Anda di halaman 1dari 25

TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM

DI ERA GLOBALISASI

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Filsafat Ilmu

DOSEN :
Prof. Dr. Mustafa Mustari, M.Pd

DISUSUN OLEH :
Muhammad Arpin, S.Ag
NIM : 80800221010

PROGRAM MAGISTER KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang karena-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat Ilmu yang berjudul “Tantangan
Pendidikan Islam di Era Globalisasi”. Tak lupa shalawat serta salam tetap
tercurahkan kepada baginda Nabi dan Rasul yang paling mulia Muhammad SAW.
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan, hingga ke zaman terang
benderang.
Filsafat merupakan sebuah mata kuliah yang menekankan pada
mahasiswanya untuk berfikir. Hal ini yang sering kita dengar dalam setiap ayat suci
Al-Qur’an yang mana Allah menyuruh kita umat Nabi Muhammad SAW. untuk
terus berfikir, dan mencari kebenaran yang sebenar-benarnya.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kelemahan
dan kekurangan. Untuk itu, tegur sapa dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan dan perbaikan di masa mendatang. Akhirnya, hanya
kepada Allah-lah penulis memohon petunjuk dan pertolongan. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi segenap pembaca, terutama demi pengembangan ilmu
pengetahuan.

Penyusun

Muhammad Arpin, S.Ag

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Kegunaan ................................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Islam .................................................................... 4
B. Paradigma Pendidikan Islam ..................................................................... 5
C. Tantangan Pendidikan Islam di Era Globalisasi …...................................10
D. Strategi Pendidikan Islam di Indonesia Menghadapi Globalisasi............ 13
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 18
B. Inplikasi Penelitian ............................................................................... 19
DAPTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang

Pendidikan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia, karena pada


prinsipnya seluruh proses kehidupan adalah pendidikan. Pandangan bahwa
pendidikan merupakan hal yang sangat penting sudah lama disadari manusia dan
terbukti pendidikan telah melahirkan peradaban yang telah tercatat dalam sejarah
umat manusia. Pendidikan merupakan upaya sadar manusia dalam rangka
mewujudkan dan membentuk pribadi manusia yang seutuhnya. Selanjutnya,
pendidikan memiliki andil besar dalam sebuah proses menciptakan pribadi manusia
yang berguna bagi masyarakat, agama, dan Negara.
Mengacu pada hal itu pula, pendidikan Islam justru menempati posisi yang
dilematis. Seiring kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, arus
modernisasi, pendidikan Islam justru dihadapkan pada tantangan globalisasi yang
cukup kompleks. Persoalan-persoalan mulai dari masih banyaknya umat Muslim
yang anti dengan penemuan-penemuan Barat sehingga menimbulkan pola berpikir
fiqih oriented, hingga yang hanya mengedepankan implementasi hubungan vertikal
dan terjebak dalam arus ritualisasi.
Pola keberagaman seperti ini dikhawatirkan akan menciptakan masyarakat
yang selalu dihiasi budaya ritualistik, kaya akan unsur kultur Islami tapi miskin
nilai spiritual yang berdimensikemanusiaan. Ketidakseimbangan antara konsep
hablum minallah dan hablum minannas telah mengakibatkan diabaikannya
rumusan khalifatullah dalam rumusan pendidikan.1
Masalah dikotomi keilmuan pun menjadi persoalan yang tidak pernah
habisnya diperdebatkan dalam pendidikan Islam. Menurut Ahmad Barizi, terdapat
asumsi pemetakan lebih jauh antara apa yang disebut dengan revealed knowledge
(pengetahuanyang bersumber dari wahyu Tuhan) dan scientific knowledge
(pengetahuan yang bersumber dan berasal dari analisa pikir manusia) seperti

1 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan: Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2002), hlm. 27.
1
2
filsafat, ilmu-ilmu sosial (social siencies), ilmu-ilmu humaniora (humanities
siencies), ilmu-ilmu alam (natural siencies), dan ilmu-ilmu eksakta (mathematic
siencies).2
Penghargaan terhadap kebebasan untuk berkembang dan berpikir maju
tentu saja sangat besar, mengingat manusia merupakan makhluk yang berpikir dan
memiliki kesadaran. Namun nyatanya masih terjadi kesenjangan dalam pendidikan
Islam. Masih banyak persoalan-persoalan yang dihadapi pendidikan Islam seperti
persoalan demokrasi, pemerataan pendidikan, multikulturalisme, pluralisme,
globalisasi pendidikan dan lain sebagainya.
Melihat banyaknya persoalan tersebut, maka diperlukan pembaharuan
strategi pendidikan yang membumi, dan untuk melakukan pembaharuan
pendidikan Islam diperlukan paradigma pendidikan yang mampu mengarahkan
pada tujuan dan sasaran pendidikan Islam. Kemajuan pendidikan ditentukan oleh
landasan pijak dan paradigma yang mampu mengantarkan pada substansi apa yang
akan dibawa dalam proses dan metode pendidikan. Ketika pendidikan Islam
dijadikan sebagai paradigma maka keseluruhan pendidikan juga harus
mengadaptasi dari ajaran-ajaran Islam..

B. RumusanMasalah
Dari berbagai gambaran yang telah dipaparkan di atas tentang tantangan
pendidikan Islam di era globalisasi, maka penulis mengangkat beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian pendidikan Islam ?
2. Bagaimana paradigma pendidikan Islam ?
3. Bagaimana tantangan pendidikan Islam di era globalisasi?
4. Bagaimana strategi Pendidikan Islam di Indonesia menghadapi
globalisasi?

C. Kegunaan
Dalam berbagai referensi pengetahuan tentang tantangan pendidikan Islam

2 Barizi Ahmad, Membangun Pendidikan Dalam Bingkai Islam Lintas Batas , Penerbit :
UIN Malang Press : 2011, h.
3

di era globalisasi berguna untuk:

1. Dapat mengetahui arti dan makna pendidikan Islam


2. Dapat mengetahui paradigma pendidikan Islam
3. Dapat mengetahui tantangan pendidikan Islam di era globalisasi
4. Dapat mengetahui strategi pendidikan Islam di Indonesia menghadapi
globalisasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perdidikan Islam

Pendidikan secara etimologi, berasal dari kata didik yang berarti bina.
Mendapat awalan pen dan akhiran an, maknanya sifat dari perbuatan membina atau
melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri, maka dari itu pendidikan
merupakan pembinaan, pelatihan, pengajaran dan semua hal merupakan bagian dari
usaha manusia untuk meningkatkan kecerdasan dalam hidupnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.3 Sedangkan
secara terminologi diartikan sebagai pembinaan, pembentukan, pengajaran,
pencerdasan, pelatihan yang ditujukan kepada semua anak didik secara formal
maupun non formal dengan tujuan membentuk anak didik yang cerdas,
berkepribadian, memiliki keahlian membentuk sebagai bekal dalam kehidupannya
dimasyarakat.4
Menurut Paulo Freire seperti yang dikutip oleh Tilaar, menyebutkan bahwa
pendidikan adalah proses pemerdekaan atau kesadaran akan kebebasan manusia
yang memiliki potensi – potensi tertentu dalam hidupnya berhadapan dengan alam
sekitarnya.5 Pendidikan dalam pengertian ini dimaksudkan pembebasan dalam
makna, pencerahan umat manusia dari ketertindasan atau secara tidak langsung
berhubungan dengan perlawanan terhadap sesuatu yang membuat manusia tertindas
dalam hal ini adalah kebodohan.
Sedangkan pendidikan menurut islam, secara umum pendidikan islam
mengacu kepada makna dan asal kata yang membuat kata pendidikan itu sendiri
dalam hubungannya dengan ajaran islam, ada tiga istilah yang umum digunakan,
yaitu al-Tarbiyat (Pendidikan}, al-Ta’lim (pengajaran), al-Ta’dib (pelatihan)

4 Sugiarto,Bambang, Foucault dan Postmodernisme, Makalah tidak diterbitkan, 2011


5 Leahy, Louis, Manusia Sebuah Misteri Sintesa Filosofis Makhluk Paradoks,
(Jakarta:GramediA, 1985), 271
4
5

Menurut Muhaimin, yang dikutip oleh Sri Minarti memberikan pengertian


tentang pendidikan islam yaitu upaya memberikan pendidikan agama islam, agar
menjadikannya sebagai pandangan dan sikap si peserta didik. Dengan segenap
kegiatan yang dilakukan seorang atau suatu lembaga tertentu untuk membantu
peserta didik dalam menumbuhkembangkan ajaran islam dan nilai-nilainya dan
segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan anatara dua orang atau lebih yang
berdampak dengan tumbuh kembangnya ajaran islam dan nilainilainya pada salah
satu atau beberapa pihak.6
Dan Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian “pendidikan islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak
dan keterampilannya. Karena itu pendidikan islam menyiapkan manusia untuk
hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk
menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan
pahitnya. 7
Secara lebih teknis Endang Syaifudin Anshari memberikan pengertian
pendidikan islam sebagai “proses bimbingan (pimpinan, tuntutan, usulan) oleh
subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, dan intusis)
dan raga objek didik dengan bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dan
dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai
evaluasi sesuai ajaran islam” 8
Dan dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan , bahwa Pendidikan
Islam ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. yang
ditujukan kepada semua anak didik secara formal maupun non formal dengan
tujuan membentuk anak didik yang cerdas, berkepribadian Islam

6 Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam : Fakta Teoritis-Filosofis Dan Aplikatif-Normatif,


(Jakarta : Amzah, 2013) Cet. Ke-1,h. 27
7 Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam Dan Madrasah Hasan Al-Banna, Terj. Prof. H.
Bustami A. Gani Dan Drs.Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h.157
8 Endang Syaifudin Anshari, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam, (Usaha Enterprise
:Jakarta ,1976) ,h.85
6

B. Paradigma Pendidikan Islam

Dasar paradigma pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan Hadis yang


digunakan sebagai rujukan utama dalam membuat dan mengembangkan konsep,
prinsip, teori, dan teknik pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa ideologi atau
paradigma pendidikan merupakan gambaran utuh antara ketauhidan, akhlak, alam
semesta dan tentang manusia yang dikaitkan dengan teori pendidikan Islam.
Pandangan masyarakat terhadap pendidikan Islam masih dianggap
pendidikan kelas dua. Pandangan semacam ini sudah menjadi realita ditengah-
tengah masyarakat umat Islam ataupun dikalangan orang non Islam. Karena diakui
atau tidak oleh para pemikir pendidikan Islam perkembangan pendidikan Islam
masih jauh dari harapan kita semua. Menurut Muhaimin secara historis dan
sosiologi, setidak-tidaknya telah muncul beberapa paradigma pengembangan
pendidikan Islam sebagai berikut.9

1. Paradigma Formisme
Di dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat
sederhana, dan kuncinya adalah dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu hanya dilihat
dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada.
Pandangan dikotomis tersebut pada gilirannya dikembangkan dalam melihat dan
memandang aspek kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani,
sehingga pendidikan agama Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan dunia
akhirat saja atau kehidupan rohani saja.
Oleh karena itu, pengembangan pendidikan Islam hanya berkisar pada
aspek kehidupan ukhrowi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, atau aspek
kehidupan rohani yang terpisah dengan kehidupan jasmani. Pendidikan Islam
seolah-olah hanya mengurusi persoalan ritual dan dan spiritual, sementara
kehidupaan ekonomi, politik, seni budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta
seni, dan sebagainya, yang mengurusinya yaitu pendidikan non agama. Pandangan

9 Muhaimin, Paradigma pendidikan Islam, Upaya mengefektifkan pendidikan Agama


Islam di Sekolah, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 39-47
7

dikotomis inilah yang menyebabkan dualisme pendidikan. Istilah pendidikan Islam


dan pendidikan umum sebenarnya muncul dari paradigma dikotomis tersebut.
Paradigma dikotomis mempunyai implikasi terhadap pengembangan
pendidikan Islam yang lebih berorientasi pada akhiratan, sedangkan masalah dunia
dianggap tidak penting, serta menekankan pada pendalaman ilmu-ilmu keagamaan
yang merupkan jalan pintas untuk menuju kebahagian akhirat, sementara ilmu sains
dianggap terpisah dari agama. Jadi pendekatan yang digunakan dalam paradigma
dikotomis lebih bersifat keagamaan yang normatif. Sementara itu, kajian-kajian
keilmuan yang rasional, analisis-kritis, dianggap dapat menggoyahkan iman,
sehingga perlu ditindih oleh pendekatan keagamaan yang bersifat normatif.

2. Paradigma Mekanisme

Dalam kamus ilmiah disebutkan bahwa secara etimologis, mekanisme


berarti: hal cara bekerjanya mesin; teori bahwa segala sesuatunya dapat dijelaskan
dengan prinsip-prinsip mekanik atau dengan hukum yang mengatur materi dan
gerak.10
Paradigma mekanisme memandang bahwa kehidupan terdiri atas berbagai
aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan
seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut
fungsinya, bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau
elemen-elemen, yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan
antara satu dengan lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak.11 Aspek-aspek atau
nilai-nilai kehidupan terdiri atas nilai agama, nilai individu, nilai sosila, nilai politik,
nilai ekonomi, nilai rasional dan nilai lainnya. Dengan demikian, aspek atau nilai
agama merupakan sala satu aspek atau nilai kehidupan dari aspek-aspek atau nilai-
nilai kehidupannya lainnya.
Paradigma tersebut tampaknya dikembangkan pada sekolah umum atau

10 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya:


Arkola,2001), hlm. 451.
11 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah,
dan Perguruan tinggi,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 35-36
8

perguruan tinggi umum yang didalamnya diberikan seperangkat mata pelajaran atau
mata kuliah pendidikan agama, yang mana hanya diberikan 2 atua 3 jam selama
satu minggu, dan hanya didudukkan sebagai mata pelajaran atau mata kuliah dasar
umum, sebagai upaya pembentukan kepribadian yang religius.

3. Paradigma Organisme

Dalam konteks pendidikan Islam paradigma organisme memandang bahwa


aktivitas kependidikan merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponen-
komponen yang hidup bersama dan bekerja sama secara terpadu menuju tujuan
tertentu, yaitu terwujudnya hidup yang religius atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-
nilai agama.12 Melalui upaya yang semacan itu maka sistem pendidikan Islam
diharapkan dapat mewujudkan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan
etika yang baik, yang dapat mampu melahirkan manusia yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, memiliki kematangan profesional, dan sekaligus hidup
di dalam nilai-nilai agama.
Model paradigma organisme nampaknya sudah mulai dikembangkan dalam
sekolah, madrasah dan perguruan tinggi yang berciri khas agama Islam. Misalnya
IAIN yang sudah dilakukan tranformasi menjadi Universitas Islam Negeri. Hal ini
menunjukkan paradigma tersebut sebagai upaya pembaharuan di lembaga
pendidikan Islam untuk mengembangkan pemikiran yang lebih rasioanal dan
transparan. Karena pengembangan pendidikan Islam di Indenesia memang amat
diperlukan untuk mempertajam pemahaman kita akan keunikan realitas pendidikan
Islam yang sedang tumbuh dan berkembang di Indonesia, meskipun hal tersebut
bukan pekerjaan yang mudah untuk dilakukan dan bahkan akan menimbulkan
kontroversi.
Dari ketiga paradigma diatas, berkembang pemahaman ditengah
masyarakat yang cenderung lebih memilih lembaga pendidikan umum dari pada
Islam, karena pertimbangan kualitas lembaga pendidikan Islam yang setingkat

12 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah,


dan Perguruan tinggi,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 35-36.
9

dibawah lembaga pendidikan umum. Hal ini perlu disikapi dengan positif dengan
semangat untuk memajukan lembaga pendidikan agama Islam. Untuk itu, perlunya
perubahan di lembaga pendidikan Islan yang sangat signifikan agar tidak
ketinggalan dari lembaga-lembaga lain. Sehingga keberadaan lembagan pendidikan
Islam semakin lama terus bertambah maju.
Sementara Zamroni memperkenalkan paradigma pendidikan “sistemik-
organik, yaitu paradigma pendidikan yang menekankan bahwa segala objek,
peristiwa, dan pengalaman merupakan bagian-bagian yang tidak terpisahkan dari
suatu keseluruhan yang utuh.
Adapun ciri-ciri paradigma Pendidikan Sistemik-Organik adalah :

1. Diupayakan Pendidikan Islam lebih berorientasi atau “lebih menekankan pada


upaya proses pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching)”.
2. Mengorganisir struktur Pendidikan Islam yang lebih fleksibel”.
3. Pendidikan Islam dapat “memperlakukan peserta didik sebagai individu yang
memiliki karakteristik khusus dan mandiri”
4. Pendidikan Islam “merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa
berinteraksi dengan lingkungan”.13

Adapun harapan dari adanya paradigma ini adalah adanya pendidikan yang
bersifat double tracks, maksudnya pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa
dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakatnya. Dunia pendidikan
senantiasa mengaitkan proses pendidikan dengan masyarakat pada umumnya, dan
dunia kerja pada khususnya. Lembaga-lembaga Pendidikan mampu menghasilkan
lulusan yang memiliki kemampuan dan fleksibilitas tinggi untuk menyesuaikan
dengan tuntutan zaman yang senantiasa berubah dengan cepat. Apa yang dipelajari
di sekolah dalam suatu proses pendidikan menjadi bekal untuk menghadapi dunia
luar yang penuh tantangan.14

13 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000),


h. 9.
14 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, h. 10
10
C. Tantangan Pendidikan Islam Di Era Globalisasi
Tantangan globalisasi merupakan suatu kondisi kekinian sebagai akibat
yang lahir dari modernisasi. Kondisi tersebut mau tak mau harus dihadapi dan
dilalui agar tercapai suatu keberhasilan. Tantangan yang ada seberat apapun tidak
harus dimaknai sebagai sesuatu yang membuat sulit, atau kadang menghambat
sesuatu yang ingin dicapai, tetapi jadikanlah tantangan sebagai penggugah tekad
dan pembangkit semangat untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan
masalah dan menjadi manusia yang unggul.
Mastuhu mengemukakan, beberapa tantangan yang dihadapi dunia
pendidikan masa kini, yaitu globalisasi, kompleksitas, turbulence, dinamika,
akselerasi, keberlanjutan dari yang kuno ke yang modern, koneksitas, konvergensi,
konsolidasi, rasionalisme, paradoks global, dan kekuatan pemikiran.15
Selajutnya, Rahim mengemukakan bahwa secara eksternal masa depan
pendidikan Islam dipengaruhi oleh tiga isu besar, yaitu globalisasi, demokratisasi,
dan liberalisme Islam.16 Daulay menyebut globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan dekadensi moral sebagai tantangan pendidikan Islam masa kini
dan masa depan.17 Sedangkan Wahid mengemukakan, tantangan pendidikan Islam
yang harus dihadapi di era global ini adalah kebodohan, kebobrokan moral, dan
hilangnya karakter muslim.18
Keempat pakar di atas berbeda dalam mengidentifikasi tantangan
pendidiikan Islam karena berbeda sudut pandang yang digunakan. Mastuhu
melihatnya dalam perspektif perubahan sosial, Rahim mengamati menurut tinjauan
politik, Daulay melihatnya dalam sudut pandang perkembangan iptek, dan Wahid

15 Mastuhu, 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Cet. 2; Jakarta: Logos


Wacana Ilmu. h. 275
16 Rahim, Husni. 2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. 1; Jakarta: Logos
Wacana Ilmu. h. 14
17 Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional. Cet.
1; Jakarta: Kencana. h. 139
18 Wahid, Marzuki. 2011. Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi. Bandung: Pustaka Hidayah. h. 60
11

melihatnya dari sudut pandang etika. Menurut Zubaedi, ketika globalisasi


dihadapkan dengan pendidikan Islam, maka muncul dua implikasi sekaligus, yakni
peluang dan ancaman. Sebagai peluang, globalisasi di satu sisi akan memudahkan
pendidikan Islam untuk mengakses berbagai informasi secara cepat, juga
memudahkan pendidikan Islam untuk menyebarluaskan produk-produk keilmuan
yang memberikan manfaat bagi masyarakat.19
Selanjutnya sebagai ancaman, ternyata globalisasi tidak hanya
mempengaruhi tatanan kehidupan pada tataran makro, tetapi juga mengubah tata
kehidupan pada level mikro, yaitu terhadap ikatan kehidupan sosial masyarakat.
Globalisasi memicu fenomena disintegrasi sosial, hilangnya nilai-nilai tradisi, adat-
istiadat, sopan santun, dan penyimpangan sosial lainya.
Merujuk kepada berbagai pendapat di atas, maka dapat dirumuskan tiga
tantangan utama untuk dibahas. Ketiga tantangan ini dianggap memiliki pengaruh
paling krusial terhadap pendidikan Islam. Adapun tantangan yang lainnya adalah
implikasi yang lahir dari adanya ketiga tantangan utama tersebut,20 yaitu :

1. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.


Pendidikan Islam saat ini sedang ditantang konstribusinya terhadap
pembentukan peradaban dan budaya modern yang relevan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Pada dimensi ini, pendidikan Islam
mengalami kemunduran fungsi (degradasi fungsional) karena pendidikan Islam
lebih berorientasi pada aspek moral spiritual. Terdapat banyak pendapat yang
mengatakan bahwa pendidikan Islam tidak terlalu fokus memprioritaskan aspek
yang bersifat praktis dan pragmatis, seperti penguasaan teknologi. Akibatnya,
pendidikan Islam tidak mampu bersaing pada level kebudayaan di tingkat global.
Secara makro kondisi pendidikan Islam saat ini sudah ketinggalan zaman.
Tertinggal karena kalah berpacu dengan perkembangan dan perubahan sosial

19 Zubaedi. 2012. Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita
Selekta Pendidikan Islam. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar. h. 54
20 Pewangi Mawardi Tantangan Pendidikan Islam Di Era Globalisasi, (Jurnal Tarbawi,
Vol. 1, h. 7
12

budaya. Tertinggal sebab alumni yang hasilkan kalah bersaing dalam penguasaan
ipteks. Ipteks dengan beragam kemajuan yang dibawanya bersifat fasilitatif
terhadap kehidupan manusia. Artinya, ipteks memberi fasilitas kemudahan bagi
manusia, tetapi juga dapat merugikan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam
memandang perkembangan ipteks sebagai tantangan yang harus dihadapi dan
dikuasai, sehingga generasi muslim tidak tertinggal oleh kebudayaan yang
berkembang. Pada konteks ini ada dua hal yang penting untuk dipikirkan, yaitu
a. Bagaimana agar perkembangan ipteks tidak terlepas dari nilai-nilai ajaran
Islam;
b. Bagaimana pendidikan Islam mampu berkonstribusi bagi kemajuan ipteks di
masa depan.
c. Bagaimana pendidikan Islam dapat melahirkan manusia yang berpendidikan
dan berkarakter islami

2. Demokratisasi
Demokratisasi merupakan isu lain yang mempengaruhi pendidikan Islam
Indonesia. Dede Rosyada menjelaskan, bahwa tuntutan demokratisasi pada
awalnya ditujukan pada sistem politik negara sebagai antitesis terhadap sistem
politik yang otoriter.21 Selanjutnya perkembangan tuntutan ini mengarah kepada
sistem pengelolaan berbagai bidang termasuk bidang pendidikan.
Kehidupan demokrasi adalah kehidupan yang menghargai akan potensi
individu. Artinya, bahwa setiap bentuk homogenisasi masyarakat adalah
bertentangan dengan prinsip-prinsip hidup demokrasi. Sehingga, menurut Tilaar,22
dalam bidang pendidikan semua warga negara memiliki hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan, juga memiliki kewajiban yang sama dalam membangun
pendidikan nasional yang berkualitas.

21 Dede Rosyada. Paradigma Pendidikan Demokrasi Sebuah Model. Pelibatan Masyarakat


dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media: 2004, h.
22 Tilaar H.A.R, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad
21. Magelang: Tera Indonesia : 1998, h
13

Demokratisasi pendidikan membuka ruang partisipasi publik untuk terlibat


dalam pendidikan, walaupun di satu sisi ini berpotensi melahirkan komersialisasi
pendidikan, terutama oleh kelompok pengusaha pendidikan yang berusaha meraup
keuntungan melalui bisnis pendidikan.
Demokratisasi pendidikan Islam menghendaki sistem pendidikan yang
bersifat sentralistik, seragam, dan dependen, untuk beralih mengembangkan sistem
pendidikan yang lebih otonom, beragam, dan independen.

3. Dekadensi moral
Revolusi teknologi berakibat pada pergeseran nilai dan norma budaya. Pada
lazimnya, nilai-nilai budaya dari pihak yang lebih dominan dalam penguasaan
ipteks akan cenderung berposisi dominan pula dalam interaksi kultural yang terjadi.
Dalam konteks ini, Hasbi Indra menjelaskan bahwa budaya Barat telah
memperlihatkan superioritasnya terhadap budaya Islam. Produk teknologi seperti
TV, parabola, telepon, VCD, DVD, internet, dan lain-lain dapat membuka
hubungan dengan dunia luar sehingga wawasan masyarakat terbuka. Namun, lewat
media tersebut dapat pula disaksikan pornografi, film-film, sinetron yang
menawarkan gaya hidup bebas dan juga kekerasan, yang secara moral bertentangan
dengan nilai Islam.23
Berdasarkan uraian di atas, jelas tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan
dalam segala bentuk, baik bersifat personal maupun global bisa terjadi dalam
hitungan waktu yang relatif sangat singkat. Hal ini merupakan tantangan yang
mutlak dijawab oleh pendidikan Islam melalui strategi yang tepat.

D. Strategi Pendidikan Islam Di Indonesia Menghadapi Globalisasi

Globalisasi merupakan sebuah proses sosial yang berakibat pembatasan


geografis dan keadaan sosial budaya menjadi hilang. Globalisasi menyatukan
masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi ke dalam saling
ketergantungan dan persatuan dunia. Globalisasi menyangkut seluruh proses yang

23 Indra, Hasbi. 2005. Pendidikan Islam Melawan Globalisasi. Cet. II; Jakarta: Rida
Mulia.h. 72
14

menghubungkan penduduk dunia ke dalam komunitas dunia (global society) yang


tunggal, bagaikan hidup di sebuah desa, yaitu desa dunia (global village).
Globalisasi menjadi sebuah fenomena yang kompleks dan berefek luas.
Tidak mengherankan, jika istilah globalisasi ini telah memperoleh konotasi arti
yang banyak. Globalisasi di satu sisi dipandang sebagai kekuatan tak tertahankan
yang memberi kemakmuran ekonomi kepada orang-orang di seluruh dunia, tetapi
di sisi lain, ia dituding sebagai sumber dari malapetaka manusia modern.
Menurut Sadegh, globalisasi menjadi petaka karena dapat melahirkan
frustasi eksistensial (existential frustation) yang dicirikan dengan hasrat yang
berlebihan untuk berkuasa (the will to power), mengumpulkan uang (the will to
money), untuk bekerja (the will to work), dan kenikmatan seksual (the will to sex).
Keseluruhan hasrat ini merupakanturunan dari materialisme dan hedonisme.24
Globalisasi yang bersumber dari Barat, dewasa ini tampil dengan watak
hegemonik di bidang politik, ekonomi, teknologi, dan kultural. Akibatnya,
pendidikan Islam sebagai upaya pewarisan nilai-nilai Islam, kini dihadapkan pada
desakan dan agresi nilai-nilai dan budaya Barat.
Salah satu ciri dari globalisasi menurut Mastuhu adalah kompetisi, dan
25
syarat untuk memenangkan sebuah kompetisi adalah keunggulan. Di sini letak
tantangan bagi pendidikan Islam untuk dapat terus eksis dan menjadi pilihan
masyarakat di era mendatang. Pendidikan Islam juga ditantang untuk menghasilkan
produk (generasi muslim) yang berkualitas dan berdaya bersaing tinggi dengan
tetap memelihara ciri keislamannya.
Menghadapi tantangan globalisasi seperti yang digambarkan di atas,
pendidikan Islam perlu melakukan langkah-langkah strategis dengan membenahi
beberapa persoalan internal. Persoalan internal yang dimaksud adalah: persoalan
dikotomi pendidikan, tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam, dan persoalan

24 Sadegh, Bakhtiari. 1995. Globalization and Education Challenges and Opportunities.


Iran: Journal Isfahan University.h. 97
25 Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Cet. 2; Jakarta: Logos Wacana
Ilmu. 1999., h. 275
15

kurikulum atau materi.26 Ketiga persoalan tersebut di atas saling terkait antara satu
dengan yang lain.

1. Menyelesaikan persoalan dikotomi


Persoalan dikotomi ilmu agama dan ilmu umum melahirkan dualisme
pendidikan, yaitu pendidikan Islam dan pendidikan umum. Dikotomi dan dualisme
merupakan persoalan lama yang belum terselesaikan sampai sekarang.
Seiring dengan itu berbagai istilah pun muncul untuk membenarkan
pandangan dikotomis tersebut. Misalnya, adanya fakultas umum dan fakultas
agama, sekolah umum dan sekolah agama. Dikotomi itu menghasilkan kesan bahwa
pendidikan agama berjalan tanpa dukungan ipteks, dan sebaliknya pendidikan
umum hadir tanpa sentuhan agama.
Pendidikan Islam harus menuju pada integrasi antara ilmu agama dan ilmu
umum. Fazlur Rahman menawarkan satu pendekatan untuk menyelesaikan
persoalan dikotomi pendidikan yaitu dengan menerima pendidikan sekuler modern
sebagaimana yang berkembang di dunia Barat dan mencoba untuk mengisinya
dengan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam.27
Ahmad Syafi'i Ma'arif mengatakan bila konsep dualisme dikotomik berhasil
diselesaikan, maka dalam jangka panjang sistem pendidikan Islam akan berubah
secara keseluruhan, mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi.28
Pendidikan Islam melebur secara integratif dengan pendidikan umum. Peleburan
bukan hanya dalam bentuk satu departemen saja, tetapi lebur
berdasarkan kesamaan rumusan filosofis dan pijakan epistemologisnya.
Upaya intergrasi keilmuan di Indonesia dapat dilihat dengan perubahan
kelembagaan perguruan tinggi Islam dari insitut menjadi universitas. Pada level

26 Pewangi Mawardi Tantangan Pendidikan Islam Di Era Globalisasi, (Jurnal Tarbawi,


Vol. 1, h. 6
27 Rahman, Fazlur. Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, terj.
Ahsin Mohammad, Islam dan Modernitas. Yogyakarta: Pustaka, 1985. h. 160
28 Maarif, Ahmad Syafi'i. “Pemikiran tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia,” dalam Muslih Usa, ed., Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta.
Yogyakarta: Tiara Wacana. 1991. h. 150
16

madrasah dan pondok pesantren upaya ini diwujudkan dengan memasukkan mata
pelajaran umum dalam kurikulum.

2. Revitalisasi tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam.


Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendisain ulang tujuan dan
fungsinya. Menurut Azyumardi Azra , terdapat beberapa model pendidikan Islam
di Indonesia:29
a. Pendidikan Islam mengkhususkan diri pada pendidikan keagamaan saja untuk
mempersiapkan dan melahirkan ulama-mujtahid yang mampu menjawab
persoalanpersoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan perubahan zaman.
b. Pendidikan Islam yang mengintegrasikan kurikulum dan materi - materi
pendidikan umum dan agama, untuk mempersiapkan intelektual Islam yang
berpikir secara komprehensif, contohnya madrasah.
c. Pendidikan Islam meniru model pendidikan sekuler modern dan mengisinya
dengan konsepkonsep Islam, contohnya sekolah Islam.
d. Pendidikan Islam menolak produk pendidikan Barat. Hal ini berarti harus
mendisain model pendidikan yang betul-betul orisinil dari konsep dasar Islam
dan sesuai dengan lingkungan sosial-budaya Indonesia
e. Pendidikan agama tidak dilaksanakan di sekolah-sekolah tetapi dilaksanakan di
luar sekolah. Artinya, pendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungan
keluarga dan lingkungan masyarakat. Model tersebut dapat dipilih untuk
diterapkan yang penting sejalan dengan kebutuhan masyarakat muslim. Pada
intinya, menurut Nata, pendidikan Islam harus mampu menyiapkan sumber daya
manusia yang dapat berpikir kritis dengan fokus dan tidak hanya sebagai
penerima informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal kepada peserta
didik agar dapat mengolah, menyesuaikan, dan mengembangkan segala hal yang
diterima melalui arus informasi, yakni manusia yang kreatif dan produktif 30
29 Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru.
Cet. 1; Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999. h. 71-72
30 Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia. Bogor: Kencana. 2003. h. 78
17

.3. Reformasi kurikulum atau materi

Materi pendidikan Islam terlalu didominasi masalah-maslah yang bersifat


normatif, ritual dan eskatologis. Malik Fajar menjelaskan, materi pendidikan Islam
disampaikan dengan semangat ortodoksi keagamaan, tanpa ada peluang untuk
melakukan telaah secara kritis.31 Pendidikan Islam tidak fungsional dalam
kehidupan sehari-hari, kecuali hanya sedikit aktivitas verbal dan formal yang
bersifat ritual.
Berdasarkan pengembangan keilmuan, dari berbagai problem yang muncul
di atas, jelas tidak bisa direspon hanya dengan ilmu-ilmu yang selama ini ada di
lembaga pendidikan Islam, seperti fiqih, ilmu kalam, tasawuf, aqidah akhlak, dan
tarikh. Ilmu-ilmu tersebut perlu kembangkan sehingga mampu menjawab persoalan
aktual, misalnya masalah lingkungan hidup, global warming, pencemaran limbah
beracun, penggundulan hutan, gedung pencakar langit, polusi udara, dan problem
sosial, antara lain: banyaknya pengangguran, penegakan hukum, hak asasi manusia,
korupsi, dan sebagainya.
Dalam konteks ini, materi pendidikan Islam secara garis besar diarahkan
pada dua dimensi,32 yakni: dimensi vertikal berupa ajaran ketaatan kepada Allah
swt. dengan segala bentuk artikulasinya; dan dimensi horizontal berupa
pengembangan pemahaman tentang kehidupan manusia dalam hubungannya
dengan alam atau lingkungan sosialnya. Dimensi yang kedua ini dilakukan dengan
mengembangkan materi pendidikan yang berorientasi pada penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Tiga hal yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain pendidikan


Islam yang perlu diupayakan untuk membangun pendidikan Islam yang bermutu di
tengah kehidupan global yang kompetitif. Ketiga hal tersebut masih membutuhkan
unsur lain sebagai pendukung, seperti sumber daya kependidikan yang berkualitas,
pendanaan yang memadai, dan lingkungan sosial yang kondusif.

31 Fajar, A. Malik. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan.: 1998. h 31


32 Pewangi Mawardi Tantangan Pendidikan Islam Di Era Globalisasi, h. 9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai gambaran yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :

1. Pendidikan Islam ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. yang ditujukan kepada semua anak didik secara
formal maupun non formal dengan tujuan membentuk anak didik yang cerdas,
berkepribadian Islam

2. Dasar paradigma pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan Hadis yang digunakan
sebagai rujukan utama dalam membuat dan mengembangkan konsep, prinsip,
teori, dan teknik pendidikan. Ada beberapa paradigma Pendidikan antara lain
Formise (dikotomis),mekanisme, orgnisme, dan sistemik-organik.

3. Ada tiga tantangan utama yang kini dihadapi oleh pendidikan Islam, yaitu
kemajuan iptek, demokratisasi, dan dekadensi moral. Ketiga tantangan tersebut
membawa pengaruh besar dalam semua bidang kehidupan manusia, termasuk
bidang pendidikan. Perkembangan dan kemajuan iptek prinsipnya berpotensi
melemahkan daya mental spiritual. Permasalahan baru yang harus segera
dipecahkan oleh pendidikan Islam adalah dehumanisasi pendidikan dan
netralisasi iptek dari nilai-nilai agama. Pendidikan Islam ditantang untuk
membuktikan kemampuannya dalam penguasaan iptek, sekaligus
kesanggupannya dalam mengendalikan dampak negatif dari iptek.

4. Menghadapi tantangan globalisasi, pendidikan Islam harus melakukan langkah


strategis dengan terlebih dahulu membangun paradigma keilmuan yang
integratif sebagai terhadap dikotomi ilmu. Lembaga-lembaga pendidikan Islam
juga mendisain ulang fungsinya dengan memilih model pendidikan yang
relevan dengan perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. Pilihan yang

18
19

paling tepat adalah mengadaptasi model pendidikan modern (Barat) dalam


sistem pendidikan Islam. Pilihan ini bukan berarti sekularisasi atau westernisasi,
tetapi pilihan ini tetap meniscayakan nilai-nilai Islam terpelihara dalam aktivitas
pendidikan Islam. Tahap selanjutnya, lembaga-lembaga pendidikan Islam harus
mereformasi kurikulumnya agar dapat menyiapkan sumber daya manusia yang
unggul dan memiliki daya saing dalam menghadapi kompetisi global.

B. Inplikasi

Adapun inplikasi yang dapat diambil dari penelitian makalah ini antara lain
sebagai berikut :

1. Dapat memahami pengertian pendidikan Islam


2. Dapat mengetahui paradigma pendidikan Islam
3. Dapat mengetahui tantangan pendidikan Islam di era globalisasi
4. Dapat memberikan pemahaman yang konprehensip tentang strategi
pendidikan Islam di Indonesia menghadapi globalisasi
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, 2004, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Pustaka Pelajar,


Yogjakarta.
Aginta, Medhy Hidayat, 2008, Panduan Pengantar Untuk Memahami
Postrukturalisme dan Posmodernisme, Jalasutra Post, Yogyakarta.
Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru. Cet. 1; Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional.
Cet. 1; Jakarta: Kencana.
Darajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Echols, John M. Echols dan Hassan Shadily. 1993. Kamus Inggris- Indonesia. Cet.
XIX; Jakarta: PT Gramedia.
Fajar, A. Malik. 1998. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung: Mizan.
_______. (ed), 1999. Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Ghazali, Abd. Moqsith & Djohan Effendi,2009, Merayakan kebebasan Beragama :
Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi,Penerbit Buku
Kompas, Jakarta.
Jalaluddin, 2013, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Rajawali Pers, Jakarta.
Kalean, 2002, Filsafat Bahasa, Paradigma, Yogyakarta.
Leahy, Louis, 1985, Manusia Sebuah Misteri Sintesa Filosofis MakhlukParadoks,
Gramedia, Jakarta.
Maksum, Ali, 2012, Pengantar Filsatfat, Ar-ruzz mmedia, Jakarta.
Muhlisin, Postmodernisme dan Kritik Ideologi Ilmu PengetahuanModern. Jurnal
Okarra II. Vol 1 No 1 Tahun 2000.
Norris, Chistopher, 2003, Membonkar teori dekonstruksi Jacques DerridaArruss,
Yogyakarta.
Indra, Hasbi. 2005. Pendidikan Islam Melawan Globalisasi. Cet. II; Jakarta: Rida
Mulia.

20
21

Maarif, Ahmad Syafi'i. 1991. “Pemikiran tentang Pembaharuan Pendidikan Islam


di Indonesia,” dalam Muslih Usa, ed., Pendidikan Islam di Indonesia antara
Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mastuhu, 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Cet. 2; Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
Nata, Abuddin. 2003. Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan
Islam di Indonesia. Bogor: Kencana.
Piliang, Yasraf Amir, 2003, Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies atasMatinya
Makna, Jalasutra, Bandung.
Rahim, Husni. 2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Cet. 1; Jakarta:
Logos Wacana Ilmu.
Rahman, Fazlur. Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition,
terj. Ahsin Mohammad, Islam dan Modernitas. Yogyakarta: Pustaka, 1985.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Cet. 1; Jakarta: Kencana.
Ritzer, George R. dan Douglas J. Goodman, 2009, Teori Sosiologi: DariTeori
Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori SosialPostmodern,
Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Sadegh, Bakhtiari. 1995. Globalization and Education Challenges and
Opportunities. Iran: Journal Isfahan University.
Soetriono &Rita Hanafie, 2007, Filsafat Ilmu dan Metodologi penelitian.Andi,
Yogyakarta.
Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam. Cet. 6;
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa
Depan. Cet. 9; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
__________, 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam
Perspektif Abad 21. Magelang: Tera Indonesia.
Wahid, Marzuki. 2011. Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi. Bandung: Pustaka Hidayah.
22

Wora, Emanuel, 2006, Perenialisme: Kritik atas Modernisme dan Postmodernisme,


Kanisius, Yogyakarta.
Zaprulkhan, 2016, Filsafat Ilmu: Sebuah Analisis Kontenporer, PTRajagrafindo
Persada, Jakarta.
Zubaedi. 2012. Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita
Selekta Pendidikan Islam. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai