Anda di halaman 1dari 3

Nama:Khamim Jazuli Ahmad

Jurusan: Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Kelompok: 26(Tanzila Khan)

Kemana sila ke-2 ku

“Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan


berpikiran waras akan ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang
berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana.”-Pramoedya ananda toer

Masih terngiang betapa bergeloranya bung Karno membacakan proklamasi


kemerdekaan yang selaras dengan fakta kemerdekaan hakiki. Sila yang dalam
pemilihan katanya dapat mencakup semua aspek tanpa meninggikan ataupun
memojokkan satu pihak pun. Sekarang sila-sila itu terasa sudah dikebiri oleh penerus
bangsa sendiri. Entahlah apa jadinya jika sila-sila Pancasila tidak lagi dipakai dalam
kehidupan sehari-hari.

Jika dulu orang menderita karena disiksa penjajah. Sekarang tikus kantoranlah yang
mengambil peran penjajah. Tak pandang malam hari bak tikus rumahan yang mencuri
hanya secuil untuk ganjal perutnya. Tikus kantoran ini lebih berbahaya bagi
kehidupan orang banyak. Mencuri jatah dengan serakah. Mengambil tanpa
mempertimbangkan kata adil. Mereka sudah buta, tuli, dan bisu.

Lantas,

Apa yang akan terjadi jika rasa kemanusiaan sudah tidak ada lagi dihati pemuda
sekarang?

Yang pasti hanyalah menjadikan bertambah semrawutnya tatanan kehidupan. Karena


pemuda dimasa sekarang adalah pemimpin dimasa depan. Dan dengan jiwa pemimpin
yang memiliki rasa kemanusiaan-lah, bangsa ini dapat keluar menjadi bangsa yang
berdaulat dimata rakyat juga dikancah dunia.

Diantara contoh kasus kemanusiaan kelas elit:

Masih ingatkah anda dengan anggota DPRD DKI yang berniat maju di Pilkada
dengan program program yang sudah diobralnya? Akhir ceritanya, KPK
meringkusnya atas dugaan suap yang ia terima.
Masih ingatkah anda dengan usulan ketua mahkamah konstitusi (MK) untuk
pemotongan jari bagi 'tikus kantoran'. Ternyata beliau juga termasuk tikus kantoran
itu sendiri.

Miris memang, melihat fakta lapangan yang sudah terekam tak layak jika diputar
ulang.

Kemanusiaan yang adil dan beradab

Kemanusiaan saja rasanya sudah langka. Apalagi jika ditambah dengan kata 'adil' plus
'beradab'. Kebanyakan orang sekarang ini salah dalam pemaknaan kemanusiaan itu
sendiri. Kemanusiaan bukanlah tentang menguasai manusia. Tapi tentang kita yang
dapat merasakan sesuatu yang dirasakan manusia lain.

Tidak berhenti sampai situ, kemanusiaan juga butuh perwujudan bersama dalam skala
besar. Tapi, itu semua dapat dimulai dari diri kita masing-masing. Jika sifat
'kemanusiaan' sudah men-skala besar, maka kedaulatan yang hakiki akan dirasa oleh
semua perasa.

Sebuah cuplikan sejarah dimana rasa kemanusiaan sangat dijunjung. Ingat-ingat lagi
kisah dimasa Khalifah ke-8 dinasti Umayyah. Apa yang Khalifah Umar bin Abdul
Aziz utamakan? Apakah perutnya? Perut keluarganya?

Beliau terkenal sebagai Khalifah yang tak mementingkan dirinya sendiri. Malahan,
gaji beliau yang perkiraan gaji presiden sekalipun, tidak membuatnya terlena lalu lupa
segalanya. Hanya secuil gaji yang ia terima. Itu saja hanya sedikit untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Dimasa kepemimpinan beliau, tak ada orang mengeluh
kelaparan. Tak ada orang terlantar. Tak ada orang yang tak mampu untuk belajar.
Semua kebutuhan rakyat dipenuhi dengan kerja pemerintah yang perfect. Tak ada
orang yang berhak menerima zakat dalam satu rasa kemanusiaan berskala besar
dimasa itu.

Kemudian, saya ingin membandingkan dengan kebutuhan rakyat yang seharusnya


dapat hidup dengan tenang. Tidak terlalu kesusahan menghadapi birokrasi yang rumit
berbelit-belit. Uang bantuan disosialisasikan segini, yang keluar segitu. Giliran
penarikan pajak, tak segan-segan nominal yang di-ketokpalu-kan. Lalu mengingat
keadaan sekarang ini, dengan mewabahnya viruscorona disease-19 (covid-19) atau
biasa disebut dengan virus Corona, tak hanya sektor kesehatan fisik yang diserang.
Sektor ekonomi ikut anjlok. Sektor pertanian enggan memanen. Nilai jual anjlok.
Nilai beli makin melangit. Sekolah-sekolah diputuskan untuk online. Yang kemudian
dalam harapan saya yang juga masih pelajar semoga dalam segala sektor menjadi
teratasi bak kisah yang penuh rasa kemanusiaan dimasa Umar bin Abdul Aziz kala
itu.

Mari berbenah diri. Maju memimpin negeri ini menjadi Pertiwi.

Daftar pustaka

1. Nadirsyah Hosen, 1973, Islam yes khilafah no, Yogyakarta, SUKA PRESS

Anda mungkin juga menyukai