Pada studi literatur ini terdapat empat kasus utama yang digunakan, yaitu dua ekor
anjing dan satu ekor kucing yang mengalami stenosis pilorus. Ras pada kasus-kasus yang
digunakan berupa bull terrier (Pazzi et al., 2013), Labrador retriever (Dye et al., 2019), German
Shepherd (Grzegory et al., 2010) dan seekor kucing siamase (Syrcle et al., 2013). Keempat kasus
memiliki rentang usia 3 bulang hingga 11 tahun.
Tabel 1. Sinyalment dan Anamnesa kasus Stenosis Pilorus pada anjing dan kucing.
Pada pemeriksaan klinis yang paling umum didapatkan hewan mengalami penurunan
berat dan terjadinya muntah. Kedua hal ini dapat mempengaruhi Body Condition Score (BCS) .
Pada kasus Bull terrier didapatkan BCS 2 dari 5 (Pazzi et al., 2013), sedangkan pada kasus
Labrador retriever hewan mengalami penurunan berat badan sebesar 6 kg, terjadi panting dan
peningkatan usaha untuk bernafas, auskultasi didapatkan suara gurgling pada bagian thorax.
Pemeriksaan palpasi abdominal pada kasus kedua didapatkan respon penolakan dan reaksi ingin
muntah. Kasus pada kucing siamase didapatkan adanya lethargi dankucing mengalami dehidrasi
5%, sedangkan palpasi abdominal mengalami penegangan, dan BCS didapatkan 4 dari 9.
Untuk peneguhan kasus stenosis pylorus maka pemeriksaan klinis dilanjutkan dengan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah, radiografi, ultrasonografi, CT scan,endoskopi
dan pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan darah biasanya didapatkan adanya neutrofilia dan
leukositosis yang disebabkan adanya infeksi pada bagian pylorus. Pemeriksaan radiografi,
ultrasonografi dan CT scan dapat ditemukan adanya hipertrofi dinding pylorus dan penyempitan
pada kanal pylorus menuju ke usus kecil. Pada gambaran radiografi satu tanda yang didapat
ditemukan adalah gravel sign (Syrcle et al., 2013). Dalam radiografi gravel sign menandakan
adanya obstruksi pada bagian keluar dari pylorus. Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk
mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Penanganan atau treatment yang dilakukan
adalah pembedahan dan pengobatan medikasi. Dengan penanganan pembedahan didapatkan
prognosis fausta.
Pembedahan pada kasus stenosis pylorus dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Semua
teknik yang dilakukan diawali dengan laparotomy. Pada kasus Bull Terrier digunakan teknik
redet-Ramstedt pyloromyotomy (Pazzi et al., 2013). Walaupun terkadang treatment obat atropine
sulfat masih dilakukan pada kasus ringan (Sola et al., 2009). Pada kasus kedua digunakan Y-U
antral pyloroplasty untuk menangani adanya obstruksi pada bagian pylorus. Pyloroplasy
merupakan pembedahan untuk memperlebar lubang pada pylorus sehingga lambung dapat
mengosongkan makanan dan berpindah ke duodenum. Selain pembedahan, bisa dilakukan
pengobatan dengan omeprazole (1 mg/kg p.o SID), metickioramide (0,4 mg/kg p.o TID) dan
sucraflate (0,5 g/dog p.o TID) (Grzegory et al., 2010).
Tabel 2. Pemeriksaan penunjan kasus stenosis Pilorus pada anjing dan kucing.
Gambar 1. Pemeriksaan endoskopi. (a) dan (b) terjadi lesi sessile dan polypoid yang banyak,
bervariasi besarnya. Serta didapatkan hipertrofi pada bagian pylorus (Dye et al., 2019).
Gambar 2. Pemeriksaan radiografi didapatkan distensi abdomen (panah) berupa cairan
dan gas serta terjadi dysplasia pada beberapa organ kea rah kaudal (Syrcle et al., 2013).
Gambar 3. Pemeriksaan radiografi. Distensi pylorus pada tandah panah (B) dan terdapat
gravel sign yang menandakan adanya obstukrsi pada outflow pylorus (bulat merah) (Syrcle et
al., 2013).