Anda di halaman 1dari 22

PENANGANGAN DRY SOKET PADA BEKAS

PENCABUTAN SEDERHANA

DISUSUN OLEH

drg. ARIFAL WAHYUDI BACHTIAR


198308152011021005

UPT Bersifat Khusus Rumah Sakit Jiwa Tampan


Pada Dinas Kesehatan Provinsi Riau

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Melakukan pencabutan gigi merupakan hal yang biasa bagi seorang dokter

gigi. Pencabutan gigi bisa berhasil dilakukan, akan tetapi dapat juga mengalami

kesulitan yang kemudian menimbulkan komplikasi pasca pencabutan gigi. Ada

beberapa hal yang dialami pasien pasca pencabutan gigi, seperti perdarahan, rasa

sakit, edema dan dry socket. Dry socket merupakan komplikasi penyembuhan luka

dari pencabutan gigi yang paling sering terjadi. Hal ini dapat terjadi karena tidak

terbentuknya bekuan darah normal sehingga menyebabkan terbukanya tulang

alveolar1,2.

Dry socket merupakan komplikasi setelah pencabutan gigi atau bedah minor.

Dry socket disebut juga alveolar osteitis, osteitis local, alveoalgia, alveolitis sicca

dolorosa, alveolitis necrotic, localized osteomyelitis, dan alveolitis fibrinolytic2,3. Ada

beberapa penyebab terjadinya dry socket, yaitu trauma selama pencabutan gigi dan

berkurangnya perdarahan yang diakibatkan karena penggunaan anastetikum dengan

epinephrin atau bahan vasokonstriktor yang berlebihan. Selain itu, penyebab dry

socket adalah terjadinya infeksi pada soket gigi setelah pencabutan gigi, adanya

tulang yang tajam, hilangnya blood clot, merokok dan melakukan irigasi yang tidak

adekuat pasca operasi4,5,7.

Pencabutan gigi merupakan suatu tindakan mengeluarkan gigi dari soket

tulang alveolar. Pencabutan gigi paling banyak dilakukan karena karies, selain karies

ada penyakit periodontal, supernumerary teeth, gigi impaksi, gigi yang sudah tidak

dapat lagi dilakukan perawatan endodontik, gigi yang terlibat kista dan tumor, gigi

yang terlibat fraktur rahang. Tindakan pencabutan gigi dapat dilakukan juga pada gigi

sehat dengan tujuanmemperbaiki maloklusi, untuk alasan estetik, dan juga

kepentingan perawatan orthodontik atau prostodontik. Pencabutan gigi terkadang

tidak bisa dilakukan karena berbagai faktor, seperti kelainan sistemik

2. Tujuan

Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap

pencegahan terjadinya dry socket.

3. Manfaat

1. Dapat memberi gambaran mengenai pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik

terhadap pencegahan dry socket.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa kepanitraan klinik

dalam perawatan pasca pencabutan gigi sebagai bentuk upaya yang efektif untuk

mencegah terjadinya dry socket.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencabutan Gigi

2.1.1 Definisi

Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan

dengan tang pencabutan, atau secara transalveolar. Pencabutan ataupun dengan secara

pembedahan melibatkan jaringan keras dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses

yang dibatasi oleh bibir dan pipi, serta hubungan gerakan lidah dan rahang. Definisi

pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit dengan gigi utuh dan

trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat

sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang1,5.

2.1.2 Indikasi

1. Gigi yang sudah karies dan tidak dapat diselamatkan dengan perawatan

apapun.

2. Pulpitis atau gigi dengan pulpa non-vital yang harus dicabut jika perawatan

endodontic tidak dapat dilakukan.




3. Periodontitis apical. Gigi posterior non-vital dengan penyakit periapikal

sering harus dilakukan pencabutan.

4. Penyakit periodontal. Sebagai panduan, kehilangan setengah dari kedalaman

tulang alveolar yang normal atau ekstensi poket ke bifurkasi akar gigi bagian

posterior atau mobilitas yang jelas berarti pencabutan gigi tidak bias dihindari

lagi.

5. Gigi pecah atau patah. Dimana garis pecah setengah mahkota dari akar.

6. Rahang pecah. Jika garis gigi peca mungkin harus dilakukan pencabutan

untuk mencegah infeksi tulang.

7. Untuk perawatan ortodonsi

8. Supernumerary teeth

9. Gigi yang merusak jaringan lunak, jika pengobatan atau terapi lainnya tidak

mecegah trauma atau kerusakan.

10. Salah tempat dan dampaknya. Harus dilakukan pencabutan ketika gigi

menjadi karies, menyebabkan nyeri, atau kerusakan batas gigi.

11. Gigi yang tidak dapat disembuhkan dengan ilmu konservasi

12. Gigi impaksi dan gigi non erupsi (tidak semua gigi impaksi dan non erupsi

dicabut)

13. Gigi utama yang tertahan apabila gigi permanen telah ada dan dalam posisi

normal.

14. Persiapan radioterapi. Sebelum radiasi tumor oral, gigi yang tidak sehat

membutuhkan pencabutan, atau pengangkatan untuk mereduksi paparan

radiasi yang berhubungan dengan osteomelitis.

2.1.3 Kontraindikasi

1. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut

2. Pendarahan yang tidak diinginkan

3. Alergi pada anastesi local

4. Hipertensi jika pendarahan tidak terkontrol

5. Diabetes yang tidak terkontrol sangat mempengaruhi penyembuhan luka

6. Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahnkan dengan perawatan konservasi,

endodontic dan sebagainya

2.2 Dry Soket

2.2.1 Definisi

Dry socket merupakan komplikasi umum setelah pencabutan gigi pada hari

kedua dan ketiga, dengan keluhan rasa sakit yang sangat mengganggu penderita dan

dapat berlanjut menjadi komplikasi yang lebih serius. Terbukanya dinding soket

disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal yang terjadi pada

tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid sehingga

menyebabkan terjadinya infeksi. Peradangan akut tulang lapisan soket disebabkan

oleh invasi mikroba pada soket, penghalang pelindung alami terhadap invasi adalah

bekuan darah yang mengisi soket segera setelah ekstraksi.1,9




Dry socket ini juga dikenal dengan nama lain alveolar osteitis, localized

alveolitis, alveolitis sicca dolorosa, localized osteitis, postoperative osteitis, localized

acute osteomyelitis dan fibrinolytic alveolitis.2,6

2.2.2 Etiologi

Etiologi dry socket merupakan multifaktorial dan masih belum jelas diketahui,

tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi. Etiologi yang diketahui adalah terjadinya

peningkatan aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah

terbentuk. Faktor-faktor penyebab peningkatan aktifitas fibrinolisis ini antara lain

anastesi yang mengandung vasokonstriktor yang berlebihan menyebabkan suplai

darah terhalang ke tulang dan daerah pencabutan sehingga bekuan darah sulit

terbentuk, obat-obatan sistemik, aktivator cairan tubuh, aktivator jaringan dan bakteri

yang menghasilkan rasa nyeri, bau mulut, dan rasa tidak enak.

2.2.3 Gambaran Klinis

Dry socket biasanya akan muncul pada hari ke 3-5 sesudah tindakan bedah

atau pencabutan gigi. Keluhan utamanya adalah timbulnya rasa sakit yang hebat.

Pada pemeriksaan terlihat alveolus terekspos dan sensitive, terselimuti kotoran dan

disertai dengan munculnya peradangan gingival (mukosa sekitar biasanya berubah

warna menjadi kemerahan.). Menurut Pedlar, dkk (2001), akan terlihat adanya sisa

clot yang berwarna abu-abu, mukosa sekitar dan alveolus akan berwarna merah dan

bengkak. Inflamasi akan menyebar secara mesiodistal melalui alveolus, menyebabkan

timbulnya rasa empuk pada gigi disebelahnya jika dilakukan penekanan. Biasanya

jika hal ini terjadi pasien akan merasa bahwa telah terjadi salah pencabutan gigi

karena akan muncul rasa sakit pada gigi sebelahnya. Selain itu juga akan timbul bau

mulut dan terdapat local lymphadenitis.9

Gambaran klinis dry socket pada gigi molar kedua maksila.


Sumber : Fragiskos D. Oral Surgery. Berlin : Springer ; 2007.
p.199.

2.2.3.1 Gambaran Histopatologi

Pada gambaran histopatologi, terlihat adanya degradasi bekuan darah

yang berhubungan dengan disolusi eritrosit dan fibrinolisis, deposit

hemosiderin, dan tidak adanya jaringan granulasi.5

2.2.4 Proses Penyembuhan Soket

Penyembuhan pada soket pencabutan hampir sama dengan penyembuhan

secara umum, hanya saja ada sedikit karakteristik khusus karena melibatkan tulang

dan jaringan lunak.

Tahap penyembuhan dari soket setelah pencabutan adalah


1. Sesaat setelah dilakukan pencabutan akan terjadi pembentukan bekuan

darah pada soket alveolar. Selama 24-48 jam setelah pencabutan

terjadi dilatasi pembuluh darah, migrasi leukemik, dan pembentukan

lapisan fibrin.

2. Minggu pertama setelah pencabutan bekuan darah akan membentuk

tahanan sementara, dimana pada saat yang sama sel-sel inflamasi

melakukan migrasi. Epitel dipinggir luka mulai tumbuh, osteoklas

menumpuk pada puncak tulang alveolar yang akan menyebabkan

resopsi tulang serta terjadi angiogenesis pada sisa ligamen periodontal.

3. Pada minggu kedua setelah pencabutan, pembuluh darah yang baru

mulai masuk kedalam bekuan darah, trabekula osteoid meluas dari

alveolar ke bekuan darah, serta resorbsi margin kortikal soket alveolar

terlihat lebih jelas.

4. Minggu ketiga setelah pencabutan, soket telah terisi jaringan granulasi,

epitel permukaan telah terbentuk sempurna, dan remodeling tulang

terus berlanjut sampai beberapa minggu berikutnya. Berdasarkan

beberapa penelitian yang telah dilakukan penyembuhan tulang secara

total akan selesai 4-6 bulan setelah pencabutan. Dan apabila pada

proses penyembuhan tersebut, tidak terbentuknya bekuan darah akan

menyebabkan terjadinya dry socket dan memperlambat penyembuhan

soket.

Dan apabila pada proses penyembuhan tersebut, tidak terbentuknya bekuan

darah akan menyebabkan terjadinya dry socket dan memperlambat penyembuhan

soket.

Penyembuhan soket secara histopatologi

0 hari 2-3 hari 7 hari

0 hari Penghentian perdarahan, pembekuan darah, 2-3 hari bekuan darah menjadi
jaringan granulasi, 7 hari Jaringan granulasi menjadi jaringan ikat jaringan Epitel
osteoid

20 hari 40 hari 2 bulan

20 hari Jaringan ikat epitel osteoid (mineralisasi), 40 hari belum terbentu Jaringan
Epitel tulang ikat, 2 bulan belum menghasilkan tulang

2.2.5 Patofisiologi


Dry Socket terjadi karena tingkat dari aktifitas dari fibrinolisis yang tinggi

pada daerah sekitar bekas pencabutan gigi karena adanya infeksi, inflamasi pada

daerah tulang tersebut. Pelepasan beberapa aktivator atau kinase seperti Bradykinin

dan Kininogen yang diaktivasi oleh beberapa rangsangan. Rangsangan itu dapat

berasal dari cairan tubuh atau timbul pada Plasma Precursor yang mana merupakan

Proaktivator, beberapa Aktivator dikeluarkan dari jaringan yang mengalami trauma

seperti : mukosa, periosteum dan bone marrow, lalu Plasminogen berubah menjadi

Plasmin oleh karena aktivator, hingga akhirnya Plasmin ini membuat Fibrin menjadi

pecah dan terjadi Dry Socket. Menurut hasil studi yang ada, menunjukkan bahwa

bakteri anaerob Treponema Denticola yang merupakan habitat normal dalam rongga

mulut dapat merangsang aktivitas fibrinolitik karena kerja enzymnya seperti kerja

Plasmin yang dapat memecahkan bekuan darah yang pada akhirnya dapat terjadi Dry

Socket, organisme ini tidak menghasilkan pus, pembengkakan atau warna yang lebih

merah tetapi ketika terinfeksi bakteri anaerob yang lain akan menghasilkan bau busuk

dan rasa yang tidak enak. Menurut penelitian pada pemeriksaan kultur pada socket

yang terjadi Dry Socket menunjukkan infeksi campuran, dan bakteri Fusiform Bacilli

seringkali ditemukan.

2.2.6 Faktor Resiko Terjadi Dry soket

1. Trauma pada saat pencabutan

Peningkatan terjadinya dry socket dapat di sebabkan oleh pencabutan gigi

yang sulit dan trauma pada saat pencabutan. Dry socket lebih sering terjadi pada



pencabutan gigi molar terutama pada molar ketiga mandibula. Trauma bedah

yang cukup besar menyebabkan tulang alveolar melepaskan aktivator-aktivator

jaringan dan merubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan

bekuan fibrin sehingga menghasilkan soket yang kering dan rasa nyeri.4,11,

2. Usia

Sebagian besar literatur mengatakan bahwa dry socket jarang terjadi di

masa kecil dan insiden yang meningkat pada usia yang berkelanjutan. Penelitian

Khitab U (2012) mengemukakan bahwa 2,2% pada kelompok usia 11-20 tahun,

22,2% pada kelompok usia 21-30 tahun, 36,6% pada usia kelompok 31-40 tahun,

16,7% pada kelompok usia 41-50%, 13,4% pada kelompok usia 51-60 tahun, dan

8,9% pada kelompok usia lanjut. Banyaknya terjadi pada usia 31-40 tahun

tersebut dikarenakan pembentukan tulang alveolar sudah sempurna dan banyak

terjadi penyakit periodontal sehingga adanya trauma pencabutan yang

kemungkinan menimbulkan terjadinya dry socket.7

3. Jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi

terjadinya dry socket yang menggambarkan pada wanita lebih besar

dibandingkan pada pria.

4. Kebiasaan merokok

Menurut penelitian bahwa merokok mempunyai hubungan yang

signifikan dengan terjadinya dry socket. Hal ini dikarenakan masuknya benda

asing yang mengkontaminasi daerah pencabutan sehingga melarutkan bekuan

darah dari alveolus dan menghambat penyembuhan sebab bahan-bahan yang

terkandung dalam rokok dapat menimbulkan masalah terhadap mekanisme

pembekuan darah yang terjadi. Bahan dasar rokok adalah tembakau, yang

mengandung tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Pasca pencabutan gigi,

pasien yang merokok menunjukkan keterlambatan dalam penyembuhan luka.

Pada nikotin kemungkinan akan mengganggu suplai oksigen yang menyebabkan

berkurangnya aliran darah pada jaringan melalui efek vasokonstriksi. Nikotin

juga dapat meningkatkan viskositas darah yang disebabkan oleh aktivitas

fibrinolitik yang menurun dan augmentasi daya lekat platelet. Selain nikotin,

karbon monoksida dalam rokok dapat menyebabkan putusnya aliran oksigen ke

jaringan, sehingga menyebabkan turunnya jumlah hemoglobin oksigenasi dalam

aliran darah. Serta pada hidrogen sianida juga telah diketahui merupakan

komponen dalam rokok yang dapat merusak metabolisme oksigen seluler dan

menyebabkan oksigen yang membahayakan bagi jaringan.4,11

5. Gigi yang dicabut

Pembedahan molar tiga mandibular relatif sulit dilakukan dan memakan

waktu yang lama, sehingga kemungkinan memicu terjadinya dry socket. Hal ini

disebabkan tulang mandibula yang padat dan vaskularisasi nya lebih sedikit dari

pada maksila sehingga pencabutan gigi geligi mandibula biasanya lebih sulit

dibandingkan gigi geligi maksila dan gaya berat menyebabkan soket pada

mandibula lebih cenderung untuk terkontaminasi terhadap sisa-sisa makanan.

6. Penggunaan anastesi local

Penggunaan anastesi lokal lebih meningkat resiko terjadinya dry socket

dibandingkan dengan anastesi umum, jenis bahan anastesi lokal juga

berpengaruh. Dengan menggunakan xylocaine yang mengandung vasokonstriktor

(bahan adrenalin) dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya terjadinya dry

socket lebih besar dibanding dengan citanest.11

7. Oral higien yang buruk

Peranan mikroorganisme pada pasien dengan oral hygiene yang buruk

dan adanya inflamasi secara signifikan dapat meningkatkan insidens terjadinya

dry socket. Sebuah teori mengemukakan bahwa adanya mikroorganisme dalam

flora normal mulut dapat menyebabkan luka pencabutan gigi terinfeksi.4,11

2.2.7 Pencegahan Dry Soket

Ada beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya dry socket adalah :

1. Pencabutan gigi pada waktu yang tepat

Melakukan pencabutan gigi pada saat adanya inflamasi sangat

tidak dianjurkan karena akan menimbulkan komplikasi pasca pencabutan,

seperti terjadinya dry socket. Hal ini terjadi karena pada dinding alveolus

terdapat jaringan yang meradang sehingga menghalangi suplai darah ke

tulang dan daerah pencabutan. Untuk itu ada baiknya menunda

pencabutan gigi terlebih dahulu sampai inflamasi sembuh dan

memberikan obat-obatan.2,3

2. Teknik pencabutan yang tepat

Sebuah teori menyatakan bahwa trauma yang besar terhadap

tulang dapat merusak tulang alveolar sehingga resistensi terhadap infeksi

menurun dan enzim bakteri menghancurkan bekuan darah. Pada kasus

yang sukar pencabutan gigi dengan pembukaan flep dapat meminimalkan

trauma sehingga penyembuhan primer akan lebih cepat terjadi.3,15

3. Sterilisasi alat yang baik

Mensterilkan alat-alat sebelum melakukan pencabutan sangat

penting, seperti skapel, elevator, tang, dan jarum jahit dapat berpotensi

terhadap terjadinya infeksi. Sebab alat-alat ini berkontak langsung dengan

jaringan lunak, tulang, darah, dan saliva. Jika pada saat melakukan

tindakan alat tersebut dalam keadaan tidak steril kemungkinan akan terjadi

kontaminasi oleh mikroorganisme yang terdapat pada alat dengan darah

dan saliva pada daerah pencabutan gigi. Oleh karena itu, sebaiknya alat-

alat dalam keadaan steril sehingga dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme sehingga memperkecil terjadinya dry socket setelah

pencabutan gigi.2,3,15

4. Anastesi yang cukup pada pasien

Dengan menggunakan anastesi yang mengandung vasokonstriktor

dapat mengurangi perdarahan pada saat pencabutan atau pembedahan,

menghasilkan daerah kerja yang darahnya sedikit dan anastesi yang lama.

Akan tetapi apabila jumlah anastesi dengan vasokonstriktor terlalu banyak

sehingga dapat mengurangi suplai darah ke tulang daerah pencabutan

sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan kuman-

kuman masuk ke dalam alveolus. Oleh karena itu, sebaiknya jumlah

anastesi dengan vasokonstriktor diberikan dengan dosis yang cukup, agar

alveolus tidak kering dan tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat pasca

pencabutan.15

5. Penggunaan antibiotik

Penggunaan antibiotik dapat mencegah luka pencabutan gigi

terinfeksi dan terkontaminasi baik yang ada di rongga mulut maupun dari

alat-alat yang digunakan. Dengan menggunakan antibiotik efektif untuk

mencegah dry socket. Biasanya dengan menggunakan bubuk, suspensi,

atau dengan diletakan di kasa.3,15

6. Penggunaan klorheksidin

Penggunaan klorheksidin baik dengan obat kumur atau irigasi

efektif mengurangi soket yang kering. Dengan menggunakan klorheksidin

0,2% dapat mencegah gangguan bakteri dari membran sel serta efektif

melawan berbagai bakteri gram (-) dan gram (+) yang dapat

mengakibatkan terjadinya dry socket.3,4,11

7. Penggunaan saline isotonik (NaCl 0,9%)

Dengan menggunakan saline isotonik (NaCl 0,9%) pada

pencabutan gigi dapat membebaskan rongga mulut secara menyeluruh dari

bakteri yang merupakan factor terjadinya dry socket. Larutan saline

isotonik ini tidak menghambat penyembuhan, dan tidak menyebabkan

alergi pada soket pencabutan.3

2.2.8. Penatalaksanaan Dry Soket

Perawatan dry socket karena adanya lisis pada fibrin, yaitu :

a. Fibrinolisis keterlibatan bakteri

1. Pertama soket diirigasi dengan larutan saline dengan tujuan untuk

membersihkan sisa jaringan nekrotik pada soket bekas pencabutan gigi. Soket

tidak boleh di kuretase sampai ke tulang bagian dalam, karena dapat mengenai

tulang yang terbuka dan meningkatkan rasa sakit pada pasien. Soket yang

diirigasi dengan larutan saline sebaiknya disedot dengan hati-hati agar bagian

yang utuh dapat dipertahankan.

2. Buatlah pendarahan pada soket untuk merangsang terjadinya bekuan darah.

3. Letakkan alvogyl pada soket bekas pencabutan gigi. Kandungan alvogyl yaitu

iodoform dapat memberikan efek antimikroba, eugenol atau benzokain dapat

memberikan efek analgesik saat dimasukkan ke dalam soket dan butamben

dapat memberikan anastesi moderate yang efektif. Penggunaan obat lain yaitu

meletakkan kasa yang telah diberi iodoform dimasukkan ke dalam soket bekas

pencabutan gigi. Kandungan pada obat tersebut eugenol atau benzokain yang

dapat menurunkan rasa sakit pada pasien.

4. Kasa diganti setiap hari untuk 3-6 hari ke depan, tergantung keparahan rasa

sakit oleh pasien. Untuk penggantian kasa sebaiknya diirigasi terlebih dahulu

dengan larutan saline.

5. Jika rasa sakit pasien sudah berkurang, kasa dapat dilepas karena apabila kasa

diletakkan terlalu lama pada soket akan bertindak sebagai benda asing dan

penyembuhan soket akan lebih lama.

6. Setelah kasa dilepas instruksikan pasien untuk menjaga kebersihan rongga

mulut dan pemberian obat non steroid anti inflamasi (NSAID) analgesik, jika

pasien tidak ada kontraindikasi dalam riwayat medis.

b. Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri, yaitu:

Dengan meresepkan multivitamin yang dapat meningkatkan imunitas dan

daya tahan tubuh pasien seperti vitamin C. Vitamin C dapat menjaga dan

meningkatkan sistem imun tubuh, vitamin C juga suatu benteng pertahanan tubuh

yang memiliki tugas menghalangi serta memusnahkan virus dan bakteri yang

membahayakan tubuh.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berbagai komplikasi akibat pencabutan banyak jumlahnya dan bervariasi.

Adalah tugas dokter gigi untuk melakukan setiap tindakan secara tepat, benar, teliti

dan berhati-hati dengan memperhatikan prosedur standart dalam melakukan tindakan

tindakan pencabutan gigi. Sehingga dengan demikian dapat menghindari timbulnya

komplikasi serta mencegah keadaan darurat medik. Meskipun tidak mungkin

mencegah segalanya secara sempurna tetapi insiden dan efeknya dapat dikurangi

semaksimal mungkin. Persiapan praoperatif yang baik harus direncanakan sejak

dimulai dari anamnesa yang cermat, diagnosis yang tepat, benar dengan mengacu

kepada prinsip-prinsip pembedahan. Disamping itu sebagai alat (sarana penunjang

standart medis) untuk tindakan operasi harus dipersiapkan sebelum tindakan operasi

akan mencegah kemungkinan timbulnya kesulitan selama tindakan sekaligus

mendukung keberhasilan operasi.

2. Saran

Komplikasi pasca operasi hanya dapat didiagnosis segera setelah tindakan dan

harus dapat diatasi secepatnya secara efektif setelah penyebabnya diketahui pasti.

Oleh karena itulah maka seorang dokter gigi harus memiliki kemampuan yang terlatih

dalam mengatasi timbulnya komplikasi pasca operasi. Serta mampu melakukan

tindakan yang efektif, tepat, dan cepat guna mengantisipasi timbulnya keadaan yang

mengarah kepada keadaan gawat darurat medis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno.

Jakarta: ECG, 1996:29-100.

2. Hoaglin D, Lines G. Prevention of localized osteitis in mandibular third-molar

sites using platelet-rich fibrin. Int J Dent 2013.

3. Sabur J.J, B.D.S. The effect chlorhexidine mouth washed on the incidence of dry

socket following teeth extraction. J bagh college dentistry 2011 ; vol 23(2): 84-86.

4. Noroozi A, DDS, Philbert. Modern concepts in understanding and management of

the “dry socket” syndrome comprehensive riview of the literature. Int J Dent

2009;107:30-35.

5. Hollins C. Levison’s textbook for dental nurses.10th ed: Hongkong, Graphicraft

Limited,2008:328-30.

6. Navas R, Mendoza M. Case report: Late complicatoin of dry socket treatment. Int

JDent 2010.

7. Khitab U, Khan A, Shah S. Clinic characteristic and treatment of dry socket a

study. Pakistan oral & dental journal 2012;vol 32(2):206-9.

8. Partbasaratbi K, Smith A, Cbandu A. Factor affecting incidence of dry socket:

aprospective communiy-based study. J oral maxillofac surg 2011;vol69:1880-84.

9. Mohammad H, Abu MH, Abu RO. Dry socket: Clinical picture, and risk factor in

a palestinian dental teaching. The open dentistry journal 2011;vol:5:7-12.

10. Eshghpour M, Moradi A, Nejat A. Dry socket following tooth extraction in an

Iranian dental center: incidence and risk factors. JDMT 2013; vol 2(3):86-91.

11. Sheikh MA, Kiyani A, Mehdi A, Musharaf Q. Pathogenesis and management of

dry socket ( alveolar osteotis ). Pakistan oral and dental jurnal 2010;30(2): 323-6.

12. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi.

Jakarta: EGC, 2009: 1, 18-19.

13. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003:

127-132.

14. Notoatmodjo S. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta,

2007: 143-9.

15. Channar K, Dall A, Memon A, Lal R. Prevention of alveolar osteitis in surgical

removal of lower third molar. Pakistan oral & dental journal 2013;vol:33(2): 244

48.

Anda mungkin juga menyukai