Anda di halaman 1dari 10

1) Palatoskisis : Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana

atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan,
mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis,
sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut.
2) Bolus

3) Letargi : adalah suatu keadaan di mana terjadi penurunan kesadaran dan pemusatan perhatian
serta kesiagaan. Kondisi ini juga seringkali dipakai untuk menggambarkan saat seseorang tertidur
lelap, dapat dibangunkan sebentar namun kesadaran yang ada tidak penuh, dan berakhir dengan
tertidur kembali.
adalah suatu keadaan yang sangat lelah, yang tidak hilang hanya dengan tidur
4) Distensi abdomen : adalah istilah medis yang menggambarkan kejadian yang terjadi ketika ada zat
(gas atau cairan) menumpuk di dalam perut yang menyebapkan perut atau pinggang mengembung
melebihi ukuran normal.
5) Rectal toucher (RT) : adalah sebuah pemeriksaan dengan memasukkan jari kedalam lubang anus
Indikasi Rectal toucher merupakan bagian tak terpisahkan dari pemeriksaan fisik abdomen untuk
kasus gastrointestinal, urologi, dan ginekologi. Rectal toucher diindikasikan pada pasien-pasien
dengan penyakit atau keluhan sebagai berikut : - Perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hemorrhoid, prolaps rekti. - Ca Recti, Tumor anus - Ileus Obstruktif dan ileus paralitik. - Peritonitis. BPH & Ca prostat.
6) Barium enema : Teknik Pemeriksaan Collon In Loop (barium enema) adalah teknik pemeriksaan
secara radiologis dari usus besar (collon) dengan menggunakan media kontras secara retrograde
pada pasien Tujuan pemeriksaan colon in loop sendiri adalah untuk mendapatkan gambaran
anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau
kelainan-kelainan pada colon
pemeriksaan X-ray pada usus besar ( colon ) yang sebelumnya colon diisi dengan barium
sulfate ( a radioopaque contrast medium ).
7) Zona spastik : segmen aganglioner yaitu bagian yang menyempit , Bagian yang menyempit ini
menyerupai ekor tikus (rat tail)
8) Zona transisi : Adanya gambaran
zone transisi akan menunjukkan ketinggian kolon yang aganglionik dengan
akurasi 90%. Perbatasan antara segmen yang aganglioner dengan segmen ganglioner disebut
zona transisional. Zona ini pada foto tampak sebagai bagian usus yang berbentuk seerti corong,
yaitu bagian yang munkin jumlah sel sarafnya normal tetapi immatur atau sel-sel sarafnya matur,
tetapi jumlahnya tidak banyak.
Bila segmen aganglioner ini panjang maka terlihat gambaran seperti bergerigi yang diakibatkan
disritmia otot-otot usus.
9) Zona dilatasi : bagian yang melebar adalah bagian yang berganglion
10) Hemorrhoid : d merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2006) Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam,
yaitu thrombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis (Mansjoer, 2008). hemoroid interna dibagi
berdasarkan gambaran klinis yaitu derajat 1-4 :
1. Derajat 1: Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya dapat
dilihat dengan anorektoskop.
2. Derajat 2: Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam
anus secara spontan.
3. Derajat 3: Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan
dorongan jari.
4. Derajat 4: Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami trombosis
dan infark.

1. Kenapa bayi muntah dan berwarna hijau, serta terlihat lemah ?

Muntah yang berwarna hijau (bilious emesis) menandakan kemungkinan adanya ileus atau
obstruksi distal dari insersi common bile duct ke duodenum. Ketika terdapat obstruksi
setelah bukaan common bile duct di sfinkter Oddi, muntah akan berwarna hijau. Jika
obstruksinya proksimal dari Sfinkter Oddi, muntah tidak akan berwarna hijau.
Kemungkinan penyebab muntah hijau mencakup:

Midgut malrotation

Hirschsprung

Atresia intestinal - distal duodenum, jejunal dan ileal

Duplikasi intestinal

Malrotasi intestinal dan volvulus midgut

Meconium plug dan ileus

Organomegali yang menyebabkan obstruksi

Pankreas, annular

Peritonitis

Viscous perforation
Karena pada bayi muntah hijau biasanya disebabkan oleh kelainan anatomis, diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan bergantung pada penyebab
muntah; pada kelainan anatomis dibutuhkan operasi.

Bayi muntah-muntah sejak lahir menyebabkan dehidrasi dan kekurangan energi.


Dehidrasi menyebabkan mata cekung
Kekurangan energy bayi lemah dan lethargy.
2. Apa hubungannya dg bbl 2500 gram dan langsung menangis ketika lahir ?
3. Penyebab palatoskizis , ?
1.Faktor herediter
Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit
yang sama. Orang tua dengan palatoschisis mempunyai resiko lebih tinggi untuk memiliki anak dengan
palatoschisis. Jika hanya salah satu orang tua yang menderita palatoschisis, maka kemungkinan
anaknya menderita palatoschisis adalah sekitar 4%. Jika kedua orangtuanya tidak menderita
palatoschisis, tetapi memiliki anak tunggal dengan palatoschisis maka resiko generasi berikutnya
menderita penyakit yang sama juga sekitar 4%. Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah
berhasil diisolasi suatu X-linked gen, yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24.3 pada pasien sumbing bibir dan
langitan. Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai celah
bibir dan langitan (khususnya jenis bilateral), melibatkan anomali skeletal, maupun defek lahir lainnya.
2. Faktor lingkungan
Obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid (golongan vitamin A), dan
steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada bayi. Infeksi selama kehamilan semester pertama
seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah. Alkohol, keadaan
yang menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti defisiensi asam folat) dapat
menyebabkan palatoschisis.

4. kenapa belum pernah buang air besar sejak lahir (1 hari) ?


Kontinensi merupakan kemampuan untuk menahan feses, dan hal ini tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam lumen anus, tekanan
rektum dan sudut anorektal. Kontinensi diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang menjaga aliran secara anatomi dan fisiologi
jalannya feses ke rektum dan anus (Scharli, 1987).
Penghambat yang berperan adalah sudut anus dan rektum yang dihasilkan oleh otot levator ani bagian puborektal anterior dan superior.
Adanya perbedaan antara tekanan dan aktivitas motorik anus, rektum dan sigmoid juga menyebabkan progresivitas pelepasan feses
terhambat. Kontraksi sfingter ani eksternus diaktivasi secara involunter dengan distensi rektal dan dapat meningkat selama 1-2 menit.
Mekanisme kontinensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sfingter ani, mekanisme valf, reservoar rektum dan faktor sensoris (Miller dan
Bartolo, 1991).

5. Kenapa dehidrasi dan hipoglikemi ? karena bayi muntah dan agak sulit menyusu
6. Distensi abdomen ? Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic
hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai pd hisprung, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat,
muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam
pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari
pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan
72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang
manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia
kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1
minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam.
Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis,
bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.
7. Cara rectal toucher ? interpretasi feses menyemprot?

8. Interpretasi foto polos gambaran usus letak rendah ? hirschprung


9. Interpretasi barium enema zona spastik , zona transisi, zona dilatasi ?

Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan Radiologi
Merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat
dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus
dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung
adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi.
Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi.
Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat
dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan
feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal
kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis,
maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid. gambar barium enema penderita
Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang
meleb
10. Diagnosis bayi anis? Hirschprung , platochizis

Anamnesis
Pada neonatus :
1.
Mekonium keluar terlambat, > 24 jam
2.
Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
3.
Perut cembung dan tegang
4.
Muntah
5.
Feses encer
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi abdomen terlihat perut cembung atau membuncit seluruhnya, didapatkan perut lunak
hingga tegang pada palpasi, bising usus melemah atau jarang. Pada pemeriksaan colok dubur terasa
ujung jari terjepit lumen rektum yang sempit dan sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian kembung pada perut menghilang untuk
sementara
11. Pemeriksaan penunjang apa lg yg dpt dilakukan ?
b.
Manometri anus yaitu pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan balon di
dalam rektum
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometri mengukur tekanan dari otot spinchter
anal dan seberapa baik seorang dapat merasakan perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada
anak-anak yang memiliki penyakit Hirschsprung otot pada rektum tidak relaksasi secara normal.
Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan mendorong. Tekanan otot spinchter anal
diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan otot spinchter seperti mencegah
sesuatu keluar. Saat mendorong seseorang seolah mencoba seperti pergerakan usus. Tes ini biasanya
berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan dewasa.
c.
Biopsi rektum menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf.
d.
Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas
terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
e.
Biopsi isap Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa ( Mansjoer,dkk 2000 hal 380 )
f.
Pemeriksaan colok anus, Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan kadang disertai
tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja, kotoran yang menumpuk dan
menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
12. apa komplikasi yg dpt terjadi pd bayi anis?
KOMPLIKASI HISPRUNG
1.
Kebocoran Anastomose
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis
anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses
sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini
dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam. Kebocoran anastomosis
ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik,
kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan
kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen proksimal.
2.
Stenosis
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah
anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang
dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein,
stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang
biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis
hingga fistula perianal. Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai
dari businasi hingga sfinkterektomi posterior.
3.
Enterokolitis
Enterocolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus. Semakin berkembang
penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin yang dapat meningkatkan
resiko perforasi. Proses ini dapat terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis
terjadi pada 10-30% pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang

Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah :
a.
Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b.
Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c.
Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d.
Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien dengan endorektal
pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada megakolon kongenital,
mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi usus
pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang tersisa
masih spastik. Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti
muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau busuk. Enetrokolitis nekrotikan
merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada
megakolon kongenital adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah
dihadapkan pada konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah.
4.
Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk menilai fungsi
anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu
untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah sama.
Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita,
keluarnya sedikit-sedikit dan sering.
5.
Inkontensitas (jangka panjang).

KOMPLIKASI palatoskizis
a. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan komplikasi yang paling
penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul sebagai hasil dari prolaps dari
lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi
sutura lidah membantu dalam menangani kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang
berlarut-larut karena perubahan pada dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula
yang kecil. Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan
palatum telah sempurna.
b. Perdarahan
Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena kayanya darah yang
diberikan pada paltum, Intraoperative hemorrhage is a potential complication. Because of the rich blood
supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharukan untuk dilakukannya transfuse. Hal ini bisa
berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total volume darahnya rendah. Penilaian preoperative dari
jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan
penggunaa intraoperatif dari oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa
terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung mucosa
seharusnya diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya.
c. Fistel palatum
Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan operasi, atau hal
tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat timbul dimanapun
sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni sebanyak 34%, dan berat-ringannya
cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate
post operatif bisa ditangani dengan dua cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis
gigi bisa digunakan untuk menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala

diharuskan untuk terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior merupakan
alasan utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior
yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika supply darah telah
memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu sampai pasien
menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki fistula. Jika metode
penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan
penutupan.

d. Midface abnormalities
Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan terlebih dahulu.
Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada beberapa persen pasien.
Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan berkurangnya demensi anterior dan
posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar
ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun
efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25%
pasien dengan cleft palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah
orthognathic. LeFort I osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang
menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.

e. Wound expansion
Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan
berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan
parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.

f. Wound infection
Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki pasokan darah
yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari
anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang
dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.

g. Malposisi Premaksilar
Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.

h. Whistle deformity
Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi sepanjang
garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.

i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir


Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting
lengkung.

13. Tatalaksana palatoskizis ?


1. Terapi Non-bedah
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus untuk
keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan,
obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum
diperbaiki.

Perawatan
Umum
Pada
Cleft
Palatum
Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate
yakni:

a. Intake makanan
Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena
ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap.
Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan bila
susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada bayi yang masih disusui,
sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika
dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar
sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi
menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam
bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan
obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok
dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau
memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang panjang
untuk mencegah aspirasi.
b. Pemeliharaan jalan nafas
Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi (dagu
pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah
jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre Robin
Sindrom)
c. Gangguan telinga tengah
Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada anakanak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer
dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat
perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak
yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling
utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli
konduktif dapat dicegah.

2. Terapi bedah
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada
usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena
memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga
sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik.Ada
beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum, yaitu:

1. Teknik von Langenbeck


Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang
masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada
palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah
anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum.
2. Teknik V-Y push-back
Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel
dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap
posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang
diperbaiki.

3. Teknik double opposing Z-plasty


Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi
dari m.levator.
4. Teknik Schweckendiek
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle ditutup
(pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18
bulan.
5. Teknik palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel
dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar
dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.

14. Tatalaksana hirsprung ?


1.
Pembedahan
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a
Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan
secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b
Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar
9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama (Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave.
Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus
besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 : 37)
2. Konservatif

Pada
neonatus dengan
obstruksi
usus dilakukan terapi
konservatif
melaluipemasangan
sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
3.
Tindakan bedah sementara
Kolostomi
dikerjakan
pada
pasien neonatus, pasien
anak
dan
dewasa
yangterlambat didiagnosis dan
pasien
dengan
enterokolitis b e r a t d a n k e a d a a n
u m u m m e m buruk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4.
Terapi farmakologi
Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan wujud feses
adalah efektif
Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik. Tidak
memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba
15. PROGNOSIS palatoskizis
Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara sehingga
diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak berbicara lambat atau hatihati maka akan terdengar seperti anak normal.
16. Kenapa timbul hemoroid?
Faktor Risiko
1. Keturunan: dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah.
2. Anatomi: vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan otot atau fasi sekitarnya.
3. Pekerjaan: orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemorrhoid.
4. Umur: pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
5. Endokrin: misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas
anus (sekresi hormone relaksin).
6. Mekanis: semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan
meninggi dalam rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi
prostate.
7. Fisiologis: bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
derita dekompensasio kordis atau sirosis hepatic.
8. Radang adalah factor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan
di daerah berkurang.
Klasifikasi Hemoroid Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line
menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel
skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada
bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004)
17.Hubungan gigi berlubang dengan kondisi ankanya ?

Anda mungkin juga menyukai