Anda di halaman 1dari 11

Tugas Makalah

WAWASAN KEMARITIMAN

(POTENSI DAN MITIGASI BENCANA DI LAUT)

OLEH:

KELOMPOK 8:

RAHMAT KAIMUDDIN (C1D121041)

RAHMI AULIA (C1D121042)

RIKA ZUSKIANI (C1D121043)

RISAH ARDIANTI (C1D121044)

RISKI (C1D121045)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Tak lupa shalawat serta salam kita panjatkan kepada nabi kita
Muhammad SAW serta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberi masukan serta memberikan dukungan kepada penulis.
Penulisan makalah ini, dengan judul “Potensi dan Mitigasi Bencana di Laut” ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Kemaritiman.
Selama proses penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pihak perbaikan makalah ini. Penulis juga berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan maupun pihak lainnya, khususnya bagi
penulis.
Kendari, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Sampul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A. Potensi dan Mitigasi Bencana di Indonesia
B. Ring Of Fire
C. Upaya Mitigasi Bencana dan Penanggulangannya
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara Kepulauan dengan jumlah penduduk yang
besar dengan berbagai corak ragam kondisi sosial budaya secara historis
memiliki karakter bahari yang kuat. Saat ini telah terjadi perubahan yang
sangat signifikan terhadap perubahan lingkungan strategis maritim, baik
kawasan regional maupun internasional hal ini sangat mempengaruhi pola
berpikir, cara bertindak dalam penentuan kebijakan politik suatu negara.
Perubahan tersebut secara otomatis pula mempengaruhi penentuan strategi
maritim masing-masing negara, yang merupakan aplikasi dari doktrin maritim
yang dilaksanakan oleh setiap negara. Indonesia membutuhkan doktrin
maritim sebagai pengoprasionalan pilihan strategi dan prioritas pembangunan
ke depan.
Potensi sumberdaya pesisir mempunyai keunggulan komparatif dan
kompetitif karena Indonesia mempunyai kekayaan sumberdaya pesisir dan
lautan tropis yang terkaya di dunia dengan biaya eksploitasi yang relatif
murah sehingga mampu memperkuat kapasitas penawaran (supply capacity).
Namun demikian, karena kondisi geografis dan geologisnya, pesisir pantai
dan pulau-pulau kecil di Indonesia berpotensi besar mengalami bencana alam
yang merupakan salah satu atau kombinasi dari gempa bumi, tsunami, angin
topan/badai, banjir. Seperti diketahui bahwa Indonesia dikepung oleh tiga
lempeng benua yaitu Pasifik, Eurasia, serta Indo-australia.
Penanganan bencana menjadi penting dan mendesak untuk
dilaksanakan secara efektif dan efisien akhir-akhir ini setelah bencana gempa
dan disusul dengan tsunami yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember
2004 lalu. Sedangkan kegiatan mitigasi merupakan salah satu bagian dari
kegiatan penanganan bencana yang difokuskan untuk mengurangi potensi
dampak yang mungkin ditimbulkan oleh bencana yang diprediksikan akan
terjadi di masa dating.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi dan mitigasi bencana di Indonesia?
2. Apa itu Ring Of Fire?
3. Bagaimana upaya dan penanggulangan mitigasi bencana?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui potensi dan mitigasi bencana di Indonesia
2. Untuk mengetahui apa itu Ring Of Fire
3. Untuk mengetahui upaya dan penanggulangan mitigasi bencana
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi
sumbangsi pemikiran dan referensi bagi pembaca di jenjang ilmu pendidikan
ataupun yang lainnya yang berhubungan dengan potensi mitigasi bencana di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Potensi Dan Mitigasi Bencana di Indonesia
Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan
morfologi yang beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman
morfologi ini banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya
aktivitas pergerakan lempeng tektonik aktif di sekitar perairan Indonesia di
antaranya adalah lempeng Eurasia, Australia dan lempeng Dasar Samudera
Pasifik.
Sebelum tsunami menerjang memang air laut biasanya surut drastis,
seperti yang dituturkan oleh Riesnayanti, warga Kaju, Banda Aceh yang
selamat. Air surut secara drastis ini pula yang terjadi sewaktu tsunami akibat
letusan Krakatau. Ribuan orang berlarian ke pantai Anyer untuk menangkap
ikan, yang selanjutnya mendadak sontak gelombang tsunami dengan
magnitudo ketinggian lebih dari 10 meter menggulung mereka. Surutnya air
laut tidak reliable juga sebagai tanda akan datangnya tsunami karena memang
setiap hari air laut mengalami pasang-surut dengan amplitudo yang bervariasi
sesuai dengan posisi bumi terhadap benda-benda di ruang angkasa terutama
bulan dan matahari. Namun demikian, tanda-tanda alam dan perilaku
binatang dalam merespon akan datangnya bencana tersebut dapat digunakan
untuk melengkapi kesempurnaan teknologi sistem peringatan dini yang
hendak dibangun. Artinya dalam sistem peringatan dini, semua indikator
dijadikan sebagai komponen yang saling sinergi untuk membangun
kehandalan sistem.
Sedangkan perlunya pembangunan bangunan pelindung juga sangat
mendesak disosialisasikan. Seperti halnya dalam menangkal terjadinya erosi
dan abrasi pantai, sebenarnya minimal terdapat empat cara yang bisa
dilakukan, antara lain pembuatan tanggul ataupun pemecah gelombang yang
terkadang dilengkapi dengan armouring, cara vegetasi dengan mangrove,
mundur dari garis pantai, ataupun dibiarkan saja jika bencana tersebut tidak
ada efek negatifnya terhadap manusia secara langsung. Pembuatan struktur
tanggul ataupun pemecah gelombang banyak diimplementasikan di Belanda,
Jepang, Amerika Serikat maupun negara lain yang berpotensi mendapat
ancaman bencana. Pembuatan tanggul (dam) di Belanda misalnya, dirancang
dengan banjir laut rancangan dengan kala ulang sebesar 10 ribu tahun.
Sehingga banyak kota di Belanda yang mempunyai akhiran dam semisal
Amsterdam, Rotterdam, Volendam dan sebagainya. Bandingkan dengan
banjir rancangan yang digunakan untuk membuat konstruksi-konstruksi di
Indonesia, tak jarang kita mendapatkan suatu tanggul yang dibuat.
Kebijakan dalam mitigasi bencana tsunami yang ke dua adalah dengan
meningkatkan pemahaman dan peranserta masyarakat pesisir terhadap
kegiatan mitigasi bencana gelombang pasang. Kebijakan ini bisa dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain mensosialisasikan dan meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai bencana alam dan kerusakan lingkungan
yang ditimbulkan, mengembangkan informasi bencana dan kerusakan yang
ditimbulkan termasuk pengembangan basis data dan peta resiko bencana,
menggali berbagai kearifan lokal dalam mitigasi bencana. Indonesia yang
terdiri dari beraneka ragam suku dan entitas, sangat banyak memiliki kearifan
lokal dalam usaha untuk mempertahankan hidup dan bersahabat dengan alam.
Kebijakan ke tiga adalah meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat
terhadap bencana. Kebijakan ini bisa diimplementasikan dalam hal-hal
sebagai berikut: pengembangan sistem yang menunjang komunikasi untuk
peringatan dini dan keadaan darurat, menyelenggarakan latihan dan simulasi
tanggapan terhadap bencana dan kerusakan yang ditimbulkan, serta
penyebarluasan informasi tahapan bencana dan tanda-tanda yang mengiringi
terjadinya bencana. Implementasi kebijakan ke tiga ini dalam kondisi
sekarang memang sudah sangat ditunjang oleh kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi.
Kebijakan ke empat adalah meningkatkan koordinasi dan kapasitas
kelembagaan mitigasi bencana. Implementasi dari kebijakan ke empat ini
antara lain peningkatan peran serta kerjasama yang sinergis dari berbagai
pihak, pengembangan forum koordinasi dan integrasi program antar sektor,
antar level birokrasi. Pada tataran aksi terbukti bahwa untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi penanganganan bencana maka peran serta seluruh
stake holder amatlah besar, oleh karenanya perlu diberdayakan. Walaupun
dalam setiap manajemen bencana selalu saja ada “kabar miring” mengenai
pengelolaan sumbangan, namun partisipasi masyarakat tetap sangat tinggi
untuk menyatakan solidaritas dan simpati, bahkan bersifat lintas negara.
Dengan kata lain manajemen bencana terutama bencana yang besar memang
membutuhkan manajer-manajer yang cakap dan berkompeten.
Kebijakan ke lima adalah menyusun payung hukum yang efektif
dalam upaya mewujudkan upaya-upaya mitigasi bencana yaitu dengan jalan
penyusunan produk hukum yang mengatur pelaksanaan upaya mitigasi,
pengembangan peraturan dan pedoman perencanaan dan pelaksanaan
bangunan penahan bencana, serta pelaksanaan peraturan dan penegakan
hukum terkait mitigasi. Kebijakan ini relevan dengan kenyataan yang ada
sekarang.
Sedangkan kebijakan yang ke enam adalah mendorong keberlanjutan
aktivitas ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui
melakukan kegiatan mitigasi yang mampu meningkatkan nilai ekonomi
kawasan, meningkatkan keamanan dan kenyamanan kawasan pesisir untuk
kegiatan perekonomian.
B. Ring Of Fire
Lokasi Indonesia yang terletak di lempeng tektonik atau juga masuk
dalam wilayah cincin api (ring of fire), yang berarti Indonesia rawan terkena
gempa bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang
menjelaskan adanya hubungan dari aktifitas gunung api yang menjajar dari
Indonesia sampai Jepang, menyambung dari Alaska melalui bagian barat AS
sampai Amerika Selatan. Ring of fire ini juga disebut sebagai lingkaran
magma yang besar dan hebatnya Indonesia adalah puncak dari lingkaran api
tersebut.
Pergerakan lempeng-lempeng tektonik tersebut menyebabkan
terbentuknya jalur gempa bumi, rangkaian gunung api aktif serta patahan-
patahan geologi yang merupakan zona rawan bencana gempa bumi dan
tsunami. Wilayah Kota Padang sebagai daerah hunian merupakan kawasan
yang sangat rawan bencana, oleh karena itu perlu diupayakan langkah-langkah
strategis untuk melindungi setiap warga negara dengan langkah-langkah
penanggulangan bencana yang dimulai dari sebelum, pada saat dan setelah
bencana terjadi. Dari jalur terlihat bahwa kepulauan Indonesia menjadi tempat
pertemuan 2 jalur gempa, yaitu : Circum Pacific Earthquake Belt atau Great
Earthquake Belt dan Alpide Earthquake Belt atau Trans-Asiatic Earthquake
Belt. Dengan demikian kepulauan Indonesia merupakan daerah yang memiliki
faktor kegempaan yang penting.
C. Upaya Mitigasi bencana dan Penanggulangannya
Sumber peringatan dini yang dianggap efektif oleh informan adalah
tokoh masyarakat, baik yang bersifat formal maupun non formal. Bila kepala
korong dan wali nagari dimasukkan ke dalam tokoh masyarakat secara formal
maka kepercayaan untuk memberikan peringatan dini dianggap paling efektif
dibandingkan dengan tokoh agama, guru, pemerintah daerah, tetangga,
pemerintah pusat. Ini menunjukkan memberikan kepercayaan dalam
mengkooordinir masyarakat apabila terjadi nya bencana.
Sebagian besar informan menyatakan siap berpartisipasi dalam
mengatasi terjadinya bencana. Hal ini menunjukkan toleransi dan
keterampilan sosial yang masih tinggi, walaupun jenis partisipasinya berbeda
sesuai dengan kemampuan masing-masing.Sumbangan tenaga merupakan
jenis bantuan yang paling umum yang dapat mereka berikan kalau terjadi
bencana dan kemusian sumbangan dalam bentuk makanan, minuman, pakaian,
pengetahuan dan swadaya masyarakat dalam mengatasi bencana yang dapat
dimobilisir kapan saja kalau terjadi bencana.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan di atas
adalah Mitigasi bencana adalah salah satu cara atau tindakan untuk
mengurangi supaya kerugian dapat diperkecil. Dalam hal ini, mitigasi adalah
upaya yang dilakukan untuk mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
bencana yang meliputi kesiapsiagaan dan kewaspadaan. Namun demikian,
mitigasi bencana tersebut belum dijadikan sebagai budaya lokal di dalam
masyarakat secara luas. Terlebih lagi kemudian disimpulkan bahwa penyebab
tidak optimalnya mitigasi bencana adalah rendahnya
pemahaman/pengetahuan masyarakat tersebu.
B. Saran
Saran yang diberikan pada makalah ini adalah dari ke enam kebijakan
tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam bentuk strategi dan kegiatan-
kegiatan untuk mencapai tujuan. Maka dalam memperbaiki keadaan di masa
depan dapat dilakukan dengan mengurangi potensi dampak bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Coastal Engineering Manual Volume I & II, 2002, Waterways Experiment
Station, Corps Of Engineers, Departement of The American Army,
USA.
Jokowinarno, D., Identifikasi Garis Pantai yang Rawan oleh Tsunami akibat
Letusan Gunung Krakatau, Jurnal Rekayasa Vol.13 Nomor 2 Tahun
2009
Trihatmodjo, B., Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta, 1999.
Pemerintah Daerah Propinsi Lampung, 1999, Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir
Lampung
Pemerintah Daerah Propinsi Lampung, BAPPEDA. 2000. Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai