Anda di halaman 1dari 14

TUGAS FILSAFAT ILMU

“TINJAUAN FILOSOFI EPISTEMIOLOGI, ONTOLOGI, AKSIOLOGI AI-H9N2 PADA


AYAM PETELUR”

Oleh:

NI KADEK CHRIS NARIASIH


2082311004

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Om Swastiastu,
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa-NYAlah Penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tinjauan Filosofi Epistemiologi, Ontologi,
Aksiologi AI-H9N2 Pada Ayam Petelur” dengan baik. Makalah ini Penulis buat untuk memenuhi
tugas dari mata kuliah Patologi Lanjut Program Magister Kedokteran ahaewan. Pada kesempatan
kali ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Drh. Nyoman Sadra Dharmawan, MS, selaku dosen pengampu mata kuliah
Filsafat Ilmu
2. Kepada semua pihak yang telah membatu dalam proses pengerjaan makalah ini baik
berupa dukungan tenaga, moril maupun material.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan demi kebaikan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat berrmanfaat bagi Penulis dan Pembaca. Atas perhatiannya, Penulis
mengucapkan terima kasih.
Om Santih, Santih, Santih, Om

Gianyar, 20 November 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagian dari kita merasa sukar untuk menjawab tentang definisis Filsafat, ini bukan
dikarenakan sulitnya arti dari kata “Filsafat” itu sendiri, tetapi karena banyaknya jawaban
serta pendapat yang muncul untuk mendefinisikan tentang apa itu filsafat (Harun
Hadiwijono, 1980). Istilah filsafat merupakan serapan dari bahasa Yunani: “Philosophia
(filosofia)”, berasal dari kata kerja (verb) “filosofein” yang berarti “mencintai
kebijaksanaan”, Philoshopiaberasal dari gabungan kata “Philein” yang berarti cinta dan
“Shopia”yang berarti kebijaksanaan (Muhdi et al., 2012). Jadi, filsafat merupakan suatu
bentuk tindakan, kegiatan, sikap yang berusaha ingin mengetahui suatu hakikat kebenaran
dengan bertanya –bertanya tanpa lelah agar dapat memperoleh kebenaran tersebut.
Pertanyaan tersebut akan dikumpulkan hingga dapat membuat pelakunya hanya akan
memperdalam ketidaktahuannya saja, namun semakin banyaknya ketidaktahuan yang mereka
produksi dan kumpulkan, maka hal tersebut akan membuatnya memperolehbanyak
materi untuk bertanya secara filsafat yang akan berusaha mencari tahu atas pertanyaan
yang dikumpulkannya hingga akhirnya para pelakunya memperoleh pengetahuan juga
kebenaran.
Filasafat ilmu meiliki beberapa cangkupan kajian meliputi ontologi, epistomologi
dan aksiologi. Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu: “On” yang berarti being,
dan “Logos” yang berartilogik. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being(teori
tentang keberadaan sebagai keberadaan). Ontologimerupakam kajian filsafat tertua yang
berupaya mencari inti yang ada pada setiap kenyataanatau realitas yang sebenarnya.
Ontologi memiliki objek telaah yaitu Being(yang ada). Jadi, ontologi merupakan suatu
kajian pada bidang filsafat yang terfokus untuk membahas segala realitas yang ada
(Being) secara total tanpa terikat oleh satu perwujudan tertentu yang bersifat universal dan
bersifat hakiki. Atau secara dasarnya dapat dikatakan ontologi adalah “The theory of being
qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Epistemologi adalah suatu kajian
filsafat yang mendasari dasar-dasar pengetahuan dan teori pengetahuan manusia bermula.
Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu pemikiran mendasar dan sistematik
mengenai pengetahuan, dan merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas
tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode
atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Bisa dikatakan
bahwa epistemologi adalah salah satu kajian cabang dari filsafat yang mendasari dasar –
dasar tentang bagaimana ilmu pengetahuan bermula. Jadi adalah pemikiran sistematik
yang mendasar mengenai pengetahuan, dan membahas tentang bagaimana asal mula
pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
pengetahuan. Aksiologi disebut juga sebagai dengan teori nilai, yaitu sesuatu yang
diinginkan, disukai, atau yang baik. Aksiologi membahas tentang tujuan ilmupengetahuan,
untuk apa pengetahuan itu digunakan; Bagaimana keterkaitannya antara cara penggunaan
ilmu tersebut sesuai kaidah moral; Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan –pilihan moral.
Ada banyak hal yang dapat dikaji dalam dunia ini termasuk dalam dunia Kedokteran
Hewan, seperti halnya Virus Avian Influenza H9N2 yang menyerang ayam petelur. Virus ini
sangat berbahaya dan bersifat zoonosis dan endemic di dunia. Hal ini sangat membahayakan
dan merugikan peternak, karena mengakibatkan penurunan produksi telur. Ayam petelur
merupakan salah satu ternak unggas yang cukup potensial di Indonesia. Ayam
petelur dibudidayakan khusus untuk menghasilkan telur secara komersial (North dan
Bell1990). Telur konsumsi dihasilkan oleh ayam ras petelur yang merupakan salah satu
jenis unggas yang diternakkan di Indonesia. Populasi ayam ras petelur semakin meningkat
dari tahun ke tahun dikarenakan semakin meningkatnya pemintaan masyarakat akan telur
konsumsi. Apabila virus AI-H9N2 pada ayam petelur tidak segera ditangani maka kerugian
ekonomi yang dialami peternak akan makin besar.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas adapun rumusan masalah yang dapat dibuat:
1. Bagaimana Ayam Petelur dalam pendekatan ilmu filsafat ontology, epistemiologi, dan
aksiologi?
2. Bagaimana Virus H9N2 dapat berkembang pada peternakan ayam petelur di dunia
berdasarkan pendekatan ilmu filsafat ontology, epistemiologi, dan aksiologi?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pendekatan filsafat ilmu ayam petelur dalam ontology,
epistemiologi, dan aksiologi
2. Untuk mengetahui pendekatan filsafat ilmu virus AI-H9N2 berkembang di dunia
dalam ontology, epistemiologi, dan aksiologi
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat dalam belajar filsafat pada umumnya menjadikan manusia lebih
bijaksana. Bijaksana artinya memahami pemikiran yang ada dari sisi mana pemikiran
itu disimpulkan. Memahami dan menerima sesuatu yang ada dari sisi mana keadaan itu ada.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Ayam Petelur dalam pendekatan ilmu filsafat ontology,


epistemiologi, dan aksiologi
2.1.1. Penedekatan Ontologi Ayam
Ayam merupakan jenis unggas yang menurunkan bangsa atau varietas
yang tersebar di seluruh dunia. Didunia ini terdapat empat ayam Hutan. Keempat
spesies ayam Hutan itu adalah : 1) Gallus gallus (Ayam Hutan Merah); 2) Gallus
lafayeti(Ayam Hutan Srilangka); 3) Gallus sonneratii(Ayam Hutan Kelabu); 4) Gallus
varius(Ayam Hutan Hijau).
Hirarki klasifikasi ayam menurut rose (2001) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Divisi : Carinathae
Kelas : Aves
Ordo : Galliformes
Family : Phasianidae
Genus : Gallus
Spesies : Gallus gallus domestica sp
(Rahayu, 2002: 14).
Ayam buras (bukan ras) atau ayam kampung adalah nama lain dari Gallus gallus.
Produk ayam lokal umumnya dipasarkan dengan nama yang sudah sangat populer
yaitu produk ayam buras. Meskipun harga jualnya berfluktuasi, posisi penawaran
telur ayam lokal lebih diunggulkan dari pada telur ayam ras petelur (layer). Ayam ras
petelur adalah ayam yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi telur yang baik,
dan efisien dalam penggunaan ransum. Ciri ayam ras petelur adalah mempunyai badan
yang relatif lebih kecil dan langsing, aktif bergerak, mudah terkejut, cepat dewasa
kelamin, sedikit atau hampir tidak ada sifat mengeram, umumnya mempunyai kaki tidak
berbulu dan pada cuping telinga berwarna putih (Rasyaf, 2001). Menurut Abidin (2003),
beberapa strain ayam petelur yang pernah berada di Indonesia antara lain: Isa Brown,
Shaver Starcross, Cobb, Hysex Brown, Babcock dan Ross Brown.
Ayam yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia dalam memproduksi telur masih
kalah dengan ayam petelur yang didatangkan dari luar negeri. Ayam dalam negeri atau
sering kita kenal dengan sebutan ayam kampung atau ayam buras, kemampuan bertelur
berkisar 46 butir per tahun, sedangkan ayam petelur kemampuan bertelurnya mencapai
180 butir per tahun. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan,dalam kurun waktu 2000-
2012 populasi ayam ras di Indonesia mengalami rata-rata peningkatan sebesar 0,61%.
Namun peningkatan populasi ini belum diiringi dengan peningkatan produktivitas
ayam petelur. Seiring dengan permintaan pasar yang ada di dalam negeri akan
kebutuhan telur dan perkembangan teknologi persilangan sehingga ayam petelur dalam
negeri sudah dapat menyamai ayam petelur dari luar negeri yang berkemampuan
produksi telur jauh lebih tinggi dari ayam buras. Ayam petelur yang sekarang kita kenal
adalah strain ayam yang mampu bertelur sebanyak 300 butir lebih per tahunnya. Ayam-
ayam itu pada dasarnya ayam ras yang merupakan ayam hasil perkawinan silang (silang
dalam maupun silang luar) antara bangsa berbagai bangsa ayam hutan.
Ayam hutan merah (Galus-galus bankiva), ayam hutan ceton (Galus lafayetti), ayam
hutan abu-abu (Galus soneratti), dan ayam hutan hijau (Galus varius, Galus javanicus),
(Zainal Abidin, 2003). Akibat perbedaan kemampuan memproduksi telur, maka tata
laksana pemeliharaannya ayam petelur jauh berbeda dengan pemeliharaan ayam buras.
Fase pertumbuhan ayam petelur dibedakan dalam tiga fase yaitu fase starter (0-8
minggu), fase grower (8-20 minggu), dan fase layer (20 minggu-afkir) (Susilorini et al.,
2008). Pada fase starter, terjadi pembelahan dan pertumbuhan sel yang pesat dan
merupakan fase penting untuk mencapai berat badan yang optimal (Ardana, 2009). Pada
fase grower, setelah ayam mencapai umur 18 minggu, ayam mulai dipindahkan ke
kandang pertumbuhan (grower) (Kartasudjana & Suprijatna, 2006). Setelah memasuki
umur 18 minggu, pertumbuhan tubuh optimal, organ reproduksinya sudah berkembang
yang ditandai dengan jengger dan pial mulai memerah, mata bersinar, dan postur tubuh
sebagai ayam petelur mulai terbentuk (North & Bell, 1990).
Pada fase layer, pertumbuhan ayam dibagi menjadi dua fase, yakni fase I dan fase II.
Fase I adalah fase saat ayam mulai bertelur selama 20 minggu pertama (20-42 minggu)
dengan bobot badan rata-rata 1.350 gram dan konsumsi pakan sebanyak 75
gram/ekor/hari. Fase II adalah fase saat ayam telah mencapai bobot badan yang tetap
hingga afkir (42-72 minggu). Ayam mencapai dewasa kelamin pada umur 19 minggu dan
ditandai dengan bertelur untuk pertama kalinya. Produksi telur meningkat dengan cepat
pada bulan-bulan pertama dan mencapai puncak produksi pada umur 7 sampai 8 bulan
(Malik, 2003).
2.1.2.Pendekan Epistemiologi Ayam Petelur
Menurut Direktorat Jenderal Peternakan, dalam kurun waktu 2000- 2012 populasi
ayam ras di Indonesia mengalami rata-rata peningkatan sebesar 0,61%(Setiawati, 2016).
Hasil penelitian Oktasari (2016) menunjukkan bahwa pemberian ransum ayam petelur
coklat periode layer strain Isa Brown dengan persentase pemberian antara lain 30:70%;
40:60%; 60:40%; dan 70:30% berpengaruh nyata terhadap produksi awal 5%. Gunawan
(2002) melaporkan dengan kandang baterai dan ransum berprotein 15% dan ME 2500
kkal/kg, produksi telur mencapai 48,5%. Menurut Tajufri (2013) protein 17% dan energi
2700 kkal/kg menghasilkan produksi dan berat telur paling tinggi dibandingkan protein
14%- 16% dan energi 2400 kkal/kg, 2600 kkal/kg, 2700 kkal/kg.
2.1.3.Pendekatan Aksiologi Ayam Petelur
Banyak masyarakat yang telah mengenal ayam petelur, karena ayam ini
merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Telur merupakan hasil dari siklus
reproduksi ayam betina atau bagi unggas betina pada umumya dalam proses
menghasilkan keturunan, namun pada ayam petelur, khususnya ayam petelur untuk
diambil telurnya. Ayam ras petelur merupakan hasil dari berbagai perkawinan silang
dan seleksi yang sangat rumit dan diikuti upaya perbaikan manajemen
pemeliharaan secara terus menerus, akibatnya ayam ras petelur bisa disebut sebagai
hewan ternak yang “manja” kesalahan atau kealpaan dari berbagai segi tatalaksana
pemeliharaan akan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit, sebagai contoh:
a. Ayam ras petelur mudah terserang berbagai penyakit, sehingga upaya
pencegahan harus terus dilakukan secara teratur baik dengan cara
mengontrol kebersihan kandang, melakukan vaksinasi untuk penyakit tertentu
atau memisahkan ayam yang sakit agar penyakitnya tidak menular pada ayam
lainnya.
b. Pemberian pakan dengan kualitas yang rendah dari semestinya, terutama saat
pertumbuhan diperkirakan berada pada titik maksimal, dan
mengakibatkan laju pertumbuhan, akibatnya tahun produksi yang
semestinya sudah bisa dicapai saat berumur 16 - 18 minggu bisa mundur
sampai umur 20 minggu.
2.2. AI-H9N2 dalam pendekatan ilmu filsafat ontology,
epistemiologi dan aksiologi
2.2.1. Pendekatan Ontologi AI-H9N2
Virus AI dibedakan atas 3 tipe antigenik, yakni tipe A, B, dan C. Tipe A
ditemukan pada unggas, manusia, babi, kuda, cerpelai, anjing laut dan paus. Tipe B dan
C hanya ditemukan pada manusia (Pudjiatmoko, 2014). Penyakit Avian Influenza
disebabkan oleh virus influenza, famili Orthomyxoviridae, genus influenza tipe A (de
Jong & Hien, 2006). Virus Avian Influenza ini dibungkus glikoprotein dan dilapisi
lemak ganda (bilayer lipid). Glikoprotein HA (hemaglutinin) dan NA (neuroaminidase)
merupakan protein permukaan yang berperan dalam penempelan dan pelepasan virus
dari sel inang. Protein HA (hemaglutinin) merupakan bagian terbesar (80%) dari spike
dan NA (neuroaminidase) sebesar 20%. Sedangkan NP (nukleoprotein) dan M (matriks)
digunakan untuk membedakan antara virus Influenza A dengan B atau C. Virus
Influenza A mudah bermutasi, terutama pada HA (hemaglutinin) dan NA
(neuroaminidase).Virus H9N2 adalah salah satu virus avian influenza (AI) yang
memiliki sifat keganasan pada unggas yang rendah sehingga digolongkan dalam
kelompok low pathogenic avian influenza (LPAI) (OIE, 2008).
Superdomain : Biota
Domain : Virus
Dunia : Riboviria
Filum : Negarnaviricota
Upafilum : Polyploviricotina
Kelas : Insthoviricetes
Ordo : Articulavirales
Famili : Orthomyxoviridae
Genus : Alphainfluenzavirus
2.2.2. Pendekatan Ilmu Epistemiologi AI-H9N2
Penyakit Avian Influenza subtipe H9N2 pada unggas telah meningkat secara
nyata di seluruh dunia pada akhir tahun 1990-an, dan menjadi endemik pada populasi
peternakan unggas di Asia dan Timur Tengah. Wabah subtipe H9N2 terjadi pada itik
domestik, ayam dan kalkun di Jerman selama 1995 dan 1998, pada ayam di Italia pada
tahun 1994 dan 1996, pada burung di Irlandia pada tahun 1997, burung unta di Afrika
Selatan pada tahun 1995, kalkun di Amerika Serikat pada tahun 1995 dan 1996 dan
pada ayam di Korea pada tahun 1996 (Kausar et al., 2017).
Virus H9N2 telah dilaporkan di negara-negara Timur Tengah pada ayam
komersial di Iran, Pakistan, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Wabah pertama H9N2
pada unggas dilaporkan pada tahun 1998 yang menunjukkan kesamaan dengan subtipe
AIV yang beredar di Hong Kong (Khalil et al., 2017). Subtipe H9N2 biasanya
menyebabkan morbiditas ringan tetapi morbiditas yang sangat tinggi juga dilaporkan di
Cina selama bertahun-tahun; 1995-2002 (Choi et al., 2004). Pada tahun 1998 wabah
virus avian influenza patogen rendah (subtipe H9N2) telah terjadi di industri unggas
Iran (Hadipour et al., 2011).
Di Indonesia, keberadaan AIV-H9N2 pertama kali dilaporkan oleh Jonas et al.
pada tahun 2018, diawali dengan kecurigaan dari peternak ayam yang mengalami
peningkatan mortalitas dan penurunan produksi telur pada usaha peternakannya. AIV-
H9N2 ditemukan pada peternakan ayam di beberapa provinsi yaitu Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo.
2.2.3. Pendekatan Aksiologi AI-H9N2
Penyebaran virus AI melalui darah yang disebut dengan viremia primer,
selanjutnya virus mengikuti aliran darah menuju organ-organ dalam yang menyebabkan
viremia sekunder. Gejala klinis mulai tampak beberapa jam sampai 3 hari setelah
unggas terinfeksi. Infeksi virus AI sering kali menjadi lebih parah karena diikuti oleh
beberapa infeksi sekunder, seperti penyakit oleh bakteri, parasit maupun jamur
(Kencana, 2017). Tanda-tanda klinis dari kasus-kasus AIV-H9N2 adalah penurunan
berat badan, bentuk telur yang tidak teratur, cangkang telur yang lebih tipis, hilangnya
nafsu makan, perubahan warna jengger pucat kebiruan, kepala bengkak, mendengkur,
nasal discharge, dyspnea, pembesaran perut, tinja basah, torticollis, dan paralisis. Lesi
ringan sampai parah diamati sebagai eksudat di rongga hidung, trakea, dan bronkus,
serta perdarahan petekial hingga fokal di faring, proventrikulus, ventrikulus, duodenum,
ileum, seka tonsil, ginjal, ovarium, dan saluran telur. Dalam beberapa kasus, perdarahan
yang menyebar ditemukan di ovarium. Selain itu ditemukan pula saluran telur yang
penuh dengan kuning telur, hati yang lunak, limpa yang menghitam, jantung yang
membesar, dan otak yang sesak (Jonas et al., 2018).
Kerugian akibat wabah AI dapat bersifat langsung yaitu menyebabkan kematian,
dan berdampak tidak langsung yaitu menyebabkan penurunan harga produk hasil ternak
(Yusdja et al., 2004). Infeksi penyakit AIV-H9N2 pada ayam petelur dapat menurunkan
produksi telur, dan pada ayam broiler menyebabkan penurunan berat badan (Abdel et
al., 2016). Kejadian penyakit H9N2 menimbulkan banyak kerugian dalam usaha
peternakan ayam. Pengobatan yang spesifik untuk membunuh virus avian influenza
belum ditemukan. Oleh karena itu tindakan pencegahan dan pengendalian perlu
dilakukan. Tindakan preventive tersebut meliputi pemberian antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder, vaksinasi, manajemen pemeliharaan serta biosekuriti.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Ayam petelur merupakan hasil dari berbagai perkawinan silang dan seleksi yang sangat
rumit dengan tujuan untuk memproduksi telur secara efisien. Ayam ras petelur mudah terserang
berbagai penyakit, salah satunya AI-H9N2. Virus AI-H9N2 merupakan virus yang bersifat
zoonosis, selain itu virus ini merugikan ekonomi peternak, karena mengakibatkan penurunan
produksi telur. Dampak negative bagi masyarakat adalah meningkatnya harga jual telur karena
kelangkaan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Abdel, H.H.S., Ellakany, H.F., Hussein, H.A., El-Bestawy, A.R., Abdel, K.M. 2016.
Pathogenicity of an Avian Influenza H9N2 Virus isolated From Broiler Chickens in Egypt.
Alexandria Journal of Veterinary Sciences, 51(2): 90-100.

Abidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Pedaging. Penerbit Agromedia Pustaka:


Jakarta. ISBN: 979-3084-57-X.

Ardana, I.B.K. 2009. Ternak Ayam Petelur. Penerbit Swasta Nulus: Denpasar.

Choi, Y., Ozaki, H., Webby, R., Webster, R., Peiris, J., Poon, L., Butt, C., Leung, Y.H.C., Guan,
Y., 2004. Continuing evolution of H9N2 influenza viruses in Southeastern China. J.
Virol.,  78: 8609-8614.

de Jong, M.M., Hien, T.T. 2006. Avian Influenza A (H5N1). J. Clin. Virol. 35(1): 2-13.

Hadipour, M.M., Habibi, G., Vosoughi, A. 2011. Prevalence of Antibodies to H9N2 Avian
Influenza Virus in Backyard Chickens around Maharlou Lake in Iran. Pak Vet J. 31(3):
192-194.

North, M.O., dan Bell, D.D. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4 thEdition. Van
Nosrand Rainhold. New York

(OIE) Office International Epizootic. 2008. Manual of Diagnostic Test and Vaccines for
Terrestial Animals. Paris: Office International Des Epizooties.

Jonas, M., Sahesti, A., Sahesti, A., Murwijati, T., Lestariningsih, C.L., Irine, I., Ayesda, C.S.,
Prihartini, W., Mahardika, I.G.N.K. 2018. Identification of avian influenza virus subtype
H9N2 in chicken farms in Indonesia. Preventive Veterinary Medicine, 159 (2018): 99–105.
Kartasudjana, R., dan Suprijatna, E. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penerbit Penebar
Swadaya: Jakarta. ISBN: 002-032-5.

Kausar, A., Anwar, S., Siddique, N., Ahmed, S., Dasti, J.I. 2017. Prevalence of Avian influenza
H9N2 Virus among Wild and Domesticated Bird Species across Pakistan. Pakistan J.
Zool., 50(4): 1347-1354.

Kencana, G.A.Y. 2017. Penyakit Virus Unggas. Penerbit Udayana University Press: Denpasar.
ISBN: 978-602-7776-01-2.

Khalil, A.T., Ali, M., Tanveer, F., Ovais, M., Idrees, M., Shinwari, Z.K., Hollenbeck, J.E., 2017.
Emerging viral infections in Pakistan: Issues, concerns, and future prospects. Hlth.
Secur, 15: 268-281.
Malik, A. 2003. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Perikanan. Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.

Pudjiatmoko, et al. 2014. Manual Penyakit Unggas. Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian
Pertanian Republik Indonesia: Jakarta.

Rasyaf, M. 2001. Beternak Ayam Petelur. Penerbit Penebar Swadaya: Jakarta.

Setiawati,T., Afnan.R., Ulupi.N., 2016. Performa Produksi dan Kualitas Telur Ayam Petelur
pada Sistem Litter dan Cage dengan Suhu Kandang Berbeda. Jurnal Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan Vol.04 No.1

Susilorini, T.E., Sawitri, M.E., Muharlien. 2008. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penerbit
Penebar Swadaya: Jakarta. ISBN: 9790021763

Anda mungkin juga menyukai