Disusun Oleh :
Kelompok II
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanallah wa Ta’ala atas berkat dan
dalam rangka memenuhi tugas Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang
dengan judul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. A Dengan Ckd Stage 5 Ec
Nefropati Obstruksi Dengan Hiperkalemia Anemia Berat Di Ruangan Interne Pria (Wing A)
Pada kesempatan ini, kelompok menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga Seminar Kasus ini dapat
1. Bapak Ns. Willady Rasyid, M. Kep, Sp. Kep. MB selaku Preceptor Akademik
2. Ibuk Ns. Hidayatul Rahmi, S. Kep, M.Kep selaku Preceptor Akademik dan
Padang.
4. Ibu Ns. Widia Wati, M.Kep, Sp. Kep.M.B selaku Preceptor Klinik RSUP Dr
M Jamil Padang.
Djamil Padang.
i
Kelompok menyadari bahwa Laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
Kelompok
ii
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................1
B. Tujuan Penelitian........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Ginjal...................................................................................10
B. Definisi Gagal Ginjal Kronik...................................................................................12
C. Etiologi Gagal Ginjal Kronik...................................................................................22
D. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik...............................................................................23
E. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik............................................................................24
F. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik...................................................................25
G. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik..............................................................................27
H. Perjalanan Klinis Gagal Ginjal Kronik.....................................................................19
I. Pemeriksaan diagnostik Gagal Ginjal Kronik..........................................................20
J. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronil....................................................
K. WOC Gagal Ginjal Kronik....................................................................
L. Asuhan Keperawatan Teoritis..................................................................................26
1. Pengkajian Keperawatan..........................................................................................40
2. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................54
3. Intervensi Keperawatan............................................................................................54
4. Implementasi Keperawatan......................................................................................60
5. Evaluasi Keperawatan..............................................................................................60
BAB III LAPORAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan..........................................................................................40
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................54
C. Intervensi Keperawatan............................................................................................54
D. Implementasi Keperawatan......................................................................................60
E. Evaluasi Keperawatan..............................................................................................60
iii
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian................................................................................................................74
B. Diagnosa...................................................................................................................76
C. Intervensi..................................................................................................................77
D. Evaluasi....................................................................................................................80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakti ginjal Kronik di dunia terus meningkat dari 19 juta penderita pada tahun 1990
menjadi 33 juta pada tahun 2013 (Word Health Organization, 2018). Menurut data dari
Center Disease Control (2019) 15% (37 juta) populasi orang dewasa di Amerika Serikat
menderita gagal ginjal kronik bahkan 9 dari 10 penderita gagal ginjal kronik tidak
mengetahui mereka menderita penyakit ini, bahkan 726,000 (2 dari 1,000 orang) hidup
dengan dialisis atau transplantasi ginjal dan 240 orang di antaranya meninggal setiap hari
Berdasarkan data hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018, Indonesia
mengalami peningkatan penderita Chronic Kidney Disease (CKD) sebanyak 1,8% sejak
2013. Pada tahun 2013 tercatat terdapat 2% yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD)
sedangkan pada tahun 2018 tercatat sebanyak 3.8% yang mengalami Chronic Kidney Disease
(CKD). Kelompok umur 65-74 tahun mempunyai prevalensi kejadian penyakit ginjal kronik
lebih tinggi dari pada kelompok umur lainnya yaitu 8,23%. Penelitian yang dilakukan oleh
Aisara et al tahun 2018 menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita PGK
tersebut kemungkinan berkaitan dengan kejadian penyakit penyebab PGK, seperti Batu
Ginjal yang juga banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki (Ullah & Khan, 2016).
Penderita gagal ginjal yang sudah pada stadium akhir atau End Stage Renal Disease
(ESDR) memerlukan terapi ginjal pengganti yaitu hemodialisis. Jumlah pasien hemodialisis
dari tahun ke tahun semakin meningkat, dan pada tahun 2016 terdapat 25.446 pasien baru
yang menjalani hemodialisis dan 52.835 pasien yang aktif menjalani hemodialisis
(Kemenkes, 2018).
1
Adapun orang yang beresiko mengalami Gagal Ginjal Kronis ini seperti orang yang
memiliki tekanan darah tinggi, menderita diabetes, memiliki keluarga pengidap gagal ginjal
kronis. Penyebab gagal ginjal kronis disebabkan oleh infeksi pada ginjal, gangguan ginjal
polikistik dan juga penyumbatan yang disebabkan oleh batu ginjal atau gangguan prostat.
Dikarenakan gejala penyakit CKD ini hampir sama seperti penyakit pada umumnya,
terkadang orang salah menafsirkan penyakit CKD karena pengetahuan tentang penyakit ini
yang kurang dan juga mendiagnosis penyakit ini tanpa didasari fakta dan pertimbangan medis
Insiden CKD dan stadium akhir penyakit ginjal (ESRD) terjadi secara signifikan pada
orang berusia 65 dan 65 tahun ke atas, Banyak penyebab CKD, ditandai dengan kerusakan
ginjal selama tiga bulan atau lebih dan tingkat fungsi ginjal Pada akhirnya ginjal tidak dapat
mengekeskresikan sisa metabolik dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit secara
adekuat, kondisi yang disebut sebagai gagal ginjal (ESRD), tahap akhir CKD CKD stadium 5
atau ESRD memerlukan terapi pengganti ginjal yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal dan
transplantasi ginjal. Hemodialisis adalah terapi pengganti fungsi ginjal yang menggunakan
alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksik uremik dan mengatur cairan elektrolit tubuh.
Hemodialisis juga memiliki efek samping yang harus dialami oleh pasien seperti hipotensi,
kram otot, mual-muntah, sakit kepala dan sakit dada (Kementrian Kesehatan RI Pusat Data
Pasien CKD yang menjalani hemodialisis akan terstimulus untuk mengalami stress
Banyak penyebab CKD, ditandai dengan kerusakan ginjal selama tiga bulan atau lebih dan
tingkat fungsi ginjal. Pada pasien dengan diabetes mellitus akan menyebabkan terjadinya
berbagai komplikasi kronik, adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak
normal merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabtes mellitus. Perubahan dasar atau
disfungsi tersebut terutama terjadi paa endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh
2
darah maupun pada sel mesangial ginjal semuanya menyebabkan perubahan sel yang
kemudian akan menyebabakan terjadinya komplikasi vaskuler diabetes pada ginjal. Kelainan
vaskuler pada diabetes mellitus meliputi terjadi imbalans metabolik maupun sel mesangial
yang di stimulasi oleh sitokin. Jika keadaan inflamasi ini terjadi terus-menerus, nefritis yang
reversibel akan berubah menjadi nefrotik diabetik dimana terjadi kerusakan menetap dan
Berdasarkan hasil pengamatan survei di ruang penyakit dalam pria RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 24 Januari hingga 10 Februari rata-rata ditemukan pasien dengan CKD
Stage V sebanyak 10 orang. Pasien dengan CKD stage V rata-rata sebelum masuk ke rumah
sakit sudah pernah melakukan hemodialisa. Pasien dengan CKD stage V juga mengalami
hipertensi, diabetes mellitus dan anemia berat. Berdasarkan latar di atas diatas, maka
kelompok tertarik mengangkat kasus CKD di ruang penyakit dalam pria RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien dengan CKD di RSUP.
2. Tujuan Khusus
c. Kelompok dapat menentukan Intervensi Keperawatan pada klien T.A dengan CKD
3
d. Kelompok dapat melakukan Implementasi Keperawatan pada klien dengan CKD di
dengan CKD Stage V di ruangan Interne Pria RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua
iga terakhir, dan tiga otot besar transversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas
mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal
terlindung dengan baik dari trauma langsung, disebelah posterior (atas) dilindungi oleh iga
dan otot-otot yang meliputi iga, seangkan di anterior (bawah) dilindungi oleh bantalan usus
yang tebal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon (Alam, 2017).
1. Struktur Ginjal terdiri atas:
a. Struktur Makroskopik Ginjal
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
150 gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu korteks dan
medula ginjal.
b. Ginjal terdiri dari :
1) Bagian dalam (internal) medula.
Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 18-16
buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
mengahadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa
5
henle, vasa rekta dan diktus koligens terminal.
2) Bagian luar (eksternal) korteks.
Substansia kortekalis berwarna coklat merah. Konsistensi lunak dan
bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sapanjang
basis piramid yang berdekatan dengan garis sinus renalis, dan bagian dalam
diantara piramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung glomerulus,
tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens.
2. Struktur Mikroskopik Ginjal
a. Nefron
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan (nefron).
Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang membentuknya. Tiap
ginjal manusia memiliki kira-kira 1.3 juta nefron Setiap nefron bisa membentuk
urin sendiri. Karena itu fungsi satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.
b. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut glomerulus,
yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal. Tekanan darah
mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding kapiler glomerular setiap
menit. Plasma yang tersaring masuk ke dalam tubulus. Sel-sel darah dan protein
yang besar dalam plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan
tertinggal.
c. Tubulus kontortus proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah disaring
oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar dari filtrat glomerulus
diserap kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar tubulus
kotortus proksimal. Panjang 15 mm dan diameter 55μm.
d. Ansa henle
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron ginjal
dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan kemudian
naik kembali kebagian korteks dan membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-
14 mm.
e. Tubulus kontortus distalis.
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar kedua.
Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada tubulus
kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20 ml/menit)
6
mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
f. Duktus koligen medulla
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus
dari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini memiliki kemampuan
mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.
3. Fungsi Ginjal
Beberapa fungis ginjal adalah :
a. Mengatur volume air (cairan) dalan tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine
yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urin yang dieksresikan jumlahnya berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh
dapat dipertahankan relatif normal.
b. Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion.
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran
yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan
atau penyakit perdarahan, diare, dan muntah-muntah, ginjal akan
meningkatkan sekresi ion-ion yang penting seperti Na, K, Cl, dan fosfat.
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan, (mixed diet)
akan menghasilkan urin yang bersifat asam, pH kurang dari 6. Hal ini
disebabkan oleh hasil metabolisme protein. Apabila banyak memakan
sayuran, urin akan bersifat basa, pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal
menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH darah.
d. Ekskresi sisa-sisa metabolisme makanan (ureum, asam urat, dan kreatinin)
Bahan-bahan yang dieskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik, obat-
obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan kimia lain (pestisida).
e. Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting dalam
mengatur takanan darah (sistem rennin-angiotensin-aldosteron) yaitu
untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Ginjal
juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsifero (vitamin D aktif) yang
diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.
f. Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim rennin, angiotensin
7
dan aldosteron yang bersungsi meningkatkan tekanan darah
g. Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan atau zat
kimia asing lain dari tubuh (Muttaqin, 2011).
8
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel
dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
uremia (Sari, 2017).
Ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara medadak dan cepat
(hitungan jam–minggu). Penyakit gagal ginjal tahap akhir tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal, ginjal tidak dapat
merespon sesuai dengan perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari.
Retensi natrium dan air dapat meningkatkan beban sirkulasi berlebihan, terjadinya
edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi (Sari, 2017).
C. Etiologi Gagal Ginjal Kronik
1. Hipertensi
Tekanan darah tinggi membuat pembuluh darah bekerja terlalu keras karena
aliran darah yang terlalu kuat. Kondisi ini dapat menyebabkan pembuluh
darah rusak termasuk pembuluh darah yang ada pada bagian ginjal. Arteri
besar dan pembuluh darah kecil menuju ginjal dapat rusak. Kemudian secara
perlahan ginjal mengalami penurunan fungsi dan menyebabkan banyak cairan
limbah yang menumpuk pada ginjal. (Harianto, 2015).
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan
struktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan sklerosis
dinding pembuluh darah. Sasaran utama adalah organ jantung, otak, ginjal, dan
mata. Arterosklerosis pada ginjal akibat hypertensi lama dapat menyebabkan
nefrosklerosis benigna. Penyumbatan arteri dan srteriol akan menyebabkan
kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga mengakibatkan seluruh
nefron rusak. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko meningkatkan
kematian pada pasien CKD yang mengalami hemodialise. Naiknya tekanan
darah diambang batas normal bisa merupakan salah satu gejala munculnya
penyakit pada ginjal. Beberapa gejala-gejala lain seperti berkurangnya
produksi urin, sulit berkemih, edema (penimbunan cairan) dan peningkatan
frekuensi berkemih (Pagunsan, 2013).
2. Serangan Jantung
9
Ketika penderita mengalami serangan jantung maka aliran darah yang menuju
jantung akan mengalami masalah atau bahkan ginjal tidak menerima darah
dari jantung. Jika kondisi ini terus terjadi maka ginjal tidak dapat berfungsi
dan terjadi penumpukan aliran limbah pada jantung (Pagunsan, 2013).
3. Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik dapat menyebabkan kerusakan kemampuan ginjal
karena banyaknya zat racun yang harus disaring oleh ginjal. Penyakit ini
secara perlahan akan menyebabkan ginjal tidak berfungsi sehingga pada tahap
akhir dapat menyebabkan gagal ginjal. Penyakit ini sering ditemukan pada usia
lanjut sekitar umur 55 tahun. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista-
kista multiple, bilateral dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan
menghancurkan parekrin ginjal normal sehingga ginjal akan menjadi rusak
(Pagunsan, 2013).
4. Glomerulonefritis
Penyakit ini menyebabkan peradangan pada bagian penyaringan di ginjal
yang menyerang bagian nefron. Peradangan ini menyebabkan banyak kotoran
dari sisa metabolisme yang seharusnya keluar tapi hanya menumpuk di
bagian ginjal. Penyakit ini bisa menjadi faktor penyebab gagal ginjal dalam
waktu yang sangat cepat (Pagunsan, 2013).
5. Pielonefritis
Piolonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal. Pielonefritis dapat
berakibat akut atau kronik. Pielonefritis ini bisa juga terjadi melalui infeksi
hematogen. Bila infeksi sudah terjadi berulang-ulang maka akan terjadi
kerusakan pada ginjal yang mengakibatkan GGK. Penyakit ini biasanya terjadi
oleh karena adanya batu pada ginjal, obstruksi atau refluks vesiko ureter
(Pagunsan, 2013).
6. Obat-obatan
Kebiasaan mengkomsumsi berbagai jenis obat-obatan yang mengandung
bahan lithium dan siklosporin dapat memicu terjadinya gagal ginjal. Hal ini
desebabkan karena ginjal bekerja terlalu keras untuk menyaring semua limbah
yang dihasilkan dari sisa-sisa obat dalam tubuh (Pagunsan, 2013).
7. Pola Hidup
10
Berbagai penelitian mengemukakan bahwa merokok, minuman beralkohol,
sering mengkonsumsi daging merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
gagal ginjal kronik. Dimana berbagai bahan kimia yang terdapat dalam rokok
dan diserap tubuh dapat menyebabkan penurunan laju GFR (Pagunsan, 2013).
8. Diabetes Mellitus
Ketika tubuh memiliki kadar gula yang terlalu tinggi atau lebih sering disebut
dengan kondisi diabetus militus (DM), maka akan menyebabkan ginjal bekerja
terlalu keras. Ginjal akan menyerap darah dalam jumlah yang lebih tinggi
sehingga menyebabkan pembuluh darah yang bertugas menyaring darah
bisa bekerja terlalu banyak. Kemudian, setelah beberapa lama ginjal tidak
mampu menyaring semua bagian limbah dari darah dan menyebabkan
kebocoran. Akibatnya maka urin mengandung protein yang seharusnya tinggal
dalam tubuh. Ginjal akan kehilangan fungsinya dengan ditandai penemuan
protein tinggi dalam urin (Ullah & Khan, 2016).
a. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai
oleh peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) dan
kekurangan dalam produksi atau aksi insulin yang diproduksi oleh
pankreas di dalam tubuh. (Ullah & Khan, 2016).
b. Klasifikasi
Diabetes mellitus dapat digolongkan dalam berbagai cara tetapi satu bentuk
klasifikasi adalah sebagai berikut :
1) Diabetes tipe I (tergantung insulin) disebabkan oleh kerusakan sel beta
yang dimediasi oleh kekebalan tubuh, menyebabkan untuk defisiensi
insulin.
2) Diabetes idiopatikdiabetes adalah tipe 1 tanpa etiket yang diketahui dan
sangat diturunkan.
3) Diabetes tipe II (tidak tergantung insulin) disebabkan oleh defek
sekresi insulin dan resistensi insulin.
4) Diabetes mellitus gestasional adalah segala bentuk intoleransi terhadap
glukosa dengan onset atau pengakuan pertama kehamilan (jannoo et al,
2017).
11
c. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :
1) Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus /IDDM)
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-
sel beta pankreas disebabkan oleh :
a) Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi
suatu predisposisi/kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM
tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi
dan proses imun lainnya.
b) Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2) Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus/NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui.
Diabetes tipe ini adalah gangguan heterogen yang disebabkan oleh
kombinasi faktor genetik yang terkait dengan gangguan sekresi insulin,
resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan
berlebihan, kurang olahraga, dan stres serta penuaan. Selain itu
terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :
a) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin.
12
b) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami
hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi
insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban
metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi
energi sel yang terlalu banyak.
c) Riwayat Keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada
kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali
lebih besar daripada subjek (dengan usiadan berat yang sama) yang
tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti
diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2
tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing
memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga
dipengaruhi oleh lingkungan.
d) Gaya hidup (stres)
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan
akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas.
Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga
berdampak pada penurunan insulin (Asdie, 2010)
d. Manifestasi Klinis
1) Kadar glukosa puasa tidak normal
2) Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis
osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (polyuria) dan timbul rasa
haus (polydipsia)
3) Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4) Lelah dan mengantuk
5) Gejala lain yang di keluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, peruritas vulva (Pagunsan, 2013).
13
D. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik diklasifikasikan berdasarkan nilai GFR (Glomeruli
Fitrate Rate). Berikut tabel klasifikasi gagal ginjal kronik. Derajat Deskripsi GFR
(Ml/min/1,73m2). Kerusakan ginjal dengan GFR normal.
1. Kerusakan ginjal ringan dengan GFR ringan
2. Kerusakan ginjal ringan dengan GFR sedang
3. Kerusakan ginjal ringan dengan GFR berat≥ 90 60-89 30-59 15 29
4. Gagal ginjal < 15 (atau menjalani dialisis)
Sumber : Dimas, 2016
14
E. Patosifiologi Gagal Ginjal Kronik
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2016),
patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung ada penyakit yang
mendasarinya. Tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertropi strruktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephron) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan growth
factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oeh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oeh penurunan nefron yang progesif walaupun penyakit
dasarnya tidak aktif lagi (Bambang, 2016).
Adanya peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas
tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin- angiotensin-aldosteron sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß (TGF-ß).
Beberapa hal juga dianggap berperan terhadap terjadiya progesifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat
variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointersitial (Bambang, 2016).
Pada stadium yang paling dini gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progesif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kretainin
serum (Bambang, 2016).
Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada
LFG kurang dari 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya (Bambang, 2016).
15
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi
saluran nafas maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipovolemia atau hipervolumia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi
pengganti ginjal (ginjal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi
ginjal (Bambang, 2016).
16
G. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik
Menurut Betram (2014), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin, aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fofat kadar kalium
serum yang rendah.
17
H. Perjalanan Klinik Gagal Ginjal Kronik
Menurut Jumaini, (2013), perjalanan umum gagal ginjal progesif dapat
dibagi menjadi tiga stadium.
1. Stadium pertama
Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja
yang berat pada ginjal tersebut. Seperti tes pemekatan kemih yang lama atau
dengan mengadakan tes GFR yang diteliti.
2. Stadium kedua
Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufiesiensi ginjal, dimana
lebih dari 75% jaringan berfungsi rusak (GFR besarnya 25% dari normal).
Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein
dan diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat
melebihi kadar normal. Azotemia stress akibat infeksi, gagal jantung akibat
dehidrasi. Pada stadium ini juga muncul gejala nokturia dan poliuria.
3. Stadium ketiga
Disebut stadium gagal ginjal akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir
timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar
200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada
keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN aakan meningkat dengan sangat
menyolok sebagai respon terhadap GFR yang sedikit megalami penurunan.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang
cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis
cairan dan elektrolit tubuh.
18
I. Pemeriksaan Diagnostik Gagal Ginjal Kronik
Menurut Alam (2017), ada beberapa pemeriksaan diagnostik untuk gagal
ginjal kronik antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium
Penilaian GGK dengan gangguan yang serius dapat dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium, seperti kadar serum sodium/natrium dan potassium
atau kalium, pH, kadar serum fosfor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea
nitrogen dalam arah (BUN) serum dan konsentrasi kreatinin urin urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufiensi ginjal, anlisa urine dapat menunjang
dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal, batas kreatinin,
urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine dapat dilakukan
pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urine yang tidak
normal. Dengan urine analisa juga juga dapat menunjukkan kadar protein,
glukosa, RBC/eritrosit dan WBC/leukosit serta penurunan osmolaritas urin.
Pada gagal ginjal yang progesif dapat terjadi output urin yang kurang dan
frekuensi urine menurun, monitor kadar BUN dan kadar kreatinin sangat
penting bagi pasien gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari
metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal
kadar BUN dan kreatinin 20:1. Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan
adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
2. Pemeriksaan radiologi
Beberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunakan untuk mengetahui
gangguan fungsi ginjal antara lain:
1) Flat-flat radiografi keadaan ginjal, ureter dan vesika urinaria untuk
mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi dan klasifikasi dari gijal. Pada
gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin
disebabkan adanya proses infeksi.
2) Computer Tomography Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas
anatomi ginjal yang penggunaannya dengan memakai kontras atau tanpa
kontras.
3) Intervenous Pyelography (IVP) dugunakan untuk mengevaluasi keadaan
fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa dugunakan pada kasus
gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali
kongenital, kelainan prostat, caculi ginjal, abses ginjal, serta obstruksi
19
saluran kencing.
4) Arteriorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem arteri, vena
dan kapiler ginjal dengan menggunakan kontras.
5) Magnetig Rosonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi
kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathy, ARF, proses infeksi ginjal
serta post transplantasi ginjal.
6) Biopsi ginjal
Untuk mendiagnosa kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu
dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus glomerulonefritis,
sindrom nefrotik, penyakit ginjal bawaan dan perencanaan transplantasi
ginjal.
20
J. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Menurut Bambang (2016), penatalaksanaan gagal ginjal kronik meliputi:
1. Penatalaksanaan
Konservatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan faal ginjal
masih ringan, yaitu dengan memperlambat progesif gagal ginjal, mencegah
kerusakan lebih lanjut, pengelolaan uremia dan komplikasinya, kalsium dan
fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor dan hiperurisemia.
2. Dialisis
Dialisis Peritonial (DP) meliputi:
a. DP intermiten (DPI)
b. DP Mandiri Berkesinambungan (DPMB)
c. DP Dialirkan Berkesinambungan (DPDB)
d. DP Nokturnal (DPN)
3. Hemodialisa
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisis
tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5-10 mL/menit.
Dialisis diperlukan bila ditemukan keadaan seperti keadaan umum buruk dan
gejala klinis nyata, K serum>200mg/dL, pH darah <7,1. Anuri berkepanjangan
>5 hari, sindrom uremia; mual, muntah, anoreksia, neuropati memburuk.
4. Tranplantasi ginjal (TG)
a. Transplantasi Ginjal Donor Hidup (TGHD)
b. Transplantasi Ginjal Donor Jenazah (TGDJ)
21
K. WOC
22
L. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan dan analisis informasi secara sistematis dan
berkelanjutan. Pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data dan
menempatkan data ke dalam format yang terorganisir (Heater, 2018).
a. Identitas
Diisi identitas klien dan identitas penanggung jawab. Berupa nama klien,
nama penanggung jawab, alamat, nomer register, agama, pendidikan,
tanggal masuk, dan diagnosa medis.
b. Usia
Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 prevalensi penderita meningkat seiring
dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok
umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34.
c. Jenis Kelamin
Menurut Pernefri 2018, prevalensi penderita gagal ginjal lebih banyak
pada laki-laki daripada perempuan.
d. Keluhan Utama
Kelebihan volume cairan pada ekstremitas, anasarka, sesak, kejang.
(Amin dan Hardhi, 2017) hipertensi, lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah (Smeltzer dan Bare, 2019) nafas pendek, dispnea, takipnea
(Rahman, 2017).
e. Riwayat Kesehatan Sekarang
Menurut Sitifa Aisara dkk (2018), pada pasien gagal ginjal kronis
biasanya terjadi oliguria yaitu penurunan intake output yang disebabkan
oleh terganggunya fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis
cairan tubuh dengan kontrol volume cairan, sehingga cairan menumpuk di
dalam tubuh. Terjadi pembengkakan kaki atau edema perifer pada pasien
yang merupakan akibat dari penumpukan cairan karena berkurangnya
tekanan osmotik plasma dan retensi natrium dan air. Hampir 30% gagal
ginjal kronik disebabkan oleh hipertensi dan prevalensi hipertensi pada
pasien baru gagal ginjal kronik adalah lebih dari 85% (Heater, 2018).
f. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Diabetes Melitus
23
DM tingkat lanjut menyebabkan komplikasi gangguan kesehatan
berupa GGK yang menyebabkan komplikasi gangguan regulasi cairan
dan elektrolit yang memicu terjadinya kondisi overload cairan pada
penderita (Anggraini dan Putri, 2016).
2) Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab kedua dari end stage renal disease
atau gagal ginjal tahap akhir. Data dari USRD (2009), 51-63% dari
seluruh penderita CKD mempunyai hipertensi.
3) Kaji penggunaan obat analgesik (Ariyanti dan Sudiyanto, 2017).
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Karena penyebab gagal ginjal bisa dari DM atau hipertensi, maka kaji
apakah keluarga memiliki riwayat penyakit tersebut.
h. Pola kesehatan sehari-hari
1) Nutrisi
Makan: Anoreksia, naussea, vomiting (El Noor, 2018). Diit rendah
garam.
Minum: Kurang dari 2 liter per hari.
2) Eliminasi BAK dan BAB
Elimanisi BAK: Oliguria; Pengeluaran atau output urin kurang dari 400
ml/kg/hari (Aisara dkk, 2018).
Eliminasi BAB: Konstipasi atau diare (El Noor, 2018).
3) Istirahat
Terjadi gangguan pola tidur pada malam hari karena sering berkemih.
4) Aktivitas
Lemah, kelelahan (El Noor, 2018).
i. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Hipertensi : Tekanan darah berada pada nilai 130/80 mmHg atau lebih
(Setyaningsih, 2017), lemah, kelelahan (El Noor, 2018).
2) Pemeriksaan wajah dan mata
Edema, edema periorbital (Setyaningsih, 2017) Red Eye Syndrome
akibat penimbunan atau deposit garam kalsium pada konjungtiva (Price
dan Wilson (2006). Konjungtiva anemis (Aisara dkk, 2018).
3) Pemeriksaan mulut dan faring
24
Ulserasi di mulut dan perdarahan, metallic taste, nafas bau amonia,
cegukan (El Noor, 2016).
4) Pemeriksaan leher
Engorged neck veins (El Noor, 2016).
5) Pemeriksaan paru
Crackles, Depressed Cough Reflex, Thick Tenacious Sputum, Pleuritic
Pain, Nafas Pendek, Takipnea, Kussmaul, Uremic Pneumonitis (El
Noor, 2016).
6) Pemeriksaan abdomen
Edema, perdarahan dari jalur GI (El Noor, 2016)
7) Sistem perkemihan
Oliguri, anuria, Nokturia dan proteinuria. Proteinuria menyebabkan
kurangnya jenis protein dalam tubuh, salah satunya adalah albumin
(Setyaningsih, 2018).
8) Pemeriksaan integumen
Warna kulit abu sampai Bronze, kulit kering, pruritus, ekimosis,
purpura, kuku rapuh dan tipis, rambut kasar (Nasser Abu, 2017),
odema anasarka. Pitting odema berada pada derajat derajat II :
kedalaman 3-5mm dengan waktu kembali 5 detik (Amin dan Hardhi,
2017).
9) Pemeriksaan anggota gerak
Kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang, patah tulang, Foot drop
(Nasser Abu, 2013) edema pada ekstremitas (Setyaningsih, 2018)
10) Pemeriksaan status neuro
Lemah, kelelahan, bingung, tidak dapat konsentrasi, disorientasi,
tremor, Seizures, Asterixis, Restlessness Of Legs, Burning Of Soles Of
Feet, Behavior changes (El Noor, 2016).
11) Pemeriksaan sistem reproduksi
Infertil, amenore, Testicular Atrophy, libido berkurang, kram otot (El
Noor, 2013).
25
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan mengenai masalah kesehatan klien
yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui intervensi keperawatan
mandiri. Diagnosis keperawatan adalah pernyaataan yang ringkas, jelas,
berpusat pada klien dan spesifik pada klien (Kowalski, 2017). Berikut ini
adalah beberapa diagnosa keperawatan gagal ginjal kronik: Menurut NANDA
(2018-2020), Diagnosa Keperawatan Pada Klien CKD, Meliputi :
a. Pola nafas tidak efektif b.d Hiperventilasi
b. Perfusi renal tidak efektif b.d Hiperglikemia
c. Perfusi perifer tidak efektif b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin
d. Hypervolemia b/d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan
dan kelebihan asupan natrium.
e. Defisit nutrisi b/d faktor biologis, faktor ekonomi, gangguan psikososial,
ketidakmampuan makan, ketidakmampuan mencerna makan,
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan adalah pedoman formal untuk mengarahkan staf
keperawatan untuk memberi asuhan klien. Biasanya berdasarkan prioritas,
hasil yang diharapkan (sasaran jangka pendek atau panjang) dan progam
keperawatan.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Pola nafas tidak Pola Nafas Manajemen Pola Nafas
efektif b.d Setelah dilakukan asuhan Observasi :
Hiperventilasi keperawatan 3x24 jam, maka 1. Monitor pola nafas
pola nafas membaik, dengan (frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil : usaha nafas)
1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi nafas
2. Penggunaan otot bantu tambahan (mis. Gurgling,
nafas menurun mengi, wheezing, ronkhi
3. Pemanjangan fase ekspirasi kerig)
menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
26
4. Frekuensi nafas membaik warna, aroma)
5. Kedalaman nafas membaik Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika trauma
servikal)
2. Posisikan semi fowler
atau fowler
3. Berikan minuman hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi :
1. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
nafas
2. Monitor pola nafas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheynestokes,
biot, ataksik)
3. Monitor kemampuan
batuk efektif
27
4. Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
5. Auskultasi bunyi nafas
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor nilai AGD
Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Perfusi renal tidak Perfusi Renal Pencegahan Syok
efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Hiperglikemia keperawatan 3x24 jam maka 1. Monitor status
perfusi renal meningkat dengan kardiopulmonal
kriteria hasil : (frekuensi dan kekuatan
1. Jumlah urine meningkat nadi, frekuensi nafas,
2. Kadar urea nitrogen darah TD, MAP)
membaik 2. Monitor status
3. Kadar kreatinin plasma oksigenasi (oksimetri
membaik nadi, AGD)
4. Mual menurun 3. Monitor status cairan
5. Muntah menurun (masukan dan haluaran,
6. Tekanan darah sistolik turgor kulit, CRT)
membaik 4. Monitor tingkat
7. Kadar elektrolit membaik kesadaran dan respon
8. Keseimbangan asam basa pupil
membaik Terapeutik :
28
Status Cairan 1. Berikan oksigen untuk
Setelah dilakukan intervensi mempertahankan
selama 3x24 jam, maka status saturasi oksigen > 94%
cairan membaik dengan kriteria 2. Pasang jalur IV, jika
hasil : perlu
1. Kekuatan nadi meningkat 3. Pasang kateter urin jika
2. Turgor kulit meningkat menemukan/ merasakan
3. Output urine meningkat tanda dan gejala awal
4. Edema anasarka menurun syok
5. Edema perifer menurun Edukasi :
1. Jelaskan penyebab/
faktor resiko syok
2. Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
3. Anjurkan melapor jika
menemukan/ merasakan
tanda dan gejala awal
syok
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
IV jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
tranfusi darah jika perlu
Manajemen Cairan
Observasi :
1. Monitor berat badan
harian
2. Monitor berat badan
sebelum dan sesudah
dialisis
3. Monitor hasil
pemeriksaan labotorium
(mis: hematokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urine,
29
BUN)
Terapeutik :
1. Catat intake output dan
hitung balance cairan
per 24 jam
2. Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu
Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif b.d keperawatan 3x24 jam, maka Observasi :
Penurunan perfusi perifer meningkat 1. Periksa sirkulasi perifer
konsentrasi dengan kriteria hasil : (mis: nadi perifer,edema,
hemoglobin 1. Denyut nadi perifer pengisian kapiler, warna,
meningkat suhu)
2. Penyembuhan luka 2. Identifikasi faktor resiko
meningkat gangguan sirkulasi ( mis :
3. Warna kulit pucat menurun diabetes, merokok,
4. Pengisian kapiler membaik hipertensi dan kadar
5. Akral membaik kolesterol tinggi)
6. Turgor kulit membaik 3. Monitor panas,
7. Kram otot menurun kemerahan, nyeri atau
8. Nyeri ekstremitas menurun bengkak pada ekstremitas
9. Edema perifer menurun Terapeutik :
1. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan
perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
30
3. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan
infeksi
5. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, anti koagulan dan
penurun kolesterol jika
perlu
2. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
3. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
4. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis: rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan :
Batasan keperawatan selama 3 x 24 jam observasi
karakteristik: diharapkan manajemen cairan 1. Timbang berat badan
1. Edema menurun/seimbang. Dengan 2. Catat intake dan ouput
2. Ketidakseimba kriteria hasil : 3. Monitor hidrasi
ngan elektrolit 1. Keseimbangan intake dan (mislanya mukosa
3. Oliguria output dalam 24 jam lembab, denyut nadi
4. Penambahan 2. Berat badan stabil adekuat)
31
berat badan 3. Turgor kulit kembali 4. Monitor hasil
dalam waktu normal laboratorium
singkat 4. Kelembaban membrane 5. Monitor tanda-tanda
5. Gangguan mukosa tidak terganggu vital pasien
pola napas 5. Hematokrit terganggu 6. Monitor makanan/cairan
6. Dispnea 6. Berat jenis urin tidak yang dikosumsi
7. Perubahan terganggu Terapeutik
berat jenis 7. Tekanan darah kembali 1. Monitor status gizi
urine normal 2. Dukung pasien dan
8. Penurunan hb 8. Asites tidak ada keluarga untuk
9. Penurunan Ht 9. Pusing tidak ada membantu dalam
10. Gelisah 10. Bola mata cekung tidak ada pemberian makan
Faktor dengan baik
yang berhubungan: 3. Tawari makanan ringan
1. Gangguan (misalnya minuman
mekanisme ringan dan buah-buahan
regulasi segar/jus buah)
2. Kelebihan Edukasi
asupan cairan 1. Ajarkan cara
3. Kelebihan menghitung intake dan
asupan natrium output cairan
2. Ajarkan diet program
yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetic
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
diet yang cocok
Deficit nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
faktor biologis, keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi :
faktor ekonomi, diharapkan manajemen nutrisi 1. Kaji adanya alergi
ketidak mampuan terpenuhi. Dengan kriteria hasil: makanan
32
makan, ketidak 1. Gizi membaik 2. Kolaborasi dengan ahli
mampuan 2. Berat badan normal gizi untuk menentukan
mencerna makan, 3. nafsu makan meningkat jumlah kalori dan
ketidakmampuan nutrisi yang dibutuhkan
mengabsorbsi pasien
nutrient, gangguan 3. Yakinkan diet yang
psikososial, dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Teraupetik :
1. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
2. Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
3. Monitor lingkungan
selama makan
4. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
7. Monitor mual dan
muntah
8. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Edukasi :
1. Anjurkan banyak
33
minum
2. Pertahankan terapi IV
line
3. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oval
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/
TPN sehingga intake
cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
2. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi
selama makan
3. Kelola pemberan anti
emetik:.....
34
4. Implementasi
35
BAB III
LAPORAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Diri Klien
Nama : Tn. A Tanggal masuk RS : 27-01-2021
Tempat/Tgl lahir : 5 Januari 1972 Informasi : Keluarga
Jenis kelamin : Laki-laki
Status kawin : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMU (Tamat)
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dusun XII 1b Durian Ora Condong Stubat Langkat, SUMUT
Tanggal Pengkajian : 30 Januari 2022
No. Rekam Medik : 01.12.85.55
Diagnosa Medis : CKD Stage V ec Nefropati Obstruksi + Hiperglikemia +
Anemia Berat + DM Tipe II
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien masuk ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 26 Januari 2022
jam 14.00 wib pasien merupakan rujukan dari rumah sakit Ibnu Sina Bukittinggi
yang datang dengan keluhan badan terasa lemas, letih, mual dan sesak nafas sejak
2 hari yang lalu dengan sesak dirasa terus menerus, nyeri ulu hati serta batuk
berdahak sekali-kali. Kemudian, pasien dipindahkan ke ruang rawatan penyakit
dalam pria (interne pria Wing A).
36
b. Riwayat saat pengkajian
Pasien datang dari IGD ke ruangan rawat inap penyakit dalam pria (WING A)
RSUP Dr. Mdjamil Padang pada tanggal 26-01-2022 pukul 18:30 WIB. Pada saat
pengkajian tanggal 29-02-2022 pukul 10:00 WIB, didapatkan pasien dengan
keluhan : keluarga pasien mengatakan pasien sesak, pasien gelisah memakai
oksigen, keluarga pasien mengatakan pasien mual dan muntah sudak 2 kali dalam
sehari ini, keluarga pasien mengatakan gula darah pasien selalu tinggi dan di cek
gula darah pasien hari ini 225 g/dL. Keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh
lemah dan lesu, keluarga pasien juga mengatakan tangan dan kaki pasien dingin.
Pasien tampak menggunakan otot bantu nafas, pasien tampak bernapas
mengunakan cuping hidung. Pasien tampak lemah, lesu, dan pucat. Muntah pasien
tampak warna kuning, akral pasien teraba dingin, turgor kulit pasien menurun,
CRT > 3 detik, pasien terpasang NRM 10 lpm dan hasil TTV pasien TD:170/70
mmHg N:97x/i RR:24x/i S:36,4 C
c. Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah di rawat dan di operasi batu ginjal
sebelah kanan di rumah sakit umum Umum Putri Bidadari, Sumatera Utara pada
tanggal 25 November 2021. Sebelumnya pasien memiliki batu ginjal sebelah kanan
dan kiri, namun sebelah kiri tidak berhasil di laser pada bulan Desember 2021.
Keluarga pasien mengatakan pasien baru mengetahui mempunyai kadar gula darah
tinggi saat dirawat di rumah sakit.
d. Riwayat Kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien atau penyakit keturunan seperti hipertensi,
diabetes mellitus.Anak perempuan dari pasien meninggal karena jatuh terpeleset di
kamar mandi, dan ayah dari pasien meninggal karena kecelakaan serta mertua laki-
laki dari pasien meninggal karena demam berdarah.
37
Genogram
Keterangan :
38
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
TD : 170/70 mmHg
N : 97 x/i
S : 36,4◦c
RR : 24 x/i
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran GCS : E2V4M4 (Somnolen)
b. Kepala
I : kepala normochepal, rambut berwarna hitam,terdapat ketombe, rambut
tampak pendek dan tidak rontok
Pal : tidak ada massa atau luka pada kepala
c. Mata
I : Mata terlihat simetris, konjungtiva klien tampak anemis, sklera ikterik,
pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya langsung (RCL) (+/+)
d. Hidung
I : Hidung klien terlihat bersih, tidak ada luka lecet, terpasang selang NGT
e. Telinga
I : Telinga terlihat simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakan disekitar
telinga, tidak ada cerumen ataupun pendarahan, liang telinga tampak bersih
f. Mulut, gigi dan lidah
I : Mukosa mulut kering, bibir pecah-pecah, warna bibir hitam, tidak ada
stomatitis, gigi karies, gigi tidak lengkap, lidah tidak ada tanda-tanda infeksi
g. Leher
I : simetris kiri dan kanan, tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid,
terdapat luka bekas operasi pembuatan CDL di leher sebelah kiri
Pal : tidak ada teraba kelenjar tyroid dan massa pada leher
h. Thorax
1) Paru-paru
I : Dada klien terlihat simetris kiri dan kanan. Pergerakan dada normal,
tidak ada terlihat bekas luka atau lecet
Pal : fremitus kiri dan kanan
Per : terdengar bunyi sonor pada kedua lapang paru
A : ronchi (-/-), whezing (-/-)
39
2) Kardiovaskuler
I : ictus cordis tidak terlihat
Pal : ictus cordis teraba 1 jari LMCRS RIC V
Per : terdengar bunyi pekak (hati)
A : bunyi jantung pasien reguler (lup dup)
3) Payudara
I : simetris kiri dan kanan, warna kulit sawo matang, ukuran simetris kiri
dan kanan, tidak terdapat massa, areola berwarna hitam dan tidak terdapat
pigmentasi pada kulit disekitar payudara.
Pal : tidak terdapat massa dan nyeri tekan
i. Abdomen
I : perut tampak tidak kembung atau bengkak, perut datar, tidak terdapat
luka disekitar perut
Pal : supel, hepar lien tidak teraba
Pe : tympani
A : bising usus (+)
j. Pemeriksaan syaraf kranial
Tidak dapat dikaji karena tingkat kesadaran pasien Somnolen.
k. Ektremitas
1) Ekstremitas atas kanan : tampak di restrain (diikat) dan bisa digerakkan,
edema (-)
2) Ekstremitas atas kiri : IVFD Renxamin 250 ml/ 24 jam dan Nacl 500 ml/
8 jam serta terpasang restrain, edema (-)
3) Ekstremitas bawah kanan : terpasang restrain di kaki sebelah kanan dan
bisa digerakkan edema (-)
4) Ekstremitas bawah kiri : terpasang restrain di kaki sebalah kiri dan bisa
digerakkan, edema (-)
5) Kekuatan otot
Tidak bisa dikaji karena pasien mengalami penurunan kesadaran dan
terpasang restrain.
40
l. Genetalia
Pada genetalia terpasang kateter
m. Kulit
I : warna kulit pasien terlihat sawo matang, tidak terdapat lesi, turgor kulit
tidak elastis
5. Pola Nutrisi
a. Berat Badan
Sebelum sakit : 56 kg
Setelah sakit : 50 kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT saat sakit : 19,5 kg/cm
b. Frekuensi makan
Sebelum sakit : 3 x sehari (habis 1 porsi)
Saat sakit : 2x sehari (habis) dengan NGT
c. Jenis makanan
Sebelum sakit : makanan padat
Saat sakit : diet MC (susu)
d. Makanan yang disukai
Sebelum sakit : tidak ada
Saat sakit : tidak ada
e. Nafsu makan
Sebelum sakit : nafsu makan bagus
Saat sakit : nafsu makan menurun
f. Pola Makan
Sebelum Sakit : pagi sore malam
Saat Sakit : pagi sore
6. Pola eliminasi
a. BAB
41
b. BAK
1) Parenteral
Infus Renxamin dan Nacl 0,9% = 1.750 cc
Obat injeksi = 33cc
Tranfusi PRC O = 200 cc
2) Oral
Air putih dan obat = 60 cc
AM = 250 cc (5cc x 50kg)
Total = 2.293 cc
b. Output Cairan
Urine =1.200 cc
IWL = 750 cc (15 x 50kg)
Total =1.950 cc
c. Jadi balance cairan Tn. A dalam 24 jam = intake cairan – output cairan
= 2.293 cc – 1.950 cc
= + 343 cc/ 24 jam
42
Kesulitan dalam hal tidur Tidak ada Tidak bisa dikaji
b. Persepsi diri
Hal yang amat dipikirkan saat ini : tidak dapat dikaji tingkat kesadaran
pasien somnolen
Harapan setelah menjalani perawatan : tidak dapat dikaji tingkat kesadaran
pasien somnolen
Perubahan yang dirasa setelah sakit : tidak dapat dikaji tingkat kesadaran
pasien somnolen
c. Hubungan/komunikasi
43
Kesulitan dalam keluarga : hubungan dengan keluarga baik
Kimia Klinik
Ureum Darah : 393 mg/dL (10-50 mg/dL)
Kreatinin Darah : 8,1 mg/dL (0,8-1,3mg/dL)
Elektrolit
Natrium : 153 mmol/L (136-145 mmol/L)
Klorida : 132 mmol/L (97-111 mmol/L)
44
ANALISA DATA
DO :
a. Pasien menggunakan Suplai O2 ke jaringan
(NRM) 10 lpm
Hiperventilasi
b. Terlihat pasien
menggunakan otot bantu
Pengambilan O2
nafas
meningkat
c. Pernafasan cuping
hidung
Pola nafas tidak efektif
d. Hb : 4,6 g/dL
e. RR : 25 x/i
f. TD: 119/77 mmHg
g. N : 92 x/i
45
kaki pasien dingin
DO : Perfusi perifer tidak
a. Warna kulit pasien efektf
tampak pucat
b. Akral pasien teraba
dingin
c. Turgor kulit pasien
menurun
d. CRT > 3 detik
e. Anemia (Hb : 9,7 g/dL
(13,0-16,0 g/dL)
DO:
Glikogen meningkat
a. klien tampak letih dan lesu
b. klien tampak mengantuk
Hiperglikemia
c. bibir klien tampak kering
d. gula darah puasa pasien
225 g/dl
Tubuh gagal meregulasi
hiperglikemia
Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
46
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d Hiperventilasi
2. Perfusi perifer b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin
3. ketidakstabilan kadar glukosa arah b.d gangguan glukosa darah puasa
47
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
48
Pola nafas tidak Pola Nafas Manajemen Pola Nafas
efektif b.d Setelah dilakukan asuhan Observasi :
Hiperventilasi keperawatan 3x24 jam, maka 1. Monitor pola nafas
pola nafas membaik, dengan (frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil : usaha nafas)
1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi nafas
2. Penggunaan otot bantu tambahan (mis. Gurgling,
nafas menurun mengi, wheezing, ronkhi
3. Pemanjangan fase ekspirasi kerig)
menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
4. Frekuensi nafas membaik warna, aroma)
5. Kedalaman nafas membaik Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika trauma
servikal)
2. Posisikan semi fowler
atau fowler
3. Berikan minuman hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
49 Observasi :
Ketidakstabilan Kestabilan kadar glukosa Manajemen hiperlikemia
kadar glukosa darah Observasi
darah b.d gangguan Setelah dilakukan intervensi 1. identifikasi kemungkinan
glukosa darah selama 3x24 jam maka penyebab hiperglikemia
puasa kestabilan kadar glukosa darah
meningkat dengan kriteria hasil:
1. koordinasi meningkat
2. mengantuk menurun
3. lelah lesu menurun
4. kadar glukos darah membaik
5. kesadaran meningkat
6. mulut kering menurun
7. rasa haus menurun
Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif b.d keperawatan 3x24 jam, maka Observasi :
Penurunan perfusi perifer meningkat 1. Periksa sirkulasi perifer
konsentrasi dengan kriteria hasil : (mis: nadi perifer,edema,
hemoglobin 1. Denyut nadi perifer pengisian kapiler, warna,
meningkat suhu)
2. Penyembuhan luka 2. Identifikasi faktor resiko
meningkat gangguan sirkulasi ( mis :
3. Warna kulit pucat menurun diabetes, merokok,
4. Pengisian kapiler membaik hipertensi dan kadar
5. Akral membaik kolesterol tinggi)
6. Turgor kulit membaik 3. Monitor panas,
7. Kram otot menurun kemerahan, nyeri atau
8. Nyeri ekstremitas menurun bengkak pada ekstremitas
9. Edema perifer menurun Terapeutik :
1. Hindari pemasangan
infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan
perfusi
2. Hindari pengukuran
50
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan
infeksi
5. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, anti koagulan dan
penurun kolesterol jika
perlu
2. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
3. Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
4. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis: rasa
sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
51
FORMAT CATATAN PERKEMBANGAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
STIKes ALIFAH PADANG
52
wheezing, ronkhi kerig) cuping hidung
Bunyi nafas
3. Monitor sputum (jumlah,
pasien
warna, aroma) Tampak tidak
ada sputum
pasien
RR : 25 x/i
A : masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
53
2. Identifikasi faktor tangan dan kaki
pasien dingin
resiko gangguan
O:
sirkulasi ( mis : Tangan dan kaki
kanan tampak
diabetes, merokok,
kaku saat
hipertensi dan kadar digerakkan
Semua aktivitas
kolesterol tinggi)
fisik tampak
3. Monitor panas, dibantu oleh
keluarga
kemerahan, nyeri atau
Pasien tampak
bengkak pada meringis saat
kaki kanan
ekstremitas
dibersihkan
Pasien riwayat
hipertensi
TD :136/90
mmHg
Gula darah : 225
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
54
O:
Pasien
menggunakan
Non breathing
mask (NRM) 10
lpm
Tampak sesak
pasien sudah
mulai berkurang
Pasien tidur
dengan posisi
semi fowler
Pasien selalu
Dierikan air
hangat kuku
A : masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
A : Masalah mulai
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
55
konsentrasi area keterbatasan infus di tangan
hemoglobin Keluarga pasien
perfusi
mengatakan
2. Hindari pengukuran selalu
memberikan
tekanan darah pada
makanan
ekstremitas dengan melalui NGT
Pada pasien
keterbatasan perfusi
O:
3. Hindari penekanan Pasie terpasang
infus di
dan pemasangan
ekstermitas atas
tourniquet pada area Pasien Tampak
tidak ada
yang cedera
keterbatasan
4. Lakukan pencegahan perfusi
Pemenuhan
infeksi
nutrisi pada
5. Lakukan perawatan pasien terpenuhi
karna pasien
kaki dan kuku
terpasang selang
6. Lakukan hidrasi NGT
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
56
mengatakan selalu
memberikan nutrisi
pada pasien
dengan
menggunakan
selang NGT
O:
Pasien tampak
dengan
penurunan
kesadaran
Sesak pasien
tampak sudah
mulai berkurang
Keluarga pasien
tampak selalu
memberikan diit
pasien dengan
menggunakan
selang NGT
Injeksi vena
melalui bolus
dengan obat
A : masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
Perfusi renal 1. Jelaskan penyebab/ S:
tidak efektif Keluarga pasien
faktor resiko syok
b.d mengatakan paham
Hiperglikemi 2. Jelaskan tanda dan gejala akan penjelasan
a perawat mengenai
awal syok
penyebab syok,
3. Anjurkan melapor jika faktor resiko syok,
serta tanda dan
menemukan / merasakan
gejala syok
tanda dan gejala awal Pasien mengatakan
mau mengikuti
syok
anjuran melapor
4. Kolaborasi pemberian jika menemukan
tanda dan gejala
tranfusi darah jika perlu
syok
O:
Keluarga pasien
tampak paham
dengan penjelasan
mengenai syok
Pasien sudah
transfusi darah
PRC 1 kantong
57
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
Perfusi 1. Anjurkan S:
perifer tidak Keluarga pasien
menggunakan obat
efektif b.d mengatakan
Penurunan penurun tekanan pasien masih
konsentrasi terpasang infus
darah, anti koagulan
hemoglobin Keluarga pasien
dan penurun tekanan darah
pasien masih
kolesterol jika perlu
tinggi
2. Anjurkan melakukan Keluarga pasien
mengatakan tiap
perawatan kulit yang
pagi selalu di
tepat lap atau
dimandikan
O:
Pasien tampak
terpasang
syringe pump
dengan obat
nicardipine
Keluarga pasien
tampak selalu
memandikan
pasien dan
memberikan
minyak agar
turgor kulit
pasien tidak
kering
TD :
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
58
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pasien masuk ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 26 Januari
2022 jam 14.00 wib pasien merupakan rujukan dari rumah sakit Ibnu Sina
Bukittinggi yang datang dengan keluhan badan terasa lemas, letih, mual dan sesak
nafas sejak 2 hari yang lalu dengan sesak dirasa terus menerus, nyeri ulu hati serta
batuk berdahak sekali-kali. Kemudian, pasien dipindahkan ke ruang rawatan
penyakit dalam pria ( interne pria Wing A).
Pasien datang dari IGD ke ruangan rawat inap penyakit dalam pria (WING
A) RSUP Dr. Mdjamil Padang pada tanggal 29-02-2022 pukul 02:30 WIB. Pada
saat pengkajian tanggal 29-02-2022 pukul 10:00 WIB, pasien mengatakan
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah di rawat dan di operasi batu ginjal
sebelah kanan di rumah sakit umum Umum Putri Bidadari, Sumatera Utara pada
tanggal 25 November 2021. Sebelunya pasien memiliki batu ginal sebelah kanan
dan kiri, namun sebelah kiri tidak berhasil di laser pada bulan desember 2021.
59
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien atau penyakit keturunan seperti hipertensi,
diabetes mellitus.
B. Diagnosa
Dari hasil penglajisn dapat di tegakkan Pola nafas tidak efektif b.d
Hiperventilasi Perfusi renal tidak efektif b.d Hiperglikemia, Perfusi perifer b.d
Penurunan konsentrasi hemoglobin.
C. Intervensi
Berdasarkan diagnosa yang di tegakan berdasarkan sliki dan siki dapat di
tegakan intervensi keperawatan Pola nafas tidak efektif b.d Hiperventilasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam, maka pola nafas membaik,
dengan kriteria hasil Dispnea menurun, Penggunaan otot bantu nafas menurun,
Pemanjangan fase ekspirasi menurun, Frekuensi nafas membaik, Kedalaman nafas
membaik.
Perfusi renal tidak efektif b.d Hiperglikemia Status Cairan Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam maka perfusi renal meningkat dengan
kriteria hasil : Jumlah urine meningkat, Kadar urea nitrogen darah membaik, Kadar
kreatinin plasma membaik, Mual menurun, Muntah menurun, Tekanan darah
sistolik membaik, Kadar elektrolit membaik, Keseimbangan asam basa membaik
Status Cairan Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, maka status cairan
membaik dengan kriteria hasil : Kekuatan nadi meningkat, Turgor kulit meningkat,
Output urine meningkat, Edema anasarka menurun, Edema perifer menurun.
Perfusi perifer b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, maka perfusi perifer meningkat dengan
kriteria hasil Denyut nadi perifer meningkat, Penyembuhan luka meningkat, Warna
kulit pucat menurun, Pengisian kapiler membaik, Akral membaik, Turgor kulit
membaik, Kram otot menurun, Nyeri ekstremitas menurun, Edema perifer menuru
D. Implementasi dan evaluasi
Pada tanggal 30- 1-2022 Pola nafas tidak efektif b.d Hiperventilasi
Pertahankan kepatenan jalan nafas , Posisikan semi fowler atau fowler, Berikan
minuman hangat dan evaluasinya adalah S : Keluarga pasien mengatakan pasien
sesak O : Pasien terlihat menggunakan otot bantu nafas, Pernafasan cuping hidung
, Bunyi nafas pasien, Tampak tidak ada sputum pasien, RR : 25 x/I A : masalah
60
belum teratasi, P : Intervensi dilanjutkan. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)
Perfusi renal tidak efektif b.d Hiperglikemia Status Cairan Monitor
status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD), Monitor status cairan (masukan dan
haluaran, turgor kulit, CRT), Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil dan
evaluasinya adalah S : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadar O : Pasien
tampak lemah, Pasien tampak lesu, Pasien tampak pucat, Pasien tampak gelisah,
Tingkat kesadaran pasien , Turgor kulit pasien tampak, CRT > 3 detik TD : N : RR
: A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan.
Perfusi perifer b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin Periksa sirkulasi
perifer (mis: nadi perifer,edema, pengisian kapiler, warna, suhu), Identifikasi faktor
resiko gangguan sirkulasi ( mis : diabetes, merokok, hipertensi dan kadar kolesterol
tinggi), Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas dan
evaluasinya S : Keluarga pasien mengeluh pasien lemah dan lesu, Keluarga pasien
mengatakan tangan dan kaki pasien dingin O : , Tangan dan kaki kanan tampak
kaku saat digerakkan, Semua aktivitas fisik tampak dibantu oleh keluarga, Pasien
tampak meringis saat kaki kanan dibersihkan, Pasien riwayat hipertensi, TD :, Gula
darah : A : Masalah belum teratasi, P : Intervensi dilanjutkan
Pada tanggal 31-1-2022 Pola nafas tidak efektif b.d Hiperventilasi
Pertahankan kepatenan jalan nafas , Posisikan semi fowler atau fowler Berikan
minuman hangat dan evaluasinya adalah S : Keluarga pasien mengatakan pasien
tidur dengan kepala di tinggikan pakai bantal agar sesak berkurang O : Pasien
menggunakan Non breathing mask (NRM) 10 lpm,Tampak sesak pasien sudah
mulai berkurang, Pasien tidur dengan posisi semi fowler. Pasien selalu Dierikan air
hangat kuku, A : masalah belum teratasi P : Intervensi di lanjutkan.
Perfusi renal tidak efektif b.d Hiperglikemia Status Cairan Berikan oksigen
untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%, Pasang jalur IV, jika perlu Pasang
kateter urin jika menemukan/ merasakan tanda dan gejala awal syok dan
evaluasinya S : Keluarga pasien mengatakan sesak pasien sudah mulai kurang
sejak terpasang oksigen, O : Pasien terpasang Non breathing mask (NRM) 10 lpm,
Saturasi oksigen pasien 97 %, Pasien terpasang infus di ekstermitas bagian atas,
Pasien terpasang kateter, A : Masalah mulai teratasi, P : Intervensi dilanjutkan
Perfusi perifer b.d Penurunan konsentrasi Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area keterbatasan perfusi, Hindari pengukuran tekanan darah
61
pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi, Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cedera, Lakukan pencegahan infeksi, Lakukan
perawatan kaki dan kuku, Lakukan hidrasi dan evaluasinya S : . Pasien mengatakan
paham akan penjelasan perawat, Pasien mengatakan bersedia melakukan gerakan
mobilisasi dengan latihan duduk di tempat tidur, O : Sebelum ROM TD : 126/ 80
mmHg N : 85 x/I RR : 19 x/I, Sesudah ROM TD : 132/88 mmHg N : 90 x/I RR :
20x/I Pasien tampak meringis saat latihan duduk, Keluarga pasien tampak ikut
serta membantu A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan.
Pada tanggal 1-2-2022 Pola nafas tidak efektif b.d Hiperventilasi Anjurkan
asupan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi Kolaborasi pemberian obat dan
evaluasinya S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih belum sadar, Keluarga
pasien mengatakan sesak pasien sudah mulai berkurang, Keluarga pasien
mengatakan selalu memberikan nutrisi pada pasien dengan menggunakan selang
NGT, O : Pasien tampak dengan penurunan kesadaran, Sesak pasien tampak sudah
mulai berkurang, Keluarga pasien tampak selalu memberikan diit pasien dengan
menggunakan selang NGT, Injeksi vena melalui bolus dengan obat , A : masalah
teratasi sebagian, P : Intervensi dilanjutkan
Perfusi renal tidak efektif b.d Hiperglikemia Status Cairan Jelaskan
penyebab/ faktor resiko syok, Jelaskan tanda dan gejala awal syok, Anjurkan
melapor jika menemukan / merasakan tanda dan gejala awal syok Kolaborasi
pemberian tranfusi darah jika perlu dan evaluasinya S : Keluarga pasien
mengatakan paham akan penjelasan perawat mengenai penyebab syok, faktor
resiko syok, serta tanda dan gejala syok, Pasien mengatakan mau mengikuti
anjuran melapor jika menemukan tanda dan gejala syok, O : Keluarga pasien
tampak paham dengan penjelasan mengenai syok, Pasien sudah transfusi darah
PRC 1 kantong, A : Masalah teratasi sebagian, P : Intervensi dilanjutkan
Perfusi perifer b.d Penurunan konsentrasi Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah, anti koagulan dan penurun kolesterol jika perlu, Anjurkan
melakukan perawatan kulit yang tepat dan evaluasinya S : Keluarga pasien
mengatakan pasien masih terpasang infus, Keluarga pasien tekanan darah pasien
masih tinggi, Keluarga pasien mengatakan tiap pagi selalu di lap atau dimandikan
O : Pasien tampak terpasang syringe pump dengan obat nicardipine, Keluarga
pasien tampak selalu memandikan pasien dan memberikan minyak agar turgor
62
kulit pasien tidak kering, TD ,A : Masalah teratasi sebagian, P : Intervensi
dilanjutkan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan proses keperawatan didapatkan kesimpulan :
63
1. Pada pengkajian didapatkan tanda dan gejala utama yang muncul Pola nafas tidak
efektif b.d Hiperventilasi
2. Diagnosa keperawatan yaitu Pola nafas tidak efektif b.d Hiperventilasi Perfusi
renal tidak efektif b.d Hiperglikemia, Perfusi perifer b.d Penurunan konsentrasi
hemoglobin. masalah tersebut berdasarkan pada data langsung dari klien dan data
observasi perawat serta hasil pemeriksaan penunjang.
3. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Implementasi keperawatan terhadap
klien sesuaikan dengan intervensi yang telah penulis rumuskan yang didapatkan
dari teoritis. Semua intervensi di implementasikan oleh penulis dan dapat tercapai
sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
4. Evaluasi setelah dilakukan teknik terapi pengobatan.
B. Saran
Dengan selesainya dilakuakn asuhan keperawatan pada klien dengan CKD
diharapkan dapat memberikan masukan terutama pada :
64
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan hasil karya ilmiah ners ini dapat menambah wawasan mahasiswa dan
dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan interne
dengan pasien CKD.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai bahan untuk pelaksanaan pendidikan serta masukan dan
perbandingan untuk penelitian lebih lanjut asuhan keperawatan interne dengan
pasien CKD.
3. Bagi Pelayanan Keperawatan
Diharapkan hasil karya ilmiah akhir ners ini akan memberikan manfaat bagi
pelayanan keperawatan dengan memberikan gambaran dan mengaplikasikan
acuan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien CKD yang
komprehensif serta memberikan pelayanan yang lebih baik dan menghasilkan
pelayanan yang memuaskan pada klien serta melihatkan perkembangan klien
yang lebih baik.
4. Bagi Pasien Dan Keluarga
Sebagai media informasi tentang penyakit yang diderita klien dan bagaimana
penanganan bagi klien dan keluarga baik dirumah sakit maupun dirumah.
DAFTAR PUSTAKA
65
Alam, Syamsir & Hadibroto, Iwan. 2017. Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Selemba Medika.
Herdmand.T, Heather dan Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan
defenisi dan klarifikasi. Edisi 11. Jakarta : EGC
Kasiske, Betram. 2014. Kidney Disease Improving global outcomes (KDIGO).
http://www.kdigo.org/Clinical%20Practice%20Conferences/Philippines%
2020/KDIGO%20CKD%20Guideline%20Manila_Kasiske.pdf Diakses
tanggal 01 Februari 2017
Oxtavia, Jumaini, & Lestari. 2013. Hubungan Citra Tubuh Dengan Kualitas Hidup Pasien
Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. http://download.portalgaruda.org
Diakses pada tanggal 7 Januari 2016
Pardede, Dimas Kusnugroho Bonardo. 2016. Gangguan Gastroinstetinal pada Penyakit
Ginjal Kronis. Jurnal CDK-195 Volume.39 No.7
Sirait & Sari. 2017. Ensefalopati Uremikum Pada Gagal ginjal kronis. Jurnal Volume 7,
Nomor 3. Januari 2017
Susatyo, Bambang. 2016. Gambaran Kepatuhan Diet Pasien Gagagl Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Kayen Kabupaten Pati Tahun 2015.
Jurnal kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume 4 Nomor 3. April 2016
66