Anda di halaman 1dari 134

i

ii
BIOSTIMULAN

UNTUK TANAH DAN TANAMAN

APA DAN MENGAPA PENTING?

MILAWATI LALLA,S.P.,M.P

i
BIOSTIMULAN
UNTUK TANAH DAN TANAMAN
CV. PENERBIT QIARA MEDIA
134 hlm: 15,5 x 23 cm
Copyright @2022
Milawati Lalla,S.P.,M.P23
ISBN:
Penerbit IKAPI No. 237/JTI/2021
Penulis:
Milawati Lalla,S.P.,M.P

Editor: Tim Qiara Media


Layout: M Feri Fadeli
Desainer Sampul: M Nauval Saputra
Gambar diperoleh dari www.google.com
Cetakan Pertama, 2022

Diterbitkan oleh:
CV. Penerbit Qiara Media - Pasuruan, Jawa Timur
Email: qiaramediapartner@gmail.com
Web: qiaramedia.wordpress.com
Blog: qiaramediapartner.blogspot.com
Instagram: qiara_media

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip


dan/atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin
tertulis penerbit.

Dicetak Oleh CV. Penerbit Qiara Media


Isi diluar tanggung jawab percetakan

ii
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA

PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SANKSI PELANGGARAN

a. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak


melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.00
(Satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh
tahun dengan atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000.00 (Lima miliar rupiah).
b. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

iii
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di
muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu
(sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur (Q.S Al
A’raaf : 10)

Semua makhluk hidup di muka bumi ini telah diberikan


tempatnya masing-masing, di dalam tanah, air dan udara.
Biarkan mereka menjalankan tugasnya sesuai yang telah
ditakdirkan untuknya.

BUKU INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA SELURUH


PEMBACA. SEMOGA BERMANFAAT

iv
KATA PENGANTAR
‫ﺍﺑﺳﻡﷲﺍﻠﺮﺤﻣﻥﺍﻠﺮﺤﻳﻡ‬
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan alam
semesta beserta isinya dan mengaturnya dengan cara yang
sempurna. Rasa syukur yang tak terhingga atas semua nikmat
dan karunia yang tidak terhitung besarnya sehingga karya kecil
ini dapat terselesaikan. Salawat dan salam kepada Rasulullah
SAW atas segala keteladannya bagi umat manusia.
Tumbuhan tidak hanya membutuhkan unsur hara untuk
tumbuh dan berkembang, namun juga membutuhkan kekuatan
untuk menghadapi tekanan lingkungan. Untuk itu dibutuhkan
bahan atau zat yang dapat mendukung pertumbuhan
tanamanyang salah satunya adalah biostimulan. Biostimulan
dapat diperoleh dari beberapa sumber bahan dan memiliki
banyak manfaat untuk tanah dan tanaman. Buku ini membahas
tentang hal tersebut yang didukung oleh beberapa referensi yang
dikumpulkan dari berbagai jurnal terindeks.
Meskipun demikian penulis menyadari masih banyak
kekurangan atas penyajian tulisan ini dan memohon maaf yang
sebesar-besarnya atas segala keterbatasan. Penulis berharap
buku ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi amal jariyah.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga buku ini hadir di hadapan
pembaca sekalian.
Gorontalo, Januari 2022
Penulis

Milawati Lalla,S.P.,M.P

v
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .........................................................1


1.1. Pertanian Ramah Lingkungan ........................................... 2
1.2. Apa itu Biostmulan? .......................................................... 6
1.3. Syarat Bahan Baku Biostimulan ....................................... 8
1.4. Biopestisida, Biostimulan, Biofertilizer ........................... 9
BAB II CARA KERJA BIOSTIMULAN ................................ 13
2.1 Hormon Tumbuhan ........................................................... 14
2.1.1 Auksin ..................................................................... 15
2.1.2 Sitokinin .................................................................. 16
2.1.3 Etilen ....................................................................... 17
2.1.4 Hormon Asam Absisat ........................................... 19
2.1.5 Giberelin .................................................................. 20
2.2 Hubungan antara Biostimulan dan Hormon Tumbuhan . 21
BAB III SUMBER BIOSTIMULAN ......................................23
3.1 Zat Humat (Humat Substances) ....................................... 25
3.1.1 Protein Hidrolisat dan Asam Amino ..................... 30
3.1.2 Ekstrak Rumput Laut dan Botanical ..................... 33
3.1.3 Senyawa Anorganik ............................................... 36
3.1.4 Khitin dan Kitosan .................................................. 37
3.1.5 Inokulasi Mikroba .................................................. 39
3.1.6 Betain ...................................................................... 46
BAB IV PERANAN BIOSTIMULAN UNTUK TANAH DAN
TANAMAN ............................................................................ 47
4.1 Biostimulan untuk Tanah.................................................. 48
4.2 Biostimulan untuk Tanaman ............................................ 52
4.2.1 Pemacu Pertumbuhan Tanaman ............................ 53
4.2.2 Pertahanan terhadap Tekanan Abiotik .................. 54
vi
4.2.3 Pertahanan terhadap Tekanan Biotik (Pertahanan
terhadap Patogen) ............................................................ 66
4.2.4 Penyerapan Hara ................................................... 67
4.2.5 Stimulasi Fitohormon............................................ 72
4.2.6 Peningkatan Kualitas Tanaman dan Hasil dengan
Bakteri Biostimulan ......................................................... 75
4.2.7 Produksi Antibiotik ............................................... 77
4.2.8 Produksi Senyawa Volatil .................................... 78
4.2.9 Produksi Hidrogen Sianida ................................... 78
4.2.10Produksi Siderofor ................................................ 79
4.2.11Induksi Sistem Pertahanan.................................... 80
BAB V MANFAAT BIOSTIMULAN .................................... 81
BAB VI BAHAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI
BIOSTIMULAN ..................................................................... 87
BAB VII BENTUK FORMULASI BIOSTIMULAN DALAM
PGPR .................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 107
TENTANG PENULIS .......................................................... 122

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Senyawa Aktif Organik Murni Hubungannya dengan


Klasifikasi Biostimulan .............................................32
Gambar 2 Mekanisme Biostimulan Berbasis Alga ..................34
Gambar 3 Skema Biostimulan Biokonversi Kompos dari Bahan
Organik .....................................................................41
Gambar 4 Peran Biostimulan untuk Tanaman .........................52
Gambar 5 Mekanisme Kerja Biostimulan yang Diekstrakdari
Tumbuhan .................................................................54
Gambar 6 Toleransi Cekaman Abiotik dengan Induksi Bakteri
Biostimulan Tanaman ................................................56
Gambar 7 Skema Pengaruh dan mekanisme Kualitas
Fungsional pada Tanaman dengan Adanya Mikroba
Biostimulan ...............................................................65
Gambar 8. Peranan Biostimulan dalam Efisiensi Penggunaan
Nutrisi .......................................................................68
Gambar 9. Pengaruh Metabolit Sekunder dalam Mengurangi
Berbagai Tekanan Biotik dan Abiotik yang Dihadapi
Tanaman ...................................................................71
Gambar 10. Pengaruh Biostimulan Secara Langsung dan Tidak
Langsung bagi Tanaman ............................................75
Gambar 11. Biostimulan dari Tumbuhan untuk Pertanian
Berkelanjutan ............................................................86
Gambar 12. Daun Gamal .......................................................90
Gambar 13. Efek Biostimulan Ekstrak Daun Kelor dalam
Meningkatkan Toleransi Tekanan Abiotik .................92
Gambar 14. Efek Pemberian Ektrak Kecambah Kacang Hijau
pada Pertumbuhan Bibit Tebu Hasil Penelitian
(Pamungkas & Nopiyanto, 2020) ...............................99
Gambar 15. Mekanisme Penggunaan PGPR untuk Pertanian 103

viii
Gambar 16. Metode Priming Benih untuk Peningkatan
Perkecambahan Benih dan Perkembangan Tanaman
Lebih Baik............................................................... 104
Gambar 17. Metode Perlakuan Benih Menggunakan PGPR..105
Gambar 18. Bio-priming dengan Inokulan PGPR Memicu
Pertumbuhan dan Kesehatan Tanaman.....................105

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rendemen Beberapa Jenis Crustaceae ....................... 38


Tabel 2. pH tanah, C-Organik dan K-dd Tanah setelah Aplikasi
Sabut Kelapa dan Pupuk Kandang Ayam ..................... 50
Tabel 3 . Efek Biostimulasi Komponen Biostimulan dalam
Biokonversi Kompos pada Tanaman ............................ 56
Tabel 4 . Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Biostimulan
Padat dan Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Sawi Umur 4 MST ....................................... 76
Tabel 5. Manfaat Biostimulan dalam Produksi Tamanan,
Manfaat Ekonomi dan Lingkungan .............................. 82
Tabel 6. Produksi Kedelai dengan Beberapa Perlakuan ..........93
Tabel 7. Kadar Hara Makro dan Mikro Ekstrak Tauge setelah
Fermentasi 6 Minggu dengan Penambahan Gula, EM-4
dan Aquades ................................................................ 95
Tabel 8. Kadar Fitohormon Ekstrak Tauge setelah Fermentasi 6
Minggu dengan Penambahan Gula, EM-4 dan Aquades
.................................................................................... 96
Tabel 9. Rata-rata Jumlah dan Bobot Buah Cabai per Tanaman
pada Aplikasi Ekstrak Tauge yang Telah Difermentasi 96
Tabel 10. Tabel 10. Kandungan Fitohormon Ekstrak Kecambah
Kacang Hijau, Kacang Tunggak dan Kacang Tanah ..... 98
Tabel 11. Kandungan N,P,K Hasil Fermentasi Jeroan Ikan
Cakalang ................................................................... 100

x
BAB I PENDAHULUAN

1
1.1. Pertanian Ramah Lingkungan
Sektor pertanian akan selalu menjadi harapan seluruh
elemen bangsa karena berkaitan dengan produksi bahan
makanan untuk semua masyarakat. Produksi pangan bukan
hanya fokus pada kuantitas tetapi juga pada kualitas dan
keamanannya dari residu bahan kimia. Masyarakat semakin
sadar dengan produk pertanian yang bebas residu bahan kimia
sintetis sehingga sistem pertanian yang ramah lingkungan
diterapkan dengan memanfaatkan bahan organik.

Pertanian ramah lingkungan secara umum diartikan


sebagai usaha pertanian yang bertujuan untuk memperoleh
produksi optimal tanpa merusak lingkungan baik secara fisik,
kimia, biologi maupun ekologi. Pertanian yang ramah
lingkungan tidak menghasilkan dampak yang buruk terhadap
lingkungan biotik dan abiotik, tidak merusak ekosistem darat,
air dan udara. Kriteria pertanian ramah lingkungan menurut
Saraswati & Sumarno (2008), adalah:

a. Terpeliharanya keanekaragaman hayati dan


keseimbangan ekologis biota pada permukaan dan
lapisan olah tanah
b. Terpeliharanya kualitas sumber daya pertanian dari segi
fisik, hidrologis, kimiawi dan biologi mikrobial
c. Bebas cemaran residu kimia, limbah organik dan
anorganik yang berbahaya atau mengganggu proses
hidup tanaman

2
d. Lestarinya keanekaragaman genetik tanaman budidaya
e. Tidak terjadi akumulasi senyawa beracun dan logam
berat yang membahayakan atau melebihi batas ambang
aman
f. Terdapat keseimbangan ekologis antara hama penyakit
dengan musuh alami
g. Produktivitas lahan stabil dan berkelanjutan
h. Produksi hasil panen bermutu tinggi dan aman sebagai
pangan atau pakan

Penggunaan bahan organik (kompos, limbah pertanian,


urin, kotoran hewan, limbah ikan dan lain-lain) telah banyak
diteliti. Penggunaan bahan organik bertujuan untuk
meningkatkan kesuburan tanah dan pasokan nutrisi untuk
tanaman. Namun harus lebih berhati-hati karena banyak bahan
organik yang telah tercemar oleh polusi atau bahan berbahaya
lainnya yang berpotensi dapat berdampak buruk terhadap fungsi
ekologis tanah, pertumbuhan tanaman dan kesehatan manusia.

Kebijakan pertanian organik menggambarkan pertanian


organik sebagai sistem produksi yang menggunakan input
pertanian yang sebelumnya berasal dari pertanian organik.
Tidak melibatkan bahan sintetis dan melarang penggunaan
setiap produk yang dihasilkan dari tumbuhan dan hewan yang
tidak berasal dari pertanian organik untuk meningkatkan
ksuburan tanah dan produksi tanaman (Olowoyo & Mugivhisa,
2019). Sistem pertanian organik bergantung aplikasi kotoran

3
hewan, kompos, sisa tanaman, rotasi tanaman, pupuk hijau,
pupuk hayati, pestisida hayati dan kontrol biologis
(Esmaielpour, Einizadeh, & Pourrahimi, 2020).

Sistem pertanian tertutup dianggap sebagai praktek


pertanian organik dengan pendekatan integral menjaga
kelestarian keanekaragaman hayati, siklus biologis dan aktivitas
biologis tanah (Fahrurrozi, Muktamar, Setyowati, Sudjatmiko,
& Chozin, 2019). Pengunaan pupuk organik dalam budidaya
tanaman untuk menjaga kesuburan, sifat fisik, biologi dan kimia
tanah. Penggunaan pupuk organik berfungsi untuk menjaga
keseimbangan keberlanjutan ekosistem lahan pertanian sehingga
dapat digunakan secara berkelanjutan untuk menghasilkan
pangan yang aman dan sehat untuk kesehatan masyarakat.
Pupuk organik cair digunakan dalam mengatasi kendala
produksi pertanian karena kemampuannya untuk menyediakan
unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Bahua &
Gubali, 2020). Aplikasi pupuk organik cair berfungsi sebagai
pelengkap pasokan nutrisi pupuk organik padat (Fahrurrozi et
al., 2019).

Pupuk organik cair hasil limbah pertanian semakin


populer. Pupuk organik cair diproduksi secara sederhana melalui
proses fermentasi menggunakan limbah organik sebagai substrat
karbon. Pupuk organik cair terdiri dari nutrisi tanaman dan
mikroorganisme bermanfaat yang mengurai bahan organik.
Mikroorganisme memiliki peran penting dalam degradasi

4
substrat dalam proses fermentasi. Pada akhir proses fermentasi,
fitohormon seperti auksin dan sitokinin dan promotor
pertumbuhan tanaman terdapat dalam pupuk organik cair
(Phibunwatthanawong & Riddech, 2019).

Pemupukan kimia dalam budidaya intensif memiliki peran


penting dalam pencemaran lingkungan, kerusakan ekologi,
hilangnya kesuburan tanah, peningkatan salinitas tanah,
degradasi dan biaya produksi yang lebih tinggi (Serri, Souri, &
Rezapanah, 2021). Penggunaan bahan kimia pertanian yang
berlebihan dalam revolusi hijau telah meningkatkan pencemaran
lingkungan yang mengancam ekosistem. Dengan pertanian
organik melestarikan kesuburan tanah dan menjaga erosi tanah
melalui prinsip konservasi (Esmaielpour et al., 2020). Dampak
dari penggunaan bahan kimia dapat diatasi atau paling tidak
dikurangi dengan penggunaan bahan organik baik dalam bentuk
cair atau padat.

Bahan organik yang dapat digunakan sangat beragam, baik


yang diformulasi dari tumbuhan, hewan atau mikroorganisme.
Setiap bahan organik memiliki potensi dan kandungan unsur
yang berbeda dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Potensi
bahan organik sebagai biostimulan, biofertilizer atau
biopestisida tergantung dari kandungan metabolit dari bahan
tersebut. Dalam buku ini akan fokus membahas pada potensi
bahan organik sebagai biostimulan sebagai upaya dalam
mendukung pertanian yang ramah lingkungan.

5
1.2. Apa itu Biostmulan?
Berdasarkan arti kata “biostimulan” terdiri atas “bio dan
stimulan”. Bio berarti makhluk hidup dan stimulan berarti
penggiat, pendorong atau perangsang. Apabila digabungkan kata
tersebut maka biostimulan berarti bahan yang berasal dari
makhluk hidup yang dapat mendorong atau merangsang
pertumbuhan tanaman. Beberapa nama yang diberikan oleh
produsen biostimulan yaitu “Biological Plant Activator”, “Plant
Health Stimulator”, dan “Probiotic of Plants.”

Beberapa definisi biostimulan yang telah diuraikan


sebagai berikut:

1. Biostimulan adalah zat atau bahan selain nutrisi dan


pestisida yang apabila diaplikasikan pada tanaman, benih
atau substrat tumbuh dalam formulasi tertentu memiliki
kapasitas untuk memodifikasi proses fisiologis pada
tanaman dengan cara memberikan potensi manfaat untuk
pertumbuhan, perkembangan atau respon terhadap
tekanan (Martini et al., 2021).
2. Biostimulan adalah formulasi bahan baku alami yang
dapat dibagi menjadi biostimulan mikroba dan non
mikroba. Sumber mikroba biostimulan adalah jamur,
bakteri, bahan fermentasi dan bahan organik. Sedangkan
biostimulan non mikroba terdiri atas produk nabati,
ekstrak rumput laut, asam amino dan peptida (Huang et
al., 2021).

6
3. Biostimulan tanaman adalah zat yang mampu
meningkatkan kualitas tanaman, produktivitas,
meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah,
memperbaiki efisiensi penggunaan nutrisi tanaman dan
mendorong degradasi dan humifikasi zat organik dalam
tanah (Del Buono, 2021).
4. The European Biostimulant Industry Council (EBIC)
mendifinisikan “biostimulan tumbuhan mengandung zat
dan/atau mikroorganisme yang berfungsi apabila
diaplikasi pada tanaman dan rizosfer merangsang proses
alami untuk meningkatkan penyerapan nutrisi, efisiensi
nutrisi, toleransi terhadap cekaman abiotik dan
meningkatkan kualitas tanaman.”
5. Biostimulan adalah input yang diturunkan secara organik
atau sintetis yang merangsang proses alami di dalam
tanaman. Membantu dalam penyerapan nutrisi tanaman,
efisiensi nutrisi dan meningkatkan ketahanan cekaman
biotik.

Biostimulan terdiri dari berbagai senyawa atau


mikroorganisme. Biostimulan bermanfaat pada tanaman pada
semua tahap pertumbuhan mulai dari perkecambahan biji hingga
dewasa. Biostimulan dimasukkan ke dalam sistem manajemen
pertanian untuk meningkatkan produksi tanaman utama seperti
serealia, biji-bijian yang mengandung minyak, jagung, kedelai
an lain-lain.

7
Biostimulan tanaman mengandung zat organik dan
anorganik yang berbeda atau mikroorganisme yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman, kualitas tanaman,
penyerapan nutrisi dan toleransi terhadap tekanan biotik dan
abiotik (Irani, ValizadehKaji, & Naeini, 2021).Biostimulan tidak
diklasifikasikan sebagai pupuk dan tidak memiliki efek langsung
pada hama.

Tujuan dari produk biostimulan bukan untuk memasok


nutrisi, melainkan untuk mendukung dan merangsang
metabolisme tanaman, mengurangi stres tanaman dan lain-lain.
Dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman melalui
serangkaian mekanisme yang bervariasi termasuk aktivasi
aktivitas mikroba tanah, augumentasi aktivitas enzim tanah
kritis atau hormon pertumbuhan tanaman (Duan-yin, Xiu-feng,
& Fang-jun, 2016). Selain itu merangsang pertumbuhan
tanaman dan mengoptimalkan kesehatan tanaman. Sehingga
tanaman lebih siap untuk menghadapi tekanan biotik dan
abiotik.

1.3. Syarat Bahan Baku Biostimulan


Terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan apakah
bahan tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku biostimulan
atau tidak terkait dengan keberhasilannya. Terdapat beberapa
faktor untuk menilai apakah bahan baku sesuai untuk dijadikan
biostimulan yaitu:

8
1. Tidak terdapat Pestisida

Produk samping dari spesies tanaman yang telah diaplikasi


pestisida berpotensi menimbulkan masalah terhadap produk
biostimulan (Xu & Geelen, 2018). Bahan yang akan
digunakan harus terhindar dari pestisida kimia atau bahan
kimia lainnya yang dapat menghambat kerja biostimulan.

2. Biaya Pengumpulan dan Penyimpanan Rendah

Nilai ekonomi dari bahan yang digunakan rendah atau


bahkan tidak memiliki nilai ekonomi Bahan yang akan
digunakan sebagai biostimulan adalah bahan organik yang
mudah diperoleh, cenderung menjadi limbah dan tidak
digunakan sebagai bahan makanan atau kebutuhan primer
lainnya.

3. Ketersediaan Bahan Cukup

Bahan baku tersedia dalam jumlah yang banyak dan


berpotensi menjadi limbah atau yang bahan yang tidak
dimanfaatkan.

1.4. Biopestisida, Biostimulan, Biofertilizer


1. Biopestisida

Biopestisida didefinisikan sebagai bahan yang berasal dari


makhluk hidup (tumbuhan, hewan atau mikroorganisme) yang
berkhasiat menghambat pertumbuhan dan perkembangan atau
mematikan hama atau organisme penyebab penyakit.
Biopestisida berbentuk ekstrak dari bagian tanaman (bukan

9
sintesis senyawa aktif), ramah lingkungan dan tidak
menimbulkan resistensi terhadap hama. Senyawa yang
dikandungnya tidak bersifat racun pada manusia sehingga tidak
mengganggu kesehatan pengguna dan konsumen (Sumartini,
2016). Biopestisida melindungi tanaman dari stres biotik
(serangan hama).

Penggunaan biopestisida dianjurkan sebagai pestisida


alternatif untuk mengendalikan organisme pengganggu
tumbuhan (OPT) yang murah, ramah lingkungan dan tidak
meninggalkan residu pada produk tanaman yang dikonsumsi.
Namun biopestisida memiliki kekurangan yaitu mudah menguap
sehingga tidak efektif digunakan pada saat cuaca panas atau
banyak angin, efek terhadap organisme target lebih lambat, daya
simpannya singkat.

Berdasarkan bahan yang digunakan, biopestisida


dikelompokkan dalam 2 golongan yaitu pestisida nabati dan
pestisida hayati. Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi
bagian tumbuhan (akar, batang, daun, buah, biji) yang memiliki
senyawa metabolit sekunder bersifat racun terhadap hama
tertentu. Pestisida hayati adalah formulasi yang mengandung
mikroba tertentu baik berupa jamur, bakteri yang bersifat
antagonis terhadap mikroba lainnya atau menghasilkan senyawa
tertentu yang bersifat racun terhadap serangga hama atau
nematoda (Djunaedy, 2009).

10
2. Biostimulan

Biostimulan merupakan senyawa organik alami yang


mampu meningkakan pertumbuhan, meningkatkan proses
fisiologi tumbuhan seperti respirasi, fotosintesis, sintesis asam
nukleat, penyerapan ion dan meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap cekaman lingkungan. Biostimulan melindungi tanaman
dari stres abiotik (kekeringan, embun beku, salinitas).
Keefektifannya dapat diukur dengan massa akar, intensitas
fotosintesis dan hasil panen. Biostimulan dapat diperoleh dari
tumbuhan yang mengandung senyawa metabolit sekunder atau
hormon endogen yang mampu merangsang kerja fisiologis
tanaman.

3. Biofertilizer

Biofertilizer atau pupuk hayati adalah bahan penyubur


tanah yang mengandung mikroorganisme hidup atau sel hidup
yang diaplikasi pada benih, tanaman atau tanah berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan akar menyerap unsur hara dari dalam
tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Penggolongan jenis biofertilizer menurut Subowo;
Purwani & Rochayati (2013), adalah:
1. Mikroba penambat N2 baik secara simbiotik maupun
non simbiotik
2. Mikroba pelarut fosfat baik bakteri maupun fungi
3. Mikroba penghasil senyawa pengatur tumbuh
4. Mikroba yang dapat memperluas permukaan akar

11
5. Mikroba perombak bahan organik (dekomposer)
6. Mikroba pelindung tanaman terhadap hama dan penyakit

Beberapa jenis organisme tanah yang berperan penting


dalam meningkatkan kesuburan tanah menurut Subowo;
Purwani & Rochayati (2013), yaitu dari kelompok bakteri,
fungi, alga dan fauna tanah sebagai berikut:

1. Bakteri: Rhizobium, Azotobacter sp., Azospirilum sp.,


Nitrosomonas sp., Nitrococcus sp., Bacillus sp. dan
Pseudomonas sp.
2. Fungi: Endomikoriza, Ektomikoriza, Aspergillus niger
dan Trichoderma
3. Alga: Nostoc, Anabaena dan Oscilatoria
4. Fauna tanah: Cacing tanah, Rayap dan Collembola

12
BAB II

CARA KERJA BIOSTIMULAN

13
2.1 Hormon Tumbuhan
Hormon tumbuhan atau fitohormon adalah sekumpulan
senyawa organik yang tidak termasuk hara baik yang terbentuk
secara alami maupun yang dibuat oleh manusia yang dalam
kadar sangat kecil dapat mendorong, menghambat atau
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Hormon tumbuhan dapat dihasilkan sendiri oleh tumbuhan
tersebut yang disebut dengan “hormon endogen”. Hormon juga
dapat diberikan pada tumbuhan melalui hormon buatan yang
disebut “hormon eksogen”. Hormon eksogen dapat diperoleh
dari ekstraksi tumbuhan maupun menggunakan bahan kimia
sintetis.

Tumbuhan dan hewan menghasilkan hormon melalui


kelenjar. Hormon ini bertanggung jawab untuk mengirimkan
pesan kimia antara organ dan jaringan yang memulai aktivitas
yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan.
Termasuk pencernaan, metabolisme, respirasi, fungsi jaringan
dan reproduksi. Ada 5 jenis hormon yang menarik dari
perspektif agronomi. Tiga yang mendorong/merangsang
pertumbuhan, sedangkan 2 lainnya menghambat pertumbuhan
(Plant Enhancement Technology, 2020).

a. Hormon tumbuhan yang merangsang pertumbuhan,


yaitu: Auksin, Sitokinin dan Giberelin
b. Hormon tumbuhan yang menghambat pertumbuhan,
yaitu: Etilen dan Asam Absisat

14
2.1.1 Auksin

Auksin adalah kelas hormon yang bertanggung


jawab terhadap pertumbuhan sel, pembelahan sel dan
ekspansi sel di bagian tanaman yang tumbuh aktif.
Konsentrasi auksin yang lebih tinggi akan menyebabkan
terbentuknya akar. Hormon ini memastikan batang utama
dominan yang memfasilitasi pertumbuhan ke atas (dikenal
sebagai dominasi apikal). Sementara auksin aktif, tanaman
akan membatasi pertumbuhan lateral untuk menghabiskan
sumber daya pada pertumbuhan vertikal. Auksin
memainkan peran dalam memaksimalkan sinar matahari.
Auksin terakumulasi di sisi yang teduh dimana dia
memberi sinyal ke sel untuk memanjang. Sel-sel di sisi
yang cerah tetap tetap dengan ukuran yang sama memaksa
tanaman untuk membungkuk kearah matahari, sebuah
fenomena yang disebut Fototropisme.

IAA (C10H9NO2) dan IBA (C12H13NO2) adalah


kelompok auksin yang mudah ditemukan dalam bahan
alami. Kandungan auksin yang rendah akan berpengaruh
pada pertumbuhan tunas tanaman. Pada kandungan auksin
yang rendah mengakibatkan pertumbuhan tunas lebih
cepat, jumlah tunas lebih banyak dan tanaman lebih tinggi.
Sitokinin yang terdapat pada kecambah yaitu kinetin
(C10H9N50) dan zeatin (C10H13N50) (Sunandar; Anggraeni;
Faizin & Ikhwan, 2017).

15
Auksin memacu protein tertentu yang ada pada
membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+
ke dinding sel. Sel tumbuhan akan memanjang akibat air
yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan, sel
terus tumbuh dan mensintesis kembali material dan
dinding sel dan sitoplasma sehingga peran auksin untuk
pembelahan sel-sel meristem pada jaringan muda akan
optimal (Pamungkas & Nopiyanto, 2020). Auksin bersama
dengan sitokinin mengatur pertumbuhan batang, akar dan
buah.

2.1.2 Sitokinin

Hormon auksin dan sitokinin bekerja bersama-sama


untuk mengatur pertumbuhan. Auksin memberi sinyal
tanaman untuk tumbuh ke atas, sitokinin mengirimkan
pesan yang mengarahkan tanaman untuk mulai tumbuh ke
samping. Hormon ini secara aktif mendorong pembelahan
sel yang memungkinkan tanaman membuat organ baru
seperti akar dan tunas. Hormon ini juga menunda penuaan
dan proses yang menghambat pertumbuhan tanaman.
Dengan cara meningkatkan produksi protein baru dan
membatasi penghancuran protein yang lebih tua. Dengan
cara ini sitokinin membantu melawan stress abiotik yang
dapat disebabkan oleh kekeringan, kelembaban yang
berlebihan, dan suhu yang ekstrim. Ini dilakukan dengan

16
menunda proses penuaan alami yang dipicu pelepasan
hormon lain (etilen).

Sitokinin dalam kadar yang rendah akan


berpengaruh pada pembelahan sel tanaman, merangsang
perumbuhan cabang, merangsang protein, mengatur
pertumbuhan tanaman lebih lambat, menghentikan
pertumbuhan tunas apikal, merangsang pertumbuhan
kuncup lateral dan perluasan daun. Apabila dalam kadar
yang lebih tinggi mengakibatkan pertumbuhan tunas dan
daun terhambat (Sunandar; Anggraeni; Faizin & Ikhwan,
2017).

Sitokinin bila bekerja bersama dengan auksin


memiliki peran penting dalam pembelahan sel dan
diferensiasi jaringan tertentu dalam pembentukan tunas
pucuk. Sitokinin akan merangsang pembelahan sel melalui
peningkatan laju sintesis protein, sedangkan auksin akan
memacu pemanjangan sel sehingga menyebabkan
pemanjangan batang (Pamungkas & Nopiyanto, 2020).

Zeatin dapat diperoleh dari ekstrak bulir jagung yang


belum masak. Zeatin juga merupakan komponen aktif
utama pada air kelapa.

2.1.3 Etilen

Etilen merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh


(C2H4) yang ditemukan pada tumbuhan dalam fase gas

17
sehingga disebut gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan
mudah menguap pada suhu kamar. Etilen pada tanaman
memiliki peran ganda yaitu sebagai pengontrol
pertumbuhan dan sekaligus dalam penuaan tanaman
(Mubarok,et.al.,2020). Etilen merupakan satu-satunya zat
pengatur tumbuh yang berwujud gas.

Etilen adalah hormon gas yang bertanggung jawab


untuk merangsang atau mengatur fungsi seperti
pematangan buah, pembukaan bunga dan absisi
(penumpahan) daun. Meskipun etilen memainkan peran
penting dalam pematangan, etilen juga dilepaskan ketika
tanaman berada di bawah tekanan abiotik, merangsang
penuaan dan menyebabkan tanaman matang atau
membusuk sebelum waktunya. Hal ini sering digambarkan
sebagai mekanisme penghancuran diri tanaman. Dapat
dilihat ketika meletakkan pisang matang di sebelah pisang
mentah. Pisang mentah akan matang dan menguning lebih
cepat dari biasanya. Hal ini terjadi karena pisang matang
(masak) melepaskan etilen, yang memberi sinyal pada
pisang mentah untuk mempercepat proses pematangan.

Pemeraman merupakan salah satu tindakan untuk


menaikkan konsentrasi etilen di sekitar jaringan buah
untuk mempercepat pemasakan buah. Pengarbitan adalah
tindakan untuk membentuk asetilen. Beberapa senyawa

18
pembentuk etilen yang diperdagangkan dengan nama
Etherel dan BOH.

2.1.4 Hormon Asam Absisat

Asam absisat merupakan salah satu hormon


tumbuhan yang dihasilkan secara alami oleh tumbuhan,
alga hijau dan cendawan. Merupakan hormon yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman (inhibitor). Berbeda
dengan auksin dan giberelin, asam absisat memperlambat
kecepatan pembelahan dan pembesaran sel. Berperan
dalam inisiasi atau dormansi biji. ABA merupakan
kelompok fitohormon yang terkait dengan dormansi dan
pengguguran daun (senescense).

Asam absisat (ABA) sebagai hormon yang mengatur


pertumbuhan tanaman bertindak sebagai anti transpirasi
yang mengarah pada pengurangan kehilangan air melalui
modifikasi fungsi stomata. ABA berperan dalam kondisi
tanaman stres akibat kekurangan air, peningkatan suhu
atau kelebihan garam (Castiglione, Mannino, Contartese,
Bertea, & Ertani, 2021). ABA sangat penting bagi
tumbuhan dalam kondisi cekaman kekeringan.

Asam absisat akan aktif pada saat tumbuhan berada


pada kondisi yang kurang baik, seperti pada musim panas
atau musim dingin. Hormon ABA berperan dalam
menurunkan tekanan osmotik, penutupan stomata
sehingga kehilangan air akibat respirasi dapat dicegah.

19
ABA dapat menstimulasi penyerapan air melalui akar,
pertahanan terhadap suhu rendah dan salinitas yang tinggi.

Saat tumbuhan berada dalam kondisi kekurangan air


di musim kemarau, maka akan mengalami dormansi
dengan cara menggugurkan daunnya. Asam absisat akan
terakumulasi di bagian ujung tunas yang menyebabkan
stomata tertutup sehingga penguapan air terhambat dan
keseimbangan air di dalam tubuh tumbuhan tetap terjaga.

2.1.5 Giberelin

Giberelin atau giberellic acid (GA) yang berperan


dalam mengatur perkecambahan, pemanjangan batang,
memacu pembungaan, perkembangan anther,
perkembangan biji dan pertumbuhan pericarp. GA juga
berperan dalam rangsangan fisiologis. Giberelin sangat
berpengaruh pada kadar auksin yang terjadi melalui
pembentukan enzim proteolitik yang akan melepaskan
asam amino triptofan (pembentuk auksin) sehingga akan
meningkatkan kadar auksin pada tumbuhan.

GA memacu terbentuknya enzim α-amilase yang


akan menghidrolisis pati sehingga kadar gula dalam sel
akan meningkat, merangsang pertumbuhan antar buku
sehingga tanaman kerdil dapat tumbuh normal,
mempercepat pembungaan, pembesaran buah, membantu
perkecambahan biji dan meningkatkan laju fotosintesis
terutama pada tanaman yang ternaungi.

20
2.2 Hubungan antara Biostimulan dan Hormon
Tumbuhan
Biostimulan mendorong perkembangan tanaman dalam
sejumlah cara yang ditunjukkan sepanjang siklus hidup
tanaman, mulai dari perkecambahan biji, hingga kematangan
tanaman. Dapat diterapkan pada tanaman, benih, tanah atau
media tumbuh lainnya yang dapat meningkatkan kemampuan
tanaman untuk mengasimilasi nutrisi dan berkembang dengan
baik (Elliot, 2016). Dengan adanya mikroba tanah dengan
meningkatkan efisiensi metabolisme, perkembangan akar dan
pengiriman nutrisi, biostimulan dapat:

a. Meningkatkan hasil dalam berat, biji dan buah


b. Meningkatkan kualitas, mempengaruhi kadar gula,
warna dan umur simpan.
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan air
d. Memperkuat toleransi stress dan pemulihan

Biostimulan merangsang proses alami pada tanaman


untuk meningkatkan serapan hara, efisiensi penggunaan hara,
ketahanan terhadap cekaman abiotik dan sifat kualitas serta
meningkatkan keberadaan hara didalam tanah atau rizosfer. Hal
yang perlu diperhatikan adalah biostimulan tidak dapat
digunakan sebagai pengganti pupuk. Namun biostimulan
digunakan untuk tambahan pupuk. Sehingga penggunaan jumlah
pupuk dapat dikurangi karena kemampuan biostimulan untuk

21
meningkatkan efisiensi penggunaan nutrisi. Dengan jumlah
pupuk yang dibutuhkan menjadi lebih rendah, potensi dampak
lingkungan dari sistem produksi tanaman berkurang.

Fitohormon berperan dalam peningkatan hasil pertanian


dengan ditemukannya berbagai macam zat. Aplikasi ZPT
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan yang
kurang mendukung, menyeragamkan waktu berbunga,
memperbesar ukuran buah dan meningkatkan kualitas hasil.

22
BAB III

SUMBER BIOSTIMULAN

23
Biostimulan telah diciptakan untuk meningkatkan atau
menekan proses pertumbuhan alami yang diketahui dapat
meningkatkan produksi. Banyak yang terbuat dari produk
organik atau berasal dari hubungan simbiosis antara tanaman
dan mikroba tanah seperti rumput laut, asam amino, atau asam
organik. Yang lainnya diformulasi secara teliti di laboratorium
sebagai produk biostimulan. Biostimulan dapat diperoleh dari
beberapa sumber atau bahan.

Biostimulan berbasis inokulan mikroba dapat


dikembangkan dengan bakteri, jamur dan jamur mikoriza
arbuskular. Dapat pula diperoleh dari tanah, tanaman pupuk
kompos dan bahan organik lainnya (Del Buono, 2021).

Kelompok bahan biostimulan secara umum terdiri atas


kelompok hewan, tumbuhan dan mikroorganisme. Huang et al.,
2021 menyatakan, biostimulan termasuk mikroba dan non
mikroba dapat juga diekstrak dari biokonversi kompos yaitu dari
vermikompos dan larva biokonversi kompos. Biostimulan
adalah formulasi bahan baku secara alami baik yang berasal dari
mikroba atau non mikroba dari lingkungan setempat. Sumber
biostimulan dari mikroba terdiri atas fungi (jamur mikoriza
arbuskular), bahan yang difermentasi dan bahan organik lainnya.
Sedangkan biostimulan dari bahan non mikroba terdiri dari
produk dasar dari tumbuhan, ekstrak rumput laut, asam amino,
peptida dan asam humat.

24
Du Jardin ( 2015), mengelompokkan sumber bahan
biostimulan terdiri atas 7, yaitu asam humat dan asam pulvat,
protein hidrolisat, ekstrak rumput laut, citosan dan biopolimer
lain, senyawa anorganik, bakteri dan jamur.

3.1 Zat Humat (Humat Substances)


Zat humat adalah konstituen alami dari bahan organik
tanah yang dihasilkan dari dekomposisi tanaman, hewan dan
residu mikroba serta aktivitas metabolisme mikroba tanah
yang menggunakan substrat tersebut. Sumber zat humat
diekstraksi dari bahan organik yang dilembabkan secara
alami (misalnya dari gambut atau tanah vulkanik), dari
kompos dan kascing, atau deposit mineral. Zat humat dikenal
sebagai kontributor penting bagi kesuburan tanah berperan
dalam sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sebagian besar
pengaruh zat humat mengacu pada perbaikan nutrisi yaitu
meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan mikro (du
Jardin, 2015; Irani et al., 2021).

Zat humat dan fulvat diproduksi oleh biodegradasi


bahan organik menghasilkan campuran asam yang
mengandung fenolat dan gugus karboksil. Asan fulvat adalah
asam humat dengan kandungan oksigen yang lebih tinggi dan
berat molekul yang lebih rendah (Van Oosten, Pepe, De
Pascale, Silletti, & Maggio, 2017). Biostimulan tanaman
dapat diperoleh dari produk berbasis Humic Substances (HS).
Salah satu mekanisme potensial dari HS adalah mengatur

25
interaksi hormon terkait stres tanaman, seperti auksin, asam
absisat melalui fitohormon pada akar (Huang et al., 2021).

Substrat ini merupakan perangsang pertumbuhan


tanaman yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
membran, respirasi, fotosintesis, absorbansi dan transportasi
nutrisi atau penurunan penyerapan unsur-unsur beracun.
Aplikasi zat humat pada daun meningkatkan toleransi
terhadap stress abiotik karena peningkatan fotosintesis,
karbohidrat dan aktivitas rubisco (Irani et al., 2021).

Zat humat yang merupakan kategori biostimulan


tanaman dapat digunakan langsung pada tanaman dalam
konsentrasi rendah untuk meningkatkan penyerapan nutrisi,
pertumbuhan dan hasil tanaman. Efek zat humat pada
fisiologi tanaman dan metabolisme dikaitkan dengan aktivitas
hormon (Zandonadi et al., 2019).

Biostimulan yang diproduksi dari asam humat seperti


yang diisolasi dari kascing berfungsi sebagai plant growth
promoting bacteria (PGPB) telah digunakan untuk berbagai
jenis tanaman. Hasil uji lapangan menunjukkan bahwa
penggunaan biostimulan yang diproduksi dari zat humat dan
PGPB menunjukkan biomassa dan hasil panen pada tanah
dengan tingkat kesuburan rendah ataupun di bawah kondisi
cekaman kekeringan. Selain itu penggunaan nutrisi yang
efisien terutama nitrogen setelah aplikasi biostimulan
(Canellas, Olivares, & Canellas, 2019).

26
Senyawa humat merupakan senyawa organik alami
yang terdapat pada berbagai lingkungan baik tersestrial,
maupun perairan. Dapat terbentuk dari komposisi jaringan
tanaman dan hewan yang dalam pembentukannya melalui
proses biologis. Senyawa humat memegang peranan penting
dalam mempengaruhi kesuburan tanah. Kandungan senyawa
humat dalam tanah bervariasi mulai dari 0-10%. Pada air
permukaan kandungan senyawa humat dinyatakan sebagai
karbon organik terlarut (Dissolved Organic Carbon) atau
DOC yang konsentrasinya bervariasi dari 0,1-50 mg/L. Pada
permukaan air laut kandungan karbon organik terlarut antara
0,5-1,2 mg/L dan pada air lebih dalam (groundwater) antara
0,1-10 mg/L. Salah satu ciri asam humat adalah memiliki
keasaman total lebih rendah dibanding asam vulvat
(Rahmawati, 2011).

Asam humat merupakan bahan aktif dari hasil ekstraksi


bahan organik yang dapat berfungsi sebagai zat perangsang
tumbuh. Berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa asam
humat dapat meningkatkan tanaman pangan dan perkebunan.
Asam humat dapat memperbaiki perkembangan akar tanaman
sehingga tanaman dapat menyerap unsur hara yang lebih
banyak (Suwardi & Wijaya, 2013).

Asam humat adalah komponen penting dari senyawa


humus karena asam humat berperan dalam menggemburkan
tanah, membantu transfer nutrient dari tanah ke dalam

27
tanaman, meningkatkan retensi kandungan air dan membantu
pertumbuhan mikroba di dalam tanah. Berdasarkan hasil
penelitian (Riyandi; Proklamasiningsih, 2020), penggunaan
zat humat meningkatkan kandungan polifenol daun binahong.

Zat humat secara biologis dapat merangsang aktivitas


tanaman dan mikroba sehingga ketersediaan hara yang lebih
tinggi untuk pertumbuhan tanaman, mempengaruhi
pertumbuhan akar dan inisiasi rambut akar. Asam humat
memberikan efek langsung pada tanaman yaitu peningkatan
serapan unsur hara makro dan mikro untuk beberapa jenis
tanaman yang telah diujikan misalnya tomat, jagung,
kentang, blueberry (Ekin, 2019).

Zat humat berpengaruh pada tanaman melalui dua


mekanisme yaitu mekanisme tidak langsung melalui
perbaikan sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Mekanisme
langsung yaitu pengaturan proses pertumbuhan, system
transportasi nutrisi dan metabolisme. Biostimulan menurut
definisi adalah zat yang mendorong pertumbuhan tanaman,
nutrisi dan metabolisme. Diberikan dengan dosis yang sangat
rendah sehingga tidak dapat memberikan nutrisi pada
tanaman secara langsung. Biostimulan merangsang kapasitas
tanaman untuk memperoleh nutrisi dengan lebih baik dan
menggunakannya untuk metabolisme primer dan sekunder
dan produksi biomassa. Membantu tanaman untuk mengatasi

28
kondisi stress dengan meregulasi ssstem antioksidan
enzimatik dan non-enzimatik.

Pengaruh zat humat pada pertumbuhan tanaman sangat


tergantung pada sumber, dosis, kandungan molekul bioaktif
dan dan cara aplikasi. Seperti halnya dengan kelas
biostimulan lainnya, Zat humat bertindak sebagai pemacu
pertumbuhan tanaman dengan memberikan efek langsung
dan tidak langsung pada nutrisi tanaman. Asam humat dapat
mempengaruhi strategi akuisisi nutrisi tanaman lainnya,
dengan memodulasi ekspresi sistem transportasi yang terlibat
dalam serapan nutrisi, meningkatkan eksudasi asam organik
akar dan mendukung interaksi tanaman dengan
mikroorganisme rizosfer yang menguntungkan yang disebut
sebagai bakteri pemacu pertumbuhan tanaman. Efek langsung
zat humat pada nutrisi tanaman termasuk promosi penyerapan
nutrisi oleh tanaman, sedangkan efek tidak langsung terkait
dengan lingkungan tanah. Asam humat yang diaplikasi pada
tanah terbukti meningkatkan stabilitas agregat tanah,
sehingga mengurangi erosi tanah, mencegah kehilangan C
dan N melalui pencucian (Nardi, Schiavon, & Francioso,
2021). Penambahan bahan humat ke dalam tanah dapat
mengikat logam Al, Fe dan Mn yang akan membentuk
senyawa metal organo kompleks atau khelat sehingga dapat
mengatasi pengikatan pupuk P (Sarno, et.al., 2015).

29
Asam humat adalah biostimulan yang bermuatan
organic yang secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman dan meningkatkan hasil panen.
Asam humat meningkatkan sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Peranan asam humat mengendalikan penyakit tular
tanah, dan meningkatkan kesehatan tanah dan penyerapan
hara oleh tanaman, ketersediaan mineral, kualitas buah dan
lain-lain. Merangsang enzim/hormon tanaman dan
meningkatkan kesuburan tanah secara ekologis dan ramah
lingkungan (Rajpar; Bhati; Hassan; Shah & Tunio, 2011).

3.1.1 Protein Hidrolisat dan Asam Amino

Hidrolisat protein merupakan produk intermediet yang


bisa diolah menjadi produk bernilai tambah. Hidrolisis
protein secara sempurna dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim proteolitik. Hidrolisis protein
menghasilkan komponen yang lebih sederhana berupa
peptida dan asam amino. Protein hidrolisat pada jeroan ikan
sebesar 54,36%, lemak 18,12%, kadar air 7,87% dan kadar
abu 5,38%. Hidrolisat protein jeroan ikan mengandung
beberapa jenis asam amino seperti histidin, treonin, prolin,
tirosin, leusin, asam aspartat, lisin, arginin, glisin, alanin,
valin, isoleusin, asam glutamat dan serin (Suhandana et al.,
2018).
Asam amino dan campuran peptida diperoleh dari
hidrolisis protein dan enzimatik dari produk sampingan

30
agroindustri baik dari sisa tanaman dan kotoran hewan.
Hidrolisat protein dapat meningkatkan biomassa dan aktivitas
mikroba (du Jardin, 2015). Protein hidrolisat terutama berasal
dari hidrolisis kimia atau enzimatik dari produk sampingan
pertanian termasuk sumber hewani dan tumbuhan.
Biokonversi dari sampah organik telah digunakan sebagai
biostimulan tanaman yang dapat menyediakan nutrisi dan
efek biostimulasi seperti meningkatkan aktivitas metabolisme
nutrisi tanaman, meningkatkan resistensi stres tanaman
(Huang et al., 2021).

Asam amino adalah salah satu senyawa yang paling


banyak digunakan sebagai biostimulan. Senyawa ini
diperoleh dari sumber nabati dan hewani oleh hidrolisis kimia
dan enzimatik. Aplikasi eksogen memungkinkan tanaman
untuk menghemat energi dalam sintesis energi sehingga
meningkatkan kapasitasnya dalam menggunakan sumber
daya untuk pertumbuhan atau mengatasi tekanan (García-
García et al., 2020).

Asam amino berperan dalam pertumbuhan dan


perlindungan tanaman terhadap cekaman abiotik. Substrak ini
dapat berpengaruh pada aktivitas fisiologis tanaman terutama
metabolisme nitrogen dan biosintesis klorofil (Irani et al.,
2021).Protein hidrolisat mengandung nutrisi sperti kalsium,
magnesium dan belerang. Protein hidrolisat meningkatkan
penyerapan nutrisi, meningkatkan toleransi tanaman terhadap

31
tekanan abiotik dan biotik. Sifat bahan baku dan proses
hidrolitik yang berbeda mempengaruhi sifat hidrolisat dan
kemanjurannya sebagai biostimulan (Nurdiawati et al., 2019).

Gambar 1 Senyawa Aktif Organik Murni Hubungannya dengan

Klasifikasi Biostimulan
Sumber du Jardin (2015) dalam (García-García et al., 2020)

Protein hidrolisat dapat berpengaruh tidak langsung


dalam ketersediaan nutrisi tanaman apabila diaplikasi pada
tanaman dan tanah. Karena protein hidrolisat dapat
meningkatkan biomassa mikroba dan aktivitasnya, respirasi
tanah dan kesuburan tanah. Asam amino dan peptida juga
berkontribusi terhadap ketersediaan nutrisi dan kemampuan
penyerapan oleh akar. Hidrolisat protein dari hewan dinilai

32
tidak memiliki efek genotoksitas, ektoksitas atau
fitotoksisitas(du Jardin, 2015).

Genotoksisitas adalah kemampuan bahan kimia untuk


merusak informasi genetik di dalam sel sehingga
mengakibatkan mutasi sel. Ektoksitas adalah bahayanya suatu
zat terhadap tumbuhan, hewan, perairan dan manusia.
Fitotoksitas adalah kerusakan pada tanaman. Sedangkan
fitotoksin adalah zat yang berasal dari tumbuhan yang
bersifat racun terhadap hewan.

3.1.2 Ekstrak Rumput Laut dan Botanical

Penggunaan rumput laut segar dalam bidang pertanian


sebagai sumber bahan organik telah lama dikenal tetapi efek
biostimulan belum lama diketahui. Ekstrak rumput laut dapat
diaplikasi pada tanah dan dalam larutan hidroponik (du
Jardin, 2015). Ekstrak rumput laut (Seaweed) sebagai
biostimulan dapat pemacu pertumbuhan tanaman dan sebagai
metode meningkatkan toleransi terhadap salinitas, panas dan
kekeringan. Rumput laut merupakan makroalga merah, hijau
dan coklat yang telah digunakan sebagai pupuk sebagai
pupuk organik selama ribuan tahun dan saat ini telah
diproduksi dalam bentuk ekstrak (Van Oosten et al., 2017).

Rumput laut mengandung bahan organik dan nutrisi


yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, aktivitas
fotosintesis dan toleransi terhadap cekaman biotik dan abiotik
sehingga meningkatkan hasil dan kualitas buah. Selain itu

33
mengandung hormon serta beberapa mineral aktif dan
senyawa organik yang berkontribusi terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Irani et al., 2021).

Efek yang menguntungkan dari ekstrak rumput laut dan


ekstraknya telah digunakan selama berabad-abad untuk
memperbaiki sifat tanah dan meningkatkan produktivitas dan
kualitas tanaman. Ekstrak rumput laut mengandung nutrisi
yaitu asam amino, vitamin, sitokinin, auksin dan asam
absisat. Ekstrak rumput laut dapat terurai secara hayati, tidak
beracun, tidak menimbulkan polusi dan tidak berbahaya bagi
manusia, hewan dan burung (Duan-yin et al., 2016).

Gambar 2 Mekanisme Biostimulan Berbasis Alga


Sumber: Van Oosten et al., (2017).

Biostimulan berbasis alga atau rumput laut berpengaruh


terhadap keseluruhan bagian tanaman terutama pada kondisi
cekaman abiotik. Menjaga stabilitas membran dan

34
perlindungan terhadap tekanan osmotik serta menjaga
ketersediaan air di zona perakaran.

Rumput laut berperan terhadap tanah dan tanaman.


Dapat diaplikasi pada tanah, larutan hidroponik dan
perlakuan pada daun. Aplikasi pada tanah, dimana
polisakarida berkontribusi pada perbaikan stuktur tanah,
penyerapan air dan aerasi tanah. Kandungan polianionik
berkontribusi terhadap fiksasi dan pertukaran kation serta
fiksasi logam berat dan remediasi tanah. Pengaruh positif
melalui mikroflora tanah juga melalui promosi pertumbuhan
tanaman, promosi bakteri dan penekanan patogen antagonis
di dalam tanah. Pada tanaman, berperan dalam ketersediaan
unsur hara makro dan mikro yang diindikasi sebagai pupuk.
Berpengaruh terhadap perkecambahan biji, pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang berkaitan dengan efek
hormonal yang dianggap sebagai penyebab utama aktivitas
biostimulan pada tanaman (du Jardin, 2015).

Efek anti stress pada tumbuhan dalam ekstrak rumput


laut terdiri atas dua senyawa pelindung yaitu antioksidan dan
pengatur gen responsif stress yang bersifat endogen.
Botanical diartikan sebagai zat yang diekstraksi dari tanaman
yang digunakan dalam produk farmasi dan kosmetik, sebagai
bahan makanan dan produk perlindungan tanaman.

35
3.1.3 Senyawa Anorganik

Unsur kimia yang mendorong pertumbuhan tanaman


mungkin esensial untuk kelompok tertentu tetapi tidak untuk
semua jenis tanaman. Unsur utama yang bermanfaat adalah
Al, Co, Na, Se dan Si yang terdapat di dalam tanah dan
tanaman sebagai senyawa anorganik. Berperan sebagai
penguatan dinding sel untuk menghadapi kondisi lingkungan
tertentu seperti selenium untuk serangan patogen dan natrium
untuk tekanan osmotik. Beberapa pengaruh unsur kimia yaitu
mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan kualitas
produk tanaman dan toleransi terhadap cekaman abiotik. Hal
ini disebabkan karena pengerasan dinding sel, osmoregulasi,
penurunan transpirasi dengan endapan kristal, regulasi termal
melalui refleksi radiasi, aktivitas enzim oleh co-faktor, nutrisi
tanaman melalui interaksi dengan elemen lain selama
penyerapan dan mobilitas, perlindungan antioksidan,
interaksi dengan simbion, respon terhadap patogen dan
herbivora, perlindungan terhadap toksisitas logam berat dan
sintesis hormon tanaman (du Jardin, 2015).

Garam anorganik yang bermanfaat dan elemen yang


esensial yaitu clorida, fosfat, fosfit, silica dan karbonat
digunakan sebagai fungisida. Senyawa ini berpengaruh
terhadap osmotik, pH dan homeostasis redoks, pensinyalan
hormon dan enzim yang terlibat dalam respons stress seperti
feroksida. Fungsinya sebagai biostimulan tanaman yang cara

36
kerjanya pada efisiensi nutrisi dan toleransi cekaman abiotik
sehingga berbeda dengan cara kerja fungisida.

3.1.4 Khitin dan Kitosan

Khitin berasal ari bahasa Yunani yang berarti kulit


kuku. Khitin merupakan komponen utama dari eksoskeleton
invertebrata, Crustaceae dan insekta dimana komponen ini
berfungsi sebagai komponen penyokong dan pelindung.
Khitin juga dapat ditemukan pada kupu-kupu, kumbang,
jamur dan lain-lain. Khitin berbentuk kristal berwarna putih
hingga kuning muda, tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak
beracun dan bersifat biodegradable (Pratiwi, 2014).

Kitosan adalah bentuk deasitelasi khitin biopolimer


diproduksi secara alami dan industri. Digunakan di bidang
makanan, kosmetik, medis dan pertanian(du Jardin, 2015).
Khitin diperoleh dari hewan Crustaceae (udang dan
kepiting). Khitin dan kitosan dapat secara efektif
mengaktifkan respon pertahanan dan mekanisme terhadap
tekanan dan meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap
patogen dan tekanan abiotik. Khitin juga dapat diekstraksi
dari serangga (Huang et al., 2021).

Industri perikanan menghasilkan banyak eksoskeleton


Crutaceae yang berasal dari udang, kepiting dan lobster dan
dibuang sebagai limbah. Banyak dari sumber tersebut
diperkaya dengan metabolit sekunder karena berasal dari sel
dan jaringan yang terdapat di bagian luar tubuh organisme

37
yang dikembangkan untuk menjaga diri dari serangan
organisme lain (Xu & Geelen, 2018).

Khitin dan kitosan digunakan untuk meningkatkan


ketahanan tanaman terhadap serangan patogen dan kondisi
cekaman abiotik. Kitosan terbukti efektif melawan patogen
biotrofik dan nektrotrofik, mencegah pembusukan pasca
panen selama penyimpanan (Xu & Geelen, 2018).

Kitosan merupakan modifikasi dari senyawa kitin yang


banyak terdapat pada kulit luar hewan golongan Crustaceae.
Kitosan dapat diperoleh dengan melalui 3 proses utama yaitu
demineralisasi (penghilangan kandungan mineral
menggunakan HCl), deproteinase (penghilangan/melepaskan
ikatan protein menggunakan NaOH) dan deasetilasi
(menggunakan NaOH) (Silalahi, Fadholah, & Artanti, 2020)

Kulit udang mengandung protein 25-40%, kalsium


karbonat 45-50%, dan khitin 15-30%. Citosan merupakan
turunan dari kitin hasil dari destilasi khitin (Agustina;
Swantara & Suartha, 2015).

Tabel 1. Rendemen Beberapa Jenis Crustaceae

Jenis Crustaceae Rendemen (%) Sumber


Kepiting rajungan 92,05-93,99 (Hasanela; Tanasale
& Tehubijuluw,
2020)
Bekicot 6,95 (Kusumaningsih,
Masykur, & Arief,
2004)

38
Kepiting rajungan 69,5 (Rochima, 2007)
Udang 67,08 (Agustina; Swantara
& Suartha, 2015)
Udang 72,63 (Purwanti, 2014)
Susuh kura 20 (Silalahi et al.,
2020)
Khitin dan kitosan memiliki kegunaan yang luas yaitu
sebagai adsorben limbah logam berat dan zat warna,
pengawet, anti jamur, kosmetik, farmasi, anti kanker dan anti
bakteri. Dalam bidang pertanian, citosan berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan pada tumbuhan, menstimulasi
pertumbuhan dan merangsang enzim tertentu (sintesa
fitoaleksin, kitinase, pectinnase, glucanase dan ligin)
(Pratiwi, 2014). Kitin memiliki kemampuan sebagai
biopestisida dengan tingkat mortalitas hama kutu putih seb
esar 38,24%a (Rohyami & Istiningrum, 2013).

Perendaman benih sebelum disemai dengan kitosan


meningkatkan daya tumbuh dan daya kecambah benih tomat.
Penyemprotan tanaman dengan kitosan 25 ppm berpengaruh
terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, bobot
basah dan bobot segar tanaman tomat (Suptijah; Jacob &
Mursid, 2010).

3.1.5 Inokulasi Mikroba

Mikroba berguna sebagai komponen habitat alam


mempunyai peran dan fungsi penting dalam mendukung
terlaksananya pertanian ramah lingkungan melalui berbagai

39
proses seperti dekomposisi bahan organik, mineralisasi
senyawa organik, fiksasi hara, pelarut hara, nitrifikasi dan
denitrifikasi. Mikroba dapat diposisikan sebagai produsen
hara dan tanah dianggap sebagai media biosintesis. Mikroba
tanah sebagai indikator kualitas tanah (Saraswati & Sumarno,
2008).

Inokulan mikroba terutama bakteri yang hidup bebas,


jamur yang diinokulasi dari berbagai sumber yaitu tanah,
tanaman, sisa tanaman, air dan pupuk kompos (Duan-yin et
al., 2016). Formulasi biostimulan yang digunakan merupakan
konsorsium atau gabungan bakteri Bacillus spp. Dari
berbagai biovar aau strain yang dapat berfungsi sebagai
bakteri pemfiksasi nitrogen non simbiotik, pelarut fosfat,
produksi hormon IAA dan giberelin, produksi siderofor dan
HCN. Formulasi tersebut telah berhasil dgunakan pada
beberapa jenis tanaman termasuk pada tanaman kentang
secara kultur jaringan (Saban; Kesaulya & Nendissa, 2018).

40
Gambar 3 Skema Biostimulan Biokonversi Kompos dari Bahan
Organik
Sumber: Huang et al., (2021)

Limbah organik dapat berupa jerami atau serasah


tumbuhan, kotoran hewan dan sisa makanan. Limbah
organik tersebut dapat dibuat sebagai biostimulan dan pupuk
organik. Bahan organik mengandung mikroorganisme,
enzim, protein dan lain-lain.

Mikroorganisme termasuk bakteri, ragi, jamur dan


mikroalga terbukti memiliki aktivitas biostimulan. Sebagai
biostimulan tanaman, bakteri pemacu pertumbuhan telah
banyak digunakan pada tanaman hortikultura. Bakteri
pemacu pertumbuhan tanaman dapat meningkatkan
ketersediaan nutrisi tanaman, mempromosikan pelepasan
hormon tanaman, meningkatkan ketahanan terhadap stres

41
abiotik dengan melepaskan asam organik dan enzim. Jamur
mikoriza arbuskular dapat membentuk hubungan simbiosis
dengan akar tanaman (Huang et al., 2021).

Jamur berinteraksi dengan akar tanaman dengan cara


simbiotik mutualistik. Jamur mikoriza adalah kelompok
jamur yang bersimbiosis lebih dari 90% spesies tanaman.
Salah satu jenisnya dalah AMF (Arbuscule Forming
Mycorrhiza) adalah jenis endomikoriza yang tersebar luas
yang terkait dengan tanaman hortikultura. Terdapat peluang
yang besar untuk meningkatkan penggunaan mikoriza dalam
mendukung pertanian berkelanjutan karena banyaknya
manfaat dengan adanya simbiosis untuk efisiensi nutrisi.
Baik unsur hara makro terutama P dan usur hara mikro serta
perlindungan tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik.
Sehingga untuk memperoleh manfaat dari asosiasi mikoriza,
praktek pengelolaan tanaman dan kultivar tanaman harus
disesuaikan dengan interaksi dengan mikroorganisme(du
Jardin, 2015).

Produk berbasis jamur diterapkan pada tanaman untuk


meningkatkan efisiensi nutrisi, toleransi terhadap stress,
kualitas hasil panen di bawah konsep biostimulan. Namun
kendala dalam pemanfaatannya adalah kesulitan dalam
menyebarkan AMF dalam skala besar karena karakter
biotrofiknya, kurangnya pemahaman tentang inang dan
dinamika populasikomunitas mikoriza di agroekosistem.

42
Selain AMF terdapat jamur endofit lainnya seperti
Trichoderma spp.

Trichoderma spp secara luas digunakan sebagai bio


pestisida, bioprotektan, biostimulan dan biofertilizer pada
budidaya berbagai jenis tanaman. Sebagai biofertilizer,
Trichoderma spp berpotensi diaplikasikan untuk penyerapan
unsur hara tanah seperti nitrogen, fosfor dan kalium.
Beberapa kelebihan yang terdapat pada Trichoderma spp.
sebagai bahan aktif produk pertanian yaitu dapat tumbuh
dengan relatif mudah pada berbagai tipe tanah, mudah
berkolonisasi dalam rhizosfer tanaman sehingga dan dapat
menginduksi tanaman.

Trichoderma spp. mampu melindungi tanaman dengan


cara mematikan cendawan dan nematoda patogen,
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman abiotik,
meningkatkan pertumbuhan dan vigor tanaman,
meningkatkan aliran nutrisi dan membantu bioremediasi
logam berat dan polusi lingkungan. Berdasarkan hasil
penelitian aplikasi biostimulan berbasis Trichoderma spp.
berpotensi meningkakan pertumbuhan planlet kentang.
Trichoderma spp. Merupakan jamur berfilamen yang bersifat
mesofilik non patogen, mempunyai kemampuan
menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa menjadi glukosa
xylose dan banyak digunakan untuk produksi enzim selulase

43
sehingga meningkatkan biomassa tanaman (Nawfetrias,et.al.,
2020).

Trichoderma spp. Dapat berfungsi sebagai biopestisida


(mycoparasit) dan bikontrol (penginduksi penyakit) dan telah
dimanfaatkan sebagai sumber enzim oleh industri
bioteknologi. Induksi pada tanaman dapat meningkatkan
toleransi terhadap cekaman abiotik, efisiensi penggunaan
nutrisi dan pertumbuhan organ dan morfogenesis.
Berdasarkan hal tersebut, jamur endofit dapat dianggap
sebagai biostimulan meskipun penggunaannya dalam bidang
pertanian disebut sebagai biopestisida (du Jardin, 2015).

Bakteri berinteraksi dengan tanaman dalam berbagai


cara yaitu :

1. Seperti halnya jamur, bakteri ada yang bersifat


mutualisme dan ada yang parasitisme
2. Relung bakteri memanjang dari tanah ke bagian dalam
sel dengan lokasi perantara yang disebut rizosfer dan
rizoplan
3. Asosiasinya dapat bersifat sementara atau permanen,
dapat pula ditularkan melalui benih
4. Fungsinya dalam mempengaruhi tanaman dengan
keterlibatan dalam siklus biogeokimia, suplai unsur hara,
induksi ketahanan penyakit, peningkatan toleransi
terhadap cekaman abiotik, modulasi morfogenesis oleh
zat pengatur tumbuh.

44
Berkaitan dengan penggunaan biostimulan pertanian,
terdapat dua jenis yang berkaitan dengan taksonomi, fungsi
dan ekologinya, yaitu :

1. Endosimbion mutualistik dari jenis Rhizobium,


dikomersialkan sebagai pupuk hayati yaitu inokulan
mikroba yang memfasilitasi perolehan nutrisi pada
tanaman.
2. Mutualistik rizosferik PGPR (bakteri pemacu
pertumbuhan). PGPR bersifat multifungsi dan
mempengaruhi semua aspek kehidupan tanaman
yaitu nutrisi dan pertumbuhan, morfogenesis dan
perkembangan, respons terhadap cekaman biotik dan
abiotik, serta interaksi dengan organisme lain dalam
agroekosistem.

Azotobacter memiliki mekanisme lengkap sebagai


mikroba potensial yaitu menyediakan nitrogen, fitohormon
dan antifungi. Azotobacer dapat melindungi tanaman karena
efek antifungi yang dimiliki. Peningkatan tinggi tanaman
yang diaplikasi Azotobacter diakibatkan karena hasil fiksasi
nitrogen dan peningkatan fitohormon tanaman. Pemberian
Azotobacter dengan cara inokulasi tanaman lebih efektif
untuk meningkatkan tinggi tanaman karena nitrogen dan
fitohormon yang telah terbentuk selama produksi pupuk
hayati diserap melalui stomata daun sehingga lebih cepat
masuk pada sistem metabolisme untuk pembentukan dan

45
pembesaran sel selama fase vegetatif. Azotobacter yang
disiramkan ke tanah dapat menurunkan penggunaan pupuk
NPK 25-50% tanpa mengurangi hasil dan mengurangi
penyakit rebah semai (Hindersah, et.al., 2018).

Azotobacter dapat menghasilkan hormone auksin dan


IAA dalam kompos microbial dan melalui proses inhibisi
masuk ke dalam biji yang berkecambah (Hanafiah ; Napoleon
& Ghofar, 2014).

3.1.6 Betain
Betain sebagai senyawa biostimulan alami tumbuhan
yang dapat digunakan baik secara langsung maupun sebagai
bahan tambahan pupuk yang berfungsi dalam menstabilkan
enzim dan struktur protein yang dapat melindungi lipid dan
membran sehingga meningkatkan toleransi terhadap tekanan
lingkungan, salinitas, kekeringan dan tekanan oksidatif.
Betain dapat diperoleh dari berbagai sumber yaitu tumbuhan,
hewan dan mikroorganisme. Tanaman jeruk, alfalfa, gandum,
bayam menunjukkan kadar glisin betain yang tinggi (Huang
et al., 2021).

46
BAB IV

PERANAN BIOSTIMULAN UNTUK TANAH


DAN TANAMAN

47
Biostimulan memiliki peran ganda yaitu dapat digunakan
sebagai substrat pertumbuhan dan memperbaiki kondisi tanah
agar tanaman dapat terhindar dari kekurangan nutrisi dan
pengaruh stress abiotik. Penggunaan biostimulan berpengaruh
langsung (metabolisme tanaman) dan tidak langsung
(meningkatkan kesuburan tanah) (Duan-yin et al., 2016).

4.1 Biostimulan untuk Tanah

Degradasi lahan merupakan proses antropogenik yang


mengakibatkan penurunan atau hilangnya keanekaragaman
hayati dan fungsi ekosistem. Degradasi tanah dapat dikenali
dengan proses biofisik yaitu erosi air, erosi angin, kelebihan
garam, degradasi kimia, fisik dan biologi. Proses tersebut
disebabkan oleh praktek pertanian yang tidak berkelanjutan
yaitu kesalahan pengelolaan lahan dan air dan penyalahgunaan
pupuk kimia (Castiglione et al., 2021).

Biostimulan dianggap dapat terurai secara hayati, tidak


beracun, tidak menjadi pencemar dan tidak berbahaya bagi
organisme. Biostimulan telah dimanfaatkan sebagai bioremedian
dan telah terbukti meningkatkan ATP dan posfatase dan
aktivitas urease sehingga meningkatkan degradasi xenobiotik
dan komunitas mikroba di dalam tanah. Membantu mengurangi
bahan kimia pertanian yang berpotensi memiliki resiko dan
mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida (Yakhin,
Lubyanov, Yakhin, & Brown, 2017).

48
Biostimulan meningkatkan kandungan mineral tanah,
mengurangi pemadatan tanah, meningkatkan retensi air dan
stabilitas agregat, menyediakan relung yang memadai untuk
perkembangan mikroba. Dan pada saat yang bersamaan bahan
humat merangsang pertumbuhan akar dan memperluas
jangkauan akar untuk mendapatkan nutrisi (Duan-yin et al.,
2016).

Biostimulan dapat digunakan sebagai bahan bioremediasi


pada lahan yang tercemar. Bioremediasi adalah penghilangan,
pemutusan dan pengubahan ikatan kimia dari kontaminan
sehingga berubah menjadi senyawa yang lebih aman oleh
bantuan mikroba. Penggunaan limbah organik pasar sebagai
biostimulan dalam proses remediasi mampu menurunkan kadar
hidrokarbon 94,60% untuk tanah yang tercemar oli bekas dan
48,46% pada tanah yang tercemar limbah tambang minyak
(Abdillah, Cahyarini, & Mahardhika, 2018).

Pemberian biostimulan yang berbahan sabut kelapa dan


pupuk kandang ayam meningkatkan pH tanah, C-Organik dan
K-dd tanah (ion K yang dijerap olek koloid liat atau humus)
pada tanah inceptisol sesuai hasil penelitian (Wijaya, Damanik,
& Fauzi, 2017) yang disajikan pada Tabel 2.

49
Tabel 2 pH tanah, C-Organik dan K-dd Tanah setelah Aplikasi
Sabut Kelapa dan Pupuk Kandang Ayam

K-dd
pH C-Organik Tanah
Perlakuan
Tanah (%) (me/100 g
tanah)
Kontrol 6,37 1,56 1,42
POC sabut kelapa 0 5,18 2,03 2,87
ml/plot+Pukang Ayam 10
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 0 5,70 2,37 4,52
ml/plot+Pukang Ayam 20
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 0 5,68 2,49 5,39
ml/plot+Pukang Ayam 30
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 100 5,08 1,48 1,30
ml/plot+Pukang Ayam 0
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 100 5,11 1,77 2,45
ml/plot+Pukang Ayam 10
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 100 5,45 2,20 4,46
ml/plot+Pukang Ayam 20
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 100 5,71 2,40 5,20
ml/plot+Pukang Ayam 30
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 200 5,25 1,52 1,38
ml/plot+Pukang Ayam 0
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 200 5,08 1,77 2,48
ml/plot+Pukang Ayam 10

50
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 200 5,50 2,24 4,44
ml/plot+Pukang Ayam 20
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 200 5,67 2,37 5,42
ml/plot+Pukang Ayam 30
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 300 5,36 1,49 1,41
ml/plot+Pukang Ayam 0
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 300 5,52 1,86 3,25
ml/plot+Pukang Ayam 10
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 300 5,30 2,15 4,50
ml/plot+Pukang Ayam 20
ton.haˉ¹
POC sabut kelapa 300 5,99 2,18 6,20
ml/plot+Pukang Ayam 30
ton.haˉ¹
Sumber: (Wijaya et al., 2017).
Aplikasi pupuk kandang ayam dan POC sabut kelapa
berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Hal ini disebabkan karena
pupuk kandang ayam mengandung asam humat, karboksil dan
fenol yang dapat mengikat sumber kemasaman tanah seperti Al
dan Fe sehingga dapat mengurangi tingkat kemasaman tanah.
Meningkatkan C-Organik tanah akibat meningkatnya aktivitas
mikroorganisme tanah yang menyebabkan dekomposisi bahan
organik meningkat yang akhirnya meningkatkan kadar karbon.
Selain itu meningkatkan kapasitas tukar kation (Wijaya et al.,
2017).

51
4.2 Biostimulan untuk Tanaman
Biostimulan memiliki multifungsi bagi tanaman yaitu
dapat menjadi penyedia unsur hara, meningkatkan ketersediaan
unsur hara, pengontrol organisme pengganggu tanaman,
pengurai bahan organik, pembentuk humus dan perombak
persenyawaan kimia. Formulasi biostimulan merupakan
konsorsium atau gabungan bakteri Bacillus spp. Dari berbagai
biovar atau strain yang dapat berfungsi sebagai bakteri
pemfiksasi nitrogen non simbiosis, pelarut posfat, produksi
hormon IAA dan giberellin, produksi siderofor dan HCN
(Saban, Kesaulya, & Nendissa, 2018).

Gambar 4 Peran Biostimulan untuk Tanaman


Sumber : (Hamid et al., 2021)

52
4.2.1 Pemacu Pertumbuhan Tanaman

Beberapa spesies bakteri rizosfer mampu


meningkatkan pertumbuhan tanaman yang sering disebut
Plant Growth Promoting Rhizobacteria atau Rizobakteri
Pemacu Pertumbuhan Tanaman. Terdiri atas genus
Rhizobium, Azotobacter, Azosirillum, Bacillus,
Pseudomonas, Mycobacterium dan Arthrobacter. Bakteri
pemacu pertumbuhan secara langsung memproduksi
fitohormon yang dapat menginduksi pertumbuhan tanaman.
Secara tidak langsung menghambat patogen melalui sintesis
senyawa antibiotik sebagai kontrol biologis (Saraswati &
Sumarno, 2008). Biostimulan dapat meningkatkan
metabolisme dan reaksi enzimatik tanaman serta dapat
meningkatkan hasil dan kualitas tanaman (Huang et al.,
2021).

53
Gambar 5 Mekanisme Kerja Biostimulan yang Diekstrakdari
Tumbuhan
Sumber : (Zulfiqar, Casadesús, Brockman, & Munné-Bosch,
2020)
4.2.2 Pertahanan terhadap Tekanan Abiotik

Perubahan iklim global mempengaruhi tekanan abiotik,


di antaranya defisiensi nutrisi, salinitas, kekeringan, ektrim
panas memberikan dampak pada penurunan hasil 60-70%.
Dalam kondisi ini biostimulan disarankan sebagai metode
yang efektif untuk meningkatkan toleransi terhadap tanah dan
kondisi lingkungan yang keras (Hamid et al., 2021).

54
Cekaman atau stress pada tumbuhan diartikan sebagai
kondisi lingkungan atau faktor luar yang memberikan
pengaruh buruk dan mempengaruhi kelangsungan hidup
tanaman. Pengaruh buruk dari lingkungan dapat mengganggu
proses fisiologi tanaman yang pada akhirnya dapat
menurunkan hasil. Pengaruh cekaman dapat dibagi atas dua
yaitu biotik dan abiotik. Cekaman biotik dapat dipengaruhi
oleh kompetisi antar spesies dan herbivora. Sedangkan
cekaman abiotik terdiridari suhu, air, vahaya, salinitas dan
unsur hara. Biostimulan berperan sebagai pemicu pertahanan
alami tanaman.

Cekaman biologis ialah segala perubahan kondisi


lingkungan yang mungkin akan menurunkan atau merugikan
pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan sesuai fungsi
normalnya. Segala perubahan kondisi lingkungan yang
mengakibatkan tanggapan tumbuhan menjadi lebih rendah
dari pada tanggapan optimum dapat dikatakan sebagai
cekaman. Musim panas menghasilkan factor cekaman berupa
cahaya tinggi, kelembaban rendah, tanah kering dan suhu
yang tinggi.Hal ini dapat menyebabkan kerusakan klorofil.

Ketika tumbuhan mendapatkan factor cekaman, terjadi


reaksi tanda bahaya yaitu saat fungsi organ menyimpang dari
biasanya.Kemudian berlanjut pada tahap resistensi atau fase
pemulihan yaitu saat organisme beradaptasi pada factor
cekaman dan fungsi organ kembali pada keadaan normal.

55
Dan apabila factor cekaman meningkat atau terus
berlangsung dalam waktu yang lama maka akan tercapai fase
kelelahan yaitu saat fungsi organ sangat menyimpang dari
keadaan normal dan hal ini dapat menyebabkan kematian.

Gambar 6 Toleransi Cekaman Abiotik dengan Induksi Bakteri


Biostimulan Tanaman
Sumber : (Hamid et al., 2021)
Tabel 3. Efek Biostimulasi Komponen Biostimulan dalam
Biokonversi Kompos pada Tanaman

Komponen Jenis Kinerja dari Efek


Biostimulan Tanaman Biostimulasi
Campuran Begonia, tebu Meningkatkan
dan daun mint sistem perakaran
Tidak ditentukan Tomat Meningkatkan

56
pertumbuhan
tanaman dan Na+,
mempengaruhi
fitohormon
endogen dalam
stres garam
Asam Humik Stylosanthes Efek pestisida,
guianensis peningkatan total
luas akar, jumlah
akar lateral,
panjang akar dan
kerapatan akar
Tidak ditentukan Brokoli Meningkatkan
index vigor
Zat humik Bawang putih Meningkatkan
produksi dan
kualitas buah
Tidak ditentukan Lada manis Meningkatkan
produksi buah
Humik dan asam Rami Merangsangperkec
fulvat ambahan benih,
hipokotil dan
pertumbuhan
radikula,
peningkatan

57
kandungan klorofil
Zat humik Selada Mempersingkat
siklus produksi
selada,
meningkatkan
hasil, protein,
penyerapan nitrat,
stimulasi nitrat
reduktase dan
fenilalanin daun
selada
Asam humik Jagung Induksi akar
lateral
Campuran Tomat dan Mempercepat
Selada perkecambahan
benih dan
pertumbuhan
sayuran
Asam humik Tomat Pertambahan
tinggi tanaman,
luas daun, berat
kering,
peningkatan
penyerapan hara
makro dan mikro
Sumber : (Huang et al., 2021)

58
a. Cekaman Kekeringan

Cekaman kekeringan merupakan suatu kondisi


lingkungan dimana tanaman tidak mendapat asupan air yang
cukup sehingga tanaman tidak dapat melakukan proses
perumbuhan dan perkembangan secara ortimal sehingga hasil
menurun. Kondisi kekurangan air memicu stress pada
tanaman yang berpotensi menyebabkan terganggunya proses
fisiologis tanaman. Tanaman yang mengalami kekeringan
akan mengurangi stomata sehingga akan mengurangi kadar
CO2 yang yang masuk sehingga aktivitas fotosintesis dapat
menurun yang berdampak menurunnya fotosintat.

Tumbuhan diklasifikasi berdasarkan reponsnya


terhadap air yang tersedia. Tumbuhan hidrofit yaitu
tumbuhan pada daerah yang airnya selalu tersedia (kolam dan
rawa). Mesofit tumbuhan yang pada daerah ketersediaan air
sedang dan xerofit tumbuh di tempat yang ketersediaan
airnya kurang (tumbuhan daerah gurun) (Salisbury & Ross,
1995).

Air dapat membatasi pertumbuhan dan produktivitas


tanamn sehingga diperlukan pengairan yang teratur.
Pertumbuhan sel merupakan respons paling peka terhadap
cekaman air. Penambatan dan reduksi nitrogen menurun
dengan adanya cekaman air. Cekaman air menyebabkan
membelahan sel terhambat, stomata menuutup yang

59
menyebabkan penurunan laju fotosintesis. Terdapat 5
kemungkinan yang terjadi akibat cekaman air yaitu :

1. Aktivitas reaksi kimia menurun


2. Konsentrasi linarut meningkat
3. Menyebabkan perubahan pada membrane
4. Mengganggu hidrasi makromolekul (air, enzim, asam
nukleat)
5. Mempengaruhi tekanan turgor dalam sel tumbuhan

Bakteri biostimulan meningkatkan toleransi terhadap


cekaman kekeringan dengan melepaskan fitohormon,
senyawa volatil, polisakarida dan antioksidan dengan
mengatur osmolit dan gen yang responsif terhadap cekaman
(Hamid et al., 2021).

b. Cekaman Salinitas

Salinitas merupakan salah satu bentuk cekaman abiotik


yang mengancam keberlanjutan pertanian hampir semua
negara di dunia, termasuk Indonesia. Tanah dikategorikan
salin apabila mempunyai konduktivitas atau daya hantar
listrik (DHL) dari ekstrak pasta tanah jenuh electrical
conductivity (ECe) lebih dari 4dS/m atau setara dengan 40
mM NaCl/L (Purwaningrahayu, 2017).

Salinitas (kadar garam tinggi) tanah menghambat


pertumbuhan tanaman. Jutaan hektar tanah menjadi tidak
produktif dengan adanya penimbunan garam dalam

60
tanah.Dalam hal seperti ini tumbuhan menghadapi dua
masalah yaitu bagaimana memperoleh air dari tanah yang
potensial airnya negative dan bagaimana mengatasi
konsentrasi tinggi pada ion natrium, karbonat dan klorida
yang kemungkinan beracun.

Salinitas tanah mengalami peningkatan setiap tahun


yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu irigasi, pemupukan
dan perubahan iklim (Hamid et al., 2021). Pelapukan batuan
induk tanah, intrusi air laut, pembukaan hutan dan
pencemaran bahan kimia (Purwaningrahayu, 2017). Salinitas
adalah kadar garam terlarut dalam air atau keasinan dalam
tanah. Salinitas tanah adalah kandungan garam yang terdapat
dalam tanah. Peningkatan kadar garam tanah akibat irigasi
dapat terjadi sepanjang waktu dan lama kelamaan akan
terakumulasi dan mengumpul di zona perakaran. Salinitas
pada tanah dapat berdampak pada pertumbuhan tanaman
bahkan dapat mengakibatkan kematian pada tanaman.
Karena tidak semua jenis tanaman toleran terhadap salinitas.

Cekaman salinitas menyebabkan tanaman mengalami


kekeringan secara fisiologis akibat tanaman tidak mampu
menyerap air secara optimal sehingga kadar air dalam
tanaman relatif akan menurun. Cekaman salinitas juga akan
menyebabkan terganggunya proses metabolisme tanaman,
mempengaruhi perakaran dan morfologi tanaman.

61
Salinitas merupakan faktor penting dalam indikator
kesuburan tanah dan produktivitas tanaman. Untuk mengatasi
masalah salinitas tanah maka perlu adanya pemberian bahan
pembenah tanah yang berasal dari bahan organik.Bahan
organik pembenah tanah dapat digunakan dari tumbuhan
akuatik (air tawar, air payau dan air laut). Namun
berdasarkan hasil penelitian pH bahan pembenah tanah dari
air tawar lebih rendah yaitu rata-rata 5,2 sedangkan yang
beraasal dari tumbuhan air payau dan air laut pH sebesar 7.
Dan tingkat salinitas tumbuhan air payau lebih tinggi
dibandingkan dengan tumbuhan air tawar (Izzati, 2016).

c. Cekaman Suhu Tinggi

Suhu merupakan faktor abiotik yang dapat berpengaruh


langsung atau tidak langsung terhadap tanaman. Cekaman
suhu tinggi terjadi apabila suhu lingkungan melebihi suhu
optimum yang dibutuhkan tanaman. Setiap jenis tanaman
memiliki kisaran suhu optimum yang berbeda.

Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh suhu.


Perubahan suhu beberapa derajar dapat menyebabkan
perubahan yang nyata dalam laju pertumbuhan. Pada tahap
tertentu dalam daur hidup dan kondisi tertentu setiap spesies
atau varietas mempunyai suhu minimum, suhu optimumdan
suhu maksimum. Di bawah suhu minimum dan di atas suhu
maksimum tanaman sulit tumbuh bahkan mengalami
kematian. Suhu tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan

62
jaringan namun juga berpegaruh pada perkecambahan biji,
awal pembungaan dan induksi atau berakhirnya dormansi
pada tanaman tahunan. Respon tanaman tersebut sering
dipengaruhi oleh factor lingkungan yang lainnya selain suhu
antara lain tingkat cahaya, lama cahaya dan kelembaban.

Kenaikan suhu biasanya menyertai kondisi kekeringan


dan merupakan factor cekaman lingkungan yang penting.
Tumbuhan yang tahan terhadap suhu tinggi menunjukkan
taraf hidrasi air yang tinggi dan kekentalan protoplasma
tinggi. Tumbuhan yang terdaptasi pada suhu tinggi juga
mampu melakukan sintesis pada laju tinggi bila suhu
meningkat, menyebabkan laju sintesis sama dengan laju
perombakan sehingga menghindari keracunan ammonium
(Salisbury & Ross, 1995).

Efek utama dari perubahan iklim adalah kenaikan suhu


global dan berhubungan langsung dengan produktivitas
tanaman. Suhu tinggi meningkatkan respirasi dan tingkat
transpirasi dan mempengaruhi fotosintesis. Suhu tinggi
mengakibatkan denaturasi sel tumbuhan, mempengaruhi
dinding sel dan permeabilitas membran. PGPR mengurangi
cekaman suhu tinggi melalui produksi osmolit dan
pengurangan flux karbon. Mengeluarkan beberapa
polisakarida yang terlibat dalam pembentukan biofilm,
menutupi bintil akar yang meningkatkan kemampuan
menahan air dari akar tanaman (Hamid et al., 2021).

63
d. Cekaman Suhu Rendah
Cekaman temperatur rendah atau stres dingin
merupakan salah satu faktor pembatas pada tumbuhan.
Tumbuhan yang berasal dari daerah tropis lebih rentan
terhadap suhu dingin.

Cekaman suhu rendah secara langsung mempengaruhi


penyerapan nutrisi dan air, menghambat fotosistem.
Penggunaan biostimulan meningkatkan akumulasi
karbohidrat, regulasi sel yang responsif terhadap cekaman
untuk modulasi osmolit dan meningkatkan protein spesifik
(Hamid et al., 2021). Menyebabkan sel mengalami dehidrasi
dengan gejala menyusutnya volume protoplasma,
menurunnya proses metabolisme dan perubahan potensial
pada membran. Sel akan mengalami kehilangan air dengan
cara osmosis sehingga bagian dalam sel menggalami
peningkatan konsentrasi zat terlarut (Kasi, 2013).

Stres dingin pada tumbuhan juga akan berpengaruh


pada fitohormon endogen di antaranya asam absisat (ABA),
auksin, sitokinin, giberelin, asam salisilat (SA) dan etilen.
Konsentrasi ABA di dalam sel akan mengalami peningkatan
sebagai respon terhadap temperatur rendah. Peningkatan
ABA dalam kondisi dingin menghambat aliran nutrisi ke
floem yang dapat mengakibatkan pollen menjadi steril. Stres
dingin juga akan menurunkan konsentrasi auksin dan
giberelin endogen sehingga perkembangan bunga terhambat

64
dan buah gugur sebelum waktunya. Menurunnya konsentrasi
sitokinin endogen menghambat proses pembelahan sel dan
aliran nutrisi ke dalam endosperm sehingga pertumbuhan biji
terhambat(Kasi, 2013)

e. Cekaman Logam Berat

Cekaman logam berat akibat akumulasi tinggi (Hg, As,


Cd, Pb dan Al) menurunkan produktivitas tanaman.
Akumulasi di dalam tanah secara langsung mempengaruhi
tekstur dan pH yang mengakibatkan menurunnya
pertumbuhan tanaman dan memberikan efek negatif pada
proses biologis tanaman. Bakteri Pseudomonas, Bacillus,
Methylobacterium dan Streptomyces dapat mengurangi efek
logam berat, mengurangi translokasi logam berat ke berbagai
bagian tanaman dengan mengubah mobilisasinya melalui
khelasi, reaksi redoks dan adsorpsi (Hamid et al., 2021).

Gambar 7 Skema Pengaruh dan mekanisme Kualitas


Fungsional pada Tanaman dengan Adanya Mikroba Biostimulan
Sumber : (Ganugi, Martinelli, & Lucini, 2021)

65
Pencemaran logam berat pada lahan pertanian dapat
terserap oleh tanaman dan terakumulasi di bagian akar, daun,
buah dan biji. Akumulasi logam berat pada tanaman
menghambat penyerapan unsur hara, distribusi fotosintat,
aktivitas enzim dan laju fotosintesis. Konsumsi produk
tanaman yang tercemar logam berat menyebabkan akumulasi
dalam organ tubuh sehingga berpotensi menimbulkan
berbagai jenis penyakit (Sutrisno & Kuntyastuti, 2015).

Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk


mengurangi dampak negatif terhadap logam berat yaitu
mengurangi tingkat cemaran dengan meminimalisir
penggunaan pupuk dan pestisida kimia, pengelolaan air
irigasi dan bioremediasi. Pemberian bahan organik seperi
kotoran hewan, pupuk kompos, sisa pelapukan tanaman dan
pupuk organik sebagai amelioraan pada lahan yang tercemar
logam berat. Senyawa yang terdapat di dalam bahan organik
dapat mengikat ion logam pada tanah yang tercemar.

4.2.3 Pertahanan terhadap Tekanan Biotik (Pertahanan


terhadap Patogen)
Komponen biotik adalah komponen yang terdapat di
dalam sebuah ekosistem yang terdiri atas makhluk hidup.
Berdasarkan jenisnya biotik terdiri atas manusia, hewan dan
tumbuhan sedangkan berdasarkan ukurannya biotik terdiri
atas makroorganisme dan mikroorganisme. Biotik

66
berdasarkan peran dan fungsinya terdiri atas produsen,
konsumen dan dekomposer.

Cekaman biotik adalah cekaman yang terjadi sebagai


akibat dari kerusakan yang dilakukan oleh suatu organisme
terhadap organisme yang lain seperti virus, bakteri, jamur,
serangga, gulma atau organisme lainnya. Cekaman biotik
dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi karena
berdampak pada produksi tanaman. Karena cekaman biotik
mempengaruhi proses fisiologi tanaman. Makhluk hidup
termasuk tumbuhan harus beradaptasi dan mempertahankan
diri terhadap cekaman biotik. Bentuk pertahanan dapat
berupa adaptasi fisik dan kimia.

Penggunaan biostimulan meningkatkan resistensi


tanaman terhadap berbagai penyakit melalui berbagai
mekanisme langsung maupun tidak langsung. Aplikasi
bakteri biostimulan mendorong pertumbuhan tanaman yang
sehat melalui penekanan patogen dan hama tanaman.
Penghambatan terhadap mikroba/patogen pertumbuhan
terjadi secara sinergis melalui beberapa mekanisme utama
yaitu antibiotis, produksi senyawa organik volatil, enzimatik
dan bakteriosin (Hamid et al., 2021).

4.2.4 Penyerapan Hara


Biostimulan dapat berperan terhadap ketersediaan dan
penyerapan nutrisi tanah melalui berbagai cara termasuk
perbaikan struktur tanah, peningkatan unsur hara mikro

67
dengan meningkatkan kelarutannya. Sehingga dapat
mengurangi efek ketergantungan terhadap penggunaan pupuk
dan pestisida kimia (Ben Mrid et al., 2021). Modulasi
perilaku bakteri memiliki potensi luar biasa untuk pengadaan
nutrisi bagi tanaman.

Gambar 8. Peranan Biostimulan dalam Efisiensi Penggunaan


Nutrisi

Sumber : (Lister, 2021)

a. Fiksasi Nitrogen

Lebih dari 80% nitrogen berada di atmosfer sebagai gas


inert yang tidak larut bagi tanaman. Pupuk nitrogen diberikan
untuk memasok kebutuhan nitrogen untuk pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Namun kurang dari setengah nitrogen

68
yang diberikan secara efektif diserap oleh tanaman dan
sisanya hilang melalui penguapan atau pencucian yang
selanjutnya mencemari lingkungan (Mekonnen & Kibret,
2021).

Nitrogen merupakan unsur hara makro yang sangat


esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
namun seringkali tidak tersedia bagi tanaman. Dengan
adanya bakteri nitrogen atmosfer diubah menjadi amonia
melalui fiksasi nitrogen (Hamid et al., 2021). Fiksasi nitrogen
biologis adalah proses yang dilakukan secara simbiosis antara
mikroba dengan tanaman (Mekonnen & Kibret, 2021).

Aplikasi bakteri pengikat N2 dikenal sebagai salah satu


bakteri yang paling efektif dan metode yang layak bagi
lingkungan dan secara bersamaan dapat menggantikan
penggunaan nitrogen pupuk anorganik. Fiksasi nitrogen
secara biologis oleh mikroorganisme yang hidup bebas
seperti Azotobacter, Azozpirillum, Bacillus, Enterobacter,
Pseudomonas dan lain-lain. Inokulan polong-polongan
adalah salah satu produk industri bakteri di bidang pertanian
yang banyak digunakan(Hamid et al., 2021). Fiksasi nitrogen
simbiosis dilakukan antara leguminosa dan mikroorganisme
yang bersimbiosis seperti Rhizobium, Mesorhizobium,
Azorhizobium, Bradyrhizobium, Allorhizobium dan
Sinorhizobium sebagai pengikat nitrogen (Mekonnen &
Kibret, 2021).

69
b. Pelarut Posfat

Posfor adalah unsur hara makro penting lainnya dalam


proses metabolisme dan fisiologi tumbuhan seperti
fotosintesis, oksidasi biologis dan pembelahan sel. Selain itu
menjadi unsur hara yang penting bagi pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Posfor dari pupuk kimia mengalami
fiksasi kimia di dalam tanah dengan beberapa logam kation
lainnya dan hilang oleh pencucian sehingga tidak tersedia
bagi tanaman. Aplikasi biostimulan yang mengandung
bakteri pelarut posfat dengan mengeluarkan asam organik
meningkatkan aksesibilitas unsur posfor untuk tanaman.
Bakteri pelarut posfor yaitu Pseudomonas, Bacillus dan
Enterobacteradalah bakteri pelarut P yang paling potensial
(Hamid et al., 2021).

Mekanisme pelarutan posfat oleh bakteri pelarut fosfat


dikaitkan dengan pelepasan berat molekul rendah asam
organik (asam oksalat, asam asetat, asam laktat) dimana
hidroksil dan gugus karboksil mengkelat kation yang terikat
pada fosfat, akhirnya mengubah menjadi bentuk larut. Fosfat
dilepaskan dari molekul organik dengan cara mekanisme
yang berbeda (Mekonnen & Kibret, 2021).

c. Kalium

Kalium adalah unsur hara makro penting yang


dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman namun unsur hara
ini sering tidak tersedia bagi tanaman. Penggunaan bakteri

70
yang dapat melarutkan kalium melalui sekresi asam
anorganik. Bakteri yang dapat melarutkan kalium yaitu
Bacillus edaphicus, Acidothiobacillus sp, Ferrooxidan sp,
Pseudomonas sp, Bacillus mucilaginosus, dikenal sebagai
bakteri yang melepaskan kalium menjadi tersedia bagi
tanaman. Biostimulator dapat menggantikan pupuk
konvensional (Hamid et al., 2021).

d. Unsur Hara Mikro

Banyak strain bakteri meningkatkan ketersediaan Fe


dengan menghasilkan siderofor atau asam organik. Beberapa
strain bakteri meningkatkan mobilisasi Zn sehingga
meningkatkan penyerapan Zn oleh tanaman (Hamid et al.,
2021).

Gambar 9. Pengaruh Metabolit Sekunder dalam Mengurangi


Berbagai Tekanan Biotik dan Abiotik yang Dihadapi Tanaman
Sumber (Ben Mrid et al., 2021).

71
4.2.5 Stimulasi Fitohormon

Fitohormon adalah senyawa organik alami yang


mempengaruhi berbagai proses fisiologis atau morfologis
pada tumbuhan seperti pemanjangan sel dan pembelahan sel
pada konsentrasi yang sangat rendah. Fitohormon secara
langsung mempengaruhi aktivitas metabolisme tanaman dan
secara tidak langsung berkontibusi terhadap stimulasi
pertahanan serta manajemen stres abiotik seperti kekeringan,
salinitas, panas, dinin, banjir dan radiasi ultra violet yang
menjadi masalah besar yang dapat mengakibatkan kerugian
terhadap produksi tanaman di seluruh dunia. Biostimulan
mengeluarkan berbagai fitohormon termasuk auksin,
sitokinin, etilen, giberelin (GA) dan asam absisat (Mekonnen
& Kibret, 2021).

Fitohormon dapat diproduksi oleh tanaman, beberapa


jenis bakteri dan fungi. Fitohormon yang dihasilkan oleh
jaringan tanaman disebut fitohormon endogen dan yang
diproduksi oleh mikroba yang berasosiasi dengan akar
disebut fitohormon exogen. Salah satu fitohormon yang
dihasilkan oleh mikroba tanah adalah auksin (IAA)(Widyati,
2016).

Auksin seperti Indole Acetat Acid (IAA) terlibat dalam


proses tumbuhan yaitu perkecambahan benih, pertumbuhan
vegetatif, pembentukan akar lateral dan biossintesis metabolit

72
fotosintesis (Hamid et al., 2021).IAA mengatur pertumbuhan
dan perkembangan tanaman melalui siklus tumbuhan dari
pembelahan sel, pemanjangan sel dan diferensiasi sel, inisiasi
pembentukan akar, dominasi apikal, pembungaan dan
pematangan buah (Widyati, 2016). Penggunaan biostimulan
merangsang akumulasi ABA, prolin, total fenol, karbohidrat
terlarut dan aktivitas enzim antioksidan. Acinetobacter,
Pseudomonas, Rhizobium, Azospirillum, Bacillus dan
Klebsiella adalah genus yang paling umum dari bakteri yang
terlibat dalam biosintesis IAA di rizosfer (Irani et al., 2021).

Giberellin memiliki peran penting dalam


perkecambahan biji, pertumbuhan daun, munculnya bunga,
induksi bunga, perkembangan bunga dan buah. Giberellin
secara alami diproduksi oleh tumbuhan tingkat tinggi, jamur
dan bakteri. Bakteri yang berperan dalam produksi GA
adalah Acetobacter diazotrophicus, Azospirillumlipoferum,
Bacillus pumilus, Bacillus cereus, Bacillus macrolides dan
Herbaspirillum seropedicae, Acinetobacter calcoaceticus
(Mekonnen & Kibret, 2021). Giberellin mengendalikan
pemanjangan batang dan mengatur proses reproduksi pada
tumbuhan. Giberelin pada suhu rendah akan memacu
pembungaan dan perkecambahan biji pada beberapa spesies
tumbuhan. Giberelin juga berperan dalam startifikasi dan
vernalisasi (merangsang pembungaan pada kondisi suhu
rendah) (Widyati, 2016).

73
Etilen adalah fitohormon utama yang memiliki
jangkaun luas fungsi biologis termasuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Berperan dalam inisiasi akar,
pemanjangan akar, menghambat kelayuan, meningkatkan
pematangan buah, merangsang perkecambahan biji dan
mengaktifkan produksi hormon tanaman lainnya. Bakteri
yang berperan dalam produksi etilen adalah Pseudomonas,
Bacillus, Acinetobacter, Azospirillum, Achromobacter,
Enterobacter, Burkholderia, Agrobacterium, Alcaligenes,
Rhizobium, dan Serratia.
Sitokinin adalah kelas fitohormon yang berperan dalam
pembelahan sel, pembesaran sel dan perluasan jaringan pada
tanaman. Tanaman respon terhadap aplikasi sitokinin
eksogen dalam perkecambahan biji, pelepasan tunas dari
dominansi apikal, stimulasi pemuaian daun perkembangan
reproduktif, penundaan penuaan, peningkatan pembelahan
sel, peningkatan perkembangan akar, penghambatan
pemanjangan akar, inisiasi tunas atau respon fisiolig lainnya.
Bakteri yang berperan dalam produksi sitokinin yaitu
Pseudomonas, Klebsiella, Enterobacter, Achromobacter,
Bacillus, Paenibacillus, Azotobacter, Agrobacterium,
Azozpirillum, Flavobacterium dan Arthrobacterdalam
regulasi pertumbuhan tanaman (Mekonnen & Kibret, 2021).

74
4.2.6 Peningkatan Kualitas Tanaman dan Hasil dengan
Bakteri Biostimulan

Biostimulan tanaman dapat meningkatkan


pembungaan, pembentukan buah dan produksi tanaman
dengan meningkatkan konsentrasi total karbohidrat, nutrisi
(magnesium, nitrogen dan posfor), pigmen (klorofil,
karotenoid) dan zat antioksidan. Sehingga meningkatkan
kualitas dan produktivitas tanaman. Contoh pada tanaman
kacang-kacangan yang diinokulasi biostimulan meningkatkan
kandungan fenolik serta meningkatkan karoten dan likopen
pada tomat (Hamid et al., 2021).

Gambar 10. Pengaruh Biostimulan Secara Langsung dan Tidak


Langsung bagi Tanaman
Sumber : (Mekonnen & Kibret, 2021)

75
Hasil penelitian Saban; Kesaulya & Nendissa (2018),
yang menggunakan biostimulan dari Bacillus spp. Dalam
bentuk padat dan cair yang dipalikasi pada tanaman sawi
dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 . Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Biostimulan


Padat dan Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Sawi Umur 4 MST

Variabel yang Bistimulan Padat Biostimulan Cair


Diamati
Tinggi Tanaman Tidak Nyata Sangat Nyata
Jumlah Daun Tidak Nyata Tidak Nyata
Berat Segar Tanaman Sangat Nyata Nyata
Berat Kering Tanaman Sangat Nyata Nyata
Berat Segar Akar Sangat Nyata Tidak Nyata
Berat Kering Akar Tidak Nyata Tidak Nyata
Luas Daun Tidak Nyata Tidak Nyata
Sumber: (Saban; Kesaulya & Nendissa, 2018)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan


biostimulan berpengaruh positif terhadap berat segar dan
berat kering tanaman sawi. Pemberian biostimulan
meningkatkan serapan hara sehingga dapat dimanfaatkan
secara optimum untuk proses fotosintesis tanaman.

76
4.2.7 Produksi Antibiotik

Bakteri pada biostimulan menghasilkan antibiotik yang


merupakan agen antagonis yang efektif terhadap fitopatogen.
Antibiotik yang dihasilkan berupa antimikroba, antivirus,
sitotoksik, insektisida, antihelmintik dan efek fitotoksin
terhadap gulma (Hamid et al., 2021).

Antibiotik adalah segolongan molekul, baik alami


maupun sintetik yang mempunyai efek untuk menekan atau
menghentikan proses biokimia pada organisme terutama
dalam proses infeksi oleh bakteri. Antimikroba merupakan
zat yang memiliki kemampuan untuk menghambat atau
mematikan pertumbuhan mikroba. Fitotoksin adalah senyawa
kimia yang dapat digunakan untuk meracuni tumbuhan.

Bakteri menghasilkan antibiotik untuk menghambat


patogen tanaman dan menekan pertumbuhannya. Bakteri
yang berperan adalah Bacillus subtilis, Bacillus
amyloliquefaciens, Bacillus velezensi, P. putida, P.
fluorescens, Pseudomonas brassicacearum, dan
Paenibacillus polymyxa menghasilkan antibiotik yang
berbeda sepertti surfactin, bacillomycin, fengycin, iturin, 2,4-
diacetylphloroglucinol, polymyxin dan fusaricidin yang
menghambat pertumbuhan Ralstonia solanacearum
(Mekonnen & Kibret, 2021).

77
4.2.8 Produksi Senyawa Volatil

Senyawa volatil (Volatile Organic Compounds) adalah


metabolit sekunder yang diproduksi oleh tumbuhan yang
sifatnya mudah menguap. Karena memiliki tekanan uap yang
tinggi pada suhu ruangan.

Senyawa volatil pada tumbuhan membantu dalam


biokontrol bakteri dan nematoda jamur dan juga elisitor dari
resistensi sistemik yang diinduksi terhadap fitopatogen
(Hamid et al., 2021). Berbagai senyawa volatil dan metabolit
lainnya (enzim, protein, antibiotik) diproduksi oleh mikroba
seperti Bacillus, Pseudomonas, Serratia, Arthrobacter dan
Stenotrophomonas(Mekonnen & Kibret, 2021).

4.2.9 Produksi Hidrogen Sianida

Hidrogen sianida (HCN) dikenal sebagai asam sianida


merupakan senyawa organik yang secara tradisional dikenal
sebagai racun. Sianida telah lama digunakan sebagai alat
untuk pembunuhan massal, upaya bunuh diri dan senjata
perang. Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat
oleh manusia dan memiliki sifat racun yang sangat kuat dan
bekerja dengan cepat. HCN berbentuk gas yang tidak berasa
dan memiliki bau pahit (Cahyawati; Zahran; Jufri & Noviana,
2017).

78
Produksi HCN sangat penting untuk memacu
pertumbuhan tanaman. Hidrogen sianida sering digunakan
sebagai agen biokontrol di sistem produksi pertanian
berdasarkan toksisitas yang signifikan terhadap patogen
tanaman, chelating ion logam dan juga secara tidak langsung
terlibat dalam ketersediaan fosfat. Hidrogen sianida dapat
dihasilkan oleh bakteri, jamur, tanaman dan ganggang.
Bakteri yang melepaskan HCN yaitu Aeromonas,
Pseudomonas, Bacillus dan Enterobacter (Mekonnen &
Kibret, 2021).

4.2.10 Produksi Siderofor

Siderofor adalah senyawa pengkhelat besi dalam


kondisi kekurangan Fe yang diekskresikan oleh
mikroorganisme. Produksi siderofor oleh rhizobakteri
merupakan salah satu karakter dan mekanisme dalam
menekan pertumbuhan patogen. Mekanisme rhizobakteri
sebagai patogen antagonis dilakukan melalui kompetisi
terhadap hara Fe yang juga digunakan untuk pertumbuhan
mikroba lainnya (Agustiansyah,et.al., 2013).

Siderofor yang dihasilkan oleh bakteri mendukung


pemenuhan zat besi yang dibutuhkan tanaman dengan
membuatnya mudah larut. Beberapa mikroorganisme
menghasilkan siderofor yang mengkhelat besi yang tersedia
dan secara kompetitif mencegah nutrisi besi bagi fitopatogen.
Siderofor diproduksi oleh Alcaligenes, Pseudomonas,

79
Bradyrhizobium, Bacillus, Enterobacter dan Rhizobium
(Mekonnen & Kibret, 2021).

4.2.11 Induksi Sistem Pertahanan

Induksi sistem pertahanan (Induced Systemic


Resistance) adalah suatu mekanisme resistensi yang terjadi
pada tanaman yang disebabkan oleh adanya hambatan
patogen yang menyerang, hambatan fisik atau kimia.
Tumbuhan mengembangkan sistem pertahanannya apabila
terjadi infeksi atau tekanan.

Mikroorganisme mengaktifkan sistem pertahanan


secara sistemik sehingga meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap patogen yang disebut induced systemic resistance
(ISR). Ada beberapa bakteri yang menginduksi pertahanan
tanaman dengan menghambat patogen yaitu
Bacillusamyloliquefaciens, Lactobacillus paracasei, P.
fluorescens, dan P. putida menginduksi ISR terhadap
fitopatogen tomat (Mekonnen & Kibret, 2021).

80
BAB V MANFAAT BIOSTIMULAN

81
Fungsi biostimulan secara fisiologis beragam sesuai yang
telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Fungsi biostimulan
dalam bidang pertanian yaitu peningkatan toleransi terhadap
cekaman abiotik, peningkatan efisiensi penggunaan hara dan
lain-lain. Dengan berbagai fungsi tersebut, maka biostimulan
dapat memberikan berbagai macam manfaat secara ekonomi dan
lingkungan. Peningkatan produksi, penghematan pupuk,
peningkatan kualitas dan pelestarian ekosistem. Beberapa
manfaat dari biostimulan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Manfaat Biostimulan dalam Produksi Tamanan,


Manfaat Ekonomi dan Lingkungan

Plant
Protein Growth
Humic Seaweed Glycine
Hydrolysa Promoting
Acids Extracts Betaine
te Rhizobact
eria
Cellular Activate Ascophyll Enzymatic Protects Azospirillu
mechani plasma um hydrolysat photosyste m
sm membrane nodosum e from m II against brasilense
(i.e. proton- extracts alfalfa salt- releases
interactio pumping stimulate (Medicaco induced auxins and
n with ATPases, expression sativa) photodamag activates
cellular promote of genes stimulates e in auxin-
compone cell wall encoding phenylalan quinoa signalling
nts and loosening transporters ine (Shabala et pathways
processe and cell of ammonia- al., 2012 ), involved
s) elongation micronut lyase likely via in root
in rien ts (e.g. (PAL) activation morphoge
maize Cu, Fe, Zn) enzyme of scaven nesis in
roots (Zea in oilsee d and gene gers of winter

82
mays) rape expression reactive wheat
(Jindo et (Brassica , and oxygen (Triticum
al., 2012) napus) (Bill production (Chen & M aestivum)
Physiologi ard et al., of urata , (Dobb
cal 201 4) flavonoids 2011) elaere et
under salt al., 1999)
stress
(Ertani et
al., 2013 )
Physiolo Increased Increased Protection Maintenanc Increased
gical linear tissue by e of leaf lateral root
function growth of concen flavonoids photosynthe den sity
(i.e. roots, root trations and against tic and
action on biomass root to UV and activity surface of
whole- shoot oxidative under salt root hairs
plant transport of damage stress
processe micronutrie (Huang et
s nts al., 2010)
Agricult Increased Impr oved Increased Increased Increased
ural/hor root mineral crop crop root
ticultura foraging composition tolerance tolerance to foraging
l capacity, of plant to abiotic abiotic capacity,
function enhanced tissues (e.g. salt) (e.g. high enhanced
(i.e. nutrient stress salinity) nutrient
output use stress use
traits efficiency efficiency
relevant
for crop
performa
nce)
Economi Higher Enhanced Higher Higher crop Higher
c and crop yield, nut ritional crop yield yield under crop yield,
environ savings of value, under stress savings of

83
mental fertilisers ‘bioforti?ica stress conditions fertilisers
benefits and tion’ of conditions (e.g. high and
(i.e. reduced plant tiss (e.g. high salinity) reduced
changes losses to ues salinity) loss es to
in yield, the (increased the
products environme conten ts in environme
quality, nt S, Fe, Zn, nt
ecosyste Mg, Cu)
m
services)
Sumber: (du Jardin, 2015).

Pertanian yang ramah liingkungan memperhatikan 3


elemen dasar yaitu lingkungan, keuntungan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat.

Produksi/Keuntungan Ekonomi

Biostimulan memiliki pengaruh positif terhadap produksi


tanaman. Komponen hasil dapat dihitung sebagai jumlah buah
yang dihasilkan per tanaman atau per petak. Hasil dipengaruh
oleh jenis biostimulan yang digunakan, dosis, cara aplikasi dan
varietas tanaman. Peningkatan hasil sering dikaitkan dengan
peningkatan kualitas. Kualitas buah yang dihasilkan terdiri atas
beberapa kategori yaitu rasa dan kandungan nutrisinya.
Biostimulan juga memiliki efek positif terhadap sifat mekanik
yaitu kekencangan buah. Biostimulan dapat menyebabkan
pengerasan dinding sel sehingga mengurangi eksensibilitasnya.
Biostimulan yang menyebabkan fleksibilitas dinding sel
memperpanjang umur simpan buah dan sayuran, meningkatkan

84
kadar antosianin.Biostimulan dapat mempengaruhi sifat kimia
buah dan sayuran yaitu keasaman dan kandungan vitamin
(Drobek & Fr, 2019). Manfaat ekonomi dan lingkungan
tergantung pada kebijakan pertanian dan lingkungan

Lingkungan

Bakteri dalam biostimulan terlibat dalam semua kegiatan


yang bermanfaat di dalam tanah seperti dekomposisi sisa
tanaman, sintesis bahan organik tanah, mineralisasi bahan
organik tanah, imobilisasi nutrisi mineral, pelarutan fosfat,
nitrifikasi dan sintesis fitohormon yang membantu dalam
peningkatan kesuburan tanah yang pada akhirnya meninkatkan
produktivitas. Bakteri yang bersimbiosis dengan akar berperan
aktif dalam sintesis sejumlah besar biomolekul yang bercampur
dengan tanah dan selanjutnya meningkatkan kesehatan tanah
(Mekonnen & Kibret, 2021).

85
Gambar 11. Biostimulan dari Tumbuhan untuk Pertanian
Berkelanjutan
Sumber : (Zulfiqar et al., 2020)

Penggunaan bahan organik seperti kotoran hewan dan sisa


tanaman sebagai cara penanggulangan terhadap tanah yang
terdegradasi oleh pemupukan anorganik jangka panjang (Fan et
al., 2020). Penerapan biostimulan pada lahan marginal akan
membantu proses pelapukan lapisan tanah dan bahan organik
yang dibantu oleh mikroba sehingga menghasilkan asam
organik. Asam organik tersebut yang akan mendukung
pertumbuhan pertumbuhan mikroba lain seperti fungi.

86
BAB VI

BAHAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI


BIOSTIMULAN

87
Sifat, zat dan mikroorganisme yang terlibat dalam
biostimulan beragam. Zat dapat berupa senyawa tunggal
(contoh: glisin betain) atau kelompok senyawa yang berasal dari
alam yang komposisi dan komponen bioaktifnya tidak
sepenuhnya dicirikan (contoh: ekstrak rumput laut).
Biostimulan dapat diproduksi secara alami dari senyawa
organik, maupun dari senyawa anorganik atau sintetis. Mikroba
inokulan dapat mengandung strain tunggal atau campuran
mikroorganisme yang menunjukkan pengaruh aditif atau
sinergis (du Jardin, 2015).

1. Air Kelapa

Salah satu unsur yang terkandung dalam air kelapa adalah


nitrogen. Salah satu fungsi nitrogen adalah sebagai komponen
penyusun asam amino yang akan membentuk enzim dan
hormon. Selain itu air kelapa mengandung auksin, giberelin dan
sitokinin yang berperan penting dalam proses pembelahan sel
sehingga membantu pembentukan tunas (Saban et al., 2018).

Air kelapa mengandung kalsium (Ca), natrium (Na),


magnesium (Mg), ferrum (Fe), cuprum (Cu), sulfur (S), gula dan
protein. Berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sawi
(Tiwery, 2014). Mengandung asam amino, asam organik, asam
nukleat, purin, zeatin, glukosida, sukrosa, fruktosa, protein,
karbohidrat, mineral, vitamin dan kinetin (Mayura; Yudarfis;
Idris & Darwati, 2016).

88
Zeatin, glukosida dapat meningkatkan pembelahan dan
pemanjangan sel. Asam amino, gula dan vitamin dapat
meningkatkan metabolisme sel dan berperan sebagai energi,
enzim dan co-faktor. Kinetin berperan penting dalam
meningkatkan kandungan klorofil dalam daun sehingga memacu
aktivitas fotosintesis dan meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman. Auksin yang terkandung dalam air kelapa
dapat mendukung peningkatan permeabilias air ke dalam sel,
meningkatkan penyerapan unsur N, Mg, Fe, Cu serta dapat
meningkatkan tekanan osmotik, pengurangan tekanan pada
dinding sel, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan
plastisitas dan pengembangan dinding sel (Mayura; Yudarfis;
Idris & Darwati, 2016).

2. Daun Gamal (Grilicidia sepium)

Gamal termasuk tanaman serbaguna yang dapat mengikat


nitrogen, sumber kayu bakar, pakan ternak, pupuk hijau dan
penaung (Tedju, Bukit, & Johannes, 2018). Gamal merupakan
salah satu jenis tanaman yang mudah dibudidayakan,
pertumbuhannya cepat dan produksi biomassa tinggi. Memiliki
kandungan nitrogen tinggi dengan C/N rendah sehingga
biomassa mudah terdekomposisi (Mamentu & Paulus, 2018).

89
Gambar 12. Daun Gamal
Sumber : koleksi Pribadi

Gamal merupakan salah satu jenis tanaman Leguminoceae


yang mengandung berbagai hara esensial yang cukup tinggi bagi
pemenuhan hara tanaman. Daun gamal mengandung 3-6% N,
0,31% P dan 0,77% K (Suwastika & Sutari, Ni; Muriani, 2015).
Mengandung Ca 1,35% dan Mg 0,41%(Novriani, 2016).

Gamal megandung zat tanin, polifenol, saponin, kumarin


dan flavonoid. Zat flavonoid pada daun gamal dapat digunakan
untuk pengobatan kudis pada kulit manusia. Air perasan dari
daun, kulit batang dan akar digunakan untuk mengobai gatal-
gatal dan luka. Daun yang dihaluskan dapat digunakan untuk
pengobatan rematik dan patah tulang. Daun gamal juga
mengandung zat antifungal. Hasil ekstraksi secara maserasi dan
setelah dievaporasi dan diencerkan dengan etanol daun gamal
dikelompokkan dalam bahan semikonduktor atau bahan yang
dapat menghantarkan listrik dalam kondisi tertentu (Tedju et al.,
2018). Anti jamur, rodentisida dan insektisida nabati. Hasil

90
ekstrak daun gamal dapat mengendalikan hama kutu putih kakao
dengan LC50 (Nukmal & Andriyani, 2017).

Ekstrak daun gamal mengandung unsur hara makro,


mikro, dan perangsang pertumbuhan. Selain itu memiliki
kandungan pepton, asam salisilat yang berperan dalam
meregulasi pertumbuhan tanaman terutama aktivitas fisiologis
seperti fotosintesis, metabolisme nitrat, produksi etilen,
pembungaan, dan melindungi dari cekaman biotik dan abiotik
serta berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme
(Saban et al., 2018).

Penggunaan POC daun gamal 45 ml/L air meningkakan


pertumbuhan tanaman kubis bunga sebesar 12,86% dan
produksi tanaman meningkat sebesar 13,52% dengan potensi
hasil 10,38 ton.haˉ¹ (Novriani, 2016). Konsentrasi 200 ml/L air
menhgasilkan gabah kering panen (GKP) 8,3 kg/petak atau
setara dengan 6,92 ton.haˉ¹ (Mamentu & Paulus, 2018).

3. Daun Kelor

Ekstrak Moringa oleifera L. mampu meningkatkan


pertumbuhan tanaman karena tingginya kandungan mineral,
gula, protein, prolin, asam amino, sitokinin, auksin, giberelin
dan antioksidan (Del Buono, 2021). Daun kelor mengandung
hormon sitokinin dan zeatin. Ekstrak daun kelor terbukti
meningkatkan jumlah daun dan panjang akar kubis secara
signifikan (Suwirmen; Noli & Putri, 2021).

91
Gambar 13. Efek Biostimulan Ekstrak Daun Kelor dalam
Meningkatkan Toleransi Tekanan Abiotik
Sumber : (Zulfiqar et al., 2020)

92
Tithonia
Tithonia diversifolia termasuk ke dalam family
Asteraceae, tumbuh pada tanah yang kurang subur seperti di
lereng tebing, pinggir jalan dan tumbuh sebagai gulma. Tithonia
diversifolia sebagai sumber pupuk organik memiliki kandungan
nutrisi yang tinggi yaitu 3,5% N, 0,37% P dan 4,1% K.

Molase
Molase merupakan limbah dari agroindustri yang kaya
karbon merupakan produk sampingan berwarna gelap, manis
berasal dari ekstraksi gula mengandung vitamin dan mineral.
Sumber karbon penting untuk pertumbuhan mikroba
(Phibunwatthanawong & Riddech, 2019). Molase adalah
produk gula tebu setelah melalui kristalisasi. Kandungan gula
45-45% dengan nnilai pH 5,5-6,5. Sukrosa 300-40%, glukosa 4-
9%, fruktosa 5-12%, nitrogen 2-6% (Suryatmana; Putri;
Kamaluddin dan Setiawati, 2020). Jumlah nodul akar tanaman
kedlai dan produksi biji kedelai dengan penggunaan molase, air
kelapa dan dedak dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Produksi Kedelai dengan Beberapa Perlakuan

Jumlah Bobot
Bobot Biji
Perlakuan Nodul per Biji
(g/tanaman)
Tanaman (ton/ha)
Molase 82 9,79 2,13
Air Kelapa 59 8,11 2,03

93
Dedak 65 7,80 1,95
Campuran (Molase, 87 7,26 1,82
air kelapa dan dedak)
Sumber :(Suryatmana; Putri; Kamaluddin dan Setiawati, 2020).

Kecambah/Tauge
Kecambah merupakan awal pertumbuhan biji suatu
tanaman. Proses tumbuhnya embrio dari biji disebut
perkecambahan. Dalam proses perkecambahan terjadi perubahan
morfologis, fisik, biologis dan biokimia berupa pemecahan
senyawa kimia menjadi lebih sederhana. Hormon pertumbuhan
alami akan muncul pada saat perkecambahan. Dalam kecambah
terdapat hormon pertumbuhan alami (fitohormon) yang
merupakan senyawa organik yang dalam konsentrasi rendah
akan berpengaruh pada proses fisioloogis tumbuhan baik dalam
jangka pendek ataupun jangka panjang (Sunandar; Anggraeni;
Faizin & Ikhwan, 2017). Tauge mengandung hara makro dan
mikro serta fitohormon. Sesuai hasil penelitian (Nurhasanah,
2017), ekstrak tauge yang difermentasi selama 6 minggu dengan
penambahan gula, EM-4 dan aquades terdapat unsur hara makro
dan mikro seperti pada Tabel 7.

94
Tabel 7. Kadar Hara Makro dan Mikro Ekstrak Tauge setelah
Fermentasi 6 Minggu dengan Penambahan Gula, EM-4 dan
Aquades

Perlakuan Kadar Hara Makro Setelah Fermentasi (ppm)


(Bobot Tauge) N P K Ca Mg S
2 kg 430 270 300 270 130 100
4 kg 800 300 370 330 170 130
6 kg 1370 370 430 370 200 170
Perlakuan Kadar Hara Mikro Setelah Fermentasi (ppm)
(Bobot Tauge) Cu Zn Mn Fe
2 kg 2,67 2,67 1,33 281,00
4 kg 5,00 4,33 3,33 410,33
6 kg 7,73 7,67 4,00 838,67
Sumber : (Nurhasanah, 2017)

Kandungan hara makro dan mikro yang dihasilkan


semakin tinggi seiring dengan jumlah bahan baku tauge yang
digunakan. Selain mengandung unsur hara makro dan mikro,
fermentasi ekstrak tauge juga dihasilkan kadar fitohormon yang
berbeda menurut hasil penelitian Nurhasanah (2017), yang dapat
dilihat pada Tabel 8.

95
Tabel 8. Kadar Fitohormon Ekstrak Tauge setelah Fermentasi 6
Minggu dengan Penambahan Gula, EM-4 dan Aquades

Kadar Fitohormon Setelah Fermentasi


Perlakuan
(ppm)
(Bobot Tauge)
Auksin Kinetin Zeatin Giberelin
2 kg 46,10 13,10 11,09 53,44
4 kg 61,52 41,51 38,84 74,81
6 kg 83,73 65,01 52,65 112,14
Sumber : (Nurhasanah, 2017)

Ektrak tauge hasil fermentasi mengandung auksin, kinetin,


zeatin dan giberelin. Giberelin dihasilkan dalam kadar yang
lebih tinggi. Hasil fermentasi yang diaplikasi pada tanaman
cabai menghasilkan jumlah dan bobot buah yang berbeda nyata
seperi yang disajikan pada tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata Jumlah dan Bobot Buah Cabai per Tanaman


pada Aplikasi Ekstrak Tauge yang Telah Difermentasi

Perlakuan Dosis Ektrak Tauge Jumlah Bobot Buah


Buah (gram)
Tanpa Aplikasi 20,67 66,94
Hasil fermentasi 2 kg tauge, dosis 12 25,33 81,37
ml/l
Hasil fermentasi 2 kg tauge, dosis 24 29,33 94,89
ml/l
Hasil fermentasi 2 kg tauge, dosis 36 34,67 111,29
ml/l

96
Hasil fermentasi 4 kg tauge, dosis 12 35,67 114,21
ml/l
Hasil fermentasi 4 kg tauge, dosis 24 40,67 133,54
ml/l
Hasil fermentasi 4 kg tauge, dosis 36 53,67 174,56
ml/l
Hasil fermentasi 6 kg tauge, dosis 12 49,67 157,04
ml/l
Hasil fermentasi 6 kg tauge, dosis 24 61,67 196,48
ml/l
Hasil fermentasi 6 kg tauge, dosis 36 71,67 229,33
ml/l
Sumber: (Nurhasanah, 2017)

Jumlah dan bobot buah cabai yang dihasilkan dari aplikasi


ekstrak tauge yang telah difermentasi meningkat seiring dengan
dosis yang diberikan.Kandungan fitohormon ekstrak kecambah
3 jenis kacang-kacangan (kacang hijau, kacang tunggak dan
kacang tanah) menurut hasil penelitian Sunandar; Anggraeni;
Faizin & Ikhwan (2017) dapat dilihat pada Tabel 10.

97
Tabel 10. Tabel 10. Kandungan Fitohormon Ekstrak Kecambah
Kacang Hijau, Kacang Tunggak dan Kacang Tanah

Kandungan Fitohormon (%)


Jenis
Kacang Kacang Kacang
Fitohormon
Hijau Tunggak Tanah
Auksin
IAA 3,74 2,75 4,40
IBA 1,88 2,70 1,61
Sitokinin
Kinetin 4,42 3,57 6,33
Zeatin 4,09 2,89 5,61
Giberellin
GA1 1,50 1,33 1,69
GA3 2,33 2,41 2,67
GA4 1,71 1,27 1,99
GA7 Nd 1,77 1,68
GA8 Nd 0,84 1,26
GA12 1,39 Nd 2,01
GA13 1,12 Nd Nd
GA14 Nd Nd 2,01
GA17 1,17 Nd 1,80
GA19 1,16 Nd Nd
GA20 Nd 1,58 1,41
GA28 1,17 Nd Nd
GA36 Nd 0,66 Nd
Etilen Nd Nd 0,82
Keterangan : IAA=Indole Acetit Acid, IBA=Indole Butirit Acid,
GA=Giberelin Acid, Nd=tidak terdeteksi
Sumber : (Sunandar; Anggraeni; Faizin & Ikhwan, 2017).

Adanya fitohormon dalam kecambah (tauge) memberikan


pengaruh terhadap pertumbuhan bibit tebu pada konsentrasi

98
tertentu. Pertambahan jumlah daun, diameter batang dan berat
tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak tauge yang
diberikan sesuai hasil penelitian Pamungkas & Nopiyanto
(2020), yang digambarkan pada grafik.

10
8
6
4
2
0
0% 20% 40% 60% 80%

Jumlah Daun Diameter Batang


Berat Basah Berat Kering

Gambar 14. Efek Pemberian Ektrak Kecambah Kacang Hijau


pada Pertumbuhan Bibit Tebu Hasil Penelitian (Pamungkas &
Nopiyanto, 2020)
Ekstrak tauge yang diberikan pada konsentrasi 60%
memberikan hasil tertinggi pada jumlah daun, diameter batang,
berat basah dan berat kering bibit tebu. Pada konsentrasi 80%,
variabel tersebut mengalami penurunan hasil yang berarti bahwa
konsentrasi 60% merupakan dosis optimum. Hal ini terkait
dengan kandungan fitohormon yang terdapat di dalam ekstrak
tauge.

Pemberian auksin pada tanaman hendaknya pada


konsentrasi optimal yaitu konsentrasi dimana tanaman mampu
merespon dengan baik. Auksin dalam konsentrasi yang rendah

99
akan bekerja secara optimal, sedangkan pada konsentrasi yang
tinggi akan bersifat menghambat pertumbuhan (Pamungkas &
Nopiyanto, 2020).

Berdasarkan hasil penelitian Moniharapon, Queljoe, &


Simbala (2016), eksrak tauge memiliki kandungan fitokimia
seperti flavonoid, saponin dan triterpenoid. Memiliki aktivitas
antioksidan sebagai penangkal radikal bebas dengan IC 50
sebesar 143,67 ppm yaitu antioksidan dengan kemampuan
sedang (antara 100-150 ppm). Dimana semakin kecil nilai IC50
maka semakin tinggi nilai antioksidan.

Jeroan Ikan
Kandungan NPK jeroan ikan yang difermentasi sesuai
hasil penelitian Suartini, Abram, & Jura (2018), dapat dilihat
pada Tabel 11.

Tabel 11. Kandungan N,P,K Hasil Fermentasi Jeroan Ikan


Cakalang

Kadar (%)
Sampel
N P K
5 Hari Fermentasi 2,49 1,41 1,33
10 Hari Fermentasi 3,74 3,16 1,48
Sumber: (Suartini et al., 2018)

Kandungan mineral pada ikan tergantung pada spesies,


jenis kelamin, siklus biologis, dan bagian tubuh ikan yang
dianalisis. Selain itu faktor ekologis berpengaruh seperti musim,

100
tempat pengembangan, nutrisi yang tersedia, suhu dan salinitas
air (Suartini et al., 2018).

Sabut Kelapa
Sabut kelapa mengandung unsur hara yang dibutuhkan
tanaman yaitu kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg),
natrium (Na) dan posfor (P). Sabut kelapa yang direndam akan
larut kandungan kalium dalam air rendaman (Wijaya et al.,
2017).

Dedak Padi
Dedak padi merupakan limbah beras yang mengandung
energi metabolis sebesar 2100 kkal kgˉ¹, Ca 0,07%, P tersedia
0,21%, Mg 0,22%, serat kasar 7,0-11,4%, karbohidrat 34,1-
52,3%, lemak 15,0-19,7%, protein 11,3-14,4% dan sebagai
sumber vitamin (Suryatmana; Putri; Kamaluddin dan Setiawati,
2020).

101
BAB VII

BENTUK FORMULASI BIOSTIMULAN DALAM


PGPR

102
PGPR merupakan salah satu cara yang murah dan solusi
ramah lingkungan untuk meningkatkan pertumbuhan tahap awal
atau pertumbuhan primer. Penggunaan dari PGPR seperti
bakteri Pseudomonas spp., Bacillus spp., Azotobacter spp.,
Azospirillum spp. Sebagai bioinokulan untuk meningkatkan
toleransi terhadap tekanan, penyerapan nutrisi dan
perkecambahan biji. Secara umum, mikroorganisme tersebut
memiliki multi fungsi yaitu produksi zat pengatur tumbuh
seperti auksin, sitokinin, asam absisat dan giberelin serta sekresi
molekul efektor dan metabolit sekunder melalui modulasi
berbagai jalur (Mitra et al., 2021).

Gambar 15. Mekanisme Penggunaan PGPR untuk Pertanian


Sumber : (Adeleke, Babalola, & Glick, 2021).

103
Gambar 16. Metode Priming Benih untuk Peningkatan
Perkecambahan Benih dan Perkembangan Tanaman Lebih Baik
Sumber : (Mitra et al., 2021)

Biopriming PGPR pada benih memicu tanaman untuk


mengembangkan resistensi sistemik yang merupakan keadaan
fisiologis peningkatan kemampuan pertahanan yang diciptakan
oleh katalis lingkungan yang spesifik dan indikasi untuk
memperkuat dan merangsang sistem pertahanan kekebalan
bawaan tanaman terhadap berbagai faktor lingkungan dan
infeksi serangan patogen. Kontribusi utama PGPR yang memicu
Induced Systemic Resistance (ISR) tanaman agar memiliki
kemampuan untuk merespon sistem kekebalan akar lokal
dengan memproduksi sinyal atau molekul yang mentransfer ke

104
daun tanaman untuk menggerakkan kemampuan bertahan secara
sistemik (Mitra et al., 2021).

Gambar 17. Metode Perlakuan Benih Menggunakan PGPR


Sumber : (Mitra et al., 2021)

Gambar 18. Bio-priming dengan Inokulan PGPR Memicu


Pertumbuhan dan Kesehatan Tanaman
Sumber : (Mitra et al., 2021)

105
Keberhasilan inokulan mikroba tergantung pada pemilihan
mikroba yang tepat, kemampuan adaptasi, umur simpan dan
lain-lain. Teknik pelapisan benih (priming) yang dikembangkan
atau distandarisasi untuk semua jenis tanaman agar hemat
waktu, hemat biaya dan terjangkau oleh semua petani (Mitra et
al., 2021).

Tantangan Biostimulan

1. Dampak Positif dan Negatif dalam Penggunaannya


2. Kompleksitas Aksi
3. Kurangnya Penelitian Ilmiah

Komposisi dan kandungan zataktif bahan baku tanaman


dapat dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk lokasi dan
kondisi tumbuh, musim, spesies, organ dan fase pertumbuhan.
Membutuhkan ahli di bidang kimia, biologi, fisiologi tumbuhan,
industri manufaktur, penjualan dan distribusi dan ahli dalam
bidang produksi pertanian (Yakhin et al., 2017).
Faktor yang menjadi pertimbangan:
1. Ketersediaan bahan baku
2. Efektivitas bahan nabati
3. Industri
4. Distribusi
5. Transportasi
6. Kemasan
7. SDM
8. Kelembagaan
9. Kontribusi
10. Daya saing sosial, ekonomi dan budaya

106
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, H., Cahyarini, N. S., & Mahardhika, A. (2018).
Biostimulan Bioremediasi dari Limbah Organik Pasar
Sebagai Solusi Pencemaran Limbah Pertambangan
Minyak. Seminar Nasional Teknik Kimia Ecosmart 2018,
56–64. Semarang: UNS.

Adeleke, B. S., Babalola, O. O., & Glick, B. R. (2021). Plant


growth-promoting root-colonizing bacterial endophytes.
Rhizosphere, 20 (September), 100433.
https://doi.org/10.1016/j.rhisph.2021.100433

Agustiansyah; Ilyas; Sudarsono & Machmud. (2013).


Karakterisasi rizobakteri yang berpotensi mengendalikan
bakteri Xanthomonas oryzae PV. Oryzae dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman padi. Tropika, 13(1),
42–51.

Agustina; Swantara & Suartha. (2015). Isolasi kitin,


karakterisasi, dan sintesis kitosan dari kuli udang. Kimia,
9(2), 271–278.

Bahua, M. I., & Gubali, H. (2020). Direct seed planting system


and giving liquid organic fertilizer as a new method to
increase rice yield and growth (Oryza sativa L.). Agrivita,
42(1), 68–77. https://doi.org/10.17503/agrivita.v42i1.2324

Ben Mrid, R., Benmrid, B., Hafsa, J., Boukcim, H., Sobeh, M.,

107
& Yasri, A. (2021). Secondary metabolites as biostimulant
and bioprotectant agents: A review. Science of the Total
Environment, 777, 146204.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2021.146204

Cahyawati; Zahran; Jufri & Noviana. (2017). Keracunan akut


sianida. Lingkungan Dan Pembangunan, 1(1), 80–87.

Canellas, N. O. A., Olivares, F. L., & Canellas, L. P. (2019).


Metabolite fingerprints of maize and sugarcane seedlings:
searching for markers after inoculation with plant growth-
promoting bacteria in humic acids. Chemical and
Biological Technologies in Agriculture, 6(1), 1–10.
https://doi.org/10.1186/s40538-019-0153-4

Castiglione, A. M., Mannino, G., Contartese, V., Bertea, C. M.,


& Ertani, A. (2021). Microbial biostimulants as response to
modern agriculture needs: Composition, role and
application of these innovative products. Plants, 10(8), 1–
25. https://doi.org/10.3390/plants10081533

Del Buono, D. (2021). Can biostimulants be used to mitigate the


effect of anthropogenic climate change on agriculture? It is
time to respond. Science of the Total Environment, 751,
141763. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.141763

Djunaedy, A. (2009). Biopestisida sebagai pengendali


organisme pengganggu tanaman (OPT) yang ramah

108
lingkungan. Embryo, 6(1), 88–95.

Drobek, M., & Fr, M. & C. (2019). Plant Biostimulants :


Importance of the Quality and Yield of Horticultural Crops
and the Improvement of Plant Tolerance to Abiotic Stress
—AReview.Agronomy.
https://doi.org/10.3390/agronomy9060335

du Jardin, P. (2015). Plant biostimulants: Definition, concept,


main categories and regulation. Scientia Horticulturae,
196, 3–14. https://doi.org/10.1016/j.scienta.2015.09.021

Duan-yin, G., Xiu-feng, W., & Fang-jun, D. (2016). Plant


biostimulants : a review on categories , effects and
application. Research Gate, (March).

Ekin, Z. (2019). Integrated Use of Humic Acid and Plant


Growth Promoting Rhizobacteria to Ensure Higher Potato
Productivity in Sustainable Agriculture. Sustainability, 11.
https://doi.org/10.3390/su11123417

Elliot, S. (2016). Athlete-style nutrition for a plant: The science


of biostimulants. Retrieved from
https://www.alltech.com/blog/athlete-style-nutrition-plant-
science-biostimulants

Esmaielpour, B., Einizadeh, S., & Pourrahimi, G. (2020).


Effects of vermicompost produced from cow manure on the
growth, yield and nutrition contents of cucumber (Cucumis

109
sativus). Journal of Central European Agriculture, 21(1),
104–112. https://doi.org/10.5513/JCEA01/21.1.2121

Fahrurrozi, F., Muktamar, Z., Setyowati, N., Sudjatmiko, S., &


Chozin, M. (2019). Comparative effects of soil and foliar
applications of Tithonia-enriched liquid organic fertilizer
on yields of sweet corn in closed agriculture production
system. Agrivita, 41(2), 238–245.
https://doi.org/10.17503/agrivita.v41i2.1256

Fan, K., Delgado-Baquerizo, M., Guo, X., Wang, D., Zhu, Y.


G., & Chu, H. (2020). Microbial resistance promotes plant
production in a four-decade nutrient fertilization
experiment. Soil Biology and Biochemistry, 141, 107679.
https://doi.org/10.1016/j.soilbio.2019.107679

Ganugi, P., Martinelli, E., & Lucini, L. (2021). Microbial


biostimulants as a sustainable approach to improve the
functional quality in plant-based foods: a review. Current
Opinion in Food Science, 41, 217–223.
https://doi.org/10.1016/j.cofs.2021.05.001

García-García, A. L., García-Machado, F. J., Borges, A. A.,


Morales-Sierra, S., Boto, A., & Jiménez-Arias, D. (2020).
Pure Organic Active Compounds Against Abiotic Stress: A
Biostimulant Overview. Frontiers in Plant Science,
11(December), 1–17.
https://doi.org/10.3389/fpls.2020.575829

110
Hamid, B., Zaman, M., Farooq, S., Fatima, S., Sayyed, R. Z.,
Baba, Z. A., … Suriani, N. L. (2021). Bacterial plant
biostimulants: A sustainable way towards improving
growth, productivity, and health of crops. Sustainability
(Switzerland), 13(5), 1–24.
https://doi.org/10.3390/su13052856

Hanafiah ; Napoleon & Ghofar. (2014). Biologi tanah : Ekologi


& makrobiologi tanah. Jakarta:Indonesia: PT. Raja
Grafindo Persada.

Hasanela; Tanasale & Tehubijuluw. (2020). Karakterisasi


Biopolimer Kitosan Hasil Deasetilasi Limbah Kepiting
Rajungan (Portunus Sanginolentus) Menggunakan NaBH4
Dalam NaOH. Indonesian Journal of Chemical Research,
8(1), 66–71. https://doi.org/10.30598//ijcr.2020.8-nur

Hindersah, R., Kalay, M., Talahaturuson, A., & Lakburlawal, Y.


(2018). Bakteri pemfiksasi nitrogen Azotobacter pada
tanaman kacang panjang. Agric, 30(1), 25–32.

Huang, S., Zheng, X., Luo, L., Ni, Y., Yao, L., & Ni, W. (2021).
Biostimulants in bioconversion compost of organic waste:
A novel booster in sustainable agriculture. Journal of
Cleaner Production, 319(August), 128704.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2021.128704

Irani, H., ValizadehKaji, B., & Naeini, M. R. (2021).

111
Biostimulant-induced drought tolerance in grapevine is
associated with physiological and biochemical changes.
Chemical and Biological Technologies in Agriculture, 8(1),
1–13. https://doi.org/10.1186/s40538-020-00200-9

Izzati, M. (2016). Perubahan pH dan salinitas tanah pasir dan


tanah liat setelah penaambahan pembenah tanah dari bahan
dasar tumbuhan akuatik. Buletin Anatomi Dan Fisiologi,
24(1), 1–6.

Kasi, P. (2013). Adaptasi tumbuhan terhadap temperatur rendah.


Dinamika, 4(2), 32–40.

Kusumaningsih, T., Masykur, A. B. U., & Arief, U. (2004).


Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot (
Achatina fulica ). Biofarmasi, 2(2), 64–68.
https://doi.org/10.13057/biofar/f020204

Lister, K. (2021). The rise of biostimulant. Retrieved from


https://bdspublishing.com/news/blogs/the-rise-of-
biostimulants/

Mamentu, M., & Paulus, J. M. & L. (2018). Pemberian POC


gamal terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (
Oryza sativa L .) dengan metode salibu. Eugenia, 24(1),
27–33.

Martini, F., Beghini, G., Zanin, L., Varanini, Z., Zamboni, A., &
Ballottari, M. (2021). The potential use of Chlamydomonas

112
reinhardtii and Chlorella sorokiniana as biostimulants on
maize plants. Algal Research, 60, 102515.
https://doi.org/10.1016/j.algal.2021.102515

Mayura; Yudarfis; Idris & Darwati. (2016). Pengaruh pemberian


air kelapa dan frekuensi pemberian terhadap pertumbuhan
benih cengkeh. Buletin Penelitian Tanaman Rempah Dan
Obat, 27(2), 123–128. https://doi.org/10.21082

Mekonnen, H., & Kibret, M. (2021). The roles of plant growth


promoting rhizobacteria in sustainable vegetable
production in Ethiopia. Chemical and Biological
Technologies in Agriculture, 8(1), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s40538-021-00213-y

Mitra, D., Mondal, R., Khoshru, B., Shadangi, S., Das


Mohapatra, P. K., & Panneerselvam, P. (2021).
Rhizobacteria mediated seed bio-priming triggers the
resistance and plant growth for sustainable crop production.
Current Research in Microbial Sciences, 2, 100071.
https://doi.org/10.1016/j.crmicr.2021.100071

Moniharapon, P. J., Queljoe, E. De, & Simbala, H. (2016).


Identifikasi fitokimia dan uji aktivitas anioksidan ekstrak
etanol tauge (Phaseolus radiatus L .). Pharmacon, 5(4),
130–136.

Mubarok; Adawiyah; Rosmala; Rufaidah; Nuraini & Suminar.

113
(2020). Hormon etilen dan auksin serta kaitannya dalam
pembentukan tomat tahan simpan dan tanpa biji. Kultivasi,
19(3), 1217–1222.

Nardi, S., Schiavon, M., & Francioso, O. (2021). Chemical


Structure and Biological Activity of Humic Substances
Define Their Role as Plant Growth Promoters. Molecules,
26. https://doi.org/10.3390

Nawfetrias, W. H. B. & T. (2020). Respons pertumbuhan bibit


kentang ( Solanum tuberosum ) terhadap formulasi
biostimulan berbasis Trichoderma spp. Bioteknologi Dan
Biosains Indonesia, 6(2), 280–287.

Novriani. (2016). Pemanfaatan daun gamal sebagai pupuk


organik cair untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman kubis bunga pada tanah podsolik.
Klorofil, 11(1), 15–19.

Nukmal & Andriyani. (2017). Daya insektisida ekstrak polar


serbuk daun gamal (Gliricidia sepium) kultivar Pringsewu
terhadap kutu putih pada kakao. Seminar Nasional
Pertanian UMJ. UMJ.

Nurdiawati, A., Suherman, C., Maxiselly, Y., Akbar, M. A.,


Purwoko, B. A., Prawisudha, P., & Yoshikawa, K. (2019).
Liquid feather protein hydrolysate as a potential fertilizer to
increase growth and yield of patchouli (Pogostemon cablin

114
Benth) and mung bean (Vigna radiata). International
Journal of Recycling of Organic Waste in Agriculture, 8(3),
221–232. https://doi.org/10.1007/s40093-019-0245-y

Nurhasanah. (2017). Analisis potensi hasil fermentasi tauge


sebagai pupuk organik cair. Seminar Nasional Riset
Inovatif, 767–773.

Olowoyo, J. O., & Mugivhisa, L. L. (2019). Evidence of uptake


of different pollutants in plants harvested from soil treated
and fertilized with organic materials as source of soil
nutrients from developing countries. Chemical and
Biological Technologies in Agriculture, 6(1), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s40538-019-0165-0

Pamungkas & Nopiyanto. (2020). Pengaruh Zat Pengatur


Tumbuh alami dari ektrak tauge terhadap pertumbuhan
pembibitan budchip tebu (Saccharum officinarum L.)
varietas bululawang. Mediagro, 16(1), 68–80.

Phibunwatthanawong, T., & Riddech, N. (2019). Liquid organic


fertilizer production for growing vegetables under
hydroponic condition. International Journal of Recycling of
Organic Waste in Agriculture, 8(4), 369–380.
https://doi.org/10.1007/s40093-019-0257-7

Plant Enhancement Technology. (2020). Biostimulants And


Plant Hormones. Retrieved from

115
https://taurus.ag/biostimulants-and-plant-hormones/

Pratiwi, R. (2014). Manfaat kitin dan kitosan bagi kehidupan


manusia. Oseana, XXXIX(1), 35–43.

Purwaningrahayu, R. & T. (2017). Respon morfologi empat


genotip kedelai terhadap cekaman salinitas. Biologi
Indonesia, 13(2), 175–188.

Purwanti, A. (2014). Evaluasi proses pengolahan limbah kulit


udang. Teknologi, 7(1), 83–90.

Rahmawati, A. (2011). Isolasi dan karakterisasi asam humat dari


tanah gambut. Phenomenon, 2(November 2011), 117–136.

Rajpar; Bhati; Hassan; Shah & Tunio. (2011). Humic acid


improves growth , yield and oil content of Brassica
compestris L . Agri, 27(2), 125–133.

Riyandi; Proklamasiningsih, E. & R. (2020). Pengaruh


Pemberian Asam Humat pada Media Tanam terhadap
Pertumbuhan dan Kandungan Polifenol Daun Binahong (
Anredera cordifolia ). Bio Eksakta, 2(2), 243–247.

Rochima, E. (2007). Karakterisasi kitin dan kitosan asal limbah


rajungan cirebon Jawa Barat. Buletin Teknologi Hasil
Perikanan, X(1), 9–22.

Rohyami, Y., & Istiningrum, R. B. (2013). Preparation of Chitin


, Study of Physicochemical Properties and Biopesticide

116
Activities. Eksakta, 13(1–2), 49–55.

Saban; Kesaulya & Nendissa. (2018). Pengaruh aplikasi


biostimulan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
sawi (Brassica juncea L.). Budidaya Pertanian, 14(1), 41–
46.

Saban, R., Kesaulya, H., & Nendissa, J. I. (2018). Pengaruh


Aplikasi Biostimulan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Sawi ( Brassica juncea L .) The Effect of
Biostimulant Applications on Growth and Yield of Mustard
( Brassica juncea L .). Budidaya Pertanian, 14(1), 41–46.
https://doi.org/10.30598/jbdp.2018.14.1.41

Salisbury & Ross. (1995). Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB


Bandung.

Saraswati & Sumarno. (2008). Pemanfaatan mikroba penyubur


tanah sebagai komponen teknologi pertanian. Iptek
Tanaman Pangan, 3(8), 41–58.

Sarno; Saputra; Rugayah & Pulung. (2015). Pengaruh


pemberian asam humat (berasal dari batu bara muda)
melalui daun dan pupuk P terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman tomat (Lycoprsicum esculentum Mill.).
Agrotek Tropika, 3(2), 192–198.

Serri, F., Souri, M. K., & Rezapanah, M. (2021). Growth,


biochemical quality and antioxidant capacity of coriander

117
leaves under organic and inorganic fertilization programs.
Chemical and Biological Technologies in Agriculture, 8(1),
1–8. https://doi.org/10.1186/s40538-021-00232-9

Silalahi, A. M., Fadholah, A., & Artanti, L. O. (2020). Isolasi


dan identifikasi kitin dan kitosan dari cangkang susuh kura
( Sulcospira testudinaria ). Pharmaceutical Journal of
Islamic Pharmacy, 4(1), 1–9.

Suartini, K., Abram, P. H., & Jura, R. (2018). Pembuatan Pupuk


Organik Cair dari Limbah Jeroan Ikan Cakalang (
Katsuwonus pelamis ). Akademika, 7(2), 70–74.
https://doi.org/10.22487/j24775185.2018.v7.i2.10396

Subowo; Purwani & Rochayati. (2013). Prospek dan tantangan


pengembangan Biofertilizer untuk perbaikan kesuburan
tanah. Sumberdaya Lahan, 7(1), 15–26.

Suhandana, M., Pratama, G., Putri, R. M. S., Dwi, R., Studi, P.,
Hasil, T., … Riau, K. (2018). Komposisi Kimia Hidrolisat
Protein Jeroan Ikan dengan Konsep Autolisis
Menggunakan Enzim Internal pada Ikan. Teknologi Hasil
Perikanan, 7(2), 124–130.

Sumartini. (2016). Biopestisida untuk pengendalian hama dan


penyakit aneka kacang dan umbi. Iptek Tanaman Pangan,
11(2), 159–166.

Sunandar; Anggraeni; Faizin & Ikhwan. (2017). Kuantifikasi

118
Metabolit Sekunder pada Ekstrak Kecambah Kacang Hijau
, Kacang Tunggak , dan Kacang Tanah. Prosiding Seminar
Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang Dan Umbi, 677–
683.

Suptijah; Jacob & Mursid. (2010). Peranan Kitosan dalam


peningkatan pertumbuhan tomat selama fase vegetatif.
Aquatik, 4(1), 24–29.

Suryatmana; Putri; Kamaluddin dan Setiawati. (2020). No


TitlePotensi jenis bahan organik sebagai biostimulan dalam
meningkatkan populasi Azozpirillum sp dan hasil kedelai
(Glycine max L.) pada inceptisol Jatinangor. Jurnal
Soilrens, 18(1), 1–9.

Sutrisno & Kuntyastuti. (2015). Pengelolaan cemaran kadmium


pada lahan pertanian di Indonesia. Buletin Palawija, 13(1),
83–91.

Suwardi & Wijaya, H. (2013). Peningkatan Produksi Tanaman


Pangan dengan Bahan Aktif Asam Humat dengan Zeolit
sebagai Pembawa. Ilmu Pertanian Indonesia, 18(2), 79–84.

Suwastika, A., & Sutari, Ni; Muriani, N. (2015). Analisis


Kualitas Larutan Mikroorganisme Lokal Daun Gamal
(Gliricidia sepium) pada Beberapa Waktu Inkubasi.
Agrotrop: Journal on Agriculture Science, 5(2), 206–2015.

Suwirmen; Noli & Putri. (2021). Pengaruh cara aplikasi dan

119
konsentrasi ekstrak kelor (Moringa oleifera L.) terhadap
pertumbuhan kubis singgalang (Brassica oleracea var.
capitata). Agricultural, 5(1), 20–29.

Tedju, J. B., Bukit, M., & Johannes, A. Z. (2018). Kajian awal


sifat optik senyawa hasil ekstraksi daun gamal (Gliricidia
sepium) asal kota Kupang. Fisika, 3(2), 142–146.

Tiwery, R. (2014). Pengaruh Penggunaan Air Kelapa (Cocos


nucifera) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica
juncea L.). BIOPENDIX: Jurnal Biologi, Pendidikan Dan
Terapan, 1(1), 83–91.

Van Oosten, M. J., Pepe, O., De Pascale, S., Silletti, S., &
Maggio, A. (2017). The role of biostimulants and
bioeffectors as alleviators of abiotic stress in crop plants.
Chemical and Biological Technologies in Agriculture, 4(1),
1–12. https://doi.org/10.1186/s40538-017-0089-5

Widyati, E. (2016). Peranan fitohormon pada pertumbuhan


tanaman dan implikasinya terhadap pengelolaan huan.
Galam Balai Penelitian Dan Pengembangan Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan Banjarbaru, 2(1), 11–22.

Wijaya, R., Damanik, M. M. B., & Fauzi. (2017). Aplikasi


Pupuk Organik Cair dari sabut kelapa dan pupuk kandang
ayam terhadap ketersediaan dan serapan kalium serta
pertumbuhan tanaman jagung pada tanah inseptisol Kwala

120
Bekala. Agroekoteknologi, 5(2), 249–255.

Xu, L., & Geelen, D. (2018). Developing biostimulants from


agro-food and industrial by-products. Frontiers in Plant
Science, 871(October), 1–13.
https://doi.org/10.3389/fpls.2018.01567

Yakhin, O. I., Lubyanov, A. A., Yakhin, I. A., & Brown, P. H.


(2017). Biostimulants in plant science: A global
perspective. Frontiers in Plant Science, 7(January).
https://doi.org/10.3389/fpls.2016.02049

Zandonadi, D. B., Matos, C. R. R., Castro, R. N., Spaccini, R.,


Olivares, F. L., & Canellas, L. P. (2019). Alkamides: a new
class of plant growth regulators linked to humic acid
bioactivity. Chemical and Biological Technologies in
Agriculture, 6(1), 1–12. https://doi.org/10.1186/s40538-
019-0161-4

Zulfiqar, F., Casadesús, A., Brockman, H., & Munné-Bosch, S.


(2020). An overview of plant-based natural biostimulants
for sustainable horticulture with a particular focus on
moringa leaf extracts. Plant Science, 295(April), 110194.
https://doi.org/10.1016/j.plantsci.2019.110194

121
TENTANG PENULIS

Milawati Lalla, Lahir tanggal 14


November 1977. Menempuh pendidikan
Diploma Tiga dan Starata Satu di
Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin. Magister Pertanian
Program Studi Ilmu Tanaman dengan
Minat Manajemen Produksi Tanaman Universitas Brawijaya.
Dan saat ini menempuh pendidikan S3 Ilmu Pertanian di
Universitas Hasanuddin.

Menjadi dosen Fakultas Pertanian Universitas Ichsan Gorontalo


sejak tahun 2004 hingga sekarang. Pernah menjadi THL-POPT
Kementerian Pertanian tahun 2006-2009. Buku “Biostimulan
untuk Tanah dan Tanaman” ini merupakan buku ke 4 setelah
buku“Kotoran Ikan Lele dan kambing sebagai Alternatif Pupuk
Organik Cair pada Tanaman Selada (Juni 2020),”
Mikroorganisme Lokal Solusi untuk Lingkungan dan Pertanian
Berkelanjutan (Maret 2021),” “Teki (Cyperus rotundus L. Si
Gulma dengan Segudang Manfaat” (Agustus 2021). Penulis
aktif melakukan penelitian terutama yang terkait pertanian
organik.

122

Anda mungkin juga menyukai