Anda di halaman 1dari 8

RESUME BAB 1

SISTEM KEUANGAN SYARIAH


Mata Kuliah Akuntansi Syariah
Dosen Pengampu : Rita Rosiana, S.E., M.Si.

Disusun Oleh :
Muhammad Haickal Syahputra
5552200044

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
Konsep Menjaga Harta Kekayaan
Menjaga harta, bertujuan agar harta yang dimilik oleh manusia diperoleh dan digunakan
sesuai dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan sesuai dengan keinginan pemilik
mutlak harta tersebut, yaitu Allah Swt.
Konsep Kepemilikan
Harta yang baik harus memenuhi dua kriteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan
benar (legal and fair), serta dipergunakan dengan dan untuk hal yang baik di jalan Allah Swt.
Penggunaan dan Pendistribusian Harta
Ketentuan syariah yang berkaitan dengan penggunaan harta, antara lain:
1. Tidak boros dan kikir (dalam batas kewajaran)
2. Memberi infaq dan sedekah
3. Membayar zakat sesuai ketentuan
4. Memberi pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan)
5. Meringankan kesulitan orang yang berutang
Akad/Kontrak/Transaksi
Akad dalam bahasa Arab al-‘aqd (jamaknya al-‘uqud) berarti ikatan atau mengikat. Menurut
terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan
(qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.
Akad berbeda dengan wa’ad (janji), dimana wa’ad adalah keinginan yang dikemukakan oleh
seseorang untuk melakukan sesuatu di masa yang akan datang.

Kriteria Akad Wa’ad


Karakteristik Kesepakatan dua pihak Janji hanya satu pihak saja
Implikasi Menimbulkan hak dan Menimbulkan kewajiban
kewajiban
Hukum Menepati Wajib dilaksanakan (Jumhur Ulama berbeda pendapat mengenai
Ulama) kewajiban menepati, namun ulama
sepakat jika menepati adalah akhlak
yang mulia
Waktu Saat disepakati (ijab dan qabul) Dilakukan di masa yang akan
Pelaksanaan datang

Jenis Akad
Akad terbagi menjadi 2, yaitu akad tabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah
1. Akad Tabarru’ (gratuitous contract) adalah perjanjian yang merupakan transaksi
yang ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini
adalah tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan
Ada 3 jenis bentuk akad tabarru’,yaitu :
a. Meminjamkan uang
Meminjamkan uang termasuk akad tabarru’karena tidak boleh melebihkan
pembayaran atas pinjaman yang kita berikan, karena setiap kelebihan tanpa ‘iwad
adalah riba. Sedikitnya ada 3 jenis pinjaman, yaitu :
1) Qardh, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa persyaratan apapun,
selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu.
2) Rahn,merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam
bentuk atau jumlah tertentu
3) Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara pengalihan utang/piutang
dari pihak lain
b. Meminjamkan jasa
Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan termasuk akad tabarru’
Minimal ada 3 jenis pinjaman
1) Wakalah (mewakili) : memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat
ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain. Pada konsep ini maka
yang kita lakukan hanya atas nama orang tersebut.
2) Wadi’ah (titipan) : merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana pada
akad ini telah dirinci tentang jenis pemeliharaan dan penitipan. Sehingga
selama pemberian jasa tersebut kita juga bertindak sebagai wakil dari
pemilik barang.
3) Kafalah (pinjaman bersyarat) : juga merupakan bentuk turunan akad
wakalah, dimana pada akad ini terjadi atas wakalah bersyarat.
c. Memberikan sesuatu
Minimal ada 3 bentuk akad :
1) Wakaf
2) Hibah/sedekah
3) Hadiah

2. Akad Tijarah (compensational contract) merupakan akad yang ditujukan untuk


memperoleh keuntungan. Akad ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Natural Uncertainty Contract,
Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pencampuran, dimana pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan aset yang mereka miliki menjadi satu,
kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan.
Contohnya : musyarakah termasuk di dalamnya mudarabah, muzaraah, musaqoh,
dan mukharabah
b. Natural Certainty Contract,
Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran,dimana kedua belah
pihak saling mempertukarkan aset yang dimilikinya, sehingga objek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad
dengan pasti tentang jumlah (quantity), mutu (quality), harga (price), dan waktu
penyerahan (time delivery). Contohnya : akad jual beli (baik penjualan tunai,
penjualan tangguh, salam, dan istishna’) maupun akad sewa (ijarah maupun
IMBT)
Rukun dan Syarat Akad
Rukun dan syarat sahnya akad ada 3, yaitu :
1. Pelaku, yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual dan pembeli, penyewa dan
yang menyewakan, karyawan dan majikan, shahibul maal dan mudharib, mitra
dengan mitra dalam musyawarah).
Syaratnya untuk pihak yang melakukan akad yaitu orang yang merdeka, mukalaf, dan
orang yang sehat akalnya.
2. Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukanya suatu
transaksi tertentu.
3. Ijab qobul (serah terima) merupakan kesepakatan dari para pelaku dan menunjukan
mereka saling ridha. Tidak sah suatu transaksi apabila ada salah satu pihak yang
terpaksa melakukannya, dan oleh karena itu akadnya menjadi batal.
Transaksi yang Dilarang
Larangan ini dikarenakan beberapa sebab anatara lain dapat membantu berbuat
maksiat/melakukan hal yang dilarang Allah, adanya unsur penipuan, adanya unzur menzalimi
pihak yang bertransaksi dan sebagainya.
Jadi, setiap transaksi bisnis harus didasarkan kepada prinsip kerelaan antara kedua pihak dan
tidak bathil yaitu tidak ada pihak yang menzalimi ataupun dizalimi.
Jenis Transaksi yang Dilarang
1. Riba
Jenis riba digolongkan menjadi empat, yaitu :
(1) Riba Fadhl, yakni terjadinya pertukaran antara barang sejenis dengan takaran yang
berbeda, atau pertukaran barang itu termasuk dalam jenis barang ribawi (harus
dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya dan kualitasnya) seperti kurma, gandum,
emas, sya’ir (gandum merah), garam, dan perak.
(2) Riba Nasi’ah, yang disebabkan adanya perubahan atau perbedaan tambahan antara
yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
(3) Riba Qard, yaitu adanya tambahan tertentu yang disyaratkan kepada yang berhutang
pada saat melakukan awal transaksi.
(4) Riba Jahiliyah, yaitu utang harus dibayar melebihi dari pokoknya karena si peminjam
tidak dapat membayar sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

2. Gharar
Dalam bahasa Arab ialah al-khathr artinya “pertaruhan”. Gharar berarti transaksi yang
mengandung unsur ketidakjelasan, sehingga dapat diartikan bahwa si pembeli tidak
mengetahui secara pasti apa yang dibelinya dan bagi si penjual pun tidak mengetahui apa
yang dijualnya secara pasti. Contohnya seperti membeli anak sapi dalam kandungan atau
membeli hasil pertanian yang belum melewati masa panen tiba.

3. Tadlis
Tadlis yaitu jika salah satu pihak menyembunyikan informasi dari pihak lainnya, sehingga
menimbulkan keuntungan kepada satu pihak saja dan merugikan pihak lain. Hal ini
dikarenakan ketidaktahuan informasi atas objek yang sedang diperjualbelikan. Tadlis dapat
terjadi karena empat hal yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, dan barang.
4. Ghabn
Ghabn adalah peristiwa jual beli dimana si penjual menaikkan harga objek dagangan di atas
harga pasar yang tidak diketahui oleh pihak pembeli. Ghabn dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Ghabn Qalil, ialah perbedaan harga dengan barang yang tidak terlalu jauh antara
harga pasar dengan harga yang ditawarkan dan masih dimaklumi oleh pembeli.
(2) Ghabn Fahish, yaitu perbedaan harga yang signifikan jauh di antara harga barang
dengan harga penawaran.

5. Risywah
Merupakan perbuatan yang memberi sesuatu kepada pihak lainnya, padahal bukan haknya
atau juga dikenal dengan istilah suap menyuap. Menurut pendapat para ulama bahwa ar-
Rasyi (penyuap) dan al-Murtasyi (penerima suap) perbuatan ini termasuk ke dalam kelompok
dosa besar. Hal ini termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 188.
6. Ba’i najasy
Bai Najasy atau manipulasi permintaan, bertujuan untuk meningkatkan omset penjualan
dengan cara menciptakan penawaran palsu.
7. Ikhtikar atau Penimbunan Barang
Dilakukan sebagai upaya memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat dengan cara menjual
jumlah barang yang langka ditawarkan dengan harga yang selangit.
8. Bai al-mudtarr
Identik dengan jual butuh yaitu dilakukan karena salah satu pihak dalam kondisi yang sangat
membutuhkan, sehingga tidak menutup kemungkinan oleh pihak yang kuat mendapatkan
keuntungan yang lebih, akan tetapi merugikan pihak yang lainnya.
9. Ikrah
Ikrah adalah suatu perbuatan yang ditimbulkan dari pemaksa untuk mengerjakan perbuatan
yang dituntut oleh pemaksa. Dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Ikrah Mulji’, ialah sebuah paksaan yang dapat menghilangkan kerelaan dan
merusak ikhtiyar (pilihan) pada orang yang dipaksa. Wahbah Zuhaili berpendapat
bahwa ikrah mulji’ yaitu sebagai pemaksaan yang membuat seseorang tidak
mempunyai kemampuan seperti seseorang mengancam orang lain dengan sesuatu
yang merusak dirinya.
(2) Ghairu Mulji’, yakni paksaan yang dapat menghilangkan kerelaan, akan tetapi tidak
sampai merusak ikhtiyar pada seseorang yang sedang dipaksa.

10. Cacat akad atau ta’alluq


Merupakan berlakunya akad pertama akan tergantung pada akad kedua, hal ini tentu akan
menimbulkan tidak terpenuhinya rukun akad yaitu objek akad sehingga menjadi tidak sah.
11. Al-Maisir
Berasal dari bahasa Arab yakni yasara atau yusr berarti mudah. Maisir merupakan bentuk
permainan yang mengandung unsur taruhan dengan disepakati bahwa pihak yang menang
akan mendapatkan hasil dari taruhan tersebut, sedangkan pihak yang kalah mengalami
kerugian besar karena tidak mendapatkan untung dari permainan itu.
Prinsip System Keuangan Syariah
1. Penghapusan Bunga dari Sistem Keuangan
Larangan ini didasarkan pada argumen keadilan sosial, persamaan, dan hak kepemilikan.
Islam mendorong untuk mencari keuntungan, tapi Islam melarang memungut bunga, karena
keuntungan itu datang di belakang, yang mencerminkan kesuksesan wirausaha. Pendapatan
dari hasil bunga, ditentukan di depan, merupakan biaya yang masih harus dibayar tanpa
peduli apakah usahanya untung atau rugi.
2. Berbagi Risiko (Risk Sharing)
Penyedia modal keuangan dan pengusaha saling berbagi risiko bisnis dengan imbalan berbagi
keuntungan. Konsep berbagi risiko ini disesuaikan dengan kemampuan masingmasing pihak
dalam menanggung risiko. Implementasinya, dalam keuangan syariah terdapat produk yang
berbagi laba/rugi antara pemilik modal dan pengelola modal (mudharabah), berbagi laba/rugi
antara pihak yang berkongsi dalam penyetoran modal (musharakah).
3. Nilai Uang
Dalam Islam, uang tidak diperbolehkan apabila dianggap sebagai komoditas yaitu uang
dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan barang yang dijadikan sebagai objek
transaksi untuk memperoleh keuntungan. Sistem keuangan Islam memandang uang boleh
dianggap sebagai modal yaitu uang bersifat produktif, dapat menghasilkan barang atau jasa
bersamaan dengan sumber daya yang lain untuk memperoleh keuntungan.
4. Keterkaitan antara Transaksi Keuangan dan Sektor Produktif
Modal merupakan faktor produksi, penggunaan modal melalui sistem keuangan selalu
dimaksudkan untuk menggerakkan sektor riil. Uang tidak akan memberikan nilai tambah
dengan sendirinya, namun uang baru akan memberikan nilai tambah ketika ditransformasikan
menjadi modal kerja atau alat tukar (jual beli barang). Sistem keuangan syariah tidak
menawarkan keuntungan atas kekayaan keuangan yang tidak terkait dengan sektor produktif.
Simpanan akan memberikan imbalan ketika dipergunakan untuk sektor produktif.
5. Larangan Perilaku Spekulatif Berlebihan
Sistem keuangan syariah melarang penimbunan dan transaksi yang menanggung
ketidakpastian tinggi, perjudian, dan risiko yang ekstrem, misalnya menimbun barang
kebutuhan hidup sehari-hari sehingga terjadi kelangkaan barang dengan harapan harga barang
akan meningkat dan memperoleh keuntungan yang maksimal dari selisih harga pembelian
dan penjualan barang.
6. Kesakralan Suatu Kontrak
Islam menjunjung tinggi kewajiban memenuhi kontrak dan keterbukaan informasi sebagai
kewajiban suci agar tidak terjadi moral hazard. Moral hazard merupakan ketidakjujuran
seseorang yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kerugian. Misalnya, seorang
manajer memiliki insentif untuk mengejar kepentinganya sendiri atas biaya pemegang saham
(Asbaugh, 2004). Pada kondisi tersebut manager cenderung mengejar laba jangka pendek
untuk mendapatkan bonus atau insentif dengan mengabaikan kinerja jangka panjang,
sehingga terjadinya moral hazard. Moral hazard yang dilakukan manajer ini akan merugikan
pemegang saham karena laba yang dilaporkan belum tentu dalam bentuk aliran kas tetapi
kompensasi atau bonus yang dibayarkan merupakan aliran kas keluar.
7. Kegiatan Investasi yang Syariah
Investasi dilakukan sesuai prinsip syariah, misalnya bertani dengan sistem bagi hasil antara
petani dan pemilik lahan, melakukan investasi pada surat berharga syariah. Dalam melakukan
investasi tidak diperbolehkan berinvestasi pada kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip
syariah seperti, produksi minuman keras, perjudian, dan perdagangan ilegal seperti
perdagangan manusia (human trafficking).
Instrumen Keuangan Syariah
Instrumen keuangan adalah kontrak keuangan antarpihak, yang dapat diperdagangkan,
dimodifikasi dan diselesaikan secara langsung. Instrumen keuangan bisa berupa uang tunai
(mata uang), bukti kepemilikan suatu entitas (saham), atau hak kontrak untuk menerima atau
memberikan uang (obligasi). Instrumen keuangan dapat dikategorikan berdasarkan “kelas
aset” bergantung pada apakah itu berbasis ekuitas (saham) atau berbasis hutang (obligasi).
Jika instrumennya adalah hutang, maka bisa dikategorikan lebih jauh ke dalam jangka pendek
(kurang dari satu tahun) atau jangka panjang. Demikian pula dalam keuangan syariah, jenis
instrumen keuangannya pada dasarnya adalah sama. Pada keuangan syariah proses
penyusunan instrumen keuangan harus mengikuti ketentuan dan prinsip syariah, maka
keuangan syariah tidak mengenal instrumen derivative. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor
gharar dan kecenderungan maysir dan riba pada instrumen derivative.
Jenis instrumen keuangan syariah, antara lain :
(1) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
(2) Sukuk/Obligasi Syariah
(3) Negotiable Certificate of Deposit Syariah (NCDS)
(4) Sukuk BI (SukBI).
Daftar Pustaka

Arifah, Shafira. (2020). Agar Tak Keliru, Ini 11 Jenis Transaksi yang Dilarang dalam Islam.
Diakses pada 24 Februari 2022 dari https://www.idntimes.com/life/inspiration/shafira-
arifah-putri/transaksi-yang-dilarang-dalam-islam-c1c2/11
S, Abdul Qodri. (2018). Prinsip Sistem Keuangan Syariah. Diakses pada 24 Februari 2022
dari https://pkebs.feb.ugm.ac.id/2018/07/02/prinsip-sistem-keuangan-syariah/
Muljawan, Dadan dkk. (2020). Buku Pengayaan Pembelajaran Ekonomi Syariah Untuk
Sekolah Menengah Atas Kelas X. Jakarta: Bank Indonesia.
Nurhayati, Sri dan Wasilah Abdullah. (2019). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai