Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERATURAN PERUNDANGAN SEBAGAI SUMBER


HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hukum Administrasi Negara
Dosen Pengampu : Dr. Drs, Daud Munasto SH.,MH.

Disusun Oleh :
Anna Nur Zamzam (2110631010065)

KELAS D
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2022
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Peraturan Perundangan
sebagai Sumber Hukum Administrasi Negara” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen Dr. Drs.
Daud Munasto SH.,MH. pada mata kuliah Hukum Administrasi Negara. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang sumber hukum administrasi negara
khususnya dalam sumber hukum formil yaitu peraturan perundangan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada bapa Dr. Drs. Daud Munasto SH.,MH. selaku dosen
Hukum Administrasi Negara yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................................................ 2
Daftar Isi .................................................................................................................................................. 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULAN.......................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................... 4
2.1 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 9
3.1 Tujuan ................................................................................................................................... 10
BAB II ..................................................................................................................................................... 11
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................... 11
1.2 Definisi Sumber Hukum ........................................................................................................ 11
2.2 Macam-macam Sumber Hukum Administrasi Negara.......................................................... 12
3.2 Peraturan Perundang-undangan pada Sumber Hukum HAN ............................................... 15
4.2 Sanksi-sanksi dala Hukum Administrasi Negara ................................................................... 17
BAB III .................................................................................................................................................... 19
PENUTUP ............................................................................................................................................... 19
1.3 Kesimpulan............................................................................................................................ 19
2.3 Saran ..................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 20
BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang


Hukum administrasi negara (HAN) merupakan frasa yang terdiri dari dua suku kaata, yaitu
“hukum” dan “administrasi negara”. Untuk mengetahui definisi dari HAN maka harus
diketahui terlebih dahulu pengertian dari masing-masing kata tersebut.
Hingga saat ini belum ada kesepakatana pendefiniian hukum dikalangan para ahli. Tetapi
ada irisan disetiap para ahli merumuskan definisi hukum. Kesulitan mendefinisikan hukum
tidak lain karena wujud hukum yang abstrak dan cakupannya yang sangat luas, seperti yang
dikatakan oleh Immanuel Kant “noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffen von
recht” yang berarti “masih juga para sarjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang
hukum”. Selain Immanuel Kant, L.J.Van Apeldoorn juga menyebutkan bahwa “tidak mungkin
memberi suatu definisi tentang hukum, karena hubungan-hubungan anggota mastarakat yang
diatur oleh hukum ada 1001 macam”.
Salah satu pengertian hukum dari para ahli yaitu menurut Utrecht, menurutnya hukum
adalah himpunan petunjuk hidup yang berisi perintah dan larangan yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat , oleh karena
itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah itu.
Sementara itu ada juga pendapat dari Mochtar Kusumaatmaja dalam bukunya “Hukum
Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional”, mengatakan bahwa hukum adalah keseluruhan
kaedah-kaedah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat
yang bertuuan memelihara ketertiban yang meliputi lembaga-lembaga dan proses guna
mewujudkan berlakuknya kaedah itu sebagai kenyataan dalam masyarakat.
Sementara itu, Sjachran Basah mengungkap makna mengenai pengertian hukum. Ia lebih
memilih pendekatan fungsi. Menurutnya, dalam hukum, terdapat lima fungsi hukum dalam
kaitannya dengan kehidupan masyarakat sebagai berikut. 1. Direktif: sebagai pengarah dalam
membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara. 2.
Integratif: sebagai pembina kesatuan bangsa. 3. Stabilitatif: sebagai pemelihara (termasuk
hasil-hasil pembangunan) serta penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat. 4. Perfektif: sebagai penyempurna terhadap tindakan-
tindakan administrasi negara ataupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara
dan bermasyarakat. 5. Korektif: baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam
mendapatkan keadilan.
Setelah memahami apa definisi dari hukum, selanjutnya penjabaran definisi dari
administrasi negara agar dapat menemukan arti dari HAN itu sendiri. Dalam memenuhi
kebutuhan dan pelayanan terhadap rakyat pemerintah membutuhkan suatu badan yang
berfungsi untuk melaksanakan dan mengelola segala kebutuhan kesejahteraan masyarakat
yaitu berupa administrasi negara guna sistem pemerintahan berjalan dengan stabil dan terukur
dengan baik.
Menurut Leonard D. White, administrasi negara terdiri atas semua kegiatan negara untuk
memenuhi dan melaksanakan kebijaksanaan negara. Jadi, administrasi negara sesungguhnya
memiliki dua pengertian yang bisa dilihat dari dua segi. Pertama, administrasi negara sebagai
organisasi. Kedua, administrasi negara memiliki tujuan yang bersifat kenegaraan, yaitu tujuan-
tujuan yang ditetapkan undang-undang secara dwigend recht (hukum yang memaksa).
Sebelum adanya keseragaman tentang pemakaian istilah, banyak sekali istilah yang dipakai
dalam mempelajari tentang administrasi penyelengggaran negara, terutama dilihat dari aspek
hukumnya. a. Istilah Tata Usaha Pemerintahan dipakai pada zaman berlakunya Undang-
undang Dasar Sementara 1950 b. Istilah Hukum Tata Usaha Negara dipakai di Universitas
Pajajaran dan Universitas Sriwijaya c. Istilah Hukum Tata Pemerintahan dipakai di Universitas
Gajah Mada dan Universitas Airlangga Di Indonesia sesuai dengan rapat staff Pengajar
Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia pada tanggal 26-28 Maret 1973 di Cibulan,
memutuskan bahwa sebaiknya istilah yang dipakai adalah Hukum Administrasi Negara,
dengan alasannya:
1. Hukum Administrasi Negara merupakan istilah yang luas pengertiannya, sehingga
membuka kemungkinan kearah pengembangan cabang ilmu hukum ini yang lebih sesuai
dengan perkembangan pembangunan dan kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia di
masa yang akan datang.
2. Lebih mudah dipahami dan dimengerti.
Hukum Administrasi Negara:
1. Sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat
2. Mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian
tersebut
3. Sebagai perlindungan hukum
4. Menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik (
Philipus M. Hadjon dkk, 1994 : 28 )
Administrasi negara yaitu suatu sistem yang melibatkan unsur dan sifat sistem untuk
mencapai suatu tujuan. Selain itu administrasi negara membahas pelaku-pelaku yang
menjalankan fungsi administrasi dan juga segala cara, prosedur, dan prayarat yang bertujuan
mengubah segala sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan negara itu.
Sifat-sifat administrasi negara sebagai suatu sistem :
1. Sistem itu mempunyai tujuan
2. Sistem itu mempunyai batas-batas sistem
3. Sistem pada umumnya bersifat terbuka walaupun dalam beberapa hal dapat bersifat
tertutup
4. Sistem terdiri atas berbagai bagian atau subsistem
5. Sistem itu mempunyai sifat wholism
6. Terdpat saling keterhubungan
7. Sistem melakukan kegiatan kontrol
8. Mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri
9. Sistem melakukan kegiatan transformasi
Prayudi Atmosudirdjo melihat administrasi negara pada fungsinya yang lebih luas lagi,
yakni melaksanakan dan menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategy, policy) serta
keputusan-keputusan pemerintah secara nyata (implementasi dan menyelenggarakan undang-
undang menurut pasal-pasalnya) sesuai dengan peraturan-peraturan pelaksanaan yang
ditetapkan. Untuk memperjelas makna administrasi negara tersebut, Prayudi Atmosudirdjo
memerincinya dalam beberapa pengertian administrasi negara yang terkait dengan pelaksanaan
kebijakan pemerintah sebagai berikut.
1. Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau sebagai institusi politik
(kenegaraan).
2. Administrasi negara sebagai “fungsi” atau sebagai aktivitas melayani pemerintah, yakni
sebagai kegiatan “pemerintah operasional”.
3. Administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang.
Tentu saja sistem administrasi negara sebagaimana kebanyakan sistem yang lain
mempunyai keterbatasan dalam pencapaian tujuan, seperti setiap negara memiliki keterbatasan
dalam beberapa hal. Oleh karena itu, sistem administrasi negara harus mampu menentukan
tujuan utama yang hendak dicapai dengan keterbatasan yang dimilikinya.
Dalam perbincangan mengenai paradigma prinsip-prinsip administrasi, terdapat pakar-
pakar utama yang sangat mempunyai pengaruh besar, khususnya yang mendukung
pengembangan paradigma prinsip-prinsip administrasi, yaitu Willoughby, Gullick, & Urwick.
Peristiwa besar berlangsungnya pergeseran paradigma administrasi negara tersebut
berlangsung antara tahun 1927 sampai 1937. Pemikiran pokok dari paradigma prinsip-prinsip
administrasi tersebut, pada galibnya, dipengaruhi oleh pandangan-pandangan dari para pakar
manajemen, khususnya para pakar manajemen yang masih berpikir secara klasik, seperti Henry
Fayol dan Taylor. Kedua pakar manajemen klasik tersebut kemudian sangat memberanikan
diri untuk memperkenalkan prinsip-prinsip tersebut dan memerincinya dalam pengertian
POSDCORB (planning, organizaning, staffing, directing, coordinating, reporting, dan
budgeting).
Pandangan ini jelas memperlihatkan bahwa masalah administrasi negara lebih dianggap
sebagai proses dari suatu sistem ketatanegaraan yang tentu saja dimulai dari adanya
perencanaan atau planning. Kemudian, diikuti proses pengorganisasian, perancangan staf,
pengarahan, serta pengoordinasian sampai tahap pelaporan dan penganggaran. Namun, pola
pemikiran ini dianggap sangat sederhana, mengingat urusan administrasi negara seolah hanya
urusan penatausahaan dan pengelolaan belaka. Terlebih lagi, dalam pandangan paradigma ini,
keberadaan POSDCORB di atas pada prinsipnya dapat dilakukan di mana saja atau universal.
Karena dianggap bisa diterapkan di mana pun, paradigma tersebut tidak lagi mementingkan
locus. Hal ini tentu merupakan kekeliruan apabila menganggap bahwa masalah administrasi
bisa dilakukan secara seragam. Hal ini disebabkan bahwa di balik masalah administrasi negara,
terdapat faktor manusia dalam masyarakat yang tidak mungkin ditebak perubahan ataupun
keragamannya. Pada perkembangan berikutnya, muncul paradigma administrasi negara
sebagai ilmu politik.
Kemunculan paradigma baru ini ditandai dengan pertanyaan besar dari Morstein-Marx,
seorang editor buku Elements of Public Administration, yaitu mengapa dilakukan suatu
pemisahan politik dan administrasi. Menurutnya, pemisahan antara administrasi negara dan
politik jelas sebagai sesuatu yang tidak mungkin atau tidak realistis. Bagaimana mungkin
antara administrasi negara dipisahkan sedemikian rupa dari politik, mengingat bagaimanapun
administrasi negara itu menjalankan perintah perintah yang dikemas dalam politik negara
tersebut. Pendukung lainnya dari paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik adalah
Hebert Simon. Ia menegaskan adanya ketidakkonsistenan prinsip administrasi yang
mengedepankan sisi manajemen klasik sehingga menilai prinsip-prinsip tersebut tidak berlaku
universal.
Dapat kita peroleh bahwa HAN merupakan hukum yang mengatur wewenang pemerintah,
pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan melindungi hak-hak administratif rakyat dalam
penyelenggaraan pemerintah. Menurut CJN Versteden (1984:13) hukum administrasi negara
dapat dikatakan sebagai peraturan-peraturan hukum publik yang berkaitan dengan pemerintah
umum. Pemerintah umum terdiri dari seeluruh kegiatan penguasa yang tidak termasuk dalam
pembentukan undang-undang dan peradilan.
HTN dengan HAN merupakan dua alat untuk mengatur dan membatasi pemerintahan yang
tidak dapat dipisahkan. HTN atau hukum tata negara bisa disebut dengan negara dalam keadaan
diam, karena hal itu dibentuk oleh peraturan-peraturan dengan badan atau lembaga yang
dibuaat untuk bekertja dan kewenangan setiap badan atau lembaga tersebut diberikan.
Sedangkan HAN atau hukum administrasi negara disebut juga negara dalam keadaan gerak
diaman negara melakukan tindakan langsung. Hal ini berupa peraturan-peraturan yang
mengikat badan-badan dan lembaga-lembaga dalam menggunakan kewenangan yang
dimilikinya (CJN Versteden (1984:20)).
Meskipun membicarakan hal yang sama, tetapi dalam pemakaian istilah yang digunakan
ternyata sangat bervariasi. Di Belanda, digunakan istilah administratifrecht atau bestuursrecht.
Pemakaian istilah ini memiliki makna lingkungan kekuasaan/administratif yang terpisah dari
lingkungan kekuasaan legislatif dan yudisial. Sementara itu, di Prancis, istilah yang digunakan
adalah droit administrative yang diartikan bebas hukum administrasi. Di Inggris, istilah yang
digunakan tidak jauh berbeda dengan istilah yang dipakai oleh negara Jerman, yakni
administrative law. Namun, sedikit agak beda. Di Jerman, istilah yang digunakan adalah
verwaltung recht.
Dalam kepustakaan ataupun dalam hal penamaan subjek keilmuan bidang ini, di Indonesia
banyak istilah yang digunakan. Sebagai contoh, Wirjono Prodjodikoro pernah menggunakan
istilah hukum tata usaha pemerintahan, sedangkan Djulal Husein lebih menggunakan istilah
hukum tata usaha negara. Hal tersebut senada dengan WF Prins dan Utrecht (pada masa
awalnya) yang menggunakan istilah serupa.
Penggunaan istilah hukum administrasi negara diketengahkan oleh Utrecht meskipun pada
mulanya menggunakan istilah hukum tata usaha Indonesia dan kemudian hukum tata usaha
negara Indonesia. Penggunaan istilah hukum administrasi negara tersebut kemudian juga
disepakati oleh rapat staf dosen fakultas hukum negeri seluruh Indonesia pada Maret 1973 di
Cirebon. Pemakaian tersebut dilandasi pemikiran bahwa istilah tersebut lebih luas dan sesuai
dengan iklim perkembangan hukum Indonesia.
Pemakaian istilah hukum administrasi negara sebagai nama mata kuliah dalam kurikulum
fakultas hukum ternyata tidak berjalan secara serta-merta. Hal itu disebabkan Surat Keputusan
Mendikbud tahun 1972 (SK Mendikbud Nomor 0198/U/1972) tentang Pedoman Kurikulum
Minimal Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Berdasarkan surat tersebut, digunakan nama
mata kuliah hukum tata pemerintahan (HTP) sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus
ada di kurikulum fakultas hukum. Namun, pada tahun 1983, penggunaan nama hukum
administrasi negara kembali dipakai berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud Nomor 31
Tahun 1983 tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum. Di surat
Ruang lingkup atau lapangan hukum administrasi negara secara tegas baru pada tahun 1926
diuraikan secara konkret oleh Van Vollenhoven dalam bukunya yang berjudul Omtrek van
Hetadministratiefrecht. Setelah mengadakan peninjauan yang luas tentang pembidangan
hukum, terutama di negara-negara Prancis, Jerman, dan Amerika, van Vollenhoven
menggambarkan suatu skema mengenai hukum administrasi negara di dalam kerangka hukum
seluruhnya. Berdasarkan kesimpulan tersebut, yang kemudian terkenal dengan sebutan “residu
theori”, van Vollenhoven menyajikan pembidangan seluruh materi hukum tersebut sebagai
berikut.
1. Staatsrecht (materieel)/hukum tata negara (materiel), meliputi sebagai berikut. a. Bestuur
(pemerintahan). b. Rechtspraak (peradilan). c. Politie (kepolisian). d. Regeling (perundang-
undangan).
2. Burgerlijkerecht (materieel)/hukum perdata (materiel).
3. Strafrecht (materiel)/hukum pidana (materiel).
4. Administratiefrecht (materiel dan formeel)/hukum administrasi negara (materiel dan
formeel), meliputi sebagai berikut.
a. Bestuursrecht (hukum pemerintahan).
b. Justitierecht (hukum peradilan) yang meliputi sebagai berikut.
1) Staatsrechterlijcke rechtspleging (formed staatsrecht/peradilan tata negara).
2) Administrative rechtspleging (formed administratief recht/ peradilan
administrasi negara).
3) Burgerlijeke rechtspleging (hukum acara perdata).
4) Strafrechtspleging (hukum acara pidana).
c. Politierecht (hukum kepolisian).
d. Regelaarsrecht (hukum proses perundang-undangan)
Berdasarkan definisi hukum administrasi negara dari Prajudi Atmosudirdjo, dapat
disimpulkan bahwa hukum administrasi negara adalah hukum mengenai seluk-beluk
administrasi negara (hukum administrasi negara heteronom) dan hukum operasional hasil
ciptaan administrasi negara (hukum administrasi negara otonom) dalam rangka memperlancar
penyelenggaraan dari segala yang dikehendaki dan menjadi keputusan pemerintah dalam
rangka penunaian tugas-tugasnya. C.j.N. Versteden menyebutkan bahwa secara garis besar
hukum administrasi negara meliputi bidang pengaturan, antara lain sebagai berikut.
1. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan, dan kesopanan,
dengan menggunakan aturan tingkah laku bagi warga negara yang ditegakkan dan
ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah.
2. Peraturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan sosial bagi rakyat.
3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah.
4. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari pemerintah
termasuk bantuan terhadap aktivitas swasta dalam rangka pelayanan umum..
5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak.
6. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga negara
terhadap pemerintah.
7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi.
8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintah hukum administrasi
negara yang lebih tinggi terhadap organ yang lebih rendah.
9. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintah hukum
administrasi negara.
Menurut Prajudi Atmosudirdjo, untuk keperluan studi ilmiah, ruang lingkup studi hukum
administrasi negara meliputi sebagai berikut.
1. Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara.
2. Hukum tentang organisasi dari administrasi negara.
3. Hukum tentang aktivitas-aktivitas administrasi negara, terutama yang bersifat yuridis.
4. Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara, terutama mengenai
kepegawaian negara dan keuangan negara.
5. Hukum administrasi pemerintahan daerah dan wilayah yang dibagi menjadi:
a) hukum administrasi kepegawaian;
b) hukum administrasi keuangan;
c) hukum administrasi materil;
d) hukum administrasi perusahaan negara;
6. Hukum tentang peradilan administrasi negara. Menurut Kusumadi Pudjosewojo, yang
mendasarkan pada UndangUndang Dasar Sementara RI, membagi bidang-bidang
pokok yang merupakan bagian dari lapangan hukum tata usaha atau hukum administrasi
negara dapat disebut sebagai berikut:
a) hukum tata pemerintahan (paham ketiga);
b) hukum tata keuangan (dikurangi dengan hukum pajak);
c) hukum hubungan luar negeri;
d) hukum pertahanan negara dan keamanan umum.

2.1 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan sumber hukum?
2. Apa saja sumber-sumber hukum administrasi negara?
3. Bagaimana definisi peraturan perundangan yang merupakan bagian dari sumber-
sumber hukum administrasi negara?
4. Apa saja sanksi-sanksi dalam Hukum Administrasi Negara
3.1 Tujuan
1. Mengetahui definisi sumber hukum
2. Mengetahui macam-macam sumber hukum administrasi negara
3. Mengetahui definisi peraturan perundangan yang ada pada sumber hukum administrasi
negara
4. Mengetahui sanksi-sanksi dalam Hukum Administrasi Negara.
BAB II
PEMBAHASAN

1.2 Definisi Sumber Hukum


Sumber hukum ialah asal mulanya hukum itu ada, segala sesuatu yang menimbulkan
aturan-aturan hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Segala sesuatu tersebut yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya hukum, dari mana hukum ditemukan,
atau darimana berasalnya norma hukum. Secara ringkas, apabila hendak mencari ketentuan-
ketentuan yang mengatur hukum administrasi negara, tempat tersebut merupakan sumber
hukum administrasi negara.
Sumber hukum dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi hukum yang disebut
hukum materil ataupun dapat dilihat dari bentuk dan pembentukan suatu hukum yang disebut
sebagai sumber hukum formil.
Sumber hukum materil yaitu hukum yang mengatur hak, kewajiban, subjek, dan objek
hukum. Kesadaran masyarakat, kesadaranhukum yang hidup dalam masyarakat tentang apa
yang dianggap seharusnya dan menentukan isi apakah yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat
disebut sebagai hukum dan mempunyai kekuatan mengikat ebagai hukum.
Isi hukum itu harus ditentukan oleh faktor-faktor ideal dan faktor kemasyarakatan. Faktor
ideal yaitu pedoman tentang keadilan yang merupakan tujuan langsung dari peraturan hukum
tersebut yang berakhir pada tujuan hukum, yakni kesejahteraan umum. Sedangkan faktor
kemasyarakatan ialah hal-hal yang nyata dan hidup dalam masyarakat itu sendiri yang tunduk
kepada aturan dalam kehidupan masyarakat.
Sumber hukum materil Indonesia adalah Pancasila , sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.sumber hukum materil dapat dilihat dari berbagai
sudut kehhidupan, misalnya dari sudut sosiologi, sejarah, ekonomi, dan sebagainya.
sumber hukum selanjutnya yaitu sumber hukum formil, ialah tempat dimana kita dapat
menemukan hukum dan bertugas menjalankan dan menegakkan hukum materil. Sumber
hukum formil ada 5, yaitu peraturan perundang-undangan, kebiasaan dan hukum adat,
jurisprudensi, traktat, dan doktrin.
Peraturan perundang-undangan dibuat oleh pemegang kekuasaan dalam negara. Jenis
peraturan perundang-undangan dalam hierarki (Pasal 7 ayat 1 UU No.12 Tahun 2011):
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU)
4. PERATURAN Pemerintah (PP)
5. Peraturan Presiden (KEPRES)
6. Peraturan daerah provinsi, dan
7. Peraturan daerah kabupaten/kota
Kebiasaan dan hukum adat. Kebiasaan yaitu perbuatan atau tindakan yang dilakukan secara
berulang-ulang karena diyakini sebagai sesuatu yang demikianlah harus dilakukan. Sedangkan
hukum adat ialah kebiasaan yang mempunyai akibat hukum yang diikuti oleh masyarakat
karena dianggap bahwa itulah hukumnya.
Jurisprudensi, merupakan hukum yang terbentuk karena putusan hakim yang diikuti secara
berulang-ulang dalam kasus yang sama, atau dengan kata lain dapat disebutkan sebagai
keputusan hakim terdahulu yang dapat dijadikan dasar keputusan dan diikuti oleh hakim lain
dalam memberikan keputusan terhadap suatu kasus yang sama.
Traktat adalah perjanjian antar negara, atau hukm yang ditetapkan antar negara yang
berlaku sebagai perjanjian. Traktat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Bilateral : perjanjian yang dilakukan antara dua negara.
2. Multilateral : traktat yang dibbuat oleh lebih dari dua negara.
3. Terbuka : traktat yang memberi kesempatan kepada negara-negara yang pada
awalnya tidak ikut dalam pembentukan traktat tersebut, untuk ikut menjadi pihak
dalam traktat tersebut.
Traktat antar negara ini mengikat dan berlaku bagi negara-negara yang mengadakan
perjanjian adalah adalah berdasarkan pada asas Pacta Sunt Servanda (setiap perjanjian itu
mengikat para pihak dan harus ditaati dengan baik).
Doktrin adalah ajaran atau pendapat para ahli hukum yang erkenal dan dijadikan sebagai
rujukan dalam penyelesaian masalah-masalah hukum. Pendapat ahli hukum yang dituangkan
ke dalam putusan pengadilan dapat menjadi sumber hukum melalui yurisprudensi.

2.2 Macam-macam Sumber Hukum Administrasi Negara


Pradjudi Atmosudirjo (1994:56) mengklasifikasikan hukum administrasi negara menjadi
hukum administrasi negara heteronom dan hukum administrasi otonom. Hukum administrasi
heteronom adalah norma hukum administrasi negara yang mengatur wewenang badan atau
pejabat tata usaha negara. Hukum administrasi otonom adalah norma hukum administrasi
negara yang diciptakan oleh badan atau pejabat tata usaha negara.
Sumber hukum administrasi negara dapat diklasifikasikan menjadi sumber hukum
administrasi negara materil dan formil. Sumber hukum materil ialah tempat darimana hukum
itu diambil. Sumber hukum materil terdiri dari faktor-faktor pembentuk hukum, yaitu ada
hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandnagan agama
dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah,perkembangan internasional, keadaan geografi, dan
lain sebagainya. Selain itu ada juga faktor-faktor yang ikut mempengaruhi materi atau isi dari
aturan-aturan hukum atau faktor-faktor masyarakat yang mempengaruhi pembentukan hukum
atau tempat dimana materi hukum itu diambil. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor historis,
filosofis, dan sosiologis.
a) Sumber hukum historis/ faktor historis, yaitu merupakan faktor sejarah yang dapat
menjadi sumber hukum materil dalam arti ikut berpengaruh atas penentuan materi
aturan hukum dalam hukum administrasi negara dari sudut sejarah, ada dua jenis hukum
historis, yaitu : 1) Undang-undang dan sistem hukum tertulis yang berlaku pada masa
lampau di suatu tempat. 2) dokumen-dokumen dan surat-surat keterangan lain dari
masa lampau.
b) Sumber hukum sosiologis/faktor sosiologis, sumber hukum maateril itu adalah seluruh
masyarakat. Sudut ini menyoroti lembaga-lembaga sosial sehingga dapat diketahui
apakah yang dirasakan sebagai hukum oleh lembaga-lembaga itu. Bisa dikatakan
bahwa faktor-faktor sosial dalam masyarakat dapat mempengaruhi isi hukum positif,
faktor tersebut bisa meliputi pandangan ekonomis, pandangan agamis, dan psikologis.
c) Sumber hukum fisiologis. Dalam sumber ini terdapat dua hal yang dapat menjadi
sumber hukum, yaitu : 1) Sebagai sumber untuk menetukan bahwa sesuatu bersifat adil.
Karena hukum itu dimaksudkan antara lain untuk menciptakan keadilan, maka hal-hal
yang secara fisiologis dianggap adil dijadikan juga sumber hukum materil. 2) Sebagai
faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk menaati kewajiban terhadap hukum.
Hukum itu diciptakan agar ditaati, oleh sebab itu, semua faktor yang dapat mendorong
seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif.
Dengan kata lain, sumber hukum filosofis mengandung makna agar hukum sebagai
kaidah perilaku memuat nilai-nilai positif tersebut.
Seperti yang dikatakan diatas, tidak hanya ada sumber hukum materil namun, jug ada
sumber hukum formil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dapat dibentuk
hukum yang akan mengikat masyarakat. Sumber hukum formil dapat berbentuk tertulis dan
tidak tertulis. Sumber hukum administrasi negara secara formil yaitu :
a. Undang-undang
Undang-undang merupakan peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan
negara yang berwenang dan mengikat masyarakat umum. Undang-undang
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Undang-undang dalam arti formal, yaitu undang-undang yang dihasilkan
oleh presiden bersama dengan DPR yang berisi aturan tingkah laku yang
mengikat secara umum. Dalam Pasal 1 Ayat 3 UU No.10 Tahun 2004,
undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
DPR dengan persetujuan bersama Presiden.
2. Undang-undang dalam arti material, ialah peraturan perundnag-undangan
yang termasuk produk tertulis yang dikeluarkan oleh ejabat yang berwenang
yang isinya mempunyai sifat mengikat secara langsung. Dalam Pasal 7 Ayat
1 No.12 Tahun 2011 tentang jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan.
b. Yurisprudensi
Yurisprudensi merupakan putusan hakim administrasi yang lalu yang memutuskan
perkara administrasi dan sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht
van gewijsde). Kemudian, oleh hakim yang lain, digunakan sebagai dasar
pertimbangan hukum untuk memutus suatu perkara yang sama. Putusan hakim
dapat menjadi sumber hukum administrasi negara. Kedudukan yurisprudensi dalam
hukum administraasi negara sangat penting, sehubungan dengan adnya asas hakim
aktif dalam Peradilan Tata Usaha Negara yang berfungsi melengkapi dan
memperkaya Hukum Administrasi Negara.
Hakim memandang bahwa pertimbangan hakim terdahulu dalam mengambil
putusan yang terdahulu patut dipedomani guna memutus suatu kasus yang sama.
Menurut Siti Soetami, motivasi hakim dalam menggunakan yurisprudensi dapat
disebabkan oleh :
(a) Alasan kesesuaian pendapat, karena hakim yang bersangkutan sependapat
dengan keputusan hakim lain yang sosial terlbih dahulu terutama apabila isi dan
tujuan undnag-undang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan sosial yang nyata
pada waktu kemudian maka sudah wajar apabila keputusan hakim lain tersebut
digunakan.
(b) Alasan kepraktisan, karena dalam kasus yang sama sudah pernah dijatuhkan
putusan oleh hakim terlebih dahulu, lebih-lebih apabila putusan itu sudah di
benarkan atau diperkuat oleh pengadilan tinggi dan MA maka lebih praktis kalau
hakim berikutnya emberikan putusan yang sama. Apabila keputusan hakim yang
lebih tinggi maka keputusan tersebut tntu tidak dapat dibenarkan pada waktu
putusan itu dimintakan banding atau kasasi.
(c) Alasan psikologis, karena keputusan hakim mempunyai kekuatan/kekuasaan
hukum, terutama keputusan pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung. Maka
biasanya hakim bawahan segan untuk tidak mengikuti putusan tersebut.
Asas-asas yurisprudensi antara lain :
(1) Asas Presedent ; dalam asas ini hakim terkait pada putusan-putusan yang lebih
dulu dari hakim yang sama derajatnya atau dari hakim yang lebih tinggi. Asas ini
dianit oleh negara inggris dan AS.
(2) Asas Bebas ; asas bebas ini adalah kebalikan dari asas presedent. Disini petugas
peradilan tidak terikat pada putusan hakim sebelumnya pada tingkat sejajar maupun
hakim yang lebih tinggi. Asas ini dianut oleh bangsa Belanda dan Perancis. Di
dalam praktek seperti di Belanda asas bebas ini tidak dilakukan secara konsekwen
sedikit banyak hakim yang menggunakan putusan hakim-hakim lain.
c. Traktat
Traktat/perjanjian internasional yang diadakan baik oleh dua negara ataupun lebih.
Akibat perjanjian ini ialah bahwa pihak-pihak yang bersangkutan terikat pada
perjanjian yang mereka adakan itu (pacta sun servanda).
Contoh : pasal 2 Tap MPR RI No.XVII/MPR/1998 tanggal 13 November 1998
mengenai penugasan kepada Presiden RI dan DPR untuk meratifikasi berbagai
instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Misalnya Ratifikasi
Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang
kejam, tidak manusiaei/ merendahkan martabat manusia dengan UU No.5 Tahun
1998.
d. Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli. Doktrin dapat menjadi sumber hukum formal
Hukum Administrasi Negara sebab pendapat para ahli itu dapat melahirkan teori-
teori dalam lapangan Hukum Administrasi Negara yang kemudian dapat
mendorong timbulnya kaidah-kaidah Hukum Administrasi Negara. Doktrin baru
menjadi sumber hukum bila diterima oleh masyarakat tanpa proses perundangan.
(Nomensen Sinamo, 2010; 37)
e. Praktik Adinistrasi Negara / Konvensi/ Hukum tidak tertulis
Konvensi adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara. Konvensi yang menjadi sumber hukum administrasi
negara adalah praktek dan keputusan-keputusan hukum pejabat administrasi negara
atau hukum tak tertulis, tetapi dipraktekkan dalam kenyataan oleh pejabat
administrasi negara. Meskipun tidak tertulis, konvensi yg berupa praktik pejabat-
pejabat pemerintahan ini penting mengingat Hukum Administrasi Negara yang
selalu bergerak dan sering dituntut perubahannya oleh situasi. Tuntutan situasi yang
terjadi tiba-tiba itu sulit diimbangi dengan lahirnya hukum tertulis, oleh sebab itu,
perlu adanya konvensi sebagai hukum tidak tertulis.

3.2 Peraturan Perundang-undangan pada Sumber Hukum HAN


Peraturan perundang-undangan, yaitu produk hukum tertulis yang dikeluarkan pejabat yang
berwenang yang isinya mempunyau sifat mengikat masyaraakt secara langsung. Berdasarkan
Pasal 7 Ayat 1 UU No.12 Tahun 2011 tentang Jenis dan Hierarki Peraturan Perundnag-
undangan terdiri atas UUD 1945, Ketetapan MPR, UU/Perpu, PP, Perpres, Peraturan Daerah
Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Pebedaan dari Undnag-undang terletak pada sudut peninjauannya. Undang-undang dalam
arti formal, yaitu keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya sehingga
disebut undang-undang. Jadi, undang-undang dalam arti foral tidak lain merupakan ketetapan
penguasa yang memperoleh sebutan undang-undang karena cara pembentukannya. Sednagkan
undang-undang dalam arti materil, yaitu keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari
isinya dinamai undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum.
Undang-undang adalah peraturan hukum bilamana peraturan itu mengikat setiap orang dan
karena itu ketatnya dapat dipaksakan oleh hakim. Guna mengetahui apakah suatu peraturan itu
peraturan hukum maka dipengaruhi kriteria formal, yaitu dengan melihat sumber aturan itu.
UU merupakan sumber kewenangan pemerintah (atribusi, delegasi, dan mandat).
Sumber hukum formil administrasi negara salah satunya yaitu peraturan perundang-
undangan yang dapat dilihat dalam Pasal 7 Ayat 1 UU No.12 Tahun 2011, yaitu :
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 3 ayat (1) UU RI No.12 Tahun 2011 menyatakan : “Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan
Perundang-undangan”. UUD RI Tahun 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945 berlaku sampai dengan 27 Desember 1949 kemudian diganti dengan
UUD 1950 dan setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 diberlakukan lagi sampai
sekarang dengan beberapa kali amandemen. Amandemen pertama UUD 1945
dilakukan dalam Sidang Umum MPR 14-21 Oktober 1999, amandemen kedua
dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000, amandemen ketiga
dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-9 November 2001, amandemen keempat dan
terakhir dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002. UU RI Tahun 1945
inimengatur tentang tiga hal pokok, yaitu :
- Jminan Hak-Hak dan Kewaajiban Asasi Manusia
- Susunan Ketatanegaraan yang bersifat mendasar
- Pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang bersifat mendasar.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR)
Tap MPR merupakan bentuk putusan MPR yang berisi hal-hal yang bersifat
penetapan ( beschikking ). Dalam sejarahnya penempatan TAP MPR dalam hierarki
peraturan perundang-undangan mengalami beberapa kali perubahan. Sebelum
amandemen UUD RI 1945, TAP MPR secara hierarki berada di bawah UUD RI 1945
dan di atas undang-undang. Pada zaman reformasi TAP MPR tidak lagi dalam tata
urutan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Tetapi sejak berlakuknya UU RI No.12
Tahun 2011, TAP MPR kembali secara hierarki ditempatkan di bawah UUD RI 1945
dan diatas Undang-undang / Perpu.
3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Sesuai dengan Pasal 20 Ayat 1 UUD RI Tahun 1945 bahwa DPR memegang
kekuasaan membentuk undang-undang, tetapi Rancangan Undang-Undang tersebut
dapat berasal dari Anggota DPR (Pasal 21 ayat 1 UUD 1945) dan dapat pula berasal
dari Presiden (Pasal 5 ayat 1 UUD 1945. Yang berwenang mengesahkan Rancangan
Undang-Undang untuk menjadi undang-undang adalah Presiden (Pasal 20 ayat (4) dan
Pasal 21 ayat (2) UUD RI 1945). Materi muatan undang-undang sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 10 ayat (1) UU RI No.12 Tahun 2011, berisi :
a) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD RI Tahun 1945
b) Perintah suatu Undang-undang untuk diatur dengan Undang-undang
c) Pengesahan perjanjian internasional tertentu
d) Tindak lanjut atas putusan Mahkaah Konstitusi
e) Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat
Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
ditetapkan oleh Presiden dalam hal kegentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat (1) UUD
1945). Kegentingan yang memaksa dapat diartikan suatu keadaan diaman memerlukan
pengaturan yang cepat dan tidak memungkinkna untuk menempuh prosedur dalam hal
pembuatan undang-undang. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang adalah sama dengan ateri Undang-undang sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 11 UU RI No.12 Tahun 2011.
4. Peraturan Pemerintah (PP)
Berdasarkan pada teori perundang-undangan, suatu kewenangan untuk
mengatur sesuatu dapat didelegasikan kepada suatu bentuk peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tingkatannya. Pendelegasian ini merupakan penyerahan
wewenang untuk mengatur sesuatu hal dalam undang-undang kepada peraturan
perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah yaitu Peraturan Pemerintah.
Delegasi wewenag ini erupakan delegasi yang bersifat mengatur. Peraturan Pemerintah
yang dibuat berdasarkan pad pendelegasian wewenang dari undang-undang dapat
memuat ketentuan-ketentuan hukum yang bersifat umum, seperti pembebanan sesuatu
kepada individu, kewajiban-kewajiban ataupun keharusan-keharusan yang harus
dilakukan oleh individu, sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan undnag-
undang yang memberikan pendelegasian. Dalam hal-hal tertentu, walaupun tanpa
adanya suatu pendelegasian Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat
Peraturan Pemerintah (PP) untuk menjalankan Undang-Undang.
Sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) UUD RI 1945, Presiden menetapkan Peraturan
Pemerintah untuk menjalankan undang-undang. Materi uatan dalam Peraturan
Peerintah adalah materi muatan untuk menjalankan Undang-Undang, sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 12 UU RI Tahun 2011.
5. Peraturan Presiden (Perpres)
Pasal 1 angka 7 UU RI No.12 Tahun 2011 menyatakan “Peraturan Presiden
adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk
menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintah”. Materi muatan Peraturan Presiden berisi
materi yang diperintahkan oleh undang-undang, materi untuk melaksanakan Peraturan
Pemerintah, atau materi untuk melaksanakn penyelenggaraan kekuasaan pemerintah,
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 13 UU RI No.12 Tahun 2011.
6. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dengan memperhatika ciri khas masing-masing daerah dan
bersifat umum, yang mana harus memenuhi syarat negatif, yaitu :
1) Tidak boleh bertentnagan dengan kepentingan umum, perundang-undangan
yang lebih tinggi.
2) Tidak boleh mengatur suatu hak yang telah diatur dalam perundang-undangan
dan peraturan daerah yang lebih tinggi.
3) Tidak boleh mengatur urusan rumah tangga daerah tingkat bawahannya
(Philipus M. Hadion, 1994:61)
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantu serta menampung kondisi khusu
daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi, senagaimana dinyatakan dalam Pasal 14 UU RI No.12 Tahun 2011.
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sama dengan muatan materi
Peraturan Daerah Provinsi, yaitu berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah
kabupaten/kota dan/ atau penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi.

4.2 Sanksi-sanksi dala Hukum Administrasi Negara

1. Sanksi-sanksi pada umunya


Sanksi-sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam hukum, juga dalam
hukum administrasi. Pada umumnya tidak ada gunanya memasukkan kewajiban atau
larangan-larangan bagi para warga di dalam peraturan perundang-undangan tata usaha
negara, makalah aturan-aturan tingkah laku itu tidak dapat dipaksakan oleh tata usah
negara. Bagi pembuat peraturan, penting untuk tidak hanya melarang tindakan-tindakan
yang tanpa disertai izin, tetapi juga terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang khas, antara lain :
a. Bestuursdwang (paksaan pemerintah)
b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran,
dan subsidi)
c. Pengenaan denda administratif
d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom)
Bestuursdwang dapat diuraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata dari penguasa
guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau
melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan
undang-undang. Sanksi-sanksi lainnya lebih berperan secara tidak langsung. Pengenaan denda
administratif menyerupai penggunaan suatu sanksi pidana. Bagi pengenaan denda administratif
dan uang paksa, mutlak harus atas daasar peraturan perundang-undangan yang tegas.
Pelaksanaan suatu sanksi pemerintah berlaku sebagai suatu keputuan yang memberi beban.
Perbedaan antar sanksi administrasi dan sanksi pidana dapat dilihat dari tujuan
pengenaan sanksi itu sendiri. Sanksi administrasi ditunjukan untuk pembuatan pelanggarannya,
sednagkan sanksi pidana ditunjukan kepada si pelanggar dengan memberi hukuman berupa
nestapa. Sanksi administrasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan.
2. Pengawasan dan Pengusutan
Pengawasan di dalam pralktik merupakan syarat dimungkinkannya pengenaan sanksi,
sekaligus mendukung penegakkan hukum. Masyarakat dapat melihat bahwa penguasa dengan
sunguh-sungguh menegakkan peraturan perundang-undangan.
Kebanyakan peraturan perundang-undangan negeri Belanda, memberikan pegawai
pengawas/ pegawai pengusut satu atau lebih kewenangan, yaitu :
a) Kewenangan memasuki setiap tempat, kecuali rumah-rumah kediaman
b) Kewenangan memasuki rumah-rumah kediaman dalam keadaan-keadaan luar biasa
dengan suatu kuasa khusus
c) Kewenangan mebghentikan kendaraan dan memeriksa muatannya
d) Kewenangan memeriksa barang-barang dagangan dan mengambil contoh-contoh
e) Kewenangan memeriksa buku-buku dan surat-surat arsip
f) Kewenangan untuk meminta keterangan dan bantuan
BAB III
PENUTUP

1.3 Kesimpulan
Sumber hukum ialah asal mulanya hukum itu ada, segala sesuatu yang menimbulkan
aturan-aturan hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Segala sesuatu tersebut yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya hukum, dari mana hukum ditemukan,
atau darimana berasalnya norma hukum.
Sumber hukum dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi hukum yang disebut
hukum materil ataupun dapat dilihat dari bentuk dan pembentukan suatu hukum yang disebut
sebagai sumber hukum formil.
Sumber hukum administrasi negara dapat diklasifikasikan menjadi sumber hukum
administrasi negara materil dan formil. Sumber hukum materil ialah tempat darimana hukum
itu diambil. Sumber hukum materil terdiri dari faktor-faktor pembentuk hukum atau tempat
dimana materi hukum itu diambil. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor historis, filosofis, dan
sosiologis.
Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dapat dibentuk hukum yang akan
mengikat masyarakat. Sumber hukum formil dapat berbentuk tertulis dan tidak tertulis. Sumber
hukum administrasi negara secara formil yaitu, undang-undang, jurisprudensi, traktat, doktrin,
dan kebiasaan, dan ada hukum tidakl tertulis.
Peraturan perundang-undangan, yaitu produk hukum tertulis yang dikeluarkan pejabat yang
berwenang yang isinya mempunyau sifat mengikat masyaraakt secara langsung. Berdasarkan
Pasal 7 Ayat 1 UU No.12 Tahun 2011 tentang Jenis dan Hierarki Peraturan Perundnag-
undangan terdiri atas UUD 1945, Ketetapan MPR, UU/Perpu, PP, Perpres, Peraturan Daerah
Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Sanksi-sanksi dalam hukum administrasi negara ada dua, yaitu sanksi-sanksi pada
umumnya dan pengawasan dan pengusutan.

2.3 Saran
Dengan adanya pembahasan tentang Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara ini,
diharapkan pembaca dapat memahami lebih lanjut tentang “Peraturan Perundang-Undangan
dalam Sumber Hukum Administrasi Negara” dan dapat memanfaatkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Tjandra, Riawan. 2021. HUKUM ADMINISTRASI NEGARA.Jakarta: Sinar Grafika.


Rizma Devi Febriani. 2019. Sumber-sumber Hukum Administrasi Negara dan Kodifikasi
Hukum Negara.
Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum.2014. Pengertian Administrasi Negara dan Hukum
Administrasi Negara.
Theresia Ngutra.2017.Hukum dan Sumber-suber Hukum. SUPREMASI.
Remaja, Gede, Nyoman, I. 2017. Hukum Adinistrasi Negara. Singaraja: Universitas Panji
Sakti.
Anggara, Sahya.2018.Hukum Administrasi Negara. Bnadung:

Anda mungkin juga menyukai