Anda di halaman 1dari 4

Perkembangan Sosial-Emosional Pada Masa Kanak-Kanak Awal

Perkembangan merupakan bertambahnya kemapuan atau skill individu dalam pola teratur dan
terorganisasi serta berlangsung selama individu hidup, dimana hal ini sebagai hasil proses
pematangan.

Sosial-Emosional merupakan proses belajar menyesuaikan diri untuk memahami keadaan serta
perasaan ketika berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan baik orangtua, saudara, teman
sebaya dalam sehari-hari.

Pentingnya aspek perkembangan sosial-emosional diterapkan pada masa kanak-kanak untuk


menumbuhkan perkembangan kognitif dan motoric pada anak.

Kognitif adalah perkembangan seorang anak untuk memahami sesuatu

Motorik adalah perkembangan kematangan pengendalian gerak tubuh dan otak.

Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah:

1) Elemen-Elemen Sosial dari Bermain dan Implikasinya pada Pendidikan


 Pada saat anak menjelajahi dunia prasekolah, mereka mengalami serangkaian situasi
sosial yang baru dan bervariasi. Beberapa situasi baru berhubungan dengan
bermain.
 Kondisi anak-anak yang berbeda-beda membuat anak terkadang menjadi seorang
yang soliter atau ansosial.
 Pada masa prasekolah ada peralihan pola bermain anak, dari permainan soliter ke
permainan paralel, yaitu anak berdekatan dengan orang-orang lain ketika mereka
bermain.
Permainan soliter (solitary play) yang dimaksudkan adalah dimana kondisi anak yang
asyik bermain sendiri.
Permainan parallel (parallel play) adalah kondisi anak dimana yang tadinya bermain
sendiri kemudian mulai berbaur dengan oranglain.
 Hal lain yang penting ialah anak membutuhkan waktu, ruang, dan kebebasan untuk
mengembangkan permainan mereka, agar seluk beluk dan detil-detil permainan
tidak terbatasi.
 Sebagai pendidik anak usia dini perlu mengetahui bahwa bermain adalah
medium/sarana belajar yang luar biasa ampuhnya bagi anak-anak kecil.
Pada point ini anak dituntut untuk mengembangkan kemampuannya motoriknya
supaya anak bisa menumbuhkan sikap rasa ingin tahu, cekatan, dan pintar.
 Sebagai pendidik, kita juga dapat mengetahui lebih banyak tentang abilitas anak
dengan mengamati proses bermain anak daripada sekedar menjatuhkan vonis
kepada anak dengan predikat kegagalan ketika mereka tidak berhasil mereproduksi
secara tepat produk yang disyaratkan.
Abilitas merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan
atau aktivitas.
Maksud dari point ini adalah Permainan dengan memberi pengalaman terbuka
seperti bermain tanah liat akan lebih bermanfaat daripada permainan yang
mengharuskan anak menghasilkan suatu barang belum mampu anak tersebut bisa
menguasainya.
2) Otonomi dan inisiatif yang berkembang, serta Implikasinya pada Pendidikan
Menurut Erikson, anak prasekolah dalam perkembangan sosialnya berada pada peralihan
dari tahap "otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu" ke tahap "inisiatif vs rasa bersalah".Sebagai
contoh; anak pada tahap ini umumnya bertahan ingin mengerjakan segala sesuatu oleh
dirinya sendiri dan berinisiatif untuk melakukannya tanpa bantuan dari oranglain. Sebagai
pendidik, perlu mendorong anak menggunakan inisiatifnya pada pengalaman sehari-hari,
misalnya menentukan pilihan menu pada waktu makan, serta fleksibilitas melakukan
aktivitas dalam rumah ataupun di luar rumah.

3) Perasaan tentang Diri (self) dan Implikasinya pada Pendidikan


Konsep diri (Self Concept) merupakan interaksi dengan orang lain, anak prasekolah
mengembangkan perasaan tentang dirinya.
Berkaitan tentang Konsep diri (Self Concept) terbagi dua:
1. self-esteem postif dimana maksudnya itu adalah Anak-anak dengan self-esteem positif
biasanya percaya diri, berprestasi, mandiri, dan ramah;
2. self-esteem negative dapat diartikan digambarkan sebagai anak yang ragu-ragu, tidak
mampu, tergantung, dan menarik diri.
Catatan penting: Tugas orang dewasa atau pendidik ialah membantu anak untuk
mengembangkan perasaan diri yang realistik dan seimbang tentang diri mereka. Hal ini
dapat dilakukan dengan mendiskusikan bersama anak tentang apa yang dapat mereka
kerjakan, apa yang tidak. Jangan melakukan pemujian yang berlebihan terhadap anak.
Karena dapat menimbulkan dampak negative dimaan membuat anak menjadi mudah
menyerah. “kamu pintar sekali” justru membuat anak mudah menyerah ketika
mengalami kesulitan.
4) Hubungan Teman Sebaya, serta Implikasinya pada Pendidikan
Terdapat dua jenis tipe anak dalam menjalin hubungan dengan sekawannya yaitu:
 Anak yan bisa berperilaku baik serta dapat beradaptasi dengan orang lain (popular)
 Anak yang Anti sosial (dikucilkan dengan orang lain)
Pada kasusu ini Anak yang populer umumnya mampu merespon perilaku orang lain.
Mereka disukai dan dicari anak-anak lain sebagai teman, sehingga terlibat dalam
interaksi yang makin kompleks.
Sementara anak yang ditolak dan diisolasikan oleh anak-anak lain terbukti memiliki
keterampilan sosial lebih rendah, dan berakibat pada interaksi yang kurang
kompleks dan kurang menyenangkan.

5) Konflik Sosial, serta Implikasinya pada Pendidikan


Terdapat cara anak dalam mengatasi konflik sosialnya:
1. Menggunakan Verbal situation (berkomunikasi)
2. Menggunakan kekerasan fisik
Dalam hal ini, pendidik perlu membantu anak bagaimana cara mengungkapkan
perasaannya secara verbal, dan mengatasi konflik sosial yang ada secara verbal pula.
Sehingga pendidik ditunutut membantu anak menyatakan perasaannya, dan mengatasi
situasi konflik sosial dengan model yang baik.

6) Perilaku Prososial, dan Implikasinya pada Pendidikan


Perilaku prososial terlihat apabila anak menunjukkan empati atau altruisme (menolong
terhadap orang lain tanpa memikirkan dirinya). Anak-anak prasekolah sering menunjukkan
perilaku agresif untuk mempertahankan mainannya.
kunci penting untuk memahami orang lain ialah kemampuan untuk memprediksi dan
menjelaskan perilaku orang dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda. Karena
pada dasarnya ketika kita melihat oranglain atau ingin menilai orang lai jangan prespektifkan
pada pandangan diri sendiri tapi libatan juga pandanga dari orang disekitarny yang akan kita
nilai.

7) Ketakutan-Ketakutan Anak beserta Implikasinya pada Pendidikan


Cara pendidik dalam mengatasi ketakutan-ketakutan yang dihadapi oleh peserta didik
adalah: membantu anak dengan cara mendiskusikan bagaimana cara mengendalikannya.
Ketika anak menghadapi situasi yang mengkhawatirkan atau menakutkan (misal pergi ke
rumah sakit, atau pergi ke sekolah), orang dewasa dapat membicarakan hal ini pada anak
dengan memberitahukan apa tujuannya, dan berbagai strategi untuk mengatasi perasaan-
perasaan tersebut.
8) Pemahaman Gender dan Implikasinya pada Pendidikan
 Gender menurut Muhtar (2002) menyatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai
jenis kelamin atau konotasi untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis
kelamin.
 Pengertian lain menyebutkan bahwa gender adalah serangkaian karakteristik yang
terikat kepada dan membedakan maskulinitas dan feminitas atau laki-laki dan
perempuan.
 Banyak sekali pertentangan tentang pemahaman gender yang dipahami oleh orang-
orang.
 Misalkan, kutipan dari Najwa Shihab mengatakan bahwa “ mengapa sih orang selalu
mengasumsikan bahwa cewek kodratnya itu masak?” anak sering menerapkan
sejumlah hukum-hukum gender seperti "Anak perempuan tidak dapat menjadi
polisi". Hukum-hukum demikian sering mencerminkan pemahaman yang kurang
benar tentang perbedaan biologis antara wanita dan laki-laki. Sebenarnya kodrat
perempuan itu ada 3 mens, hamil dan menyusui. Lantas pasti ada pertanyaan
seperti “lalu kalo disuruh milih menjadi seorang guru atau seorang irt akan memilih
apa” mungkin dari pandangan saya sendiri setiap perempuan itu multiperan, kita
bisa menjadi irt sekaligus menjadi guru karena pada dasarnya perempuan bisa
memiliki banyak peran dala hidup mereka asalkan tidak melenceng dari kodratnya.
Pendidik anak usia dini mempunyai peranan penting untuk membantu anak
mengembangkan kesadaran akan gender mereka masing-masing

Anda mungkin juga menyukai