuh pembuluh darah dan buntu tidak ada saluran
(Speroff et al., 2020).
3. Target hormon
Kini, hormon dan neurotransmitter sebenarnya harus dipandang
sebagai alat komunikasi atau regulator kimiawi dan signal.Peran hormon
kini tidak hanya sebagai senyawa endokrin, namun juga parakrin, autokrin
atau intrakrin. Karena fungsi komunikasinya, maka fungsi setiap signal
akan dipengaruhi oleh bagaimana signal tersebut disintesis, dilepaskan,
berjalan menuju target reseptor (transport), berikatan dengan reseptor,
menimbulkan reaksi/efek biologis dan mengalami degradasi atau
dihentikan efeknya. Sebagai contoh pada system reproduksi, kini kita ikuti
perjalanan estradiol dalam malukan fungsinya, mulai dari bagaimana
diproduksinya, dilepaskannya, ditransport, mekanisme efeknya (ikatan
dengan reseptor dan efek paska ikatan reseptor), dan
metabolismenya. Estradiol memulai perjalanan hidupnya dengan
disistesisnya pada sel spesifik yang memiliki enzim dan precursor yang
sesuai untuk steroidogenesis, suatu proses pembentukan hormon steroid.
Pada wanita dewasa sumber utama estradiol adalah sel-sel granulose dari
folikel yang sedang berkembang dan korpus luteum. Proses
steroidogenesis memerlukan stimulasi dari gonadotropin, Follicle-
stimulating hormone (FSH) dan Luteinzing hormone (LH). Pesan yang
dibawa oleh signal gonadotropin harus ditransmisikan melalui membrane
sel folikel atau korpus luteum, karena gonadotropin yang berupa
glikoprotein besar tidak mampu menembus membran sel yang berupa lipid
bilayer, namun akan berikatan dengan reseptor spesifiknya pada
membrane sel.
Ikatan signal reseptor ini memulai suatu rangkaian proses komunikasi
signal. Dimulai dengan diaktifkannya protein G, yang selanjutnya akan
mengaktifkan enzim adenilat siklase .Enzim ini selanjutnya akan
mengkatalisis pemecahan ATP menjadi siklik adenosine monofosfat atau

12
cAMP. cAMP sebagai pembawa pesan berikut dari proses komunikasi ini
selajutnya akan menyebabkan terjadinya rangkaian reaksi sistesis hormon
steroid, dalam hal ini estradiol.
Proses transmisi pesan ini kini diketahui menjadi semakin kompleks
dengan diungkapkannya peran berbagai molekul dalam proses fisiologi
hormonal ini, termasuk heterogenitas dari molekul polopeptida pembawa
signal dan reseptornya, regulasi dari ekspresi receptor pada membran sel,
serta hubungannya dengan sistem signal lainnya. Respon target sel
terhadap signal akan menurun manakala terjadi stimulasi yang terus
menerus, hal ini setidaknya melibatkan 3 mekanisme, yaitu :
 Desensitasi secara autofosforilasi dari segmen sitoplasmik dari reseptor
 Ilangnya kemampuan internalisasi dari reseptor, statu mekanisme yang
berjalan lebih lamban
 Blokade ikatan pada unit regulator dan katalitik dari enzim adenilat
siklase
Mengikuti stimulasi gonadotropin terhadap sel yang memproduksi
hormon steroid sexual maka langkah awal dan penting yang terjadi pada
steroidogenesis dari semua jenis hormon steroid adalah pemutusan rantai
samping kolesterol untuk membentuk pregnenolon yang melibatkan
system sitokrom P450 dan terjadi di mitokondria. Selama steroidogenesis,
jumlah atom karbon dari kolesterol atau berkurang atau tidak akan pernah
bertambah. Secara keseluruhan proses ini akan melibatkan reaksi-reaksi :
 Pemutusan rantai samping kolesterol untuk membentuk pregnenolon
 Reaksi dehidrogenasi yang mengubah gugus hidroksil menjadi keton
atau sebaliknya
 Reaksi hidroksilasi yang menambahkan gugus hidroksil
 Pembentukan ikatan rangkap
 Penambahan hydrogen untuk mengurangi ikatan rangkap.
Berbagai protein telah berhasil dikarakterisasi dan diduga berperan
sebagai regulator transfer kolesterol didalam sel. Sterol carrier protein 2
(SCP2) merupakan protein yang mampu mengikat dan membawa
kolesterol antar kompartemen dalam sel. Protein yang banyak dipelajari

13
sebagai regulator transfer kolesterol pada steroidogenesis
adalah steroidogenic acute regulator protein (StAR protein) yang
berlokasi didalam mitokondria (Speroff et al., 2020).
Fitur fungsional utama yang menjadi ciri hormon adalah bahwa mereka
 Tidak memulai fungsi baru, tetapi mengatur proses seluler yang sudah
ada;
 Memiliki efek yang relatif singkat dan berfluktuasi dalam konsentrasi,
menanggapi kebutuhan fisiologis segera. Meskipun, dalam beberapa
kasus, hormon dapat menyebabkan perubahan permanen, seperti
diferensiasi jenis kelamin, yang bertahan bahkan ketika hormon tidak
lagi diperlukan;
 Memiliki efek spesifik dan sensitif yang mempengaruhi respon seluler
yang unik pada konsentrasi yang sangat rendah;
 Memicu kaskade mekanisme penguatan, yang berarti bahwa sejumlah
kecil hormon menginduksi pelepasan sejumlah besar hormon dan/atau
metabolit intraseluler dalam sel target sampai tuntutan fisiologis
terpenuhi.

Gambar 2.1 Sinyal dalam sistem endokrin/reproduksi.

14
Begitu hormon mencapai jaringan target, mereka berinteraksi dengan
molekul reseptor yang spesifik hormon. Reseptor memiliki afinitas tinggi
terhadap hormon dan kapasitas untuk membedakan antara ratusan molekul
pengatur lain yang beredar dalam aliran darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Afinitas reseptor terhadap hormon harus cukup tinggi dalam
kaitannya dengan konsentrasi hormon dalam darah; dengan demikian,
jumlah hormon yang terikat pada reseptornya akan berubah sebagai
respons terhadap perubahan tingkat hormon dalam sirkulasi.
Sistem endokrin selanjutnya dapat memastikan spesifisitas dengan
secara langsung mensekresi hormon ke dalam area terbatas, seperti ruang
interstisial atau celah sinaptik. Dengan cara ini, pengenceran aliran darah
dihindari dan konsentrasi hormonal yang efektif ditetapkan pada tingkat
reseptor. Oleh karena itu, hormon-hormon dengan afinitas untuk reseptor
yang terdistribusi secara luas mampu menimbulkan respons biologis
spesifik dalam ruang terbatas tanpa mempengaruhi jaringan lain. Dengan
demikian, definisi klasik hormon telah diperluas untuk mencakup molekul
pensinyalan ekstra seluler lainnya, seperti peptida pengatur, faktor
pertumbuhan, dan neurotransmiter yang disintesis secara lokal dan tidak
bertindak oleh mode pensinyalan endokrin klasik.Secara umum, sementara
semua hormon dianggap molekul sinyal ekstraseluler, tidak semua
molekul sinyal ekstraseluler dianggap hormon, meskipun istilah ini
biasanya digunakan secara bergantian dalam literatur. Oleh karena itu,
selain mode pensinyalan endokrin klasik, interaksi antara molekul
pensinyalan ekstraseluler dan targetnya mencakup mode pensinyalan lain
yang disebut parakrin, neurokrin, autokrin, juxtacrine, intrakrin, dan
kriptokrin.
Pensinyalan parakrin (Gbr. 2.1B): sel-sel yang menghasilkan molekul
pensinyalan ekstraseluler berada di dekat sel target. Contoh pensinyalan
parakrin meliputi: testosteron hormon steroid androgenik yang disintesis
oleh sel-sel Leydig testis dan merangsang spermatogenesis di tubulus
seminiferus yang berdekatan; dan hormon insulin polipep pasang yang

15
disintesis di sel pulau Langerhans pankreas dan merangsang sekresi
glukagon yang diproduksi oleh sel yang berdekatan.
Pensinyalan neurokrin (Gbr. 2.1C): molekul sinyal ekstraseluler
adalah peptida atau amina yang disekresikan oleh neuron baik sebagai
neurotransmitter atau hormon neuro. Contoh klasik neurosekresi adalah
hormon pelepas hipotalamus, hormon pelepas gonadotropin (GnRH) yang
mencapai kelenjar hipofisis melalui sirkulasi porta-hipofisis dan
merangsang sel gonadotropin untuk mensintesis dan melepaskan hormon
perangsang folikel (FSH) dan hormon luteinizing (LH). Contoh lain dari
regulasi neurosekretori termasuk neuropeptida yang disekresikan oleh
lobus posterior kelenjar pituitari. Mereka termasuk vasopresin, juga
disebut hormon antidiuretik (ADH), dan oksitosin, yang keduanya
disintesis oleh neuron hipotalamus dan diangkut ke lobus saraf hipofisis
oleh aliran aksoplasma.Mereka kemudian dilepaskan sebagai hormon ke
dalam sirkulasi umum untuk mengatur fungsi di organ-organ jauh. ADH
meningkatkan reabsorbsi air oleh ginjal dan oksitosin mengatur kontraksi
uterus selama partus dan pengeluaran susu di kelenjar susu selama
menyusui.
Pensinyalan autokrin (Gbr. 2.1D): molekul pemberi sinyal
ekstraseluler yang dihasilkan oleh populasi sel juga mengatur populasi sel
yang sama. Dalam sistem reproduksi, 17β estradiol, yang disintesis oleh
sel granulosa folikel ovarium, mengatur sintesis progesteron dan
pertumbuhan sel pada populasi sel granulosa yang sama. Sel tumor
memperoleh kontrol pertumbuhan autokrin dengan memproduksi faktor
pertumbuhan hormonal mereka sendiri, membuat sel independen dari
regulator fisiologis proliferasi
Sinyal Juxtacrine (Gbr. 2.1E): molekul sinyal ekstraseluler adalah
peptida terikat membran yang mengikat reseptor sel yang terletak di dekat.
Komunikasi antar sel ditransmisikan melalui komponen membran dan
pensinyalan dapat mempengaruhi baik sel yang memancarkan atau sel
yang berdekatan terkait transmembran.Tidak seperti mode pensinyalan sel
lainnya, pensinyalan juxtacrine membutuhkan kontak fisik antara sel-sel

16
yang terlibat.Peptida harus tetap melekat pada membran; sebaliknya jika
dibelah untuk menghasilkan molekul bebas, aktivitas sinyal
hilang.Molekul pensinyalan ekstraseluler juxtacrine mencakup banyak
faktor pertumbuhan, seperti faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor
pertumbuhan transformasi-α (TGF-α), faktor nekrosis tumor-α (TNF-α),
dan faktor perangsang koloni-1 (CSF).-1).
Pensinyalan intrakrin (Gbr. 2.1F): enzim aktif endokrin dalam sel
target mengubah molekul pensinyalan ekstraseluler. Sel target aktif
endokrin tidak hanya mengekspresikan enzim yang mensintesis hormon
aktif, tetapi juga mengekspresikan enzim yang menonaktifkannya. Oleh
karena itu, sinyal intrakrin memodulasi konsentrasi hormon sesuai dengan
kebutuhan jaringan.Kontribusi keseluruhan dari sinyal intrakrin untuk
regulasi sintesis steroid adalah signifikan, karena 40% dari semua
androgen pada pria dan 75-100% estrogen pada wanita pascamenopause
berasal dari steroid adrenal yang diubah dalam jaringan target. Pensinyalan
intrakrin terjadi dalam dua cara. Pertama, molekul sinyal ekstraseluler
diubah secara enzimatik menjadi hormon yang berbeda.Misalnya,
androgen androstenedion diubah menjadi estrogen 17β-estradiol dalam sel
granulosa oleh sitokrom P450 aromatase (P450arom).Kedua, molekul
penanda ekstraseluler diubah secara enzimatik menjadi versi yang
meningkatkan atau menurunkan aktivitas biologis. Sinyal intrakrin terjadi
selama perkembangan janin ketika testosteron diubah oleh 5α-reducase
tipe 2 menjadi androgen yang jauh lebih kuat, 5α-dihidrotestosteron (5α-
DHT), yang bertanggung jawab atas maskulinisasi normal genitalia
eksterna. Contoh lain dari peningkatan aktivitas biologis adalah hormon
tiroksin (T4), yang disekresikan oleh kelenjar tiroid dan diubah oleh
iodothyronine deiodinases tipe 1 dan tipe 2 menjadi bentuk yang lebih
aktif, triiodothyronine (T3). Jaringan perifer yang aktif endokrin juga
mengekspresikan enzim yang menonaktifkan aktivitas biologis
pensinyalan ekstraseluler, seperti sulfotransferase.Contoh inaktivasi adalah
transformasi T3 dan T4 menjadi metabolit tidak aktif oleh iodothyronine
deiodinase tipe 3, yang ditemukan terutama di jaringan janin dan plasenta.

17
Pensinyalan kriptokrin (Gbr. 2.1G): molekul sinyal ekstraseluler
disintesis ke dalam lingkungan seluler tertutup tanpa pelepasan
ekstraseluler. Sistem ini membutuhkan hubungan yang erat antara sel yang
menghasilkan sinyal dan sel target.Dengan demikian, molekul pensinyalan
ekstraseluler dapat mempengaruhi fungsi sel yang kekurangan reseptor
spesifik. Contohnya termasuk hubungan antara sel Sertoli dan spermatid
dan transfer pembawa pesan kedua, seperti nukleotida siklik atau inositol
trifosfat, melalui gap junction antara sel yang berdekatan.
Pensinyalan Ferokrin dan Fotokrin (Gbr. 2.1H): sistem endokrin juga
merespons sinyal endokrin lingkungan eksternal yang mencakup hormon
yang terbawa udara atau molekul mirip hormon yang ada di lingkungan
dan sinyal cahaya, masing-masing disebut ferokrin dan fotokrin.
Pensinyalan ferokrin mengacu pada efek feromon yang disekresikan ke
lingkungan, yang merupakan molekul pensinyalan ekstraseluler yang
terkait dengan pasangan seks.
Sinyal pherocrine telah dijelaskan pada tikus, tikus, babi, domba, dan
monyet dan disarankan juga ada pada manusia.Feromon dirasakan oleh
penciuman oleh anggota spesies yang berlawanan. Contoh pensinyalan
ferokrin jantan termasuk metabolit androgenik 3α androstenol, yang
diproduksi di kelenjar ludah laring submaksil, dan 5α-androstenon yang
ada dalam lemak dan jaringan lain dari babi hutan peliharaan. Pada banyak
spesies flora bakteri vagina menghasilkan feromon wanita dalam bentuk
asam lemak rantai pendek.Aktivitas flora vagina berubah seiring dengan
perubahan tingkat sirkulasi estrogen dan progesteron, dan diyakini bahwa
asam lemak ini adalah rangsangan penciuman yang dipancarkan selama
estrus, memberikan informasi kepada pria tentang status fisiologis wanita.
Sinyal fotokrin mengacu pada efek panjang siang hari, atau
fotoperiode, pada struktur di dalam mata.Sinyal cahaya siang hari
kemudian ditransmisikan ke otak dan akhirnya mempengaruhi siklus
reproduksi di sejumlah spesies.Jalur SSP yang terlibat dalam translasi
cahaya meliputi retina, nukleus suprachiasmatic, ganglion servikal
superior, dan kelenjar pineal yang menghasilkan hormon melatonin

18
sebagai respons terhadap kegelapan.Meskipun melatonin telah
digambarkan sebagai hormon anti-gonad, fungsinya dalam fotoperiodisitas
masih kontroversial, karena fase kegelapan yang pendek dan panjang
menimbulkan efek yang berbeda pada siklus reproduksi banyak spesies,
termasuk kuda, domba, kambing, dan kucing.Spesies ini memiliki periode
tahunan aktivitas ovarium yang terganggu oleh periode tidak aktif, yang
disebut anoestrus.Meskipun siklus reproduksi tergantung pada lamanya
paparan siang hari, respon terhadap fotoperiode berbeda antar
spesies.Dengan demikian, peningkatan panjang hari menginduksi ovulasi
pada kucing dan kuda, sedangkan penurunan panjang hari menginduksi
ovulasi pada kambing dan domba.
Sementara pensinyalan pherocrine dan fotokrin merupakan komponen
penting dari komunikasi neuroendokrin antara lingkungan eksternal dan
internal, definisi sinyal-sinyal ini sebagai hormonal tetap kontroversial dan
beberapa penulis berpikir bahwa mereka tidak boleh dianggap demikian.
Dapat disimpulkan bahwa sistem pensinyalan endokrin menyediakan
sarana komunikasi antara
 Populasi sel tertentu;
 Populasi sel tetangga
 Organ jauh melalui sistem peredaran darah; dan
 Lingkungan eksternal dan internal.
Secara keseluruhan, sistem endokrin mengoordinasikan aspek
fundamental kehidupan hewan seperti pemeliharaan lingkungan internal,
metabolisme, reproduksi, perkembangan, dan pertumbuhan.

Tabel 2.1 Endocrine signaling molecules of the CNS

19
4. Struktur Kimia Hormon
Hormon terdiri dari beberapa struktur. Struktur- struktur tersebut adalah :
 Protein dan polipeptida termasuk hormon yang disekresikan oleh
kelenjar hipofisis anterior dan posterior, pankreas (insulin dan
glukagon), kelenjar paratiroid (hormon paratiroid), dan banyak lagi
lainnya (Guyton and Hall, 2016).
Hormon polipeptida dan protein disimpan dalam vesikel
sekretoris sampai hormon tersebut diperlukan.Sebagian besar hormon
di tubuh berupa polipeptida dan protein.Hormon-hormon tersebut
memiliki ukuran yang bervariasi dari peptida kecil dengan 3 asam
amino (thyrotropin-releasing hormone) sampai protein dengan asam
amino yang berjumlah hampir 200 (growth hormone dan
prolaktin).Umumnya, polipeptida dengan 100 atau lebih asam amino
disebut protein, dan polipeptida dengan asam amino yang berjumlah
kurang dari 100 disebut sebagai peptide.
Hormon protein dan peptida disintesis di bagian kasar retikulum
endoplasma yang terdapat di berbagai sel endokrin, dengan cara yang
sama seperti kebanyakan protein lainnya. Hormon tersebut biasanya
disintesis pertama kali sebagai protein besar yang tidak memiliki
aktivitas biologis (praprohormon) dan dipecah untuk membentuk
prohormon yang lebih kecil di retikulum endoplasma.Prohormon
tersebut kemudian ditransfer ke aparatus Golgi untuk dikemas dalam
vesikel sekretoris. Saat proses pengemasan tersebut berlangsung,
enzimenzim di dalam vesikel akan memecah prohormon untuk

20
menghasilkan hormon yang berukuran lebih kecil dan memiliki
aktivitas biologis serta fragmen-fragmen inaktif. Vesikel tersebut
disimpan dalam sitoplasma, dan banyak vesikel tersebut yang terikat
pada membran sel sampai sekresi hormon tersebut dibutuhkan.
Sekresi hormon (dan fragmen-fragmen inaktif) terjadi ketika vesikel
sekretoris menyatu dengan membran sel dan kandungan granularnya
dikeluarkan ke dalam cairan interstisial atau secara langsung ke dalam
aliran darah dengan cara eksositosis.
Pada banyak keadaan, rangsang eksositosis adalah peningkatan
konsentrasi kalsium sitosol akibat depolarisasi membran plasma. Pada
keadaan yang lain, rangsang reseptor permukaan sel endokrin
menimbulkan peningkatan adenosin monofosfat siklik (cAMP) diikuti
aktivasi protein kinase yang memulai terjadinya sekresi hormon.
Hormon peptida bersifat larut air, yang memungkinkan hormon-
hormon tersebut memasuki sistem sirkulasi dengan mudah, tempat
hormon tersebut dibawa ke jaringan targetnya (Guyton and Hall,
2016).
 Steroid disekresikan oleh korteks adrenal (kortisol dan aldosteron),
ovarium (estrogen dan progesteron), testis (testosteron), dan plasenta
(estrogen dan progesteron) (Guyton and Hall, 2016).
Semua hormon steroid pada dasarnya memiliki struktur yang
mirip dengan perbedaan kimia yang relatif kecil yang menyebabkan
perubahan mencolok dalam aktivitas biokimia.Struktur dasarnya
adalah molekul perhydrocyclopentanephenanthrene.Ini terdiri dari tiga
cincin 6-karbon dan satu cincin 5-karbon.Satu cincin 6-karbon adalah
benzena, dua dari cincin 6-karbon adalah naftalena, dan tiga cincin 6-
karbon adalah fenantrena; tambahkan siklopentana (cincin 5 karbon),
dan Anda memiliki struktur perhydrocyclopentanephenanthrene dari
inti steroid.
Steroid seks dibagi menjadi tiga kelompok utama sesuai dengan
jumlah atom karbon yang mereka miliki.Seri 21-karbon termasuk
kortikosteroid serta progestin, dan struktur dasarnya adalah nukleus

21
pre gnane.Seri 19-karbon mencakup semua androgen dan didasarkan
pada nukleus androstan,sedangkan estrogen adalah steroid 18-karbon
berdasarkan nukleus estrange (Speroff et al., 2020).

Gambar 2.2 Struktur kimia hormon steroid seks

Ada enam pusat asimetri pada struktur cincin dasar, dan ada 64
kemungkinan isomer. Hampir semua steroid alami dan aktif hampir
rata, dan substituen di bawah dan di atas bidang cincin diberi nama
alfa (α) (garis putus-putus) dan beta (β) (garis padat). Perubahan posisi
hanya satu substituen dapat menyebabkan isomer tidak aktif.Misalnya,
17 epitestosteron jauh lebih lemah daripada testosteron; satu-satunya
perbedaan adalah gugus hidroksil pada posisi C-17 daripada pada
posisi-β (Speroff et al., 2020).

22
Gambar 2.3 Gugus Hidroksil Progesteron

Konvensi penamaan steroid menggunakan jumlah atom karbon


untuk menunjuk nama dasar (misalnya, pregnane, androstane, atau
estran). Nama dasar didahului dengan angka yang menunjukkan posisi
ikatan rangkap, dan namanya diubah sebagai berikut untuk
menunjukkan satu, dua, atau tiga ikatan rangkap: -ena, -diena, dan -
triena. Mengikuti nama dasarnya, gugus hidroksil ditunjukkan dengan
nomor ikatan karbon, dan satu, dua, atau (Gambar 2.4) tiga gugus
hidroksil diberi nama -ol, -diol, atau -triol. Gugus keton diurutkan
terakhir dengan jumlah ikatan karbon, dan satu, dua, atau tiga gugus
diberi nama -satu, -dion, atau -trion. Sebutan khusus termasuk deoxy-
(penghilangan oksigen), nor- (penghilangan karbon), dan - (lokasi
ikatan rangkap) (Speroff et al., 2020).

23
Gambar 2.4 penamaan steroid menggunakan jumlah atom karbon

Hormon steroid biasanya disintesis dari kolesterol dan tidak


disimpan.Struktur kimia hormon steroid mirip dengan struktur kimia
kolesterol, dan pada sebagian besar keadaan, hormon tersebut
disintesis dari kolesterol itu sendiri.Hormon steroid bersifat larut
lemak dan terdiri atas tiga cincin sikloheksil dan satu cincin
siklopentil yang bergabung menjadi sebuah struktur.
Meskipun sel endokrin penghasil steroid memiliki sedikit
simpanan hormon steroid, sejumlah besar simpanan ester kolesterol
dalam vakuola sitoplasma dapat dimobilisasi secara cepat untuk
sintesis steroid setelah adanya rangsang.Banyak kolesterol pada sel
penghasil steroid berasal dari plasma, namun sintesis kolesterol de
novo juga terjadi di sel penghasil steroid. Oleh karena steroid sangat

24
larut dalam lemak, begitu disintesis, steroid akan berdifusi dengan
mudah melalui membran sel dan memasuki cairan interstisial dan
kemudian akan masuk ke dalam darah (Guyton and Hall, 2016).
 Turunan dari asam amino tirosin, disekresikan oleh tiroid (tiroksin dan
triiodotironin) dan medula adrenal (epinefrin dan norepinefrin)
(Guyton and Hall, 2016).
Hormon amino berasal dari tirosin.Dua kelompok hormon yang
berasal dari tirosin, yaitu hormon tiroid dan hormon medula adrenal,
dibentuk oleh kerja enzim di kompartemen sitoplasma sel
kelenjar.Hormon tiroid disintesis dan disimpan di kelenjar tiroid serta
terikat pada makromolekul protein tiroglobulin, yang disimpan di
folikel besar di dalam kelenjar tiroid.Sekresi hormon terjadi ketika
hormon amin tersebut terlepas dari tiroglobulin, dan hormon yang
bebas tersebut kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah. Setelah
masuk ke dalam darah, sebagian besar hormon tiroid akan bergabung
dengan protein plasma, terutama globulin pengikat tiroksin, yang
melepas hormon tersebut perlahan-lahan ke jaringan target.
Epinefrin dan norepinefrin dibentuk di medula adrenal, yang
normalnya menyekresi epinefrin dengan jumlah kira-kira empat kali
lebih banyak dibandingkan jumlah norepinefrin.Hormon katekolamin
tersebut ditangkap oleh vesikel prabentuk dan disimpan sampai
hormon tersebut disekresikan. Mirip dengan hormon protein yang
disimpan dalam granula sekretorik, katekolamin juga dilepaskan dari
sel medula adrenal dengan cara eksositosis. Begitu katekolamin
memasuki sirkulasi, hormon tersebut dapat ditemukan di plasma
dalam bentuk bebas atau terikat dengan zat lain (Guyton and Hall,
2016).
5. Mekanisme Kerja Hormon
Mekanisme kerja hormon pada sel-sel target untuk memberikan efek
spesifiknya dapat terjadi dengan berbagai cara,di mana hormon-hormon
yang berasal dari protein dan polipeptida secara umum tidak langsung
menembus dinding sel,melainkan bereaksi dengan reseptornya yang

25
spesifik yang berada di permukaan membran sel. Reaksi ini selanjutnya
menyebabkan efek langsung pada membran (dapat berupa perubahan-
perubahan permeabilitas ion) atau efek intraseluler yang dimediasi oleh
sistem second messenger di dalam sel (contohnya: kerja dari glukagon
pada membran sel hati yang merangsang glikogenolisis, dimediasi oleh
enzim adenylate cyclase dan produksi cyclic AMP). Adapun hormon
insulin, pada awalnya berinteraksi dengan reseptor insulin di permukaan
sel, yang diikuti dengan internalisasi dari kompleks insulin reseptor dan
modulasi langsung dari proses-proses enzimatik. Hormon-hormon steroid
(contohnya: hormon-hormon seks estradiol, progesteron, dan testosteron:
kortikosteroid adrenal: kortisol, aldosteron, dan juga vitamin D) bersifat
lipofilik, memasuki sel secara langsung dan bergabung dengan protein
reseptor spesifik di dalam sitoplasma dan inti sel. Komplekshormon-
reseptor ini kemudian akan menembus inti sel dan berikatan dengan
hormone receptor element pada DNA inti yang selanjutnya berperan dalam
transkripsi gen-gen spesifik untuk menghasilkan protein baru. Hormon-
hormon tiroid juga dapat menembus membran sel (terutama melalui proses
difusi). Namun, tidak seperti steroid, hormon-hormon tiroid berikatan
langsung dengan protein reseptor yang afinitasnya tinggi serta berikatan
dengan DNA inti untuk mempengaruhi transkripsi mRNA dan berperan
dalam sintesis protein (Shahab, 2017).
Cyclic AMP bukanlah satu-satunya second messenger yang terlibat
dalam mediasi kerja hormon. Mekanisme transduksi sinyal lain yang
terlibat meliputi stimulasi enzim guanylate cyclase (untuk memproduksi
cyclic GMP) atau aktivasi protein kinase C (via stimulasi phospholipase C
dan hidrolisis dari membrane polyphosphoinositides yang menghasilkan
inositol triphosphate (IP3) dan diaeylelycerol (DAG), yang juga berperan
dalam mengendalikan respons tertentu dari hormon. Beberapa reseptor
hormon juga dapat memediasi pemecahan fosfolipid membran via aktivasi
dari enzim fosfolipase A2, untuk menghasilkan asam arakidonat dan
metabolit-metabolit dari eikosanoid (seperti prostaglandin, thromboxane,
leukotriene, dan platelet activating factor (PAF)) yang terlibat dalam

26
respons alergi dan inflamasi. Asam arakidonat juga berfungsi sebagai
messenger intrasel untuk mengatur aktivitas enzim-enzim tertentu (seperti
protein kinase C) dan kanal ion di membran sel (Shahab, 2017).
6. Prinsip Mekasisme Umpan Balik
Untuk mempertahankan fungsi regulasi yang benar, kelenjar endokrin
menerima informasi umpan balik yang konstan tentang kondisi sistem
yang diatur, sehingga sekresi hormon dapat disesuaikan.Aktivitas sekresi
dari kebanyakan organ endokrin dikendalikan oleh hipofisis anterior, yang
selanjut- nya dikendalikan oleh faktor-faktor/ hormon releasing yang
dilepaskan oleh serat-serat saraf hipotalamus ke dalam aliran darah
hipofisis. Mekanisme umpan balik dapat pula terjadi tanpa melibatkan
hipotalamus dan hipofisis anterior seperti dalam pengendalian sekresi
insulin atau hormon paratiroid (Shahab, 2017).
Mekanisme umpan balik kelenjar endokrin dapat terjadi melalui
berbagai cara, antara lain:
 Umpan balik negatif langsung
Merupakan mekanisme kendali closed-loop yang paling umum,
di mana apabila terjadi peningkatan kadar suatu hormon di dalam
sirkulasi, akan menurunkan aktivitas sekresi dari sel- sel di dalam
kelenjar endokrin yang memproduksi hormon tersebut. Jalur ini secara
skematis ditunjukkan dalam gambar berikut (Shahab, 2017).

Gambar 2.5 Skema sederhana dari jalur mekanisme umpan balik negatif
Keterangan gambar :

27
Sekresi dari releasing hormone spesifik oleh sel-sel saraf
hipotalamus merangsang sel-sel hipofisis anterior untuk melepaskan
hormon tropik. Selanjutnya akan menginisiasi sekresihormon target
dari kelenjar-kelenjar target yang sudah terpilih. Kadar hormon dari
kelenjar target yang beredar di dalam sirkulasi akan memberikan efek
negatif (inhibisi) terhadap hipofisis anterior untuk mengendalikan
sekresi hormon tropik dari hipofisis (Shahab, 2017).
Pada jalur hierarki yang khas ini, kelompok tertentu dari sel- sel
saraf di dalam hipotalamus mensintesis peptida spesifik (releasing
hormone) yang disekresi ke dalam anyaman kapiler kelenjar hipofisis
anterior dan merangsang sel-sel hipofisis untuk melepaskan hormon-
hormon tropik yang spesifik. Pepti- da-peptida ini sebaliknya
merangsang sel-sel kelenjar target untuk melepaskan hormon kelenjar
target ke dalam sirkulasi darah. Selanjutnya hormon ini memberikan
efek umpan balik negatif terhadap hipofisis anterior untuk mengatur
kadar hormon tropik yang dilepaskan. Contohnya, sekresi hormon
tiroksin oleh kelenjar tiroid secara langsung dikendalikan oleh hormon
tropik dari hipofisis yaitu TSH (thyroid stimulating hormone)
(Shahab, 2017).
Kadar hormon tiroksin yang tinggi di dalam darah akan me-
nurunkan produksi TSH, sehingga akan menurunkan aktivi- tas
kelenjar tiroid (dan sebaliknya). Mekanisme umpan balik negatif yang
sama juga terjadi pada organ-organ target yang lain seperti korteks
adrenal, ovarium, dan testis (Shahab, 2017).

28
Gambar 2.6 Jalur mekanisme umpan balik negatif langsung

Penjelasan umpan balik negatif memiliki dampak besar pada


endokrinologi. Prinsip ini menyatakan bahwa hormon memiliki titik
setel tertentu yang dikendalikan dengan menurunkan regulasi jalur
stimulasi ketika titik setel terlampaui dan meningkatkan jalur stimulasi
saat kadar hormon turun di bawah titik setel. Mungkin setiap hormon
diatur dengan cara ini, meskipun jalur regulasi mungkin tidak
langsung terlihat untuk hormon baru. Loop regulasi ini diilustrasikan
dengan baik oleh sumbu utama hormon hipotalamus-hipofisis dan
mencakup keduanya stimulasi (misalnya, TRH merangsang hormon
perangsang tiroid [TSH]; TSH merangsang produksi T4/T3) dan
komponen penghambat (misalnya, T4/T3 menekan TRH dan TSH)
(Gbr. 1-4). Regulasi umpan balik juga terjadi untuk sistem endokrin
yang tidak melibatkan kelenjar pituitari. Misalnya, kalsium memberi
umpan balik untuk menghambat PTH, glukosa menghambat sekresi
insulin, dan leptin bekerja pada jalur hipotalamus untuk menekan
nafsu makan. Meskipun mekanisme umpan balik ini terlalu
menyederhanakan jalur fisiologis kompleks yang mengatur kadar
hormon, mereka memberikan wawasan yang berguna tentang
paradigma pengujian endokrin. Misalnya, hipotiroidisme ditandai
dengan peningkatan TSH, suatu respons fisiologis yang sesuai

29
terhadap defisiensi kadar hormon tiroid. Penekanan deksametason
pada sumbu CRH/ACTH digunakan untuk mendiagnosis penyakit
Cushing, yang ditandai dengan gangguan regulasi umpan balik
negatif. Respon adrenal yang kurang terhadap ACTH eksogen
digunakan untuk mendokumentasikan insufisiensi adrenal primer
(Jameson and Degroot, 2016).

Gambar 2.7 Feeback regulation of the hypothalamic-piutary axis

 Umpan balik tidak langsung


Hormon kelenjar target juga dapat menghambat sekresi hormon
tropik hipofisis secara tidak langsung melalui hambatan sekresi
releasing hormone dari hipotalamus. Mekanisme ini terjadi dalam
pengaturan sekresi hormon-hormon adrenal dan gonad (testis dan
ovarium). Contohnya, hormon-hormon kortikosteroid yang disekresi
oleh kelenjar adrenal secara tidak langsung menghambat sekresi
kortikotropin (adrenocorticotrophic hormone, ACTH) dari hipofisis

30
anterior, melalui hambatan sekresi corticotrophin releasing hormone
(CRH) dari hipotalamus (Shahab, 2017).
Di samping itu, hormon tropik (ACTH) dapat bekerja secara
langsung pada neuron-neuron hipotalamus untuk mengatur
produksinya sendiri (short-loop feedback) (Shahab, 2017).
Konsep Umpan Balik Sebagian besar sel endokrin adalah
produsen dan target molekul pensinyalan ekstra seluler dan bertindak
bersama-sama untuk menghasilkan respons terintegrasi terhadap
perubahan lingkungan eksternal dan internal. Jaringan neuroendokrin
memiliki kemampuan untuk merasakan perubahan dan kemudian
secara selektif menghasilkan sinyal yang mengontrol dan
mengkoordinasikan sintesis hormon.Mekanisme regulasi hormon yang
paling sederhana adalah umpan balik negatif dan umpan balik
positif.Dalam umpan balik negatif, hormon yang disekresikan oleh
kelenjar target memberi sinyal pada kelenjar produsen untuk
menurunkan aktivitasnya. Dalam umpan balik positif, hormon yang
diproduksi oleh kelenjar target memberi sinyal pada kelenjar produsen
untuk meningkatkan sekresi
Pengaturan aktivitas gonad oleh sumbu hipotalamus pituitari
adalah contoh umpan balik negatif dan positif.Neuron hipotalamus
mensekresi GnRH dalam bentuk pulsa dengan frekuensi kira-kira satu
kali setiap 90-120 menit.Denyut GnRH diikuti oleh denyut
gonadotropin, terutama LH dan sedikit FSH.Kedua gonadotropin
berikatan dengan reseptor spesifik di gonad yang mengatur sintesis
hormon steroid.
Pada pria, LH merangsang sintesis androgen, yang mengikat
reseptor androgen di hipotalamus dan kelenjar hipofisis dan
memberikan umpan balik negatif dengan mengurangi frekuensi
denyut LH.Estradiol, yang diproduksi secara lokal di hipotalamus
melalui aromatisasi androgen, berikatan dengan reseptor estrogen di
hipotalamus dan kelenjar pituitari dan mengurangi amplitudo denyut
LH (Gbr. 2.8A).

31
Pada wanita, gonadotropin merangsang sintesis estrogen dan
menginduksi ovulasi.Pada awal fase folikular, estrogen yang
diproduksi oleh sel granulosa ovarium memberikan umpan balik
negatif pada aksis hipofisis hipotalamus. Namun, pada akhir fase
folikular, peningkatan kadar estrogen memberikan umpan balik positif
pada sumbu hipotalamus hipofisis, yang merespons dengan
peningkatan frekuensi pulsa GnRH diikuti dengan pelepasan lonjakan
ovulasi gonadotropin (Gbr. 2.8B).

Gambar 2.8 Feedback regulation of testicular (A) an ovarian (B) function

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Biologi molekuler adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang molekul
yang bertanggung jawab atas kehidupan. Molekul-molekul ini dapat berupa
mikro dan makromolekul. Tiga gagasan yang secara kolektif dapat dikatakan
membentuk ilmu biologi molekuler adalah Mekanisme, Teori Sel, dan Evolusi.
Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar dalam tubuh yang membuat
hormon yang membantu sel berbicara satu sama lain. Mereka bertanggung jawab
atas hampir setiap sel, organ, dan fungsi di tubuh.
Pengenalan hormon oleh reseptor spesifik memicu kaskade reaksi yang
melibatkan sintesis dan/atau mobilisasi kelompok molekul kedua yang disebut
pembawa pesan kedua intraseluler, yang pada akhirnya mempengaruhi ekspresi
gen dan menimbulkan respons biologis. Dari studi tentang mekanisme molekuler
dimana molekul pensinyalan endokrin mempengaruhi ekspresi gen muncul ilmu
endokrinologi molekuler, yang didefinisikan sebagai studi tentang aksi hormon
pada tingkat seluler dan molekuler. dari endokrinologi akan ditinjau, dengan
fokus pada molekul yang mengatur reproduksi dan bagaimana mereka diatur
dalam konteks sistem endokrin.
B. Saran
Penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan
yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki
makalah dengan mengacu kepada sumber yang bisa dipertanggungjawabkan
nantinya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran
mengenai pembahasan makalah di atas.

33
DAFTAR PUSTAKA

Chedrese, P. (2009) Reproductive Endocrinology A Molecular Approach. Canada:


Sfingter.
Guyton, A. C. And Hall, J. E. (2016) Textbook Of Medical Physiology. 13th Edn.
Philadelphia (Pa): Elsevier.
Jameson, J. L. And Degroot, Leslie J (2016) Principles Of Endocrinology.
Endocrinology: Adult And Pediatric. Philadelphia (Pa): Elsevier.
Masoodi, K. Z., Lone, S. M. And Rasool, R. S. (2021) Introduction To Molecular
Biology Techniques. Advanced Methods In Molecular Biology And Biotechnology.
Elsevier. Doi: 10.1016/B978-0-12-824449-4.00001-3.
Shahab, A. (2017) Dasar-Dasar Endokrinologi. Jakarta: Rayyana
Komunikasindo.
Sherwood, L. (2012) Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: Egc.
Speroff Et Al. (2020) Clinical Gynecologic Endocrinology And Infertility 9th Ed.
Philadelphia (Pa): Walters Kluwer.
Suharto, I. P. S. And Nurseskasatmata, S. E. (2020) Fisiologi Sistem Endokrin.
Kediri: Unik Press.
Verma, P S And Agarwal, V K (2009) Cell Biology, Genetics, Molecular
Biology, Evolution And Ecology. India: S. Chand & Company Ltd.

34

Anda mungkin juga menyukai