Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH DINAMIKA DAN TANTANGAN PANCASILA

SEBAGAI DASAR NEGARA

Untuk memenuhi tugas pendidikan pancasila

Dosen Pengampu:

Aminatul Ummah,S.Psi.I.,M.Pd.

Penyusun:

1. Ahmad Wildan Zulfikar Awalin (126307202055)


2. Dahwan (126307202064)
3. Yunda Virda Cahyani (126307203075)

SEMESTER 1

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA

OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat, taufik, dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan tepat. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik.

Harapan kami susunan makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Tak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag, selaku Rektor Institut Agama Islam Negri
(IAIN) Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menempuh pendidikan di institute ini.
2. Bapak Dr. Ahmad Rizqon Khamami, Lc.MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Adab dan Dakwah yang telah memberi kesempatan untuk menempuh belajar dan
pengalaman.
3. Bapak Muhammad Faizun, M.Pd.I. SS, selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban
Islam , yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada kami.
4. Amiatul Ummah, S.Psi.I.,M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Bahasa
Indonesia.
5. Seluruh civitas akademika IAIN Tulungagung yang telah ikut andil dalam
memberikan fasilitas kelancaran penulisan makalah ini.
6. Teman-teman yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami mohon kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun
agar makalah ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi.

Tulungagung, oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2

D. Manfaat Makalah............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

A. Pengertian Dinamika dalam Pancasila sebagai Dasar Negara........................................3

B. Pengertian tantangan dalam Pancasila sebagai Dasar Negara........................................4

C. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara......................................................5

D. Implementasi Pancasila dalam Kebijakan Negara..........................................................9

BAB III PENUTUP................................................................................................................14

A. Kesimpulan...................................................................................................................14

B. Saran..............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang memiliki bentuk Negara kepulauan dan bentuk
pemerintahan republik sehingga disebut dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), dan masyarakatnya tidak asing lagi dengan pancasila. Dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, masyarakat Indonesia mengenal pancasila sebagai dasar Negara, pedoman,
dan pandangan hidup, yang nilainya diangkat dari kehidupan masyarakat sendiri. Pancasila
merupakan dasar Negara, dan juga menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia sejak dahulu.
Pancasila juga diperuntukkan kepada Negara, masyarakat, dan pribadi bangsa Indonesia.
Sila-sila pancasila itu tidak terlepas satu sama lain melainkan satu kesatuan yang bulat,
baik dalam fungsi dan kedudukannya sebagai dasar Negara maupun sebagai falsafah hidup
bangsa.
Pengertian dari kata “kesatuan bulat” dari pancasila ini ialah berarti bahwa sila yang
satu meliputi dan menjiwai sila-sila yang lain. Lantas perumusan pancasila juga dapat
dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa yang selalu berkaitan dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Seperti yang telah diketahui bahwa pancasila itu juga merupakan
dasar Negara Indonesia, yang berarti dasar dari hukum tertinggi di Indonesia atau sumber
dari segala sumber hukum di Indonesia. Hal ini terdapat pada Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, yang merupakan Naskah Proklamasi Indonesia. Pancasila juga merupakan
ideologi terbuka, yaitu bersifat khas dan orisinil. Kelima sila dalam pancasila ini memang
bersifat universal sehingga dapat ditemukan dalam gagasan berbagai masyarakat lain.
Letak ke khasan dan orisinilitasnya yaitu sebagai falsafah dan ideologi Negara Pancasila
juga berperan dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia yaitu yang berpusat pada
Undang-Undang Dasar 1945 yang benar-benar harus dijiwai oleh seluruh masyarakat
Indonesia.
Negara yang berpaham kedaulatan rakyat, yaitu Negara tidak bisa memaksakan
kehendaknya kepada rakyat karena rakyat adalah sumber dari kekuasaan Negara.
Sedangkan arah peruJImusan norma-norma hukum harus memberikan jaminan kemudahan
dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi rakyat untuk menunjukkan bahwa rakyatlah yang
berdaulat. Untuk itu sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab seharusnya

1
masyarakat mengikuti dan mematuhi pancasila, karena seperti pemaparan di atas telah
disebutkan bahwa pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum atau dasar Negara
yang harus dipatuhi. Karena dalam sila-sila pancasila tidak memihak kepada satu orang
saja melainkan keseluruh warga Negara Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang dimaksud dengan Dinamika dalam pancasila sebagai dasar Negara ?
2. Apa yang dimaksud dengan tantangan dalam pancasila sebagai dasar Negara ?
3. Apa arti esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar Negara ?
4. Apa saja implementasi pancasila dalam perumusan kebijakan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dinamika dan tantangan dalam pancasila sebagai dasar
Negara
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar
Negara
3. Mampu memahami arti dari esensi dan urgensi pancasila sebagai dasar Negara
4. Mampu mengimplementasikan dan melestarikan nilai nilai pancasila dalam kehidupan
5. Mengetahui lebih banyak tentang pancasila sebagai dasar Negara.

D. Manfaat Makalah
Manfaat pembuatan dalam pembuatan makalah ini sebagai referensi tambahan dalam
pembelajaran pendidikan pancasila dan dapat memahami serta mengerti dari Dinamika
dan tantangan pancasila sebagai dasar Negara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dinamika dalam Pancasila sebagai Dasar Negara


Realitas itu dinamik dan suatu proses yang terus menerus “menjadi”, walaupun unsur
permanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan tidak boleh diabaikan. Sifat alamiah
itu dapat pula dikenakan pada ideologi Pancasila sebagai suatu realitas (pengada).
Masalahnya, bagaimanakah nilai-nilai Pancasila itu diaktualisasikan dalam praktik
kehidupan berbangsa dan bernegara ? dan unsur nilai Pancasila manakah yang mesti harus
kita pertahankan tanpa mengenal perubahan ? Moerdiono (1995/1996) menunjukkan
adanya 3 tataran nilai dalam Ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah: Pertama,
Nilai Dasar yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari
pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak,
bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran
yang bagaikan aksioma. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan
eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai
dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan
yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama
dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan,
persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat. Kedua,  Nilai Instrumental yaitu suatu
nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar
tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi
tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman.
Ketiga, Nilai Praksis yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara
bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praksis
terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis
maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh
organisasi kekuatan sosial politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan
ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan, bahkan oleh warganegara secara perseorangan.

3
Hakekatnya fungsi Pancasila tidak berubah dan bahkan tidak boleh berubah, yakni
tetap sebagaimana digagas secara cerdas oleh pendiri negara pada saat itu, yaitu sebagai
dasar negara, sebagai ideologi nagara, maupun sebagai pandangan hidup bangsa. Akan
tetapi Pancasila sebagai Ideologi terbuka harus mampu menyesuaikan perkembangan
masyarakat yang terus melaju dalam perubahan, ini artinya bahwa Pancasila perlu dikaji
secara ilmiah dalam rangka aktualisasi. Sebagai dasar sekaligus ideologi negara, maka
Pancsila bagi bangsa Indonesia sudah tidak bisa ditawar. Ditegaskan oleh M. Mahfud MD.
bahwa Pancasila yang telah diumumkan di dalam Pembukaan Undang Dasar 1945 adalah
modus vivendi (kesepakatan luhur) bangsa indonesia. Pancasila sangat cocok dengan
realitas bangsa Indonesia dengan berbagai kepentingan yang semula mungkin saling
bertentangan secara diametral.
B. Pengertian tantangan dalam Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila merupakan nilai dasar dari bangsa Indonesia, serta merupakan landasan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila berisi nilai-nilai dan cita-cita yang
digalidari bumi Indonesia sendiri, artinya digali dandiambil dari kekayaan, rohani, moral,
dan budaya masyarakat dan bangsa Indonesia. Pancasila juga merupakan dasar negara yang
sudah barang tentu harus terwujud dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dasar negara yang telah ditetapkan itu merupakan pilihan yang sesuai dengan karakter
bangsa, asli, yang akhirnya menjadi negara yang berkarakter religius. Betapa hebatnya para
pendiri republik ini, betapa tidak, mereka telah memberi landasan yang kokoh bagi suatu
bangsa besar yang multiethnik, multi agama, ribuan pulau, dan kaya sumber daya alam
(yang menjadi daya tarik asing untuk campurtangan). Pancasila adalah titik pertemuan
yang lahir dari suatu kesadaran bersama pada saat krisis. Namun juga banyak tantangan
dalam penerapan Pancasila sebagai dasar negara antara lain : Pengaruh globalisasi yang
mempengaruhi dan mengancam nilai-nilai Pancasila globalisasi mengakibatkan kebebasan
tanpa batas di mana munculnya paham-paham baru meniru kebudayaan luar yang bertolak
belakang dengan nilai luhur, Munculnya ideologi baru seperti ideologi liberalis, kapitalis,
dan hedonisme yang dibawa oleh pengaruh luar yang sangat bertolak belakang dengan
ideologi kita Pancasila, Korupsi merupakan tantangan penerapan Pancasila pada masa orde
lama sampai pada masa reformasi ini belum juga menemui titik terang untuk
menyelesaikannya, menurunnya rasa persatuan dan kesatuan, Kondisi masyarakat yang
diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas (kebebasan berbicara, berorganisasi,
berekspresi, berkomuniaksi, dan lain sebagainya).

4
Mencermati substansi dari Pancasila di atas, maka sebagai warga negara Indonesia
perlu kesadaran dalam merealisasikan ideologi Pancasila, dan harus dihindari orientasi
tentang mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain karena dapat memperburuk
kondisi kebangsaan kita hari demi hari, dan tentu itu bukan merupakan sebuah sikap
ideologis yang logis karena Sukarno sebagai penggali Pancasila menganggap bahwa
Pancasila merupakan sebuah ideologi yang memiliki kedudukan sebagai hogere of
tracking  atau ideologi yang memiliki nilai substansi yang lebih tinggi dari pada ideologi
sekuler lainnya di dunia lainnya, dan bahwa Pancasila merupakan ideologi yang paling
cocok bagi masyarakat Indonesia karena substansi dari nilai ideologi Pancasila merupakan
hasil dari proses sublimasi atas ideologi-ideologi sekuler di dunia saat itu, baik ideologi
liberal, komunis, maupun ideologi turunan dari dua ideologi tersebut.
Pancasila tentunya berperan penting bagi kehidupan bangsa dan Negara Indonesia,
olehkarenanya maka pancasila perlu dipertahankan sebagai ideologi negara. Untuk dapat
mempertahankan Pancasila, maka yang penting adalah menghayati dalam kehidupan
sehari-hari filsafat Pancasila secara komprehensif dan holistic. Penghayatan ini tidak hanya
dikhususkan untuk rakyat, melainkan yang terpenting dan terutama adalah penghayatan
dari para aparatur negara mulai dari presiden, hingga pejabat desa.

C. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara

Sebagaimana dipahami bahwa Pancasila secara legal formal telah diterima


dan ditetapkan menjadi dasar dan ideologi negara Indonesia sejak 18 Agustus
1945. Penerimaan Pancasila sebagai dasar negara merupakan milik bersama
akan memudahkan semua stakeholder bangsa dalam membangun negara
berdasar prinsip-prinsip konstitusional.
Mahfud M.D. (2009: 16--17) menegaskan bahwa penerimaan Pancasila
sebagai dasar negara membawa konsekuensi diterima dan berlakunya
kaidah-kaidah penuntun dalam pembuatan kebijakan negara, terutama dalam
politik hukum nasional. Lebih lanjut, Mahfud M.D. menyatakan bahwa dari
Pancasila dasar negara itulah lahir sekurang-kurangnya 4 kaidah penuntun
dalam pembuatan politik hukum atau kebijakan negara lainnya, yaitu sebagai
berikut:

5
a) Kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjaga integrasi atau
keutuhan bangsa, baik secara ideologi maupun secara teritori.
b) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya
membangun demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (negara
hukum) sekaligus.
c) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya
membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia
bukanlah penganut liberalisme, melainkan secara ideologis menganut
prismatika antara individualisme dan kolektivisme dengan titik berat pada
kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
d) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada prinsip
toleransi beragama yang berkeadaban. Indonesia bukan negara agama
sehingga tidak boleh melahirkan kebijakan atau politik hukum yang
berdasar atau didominasi oleh satu agama tertentu atas nama apapun,
tetapi Indonesia juga bukan negara sekuler yang hampa agama sehingga
setiap kebijakan atau politik hukumnya haruslah dijiwai oleh ajaran
berbagai agama yang bertujuan mulia bagi kemanusiaan.
Pancasila sebagai dasar negara menurut pasal 2 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Di sisi lain, pada penjelasan pasal 2 tersebut dinyatakan bahwa Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara
sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pancasila adalah substansi esensial yang mendapatkan kedudukan formal
yuridis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Oleh karena itu, rumusan Pancasila sebagai dasar negara adalah
sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Perumusan Pancasila yang menyimpang dari
pembukaan secara jelas merupakan perubahan secara tidak sah atas
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(Kaelan, 2000: 91 -92).
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:

6
a) Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum Indonesia
yang dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia dijelmakan lebih
lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
b) Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945.
c) Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak
tertulis).
d) Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan
golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
e) Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara, para
pelaksana pemerintahan. Hal tersebut dapat dipahami karena semangat tersebut adalah
penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat senantiasa
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat (Kaelan, 2000: 198--199).
Rumusan Pancasila secara imperatif harus dilaksanakan oleh rakyat Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang
integral, yang saling mengandaikan dan saling mengunci. Ketuhanan dijunjung tinggi
dalam kehidupan bernegara, tetapi diletakkan dalam konteks negara kekeluargaan yang
egaliter, yang mengatasi paham perseorangan dan golongan, selaras dengan visi
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan kebangsaan, demokrasi permusyawaratan
yang menekankan consensus, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pimpinan
MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 88).

2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara


Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia secara ringkas tetapi
meyakinkan, sebagai berikut:
“Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat
pemersatu bangsa yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan
melenyapkan segala penyakit yang telah dilawan berpuluh-puluh tahun, yaitu terutama
imperialisme. Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan imperialisme, perjuangan
mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu bangsa yang membawa corak sendiri-sendiri.
Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara
perjuangan sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena itu, pada hakikatnya

7
bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud
dalam pelbagai hal, dalam kenyataannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan
lain-lain sebagainya”. (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-
2014, 2013: 94-95).
Untuk memahami urgensi Pancasila sebagai dasar negara, dapat menggunakan 2
(dua) pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan human resourses (personal/sumber
daya manusia). Pendekatan institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan negara
yang bersumber pada nilainilai Pancasila sehingga negara Indonesia memenuhi unsur-
unsur sebagai negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan negara atau
terpenuhinya kepentingan nasional (national interest), yang bermuara pada terwujudnya
masyarakat adil dan makmur. Sementara, human resourses terletak pada dua aspek, yaitu
orang-orang yang memegang jabatan dalam pemerintahan (aparatur negara) yang
melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen di dalam pemenuhan tugas
dan tanggung jawabnya sehingga formulasi kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan
yang mengejawantahkan kepentingan rakyat.
Demikian pula halnya pada tahap implementasi yang harus selalu memperhatikan
prinsip-prinsip good governance, antara lain transparan, akuntabel, dan fairness sehingga
akan terhindar dari KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme); dan warga negara yang
berkiprah dalam bidang bisnis, harus menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai-nilai etika
bisnis yang menghindarkan warga negara melakukan free fight liberalism, tidak terjadi
monopoli dan monopsoni; serta warga negara yang bergerak dalam bidang organisasi
kemasyarakatan dan bidang politik (infrastruktur politik). Dalam kehidupan
kemasyarakatan, baik dalam bidang sosial maupun bidang politik seyogyanya nilai-nilai
Pancasila selalu dijadikan kaidah penuntun. Dengan demikian, Pancasila akan menjadi
etika politik yang mengarahkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam
suasana kehidupan yang harmonis.
Kedudukan Pancasila sebagai sumber dari sumber hukum sudah selayaknya menjadi
ruh dari berbagai peraturan yang ada di Indonesia. Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditegaskan dalam alinea keempat terdapat
kata “berdasarkan” yang berarti, Pancasila merupakan dasar negara kesatuan Republik
Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila
harus menjadi landasan dan pedoman dalam membentuk dan menyelenggarakan negara,
termasuk menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan. Hal ini berarti perilaku para penyelenggara negara dalam pelaksanaan

8
penyelenggaraan pemerintah negara, harus sesuai dengan perundang-undangan yang
mencerminkan nilainilai Pancasila.
Apabila nilai-nilai Pancasila diamalkan secara konsisten, baik oleh penyelenggara
negara maupun seluruh warga negara, maka akan terwujud tata kelola pemerintahan yang
baik. Pada gilirannya, cita-cita dan tujuan negara dapat diwujudkan secara bertahap dan
berkesinambungan.

D. Implementasi Pancasila dalam Kebijakan Negara


a. Nilai Ketuhanan
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila kurang mendapatkan
tempat dihati sebagian kecil masyarakat Indonesia. nilai-nilai ketuhanan sebagai sila
pertama dari Pancasila kurang dihayati dan diamalkan. Hal ini tercermin dari masih adanya
sekelompok pihak yang menginginkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta agar ditumbuhkan
kembali. Sudah menjadi kesepakatan bangsa bahwa Indonesia bukan negara agama,namun
negara yang mendasarkan pada negara Pancasila, dimana terdapat enam agama yang dianut
oleh masyarakat Indonesia.
Namun demikian, pada kenyataannya, masih ada yang menginginkan terbentuknya
negara yang berbasis pada agama, alergi terhadap agama lain,dan cenderung sempit dalam
memandang ajaran agama, sehingga timbul potensi konflik intra agama dan konflik antar
agama. Oleh karena itu, nilai-nilai ketuhanan harus diinternalisasi dalam kehidupan
masyarakat, baik di lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan pekerjaan,
maupun lingkungan masyarakat. Semua agama mengajarkan perdamaian, kedamaian, kasih
sayang, saling menghormati, saling menghargai, dan saling tenggang rasa antar pemeluk
agama, sehingga tidak boleh ada penganut agama yang satu mengkafirkan dan
mentaukhitkan pemeluk agama lain hanya karena beda keyakinan/ beda aliran
kepercayaan/ dan beda agama.
Nilai ketuhanan dalam Pancasila justru mengharuskan kepada semua pemeluk agama
untuk memeluk agama dan aliran kepercayaannya masing-masing, tanpa harus
menyudutkan pemeluk agama lain. Sikap intoleransi, radikalisme dan terorisme, harus
dihapus dan dihilangkan melalui program deradikalisasi, dimana nilai-nilai ketuhanan
dalam Pancasila harus mampu diserap, dipahami, dan diamalkan oleh semua komponen
bangsa. Bukankah merusak, menyiksa, membunuh, dan merugikan orang lain merupakan
perbuatan dosa yang dilarang oleh semua ajaran agama apapun?. Para pelaku terorisme

9
harus memahami bahwa nilai-nilai ketuhanan menganjurkan agar yang mayoritas
melindungi yang minoritas, dan yang minoritas menghormati yang mayoritas.
b. Nilai Kemanusiaan
Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa Pancasila, khususnya sila kedua, yakni
nilai-nilai kemanusiaan, belum terpatri semuanya dalam hati sanubari semua masyarakat
Indonesia. Masih ada segelintir kelompok masyarakat yang kurang menghormati hak dan
kewajiban warga negara. Dalam aturan perundang-undangan, semua warga negara wajib
membela negara, namun dalam prakteknya, masih ada sekelompok warga negara yang
menolak bela negara dan mengusulkan untuk lebih melakukan bela agamanya masing-
masing. Contoh perilaku yang menistakan nilai-nilai kemanusiaan adalah menghalangi
orang untuk beribadah, menolak pendirian tempat ibadah, merusak rumah ibadah,
mengintimidasi pemeluk agama lain, dan membuat kebijakan publik yang merugikan
pemeluk agama lain.
Nilai-nilai kemanusiaan, yang didalamnya terkandung penghormatan terhadap hak
dan kewajiban, menghargai manusia lain, menghormati orang lain, dan menjunjung tinggi
HAM, harus mampu diinternalisasi dan disosialisasikan kepada semua komponen bangsa.
Tidak boleh dalam kehidupan masyarakat menghina agama lain, menistakan ajaran agama
lain, menjelek-jelekan penganut agama lain, dan memprovokasi orang untuk membunuh,
menyiksa, maupun menyerang pemeluk agama lain, karena hal itu akan melanggar nilai-
nilai ketuhanan dalam Pancasila.
Kebijakan deradikalisasi yang digerakan oleh BNPT untuk menangkal aksi terorisme
harus dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan dalam ideologi Pancasila. Harus ditampilkan
dalam kehidupan masyarakat yang menghormati perbedaan, menghargai pluralitas,
memegang teguh prinsip / slogan bhineka tunggal ika, dan memelihara kemajemukan
dalam bingkai NKRI. Melalui aplikasi dan implementasi nilai-nilai kemanusiaan,
masyarakat Indonesia harus mampu menunjukkan diri sebagai masyarakat yang beradab,
bukan masyarakat yang biadab, sehingga proses keadaban bangsa Indonesia akan
menampilkan warisan luhur bagi anak cucu penerus bangsa.
c. Nilai Persatuan
Praktek nyata di lapangan membuktikanbahwa Pancasila, khususnya sila ketiga,
yang mengandung nilai-nilai persatuan, masih belum dihayati dan diamalkan oleh semua
masyarakat Indonesia. Nilai-nilai persatuan, yang menekankan pada nasionalisme,
patriotisme, cinta tanah air, rela berkorban, yang terbingkai dalam bela negara dan

10
wawasan kebangsaan, sudah mengalami kelunturan. Sekelompok pihak masih mengungkit-
ngungkit tentang bentuk negara yang lebih memilih membela agama saja dibandingkan
membela negara, lebih memilih negara khilafah dibandingkan dengan negara Pancasila
berbasis NKRI, dan lebih memilih nasionalisme keagamaan dibandingkan dengan
nasionalisme terhadap NKRI. Wawasan kebangsaan juga belum tercermin dalam sikap dan
perilaku, karena yang menonjol malah primordialisme, semangat kedaerahan, wawasan
kedaearahan, dan xenophobia, yang cenderung menafikan eksistensi Pancasila. Nilai-nilai
persatuan yang merupakan nilai Pancasila mencerminkan bahwa Pancasila dapat
memperkokoh NKRI, meneguhkan bhineka tunggal ika, dan menumbuhkan semangat
wawasan kebangsaan, bela negara, dan patriotisme.
Nilai persatuan dalam Pancasila ini sebenarnya sejalan dengan ajaran agama Islam,
yang menyebutkan bahwa : “hizbul wathan minal iman”, yang artinya : “cinta tanah air
bagian dari iman”. Maksudnya, ketika rakyatIndonesia yang sebagian besar adalah
beragama Islam, mencintai tanah air Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa sikap dan
perasaan tersebut merupakan bagian dari keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga tidak ada yang bertentangan antara nilai-nilai persatuan dalam Pancasila dengan
ajaran agama, termasuk agama Islam.Pendekatan bela negara dan pendekatan wawasan
kebangsaan yang bersumber dari nilai-nilai persatuan dalam kerangka Pancasila dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif metode untuk menerapkan kebijakan deradikalisasi
untuk para teroris, mantan teroris, mantan napi teroris, keluarga teroris maupun masyarakat
umum lainnya.
Nilai-nilai persatuan harus terus dikumandangkan kepada semua komponen bangsa
kapanpun dimanapun dalam kondisi apapun, agar supaya semua masyarakat Indonesia dan
seluruh komponen bangsa selalu cinta, sayang dan suka terhadap bangsa Indonesia,
sehingga akan tumbuh rasa bela negara, yang pada akhirnya akan mampu menangkal dan
menangkis potensi aksi terorisme.
d. Nilai Musyawarah Mufakat
Dalam perspektif Pancasila, terdapat nilai-nilai demokrasi yang substansial, yakni
berupa nilai musyawarah mufakat. Namun demikian, nilai-nilai musyawarah yang
diamanatkan dalam ideologi Pancasila sudah banyak mengalami degradasi baik di
lingkungan pemerintahan maupun di lingkungan masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa setiap perselisihan dan sengketa di tengah masyarakat sebagian besar diselesaikan
melalui cara-cara yang kurang beradab, melanggar hukum, dan tidak mencerminkan
budayabangsa Indonesia. Hal ini terbukti dari maraknya ujaran kebencian (hate speech),

11
berita hoax, kampanye hitam, mengkafirkan orang lain, menyiksa, dan membunuh untuk
balas dendam dan kepentingan pribadi jangka pendek yang emosional.
Musyawarah mufakat merupakan amanat dalam Pancasila sila keempat, yang
seharusnya menjadi solusi dan jalan pemecahan terhadap setiap sengketa, konflik, maupun
perselisihan ataupun beda pendapat di tengah masyarakat. Selama ini, perbedaan
dipandang sebagai kutukan sehingga yang satu meniadakan yang lain dengan cara-cara
kekerasan. Aksi terorisme yang dilakukan di Indonesia merupakan aksi yang salah dan
kebablasan karena tidak mampu menghargai perbedaan dan tidak mampu
mentransformasikan perbedaan agama menjadi perekat melalui jalandialog dan diskusi.
Cara-cara kekerasan dengan mengebom, munculnya bom panci, menjadikan polisi menjadi
target operasi, maupun orang / fasilitas berbau barat sebagai sasaran, hanya karena berbeda
atribut di dunia, merupakan pengingkaran terhadap musyawarah mufakat.
Pemerintah dan aparat terkait sudah saatnya menumbuhkan sikap dialog dan diskusi
antar pihak yang bertikai dalam menyelesaikan perbedaan, menangani beda keyakinan,
maupun menanggulangi beda paham ideologi tertentu. Intoleransi, radikalisme, dan
terorisme adalah contoh dimana sekelompok pihak tidak mau menyelesaikan perbedaan
dengan cara damai, namun menempuh cara kekerasan, dan bahkan menghalalkan segala
cara untuk kepentingannya sendiri, dengan atribut agama tertentu, namun dalam
perkembangannya, malah menodai dan mencoreng agama tertentu. Aksi intoleransi,
radikalisme, dan terorisme sebenarnya dapat dikatakan sebagai aksi penistaan agama
karena melanggar ajaran agama apapun, mengingat ajaran agama justru menganjurkan
dialog dan diskusi dalam menyelesaikan permasalahan, persoalan, dan perbedaan, sehingga
sejalan dengan nilai Pancasila, khususnya sila keempat, musyawarah mufakat.
e. Nilai Keadilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan bunyi dari sila kelima
Pancasila. Nilai keadilanmerupakan nilai universal yang diakui oleh seluruh masyarakat
dunia, sehingga Pancasila sebagai falsafah negara, khususnya sila kelima, harus
mendapatkan tempat dihati masyarakat Indoensia untuk ditaati, dipatuhi, direalisasikan,
dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian, dalam prakteknya, nilai
keadilan masih jauh panggang dari api.
Masih ada jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, antara buruh dan
borjuis, antara yang kuat dan yang lemah. Ketmpangan pendapatan dan ketimpangan sosial
di tengah masyarakat yang diwarnai oleh pengangguran, kemiskinan, dan kemelaratan
dapat potensial mendorong perilaku intoleran, radikalisme, dan terorisme. Kenyataan saat

12
ini menunjukkan bahwa aksi terorisme dilakukan sebagian besar oleh masyarakat bawah,
berpendapatan rendah, status sosial yang rendah, dan pekerjaan yang rendah. Kondisi
ketiadaan ekonomi sosial ini menjadi peluang bagi penyebaran ajaran radikal dan aksi
teror. Pendekatan ekonomi, pendekatan kewirausahaan, dan pendekatan usaha lainnya
merupakan alternatif untuk dijalankan untuk menerapkan kebijakan deradikalisasi, dengan
tujuan masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak, status sosial yang layak, mata
pencaharian yang baik, dan penghidupan yang mapan, sehingga akan dirasakan oleh
masyarakat terjadi proses keadilan sosial.
Nilai-nilai keadilan sosial akan dapat berhasil dan menangkal aksi terorisme apabila
masyarakat disejahterakan melalui pembukaan lapangan pekerjaan maupun melalui usaha
sendiri dan bantuan modal dari pemerintah, sehingga mereka merasa diperhatikan, yang
pada akhirnya mereka merasa diberikan keadilan, dan terorisme diharapkan tidak akan
terjadi.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia sebagai Ideologi Negara
sepatutunya menjadi dasar dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Ideologi Pancasila sebagaimana ideologi ideologi lainnya tidak hanya
mengadung nilai nilai filosofis bernegara, tetapi seharusnya juga memiliki ide-ide
operasional dalam pengaturan sistem ekonomi, sistem sosial politik, sistem pemerintahan,
sistem hukum maupun sistem-sistem lainnya yang dikaji berdasarkan nilai nilai filosofis
Ideologi Pancasila, yang berbeda dengan konsep ideologi lainnya. Sebagaimana tujuan
Negara Republik Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, bahwa pemerintah Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahtra123an umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh
karena itulah, maka rezim yang berkuasa dalam menjalankan kekuasaan dan amanat rakyat
tentu harus selalu terikat dengan nilai nilai filosofis Pancasila, sehingga dalam membuat
kebijakan pemerintahan senangtiasa selalu berdasarkan nilainilai Ideologi Pancasila yang
berorientasi terhadap kepentingan rakyat, karena setiap periode kepemimpinannya akan
diukur “legitimasi” pemerintahan dan kekuasaannya itu oleh rakyat itu sendiri.

B. Saran

14
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.academia.edu/34820165/Makalah_Pancasila
 https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf
 https://core.ac.uk/download/pdf/328198566.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai