Anda di halaman 1dari 11

4.

1 Perekonomian dengan Kebijakan Fiskal


Kebijakan Fiskal adalah tindakan yang diambil pemerintah dalam bidang anggaran belanja
negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Sedangkan anggaran
belanja negara pada garis besarnya terdiri dari:
1. Penerimaan, dimana penerimaan disini diasumsikan hanya penerimaan dari pajak (T) yaitu
pembayaran iuran oleh rakyat kepada negara yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa
secara langsung. Misalnya: pajak kendaraan, pajak rumah tangga dan sebagainya.
2. Pengeluaran negara, yang dibedakan dalam dua bentuk yaitu:
a. Government Expediture (G), yang disebut juga pengeluaran konsumsi pemerintah atau
government purchase yaitu meliputi semua pengeluaran pemerintah dimana pengeluaran
tersebut di atas, pemerintah secara langsung menerima balas jasanya, seperti misalnya:
pembayaran gaji pegawai, pembelian barang-barang dan jasa dalam berbagai bentuk.
b. Government Transfer (TR), atau transfer pemerintah yaitu pengeluaran pemerintah
dimana pengeluaran tersebut, pemerintah tidak menerima balas jasa secara langsung.
Termasuk dalam transfer pemerintah adalah:
1) Pembayaran uang pensiun, dan bea siswa
2) Pemberian subsidi pemerintah pada perusahaan
3) Sumbangan pemerintah pada penduduk yang terkena bencana alam dan sebagainya.

Dengan demikian kebijakan fiskal pemerintah meliputi semua tindakan pemerintah yang
berupa tindakan memperbesar atau memperkecil jumlah pungutan pajak, government expediture
dan government transfer yang bertujuan untuk mempengaruhi jalannya perekonomian.
Sedangkan fungsi pokok kebijakan fiskal pemerintah ini ada (tiga) macam yaitu:
1. Fungsi Alokasi
Adalah mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia di dalam masyarakat guna
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap barang-barang publik.
2. Fungsi Distribusi
Adalah sehubungan dengan peranan pemerintah dalam tujuan untuk dapat terselenggaranya
pembagian pendapatan yang adil.
3. Fungsi Stabilisasi
Adalah sehubungan dengan peranan pemerintah dalam tujuan untuk terpeliharanya tingkat
kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga yang relatif stabil, dan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.

Dengan demikian kebijakan fiskal pemerintah diharapkan dapat mengusahakan terhindarnya


perekonomian dari keadaan yang tidak diinginkan seperti misalnya: keadaan dimana banyak
pengangguran, inflasi, neraca pembayaran nasional yang terus defisit dan sebagainya.

4.2 Konsumsi, Tabungan Kaitannya dengan Kebijakan Fiskal


Dalam perekonomian yang sudah mengenal tindakan fiskal pemerintah, pengeluaran
konsumsi masyarakat tidak lagi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendapatan nasional tetapi
dipengaruhi oleh disposable income yaitu pendapatan rumah tangga yang siap dibelanjakan.
Sedangkan besarnya disposable income (Yd) sama dengan besarnya pendapatan nasional
perekonomian negara tersebut ditambah transfer pemerintah (TR) dan dikurangi dengan besarnya
pajak yang dipungut oleh pemerintah (T), dirumuskan sebagai berikut: Yd = Y + TR – T, dan
fungsi konsumsinya menjadi:
C = a + b Yd
C = a + b(Y + TR – T)
Sedangkan fungsi tabungannya menjadi:
S = Yd – C
= Yd – (a + bYd)
= (1 – b) Yd – a
S = (1-b) Y + (1 – b) TR – (1 – b) T – a

Contoh penggunaannya: diketahui fungsi konsumsi suatu masyarakat C = 0,75 Yd + 20, transfer
pemerintah (TR) = 30, dan besarnya pajak T = 10 (masing-masing dalam milyar rupiah), maka
fungsi konsumsi dan fungsi tabungan setelah adanya pajak dan transfer pemerintah dapat dicari
dengan cara sebagai berikut: Fungsi konsumsi :
C = 0,75 (Y + TR –T) + 20
= 0,75 (Y + 30 – 10) + 20
C = 0,75 Y + 35

Fungsi tabungan : S = (1 – b)Yd – a


= (1 -0,75) (Y + 30 – 10) – 20
= 0,25Y + 5 – 20
S = 0,25Y - 15

4.3 Keseimbangan Pendapatan Nasional dengan Kebijakan Fiskal


Dalam suatu perekonomian dimana pemerintah telah ikut campur tangan secara aktif yaitu
dengan melalui kebijakan fiskal maka komposisi pendapatan nasional tidak lagi Y = C + S dan Y
= C + I tetapi telah berubah menjadi:
a. Dari segi penggunaannya : Y = C + S + (T – TR) , dan
b. Dari segi asalnya :Y=C+I+G

Sehingga pendapatan nasional suatu masyarakat berada dalam keadaan keseimbangan apabila:
C + S + (T - TR ) = C + I + G
I + G = S + (T- TR)
Jadi walaupun tabungan tidak sama dengan investasi tetapi apabila: I + G = S + (T – TR), maka
pendapatan nasional tetap berada dalam keseimbangan, sedangkan untuk menentukan berapa
besarnya pendapatan nasional pada saat terjadinya keseimbangan, ada dua cara merumuskannya,
dengan asumsi bersifat tetap yaitu:

Cara pertama:
Y=C+I+G
C = a + b Yd ; I = I0 ; G = G 0 ; TR = TR0
Yd = Y + TR – T
Maka :
Y = a + b (Y + TR – T) + I + G
= a + bY + bTR0 – bTo + I0 + G0
Y – bY = a + bTR0 – bTo + I0 + G0
(1- b)Y = a + bTR0 – bTo + I 0+ G0

a + bTR0 – bTo + I 0+ G0
(1 – b)
Jadi YE =

Cara kedua:
S + ( T - TR ) = I + G
(Yd – C) + T – TR = I + G
Yd – (a + bYd) + To – TR 0 = I 0+ G0
(Y + TR0 – To) – a – b(Y + TR0 – To) + To + TR 0 = I0 + G 0

dan seterusnya, yang pada akhirnya kita peroleh:

a + bTR0 – bTo + I 0+ G0
YE =
(1 – b)

Keseimbangan dalam gambar

4.4 Multiplier dalam Perekonomian Tiga Sektor


Seperti yang berlaku dalam perekonomian dua sektor, dalam perekonomian tiga sektor
perubahan-perubahan pengeluaran agregat akan menimbulkan perubahan dalam pendapatan
nasional sebanyak beberapa kali lebih besar dari perubahan pengeluaran agregat asal. Seperti
halnya dalam perekonomian dua sektor yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, keadaan
tersebut akan berlaku sebagai akibat adanya proses multiplier. Untuk melihat mengenai proses
multiplier dalam perekonomian tiga sektor, dua analisis akan dibuat dengan menggunakan contoh
angka dan analisis secara aljabar.

4.4.1 Multiplier dalam Angka


Dalam contoh angka ini digambarkan dua keadaan, yaitu dalam perekonomian yang
menerapkan sistem pajak tetap dan perekonomian yang menerapkan sistem pajak proporsional.
Dalam kedua keadaan tersebut dimisalkan sektor perusahaan memutuskan untuk menambah
investasi sebanyak Rp 20 triliun. Dalam perekonomian tersebut kecondongan konsumsi marginal
pendapatan disposable (MPC) adalah 0,75 dan pajak proporsional adalah T = 0,20 Y, proses
multiplier sebagai akibat pertambahan investasi tersebut ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Di bagian I
digambarkan proses multiplier dalam perekonomian dengan sistem pajak tetap, dan Bagian 2
digambarkan proses multiplier dalam perekonomian dengan sistem pajak proporsional.
Contoh angka dalam tabel 4.1 (Bagian 1) menunjukkan tambahan investasi sebanyak ∆I =
20 pada mulanya (pada tahap I proses multiplier) akan menambah pendapatan nasional sebanyak
∆Y1 = 20. kenaikan ini tidak menambah pajak (∆ T = 0). Maka pendapatan disposibel bertambah
sebanyak ∆Yd = ∆Y1 juga tambahan pendapatan ini menyebabkan konsumsi rumah tangga
bertambah sebanyak ∆C = 0,75 .(20) = 15 dan tabungan sebanyak ∆S = 0,25. (20) = 5.
Pertambahan konsumsi rumah tangga sebanyak ∆C = 15 akan menambah pendapatan nasional
sebanyak ∆Y1 = ∆C = 15. Pertambahan ini akan menimbulkan tahap proses II proses multiplier.
Pada akhir proses multiplier tersebut pendapatan nasional bertambah sebanyak Rp 80 triliun,
konsumsi sebanyak Rp 20 triliun. Contoh ini menunjukkan pendapatan nasional bertambah 4 kali
lipat dari pertambahan investasi.

Tabel 4.1
Multiplier Dalam Ekonomi Tiga Sektor
(dalam triliun rupiah)
Tahap Pertambahan Pertambahan Pertambahan Pertambahan Pertambahan
Proses pendapatan Pajak pendapatan Konsumsi Tabungan
multiplier nasional disposibel
(∆Y) (∆T) (∆Yd) (∆C) (∆S)
Bagian I : Sistem Pajak
Tetap
I ∆I=∆YI=20 0 20 15 5
II ∆Y2=15 0 15 11,25 3,75
III ∆Y3=11,25 0 11 8,4375 2,8125
Dst ………….. ………….. …………… …………… …………..

Jml Total : ∆Y=80 ∆T=0 ∆Yd=8 ∆C=60 ∆S=20

Bagian 2: Sistem Pajak Proporsional

I ∆I=∆YI=20 4 16 23 4
II ∆Y2=12 3,2 12,8 9,6 3,2
III ∆Y3=9,6 1,92 7,68 5,76 1,92
Dst ………….. ………… ………….. ………….. ………….

Jml Total : ∆Y=50 ∆T=10 ∆Yd=40 ∆C=30 ∆S=10


Contoh angka dalam bagian 2 (Tabel 4.1) menggambarkan bagaimana pajak proporsional
akan mempengaruhi proses multiplier. Pada tahap I dari proses multiplier, pertambahan investasi
sebanyak ∆I = 20 akan menyebabkan pertambahan pendapatan nasional yang sama besarnya,
yaitu ∆I = ∆Y1 = 20. Pertambahan pendapatan nasional ini menyebabkan pajak bertambah
sebanyak ∆T = 0,20 .(20) = 4, dan oleh sebab itu pendapatan disposibel akan bertambah sebanyak
∆Yd = 20 – 4 = 16. Kenaikan pendapatan disposibel ini akan menambah konsumsi rumah tangga
sebanyak ∆C = 12, dan ini akan menaikkan pendapatan nasional lagi, yaitu sebanyak ∆C = ∆Y1 =
12, dan ini akan menciptakan tahap II dari proses multiplier. Apabila proses multiplier ini terus
berjalan, pada akhirnya pendapatan nasional bertambah sebanyak 50 triliun, Rp 30 triliun dan Rp
10 triliun. Contoh ini menunjukkan dalam perekonomian dengan sistem pajak proporsional
pendapatan nasional bertambah 2 1/2 kali lipat dari pertambahan investasi yang mula-mula
dilakukan. Seterusnya, dari kedua contoh yang dibuat dapat pula disimpulkan bahwa multiplier
adalah lebih besar dalam sistem pajak tetap kalau dibandingkan dengan sistem pajak
proporsional.

4.4.2 Menghitung Nilai Multiplier


Uraian mengenai proses multiplier dengan menggunakan contoh angka dapat
menerangkan bagaimana proses tersebut terjadi, tetapi tidak menerangkan secara jelas bagaimana
menentukan besarnya nilai multiplier. Perhitungan nilai multiplier dapat dengan lebih mudah
dilakukan dengan menggunakan aljabar. Dalam perekonomian tiga sektor, perubahan
perbelanjaan agregat bukan saja diakibatkan oleh perubahan dalam investasi, tetapi juga oleh
pajak dan pengeluaran pemerintah. Besarnya nilai multiplier dari perubahan berbagai faktor
tersebut akan diterangkan dalam uraian yang berikut. Empat jenis multiplier akan ditentukan
besarnya, yaitu multiplier investasi, multiplier pengeluaran pemerintah, multiplier pajak dan
multiplier anggaran seimbang.
Perhitungan nilai multiplier yang akan diterangkan menggunakan pemisalan-pemisalan di
bawah ini:
i. Fungsi konsumsi adalah C = a + b Yd
ii. Dua bentuk sistem pajak akan digunakan. Dalam contoh yang pertama pajaknya adalah pajak
tetap, yaitu T = To, sedangkan dalam contoh kedua pajaknya adalah pajak proporsional, yaitu
T = t Y.
iii. Investasi adalah I = I 0 dan pengeluaran pemerintah adalah G = G 0

1. Sistem Pajak Tetap. Dalam perekonomian bersistem pajak tetap, keseimbangan pendapatan
nasional awal (sebelum adanya kenaikkan investasi) adalah:
Y0 = C + I + G
Y0 = a + bYd + I + G
Y = a + b(Y – To) + Io + Go
Y = a + bY – bTo + Io + Go
Y – bY = a – bTo + Io + Go
1
Y0 = (a – bTo + Io + Go)
1-b

Pertambahan investasi sebanyak ∆I (dari I menjadi I1) menyebabkan pendapatan nasional


meningkat menjadi Y1, dan nilainya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Y1 = C + I + ∆I + G
Y1 = a + bYd + I + ∆I + G
Y1 = a + b(Y1 – To) + Io + ∆I + Go
Y1 = a + bY1 – bTo + Io + ∆I + Go
Y1 – bY1 = a – bTo + Io + ∆I + Go
1
Y1 = (a – bTo + Io + ∆I + Go)
1-b

Dengan demikian pertambahan investasi sebesar ∆I akan menambah pendapatan nasional


dari:
1
Y0 = (a – bTo + I0 + G0 )
1-b
Menjadi
1
Y1 = (a – bTo + Io + ∆I + Go)
1-b
Dengan demikian proses multiplier menambah pendapatan nasional sebesar seperti yang
dinyatakan persamaan berikut:
1 ∆Y 1
∆Y = Y1 – Y0 = ∆I, dimana = = kI
1-b ∆I 1-b
(besarnya nilai (angka) multiplier investasi dalam sistem pajak tetap)

2. Sistem pajak proporsional. Sebelum ada kenaikan investasi tingkat pendapatan nasional
dalam perekonomian adalah:
Y0 = a + bYd + I + G
Y = a + b(Y – tY) + Io + Go
Y = a + bY – btY + Io + Go
Y – bY + btY = a + Io + Go
1
Y0 = (a + Io + Go)
1 – b + bt
Pertambahan investasi sebanyak ∆I (dari I menjadi I1) menyebabkan pendapatan nasional
meningkat menjadi Y1 dan nilainya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Y1 = a + bYd + I + ∆I + G
Y1 = a + b(Y1 – tY) + Io + ∆I + Go
Y1 = a + bY1 – btY1 + Io + ∆I + Go
Y1 – bY1 + btY1 = a + Io + ∆I + Go
Y1 (1– b + bt) = a + Io + ∆I + Go
1
Y1 = (a + Io + ∆I + Go)
1 – b + bt

Dari perhitungan di atas kita lihat pertambahan investasi sebanyak ∆I akan menaikkan
pendapatan nasional dari:
1
Y0 = (a + Io + Go)
1 – b + bt

Menjadi :
1
Y1 = (a + Io + ∆I + Go)
1 – b + bt
Yaitu suatu kenaikan pendapatan nasional (∆Y) sebanyak
1 ∆Y 1
∆Y = Y1 – Y = ∆I, dimana = = kI
1 – b + bt ∆I 1 – b + bt
(besarnya nilai (angka) multiplier investasi dalam sistem pajak proporsional)

Multiplier pengeluaran pemerintah pada tahap pertama dari proses multiplier pertambahan
pengeluaran pemerintah akan menaikkan pendapatan nasional yang sama besarnya. Sebagai
akibat dari keadaan ini maka nilai multiplier dari perubahan investasi adalah sama dengan nilai
multiplier dari perubahan pengeluaran pemerintah.

1. Sistem Pajak Tetap.


Dalam perekonomian yang menggunakan sistem pajak tetap, nilai multiplier
pengeluaran pemerintah adalah:
1
kI =
1–b
dan kenaikan pendapatan nasional (∆Y) dapat dihitung dengan persamaan.

I ∆Y 1
∆Y = ∆G => = = kG
I–b ∆G 1–b

2. Sistem Pajak Proporsional. Dalam perekonomian yang menggunakan sistem pajak


proporsional, nilai multiplier pengeluaran pemerintah adalah:
1 ∆Y 1
∆Y = ∆G => = = kG
1 – b + bt ∆G 1 – b + bt

Multiplier pajak. Perubahan pajak menimbulkan akibat yang berbeda dari yang diakibatkan oleh
perubahan investasi dan pengeluaran pemerintah. Perubahan pajak tidak secara langsung
mengakibatkan perubahan pengeluaran agregat dan pendapatan nasional. Terlebih dahulu ia akan
mempengaruhi pendapatan disposable. Seterusnya perubahan pendapatan disposibel akan
mempengaruhi konsumsi rumah tangga. Baru pada tingkat ini berlaku perubahan dalam
pengeluaran agregat yang seterusnya akan mewujudkan proses multiplier dan perubahan
pendapatan nasional.

Apabila dimisalkan pajak mengalami kenaikan sebesar ∆T maka pendapatan disposibel akan
turun sebanyak ∆Yd = - ∆T0. Seterusnya konsumsi (dan pengeluaran agregat) akan turun
sebanyak :

∆C = ∆AE = MPC x ∆T0

Oleh karena MPC < 1, maka MPC x ∆T 0 adalah lebih kecil dari ∆T. Dengan demikian, dari
persamaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai multiplier pajak adalah lebih kecil dari
multiplier yang diakibatkan oleh perubahan investasi atau pengeluaran pemerintah. Uraian di
bawah ini akan menerangkan nilai multiplier dari perubahan pajak.

1. Sistem Pajak Tetap. Dalam perekonomian yang bersistem pajak tetap, seperti telah
ditunjukkan dalam uraian mengenai multiplier investasi, pendapatan nasional yang asal dapat
dihitung dengan menggunakan formula berikut:
1
1–b
Y= (a – bT0 + I0 + G0)

Apabila pajak diturunkan sebanyak ∆T maka konsumsi dan pengeluaran agregat akan
bertambah sebanyak.

∆C = ∆AE = b∆T0

Dengan demikian pendapatan nasional yang baru dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
1
Y= (a – b∆T0 + I0 + G0), dimana b∆T0 = ∆C = ∆AE
1–b
Apabila pendapatan nasional yang baru (Y 1) dikurangi dengan pendapatan nasional yang asal
(Y), tambahan pendapatan nasional yang terjadi (∆Y = Y 1 – Y) adalah,

∆Y = 1 (-b∆T0)
1–b
-b ∆Y -b
∆Y = (∆T0), dimana = = kT
1–b ∆T0 1–b
( nilai multiplier pajak tetap pada kasus penurunan pajak tersebut )

Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa pengurangan pajak sebanyak To akan
menambah pendapatan nasional sebanyak :
-b
1–b
dikali dengan pengurangan pajak yang dilakukan.
Apabila pajak tetap dinaikan sebesar ∆T 0 maka konsumsi dan pengeluaran agregat akan turun
sebesar, ∆C = ∆AE = b∆T0
Dengan demikian pendapatan nasional yang baru dapat dihitung dengan persamaan berikut, :
1
Y1 = [a – b(T0 + ∆T0 ) I0 + G0]
1–b

1
Y1 = [a – bT0 - b∆T0 I0 + G0]
1–b

Dimana: -b∆T0 = ∆C = ∆AE

apabila pendapatan nasional yang baru (Y 1) dikurangi dengan pendapatan nasional yang asal
(Y), maka tambahan pendapatan nasional yang terjadi (∆Y = Y 1 – Y) adalah:

1
∆Y = (-b∆T0)
1–b
1 ∆Y ∆Y
∆Y = (∆T0), dimana = = nilai multiplier pajak
1–b ∆T0 ∆T0
tetap pada kasus kenaikan pajak tersebut
2. Sistem Pajak Proporsional. Sekali lagi dimisalkan bahwa dalam perekonomian, pajak yang
dipungut dikurangi sebanyak ∆T0. Maka fungsi konsumsi dan pengeluaran agregat akan
mengalami pertambahan sebanyak.

∆C = ∆AE = b∆T0

Sebelum dilakukan pengurangan pajak, pendapatan nasional dalam perekonomian tiga sektor
adalah (lihat uraian mengenai multiplier investasi)
1
Y = (a + I0 + G0)
1 – b + bt
Pengurangan pajak tetap sebanyak ∆T 0 menaikkan konsumsi sebanyak b∆T0 dan
menyebabkan kenaikan pendapatan nasional menjadi Y 1 yang nilainya dapat dihitung dengan
menggunakan formula berikut

1
Y1 = (a - ∆bT0 + I0 + G0)
1 – b + bt
Dengan demikian pertambahan dalam pendapatan nasional (∆Y = Y 1 – Y) dapat ditentukan
dengan menggunakan formula
1
∆Y = [ - (b∆T0 ) ]
1 – b + bt
Atau :
1 ∆Y -b
∆Y = - (b ∆ To), dimana = = = kT
1 – b + bt ∆T0 1 – b - bt

(nilai multiplier pajak proporsional dan pajak tetap pada kasus penurunan pajak tetap)

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa pengurangan pajak tetap sebanyak ∆T 0 akan


menaikkan pendapatan nasional :

1
1 – b + bt
dikali dengan pengurangan pajak yang berlaku.
Jika pajak tetap dinaikkan sebesar ∆T 0 maka konsumsi dan pengeluaran agregat akan
mengalami penurunan sebesar: ∆C = ∆AE = -b∆T 0. Akibat kenaikan pajak tetap pendapatan
nasional dengan sistem pajak proporsional turun menjadi Y 1, dinyatakan dengan persamaan
berikut:
1
Y1 = (a + ∆bT0 + I0 + G0)
1 – b + bt
Mengurangkan Y1 dengan pendapatan nasional sebelum kenaikan pajak menghasilkan
persamaan berikut:
1
∆Y = Y1 –Y = (-b∆T0 ), lebih ringkas:
1 – b + bt
-b ∆Y -b
∆Y = (-b∆T0 ) , dimana = = = kI
I – b + bt ∆T0 I – b + bt
(nilai multiplier pajak proporsional dan pajak tetap pada kasus kenaikan pajak tetap)

Multiplier anggaran belanja seimbang. Misalkan pemerintah secara serentak menambah


pengeluaran pemerintah dan pajak yang sama besarnya (∆G = ∆T). Tindakan seperti ini
menyebabkan anggaran belanja pemerintah akan tetap seimbang (apabila sebelum perubahan
tersebut anggaran pemerintah adalah seimbang).
1. Sistem pajak tetap. Dalam sistem pajak tetap, kenaikan pajak sebanyak ∆T = ∆G akan
menurunkan pendapatan nasional sebanyak

ΔY T = −b [ ΔΤ 0 ]
1−b

Sedangkan pertambahan pengeluaran pemerintah sebanyak ∆G akan menambah pendapatan


nasional sebanyak

1
ΔY G = ( ΔG )
1−b

Dengan demikian pertambahan pendapatan nasional adalah [asumsi ∆T 0 = ∆G]

1 b
ΔY = ( ΔG )− ( ΔG)
1−b 1−b

1−b
ΔY = ( ΔG )atau( ΔY =ΔG )
1−b

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa kenaikan ∆G = ∆T akan menambah


pendapatan nasional sebanyak ∆G, dan nilai multiplier anggaran belanja seimbang dalam
sistem pajak tetap adalah satu.

2. Sistem pajak proporsional. Dalam sistem pajak proporsional kenaikan pajak ∆T = ∆G akan
menurunkan pendapatan nasional sebanyak

ΔY T = −b ( ΔT )
1−b+bt

Sebaliknya pertambahan pengeluaran pemerintah sebanyak ∆G akan menambah pendapatan


nasional sebanyak
ΔY G = 1 ( ΔG)
1−b+bt

Kedua perubahan tersebut menyebabkan pendapatan nasional akan mengalami kenaikan


sebanyak [asumsi ∆T = ∆G],

1 b
ΔY = ( ΔG )− ( ΔG )
1−b+bt 1−b+bt

1−b
ΔY = ( ΔG )
1−b+bt
Berdasarkan kepada perhitungan di atas dapatlah disimpulkan bahwa pedapatan nasional
1
ΔY G =
bertambah sebanyak 1−b+bt kali pertambahan ∆T atau ∆G nilai multiplier
1−b
anggaran seimbang dalam sistem pajak proporsional adalah 1−b+bt . Oleh karena (1 –
b) adalah lebih kecil dari (1 - b + bt), maka nilai multiplier tersebut adalah kurang dari satu.

Anda mungkin juga menyukai