Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

SISTEM GASTROINTESTINAL

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Biodata pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Agama
Suku/bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
b. Penanggung jawab
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Hubungan dengan klien
Alamat
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem gastrointestinal
secara umum antara lain:
1) Nyeri
Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat melakukan
pendekatan PQRST, sehingga pengkajian dapat lebih
komprehensif. Kondisi nyeri biasanya bergantung pada
penyebab dasar yang juga mempengaruhi lokasi dan
distribusi penyebaran nyeri.
2) Mual muntah

Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang


sering dikeluhkan dan biasanya selalu berhubungan
dengan kerja involunter dari gastrointestinal. Mual
disebabkan oleh distensi atau iritasi dari bagian manasaja
dari saluran GI, tetapi juga dapat dirangsang oleh pusat-
pusat otak yang lebih tinggi. Interpretasi mual terjadi di
medulla, bagian samping, atau bagian dari pusat muntah.
Muntah merupakan salah satu cara traktus gastrointestinal
membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir
semua bagian atau traktus gastrointestinal teriritasi secara
luas, sangat mengembang, atau sangat terangsang.

3) Kembung dan Sendawa (Flatulens).

Akumulasi gas di dalam saluran gastrointestinal


dapat mengakibatkan sendawa yaitu pengeluaran gas dari
lambung melalui mulut (flatulens) yaitu pengeluaran gas
dari rektum. Sendawa terjadi jika menelan udara dimana
cepat dikeluarkan bila mencapai lambung.

4) Ketidaknyamanan Abdomen

Ketidaknyamanan pada abdomen secara lazim


berhubungan dengan gangguan saraf lambung dan
gangguan saluran gastrointestinal atau bagian lain tubuh.
Ketidaknyamanan atau distress abdomen bagian atas yang
berhubungan dengan makanan yang merupakan keluhan
utama dari pasien dengan disfungsi gastrointestinal.
5) Diare

Diare dapat terjadi akibat adanya zat terlarut yang


tidak dapat diserap di dalam feses, yang disebut diare
osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab
tersering iritasi adalah infeksi virus atau bakteri di usus
halus distal atau usus besar.

6) Konstipasi

Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang


sulit atau jarang. Frekuensi defekasi berbeda-beda setiap
orang sehingga definisi ini bersifat subjektif dan dianggap
sebagai penurunan relative jumlah buang air besar pada
seseorang. Defekasi dapat menjadi sulit apabila feses
mengeras dan kompak. Orang yang makan makanan
rendah serat atau makananan dan yang sehari –harinya
jarang bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi.

b. Riwayat penyakit sekarang


1) Pasien diminta untuk menjelaskan keluhannya dari gejala awal
sampai sekarang.
2) Tanyakan apakah pada setiap keluhan utama yang terjadi
bemberikan dampak terhadap intaik nutrisi, berapa lama dan
apakah terdapat perubahan berat badan?
3) Tanyakan pada pasien apakah baru-baru ini mendapat tablet atau
obat-obatan yang sering kali dijelaskan warna atau ukurannya
dari pada nama dan dosisnya.
4) Minta pasien untuk memperlihatkan semua tablet-tablet jika
membawanya dan catat semuanya.
c. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien sudah sakit penyakit yang sama atau tidak, atau
sudah di diagnosis dengan penyakit yang berbeda , apakah pasien di
opname atau tidak, dan apakah ada riwayat operasi sebelumnya. Atau
pasien mempunyai alergi atau tidak.

d. Riwayat penyakit keluarga


Apakah ada keluarga mempunyai penyakit yang sama atau
riwayat penyakit lain seperti penyakit kantung empedu, diabetes
mellitus, sindrom malabsorpsi, poliposis gastrointertinal, dan
kankerkolorektal.
e. Riwayat Sosial

Kejadian hidup yang menimbulkan stress saat ini, kebiasaan


merokok (dahulu dan sekarang), pola diet, dan komsumsi alkohol dan
kafein.

3. Pemeriksaan ABCDE
a. Airway : menjaga airway dengan kontrol servikal (Cervikal Spine
Control).
b. Breathing: menjaga pernafasan dengan vebtilasi control (Ventilitation
Control).
c. Circulation : dengan mengontrol perdarahan (Bledding
Control).
d. Disability: status neurologis (Tingkat kesadaran/GCS. Respon pupil).
e. Exposure/Encironmental Control : buka baju penderita tetapi
cegah hiptermia.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Ikterus
Ikterus atau jaundice merupakan suatu kondisi yang sering
ditemukan perawat di klinik dimana konsentrasi biliribin dalam darah
mengalami peningkatan abnormal sehingga semua jaringan tubuh
yang mencakup sklera dan kulit akan berubah warna menjadi kuning
atau kuning kehijauan.
b. Kaheksia dan atrofi

Kegagalan saluran GI untuk menyerap makanan secara


fisiologis dapat menyebabkan kehilangan berat badan dan kaheksia
(kondisi tubuh terlihat kurus dan lemah). Keadaan ini dapat
disebabkan oleh keganasan GI. Keriput pada kulit yang terlihat di
abdomen dan anggota badan menunjukkan penurunan berat badan
yang belum lama terjadi.

c. Bibir

Bibir dikaji terhadap kondisi warna, tekstur, hidrasi, kontur,


serta adanya lesi. Bibir yang pucat dapat disebabkan karena anemia,
sedangkan sianosis desebabkan oleh masalah pernapasan atau
kardiovaskular. Lesi seperti nodul dan ulserasi dapat berhubungan
dengan infeksi, iritasi, atau kanker kulit.

d. Rongga mulut

Pemeriksaan fisik rongga mulut dilakukan untuk menilai


kelainan atau lesi yang mempengaruhi pada fungsi ingesti dan
digesti.

e. Lidah dan dasar mulut

Inspeksi dengan cermat pada semua sisi lidah dan bagian


dasar mulut.

f. Kelenjar parotis

Pemeriksaan kelenjar parotis dengan melakukan palpasi


kedua pipi pada daerah parotis untuk mencari adanya pembesaran
parotis
5. Pengkajian Fisik Pada Abdomen
a. Inspeksi

Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan


diamati dengan seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan
adalah:

1) Keadaan kulit

Warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman),


elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi),
kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas
garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif),
jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/
cushing syndrome), pelebaran pembuluh da rah vena
(obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi
portal).
2) Besar dan bentuk abdomen
Rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
3) Simetrisitas
Perhatikan adanya benjolan local (hernia,
hepatomegali, splenomegali, kista ovarii,
hidronefrosis).Gerakan dinding abdomen pada peritonitis
terbatas.
4) Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat
diperkirakan organ apa atau tumor apa.
5) Peristaltik
Gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi
ileus, tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga
tampak (darm-contour).
b. Auskultasi
Auskultasi digunakan untuk mendengarkan suara peristaltic
usus dan bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
1) Mendengarkan suara peristaltik usus.
Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya
gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal
berkisar 5-34 kali/ menit.
2) Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan
diastolic, atau kedua fase. Misalnya pada aneurisma aorta,
terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi
portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di
daerah epigastrium.
c. Palpasi
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
1) Pasien  diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring
terlentang. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
2) Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak
tangan. Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ,
digunakan    ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan
penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada
dinding abdomen.
3) Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam.
Bila ada daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini
diperiksa paling akhir.
4) Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi
maka pasien diminta untuk menekuk lututnya. Namun jika otot
kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
5) Palpasi bimanual : palpasi dilakukan dengan kedua telapak
tangan, dimana tangan kiri berada di bagian pinggang kanan
atau  kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian depan
dinding abdomen.
6) Pemeriksaan ballottement : cara palpasi organ abdomen dimana
terdapat asites. Caranya dengan melakukan tekanan yang
mendadak pada dinding abdomen & dengan cepat tangan ditarik
kembali.
d. Perkusi
Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ
berongga yang berisi udara), kecuali di daerah h ati (redup; organ
yang padat).

B. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut berhubungan dengan Agens Cedera Biologis.
2. Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan Efek anestesi :
ventilasi paru tidak adekuat.
3. Resiko Syok berhubungan dengan sepsis.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan perlukaan.
C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


. KEPERAWATAN NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan dengan Kriteria Hasil : a. Lakukan pengkajian nyeri secara
Agens Cedera Biologis. a. Mampu mengontrol nyeri (tahu komprehensif termasuk lokasi,
penyebab nyeri, mampu karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
menggunakan tehnik nonfarmakologi dan faktor presipitasi.
untuk mengurangi nyeri, mencari b. Bantu pasien dan keluarga untuk
bantuan). mencari dan menemukan dukungan.
b. Tanda vital dalam rentang normal. c. Observasi reaksi nonverbal dari
c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketidaknyamanan.
dengan menggunakan manajemen d. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
nyeri. e. Kontrol lingkungan yang dapat
d. Menyatakan rasa nyaman setelah mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri berkurang. ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
e. Mampu mengenali nyeri (skala, f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). menentukan intervensi.
f. Tidak mengalami gangguan tidur g. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali.
h. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
i. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin.
j. Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur.
k. Tingkatkan istirahat
2. Gangguan Ventilasi Spontan Kriteria Hasil : Mechanical ventilation management :
berhubungan dengan Efek a. Respon alergi sistemik : tingkat Invasive
anestesi : ventilasi paru tidak keparahan respons hipersensitivitas a. Pastikan alarm ventilator aktif.
adekuat imun sistemik terhadap antigen b. Konsultasikan dengan tenaga kesehatan
lingkungan (eksogen). lainnya dalam pemilihan jenis
b. Status pernafasan ventilasi : ventilator.
pergerakan udara keluar masuk paru c. Pantau adanya kegagalan pernafasan
adekuat. yang akan terjadi.
c. Tanda vital : tingkat suhu tubuh, d. Pantau adanya penurunan volume
nadi, pernafasan, tekanan darah ekshalasi dan peningkatan tekanan
dalam rentang normal. inspirasi pada pasien.
d. Menerima nutrisi adekuat sebelum, e. Pantau efek perubahan ventilator
selama, dan setelah proses terhadap oksigenasi.
penyapihan dan ventilator f. Auskultasi suara napas, catat area
penurunan atau ketiadaan ventilasi dan
adanya suara napas tambahan.
g. Tentukan kebutuhan pengisapan
dengan mengauskultasi suara ronki
basah halus dan ronki basah kasar
dijalan nafas.
h. Lakukan higine mulut secara rutin
Oxygen Therapy
a. Bersihkan mulut, hidung, dan trakea
sekresi.
b. Menjaga patensi jalan nafas.
c. Mengatur peralatan oksigen dan
mengelola melalui sistem, dipanaskan
dilembabkan.
d. Memantau aliran liter oksigen.
e. Amati tanda-tanda oksigen diinduksi
hipoventilasi.
f. Memantau tanda-tanda toksisitas
oksigen dan penyerapan atelektasis.
g. Menyediakan oksigen ketika pasien
diangkut
3. Resiko Syok berhubungan dengan Kriteria Hasil : Syok Prevention
sepsis. a. Nadi dalam batas yang diharapkan. a. Monitor status sirkulasi BP, warna
b. Irama jantung dalam batas yang kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR,
diharapkan. dan ritme, nadi perifer, dan kapiler
c. Frekuensi nafas dalam batas yang refill.
diharapkan. b. Monitor tanda inadekurat oksigenasi
d. Irama pernapasan dalam batas yang jaringan.
diharapkan. c. Monitor suhu dan pernafasan.
d. Monitor input dan output.
e. Monitor hemodinamik invasi yang
sesuai.
f. Monitor tanda dan gejala asites.
g. Monitor tanda awal syok.
h. Tempatkan pasien pada posisi supine,
kaki elevasi untuk peningkatan preload
dengan tepat.
i. Berikan cairan iv dan atau oral yang
tepat.
j. Ajarkan keluarga dan pasien tentang
tanda dan gejala datangnya shok.
k. Ajarkan keluarga dan pasien tentang
langkah untuk mengatasi gejala syok
Syok Management
a. Monitor fungsi neurologis.
b. Monitor tekanan nadi.
c. Monitor status cairan, input output.
d. Monitor EKG.
e. Catat gas darah arteri dan oksigen
dijaringan.
f. Memonitor gejala gagal pernafasan .
g. Monitor nilai laboratorium .
h. Memanfaatkan pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah
4. Resiko infeksi berhubungan Kriteria Hasil : a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
dengan perlukaan. a. Klien bebas dari tanda dan gejala pasien lain.
infeksi. b. Pertahankan teknik aseptif.
b. Mendeskripsikan proses penularan c. Cuci tangan setiap sebelum dan
penyakit, faktor yang mempengaruhi sesudah tindakan keperawatan.
penularan serta penatalaksanaannya. d. Batasi pengunjung bila perlu.
c. Menunjukkan kemampuan untuk e. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
mencegah timbulnya infeksi. alat pelindung.
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat. f. Ganti letak IV perifer dan dressing
e. Jumlah leukosit dalam batas normal. sesuai dengan petunjuk umum.
f. Status imun, gastrointestinal, g. Tingkatkan intake nutrisi.
genitourinaria dalam batas normal h. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing.
i. Pertahankan teknik isolasi k/p.
j. Berikan terapi antibiotic.
k. Monitor adanya luka.
l. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
m. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi.
n. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam.
o. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
p. Dorong istirahat.
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani, A. (2010). Pengkajian Keperawatan Kritis. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Anda mungkin juga menyukai