Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KETATANEGARAAN PADA MASA DINASTI UMAYYAH, ABBASIYAH, DAN TURKI


UTSMANI Dosen Pengampuh : Tri Winarsih SH,. MH

Kelompok III

Nunung sariningsih 2021010246

Nur Imel Yani 2021010340

Ricad Miko Nelson 2021010245

Roby Arya Prayoga 2021010260

KELAS E

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


FAKULTAS SYARIAH
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM AGAMA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Fiqih siyasah berjudul
“KETATANEGARAAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH, ABBASIYAH,
DAN TURKI UTSMANI”.

Kami menyadari, bahwa Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna.
Baik segi Penyusunan, Bahasa, maupun Penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar
penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga Makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetaahuan.

Lampung, 15 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................

BAB I

A. Latar belakang………………………………………………………………

B. Rumusan masalah…………………………………………………………...

C. Tujuan……………………………………………………………………….

BAB II

D. Ketatanegaraan Islam pada masa dinasti Umayyah ………………………….

E. Ketatanegaraan islam periode dinasti abasiyah……………………………….

F. Ketatanegaraan Islam Pada Masa Turki Utsmani…………………………….

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan.................................................................................................................…

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang penuh dengan aturan. Baik dalam hal hubungan dengan Allah
SWT., maupun dengan sesama manusia. Hubungan dengan sesama ini mencakup dalam
beberapa aspek kehidupan diantaranya tata negara atau pemerintahan. Tata negara dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan seperangkat prinsip dasar yang mencakupi
peraturan susunan pemerintahan, bentuk negara dan sebagainya yang menjadi dasar
pengaturan suatu negara.

a. Masa Pemerintahan Dinasti Umayyah

Perubahan politik yang dilakukan Muawiyah adalah memindahkan ibu kota Negara ke
Damaskus. Perubahan lain yang dilakukan Muawiyah adalah mengganti sistem pemerintahan
yang bercorak syura dengan pemilihan kepala Negara secara penunjukan. Selain itu, Bani
Umayyah juga melakukan berbagai penyempurnaan di bidang administrasi Negara
(birokrasi), perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Struktur pemerintahan pusat terdiri dari
lima dapartemen, yaitu Diwan al-Jund (militer), Diwan al-Kharaj (perpajakan dan keuangan),
Diwan al-Rasa'il (surat menyurat), Diwan al-Khatam (arsip dan dokumentasi negara) dan
Diwan Al-Barid (pelayanan pos dan registrasi penduduk).

b. Masa Pemerintahan Dinasti Abassiyah

Kebijakan terpenting yang dilakukan Khalifah Dinasti Bani Abbas yaitu al-Manshsur
adalah memindahkan Ibu Kota pemerintahan ke Baghdad pada tahun762 M. Ada beberapa
hal penting yang dilakukan oleh khalifah-khalifah Bani Abbas dalam menjalankan
pemerintahan. Bani Abbas mengembangkan sistem pemerintahan dengan mengacu pada
empat aspek, yaitu:

1. aspek khilafah
2. aspek wozarah

3. aspek hijabah

4. aspek kitabah

c. Ketatanegaraan Pada Masa Turki Usmani

Dinasti ini didirikan oleh suku nomad Kayi yang dipimpin Sulaiman Syah yang
menyelamatkan diri dari serangan mongol. Mereka membantu Sultan Alaiddin dari Saljuk
dalam memerangi tentara Romawi. Akibat diserang bangsa mongol, kerajaan ini menjadi
terpecah-pecah. Hal ini dimanfaatkan oleh Usman untuk membentuk pemerintahan yang
baru. Dalam pelaksanaan kekuasaan pemerintahan, penguasa imperium Usmani bergelar
Sultan dan khalifah sekaligus. Sultan untuk masalah duniawi dan khalifah untuk masalah
keagamaan. Kebijakan yang diambil negara terlebih dahulu didiskusikan dan dibicarakan
dalam lembaga Divan-I Humayun. Lembaga ini adalah pusat organisasi pemerintahalam
masalah keagamaan, usman dibantu oleh para mufti dan Kadi. Mufti sebagai penafsir hukum
dan kadi pelaksaannya. Sultan berhak membuat undang-undang sendiri. Peraturan yang
dibuat Sultan dinamakan Kanun yang memiliki tiga kategori, yakni sifatnya khusus pada
topik tertentu, mengacu pada wilayah tertentu dan secara umum diterapkan dalam kerajaan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tata negara dan pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah, Dinasti
Abassiyah, dan Turki Utsmani?

2. Bagaimanakah pemikiran dan analisa serta gambaran secara umum tentang


ketatanegaraan dan kekuasaan pemerintah dari ketiga periode tersebut?

3. Bagaimana sistem pemerintahan dinasti umayyah , dinasti abassiyah , dan turki ustmani ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana tata negara dan pemerintahan pada masa dinasti umayyah,
abassiyah dan turki utsmani.
2. Untuk mengetahui pemikiran dan Analisa serta gambaran secara umum tentang
ketatanegaraan dan kekuasaan pemerintah dari ketiga periode tersebut.
3. Untuk mengatahui system pemerintahan dinasti umayyah, abassiyah dan turki utsmani.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ketatanegaraan Islam pada masa dinasti Umayyah

- Sejarah Berdirinya Umayyah

Sepeninggalan Ali ibn Abi Thalib, Gubernur Syam tampil sebagai penguasa Islam yang
kuat. Masa kekuasaannya merupakan awal kedaulatan Bani Ummayyah dan sekaligus
menjadi Khalifah utama. Ia memindahkan Ibu Kota kekuasaan Islam dari Kuffah ke
Damascus. Dinasti ini berdiri pada tahun 661 M s.d 750 M. pembentukan dinasti Umayah
tidak bisa dilepaskan dari sosok Muawwiyah ibn Abi Sofyan. Awal pendirian dinasti ini,
berawal dari masalah tahkim yang menjadi penyebab perpecahan dikalangan pengikut Ali,
yang berakhir dengan kematiannya. Sepeninggalnya Ali itu sebenarnya masyarakat secara
beramai-ramai telah membaiat Hasan putra Ali menjadi khalifah. Namun karena Hasan
kurang berminat menjadi khalifah dan setelah berkuasa selama beberapa bulan, maka
Mua’wiyah meminta kepada Hasan agar jabatan khalifah diberikan kepada Mu’awiyah.
Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai istilah amul jama’ah atau tahun persatuan umat
Islam. Maka Muawiyah danggap sebagai khalifat pertama dinasti ini dan dialah yang
dianggap sebagai pendiri dan pembina dari dinasti Umayyah ini.

- Kebijakan Pemerintah

Setelah Mua’awiyah menjadi khalifah, langkah awal yang diambil adalah memindahkan
pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Hal ini dikarenakan Madinah adalah bekas
kota pemerintahan khulafaurrasyidin sebelumnya.

Berikutnya, Mua’awiyah melakukan mengganti sistem kekhalifahan kepada sistem


kerajaan. Sistem yang dilakukan berbias baik secara sengaja ataupun tidak kepada nilai
kesukuan dan kekeluargaan. Hal ini disebabkan dengan diberlakukannya perubahan kepada
sistem dinasti yang memberikan pengertian bahwa pemerintahan akan bersifat monarchi,
yang pergantian pemimpin dilakukan berdasarkan garis keturunan, dan bukan atas dasar
demokrasi sebagaimana yang terjadi di zaman sebelumnya.

- Perluasan Wilayah

Kejayaan dinasti Umayyah ditandai dengan capaian ekspansi nya yang sangat luas.
Langkah ekspansi ini menunjukkan stabilitas politik Umayyah yang cukup mapan.

1. Perluasaan ke wilayah Barat

Begitu Mu’awiyah berhasil menduduki jabatan sebagai Khalifah umat Islam, ian
langsung membuat langkah-langkah strategis untuk mengembangkan kekuasaanya.
Mu’awiyah berusaha mematahkan inperium Bizantium, dengan merebut kota Konstatinopel.
Muawiyyah membayangkan dengan jatuhnya kota konstantinopel akan menyebabkan jatuhya
imperium Bizantium.

2. Perluasaan di Afrika Utara

Sebelumnya pada zaman Usman orang-orang Arab telah mencapai Barqah dan Tripoli di
Libia, kemudian Mu’awiyah, bertekad merebut kekuasaan dari Romawi di Afrika Utara.
Tugas ini dipercaya pd Uqbah bin Nafi’ yang sebelumnya juga sudah ditempatkn di Barqah
ditaklukan. Engn dukungan orang Barbar diamengalahkan tentara Bizantyum di Ifriqyah
(Tunisia). Pada thun 670M Uqbah mendirikan kota Qairawan sebagai kota Islam dan markas
bala tentara. Pada tahun 681M Uqbah bin Nafi’ memimpin ekspansi besar-besaran ke Barat
sampai mencapai Atlantik.

3. Ekspansi ke Spanyol

Ekspansi pasukan Islam ke Spanyol ini melalui beberapa tahap. Pada bulan Juli 710M
sebanyak 900 orang melakukan penyelidikan dan penelitan untuk mendapatkan laporan-
laporan, terutama mengenai kekuatan mereka. Pada tahun berikutnya, Tariq bin Ziad, yang
namanya diabadikan untuk nama Gunung dan Selat, Gibraltar, menyeberangi Selat tersebut
dengan kekuatan 7000 orang, kebanyakkan suku Barbar.
B. KETATANEGARAAN ISLAM PERIODE DINASTI ABBASIYAH

- Sejarah Pembentukkan Dinasti Abbasiyah

Berdirinya Dinasti Abbasiyah tidak bisa dilepaskan dari munculnya berbagai masalah di
periode-periode terakhir dinasti Umayyah. Masa emas dinasti Abbasiyah berlangsung hingga
pertengahan pemerintahan Al-Ma’mun pada awal abad ketiga hijriah. Setelah itu Dinasti
Abbasiyah melemah. Kemunculan banyak negeri diberbagai wilayah, seperti Turki,
Mongolia, Persia, dan India menjadi tanda mulai pudarnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah
berhasil dikuasai Bangsa Mongolia. Hal ini sekaligus menjadi akhir dari kekuasaan yang
gemilang itu.

Perlu dicatat, Dinasti Abbasiyah menyumbang peran penting dalam soal alih bahasa atau
terjemahan. Penerjemahan karya-karya penting sebenarnya sudah dimulai sejak pertengahan
Dinasti Umayyah Ketika kekuasaan beralih ke Dinasti Abbasiyah, kegiatan penerjemahan
semakin marak. Al-Manshur termasuk dalam membangkitkan pemikiran. Dia mendatangkan
berbagai muslim cendikia pada beragam disiplin ilmu ke Baghdad.

- Struktur Pemerintahan Abbasiyah.

Pada masa al-saffah daerah kekuasaan Bani Abbas dibagi menjadi dua belas provinsi.
Pemerintah daerah (amir) dibagi menjadi tiga keamiran, yaitu imarah istikfa’, imarah istila’,
dan imarah khashshah. Masing-masing imarah mmepunyai tugas dan wewenang yang jelas.
Imarah istikfa’ bertugas antara lain mengatur dan menggaji tentara, memungut pajak,
menjadi imam dan menegakkan pelaksanaan hukum.

Sistem pemerintahan pada masa Dinasti Abbasiyah mengacu pada empat aspek diantaranya
yakni:

1. Khilafah: Berfungsi menyatukan kekuasaan agama dan politik.

2. Wizarah (kementrian): Salah satu aspek dalam kenegaraan yang membantu tugas-tugas
kepala negara. Sedangkan tugas wazir adalah orang yang membantu dalam pelaksanaan
tugas-tugas kenegaraan.
3. Kitabah: Salah satu aspek dalam kenegaraan yang membantu tugas-tugas wazir dalam
mengkoordinir masing-masing departemen.

4. Hijabah: Berarti pembatas atau penghalang. Dalam sistem politik Bani Abbas, hajib
(petugas hijab) berarti pengawal khalifah. Mereka bertugas menjaga keselamatan dan
keamanan khalifah.

C. Ketatanegaraan Islam Pada Masa Turki Utsmani

- Sejarah Pembentukan Dinasti Turki Utsmani

Dinasti Turki Usmani berasal dari suku penggembara Qayidh Oghus salah satu amak
suku Turk yang mendiami sebelah barat gurun golbi, yang dipimpin Sulaiman. Dia mengajak
anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam
yang berada dibawa Kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220M sulaiman dan
anggota sukunya lari ke arah barat dan meminta perlindungan kepada jalaluddin, pemimpin
terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana ( Maa waraa al-Nahr).

- Struktur Pemerintahan Turki Utsmani

Masa pemerintahannya berjalan dengan rentang waktu yang cukup panjang sejak tahun
1299M-1924M. Kurang lebih 6 Abad (600 tahun). Dalam rentang waktu yang demikian
panjang kerajaan Turki Utsmani mengalami dinamika yang selalu menghadirkan format dan
ciri khas yang baru dalam pemerintahan, bahkan merupakan penyelamat dan bebas dunia
Islam dari kekacauan yang berkepanjangan terutama dibidang hukum, karena sebagaimana
diketahui, bahwa kekuasaan Turki Utsmani tidak hanya terbatas kekuasaan wilayah
melainkan agama.

Ketatanegaraan dan kekuasaan pemerintah Turki Utsmani diantaranya:

1. Badan Eksekutif: Dalam konsep eksekutif, bahwa umat haruslah menyerahkan segala
urusan umum kepada khalifah.

2. Badan Ahlul Ikhtiar (Legislative): Dalam ketatanegaraan Islam, badan legislative ini
mulai dikenal pada masa Daulah Bani Umayyah. Disebut juga dengan sebutan Ahl Halli
Wa Al-Aqdi. Yang bertugas menympaikan aspirasi rakyat kepada kepala Negara dan juga
ia berfungsi untuk memilih seorang khalifah.

3. Badan Peradilan (Yudikatif): Dalam praktek peradilan sejarawan menyebut tiga unsur
penopang tegaknya hukum pada masa itu:

a. Hakim

b. Wali pidana
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. dinasti Umayyah

- kebijakan pemerintah

- perluasan wilayah,perluasan ke wilayah barat,perluasan Di Afrika Utara,dan ekspansi ke


Spanyol.

2. Dinasti Abbasiyah

Sistem pemerintahan pada masa dinasti Abbasiyah mengacu pada 4 aspek yaitu:

- khalifah:berfungsi menyatukan kekuasaan agama dan politik

- wizarah(kementrian):salah satu aspek kenegaraan yang membatu tugas tugas kepala negara.

- kitabah:salah satu aspek kenegaraan yg membatu tugas tugas Wazir

- hijabah:pembatas atau penghalang

3. Masa Turki Utsmani

Ketatanegaraan dan kekuasaan pemerintah Turki Utsmani diantaranya:

- badan eksekutif:dalam konsep,bahwa umat harus menyerahkan segala urusan umum kepada
Khalifah

- badan ahlul ikhtiar(legislative):yang menyampaikan aspirasi rakyat kepada kepala negara

- badan peradilan(yudikatif)
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi

Hukum Islam, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve,

Cetakan Pertama, Jakarta, 1966.

Abdul Qodir Djaelani, Negara Ideal,

Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam, Bina

Ilmu, Cetakan Pertama, Surabaya, 1995.

Abu Ja’far bin Muhammad bin Jarir

al-Thabari, Jami’al Bayan ‘an Ta’wil Ayi Al

Qur’an, Dar al-Fikr, Vol. I, Juz I, Beirut,

1984.

Hasby Ash-Syiddieqy, Fiqh Islam :

Mempunyai daya elastis, lengkap, bulat dan

tuntas, Bulan Bingang, Jakarta.Ibnu

Taimiyah, As-Siyasah as-Syar’iyah, Dar al-

Kitab al-Arabiyah, Beirut, 1966.

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al

Lu’lu’ Wal Marjan (Himpunan Hadits yang

disepakati Oleh Bukhori Muslim) Bina

Ilmu, Jilid II, Surabaya terjemahan

SalimBahrereisy.
Muntoha, Kriteria Kepala Negara

dalam Sistem Politik Islam (Telaah Sosio-

Historis Terhadap Hadits Politik), Laporan

Penelitian, Universitas Islam Indonesia,

Yogyakarta, 1996.

Nur Mufid dan Nur Fuad, Beda Al-

Ahkamus Sulthaniyyah Mencermati Konsep

Kelembagaan Politik Era Abbasiyyah,

Pustaka Progresif, Cetakan Pertama,

Surabaya, 2000.

Razak dan Rais Lathief,

Terjemahan Hadits Shahih Muslim, Pustaka

Al-Husna, Cetakan III, Jilid III, Jakarta,

1991.

Salim Azzam, Beberapa Pandangan

Tentang Pemerintahan Islam, Mizan,

Bandung, 1983.

Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah

Ajaran Sejarah dan Pemikiran, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 1994.

Syekh Manshur Ali Nashif,

Mahkota Pokok-pokok Hadits Rasulullah

Saw, Jilid III, Penerbit Sinar Baru

Algesindo, Bandung, 1994.

Zainal Abidin Ahmad, Konsepsi

Anda mungkin juga menyukai