Anda di halaman 1dari 164

i

ii
P ediculosis capitis

Penulis :
Jhon Riswanda, S.Pd, M.Kes
Dr. Yesi Arisandi, SKM, M.Kes

i
PEDICULOSIS CAPITIS
CV. PENERBIT QIARA MEDIA
164 hlm: 15,5 x 23 cm
Copyright @2021
Jhon Riswanda, S.Pd, M.Kes
Dr. Yesi Arisandi, SKM,M.Kes

ISBN:
Penerbit IKAPI No. 237/JTI/2021

Penulis:
Jhon Riswanda, S.Pd, M.Kes
Dr. Yesi Arisandi, SKM, M.Kes

Editor: Tim Qiara Media


Layout: M Rasyid Dwi Akbar
Desainer Sampul: M Nauval Saputra
Gambar diperoleh dari www.google.com
Cetakan Pertama, 2021

Diterbitkan oleh:
CV. Penerbit Qiara Media - Pasuruan, JawaTimur
Email: qiaramediapartner@gmail.com
Web: qiaramedia.wordpress.com
Blog: qiaramediapartner.blogspot.com
Instagram: qiara_media

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip


dan/atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa
izin tertulis penerbit.
Dicetak Oleh CV. Penerbit Qiara Media
Isi di luar tanggung jawab percetakan
ii
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA

PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SANKSI PELANGGARAN

a. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa


hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan
Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-
masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (Satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh
tahun dengan atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (Lima miliar rupiah).
b. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta
rupiah).

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga penulis
dapat menyelesaikan buku ini, dengan harapan buku ini dapat
bermanfa‟at dan membantu kita dalam memahami tentang
“Pediculosis capitis”. Buku ini disusun agar dapat memberikan
pengetahuan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
Pediculosis capitis.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan buku ini..
Dalam buku ini, penulis menyadari tentu masih banyak kekurangan
dan kesalahan, baik dalam penjelasan maupun pengertian. Maka
penulis mengharapkan kritik, saran, serta pendapat dari semua
pembaca nantinya demi perbaikan di masa mendatang. Akhirnya,
penulis berharap dengan adanya buku tentang “Pediculosis capitis”
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin ya Robbal „alamin.

Palembang, Februari 2022

Tim Penyusun

iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................. iv
Peta Konsep ............................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................. 1
BAB 2 PENGANTAR PARASIT ................................................ 4
A. Definisi parasit ................................................................... 4
BAB 3 Pediculosis capitis ............................................................. 7
A. Sejarah Evolusi Kutu Manusia ........................................... 7
B. Pediculus humanus capitis ................................................ 13
C. Studi Genetik dan Berbagai Jenis Kutu ............................ 26
D. Distribusi Kutu Sebelum Globalisasi dan Asosiasi Dengan
Migrasi Manusia yang Berbeda ....................................... 28
BAB 4 VEKTOR PENULARAN PENYAKIT ......................... 33
A. Vektor dan Hubungannya dengan Kesehatan ................... 33
B. Spesies Serangga Penyebab Vektor Penyakit ................... 34
C. Hubungan Host, Agent, dan Lingkungan dalam
Pengendalian Vektor........................................................ 35
BAB 5 ANATOMI DAN FISIOLOGI RAMBUT .................... 37
A. Struktur Rambut ............................................................... 37
B. Susunan Rambut ............................................................... 40
C. Fungsi Rambut ................................................................. 43
D. Kelainan-Kelainan pada Kulit Kepala .............................. 44
BAB 6 INFEKSI SEKUNDER Pediculosis Capitis................... 53
A. Tanda dan Gejala .............................................................. 53

v
B. Diagnosis .......................................................................... 55
C. Pencegahan ....................................................................... 57
D. Pengobatan ....................................................................... 63
E. Resistensi Pengobatan ...................................................... 70
BAB 7 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS DALAM KONSEP
LINGKUNGAN FISIK ................................................. 71
A. Definisi Lingkungan ......................................................... 71
B. Lingkungan Fisik .............................................................. 71
BAB 8 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS DALAM KONSEP
LINGKUNGAN BIOLOGI ........................................... 76
A. Definisi Lingkungan Biologi ............................................ 76
B. Lingkungan Biologi Menurut Para Ahli ........................... 78
C. Simbiosis PHC pada Manusia .......................................... 78
D. Lingkungan yang Disukai PHC ........................................ 79
E. Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan ............................ 80
BAB 9 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS DALAM KONSEP
LINGKUNGAN KIMIA ............................................... 82
A. Definisi Lingkungan Kimia .............................................. 82
B. Macam-Macam Pencemaran Lingkungan ........................ 83
BAB 10 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS DALAM KONSEP
LINGKUNGAN SOSIAL .............................................. 86
A. Definisi Lingkungan Sosial .............................................. 86
B. Faktor Lingkungan Sosial ................................................. 86
BAB 11 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS DALAM BIDANG
EKONOMI ..................................................................... 94

vi
A. Definisi Ekonomi ............................................................. 94
B. Faktor yang Menentukan Pertumbuhan Ekonomi ............. 94
C. Hubungan Pediculosis capitis dengan Ekonomi ............... 97
BAB 12 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS DALAM
KONSEP AGAMA ........................................................ 99
A. Ayat-Ayat Al-quran dan Hadis yang Berkaitan dengan PHC
....................................................................................... 99
BAB 13 BERBAGAI EKSTRAK ALAMI PENCEGAHAN
Pediculosis capitis ......................................................... 110
BAB 14 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DAN PCR
Pediculosis capitis ......................................................... 137
A. Bahan dan Metode .......................................................... 137
B. Hasil dan Pembahasan .................................................... 139
C. Primer PCR Hasil Digunakan untuk Amplifikasi DNA .. 140
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 142

vii
Peta Konsep
- Sejarah
Pediculus humanus - Klasifikasi
capitis - Epidemiologi
- Patogenesis
- Manifestasi Klinis
- Morfologi
Vektor Penularan -Siklus Hidup
Penyakit - Faktor yang
Mempengaruhi
Kejadian PC
Anatomi &
Fisiologi Rambut

Pediculosis
capitis Infeksi Sekunder
(PC) PC
- Lingkungan Fisik
- Lingkungan
Biologi
Kajian PC dalam - Lingkungan Kimia
Konsep Bidang - Lingkungan Sosial
- Lingkungan
Ekonomi
- Agama
Berbagai Ekstrak
Alami Pencegahan
PC

Pemeriksaan
Mikroskopis &
PCR PC

viii
1 PENDAHULUAN
etiap manusia berhak untuk sehat, baik jasmani, rohani,
S maupun pikiran. Menurut WHO, sehat merupakan suatu
keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, sosial, serta tidak
hanya bebas dari penyakit yang memungkinkan hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Penyakit Pediculosis capitis adalah
penyakit kulit kepala akibat infestasi tungau atau lice spesies
Pediculus humanus capitis. Pediculosis capitis menginfeksi
manusia di seluruh dunia serta menunjukkan prevalensi terbanyak
terutama pada anak-anak.
Berdasarkan data CDC pada tahun 2008 tentang prevalensi
Pediculosis capitis dari seluruh dunia menunjukkan angka kejadian
di Asia berbeda-beda dari 0,7% - 59%, Afrika 0% - 58,9%, dan
untuk wilayah Eropa adalah 0,48% - 22,4%, prevalensi pediculosis
capitis di Bangkok adalah sebesar 23,32% pada usia antara 5 - 12
tahun. Pediculosis capitis lebih banyak terjadi pada usia sekitar 8
tahun (55,89%) dari pada usia sekitar 12 tahun (26,07%) dan
terjadi lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Di Indonesia data mengenai Pediculosis capitis masih kurang,
namun berdasarkan penelitian sebelumnya di Indonesia
diperkirakan 15% anak usia sekolah mengalami infestasi penyakit
Pediculosis capitis.

1
Pediculosis capitis memiliki gejala berupa rasa gatal yang
disebabkan pengaruh liur kutu ketika menghisap darah lewat
permukaan kulit. Garukan merupakan respon tubuh terhadap gejala
tersebut, sehingga dapat menimbulkan ekskoriasi dan infeksi
sekunder karena luka akibat menggaruk terlalu sering. Infestasi
kutu rambut juga mengakibatkan masalah sosial seperti
berkurangnya rasa percaya diri karena stigma sosial yang negatif,
mengurangi kualitas tidur dan konsentrasi, sehingga penderita akan
mengalami gangguan beraktivitas.
Penularan Pediculus humanus capitis mudah terjadi melalui
kontak langsung antar kepala. Penularan juga bisa terjadi melalui
barang-barang yang berhubungan dengan kepala yang dipakai
bersama-sama atau bergantian terlebih jika kebersihan
lingkungannya buruk. Faktor yang memicu penularan Pediculus
humanus capitis di antaranya faktor sosio-ekonomi, usia,
kepadatan penduduk, karakteristik individu (panjang rambut dan
tipe rambut), tingkat pengetahuan, serta kebersihan diri dan
lingkungan. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut kejadian
Pediculosis capitis dapat disebakan oleh kondisi lingkungan fisik
yang tidak memenuhi syarat kesehatan, sehingga meningkatkan
risiko penyebaran Pediculus humanus capitis. Faktor-faktor
lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap perkembangbiakan
Pediculus humanus capitis adalah suhu, cahaya, kelembaban,
kecepatan angin/udara, dan iklim.

2
Terdapat banyak cara pengobatan kutu rambut, baik secara
non farmologis maupun farmakologis. Non farmologis contohnya
menggunkan sisir kutu (serit) yang sudah digunakan sejak jaman
dahulu. Secara farmakologis dapat menggunakan insektisida yang
banyak dijumpai di pasaran, seperti permethrin,
hexachlorocyclohexane (lindane), malation, dan piretrin. Namun
bahan alami juga bisa digunakana sebagai insektisida pada
Pediculus humanus capitis contohnya bunga lawang, daun sirsak
dan bawang putih.

3
2 PENGANTAR PARASIT
A. Definisi parasit
Kata “parasit” berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang
bermakna di samping dan sitos yang berarti makanan. Berdasarkan
makna tersebut, maka parasit adalah organisme yang kebutuhan
makannya baik dalam seluruh daur hidupnya atau sebagian dari
daur hidupnya bergantung pada organisme lain. Organisme yang
memberikan makanan pada parasit disebut sebagai inang atau
inang
Cabang ilmu Biologi yang mempelajari tentang organisme
parasit disebut Parasitologi. Pada dasarnya, Parasitologi merupakan
pengembangan khusus atau cabang khusus dari ilmu Biologi yang
disebut ekologi. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi
antara faktor biotik (makhluk hidup) dengan faktor abiotik (tidak
hidup, seperti tanah, air, batu dan lainnya).
Salah satu kaidah Ekologi yang senantiasa terkait dengan
parasit adalah kemampuan penyebarannya (distribusi). Ke luar dari
tubuh inang yang di infeksinya atau disebut sebagai penyebaran,
sangat diperlukan oleh organisme parasit karena merupakan usaha
untuk melestarikan keturunannya, melalui upaya menemukan dan

4
menginfeksi inang. Dalam hal menemukan dan menginfeksi inang,
inangnya dapat berasal dari jenis yang sama atau berbeda.
Ada 2 jenis lingkungan yang harus dipertimbangkan parasit
agar tingkat kelulushidupan parasit menjadi tinggi. Hal yang
pertama, adalah lingkungan mikro dan kedua adalah lingkungan
makro. Lingkungan mikro adalah kondisi pada dan atau di dalam
tubuh inang yang merupakan habitat bagi parasit, dan lingkungan
makro berupa kondisi di luar tubuh inang yang merupakan habitat
bagi inang
Adaptasi terhadap lingkungan mikro dan makro,
menunjukkan bahwa organisme parasit mempunyai kisaran
parasitisme yang beragam. Parasitisme adalah hubungan majemuk
antara parasit dengan satu atau lebih inang dan lingkungannya.
Hubungan majemuk ini menyebabkan suatu parasite disebut
sebagai parasit obligat, parasit temporer, parasit fakultatif, dan
parasit adaptif.
Parasit obligat adalah organisme yang seluruh atau sebagian
besar daur hidupnya bersifat parasitis. Parasit temporer merupakan
organisme yang parasitis untuk periode waktu tertentu, baik pada
periode waktu makan atau reproduksi. Parasit fakultatif yaitu
organisme yang normalnya tidak bersifat parasitis namun secara
kebetulan dapat menjadi parasitis dalam organisme lain dalam
waktu terbatas. Parasit adaptif adalah organisme yang mempunyai

5
kemampuan hidup baik sebagai tahap hidup bebas atau sebagai
organisme parasit.

6
3 Pediculosis capitis

A. Sejarah Evolusi Kutu Manusia


ubungan erat antara kutu dengan inangnya dapat dijelaskan
H mengapa kutu menunjukkan lebih banyak spesiasi dengan
inang dibandingkan dengan kelompok lain serangga. Kutu kepala
manusia tertua ditemukannya telur kutu pada rambut dari situs
arkeologi di Timur Laut Brasil pada tahun 8000 SM. Temuan
tertua di Dunia berusia 9.000 tahun, diperoleh sampel rambut dari
seseorang yang tinggal di gua Nahal Hemar di Israel. Kutu rambut
telah ditemukan pada situs arkeologi di Barat Daya AS, Kepulauan
Aleutian, Peru, Greenland, Meksiko, dan pada mumi yang berasal
dari Inca. Baru-baru ini, temuan kutu dilaporkan dari mumi Maitas
Chiribaya dari Arica, di Chili bagian Utara, berasal dari 670–990
tahun lalu.

Gambar 3.1 Mumi Maitas Chiribaya dari Arica


Sumber: researchgate.net

7
Asal dan evolusi awal kutu tidak begitu jelas karena
fosilisasi kutu membutuhkan keadaan utuh, dan fosil mereka
sangat langka. Dalam Phthiraptera, studi filogenetik menunjukkan
kutu yang menghisap monofiletik berasal dari kutu kunyah dan
dengan demikian, kutu pengisap berevolusi dari kutu pengunyah.
Ada banyak perdebatan mengenai usia kutu dan asal-usulnya
parasitisme dalam kelompok ini. Urutan Psocoptera adalah
diperkirakan berasal dari Era Mesozoikum.
Penemuan dua fosil penting baru-baru ini memberikan
informasi tentang usia kutu. Saurodectes vrsanskyi, kutu putatif,
ditemukan dari serpihan formasi Zaza Bassia, Siberia (kira-kira
140 MYA): dengan panjang 17 mm. Fosil ini kira-kira 10 kali lebih
besar dari kutu yang hidup saat ini dan mungkin tinggal di tempat
yang sangat besar. Beberapa bagiannya memperlihatkan hubungan
dengan Phthiraptera.
Megamenopon rasnitsyni, fosil kutu yang memiliki
kedekatan filogenik dengan kutu bulu modern
(Menoponidae), ditemukan di serpih minyak Eckfeld Maar
(ca. 44,3 ± 0,4 MYA): panjangnya 6,74 mm, dua kali
panjangnya serupa dengan kutu saat ini. Manusia (Homo
sapiens) diparasit oleh dua genera kutu penghisap: satu
dibagi dengan simpanse (Pan spp.) dan yang lainnya dibagi
dengan gorila (Gorilla gorilla). Kutu manusia (P. humanus

8
capitis dan P. humanus humanus) dan kutu simpanse
(Pediculus schaeffi) adalah anggota dari keluarga
Pediculidae, sedangkan kutu kemaluan manusia (Pthirus
pubis) dan kutu gorila adalah anggota dari keluarga
Pthiriadae.

9
Pthirus gorillae

Gorila
Pthirus pubis

P. humanus capitis
P. humanus humanus
Human

P. humanus mjobergi

New World Monkey

Pediculus schaeffi

Chimpanzee

Gambar 3.2 Klasifikasi Pthirus dan Pediculus dan asosiasi


tuan rumah
Berdasarkan estimasi divergensi yang dibuat oleh Reed et al.
(2007) dalam jurnal Boutellis 2014, sejarah evolusi yang paling
mungkin untuk genera tersebut adalah Pthirus dan Pediculus
menyimpang dalam satu evolusi nenek moyang simpanse,
manusia, dan gorila kira-kira 13 MYA. Gorila mempertahankan

10
Pthirus dengan punahnya Pediculus di cabangnya. Sebaliknya,
Pediculus dipertahankan pada garis keturunan yang mengarah ke
manusia dan simpanse dan hilang dari garis keturunan gorila,
sehingga spesies yang dihasilkan (P. schaeffi dan P. humanus)
menyimpang bersama-sama dengan primata, mereka menampung
sekitar 6 MYA. Kira-kira 3–4 MYA, seekor spesies Pthirus
berpindah dari garis keturunan gorila ke garis keturunan yang
memimpin untuk manusia modern.
Berdasarkan penanda DNA inti dan mitokondria, manusia
dan kutu simpanse berevolusi sekitar 5,6 MYA. Pada saat ini,
DNA manusia yang berkembang menyimpang dari simpanse
purba. Temuan ini dikonfirmasi dengan perbandingan langsung
simpanse dan DNA manusia, yang menunjukkan dua spesies itu
menyimpang selama periode waktu dan perbedaan terakhir
simpanse dan manusia terjadi tidak lebih awal dari 6,3 MYA.
Perkiraan tanggal divergensi untuk gorila dan kutu kemaluan
manusia memiliki rata-rata 3,32 MYA dan terlihat jelas lebih baru
dari perbedaan antara dua spesies Pediculus. Pemisahan P.
humanus clade A menjadi 'kepala' yang berbeda dan kutu 'tubuh'
diperkirakan telah muncul kira-kira 72.000 ± 42.000 tahun yang
lalu, menurut jam molekuler mtDNA analisis dari sampel global
dari 40 kutu rambut dan kepala. Karena DNA kutu rambut
menunjukkan keragaman lebih dari DNA kutu tubuh, temuan ini
menunjukkan bahwa kutu rambut mewakili populasi sumber.

11
Konten gen dan susunan dari 20 minikromosom mitokondria
pada kutu rambut dan kepala, menunjukkan bahwa karakteristik
minikromosom ini tetap tidak berubah sejak dua jenis kutu
terpisah. Namun tidak konsistennya kutu tubuh berevolusi dari
kutu rambut berdasarkan data molekuler terbaru, dan model
alternatif yang mungkin adalah clade itu A terus berkembang.
Evolusi ini difasilitasi oleh tingginya infestasi, dan penghapusan
genom kutu kepala menunjukkan kutu tubuh mewakili populasi
sumber.
Anggota ketiga dari keluarga Pediculidae dilaporkan dan
pertama kali dideskripsikan sebagai Pediculus affinis, tetapi karena
nama affinis telah digunakan oleh Burmeister untuk kutu di
kemudian hari dalam genus Polypax. Pada tahun 1916, Ferris
mengganti nama P. affinis Mjöberg kepada P. humanus mjobergi
Spesies ini bukan parasit manusia tetapi ditemukan di Selatan
tertentu Monyet Amerika dari keluarga Cebidae Euwing (1926)
berhipotesis bahwa deskripsi Mjoberg menunjukkan bahwa
spesimennya adalah P. humanus. Maunder (1983) berspekulasi
bahwa ketika manusia pertama bermigrasi ke Dunia Baru di
seberang Selat Bering, monyet Dunia Baru tidak memiliki kutu asli
dan mendapatkan kutu kepala manusia, yang mana berkembang
menjadi spesies kutu ketiga.

12
B. Pediculus humanus capitis

Gambar 3.3 Pediculus humanus capitis


Sumber: cdc.gov

Pediculus humanus capitis (PHC) adalah hewan yang hidup


dikulit kepala manusia. Hewan ini termasuk kelompok hewan
Arthropoda yang memiliki struktur badan kecil, pipih, bersegmen,
tidak bersayap, kepala berbentuk segitiga, ukuran mulut sempit dan
tersembunyi di dalam kepala, antena pendek, segmen toraks yang
menyatu dan tiga pasang kaki cakar diadaptasi untuk mencengkram
rambut. Ukuran tubuh kutu kepala yang kecil sangat menyulitkan
untuk dapat dilihat dengan mata telanjang dan kutu ini dapat
bergerak dengan cepat.

13
1. Klasifikasi
Pediculus humanus capitis tergolong hewan Anoplura.
Hewan yang tesebar cukup luas di seluruh dunia dikenal sebagai
hewan ektoparasit. Klasifikasi hewan ini sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Psocodea
Suborder : Anoplura
Family : Pediculidae
Genus : Pediculus
Species : Pediculus humanus capitis (L)

2. Epidimiologi

Pediculosis capitis merupakan salah satu penyakit global


yang terjadi diseluruh dunia. Dari data penelitian yang pernah
dilakukan di belahan dunia didapatkan bahwa 15,1% ± 12,8% di
Asia, 13,3% ± 17,0% di Eropa, dan 44,1% ± 28,0% di Amerika
Serikat terinfeksi Pediculosis capitis. Di indonesia, angka kejadian
Pediculosis capitis sebesar 78,5 % berdasarkan data kejadian di SD
Kecamatan Longowan. Penyakit ini sering menyerang anak-anak,
terutama berusia 3-11 tahun. Belum ada angka yang pasti
mengenai terjadinya infeksi Pediculosis capitis. Di Malaysia
sekitar 11% anak umur 3-11 tahun terinfeksi dan sekitar 40% di
Taiwan. Sekitar 6 -12 juta estimasi anak di kelompok usia 3-11

14
tahun yang terkena penyakit tersebut di Amerika Serikat. Penyakit
ini lebih sering menyerang anak perempuan dikarenakan memiliki
rambut yang panjang dan sering memakai aksesoris rambut.
Kondisi higiene yang tidak baik seperti jarang membersihkan
rambut juga merupakan penyebab terkena penyakit ini. Penyakit
ini menyerang semua ras dan semua tingkatan sosial, namun status
sosio-ekonomi yang rendah lebih banyak yang terkena penyakit
ini. Cara penularannya dengan kontak langsung (rambut dengan
rambut) atau melalui perantara seperti topi, bantal, kasur, sisir,
kerudung (kontak tidak langsung). Kebersihan diri yang tidak
terjaga dengan baik seperti rambut kepala kotor, jarang keramas,
dan lembab merupakan tempat yang sangat disukai oleh PHC
(Pediculus humanus capitis) untuk berkembangbiak karena PHC
banyak hidup di tempat yang kotor dan lembab.

3. Patogenesis

Kutu rambut membutuhkan makanan berupa darah yang


dihisap dari kulit kepala manusia setiap 4-5 kali per hari. Ketika
mereka mengambil darah dari inang, mereka juga menginjeksikan
salivanya untuk mencegah pembekuan darah dan memudahkan
mereka untuk terus mengambil darah. Saliva kutu biasanya
menyebabkan reaksi yang menimbulkan rasa gatal. Rasa gatal bisa
terjadi setelah 4-6 minggu dari infestasi awal karena membutuhkan
waktu untuk terjadi sensitivitas terhadap saliva kutu rambut. Bagi

15
beberapa individu yang tidak menimbulkan reaksi gatal, akan
terjadi asimptomatik. Rasa gatal yang terus menerus dapat
mengganggu tidur dan menggaruk kulit kepala yang berlebihan
dapat menyebabkan impetigo dan adenopati.

4. Manifestasi Klinis

Walaupun beberapa orang tidak menunjukkan gejala, PHC


sering menyebabkan manifestasi klinis gatal atau pruritus. Pruritus
disebabkan karena reaksi sensitivitas dari antigen saliva kutu
rambut. Rasa gatal yang hebat ini dapat menyebabkan ekskoriasi
dan infeksi sekunder dari bakteri yang diakibatkan dari garukan
dari kuku. Pedikulosis kapitis adalah penyebab tersering pyoderma
di negara-negara berkembang.
Terdapat 4 fase dari reaksi gigitan kutu rambut dimana fase-
fase tersebut berbeda setiap individu tergantung dari kekebalan
imunnya, yaitu:
a. Fase 1 tidak ada tanda-tanda gejala yang ditimbulkan;
b. Fase 2 terdapat papula dengan pruritus yang sedang;
c. Fase 3 gigitan menimbulkan urtikaria dan papula serta rasa
gatal yang hebat;
d. Fase 4 ditandai dengan papula yang lebih kecil dan gatal
yang hebat.

16
5. Morfologi

Gambar 3.4 Morfologi Pediculus humanus capitis


dewasa
Sumber: or.wikipedia.org

Morfologi PHC dewasa memiliki ciri badan pipih dan


memanjang dosoventral, berwarna putih abu-abu atau kuning
kecoklatan, abdomen terdiri dari 9 ruas, thorax dari kitin
segmennya bersatu, memiliki ukuran 1,0-1,5 mm. Mata PHC
terdapat pada bagian kepala sebelah lateral, kepala berbentuk
ovoid dengan tipe mulut berupa alat penusuk hisap yang dapat
memanjang. PHC memiliki antena yang terletak pada bagian
kepala yang terdiri atas ruas sebanyak 5 buah, selain itu pada
bagian kepala terdapat probosis. PHC tidak memiliki sayap

17
sehingga tidak mampu untuk terbang ataupun melompat, kutu
kepala dapat begerak cepat dengan kecepatan 23cm/menit, terdapat
sepasang kaki yang terdiri atas 5 ruas dan 1 capit atau cakar
berbentuk kait yang berfungsi untuk berpegangan erat pada rambut
penderita.
PHC tidak memiliki sayap, oleh karena itu parasit ini tidak
bisa terbang dan penjalaran infeksinya melalui benda atau rambut
yang saling menempel. Bentuk dewasa betina lebih besar
dibandingkan jantan. Telur (nits) berbentuk oval/bulat lonjong
dengan panjang sekitar 0,8mm, berwarna putih sampai kuning
kecoklatan. Morfologi nimfa PHC seperti bentuk dewasa, akan
tetapi ukurannya lebih kecil. Sedangkan morfologi telur PHC
berwarna putih, berbentuk lonjong dan memiliki perekat yang
digunakan untuk menempel kuat pada helai rambut, memiliki
operkulum dengan panjang 0,6-0,8 mm biasanya disebut dengan
nits. PHC meletakkan telurnya pada rambut kurang dari 5 mm dari
permukaan kulit kepala, sehingga seiring bertumbuhnya rambut
kepala, telur yang semakin matang akan terletak lebih jauh dari
pangkal rambut.

18
A B

Gambar 3.5 A. Kutu kepala dewasa, B. Telur kutu kepala


Sumber: bumi-tuntungan.blogspot.com

PHC jantan memiliki panjang tubuh kira-kira 2 mm, bentuk


alat kelaminnya seperti huruf V. Sedangkan pada PHC betina
memiliki panjang tubuh kira-kira 3 mm dan bentuk alat
kelaminnya seperti huruf V terbalik. PHC betina memiliki lubang
kelamin di tengah bagian dorsal pada abdomen terakhir. Selama
hidupnya PHC betina bertelur sekitar 140 butir.

19
Gambar 3.6 Pediculus humanus capitis betina dan jantan
Sumber: pdfs.semanticscholar.org

PHC termasuk phylum Arhtropoda yang memiliki kerangka


luar (eksoskeleton). Rangka luar tersebut tebal dan sangat keras
sehingga dapat menjadi pelindung tubuh. Eksoskeleton merupakan
pembungkus yang keras pada permukaan tubuh serangga.
Eksoskeleton pada Arthropoda adalah kutikula yang disusun oleh
Kitin, merupakan pembungkus tidak hidup yang disekresikan oleh
sel-sel epidermis. Kutikula dikeraskan oleh senyawa organik yang
berikatan dengan protein dan berfungsi sebagai perlindungan diri.
Lapisan eksoskeleton secara berkala akan dilepaskan kemudian
digantikan dengan pembungkus yang lebih besar sesuai
pertumbuhan hewan tersebut.
Eksoskeleton pada Arthropoda sekitar 80% tersusun atas
senyawa Kitin. Kitin merupakan komponen kedua terbesar di bumi
setelah selulosa. Kitin (poli- N-asetil-glukosamin) adalah senyawa

20
amino polisakarida berbentuk polimer gabungan. Kitin banyak
ditemukan dalam keadaan bergabung dengan protein, mineral dan
berbagai macam pigmen. Kitin bersifat tidak larut dalam air atau
pelarut organik karena molekul kitin memiliki ikatan hidrogen
yang sangat panjang dan kuat.
Degradasi kitin dapat terjadi secara biologis yaitu
didegradasi oleh serangga sendiri dengan cara pergantian kulit
(molting). Selain itu degradasi kitin dapat terjadi juga secara
fermentasi dengan bantuan mikroba penghasil enzim kinolitik.
Kitin juga dapat didegradasi dengan cara deproteinisasi
menggunakan berbagai pereaksi seperti Na2CO3, NaHCO3, KOH,
Na2SO4, Na2S, Na3PO4 dan NaOH.

6. Siklus Hidup

Kutu adalah ektoparasit obligat yang menghabiskan seluruh


siklus hidupnya pada tubuh inang yaitu di kulit kepala manusia
yang membutuhkan waktu sekitar 18 hari selama siklus hidupnya.
Telur menetas menjadi nimfa kurang lebih membutuhkan waktu 10
hari dan PHC dewasa dapat hidup selama 27 hari. Tungau ini
hanya dapat bertahan hidup selama 1-2 hari jika tidak berada di
rambut atau kulit kepala manusia, lebih dari 95% orang yang
terinfeksi penyakit terdapat tungau dewasa. Tungau tersebut
adalah jenis parasit penghisap darah. Kelainan kulit dapat timbul
disebabkan oleh gigitan tungau dan garukan untuk menghilangkan

21
rasa gatal. Gatal timbul karena pengaruh air liur dan ekskresi
tungau yang ikut masuk kedalam kulit kepala ketika tungau sedang
menghisap darah.
Tungau ini hanya dapat bertahan kurang dari 48 jam untuk
dapat hidup tanpa menghisap darah atau tidak berada di kulit
kepala. Sedangkan telurnya dapat bertahan sekitar 1 minggu bila
tidak berada di rambut atau kulit kepala manusia. Hewan yang
biasa hidup pada kulit kepala manusia ini disebut Pediculus
humanus capitis (nama spesies) adalah hewan yang memiliki
metamorfosis tidak sempurna. Hewan ini dapat menghasilkan
sebanyak 50-150 butir dengan 10-20 butir perhari. Adapun siklus
hidup Pediculus humanus capitis sebagai berikut:
Telur -> Nimfa 1 -> Nimfa 2 -> Nimfa 3 -> Kutu kepala dewasa

Gambar 3.7 Siklus Hidup Pediculus humanus capitis


Sumber: nanopdf.com

22
7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Pediculosis capitis

Faktor- faktor yang diduga berperan serta dapat


mempengaruhi terjadinya Pediculosis capitis, antara lain:
1. Usia
Anak-anak lebih sering terkena penyakit Pediculosis capitis,
terutama kelompok umur 3-11 tahun (Meinking&Buckhart,
2008). Anak-anak lebih cepat dalam penuluran Pediculosis
capitis dikarenakan masih belum menjaga kebersihan diri
dengan baik.
2. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih sering terkena penyakit Pediculosis
capitis. Hal ini dapat dihubungkan bahwa anak perempuan
hamper semuanya memiliki rambut yang lebih panjang
daripada anak laki-laki. Anak perempuan lebih sering
menggunakan sisir dan aksesoris rambut (Barbara et al, 2002)
3. Menggunakan tempat tidur atau bantal bersama
Tungan dewasa dapat hidup di luar kulit kepala selama 1-2
hari, sedangkan telurnya dapat bertahan samai seminggu.
Apabila seseorang yang terkena infestasi Pediculus humanus
capitis dan meletakkan kepala disuatu tempat, maka
kemungkinan besar ada tungau dewasa serta telur yang
terjatuh (Stone et al, 2012)

23
4. Menggunakan Sisir atau Aksesoris Rambut Bersama
Menggunakan sisir akan membuat telur bahkan tungau
dewasa menempel pada sisir tersebut. Apabila seseorang
menggunakan sisir yang ada tungau atau telur yang hidup
maka akan tertular, begitu juga dengan aksesoris rambut
seperti kerudung, bando dan pita (Natadistara & Ridad, 2009).
5. Panjang Rambut
Orang yang memiliki rambut panjang lebih sering terkena
infestasi Pediculosis capitis, hal ini disebabkan lebih susah
membersihkan rambut dan kulit kepala pada orang dengan
rambut panjang dibandingkan dengan rambut pendek
(Meinking & Buckhart, 2008).
6. Frekuensi Cuci Rambut
Seringnya mencuci rambut berhubungan dengan tingkat
kebersihan rambut dan kulit kepala. Negara Amerika Serikat
dimana mencuci kepala adalah kebiasaan rutin sehari-hari,
orang yang terinfestasi Pediculosis capitis lebih sedikit,
dibandingkan dengan daerah dan negara yang masyarakatnya
jarang mencuci rambut (Barbara et al.,2002).

24
7. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan resiko yang
signifikan dengan adanya infestasi tungau, selain itu juga
dikarenakan ketidak mampuan untuk mengobati infestasi
secara efektif (Barbara et al., 2002).
8. Bentuk Rambut
Tungau dewasa betina susah untuk menaruh telur di rambut
yang keriting, maka dari itu orang afrika atau negro afrika-
amerika jarang yang terinfestasi kutu kepala (Meinking &
Buckhart, 2008).

25
C. Studi Genetik dan Berbagai Jenis Kutu

(a) (b)
Gambar 3.8 (a) P.humanus capitis (b) Pthirus pubis
Sumber: researchgate.org

Perbedaan fenotip utama antara kutu kepala dan kutu badan


(kutu area kemaluan) ialah pada ekologi dan warna. Tiga clades
(A, B dan C) dari kutu rambut dijelaskan dengan menganalisis
DNA mitokondria (sitokrom b dan sub-oksidase sitokrom unit 1),
dan di antaranya, hanya satu (klade A) yang ditemukan pada kutu
tubuh.

1. Clade A

Clade A dibagi dalam dua subclade: subclade A1 Eurasia


dan Sahara subclade A2. Klade ketiga, bernama A3, baru-baru ini
dikarakterisasi menggunakan spacer intergenik polimorfik tinggi
(Pengetikan multi spacer) pada kutu Amerika dan mewakili
genotipe Amazon tertentu yang diduga pra Columbus.Ini teknik

26
mengetik multi spacer sebelumnya digunakan untuk menunjukkan
hubungan antara genotipe dan ekotipe (distribusi genotipe
hubungan dengan sumber kutu yang dianalisis).

2. Clade B

Kutu rambut Clade B ditemukan di Amerika Utara dan


Tengah (AS dan Honduras, masing-masing), di Eropa, dan di
Australia (Light et al., 2008).

3. Clade C

Tipe ketiga (clade C) hanya ditemukan pada kutu rambut


dari Nepal, Ethiopia dan Senegal dan kutu rambut clade C ini
selalu memiliki warna gelap. Penelitian lebih lanjut plicating study
of the different groups of lice, a recent study menunjukkan
kemungkinan peristiwa kawin silang antara kutu yang berbeda
clades, dan genotipe identik dari spacer yang sangat bervariasi.
Studi lain berdasarkan multi-spacer dari infestasi ganda individu
tunawisma menunjukkan bahwa, setidaknya di antara kutu Clade
A, kutu kepala dan tubuh adalah ekotipe dari spesies yang sama.
baru-baru ini menilai genetik struktur kutu manusia melalui
analisis variasi pada 15 lokus mikrosatelit baru pada 93 kutu
manusia dari empat wilayah dunia dan mengkonfirmasi tingkat
perkawinan sedarah yang tinggi pada kutu manusia.

27
Terakhir, menggunakan genetik dan transkriptomik
profil, penelitian terbaru menunjukkan bahwa kutu tubuh dan
kutu rambut dapat dibedakan berdasarkan perbedaan sekaligus Gen
752 bp (PHUM540560) yang mengkode protein hipotetis dari 69
asam amino yang ditemukan pada kutu tubuh tetapi tidak pada kutu
rambut.

Gambar 3.9 Distribusi clades di berbagai benua


Sumber: researchgate.org

D. Distribusi Kutu Sebelum Globalisasi dan


Asosiasi Dengan Migrasi Manusia yang
Berbeda
Aspek menarik dalam mempelajari keanekaragaman
kutu adalah penerapannya ke sejarah evolusi manusia. Kutu

28
telah dikaitkan dengan manusia selama jutaan tahun dan
tersebar di seluruh dunia oleh migran manusia. PHC
menunjukkan bukti genetik dari ekspansi populasi di Afrika
sekitar 100.000 tahun yang lalu karena manusia berasal dari
Afrika dan tersebar ke empat benua hingga 80.000 tahun.
Perbandingan dari keragaman nukleotida kutu Afrika dan
non-Afrika berdasarkan spacer PM2 dan gen cytb menunjukkan
keragaman DNA lebih tinggi pada kutu Afrika dibandingkan pada
kutu non-Afrika. Reed dkk. (2004) menemukan bahwa kelas A dan
B kutu manusia dipisahkan sekitar 1,18 MYA. Sedangkan yang
pertama adalah clade di seluruh dunia, yang terakhir adalah clade
Dunia Baru. Zinsser mencatat bahwa rambut mumi Peru kuno dan
kulit kepala pra-penduduk asli Kolumbia Amerika mengandung
telur kutu atau kutu (Zinsser, 1935), dan analisis DNA kutu dari
sisa-sisa serupa menunjukkan bahwa mereka termasuk dalam klade
A di seluruh dunia, jadi klade ini paling banyak kemungkinan hadir
dalam populasi Amerika pra-Columbus sebelum kedatangan
penjajah Eropa.

29
Gambar 3.10 Rute migrasi kutu manusia yang diusulkan
berdasarkan migrasi manusia
Sumber: researchgate.org
Garis padat mewakili hasil berdasarkan studi
monokuler peneliti Boutelli (2014), dan garis putus-putus
mewakili distribusi yang dikutip oleh Light et al (2008). Kutu
mitokondria haplogroup B ditemukan di Dunia Baru, Eropa
dan Australia tetapi tidak di Afrika. Reed dkk. (2004)
mengemukakan hal itu asal evolusinya dapat ditemukan pada
Hominid purba dari Eurasia (seperti Neanderthal atau
Denisovan) dan itu menjadi terkait dengan manusia modern
melalui saklar host selama periode tumpang tindih. Di
laboratorium peneliti, peneliti memastikan bahwa sumber
kutu rambut clade B adalah dari Amerika dan diduga pra-

30
Columbus dengan analisis dua telur kutu dari mumi
Camarones Chili berusia 4.000 tahun dan identifikasi clade B
pada salah satu dari dua nits yang dioperasionalkan.
Kutu rambut jenis ketiga telah dihilangkan di Ethiopia
dan Nepal, dan klade C ini berbeda dari klade A dan B sekitar
2 MYA. Mengingat usia clade ini ada kemungkinan bahwa
itu berevolusi pada manusia purba di Afrika atau Asia dan
diturunkan ke manusia modern yang konsisten dengan
kedekatan interaksi manusia modern dan manusia kuno di
Afrika dan Asia (Ascunce et al., 2013). Oleh karena itu, klade
kutu mitokondria divergen dan regional kemungkinan hasil
dari beberapa peristiwa kolonisasi kutu pada mereka inang
manusia modern dari Hominid purba yang sudah punah.
Kutu Clade A kemungkinan besar bermigrasi dari
Afrika ke Eurasia dan selanjutnya ke Eropa, Asia dan Dunia
Baru. Secara teoretis orang pertama di Amerika bisa
membawa kutu selama migrasi ke Dunia Baru, di mana kutu
tetap berada di situ selama ribuan pasir tahun. Penjajah Eropa
kembali ke Dunia Lama dari Amerika akan memakan waktu
Kutu Clade B kembali ke Eropa mulai abad ke-16 (Raoult
Kolonisasi Eropa di Australia kira-kira 150 tahun kemudian
mungkin menjelaskan keberadaan kutu Clade B di Australia

31
dan berpotensi di wilayah geografis lain yang terkena
dampak globalisasi.

32
4 VEKTOR PENULARAN
PENYAKIT

A. Vektor dan Hubungannya dengan


Kesehatan
Vektor adalah salah satu mata rantai dari rantai penularan
penyakit. Arthropoda atau invertebrata lain yang memindahkan
infektious agents baik secara mekanis, biologis atau melalui
penjamu (Host). Arthropodborne diseases adalah penulran
penyakit pada manusia yang disebabkan oleh serangga. Biasanya,
penyakit tersebut bersifat endemis maupun epidemis.
Vektor adalah Arthropoda yang dapat menularkan,
memindahkan, dan atau menjasi sumber dalam penularan penyakit
terhadap manusia. Sedangkan pengendalian vektor adalah semua
kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi
vektor serendah mungkin, sehingga keberadaanya tidak lagi
beresiko untuk tidak terjadinya suatu penularan penyakit yang
disebabkan oleh adanya parasit serangga (Permenkes, 2010).
Salah satu yang menjadi faktor resiko penulran penyakit
adalah perubahan iklim. Faktor resiko lainnya adalah keadaan

33
rumah dan sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang
minimum serta perpindahan penduduk yang nonimun ke daerah
endemis. Masalah yang dihadapi dalam pengendalian vektor anatar
lain kondisi geografis dan dermografi yang memungkinkan adanya
infestasi vektor yang tinggi, belum teridentifikasinya spesies vektor
di suatu wilayah, belum banyak ditemukan pestisida dalam
pengendalian vektor.

B. Spesies Serangga Penyebab Vektor Penyakit


Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor,
yang mempunyai ciri-ciri moforlogi kakinya beruas-ruas.
Arthropoda merupakan filum terbesar jeumlahnya karena hampir
meliputi 75% dari jumlah keseluruhan binatang (Nurmaini, 2001).
Berikut jenis dan klasifikasi vektor yang dapat menularkan
penyakit:
1) Arthropoda
Arthropoda yang dibagi menjadi 4 kelas, antara lain:
a. Kelas Crustacea (berkaki 10), misal udang.
b. Kelas Myriapoda, misal berkaki seribu
c. Kelas Arachinodea, misal tungau
d. Kelas Hexapoda, misal nyamuk
Berdasarkan kelas hexapoda dibagi menjadi 12 ordo, selah
satu ordo yang hidup parasitik pada manusia adalah ordo Anoplura.
Anoplura merupakan ektoparasit yang tersebar luas di seluruh

34
dunia, terutama di daerah beriklim dingin yang penduduknya
sering berpakaian tebal, jarang mandi, dan kurang menjaga
kebersihan diri. Terdapat tiga spesies yang hanya hidup parasitik
pada manusia adalah Phumanus corporis, Phthirus pubis, dan
Pediculus humanus capitis.
2) Chordata
Dari filum chordata yaitu tikus yang dapat dikatakan sebagai
hewan penggangu, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Tikut besar (Rat)
b. Tikus kecil (Mice)

C. Hubungan Host, Agent, dan Lingkungan


dalam Pengendalian Vektor
Upaya pemberantasan dan pengendalian penyakit menular
terutama penyakit Pediculosis capitis yang disebabkan oleh adanya
infestasi spesies Pediculus humanus capitis sering mengalami
kesulitan karena banyak faktor yang memengarahui penyebaran
penyakit tersebut. Lingkungan hidup di daerah tropis yang lembab
dan bersuhu hangat menjadi tempat hidup ideal bagi serangga yang
berkembangbiak.
Proses pencegahan penularan penyakit pada dasarnya adalah
memutus mata rantai penularan penyakit. Secara klasik mata rantai
tersebut terdiri atas faktor berikut:

35
1) Penyebab penyakit (agent)
2) Reservior dan sumber infeksi
3) Pintu keluar
4) Cara penularan
5) Pintu masuk
6) Kerentanan
Adapun penularan penyakit dapat dikelompokkan menjadi:
a. Penularan langsung, penularan yang terjadi melalui kontak
secara langsung. Misal penularan kutu kepala dapat melalui
kepala yang satu (terinfeksi) ke kepala lainnya.
b. Penularan tidak langsung, penulran yang terjadi secara tidak
langsung melainkan melalui benda-benda perantara. Misal
kutu kepala dapat menyebar melalui benda benda seperti
penggunaan sisir secara bersamaan, bantal, topi, dan lain-
lain.

36
5 ANATOMI DAN
FISIOLOGI RAMBUT

A. Struktur Rambut

R ambut merupakan tambahan pada kulit kepala yang


memberikan kehangatan, perlindungan dan keindahan.
Rambut juga terdapat di seluruh tubuh, kecuali telapak tangan,
telapak kaki dan bibir. Semua jenis rambut tumbuh dari akar
rambut yang ada di dalam lapisan dermis dari kulit. Oleh
karena itu, kulit kepala atau kulit bagian badan lainnya memiliki
rambut. Rambut yang tumbuh keluar dari akar rambut itu ada 2
bagian menurut letaknya, yaitu bagian yang ada di dalam kulit dan
bagian yang ada di luar kulit. Rambut terbentuk dari sel-sel yang
terletak di tepi kandung akar. Cupak rambut atau kandung akar
ialah bagian yang terbenam dan menyerupai pipa serta
mengelilingi akar rambut. Ketika rambut dicabut dia akan tumbuh
kembali, karena papil dan kadung akar akan tetap tertinggal di
sana.

37
Gambar 5.1 Anatomi Rambut
Sumber: google.com

Gambar 5.2 Struktur Rambut


Sumber: google.com

38
Adapun struktur rambut sebagai berikut:
1. Folicle, ialah saluran untuk tumbuhnya rambut yang
menentukan besar, kecil, lurus dan keritingnya rambut;
2. Dermis, ialah seluruh ruangan yang berada di bawah
epidermis;
3. Bulp, yaitu bongkol rambut yang memuat pigmen, pembuluh
darah, papila dan follicle;
4. Epidermis, ialah lapisan kulit yang berada paling luar;
5. Arector muscle, ialah garis yang menghubungkan follicle
dan kulit;
6. Papila menghasilkan sel-sel, membentuk rambut-rambut
baru yang lebih kuat. Pada papila setiap rambut mempunyai
pembuluh darah yang berbeda, yang bertugas untuk
membawa makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel
rambut dan papila;
7. Pigmen (warna rambut);
8. Kelenjar minyak yang sangat dibutuhkan oleh rambut;
9. Pembuluh darah;
10. Akar rambut;
11. Kelenjar keringat;
12. Batang rambut; dan
13. Penampang akar rambut.

39
B. Susunan Rambut
1) Akar Rambut (Hair Folicle)
Akar rambut adalah bagian rambut yang tertanam di dalam
kulit. Seperti yang terlihat padagambar di atas maka akar rambut
terbagi:
a. Bulp yaitu bagian pangkal rambut yang membesar, seperti
bentuk bola, gunanya untukmelindungi papil rambut.
b. Papil rambut adalah bagian yang terlindungi di dalam bulp
atau terletak dibagian terbawahdari folicle rambut. Diantara
sel-sel papil juga terdapat melanosit. Melanosit
menghasilkan pigmen (zat warna), yang akan disebarkan
terutama ke dalam contek, kemudian ke dalam medulla
rambut. Di samping itu juga terdapat di dalam papil rambut
yaitu pembuluh darah dangetah bening, yang berfungsi
memberi makanan kepada rambut (memelihara
kehidupanrambut), serta terdapat juga saraf yang mensarafi
follicle rambut. Itu sebabnya rambut tidakmempunyai saraf
perasa.
c. Follicle rambut ialah kandungan atau kantong rambut tempat
tumbuhnya rambut. Kantong rambut terdiri dari 2 lapis.
Lapisan dalamnya berasal dari sel-sel epidermis, sedangkan
lapisanluarnya berasal dari sel-sel dermis. Rambut yang
panjang dan tebal mempunyai follicle berbentuk besar,

40
follicle rambut ini bentuknya menyerupai silinder pipa.
Kalau follicle bentuknya lurus, rambut juga lurus dan bila
melengkung rambut jadi berombak. Tetapi kalau
lengkungannya itu lebih lengkung lagi, maka rambutnya
keriting. Di dalam follicle ini bermuara kelenjar lemak
(palit).
d. Otot penegak rambut ialah yang menyebabkan rambut halus
bulu roma berdiri bila adasesuatu rangsangan dari luar dan
dari dalam tubuh kita. Misalnya, merasa seram, kedinginan,
kesakitan, kelaparan dan sebagainya.
e. Matrix, disebut juga dengan umbi atau lembaga rambut.
2) Lapisan Batang Rambut
Batang rambut ialah bagian rambut yang kelihatan di atas
permukaan kulit. batang rambut initerbagi pula atas 3 bagian,
yakni:
a. Cuticula (selaput kulit ari), yang berbentuk seperti sisik-sisik
ikan dan sangat berfungsi untuk melindungi lapisan rambut
(berada paling luar yang merupakan pelindung). Disamping
itu ia juga berfungsi untuk menentukan besar kesilnya daya
serap zat cair pada rambut seperti air, shampo, conditioner,
obat keriting, zat/cat pewarna rambut, bleaching. Pada
rambut yang kasar lapisan cuticula nya juga kasar. Sedang
pada rambut yang halus lapisan cuticulanya juga halus.

41
b. Cortex atau kulit ari rambut, ialah bagian rambut yang
terbesar dan merupakan lapisan di bawah cuticula. Cortex
berfungsi sebagai lapisan yang menentukan warna karena
pigmen (zat warna rambut dikandung oleh lapisan ini).
Misalnya penyerapan zat cair obat keriting, cat rambut, dan
lain-lain. Jadi, cortex ini berhubungan dengan sifat
elastisitas rambut.
c. Medulla atau sum-sum rambut. Medulla ini terdapat
dibagian paling tengah. Rambut yang halus sekali ada yang
tidak terdapat medullanya.
3) Batang Rambut
Berkaitan dengan struktur maka bentuk-bentuk rambut dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Lurus, tidak bergelombang dan tidak keriting. Biasanya
rambut yang lurus dapat memberikan beberapa kemudahan
kepada si pemakai misalnya dalam hal tatanan rambut, baik
yang dipotong maupun yang disanggul. Mengapa demikian?
Karena rambut lurus ini mempunyai follicle yang lurus dan
penampangnya bulat.
b. Berombak yaitu memperlihatkan gelembung yang besar
pada rambut. Hal ini disebabkan karena folliclenya
melengkung dan penampangnya lonjong/oval. Rambut ini
juga termasuk mudah dalam hal penataan, baik yang
disanggul atau disasak maupun yang dipotong pendek.

42
c. Keriting, biasanya rambut yang keriting berbentuk
gelombang kecil atau sedang. Ini adalah karena folliclenya
amat melengkung sedangkan penampangnya gepeng.
4) Klasifikasi Rambut
Bila kita perhatikan, rambut pada kepala dan tubuh, akan
nyata sekali terlihat bahwa ada 4 jenis rambut, yaitu:
a. Rambut yang panjang dan agak kasar yakni rambut kepala;
b. Rambut yang agak kasar tetapi pendek yang berupa alis;
c. Rambut yang agak kasar tetapi tidak sepanjang rambut di
kepala, contohnya rambut ketiak; dan
d. Rambut yang halus yang terdapat pada pipi, dahi, lengan,
perut, punggung dan betis.

C. Fungsi Rambut
Adapun fungsi rambut, yaitu:
1) Pelindung;
2) Penghangat rambut akan memberi kehangatan kepada tubuh
manusia;
3) Penambah kecantikan;
4) Pertanda status sosial. Berkembangnya suatu peradaban
membawa serta terbentuknya strata sosial. Rambut yang
dapat ditata dalam berbagai bentuknya, kemudian dijadikan
salah satu tanda status sosial pemiliknya;
5) Identitas profesi; dan

43
6) Menunjang penampilan.

D. Kelainan-Kelainan pada Kulit Kepala


1. Kelainan-Kelainan Kulit Kepala
Kelainan kulit kepala dapat ditinjau dari penyebabnya, yakni
sebagai berikut:
a. Bakteri atau mikroba
1) Bisul (furunkulosis) Bisul ini sering dimulai dari wujud
sebagai peradangan Follicle rambut yang kemudian menjalar
ke jaringan sekitarnya.
2) Bisul batu (karbunkulosis) peradangan, terutama pada
follicle rambut yang berdekatan. Kelainan ini sering
ditemukan pada penderita diabetes mellitus.
b. Dermatitis papilaris capillitii, kelainan ini merupakan
peradangan follicle rambut, disertai dengan penanahan
(supurasi) kulit dibagian belakang kepala.
c. Kelainan karena infeksi jamur
Infeksi jamur pada kulit kepala (tiniakaiplis). Infeksi ini
dapat disebabkan oleh beberapa jenis jamur. Akan tetapi ada pula
yang melibatkan batang rambut menjadi mudah patah, sehingga
menyebabkan kebotakan.
d. Peradangan menahun
Penyebab dari perdangan menahun adalah oleh dermatitis
seboroicha, dimulai pada kulit kepala. Kemudian akan menyebar

44
sampai ke dahi, alis, kelopak mata dan sebagainya. Tanda-tanda
seboroicha terlihat meradang seperti kemerah-merahan, kulit
mengelupas dan berupa sisik yang halus.
e. Serangga
Gangguan parasit jenis serangga seperti infeksi kutu kepala
yang disebut Pediculus humanus capitis. Kutu kepala ini
sebetulnya adalah infeksi rambut oleh kutu kepala, yang
penularannya terjadi karena kontak langsung.

Gambar 5.3 Pediculus humanus capitis


Sumber: Palembang.tribunnews.com
f. Sindap/ketombe
Istilah lain dari sindap disebut seborocheic dermatitis,
maksudnya adalah pelepasan sel-sel kulit kepala yang sudah mati
secara berlebihan. Berdasarkan wujudnya sindap terbagi atas 2
bagian;
1) Sindap kering dengan tanda yaitu adanya sisik-sisik
berwarna putih hingga kuning dan kehitam-hitaman,
mengkilat serta kering pada kulit kepala. Akibat dari sindap

45
kering ini adalah sangat gatal, rambut rontok karena
terganggu pertumbuhannya.
2) Sindap basah (pityriasis steatoides)
Tanda-tanda dari sindap basah adalah berupa sisik-sisik
berwarna seperti juga sindap kering, tetapi bukan kering
melainkan basah. Ciri-ciri yang lain sama seperti sindap
kering dan akibat yang ditimbulkannya. Sindap basah
banyak terjadi pada orang yang memiliki jenis.
3) Kulit kepala dan rambut berminyak dan kurang
memperhatikan kebersihannya sehingga kadang-kadang
sindap basah ini agak berbau dibandingkan sindap kering. Di
samping itu rambut lebih susah dalam penataannya.
g. Tinea capitis/kadas/ringworm, Tanda-tanda kelainan ini
antara lain; rasa sangat gatal, tetapi pembentukan sisik-sisik
tidak terlalu menular dan akan menular bila terjadi kontak
yang lama.
h. Scobiosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh sejenis
parasit hewan/kutu kudis. Penyakit ini ditandai dengan
bintilan-bintilan dan selalu timbul keinginan untuk
menggaruk-garuk. Karena dia menular, maka disetiap
tempat yang digaruk akan tumbuh dan berkembang.
i. Piodra (batu), Piodra ini disebabkan oleh sejenis jamur,
parasite tumbuh-tumbuhan. Biasanya jamur tersebut berada
pada permukaan rambut dan tidak merusak batang rambut

46
bagian dalam. Tanda-tanda rambut terkena penyakit piodra
ini adalah terdapatnya bintik-bintik hitam atau coklat agak
lonjong. Piodra ini merupakan penyakit endemis yang
disebabkan oleh kelembaban udara ditempat-tempat tertentu.
Karena itu sering ditemukan penderitanya pada orang-orang
yang gemar berenang.

2. Kelainan-Kelainan pada Rambut


Kelainan-kelainan pada akar rambut kebanyakan disebabkan
oleh faktor-faktor yang dating dari dalam badan, antara lain:
1) Karena demam. Hal ini akan menyebabkan kentalnya darah,
disamping itu penguapan air sel, yang disebut juga dengan
dedikasi, sehingga menyebabkan akar rambut rontok dan
kusam.
2) Gangguan keseimbangan hormon. Bila hormon tidak
seimbang atau mengalami gangguan, maka hal ini akan
menampakkan kelainan pada akar rambut dan kulit kepala.
3) Ketidakseimbangan makanan. Makanan sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan rambut. Orang yang menu makanannya
tidak seimbang atau menyukai makanan-makanan yang
disenangi saja atau kekurangan protein maupun kelebihan
vitamin A, jelas akan membuat kelainan-kelainan pada
rambut.

47
4) Keracunan makanan atau obat. Misalnya banyak menelan
obat-obat kanker. Hal ini akan menyebabkan kerontokan
rambut.
Adapun beberapa kelainan yang menyerang rambut,
walaupun kelainan-kelainan initer kelompok tidak menular,
kelainan-kelainan adalah sebagai berikut:
a. Penyakit mutiara, ialah semacam benda-benda kecil yang
melekat pada rambut, bentuknya bulat berwarna abu-abu
agak keputih-putihan. Di tempat ini rambut mudah patah dan
ujungnya berbelah. Biasanya disebabkan oleh kurang
bersihnya pada saat pencucian rambut atau adanya sisa-sisa
zat kimia seperti shampoo, hair spray (bahan-bahan
kosmetika untuk penataan rambut). Di samping itu yang
paling mendasar lagi adalah adanya kerusakan pada lapisan
batang rambut.
b. Cinities adalah istilah untuk rambut beruban (rambut putih).
Rambut uban terjadi bila zat warna/pigmen rambut mulai
menghilang terdesak oleh hawa. Kondisi rambut uban dapat
terjadi karena faktor usia, cacat bawaan, keturunan, dan
sebagainya. Di samping itu penyebab cinities juga karena
suatu penyakit misalnya lepra atau goncangan jiwa yang
tiba-tiba/banyak pikiran.

48
Gambar 5.4 Cinities
Sumber: grid.id

Terdapat dua macam Cinities, yaitu:


1) Congenital Cinities, ini terjadi sejak lahir. Jadi pada
rambutnya tidak ada zat warna (pigmen) dan kadang-kadang
dia terdapat di sekelompok rambut kepala.; dan
2) Acquire Cinities, muncul setelah orang mulai berumur atau
menjelang usia dewasa. Biasanya ini disebabkan oleh
depresi mental, kecemasan, nervous, sakit yang lama atau
sakit turunan.
c. Trichoclasia adalah penyakit rambut yang ditandai dengan
timbulnya simpul-simpul pada batang rambut yang berwarna
putih-putih seperti penyakit mutiara. Ini disebabkan karena
matrix rambut terganggu. Bila selang seling putih-putih
tersebut sudah mulai muncul, maka rambut akan mudah
putus-putus (rapuh), karena tidak mendapat oksigen yang
merata pada setiap batang rambut.

49
d. Trichoptilosis, ialah keadaan dari ujung rambut yang pecah-
pecah menyerupai serabut. Hal ini timbul karena kurang
perawatan, di samping itu juga disebabkan gizi yang tidak
seimbang, cara pemakaian kosmetika yang kurang
cocok/tidak tepat, sering terkena terik matahari dan terlalu
sering menggunakan alat-alat listrik untuk perawatan
rambut.
e. Hypertrichosis/hirsutisme adalah suatu istilah untuk rambut
yang tumbuh melebar dan tebal secara berlebih.
f. Trichorhexis Nodosa ialah rambut yang pada jarak tertentu
membesar, menonjol/menebaldan didekat benjolan itu
rambut pecah seperti serabut pada bagian ujungnya dan
kadang terjadi simpul-simpul. Hal ini disebabkan karena
rambut kekurangan minyak dan zat protein, sehingga terjadi
kemunduran pada kualitas keratin batang rambut.
g. Monilethri/monilethria, ialah pada jarak tertentu dibatang
rambut tumbuh semacam kelainan pada batang rambut
tersebut yakni tumbuh rambut secara menebal dan kemudian
menipis lalu putus-putus, setelah itu ujung-ujung rambut
juga seperti serabut. Biasanya bila rambut mengalami hal
seperti itu, maka kulit kepala menjadi kering. Penyebab yang
utama adalah karena keturunan.

50
h. Alopecia, atau disebut kebotakan adalah kelainan rambut
rontok secara terus menerus hingga kepala mengalami
kebotakan, yang sering mengalami kerontokan yang
berakibat botak.
3. Pencegahan Penyakit Kulit Kepala dan Rambut
a. Rambut dan kulit kepala haruslah selalu dalam keadaan
bersih;
b. Semua peralatan yang dipergunakan haruslah bersih dan
steril (perhatikanlah sanitasi alat-alat). Setidaknya satu kali
dalam dua hari harus dicuci bersih dan bila perlu memakai
air panas untuk beberapa alat tertentu seperti sisir, jepitan
kawat;
c. Usahakan alat-alat untuk perawatan rambut (alat-alat
tertentu, seperti sisir, jepitan, sisir blow ataupun tutup kepala
tidak dipakai oleh orang lain/sembarang orang) karena akan
sangat mudah untuk menularnya penyakit-penyakit rambut;
d. Bila terlihat tanda-tanda seperti jamur dikulit kepala,
secepatnya diobati dengan obat anti jamur. Atau bila sudah
terlihat kelainan kelainan pada rambut seperti putih-putih
atau patah-patah lalu menyerupai serabut, lakukanlah
perawatan berkala secara teratur dan pilihlah bahan
kosmetika untuk perawatan yang sesuai seperti krim atau
minyak;

51
e. Bagi orang yang menyenangi binatang piaraan
seharusnyalah memelihara bianatang tersebut dengan benar,
misalnya mengatur makanan baik tempat ia makan maupun
yang dimakannya, tempat kotorannya (tidak disembarang
tempat), pengaturan mandinya, dan tempat
tinggal/kandangnya. Ini semua bertujuan untuk mencegah
penyakit yang ditularkan melalui kutu/kotorannya;
f. Bila berenang dikolam renang umum, hendaklah berhati-hati
dan selalu memakai tutup kepala. Ini bertujuan untuk
menghindari gangguan penyakit piodra yang mengganggu
kesuburan rambut.

52
6 INFEKSI SEKUNDER
Pediculosis Capitis

A. Tanda dan Gejala


asa inkubasi sebelum munculnya gejala sekitar 4-6 minggu.
M Gejala awal yang dominan hanya gatal pada daerah oksiput
dan temporal. Lalu meluas ke seluruh kepala. Masa inkubasi
sebelum terjadi gejala sekitar 4-6 minggu. Tungau dan telur (nits)
paling banyak terdapat di daerah oksipital kulit dan retroaurikuler.
Kemudian garukan akibat gatal tersebut akan menyebabkan
terjadinya erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder yang ditandai
dengan adanya pus dan krusta. Infeksi sekunder yang menjadi berat
akan menyebabkan rambut menggumpal oleh karena banyaknya
pus dan krusta keadaan ini disebut plikapelonika yang
memungkinkan tumbuhnya jamur. Keadaan tersebut menyebabkan
kepala berbau busuk. Dan biasanya terdapat pembesaran kelenjar
getah bening regional di oksiput dan retroaurikular. Kutu dewasa
dapat ditemukan di kulit kepala berwarna kuning kecoklatan
sampai putih keabu-abuan, tetapi dapat berwarna hitam gelap bila
tertutup oleh darah. Kutu akan berwarna lebih gelap pada orang
yang berambut gelap. Telur (nits) berada di rambut dan berwarna

53
kuning kecoklatan atau putih, tetapi dapat berubah menjadi hitam
gelap bila embryo di dalamnya mati.
Gigitan dari tungau dapat menghasilkan kelainan kulit
berupa eritema, makula dan papula, tetapi pemeriksa seringnya
hanya menemukan eritema dan ekskoriasi saja. Ada beberapa
individu yang mengeluh dan menunjukkan tanda demam serta
pembesaran kelenjar limfa setempat.

Gambar 4.1 Gambaran klinis Pediculosis capitis berupa makula


eritema, ekskoriasi, papul pada kulit kepala dan telur tungau yang
menempel pada rambut
Sumber: google.com

Garukan pada kulit kepala dapat menyebabkan terjadinya


erosi, ekskoriasi dan infeksi sekunder berupa pus dan krusta. Bila
terjadi infeksi sekunder berat, rambut akan bergumpal akibat
banyaknya pus dan krusta. Keadaan ini disebut plica polonica yang
dapat ditumbuhi jamur. Kutu kepala adalah penyebab utama
penyakit pioderma sekunder di kulit kepala di seluruh dunia.

54
(A) (B)
Gambar 6.2 Gambaran klinis Pediculosis capitis: (A) Ruam pada
tengkuk dan regio oksipital kulit kepala; (B) Ruam serta terlihat
banyak telur yang menempel di rambut daerah retroaurikuler dan
oksipital
Sumber: google.com

B. Diagnosis
Kepastian diagnosis penyakit Pediculosis capitis adalah
ketika menemukan Pediculus humanus var. capitis dewasa, nimfa,
dan telur di kulit dan rambut kepala. Telur (nits) sangat mudah
dilihat dan merupakan marker yang paling efisien dalam
mendiagnosis penyakit tersebut.
Penemuan tungau dewasa merupakan tanda bahwa sedang
mengalami infeksi aktif, tetapi tungau dewasa sangat sulit
ditemukan karena dapat bergerak sekitar 6-30 cm per menit dan
bersifat menghindari cahaya. Sisir tungau dapat membantu
menemukan tungau dewasa maupun nimfa dan merupakan metode
yang lebih efektif daripada inspeksi visual. Diagnosis pasti pada
penyakit Pediculosis capitis adalah menemukan Pediculus
humanus var. capitis dewasa, nimfa, dan telur di kulit dan rambut

55
kepala. Telur (nits) sangat mudah dilihat dan merupakan marker
yang paling efisien dalam mendiagnosis penyakit tersebut.
Penemuan tungau dewasa merupakan tanda bahwa sedang
mengalami infeksi aktif, tetapi tungau dewasa sangat sulit
ditemukan karena dapat bergerak sekitar 6-30 cm per menit dan
bersifat menghindari cahaya. Sisir tungau dapat membantu
menemukan tungau dewasa maupun nimfa dan merupakan metode
yang lebih efektif daripada inspeksi visual.

Gambar 6.3 Penggunaan sisir tungau untuk membantu


diagnosis Pediculosis capitis
Sumber: google.com

Kutu dewasa meletakkan telur di rambut kurang dari 5mm


dari kulit kepala, maka seiring bertumbuhnya rambut kepala, telur
yang semakin matang akan terletak lebih jauh dari pangkal rambut.
Telur yang kecil akan sulit dilihat, oleh karena itu pemeriksa

56
memerlukan kaca pembesar. Telur-telur terletak terutama di daerah
oksipital kulit kepala dan retroaurikular. Ditemukannya telur
bukanlah tanda adanya infeksi aktif, tetapi apabila ditemukan 0,7
cm dari kulit kepala dapat merupakan tanda diagnostik infeksi kutu
kepala. Warna dari telur yang baru dikeluarkan adalah kuning
kecoklatan. Telur yang sudah lama berwarna putih dan jernih.
Untuk membantu diagnosis, dapat menggunakan pemeriksaan
lampu wood. Telur dan tungau akan memberikan fluoresensi warna
kuning-hijau. Sangat penting untuk dapat membedakan apakah
telur tersebut kosong atau tidak. Adanya telur yang kosong pada
seluruh pemeriksaan memberikan gambaran positif palsu adanya
infeksi aktif tungau.

C. Pencegahan
Kutu kepala paling sering menyebar melalui hubungan
langsung antar kepala (dari rambut ke rambut). Meskipun demikian
tungau dapat menyebar melalui pakaian atau aksesoris kepala yang
yang digunakan secara bersama. Risiko untuk tertular melalui
karpet atau tempat tidur dimana tempat tungau jatuh sangatlah
kecil. Kutu kepala dapat bertahan kurang dari 1-2 hari jika mereka
tidak berada di rambut dan tidak mendapatkan makanan.
Sedangkan telur dapat bertahan sekitar 1 minggu jika tidak berada
di kelembapan dan temperatur yang sama dengan kulit kepala dan

57
rambut. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat mencegah
penyebaran penularan kutu kepala :
1. Menghindari adanya kontak langsung (rambut dengan
rambut) ketika bermain dan beraktivitas di rumah, sekolah,
dan dimanapun;
2. Tidak menggunakan pakaian seperti topi, scarf, jaket,
kerudung, kostum olahraga, ikat rambut secara bersamaan;
3. Tidak menggunakan sisir, sikat, handuk secara bersamaan.
4. Melakukan desinfeksi sisir dan sikat dari orang yang
terinfestasi dengan direndam di air panas (sekitar 130 F)
selama 5-10 menit;
5. Mencuci dan menjemur pakaian, perlengkapan tempat tidur,
karpet, dan lain-lain;
6. Menyapu dan membersihkan lantai dan perabotan rumah
tangga lainnya; dan
7. Mencuci rambut minimal 3x seminggu menggunakan
sampo;
Selain langkah-langkah diatas masih banyak lagi cara
mencegah penyebaran kutu rambut. Terdapat metode pencegahan
secara langsung dengan cara menghindari adanya kontak langsung
rambut dengan rambut ketika bermain dan beraktivitas dirumah,
sekolah, dan dimanapun. Penyakit Pediculosis capitis perlu
dilakukan pencegahan secara menyeluruh, menurut The National
Pediculosis Association (NPA), melibatkan 3 langkah:

58
1. Melepaskan pelekatan telur pada individu;
2. Penghapusan semua telur;
3. Memberikan informasi tentang pencegahan Pediculus
humanus capitis (PHC);
Penggunaan obat atau produk pedicosida, juga merupakan
pilihan pencegahan terjadinya infestasi. Bagi anak-anak dibawah
umur 2 tahun dan ibu hamil dilarang untuk menggunakan obat atau
produk pembasmi kutu dan lebih baik untuk langsung menemui
dokter. The National Pediculosis Association menyatakan bahwa
melakukan pemeriksaan kulit (khususnya kepala) secara rutin per
tiga tahun. Melakukan pencegahan Pediculus humanus capitis
dengan melakukan deteksi secara rutin di sekolah dengan
mendeteksi anak-anak yang sering menggaruk kepala. Anak yang
terdeteksi memiliki telur kutu rambut haru cepat diberikan
pengobatan agar telur tidak menyebar ke anak-anak yang lain.
a. Pencegahan Primer
1) Promosi kesehatan. Adapun langkah-langkahnya, sebagai
berikut:
a) Mengajak keluarga untuk melakukan bersih-bersih
dirumah dan disekitarnya;
b) Penyuluhan dan penjelasan bahwa tuma dapat menjangkit
setiap orang dan keadaan ini menyebar dengan cepat dan
terapinya harus segera dimulai;

59
c) Anjurkan kepada masyarakat untuk tidak memakai sisir,
sikat rambut dan topi yang sama;
d) Perlunya penyuluhan mengenai hygiene perorangan dan
cara-cara pencegahan/mengendalikan infestasi kutu;
e) Untuk pasien dan pasangan seksualnya, harus dilakukan
pemeriksaan diagosis terhadap penyakit menular seksual.
2) Proteksi Spesifik
Pengeramasan rambut dengan memakai shampo yang
mengandung lindane atau senyawa piretrin dengan piperonil
butoksida. Sesudah dibilas sampai bersih rambut disisir dengan
sisir yang sudah direndamkan ke dalam cuka agar telur atau
cangkang telur tuma yang tertinggal dapat terlepas dari rambut.
Semua barang, pakaian, handuk dan perangkat tempat tidur yang
bisa mengandung tuma atau telurnya harus dicuci dengan air panas,
sedikitnya dengan suhu 54˚C. Sisir atau sikat rambut juga harus
didisinfeksi dengan shampo. Semua anggota keluarga yang
berhubungan langsung dengan pasien harus diobati.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder guna mencegah penyebaran parasit
pediculus kepada individu yang belum terserang pedikulosis.
Adapun pencegahannya yakni dengan pengeramasan rambut
memakai sampo yang mengandung lindane atau senyawa piretrin
dengan piperonil butoksida seperti sampo RID atau R&C.
Dianjurkan untuk mengeramas kulit kepala dan rambut menurut

60
petunjuk pemakain sampo tersebut. Sesudah dibilas sampai bersih,
rambut disisir dengan sisir serit yang sudah direndam dalam cuka
agar telur atau cangkar telur tuma yang tertinggal dapat terlepas
dari batang rambut. Telur kutu sangat sulit dilepas dan mungkin
harus diambil dengan jari tangan satu per satu.
Semua barang, pakaian, handuk dan perangkat tempat tidur
yang bisa mengandung kutu atau telurnya harus dicuci dengan air
panas sedikitnya dengan suhu 54°C atau dicuci kering untuk
mencegah infestasi ulang. Perabot, permadani dan karpet yang
berbulu harus sering dibersihkan dengan alat vacuum cleaner. Sisir
dan sikat rambut juga harus didisinfeksi dengan sampo. Semua
anggota keluarga dan orang yang berhubunagn erat dengan
penderita harus diobati.
Permethrin merupakan pengobatan kutu yang paling aman,
paling efektif dan paling nyaman. Lindane yang tersedia dalam
bentuk krim, lotion atau shampo juga bisa mengatasi kutu tetapi
tidak dapat diberikan kepada anak-anak karena bisa menimbulkan
komplikasi neurologis. Kadang digunakan piretrin. Ketiga obat
tersebut bisa menimbulkan iritasi. 10 hari setelah pemakaian,
ketiga obat tersebut harus dioleskan kembali untuk membunuh
kutu yang baru menetas. Infestasi pada alis atau bulu mata sulit
untuk diobati, kutu biasanya diambil dengan menggunakan tang
khusus. Jeli minyak polos bisa membunuh atau melemahkan kutu
di bulu mata. Jika sumber infestasi seperti sisir, topi, pakaian dan

61
seprei tidak dibersihkan melalui pencucian, penguapan atau dry
cleaning, maka kutu bisa bertahan hidup dan kembali menginfeksi
manusia. Pengobatan dengan krim gameksan 1% yang dioleskan
tipis di seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam, setelah itu baru pasien
mandi. Jika belum sembuh bisa diulangi 4 hari kemudian. Obat
lainnya yaitu emulsi benzil benzoat 25% dan bubuk malathion 2%.
Pakaian diberikan panas tinggi seperti direbus atau disetrika untuk
membunuh telur dan kutu. Jika ada infeksi sekunder bisa diberikan
antibiotik sistemik atau topikal.
Shampo Lidane 1%. Gamma benzene heksa klorid atau
piretrin. Dosis shampo rambut biarkan 4-10 menit, kemudian
dibilas piretrin. Pakai sampai rambut menjadi basah, biarkan 10
menit kemudian dibilas. Tindak lanjut periksa rambut 1 minggu
setelah pengobatan untuk telur dan kutu rambut. Salep Lindang
(BHC 10%); atau bedak DDT 10% atau BHC 1% dalam
pyrophylite; at au Benzaos benzylicus emulsion. Dosis, kepala
dapat digosok dengan salep Lindane (BHC 1%) atau dibedaki
dengan DDT 10% atau BHC 1% dalam pyrophlite atau baik
dengan penggunaan 3 – 5 gram dari campuran tersebut untuk sekali
pemakaian. Bedak itu dibiarkan selama seminggu pada rambut,
lalu rambut dicuci dan disisir untuk melepaskan telur. Emulsi dari
benzyl benzoate ternyata juga berhasil
Pecegahan penyakit parasit juga dapat dilakukan dengan
cera sebagai berikut:

62
1. Mengurangi sumber infeksi dengan memberi obat penderita;
2. Melakukan pendidikan kesehatan dengan tujuan untuk
mencegah penyebaran penyakit parasit;
3. Melakukan pengawasan sanitasi air,makan, tempat tinggal
dan pembuangan sampah;
4. Melakukan pemberantasan dan pengendalian hospes
reservoir dan vector; dan
5. Mempertinggi pertahanan biologis terhadap penularan
parasit.

D. Pengobatan
Metode pengobatan akhir-akhir ini telah berubah, dan
sekarang bisa diterapkan strategi yang mencakup metode fisik
maupun kimiawi. Pengendalian secara kimiawi, yaitu penggunaan
insektisida atau pedikulisid, telah secara luas dipakai di seluruh
dunia. Insektisida mudah dan nyaman digunakan serta hasilnya
sangat efektif. Akan tetapi, telah disadari adanya efek samping
yang potensial dan juga banyak ditemukan terjadinya resistensi
tungau terhadap beberapa insektisida. Metode fisik yang dapat
digunakan adalah mencukur rambut untuk mencegah infestasi dan
membantu agar obat topikal bekerja lebih baik (tidak terhalang
rambut).

63
Tujuan pengobatan adalah memusnahkan semua kutu dan
telur serta mengobati infeksi sekunder. Terapi pilihan berdasarkan
pada keberhasilan, potensi toksisitas, dan pola resistensi tungau
terhadap berbagai insektisida di area geografik tertentu. Pedikulisid
merupakan terapi yang tetap digunakan sampai saat ini. Semua
sediaan topikal diberikan dengan cara pemakaian 1 kali seminggu
dan diulang pada minggu berikutnya. Cara ini dianjurkan untuk
membunuh semua tungau dan telur yang yang selamat dari terapi
serta untuk Pediculosis capitis yang resisten. Belum ada bukti
keberhasilan pengobatan alternatif, produk non pestisida termasuk
petroleum jelly, minyak rambut, minyak zaitun, mayones, minyak
sayur, dan minyak mineral. Produk-produk tersebut akan
memperlambat gerakan tungau dewasa dan memudahkan untuk
disisr dari kulit kepala, tetapi zat tersebut tidak bisa mematikan
tungau. World Health Organization (WHO) tidak membenarkan
untuk menentukan kematian tungau sebelum 24 jam setelah
terpajan obat. Berikut adalah macam macam obat yang dapat
digunakan untuk terapi Pediculosis capitis:
1. Piretrin
Nama dagang : A-200, Pronto, Rid, Triple X
Piretrin berasal dari ekstrak alami bunga Chryantheum
cinerariaefolium. Ekstrak piretrin alami digunakan pada tahun
1940 dan sangat mahal. Sehingga, Piperonyl Butoxide (PBO)
ditambahakan sebagai zat sinergis. Pasien yang alergi terhadap

64
tanaman chysanteums atau sari tanaman yang terkait akan
mengalami sesak nafas dan dispnea. Di Amerika Serikat, piretrin
adalah satu-satunya pedikulisid yang tersedia di pasaran dan di jual
bebas yang di izinkan oleh Food and Drug Administration (FDA).
Insektisida ini tersedia dalam bentuk lotion, shampo, foam mouse
dan krim. Penambahan BPO akan memperlambat biotransformasi
piretrum dan mencegah resitensi melalui jalur mixed function
oxidase (MFO). Produk piretrin dioleskan pada kepala selama 10
menit lalu dibilas. Walaupun efektifitas pedikulisidae mendekati
100% pada pertengahan tahun 1980, kegagalan pengobatan sebesar
88% karena resistensi yang baru-baru ini dilaporkan.
2. Permethrin
Nama dagang : Nix
Permetrin adalah satu-satunya piretoid sintesis yang yang
memiliki kegunaan untuk membunuh tungau di seluruh dunia.
Diperkenalkan di Amerika Serikat tahun 1986, permetrin memiliki
aktifitas residual selama 2 minggu setelah pengobatan tunggal
selama 10 menit. Permetrin krim di aplikasikan selama 10 menit,
namun pengobatan 8-12 jam dengan krim 5% untuk penyakit
kudis/scabies adalah pengobatan alternatif dan lebih efektif.
Resistensi terhadap konsentrasi tinggi juga menjadi masalah,
terutama di daerah dimana terdapat resistensi DDT/piretroid.

65
3. Lindane
Nama dagang : Tidak tersedia
Lindane adalah Chlorinated hydrocarbon, seperti DDT, dan
kelas ini adalah senyawa yang pada umumnya lambat membunuh.
Tersedia dalam sediaan shampo 1% yang diaplikasikan selama 4
menit. Para peneliti tidak menyarankan penggunaan lindane karena
resistensi, efek samping pada sistem saraf pusat (SSP). Obat ini
hanya dianjurkan untuk pasien yang gagal untuk respon terapi
tungau.
4. Carbaril
Nama dagang : Sevin
Carbaril adalah inhibitor cholinesterase. Carbaril tersedia
dalam lotion dan shampo 0,5% di Inggris dan di negara-negara
lain. Produk ini tidak tersedia di Amerika Serikat dan mungkin
tidak disetujui FDA karena toksisitasnya. Carbaril lebih beracun
dan bersifat karsinogenik pada pasien dan kurang mematikan
tungau.
5. Malathion
Nama dagang : Ovide
Seperti Carbaril, Malathion adalah inhibitor cholinesterase
dan telah digunakan selama 20 tahun untuk mengobati tungau.
Pengobatan secara topikal di antaranya dengan pemberian
malathion yang memberikan efek pedikulosid dengan cara
pemberian sebanyak 0,5% atau 1% dalam bentuk lotion atau spray.

66
Lotion malathion digunakan malam hari sebelum tidur setelah
rambut dicuci dengan sabun, kemudian kepala ditutup dengan kain.
Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun dan disisir
menggunakan sisir rapat atau serit. Pengobatan dapat diulangi satu
minggu kemudian jika masih terdapat telur.
6. Ivermectin
Nama dagang : Mectizan
Ivermectin adalah agen antiparasit yang memberikan hasil
baik secara topikal maupun oral untuk terapi tungau. Sediaan
dengan konsentrasi 1% di aplikasikan 10 menit pada kulit kepala.
Pengobatan oral 250ug/kg diberikan dua kali dengan jarak satu
minggu merupakan pilihan pengobatan pasien yang resisten
terhadap terapi topikal, meskipun masih dibutuhkan uji klinis lebih
lanjut untuk pengobatan oral, antibiotik Trimetroprim
/sulfometoxazole terbukti efektif untuk membunuh tungau.
Antibiotik ini bekerja dengan cara membunuh bakteri simbiotik
flora normal usus tungau sehingga mengganggu bakteri tersebut
mensintesis vitamin B. Selain efek tersebut antibiotik ini dipercaya
memiliki efek toksik langsung terhadap tungau. Pada Infeksi
sekunder terlebih dahulu diobati dengan antibiotik sistemik dan
topikal seperti Eritromisin, Cloxacilin dan Cephalexin kemudian
diikuti dengan obat di atas dalam bentuk shampo.
Keadaan infeksi sekunder berat dianjurkan untuk mencukur
rambut, infeksi sekunder diobati dulu dengan antibiotik topikal dan

67
sistematik, setelah itu gunakan obat yang telah disebutkan tadi
dalam bentuk sampo. Supaya infestasi tidak terulang, memperbaiki
kebersihan diri dan lingkungan adalah syarat utama.
Penanggulangan kutu rambut dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu secara mekanis dan secara kimiawi. Secara mekanis
dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kepala,
sedangkan kimiawi dapat dilakukan dengan cara menggunakan
obat pembasmi kutu rambut yang beredar di pasaran (Alatas,
2013).
Penggunaan insektisida kimia diyakini dapat membasmi
vektor penyakit secara cepat namun memiliki dampak buruk bagi
kesehatan manusia dan lingkungan apabila digunakan secara
berlebihan. Menurut WHO (World Health Organization) sebanyak
44.000-2.000.000 orang setiap tahunnya mengalami keracunan
akibat insektisida kimia (Yenie, 2013).
Banyaknya dampak negatif akibat insektisida kimia
membuat pemerintah mengeluarkan PERMENKES
No.374/MENKES/PER/III/2010 tentang pengendalian vektor
penyakit yang di dalamnya terdapat standar dan syarat penggunaan
insektisida (Kemenkes, 2012).
Insektisida kimia memiliki cara kerja dan kemampuan untuk
mematikan hama sesuai dengan sifat bahan kimia dari insektisida
tersebut. Insektisida tergolong menjadi:

68
1. Racun perut atau lambung
Merupakan bahan beracun yang dapat merusak sistem
pencernaan serangga.
2. Racun kontak
Merupakan bahan beracun yang dapat membunuh atau
menganggu perkembangbiakan serangga, jika bahan beracun
tersebut mengenai tubuh serangga.
3. Racun nafas
Merupakan bahan beracun yangbiasanya berbentuk gas atau
bahan lain yang mudah menguap jika terhisap oleh sistem
pernafasan serangga tersebut.
4. Racun saraf
Merupakan insektisida yang carakerjanya menganggu sistem
saraf serangga.
5. Racun protoplasmik
Merupakan racun yang bekerja dengan cara merusak protein
dalam sel tubuh serangga (Hudayya, 2012).

69
E. Resistensi Pengobatan
Akhir-akhir ini telah banyak dilaporkan resistensi terhadap
pedikulosida kimia. Resistensi terhadap pedikulosida tersebut
kemungkinan disebabkan karena penggunaan dosis yang
berlebihan dari dosis yang telah ditentukan atau penggunaan terlalu
sering. Penyebab lain terjadinya resistensi adalah penggunaan
pedikulosida dengan dosis yang terlalu sedikit, sehingga kutu
terkena dosis subletal dan meningkatkan terjadinya resistensi.
Permethrin sebagai terapi utama pedikulosida telah banyak
dilaporkan terjadi resistensi di berbagai negara, seperti Amerika
Serikat, Republik Ceko, Prancis, Israel, Inggris, dan Argentina. Di
Inggris juga telah ada laporan terjadinya resistensi terhadap piretrin
dan malation. Resistensi pada lindane juga sudah dilaporkan sejak
tahun 1968 di Eropa dan semakin meningkat sampai saat ini.
Semakin banyaknya kasus resistensi kutu rambut terhadap obat-
obatan pedikulosida, dibutuhkan pilihan alternatif pengobatan
pedikulosis kapitis. Salah satunya dengan pemberian obat
kombinasi untuk mengatasi resistensi. Selain itu, dibutuhkan obat
alternatif yang aman dan efektif untuk mengobati PHC.

70
7 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS
DALAM KONSEP LINGKUNGAN
FISIK

A. Definisi Lingkungan
Lingkungan merupakan segala sesuatu berhubungan dengan
manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan
penularan penyakit. Lingkungan adalah kondisi yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku seseorang dan
kelompok baik dalam kondisi internal maupun eksternal.

B. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di
antara makhluk hidup, yang memiliki pengaruh besar dalam
keberlangsungan hidup. Lingkungan fisik yang berpengaruh
terhadap kejadian Pediculosis capitis sebagai berikut:
1. Suhu
Suhu adalah panas atau dinginnya suatu keadaan yang
dinyatakan dengan derajat tertentu. Suhu rumah yang baik memiiki
suhu 20-25°C, dan suhu rumah yang tidak baik adalah <20%°C
atau >25%°C.

71
Suhu rumah akan membawa pengaruh bagi penghuninya.
Suhu dalam ruangan rumah yang terlalu rendah dapat
menyebabkan kesehatan hingga hypotermia, sedangkan suhu yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan kekurangan cairan dalam tubuh.
Tingginya suhu ruangan disebabkan oleh pengeluaran panas badan
sehingga meningkatkan kelembapan akibat uap air dari proses
pernapasan tersebut.
Suhu juga menjadi faktor perkembangan hewan-hewan
parasit yang hidup di inangnya seperti kutu kepala. Siklus hidup
kutu kepala sepenuhnya tergantung pada manusia sesuai dengan
kelembapan dan suhu kulit kepala tempat ia mencari makan.
Pediculosis capitis dapat bertahan hidup selama 10 hari dengan
suhu 5° tanpa makan. Kutu kepala ini dapat menghisap darah
dalam waktu yang cukup lama. Pada suhu 40°C kutu kepala tidak
mampu bertahan hidup sehingga akan mati. Sedangkan telur kutu
kepala dapat musnah dengan suhu 60°C dalam waktu 15-30 menit.
suhu optimal yang mendukung keberlangsungan hidup kutu ada

pada rentang 29-32°C.


Upaya penyehatan suhu udara di atas 30ºC diturunkan
dengan meningkatkan sirkulasi udara dan menambahkan ventilasi
buatan. Bila suhu kurang dari 18ºC perlu menggunakan pemanas
ruangan dengan menggunakan sumber energi yang aman bagi
lingkungan dan kesehatan.

72
2. Cahaya ruangan
Cahaya ruangan memiki peranan penting, kurangnya cahaya
matahari yang masuk ke dalam rumah merupakan media tempat
berkembangnya bibit-bibit penyakit. Rumah yang sehat
memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan lebih. Cahaya
matahari dapat menjadi faktor pertumbuhan dan perkembangan
hewan terutama hewan parasit yang hidupnya berhubungan dengan
inang dan lingkungan tempat tinggalnya. Salah satu contoh hewan
yang siklus hidup tergantung pada inangnya, adalah kutu kepala.
Kutu kepala hidup menempel di kulit kepala manusia. Kulit kepala
manusia cenderung memiliki kelembapan yang tinggi dan gelap
karena biasanya kutu kepala bersembunyi dan menempel di sela-
sela helaian rambut. Cahaya ruangan dapat di ukur menggunakan
alat lux meter apabila < 50 lux atau > 300 lux maka ruangan
tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan, dan memenuhi syarat
kesehatan jika pencahayaan ruangan antara 50-300 lux. Rumah
dengan standart pencahayaan yang buruk dapat menjadi
pendukung berkembangnya parasit yang dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit.
3. Kelembaban
Kelembapan adalah banykanya uap air yang terkandung
dalam udara atau atmosfer. Kelembapan diartikan sebagai uap air
di udara atau tekanan uap yang teramati terhadap tekanan uap
jenuh untuk suhu yang diamati dan dinyatakan dalam persen.

73
Beberapa pendoman yang harus diketahui mengenai penyehatan
udara di dalam rumah atau ruangan sebagai berikut:
a) Kelembaban yang tinggi maupun rendah dapat
menyebabkan perkembangbiakan mikroorganisme
b) Faktor resiko konstruksi rumah yang tidak baik
c) Upaya dalam penyehatan udara, apabila kelebapan udara
berkisar kurang dari 40%, langkah upaya yang dapt
dilakukan seperti membuka jendela rumah, menmbah jumlah
dan luas jendela, menggunakan alat ukur dan lainya.
Sementara, kelembapan udara lebih dari 60% maka dapat
dilakukan upaya memasangkan genteng kaca dan
menggunakan alat ukur menurunkan kelembapan udara.
Kelembaban menjadi salah faktor penting dalam
perkembangbiakan hidup Pediculus humanus capitis. Spesies ini
cenderung menyukai tempat yang lembab, kelembapan yang tinggi
menjadi tempat yang sangat disukai oleh Pediculus humanus
capitis. Kelembapan 70-90% memiliki risiko 2 kali mengalami
Pediculus humanus capitis dibandingkan dengan kelembapan
ruangan < 70% atau >90%.
4. Kecepatan angin
Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan
bumi. Udara bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke
daerah bertekanan udara rendah. Angin diberi nama sesuai dengan
dari arah mana angin datang. Frekuensi kecepatan angin sangat

74
berpengaruh bagi serangga. Kebanyakkan serangga menyebar dari
satu tempat ke tempat lainnya dengan bantuan angin. Angin dapat
mempengaruhi kandungan air dalam tubuh serangga, karena angin
mempercepat penguapan dan penyebaran udara. Kutu kepala
(Pediculus humanus capitis) termasuk dalam serangga, namun
PHC ini merupakan hewan yang tidak memiliki sayap untuk
terbang maupun melompat. Namun, ada cara yang berbeda untuk
transmisi tidak langsung kutu kepala pada benda mati bergerak
host baru, rambut yang lepas dan membawa kutu kepala ke host
baru, angin meniup kutu dari suatu lokasi ke host baru ,listrik statis
dari menyisir yang mengusir kutu ke udara dan host baru.
5. Iklim
Iklim sangat mempengaruhi dan berhubungan terhadap
temperatur, kelembapan, kecepatan angin, maupun cahaya. PHC
termasuk kedalam ordo Arnoplura, spesies yang termasuk kedalam
hewan ektoparasit yang tersebar luas di seluruh dunia, terutama
diaerah yang beriklim dingin yang penduduknya sering
menggunakan pakaian tebal, jarang mandi, dan kurang menjaga
kebersihan badannya.

75
8 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS
DALAM KONSEP LINGKUNGAN
BIOLOGI

A. Definisi Lingkungan Biologi


Biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang berarti
hidup dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian,
biologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hidup dan
kehidupan. Lingkungan biologi, yaitu lingkungan di luar suatu
organisme yang terdiri atas organisme hidup, seperti tumbuhan,
hewan, dan manusia. Menurut Undang-Undang RI No.4 tahun
1982, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Biologi, dikatakan bahwa: Lingkungan Biologi adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya (Dahlia, 2015).
Ruang lingkup objek kajian biologi meliputi seluruh ragam
kehidupan mulai dari organisme mikroskopis hingga organisme
berukuran besar dan dari tingkat organisasi yang sederhana hingga
tingkat organisasi yang lebih kompleks. Bahkan, sejalan dengan

76
perkembangan ilmu pengetahuan, objek biologi juga terus
mengalami perkembangan. Pada awalnya klasifikasi makhluk
hidup terbagi hanya dua, yaitu kingdom Animalia dan kingdom
Plantae. Namun, seiring perkembangan ilmu pengetahuan,
menurut Robert H. Whittaker organisme dikelompokan menjadi 5
kingdom, yaitu Monera, Protista, Fungi, Plantae, Animalia.
Sedangkan, klasifikasi terbaru menurut Carl Woese ada 6 kingdom
yaitu Archaebacterial, Eubacteria, Protista, Fungi, Plantae, dan
Animalia.
Tiap-tiap makhluk hidup akan bertempat tinggal di dalam
lingkungan tempat mereka berada. Makhluk hidup akan selalu
berkelompok dengan jenisnya masing-masing. Dalam hal ini
makhluk hidup dalam lingkungan ada yang hidup sebagai individu,
populasi, komunitas atau ekosistem tertentu. Keseimbangan
lingkungan atau ekosistem akan terjadi jika rantai makanan, jaring
makanan, dan piramida makanan tepat. Hakekatnya tiap komponen
dalam lingkunga hidup dapat dikatakan sebagai satu untuk yang
lain. Lingkungan sebagai tempat berlangsungnya aktivitas
kehidupan makhluk hidup diwarnai oleh berbagai aktivitas yang
bertujuan memenuhi kebutuhan bagi hidupnya.

77
B. Lingkungan Biologi Menurut Para Ahli
1) Menurut Munadjat Danusaputro lingkungan biologi adalah
Lingkungan hidup adalah semua benda dan daya serta
kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah
perbuatannya, terdapat dalam ruang dimana manusia
berada.
2) Pegertian lingkungan menurut Otto Soemarwoto tentang
lingkungan hidup ialah ruang yang ditempati suatu makhluk
hidup bersama dan mempengaruhi kelangsungan hidupnya
serta kesejahteraan manusia (Akib, 2014).

C. Simbiosis PHC pada Manusia


PHC adalah suatu parasit yang terdapat pada rambut atau
kepala manusia dan menghabiskan seluruh siklus hidupnya
dimanusia (Stone dkk, 2012). PHC dapat menginfeksi secara cepat
dengan kontak langsung maupun tidak langsung karena kutu
rambut tersebut tidak bisa terbang maupun melompat. Penyebaran
berlangsung dengan cepat pada lingkungan biologi yang kurang
baik. Manusia dan PHC termasuk simbiosis parasitisme Simbiosis
parasitisme adalah jenis interaksi antar makhluk hidup yang
menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Makhluk
hidup (PHC) yang merugikan disebut sebagai parasit. Sementara
itu, makhluk hidup (Manusia) yang dirugikan disebut sebagai
inang.

78
Parasit sangat bergantung hidupnya pada makhluk hidup
lain. Mereka akan mengambil makanan serta cadangan makanan
inangnya untuk bisa bertahan hidup. Interaksi antara PHC dengan
manusia termasuk contoh simbiosis parasitisme. PHC pada
manusia biasa ditemukan di rambut kepala. Adanya PHC tentu
akan membuat rasa gatal atau rasa tidak nyaman. Keuntungan
didapatkan oleh PHC karena mendapat makanan dan juga tempat
tinggal di rambut manusia. Sementara manusia tentu akan
dirugikan dengan adanya kutu (Yulianti dkk, 2014).

D. Lingkungan yang Disukai PHC


Kejadian Pediculosis capitis cukup tinggi di daerah
lingkungan padat, lembab dan kotor terutama pada kebersihan
kepala akan menjadi lingkungan atau tempat tinggal yang paling
disukai oleh PHC. Lingkungan yang padat merupakan lingkungan
yang kurang kondusif bagi manusia, karena lingkungan yang padat
dapat menyebabkan penurunan kesehatan baik kesehatan fisik
maupun kesehatan mental. Lingkungan yang padat disebabkan oleh
perkembangan masyarakat yang bertambah pesat dan pada
akhirnya menyebabkan kesesakan. Dari pertumbuhan masyarakat
yang begitu meningkat mengakibatkan kegiatan dari setiap
individu juga meningkat. Masyarakat yang cenderung berperilaku
acuh tak acuh dan kurang perhatian terhadap pemeliharaan
kesehatan pribadi masing masing mencerminkan kurangnya

79
pengetahuan masyarakat tersebut terhadap persepsi sakit dan
pengetahuan tentang penyebab dan gejala sakit. Kebiasaan tidak
sehat seperti memakai benda pribadi secara bergantian, jika tidak
ada pihak yang mengingatkan maka perilaku tidak sehat tersebut
akan terus dilakukan dalam kehidupan (Ramdan, 2013).
Perilaku perawatan diri individu mempertahankan
kesehatannya,oleh karena itu perilaku kesehatan menjadi aspek
yang penting menjaga kesehatan individu karena perilaku yang
baik akan meminimalkan masuknya mikroorganisme yang ada di
mana-mana dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena
penyakit baik penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit mulut, dan
penyakit pada saluran pencernaan atau bahhkan dapat
menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu, seperti halnya infeksi
Pediculosis capitis pada rambut kepala (Laily, 2012).

E. Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan

Gambar 8.1 Gambaran Gotong Royong untuk Menjaga Kebersihan


Lingkungan
Sumber: google.com

80
Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi lingkungan
yang sangat berpengaruh pada keseimbangan ekologi antara
manusia dengan lingkungannya. Lingkungan yang sehat
mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan
bahagia. Lingkungan biologi dapat memberi pengaruh negatif
terhadap kesehatan. yang bersifat patogen dapat menimbulkan
penyakit. Begitu juga hewan seperti serangga PHC yang dapat
berperan sebagai perantara penyakit menular. Masyarakat sebagai
penghuni dan pengguna lingkungan pada dasarnya sangat peduli
terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan (Biofarma, 2014)

81
9 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS
DALAM KONSEP LINGKUNGAN
KIMIA

A. Definisi Lingkungan Kimia


Lingkungan kimia adalah studi ilmiah terhadap fenomena
kimia dan biotik yang terjadi di alam. Bidang ilmu ini dapat
didefenisikan sebagai studi sumber, reaksi, transfer, efek, dan nasib
zat kimia lingkungan di udara, tanah, dan air. Serta efek aktivitas
makhluk hidup terhadapnya. Kimia lingkungan mempelajari zat zat
kimia yang penggunaan nya dapat menguntungkan di bidang
teknologi tetapi hasil sampingannya merugikan serta cara
pencegahannya.
Udara merupakan faktor terpenting dalam kehidupan, namun
dengan meningkatnya pembangunan kota dan pusat-pusat industri,
kualitas udara telah mengalami perubahan. Yang dahulunya segar,
kini kering dan kotor. Tanah adalah tubuh alam yang tersusun dari
bahan padatan (bahan mineral dan bahan anorganik), cairan dan
gas terjadi pada permukaan laha, menutupi runag dan dicirikan
oleh salah satu atau kedua hal berikut: horizon-horizon dibedakan
dari bahan asalnya sebagai akibat dari transfer dan perubah bentuk

82
dari energi dan bahan, atau kemampuan dalam menyokong
tanamana berakar pada lingkungan alami. Air merupakan bahan
alam yang diperlukan untuk kehidupan manusia, hewan dan
tanaman yaitu sebagai media pengangkutan zat-zat makanan, juga
merupakan sumber energi serta berbagai keperluan lainnya.

B. Macam-Macam Pencemaran Lingkungan


Adapun pencemaran lingkungan dibedakan atas pencemaran
lokasi pencemaran itu terjadi yaitu
1. Pencemaran Udara
Pencemaran udara merupakan kehadiran satu atau lebih
subtansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang
dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,
menggangu estetika dan kenyamanan, atau merusak propert.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami
dan kegiatan manusia. Sifat alami udara mengakibatkan dampak
pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional
maupun global. Pencemaran udara dalam ruangan dapat
mempengaruhi kesehatan manusia sama buruknya saat pencemaran
udaran terbuka.
Penyebab pencemaran udara terdiri dari faktor internal dan
eksterter. Adapun faktor internal (secara alamiah) contohnya
seperti debu berterbangan oleh tiupan agin, abu atau debu dan gas-
gas vulkanik dari letusan gunung berapi dan proses pembusukan

83
sampah. Sedangkan pencemaran ekternal (karena ulah manusia),
contohnya pembakaran bahan bakar fosil, debu atau serbuk
kegiatan industri, dan pemakaian zat kimia yang disemprotkan di
udara.
Udara yang kotor dapat mempengaruhi lingkungan dan
berdampak pada kesehatan tubuh, melalui udara baik organisme
parasit yang mikroskopis dan maroskopis dapat menjadi faktor
tempat penyebaran secara tidak langsung. Udara memberikan
dampak yang cukup besar bagi lingkungan tempat tinggal.
Pencemaran lingkungan yang buruk menyebabkan dampak
kejadian infestasi Pediculus humanus capitis.
2. Pencemaran Air
Pencemaran air merupakan suatu perubahan keadaan di
suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan, air,
dan tanah karena aktivitas manusia. Danau, sungai lautan dan air
tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan
merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Berbagai
macam fungsi air sangat membantu kehidupan manusia
Dampak/kerugian akibat pencemaran air:
a. Air tidak bermanfaat lagi untuk keperluan rumah tangga,
industri, maupun pertanian; dan
b. Air dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit. Air yang
tercemar oleh limbah organik terutama dari bahan makanan
merupakan tempat subur berkembang biak mikroorganisme.

84
3. Pencemaran tanah
Pencemaran tanah merupakan keadaan bahan kimia buatan
manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami.
Pencemaran tanah biasaanya terjadi karena: kebocoran limbah cair
atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial.
Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari
permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan
atau masuk kedalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia
beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak
langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat
mencemari air tanah dan udara di atasnya.
Dampak pemcemaran tanah terbagi menjadi 2 yaitu
a. Dampak langsung contohnya seperti bau, merusak
pemandangan, kotor dan kumuh
b. Dampak tak langsung, seperti menjadi tempat
berkembangnya nyamuk, lalat, tikus, bakteri, dan lain-lain.

85
10 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS
DALAM KONSEP LINGKUNGAN
SOSIAL

A. Definisi Lingkungan Sosial


Menurut Purba (2002) lingkungan sosial merupakan
interaksi di antara manusia dalam suatu organisasi. Dengan adanya
lingkungan sosial akan membentuk suatu sistem pergaulan yang
memiliki peranan besar di dalam membentuk sebuah kepribadian
seseorang terhadap kejadian Pediculosis capitis.

B. Faktor Lingkungan Sosial


Adapun faktor lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap
kejadian Pediculosis capitis, yaitu sebagai berikut:
1. Usia
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah usia.
Menurut Alatas (2013) dengan adanya usia seseorang bisa
memiliki sebuah pengalaman yang dijalani selama hidupnya.
Memiliki pengetahuan yang luas, keahlian semakin dalam dan
pengambilan keputusan semakin baik semua dikarenakan adanya
faktor usia pada diri seseorang. Kejadian PHC diseluruh dunia
terdapat pada anak usia 3-11 tahun. Setiap tahunnya PHC

86
menyerang anak usia 3-11 hingga diperkirakan sebanyak 6 sampai
12 juta anak terinfeksi PHC. Hal itu sejalan dengan pendapat
Salbiah (2018) bahwa Infestasi kutu kepala (Pediculus humanus
var. capitis) paling sering terjadi pada anak usia pra-sekolah dan
sekolah dasar. Sehingga anak harus dicegah agar tidak melakukan
kontak kepala yang dekat dan langsung dengan orang lain atau dari
berbagi barang yang telah bersentuhan dengan rambut. Meskipun
usia yang rentan terkena Pediculosis capitis adalah anak-anak
namun tidak menutup kemungkinan infeksi dapat terjadi pada
orang lanjut usia. Usia seseorang mempengaruhi banyaknya
pengalaman dan informasi yang didapat. Hal itu dibuktikan dalam
penelitian Irmayanti (2007) menyatakan bahwa usia berpengaruh
positif terhadap pengetahuan yang dimiliki karena pembelajaran
dari pengalaman dan daya tangkap serta pola pikir yang lebih
berkembang.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki memiliki
perbedaan. biasanya perempuan paling banyak terinfeksi PHC ini
dikarenakan perempuan memiliki rambut yang panjang, sedangkan
laki-laki cenderung memiliki rambut yang pendek. Hal itu
diperkuat dengan penelitian Alatas (2013) bahwa kutu lebih
banyak menginfestasi perempuan, sehingga informasi yang mereka
miliki, yang dapat bersumber dari pengalaman, seharusnya lebih
banyak. Pada umumnya perempuan juga lebih sering bersosialisasi

87
sehingga tingkat pengetahuannya lebih tinggi daripada laki-laki.
Sejalan dengan penelitian Dita (2016) yang menyatakan bahwa
Pediculosis capitis dapat menyerang siapa saja, namun perempuan
dua kali lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan laki-laki,
karena perempuan mayoritas memiliki rambut yang panjang
sehingga lebih susah untuk dibersihkan dan menguntungkan bagi
Pediculus humanus var. capitis untuk berlindung, selain itu anak
perempuan sering bertukar aksesoris rambut.
3. Kepadatan Hunian
Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat
penting bagi kehidupan setiap orang sebagai tempat untuk
berlindung dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan
kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial dengan
memiliki konsep kebersihan, kesehatan, dan keindahan.
Persyaratan kesehatan perumahan menurut Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor: 829/Menkes/SK/VII/1999
menyatakan bahwa kepadatan hunian menjadi salah satu aspek
kesehatan tempat tinggal. Luas kamar tidur minimal 8 m 2 dan
maksimal ditempati oleh 2 orang dalam satu kamar tidur, kecuali
anak berusia kurang dari 5 tahun yang masih membutuhkan
pengawasan orang tua. Kepadatan hunian dinilai dari luas rumah
total dibagi dengan jumlah penghuni rumah dan dinyatakan dalam
m2/orang. Syarat minimal kepadatan hunian yaitu 10 m 2/orang

88
sehingga untuk satu keluarga yang terdiri dari empat orang anggota
dibutuhkan luas rumah minimal 40 m2.
Menurut Rahmita (2019) kepadatan hunian menunjukkan
bahwa jumlah penghuni dengan luas ruangan dalam keadaan yang
tidak seimbang. Kepadatan yang tidak memenuhi syarat standar
akan menimbulkan keadaan ruangan yang tidak nyaman seperti
panas dan lembab. Keadaan ruangan yang cenderung lembab itu
akan mempengaruhi kejadian suatu penyakit. Terjadi
ketidakseimbangan antara lingkungan dengan pejamu, sehingga
mikroorganisme mudah berkembang biak dan menginfeksi
manusia.
4. Karaktersitik Rambut
PHC merupakan hewan ektoparasit penghisap darah, parasit
ini hidup dengan cara menempel di kulit kepala untuk menghisap
darah sebagai makanannya. Kutu kepala baisanya bersembunyi dan
menempel di sela-sela helaian rambut. Rambut merupakan tempat
pedikulosis tumbuh dan berkembang biak. Setiap orang memiliki
karakteristik rambut yang berbeda-beda diantaranya, jenis rambut,
warna rambut dan panjang rambut. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik
rambut dengan tingkat infestasi Pediculosis capitis. Jenis rambut
dan panjang rambut memiliki pravalensi yang tinggi terhadap
infestasi penyakit ini. Hal ini dikarenakan karakteristik rambut
yang panjang dan keriting lebih lembab dan hangat sehingga

89
menjadi tempat perkembang biakan yang baik untuk Pediculus
humanus capitis. Hal itu sejalan dengan hasil penelitian Lukman
(2018) bahwa panjang rambut merupakan salah satu variabel yang
dapat mempengaruhi terjadinya Pediculosis capitis. Orang yang
memiliki rambut panjang lebih sering terkena infestasi kutu kepala.
Hasil penelitiannya menunjukkan mayoritas responden yang
berambut panjang dapat menyebabkan positif Pediculosis capitis.
Hal ini disebabkan lebih susah membersihkan rambut dan kulit
kepala pada orang yang berambut panjang dibandingkan dengan
orang yang berambut pendek. Pediculus humanus var. capitis juga
lebih leluasa hidup dan berkembang biak di rambut yang lebih
lebat dan lembab (Akib et al., 2017).
Ada beberapa karakteristik rambut yang dapat
mempengaruhi kejadian PHC yaitu ukuran panjang rambut dan
tipe rambut sebagai berikut:
a. Panjang rambut
Panjang rambut dipengaruhi oleh lamanya tahap tumbuh
atau dikenal dengan fase anagen dalam siklus pertumbuhan
rambut. Pada rambut kepala, tahan pertumbuhan rambut normalnya
terjadi selama dua hingga delapan tahun. Panjang rambut pada
setiap orang memiliki ukuran yang berbeda.

90
Ada beberapa macam ukuran panjang rambut yakni:
1) Rambut pendek; Rambut pendek biasanya memiliki ukuran
panjang rambut diatas bahu, yakni 0 cm - 20 cm; atau
sampai batas leher;
2) Rambut Panjang; panjang rambut melebih bahu, yakni lebih
dari 20 cm atau melewati leher; dan
3) Rambut Sedang; rambut sedang biasanya memiliki ukuran
sebatas bahu, yakni sekitar 10 - 15 cm.

Gambar 10.1 Ukuran rambut


Sumber: google.com

Biasanya parasit ini menyerang anak-anak dan wanita


berambut panjang.
b. Tipe rambut
Salah satu karatersitik rambut seseorang dapat dilihat dari
tipe rambut. Tipe rambut seseorang tergantung dari distribusi
keratin rambut dan tipe sel yang ada di serat rambut, dengan
jumlah sel mesokortikal yang menurun saat derajat keriting
bertambah. Terdapat tiga tipe rambut yang perlu diperhatikan
dalam kaitannya dengan kejadian pedikulosis kapitis, yakni rambut
lurus, rambut ikal, dan rambut keriting.

91
5. Personal Hiygene
Personal hygiene berasal dari bahasa yunani “personal”
yang artinya perorangan/individu dan “hygiene” berarti sehat atau
kesehatan. Kebersihan perorangan merupakan suatu tindakan untuk
memelihara kesehatan dan kebersihan individu untuk kesejahteraan
fisik dan psikis. Personal hygiene menjadi salah satu yang menjadi
faktor mempengaruhi kejadian Pediculosis capitis. Kebersihan diri
yang perlu di pelihara meliputi perilaku penggunaan sisir seacara
bergantian dan kebersihan rambut yaitu kebiasaan keramas yang
dilakukan saat mandi yang mampu meminimalisir infestasi
Pediculus humanus capitis.
6. Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses,
kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi seseorang sebagai hasil
interaksi dan pengalamannya dengan lingkungan. Pengetahuan
memiliki suatu peranan yang sangat penting untuk memberikan
suatu informasi kepada sesorang. Dalam tingginya tingkat kejadian
Pediculosis capitis salah satunya dipengaruhi oleh rendahnya
pengetahuan individu maupun masyarakat. Hal itu sejalan dengan
pendapat Notoatmodjo (2012 dan 2014) bahwa banyak yang
mempengaruhi terwujudnya pengetahuan dan sikap menjadi
tindakan nyata, salah satu faktor yang dominan adalah lingkungan.
Orang yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tetapi tidak
dapat mengendalikan emosinya, tidak disertai kemauan dan tidak

92
disikapi dengan tindakan untuk mengurangi penularanya untuk
bersikap sesuai dengan tingkat pengetahuanya maka akan
meningkatkan prevalensi suatu penyakit seperti Pediculosis capitis.

93
11 KAJIAN PEDICULOSIS CAPITIS
DALAM BIDANG EKONOMI

A. Definisi Ekonomi
Istilah ekonomi berasal dari kata “oikos” yang berarti rumah
tangga atau keluarga dan “Nomos” yang berarti aturan, peraturan
dan hukum. Jadi, secara garis besar dapat di artikan segala aturan
atau managemen dalam rumah tangga. Ilmu ekonomi juga dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha manusia
dalam mencapai kemakmuran. Untuk mencapai kemakmuran,
manusia akan melakukan aktivitas ekonomi seperti konsumsi,
produksi, dan distribusi. Hal ini dapat memunculkan masalah
ekonomi yaitu tidak seimbangnya kebutuhan manusia yang tak
terbatas dengan jumlah barang atau produksi yang makin terbatas.

B. Faktor yang Menentukan Pertumbuhan


Ekonomi
Faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan adalah sebagai
berikut :
1. Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada
sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya.

94
Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin
keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung
oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola
sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang
dimaksud di ataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral,
tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
2. Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan
ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia
merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat
lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana
sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki
kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses
pembangunan.
3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan,
pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia
digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek
efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan
ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada
percepatan laju pertumbuhan perekonomian.

95
4. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap
pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi
sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi
dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat
mendorong pembangunan di antaranya sikap kerja keras dan kerja
cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat
menghambat proses pembangunan di antaranya sikap anarkis,
egois, boros dan sebagainya.
5. Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah
SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal
berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan
dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang
modal juga dapat meningkatkan produktivitas (Astutiningsih dkk.,
2017).

96
C. Hubungan Pediculosis capitis dengan
Ekonomi

Gambar 11.1 Gambaran kejadian kutu rambut pada tingkat


ekonomi
Sumber: trekearth.com

Status ekonomi dan kepadatan tempat tinggal dapat


mempengaruhi kejadian Pediculosis capitis. Anak yang
berasal dari keluarga yang ekonomi rendah memiliki
prevalensi Pediculosis capitis yang lebih tinggi daripada anak
yang yang berasal dari keluarga yang ekonomi yang tinggi.
Kejadian Pediculosis capitis juga dapat dipengaruhi oleh
higiene, semakin sering seorang anak mencuci rambut,
kejadian Pediculosis capitis pada anak tersebut akan semakin
jarang terjadi (Nurlatifah dkk., 2017). Lingkungan
mempengaruhi perilaku seseorang. Anak usia sekolah dasar
belum dapat menentukan sikap yang terbaik untuk dirinya

97
sendiri, sehingga hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh
orangtuanya. Lingkungan responden merupakan masyarakat
dengan ekonomi rendah. Menggunakan barang secara
bergantian merupakan perilaku yang biasa terjadi pada
masyarakat ini, dikarenakan membutuhkan biaya yang lebih
untuk membeli barang (Nurmatialila dkk., 2019).
Penelitian yang dilakukan Turki pada tahun (2012)
menyatakan bahwa adanya hubungan antara pendapatan
keluarga dengan kejadian Pediculosis capitis karena
kurangnya tindakan pengobatan pada keluarga dengan
pendapatan yang rendah. Kesehatan dapat diperoleh jika kita
menjaga kebersihan diri. Sementara itu kebersihan diri
memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, sampo, alat penghilang kutu, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya. Rendahnya tingkat
ekonomi seseorang akan meningkatkan peluang terjadinya
penyakit Pediculosis capitis. Hal itu terjadi karena adanya
pengaruh pendapatan keluarga sebagai ukuran faktor
ekonomi dengan kejadian Pediculosis capitis. Dapat
dijelaskan bahwa dengan pendapatan keluarga yang rendah
maka akan sedikit pula uang saku yang didapatkan, hal ini
akan mempengaruhi pola hidup (Hudayah, 2019).

98
12 KAJIAN PEDICULOSIS
CAPITIS DALAM KONSEP
AGAMA

A. Ayat-Ayat Al-quran dan Hadis yang


Berkaitan dengan PHC
1. Ayat Al-Quran yang Membahas PHC

Serangga parasit yang menyebabkan Pediculosis capitis


adalah Pediculus humanus capitis (PHC) atau lebih dikenal
dengan kutu rambut. Keberadaan kutu ini telah dijelaskan dalam
Al-Quran Surat Q.S Al- A‟raf : 133 yang berbunyi :
ٍ َ‫ص َٰل‬
‫ت‬ َّ ‫فَأَرْ َس ْلٌَا َعلَ ْي ِه ُن ٱلطُّىفَاىَ َو ْٱل َج َرا َد َو ْٱلقُ َّو َل َوٱل‬
ٍ َ‫ضفَا ِد َع َوٱل َّد َم َءا َٰي‬
َّ َ‫ت ُّهف‬
۟ ًُ‫ُوا َو َكا‬
َ‫ىا قَىْ ًها ُّهجْ ِر ِهيي‬ ۟ ‫فَٱ ْستَ ْك َبر‬
Artinya: “Maka kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang,
kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi
mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah
kaum yang berdosa.”( Q.S Al- A‟raf : 133)

99
Dikutip dari buku Tafsir Ilmi' mengenai hewan jilid pertama
dalam perspektif Al-Qur‟an dan sains (2016), kutu menunjuk pada
kelompok hewan Artropoda yang berukuran kecil, bahkan sangat
kecil. Adapun jenisnya sendiri beragam macam seperti kutu badan,
kutu rambut, kutu busuk, hingga kutu pubis. Hubungan kutu erat
dengan manusia. Pada zaman nabi Musa kutu dikaitkan sebagai
musibah atau masalah bagi manusia, hewan kecil yang diciptakan
sebagai pengingat diatas keserakahan dan kesombongan penduduk
Mesir pada zaman dahulu, sekarang kutu tersebut dapat juga
dikaitkan dengan aspek kebersihan. Allah SWT hendak
memberikan pelajaran penting bagi manusia bahwa kita harus
memperhatikan aspek kebersihan pribadi baik itu dalam segi
berpakaian maupun saat tidur dengan mengenakan kasur yang
bersih karena kutu-kutu tersebut sangat menyukai tempat yang
kotor salah satunya adalah PHC atau dikenal dengan kutu rambut.

2. Ayat Al-Quran yang Membahas Manfaat


Tumbuhan untuk PHC

Dalam surah Abasa ayat 27-32 Allah menjelaskan bahwa


sesungguhnya tumbuhan yang Allah ciptakan bermanfaat bagi
manusia.
َ ِ‫ٕ) َو َحدَائ‬٢( ‫ٕ) َو َز ْيتُىنًّا َو َن ْخال‬٢( ‫ض ًّبا‬
‫ق‬ ْ َ‫ٕ) َو ِعنَ ًّبا َوق‬٢( ‫فَأ َ ْنبَ ْتنَا فِي َها َحبًّّا‬
)ٖٕ( ‫ُغ ْلبًّا (ٖٓ) َوفَا ِك َهةًّ َوأَبًّّا (ٖٔ) َمتَاعًّا لَ ُك ْم َوأل ْن َعا ِم ُك ْم‬

100
Artinya: “Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan
sayur-sayuran, zaitun dan kurma, kebun-kebun (yang)
lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk
kesenanganmu dan untuk binatang-binatang
ternakmu.” (QS. Abasa 27-32)

Dari surat Abasa ayat 27-32 menjelaskan tentang Allah


SWT telah menciptakan seluruh tumbuh-tumbuhan yang
bermanfaat bagi manusia yaitu sebagai makanan, kesenangan serta
kenikmatan. Dalam tafsir al-Munir menjelaskan bahwa tumbuhan
berguna bagi kehidupan manusia dan beberapa dari tumbuhan yang
diciptakan itu memiliki kelebihan salah satu contohnya yaitu
memanfaatkan tumbuhan yang bisa digunakan oleh manusia.
Untuk mengendalikan atau membunuh kutu rambut dapat
menggunakan sisir kutu atau menggunakan insektisida kimia. Akan
tetapi, menurut Jones K et al. produk kimia sintetis dapat
menimbulkan efek samping seperti tidak efektif bahkan dapat
menimbulkan resistensi bila tidak dilakukan secara cermat.
Berdasarkan tingginya dampak negatif dari penggunaan insektisida
kimia maka diperlukan alternatif pembasmi kutu rambut
(Pediculus humanus capitis) menggunakan insektisida nabati.
Insektisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk
yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk
mengendalikan organisme pengganggu, insektisida ini bisa

101
berfungsi sebagai penolak, pembunuh, antifertilisasi, dan bentuk
lainnya. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak bagian tanaman ada
yang bersifat toksik terhadap hama. Beberapa jenis tumbuhan
diketahui mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid,
terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan dan tannin yang
berfungsi sebagai insektisida nabati dan repelen (Thamrin, Asikin,
& Willis, 2013). Salah satu contoh tanaman yang bisa
dimanfaatkan sebagai insektisida nabati adalah tanaman bawang
dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr.)

3. Hadist yang membahas PHC

a. Hadits Tirmidzi Nomor 876

Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar], telah


menceritakan kepada kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari [Ayyub As

102
Sakhtiyani], [Ibnu Abu Najih], [Humaid Al A'raj] dan [Abdul
Karim] dari [Mujahid] dari [Abdurrahman bin Abu Laila] dari
[Ka'ab bin 'Ujrah] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lewat di
depannya di Hudaibiyah sebelum masuk Makkah dalam keadaan
sedang ihram. Dia menyalakan tungku dan kutu-kutu berjatuhan
dari kepalanya. (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) bertanya:
"Apakah kutu-kutu itu mengganggumu?" Dia menjawab; "Ya."
(Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) bersabda: "Bercukurlah,
dan bagikanlah satu farq makanan untuk enam orang miskin, satu
farq ialah tiga sha', atau berpuasalah selama tiga hari atau
sembelihlah hewan." Ibnu Abu Najih berkata; "Atau sembelihlah
seekor kambing." Abu 'Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan
shohih dan diamalkan oleh sebagian ulama dari kalangan sahabat
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan selain mereka. Bahwa
seorang yang sedang ihram, jika mencukur habis rambutnya atau
memakai pakaian yang tidak boleh dipakai oleh orang yang ihram
atau memakai minyak wangi maka dia wajib membayar kaffarah
sebagaimana diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
b. Hadist Shahih al-Bukhori dan Muslim
Hadist Shahih al-Bukhori dan Muslim disebutkan dari
Ka‟ab bin Ujzah bahwa ia menceritakan: Kepalaku pernah
mengalami gangguan. Aku dibawa menemui Rosululloh
shallallahu „alaihi wa sallam, sementara kutu-kutu kepalaku
bertebaran di wajahku. Beliau bersabda, “Aku belum pernah

103
melihat orang yang lebih menderita daripadamu sekarang ini
sebagaiamana yang kusaksikan sendiri.” Dalam riwayat lain
disebutkan bahwa beliau memerintahkannya untuk menggundul
kepalanya, lalu memberi makan enam orang fakir miskin, atau
menyembelih seekor kambing, atau berpuasa tiga hari.
Kutu muncul di kepala dan badan melalui dua hal: Pertama,
dari luar tubuh. Kedua, dari dalam tubuh. Faktor dari luar adalah
kotoran dan daki yang melekat di permukaan tubuh. Faktor kedua
dari dalam tubuh, yakni dari komposisi zat busuk dan bau yang
menguap keluar dari lokasi antara kulit dengan daging. Dengan
adanya kelembapan pada darah, bau itu menyebar hingga keluar
dari kulit melalui pori-pori. Itulah yang menyebabkan munculnya
kutu. Biasanya itu terjadi setelah sembuh dari sakit kerena unsure
kotoran. Kepala anak kecil lebih sering dihinggapi kutu karena
kelembapan kepala mereka dank arena banyak faktor penyebab
munculnya kutu yang mereka miliki. Oleh sebab itu Nabi
shallallahu „alaihi wa sallam pernah menggundul kepala anak-anak
Bani Ja‟far. Cara terapinya adalah dengan menggundul kepala agar
pori-pori terbuka dan segala zat berbahaya itu menguap keluar,
sehingga daya serangnya berkurang. Setelah itu sebaiknya dioles
dengan obat pembasmi kutu.

104
c. Hadits Shahih Diriwayatkan Oleh Ahmad (II: 233, 248)
Hadis Diperbolehkan Membunuh Ular, Kalajengking
Dan Kutu Waktu Shalat
Orang yang sedang shalat diperbolehkan dan berhak
membunuh ular, bahkan disunnahkan untuk membunuhnya.
Karena Nabi pernah memerintahkan:

Artinya: “Bunuhlah dua ekor si hitam meski dalam shalat, yaitu


ular dan kalajengking.” (Hadits Shahih diriwayatkan
oleh Ahmad (II: 233, 248).
Diriwayatkan juga dengan shahih oleh Muslim bahwa Nabi
pernah memerintahkan membunuh lima jenis binatang, Rasulullah
bersabda yang artinya, “Ada lima jenis binatang yang tidak apa-
apa dibunuh di tanah Al-Haram atau di luar tanah itu, yakni tikus,
burung gagak, burung hadah, kalajengking dan anjing hitam.”
(Muslim No 1199)
Dengan dasar itu, disunnahkan membunuh ular. Kalau ular
itu menyerang, wajib membunuhnya demi membela diri. Ia juga
boleh membunuh kalajengking, yang dikenal lebih menyengat
gigitannya dibanding ular biasa. Karena ular terkadang tidak
menggigit. Bahkan terkadang ular bisa melewati kaki manusia
tanpa menggigitnya. Beda dengan kalajengking, begitu menyentuh

105
kulit manusia sekali saja, langsung menyengat. Kutu, yaitu sejenis
serangga kecil yang lahir dalam pakaian, bisa mencubit kulit
bahkan menghisap darah sehingga merepotkan manusia. Ia boleh
saja membunuhnya.
Tanya: Kalau seseorang membunuh kutu, dan tangannya
berlumur darah, apa hukumnya najis?
Jawab: Tidak. Darahnya tidak najis, karena darah tersebut tidak
mengalir, seperti juga darah lalat, tidak berbahaya dan
tidak najis
Tanya: Kalau ada orang bertanya, bolehkah ia menggaruk-garuk,
kalau kutu itu menimbulkan gatal?
Jawab: Ya! Ia boleh melakukan itu. Karena kalau itu tidak
dilakukan, ia justru akan kerepotan sekali. Maka ia
diperbolehkan menggaruk-garuk.
Tanya: Kalau rasa gatal berpindah dari telinga ke lokasi lain,
misal leher, bolehkah ia ikut menggerakkan anggota
tubuhnya itu?
Jawab: Ya! Ia boleh melakukannya. Tapi kalau ia mampu
bertahan menahan gatal tersebut, cobalah. Namun kalau
usaha menyabarkan diri justru hatinya ketar-ketir kalau-
kalau justru tangannya akan bergerak serampangan, maka
justru tidak disyariatkan menahannya.

106
Lenyapkan segala hal yang bisa mengganggu kekhusyukan.
Sudah dimaklumi, bila rasa gatal digaruk, biasanya akan mereda
dan menjadi tenang seperti sedia kala.
d. Hadis Ahmad al-Maihi as-Syaibini, Hasyiyah al-Maihi
as-Syaibini ala Syarh as-Sittin Mas’alah li a-Ramli, hal.
106
“Imam Qaffal berkata: 'Sesungguhnya bangkai hewan
yang tidak mengalirkan darah itu suci, seperti kutu, nyamuk, lalat.
Maka boleh bagi seseorang mengikuti pendapat tersebut untuk
pengamalan dirinya sendiri.” (Ahmad al-Maihi as-Syaibini,
Hasyiyah al-Maihi as-Syaibini ala Syarh as-Sittin Mas‟alah li a-
Ramli, hal. 106)
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa bangkai kutu,
nyamuk, lalat dan serangga yang lain tidak dihukumi najis yang
ma‟fu (ditoleransi) secara mutlak, tapi hanya ma‟fu ketika
mengenai air saja. Sehingga, ketika bangkai tersebut mengenai
pakaian ataupun tubuh seseorang, ia harus menyucikannyaterlebih
dahulu agar shalat yang dilakukan dapat dihukumi sah. Sedangkan
ketika bangkai serangga diketahui keberadaannya setelah selesai
melakukan shalat, maka dalam menyikapi wajib tidaknya
mengulang shalat terdapat dua perbedaan pendapat di antara para
ulama.
Perincian hukum di atas, selain berlaku pada bangkai
serangga, juga berlaku pada potongan tubuh serangga yang

107
mengenai pakaian atau tubuh seseorang, misalnya seperti sayap,
kepala dan bagian tubuh serangga yang lain. Hal ini berdasarkan
hadits:

Artinya: “Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka


statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi)
bangkai.” (HR. Hakim).
Maka sebaiknya bagi kita lebih hati-hati sebelum hendak
melaksanakan shalat, alangkah lebih baik jika sebelum shalat kita
memperhatikan pakaian dan tubuh kita, apakah sudah bersih dari
najis atau masih terselip najis yang menempel pada pakaian dan
tubuh kita tanpa kita sadari. Sehingga shalat yang kita lakukan
dapat benar-benar suci dari najis serta dapat dilaksanakan secara
sempurna.
e. Hadis Shahih Bukhari Dan Muslim
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam pernah menemui Ummu Haram bintu Milhan. Ummu
Haram pun memberi makan beliau. Ketika itu, Ummu Haram
adalah istri dari Ubadah bin Shamit radhiallahu „anhu. Suatu
hari, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menemui
Ummu Haram di rumahnya. Beliau pun menyiapkan
makanan untuk Nabi, kemudian Ummu Haram duduk sambil

108
„metani‟ (cari kutu atau kotoran) rambut Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam. Hingga Nabi tertidur, tiba-tiba bangun
sambil tertawa.
Apa yang membuat Anda tertawa, ya Rasulullah?‟
tanya Ummu Haram.
“Ada sekelompok umatku yang ditampakkan
kepadaku. Mereka berperang di jalan Allah, melintasi tengah
lautan, dan menjadi raja yang duduk di atas permadani.”
„„Ya Rasulullah, doakan agar Allah menjadiku
termasuk mereka.‟ Pinta Ummu Haram.
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam pun
mendoakannya.

109
13 BERBAGAI EKSTRAK
ALAMI PENCEGAHAN
Pediculosis capitis

Penggunaan insektisida kimia diyakini dapat membasmi


vektor penyakit secara cepat namun memiliki dampak buruk bagi
kesehatan manusia dan lingkungan apabila digunakan secara
berlebihan. Menurut WHO (World Health Organization) sebanyak
44.000-2.000.000 orang setiap tahunnya mengalami keracunan
akibat insektisida kimia.
Banyaknya dampak negatif akibat insektisida kimia
membuat pemerintah mengeluarkan PERMENKES No.
374/MENKES/PER/III/2010 tentang pengendalian vektor penyakit
yang di dalamnya terdapat standar dan syarat penggunaan
insektisida. Berdasarkan tingginya dampak negatif dari
penggunaan insektisida kimia maka diperlukan alternatif
pembasmian kutu rambut (Pediculus humanus capitis)
menggunakan insektisida alami.
Dari 350.000 spesies tanaman tingkat tinggi, sejumlah besar
memiliki kegunaan penting bagi manusia, termasuk makanan,
bagunan, pewarna, rempah-rempah dan sebagai tanaman obat.

110
Kurang dari 300 benar-benar universal atau banyak digunakan dan
telah diselidiki secara rinci efek farmokologis dan toksikologisnya.
Bahkan lebih sedikit yang telah diuji kemanjuran klinisnya.
Penelitian masih penting untuk tanaman darat ( Hostettmann, et al.,
2001).
Beberapa ekstrak tumbuhan yang dapat digunakan untuk
membasmi kutu rambut diantaranya:

1. Bawang Putih

Sumber: grid.id

Bawang putih atau garlic berasal dari bahasa inggris kuno


yang artinya “gar” yang berarti tombak atau ujung tombak dan
“lic” yang berarti umbi atau bakung. Dan memiliki nama latin
allium sativum yang berasal dari bahasa caltic yang artinya “all”
berarti berbau tidak sedap dan “sativum” berarti tumbuh.

111
Bawang putih adalah herbal semusim berumpun yang
mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Memiliki batang semu
berwarna hijau dan bagian bawahnya bersiung-siung bergabung
menjadi umbi besar berwarna putih. Bawang putih memiliki
kandungan berbagai zat yang menguntungkan bagi manusia,
beberapa zat yang terkandung dalam bawang putih terbukti ampuh
mengobati berbagai penyakit dan menjaga kesehatan tubuh.
Bawang putih tidak hanya memiliki kandungan gizi yang lengkap
tetapi juga terdapat kandungan kimia non-gizi yang memiliki
manfaat untuk kesehatan sekaligus dapat digunakan sebagai
pembasmi vektor penyakit secara alami. Kandungan senyawa
kimia yang terdapat pada bawang putih yaitu allixin, adenosin,
ajoene, flavonoid, saponin, tuberholosida, scordinin. Dimana
aliixin, saponin, dan flavonoid merupakan bahan kimia yang dapat
difungsikan sebagai insektisida terutama dalam membasmi kutu
rambut yang aman bagi kesehatan dan lingkungan.

112
2. Bunga Lawang

Sumber: grid.id

Bunga lawang telah lama dimanfaatkan sebagai bumbu


masakan dan pengobatan herbal di Asia, khususnya Cina karena
aman dan tidak mengandung toksik. Bunga lawang adalah bahan
dari lima serbuk rempah (campuran bunga lawang, cengkeh, kayu
manis, lada, dan adas) yang meliputi lima rasa manis, asam, pahit,
pedas, dan asin. Selain digunakan sebagai bumbu masakan, bunga
lawang juga digunakan sebagai campuran alkohol dan minuman
bersoda.
Penggunaan bunga lawang sebagai obat herbal juga telah
digunakan secara luas sejak dahulu. Bunga lawang memiliki efek
anti fungi, antioksidan, dan anti diare. Ekstrak bunga lawang juga

113
mengandung asam shikimik yang dapat mengobati flu. Beberapa
penelitian juga menemukan bahwa bunga lawang mengandung anti
mikroba, dan anti kanker yang potensial.
Kandungan kimia bunga lawang (tanpa biji) terdiri dari
minyak atsiri (anetol 85-90%), resin, lemak, tanin, terpenoid,
limonen, estradol, safrol, timokuinon, flavonoid, glukosida, fenil
propanoid, dan saponin. Sedangkan biji dari bunga lawang
mengandung minyak atsiri dan resin. Senyawa golongan flavonoid
yang terkandung dalam bunga lawang telah banyak dilaporkan
memiliki aktivitas insektisida.
Minyak atsiri (anetol) yang banyak terkandung dalam
ekstrak bunga lawang menunjukkan aktivitas insektisida.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Soonwera (2016)
menunjukkan bahwa aktivitas minyak atsiri pada ekstrak bunga
lawang mampu membunuh 100% kutu rambut. Mekanisme minyak
atsiri dalam membunuh kutu adalah dengan cara inhibisi kompetitif
terhadap enzim asetilkolinesterase. Senyawa keton pada minyak
atsiri juga menambah efek penghambat pada asetilkolin karena
adanya ikatan ganda gugus karbonil.

114
3. Minyak Kelapa

Minyak kelapa adalah salah satu produk yang dapat diolah


dari daging buah kelapa. Kandungan minyak kelapa pada daging
kelapa tua sekitar 33-35%. Minyak kelapa dapat diekstrak dari
daging buah kelapa segar atau yang telah dikeringkan yang disebut
kopra. Minyak kelapa secara fisisk berwujud cairan berwarna
bening hingga kuning kecoklatan dan beraroma khas.
Kandungan minyak kelapa yang paling banyak yaitu asam
laurat. Asam laurat terbukti secara ilmiah memiliki efek anti
bakteri, anti virus, anti fungi, dan anti inflamasi. Pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Sarip et al. (2016) pada kutu daun
(Aphis gossypii), asam laurat telah terbukti memiliki efek
insektisida dengan mengubah kutikula dan permeabilitas serangga,
memengaruhi sistem reproduksi, mengganggu pertumbuhan, dan
mengurangi aktivitas makan serangga. Selain itu minyak kelapa
juga dapat digunakan sebagai insektisida alami sebagai pembasmi
kutu rambut. Minyak kelapa mampu memblok spirakel kutu yang
digunakannya sebagai tempat bernafas atau memperlambat gerakan
kutu sehingga mudah disisir menggunakan serit.

115
4. Cuka
Cuka adalah cairan asam yang dihasilkan dari fermentasi
ethanol dan menghasilkan bahan utama asam asetat. Asam asetat
yang terkandung dalam cuka berkisar dari 4% hingga 8% untuk
cuka dapur dan 18% untuk pengawetan. Selain digunakan dalam
masakan dan pengawetan, cuka dapat dimanfaatkan sebagai obat.
Pada abad pertengahan, cuka digunakan secara luas sebagai obat
dalam maupun luar sebagai penyakit pencernaan, profilaksis akibat
gangguan hati, anti helmintik, sakit tenggorokan, demam, tinea,
dan terapi rambut rontok.
Beberapa penelitian mengenai cuka terhadap kutu rambut
telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2004)
bahwa cuka tidak terlalu efektif dalam membasmi kutu rambut.
Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Behrman et al. (2000)
dan Werner (2010) menjelaskan bahwa untuk memberantas nit
yang melekat pada rambut dapat menggunakan serit yang telah
dicuci dengan cuka yang dicampur air hangat dengan perbandingan
1:1 selama setengah jam. Cuka menyebabkan permukaan rambut
halus dan memudahkan telur serta kutu dewasa mudah terlepas.

116
5. Sirsak

Sumber: grid.id

Sirsak salah satu jenis buah yang kaya akan manfaat.


Bahkan suku Indian yang hidup di Amazon mempunyai kebiasaan
untuk memanfaatkan hampir seluruh bagian dari pohon sirsak.
Akar, daun, kulit, daging buah, dan biji sirsak dipergunakan selama
berabad-abad untuk dijadikan obat
Bahan aktif yang terkandung dalam tumbuhan sirsak
terdapat pada buah yang mentah, biji, akar, dan daun yang
terkandung bahan aktif annonain, saponin, flavonoid, dan tanin.
Daun sirsak (Annona muricata Linn) memiliki kandungan
senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin.
Senyawa acetogenin dapat berfungsi sebagai anti feedent apabila
dalam konsentrasi tinggi. Hama tidak lagi bergairah melahap

117
makanan yang disukainya. Tetapi pada suhu rendah, senyawa
acetogenin dapat bersifat racun perut bagi hama sehingga
menyebabkan kematian.
Biji sirsak mengandung minyak atsiri berkisar antara 42-
45% yang dapat digunakan sebagai insektisida (bersifat racun). Hal
ini sesuai dengan penelitian Komansilan, dkk (2012: 12),
berdasarkan hasil uji fitokimia yang didapat bahwa ekstrak biji
sirsak mengandung senyawa metabolit kelas sekunder saponin,
alkaloid, dan triterpenoid. Ekstrak tersebut sangat aktif juga
memiliki anti larvasida dengan potensial sebesar LC50 = 244,27
ppm. Fraksi n-heksana lebih efektif dan memiliki nilai tertinggi
toksisitas dengan konsentrasi mortalitas (LC50) = 73,77 ppm.
Senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak biji sirsak adalah
asam lemak organik, yaitu metil palmitat, metil oleat dan metil
stearat, yang fungsi sebagai anti larvisida sinergis aktif terhadap
larva nyamuk Aedes aegypti.

118
6. Daun Srikaya

Sumber: grid.id

Tanaman srikaya annona squamosal L diketahui memiliki


aktivitas sebagai anti kutu rambut. daun dari tanaman asli Amerika
tropis ini mengandung saponin dan berifat insektisida, sehingga
mampu membasmi kutu rambut.
Daun sirsak (Annona muricata Linn) memiliki kandungan
senyawa acetogenin, antara lain asimisin, bulatacin dan squamosin.
Senyawa acetogenin dapat berfungsi sebagai anti feedent apabila
dalam konsentrasi tinggi. Hama tidak lagi bergairah melahap
makanan yang disukainya. Tetapi pada suhu rendah, senyawa
acetogenin dapat bersifat racunperut bagi hama sehingga
menyebabkan kematian.

119
Zat-zat yang ada didalam daun Annona squamosa yang
masuk kedalam pencernaan melalui makanan akan diserap oleh
dinding usus sehingga senyawa aktif dari ekstrak daun srikaya
yaitu asimin dan squamosin mulai bekerja ketika sampai di usus.
Asimin menghambat aktivitas enzim pada saluran pencernaan,
sedangkan squamosin meracuni sel-sel pencernaan sehingga
akhirnya serangga akan mengalami kematian (mortalitas).

7. Nimba

Sumber: grid.id

Azadirachta indica A. Juss umumnya dikenal sebagai


mimba, merupakan tanaman yang berasal dari keluarga Meliaceae
yang banyak ditemukan di negara tropis dan subtropis. Mimba
adalah tanaman dari genus Azadirachta yang aslinya berasal dari

120
India, Burma dan banyak dibudidayakan di Indonesia sebagai
tanaman hias dan obat.
Kandungan konstituen kimia yang diekstrak dari tanaman ini
mengandung banyak senyawa aktif biologi seperti alkaloid,
lavonoid, triterpenoid, senyawa fenolik, karotenoid, steroid dan
keton, senyawa biologis yang paling aktif adalah azadirachtin.
Prinsip-prinsip aktif biologis yang diisolasi dari berbagai bagian
tanaman meliputi: azadirachtin, meliacin, gedunin, nimbidin,
nimbolides, salanin, nimbin, valassin, meliacin membentuk rasa
pahit minyak mimba, bijinya juga mengandung asam tignat yang
menimbulkan bau khas dari minyak mimba ini. Sebanyak 30-50%
minyak mimba digunakan oleh industri sabun, pestisida dan
farmasi dan mengandung banyak bahan aktif yang bersama-sama
disebut triterpene atau limnoids. Empat senyawa limnoid terbaik
adalah: Azadirachtin, Salannin, Meliantriol, dan Nimbin. Limonoid
mengandung aktivitas insektisida dan pestisida
Tanaman nimba Azadirachta indica A. Juss memiliki
aktivitas melawan kutu rambut dengan kandungan zat aktifnya
berupa azadirachtin, suatu molekul tetranortriterpenoid organik,
yang mirip dengan hormon peranggas serangga, yang mengganggu
siklus hidup serangga. Komponen lain seperti triterpenoid dan
steroid juga merupakan bagian dari kandungan minyak nimba
(Ministry of Health and Family Welfare, 1985).

121
8. Teh

Minyak tanaman teh merupakan senyawa turunan tanaman


asli Australia, Melaleuca alternifolia, dan kandungannya telah
dispesifikasikan dibawah International Organization for
Standardization standard 4730 (tipe minyak melaleucaterpinen-4-
ol) (ISO, 1996). Komponen utama pada minyak tanaman teh
berupa terpinen-4-ol telah dilaporkan memiliki potensi membunuh
kutu rambut pada konsentrasi 10% dalam isopropanol (Downs et
al, 1999). Selain itu, minyak tanaman teh dilaporkan mempunyai
berbagai karakteristik biologis dengan fungsi variatif seperti
sebagai antikanker, antimikroba, antiinflamasi, dan aktivitas
insektisida (Gould, 1997) dengan prospek aplikasi yang menarik.

122
9. Saga Rambat

Sumber: grid.id

Saga rambat, saga telik, atau saga areuy (Abrus precatorius)


merupakan tumbuhan obat anti seriawan yang populer. Tumbuhan
merambat ini, yang berbiji jingga kemerahan, juga biasa disebut
sebagai saga sehingga kadang-kadang rancu dengan saga
pohon (Adenanthera pavonina).
Tanaman saga rambat Abrus precatorius dilaporkan
memiliki khasiat sebagai insektisida. Efek ekstrak biji Abrus
precatorius terhadap Pediculus humanus capitis dewasa dan nimfa
menunjukkan bahwa pada 15% konsentrasi minyak biji dalam eter
petroleum mampu membunuh seratus persen kutu kepala manusia.

123
10. Jeruk Nipis

Sumber: grid.id

Jeruk nipis (citrus aurontifolia) mengandung senyawa


fitokimia diantaranya: flavonoid, saponin, tannin, dan alkaloid.
Senyawa limonoida berfungsi sebagai racun pada serangga dan
masuk kedalam tubuh serangga dengan berbagai cara. sebagai
racun perut, menyebar ke jaringan saraf dan melalui kulit tubuh
serangga yang bersifat permeable serta dengan cara fumigant, yaitu
dengan cara melalui pernafasan serangga.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Kombinasi
ekstrak perasan buah mengkudu dan jeruk nipis memiliki efek
mortalitas paling tinggi terhadap Pediculus humanus capitis
dengan konsentrasi kombinasi 25% jeruk nipis; 75% mengkudu.

124
Variasi konsentrasi kombinasi dan senyawa khusus yang berperan
menyebabkan mortalitas pada Pediculus humanus capitis perlu
diteliti lebih lanjut. Efek histopatologi Pediculus humanus capitis
setelah perlakuan ekstrak juga perlu untuk dianalisa lebih lanjut.

11. Buah Mengkudu

Sumber: grid.id

Mengkudu (Morinda citrifolia L.) termasuk tumbuhan


keluarga kopikopian (family Rubiaceae). Mengkudu merupakan
salah satu tanaman tropis yang dapat digunakan sebagai bahan
makanan dan obat herbal. Tanaman ini mulai dikenal sejak 2000
tahun yang lalu saat bangsa Polynesia berimigrasi ke Asia
Tenggara. Pemanfaatan mengkudu secara tradisional banyak

125
dimanfaatkan oleh masyarakat diantaranya sebagai obat luka,
sariawan, sakit gigi, rematik, sakit perut dan hipertensi
Pada hasil uji fitokimia perasan buah mengkudu positif
mengandung senyawa fitokimia saponin, flavonoid dan tanin.
Senyawa yang terkandung didalam daun mengkudu salah satunya
yaitu flavonoid. Flavonoid bertindak sebagai stomach poisoning
atau racun perut, sehingga apabila flavonoid masuk ke dalam tubuh
serangga maka sistem pencernaannya akan terganggu. Senyawa
tersebut mampu menghambat reseptor perasa pada daerah mulut
serangga, msehingga menyebabkan serangga tidak mampu
mengenali makanannya, hingga mati kelaparan (Darmadi, 2018).

12. Kulit Duku

Sumber: grid.id
Buah duku mengandung 60% daging, sisanya merupakan
biji dan kuit, pada daging buah duku banyak mengandung sukrosa,

126
fruktosa, dan gukosa.Selain itu buah duku juga mengandung
terpenoid.alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenol. Bagian kulit
buah duku bermanfaat sebagai antidiare dan menurunkan demam,
pada kulit batang kayu dari tanaman buah duku juga dimanfaatkan
untuk mengobati diare dan malaria. Kandungan oleoresin yang
cukup tinggi terdapat pada bagian kulit dan biji tersebut sangat
berperan sebagai antidiare.
Hasil uji fitokimia dengan menggunakan ekstrak kulit duku
diperoleh senyawa fitokimia yaitu senyawa flavonoid yang
ditandai dengan adanya perubahan warna jingga sampai merah,
senyawa saponin ditandai dengan terbentuknya busa yang bertahan
selama lima menit, sedangkan senyawa triterpenoid ditandai
dengan adanya perubahan warna sampai merah jingga
Hasil metabolit sekunder yang diperoleh dari ekstrak kulit
duku (Lansium domesticum Corr.), diduga adanya kandungan
senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak kulit duku
memiliki kemampuan dalam membunuh kutu kepala (Pediculus
humanus capitis), yang mempengaruhi sistem saraf, keseimbangan
hormon, menghambat sistem reproduksi, anti-makan dan
kerusakan pada sistem pernafasan serangga.

127
13. Jeruk Purut

Sumber: grid.id

Jeruk, yang merupakan salah satu gen penting dari keluarga


rutaceae, ditemukan di farmakope banyak negara di dunia karena
karakteristiknya dan telah didistribusikan secara luas geografi di
dunia saat ini. Keluarga Rutaceae memiliki banyak medis, sifat
farmakologis dan industri. Sifat farmakologis meliputi aktivitas
antibakteri, antioksidan, anthelminthic dan antikanker. Spesies
jeruk banyak digunakan di masyarakat asli phytotherapy dan
biasanya dianggap sebagai bagian dari pengetahuan tradisional.
Penting untuk menyediakan hasil ilmiah untuk tanaman obat ini.
Tidak ada informasi tentang aktivitas biologis ekstrak yang dibuat

128
dari pengeringan buah dari spesies ini dalam literatur (Tuzcu et al.
1998; Al-Snafi 2016).
Jeruk purut memiliki warna dan bau yang nyengat dan
kandungan metabolit sekunder terdiri dari flavonoid, saponin,
sitronelol dan minyak atsiri.
Berdasarkan hasil penelitian air perasan buah jeruk purut
(Citrus hystrix) dapat membunuh kutu kepala dewasa dengan
waktu rata-rata 6 menit 21 detik pada konsentrasi terendah 25%
dan hasil rata-rata pada konsentrasi tertinggi 100% yaitu 1 menit 6
detik. Bahkan diketahui Air perasan baik buah jeruk Purut (Citrus
hystrix) lebih efektif dibandingkan dengan pedikulosida merk “X”
dengan kandungan permethrin 1%, hal ini dapat dilihat dari hasil
uji pedikulosida merk “X” yang menunjukan waktu rata-rata 22
menit 33 detik sampai terjadinya mortalitas kutu kepala dewasa.
Hal ini dikarenakan zat aktif sitronelol dan beberapa kandungan
lainnya yang terkandung dalam air perasan beberapa jenis buah
jeruk yang digunakanmsebagai pedikulosida alami.
Mekanisme sitronelol dalam membunuh kutu yaitu pada
kemampuannya yang bersifat racun desiscant. Racun akan
membuat tubuh serangga kehilangan cairan terus menerus,
sehingga serangga mati kekeringan. Menurut Seanong (2016)
Serangga yang terkena racun akan mati karena kekurangan cairan.
Hal tersebut disebabkan karena tidak teratasinya penguapan air

129
didalam tubuh serangga akibat terleburnya lapisan lemak/lilin pada
tubuh serangga oleh zat sitronelol.
Citrus hystrix (jeruk purut) juga ditemukan memiliki
aktivitas tertinggi dibandingkan dengan Citrus aurantifolia (jeruk
nipis), Citrus microcarpa (musk lime) dan Citrus sinensis (oranye)
(Ghafar et al, 2010).
Spirotetramat adalah tetronic spirosiklik baru asam
insektisida dengan ambimobile di floem dan xylem. Ini efektif
melawan sisik, kutu daun, bertepung bug dan tungau pada jeruk
dan telah berturut-turut terdaftar di Amerika, Kanada, Brasil, dan
Tiongkok sejak 2008 (Nunes 2013). Namun, spirotetramat
dianggap sebagai iritasi dan mata kulit sensitif oleh European
Chemicals Agency (ECHA, 2013).
Chueahongthong dkk., (2011) menyatakan bahwa ekstrak
buah dan daun jeruk purut memiliki aktivitas antioksidan,
kemampuan mencegah radikal bebas, aktivitas antimikroba, dan
aktivitas antiinflamasi. Ekstrak daun jeruk purut, kaya akan
hiperpenoid dan kontek fenolik, dimana dapat menghambat
proliferase sel kanker. Jeruk adalah tanaman ekonomi penting
didaerah tropis dan sub-tropis diseluruh dunia. Global produksi
jeruk pada tahun 2014 melebihi 121 juta metrik ton. Jeruk
peringkat teratas disemua tanaman buah. Jeruk telah digunakan
untuk memasak dan sebagai obat tradisional.

130
Jeruk purut (Citrus hystrix) tumbuh di asia selatan dan asia
tenggara. Semua data mengungkapkan bahwa jeruk memiliki efek
antioksidan dan sitotoksik sedang juga ditemukan memiliki
aktivitas penghambatan α-amilase yang kuat. Selain itu, metabolite
sekunder pada daun dari tujuh spesies jeruk dianalisis
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massal
(HPLC-MS). Uji kolorimetri menunjukkan bahwa daun jeruk
mengandung total tertinggi konten fenolik dan aktivitas
pembersihan radikal bebas (DPPH) (Bove, 2006).

14. Bawang Dayak

Sumber: grid.id

Eleutherine palmifolia (L) Merr. atau bawang dayak


merupakan tumbuhan dari keluarga Iridaceae, bawang dayak juga

131
sering dikenal dengan nama bawang kapal untuk daerah Melayu,
bawang sabrang untuk daerah Sunda, dan brambang sabrang untuk
daerah Jawa Tengah. Tanaman ini sudah turun tenurun digunakan
masyarakat Dayak sebagai obat.
Bawang dayak berpotensi sebagai tanaman obat yang
multifungsi, bagian tanaman bawang dayak yang sering digunakan
sebagai obat adalah bagian umbi dan bagian daunnya. Umbi
bawang dayak sering digunakan sebagai obat berbagai macam
penyakit seperti kanker payudara, kencing manis, penurun
hipertensi, menurunkan kolesterol, mengobati luka, bisul dan
mecegah stroke Selain umbi bawang dayak, daun bawang dayak
juga dapat dimanfaatkan sebagai pelancar air susu ibu. Bawang
dayak dikenal sebagai antimikroba, antifungal, antiparasitik dan
antiviral.
Tumbuhan bawang dayak (Eleutherine palmifolia (L.)
Merr.) merupakan salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan
sebagai pengganti insektisida nabati karena mengandung beberapa
senyawa aktif yaitu flavonoid, saponin, alkaloid, polifenol,
glikosida, tannin, steroid, fenolik, kuinon dan triterpenoid.

132
15. Putri Malu

Sumber: grid.id

Mimosa pudica L. atau putri malu merupakan tumbuhan dari


keluarga Fabaceae-Mimosoideae yang sering ditemukan di daerah
tropis dan subtropis. Bagian daun putri malu memiliki sensitivitas
tinggi terhadap rangsangan sentuhan atau panas yang
menyebabkan daun menguncup. Di negara lain tumbuhan ini
disebut juga rumput tidur, chuimui, lajwanti, humble plant,
tumbuhan sensitif dan sebagainya.
Secara tradisional putri malu sering digunakan dalam sistem
pengobatan tradisional seperti, Ayurveda, Greco-Arab (Unanni),
dan pengobatan China. Aktivitas farmakologi dari putri malu
sekarang sudah banyak diteliti dan telah dibuktikan dalam

133
penelitian diantaranya sebagai antitoksik, anti-hepatotoksik,
antioksidan, antiinflamasi, analgesik, penyembuh luka, antidiabetes
dan aktivitas lainnya. Di Indonesia, tumbuhan putri malu jarang
dimanfaatkan dan hanya dianggap sebagai rumput liar pengganggu.
Tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) merupakan salah
satu tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pengganti insektisida
sintetik karena mengandung beberapa senyawa aktif dari golongan
polifenol yaitu alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin.

16. Sereh Wangi

Sumber: grid.id

Klasifikasi tanaman serai wangi adalah sebagai berikut :


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae

134
Genus : Cymbopogon
Species : Cymbopogon nardus (L.) Rendle
Nama Lokal : Serai Wangi
Tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus (L.) Rendle)
memiliki akar yang besar. Akarnya merupakan jenis akar serabut
yang berimpang pendek. Batang tanaman serai wangi
(Cymbopogon nardus (L.) Rendle) bergerombol dan berumbi, serta
lunak dan berongga. Isi batangnya merupakan pelepah umbi untuk
pucuk dan bewarna putih kekuningan. Namun ada juga yang
bewarna putih keunguan atau kemerahan. Selain itu, batang
tanaman serai wangi (Cymbopogon nardus (L.) Rendle) juga
bersifat kaku dan mudah patah. Batang tanaman ini tumbuh tegak
lurus di atas tanah.
Daun tanaman serai bewarna hijau dan tidak bertangkai.
Daunnya kesat, panjang, runcing dan daun tanaman ini memiliki
bentuk seperti pita yang makin ke ujung makin runcing dan berbau
citrus ketika daunnya diremas. Daunnya juga memiliki tepi yang
kasar dan tajam. Tulang daun tanaman serai tersusun sejajar. Letak
daun pada batang tersebar. Panjang daunnya sekitar 50-100 cm,
sedangkan lebarnya kira-kira 2 cm. Sereh wangi mengandung
minyak atsiri yang terdiri dari citronellal, citral, geraniol,
methylheptenone, eugenol-methyleter, dipenten, eugenol, kadinen,
kadinol, limonen. Dan juga mengandung saponin, flavonoid,
polifenol, alkaloid.

135
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Pemberian
ekstrak sereh dengan konsentrasi yang berbeda memberikan
dampak terhadapa prosentase kematian kutu dengan
kecenderungan semakin tinggi ekstrak sereh semakin tinggi pula
prosentase kematian kutu.

136
14 PEMERIKSAAN
MIKROSKOPIS DAN PCR
Pediculosis capitis

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah


teknik reaksi berantai polimerase yang dapat digunakan untuk
menghasilkan fragmen DNA yang selanjutnya dapat membantu
memperkirakan keragaman genetik organisme apa pun. Penanda
RAPD ini dapat membantu dalam memperkirakan dan mengukur
perbedaan genetik antara berbagai individu, spesies atau bahkan
populasi (Ascunce, et ell 2013).

A. Bahan dan Metode


Sebanyak 915 secara acak sampel mahasiswa dipilih dari
lima sekolah dasar untuk anak laki-laki dan perempuan selama
periode dari Desember 2017-15th Maret 2018. Langsung
pemeriksaan rambut optik untuk kutu ( dewasa atau ovum)
dilakukan oleh inspektur keperawatan dan informasi lain (jenis
kelamin, ukuran keluarga, panjang rambut, usia (tahun) dan
pekerjaan ibu} dikumpulkan dari individu yang terinfeksi dan
kepala sekolah. Pengumpulan kutu dilakukan selama banyak

137
kunjungan per minggu, dan 10 kutu diambil pada setiap kunjungan.
Kutu yang terkumpul dipindahkan ke laboratorium dan diperiksa
dengan menggunakan mikroskop stereomik untuk identifikasi
spesies tergantung pada karakteristik morfologi dan kunci
taksonomi parasit. DNA genom P. humanus capitis diekstraksi
mengikuti instruksi dari kit ekstraksi DNA G-spin (intron
biotechnology / Korea). Amplifikasi RAPD-PCR dengan sepuluh
primer digunakan dalam penelitian ini: OP-C05GATGACCGCC,
OP E20AACGGTGACC, OP-H01GGTCGGAGAA, OP-
I02GGAGGAGAGG, OP K01CATTCGAGCC, OP-
L05ACGGCAGGCAC, OP-L205ACGCAGGCAC, OP-
L205ACGCAGGCAC .

Amplifikasi dilakukan dengan Maxime PCR Pre Mix kit (i-


Taq) (Intron / Korea) terdiri dari 5 iU / μl -Taq DNA Polymerase,
2.5mM DNTP, 1X buffer reaksi (10X) dan 1X buffer pemuatan
Gel. Campuran interaksi spesifik diagnosis gen terdiri dari Pre Mix
PCR Taq 5μl, primer 10 pikomol / μl, DNA 1,5μl, akuades 17,5 μl
dan volume akhir 25μl. Kondisi sempurna untuk deteksi gen
adalah: Denaturasi awal pada 95 C0 selama 3 menit. (Jumlah siklus
= 40), Denaturasi adalah -2 pada 95 C0selama 1 menit. (Jumlah
siklus = 40), Anil pada 35C0selama 1 menit. (Jumlah siklus = 40),
ekstensi -1 pada 72C0 selama 1 menit. (Jumlah siklus = 40) dan
ekstensi -2 pada 72C0 selama 10 menit. (Jumlah siklus = 40).

138
Analisis statistik: Analisis statistik hasil dilakukan dengan
menggunakan uji ANOVA untuk menunjukkan kemiripan genetik
antara dua spesies yang diteliti (Alborzi,et ell, 2014).

B. Hasil dan Pembahasan


P. humanus capitis antar individu dalam kaitannya dengan
karakteristik yang dipilih. Tabel 1 menunjukkan bahwa kutu
rambut P. humanus capitis memiliki intensitas yang bervariasi
antara jantan dan betina. Persentase infeksi wanita paling tinggi
14,9% dibandingkan laki-laki 11,3%. Usia tahun berkisar 9-10
menunjukkan persentase infeksi tertinggi yaitu 15,9%. Persentase
penularan pada keluarga yang memiliki anggota lebih dari 6 lebih
tinggi 13,6% dibandingkan dengan keluarga dengan jumlah
anggota kurang dari 5 yaitu 12,3%. Ibu yang tidak bekerja di luar
rumah menunjukkan persentase infeksi yang lebih besar sebesar
13,6%. Dengan ekstraksi DNA menunjukkan bahwa ukuran
tangga 100 bp dan ukuran amplikon 520 bp untuk sampel yang
diisolasi dari manusia (Boutellis, et ell 2014).

139
Gambar 12.1 Sampel
Sumber: researchgate.org

C. Primer PCR Hasil Digunakan untuk


Amplifikasi DNA
Ketika menggunakan strategi probing homologi untuk
respon knockdown permethrin dari PBO-PCR yang memperkuat
para-natrium kutuortologi yang diobati sebelumnya dan kutu
kontrol. Knockdown channel a-subunit cDNA fragments yang
menjangkau respon dari 0.5% PBO-pretreated IS-BL, IIS4-IIS6
region, di mana sebagian besar populasi natrium dan FL-HL tidak
secara signifikan menyalurkan mutasi gen yang diketahui berbeda
dari yang masing-masing kontrol terkait dengan resistensi
knockdown, seperti kutu (x2 5 5,6, df 5 2, P 5 0,06; x2 5 3,7,
M918T, T929I, dan mutasi L1014Fadalah df 5 2, P 5 , masing-
masing 0,16). Di PA-HL Menggunakan populasi strategi kloning
PCR, efek sinergis dari PBO tidak dengan primer yang merosot
dirancang dari yang terlihat ketika respon knockdown sangat

140
dikonservasi wilayah sekuens dari sodium channel a-subunit (lice,
J.1974)
Mutasi paling umum yang terkait dengan ketukan diperoleh
darikloning awal PCR ini resistensi, maupun mutasi M918T dan
upaya pengurutan dan penggunaan PCR yang diamati pada
populasi kutu kepala yang resisten. primer ini menghasilkan
amplifikasi Mutasi T929I identik dengan fragmen muta D, sebuah
fragmen cDNA 397-bp yang ditemukan sebelumnya dalam
piretroid yang menahan strain tahan mutasi M918T, T929I, dan
L1014F dari ngengat punggung berlian (FD Guerrero,et ell, 1995).

141
DAFTAR PUSTAKA

Adam Faroqi, Eko Prabowo hasdisanto, Derry kurnia Halim,


Mada Sanjaya. 2016. Perancangan Alat Pendeteksi
kadar pulosi udara menggunakan sensor Gas MQ-7
dengan teknologi Wireles HC-05. Volume X No.2
Akib, N., Y. Sabilu, dan A.F. Fachlevy. 2017. Studi
Epidemiologi Penyakit Pedikulosis Kapitis Pada Siswa
Sekolah Dasar Negeri 08 Moramo Utara Kabupaten
Konawe Selatan Tahun 2016. Sulawesi Tenggara:
Jimkesmas. (5): 1-11
Akib, Muhammad.(2014).Hukum Lingkungan Perspektif
Global dan Nasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Hlm 1.
Alatas, S. S. S. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Mengenai Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik
Demografi Santri Pesantren X, Jakarta Timur. EJournal
Kedokteran Indonesia, 53–57.
Alatas, S. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai
Pedikulosis Kapitis Dengan Karakteristik Demografi
Santri Pesantren X Jakarta Timur. Jurnal Karya Ilmiah,
1(1):54.
Alborzi, M., Foumani, R. dan Vaziri, V. (2015). Prevalensi
Pediculus kapitis di antara sekolah dasar di wilayah
Shahriar, provinsi Teheran, Iran, 2014. Novel Biomed,
4 (1): 7-24.

142
Ascunce, MS, Kassu, G. dan Fane, J. (2013).
Keanekaragaman Genetik Nuklir pada Kutu
Manusia (Pediculus humanus) mengungkapkan
perbedaan benua dan perkawinan sedarah yang
tinggi di antara Populasi Seluruh Dunia. PLoS One,
8 (2): 57619.
Aziza, Anzil. 2019. Perbandingan Efektivitas Formulasi
Pedikulisida Alami Campuran Bunga Lawang Dan
Minyak Kelapa Dengan Campuran Bunga Lawang
Dan Cuka Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas
Kedokteranuniversitas Jember
Boutellis, A., Abi-Rached, L. dan Raoult, D. (2014). Asal
dan distribusi kutu manusia di dunia. Infeksi,
Genetika dan Evolusi, 23: 209–217.
Biofarma. (2014). Pengertian Kesehatan Lingkungan.
Portal BUMN. Retrieved from
http://www.bumn.go.id/biofarma/berita/0-Pengertian-
Kesehatan-Lingkungan
Dewata,indang, (2015). Kimia Lingkungan. Padang: UNP
Press
Endar Budi Sasongko , Endang Widyastuti, Rawuh Edy
Priyono. 2014. Kajian Kualitas Air dan Penggunaan
Sumur Gali Oleh Masyarakat di Sekitar Sungai
Kaliyasa Kabupaten Cilacap. Jurnal Ilmu Lingkungan.
Volume 12 No 2
FD Guerrero, RC Jamroz, D. Kammlah, and SE strain of
Colorado potato beetle, Pestic. Biochem. Kunz,
Toxicological and molecular characterization of

143
Physiol. 53, 97 (1995).
Horas Manik, Purba Marpaung, T. Sabrina. 2017. Tingkat
Perkembangan Tanah Berdasarkan Pola Distribusi
Mineral Liat Di Kecamatan Lumban Julu Kabaten
Toba Samosir. Jurnal Agroekoteknologi. Volume 5 No.
2
Indawati, Sulis dkk. 2017. Pengaruh Ekstrak Daun Sirsak
(Annona muricata Linn) Terhadap Mortalitas Kutu
Kepala (Pediculus humanus varian capitis). Analis
Kesehatan Sains. VOL. 6 NO. 2. ISSN : 2302 - 3635
lice, J. Med. Entomol. 11, 112 (1974). 39. HR Guy and P.
Seetharamulu, Molecular model of 29. JA Argentine,
SH Lee, MA Sos, SR Barry, and the action potential
sodium channel, Proc. Natl. Acad. JM Clark,
Permethrin resistance in a near isogenic Sci. USA 83,
508 (1986).
Lukman, N., Armiyanti, Y., & Agustina, D. (2018).
Hubungan Faktor-Faktor Risiko Pediculosis capitis
terhadap Kejadiannya pada Santri di Pondok
Pesantren Miftahul Ulum Kabupaten Jember (The
Correlation of Risk Factors to the incidence of
Pediculosis capitis on Students in Pondok Pesantren
Miftahul Ulum, Jember).
Purba, J. (2002). Pengelolaan lingkungan sosial. Yayasan
Obor Indonesia.
Rahmita, R., Arifin, S., & Hayatie, L. (2019). Hubungan
Kepadatan Hunian dan Kelembaban Ruangan dengan
Kejadian Pedikulosis Kapitis. Homeostasis, 2(1), 155–

144
160.
Salbiah, S. (2018). Perilaku yang Berhubungan dengan
Pediculosis Capitis pada Siswi Madrasah Tsanawiyah
Hifzil Qur‟an Medan. Jurnal Ilmu Dan Teknologi
Kesehatan, 5(2), 140–148.
Bove ´ JM. Huanglongbing: a destructive newly-emerging,
century-old disease of citrus. Journal of Plant
Pathology. 2006; 88(1): 7–37.
Boutellis, A., Laurent ,A.R., dan Didier,R.2014. The orgin
and distribution of human lice in the world. Journal
infection,Genetics and Evolusion.
http://dx.org./10.1016/j.meegid.2014.01.017.
Chueahongthong, F., A. Chadarat., S. Okonogi., S. Tima and
S. Anuchapreeda. 2011. Cytotoxic Effects of Crude
Kaffir Lime (Citrus hystrix D.C) Leaf Fractional
Extracts on Leukemic Cell Lines. Journal of Medicinal
Plants Research. Vol. 5(14). 3097-3105.
CDC. (2013). Parasites – Lice – Head Lice.
http://www.cdc.gov. Diakses tanggal 19 Oktober 2020
Dahlia Sarkawi.(2015). Pengaruh jenis kelamin dan
pengetahuan lingkungan terhadap penilaian budaya
lingkungan. Jakarta : Manajemen Informatika dan
Komputer Bina Sarana Informatika
Dita, S. T. 2016. Hubungan Karakteristik Rambut dan
HigieneCuci Rambut dengan Pediculosis capitisPada
Santri di Pondok Pesantren Aulia Cendekia Talang
Jambe Sukarami Palembang. Skripsi. Palembang:
Universitas Sriwijaya

145
ECHA. 2013. Committee for Risk Assessment RAC
Fadilah, H. (2015). “Perbedaan metode ceramah dan leaflet
terhadap skor pengetahuan santriwati tentang
pedikulosis kapitis di Pondok Pesantren Al-mimbang
Sambongdukuh Jombang”. Skripsi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan ilmu kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah.
Ghafar M, Prasad KN, Weng KK, Ismail A. 2010. Flavonoid,
hesperidine, total phenolic contents and antioxidant
activities from Citrus species. Afr J Biotechnol.
9(3):326–330.
Guiterrez, MM, Gonzales, JW, Stefanazzi,N, Serralunga, G,
Yanez, L, Ferrero, AA. 2012. Prevalance Pediculus
Humanus Capitis Infestation among kingdegarten
children in Bahia Blancha city, Argentina.
Hadi, T. M. F. (2018). Hubungan Personal Hygiene Dan
Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian Pediculosis
capitis di Pondok Pesantren Ma‟hadul Muta‟alimin di
Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi. Madiun:
Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun.
Handoko, R.P. (2010). Pediculosis. Dalam: Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi Keenam . Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Hardiyanti, N. I., Kurniawan, B., Mutiara, H., & Suwandi, J.
F. (2015). Penatalaksanaan Pediculosis Capitis.
Majority, 4(9), 47–52.

146
Hudayya, A. 2012. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan
Cara Kerjanya (Mode Of action). Lembang: Yayasan
Bina Tani sejahtera
Hostettmann K, Wolfender J-L, Terreaux C. 2001. Modern
screening techniques for plant extracts. Pharm Biol. 39
(sup1):18–32. doi:10.1076/phbi.39.s1.18.0008.
Integrated Taxonomic Information System (ITIS). (2019).
Pediculus humanus. [Online Pediculosis capitis e
Journal]
Irmayanti, M .2007. Modul pengembangan kepribadian
terintegrasi. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI
Karimah A,Hidayat, RMN dan Dahlan, A. 2016. Prevalence
and predisposing factors of pediculosis capitis on
elemntary school students at jatinagor. Althea Medical
Journal. 3(2): 254-258.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Profil
kesehatan Indonesia 2011. Jakarta: Kemenkes
KepmenkesRI.2012.PedomanPenggunaanInsektisida(Peptisid
a).Jakarta:Kementrian Kesehatan.
Liao CW, Cheng PC, Chuang TW, Chia KC, Chiang IC, Kuo
JH, et al. (2019). “Prevelenceof Pediculosis capitis in
schoolchildren in Battambang, Cambodia”. Journal Of
Microbilogy, Immunology and Infection. 52, 585-591.
Massie MA, Wahongan GJ.P, dan Pijoh V. (2020).
“Prevelensi infestasi Pediculosis capitis pada anak
sekolah dasar di Kecamatan Langowan Timur”. Jurnal
Biomedik. 12(1):24-30 pISSN 2085-9481.

147
Medland, SE, Nyholt, DR, Painter, JN, Mcevoy, BP, McRae,
AF, Zhu, G, Gordon, SD, et al. 2009. Common variants
in the trichohyalin gene are associated with straight hair
in europeans. The American Journal of Human
Genetics. 85: 750-755.
Mempengaruhi, F. Y., Capitis, P., Tahun, U., Pondok, D. I.,
Sirojan, P., Dan, M.,Ranggon, P. (2020). Artikel
penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi. 6(1), 39–
48.
Menkes RI. (1999). Kepmenkes RI No 829 - MENKES - SK -
VII - 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
(829).
Muliatin Nahdataen. 2017. PENGARUH KONSENTRASI
EKSTRAK DAUN SRIKAYA (Annona squamos L.)
TERHADAP MORTALITAS KUTU KEPALA
(Pediculus humanus capitis). Skripsi. Universitas Islam
Negeri (Uin) Mataram
Mulyani, Y., Gracinia, J. 2007. Kemampuan Fisik, seni dan
manajemen diri. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Nadyanti, Febri dan Mutiara, Hanna. 2019. Pengaruh
Penggunaan Sampo dari Minyak Mimba (Azadirachta
indica A.juss) terhadap Aktivitas Pediculus humanus
capitis. Agromedicine. Volume 6 Nomor 2.
Novitasari, Aisyah . 2018. Pengaruh Ekstrak Buah Mengkudu
(Morinda Citrifolia L.) Terhadap Mortalitas Kutu
Kepala (Pediculus humanus capitis). Skripsi. UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

148
Neiburger.(1995).Memahami Lingkungan Sekitar Kita. ITB.
Bandung
Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Notoadmodjo (2016). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.
Jakarta: Rineka Cipta
Novatria,dkk.(2019). Pengaruh Faktor Sanitasi Terhadap
Kejadian Pedikulosis Kapitis Di Panti Asuhan Kota
Palembang. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas
.4 (2), 2019, 73-77
Nurhayati.(2016). Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap
Evapotranspirasi Berdasarkan Metode Penman di
Kebun Stroberi Purbalingga. Journal Of Islamic
Science And Technology.Vol.2,No.2,No.1
Purba, J. (2002). Pengelolaan lingkungan sosial. Yayasan
Obor Indonesia.Alatas, S. S. S. (2013). Hubungan
Tingkat Pengetahuan Mengenai Pedikulosis Kapitis
dengan Karakteristik Demografi Santri Pesantren X,
Jakarta Timur. EJournal Kedokteran Indonesia, 53–57.
Laily,Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm. 52-68
Lukman, N., Armiyanti, Y., & Agustina, D. (2018).
Hubungan Faktor-Faktor Risiko Pediculosis capitis
terhadap Kejadiannya pada Santri di Pondok
Pesantren Miftahul Ulum Kabupaten Jember (The
Correlation of Risk Factors to the incidence of

149
Pediculosis capitis on Students in Pondok Pesantren
Miftahul Ulum, Jember).
Pritacindy Ardhita Prilly dkk. (tt). Uji Efektifitas Ekstrak
Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai Insektisida
Terhadap Kutu Rambut (Pediculosis capitis)
Purnama,S. G. (2016). Buku Ajar: Penyakit Berbasis
Lingkungan
Purba, J. (2002). Pengelolaan lingkungan sosial. Yayasan
Obor Indonesia.
Rahmita, R., Arifin, S., & Hayatie, L. (2019). Hubungan
Kepadatan Hunian dan Kelembaban Ruangan dengan
Kejadian Pedikulosis Kapitis. Homeostasis, 2(1), 155–
160.
Rahman, Z. A. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan Kejadian Pedikulosis kapitis Pada Santri
Pesantren Rhodlotul Quran Semarang. Tesis.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
Rahmi, Rauzatur dan Ervilita, Ria. 2018. PEMANFAATAN
EKSTRAK BIJI SIRSAK (ANNONA MURICATA
L.)UNTUK MENGUSIR KUTU RAMBUT.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIPA IV. ISBN
978-602-50939-0-6
Salbiah, S. (2018). Perilaku yang Berhubungan dengan
Pediculosis Capitis pada Siswi Madrasah Tsanawiyah
Hifzil Qur‟an Medan. Jurnal Ilmu Dan Teknologi
Kesehatan, 5(2), 140–148.

150
Sangaré, A. K., Doumbo, O. K. dan Raoult, D.(2016).
“Management and Treatment of Human Lice,” BioMed
Research International. Hindawi Publishing
Corporation. doi:10.1155/2016/8962685
Saraswati ,Nurmalia dan Putriana , Norisca Aliza . Review
Artikel: Aktivitas Anti Kutu Rambut (Pediculus
humanus capitis) Dari Minyak Esensial Tanaman
Nimba, Teh, Saga Rambat Dan Srikaya Secara In-
Vitro. Farmaka Suplemen. Volume 15 Nomor 2
Sayekti, Fitria Diniah Janah dkk. 2020. Pengaruh Kombinasi
Buah Jeruk Nipis dan Buah MengkuduTerhadap
Mortalitas Pediculus humanus capitis. At-Taqaddum
Vol. 12 No. 1 47-54
Soedarto. 2016. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Jakarta:CV Sagung Seto
Tappeh, K. H., A. R. Chavshin, H. M. Hajipirloo, S.
Khashaveh, H. Hanifian, A. Bozorgomid, M.
Mohammadi, D. J. Gharabag, dan H. Azizi. 2012.
Pediculosis capitisamong Primary School Children and
Related Risk Factors in Urmia, the Main City of West
Azarbaijan, Iran. J Arthropod-Borne Dis.(6)1: 79-85.
Tartowo & Wartono. 2006. Kebutuhan dasar manusia dan
proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Tee, Selfyana Austin dan Esti Badia, E .2019. Uji Efektivitas
Shampo Antikutu Rambut Ekstrak Daun Sirsak
(Annonna muricata L.) Secara In Vitro . Jurnal warta
farmasi. Volume 8 Nomor 2 . ISSN: 2089-712X

151
Tuzcu Ö, Kaplankıran M, Şeker M. 1998. The eff ects of
some Citrus rootstocks on fruit productivity of some
important orange, grape fruit, lemon and mandarin
cultivar sin Çukurovaregion. Turk J Agric
For.22(2):117–126.
Yenie,E.2013. Pembuatan Pestisida Organik Mengunakan
Metode Ekstraksi Dari Sampah Daun Pepaya Dan
Umbi Bawang Putih. Jurnal Teknik Lingkungan, 10
(1):47.
Widniah, A. Z. (2019). Model Perilaku Pencegahan
Pediculus Humanus Capitis Pada Santriwati Di
Pondok Pesantren. Universitas Airlangga.
Wijayati, Fitriana.(2007). Hubungan Antara Perilaku Sehat
dengan Angka Kejadian Pedikulosis Kapitis pada
Santriwati Pondok Pesantren Darul „Ulum Jombang.
Skripsi. Universitas Jember. Jember

152
BIODATA PENULIS
JHON RISWANDA, S.Pd,
M.Kes, dilahirkan di Pagar
Alam pada tanggal 09 Juni
1969.

Riwatyat Pendidikan : SDN


95 Palembang Tamat (1978-
1983), SMPN 4 Palembang
(1984-1986), SMAN 5 Palembang (1987-1989), Akper
DepKes Palembang (1990- 1992), S1 FKIP Pendidikan
Biologi (1998-2000), S2 IKM Health Promotion UGM
Yogyakarta Tamat Tahun (2004-2006), S3 Ilmu Lingkungan
Unsri Palembang ( On Process )
Riwayat Pekerjaan : PT Sentosa Jaya (1992-1993), SPK
Depkes Batu Raja sebagai guru (1993-1994), Akademi
Kebidanan Pemerintah Kabupaten Muara Enim (1995-2016),
UIN Raden Fatah Palembang Prodi Pendidikan Biologi.
Alamat korespondensi : Perum Cempaka Residence B-9
Tegal Binangun Jakabaring, telpon 082186623298, e-mail :
jhonriswanda09@gmail.com

153
Dr.Yesi Arisandi,SKM,M.Kes,
dilahirkan di Palembang, 15
Agustus 1980.

Riwayat Pendidikan :
SD.N.445 Palembang tamat
thn.1993. SMP.N.13 Palembang
tamat thn1996.
SMA N.12 palembang Tamat
Th.1999. Akper Persada Husada Indonesia Jakarta Timur,
Tamat thn.2002.
S1. kesmas.Abdi Nusa Tamat.2005. S2. Biomedik Unsri.
Tamat 2013. S3. Ilmu lingkungan tamat thn.2020.
Alamat korespondensi : Asrama Yonif 200Raider Kelurahan
Gandus. Telpon : 082281602193
e. mail : yesialya99@gmail.com

154

Anda mungkin juga menyukai