Anda di halaman 1dari 10

Ada yang kebahagiaannya mudah dipicu hanya dengan satu lemparan senyum atau

pujian. Namun ada juga yang meskipun sudah memiliki kehidupan yang dianggap
menyenangkan oleh yang lain, dirinya sendiri malah masih merasa kurang bahagia.

Masalah kembali muncul, ketika kebahagian di zaman sekarang bersinggungan dengan


berbagai hal lain yang lebih luas. Contohnya saja, kebahagiaan ternyata berkaitan erat dengan
bagaimana cara kita mengembangkan diri. Sadar atau tidak, cara diri kita berproses dalam
mengembangkan diri sendiri juga mempengaruhi kebahagiaan. Mari saya jelaskan alasannya.

Jika kalian adalah orang yang ingin berkembang, pastilah kalian melakukan sesuatu
untuk mengembangkan diri. Namun ketika di tengah perjalanan mengembangkan diri sendiri,
kita melihat orang lain baru saja mencapai sesuatu yang spesial, maka biasanya sulit untuk
memandang diri sendiri dengan pandangan yang sama lagi. Kebahagiaan kita pun sedikit
tergoyahkan karena hal ini. Kita menjadi lebih cemas dari pada biasanya.

Hal itu disebabkan karena orientasi pengembangan diri kita selama ini adalah untuk
mencapai tujuan menjadi “orang spesial”. Kita terburu-buru mempersiapkan diri kita untuk
sejajar dengan “orang spesial” yang lain. Sehingga saat kita merasa orang lain sudah lebih dulu
memenuhi standar untuk menjadi orang spesial, kita jadi merasa tertinggal.

Menurut saya, permasalahannya bukan pada keinginan untuk menjadi spesial. Namun
karena kita menginginkan kebahagiaan dari penghargaan, pujian, dan hal-hal lain yang kita
dapatkan setelah menjadi orang spesial tadi. Tanpa kita sadari, kita mengembangkan diri selama
ini dengan dihantui alasan karena menginginkan standar kebahagiaan orang lain untuk kita
rasakan sendiri.

Karena begitu terlena membayangkan bagaimana bahagianya kita mencapai kebahagiaan


orang lain, kita jadi lupa pada sesuatu yang sebenarnya membuat kita bahagia. Fokus kita
tergoyahkan karena melihat orang lain merasa bahagia dengan suatu pencapaian yang spesial
sehingga kita ingin mencapai hal itu juga. Kita ‘ikut-ikutan’ ingin menjadi spesial.

Seharusnya kita memiliki standar kebahagiaan masing-masing, sehingga


kebahagiaan orang lain tidak lagi menjadi hal yang mempengaruhi kebahagiaan kita.
Tidak dipungkiri saya juga pernah ingin menjadi seseorang yang spesial seperti beberapa
role-model saya. Namun setelah dipikir kembali, bukan menjadi “spesial” lah yang sebenarnya
saya inginkan. Karena menjadi spesial hanya bonus setelah kita mencapai suatu tujuan. Ada
alasan lain yang mendasari seseorang mendapatkan predikat “spesial”. Alasan itulah yang
seharusnya masing-masing dari kita miliki.

Terlepas dari semua itu, tetaplah miliki keinginan untuk menjadi spesial karena hal itu
baik untuk dijadikan motivasi. Namun milikilah keinginan itu bukan karena ingin mendengar
pujian bahwa kalian “spesial”. Namun karena ingin tujuan dibalik menjadi “orang spesial” itu
tercapai sehingga kalian bisa melakukan lebih banyak hal baik lagi setelah mendapatkan predikat
spesial tadi.

Bahagia adalah pilihan, keputusan yang lahir dari hati setiap manusia. Dicari,
diperjuangkan dan dinikmati dalam kehidupan kita. Arti kebahagiaan bagi setiap orang memang
tak selalu sama karena kebahagiaan sering dipersepsikan sebagai ketercapaian atas sesuatu yang
kita inginkan, kesuksesan atau kesempurnaan. Sejatinya, tidak ada kesempurnaan yang bisa
membuat kita bahagia, tetapi kebahagian membuat hidup kita terasa sempurna. Setiap harapan
dan kenyataan sebenarnya bisa membuat kita bahagia karena diri kitalah yang bisa menentukan,
menjadi sumber, dan merasakan kebahagiaan itu. Apakah makna bahagia yang sesungguhnya?
Bagaimanakah cara kita untuk bahagia?

Bahagia bisa dimaknai sebagai menyatunya berbagai perasaan positif sehingga


menumbuhkan ketentraman dan ketenangan hati, serta melahirkan kebermaknaan hidup.
Kebahagiaan hakiki bukan sekedar mengejar mimpi, tapi memiliki mimpi bisa membuat kita
termotivasi untuk bahagia. Kebahagiaan sejati tidak bersumber pada kesempurnaan materi
karena materi hanya perantara dan sementara. Kebahagiaan itu terjadi jika kita benar-benar
memahami hati, bersahabat dengan hati, mengikuti kata hati, dan menjadikannya energi untuk
membuat keadaan dan kenyataan yang kita jalani lebih berarti. Kata hati tak pernah mendustai,
menuntun kita kepada kejujuran memahami, mengasah kepekaan untuk merasakan, memberi dan
berbagi dengan orang lain, tanpa kepura-puraan dan tanpa ditutup-tutupi.
Banyak cara yang dilakukan orang dengan tujuan dan alasan kebahagiaan. Dari
eksploitasi fisik hingga eksplorasi pikiran. Berkutat dengan fakta dan logika, hingga semua hal
sering dinilai dengan logis dan tak logis. Kata hati, begitu sering terlupakan dan terabaikan.
Padahal, kata hati mampu menuntun kita ke jalan yang tepat. Jalan yang bisa membuat kita
merasa bahagia. Meskipun barometer kebahagiaan bagi setiap orang bersifat relatif, kebahagiaan
itu sederhana jika kita mau mengikuti kata hati. Diri dan cara kita menyikapi setiap keadaanlah
yang sebenarnya sering membuat kebahagiaan itu sirna.

Mungkin kita pernah mangalami kondisi seperti ini

 Kita tidak bahagia karena kita terlalu banyak keinginan, sehingga kita tidak fokus
berproses mencapai satu keinginan, tidak benar-benar memahami apa sebenarnya yang
lebih kita butuhkan. Keinginan yang berlebihan adalah nafsu yang mencelakakan dan
menimbulkan penyesalan.
 Kita tidak bahagia karena kita seringkali berperang dengan diri, merasa tidak puas
dengan keadaan dan tidak mampu menerima kenyataan hidup, sehingga kita larut dalam
kekecewaan, menyalahkan bahkan mengkambinghitamkan orang lain, dan menyalahkan
takdir

 Kita tidak bahagia karena kita selalu melihat ke atas, terlalu sering membandingkan diri
dengan orang yang lebih tinggi, sehingga selalu merasa kurang dan merasa tidak adil.

 Kita tidak bahagia karena kita mencintai kesempurnaan – bukan keutuhan, sehingga sulit
menerima kekurangan diri dan orang lain, tidak siap menerima perubahan sesuatu yang
kita anggap sempurna, dan ingin selalu mempertahankan kesempurnaan itu.

 Kita tidak bahagia karena kita terlalu mencintai kesenangan hidup dan tidak siap
menghadapi kesusahan, sehingga kita tidak memiliki keterampilan dan keahlian untuk
menghadapi kekecewaan dan masalah. Padahal, masalah dan kepahitan merupakan
guru kehidupan yang bisa membuat pencerahan

 Kita tidak bahagia karena kita sering berburuk sangka kepada Yang Maha Menentukan,
selalu menerka-nerka yang akan terjadi, cemas, gelisah dan takut, sehingga kepercayaan
dan keyakinan kita goyah, bahkan hilang
Semua hal yang membuat kita tidak bahagia sebenarnya bersumber dari diri kita sendiri.
Dominasi persepsi dan cara pandang yang keliru seringkali menguasai diri daripada kata hati.
Padahal, cara untuk bahagia ada pada hati, yaitu keikhlasan hati untuk menerima dan
mensyukuri yang ada, serta sabar menghadapi kenyataan.

Ikhlas adalah keterampilan kita untuk berpasrah dan berserah diri. Keikhlasan


hati merupakan energi tertinggi yang akan memotivasi diri untuk menyempurnakan ikhtiar, serta
kepasrahan diri kepada Yang Maha Memberi. Energi ikhlas akan bersinergi dengan rasa syukur
dan kesabaran, sehingga melahirkan bahagia di hati kita. Sabar menghadapi ketidaksesuaian
antara keinginan dengan kenyataan dan mensyukuri yang Allah SWT berikan merupakan strategi
untuk mengubah kegelisahan menjadi ketenangan, mengambil hikmah dari musibah, mereduksi
kesedihan menjadi kebahagian, mengevaluasi dan memperbaiki kesalahan, serta merevolusikan
hati menjadi lebih indah. Keikhlasan, kesabaran dan rasa syukur ini akan menimbulkan keajaiban
berupa tumbuhnya perasaan-perasaan positif yang menentramkan hati seperti kejujuran,
keterbukaan hati dan pikiran, kerelaan untuk memberi dan berbagi, pemahaman atas jati diri dan
kesadaran untuk memiliki tujuan hidup, sehingga dapat merasakan kebermaknaan hidup dan
menghayati nikmatnya hidup. Sifat- sifat hati yang seperti ini yang bisa membuat kita bahagia.
Kebahagiaan sejati yang mungkin bisa membuat kecerdasan spiritual kita tumbuh dan
teraplikasikan dengan baik.

Setiap manusia boleh menentukan target dan mencapainya karena sesungguhnya


manifestasi dari keikhlasan ialah menyempurnakan ikhtiar, berpasrah diri, serta ridho dengan
kenyataan atau hasil yang dicapai. Memang mudah diucapkan, tetapi sulit dilakukan. Namun,
ikhlas, sabar dan bersyukur merupakan proses belajar dan berlatih sepanjang hidup kita untuk
senantiasa merasa bahagia. Dimulai dari kita dan saat ini juga. Semoga hati kita selembut sutra
dan sekokoh baja, mudah tersentuh percikan iman dan tetesan hidayah, serta menetap dalam
keteguhan iman.

Agama selalu berpartisipasi dalam menciptakan dunia yang lebih baik, adil, dan damai.
Agama secara historis dan teologis lahir dari kondisi yang dimana manusia hidup dalam dosa.
Dalam konteks ini, agama mendorong transformasi sosial dari situasi konflik dan
ketidakberdayaan menjadi situasi yang lebih baik, adil, damai, dan penuh dengan sukacita. Untuk
dapat menjadi contoh bagi perdamaian dunia, agama tentu harus Kembali dengan mendengarkan
pesan-pesan Tuhan. Hal ini dapat kita lakukan dengan membaca dan mempelajari kitab suci.
Kalau pesan-pesan dala kitab suci sulit untuk dimengerti, berusahalah untuk menafsirkannya
dengan mendengarkan hati nurani masing-masing. Peran agama dalam mengatasi konflik dapat
dilakukan dengan melakukan dialog antar kelompok agama yang berbeda. Dalam konteks ini,
perbedaan adalah cara Tuhan memberikan pesan-pesanNya kepada manusia. Saling menghargai
dan menghormati orang-orang yang beragama berbeda menjadi salah satu langkah dalam
membangun dunia yang lebih baik dan juga, merupakan cara agama dalam menemukan pesan
Tuhan mengenai bagaimana perdamaian dunia perlu diciptakan.

Dialog antar umat beragama ada banyak macamnya. Ada dialog kehidupan, dialog
melakukan pekerjaan sosial, dialog pengalaman keagamaan, dan dialog teologis. Sebagai
mahasiswa, kita juga dapat ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia antar umat
beragama. Seperti yang telah disebutkan dalam paragraf diatas, salah satu cara mudah yang dapat
kita lakukan adalah dengan melakukan dialog kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan kampus
sehari-hari, kita akan menjumpai banyak teman dengan latar belakang agama yang berbeda-beda
pula. Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk saling menghormati dan menghargai teman-teman
kita yang berbeda agama. Misalnya, memberi ucapan selamat hari raya kepada teman kita yang
merayakannya, menghormati teman yang sedang melaksanakan puasa, dan lain sebagainya.

Agama bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan penciptanya dan bukan juga
hanya urusan yang menyangkut para pengikut agamanya masing – masing. Namun,
sesungguhnya semua agama mengajarkan kebaikan, cinta kasih, dan keadilan bagi semua umat
manusia. Dari sini dapat dilihat bahwa agama memiliki peranan penting yang dapat mengatur
dan membentuk para penganutnya untuk menciptakan perdamaian di dunia dan memiliki
pengaruh yang besar dalam menciptakan hubungan baik antar sesama umat manusia. Walaupun
dalam kenyataannya, masih banyak agama yang dijadikan sarana untuk kepentingan kelompok -
kelompok yang tidak menyukai perdamaian dunia. Kelompok yang ekstrimis dan fanatik
terhadap sesuatu sering kali menjadikan agama sebagai tameng yang akhirnya menimbulkan
konflik. Agama tidak lagi dipandang sebagai alat pemersatu namun sebaliknya sebagai bahan
konflik. Agama seharusnya dijadikan sebagai pemersatu, bukan pemecah sebagaimana yang
setiap agama ajarkan. Adanya agama di dunia ini menurut saya sebagai pedoman setiap masing-
masing individu. Bahkan, apapun agama yang kita anut, kita masih sama-sama manusia yang
saling membutuhkan manusia lain.

      Akan sangat disayangkan jika dunia ini berperang hanya karena masalah agama. Sebagai
mahasiswa yang menyadari hal ini, sudah sepatutnya semua generasi-generasi pemuda saat ini
sadar akan pentingnya peran para generasi penerus dan peran agama yang sudah seharusnya
untuk menciptakan kedamaian dunia. Sebagai mahasiswa, kita harus sadar bahwa dunia sangat
luas dan sangat beragam juga individu yang ada di dalamnya. Tugas kita pun kedepannya ialah
mempertahankan kedamaian yang saat ini sudah ada dan menghapuskan segala hal yang sifatnya
diskriminatif yang dapat mengganggu perdamaian. Peran mahasiswa untuk menciptakan dan
menjaga perdamaian pun banyak yang dapat dilakukan, termasuk salah satunya yang dapat kita
lakukan dari hal yang sederhana namun bermakna ialah menjadi individu yang mau menerima
dan menyukai perbedaan. Sebab jika kita sudah sadar akan hal tersebut, ini akan melahirkan sifat
toleransi. Sifat toleransi inilah didapat dari pemahaman bahwa manusia yang hidup di dunia ini
sangat beragam dan kita saling membutuhkan satu sama lain. Dengan sadarnya akan hal ini pun,
kita bisa mengembangkan cara-cara lain, yaitu agar menjadi individu yang berakhlak mulia,
generasi penerus yang berkarakter, dan pemuda yang menjunjung tinggi harkat dan martabat
bangsanya.

      Dalam Islam, terdapat banyak sekali dalam Al-Qur’an dan Haditz yang mengatakan bahwa
Allah sangat menyukai perdamaian dan sesungguhnya manusia-manusia yang mulia dan
bertaqwa di sisiNya ialah manusia yang mencintai perdamaian. Dalam ajaran Islam pun, Allah
menyebutkan dalam Al-Qu’ran bahwa seorang Muslim harus berbuat baik tidak hanya ke sesama
Muslimin lainnya, namun berbuat baik kepada seluruh umat manusia. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa Islam sangat mendorong umatnya untuk tidak saling membeda-bedakan satu
sama lain dan pentingnya arti toleransi. Islam juga mengajarkan bahwa perjalanan menuju
kedamaian dimulai dari seorang individu itu sendiri. Sumber pertamanya ialah ditanamkan dari
dalam hati masing-masing. Ketika ia berkembang dalam pribadi seseorang, maka keluarganya
akan mendapatkan kedamaian. Dari keluarga, dampaknya akan berkembang ke masyarakat. Dan
saat sebuah bangsa meraih kedamaian itulah, maka ia akan berkontribusi pada perdamaian dunia.
Era globalisasi dapat menimbulkan perubahan pola hidup masyarakat yang lebih modern.
Akibatnya masyarakat cenderung untuk memilih kebudayaan baru yang dinilai lebih praktis
dibandingkan dengan budaya lokal. Salah satu faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan
dimasa sekarang adalah; kurangnya generasi penerus yang memiliki minat untuk belajar dan
mewarisi kebudayaannya sendiri.Oleh karena itu, penulisan artikel ini bertujuan untuk
memaparkan tentang upaya melestarikan budaya Indoesia di era globalisasi.Metode yang
digunakan dalam tulisan ini adalah kualitatif dengan teknik studi pustaka dalam mengumpulkan
data. Menurut Malinowski, Budaya yang lebih tinggi dan aktif akan mempengaruhi budaya yang
lebih rendah dan pasif melalui kontak budaya. Teori Malinowski ini sangat nampak dalam
pergeseran nilainilai budaya kita yang condong ke Barat.Dalam era globalisasi informasi menjadi
kekuatan yang sangat dahsyat dalam mempengaruhi pola pikir manusia.Untuk mengatasi hal ini,
perlu kesadaran akan pentingnya budaya lokal sebagai jati diri bangsa. Kewajiban bagi setiap
lapisan masyarakat untuk mempertahankannya, dimana peran generasi muda sangat diharapkan
untuk terus berusaha mewarisi budaya lokal dan akan menjadi kekuatan bagi eksistensi budaya
lokal itu sendiri walaupun diterpa arus globalisasi. Upaya dalam Menjaga dan melestarikan
budaya Indonesia dapatdilakukan dengan dua cara. yaitu; Culture Experiencedan Culture
Knowledge.

Menurut Koentjaraningrat (2015: 146) kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan


gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari
hasil budi dan karyanya itu. Bila dilihat dari bahasa inggris kata kebudayaan berasal darikata
latincolera yang berarti mengolah atau mengerjakan, yang kemudian berkembang menjadi kata
culture yang diartikan sebagai daya dan usaha manusia untuk merubah alam.Banyak berbagai
definisi dari kebudayaan, namun terlepas dari itu semua kebudayaan pada hekekatnya
mempunyai jiwa yang akan terus hidup, karena kebudayaan terus mengalir pada diri manusia
dalam kehidupannya. Kebudayaan akan terus tercipta, dari tempat ketempat, dari individu ke
individu dan dari masa ke masa. Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat diatas menggambarkan
bahwa kebudayaan selalu akan mengalami perubahan-perubahan dari waktu ke waktu sehingga
masyarakat yang memiliki kebudayaan itu harus tetap mengenal, memelihara dan melestarikan
kebudayaan yang dimiliki agar setiap perubahan yang terjadi tidak menghilangkan karakter asli
dari kebudayaan itu sendiri.

Kebudayaan dan masyarakat adalah ibarat dua sisi mata uang, satu sama lain tidakdapat
dipisahkan.Disamping itu, Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam budaya
sosial masyarakat yang unik dan indah serta sangat cocok bagi para pelancong yang ingin
melihat pesona sosial budaya Indonesia. Oleh karena itu, para wisatawan sangat antusias untuk
memenuhi kerinduannya dalam menyaksikan langsung akanNatural Wonderful cultureyang sulit
ditemui pada bagian bumi yang lain di dunia ini. Pada tahun 2018, semua orang dari semua
penjuru di dunia berbondongbondong datang ke Labuanbajo NTT, hanya untuk mau
menyaksikan langsung kebudayaan lokal dan komodo-komodo yang ada disana.

Teori Sinkronisasi Budaya (Hamelink dalam Liliweri, 1983: 23) menyatakan “lalu lintas
produk budaya masih berjalan satu arah dan pada dasarnya mempunyai mode yang sinkronik.
Negara-negara Metropolis terutama Amerika Serikat menawarkan suatu model yang diikuti
negara-negara satelit yang membuat seluruh proses budaya lokal menjadi kacau atau bahkan
menghadapi jurang kepunahan. Dimensi-dimensi yang unik dari budaya Nusantara dalam
spektrum nilai kemanusiaan yang telah berevolusi berabad-abad secara cepat tergulung oleh
budaya mancanegara yang tidak jelas manfaatnya.Ironisnya hal tersebut justru terjadi ketika
teknologi komunikasi telah mencapai tataran yang tinggi, sehingga kita mudah melakukan
pertukaran budaya. (Dalam sumber yang sama) Hamelink juga menyatakan, bahwa dalam
sejarah budaya manusia belum pernah terjadi lalu lintas satu arah dalam suatu konfrontasi
budaya seperti yang kita alami saat ini. Karena sebenarnya konfrontasi budaya dua arah di mana
budaya yang satu dengan budaya yang lainnya saling pengaruh mempengaruhi akan
menghasilkan budaya yang lebih kaya (kompilasi). Sedangkan konfrontasi budaya searah akan
memusnahkan budaya yang pasif dan lebih lemah. Menurut Hamelink, bila otonomi budaya
didefinisikan sebagai kapasitas masyarakat untuk memutuskan alokasi sumber-sumber dayanya
sendiri demi suatu penyesuaian diri yang memadai terhadap lingkungan, maka sinkronisasi
budaya tersebut jelas merupakan ancaman bagi otonomi budaya masyarakatnya.

Pada awalnya, Indonesia mempunyai banyak peninggalan budaya dari nenek moyang kita
terdahulu, hal seperti itulah yang harus dibanggakan oleh penduduk Indonesia sendiri, tetapi saat
ini budaya Indonesia sedikit menurun dari sosialisasi di tingkat nasional,sehingga masyarakat
kini banyak yang melupakan dan tidak mengetahui apa itu budaya Indonesia. Semakin majunya
arus globalisasi rasa cinta terhadap budaya semakin berkurang, dan hal ini sangat berpengaruh
terhadap keberadaan budaya lokal dan bagi masyarakat asli Indonesia.

Saat ini Indonesia lebih gencar mempromosikan budaya Indonesia dalam kancah
Internasional, buktinya masyarakat luar lebih mengenal budaya Indonesia dibandingkan
masyarakat Indonesia.Sebagai contoh adalah batik hasil dari budaya Indonesia, batik tersebut
belakangan ini termasuk salah satu budaya yang diminati oleh masyarakat luar.Muncul trend ini
dikarenakan batik telah ditetapkan oleh UNESCO pada hari jumat tanggal 02 oktober 2009
sebagai warisan budaya Indonesia, dan hari itulah ditetapkannya sebagai hari batik nasional.

Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya


masyarakat Indonesia.Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang menyebabkan terjadinya
perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor),
seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan modifikasi setempat. Kedua, adalah
kekuatan dari luar masyarakat(external factor), seperti pengaruh kontakkontak antar budaya
(culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta perubahan
lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan
masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka ( Koentjaraningrat, 2015: 191).

Kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal sekarang ini terbilang masih sangat
minim.Masyarakat lebih memilih budaya asing yang lebih praktis dan sesuaidengan
perkembangan zaman.Hal ini bukan berarti bahwa tidak boleh mengadopsi budaya asing, namun
banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Seperti masuknya budaya
asing yaitu budaya berpakaian yang lebih mini dan terbuka yang sering dikenal istilah” you can
see” dimana tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang menganut nilai sopan santun dan
ditunjang dengan mayoritas penduduknya beragama islam yag menjunjung tinggi cara
berpakaian yang dapat menutup aurat. Budaya lokal juga dapat disesuaikan dengan
perkembangan zaman, selagi tidak meninggalkan ciri khas dari budaya aslinya. Kurangnya
pembelajaran budaya merupakan salah satu sebab dari memudarnya budaya lokal bagi generasi
muda. Oleh karena itu, Pembelajaran tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini. Namun
sekarang ini banyak yang sudah tidak menganggap penting mempelajari budaya lokal. Hal ini
dibuktikan dengan dalam setiap rencana pembangunan pemerintah, bidang sosial budaya masih
mendapat porsi yang sangat minim. Padahal melalui pembelajaran budaya, kita dapat
mengetahui pentingnya budaya lokal dalam membangun budaya bangsa serta bagaiman cara
mengadaptasikan budaya lokal di tengah perkembangan zaman yaitu era globalisasi (Sedyawati:
2006: 28).

Pelestarian sebagai kegiatan atau yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan
terpadu guna mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan
abadi, bersifat dinamis, luwes, dan selektif.Pelestarian budaya adalah upaya untuk
mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan perwujudan
yang bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
selalu berubah dan berkembang.Widjaja (1986) mengartikan pelestarian sebagai kegiatan atau
yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan tujuan tertentu yang
mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes dan selektif
(Widjaja dalam Ranjabar, 2006:56). Menjaga dan melestarikan budaya Indonesia dapatdilakukan
dengan berbagai cara. Ada dua cara yang dapat dilakukan masyarakat khususnya sebagai
generasi muda dalam mendukung kelestarian budaya dan ikut menjaga budaya lokal.

Anda mungkin juga menyukai