Anda di halaman 1dari 8

Nama : Viki Canggih Kurnia

Npm : 1931090380
Prodi : Sosiologi Agama / 5E
Mata kuliah : Sosiologi Gender dan Keluarga

1. Manfaat analisis gender


→ Gender merupakan perbedaan yang terlihat antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari
nilai dan tingkah laku titik gender itu berasal dari bahasa latin yaitu genus yang berarti jenis
atau tipe gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang
dibentuk secara sosial maupun budaya. Perlu diketahui, pengertian gender berbeda dengan
pengertian jenis kelamin. Gender dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana individu yang
dilahirkan secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan yang kemudian memperoleh
pencurian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut- atribut maskulinitas dan
feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol di masyarakat yang
bersangkutan titik lebih singkatnya, gender dapat diartikan sebagai suatu konstruksi sosial atas
seks, menjadi peran dan perilaku sosial. Menurut ilmu sosiologi dan antropologi gender itu
sendiri adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah
dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula.
Kesetaraan gender atau gender equality merupakan konsep yang dikembangkan dengan
mengacu pada dua instrumen internasional yang mendasar. Dalam hal ini yakni deklarasi
universal hak asasi manusia dan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi diskriminasi
terhadap perempuan titik deklarasi universal hak asasi manusia menyatakan bahwa semua
manusia dilahirkan bebas dan sama dengan merajuk pada deklarasi ini, konvensi tentang
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan mencantumka istilah "hak yang
sama untuk laki-laki dan perempuan" dan "kesetaraan hak laki- laki dan perempuan". Konsep
kesetaraan gender merujuk pada kesadaran penuh laki-laki dan perempuan untuk menikmati
rangkaian lengkap hak-hak politik ekonomi sosial dan budaya. Ini juga merujuk pada situasi
dimana tidak individu yang ditolak aksesnya atas hak-hak tersebut, atau hak-hak tersebut
dirampas dari mereka karena jenis kelamin mereka.
Keadilan gender dikembangkan oleh pihak-pihak yang khawatir bahwa istilah kesetaraan
gender tidak memadai baik di tingkat konseptual maupun ditingkat praktek yang memberikan
gambaran yang cukup kuat, atau kemampuan cukup untuk mengatasi, beragam ketidakadilan
berbasis gender yang harus terus menerus berlangsung yang membuat para perempuan dan
kelompok rentan lainnya menderita menurut (Goetz, 2007l). Seperti yang disebutkan
sebelumnya beberapa bentuk keadilan berbasis gender (yang di juga dikenal sebagai
ketidakadilan gender) antara lain subordinasi berduaan marginasi pemikiran beban ganda
kekerasan dan pemberian label negatif. Untuk mewujudkan keadilan gender diperlukan
rangkaian proses yang relevan untuk menghilangkan kesenjangan antara perempuan dan laki-
laki yang diproduksi dan diproduksi dalam keluarga masyarakat dan negara serta pasar. Selain
itu, upaya untuk mewujudkan keadilan gender juga mengharuskan lembaga-lembaga utama
termasuk lembaga-lembaga negara bertanggung jawab untuk mengatasi ketidakadilan dan
diskriminasi yang menyebabkan banyak perempuan menjadi miskin dan dipinggirkan.
Analisis gender adalah sebuah proses analisa yang digunakan untuk mengetahui peran
perempuan dan laki-laki yang berkaitan dengan apa yang mereka lakukan, dan sumber daya apa
yang mereka miliki titik analisis gender merupakan proses untuk mengetahui siapa melakukan
apa, siapa memiliki pengetahuan apa siapa menguasai apa siapa terlibat dalam kegiatan apa,
siapa terlibat dalam organisasi apa dan siapa yang mengambil tentang apa. Analisis gender
dianggap sebagai analisis kritis yg baru yang memfokuskan perhatiannya pada relasi sosial
antara laki-laki dan perempuan, terutama pada ketidakadilan struktur dan sistem yang
disebabkan oleh gender titik oleh karena itu alat analisis gender dapat dipahami sebagai konsep
yang digunakan untuk menganalisis adanya ketidakadilan di balik perbedaan relasi sosial laki-
laki dan perempuan.

2. Fungsi utama analisis gender

→ Manfaat analisis sendiri memiliki tugas utama yaitu memberikan makna konsep, asumsi, dan
ideologi pada praktek hubungan baru antara kaum laki-laki dan perempuan, serta implikasinya
terhadap kehidupan sosial yang lebih luas mencakup aspek sosial ekonomi politik dan kultural.
Yang dilihat oleh teori ataupun oleh analisis sosial lainnya. Kegunaan analisis gender adalah
memberi dasar dalam melakukan transformasi sosial untuk mewujudkan tata kehidupan baru
yang lebih baik melalui relasi sosial baru yang lebih adil. Gender dapat bermanfaat dalam
mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, sebab ketidak
setaraan gender adalah akar penyebab kekerasan terhadap perempuan. Empat pendorong
utama kekerasan terhadap perempuan adalah:

a. Memaafkan kekerasan terhadap perempuan


b. Kontrol laki-laki atas pengambilan keputusan dan batasan kemerdekaan perempuan
c. Peran sosial dan stereotip gender yang kaku
d. Hubungan pria yang menekankan agresi dan tidak menghormati wanita

3. Kerangka HARVARD

→ Analisis Model Harvard atau Kerangka Analisis Harvard, dikembangkan oleh Harvard
Institute for International Development, bekerja sama dengan Kantor Women In Development
(WID)-USAID. Model Harvard ini didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang
merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender yang paling awal. Tujuan
kerangka Harvard adalah untuk:
a. Menunjukkan bahwa ada suatu investasi secara ekonomi yang dilakukan oleh perempuan
maupun laki-laki, secara rasional,

b. Membantu para perencana merancang proyek yang lebih efisien dan memperbaiki
produktivitas kerja secara menyeluruh

c. Mencari informasi yang lebih rinci sebagai dasar untuk mencapai tujuan efisiensi dengan
tingkat keadilan gender yang optimal,

d. Memetakan pekerjaan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan melihat faktor
penyebab perbedaan.

Penggunaan kerangka analisis Harvard lebih cocok untuk perencanaan proyek


dibandingkan dengan perencanaan program atau kebijakan. Kerangka ini juga dapat
digunakan sebagai titik masuk (entry point) gender netral dan digunakan bersamaan dengan
kerangka Analisis Moser untuk mencari gagasan dalam menentukan kebutuhan strategik
gender. Kerangka Harvard pada mulanya diuraikan di dalam Overholt, Anderson, Cloud and
Austin, Gender Roles in Development Projects: A Case Book, 1984, Kumarian Press:
Connecticut. Kerangka ini terdiri atas sebuah matriks yang mengumpulkan data pada tingkat
mikro (masyarakat dan rumahtangga), meliputi empat komponen yang berhubungan satu
dengan lainnya.

Secara garis besar kerangka Harvard dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Tujuan/ Asumsi adalah: (1) Menunjukkan investasi dan kontribusi ekonomi gender, (2)
Membantu perencanaan proyek yang efisien dan efektif, (3) Mencari informasi rinci
(efisiensi proyek dan pencapaian keadilan dan kesetaraan gender) dan (4) Memetakan
tugas perempuan dan laki-laki di tingkat masyarakat beserta faktor 12 pembeda.

b. Komponen/ Langkah meliputi analisis profil kegiatan 3 (tiga) peran atau triple roles
(terdiri atas peran publik dengan kegiatan produktifnya, peran domestik dengan kegiatan
reproduktifnya dan peran kemasyarakatan dengan kegiatan sosial budayanya), profil
akses dan kontrol dan faktor yang mempengaruhi kegiatan akses dan control.

4. Kerangka MOSER

→ Teknik analisis model Moser atau Kerangka Moser dikembangkan oleh Caroline Moser
(Moser 1993) seorang peneliti senior dalam perencanaan gender. Kerangka ini didasarkan
pada pendekatan Pembangunan dan Gender (Gender and Development/ GAD) yang
dibangun pada pendekatan Perempuan dalam Pembangunan (Women in Development/
WID). Kerangka ini kadang-kadang diacu sebagai ”Model Tiga Peranan (Triple Roles
Models). Adapun tujuan dari kerangka pemikiran perencanaan gender dari Moser adalah:

a. Mempengaruhi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam intervensi-intervensi


yang telah direncanakan,

b. Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhankebutuhan perempuan adalah


seringkali berbeda dengan kebutuhankebutuhan laki-laki,

c. Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui pemberian perhatian kepada


kebutuhan-kebutuhan praktis perempuan dan kebutuhan-kebutuhan gender strategis,

d. Memeriksa dinamika akses kepada dan kontrol pada penggunaan sumber-sumberdaya


antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai konteks ekonomi dan budaya yang
berbeda-beda,

e. Memadukan gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur dan

f. Membantu pengklarifikasian batasan-batasan politik dan teknik dalam pelaksanaan


praktek perencanaan.

Ada 6 alat yang dipergunakan kerangka ini dalam perencanaan untuk semua tingkatan, mulai
dari tingkatan proyek sampai ke tingkatan perencanaan daerah, yaitu:

a. Alat 1 : Identifikasi Peranan Gender (“Tiga-Peran”, yang mencakup peran produkstif,


reproduktif, dan kemasyarakatan/ kerja sosial) yang mencakup penyusunan pembagian
kerja gender/ pemetaan aktivitas laki-laki dan perempuan (termasuk anak perempuan dan
anak laki-laki) dalam rumahtangga selama periode 24 jam.

b. Alat 2 : Penilaian Kebutuhan Gender. Moser mengembangkan alat ini berdasarkan konsep
yang dikembangkan oleh Maxine Molyneux pada 1984. Penilaian kebutuhan gender
didasari atas kebutuhan perempuan yang berbeda dengan laki-laki karena dan
mempertimbangkan posisi subordinat perempuan terhadap laki-laki dalam masyarakat.
Kebutuhankebutuhan dibedakan atas: a) Kebutuhan Praktis Gender berkaitan dengan
kebutuhan kehidupan seharihari seperti kebutuhan perempuan akan persediaan sumber air
bersih, makanan, pemeliharaan kesehatan dan penghasilan tunai untuk kebutuhan
rumahtangga, dan pelayanan dasar perumahan. Mengidentifikasi kebutuhan praktis
perempuan sangat penting untuk memperbaiki kondisi kehidupan kaum perempuan
meskipun masih belum dapat merubah posisi subordinat perempuan. b) Kebutuhan
Strategis Gender berkaitan dengan keadaan yang dibutuhkan untuk mengubah posisi
subordinat perempuan. Hal ini berhubungan dengan isu kekuasaan dan kontrol, sampai
dengan eksploitasi pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Kebutuhan strategis
berhubungan dengan perjuangan penyusunan jaminan hukum terhadap hak-hak legal,
penghapusan tindak kekerasan, upah yang sama/ setara, kesetaraan dalam memiliki
properti, akses untuk mendapatkan kredit dan sumberdaya lainnya dan kontrol perempuan
atas tubuhnya sendiri.

c. Alat 3 : Pemisahan data/informasi berdasarkan jenis kelamin tentang kontrol atas


sumberdaya dan pengambilan keputusan dalam rumahtangga (alokasi sumberdaya intra-
rumahtangga dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam rumahtangga). Alat ini
digunakan untuk menemukan siapa yang mengontrol sumberdaya dalam rumahtangga,
siapa yang mengambil keputusan penggunaan sumberdaya dan bagaimana keputusan itu
dibuat.

d. Alat 4 : Menyeimbangkan peran gender antara laki-laki dan perempuan dalam mengelola
tugas-tugas produktif, reproduktif dan kemasyarakatan mereka. Perlu juga diidentifikasi
apakah suatu intervensi yang direncanakan akan meningkatkan beban kerja perempuan
atau menambah penderitaan kaum perempuan.

e. Alat 5 : Matriks Kebijakan WID (Women In Development) dan GAD (Gender And
Development) yang akan memberikan masukan untuk pengarusutamaan gender.

f. Alat 6 :Pelibatan stakeholder yang meliputi Organisasi Perempuan dan institusi lain dalam
Penyadaran Gender pada Perencanaan Pembangunan. Tujuan dari alat ini adalah untuk
memastikan bahwa kebutuhan perempuan masuk dalam proses perencanaan pemerintah
dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di tingkat keluarga dan masyarakat.

Proses Analisis Model Moser dapat diilustrasikan sebagai berikut:

a. Analisis Pola Pembagian Kerja melalui Curahan Kerja (Profil Kegiatan) untuk lakilaki
maupun perempuan baik peran produktif, reproduktif, maupun sosial kemasyarakatan di
tingkat keluarga. Melalui analisis pola pembagian kerja dalam keluarga akan memberikan
gambaran sejauh mana laki-laki mengambil bagian peran domestik, dan sejauh mana
perempuan mengambil bagian peran produktif. Disamping itu melalui analisis ini
diketahui pula seberapa jauh perempuan masih mempunyai waktu luang untuk melakukan
kegiatan produktif, kapan waktu itu tersedia agar tepat dalam memberikan masukan
ketrampilan teknis pada perempuan. Analisis ini juga memberikan informasi tentang
peluang baik laki-laki maupun perempuan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada
baik modal, alatalat produksi, teknologi, media informasi, pendidikan, dan sumberdaya
alam yang tersedia. Akhirnya, analisis ini memberikan informasi tentang kekuatan
pengambilan keputusan dan peluang untuk mendistribusikan kekuatan tersebut antara
laki-laki dan perempuan.

b. Analisis Profil Akses (peluang) dan Kontrol (kekuatan dalam pengambilan keputusan)
yang berkaitan dengan sumberdaya fisik (tanah, modal, alatalat produksi), situasi dan
kondisi pasar (komoditi, tenaga kerja, pemasaran, kredit modal, informasi pasar), serta
sumberdaya sosialbudaya (media informasi, pendidikan, pelatihan ketrampilan).

c. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi profil kegiatan serta profil akses dan kontrol
agar dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan hal-hal yang menghambat atau
menunjang sebuah program/ proyek. Faktor-faktor yang perlu dianalisis meliputi
lingkungan budaya, tingkat kemiskinan, distribusi pendapatan dalam masyarakat, struktur
kelembagaan, penyebaran pengetahuan, teknologi dan ketrampilan, norma/nilai-nilai
individu dan masyarakat, kebijakan lokal/regional, peraturan/hukum, pelatihan dan
pendidikan, kondisi politik, local wisdom dan lain sebagainya.

5. Kerangka Relasi Sosial

→ Kerangka “relasi social” ini awalnya dikemukakan oleh Naila Kabeer yang sebelumnya
adalah pengajar pada Institute of Development Studies, Sussex, UK. (Lihat Reversed
Realities: Gender Hierarchies in Development, Verso, 1994).

Tujuan dari kerangka ini adalah untuk:

a. Menganalisis ketimpangan gender yang ada di dalam distribusi sumber daya, tanggung
jawab dan kekuasaan.

b. Menganalisis relasi antara orang, relasi mereka dengan sumber daya, aktifitas dan
bagaimana posisi mereka melailui lensa kelembagaan.

c. Menekankan kesejahteraan manusia (human well-being) sebagai tujuan utama dalam


pembangunan.

Kerangka ini didasarkan pad aide bahwa tujuan pembangunan adalah pada kesejahteraan
manusia (human well-being), yang terdiri atas survival, security dan otonomi. Produksi
dilihat bukan hanya relasinya terhadap pasar, tetapi juga reproduksi tenaga kerja, kegiatan
subsistent, dan kepedulian lingkungan hidup.

Kemiskinan dilihat sebagai relasi social yang tidak seimbang, yang dihasilkan oleh
ketidak seimbangan distrubusi sumber daya, klaim, dan tanggun jawab. Relasi gender adalah
salah satu tipe relasi social. Relasi social bukanlah sesuatu yang kaku dan kekal. Mereka dapat
dan berubah melalui faktor-faktor seperti perubahan makro atau agen manusia. Relasi social
termasuk sumber daya yang dimiliki orang.

Perempuan miskin kerap dikeluarkan dari akses dan kempemilikan atas sumber daya dan
bergantung pada hubungan patron dan ketergantungan. Pembangunan dapat menolong si
miskin untuk membangun solidaritas, reciprocity and otomomi dalam akses terhadap sumber
daya kelembagaaan menjamin produksi, memperkuat dan reproduksi relasi social, dank arena
itu perbedaan social dan kesenjangan. Ketimpangan gender di reproduksi bukan hanay di
level KK, tapi melalui sekelompok kelembaggaan termasuk komunitas internasional, negara
dan pasar. Kelembagaan didefinisikan sebagai kerangka yang nyata atas aturan main
organsasi sebagai bentuk structural khusus.

Oleh karena itu analisis gender mengandung pengertian atau pemahaman untuk melihat
pada bagaimana kelembagaan menciptakan dan mereproduksi ketidak seimbangan dan
ketimpangan. Ada empat ranah kelembaggan utama yakni negara, pasar, komunitas dan
keluarga.

Lima dimensi relasi social kelembagaan yang relevan dengan gender analisis:

a. Aturan (Rules), atau bagaimana aturan main yang terjadi; apakah memperkuat atau
menghambat? Aturan tertulis atau tidak (informal)

b. Aktifitas (Activities), yakni siapa melakukan apa, siapa mendapatkan apa, siapa berhak
mengklaim atas apa. Aktifitas bisa saja yang bersifat produktif, regulative, dan
distributive.

c. Sumber daya, yakni yang yang digunakan, apa yang diproduksikan, termasuk input sdm
(tenaga kerja, pendidikan), material (pangan, capital aset, dan sebagainya), ataupun yang
tidak kelihatan seperti kehendak baik, informasi dan jaringan.

d. Orang (People), yakni siapa yang terlibat, siapa yang pergi, siapa melakukan apa?
Kelembagaan relative selektif dalam masukan atau mengeluarkan orang, menugaskan
mereka pada sumber daya dan tanggung jawab, memposisikan mereka dalam hierarkis
dsb.

e. Kekuatan (Power), yakni siapa mengontrol, memutuskan dan kepentingan siapa yang
dilayani.

Analisis kelembagaan ini menyingkapkan beta gender dan berbagai jenis


kesenjangan/ketimpangan diproduksi dan direproduksi ulang. Naila Kabeer
mengkalsifikasikan kebijakan pembangunan sebagai berikut:

Gender-blind (Buta gender)

a. Tidak membedakan perbedaan perempuan dan laki-laki

b. Terjebak „built in”

c. Cenderung mengeluarkan perempuan

Sadar gender (Gender-aware), Mengenali perbedaan antara prioritas dan kebutuhan


perempuan dan laki-laki.

Kerangka analisisi relasi social menekankan pada akar masalah ketimpangan gender
dengan memetakan secara jelas apa sebab langsung (immediate), faktor kontributif
(underlying) dan yang bersifat structural.

Kekuatan:

a. Melihat kemiskinan bukan semata sebagai deprivasi material tetapi pada marginalisasi
social

b. Mengkonsepkan gender sebagai pusat dari pembangunan dan bukan terpisah


Menghubungkan analisis makro dan mikro.

c. Membuat interaksi antara berbagai bentuk kesenjangan berbasis kelas, gender dan ras

d. Memusatkan analisis pada kelembangaan dan memberikan inspirasi pada aspek politik
kelembagaan.

e. Dinamis karena berupaya membongkar proses-proses pemiskinan dan pemberdayaan

f. Bisa digunakan pada proyek level ataupun perencanaan kebijakan pada berbagai level.

Kelemahan: Karena lebih kompleks, analisis gender jadi bisa tenggelam dalam konteks yang
lebih luas.

6. Factor apa saja yang mempengaruhi pola gender dalam pembagian kerja/kegiatan, peran dan
posisi akses dan control terhadap factor sosial budaya ( termasuk interpretasi agama)

→ Faktor-faktor mempengaruhi pola pembagian kerja/kegiatan, peran dan posisi, akses dan
kontrol terhadap sumberdaya:

a. Faktor demografi

b. Faktor ekonomi

c. Faktor sosial budaya (termasuk interpretasi agama)

d. Faktor pendidikan (formal dan informal)

e. Faktor politik (kebijakan negara, peraturan adat, konflik horisontal di kampung, dll).

Anda mungkin juga menyukai