Anda di halaman 1dari 216

KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA LANSIA TN. I DENGAN


DIABETES MELITUS TIPE II MELALUI PENERAPAN RANGE OF
MOTION (ROM) AKTIF KAKI UNTUK PENCEGAHAN
TERJADINYA ULKUS DIABETIK DI JORONG
PASAR BARU KECAMATAN NAN SABARIS
KABUPATEN PADANG PARIAMAN
TAHUN 2020

PEMINATAN KEPERAWATAN GERONTIK

ANISA PUJIATI, S.Kep

BP 1941312039

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Siti Yuli Harni, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom

Dr.Rika Sabri, S.Kp, M.Kes,Ns.Sp.Kep.Kom

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2020
KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA LANSIA TN. I DENGAN


DIABETES MELITUS TIPE II MELALUI PENERAPAN RANGE OF
MOTION (ROM) AKTIF KAKI UNTUK PENCEGAHAN
TERJADINYA ULKUS DIABETIK DI JORONG
PASAR BARU KECAMATAN NAN SABARIS
KABUPATEN PADANG PARIAMAN
TAHUN 2020

PEMINATAN KEPERAWATAN GERONTIK

Untuk Memperoleh Gelar Ners (Ns)


Praktek Profesi Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

Oleh :

ANISA PUJIATI, S.Kep

BP 1941312039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2020

i
ii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI LAPORAN ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA LANSIA TN. I DENGAN


DIABETES MELITUS TIPE II MELALUI PENERAPAN RANGE OF
MOTION (ROM) AKTIF KAKI UNTUK PENCEGAHAN
TERJADINYA ULKUS DIABETIK DI JORONG
PASAR BARU KECAMATAN NAN SABARIS
KABUPATEN PADANG PARIAMAN
TAHUN 2020

ANISA PUJIATI, S.Kep


BP 1941312039

Laporan Ilmiah Akhir Ini Telah Dinilai Oleh Panitia Penguji


Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Pada Tanggal : Desember 2020

Tim Penguji,

1. Ketua : Ns. Siti Yuli Harni,S.Kep,M.Kep ,Sp.Kep.Kom (.....................)

2. Anggota : Dr.Rika Sabri,S.Kp.M.Kes.Ns.Sp.Kep.Kom (.....................)

3. Anggota : Gusti Sumarsih, S.Kp., M.Biomed (.....................)

4. Anggota : Ns. Windy Freska, S.Kep., M.Kep (.....................)

iii
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
rahmat-Nya yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk-Nya. Shalawat serta
salam dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan
nikmat dan hidayah-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir
ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga pada Lansia Tn. I dengan
Diabetes Melitus Tipe II melalui Penerapan Range Of Motion (ROM) Aktif
Kaki untuk Pencegahan Terjadinya Ulkus Diabetik Di Jorong Pasar Baru
Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2020”. Karya
Ilmiah Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
(Ns).
Terima kasih peneliti ucapkan kepada Ibu Ns. Siti Yuli Harni, S.Kep.,
M.Kep., Sp.Kep.Kom dan Ibu Dr. Rika Sabri, S.Kp. M.Kes. Ns. Sp.Kep.Kom
yang telah membimbing penulis dengan telaten dan penuh kesabaran hingga
penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini. Selain itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Hema Malini, S.Kp., MN., PhD selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas

2. Ibu Ns. Lili Fajria S.Kep, M.Biomed selaku Ketua Program Studi Profesi

Ners Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

3. Bapak Ns. Randy Refnandes, S.Kep., M.Kep selaku sekretaris Program Studi

Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Andalas

4. Ibu Gusti Sumarsih, S. Kp, M. Biomed dan Ibu Ns. Windy Freska, S.Kep.,

M.Kep selaku dosen penguji karya ilmiah akhir yang telah memberikan

arahan dan perbaikan dalam kesempurnaan karya ilmiah akhir ini.

iv
5. Seluruh Staf dan Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang

telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis selama

mengikuti praktik profesi

6. Orang tua dan keluarga yang selama ini memberikan dukungan maksimal dan

do’a tulus kepada penulis dalam seluruh tahapan proses penyusunan karya

ilmiah akhir ini. Rasa semangat yang selalu diberikan oleh Ayah (Irwan),

do’a yang tiada terputus oleh Ibu (Yanti), serta Kakak (Fitra Hayati) yang

selalu memberi nasihat untuk terus maju kepada penulis.

7. Sahabat tercinta dan seluruh teman seperjuangan yang selalu berbagi motivasi

dan selalu menjadi tempat untuk bercerita selama proses penyusunan karya

ilmiah akhir ini.

8. Semua pihak yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis

dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini memiliki kekurangan


sehingga karya ilmiah akhir ini jauh dari kesempurnaan. Maka saran dan kritik
yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan ini.
Akhirnya harapan penulis semoga karya ilmiah akhir ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Padang, Desember 2020

Penulis

v
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
LAPORAN ILMIAH AKHIR, DESEMBER 2020

Nama : Anisa Pujiati, S.Kep


BP : 1941312039

“Asuhan Keperawatan Keluarga pada Lansia Tn. I dengan Diabetes Melitus


Tipe II melalui Penerapan Range Of Motion (ROM) Aktif Kaki untuk
Pencegahan Terjadinya Ulkus Diabetik Di Jorong Pasar Baru
Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman
Tahun 2020”

ABSTRAK

Pendahuluan : Proses penuaan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan


sel 𝛽 pankreas dalam memproduksi insulin. Salah satu komplikasi yang dialami
oleh penderita diabetes melitus adalah luka pada kaki. Akibat terberat dari luka di
kaki penderita diabetes melitus adalah amputasi dan ulkus diabetik. Ulkus kaki
diabetik dan amputasi menjadi penyebab utama kecatatan, morbiditas, dan
kematian pada pasien ini. Untuk menghindari komlikasi yang terjadi, latihan fisik
sangat dianjurkan, terkhususnya untuk mencegah terjadinya ulkus kaki diabetik
pada penderita DM dengan melakukan ROM aktif kaki karena dapat melancarkan
vaskularisasi pada ekstremitas bawah, Tujuan: Mengetahui asuhan keperawatan
lansia dalam konteks keluarga dengan diabetes melitus tipe 2 melalui penerapan
latihan ROM aktif kaki untuk mencegah terjadinya ulkus kaki diabetik. Hasil:
Dari asuhan keperawatan yang telah diberikan selama 25-30 menit dalam sehari
dengan dua kali latihan selama 10 hari menunjukan latihan ROM aktif kaki efektif
dalam mengurangi kesemutan pada kaki dan mencegah risiko terjadinya ulkus
kaki diabetik dengan skor inlow’s 60 second diabetic foot screen screening tool
yang awalnya berada pada skor 4 menjadi skor 1 (risiko rendah). Kesimpulan:
Rom aktif kaki efektif mengurangi kesemutan pada kaki dan mencegah risiko
terjadinya ulkus kaki diabetik pada pasien DM pasien stroke. Diharapkan lansia
dan keluarga dapat melakukan latihan ROM aktif kaki ini secara
berkesinambungan untuk mengurangi kesemutan pada kaki serta melaksanakan
pemeriksaan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan pada lansia.

Kata kunci : Lansia, Risiko Ulkus Kaki Diabetik, Diabetes Melitus,


Kesemutan
Daftar pustaka : 55 (2002-2019)

vi
Universitas Andalas
Final Scientific Report, Desember 2020

Name : Anisa Pujiati, S.Kep


Register Number : 1941312039

Family Nursing Care for the Elderly Mr. I with Type II Diabetes Mellitus
through the Application of Range Of Motion (ROM) Active Feet to
Prevent Diabetic Ulcers in Jorong Pasar Baru, Nan Sabaris
District, Padang Pariaman Regency 2020

ABSTRACT

Introduction: The aging process causes a decrease in the ability of cells β the
pancreas in producing insulin. One of the complications experienced by people
with diabetes mellitus iswound on the leg.The heaviest result of the wound on the
leg of people with diabetes mellitus is amputation and diabetic ulcers. Diabetic
foot ulcers and amputations are the main causes of disability, morbidity, and
death in these patients. To avoid the complications that occur, physical exercise is
highly recommended, especially to prevent diabetic foot ulcers in DM patients by
doing leg active ROM because it can smooth vascularization of the lower
extremities. Purpose: Knowing elderly nursing care in the context of families with
type 2 diabetes mellitus through the application of active leg ROM exercises to
prevent diabetic foot ulcers. Result: From the nursing care that has been given
for 25-30 minutes a day with two exercises for 10 days, it shows that active leg
ROM exercise is effective in reducing tingling in the feet and preventing the risk
of developing diabetic foot ulcers with a score inlow’s 60 second diabetic foot
screen screening toolwhich was originally at score 4 to score 1 (low risk).
Conclusion: Roman active feet effective in reducing tingling in the feet and
preventing the risk of diabetic foot ulcers in DM patient with stroke patient. It is
hoped that the elderly and their family can carry out this active leg ROM exercise
continuously to reduce tingling in the feet and carry out medical examination to
improve the health status of the elderly.

Keyword : Elderly, Risk of Diabetic Foot Ulcer, Diabetes Mellitus, Tingling


Bibliography : 55 (2002-2019)

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN


HALAMAN SAMPUL DALAM .................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
LEMBAR PENETAPAN PENGUJI ............................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
ABSTRAK..................................................................................................... vi
ABSTRACT.................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 9
C. Tujuan ................................................................................................. 9
D. Manfaat ............................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Dasar Lansia
1. Pengertian lansia............................................................................ 12
2. Batasan-Batasan Lansia ................................................................. 12
3. Ciri-Ciri Lansia ............................................................................. 13
4. Proses Aging ................................................................................. 14
5. Masalah-masalah pada lansia ......................................................... 14
6. Tugas Perkembangan lansia ........................................................... 16
B. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga .......................................................................... 16
2. Keluarga Lansia ............................................................................. 17
3. Peran keluarga dan perawatan Lansia ............................................ 18
4. Tugas perkembangan keluarga dengan lansia ................................. 18
C. Konsep Dasar Diabetes Melitus
1. Pengertian diabetes melitus ............................................................ 19
2. Etiologi diabetes melitus ................................................................ 19
3. Manifestasi diabetes melitus .......................................................... 21
4. Klasifikasi klinis diabetes melitus .................................................. 22
5. Patofisiologi diabetes melitus ........................................................ 23
6. Komplikasi diabetes melitus .......................................................... 25
7. Faktor risiko diabetes melitus ........................................................ 27
8. Penatalaksanaan diabetes melitus ................................................... 30
D. Konsep Ulkus Kaki Diabetik
1. Pengertian ..................................................................................... 33
2. Etiologi.......................................................................................... 33
3. Faktor risiko .................................................................................. 34
4. Patofisiologi .................................................................................. 40
5. Klasifikasi ..................................................................................... 42
6. Penatalaksanaan............................................................................. 42

viii
7. Penilaian risiko ulkus kaki diabetik ................................................ 44
8. Penilaian ulkus kaki diabetik ......................................................... 49
9. Pencegahan.................................................................................... 51
E. Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif
1. Pengertian ..................................................................................... 52
2. Manfaat ......................................................................................... 53
3. Persiapan Latihan Fisik untuk Penderita DM ................................. 53
4. Prinsip latihan ROM Aktif ............................................................. 56
5. Prosedur ROM Aktif ..................................................................... 59
6. Pengaruh latihan fisik untuk Penderita DM .................................... 60
F. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengakajian ................................................................................... 67
2. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 73
3. Intervensi Keperawatan ................................................................. 74
4. Implementasi ................................................................................. 76
5. Evaluasi ......................................................................................... 77

BAB III ANALISA LAPORAN KASUS


A. Manajemen Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................ 84
2. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan ....................................... 91
3. Intevensi Keperawatan................................................................... 94
4. Implementasi Keperawatan ............................................................ 99
5. Evaluasi Keperawatan ................................................................... 103

BAB IV PEMBAHASAN
A. Proses Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan ................................................................ 104
2. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 108
3. Intervensi Keperawatan ................................................................. 111
4. Implementasi Keperawatan ............................................................ 114
5. Evaluasi Keperawatan ................................................................... 121
B. Implikasi Latihan ROM Aktif Kaki ..................................................... 121

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 125
B. Saran ................................................................................................... 125

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 128


LAMPIRAN .................................................................................................. 133

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Laporan kasus

Lampiran 2. Laporan pendahuluan

Lampiran 3. Surat permohonan menjadi keluarga kelolaan

Lampiran 4. Informed consent

Lampiran 5. Curiculum vitae

Lampiran 6. Dokumentasi kegiatan

Lampiran 7. Lembar bimbingan

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Populasi lanjut usia di Indonesia pada 50 tahun terakhir (1971-2018)

mengami kenaikan yang cukup besar yakni sekitar dua kali lipat sehingga

menyebabkan Indonesia menempati posisi ke 4 dengan jumlah lansia

terbanyak di dunia mengalahkan China dan India. Peningkatan jumlah lansia

di Indonesia sendiri dikarenakan angka harapan hidup lansia mengalami

peningkatan disebabkan kemajuan dari pelayan kesehatan di Indonesia. Hal

ini dibuktikan oleh peningkatan persentase jumalah lansia sekitar dua kali liat

selama 5 dekade (1971-2019) yakni sebesar 9,28 persen atau sekitar 24,49

juta orang (BPS, 2019). Pada peningkatan tersebut, jumlah lansia perempuan

lebih mendominan sebanyak satu persen dibandingkan dengan lansia laki laki

(10,10 persen banding 9,10 persen). Bila dilihat dari keseluruhan lansia di

Indonesia, lebih banyak lansia muda (60-96 tahun) yang mencapai 63,82

persen, lalu selanjutnya terdapat lansia madya (70-79 tahun) sebanyak 27,67

persen dan lansia tua (80+ tahun) sebanyak 8,50 persen (BPS, 2019). Untuk

wilayah Sumatera Barat sendiri, julah lansia juga mengalami kenaikan

sebesar 0,32% dari 9,48% pada tahun 2018 dan 9,80% pada tahun 2019 (BPS,

2019).

Seorang yang dikatakan lansia adalah apabila telah berumur diatas 60

tahun yang mana hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

1
2

1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Kemenkes RI, 2016). Bertambahnya

usia merupakan suatu alamiah yang terjadi pada setiap orang. Saat memasuki

usia tua, tubuh akan mengalami berbagai penurunan fungsi secara bertahap

yang juga disebut dengan proses penuaan. Proses penuaan adalah suatu

proses dimana jaringan tubuh mengalami kehilangan kemampuannya untuk

memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara

perlahan-lahan (Maryam, S. 2011). Selama proses menua, sedikit demi

sedikit orang tersebut akan mengalami berbagai bentuk kemunduran seperti

kemunduran fisik, mental, dan sosial sehingga beberapa aktivitas ataupun

tugas sehari-hari tidak dapat dikerjakan (Suadirman, 2011).

Berbagai aspek kehidupan berpengaruh akibat dari proses penuaan

seperti sosial, ekonomi, dan kesehatan. Dilihat dari segi aspek kesehatan, usia

yang semakin bertambah akan menyebabkan lansia lebih rentan memilki

berbagai keluhan fisik baik secara faktor alamiah ataupun disebabkan oleh

faktor penyakit. Salah satu indikator untuk mengukur derajar kesehatan

penduduk adalah morbidity rates. Bila angka kesakitan semakin tinggi, maka

akan semakin buruk derat kesehatan penduduk (Kemenkes RI, 2016). Pada

tahun 2018, angka kesakitan lansia sebesar 25,99 persen.hal ini dapat

dimaknai bahwa dari 100 lansia, ada 25 hingga 26 lansia yang sakit (BPS,

2018).

Salah satu akibat yang mengganggu pada lansia adalah adanya

perubahan fisiologis lansia. Perubahan ini terjadi pada semua sistem yang ada

dalam tubuh individu salah satunya sistem endokrin. Proses penuaan


3

menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan sel 𝛽 pankreas dalam

memproduksi insulin. Selain itu, penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel

otot sebesar 35% terjadi pada individu yang berusia lebih tua. Hal ini

berhubungan dengan adanya resistensi insulin akibat peningkatan kadar

lemak di otot sebesar 30% (Trisnawati, 2012).

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya (Pengurus Besar

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015). Organisasi International

Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa pada kelompok usia 20-79

tahun, sedikitnya terdapat 463 juta (9,3% dari total penduduk dengan usia

yang sama) orang menderita diabetes melitus di dunia. Jika dilihat dari jenis

kelamin, pada tahun 2019 prevelensi penderita diabetes melitus pada laki laki

lebih banyak daripada perempuan, yaitu sebesar 9% pada perempuan dan

9,55% pada laki-laki. Prevelensi orang diabetes melitus diperkirakan

meningkat menjadi 19,9% atau 111,2 juta pada rentang usia 65-79 tahun.

Angka diprediksi terus meningkat hingga mencapai 578 juta ditahun 2030

dan 700 juta di tahun 2045 (Kemenkes RI, 2019). Sedangkan untuk indonesia

sendiri, pada tahun 2019, penderita diabetes melitus pada penduduk umur 20-

70 tahun menempati urutan ke-7 dari 10 negara dengan jumlah penderita

diabetes melitus tertinggi, yaitu sebesar 10,7 juta (IDF, 2019).

Salah satu komplikasi yang dialami oleh penderita diabetes melitus

adalah luka pada kaki. Akibat terberat dari luka di kaki penderita diabetes
4

melitus adalah amputasi dan ulkus diabetik. Ulkus kaki diabetik dan amputasi

menjadi penyebab utama kecatatan, morbiditas, dan kematian pada pasien ini.

Penyakit ekstremitas bawah, seperti penyakit arteri perifer, neuropati perifer,

ulserasi kaki merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes

dan dua kali lebih umum dibandingkan dengan pasien yang tidak diabetes.

Penyakit ektremitas bawah mempengaruhi 30 % lebih tinggi pada pasien

diabetes dengan umur diatas 40 tahun. Diseluruh dunia, lebih dari satu juta

amputasi ekstremitas bawah dilakukan setiap tahun pada pasien diabetes dan

sebagian dari amputasi tersebut didahului dengan ulserasi. Sebuah

pengetahuan rinci dari gambaran klinis, pathogenesis, pemeriksaan diagnostik

yang relevan, dan modalitas pengobatan sangat penting dalam perencanaan

strategi pengobatan optimal pada pasien ulkus diabetes. Terlambatnya

diagnostik awal dapat meningkatkan resiko komplikasi yang serius termasuk

kecatatan dan amputasi (Shrikhande & McKinsey 2012).

Patofisiologi dari luka diabetes adalah komplek dan melibatkan multi

faktor, diantaranya adalah: Neuropati sensorik, Penyakit arteri perifer

(Angiopati), Depormitas kaki, dan Trauma eksternal. Neuropati perifer

merupakan penyebab terbanyak dari luka kaki diabetes. Penderita diabetes

yang tidak menyadari jika kakinya terkena benda tajam diakibatkan oleh

kerusakan dari saraf sensorik, sedangkan kerusakan syaraf otonom

mengakibatkan produksi kelenjar keringat dan minyak menjadi terganggu,

akibatnya kaki menjadi kering dan pecah pecah, yang lama lama dapat

mengakibatkan bakteri dapat masuk kedalam kulit dan mengakibatkan


5

infeksi, kerusakan syaraf motorik mengakibatkan perubahan bentuk kaki dan

perubahan pada titik tekan kaki, sehingga lama lama akan terbentuk kalus

atau kapalan yang tebal pada kaki. Kalus yang tebal apabila tidak ditipiskan

lama lama akan mengalami inflamasi (peradangan) (Sari, 2015).

Berbagai intervensi dilakukan untuk mencegah komplikasi diabetes,

tindakan perawatan primer, pencegahan dan penanganan penyakit vaskular

perifer antara lain dengan berhenti merokok, menurunkan tekanan darah,

glukosa, dan kolesterol yang tinggi, diet rendah lemak total dan lemak jenuh,

serta mengkonsumsi buah dan sayuran lebih tinggi, dan latihan fisik (Ronai &

Sorace, 2009). Menurut WHO (2016) sebanyak 80% kejadian diabetes

mellitus dapat dicegah. Kejadian diabetes mellitus dapat dicegah ataupun

ditunda dengan tatalaksana pengobatan yang optimal, sehingga diabetes dapat

dikontrol dan memperpanjang harapan hidup penderita diabetes dengan hidup

sehat. Menurut PERKENI (2015) terdapat 5 pilar dalam penatalaksanaan

Diabetes Mellitus, antara lain edukasi, Terapi Nutrisi Medis (TNM), latihan

jasmani atau aktivitas fisik, terapi farmakologis, dan pemantauan gula darah

(monitoring). Diperlukan keteraturan terhadap 5 pilar tersebut dalam

pengelolaan Diabetes Mellitus yang optimal.

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada umumnya difokuskan pada

terapi farmakologis dan terapi nutrisi (diet), baik itu di rumah atau pun di

rumah sakit. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus jarang memerhatikan

aktivitas fisik atau latihan jasmani sebagai salah satu upaya penatalaksanaan

Diabetes Mellitus. Padahal, metabolisme tubuh akan bekerja lebih optimal


6

jika diimbangi dengan pemenuhan latihan fisik sehingga kadar gula darah

dapat terkontrol dengan baik (Wade & Tavns, 2007). Menurut Ditjen PP &

PL Depkes RI (2008) aktivitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh dengan

tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga atau energi. Aktivitas fisik

memegang peranan penting dalam mengontrol gula darah tubuh dengan cara

mengubah glukosa menjadi energi. Roberts, dkk (2013) mengatakan bahwa

aktivitas fisik sangat mempengaruhi sistem metabolisme, termasuk produksi

insulin yang mempengaruhi kadar gula darah.

Latihan jasmani yang dilakukan sehari-hari secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu dari 4 pilar

pengelolaan DM tipe 2. Risiko ulkus diabetik dapat dicegah dengan aktivitas

fisik atau latihan jasmani. Beberapa manfaat latihan jasmani adalah

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,

sehingga memperbaiki kadar glukosa darah (PERKENI, 2011). Tujuan

latihan jasmani pada pasien DM antara lain meningkatkan penurunan kadar

glukosa darah, mencegah obesitas, ikut berperan dalam mengatasi

kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lemak darah,

menormalkan tekanan darah, serta meningkatkan kemampuan kerja

(Rachmawati, 2010).

Salah satu bentuk latihan jasmani yang dapat dilakukan oleh pasien

DM adalah latihan Range of Motion (ROM) aktif kaki. ROM merupakan

salah satu intervensi keperawatan berupa latihan fisik yang dapat dilakukan

oleh pasien maupun keluarga secara mandiri setelah memperoleh pendidikan


7

kesehatan sebelumnya (Taufiq, 2011). Latihan ROM adalah salah satu bentuk

latihan jasmani yang cenderung dilakukan pada kasus muskuloskeletal atau

kasus neurologi seperti stroke (Widyawati, 2010). Menurut Potter & Perry

(2010), ROM adalah latihan gerak sendi yang menimbulkan kontraksi dan

pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya

sesuai gerakkan normal baik secara aktif maupun pasif.

Manfaat latihan ROM adalah menurunkan tekanan kaki,

meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan fungsional, serta meningkatkan

rentang gerak sendi (Widyawati, 2010; Taufiq, 2011). Menurut Fernando

(dalam Widyawati, 2010) keterbatasan rentang gerak sendi merupakan faktor

utama penyebab abnormarlitas tekanan plantar kaki dan ikut berperan dalam

menimbulkan ulkus kaki pada pasien DM dengan neuropati diabetik.

Widyawati (2010) menyebutkan bahwa exercise therapy berupa ROM

ekstremitas bawah dapat meningkatkan kekuatan otor dan reflek tendon,

memperbaiki sensasi proteksi dan nilai ABI, serta mengurangi keluhan

polineuropati diabetik sehingga dapat mencegah komplikasi ulkus kaki

diabetik.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lukita et al (2018), intervensi

melakukan ROM aktif kaki pada penderita DM memilki pengaruh terhadap

pencegahan ulkus kaki diabetik. Hasil penelitian ini menunjukan setelah

dilakukan latihan ROM aktif kaki pada kelompok perlakuan terjadi

penurunan yang signifikan rata-rata nilai risiko ulkus kaki diabetik sebesar

2,267. Sedangkan pada kelompok kontrol juga terjadi penurunan risiko ulkus
8

kaki diabetik sebesar 0,133. Penurunan ini bisa disebabkan oleh latihan

ROM aktif kaki yang dilaksanakan 2 kali sehari pada 13 hari pertama dan 1

kali sehari pada hari ke 14.

Intervensi yang sama juga diteliti oleh Sanchez et al (2013), yaitu

dengan melakukan pergerakan pada beberapa bagian sendi ekstremitas bawah

seperti plantarfleksi, dorsofleksi yang dilakukan sebanyak dua kali sehari

dalam seminggu dan dalam kurun waktu selama 20 minggu dapat

meningkatkan aliran darah ke arteri dan berefek positif pada metabolisme

glukosa, dimana terjadinya penurunan glukosa dan HbAc.

Hasil pengkajian yang dilakukan pada keluarga Tn. I didapatkan

masalah ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga. Dimana dari hasil

pengakajian dan pemeriksaan fisik diketahui bahwa Tn. I menderita diabetes

melitus tipe II dengan hasil pemeriksaan gula darah pada saat pengkajian

258g/dL. Selain itu didapatkan data bahwa Tn. I mengeluhkan bahwa ia

mengeluhkan pada kakinya terasa kesebumutan. Tn. I juga kurang melakukan

aktivitas fisik. Untuk mengatasi masalah hipertensi tersebut membutuhkan

perawatan yang komprehensif, maka penulis melakukan pembinaan pada

salah satu lansia di Jorong Pasar Baru, Sunur, Kecamatan Nan Sabaris,

Kabupaten Padang Pariaman dalam bentuk upaya promotif, preventif dan

kuratif dengan bekerja sama pada pihak terkait. Pembinaan lansia tersebut di

dokumentasikan dalam sebuah Laporan Ilmiah Akhir yang berjudul “Asuhan

Keperawatan Keluarga Pada Lansia Tn. I Dengan Diabetes Melitus Tipe II

Melalui Penerapan Range Of Motion (ROM) Aktif Kaki Untuk Pencegahan


9

Terjadinya Ulkus Diabetik Di Jorong Pasar Baru, Sunur, Kecamatan Nan

Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan rumusan

masalah karya tulis ilmiah akhir ini adalah: “Bagaimana asuhan keperawatan

lansia dalam konteks keluarga dengan diabetes melitus tipe 2 dengan

penerapan Range of Motion (ROM) aktif kaki untuk mencegah terjadinya

ulkus diabetik?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan lansia dalam konteks keluarga dengan

diabetes melitus dengan penerapan Range of Motion (ROM) aktif kaki

untuk mengurangi risiko terjadinya ulkus diabetik di Jorong Pasar Baru

Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan hasil pengkajian pada lansia diabetes melitus dengan

masalah risiko terjadinya ulkus diabetik dengan penerapan Range of

Motion (ROM) aktif kaki di Jorong Pasar Baru Kecamatan Nan

Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2020.


10

b. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada lansia diabetes melitus tipe

2 dengan masalah risiko terjadinya ulkus diabetik dengan penerapan

Range of Motion (ROM) aktif kaki di Jorong Pasar Baru Kecamatan

Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2020.

c. Menjelaskan intervensi keperawatan pada lansia diabetes melitus tipe

2 dengan masalah risiko terjadinya ulkus diabetik dengan penerapan

Range of Motion (ROM) aktif kaki di Jorong Pasar Baru Kecamatan

Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2020.

d. Menjelaskan implementasi keperawatan pada lansia diabetes melitus

tipe 2 dengan masalah risiko terjadinya ulkus diabetik dengan

penerapan Range of Motion (ROM) aktif kaki di Jorong Pasar Baru

Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2020.

e. Menjelaskan evaluasi keperawatan pada lansia diabetes melitus tipe 2

dengan masalah risiko terjadinya ulkus diabetik dengan penerapan

Range of Motion (ROM) aktif kaki di Jorong Pasar Baru Kecamatan

Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2020.

f. Menjelaskan analisa kasus pada lansia diabetes melitus tipe 2 dengan

masalah risiko terjadinya ulkus diabetik dengan penerapan Range of

Motion (ROM) aktif kaki di Jorong Pasar Baru Kecamatan Nan

Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2020.


11

D. Manfaat

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

a. Sebagai masukan bagi perkembangan pengetahuan dalam hal

perawatan komprehensif dan menambah pengalaman mahasiswa

dalam merawat lansia dengan masalah ketidakefektifan manajemen

kesehatan keluarga dengan cara menerapkan latihan Range of Motion

(ROM) aktif kaki.

b. Hasil laporan ilmiah akhir ini dapat menjadi sumber literatur dan

bahan referensi bagi mahasiswa yang ingin meneliti penerapan asuhan

keperawatan pada lansia dengan masalah ketidakefektifan manajemen

kesehatan keluarga yang berkaitan dengan latihan Range of Motion

(ROM) aktif kaki dengan pengembangan variabel lain.

2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan/Keperawatan

a. Hasil laporan ilmiah ini dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi

puskesmas dengan membuat suatu pembuatan kebijakan standar

asuhan keperawatan terhadap lansia dengan masalah ketidakefektifan

manajemen kesehatan keluarga dengan cara penerapan latihan Range

of Motion (ROM) aktif kaki.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP LANSIA

1. Pengertian Lansia

Lansia adalah seseorang yang sudah berada pada rentang usia 60

tahun atau lebih, baik laki-laki ataupun perempuan (Undang-Undang,

1998). Seseorang yang sudah memasuki usia 60 tahun atau lebih akan

mengalami penurunan secara biologis. Proses menua terjadi sepanjang

kehidupan dan tidak akan pernah berhenti, mulai dari lahir sampai

menjadi lanjut usia (Kholifah, 2016).

Lanjut usia adalah masa dimana seseorang sulit untuk

mempertahankan keadaan seimbang stress fisiologisnya akibat adanya

penurunan kemampuan untuk hidup (Nursalam,2009). Pada saat

seseorang telah memasuki usia lanjut dan mengalami perubahan, maka

pada fase ini akan sulit untuk diterima atau sulit bagi seseorang untuk

beradaptasi dengan semua penurunan yang dialami baik secara fisik

ataupun psikologis.

2. Batasan-Batasan Lanjut Usia

Menurut World Health Organization (2019) batasan umur

seseorang dikatakan lanjut usia yaitu:

a. Usia pertengahan :45-59 tahun

b. Lanjut usia :60-74 tahun

12
13

c. Lanjut usia tua :75-90 tahun

d. Usia sangat tua :Diatas 90 tahun

Menurut P.rof. Dr. Koesoemanto lanjut usia merupakan seseorang

yang berada pada rentang usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun. Rentang

usia 70-75 tahun di sebut young old dan pada rentang usia lebih dari 80

tahun disebut very old. Di Indonesia batasan usia lanjut berada pada

rentang usia 60 tahun atau lebih, baik pria maupun wanita yang di atur

dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 1998.

3. Ciri-Ciri Lansia

Ciri-ciri dari seorang lansia menurut (Kholifah, 2016) diantaranya, yaitu:

a. Seseorang yang sudah memasuki usia tua atau sudah memasuki usia

60 tahun secara biologis akan mengalami kemunduran baik secara

fisik atau psikologis.

b. Seseorang yang memasuki usia lanjut akan mengalami kemunduran di

bidang sosial, namun ada juga sebagian lansia yang bisa menerima

pendapat orang lain dan sikap sosial di masyarakat akan tetap positif.

c. Pada saat memasuki usia lanjut seseorang akan mengalami perubahan

peran, karena pada masa ini seseorang akan mengalami perunan

secara biologis.

d. Pada masa memasuki usia lanjut seseorang akan lebih mudah

tersinggung dan merasa bersalah.


14

4. Proses Aging

Siklus kehidupan manusia dimulai dari saat anak- anak, dewasa dan

kemudian lanjut usia. Proses aging atau yang biasa disebut dengan menua

merupakan siklus kehidupan yang terjadi sepanjang waktu. Seseorang

yang sudah memasuki usia 60 tahun atau bahkan lebih akan mengalami

kemunduran fisik, sosial dan mental (Kholifah, 2016). Penurunan yang

terjadi secara biologis seperti penurunan fungsional organ-organ tubuh

akan berakibat pada kemampuan fisik dan psikososial.

Setiap orang yang sudah memasuki usia lanjut ditandai dengan

adanya kemunduran fisik, biasanya kulit sudah mulai keriput, rambut

memutih, kualitas pendengan sudah mulai berkurang, penglihatan mulai

kabur, gigi ompong, aktivitas mulai mengalami penurunan, nafsu makan

berkurang dan sangat rentan untuk terserang penyakit karena sistem imun

tubuh juga mengalami penurunan (Padila, 2013).

5. Masalah-masalah pada Lansia

Menurut Meiner (2015) masalah kesehatan yang sering terjadi pada

lansia diantaranya:

a. Sistem Endokrin

Perubahan yang terjadi adalah penurunan kemampuan sel 𝛽 pankreas

dalam memproduksi insulin

b. Sistem Muskuloskletal

Sistem muskuloskeletal dipengaruhi oleh proses aging. Penurunan

massa otot dan kekuatan otot semakin menurun seiring berjalannya


15

waktu. Terjadinya penurunan elastisitas ligamen,tendon, dan

penurunan katilego, massa tulang sehingga terjadi kelemahan pada

tulang. Beberapa masalah yang biasanya terjadi pada

muskuloskeletal lansia yaitu fraktur panggul, fraktur pada radius

distal atau colles fracture, stenosis spinal, gouty arthritis,

osteoporosis, osteomyelitis, PMR (Polymyalgia Rheumatica).

c. Kognitif dan Neurologi

Jaringan neurologi merupakan struktur jaringan yang kompleks yang

banyak mengalami perubahan sejalan dengan proses menua yang

terjadi secara berkelanjutan. Pada individu gaya hidup, jumlah

nutrisi, dan perfusi jaringan yang akan mempengaruhi banyak sistem

neurologi. Beberapa gangguan kognitif dan neurologi yang biasa

terjadi pada lansia diantaranya delirium, dimensia, alzaimer, dan

depresi. Depresi merupakan penyakit yang paling mempengaruhi

lansia. Dari semua penurunan fungsi pada tubuh lansia bisa berujung

pada depresi. Seorang lansia yang mengalami depresi akan

menunjukkan gejala seperti kecemasan, gangguan mood dan lain-

lain. Pada seorang lansia yang mengalami depresi bisa

mengakibatkan bunuh diri.

d. Sistem Saraf

Perubahan anatomi system saraf secara progresif pada lansia

menyebabkan penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari.


16

6. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan

diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dapat dipengaruhi oleh

proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Menurut Stenley (2017),

tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

d. Mempersiapkan kehidupanbaru.

e. Melakukan penyesuaian terhadapkehidupan sosial atau masyarakat

secara santai.

f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

B. KONSEP KELUARGA

1. Pengertian Keluarga

Menurut Friedman (2010) mendefinisikan bahwa keluarga adalah

kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterkaitan

aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing

yang merupakan bagian dari keluarga. Sedangkan menurut Hanson (2005

dalam Kaakinen et al, 2010) keluarga adalah dua atau lebih individu yang

saling ketergantungan satu sama lain untuk mendapatkan dukungan

emosional, fisik, dan ekonomi.


17

2. Keluarga Lansia

Tahap keluarga Lansia dan pensiunan adalah tahap terakhir siklus

kehidupan keluarga yang dimulai ketika salah satu atau kedua pasangan

memasuki masa pensiunan, sampai salah satu pasangan meninggal dan

berakhir ketika kedua pasangan meningggal. Persepsi terhadap siklus

kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga lanjut usia. Beberapa

orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini

merupakan tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka

yang tergantung dari sumber-sumber financial yang adekuat, kemampuan

memelihara rumah yang memuaskan dan status kesehatan individu.

Karena proses menua berlangsung dan masa pensiuna menjadi suatu

kenyataan, maka ada beberapa macam stressor atau kehilangan-

kehilangan yang dialami oleh mayoritas lansia dan pasangan-pasangan

yang mengacaukan transisi peran mereka. Hal ini meliputi:

a. Ekonomi

Menyesuaikan terhadap pendapatan yang turun secara substansial,

mungkin kemudian menyesuaikan terhadap ketergantungan ekonomi

(ketergantungan pada keluarga atau subsidi pemerintah).

b. Perumahan

Sering pindah tempat tinggal yang lebih kecil dan kemudian dipaksa

pindah ketatanan institusi.

c. Sosial

Kehilangan (kematian) saudara, teman-teman dan pasangan.


18

d. Pekerjaan

Keharusan pensiunan dan hilangnya peran dalam pekerjaan dan

perasaan produktivitas.

e. Kesehatan

Menurun fungsi fisik, mental dan kognitif.

3. Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia

Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam

mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia

antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahakan dan

meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi,

serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi

lansia (Padila, 2013).

4. Tugas Perkembangan Keluarga dengan Lansia

Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu pasangan

pensiun dan berlanjut dengan salah satu pasangan meninggal. Proses usia

lanjut dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari dari

proses stresor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stresor

tersebut terjadi karena berkurangnya pendapatan keluarga, kehilangan

berbagai hubungan sosial yang sebelumnya ada, kehilangan pekerjaan

serta perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi kesehatan.

Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas

utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut umumnya lebih dapat
19

beradaptasi dengan tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama

anaknnya. Tugas perkembangan tahap ini adalah (Harmoko, 2012):

a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan,teman, kekuatan

fisik, dan pendapatan

c. Mempertahankan keakraban antara suami istri dan saling merawat

d. Mempertahakan hubungan anak dan sosial masyarakat

e. Melakukan lifereview

f. Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kepada

kematian

C. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS

1. Pengertian

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya (Henderina, 2010). Menurut PERKENI

(2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai

gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi

disertai dengan kadar gula darah sewaktu =200 mg/dl dan gula darah

puasa =126 mg/dl.

2. Etiologi

Menurut Price (2013), DM mempunyai penyebab yang berbeda-beda,

berbagai penyebab dapat mengakibatkan insufisiensi insulin, tetapi faktor


20

genetik mempunyai peranan penting pada kebanyakan pasien DM.

Menurut Riyadi (2013) faktor lain yang dianggap sebagai etiologi DM

yaitu :

a. Kelainan sel 𝛽 pankreas yaitu kegagalan sel 𝛽 pankreas dalam

mensekresikan insulin

b. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah sel 𝛽 pankreas, antara lain

agen yang dapat menimbulkan infeksi dan konsumsi karbohidrat dan

gula yang diproses secara berlebihan, kelebihan berat badan serta

kehamilan

c. Gangguan sistem imunitas. Hal ini dapat terjadi oleh karena

autoimunitas yang diikuti dengan pembentukan sel-sel antibodi

antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel-sel penyekresi

insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.

d. Kelaianan insulin. Pada pasien obesitas, kurangnya reseptor insulin

yang terdapat pada membran sel yang responsif terhadap insulin

mengakibatkan terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin

Menurut Price (2013), pasien-pasien DM tipe 2 memilki pola familial

yang kuat. Indeks DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir mencapai

100%. Saudara kandung memiliki risiko berkembangnya penyakit DM

tipe 2 mendekati 40% sedangkan untuk anak cucunya 33%. Jika orang

tua menderita DM tipe 2, risiko DM dan non DM pada anak adalah 1 : 1,

dan sekitar 90% pasti pembawa (carrier) DM tipe 2.


21

3. Manifestasi Klinis

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM

diantaranya :

a. Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam

meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM

dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh

tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk

mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih

sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan

mengandung glukosa. Kelelahan merupakan akibat dari

ketidakseimbangan antara tingkat glukosa darah dengan insulin yang

beredar dalam tubuh (PERKENI, 2011).

b. Timbul rasa haus (Polidipsia)

Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar

glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk

meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).

c. Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut

disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan

kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).


22

d. Peyusutan berat badan

Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh

terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi

(Subekti, 2009).

e. Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan

penggunaan glukosa oleh sel menurun.

f. Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa

gatal pada kulit.

4. Klasifikasi Diabetes Melitus

a. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi

karena kerusakan sel ß (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes

Association (CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel ß

pankreas diduga karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak

diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis,

memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan

meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di negara

berkembang (IDF, 2014)

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).

Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset,

yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar

90% dari penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar


23

merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan

berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2014).

c. Diabetes gestational

Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang

didiagnosis selama kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan

hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan

WHO, 2014). Wanita dengan diabetes gestational memiliki

peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat

melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di

masa depan (IDF, 2014).

d. Tipe diabetes lainnya

Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena

adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan

mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga

mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur

sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat

mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu sindrom

chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2015).

5. Patofisiologi Diabetes Melitus

a. Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 1

Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel

yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi

tersebut merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan


24

ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti-islet dalam darah

(WHO, 2014). National Institute of Diabetes and Digestive and

Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun

menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas.

Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan

dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin

yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya

kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin.

Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan

tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.

b. Patofisiologi diabetes tipe 2

Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak.

Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya

sel beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014).

Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-

reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang

efektif mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013).

Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal

untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian

obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.


25

c. Patofisiologi diabetes gestasional

Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang

berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi

insulin dan glukosa tinggi pada Ny. Yang terkait dengan

kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan

ADA, 2014).

6. Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat

menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain :

a. Komplikasi metabolik akut

Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat

tiga macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan

kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai

komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang

kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2010).

2) Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar

glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh

sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis

(Soewondo, 2006).
26

3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang

ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa

serum lebih dari 600 mg/dl (Price & Wilson, 2013).

b. Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu

1) Retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati

ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil

(Pandelaki, 2009).

2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria

menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali

pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik

merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal.

3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering

ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada

sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf

(Subekti, 2009).

Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler) :


27

1) Penyakit jantung koroner disebut dengan SMI (Silent Myocardial

Infarction) (Widiastuti, 2012).

2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien non-DM

untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan

menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan

pusing atau vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara

pelo (Smeltzer & Bare, 2010).

7. Faktor Risiko Diabetes Melitus

1) Faktor risiko yang dapat diubah

a) Gaya hidup

Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan

dalam aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak

teratur dan minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang

dapat memicu terjadinya DM tipe 2 (ADA, 2009).

b) Diet yang tidak sehat

Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan

nafsu makan, sering mengkonsumsi makan siap saji

(Abdurrahman, 2014).

c) Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk

terjadinya penyakit DM. Menurut Kariadi (2009) dalam Fathmi

(2012), obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin


28

(resisten insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh,

maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila

lemak tubuh terkumpul didaerah sentral atau perut (central

obesity).

Perhitungan berat badan ideal sesuai dengan Indeks Massa Tubuh

(IMT) menurut WHO (2014), yaitu: IMT = BB(kg)/TB(m2)

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh/IMT (WHO, 2014)

Indeks Mass Tubuh Klasifikasi Berat Badan


<18,5 Kurang
18,5-22,9 Normal
23-24,9 Kelebihan
≥ 25,0 Obesitas

d) Tekanan darah tinggi

Menurut Kurniawan dalam Jafar (2010) tekanan darah tinggi

merupakan peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan

resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan

peningkatan volume aliran darah

2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a) Usia

Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena

diabetes tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah

baya, paling sering setelah usia 45 tahun (American Heart

Association [AHA], 2012). Meningkatnya risiko DM seiring

dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan

fungsi fisiologis tubuh.


29

b) Riwayat keluarga diabetes melitus

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua.

Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota

keluarga yang juga terkena penyakit tersebut (Ehsa, 2010). Fakta

menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ibu penderita DM

tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan

3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita DM.

Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki

risiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Sahlasaida,

2015).

c) Ras atau latar belakang etnis

Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam,

penduduk asli Amerika, dan Asia (ADA, 2009).

d) Riwayat diabetes pada kehamilan

Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi

lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 (Ehsa,

2010).

8. Penatalaksanaan

Penatalaksaan pada pasien diabetes menurut Perkeni (2015) dan

Kowalak (2011) dibedakan menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan

non farmakologi:

a. Terapi farmakologi
30

Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola

makan dan gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari

obat oral dan obat suntikan, yaitu:

1) Obat antihiperglikemia oral

Menurut Perkeni, (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini

dibedakan menjadi beberapa golongan, antara lain:

a) Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid

Efek utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin

oleh sel beta pancreas. cara kerja obat glinid sama dengan

cara kerja obat sulfonilurea, dengan penekanan pada

peningkatan sekresi insulin fase pertama yang dapat

mengatasi hiperglikemia post prandial.

b) Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan

Tiazolidindion (TZD)

Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa

hati (gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer.

Sedangkan efek dari Tiazolidindion (TZD) adalah

menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein

pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan glukosa di

perifer.

c) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa


31

Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi

glukosa dalam usus halus, sehingga memiliki efek

menurunkan kadar gula darah dalam tubunh sesudah makan.

d) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk

menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose

Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam

bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi

insulin dan menekan sekresi glukagon sesuai kadar glukosa

darah (glucose dependent).

2) Kombinasi obat oral dan suntikan insulin

Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak

dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan

insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang),

yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut

biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik

jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja

menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,

kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan melihat nilai

kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar

glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun

sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi


32

kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat

antihiperglikemia oral dihentikan (Perkeni, 2015).

b. Terapi non farmakologi

Terapi non farmakologi menurut Perkeni (2015) dan Kowalak (2011)

yaitu:

1) Edukasi

Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup menjadi

sehat. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa

digunakan sebagai pengelolaan DM secara holistic.

2) Terapi nutrisi medis (TNM)

Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwal makan

yang teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya,

terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa

darah maupun insulin.

3) Latihan jasmani atau olahraga

Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari

dalam seminggu selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150

menit perminggu, dan dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2

hari berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan bersifat

aerobic dengan intensitas sedang yaitu 50 sampai 70% denyut

jantung maksimal seperti: jalan cepat, sepeda santai,

berenang,dan jogging. Denyut jantung maksimal dihitung dengan

cara: 220 – usia pasien.


33

D. KONSEP DASAR ULKUS DIABETIK

1. Pengertian

Ulkus kaki diabetik adalah suatu kondisi ditemukannya infeksi, tukak dan

atau destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien

Diabetes Melitus akibat kelainan saraf dan gangguan pembuluh darah

arteri perifer (Riza, 2015). Menurut Decroli (2008), kaki diabetik adalah

infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang disebabkan

oleh neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada ekstremitas bawah.

Dapat disimpulkan bahwa ulkus kaki diabetik adalah infeksi pada luka

yang terdapat pada jaringan kulit yaitu jaringan ikat dalam pada pasien

Diabetes Melitus yang diakibatkan oleh komplikasi dari neuropati dan

penyakit vaskuler perifer yang terdapat di ekstremitas bawah.

2. Etiologi

Penyebab tersering ulkus kaki diabetik adalah neuropati, trauma, tekanan

plantar kaki, penyakit arteri perifer, dan deformitas kaki. Faktor risiko

yang paling banyak menyebabkan ulkus kaki diabetik adalah neuropati,

trauma, dan deformitas kaki yang sering disebut critical triad of diabetic

ulcers. Faktor lain yang menyebabkan ulkus adalah iskemi, pembentukan

kalus, dan edema. Infeksi jarang menjadi penyebab ulkus kaki diabetik,

ulkus rentan terhadap infeksi setelah terdapat luka (Frykberg, 2002).

Selain itu, daya imunitas yang turun juga ikut berpengaruh dalam

penyebab terjadinya ulkus diabetik, hiperglikemia akan mengganggu

kemampuan leukosit khusus yang berfungsi untuk menghancurkan


34

bakteri. Dengan demukian, akan terjaid penurunan resistensi terhadap

infeksi tertentu pada pasien DM yang tidak terkontrol (Smeltzer & Bare,

2010).

3. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik pada pasien DM menurut

Lipsky (dalam Hastuti, 2008) dan Roza (2015) terdiri atas :

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Usia ≥ 60 tahun

Usia ≥ 60 tahun berhubungan dengan terjadinya ulkus kaki

diabetik karena pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis

menurun akibat proses aging yang menyebabkan penurunan

sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh

terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.

Pada usia tua beberapa komplikasi DM sering terjadi seperti

makroangiopati yang menyebabkan penurunan sirkulasi darah,

salah satunya adalah pembuluh darah besar atau sedang di

ekstremis yang memudahkan terjadinya ulkus.

2) Lama DM ≥ 5 tahun

3) Ulkus diabetik terutama terjadi pada pasien DM yang telah

mengalami DM selama 5 tahun atau lebih. Semakin lama

seseorang mengalami DM maka risiko terjadi hiperglikemi juga

semakin meningkat. Hiperglikemi kronik dapat menyebabkan

komplikasi makroangiopati atau mikroangiopati yang


35

mengakibatkan neuropati dan vaskulopati yang akan menurunkan

sirkulasi darah.

b. Faktor risiko yang dapat diubah

1) Neuropati (sensorik, motorik, otonom)

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol semakin lama akan

mengakibatkan gangguan mikrosirkulasi, penurunan aliran darah

dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan

degenerasi pada serabut saraf sehingga terjadi neuropati. Menurut

Roza (2015) neuropati terdiri dari :

a) Neuropati sensorik

Gangguan sensorik mulai terjadi saat pasien meneluhkan

kehilangan sensasi atau merasa kebas pada kaki. Gangguan

sensorik menyebabkan trauma yang terjadi pada pasien DM

sering kali tidak disadari.

b) Neuropati motorik

Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki,

perubahan biomekanik kaki dan distribusi tekanan kaki

terganggu sehingga menimbulkan kejadian ulkus kaki

meningkat.

c) Neuropati otonom

Neuropati otonom menyebabkan ekskresi keringat pada bagian

kaki mengalami penurunan sehingga kulit kaki menjadi kering

dan mudah terbentuk fisura. Saat terjadi trauma, keadaan kaki


36

yang mudah retak meningkatkan risiko terjadinya ulkus kaki

diabetikum.

2) Obesitas

Pada pasien DM disertai obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 untuk

wanita dan ≥ 25 kg/m2 untuk laki-laki akan lebih sering terjadi

resistensi insulin. Hiperinsulinemia ditunjukkan dengan kadar

insulin yang melebihi 10 µU/ml yang dapat menyebabkan

aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi

gangguan sirkulasi darah sedang atau besar pada ekstremitas

bawah yang menyebabkan terjadinya ulkus/gangren diabetik pada

ekstremitas bawah

3) Hipertensi

Hipertensi (TD > 130/80 mmHg) pada pasien DM disebabkan

karena adanya viskositas darah yang tinggi yang berakibat

menurunnya aliran darah sehingga terjadi defisiensi vaskuler,

selain itu hipertensi dengan tekanan darah > 130/80 mmHg dapat

merusak atau megakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada

endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses

adhesi dan agregasi trombosit yang menimbulkan defisiensi

vaskuler sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan dan akan

mengakibatkan terjadinya ulkus kaki diabetik

4) Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol


37

Glikosilasi hemoglobin merupakan kondisi terikatnya glukosa

yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma

termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Glikosilasi

hemoglobin (HbA1C) ≥ 6,5% akan menurunkan kemampuan

pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan

hipoksia jaringan dan selanjutnya menyebabkan poliferasi pada

dinding sel otot polos subendotel.

5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol (GDP > 100 mg/dL dan

GD2JPP > 144 mg/dL) akan menimbulkan komplikasi kronik

dalam jangka panjang baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler,

salah satunya yaitu ulkus kaki diabetik.

6) Kolesterol total, HDL, Trigliserida tidak terkendali

Pada pasien DM sering dijumpai tingginya kadar trigliserida dan

kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (High Density

Lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ≤ 45 mg/dL.

Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dL, kolesterol total ≥ 200 mg/dL dan

HDL ≤ 45 mg/dL akan menyebabkan buruknya sirkulasi darah ke

sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cidera

jaringan, merangsang reaksi peradangan dan menimbulkan

aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah

penyempitan lumen pembuluh darah yang dapat menyebabkan

gangguan sirkulasi darah jaringan sehingga suplai darah ke


38

pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau

berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis, dan

poplitea, kaki menjadi atrofi, suhu kaki dingin dan kuku menjadi

tebal. Komlikasi selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga

timbul ulkus kaki yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau

tungkai.

7) Kebiasaan merokok

Konsumsi rokok berlebihan akibat dari nikotin yang terkandung di

dalam rokok dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian

terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang mempermudah

terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis mengakibatkan terjadinya

insufisiensi pembuluh darah sehingga aliran darah ke arteri

dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.

8) Ketidakpatihan diet DM

Kepatuhan diet DM merupakan faktor penting dalam

mengendalikan kadar glukosa darah, koleterol, dan trigliserida

mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik

seperti ulkus kaki diabetik. Kepatuhan diet DM merupakan upaya

penting dalam mempertahankan berat badan normal, menurunkan

tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa

darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas

reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.

9) Kurangnya aktivitas fisik


39

Aktivitas fisik (olah raga) dapat meningkatkan sirkulasi darah,

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap

insulin, sehingga memperbaiki kadar glukosa darah. Kadar

glukosa darah yang terkontrol akan mencegah komplikasi kronik

DM. Olah raga teratur (lebih dari 3 kali dalam seminggu selama

30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat,

metabolisme lipid dan menurunkan berat badan.

10) Pengobatan tidak teratur

Pengobatan yang dilakukan dengan rutin oleh pasien DM akan

mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi kronik seperti

ulkus kaki diabetik.

11) Perawatan kaki tidak teratur

Perawatan kaki yang dilakukan secara teratur akan mencegah atau

mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki

12) Penggunaan alas kaki tidak tepat

Pasien DM dilarang berjalan tanpa alas kaki karena tanpa

menggunakan alas kaki yang tepat dapat menimbulkan trauma

yang mengakibatkan ulkus kaki diabetik, terutama jika terjadi

neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang.

4. Patofisiologi

Ulkus kak diabetik adalah suatu kondisi ditemukannya infeksi,

tukak dan atau destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada

pasien DM akibat kelainan saraf dan gangguan pembuluh darah arteri


40

perifer (Roza, 2015). Salah satu penyebabnya adalah makroangiopati.

Makroangiopati adalah salah satu komplikasi dari DM. Makroangiopati

diabetik mempunyai gambaran penyakit berupa aterosklerosis. Gabungan

dari biokimia yang disebabkan oelh insufisiensi insulin dapat menjadi

faktor penyebab penyakit vaskuler ini. Gangguan makroangiopati berupa

penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler, hiperlipoproteinemia, dan

kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya, makroangiopati ini akan

menyebabkan penyumbatan vaskuler. Jika terjadi pada arteri-arteri

perifer, maka dapat menimbulkan insufisiensi vaskuler perifer yang

disertai dengan klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas

(Price & Wilson, 2013)

Penyebab timbulnya ulkus kaki diabetik adalah neuropati, trauma,

tekanan plantar kaki, penyakit arteri perifer, dan deformitas kaki (Fryberg,

2002). Penurunan imunitas akibat tingginya kadar gula dalam darah yang

mengganggu kemampuan leukosit untuk menghancurkan bakteri juga

turut menjadi penyebab terjadinya ulkus kaki diabetik (Smaltzer & Bare,

2010). Neuropati terdiri dari neuropati motorik, sensorik, dan otonom.

Gangguan motorik mengakibatkan atrofi otot, kelainan bentuk kaki,

perubahan biomekanik kaki dan distribusi tekanan kaki terganggu

sehingga menyebabkan kejadian ulkus kaki diabetik meningkat.

Gangguan sensorik diketahui saat pasien mengeluhkan kaki kehilangan

sensasi rasa atau merasa kebas. Gangguan sensori menyebabkan trauma

yang terjadi pada pasien DM tidak diketahui. Gangguan otonom


41

menyebabkan penurunan ekskresi keirngat pada bagian kaki sehingga

kulit kaki menjadi kering dan mudah terbentuk fisura (Roza, 2015).

Penyakit arteri perifer adalah penyakit yang disebabkan oleh

aterosklerosis. Aterosklerosis disebabkan karena adanya proses lipolisis.

Lipolisis terjadi akibat terjadinya resistensi insulin dalam darah. Lipolisis

menguraikan trigliserida menjadi asam lemak yang berlebihan dari

jaringan adipose ke dalam darah (Triyani, 2015). Gejala klinis yang sering

ditemukan pada pasien penyakit arteri perifer adalah klaudikasio

intermitten yang disebabkan oleh iskemia otot dan iskemia yang

menimbulkan nyeri saat istirahat. Iskemia berat akan mencapai klimaks

sebagai ulserasi dan gangren (Roza, 2015). Iskemia merupakan suatu

keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan,

sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan oleh adanya

proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan

menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada

arteri dorsalis pedis, tibialis, dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan

kuku menebal sehingga mudah timbul ulkus yang biasanya dimulai dari

ujung kaki atau tungkai (Hastuti, 2008).

5. Klasifikasi

Untuk saat ini, ada banyak klasifikasi kaki diabetik. Namun, sistem

klasifikasi yang paling umum digunakan adalah sistem klasifikasi Wagner

dan sistem University of Texas. Sistem klasifikasi University of Texas

adalah sistem klasifikasi sederhana yang membagi klasifikasi berdasarkan


42

kedalaman lesi (grade 0 sampai dengan III) serta ada tidaknya infeksi dan

iskemi (stage A sampai dengan D) (Singh, 2013).

Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Wagner

Grade Lesi
0 Tidak ada luka terbuka, mungin terdapat deformitas atau selulitis
1 Ulkus diabetik superfisial (parsial atau full thickness)
2 Ulkus meluas sampai ligamen, tendon, kapsula sendi atau fasia dalam
tapa abses atau osteomielitis
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau sepsis sendi
4 Gangren yang terlokalisasi pada kaki bagian depat atau tumit
5 Gangren meluas meliputi seluruh kaki
Sumber: Singh, 2013

Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi University of Texas

Grade
Stage
0 1 2 3
A Tanpa tukak Luka Luka sampai Luka sampai
atau pasca superfisial, tendon atau tulang/sendi
tukak, kulit tidak sampai kapsul sendi
utuh tendon atau
kapsul sendi
B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
C Iskemi Iskemi Iskemi Iskemi
D Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan Infeksi dan
iskemi iskemi iskemi iskemi
Sumber: Singh, 2013

6. Penatalaksanaan

Menurut Singh (2013), Standar perawatan untuk ulkus kaki

diabetik idealnya dilakukan oleh multidisiplin ilmu dengan memastikan

gula darah terkontrol, sirkulasi yang baik, perawatan luka, off loading,

pengendalian infeksi dengan antibiotik, dan pengelolaan komorbiditas.

Pemberian pendidikan kesehatan terkait ulkus kaki diabetik membantu

dalam mencegah kekambuhan ulkus. Menurut Singh (2013),

penatalaksanaan ulkus kaki diabetik adalah sebagai berikut :


43

a. Debridement

Ulkus diabetik lebih cepat sembuh ketika luka bersih dari

jaringan nekrotik yang menghambat migrasi sel, memperparah

infeksi, dan menghambat penyembuhan. Debridement dapat

mempercepat penyembuhan dengan mengangkat jaringan nekrotik,

kalus, dan mengurangi bakteri. Cara konvensional adalah dengan

menggunakan pisau bedah dan membuang jaringan yang tidak

diinginkan termasuk kalus. Karena jaringan nekrotik sering

melampaui batas ulkus, beberapa ahli sering merekomendasikan

debridement di luar batas ulkus. Beberapa metode dari denridement

yaitu deberidement surgical dengan melukai jaringan nekrosis,

debridement mekanis dengan mengaplikasikan kasa basah kering,

debridement enzimatik dengan menggunakan enzim kolagenase dan

papain, debridement autolitic dengan mempertahankan kelembapan

dressing, dan debridement biologis dengan menggunakan belatung

(Lucilla serricat) yang disterilkan.

b. Dressing

Bahan yang digunakan meliputi kasa yang dibasahi dengan

saline (wt to dry), mempertahankan kelembapan dressing dengan

menggunakan hidrogel, hidrokolid, hidrofibers yang masing-masing

berfungsi sebagai debridement mekanis dan debridement autolitic.

c. Offloading
44

Total contact casting (TTC), removable cast lakers, kaus kaki

yang empuk, dan kursi roda telah digunakan sebagai metode off

loading untuk mencegah dan mengobati ulkus kaki diabetik. Tujuan

dari metode ini adalah mengurangi tekanan plantar kaki dengan

mendistribusikan beban tubuh ke area di luar ulkus kaki dan

menghindari gesekan dengan luka.

d. Penatalaksanaan medis

Kontrol glukosa secara ketat harus diterapkan dengan diet

diabetes, agen hipoglikemik oral dan insulin. Infeksi pada jaringan

dan tulang adalah masalah utama pasien DM dirawat di rumah sakit.

Kultur jaringan membantu dalam memilih antibiotik yang tepat.

Sementara menunggu hasil kultur, pasien dapat diberi rejimen

antibiotik sprektrum luas. Antibiotik sebaiknya diberikan melalui

intravena untuk infeksi ekstremitas. Gabapatin dan pregabelin telah

digunakan untuk mengurangi nyeri neuropati.

7. Penilaian Risiko Ulkus Kaki Diabetik

Menurut Canadian Association of Wound Care (2004), penilaian

awal risiko ulkus kaki diabetik dapat dilakukan dengan menggunakan

kuesioner inlow’s 60 second diabetik foot screen screening tool dengan

melihat kondisi kulit, kondisi kuku, adanya deformitas, kelayakan alas

kaki, rentang gerak jempol kaki, tes sensasi, teraba atau tidak nadi di kaki,

dan ada tidaknya kemerahan serta eritema pada kaki. Instrumen penelitian

tersebut disusun oleh Canadian Association of Wound Care (2011) yang


45

diadaptasi dari jurnal Wound Care Canada Volume 2 pada tahun 2004

dengan judul A 60 second foot exam for people with diabetes yang telah

diterjemahkan sebelumnya oleh Yuanita tahun 2013.

Tabel 2.4 Inlow’s 60 Second Diabetic Foot Screen Screening Tool

No. Pemeriksaan Nilai Nilai terendah Nilai tertinggi


1 Kondisi kulit 0 = utuh dan 0 3
sehat
1 = kering dengan
fungus atau kalus
ringan
2 = pembentukan
kalus yang
semakin menebal
3 = muncul
pembentukan
kulit ulkus atau
memilki riwayat
ulkus
2 Kondisi kuku 0 = terawat 0 2
dengan baik
1 = tidak terawat
dan kasar
2 = tebal, rusak,
atau infeksi
3 Ada tidaknya 0 = tidak ada 0 4
deformitas deformitas
2 = deformitas
ringan
4 = deformitas
berat (amputasi)
4 Kelayakan alas 0 = layak 0 2
kaki 1 = tidak layak
2 = menyebabkan
trauma
5 Suhu kaki- 0 = kaki teraba 0 1
dingin hangat
1 = kaki teraba
lebih dingin dari
kaki lain/suhu
lingkungan
6 Suhu kaki- 0 = kaki teraba 0 1
panas hangat
1 = kaki teraba
lebih panas dari
kaki lain/suhu
46

lingkungan
7 Rentang gerak 0 = jempol kaki 0 3
sendi bisa digerakkan
(normal)
1 = hallux limitus
2 = hallux rigidus
3 = hallux
amputation
8 Tes sensasi 0 = merasakan 0 4
dengan sensi pada 10
monofilamen tempat
2 = merasakan
sensasi pada 7-9
tempat
4 = merasakan
sensasi pada 0-6
tempat
9 Tes sensasi a. Apakah anda 0 1
dengan pernah
pertanyaan merasakan
kaki anda
mati rasa?
b. Apakah anda
pernah
merasakan
kaki anda
gatal?
c. Apakah anda
pernah
merasakan
kaki seperti
terbakar?
d. Apakah anda
pernah
merasakan
kaki anda
kesemutan?
0 = “tidak” untuk
semua pertanyaan
1 = “ya” pada
salah satu atau
lebih pertanyaan
10 Denyut nadi 0 = teraba 0 1
pada kaki 1 = tidak teraba
11 Ada kemerahan 0 = tidak 0 1
sesaat pada kaki 1 = ya
12 Ada tidaknya 0 = tidak 0 1
eritema 1 = ya
Nilai total 0 25
Sumber : Canadian Association of Wound Care, 2011
47

Keterangan:

Skor 0-6 : dianjurkan untuk screening satu tahun sekali

Skor 7-12 : dianjurkan untuk screening tiap 6 bulan sekali

Skor 13-19 : dianjurkan untuk screening tiap 3 bulan sekali

Skor 20-25 : dianjurkan untuk screening tiap 1 hingga 3 bulan sekali

Interpretasi :

Risiko rendah : <8

Risiko sedang : 8-16

Risiko tinggi : >16

Kuesioner ini dirancang guna membantu dalam menskrining pasien DM

untuk mencegah terjadinya ulkus kaki diabetik. Berikut petunjuk dalam

penggunaan inlow’s 60 second diabetic foot screen screening tool.

a. Kaki

Observasi kulit pada kaki bagian atas, bawah, sisi, dan sela-sela jari

b. Kuku

Menentukan seberapa baik kuku dirawat oleh pasien

c. Deformitas

Menentukan apakah terdapat perubahan tulang dan mencegah

pemakaian sepatu berhak tinggi

d. Alas kaki

Observasi alas kaki yang biasa dipakai oleh pasien, apakah alas kaki

tidak layak untuk dipakai atau sepatu pasien berisiko menyebabkan

trauma pada pasien


48

e. Suhu kaki dingin

Apakah kaki pasien teraba dingin dari kulit yang lain atau lebih dingin

dari kaki pada umumnya. Kondisi kaki yang terlalu dingin

diindikasikan terjadi penyakit arteri perifer.

f. Suhu kaki panas

Apakah kaki pasien teraba lebih panas dari kaki yang lain atau lebih

panas dari suhu kaki pada umumnya. Hal ini dapat menjadi indikasi

adanya infeksi pada kaki

g. Rentang gerak

Gerakkan jempol kaki menuju telapak kaki dan keluar telapak kaki

h. Uji monofilamen

Pengujian monofilamen menggunakan monofilamen 5,07 10 g. Uji 10

area yang sudah ditentukan

i. Uji sensasi dengan 4 pertanyaan

j. Raba nadi

Palpasi nadi dorsalis pedis dan nadi tibialis posterior

k. Kemerahan sesaat

Adanya kemerahan saat posisi kaki dibawah dan kaki pucat saat posisi

kaki ditinggikan

l. Eritema

Lihat apakah ada kemerahan yang menetap pada kaki meskipun

kondisi kaki dalam posisi lebih tinggi dari tubuh. Adanya kemerahan

merupakan indikasi terjadinya infeksi


49

8. Penilaian Ulkus Kaki Diabetik

Penilaian ulkus kaki diabetik didukung oleh 4 poin penting yaitu

sirkulasi vaskuler, status neurologis/sensorik, kesesuaian alas kaki, dan

adanya kelainan bentuk kaki (Roberts, 2011). Berdasarkan Wound

International (2013), pasien ulkus kaki diabetik perlu dinilai secara

holistik untuk mengidentifikasi faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik.

Pemeriksaan ini harus mencakup riwayat pengobatan pasien, penyakit

penyerta, riwayat luka, riwayat amputasi dan gejala neuropati atau

penyakit arteri perifer.

a. Pemeriksaan ulkus kaki

Pemeriksaan fisik menentukan apakah luka diikuti dengan iskemik

atau neuropati, adanya kelainan muskuloskeletal, ukuran dan

kedalaman luka, warna luka, ada tidaknya nekrosis, adanya infeksi,

nyeri lokal, adanya eksudat, dan kondisi tepi luka

b. Dokumentasi karakteristik ulkus kaki

Dokumentasi ukuran, kedalaman, penampilan dan lokasi ulkus akan

membantu pengembanan rencana pengobatan. Penilaian terhadap

eritema dan maserasi menunjukkan komplikasi tambahan yang dapat

menghambat penyembuhan. Dokumentasi kondisi luka penting untuk

dilakukan dari awal pengobatan hingga akhir pengobatan untuk

mengetahui perkembangan kondisi luka

c. Tes sensasi
50

Monofilamen 10 g atau monofilamen 5,07 sering digunakan untuk

menentukan keberadaan neuropati pada pasien DM. Tes sensasi

diterapkan pada sepanjang plantar kaki. Wound International

memberikan gambaran titik uji sensasi pada kaki

Sumber: Wounds International, 2013

d. Pengujian status vaskuler

Pengujian status vaskuler dilakukan dengan palpasi denyut nadi

dorsalis pedis dan posterior tibialis. Pemeriksaan dengan USG doppler

dan ankle brachial index (ABI) dapat digunakan sebagai data

penunjang.

e. Identifikasi infeksi

Identifikasi infeksi dapat dinilai dari lama luka (ulkus timbul setelah

luka ada selama 30 hari), riwayat kekambuhan ulkus, adanya luka

trauma, adanya penyakit arteri perifer, adanya amputasi ekstremitas

bawah, dan pemakaian alas kaki


51

f. Diagnosa klinik dan kultur jaringan

Diagnosa klinik harus sesuai ditegakkan dengan melihat tanda-tanda

dan hejala klinis. Jika dicurigai adanya infeksi, maka praktisi harus

segera melakukan kultur jaringan lunakm kultur tulang ketika

dicurigai adnaya osteomielitis, dan aspirasi purulen.

g. Infeksi adanya deformitas

Inspeksi adanya deformitas dapat dinilai dari mobilitas sendi yang

terbatas, pengecilan otot kaki, perubahan bentuk kaki, hallux limitus

dan halluz rigidus.

9. Pencegahan

Pendidikan dan perawatan diri pasien DM seperti menjaga

kebersihan kaki dan perawatan kuku harus diterapkan. Kondisi kulit harus

tetap dijaga kelembapannya dengan memberikan pelembab topikal seperti

lotion setelah mencuci kaki secara lembut dengan menggunakan sabun

dan air. Langkah-langkah seperti merendam kaki di air panas, bantalan

pemanas, dan agen topikal seperti hidrogen peroksida, yodium dan

astrigent sebaiknya dihindari. Kontrol glukosa, menghindari konsumsi

rokok dan alkohol, serta teknik off loading sangat direkomendasikan

untuk pencegahan ulkus terutama pada pasien DM yang berisiko tinggi

(Singh, 2013).

Selain itu kontrol glukosa juga dapat dilakukan dengan

melakukan latihan fisik. Latihan fisik yang dilakukan secara teratur (3-4

kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) memperbaiki kerja insulin


52

semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang

(Trisnawati, 2012). Latihan fisik secara tidak langsung membantu proses

pembakaran lemak untuk diubah menjadi kalori. Melancarkan peredaran

darah dan meningkatkan kekuatan otot (Widyawati, 2010).

E. LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM)

1. Pengertian Latihan ROM Aktif Kaki

Range of Motion (ROM) adalah suatu bentuk latihan yang

dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan gerakan sendi

(Smeltzer & Bare, 2010). Menurut Potter & Perry (2010), ROM adalah

latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan

pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing

persendiannya sesuai gerakkan normal. ROM dilakukan sesuai dengan

kondisi pasien. Ada 3 bentuk ROM yang disesuaikan dengan kondisi

pasien, yaitu ROM aktif yang dilakukan secara mandiri oleh pasien tanpa

pengawasan dari perawat, ROM asistif yang dilakukan dengan bantuan

perawat jika pasien tidak mampu melakukannya secara mandiri, dan ROM

pasif yang dilakukan oleh perawat (Smeltzer & Bare, 2010)

2. Manfaat Latihan ROM aktif kaki bagi klien DM

Widyawati (2010) menyebutkan bahwa exercise therapy berupa

ROM ekstremitas bawah dapat meningkatkan kekuatan otot dan refleks

tendon, memperbaiki sensasi proteksi dan nilai ABI, serta meminimalisasi


53

keluhan polineuropati diabetikum sehingga mampu mencegah komlikasi

ulkus kaki.

Tujuan utama latihan ROM menurut Elli & Bentz (dalam

Widyawati, 2010) meliputi :

1) Untuk mengkaji kemampuan rentang gerak sendi

2) Untuk mempertahankan mobilitas dan fleksibilitas fungsi sendi

3) Untuk mengembalikan fungsi sendi yang mengalami kerusakan akibat

penyakit atau kurangnya penggunaan sendi

4) Untuk evaluasi respons klien terhadap suatu program latihan

Goldsmith (2002) dalam penelitiannya menyatakan keadaan gerak

sendi yang terbatas dapat meningkatkan tekanan pantar kaki. Terapi yang

dapat diterapkan untuk meningkatkan fleksibilitas sendi salah satunya

adalah ROM, dengan meningkatnya fleksibilitas sendi maka tekanan

plantar kaki dapat berkurang. Selain itu manfaat latihan ROM yang

disebutkan oleh potter & Perry (2010) antara lain :

1) Memperbaiki aliran balik vena

2) Merangsang sirkulasi darah

3) Memperbaiki tonus otot

4) Meningkatkan mobilitas sendi

5) Meningkatkan toleransi otot untuk latihan fisik


54

3. Persiapan Latihan Fisik untuk Pasien DM

Sebelum memulai program aktivitas fisik, pasien diabetes harus disring

terlebih dahulu untuk menghindari komplikasi yang mendasarinya. Hal

berikut menjad kontraindikasi latihan fisik bagi pasien diabetes adalah :

a. Mengkonsumsi alkohol 3 jam sebelum latihan

b. Pasien hipoglikemi <70 mg/dL yang memilki gejala seperti gemetar,

pusing, kulit pucar, gerakan berkeringat, kelaparan, sakit kepala, dan

menggigil

c. Hiperglikemi >300 mg/dL yang memilki gejala napas pendek, mual,

muntal, bibir kering, napas berbau

d. Tekanan darah tidak lebih dari 180 mmHg bagi pasien neuropati

(APTA, 2007)

Beberapa rekomendasi dasar untuk pasien diabetes sebelum latihan fisik

adalah sebagai berikut :

a. Pemanasan 5 – 10 menit sebelum latihan dan pendinginan 5 – 10

menit setelah latihan untuk olahraga aerobik seperti berjalan,

bersepeda, dan lain lain.

b. Memakai alas kaki yang tepat dan menjaga kaki tetap kering selama

latihan untuk menghindari lecet dan meminimalkan trauma

Hidrasi yang cukup sebelum aktivitas fisik, dianjurkan mengkosumsi 17

ons cairan 2 jam sebelum aktivitas fisik (ADA, 2006)


55

4. Prinsip Latihan ROM

Prinsip-prinsip latihan ROM menurut Pudjiastuti (2003) dalam

Yetur (2016) meluputi sebagai berikut :

a) Latihan gerak sendi harus diulang sekitar tiga atau lima kali

seminggu dan untuk hasil maksimal dapat dilakukan 8 kali dan

dikerjakan minimal 2 kali sehari (Pagi dan malam)

b) Latihan gerak sendi di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga

tidak melelahkan pasien dengan skala ringan sampai sedang.

c) Dalam merencanakan program latihan , perhatian umur pasien,

diagnosa, tanda-tanda vital.

d) Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan latihan gerak

sendi adalah kaki, lutut, dan tangan.

e) latihan gerak sendi di lakukan pada persendian kaki hanya pada

bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.

f) Melakukan Latihan gerak sendi harus disesuaikan waktunya.

Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di lakukan,

latihan dapat dilakukan dengan durasi 15-30 menit sesuai

kemampuan pasien.

5. Prosedur Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif

Prosedur tindakan latihan ROM aktif kaki yang benar (Yuanita,

2018), antara lain :

1. Klien mengatur posisi duduk senyaman mungkin

2. Klien harus duduk dikursi berbahan kayu dan semacamnya


56

3. Sebelum memulai gerakan klien melakukan teknik nafas dalam

selama 3 kali dan setiap pergantian gerakan diselangi satu kali

nafas dalam untuk mengatur pernapasan

4. Lakukan gerakan pemanasan yaitu jalan ditempat dengan kedua

tangan menembel pada dinding lalu kedua kaki digerakkan seperti

sedang berjalan (± 5 menit)

5. Gerakan 1 :

Menggerakkan telapak kaki ke bawah dan ke atas secara

bergantian. Lakukan gerakkan ini dengan posisi duduk dan ulangi

gerakkan masing-masing 10 kali untuk kaki kiri dan kaki kanan

6. Gerakan 2 :

Menggerakkan telapak kaki dari arah sisi luar ke sisi dalam secara

bergantian sebanyak 10 kali gerakkan untuk masing-masing

telapak kaki. Lakukan gerakkan dengan posisi duduk

7. Gerakan 3 :

Maikan kaki sampai sejajar pinggang sampai hitungan 10 kali


57

8. Gerakan 4 :

Manaikan lutut kaki ke atas sampai hitungan 10 kali

9. Gerakan 5 :

Berdiri tegak kemudian gerakkan salah satu sisi kaki menjauh dan

mendekat. Lakukan pada kaki secara bergantian sebanyak 10 kali

10. Gerakan 6 :

Menggerakkan kaki ke arah belang secara bergantian sebanyak 10

kali utuk masing-masing kaki. Lakukan gerakkan dengan

berpegangan pada kursi


58

11. Gerakan 7 :

Mengangkat paha sejajar dengan pinggang secara bergantian

sebanyak 10 kaki pada masing masing paha

12. Gerakan 8 :

Menggerakkan kaki pada bagian lutut ke arah belakang. Lakukan

gerakkan secara bergantian untuk kaki kanan dan kaki kiri masing-

masing 10 kali gerakkan. Lakukan gerakkan dengan berpegangan

pada kursi
59

13. Gerakkan 9

Menggerakkan telapak kaki memutar secara bergantian sebanyak 10

kali untuk masing-masing telapak kaki. Lakukan gerakkan dengan

posisi duduk

14. Gerakkan 10

Luruskan badan dan tekuk kedua kaki. Gerakkan satu kaki menjauhi

sisi kaki lainnya. Lakukan dalam posisi berbaring sebanyak 10 kali

pada masing-masing kaki

15. Gerakkan 11

Posisi tubuh berbaring, lakukan gerakkan yang sama dengan

gerakkan 10. Luruskan badan dan kedua kaki ditekuk. Gerakkan

kedua kaki secara bersamaan mendekati lantai sebanyak 10 kali.

6. Pengaruh Latihan Fisik pada Pasien DM

Pada waktu olahraga, keperluan kalori otot mula-mula dipenuhi

glikogenolisis di otot dan peningkatan ambilan glukosa. Glukosa plasma


60

mula-mula naik karena peningkatan glikogenolisis di hati tetapi dapat

turun pada olahraga lama. Pada saat olahraga insulin plasma n=menurun,

glukagon dalam plasma meningkat (Ganong, 2008). Selain itu, pada saat

olahraga, metabolisme dalam otot meningkat akibat adanya kontraksi

otot. Tanpa adanya insulin, masuknya glukosa ke dalam otot rangka

mengalami peningkatan selama olahraga. Hal ini disebabkan adanya

peningkatan jumlah transporter GLUT-4 independent insulin di membran

sel otot. GLUT merupakan protein tranpor glukosa yang memfasilitasi

masuknya glukosa ke dalam sel. Terdapat 7 macam transporter glukosa

yang berbeda-beda, yaitu GLUT 1 – 7, GLUT 1 dan 3 selalu berada di

permukaan sel dan terdapat pada plasenta, otak, dan ginjal. GLUT 4

adalah transporter dalam otot dan jaringan adiposa. GLUT 2 terdapat pada

sel 𝛽- pankreas dan hati. GLUT 5 terdapat pada jejenum dan sperma.

GLUT 6 fungsinya masih belum jelas, sedangkan GLUT 7 berfungsi

sebagai transporter glukosa 6-fosfat dalam retikulum endoplasma yang

terdapat di dalam hati (Ganong, 2008)

Meningkatnya pemasukan glukosa ini menetap selama beberapa

jam setelah olahraga, olahraga yang teratur dapat menghasilkan

peningkatan kepekaan terhadap insulin yang berkepanjangan (Ganong,

2008). Berkurangnya resistensi insulin menyebabkan insulin dapat

bekerja kembali dengan baik. Insulin bekerja menghambat proses

lipolisis, yaitu penguraian trigliserida menjadi asam lemak yang


61

berlebihan dari jaringan adiposa ke dalam darah sehingga mengurangi

risiko aterosklerosis (Triyani, 2014).

Penggunaan oksigen semakin meningkat saat pasien DM

melakukan latihan jasmani sehingga oksiegen dalam tubuh berkurang dan

respon tubuh untuk menyerap glukosa semakin meningkat. Keadaan ini

menyebabkan respon akumulasi HIF1 α yang berperan sebagai faktor

transkripsi beberapa gen, seperti VEGF, LDHL, GLUT, Epo, dan NOS.

Ekspresi gen tersebut bertujuan untuk beradaptasi dengan kondisi

turunnya oksigen dalam tubuh dan mengembalikan oksigen menjadi

normal. HIF1 α yang terakumulasi dalam nukleus akan bergabung dengan

HIF1 β menjadi HIF1 heteroditer. HIF1 heteroditer akan mengikat HRE

sehingga mengaktifkan traskripsi gen target, termasuk GLUT.

Peningkatan ekspresi GLUT pada sel inilah yang akan

meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel. Olahraga memaksa sel

menghasilkan energi dengan glikolisis. Sel mengubah metabolisme

glukosa dari keadaan oxygen dependent TCA (Tricarboxylic acid) menjadi

keadaan oxygen-independent glycolusis. Hal ini berpengaruh pada

ambilan glukosa dalam sel. Sel yang tadinya satu molekul glukosa dapat

mengahsilkan 38 ATP menjadi hanya menghasilkan 2 ATP saja. Hal ini

membuat sel harus beradaptasi dengan mengambil 19 molekul glukosa

dalam satu waktu untuk menghasilkan 38 ATP, sehingga untuk

menghasilkan energi dalam jumlah yang sama, sel harus menyerap

glukosa lebih banyak. Kondisi ini membuat kadar glukosa darah menurun
62

karena diserap oleh sel tubuh. Dengan demikian, pasien DM tipe 2 dapat

diberi terapi berupa latihan fisik yang dapat meningkatkan kepekaan

insulin (Annisa, 2014)

F. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

Pengkajian pada lansia dilakukan dengan melibatkan keluarga

khususnya pada keluarga yang tinggal serumah dengan lansia sebagai

orang terdekat yang mengetahui tentang permasalahan kesehatan yang

dialami oleh lansia. Dalam melakukan pengkajian keperawatan harus

sesuai dengan keadaan pasien, akurat dan jelas (Banjarnahor, 2019).

Format pengkajian meliputi.

a. Data Umum

1) Nama Kepala Keluarga

2) Alamat

3) Komposisi Keluarga

4) Genogram

5) Tipe Keluarga

Menjelaskan mengenai tipe keluarga yang terdapat pada suatu

kelompok keluarga dalam satu rumah.

6) Suku Bangsa

Menjelaskan bahasa yang digunakan sehari-hari di dalam

keluarga. suku bangsa dan keaadaan lingkungan tempat tinggal


63

klien serta kebiasaan diet yang berhubungan dengan nilai yang ada

di dalam keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan keluarga.

Menjelaskan pernyataan keluarga atau anggota keluarga terkait

latar belakang etnik atau suku bangsa.

7) Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga, ada atau

tidaknya perbedaan kepercayaan didalam keluarga dan pengaruh

kepercayaan yang dapat terhadap kesehatan keluarga.

8) Status Sosial-Ekonomi Keluarga

Status sosial ekonomi keluarga dapat dinilai dari

pendapatan atau pemasukan keluarga baik itu dari kepala keluarga

maupun anggota keluarga lainnya.

9) Aktivitas Rekreasi Keluarga

Meliputi aktivitas menghibur dan menyenangkan yang

dilakukan keluarga dalam keseharian maupun kebiasaannya.

b. Riawayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

1) Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini

Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan dari usia atau

perkembangan anak tertua dari keluarga ini.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Membahas tentang tugas perkembangan keluarga yang belum

terpenuhi serta tentang kendala yang keluarga hadapi untuk

memenuhi tugas perkembangannya tersebut.


64

3) Riwayat Keluarga Inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan dalam keluarga inti.

meliputi riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga dan

masalah kesehatan yang pernah ada bagi anggota keluarga.

4) Riwayat Keluarga Sebelumnya

Menjelaskan riwayat kesehatan keluarga secara utuh dan

menyeluruh.

5) Lingkungan

a. Karakteristik Rumah

Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat tipe rumah.

kondisi rumah, bagaimana keadaan kebersihan dan sanitasi

keluarga, serta jumlah ruangan dan pemanfaatan rungan.dan

sumber air minum yang digunakan keluarga.

b. Karakteristik Lingkungan Sekitar dan Komunitas RW

Menjelaskan tentang karakteristik lingkungan tempat tinggal

mulai dari tetangga, komunitas masyarakat serta kebiasaan

yang ada di lingkungan sampai bagaimana fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada dilingkungan sekitar.

c. Mobilitas Geografis Keluarga

Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan

keluarga, apakah ada berpindah tempat dan sudah berapa lama

keluarga tinggal diwilayah tersebut.

d. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat


65

Adakah pelayanan kesehatan yang berada di komunitas dan

seberapa jauh keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan

yang ada di komunitas. Adakah keluarga berkumpul dengan

masyarakat sekitar.

c. Struktur Keluarga

1) Pola Komunikasi Keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga.

Adakah keluarga memberikan umpan balik yang baik didalam

komunikasi keluarga, dan adakah komunikasi dan pesan-pesan

yang baik diberikan keluarga, serta faktor faktor yang

mempengaruhi komunikasi dalam keluarga.

2) Struktur Kekuatan Keluarga

Bagaimana proses yang digunakan dalam pengambilan

keputusan dalam kelurga dan siapa yang berperan penting dalam

pengambilan keputusan dasar-dasar di dalam keluarga.

3) Struktur Peran

Menjelaskan peran formal dan informal dari masing-masing

anggota yang ada di keluarga. Apakah peran yang diterima masing-

masing anggota keluarga konsisten dengan harapan dari keluarga

dan adakah peran yang disfungsional didalam anggota keluarga

serta adakah masalah perang yang diterima dalam keluarga.

4) Nilai dan Norma Budaya

Menjelaskan mengenai nilai dan norma keluarga yang


66

berhubungan dengan kesehatan. Sejauh mana kesesuaian nilai

dengan masing-masing kesehatan keluarga. Adakah konflik nilai

didalam keluarga dan bagaimana nilai-nilai yang terdapat didalam

keluarga berpengaruh terhadapi kesehatan

d. Fungsi Keluarga

1) Fungsi Afektif

Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana gambaran diri

anggota keluarga perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga.

dukungan keluarga, terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana

kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga

mengembangkan sikap saling menghargai.

2) Fungsi Sosialisasi

Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana interaksi atau

hubungan yang ada di dalam keluarga, sejauhmana anggota

keluarga belajar disiplin. norma, budaya dan perilaku.

3) Fungsi Perawatan Keluarga

Menjelaskan sejauh mana keyakinan, nilai dan perilaku

kesehatan keluarga dan merawat anggota keluarga yg sakit. sejauh

mana pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit. keadaan

kesehatan keluarga dan ketentuaan terhadap sakit yang dirasakan

dan mengetahui kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan keluarga

baik diet maupaun pola tidur dan beristirahat. Selain itu kebiasaan

apa yang biasa dialakukan keluarga untuk mengatasi penyakit yang


67

didalam keluarga adakah menggunakan terapi komplementer dan

memanfaatkan pelayanan kesehatan serta perasaan dan persepsi

mengenai pelayanan kesehatan.

e. Stres dan Koping Keluarga

1) Stressor Jangka Pendek

Stresor jangka pendek yaitu stessor yang di alami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang lebih 6 bulan untuk

penyelesaiannya.

2) Stresor Jangka Panjang

Stresor jangka panjang yaitu stressor yang dirasakan keluarga

dimana keluarga butuh waktu >6 bulan untuk menyelesaikan

stresor tersebut.

3) Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Situasi/Stresor

Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan keluarga dalam

menghadapi dan menyelesaikan stresor yang mereka miliki.

4) Strategi Koping yang Digunakan

Kaji bagaimana keluarga menghadapi masalah yang mereka miliki,

dan yang perlu dikaji adalah strategi koping apa yang mereka

gunakan dalam menghadapi masalah.

5) Strategi Adaptasi Disfungsional

Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang di

gunakan bila menghadapi permasalahan di dalam keluarga.


68

f. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode

yang di gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan

pemeriksaan fisik klinik biasanya.

g. Harapan Keluarga

Yang perlu dikaji adalah harapan keluarga terhadap petugas kesehatan

yang ada

2. Diagnosa

Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk menentukan

diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis dari

respon klien terhadap masalah keperawatan dalam proses kehidupan yang

dialaminya baik secara actual maupun potensial (PPNI, 2016). Diagnosis

keperawatan keluarga dengan lansia yang bisa ditegakkan yaitu

manajemen kesehatan keluarga tidak efektif. Diagnosis tersebut

didefinisikan sebagai pola penanganan masalah kesehatan dalam keluarga

tidak memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga.

Diagnosis keperawatan menurut Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia ditegakkan dengan melakukan analisa data dengan

membandingkan dengan data normal, lalu melakukan pengelompokan data

dan kemudian mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan

yang telah dikelompokkan dan disesuaikan dengan diagnose keperawatan.


69

3. Rencana Keperawatan

Menurut PPNI (2018) luaran keperawatan meliputi kondisi,

perilaku dan persepsi klien, keluarga dan komunitas sebagai respon dari

intervensi keperawatan yang diberikan. Beberapa rencana keperawatan

yang dapat diterapkan untuk diagnosis keperawatan keluarga manajemen

kesehatan keluarga tidak efektif berdasarkan buku Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah :

a. Dukung keluarga untuk merencanakan perawatan

Aktivitas yang dapat dilakukan dalam mendukung keluarga

merencakan perawatan yaitu:

Observasi

1. Identifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan

2. Identifkiasi konsekuensi tidak melakukan tindakan bersama keluarga

3. Identifkasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

4. Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan keluarga

Terapeutik

5. Motivasi pengembangan sikap dan emosi yang mendukung upaya

kesehatan

6. Gunakan sarana dan fasilitas yang ada dalam keluarga

7. Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal

Edukasi

8. Informasikan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga

9. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada


70

10. Ajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan keluarga

b. Edukasi proses penyakit

Aktivitas yang dilakukan dalam memberikan edukasi proses penyakit

yaitu:

Observasi

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik

2. Sediakan materi dan media Pendidikan kesehatan

3. Jadwalkan Pendidikan kesehatan sesuai jadwal

4. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

5. Jelaskan penyebab dan faktor risiko kesehatan

6. Jelaskan proses patologis munculnya penyakit

7. Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit

8. Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi

9. Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang dirasakan

c. Edukasi Latihan Fisik

Mengajarkan aktifitas fisik reguler untuk mempertahankan atau

meningkatlkan kebugaran dan kesehatan

Observasi

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.

Terapeutik

2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.


71

3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.

4. Berikan kesempatan untuk bertanya.

Edukasi

5. Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologi latihan fisik.

6. Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi kesehatan.

7. Jelaskan frekwensi, durasi, dan intensitas program latihan yang

diiinginkan.

8. Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat.

9. Ajarkan teknik menhindari cedera saat berolah raga.

10. Ajarkan teknik pernafasan yang tepat untuk memaksimalkan

penyerapan oksigen selama latihan.

4. Implementasi

Perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai pada rencana

keperawatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan yang bertujuan untuk

menyelesaikan masalah yang ditemui pada anggota keluarga. Tindakan

keperawatan yang diberikan pada klien dan keluarga diharapkan dapat

diterapkan oleh anggota keluarga agar dapat mengatasi masalah kesehatan

yang dialami.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan yang mencakup perubahan

atau respon masyarakat terhadap program kesehatan yang dilaksanakan

(Machfoedr, 2012). Evaluasi dilakukan untuk tercapainya tujuan dan

memperbaharui data, diagnosis keperawatan, serta rencana keperawatan


72

jika tindakan keperawatan yang dilakukan belum mencapai tujuan yang

diharapkan. Evaluasi dinilai berdasarkan kriteria evaluasi yang ada

didalam rencana keperawatan dengan maksud meningkatkan kemampuan

fungsional raga untuk mencapai tujuan tersebut (Maryam, dkk, 2008).


73

Jurnal Terkait ROM aktif Kaki

No. Penulis Judul Metode Hasil


1 Djunizar Djamaludin, Pengaruh latihan range of Penelitian ini merupakan penelitian Terhadap neuropati
Setiawati, Rika motion (ROM) ankle eksperimental dengan rancangan quasi Pada akhir penelitian ini didapatkan
Yulendasari terhadap pencegahan experimental design dengan Pre - Post nilai uji statistik pengaruh latihan
Tahun: 2019 terjadinya neuropati dan test Control Group design. Desain ROM ankle terhadap nilai sensasi
angiopati pada klien penelitian ini dengan membagi 2 proteksi antara kelompok intervensi
diabetes melitus kelompok yaitu kelompok control dan dan kelompok kontrol p = 0,004
kelompok intervensi. Kelompok control dengan a = 0,05 dan t hitung 3,23 serta
dilakukan penilaian dengan df = 24, dimana dari dua porbabilitas
menggunakan instrument ABI (Ankle antara variabel independen memiliki
Brachial Index) dan sensasi proteksi pengaruh terhadap variabel dependen
tanpa dilakukan intervensi sebelum dan atau tidak, dengan nilai a = 0,05
setelah penelitian. Sedangkan pada didapatkan nilai t tabel sebesar 2,063.
kelompok intervensi sebelum diberikan dan didapatkan data kesimpulan bahwa
aplikasi ROM (Range of Motion) pada adanya pengaruh latihan ROM ankle
ankle dilakukan penilain ABI (Ankle terhadap peningkatan nilai sensasi
Brachial Index) dan Sensasi Proteksi proteksi atau dalam kata lain adanya
kemudian diberikan intervensi ROM pengaruh latihan ROM ankle terhadap
kemudian setelah itu di nilai dengan ABI pencegahan neuropati ditandai dengan
(Ankle Brachial Index) dan Sensasi p = 0,004 < a = 0,05, dan t hitung =
Proteksi. Populasi dalam penelitian ini 3,23 >
adalah semua pasien DM yang di rawat t tabel = 2,063 sehingga H0 gagal
di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek untuk diterima.
Provinsi Lampung. Sampel diambil
dengan menggunakan tehnik Purposive Terhadap angiopati
Sampling, dengan kriteria inklusi; Pada akhir penelitian ini didapatkan
Menderita DM = 5 tahun; Usia penderita nilai uji statistik pengaruh latihan
DM = 50 tahun; GDS < 250 mg/dl (N : ROM ankle terhadap nilai ABI antara
80 – 180 mg/dl); Tidak menderita kelompok intervensi dan kelompok
74

kelumpuhan ekstremitas bawah; Tidak kontrol p = 0,031 t hitung = 2,29 dan


terdapat inflamasi sendi ankle; tidak df = 24 dimana dari dua porbabilitas
terdapat ulkus DM, selulitis, dan antara variabel
vaskulitis. independen memiliki pengaruh
terhadap variabel dependen atau tidak,
dengan nilai a = 0,05 didapatkan nilai t
tabel sebesar 2,063. dan dapat
disimpulkan bahwa adanya pengaruh
latihan ROM ankle terhadap
peningkatan nilai ABI atau dalam kata
lain adanya pengaruh latihan ROM
ankle terhadap pencegahan angiopati
ditandai dengan p = 0,031 < a = 0,05,
dan t hitung = 2,29 > t tabel = 2,063
sehingga H0 gagal untuk diterima.
2 Isni Hijriana, Dewi Pengaruh latihan Desain quasi-experiment. Jenis desain Setelah dilakukan intervensi, nilai ABI
Elizadiani Suza, Yesi pergerakan sendi quasi experiment yang digunakan yaitu mengalami peningkatan pada kedua
Ariani ekstremitas bawah pre-test and post-test group design. ekstremitas, ekstremitas kiri sebanyak
Tahun : 2016 Terhadap nilai ankle Populasi dalam penelitian ini yaitu 34 orang dengan nilai ABI normal, dan
brachial index (abi) pada seluruh pasien DM Tipe 2 di RSUD 1 orang masih mengalami gangguan
pasien DM tipe 2 Kota Langsa. Tehnik pengambilan sirkulasi ringan. Pada ekstremitas
sampel dalam penelitian ini dilakukan kanan sebanyak 33 orang dengan nilai
dengan tehnik non probability dengan ABI normal, dan dua orang masih
jenis samplingnya adalah consecutive mengalami gangguan sirkulasi ringan.
sampling. Penentuan besar sampel
ditentukan berdasarkan rumus tabel
power analysis sehingga didapatkan 35
orang kelompok intervensi. Adapun
kriteria inklusi dalam penelitian ini
yaitu: 1) pasien DMT2, 2) lama
menderita DM > 3 tahun, 3)Bersedia
75

menjadi responden, 4) kesadaran


kompos mentis dan kooperatif, 5) tidak
pernah mendapat intervensi yang sama
dari peneliti atau tenaga kesehatan
lainnya. Penyusunan modul latihan
pergerakan sendi ekstremitas bawah
(ROM) berdasarkan Potter, Perry,
Strockert, dan
Hall, (2013), Kozier, Erb, Berman dan
Synder (2016), dan Departement of
Rehabilitation Services The Ohio State
University Wexner Medical Center
(2012). Alat yang digunakan untuk
mengukur ABI yaitu tensimeter aneroid
merk EBN dan Dopller Probe 8 MHz.
Dalam penelitian ini uji normalitas yang
digunakan yaitu Kolmorogov-
Smirnovtest, karena sample lebih dari 30,
dan hasilnya menunjukkan data tidak
berdistribusi normal (p=0,05) sehingga
dianalisis menggunakan uji
nonparametrik Wilcoxon Sign Rank test
untuk mengindentifikasi perbedaan rata-
rata sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi
3 Yulfa Intan Lukita, Nur Pengaruh Range of Metode penelitian menggunakan quasi Uji t independent menunjukkan nilai
Widayati, Wantiyah Motion (ROM) Aktif Kaki experimental dengan desain penelitian p = 0,000, yang berarti p < a (0,05),
Tahun : 2018 terhadap Risiko terjadinya non randomized control group pretest artinya ada perbedaan signifikan
Ulkus Kaki Diabetik pada postest. Populasi penelitian ini adalah risiko ulkus kaki diabetik antara
Pasien Diabetes Mellitus pasien DM tipe 2 kelompok perlakuan dengan
Tipe 2 di Desa Kaliwining di Desa Kaliwining sebanyak 67 pasien. kelompok kontrol. Hal ini
76

Kabupaten Jember Kriteria inklusi penelitian ini adalah menunjukkan adanya pengaruh ROM
usia 45-65 tahun, mengalami DM = 5 aktif kaki terhadap risiko ulkus kaki
tahun, pasien mampu berdiri, mampu diabetik.
melaksanakan aktivitas mandiri,
pemeriksaan KGD tidak lebih dari 300
mg/dL
dan tidak kurang dari 70 mg/dL, serta
bersedia menjadi responden penelitian.
Kriteria eksklusi
responden adalah pasien yang
memiliki ulkus kaki diabetik, memiliki
penyakit penyerta yang dapat
mengganggu penelitian (gagal ginjal
kronik, gagal jantung, gangguan
pengelihatan, tuli, dan lain sebagainya),
pasien memiliki tanda tanda
hipoglikemia, pasien mengalami
gangguan persendian, pasien mengalami
sesak nafas, pasien dengan paska trauma,
dan pasien tidak mengikuti keseluruhan
kegiatan atau
mengundurkan diri. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini
menggunakan purposive sampling.
Jumlah sampel yang diambil adalah
30 responden, 15 pasien pertama
dijadikan sebagai kelompok responden
dan 15 pasien berikutnya dijadikan
sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini
dilaksanakan di Desa Kaliwining
Kecamatan Rambipuji Kabupaten
77

Jember. Waktu pengumpulan data


dilakukan pada bulan April 2016.
Latihan dilakukan 27x dalam 2 minggu,
yaitu 2x perhari pada 13 hari pertama
dan 1x per hari pada hari ke-14.
Posttest dilakukan setelah latihan
terakhir. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan nilai
risiko ulkus kaki diabetik yang diukur
dengan lembar observasi inlow’s
60-second diabetic foot screen
screening tool. Data dianalisis dengan
menggunakan uji t-dependen dan uji t-
independen dengan derajat kepercayaan
95% (a= 0,05).
BAB III

ANALISA LAPORAN KASUS

A. PENGKAJIAN LANSIA

1. Identitas Lansia

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 29

November 2020 didapatkan hasil pengkajian yaitu klien berusia 62 tahun

beragama Islam, dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas

(SMA) dan saat ini klien tidak bekerja. Klien saat ini tinggal di rumah

peninggalan ibu dari istrinya (rumah pusako) yang berada di Jalan Syekh

Burhanuddin nomor 2, Sunur, Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten

Padang Pariaman. Klien memiliki 2 orang anak perempuan namun

sekarang klien tinggal bersama istri dan anak bungsunya di rumah,

sedangkan anak sulungnya berada di Jakarta karena pekerjaan. Kedua

anak klien belum menikah.

Tipe bentuk keluarga Tn. I adalah nuclear family (keluarga inti).

Keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari

keturunannya atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah (Friedman,

2010). Dalam keluarga Tn.I terdiri dari Ny. Y sebagai istri, An.F dan An.

A sebagai anak.

2. Riwayat Kesehatan Lansia

Dari pengkajian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa Tn. I

saat ini menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang gula darahnya

78
79

telah terkontrol. Dahulunya Tn. I mengatakan bahwa Tn. I tidak

mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes mellitus tipe 2 karena Tn. I

tidak pernah melakukan cek kesehatan rutin. Sebelum tanda dan gejala

dari diabetes mellitus timbul untuk pertama kalinya, Tn. I memiliki

kebiasaan minum kopi manis dan teh telur. Saat pertama kali tanda dan

gejala diabetes mellitus muncul, yakni tahun 2015, klien merasa kebas di

kaki lalu berat badannya turun. Lalu klien memeriksakan kondisinya ke

rumah sakit dan ternyata pasien mengalami diabetes mellitus tipe 2

dengan gula darah saat diperiksa pertama kali yaitu 432 g/dL.

Saat dilakukan pengkajian 29 November 2020 Tn. I mengatakan

bahwa rasa kesemutan pada kakinya terkadang muncul. Saat Tn. I merasa

kesemutan pada kaki, biasanya Tn. I hanya beristirahat tanpa ada obat

yang dimakan. Dan terkadang Tn. I juga mengakatan bahwa jika

kesemutan muncul atau timbul, Tn. I mengoles balsem atau minyak kayu

putih ke kakinya. Ketika gejala kesemutan pada kaki muncul, klien

merasa pola makannya sudah mulai agak tidak teratur, maka Tn. I akan

menjaga pola makannya karena Tn. I biasanya merasakan gejala tersebut

bila Tn. I sudah mulai banyak makan makanan yang mengandung

karbohidrat seperti nasi dan makanan manis atau minuman manis. Dan

bila Tn. I merasakan bahwa gejala kesemutan pada kakinya tidak kunjung

mereda, Tn. I biasanya meminta kepada keluarganya untuk membawanya

ke puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya. Semenjak Tn. I

mengetahui tentang penyait diabetes melitusnya, Tn. I mencoba untuk


80

mengatur pola makannya dengan mengurangi makan makanan yang

mengandung banyak glukosa seperti nasi maupun minum kopi manis

ataupun minuman manis lainnya.

Saat dilakukan pengkajian, Tn. I tidak ada mengkonsumsi obat

rutin untuk penyakitnya tetapi lebih menjaga aktivitas, pola dan jenis

makanannya, tekanan darah Tn. I adalah 130/80 mmHg N : 80x/i RR :

18x/i dan T 36,7oC. Tn. I mengatakan suka mengkonsumsi makanan yang

berminyak, bersantan, dan minuman manis. Tn. I mengatakan jarang

mengikuti kegiatan olahraga karena Tn. I merasa dengan bersih-bersih

rumah sudah dapat menggantikan olahraga. Tn. I belum mengenal lebih

dalam tentang diabetes melitus, Tn. I hanya bisa menyebutkan definisi

dan gejala umum dari penyakit daibetes melitus, tetapi tidak mengetahui

faktor risiko dan penatalaksanaan diabetes melitus.

Saat pengkajian, Tn. I mengeluhkan tidak bisa berdiri terlalu lama

karena bila berdiri terlalu lama Tn. I akan merasa kesemutan pada

kakinya, saat dilakukan pengukuran dengan inlow’s 60 secon diabetic foot

screen screening tool, skor yang didapat yaitu 4 (risiko rendah), dimana

pada poin kondisi kulit, dari hasil pengkajian Tn. I memiliki kulit kering

dengan fungus atau kalus ringan (skor 1), kemudian pada kondisi kuku,

hasi pengkajian dari Tn. I, kondisi kukunya tidak terawat dan kasar (skor

1), dan pada poin tes sensasi dengan pertanyaan, hasil pengkajian dengan

Tn. I didapatkan bahwa Tn. I menjawab “ya” pada pertanyaan “apakah

anda pernah merasakan kaki anda kesemutan?” (skor 2). Sedangkan saat
81

pengkajian menggunakan Morse Fall Scale (MFS) Tn. I mengatakan

dalam tiga bulan terahir tidak pernah jatuh, Tn. I tidak memiliki lebih dari

satu penyakit, saat berjalan mendaki jenjang Tn. I berpegangan pada

benda sekitar (15), saat ini Tn. I tidak terpasang terapi intravena, gaya

berjalan Tn. I normal tetapi agak lambat bila Tn. I merasakan kesemutan

pada kaki, Tn. I mengatakan menyadari masalah yang saat ini di

alaminya. Berdasarkan pengkajian tersebut didapatkan skala risiko jatuh

pada Tn. I yaitu 15 yang termasuk ke dalam kategori tidak berisiko jatuh.

Riwayat kesehatan keluarga yang kedua yaitu Ny. Y istri dari Tn. I saat

ini tidak ada mengeluhkan sakit. Sebelumnya Ny. Y merasakan sakit yang

biasa seperti demam, batuk, pilek dan sakit kepala. Riwayat kesehatan

keluarga Tn. I yang ketiga yaitu Nn. A saat ini tidak ada mengeluhkan

sakit. Sebelumnya Nn. A merasakan sakit yang biasa seperti demam,

batuk, pilek dan sakit kepala. Dan sekarang sedang menempuh

pendidikan di Perguruan Tinggi.

3. Fungsi Keluarga

1) Fungsi Afektif

Keluarga Tn. I memiliki fungsi afektif yang baik. Hubungan antar

sesama anggota keluarga terjalin dengan baik, sesama anggota

keluarga saling mendukung, menghormati, dan menghargai satu sama

lainnya. Ny. Y mengatakan bahwa seluruh anggota keluarganya saling

membantu dan juga mendukung setiap kegiatan sehari-hari.


82

2) Fungsi Sosial

Tn. I mengatakan dalam membesarkan dan mendidik anak dilakukan

berdasarkan pada nilai, agama, adat dan budaya yang berlaku di

Minangkabau. Ny. Y mengatakan bahwa Tn. I mendidik anak

disesuaikan dengan lingkungan sekitar dan perkembangan zaman,

akan tetapi tetap mengikuti ajaran agama islam. Keluarga juga

mengajarkan kepada anak-anaknya untuk berinteraksi dengan

lingkungan sekitar, menanamkan mana yang benar dan mana yang

salah pada anak-anaknya

3) Fungsi Perawatan

Dalam menjalankan fungsi kesehatan di dalam keluarga,

keluarga Tn. I paham mengenai konsep sehat dan sakit. Terkait

dengan masalah kesehatan, dalam keluarga Tn I, hanya Tn. I yag

memilki keluhan kesehatan. Tn. I tidak terlalu memahami tentang

keluhan yang dirasakannya. Setelah dilakuan pengkajian, Tn. I tidak

mengalami masaalah terkait diit dalam keluarga hanya saja menyukai

makanan khas Minang yakni bersantan. Pada kebiasaan tidur dan

istirahat Tn. I tidak memiliki hal yang mengganggu pada kualitas

tidur. Tugas perawatan keluarga dalam menggali masalah kesehatan

keluarga dengan mengenal masalah kesehatan yang ada di dalam

keluarga. Ny. Y selaku istri dari Tn. I tidak mengetahui tentang

penyebab dan klasifikasi untuk lansia dengan diabetes mellitus. Ny. Y

hanya mengetahui diabetes mellitus merupakan penyakit karena


83

mengkonsumsi makanan manis maupun makan nasi terlalu banyak

dan disebabkan karena pertambahan umur Tn. I dan anaknya

mengatakan tidak mengetahui tentang perawatan pada lansia dengan

diabetes mellitus.

Fungsi kesehatan yang kedua adalah memutuskan perawatan

kesehatan yang akan dilakukan. Tn. I mengatakan terkadang sudah

berusaha mengatur pola makan dan jenis makanan yang

dikonsumsinya. Berdasarkan food recall praktik diet antara Tn. I dan

keluarga ada perbedaan menu atau menu khusus yang disediakan

untuk Tn. I, Tn. I dan keluarga mengatakan belum terlalu mengetahui

menu diet yang sesuai untuk kondisinya. Tn. I hanya sebatas

mengurangi porsi makan nasinya dan tidak minum minuman manis.

Bahkan terkadang karena klien takut kesemutan pada kakinya

kambuh, klien mengurangi frekuensi makannya dalam sehari.

Dalam merawat Tn. I yang sering mengalami kesemutan

ketika gula darahnya naik, Ny. Y menagtakan dalam mengatur pola

makan Ny. Y selalu mengusahakan makan bersama 3 kali sehari,

tetapi untuk jenis makanan yang dikonsumsi terkadang merupakan

makanan yang merupakan pantangan dari penyakit Tn. I. Dalam

merawata Tn. I. Jika gejala kesemutan pada kaki Tn. I kambuh, anak

Tn. I mengajak Tn. I pergi berobat ke puskesmas atau rumah sakit jka

gejalanya tidak berangsur membaik. Dalam perawatannya, Ny. Y

mengatakan bahwa belum mengetahui bagaimana cara merawat dan


84

membantu menjaga kesehatan suaminya agar dapat beraktifitas

dengan lebih baik dan tidak terlalu merasakan kesemutan pada

kakinya.

Dalam melakukan modifikasi lingkungan Ny. Y mengatakan

bahwa selalu menjaga kebersihan rumahnya, mengatur letak barang

pada tempatnya dan sesekali merubah posisi posisi letak barang-

barang di rumah seperti merubah posisi kursi di ruang tamu, hal ini

bertujuan. Berdasarkan hasil observasi keadaan lingkungan dan rumah

Tn. I sudah baik, dimana lantai rumah bersih tidak licin dan dialasi

tikar, kamar mandi juga bersih, ada tumpuan tempat untuk

berpegangan saat menuju kamar mandi, tidak licin dan penerangan

yang baik sehingga meminimalkan resiko jatuh. Pada teras rumah Tn.

I, setiap malamnya dihidupkan lampu teras. Hal ini agar rumah Tn. I

tidak tampak seperti tidak huni dan meminimalisir maling untuk

masuk.

Dalam mencari pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

keluarga, Tn. I dan keluarga menagtakan bahwa alur pengobatan dari

puskesmas dan rujukan ke rumah sakit. Ny. Y mengatakan bahwa

suaminya biasanya memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas

sunur dan terkadang rujukan ke rumah sakit aisyah pariaman untuk

kontrol kesehatan.
85

4. Keadaan Psikologis

Keadaan emosi klien stabil. Klien tampak ramah, menerima kehadiran

mahasiswa. Klien mengatakan merasa khawatir dengan kondisinya saat

ini karena kesemutan pada kakinya terkadang mengganggu aktivitasnya

sehari-hari.

5. Keadaan Fisik

Secara umum keadaan umum fisik klien cukup baik. Saat dilakukan

pemeriksaan Tanda-tanda vital tekanan darah klien yaitu 130/80 mmHg.

Setelah dilakukannya inspeksi pada keadaan umum klien, keadaan kepala

klien cukup bersih. Klien tidak memiliki ketombe dan kebersihannya

terjaga dengan baik. Namun rambut klien sudah beruban, tidak mudah

rontok dan rapuh. Mukosa mulut tampak lembab dan gigi sudah tidak

lengkap lagi. Keadaan telinga klien cukup bersih, tidak terdapat serumen

pada telinga dan pendengaran klien tidak memiliki permasalahan klien.

Pada leher klien, tidak ada pembesaran kelenjer getah bening dan kelenjar

tiroid. Dada klien tidak mengalami kelainan, bentuk simetris, retraksi

dinding dada (-) penggunaaan otot bantu pernapasan (-) tidak teraba

benjolan. Keadaan abdomen klien berada pada kondisi baik. Tidak ada

nyeri tekan dan tidak ada asites. Klien dapat melakukan aktviitas sehari -

hari secara mandiri tetapi sedikit terbatas karena kesemutan pada kakinya.
86

B. ANALISA DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

Dignosa keperawataan yang dapat diangkat berdasarkan pada data

diatas adalah manajemen kesehatan kesehatan keluarga tidak efektif

(D.0115) yang terdapat dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia

(SDKI) pada kategori perilaku dan sub kategori penyuluhan dan pembelajaran

(PPNI, 2016). Dengan data yang mendukung masalah keperawatan tersebut

adalah :

Tanda Mayor :

a. Mengungkapkan tidak mengetahui masalah keperawatan yang diderita

1. Tn. I belum mengenal lebih dalam tentang Diabetes Melitus Tipe II,

Tn. I hanya bisa menyebutkan definisi dan gejala penyakit Diabetes

Melitus secara umum yaitu penyakit gula darah.

2. Tn. I tidak mengetahui penyebab kesemutan pada kaki dari diabetes

mellitus yang dialaminya secara spesifik, Tn. I menagtakan

penyakitnya disebabkan karena makan terlalu banyak

3. Ny. Y mengatakan kesemutan pada kakinya disebabkan karena makan

terlalu banyak

4. Tn. I dann Ny. Y tidak mengetahui faktor risiko dan penatalaksanaan

Diabetes Melitusnya.

5. Tn. I mengatakan tidak mengetahui cara mengatasi kesemutan pada

kakinya dengan ROM aktif kaki


87

b. Mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan

1. Tn. I dan Ny. Y mengatakan jarang berolahraga karena beranggapan

bahwa olah raganya sudah digantikan dengan melakukan kegiatan

sehari-hari di rumah, selain itu Tn. I juga mengatakan bahwa ia

sering merasa malas saat memulai olahraga.

2. Tn. I mengatakan terkadang tiba-tiba terbangun dari tidurnya karena

merasa kesemutan pada kakinya

3. Ny. Y mengatakan bahwa Tn. I sibuk dengan kegiatannya sehingga

kadang-kadang lupa untuk mengatur waktu istirahatnya dan menjaga

pola makannya.

c. Gejala penyakit anggota keluarga semakin memberat

1. Berdasarkan rekam medis Tn. I tanggal 20 Oktober 2020 Tn. I

datang ke rumah sakit aisyah pariaman dengan keluhan kesemutan

pada kaki yang tak kunjung membaik. Tekanan darah Tn. I 140/90

mmHg.

2. Hasil pemeriksaan fisik Tgl 02 November 2020 Tekanan darah Tn. I

130/80 mmHg dan masih terkadang merasakan kesemutan pada

kakinya karena diabetes melitusnya dan dirasa hilang timbul.

3. Berdasarkan hasil pengukuran skala risiko terjadinya ulkus kaki

diabetik menggunakan inlow’s diabetic foot screen screening tool, di

dapatkan skor 4 (risiko rendah)


88

d. Aktifitas keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan tidak tepat

1. Tn. I mengatakan memiliki kebiasaan makan makanan yang

bersantan seperti gulai dan goring-gorengan dan cemilan manis

seperti kue dan minuman bersoda minuman manis seperti kopi dan

teh telur.

2. Ny. Y mengatakan terkadang lupa menjaga pola makanan dan jenis

makanan untuk diet sehingga menyebabkan kambuh penyakitnya.

3. Tn. I mengatakan jarang mengikuti kegiatan olahraga

4. Tn. I mengatakan terkadang terbangun saat tidur karena tiba-tiba

merasa kesemutan

Tanda Minor

a. Gagal mengurangi tindakan untuk mengurangi factor resiko

1. Tn. I tampak merasakan kesemutan pada kakinya jika terlalu banyak

makan.

2. Tn. I tampak kesulitan melakukan kegiatan berat seperti mengangkat-

angkat benda berat karena mempengaruhi kondisinya.

3. Tn. I tampak kurang motivasi untuk melakukan olahraga.

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Dari diagnosa yang ditegakkan maka disusunlah beberapa rencana

tindakan terkait dengan diagnosa manajemen kesehatan keluarga tidak efektif.

Luaran yang ditetapkan berdsarkan buku Standar Luaran Keperawatan

Indonesia (SIKI) adalah manajemen kesehatan keluarga dengan indikator


89

kemampuan menjelaskan masalah kesehatan yang dialami, aktivitas keluarga

mengatasai masalah kesehatan tepat, dan tindakan untuk mengurangi risiko

dapat meningkat dengan skala 5, serta verbalisasi kesulitan menjalankan

perawatan yang ditetapkan dan gejala penyakit anggota keluarga menurun

pada skala 5 (PPNI, 2016). Rencana asuhan keperawatan yang akan

dilakukan berdasarkan buku SIKI adalah antara lain :

a. Dukung keluarga untuk merencanakan perawatan

Aktivitas yang dapat dilakukan dalam mendukung keluarga merencakan

perawatan yaitu:

Observasi

1. Identifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan

2. Identifkiasi konsekuensi tidak melakukan tindakan bersama

keluarga

3. Identifkasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga

4. Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan keluarga

Terapeutik

5. Motivasi pengembangan sikap dan emosi yang mendukung upaya

kesehatan

6. Gunakan sarana dan fasilitas yang ada dalam keluarga

7. Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal

Edukasi

8. Informasikan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga

9. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada


90

10. Ajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan keluarga

b. Edukasi proses penyakit

Aktivitas yang dilakukan dalam memberikan edukasi proses penyakit

yaitu:

Observasi

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik

2. Sediakan materi dan media Pendidikan kesehatan

3. Jadwalkan Pendidikan kesehatan sesuai jadwal

4. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

5. Jelaskan penyebab dan faktor risiko kesehatan

6. Jelaskan proses patologis munculnya penyakit

7. Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit

8. Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi

9. Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang dirasakan

c. Edukasi Latihan Fisik (latihan ROM aktif kaki)

Mengajarkan aktifitas fisik reguler untuk mempertahankan atau

meningkatlkan kebugaran dan kesehatan.

Observasi

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.

Terapeutik

2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.


91

3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.

4. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

5. Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologi latihan fisik.

6. Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi kesehatan.

7. Jelaskan frekwensi, durasi, dan intensitas program latihan yang

diiinginkan.

8. Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat.

9. Ajarkan teknik menhindari cedera saat berolah raga.

10. Ajarkan teknik pernafasan yang tepat untuk memaksimalkan

penyerapan oksigen selama latihan.

Setelah renacana intervensi yang akan diberikan kepada klien dan

keluarga, kemudian intervensi tersebut dikelompokkan ke dalam lima tugas

kesehatan keluarga, yaitu :

Mengenal masalah kesehatan 1. Identifikasi kemampuan dan


yang dialami keluarga keseiapan menerima informasi
2. Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
3. Jadwalkan pendidikan
kesehatn sesuai kesepakatan
4. Edukiasi kesehatan terkait
kesehatan jelaskan pengertian,
penyebab, tanda dan gejala
penyakit dan factor resiko
kesehatan
5. Berikan kesempatan untuk
bertanya
Memutuskan untuk merawat 1. Identifikasi konsekuensi tidak
anggota keluarga yang sakit melaksanakan tindakan
bersama keluarga
2. Memotivasi pengembangan sikap
dan emosi yang
mendukung upaya kesehatan
3. Edukasi kesehatan mengenai
92

komplikasi penyakit yang


diderita

Merawat anggota keluarga yang 1. Identifikasi tindakan yang


sakit dapat dilakukan keluarga
2. Ajarkan cara perawatan yang
bisa dilakukan keluarga
3. Ajarkan cara meredakan dan
mengatasi gejala yang
dirasakan
4. Jelaskan jenis latihan yang
sesuiai dengan kondisi
kesehatan
5. Jelaskan frekuensi, durasi dan
intensitas program latihan yang
diinginkan
6. Beri kesempatan untuk
bertanya
Memodifikasi lingkungan yang 1. Ciptakan perubahan
sehat untuk menunjang kesehatan lingkungan rumah secara
optimal dengan memberikan
edukasi

Mencari pelayanan kesehatan 1. Informasikan fasilitas


untuk anggota keluarga yang sakit kesehatan yang ada
dilingkungan keluarga
2. Anjurkan menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada.

D. IMPLEMENTASI

Berdasarkan intervensi yang telah ditetapkan, maka implementasi

dilakukan mulai dari tanggal 03 Desember 2020 sampai 12 Desember 2020.

Implementasi dilakukan dengan kontrak waktu selama 25-30 menit.

Implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan rencana intervensi yang

dikelompokkan berdasarkan lima tugas kesehatan keluarga. Lima tugas

perkembangan keluarga terdiri dari, yang pertama yaitu mengenal masalah

kesehatan dengan melakukan implementasi mengidentifikasi kesiapan dan

kemampuan menerima informasi, menyediakan materi dan media pendidikan


93

kesehatan, menyepakati jadwal pendidikan kesehatan yang sesuai,

memberikan edukasi/ pengajaran mengenai materi terkait diabetes melitus

mulai dari pengertian, penyebab, tanda gejala, akibat lanjut dan factor resiko

kesehatan, dan memberikan kesempatan untuk bertanya.

Setelah dilakukan edukasi kesehatan untuk mengenalkan masalah

kesehatan yang dialami Tn. I selama 30 menit dan dilakukan evaluasi. Dari

evaluasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa Tn. I dan keluarga

mampu mengetahui dan memahami masalah kesehatan yang dialaminya. Yang

dibuktikan dengan Tn. I mampu menyebutkan kembali pengertian, dan cara

pencegahan dari diabetes mellitus, Tn. I mampu menyebutkan 3 dari 4

penyebab diabetes mellitus dan menyebutkan 5 dari 6 tanda dan gejala

diabetes mellitus. Selain itu kemampuan keluarga dalam mengenal masalah

kesehatan juga meningkat, dibuktikan dengan Ny. Y istri dari Tn. I mampu

menjawab pertanyaan yang diberikan dengan benar. Pada pertemuan pertama

juga disepakati bahwa akan dilakukan intervensi selanjutnya terkait cara

mengatasi masalah kesehatan Tn. I sebanyak 20 kali pertemuan.

Implementasi kedua dari tugas keperawatan adalah untuk membantu

keluarga dalam memutuskan merawat anggota keluarga yang sakit selama 30

menit dengan melakukan implementasi dengan mendiskusikan dengan

keluarga konsekuensi tidak melakukan tindakan bersama keluarga,

memotivasi pengembangan sikap dan emosi yang mendukung upaya

kesehatan, dan memberikan edukasi kesehatan mengenai komplikasi dan

penatalaksanaan diet dari penyakit yang diderita. Setelah dilakukan edukasi


94

Ny. Y mengatakan bahwa penting untuk mendampingi suaminya dalam

melakukan perawatan agar dapat mencapai kesehatan yang maksimal.

Setelah dilakuan edukasi Tn. I dan Ny. Y mengetahui tentang dampak dari

penyakit diabetes mellitus dan pentingnya menjaga diet makanan yang

mempengaruhi kondisinya.

Selanjutnya tidakan yang perlu dilakukan adalah membantu keluarga

dalam merawat anggota keperawatan yang lain yang mengalami gangguan

kesehatan, pertemuan ini dilakukan selama 30 menit bersama Tn. I dan Ny. Y

dengan mengajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan keluarga untuk

mengatasi dan meredakan gejala yang dirasakan, dan memberikan

kesempatan bertanya.

Cara perawatan yang diajarakan kepada anggota keluarga yang

mengalami kesemutan pada kaki dari Tn. I yang menderita diabetes mellitus

adalah latihan ROM aktif kaki untuk mengatasi kesemutan pada kaki lansia

sehingga dapat meningkatan pergerakan dari kaki dan aktivitas klien. Dalam

pelaksanaan latihan ROM aktif kaki, perawat meminta lansia untuk

mencontohkan terlebih dahulu gerakannya dan kemudian mencobakan

bersama lansia dan keluarga. Latihan ROM aktif kaki terdiri dari 11 gerakan

yang dilakukan dengan durasi 25-30 menit setiap hari dengan frekuensi 2 kali

sehari sebanyak 10 kali pertemuan secara terus menerus. Setelah disepakati

latiahan dilakukan secara mandiri didampingi oleh perawat atau keluarga

dengan memberikan lembaran panduan latihan ROM aktif kaki yang akan

dilakukan setiap harinya, dimana sebelum latihan dilakukan terlebih dahulu


95

dilakukan penilaian risiko terjadinya ulkus kaki diabetik dengan

menggunakan inlow’s diabetic foot screen screening tool dan didapatkan

hasil sebelum intervensi risiko terjadinya ulkus kaki diabetik berada pada

skala 4, dimana pada poin kondisi kulit, dari hasil pengkajian Tn. I memiliki

kulit kering dengan fungus atau kalus ringan (skor 1), kemudian pada kondisi

kuku, hasi pengkajian dari Tn. I, kondisi kukunya tidak terawat dan kasar

(skor 1), dan pada poin tes sensasi dengan pertanyaan, hasil pengkajian

dengan Tn. I didapatkan bahwa Tn. I menjawab “ya” pada pertanyaan

“apakah anda pernah merasakan kaki anda kesemutan?” (skor 2)..

Pertemuan selanjutnya dilakukan implementasi tugas kesehatan yang

keempat yaitu dengan memberikan arahan mengenai modifikasi lingkungan

untuk penderita diabetes mellitus agar tidak berisiko jatuh dan aman bagi

penderita, setelah diberikan edukasi keluarga telah memahami dan

menerapkan lingkungan yang aman bagi lansia.

Pada pertemuan selanjutnya mengenai tugas perawatan yang kelima

yaitu mencari pelayanan kesehatan dengan memberikan informasi fasilitas

kesehatan yang ada dilingkungan keluarga dan menganjurkan keluarga untuk

memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Setelah dilakukan edukasi Tn. I

dan Ny. Y telah mengetahui lingkungan kesehatan yang ada di lingkungan

rumahnya dan telah memanfaatkannya untuk kontrol kesehatan baik itu ke

puskesmas sunur ataupun rumah sakit aisyah.

Pada pertemuan terakhir ini juga melakukan evaluasi pengalaman dan

perubahan kesemutan pada kaki yang dirasa klien setelah melakukan latihan
96

ROM aktif kaki selama 10 hari berturut-turut dengan dilakukan pengukuran

kembali terhadap skala risiko terjadinya ulkus kaki diabetik yang dirasakan

klien setelah dilakukan latihan ROM aktif kaki pada klien menggunakan

inlow’s 60 second diabetic foot screen screening tool dan didapatkan

skalanya setelah latihan ROM aktif kaki berada pada skala 1 (risiko rendah),

dimana terjadi pengurangan skor pada poin kondisi kuku (skor 1) dan tes

sensasi dengan pertanyaan (skor 3). Kemudian mahasiswa melakukan

terminasi pada klien dan keluarga bahwa kunjungan keluarga telah selesai

dan meminta klien tetap semangat dan memberitahukan manfaat dan

pengaruh latihan ROM aktif kaki kepada klien dan keluarga dibuktikan

dengan adaanya perubahan skala risiko terjadinya ulkus kaki diabetik klien

setelah dilakukan latihan ROM aktif kaki pada klien dari skor 4 menjadi skor

1 terjadi penurunan skala risiko terjadinya ulkus kaki diabetik 3 point.

Dimana berdasarkan hasil pengkajian saat post exercise, terjadi pengurangan

skor pada poin kondisi kuku (skor 1) dan tes sensasi dengan pertanyaan (skor

3). Mahasiswa memberi dukungan kepada klien untuk dapat melanjutkan

latihan ROM aktif kaki secara mandiri dan dengan pantauan dari keluarga.

E. EVALUASI

Setelah dilakukan implementasi kepada Tn. I dan keluarga maka

dilakukan evaluasi berdasarkan luaran yang telah ditetapkan, yang pertama

manajemen kesehatan keluarga yaitu kemampuan menjelaskan masalah

kesehatan yang dialami berada pada skala 4, aktivitas keluarga mengatasi


97

masalah kesehatan dengan tepat berada pada skala 3, tindakan untuk

mengurangi resiko pada skala 4, verbalisasi kesulitan untuk menjalankan

perawatan yang ditetapkan berada pada skala 4, gejala penyakit anggota

keluarga pada skala 3.

Evaluasi EBN yang digunakan yaitu dengan mengukur skala risiko

terjadinya ulkus kaki diabetik menggunakan inlow’s 60 second diabetic foot

screen screening tool. Pada hasil skor inlow’s 60 second diabetic screen

screening foot tool, didapatkan hasil adanya penurunan skala risiko terjadinya

ulkus kaki diabetik dari skor 4 menjadi skor 1.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengakajian keperawatan adalah langkah pertama dari proses

asuhan keperawatan yang disesuaikan dengan kondisi pasien dan saat

dilakukan pengkajian data yang didapatkan tersebut harus berdasarkan

dari keadaan pasien, akurat, jelas dan dapat dilakukan metode observasi,

wawancara dan pemeriksaan fisik (Banjarnahor, 2019). Menurut

Muhajidullah (2012), pengakajian dilakukan dengan cara mengumpulkan

data dari berbagai aspek secara terus menerus dan berdasarkan pada

pengkajian yang dilakukan oleh perawat secara mendalam dapat

ditemukan potensi masalah yang dialami oleh pasien sehingga dapat

dilakukan keluarga yang mana dalam pelaksanaannya dilakukan secara

bersama.

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada keluarga,

didapatkan data Tn. I berumur 62 tahun. Tn. I mengatakan keluhannya

kesemutan pada kaki sudah dirasa sejak 3 tahun yang lalu dan menderita

diabetes mellitus baru diketahui sejak 5 tahun yang lalu, keluhan saat ini

yaitu masalah pada kaki yaitu kesemutan dan terkadang merasa

terganggu jika dibawa beraktvitas. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital

98
99

yaitu tekanan darah klien 130/80 mmHg, nadi 81x/menit, pernafasan

20x/menit dan suhu 36,6oC.

Menurut Mahendra (2008), orang yang berusia lebih dari 40 tahun

rentan terkena DM meskipun tidak menutupi kemuninan bahwa orang

yang berusia dibawah 40 tahuntidak terkena DM. Kenaikan glukosa

darah akan terjadi pada usia diatas 45 tahun dan akan bertambah

frekuensinya seiring dengan pertambahan usia. Hal ini seiring dengan

penelitian yang dilakukan oleh Awad (2011), bahwa lebih banyak pasien

yang menderita DM bila dilihat dari segi umur daripada dilihat dari segi

riwayat penyakit keluarga yakni sebesar 41,30%. Dan untuk

komplikasinya sendiri, ulkus kaki diabetik dan amputasi menjadi

komplikasi yang paling serius dari diabetes dan penyebab utama

kecatatan, morbiditas, dan kematian pada pasien ini. Penyakit ekstremitas

bawah, seperti penyakit arteri perifer, neuropati perifer, ulserasi kaki

merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes dan dua

kali lebih umum dibandingkan dengan pasien yang tidak diabetes.

Penyakit ektremitas bawah mempengaruhi 30 % lebih tinggi pada pasien

diabetes dengan umur diatas 40 tahun. Diseluruh dunia, lebih dari satu

juta amputasi ekstremitas bawah dilakukan setiap tahun pada pasien

diabetes dan sebagian dari amputasi tersebut didahului dengan ulserasi.

Sebuah pengetahuan rinci dari gambaran klinis, pathogenesis,

pemeriksaan diagnostik yang relevan, dan modalitas pengobatan sangat

penting dalam perencanaan strategi pengobatan optimal pada pasien


100

ulkus diabetes. Terlambatnya diagnostik awal dapat meningkatkan resiko

komplikasi yang serius termasuk kecatatan dan amputasi (Shrikhande &

McKinsey, 2012).

Selain itu keluhan yang dirasakan oleh Tn. I yaitu kesemutan

pada kaki dan dirasakan hilang timbul, biasanya terasa ketika Tn. I sudah

tidak melakukan diet makan untuk penderita diabetes melitus dan Tn. I

membutuhkan waktu 30-45 menit terlebih dahulu untuk duduk sebelum

melakukan melakukan aktivitas. Hal ini sejalan dengan penjelasan dari

PERKENI (2011), bahwa salah satu keluhan yang biasnaya dirasakan

oleh penderita diabetes melitus adalah kesemutan. Keluhan tersebut

menyebabkan Tn. I merasa takut umtuk melakukan aktivitas ataupun

gerakan yang terlalu berat sehingga dapat meurunkan kualitas hidupnya.

Penambahan usia juga menyebabkan regenerasi jaringan otot melambat

dan jaringan atrofi digantikan oleh jaringan fibrosa sehingga terjadi

kemunduran kartilago sendi yang pada umumnya terjadi pada sendi-sendi

yang menahan berat badan khusunya sendi lutut (Yetur, 2016).

Berdasarkan hasil pengkajian di dapatkan Tn. I merasa bahwa

belum mengetahui dengan baik diit makanan dan penanganan kesehatan

dan aktivitas yang dilakukan sehari-hari saat ini dapat berpengaruh

terhadap kesehatannya. Tn. I mengatakan penyakitnya sering kambuh

saat memakan makanan yang tidak sesuai dengan diit untuk penyakitnya.

Hasil pengkajian ini sesuai dengan Asminarsih (2019), bahwa

penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita diabetes mellitus


101

mengenai diet makanan, instruksi tentang penggunaan sendi yang baik,

dan cara menghemat energy tubuh.

Pada saat pengkajian Tn. I mengatakan kesemutan yang dirasa

seperti ditusuk-tusuk tetapi masih dapat ditahan dan saat dilakukan

pengukuran skala risiko terjadinya ulkus kaki diabetik atas dasar keluhan

kesemutan pada kaki dengan menggunakan inlow’s 60 second diabetic

foot screen screening tool pada pasien didapatkan hasil Tn. I berada pada

rentang skor 4 (Canadian Association of Wound Care, 2011). Dimana

pada poin kondisi kulit, dari hasil pengkajian Tn. I memiliki kulit kering

dengan fungus atau kalus ringan (skor 1), kemudian pada kondisi kuku,

hasi pengkajian dari Tn. I, kondisi kukunya tidak terawat dan kasar (skor

1), dan pada poin tes sensasi dengan pertanyaan, hasil pengkajian dengan

Tn. I didapatkan bahwa Tn. I menjawab “ya” pada pertanyaan “apakah

anda pernah merasakan kaki anda kesemutan?” (skor 2). Menurut

Edwina (2019) bahwa latihan gerak sendi atau ROM yang teratur dapat

melancarkan aliran darah membuat otot kaki lebih letur, meningkatkan

fleksibelitas otot dan sendi, sehingga penderita merasa fit, menigkatkan

kebugaran fisik dengan cara memperlancar transportasi zat-zat yang

diperlukan tubuh dan pembuangan sisa-sisa zat yang tidak diperlukan

tubuh selanjutnya mengoptimalkan gerakan dengan mengulur otot-otot

ligament, tenton dan persendian sehingga dapat bekerja secara optimal.

Menurut Friedmen (2010) dalam memberikan asuhan

keperawatan pada lansia dalam konteks keluarga akan mempengaruhi


102

antar anggota keluarga satu dengan lainnya. Berdasarkan hasil

pengkajian yang dilakukan terhadap lima tugas perawatan keluarga mulai

dari mengenal masalah, memutuskan untuk merawat, melakukan

perawatan, melakukan modifikasi lingkungan serta mencari layanan

kesehatan. Kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan

keluarga berdasarkan hasil pengkajian Tn. I dan keluarga belum

mengenal masalah kesehatan yang dialaminya dengan jelas, dan hanya

mampu menyebutkan pengertian dan tanda gejala. Komplikasi lebih

lanjut dari penyakitnya belum diketahui oleh Tn. I dan keluarga.

Keluarga mengatakan ingin mengetahui cara merawat anggota keluarga

dengan baik tetapi belum mengetahui cara perawatan yang benar bagi

penderita diabetes mellitus sehingga dapat mengurangi rasa nyeri dan

aktivitas dapat ditingkatkan. Berdasarkan hasil observasi dan pengkajian

terlihat kondisi lingkungan yang sudah baik dan tidak berisiko

menciderai tetapi Tn. I dan keluarga mengatakan masih belum

mengetahui secara maksimal sehingga masih membutuhkan edukasi.

Pada tugas kesehatan keluarga dalam mencari pelayanan kesehatan Tn. I

dan keluarga sudah mengetahui dan memanfaatkannya.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut PPNI (2016) diagnosa keperawatan merupakan suatu

penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan

dalam proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual

maupun potensial. Dalam menegakkan diagnosa keperawatan menurut


103

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) dimulai dari analisa

data dengan membandingkan dengan data normal, lalu data

dikelompokkan, lalu data yang telah dikelompokkan diidentifikasi dan

dirumuskan masalah keperawatan yang disesuaikan dengan diagnosis

keperawatan.

Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari Tn. I maka

diangkat masalah keperawatanan manajemen kesehatan keluarga tidak

efektif (D.0115) dalam kategori perilaku dan sub-kategori penyuluhan

dan pembelajaran berdasarkan pada Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia (PPNI, 2016). Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif

merupakan pola penanganan masalah kesehatan dalam keluarga tidak

memuaskan untuk memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga.

Dalam mengangkat diagnosa manajemen kesehatan keluarga tidak efektif

ditemukan tanda mayor lebih dari 80% yaitu mengungkapakan tidak

memahami masalah kesehatan yang diderita dari pengkajian Tn. I

mengatakan tidak mengetahui penyebab kesemutan pada kaki dari

diabetes mellitus yang dialaminya secara spesifik tapi Tn. I mengatakan

penyakitnya disebabkan karena pola makan yang tidak sehat. Tn. I

mengatakan belum mengenal lebih dalam tentang diabetes melitus. Tn. I

hanya bisa menyebutkan definisi dan gejala penyakit diabetes mellitus

secara umum, tetapi tidak mengetahui faktor risiko dan penatalaksanaan

yang sesuai untuk mengatasi kesemutan pada penyakit diabetes mellitus.


104

Tn. I dan Ny. Y mengatakan tidak mengetahui cara mengatasi nyeri

diabetes mellitus dengan latihan gerak sendi.

Tanda mayor subjektif yang kedua yaitu mengungkapkan

kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan dari hasil pengkajian

Tn. I mengatakan terkadang tidak menerapkan pola diet diabetes melitus.

Keluarga mengatakan mau membantu Tn. I agar bisa kembali sehat tapi

tidak mengetahui bagaimana caranya yang benar untuk penanganannya.

Tn. I mengatakan suka mengkonsumsi gorengan, makanan yang

berminyak dan bersantan, bergaram, dan minuman manis. Ny. Y

mengatakan tidak membedakan antara diet Tn. I dengan anggota

keluarga lainnya. Tanda mayor objektif yang pertama yaitu gejala

penyakit anggota keluarga semakin memberat. Berdasarkan rekam medik

Tanggal 20 Oktober 2020 Tn. I datang ke rumah sakit aisyah pariaman

untuk kontrol karena sebelumnya merasakan kesemutan pada kaki yang

tidak kunjung sembuh. Berdasarkan rekam medis Tn. I tanggal 20

Oktober 2020 Tn. I datang ke rumah sakit aisyah pariaman dengan

keluhan lemah dan kesemutan pada kaki tekanan darah Tn. I 140/90

mmHg. Hasil pemeriksaan fisik Tgl 02 November 2020 Tekanan darah

Tn. I 130/80 mmHg dan terkadang masih merasakan kesemutan pada

kakinya karena diabetes melitusnya dan dirasa hilang timbul.

Berdasarkan hasil pengukuran skala risiko terjadinya ulkus kaki diabetik

menggunakan inlow’s 60 second diabetic foot screen screening tool

didapatkan skor yakni 4 (risiko rendah). Dimana pada poin kondisi kulit,
105

dari hasil pengkajian Tn. I memiliki kulit kering dengan fungus atau

kalus ringan (skor 1), kemudian pada kondisi kuku, hasi pengkajian dari

Tn. I, kondisi kukunya tidak terawat dan kasar (skor 1), dan pada poin tes

sensasi dengan pertanyaan, hasil pengkajian dengan Tn. I didapatkan

bahwa Tn. I menjawab “ya” pada pertanyaan “apakah anda pernah

merasakan kaki anda kesemutan?” (skor 2). Tanda gejala mayor yang

kedua yaitu aktivitas keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan tidak

tepat saat pengkajian Tn. I mengatakan memiliki kebiasaan makan

makanan yang bersantan seperti gulai dan goreng-gorengan dan

minuman manis seperti kopi dan teh telur. Tn. I mengatakan biasanya

terkadang lupa dan terlalu banyak makan yang mengandung glukosa

seperti nasi maupun minuman manis sehingga menyebabkan kesemutan

pada kakinya muncul lagi, Tn. I mengatakan terkadang lupa menjaga

pola, jenis makanan dan gaya hidupnya sehingga menyebabkan kambuh

penyakitnya., Tn. I mengatakan kadang-kadang lupa dan malas

mengkonsumsi obat diabetes melitus yang didapatkannya, Tn. I

mengatakan jarang mengikuti kegiatan olahraga, Tn. I mengatakan

terkadang terbangun saat tidur karena tiba tiba kesmeutan pada kakinya

muncul. Secara teori terdapat tiga diagnosa keperawatan yang muncul

untuk lansia dengan diabetes melitus yaitu manajemen kesehatan

keluarga tidak efektif, risiko infeksi dan resiko jatuh. Sedangkan asuhan

keperawatan lansia dalam konteks keluarga perawat melibatkan keluarga

sebagai pemberi asuhan kepada lansia, berdasarkan dari lima tugas


106

kesehatan keluarga yang perlu dicapai salah satunya keluarga harus

mampu merawat anggota keluarga yang sakit sehingga dalam diagnosa

manajemen kesehatan keluarga , dan keluarga harus mampu memberikan

latihan gerak sendi untuk mengurangi nyeri diabetes mellitus.(Friedmen,

2010).

3. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan pada diagnosa keperawatan diatas maka luaran yang

ditetapkan untuk diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku atau

dari persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap

intervensi keperawatan (PPNI, 2018). Luaran keperawatan yang

ditetapkan yaitu manajemen kesehatan keluarga (L.12105) merupakan

kemampuan menangani masalah kesehatan keluarga secara optimal

umtuk memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga dengan ekpektasi

meningkat. Kriteria hasil yang diukur setelah memberikan intervensi

yaitu kemampuan menjelaskan masalah kesehatan yang dialami, aktivitas

keluarga mengatasi masalah kesehatan tepat, dan tindakan untuk

mengurangi faktor risiko. Sedangkan pada kriteria hasil verbalisasi

kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan dan gejala penyakit

anggota keluarga menurun.

Dalam menentukan outcome atau luaran yang telah ditetapkan

maka dilakukan intervensi yang didasarkan pada pengatahuan dan

penilaian klinis yang dilakukan oleh perawat (PPNI, 2018). Berdasarkan

buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi yang


107

dapat dilakukan adalah dengan dukungan keluarga merencanakan

perawatan dan edukasi proses penyakit. Dukungan keluarga melakukan

perawatan merupakan upaya yang dilakukan perawat untuk menfasilitasi

perencanaan pelaksanaan perawatan kesehatan keluarga.

Tindakan yang dapat dilakukan dalam memberikan dukungan

keluarga merencakan perawatan yaitu identifikasi konsekuensi tidak

melakukan tindakan bersama keluarga, identifikasi tindakan yang dapat

dilakukan keluarga, motivasi pengembangan sikap dan emosi yang

mendukung upaya kesehatan, gunakan sarana dan fasilitas yang ada

dalam keluarga, ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal,

informasikan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga,

anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada, ajarkan cara

perawatan yang bisa dilakukan keluarga.

Pada intervensi kedua yaitu edukasi proses penyakit yaitu

memberikan informasi tentang mekanisme munculnya penyakit dan

menimbulkan tanda dan gejala yang mengganggu kesahatan tubuh pasien

(PPNI, 2018). Tindakan yang dapat dilakukan dalam edukasi proses

penyakit yaitu identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima

informasi, sediakan materi dan media pendidikan kesehatan, jadwalkan

pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan, berikan kesempatan untuk

bertanya, jelaskan penyebab dan faktor risiko penyakit, jelaskan proses

patofisiologi munculnya penyakit, jelaskan tanda dan gejala yang

ditimbulkan oleh penyakit, jelaskan kemungkinan munculnya


108

komplikasi, ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang

dirasakan

Pada intervensi ketiga yaitu latihan fisik yaitu mengajarkan

aktifitas fisik reguler untuk mempertahankan atau meningkatlkan

kebugaran dan kesehatan (PPNI, 2018). Tindakan yang dapat dilakukan

dalam latihan fisik mengenai latihan gerak sendi yaitu identifikasi

kesiapan dan kemampuan menerima informasi, sediakan materi dan

media pendidikan kesehatan, jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai

kesepakatan, berikan kesempatan untuk bertanya, jelaskan manfaat

kesehatan dan efek fisiologi latihan fisik, jelaskan jenis latihan yang

sesuai dengan kondisi kesehatan, jelaskan frekwensi, durasi, dan

intensitas program latihan yang diiinginkan, ajarkan latihan pemanasan

dan pendinginan yang tepat, ajarkan teknik menhindari cedera saat

berolah raga, ajarkan teknik pernafasan yang tepat untuk memaksimalkan

penyerapan oksigen selama latihan.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan aktivitas yang dilakukan

oleh perawat untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh klien dan

keluarga guna mencapai status kesehatan yang lebih baik yang

menggambarkan outcome yang telah ditentukan (Potter & Perry, 2012).

Implementasi yang dilakukan :


109

a. Dukungan keluarga merencanakan perawatan

1) Identifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan bersama

keluarga

2) Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan keluarga

3) Motivasi pengembangan sikap dan emosi yang mendukung upaya

kesehatan

4) Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal

5) Informasikan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga

6) Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

7) Ajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan keluarga

b. Edukasi proses penyakit

1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai jadwal

4) Berikan kesempatan untuk bertanya

5) Jelaskan penyebab dan faktor risiko kesehatan

6) Jelaskan proses patologis munculnya penyakit

7) Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit

8) Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi

9) Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang dirasakan

c. Latihan fisik

1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


110

3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

4) Berikan kesempatan untuk bertanya

5) Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologi latihan fisik

6) Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi kesehatan

7) Jelaskan frekwensi, durasi, dan intensitas program latihan yang

diiinginkan

8) Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat

9) Ajarkan teknik menhindari cedera saat berolah raga

10) Ajarkan teknik pernafasan yang tepat untuk memaksimalkan

penyerapan oksigen selama latihan.

Implementasi yang dilakukan, dikelompokkan berdasarkan tugas

kesehatan keluarga yang pertama yaitu keluarga mengenal masalah

kesehatan yang dialami dengan implementasi yang diberikan,

mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.

Kesiapan dalam menerima informasi ditandai dengan keluarga

mengungkapkan minat untuk meningkatkan pembelajaran (Herdman,

2014). Menurut Harackiewicz et al (2016) minat dalam belajar dapat

ditingkatkan dengan 4 intervensi yaitu memicu minat situasional : fitur

strktural (menyusun kegiatan pembelajaran yang menarik), memicu

minat situasional : konteks personalisasi (menyajikan instruksi dalam

konteks minat), pembelajaran berbasis masalah, dan peningkatan nilai

utilitas (Mengintegrasikan Proses Kepentingan Situasional dan Individu).


111

Saat melakukan implementasi Tn. I dan keluarga tampak

bersemangat saat topik pembelajaran disampaikan dan bersikap

kooperatif dan tidak ada yang disembunyikan selama pembelajaran

dilaksanakan. Menurut Machfoedz (2012), salah satu peran perawat

adalah sebagai pendidik yang memiliki tanggung jawab dalam membantu

klien untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, gejala

penyakit, dan perawatan, sehingga terjadi perubahan perilaku klien.

Tanpa adanya pengetahuan yang memadai orang mungkin tidak sadar

dan tidak peduli dengan masalah kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).

Oleh sebab itu sebelum dilakukannya perawatan, klien dan keluarga

membutuhkan informasi tentang penyakit dan perawatan yang sesuai

untuk dilakukan. Sehingga dibutuhkan adanya peningkatan pengetahuan

terkait penyakit dan perawatan.. Setelah edukasi kesehatan keluarga

mampu mengenal masalah kesehatan yang dialaminya yang dibuktikan

dengan Tn. I dan Ny. Y mampu menjawab pertanyaan yang diberikan

perawat.

Menurut Yanti (2016) penyuluhan penting dilakukan terkait

masalah kesehatan yang dialami lansia dengan tujuan untuk penecegahan

kesehatan lansia dengan kesemutan pada kaki dimana setelah dilakukan

kegiatan penyuluhan lansia mengetahui tentang kesemutan pada kaki,

upaya pencegahan dan perawatannya sehingga lansia termotivasi untuk

melakukan program latihan ROM aktif kaki sehigga kesemutan pada

kakinya berkurang.
112

Tugas kesehatan keluarga yang kedua yaitu memutuskan untuk

merawat anggota keluarga yang sakit dengan melakukan intervensi

keperawatan dengan mendiskusikan konsekuensi tidak melakukan

bersama keluarga, setelah berdiskusi dengan Tn. I, klien mengatakan

bahwa lebih baik bila perawatan dilakukan bersama dengan keluarga

yang lain. Menurut Saini (2016), terdapat peran penting di dalam

keluarga terkait peningkatan kualitas kesehatan anggota keluarga lain

karena komunikasi dan interaksi antar anggota yang terjadi didalam

keluarga merupakan tahap awal yang penting bagi pendidikan perilaku.

Keputusan dalam merawat anggota keluarga, perlu edukasi kesehatan

yang perlu disampaikan, diantaranya adalah menyampaikan komplikasi

dari penyakit, faktor risiko, dan penatalaksanaan stroke (Yeni &

Mahattir, 2012).

Setelah diberikan edukasi tentang komplikasi dan

penatalaksanaan penyakit, Ny. Y memutuskan untuk merawatan

suaminya. Disebutka oleh Desni (2015) bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara pengetahuan dengan pengambilan keputusan dalam

melakukan perawatan kesehatan. Pengambilan keputusan merupakan

salah satu cara dalam mengatasi sebuah permasalahan dengan tujuan

untuk menetapkan tindakan atau pilihan yang nantinya akan dilakukan

dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.

Tugas kesehatan keluarga yang ketiga yaitu merawat anggota

keluarga yang sakit implementasi yang telah dilakukan yaitu identifikasi


113

tindakan yang dapat dilakukan keluarga bersama Tn. I dan Ny. Y

mengajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan oleh keluarga,

mengajarkan cara meringatkan dan mengatasi gejala yang dirasakan,

memberikan kesempatan untuk bertanya (PPNI, 2016). Dalam merawat

lansia dengan kesemutan pada kaki dengan penyakit diabetes melitus,

edukasi yang diberikan yaitu dengan latihan ROM aktif kaki. Menurut

Edwina (2019), latihan gerak sendi merupakan salah satu perawatan

rehabilitasi yang dapat dilakukan di rumah yang mana bila dilakukan

secara teratur dapat melancarkan aliran darah membuat otot kaki lebih

letur, meningkatkan fleksibelitas otot dan sendi, sehingga penderita

merasa fit, menigkatkan kebugaran fisik dengan cara memperlancar

transportasi zat-zat yang diperlukan tubuh dan pembuangan sisa-sisa zat

yang tidak diperlukan untuk selanjutnya mengoptimalkan gerakan

dengan mengulur otot-otot ligament, tendon dan persendian sehingga

dapat bekerja secara optimal.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djamaludin, et al

(2019), terdapat pengaruh dilakukannya latihan ROM aktif kaki pada

lansia dengan diabetes melitus dalam mencegah terjadinya neuropati.

Latihan ROM aktif ini dilakukan selama 14 hari dimana satu pertemuan

tiap harinya. Latihan ROM aktif yang dilaksanakan peneliti yakni dengan

durasi lamanya 15-20 menit.

Dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan ternyata latihan

ROM aktif kaki untuk mengatasi kesemutan pada kaki pada klien dengan
114

diabetes mellitus yang dilaksanakan secara rutin selama 10 hari secara

terus menerus dan berkelanjutan selama 25-30 menit dalam sehari

melakukan dua kali latihan dinilai efektif dalam mengurangi kesemutan

pada kaki lansia dengan diabetes melitus yang mana ditandai dengan

penurunan skor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik dengan

menggunakan inlow’s 60 second diabetic foot screen screening tool dari

skor 4 menjadi 1 (risiko rendah). Dimana terjadi penurunan skor pada

poin kondisi kuku (skor 1) dan tes sensasi dengan pertanyaan (skor 2).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lukita, et al (2018)

yakni setelah dilakukan latihan ROM aktif kaki pada lansia dengan

penyakit diabetes melitus melakukan latihan ROM dengan frekuensi

sebanyak 27 kali dalam 2 minggu dengan 2 kali per hari pada 13 hari

pertama dan 1 kali per hari pada hari ke 14 dengan durasi lamanya 15-20

menit dapat menurunkan risiko terjadinya ulkus diabetik pada klien

dengan keluhan kesemutan pada kaki. Latihan ini dilakukan dalam posisi

berbaring dan duduk. Tiap gerakkan yang dilakukan diulangi 10 kali.

Hasil dari latihan yang telah dilakukan pada 15 responden terdapat

penurunan signifikan rata rata nilai risiko ulkus kaki diabetik skala nyeri

lutut pada pasien menurun dengan nilai rata-rata sebesar 2,267.

Tugas kesehatan keluarga yang keempat yaitu melakukan

modifikasi lingkungan yang sehat, implementasi yang dilakukan yaitu

melakukan perubahan lingkungan rumah yang optimal dengan cara

memberikan edukasi kesehatan tentang lingkungan yang sehat bagi lansia


115

dengan tujuan lansia tidak berisiko jatuh. Kriteri lingkungan yang sehat

untuk lansia yang memiliki gangguan keseimbangan dan memiliki risiko

jatuh adalah memilki penerangan yang cukup dan ventilasi yang terbuka,

lantai tidak licin, membuat pegangan atau handrell di rumah (Friedmen,

2010).

Dari asuhan keperawatan yang telah diberikan Tn. I memutuskan

untuk selalu menjaga kebersihan rumah dan menjaga penerangan rumah

dan mengatur tata letak barang di rumah dan di kamar mandi sesuai pada

tempatnya.

Tugas kesehatan keluarga yang kelima yaitu mencari pelayanan

kesehatan dengan implementasi yang dilakukan yaitu memberikan

informasi fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga,

menganjurkan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada. Dari hasil

implementasi yang telah dilakukan pada keluarga dan Tn. I telah

mengetahui bagaimana cara memperoleh pelayanan kesehatan mulai dari

tingkat dasar yaitu dari praktek bidan atau puskesmas lalu ke rumah sakit

rujukan tipe C kemuadian ke rumah sakit rujukan tipe B atau A.

Selain itu, Tn. I dan keluarga juga telah memanfaatkan fasilitas

kesehatan yang ada disekitar lingkungan rumahnya baik itu puskesmas

ataupun rumah sakit untuk kontrol kesehatan.

5. Evaluasi Keperawatan

Setelah diberikan intervensi selama 2 minggu dan dilakukan evaluasi

pada hari minggu, tanggal 12 Desember 2020 didapatkan hasil evaluasi


116

outcome yang ditetapkan mengalami peningkatan yaitu berada pada skala

4 kemampuan menjelaskan maslah kesehatan yang dialami, aktivitas

keluarga mengatasi masalh kesehatan dengan tepat, tindakan untuk

mengurangi risiko, verbalisasi kesulitan menjalankan perawatan yang

ditetapkan dan gejala penyakit anggota keluarga. Pada pertemuan

terakhir juga dilakukan evaluasi terhadap EBN mengenai penurunan skor

risiko terjadinya ulkus kaki diabetik pada diabetes mellitus dan

didapatkan hasil penurunan skor dari skor 4 menjadi skor 1 (risiko

sedang).

B. IMPLIKASI LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF KAKI

Implikasi latihan gerak ROM aktif kaki dapat dijadikan sebagai

intervensi mandiri perawat yang dapat dilakukan di rumah pada pasien yang

mengalami keluhan kesemutan pada kakinya sehingga mempengaruhi

aktivitasnya, setelah mengalami diabetes mellitus dan dilakukan tahap

rehabilitasi. Berdasarkan intervensi dan beberapa sumber yang telah dibaca,

latihan gerak sendi untuk mengurangi nyeri sendi pada pasien nyeri diabetes

mellitus.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lukita, et al (2018) pada

pasien dengan rentang umur mayoritas 45-65 tahun yang mengalami DM ≥ 5

tahun yang mampu berdiri dan melakukan aktivitas secara mandiri. Latihan

ini dikakukan secara aktif oleh klien yang didampingi oleh perawat. Latihan

dilakukan dengan teknik open kintik chain dimana latihan dilakukan dengan
117

posisi duduk atau berbaring dan posisi lutut ekstensi, pergelangan kaki

dorsifleksi dengan menekankan lutit ke bawah dan mngencangkan otot paha

kemudian kontraksi ditahan selama 6-10 detik lalu istirahat beberapa detik

dan dilanjukan lagi dengan kontraksi, latihan ini dilakukan sebanyak 27 kali

dalam 2 minggu, dimana 13 hari pertama dilakukan sebanyak 2 kai dalam

sehari kemudian pada hari ke 14 dilakukan sebanyak satu kali. Hasil

penelitian menunjukkan adanya perubahan skala risiko terjadinya ulkus kaki

diabetik setelah dilakukannya latihan ROM aktif kaki. Dalam penelitian ini

menyarankan agar dilakukan latihan gerak sendi dengan menambah durasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Djamaludin et al (2019) dengan usia

≥50 tahun dengan jumlah sampel 26 orang, dimana intervensi yang diberikan

untuk mencegah terjadinya neuropati pada penderita diabetes melitus dengan

melakukan latihan ROM aktif ankle berupa latihan gerak sendi yang terdiri

atas 2 gerakan yaitu dorso fleksi dan plantar fleksi yang dilakukan selama 14

hari yang mana bertujuan untuk mengoptimalkan vaskularisasi pada daerah

kaki penderita diabetes melitus. Karena Penderita DM beresiko mengalami

komplikasi salah satunya yaitu, luka pada kaki Pada luka kaki diabetes

merupakan komplikasi yang ditakuti penderita DM karena dapat

mengakibatkan terjadinya amputasi (Sari, 2015). Hasil penelitian

menunjukkan perbedaan bermakna nilai Sensasi proteksi antara kelompok

intervensi dan kelompok kontrol.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hijriana et al (2016)

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai ABI sebelum dan setelah


118

dilakukan latihan pergerakan sendi ekstremitas bawah. Hasil pengukuran nilai

ABI sebelum periode intervensi pada ektremitas kiri yaitu 0.90 dan

ektremitas kanan 0.89, setelah diberikan intervensi terjadi peningkatan nilai

ABI pada kedua ekstremitas, rata-rata nilai ABI menjadi 0.99 pada

ekstremitas kiri dan 0.98 pada ektremitas kanan. hal ini terbukti terdapatnya

pengaruh yang signifikan latihan pergerakan sendi ekstremitas bawah

terhadap nilai ABI pada pasien DM tipe 2. Hal ini juga menunjukkan bahwa

latihan fisik dapat memperbaiki alirah darah keseluruh tubuh, sehingga

penting nya bagi pasien DM Tipe 2 untuk melakukan latihan fisik secara

teratur sehingga bermanfaat dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah

kecacatan.

Latihan ROM aktif kaki merupakan intervensi yang menggabungkan

latihan fisik dan pernafasan. Manfaat dari latihan ROM aktif kaki adalah

memperbaiki aliran darah balik vena, merangsang sirkulasi darah,

memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi, dan meningkatkan

toleransi otot untuk melakukan latihan fisik (Potter & Perry, 2010). Latihan

ROM aktif kaki dapat membuat pembuluh darah balik akan lebih aktif

memompa darah ke jantung sehingga sirkulasi darah arteri yang membawa

nutrisi dan oksigen ke pembuluh darah perifer menjadi lebih lancar (Ganong,

2008). Kondisi ini akan mempermudah saraf menerima suplai oksigen dan

nutrisi sehingga dapat meningkatkan fungsi saraf (Semendawai, 2013).

Setelah dilakukannya intervensi latihan ROM aktif kaki terhadap Tn. I

terjadi penurunan skor inlow’s 60 second diabetic screen screening foot tool
119

dari skor 4 menjadi 2 (risiko rendah). Diharapkan kepada klien untuk dapat

menerapkan latihan ROM aktif kaki ini pada kehidupan sehari-hari Tn. I

secara berkelanjutan dan dan bertahap. Serta diharapkan klien dan kelurga

selalu melakukan pemeriksaan kesehatan ke pelayanan kesehatan

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa asuhan

keperawatan yang diberikan pada klien cukup berhasil yang ditandai dengan

penurunan skor inlow’s 60 second foot screen screening tool. Dengan

penerapan latihan ROM aktif kaki untuk mengurangi kesemutan pada kaki

(diabetes mellitus) pada lansia secara rutin sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup lansia karena peningkatan aktivitas yang disebabkan

kesemutan pada kaki akibat penyakit diabetes melitus.


BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hasil asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada keluarga Tn. I

dengan masalah kesemutan pada kaki akibat dari penyeakit diabetes melitus

yang diderita klien, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil pengkajian yang didapatkan sesuai dengan pengkajian data-data

teoritis pasien dengan masalah kesemutan pada kakinya akibat dari

penyakit diabetes melitus yang diderita klien. Tn. I juga mengatakan

belum paham mengenai bagaimana cara perawatan kesemutan pada

kakinya.

2. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu manajemen kesehatan

keluarga tidak efektif (diabetes melitus) diartikan adalah suatu pola

penanganan masalah kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk

memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga

3. Rumusan intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai rumusan

intervensi teoritis yaitu : dengan membina hubungan saling percaya antara

perawat dan pasien, perawat dan keluarga, mengajarkan anggota keluarga

untuk mengenal hubungan antara proses penyakit, dukungan keluarga

merencanakan perawatan, dan edukasi latihan fisik latihan ROM aktif kaki

untuk penurunan risiko terjadinya ulkus kaki diabetik.

4. Implementasi keperawatan yang diberikan seluruhnya sesuai dengan

intervensi yang sudah disusun secara teori, dan tidak ada ditemukan

120
121

kendala ketika penerapan implemantasi latihan ROM aktif kaki untuk

mengurangi kesemutan pada kaki dari penderita diabetes melitus.

5. Evaluasi asuhan keperawatan pada Tn. I dan keluarga menunjukkan bahwa

asuhan keperawatan yang diberikan telah memberikan dampak positif bagi

kondisi Tn. I yaitu terjadinya penurunan kesemutan pada kaki Tn. I dimana

sebelum diberikan intervensi latihan ROM aktif kaki skor inlow’s 60

second diabetic screen screening foot tool adalah skor 4 dan setelah

diberikan intervensi latihan ROM aktif kaki menjadi skor 1 (risiko

rendah).

B. SARAN

1. Bagi Lansia dan Keluarga

Hasil implementasi ini diharapkan dapat dilakukan secara

berkelanjutan oleh lansia dengan di damping keluarga dirumah, dan

diharapkan nantinya implementasi yang diberikan dapat meningkatkan

derajat ksehatan lansia di keluarga.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil implementasi ini diharapkan bisa digunakan sebagai data

penunjang untuk implementasi selanjutnya, dan dapat menjadi salah satu

ide dalam melaksanakan implementasi selanjutnya. Selain itu, demi

meningkatkan keilmuan di bidang keperawatan perlu adanya

pengembangan informasi dan keterampilan mahasiswa untuk


122

mengutamakaan terapi non farmakologi dalam memberikan asuhan

keperawatan.

3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan/ Keperawatan

Hasil implementasi ini diharapakan dapat membantu meningkatkan

pelayanan kesehatan di masyarakat dengan meberikan penyuluhan dan

penerapan latihan ROM aktif kaki pada lansia yang mengalami kesemutan

pada kaki akibat penyakit diabetes melitus ataupun tidak mengalaminya.


123

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Type 2 diabetes mellitus. [Internet] ADA;


2014 [diambil tanggal 17 Desember 2020]; dari:
http://www.diabetes.org/diabetesbasics/statistics/

Asminarsih Zainal Prio dkk. (2019). Pengaruh Latihan Gerak Aktif Kaki Dengan
Teknik Open Kinetik Chain Exercise Terhadap Kekakuan Sendi Dan
Aktivitas Fungsional Pada Lansia Dengan Osteoarthritis Dan Rheumatoid
Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari. Jurnal Keperawatann,
Nomor 3 Volume 2 ; ISSN 2407-4801.

Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Penduduk Lanjut Usia.

Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Penduduk Lanjut Usia.

Banjarnahor, S. (2019). Pentingnya Dokumentasi Dalam Pengkajian


Keperawatan. hhtp://doi.org/10.31219/0sf.io/cus43

Canadian Association of Wound Care. 2004. 60 second Diabetic Foot Screen


Screening Tool. Tersedia di
http://www.diabetes.ca/CDA/media/documents/clinical-practice-and-
education/proffesional-resources/60-second-diabetic-foot-screen-
screening-tool.pdf (diakses tanggal 15 Desember 2020)

Darmojo R.B. (2009). Buku Ajar Geriatri. Edisi ke-3, Balai Penerbit Fakultas

Departemen Kesehatan RI. (2014). Pedoman pengelolaan : kegiatan kesehatan di


keluarga usia lanjut. Edisi kedua. Jakarta

Desni, F. (2015). Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Keluarga dengan


Pengambilan Keputusan Pengobatan Keluarga. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, vol.5, no.3.

Edwina R, dkk. (2019). Pengaruh Stretching Exercise Terhadap Penurunan Skala


Nyeri Lutut Pada Pasien Osteostritis. Jambura Nursing Journal (JNJ).
Vol.1, No.1, ISSN : 2654-2927

Frykberg, R. 2002. Diabetic Foot Ulcer : Pathogheniesis and Management.


Tersedia di http:// europepmc.org/abstract/med/12449264 (diakses tanggal
16 Desember 2020)

Friedman, M.M. (2010). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek Edisi 3. Alih
Bahasa: Debora R.L& Asy. Y. Jakarta: EGC
124

Goldsmith, J., dkk. 2002. The Effect of Range of Motion Therapy on the Plantar
Pressure of Patient with Diabetes Melitus. Tersedia di
http://www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/12381797 (diakses tanggal 15
Desember 2020)

Hastuti, R. 2008. Faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetes Melitus.
Tersedia di http://eprints.undip.ac.id/18866/I/Rini_Tri_Hastuti.pdf
(diakses tanggal 15 Desember 2020)

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

International Diabetes Federation. IDF diabetes atlas : sixth edition. [Internet]


IDF; 2013 [diambil tanggal 02 Juni 2015]; dari:
http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf

International Diabetes Federation. IDF diabetes atlas : 7th edition. [Internet]


IDF;2015 [diambil tanggal 12 Januai 2016]; dari:
http://www.diabetesatlas.org/keymessages.html

Kemenkes RI. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Infodatin Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISSN
2442-7659.

Kemenkes RI. (2018). Laporan Nasional RISKESDAS 2018. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Kholifah, S. (2016). Keperawatan Gerontik. Modul Bahan Ajar Cetak


Keperawatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2012). Buku Ajar Fundamental keperawatan


Konsep, proses & Praktek. Edisi 5. Alih bahasa : Eny,M., Esti, W., Devi,
Y. Jakarta:EGC.

Machfoedz, I., dan Suryani, E. 2012. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi
Kesehatan. Fitrayama: Yogyakarta

Maryam, S. dkk. 2011. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :


Salemba Medika

Maryam, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakart: Selemba
Medika

Miller, C.A. (2012). Nursing For Wellness In Older Adults. Philadelphia:


Lippincott Williams & Wilkins.

Mujahidullah, Khalid. (2012). Keperawatn Gerontik. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.


125

Nanda. (2015).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10


editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.Jakarta: EGC.

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.


Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012) . Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan Jakarta:


Rineka Cipta.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsesus Pengelolaan dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PB. PERKENI

Potter & Perry, (2010). Fundamental Keperawatan. Buku Satu. Edisi Ketuju,
Jakarta: Salemba Medika

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator


Diagnosis, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakaerta:DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI

Price, S.A, Wilson, L.M. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Ed 6. Jakarta : EGC

Roberts, P & Newton, V. 2011. Assesment and Management of Diabetic Foot


Ulcers. Tersedia di http://www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/22067465
(diakses tanggal 15 Desember 2020)

Ronai, P., & Sorace, P. (2009). Peripheral arterial Disease and exercise. Strength
and conditioning journal, 31, 50-54

Roza RL, Afriant R, Edward Z. Faktor risiko terjadinya ulkus diabetikum pada
pasien diabetes melitus yang dirawat jalan dan inap di RSUP Dr.
M.Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang. Jurnal Kesehatan Andalas

[Internet]. 2015 [diambil tanggal 17 Desember 2020];4(1):243-247. dari:


http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/229

Sari, Y. (2015). Perawatan luka diabetes. Yogyakarta: Graha Ilmu


126

Semendawai RK. Pengaruh latihan fisik senam kaki terhadap efektivitas


fungsi sensori di daerah telapak kaki pada penderita diabetes melitus
di Puskesmas Kedung Mundu Kota Semarang Jawa Tengah. Skripsi.
Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang; 2013.

Suardiman, S. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Singh, S., dkk. 2013. Diabetic Foot Ulcer-Diagnosis and Management. Tersedia
di http://www.esciencecentral.org/journals/diabetic-foot-ulcerdiagnosis-
and-management-2329-910X-1-120.pdf (diakses tanggal 16 Desember
2020)

Shrikhande, G, V., & McKinsey, J. (2012). Diabetes and peripheral vascular


disease: diagnosis and management. New York: Humana Press.

Smeltzer & Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Taufiq, I. 2011. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Ankle terhadap


Proses Penyembuhan Ulkus Kaki Diabetik di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloe
dan RSUD Jendral A. Yani Provinsi Lampung. Tersedia di
hhtp://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20281441-T%20Ihsan%Taufik.pdf
(diakses pada tanggal 14 Desember 2020)

Trisnawati, S & Setyorogo S. 2012. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012.
Tersedia di
hhtp://lp3m.thamrin.ac.id/upload/artikel%202.%20vol%205%20n0%201_
shara.pdf (diakses pada tanggal 18 Desember 2020)

Triyani, G., dkk. Pengaruh Latihan Peregangan Kaki terhadap Capilarry Refille
Time Extremitas Bawah Paien DM Tipe 2. Tersedia di
http://stikeswiramedika.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/14-
PENGARUH-LATIHAN-PEREGANGAN-KAKI-STRECHING-
TERHADAP-CAPILLARY-REFILLE-TIME-EKSTREMITAS-BAWAH-
PASIEN-DM-TIPE-2.pdf (diakses pada tanggal 14 Desember 2020)

Waluyo, S. 2009. 100 Question & Answer Diabetes. Tersedia di


http://books.google.co.id/books?id=NT3xhb9YYAC&pg=PA143&dq=ola
hraga+memperbaiki+sirkulasi+darah&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onep
age&q=olahraga%20memperbaiki%20sirkulasi%20darah&f=true (diakses
pada tanggal 17 Desember 2020)

Widyawati, I. 2010. Pengaruh Latihan Rentang Gerak Sendi Bawah secara Aktif
(Active Lower Rang of Motion Exercise) terhadap Tanda dan Gejala
Neuropati Diabetikum pada Penderita DM Tipe II di Persedia Unit RSU
Dr. Soetomo Surabaya. Tersedia di
127

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/137247-
T%20Ika%20Yuni%20Widyawatu.pdf (diakses pada tanggal 18
Desember)

Wound International. 2013. Best Practice Guidelines Wound Management ini


Diabetic Foot Ulcer. Tersedia di
http://www.woundsinternational.com/media/issues/673/files/content_1080
3.pdf[02 (diakses pada tanggal 17 Desember 2020)

Yetur E. Sulistiawati Talan. (2016). Pengaruh Free Active Exercise (FAE)


terhadap peningkatan Range Of Motion (ROM) dan Penurunan Nyeri
Sendi Lutut Lansia. Citra Husada Mandiri Kupang.
128

Lampiran I
Asuhan Keperawatan Gerontik Di Dalam Keluarga

I. Data Umum
1. Nama Keluarga (KK) : Tn. I
2. Umur : 61 Tahun
3. Alamat dan Telpon : Jalan Syekh Burhanuddin No.2, Sunur,
Kec. Nan Sabaris
4. Pekerjaan KK : tidak bekerja
5. Pendidikan KK : SMA
6. Komposisi Keluarga :
Hub
No Nama Gender Umur Pekerjaan Imunisasi
dengan KK
1 Ny. Y Perempuan Istri 56 tahun PNS
Lengkap
2 Nn. A Perempuan Anak 24 tahun Mahasiswa

Genogram
Genogram
129

Keterangan :

= Laki-laki = Garis Keturunan

= Perempuan = Menikah

= Serumah

7. Tipe Keluarga
Tipe keluarga ini adalah Extended Family, yaitu keluarga dengan
pasangan yang berbagi pengaturan rumah tangga dan pengeluaran
keuangan dengan orang tua, kakak/adik, dan keluarga dekat lainnya. Tn.
I tinggal bersama istri dan anaknya. Keluarga klien mempunyai masalah
yaitu perilaku hidup tidak sehat dilihat dari Tn. I adalah perokok aktif
tapi lingkungan sekitar rumah Tn. I cukup bersih.
8. Latar Belakang Etnik (Suku Bangsa)
Keluarga Tn. I berdarah minang. Tn. I bersuku Piliang dan istrinya
bersuku Tanjung. Karena keluarga Bpk I berdarah minang, maka sifat
keturunannya menganut sistem matrilineal, yaitu anak-anaknya menganut
suku ibunya, yaitu Tanjung. Bahasa yang digunakan sehari-hari dalam
keluarga Tn. I adalah bahasa daerah (Minang). Tn. I menempati rumah
pusako di Sunur setelah menikah. Keluarga Tn. I tinggal di lingkungan
yang homogen akan budaya, yaitu budaya minang. Tn. I mengatakan
diwilayah tempat tinggalnya terdapat fasilitas umum seperti tempat
ibadah, pustu, toko kebutuhan sehari-hari. Saat pengkajian, tampak
dekorasi rumah keluarga Tn. I tradisional dan tampak unsur budaya
minang pada dekorasi rumah Tn. I. Kebiasaan orang minang yaitu sering
mengonsumsi makanan yang bersantan dan tinggi kolestrol sehingga
akan sangat mempengaruhi kondisi kesehatan dan dapat menyebabkan
berbagai penyakit seperti jantung, hipertensi, stroke dan lain-lain. Dalam
130

keluarga klien, Tn. I mengatakan sering mengalami kesemutan pada kaki


dan sering merasa mengantuk setelah selesai makan.
Tn. I mengatakan apabila anggota keluarganya sakit, biasanya
dibawa ke rumah sakit terdekat atau ke puskesmas yang dekat dari
rumah. Namun bila penyakit anggota keluarga cukup berat, akan
langsung dibawa ke rumah sakit. Keluarga Tn. I tidak memilki
kepercayaan dari pengobatan dukun. Keluarga Tn. I lebih percaya kepada
pengobatan medis ataupun obat tradisional dari herbal.
9. Identitas Religius
Keluarga Tn. I beragama islam. Keluarga ini masih memegang
teguh nilai-nilai agama islam, terbukti dengan keluarga ini selalu
menjalankan ibadah wajib seperti shalat dan puasa. Tn. I mengatakan ada
kegiatan wirid yang diikutinya setiap sekali minggu di majid Pasar Baru.
Tn. I mengatakan melaksanakan ibadah shalat dirumah ataupun
terkadang di mesjid Pasar Baru didekat rumah mereka. Namun di masa
pandemi ini, Tn. I dan keluarga beribadah di rumah saja.
10. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Dalam 1 rumah tersebut hanya terdapat 1 KK. Tn. I sekarang
sudah tidak bekerja, jadi sumber pendapat dalam keluarga Tn. I yaitu
dari istri Tn. I. Pengeluaran digunakan untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga, seperti makan, listrik, dan kebutuhan lainnya. Ny. Y
mengatakan mempunyai tabungan keluarga. Tabungan keluarga yang
dikelola Ny. Y tersebut, digunakan untuk perencanaan masa depan.
Pengeluaran juga dibantu oleh anak pertama yakni Nn. F yang telah
memiliki pekerjaan.
11. Mobilitas Kelas Sosial dan Aktivitas Rekreasi Keluarga
Berdasarkan pengkajian terhadap keluarga Tn. I, mobilitas kelas
sosial pada keluarga Tn. I adalah vertikal keatas. Hal ini dikarenakan
selain Ny. Y yang bekerja sebagai pegawai di salah satu instansi sekolah,
anak pertama dari keluarga ini juga ikut turut membantu dalam hal
131

finansial karena anak pertama keluarga ini sudah memiliki pekerjaan


tetap.
Untuk aktivitas rekreasi keluarga, Tn. I mengatakan biasanya pergi
rekreasi ke tempat wisata bila libur panjang. Sehari-harinya, keluarga Tn.
I hanya pergi jalan-jalan sore ke pantai di belakang rumah, menonton
TV, dan berbicang-bincang di sore hari bersama anggota keluarga.

II. Tahap Perkembangan Keluarga Saat ini


1. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Tahap perkembangan keluarga Tn. I saat ini adalah tahap
perkembangan keluarga dengan melepas anak usia dewasa muda, dengan
tugas perkembangan sebagai berikut : (Friedman, 2010)
 Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga
baru yang didapatkan melalui perkawinan anak-anak.
 Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali
hubungan perkawinan.
 Membantu orang tua lanjut usia yang sakit-sakitan dari pihak suami
maupun istri. (Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller
(1985)).
c. Sejauh Mana Keluarga Memenuhi Tugas Perkembangan
Keluarga tampak memenuhi kebutuhan anggota keluarga untuk
mendapat rumah, ruang, privasi, dan keamanan. Keluarga Tn. I saling
bersosialisasi secara adekuat, termasuk dengan anak-anaknya.
Tn. I merasakan ketegangan dalam upaya untuk menemukan
pasangan yang sesuai dengan anaknya sehingga dapat memasukkannya
ke dalam anggota keluarga baru.
Memelihara kepuasan hubungan orang tua-anak, serta memelihara
dalam kepuasan hubungan pernikahan sebagai istri.
d. Tahap perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi
Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan, karena Tn. I
mengeluh bahwa kakinya sering merasa kesemutan akibat dari penyakit
132

diabetes melitusnya sehingga Tn. I tak jarang sering terganggu


aktivitasnya sehari-hari.
e. Riwayat Keluarga Inti
Kedua orang tua Bpk I sudah meninggal dunia, begitupun dengan
orangtua Ny. Y. Sebelumnya ibu dari Ny. Y tinggal bersama keluarga
Tn. I di rumah pusako keluarga Ny. Y. Ny. Y dengan suaminya bertemu
karena diperkenalkan oleh kerabat Ny. Y yang waktu itu status Bpk I
adalah duda yang istrinya sudah meninggal. Lalu mereka menikah
setelah mendapat restu dari orangtua masing-masing. Hubungan Bpk I
dengan keluarga Ny. Y cukup baik. Ny. Y dengan Tn. I saling
menyayangi, jikalau ada masalah, mereka dapat menyelesaikannya
dengan baik-baik hingga akhirnya saling berdamai. Kini Tn. I dan Ny. Y
memiliki dua orang anak yang berumur 25 tahun dan 23 tahun. Sekarang
anak pertamanya sudah bekerja dan anak keduanya masih berkuliah.
Riwayat kesehatan keluarga
Tn. I mengatakan memilki 2 orang anak, namun yang tinggal di
rumah saat ini hanya anak bungsu bersama istrinya sedangkan anak
pertamanya memilki pekerjaan di Jakarta. Tn. I mengatakan bahwa kedua
anaknya dilahirkan secara normal di rumah ibu bidan dan imunisasi dari
kedua anaknya lengkap. Tn. I yang tinggal serumah dengan istri dan
anaknya jarang menderita sakit parah yang mengharuskan untuk dirawat
di rumah sakit. Biasanya anggota keluarga Tn. I hanya menderita demam,
sakit kepala, batuk, dan pilek pada umumnya dan akan sembuh dengan
mengkonsumsi obat warung.
Dari pengkajian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa Tn. I
saat ini menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang gula darahnya
telah terkontrol. Dahulunya Tn. I mengatakan bahwa Tn. I tidak
mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes mellitus tipe 2 karena Tn. I
tidak pernah melakukan cek kesehatan rutin. Sebelum tanda dan gejala
dari diabetes mellitus timbul untuk pertama kalinya, Tn. I memiliki
kebiasaan minum kopi manis dan teh telur. Saat pertama kali tanda dan
133

gejala diabetes mellitus muncul, yakni tahun 2015, klien merasa kebas di
kaki lalu berat badannya turun. Lalu klien memeriksakan kondisinya ke
rumah sakit dan ternyata pasien mengalami diabetes mellitus tipe 2
dengan gula darah saat diperiksa pertama kali yaitu 432 g/dL.
Saat dilakukan pengkajian 29 November 2020 Tn. I mengatakan
bahwa rasa kesemutan pada kakinya terkadang muncul. Saat Tn. I merasa
kesemutan pada kaki, biasanya Tn. I hanya beristirahat tanpa ada obat
yang dimakan. Dan terkadang Tn. I juga mengakatan bahwa jika
kesemutan muncul atau timbul, Tn. I mengoles balsem atau minyak kayu
putih ke kakinya. Ketika gejala kesemutan pada kaki muncul, klien
merasa pola makannya sudah mulai agak tidak teratur, maka Tn. I akan
menjaga pola makannya karena Tn. I biasanya merasakan gejala tersebut
bila Tn. I sudah mulai banyak makan makanan yang mengandung
karbohidrat seperti nasi dan makanan manis atau minuman manis. Dan
bila Tn. I merasakan bahwa gejala kesemutan pada kakinya tidak
kunjung mereda, Tn. I biasanya meminta kepada keluarganya untuk
membawanya ke puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya. Semenjak
Tn. I mengetahui tentang penyait diabetes melitusnya, Tn. I mencoba
untuk mengatur pola makannya dengan mengurangi makan makanan
yang mengandung banyak glukosa seperti nasi maupun minum kopi
manis ataupun minuman manis lainnya.
Saat dilakukan pengkajian, Tn. I tidak ada mengkonsumsi obat
rutin untuk penyakitnya tetapi lebih menjaga aktivitas, pola dan jenis
makanannya, tekanan darah Tn. I adalah 130/80 mmHg N : 80x/i RR :
18x/i dan T 36,7oC. Tn. I mengatakan suka mengkonsumsi makanan
yang berminyak, bersantan, dan minuman manis. Tn. I mengatakan
jarang mengikuti kegiatan olahraga karena Tn. I merasa dengan bersih-
bersih rumah sudah dapat menggantikan olahraga. Tn. I belum mengenal
lebih dalam tentang diabetes melitus, Tn. I hanya bisa menyebutkan
definisi dan gejala umum dari penyakit daibetes melitus, tetapi tidak
mengetahui faktor risiko dan penatalaksanaan diabetes melitus.
134

Saat pengkajian, Tn. I mengeluhkan tidak bisa berdiri terlalu lama


karena bila berdiri terlalu lama Tn. I akan merasa kesemutan pada
kakinya, saat dilakukan pengukuran dengan inlow’s 60 secon diabetic
foot screen screening tool, skor yang didapat yaitu 4 (risiko rendah), saat
pengkajian menggunakan Morse Fall Scale (MFS) Tn. I mengatakan
dalam tiga bulan terahir tidak pernah jatuh, Tn. I tidak memiliki lebih
dari satu penyakit, saat berjalan mendaki jenjang Tn. I berpegangan pada
benda sekitar (15), saat ini Tn. I tidak terpasang terapi intravena, gaya
berjalan Tn. I normal tetapi agak lambat bila Tn. I merasakan kesemutan
pada kaki, Tn. I mengatakan menyadari masalah yang saat ini di
alaminya. Berdasarkan pengkajian tersebut didapatkan skala risiko jatuh
pada Tn. I yaitu 15 yang termasuk ke dalam kategori tidak berisiko
jatuh. Riwayat kesehatan keluarga yang kedua yaitu Ny. Y istri dari Tn.
I saat ini tidak ada mengeluhkan sakit. Sebelumnya Ny. Y merasakan
sakit yang biasa seperti demam, batuk, pilek dan sakit kepala. Riwayat
kesehatan keluarga Tn. I yang ketiga yaitu Nn. A saat ini tidak ada
mengeluhkan sakit. Sebelumnya Nn. A merasakan sakit yang biasa
seperti demam, batuk, pilek dan sakit kepala. Dan sekarang sedang
menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.
f. Riwayat Keluarga Sebelumnya
Tn. I mengatakan bahwa keluarganya berasal dari keluarga sederhana
dan asli pariaman dengan suku minang. Tn. I mengatakan bahwa dahulu
orang tuanya menikah tanpa paksaan, menikah karena pilihan mereka
berdua. Tn. I mengatakan bahwa ayahnya dahulu menderita penyakit
diabetes melitus yang tidak terkontrol

III. Data Lingkungan


1. Karateristik Rumah
1. Karakteristik Rumah
1) Luas Rumah : sekitar 180 m2
2) Tipe Rumah : Permanen
135

b) Kepemilikan : Pribadi / peninggalan pusako


c) Jumlah dan Ratio Kamar : 3 kamar
d) Ventilasi Jendela
 Kamar tidur ada ventilasi
 Ruang tamu ada ventilasi
 Dapur ada ventilasi
 Kamar mandi ada ventilasi
e) Pemanfaatan Ruangan : Baik dengan penerangan di dalam rumah
yang cukup dengan tata letak perabotan disusun dengan baik.
f) Septic Tank : Ada, jarak antara sumur gali dengan septic
tank < 15 meter
g) Sumber Air : menggunakan air sumur dan sumur bor.
h) Kamar Mandi / WC : Terdapat 1 kamar mandi yang menyatu
dengan WC.
i) Sampah : Pembuangan sampah di kumpul di
belakang halaman rumah kemudian di bakar
j) Kebersihan Lingkungan
Pekarangan rumah Tn. I cukup bersih, tidak ada daun kering
maupun sampah yang berserakan. Di belakang dan samping rumah Tn.
I terdapat beberapa pohon kelapa. Terdapat juga beberapa tanaman
bumbu dapur seperti daun kunyit, pohon asam, dna lainnya yang
berada di belakang rumah Tn. I
2. Denah Rumah

D Ruang Ruang tamu


Makan
A
P
U Ruang TV
Pintu masuk
R

Kamar kamar kamar kamar


mandi
136

3. Karakteristik Lingkungan Sekitar dan Komunitas yang Lebih Besar


Tipe lingkungan tempat tinggal keluarga Tn. I adalah perumahan
warga dengan jarak antara satu rumah dengan yang lainnya terlalu
berdekatan dan padat penduduk. Ny. Y juga mengatakan air yang
digunakan yaitu air sumur. Pembuangan limbah rumah tangga dan
septitank keluarga Tn. I dibuang ke septitank yang telah dibuat sekitar
500 m dari depan rumah Tn. I. Untuk pembuangan sampah di buang di
tempat sampah yang telah dibuat dibelakang rumah, lalu kemudian
dibakar.
Tipe komunitas tempat tinggal Tn. I adalah homogen. Penduduk di
lingkungan rumah Tn. I merupakan penduduk asli dan hampir semuanya
bersuku minang, dan beberapa tetangga merupakan saudara satu
keturunan.
Karakteristik komunitas tempat tinggal Tn. I adalah kelas
menengah. Lingkungan tempat tinggalnya merupakan lingkungan yang
padat penduduk, jarak satu rumah ke rumah yang lain sekitar 1-2 meter.
Fasilitas-fasilitas umum yang tersedia di komunitas adalah pelayanan
kesehatan, transportasi umum, sekolah, toko keperluan rumah tangga dan
tempat ibadah. Pelayanan kesehatan yang berada di komunitas adalah
puskesmas pembantu dan jarak dari rumah keluarga Tn. I sekitar 500 m.
Tempat ibadah atau mesjid juga tersedia di lingkungan keluarga
Tn. I yaitu, Surau Pasa Baru. Ny. Y mengatakan sering mengikuti ibadah
jamaah di Mesjid tersebut apalagi saat bulan ramadhan dan beramai-
ramai pergi bersama tetangga di lingkungannya untuk menunaikan
ibadah sholat tarawih. Sekolah yang tersedia di lingkungan adalah
sekolah dasar yang berada sekitar 1 km dari tempat tinggal keluarga Tn. I
Transportasi umum yang tersedia di komunitas adalah hanya jasa
ojek, itupun jarang karena tidak adanya pangkalan ojek dan mayoritas
penduduk sekitar memilki kendaraan pribadi. Ny. Y mengatakan jarang
menggunakan transportasi umum karena jarang keluar rumah/berpergian
jika Ny. Y memiliki keperluan untuk berpergian jauh maka Tn. I yang
137

akan mengantarkannya dengan menggunakan motor pribadi. Tn. I


mengatakan lingkungannya aman dan tidak ada insiden kejahatan di
lingkungan tempat tinggalnya.
Lingkungan tempat tinggal keluarga Tn. I merupakan pesisir
pantai. Di pantai tersebut disediakan beberapa pondok yang ada tempat
duduknya, lalu juga ada wahana bermain seperti ayunan di pantai
tersebut.
4. Mobilitas Geografis Keluarga
Dalam keluarga Tn. I , Ibu I mengatakan sudah cukup lama menetap di
rumah turunan keluarga dari Ny. Y. Sebelumnya keluarga Tn. I tinggal di
Kota Pariaman. Lalu karena orangtua Ny. Y sebelum meninggal sering
bolak-balik dari Pariaman ke rumah tua yang ada di Kabupaten yang
araknya cukup jauh dengan waktu tempuh jika menggunakan sepeda
motor yakni kurang lebih 15 menit, keluarga Tn. I pindah ke rumah tua.
5. Asosiasi Transaksi Keluarga dengan Komunitas
Tn. I berkumpul dengan 1 orang anaknya dan istrinya pada malam
hari karena pada siang hari sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tn. I
dan keluarga berhubungan baik dengan keluarga dan tidak mempunyai
masalah dengan tetangga. Keluarga Bpk I cukup aktif dalam berbagai
acara yang dilaksanakan di lingkuan sekitar rumahnya.
Hubungan Keluarga Tn. I dengan tetangga kurang dekat
dikarenakan kesibukan masing masing sehingga jarang berada di rumah.
Namun setiap ada acara kemasyarakatan di daerah tempat tinggal Tn. I,
mereka selalu ikut berpartisipasi. Tetangga-tetangga di daerah tempak
tinggal Tn. I merupkan penduduk asli daerah tersebut dan ada beberapa
pendatang baru. Karakteristik dari tetangga saling tolong menolong dan
peduli terhadap sesama.

IV. Struktur Keluarga


1. Pola Komunikasi
Komunikasi fungsional yang digunakan suami dan istri:
138

a. Suami memberi perintah dan permintaan tanpa memberi


kesempatan untuk umpan balik
b. Istri menyatakan permasalahan dan suami tidak mengabaikan
(memvalidasi atau menerima bahwa masalah tersebut adalah nyata)
c. Istri menyatakan kekhawatiran atau meminta bantuan suami, suami
mendengarkan dengan seksama. Tn. I mendengarkan Ny. Y ketika
Ibu I mengungkapkan kebutuhannya kepada Tn. I .
Komunikasi dalam keluarga berjalan dengan baik, jika ada
permasalahan dibicarakan dengan musyawarah bersama keluarga Tn. I
untuk mencari solusi dari masalah tersebut.
2. Struktur Kekuasaan Keluarga
a. Hasil akhir kekuasaan
Tn. I merupakan pemegang kendali untuk keluarganya dan Tn. I
sebagai pemimpin rumah tangga. Pengambilan keputusan di dalam
keluarga diperoleh melalui diskusi dan musyawarah dengan seluruh
anggota keluarga, tetapi tetap melalui diskusi dengan anggota
keluarga yg lain.
b. Proses Pengambilan Keputusan
Dalam membuat keputusan atas semua hal yang berhak dan
bertanggung jawab dalam memutuskannya adalah Tn. I jika ada
masalah dalam keluarga setelah dirundingkan bersama anggota
keluarga yang lain. Keputusan yang diambil dalam keluarga
dianggap sangat penting oleh keluarga dalam penyelesaian masalah
kelurga dan akan diterima dan dilaksanakan oleh anggota keluarga
yang lain.
3. Struktur Peran
Formal :
- Tn. I berperan sebagai kepala keluarga dan seorang ayah Tn. I
merupakan tonggak penggambilan keputusan di keluarganya untuk
berbagai hal dengan menganut sistem saling bermusyawarah.
139

- Ny. Y berperan sebagai ibu rumah tangga, pencari nafkah dan


merawat anaknya.
- Nn. F berperan sebagai anak perempuan dan kakak dari adiknya.
Nn. F memiliki kewajiban untuk menghormati orang tua dan
mengayomi adiknya serta sebagai role model bagi adiknya.
- Nn. A berperan sebagai anak perempuan dan seorang adik. Nn. A
memiliki kewajiban untuk menghormati orangtua serta kakak
perempuannya.
Informal
- Tn. I merupakan seorang koordinator keluarga. Koordinator
keluarga mengatur dan merencanakan aktivitas keluarga, dengan
demikian menigkatakan kohesivitas dan melawan perpecahan
keluarga (Friedman, 2014).
- Ny. Y lebih berperan sebagai pengikut. Pengikut sejalan dengan
pergerakan kelompok, kurang lebih menerima ide orang lain secara
pasif, berfungsi sebagai pendengar dalam diskusi dan keputusan
kelompok (Friedman, 2014). Peran informal dalam keluarga
biasanya menunjukkan kebutuhan integrasi dan adaptasi anggota
kelompok. Misalnya kehadiran peran perantara, ketika wawancara
perantara menjawab untuk anggota keluarga lain saat tidak secara
langsung ditanya (Friedman, 2014).
- Nn. F berperan sebagai pengikut
- Nn. A berperan sebagai pengikut
4. Nilai Keluarga
a. Perbedaan Dalam Sistem Nilai
Dalam keluarga Bpk. I tidak tampak adanya konflik nilai. Hal ini
tampak hubungan kekuasaan dan pola komunikasi terbuka dalam
keluarga. Bpk. I mengatakan norma atau aturan yang berlaku di
masyarakat tidak ada yang bertentangan dengan aturan di
keluarganya. Bpk. I mengatakan sekolah yang berada di
lingkungannya tidak mengajarkan apapun yang bertentangan dengan
140

nilai atau aturan di keluarga. Selain itu, pelayanan kesehatan juga


tidak bertentangan dengan keyakinan dan nilai dalam keluarga.
b. Nilai Keluarga
Tn. I mengatakan tidak ada aturan khusus di keluarga, anggota
keluarga mengikuti norma atau aturan yang berlaku di masyarakat.
Bpk. I mengatakan nilai dalam keluarga yang paling penting :
a. Nilai agama: nilai agama merupakan nilai tertinggi dalam
keluarga yang sangat penting sebagai pedoman menjalankan
hidup.
b. Pendidikan: pendidikan dianggap penting untuk mencapai
karir/pekerjaan yang baik. Tn. I mengatakan sangat menghargai
pendidikan, namun itu tergantung pada keinginan anaknya
masing-masing.
c. Pekerjaan: Tn. I mengatakan pekerjaan yang baik dapat
menjamin kehidupan keluarga. Tn. I mengatakan selama ini
semua kebutuhan cukup dari hasil pekerjaan dirinya.
d. Kesehatan: Tn. I dan Ny. Y mengatakan kesehatan juga paling
utama, karena untuk menjalankan semua aktivitas sehari-hari
sangat dibutuhkan jiwa raga yang sehat.
e. Tn. I mengatakan tidak ada aturan khusus dalam keluarganya.
Hanya saja ada perilaku yang menjadi kebiasaan dalam
keluarga, seperti anggota keluarga selalu mengucapkan salam
ketika akan keluar rumah, menawarkan (basa-basi) ketika
makan kepada anggota keluarga lain atau mendahulukan kepala
keluarga untuk makan terlebih dahulu sebelum anggota keluarga
yang lain makan di meja makan, dsb.
141

V. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Keluarga Tn. I saling menyayangi, saling peduli, dan saling
menghormati. Perhatian terhadap anggota keluarga sangatlah besar, dan
selalu menghargai pendapat anggota keluarganya.

2. Fungsi Sosialisasi
a. Kerukunan hidup dalam keluarga : kerukunan dalam keluarga
terjalin dengan baik
b. Interaksi hubungan dalam keluarga : keluarga selalu berinteraksi dan
selalu terbuka di setiap kondisi yang terjadi di dalam keluarga, hal
ini dilakukan agar tidak terjadi kesalah pahaman.
c. Anggota keluarga yang dominan dalam pengambilan keputusan :
dalam mengambil setiap keputusan di setiap kondisi pada keluarga
ini dilakukan secara musyawarah atau mufakat, musyawarah di
pimpin oleh Tn. I (suami Ny. Y). Namun di beberapa kondisi darurat
keputusan tidak selalu ditentukan berdasarkan musyawarah tapi
berdasarkan keputusan beberapa orang saja.
d. Kegiatan keluarga waktu senggang : keluarga Tn. I mengisi waktu
luang dengan cara berkumpul bersama keluarga.
e. Pertisipasi dalam kegiatan sosial : Keluarga Tn. I hanya mengikuti
beberapa kegiatan sosial saja, seperti gotong royong didepan rumah.
3. Fungsi Perawatan Keluarga
Keyakinan, Nilai, dan Perilaku Kesehatan
Bagi Tn. I, kesehatan merupakan hal terpenting bagi keluarga. Di
dalam keluarga Tn. I, saat ini hanya Tn. I yang sakit yakni diabetes
melitus. Sekarang ini Tn. I tidak mengkonsumsi obat rutin dari rumah
sakit, tapi kadang-kadang jika gejala dari penyakit diabetes melitusnya
kambuh seperti kesemutan, biasanya Tn. I akan beristirahat atau
membuat obat herbal seperti campuran tomat dan kacang panjang. Tn. I
142

mengatakan jarang berolahraga karena menurut Tn. I olahraga sudah


digantikan dengan berkeringat melakukan kegiatan sehari-hari di rumah.
Definisi dan Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Sehat-Sakit
Definisi sehat menurut Tn. I adalah kondisi dimana dapat
meakukan aktivitas seperti biasa. Saat ini Tn. I mengatakan kondisinya
terkadang kurang sehat, karena bila Tn. I melakukan pekerjaan yang
banyak dan pola diit makannya diabaikan sehingga gejala dari penyakit
diabetes melitusnya kambuh dan bila Tn. I telah merasakan gejala
(kesemutan) tersebut maka Tn. I akan beristirahat dan mengatur kembali
pola diit makannya. Tn. I mengatakan mengatakan sudah mengetahui
tentang penyakit diabetes melitus secara umum, tapi belum paham
tentang gejala lebih lanjut dan terapi-terapi alternatif untuk diabetes
melitus.
Sedangkan definisi sakit menurut Tn. I adalah kondisi dimana
badan terasa lemah dan semua makanan terasa hambar, jika ada anggota
keluarga yang sakit Tn. I akan segera membawanya ke pelayanan
kesehatan terdekat.
Status Kesehatan Keluarga dan Kerentanan Terhadap Sakit yang
Dirasa
Dalam keluarga Tn. I yang sakit hanyalah Tn. I dengan diabetes
melitus. Tn. I mengatakan untuk mengetahui kesehatan maka harus
dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu ke rumah sakit. Tn. I mengatakan
khawatir dengan penyakit yang dideritanya karena walaupun mengetahui
bahwa dia menderita penyakit diabetes melitusnya tapi Tn. I masih
kesulitan menjaga gaya hidupnya terutama dalam hal makanan dan olah
raga karena Tn. I mengatakan keluarganya menyukai makanan yang
bersantan, gorengan dan pedas dan tidak berselera dengan makanan yang
direbus-rebus saja.
Tidak ada waktu khusus untuk tidur di keluarga Tn. I. Biasanya
keluarga Tn. I akan tidur pada pukul 21:00, dan bangun pukul 05:00.
143

Praktik Penggunaan Obat Terapeutik dan Penenang, Alkohol serta


Tembakau di Keluarga
Dalam keluarga Tn. I tidak ada yang mengkonsumsi obat penenang dan
alkohol.
Praktik Diit Keluarga
Terkhusus untuk Bpk I karena menderita DM, ada menu diit untuk Tn. I:
Waktu Nama Zat Gizi
Jenis Banyaknya
Makan Makanan (Kalori)
Pagi Nasi goreng Karbohidrat 1/4 porsi 175
atau lontong Protein 1/4 porsi 100
Telur Hewani 2 gelas
Air putih
Snek 5% 95
Siang Nasi Karbohidrat 1/4 piring 175
Ikan Goreng Protein hewani 1/4 porsi 100
Sayur buncis Sayuran 1/2 porsi 50
Buah pisang Buah-buahan 1 buah 46
Air putih 2 gelas
Snek 5% 95
Malam Nasi Karbohidrat 1/4 piring 175
Telur Protein 1 butir 100
Buah pisang Hewani 1 buah 46
Air putih Buah-buahan 2 gelas
Total Kalori 1157 Kalori
Dan untuk anggota keluarga Bpk. I lainnya, tetap makan seperti biasa
dengan menu yang seimbang setiap harinya. Tetap makan makanan yang
bersantan dan lain sebagainya namun dalam batas porsi yang wajar, tidak
berlebihan.
Kebiasaan tidur dan istirahat
 Tn. I mengatakan tidak mengalami kesulitan tidur
 Tn. I mengatakan memulai tidur pada pukul 22:00 dan
membutuhkan waktu 20-30 menit untuk bisa tidur (0)
 Tn. I mengatakan biasa bangun tidur pukul 05:00
 Tn. I mengatakan bisa tidur selama kurang dari 30 menit
 Tn. I mengatakan sering terbangun dimalam hari untuk ke kamar
mandi (3)
144

 Tn. I mengatakan kualitas tidurnya agak terganggu (1)


 Tn. I mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat tidur (0)
 Tn. I mengatakan tidak mengalami masalah aktivitas sosial kurang
dari 1x dalam seminggu
 Tn. I mengatakan kurang dari 1x dalam seminggu kurang
konsentrasi dalam beraktifitas
Berdasarkan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) didapatkan
total skor <5 yang dikategorikan kedalam kategori kualitas tidur baik.
Kebiasaan Istirahat dan Tidur
Kebiasaan tidur Tn. I biasanya pada malam hari pukul 21.00 atau 22:00
dan memerlukan waktu 20-30 menit hingga tertidur, Tn. I bangun pukul
05:00 dan tidak tidur lagi. Di siang hari biasanya Tn. I tidur sekitar 1 jam
setelah zuhur.
Praktik Aktivitas Fisik dan Rekreasi
Tn. I belum cukup mengerti betapa pentingnya melakukan
aktivitas untuk mempertahankan kesehatan dan meningkatkan daya tahan
tubuh. Tn. I mengatakan jarang melakukan aktifitas olahraga karena Tn. I
merasa malas setiap kali memulai untuk olahraga dan merasa melelahkan
terlebih lagi karena kakinya yang terkadang terasa kesemutan..
Tn. I mengatakan tidak ada jadwal khusus untuk berekreasi,
namun keluarga Tn. I mengatakan sering pergi rekreasi jalan jalan
keliling pantai pariaman menggunakan motor. Kemudian selain jalan-
jalan, keluarga Tn. I juga sering duduk-duduk diteras rumah, ngobrol
dengan tetangga dan anak-anak, serta menonton TV yang juga menjadi
rekreasi bagi keluarganya.
Praktik Obat
Dalam keluarga Tn. I tidak ada yang mengkonsumsi obat penenang dan
alkohol. Tn. I suka minum kopi dan teh. Tidak ada yang mengkonsumsi
obat rutin di rumah. Apabila anggota anggota keluarga lain mengalami
sakit ringan biasanya mengkonsumsi obat di warung dan istirahat
145

Peran Keluarga Dalam Perawatan Diri


Dalam memperbaiki status kesehatan Tn. I, keluarga Tn. I
mensupport untuk rutin memeriksaakan kesehatan ke rumah sakit, untuk
mengkonsumsi obat ada anggota keluarga yang mengingatkan Tn. I
untuk mengkonsumsi obatnya.
Tn. I sudah mengetahui bahwa pentingnya melakukan aktifitas
untuk mempertahankan kesehatan tetapi mengatakan jarang melakukan
aktifitas olahraga atau terapi untuk mengurangi kesemutan pada kakinya.
Praktik Lingkungan dan hygine
Tn. I mengatakan senang dengan kondisi lingkungannya yang bersih dan
halaman yang tidak berserakan dengan sampah. Barang perabot dirumah
tertata rapi, lantai tidak licin dan dialas karpet, WC bersih lantai tidak
licin, ada pegangan di Wc dan pencahayaan baik.
Tindakan Pencegahan Secara Medis
Keluarga Tn. I tidak ada memeriksakan kesehatannya secara rutin ke
pelayanan kesehatan, dan jika sakit keluarga istirahat dan berobat ke
rumah sakit. Tn. I mengatakan imunisasi semua anaknya lengkap.
Terapi Komplementer Dan Alternatif
Keluarga Tn. I mengatakan pernah menggunakan perawataan kesehatan
alternative, seperti herbal, tradisional. Tn. I pernah membawa anak ke
pijat tradisional. Saat anak Tn. I demam, Tn. I pernah memberikan
minum ramuan obat kampung dengan rebusan dedaunan atau kayu dan
meminum air asam dan kecap saaat anak batuk.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Semua anggota keluarga Tn. I dalam kondisi sehat. Keluarga Tn. I tidak
memiliki riwayat penyakit genetik dan penyakit kejiwaan.
Layanan Perawatan Kesehatan Yang Diterima
Biasanya Keluarga Tn. I menerima layanan kesehatan di Puskesmas
Sunur dan rumah sakit Aisyiyah Pariaman.
146

Perasaan Dan Persepsi Mengenai Pelayanan Kesehatan


Di komunitas keluarga Tn. I terdapat praktik bidan desa. Keluarga
mengatakan tidak ada penilaian yang negatif terhadap tenaga kesehatan.
Keluarga berharap dengan adanya kunjungan rumah keluarga
mendapatkan informasi mengenai kesehatan mengenai pola hidup sehat
dan penanganan penyakit Diabetes melitus.
Pelayanan kesehatan darurat
Tn. I mengatakan tidak mengetahui cara menghubungi ambulans saat
keadaan darurat karena tidak menimpan nomornya di hp. Tn. I
mengatakan kalau terjadi sesuatu yang darurat berhubungan dengan
keseahatan keluarga, langsung dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat
seperti praktek bidan atau puskesmas.
Sumber pembayaran
Keluarga Tn. I menggunakan kartu BPJS dalam membayar biaya
kesehatan. Tn. I mengatakan BPJS sangat membantu dalam biaya
perawatan keluarga.
Logistik untuk mendapatkan perawatan
Jarak fasilitas kesehatan ke Puskesmas Sunur adalah 1 km dan praktek
bidan adalah 900 m. Alat transportasi yang digunakan adalah kendaraan
roda dua pribadi.
Tugas Kesehatam Keluarga:
1. Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
a. Mengenal Masalah Diabetes melitus
1) Tn. I mengatakan mengetahui penyakit Diabetes melitus
sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu pada tahun 2015
setelah memeriksakan keadaannya ke rumah sakit.
2) Tn. I mengatakan mungkin penyebab Diabetes melitus
adalah karena sebelumnya Tn. I tidak menjaga sama sekali
pola makannya sehari-hari, Tn. I sering meminum
minuman manis seperti teh telur dan kopi.
147

3) Tn. I mengatakan tanda dan gejala Diabetes melitus adalah


kesemutan yang dirasakan hilang timbul.
4) Tn. I mengatakan kurang mengetahui cara perawatan yang
tepat pada penyakit Diabetes melitus
5) Tn. I tidak mengetahui penyebab Diabetes melitus dan
penyakit lebih lanjut yang disebabkan Diabetes melitus.
6) Tn. I mengatakan bahwa penyakit Diabetes melitus terjadi
sejalan dengan pertambahan usianya.
2. Kemampuan keluarga mengambil keputusan tentang tindakan
kesehatan yang tepat.
a. Masalah Diabetes melitus
1) Tn. I mengatakan jika merasa Diabetes melitus kambuh
maka dia akan beristirahat sebentar dan jika berlanjut dia
akan pergi berobat ke rumah sakit.
2) Tn. I mengatakan kurang mengetahui faktor risiko dari
Diabetes melitus
3) Tn. I mengetahui akibat dari Diabetes melitus
4) Tn. I mengatakan perawatan Diabetes melitus dengan cara
menjaga makanan dan berobat ke rumah sakit saat kambuh.
3. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
Tn. I mengatakan tidak mengetahui cara perawatan terhadap
penyakit Diabetes melitus yang benar. Tn. I mengatakan bahwa jika
Diabetes melitusnya kambuh hanya perlu beristirahat dan minum
obatnya. Tn. I meminum obat Diabetes melitusnya jika kambuh,
kadang juga ada lupa karena kesibukannya. Tn. I juga mengatakan
suka mengkonsumsi gorengan, makanan yang berminyak dan
bersantan dan makan kue manis. Dalam 3 bulan terakhir tidak ada
anggota keluarga yang menderita penyakit berat.
4. Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang sehat
Tn. I mengetahui pentingnya pemeliharaan kebersihan selain untuk
meningkatkan kenyamanan juga dapat mencegah berbagai macam
148

penyakit. Akan tetapi, Tn. I masih belum mengetahui cara


memodifikasi lingkungan tempat tinggal untuk penderita Diabetes
melitus. Namun demikian, keluarga tetap mengusahakan lingkungan
rumah selalu bersih dan mengurangi resiko barang atau lingkungan
yang akan menciderai Tn. I.
5. Kemampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
Tn. I mengatakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, jika sakit
yang dirasakan berat mereka selalu memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan, seperti ke rumah sakit. Namun jika hanya demam, pilek,
batuk dan penyakit-penyakit ringan maka keluarga hanya
mengupayakan dengan obat warung atau obat herbal dan kadang
hanya disuruh banyak minum air putih. Keluarga memahami
pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Selama ini, keluarga
sangat merasakan manfaat adanya pelayanan kesehatanyang ada
mudah untuk dijangkau keluarga. Keluarga percaya dengan tenaga
kesehatan.

VI. Stres dan Koping Keluarga


1. Stressor Jangka Pendek
Ny. Y mengatakan ia memikirkan tentang cara untuk menata lingkungan
rumahnya agar tampak rapi.
2. Stressor Jangka Panjang
Keluarga Tn. I mengatakan masalah mengenai penyakit Diabetes Melitus
yang dialami Tn. I harus dipikirkan dengan tujuan agar gula darah Tn. I
tetap stabil.
3. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Masalah
Keluarga melihat keadaan dari Tn. I adalah dengan tidak membiarkan
Tn. I melakukan pekerjaan yang terlalu berat dan tidak membiarkan Tn. I
merasa keletihan. Jika ada masalah yang belum teratasi segera di
musyawarahkan dengan anggota keluarga lainnya.
4. Strategi Koping yang Digunakan
149

Jika ada masalah keluarga Tn. I selalu mencari jalan keluar dengan cara
terbuka dan dimusyawarahkan bersama.
5. Strategi Adaptasi Disfungsional
Pada saat pengkajian, tidak terdapat adaptasi disfungsional pada keluarga
Tn. I

VII. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan
No Tn. I Ny. Y Nn. A
Fisik
1 Keadaan Baik Baik Baik
Umum
2 Kesadaran Composmentis Composmentis Composmentis
3 Tanda-tanda TD : 130/80 TD : 120/80 TD : 100/70
Vital Nadi : 80x/i Nadi : 84x/i Nadi : 85x/i
RR : 20x/i RR : 19x/i RR : 20x/i
Suhu :36,8ºC Suhu :36,3ºC Suhu :36,2ºC
4 Kepala Simetris, Simetris, Benjolan Simetris,
Benjolan (-) (-) Benjolan (-)
5 Rambut
Lesi (-) Lesi (-) Lesi (-)
6
Mata Konjungtiva tidak Konjungtiva tidak Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak anemis, sklera tidak anemis, sklera tidak
ikterik, penglihatan ikterik, penglihatan ikterik, penglihatan
cukup baik cukup baik cukup baik
Telinga Bentuk normal, Bentuk normal Bentuk normal
cerumen (-), cerumen (-), cerumen (-),
7
pendengaran baik, pendengaran baik, pendengaran baik,
simetris simetris simetris
Hidung Polip (-), sinusitis Polip (-), sinusitis Polip (-),
(-), Lendir (-), (-), Lendir (-), sinusitis (-),
8 Penciuman baik, Penciuman baik, Lendir (-),
Simetris Simetris Penciuman baik,
Simetris
9 Mulut Lidah bersih, caries Lidah bersih, Lidah bersih,
dentisc (-), caries dentisc(-), caries dentisc(-),
Sariawan (-), Sariawan (-) , Sariawan (-),
mukosa lembab mukosa lembab mukosa lembab
10 Kulit Cukup bersih, Cukup bersih, Cukup bersih,
turgor kulit baik turgor kulit baik turgor kulit baik
11 Leher Tidak ada Tidak ada Tidak ada
pembesaran tiroid pembesaran pembesaran
dan tidak ada tiroid dan tidak tiroid dan tidak
pembesaran ada pembesaran ada pembesaran
kelenjar getah kelenjar getah kelenjar getah
bening bening bening
12 Dada Bentuk simetris, Bentuk simetris, Bentuk simetris,
150

tidak ada lecet atau tidak ada lecet atau tidak ada lecet
lesi, diktraksi lesi, diktraksi atau lesi,
dinding dada (-), dinding dada (-), diktraksi dinding
penggunaan otot penggunaan otot dada (-),
bantu nafas (-) bantu nafas (-) penggunaan otot
bantu nafas (-)
13 Paru - Inspeksi : - Inspeksi : - Inspeksi :
simetris kiri dan simetris kiri dan simetris kiri
kanan. kanan. dan kanan.
- Palpasi : - Palpasi : - Palpasi :
Fremitus kiri Fremitus kiri Fremitus kiri
dan kanan dan kanan dan kanan
- Perkusi : Sonor - Perkusi : Sonor - Perkusi : Sonor
- Auskultasi : - Auskultasi : - Auskultasi :
Vesikuler, Wh - Vesikuler, Wh - Vesikuler, Wh -
/-, Rh -/- /-, Rh -/- /-, Rh -/-
14 Abdomen - Inspeksi : - Inspeksi : Asites - Inspeksi :
Asites (-) (-) Asites (-)
- Palpasi : - Palpasi : - Palpasi :
Pembesaran Pembesaran Pembesaran
hepar dan lien hepar dan lien hepar dan lien
tidak teraba tidak teraba tidak teraba
- Perkusi : - Perkusi : timpani - Perkusi :
timpani - Auskultasi : timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) - Auskultasi :
Bising usus (+) Bising usus (+)
15 Genitalia Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Pengkajian Pengkajian Pengkajian
16 Ekstremitas Edema (-), nyeri (- Edema (-), nyeri Edema (-), nyeri
), varises (-), (-), varises (-), (-), varises (-),
kesemutan (+) kesemutan (-) kesemutan (-)

VIII. Harapan Keluarga


1. Terhadap Masalah Kesehatan
Tn. I mengatakan harapannya agar tidak ada anggota keluarganya yang
menderita penyakit yang sama dengannya yaitu diabetes melitus. Keluarga
akan mencoba meningkatkan pola hidup sehatnya dengan bantuan tenaga
kesehatan yang ada
2. Terhadap Petugas Kesehatan yang Ada
Tn. I mengatakan agar petugas kesehatan dapat melakukan kunjungan
rumah rutin untuk memberikan terapi-terapi terkait masalah kesehatan
yang di alaminya.
151

ANALISA DATA

Diagnosa
No Tanda Mayor Keterangan
Keperawatan
1 Gejala penyakit anggota keluarga Objektif Objektif Kategori:
semakin memberat - Berdasarkan rekam medik Tanggal 20 Oktober 2020 Tn. I datang ke Perilaku
Menurut PERKENI (2011), rumah sakit untuk kontrol dan meminta obat Diabetes melitus setelah Subkategori :
beberapa keluhan klasik pada sebelumnya merasakan kesemutan pada kakinya. Penyuluhan dan
pasien DM diantaranya adalah - Berdasarkan rekam medis Tn. I tanggal 02 November 2020 Tn. I Pembelajaran
poliuri, polifagia, polidipsia, dan datang ke rumah sakit dengan keluhan kesemutan yang tidak berhenti Diagnosa :
penurunan berat badan yang tidak pada kakinya. Tekanan darah Tn. I 130/80 mmHg. Manajemen
dapat dijelaskan sebabnya. - Hasil pemeriksaan fisik Kesehatan
Keluhan lain dapat berupa Tgl 29 November 2020 Tekanan darah Tn. I 130/80 mmHg dan Keluarga Tidak
kesemutan, gatal, lemah badan, terkadang masih merasakan kesemutan pada kakinya karena Diabetes Efektif
mata kabur, dan disfungsi ereksi melitusnya dan dirasa hilang timbul. ( Diabetes
pada pria serta pruiritas vulvae - Berdasarkan hasil pengukuran skala risiko terjadinya ulkus kaki melitus )
pada wanita diabetik menggunakan inlow’s 60 second diabetic foot screen
screening tool, didapatkan skor 4
152

2 Aktifitas keluarga untuk Subjektif Subjektif


mengatasi masalah kesehatan - Ny. Y menagtakan Tn. I mengatakan memiliki kebiasaan makan
tidak tepat makanan yang bersantan seperti gulai dan goring-gorengan dan cemilan
Berbagai intervensi dilakukan manis seperti kue dan minuman bersoda
untuk mencegah komplikasi - Tn. I mengatakan biasanya terkadang lupa dan terlalu banyak berjalan
diabetes, tindakan perawatan aktivitas dan mengangkat barang sehingga kondisi Diabetes melitusnya
primer, pencegahan dan menjadi lebih buruk.
penanganan penyakit vaskular - Tn. I mengatakan terkadang lupa menjaga pola makanan dan gaya
perifer antara lain dengan berhenti hidupnya sehingga menyebabkan kambuh penyakitnya.
merokok, menurunkan tekanan - Tn. I mengatakan kadang-kadang lupa mengkonsumsi dan
darah, glukosa, dan kolesterol menggunakan obat Diabetes melitus yang didapatkannya
yang tinggi, diet rendah lemak
total dan lemak jenuh, serta Food recall
mengkonsumsi buah dan sayuran Zat
lebih tinggi, dan latihan fisik Waktu Nama
Jenis Banyaknya Gizi
Makan Makanan
(Ronai & Sorace, 2009). (Kalori)
Latihan fisik merupakan Pagi Nasi goreng Karbohidrat 1/4 porsi 175
komponen penting dari tindakan atau lontong 100
dan manajemen penderita DM, Telur Protein 1/4 porsi
Namun kenyataannya penderita Hewani
DM masih jarang melakukan Air putih 2 gelas
latihan fisik, sehingga Snek 5% 95
perkembangan komplikasi lebih Siang Nasi Karbohidrat 1/4 piring 175
lanjut terus meningkat. Ikan Goreng Protein 1/4 porsi 100
Salah satu upaya pencegahan hewani 50
terjadinya neuropati dan angiopati Sayur buncis Sayuran 1/2 porsi 46
pada penderita DM yaitu dengan Buah pisang Buah-buahan 1 buah
latihan ROM (Range of Motion)
pada ankle. Latihan ini Air putih 2 gelas
merupakan salah satu tindakan Snek 5% 95
keperawatan yang bertujuan untuk
153

mengoptimalkan vaskularisasi Malam Nasi Karbohidrat 1/4 piring 175


pada daerah kaki diabetes Telur Protein 1 butir 100
(Wahyuni, 2016) Hewani 1 buah 46
Buah pisang Buah-buahan 2 gelas

Air putih
Total Kalori 1157
Kalori

- Tn. I mengatakan jarang mengikuti kegiatan olahraga


- Tn. I mengatakan terkadang terbangun saat tidur karena kesemutan
pada kakinya

3 Mengungkapkan tidak memahami Subjektif Subjektif


masalah kesehatan yang diderita - Tn. I dan Ny. Y belum mengenal lebih dalam tentang Diabetes melitus,
Tn. I hanya bisa menyebutkan definisi dan gejala penyakit Diabetes
melitus secara umum
- Tn. I tidak mengetahui faktor risiko dan penatalaksanaan Diabetes
melitusnya.
- Tn. I dan Ny. Y tidak mengetahui penyebab kesemutan akibat diabetes
melitus, Tn. I hanya mengetahui hal demikian terjadi karena
pertambahan usia
- Tn. I tidak mengetahui cara mengatasi kesemutan akibat diabetes
melitus dengan ROM aktif kaki.
- Ny. Y mengatakan mau membantu Tn. I dalam menjaga kesehatannya

4 Mengungkapkan kesulitan Subjektif Subjektif


menjalankan perawatan yang di - Tn. I mengatakan jarang berolahraga karena beranggapan bahwa olah
tetapkan raganya sudah digantikan dengan melakukan kegiatan sehari-hari di
Penatalaksanaan yang dapat rumah, selain itu Tn. I juga mengatakan bahwa tidak nyaman untuk
dilakukan yaitu dengan terapi non olahraga karena nyeri sendi yang diarasanya.
154

farmakologi berupa modifikasi - Ny. Y mengatakan keluarga jarang melakukan olah raga
diet, melakukan latihan sendi dan - Tn. I mengatakan susah tidur karena merasa nyeri pada sendi sehingga
ROM. Menurut Cooper (2016) membuatnya terjaga
modifikasi gaya hidup dan - Ny. Y mengatakan Tn. I tampak tidak nyaman dengan kndisinya
perawatan secara mandiri sangat - Tn. I mengatakan sibuk dengan kegiatannya sehingga kadang-kadang
membantu kesembuhan bagi lupa untuk mengatur waktu istirahatnya dan menjaga pola makannya
penderita Diabetes melitus. dan makan makanan instan seperti bakso, mie ayam martabak dan
makanan manis.

Tanda Minor
5. Gagal mengurangi tindakan untuk Objektif Objektif
mengurangi faktor risiko - Tn. I tampak merasakan kesemutan pada kakinya jika pola diit
makannya tidak teratur atu terlalu banyak makan tanpa diatur
- Tn. I tampak kesulitan melakukan kegiatan berat seperti mengangkat-
angkat benda berat karena mempengaruhi kondisinya.
- Tn. I tampak kurang motivasi untuk melakukan olahraga
155

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa
No Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI
Keperawatan
1 Manajemen 1. Manajemen kesehatan a. Dukungan keluarga merencanakan perawatan (I.13477)
Kesehatan keluarga (L.12105) Observasi
Keluarga Tidak Indikator : - Identifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan
Efektif (D.0115) - Identifkiasi konsekuensi tidak melakukan tindakan bersama keluarga
(diabetes melitus) 1 Kemampuan 5 - Identifkasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
menjelaskan masalah - Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan keluarga
kesehatan yang Terapeutik
dialami - Motivasi pengembangan sikap dan emosi yang mendukung upaya
2 Aktivitas keluarga 5 kesehatan
mengatasi masalah - Gunakan sarana dan fasilitas yang ada dalam keluarga
kesehatan tepat
- Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal
3 Tindakan untuk 5 Edukasi
mengurangi risiko
- Informasikan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga
- Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Ket
1. Menurun
- Ajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan keluarga
2. Cukup menurun
3. Sedang
b. Edukasi Proses Penyakit (I. 12444)
4. Cukup meningkat
Observasi
5. Meningkat
4 Verbalisasi kesulitan 5
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
menjalankan
perawawatan yang - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
ditetapkan - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
5 Gejala penyakit 5 - Berikan kesempatan untuk bertanya
anggota keluarga Edukasi
- Jelaskan penyebab dan faktor risiko kesehatan
156

- Jelaskan proses patologis munculnya penyakit


Ket - Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
1. Meningkat - Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi
2. Cukup Meningkat - Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang dirasakan
3. Sedang
4. Cukup Menurun c. Edukasi latihan fisik (I.12389)
5. Menurun Observasi
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis olahraga
- Jelaskan Jenis latihanyang sesuai dengan kondisi kesehatan
- Jelaskan frekuensi, durasi dan intensitas program latihan yang diinginkan
- Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat
- Ajarkan teknik menghindari cedera saat berolah raga
- Ajarkan teknik pernafasan yang tepat
157

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-1
Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Senin/ 30 Manajemen Kesehatan Edukasi proses penyakit S: Anisa
November 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan - Tn. I mengatakan sudah
(Diabetes Mellitus) klien dan keluarga dalam menerima - mengetahui menegenai
informasi - penyakit diabetes mellitusnya
- Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai - seperti pengertian,
kesepakatan yang telah direncanakan oleh - penyebab, tanda dan gejala
mahasiswa dan keluarga - serta akibat dari diabetes
- Menyediakan materi dan media pendidikan mellitus
yang akan diberikan kepada klien dan - Tn. I mengatakan
keluarga - menyadari masalah
- Menjelaskan penyebab dan faktor risiko - kesehatannya sekarang
Diabetes Melitus O:
- Menjelaskan penyebab munculnya - Tn. I dan keluarga tampak
Diabetes Mellitus - antusias mendengarkan
- Menjelaskan tanda dan gejala yang - informasi dengan bertanya
ditimbulkan oleh Diabetes Melitus - Tn. I dapat menyebutkan
- Menjelaskan kemungkinan terjadinya - kembali pengertian
komplikasi Diabetes Melitus - diabetes mellitus
- Mengajarkan cara meredakan atau - Tn. I dapat menyebutkan 3
mengatasi gejala dari Diabetes Mellitus dari 4 penyebab diabetes
- Memberikan kesempatan kepada klien dan mellitus
keluarga untuk bertanya terkait Diabetes - Tn. Idapat menyebutkan 5 dari
Melitus klien 6 tanda dan gejala diabetes
- Menginformasikan kondisi klien saat ini mellitus
- Tn. I dapat menyebutkan
158

komplikasi dari diabetes


mellitus
- Tn. I dapat menyebutkan cara
atau tindakan untuk mencegah
komplikasi dari diabetes
mellitus
A:
- Kemampuan menjelaskan
masalah kesehatan yang
dialami (2)
- Aktivitas keluarga mengatasi
masalah kesehatan dengan
tepat (2)
- Tindakan untuk mengurangi
risiko (2)
- Verbalisasi kesulitan
menjalankan perawatan yang
ditetapkan (2)
- Gejala penyakit anggota
keluarga (2)

P : Intervensi dilanjutkan
dengan menjelaskan cara
non farmakologi untuk
mengatasi diabetes mellitus
dengan menjelaskan dan
menerapkan diet diabetes
mellitus.
159

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-2
Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Selasa/ 01 Manajemen Kesehatan Edukasi Proses Penyakit S: Anisa
November 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengobservasi kembali pengetahuan Tn. I - Tn. I mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) terkait pendidikan kesehatan tentang diabetes mengetahui dan
melitus yang sebelumnya diberikan memahami tentang diet
- Memberikan reinforcement positif kepada dan pengaturan makan
Tn. I atas jawaban yang disampaikan untuk penderita diabetes
- Mengkaji tingkat pengetahuan Tn. I terkait melitus
diet yang disarankan dan dibolehkan dan - Tn. I mengatakan belum
yang dilarang atau dibatasi pada penderita pernah melakukan diet
Diabetes melitus. Diabetes melitus
- Mengkaji pola makan dan jenis makanan Tn.
I termasuk makanan yang disukai oleh Tn. I O:
- Mengkaji adanya masalah keuangan terkait - Tn. I dan keluarga
pemenuhan pembelian makanan yang tampak antusias
disarankan mendengarkan informasi
- Menjelaskan kepada Tn. I tentang tujuan dan dan bertanya
manfaat kepatuhan terhadap diet yang - Tn. I dan keluarga
disarankan tampak mengerti
- Membantu Tn. I memilih makanan yang mengenai diet Diabetes
sesuai dengan makanan yang disarankan melitus
sesuai diet - Keluarga tampak
- Menginstruksikan kepada Tn. I mengenai mendukung klien untuk
perencanaan diet yang sesuai melaksanakan diet
- Menekankan pentingnya pemantauan yang Diabetes melitusnya.
berkelanjutan terkait pemeliharaan kesehatan - Tn. I dapat menyebutkan
160

makanan apa saja yang


Dukungan keluarga merencanakan perawatan harus dibatasi untuk
- Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan penderita diabetes
keluarga tentang kesehatan klien mellitus
- Mengidentifikasi konsekuensi jika tidak A:
melakukan tindakan untuk mengatasi gejala - Kemampuan
yang dirasakan klien bersama keluarga menjelaskan masalah
- Mengidentifikasi tindakan yang dapat kesehatan yang dialami
dilakukan untuk mengatasi Diabetes melitus (3)
klien dengan melakukan diet diabetes melitus - Aktivitas keluarga
- Mengajarkan cara perawatan yang bisa mengatasi masalah
dilakukan keluarga untuk membantu klien kesehatan dengan tepat
yakni merencanakan untuk melakukan diet (2)
diabetes melitus. - Tindakan untuk
mengurangi risiko (2)
- Verbalisasi kesulitan
menjalankan perawatan
yang ditetapkan (3)
- Gejala penyakit anggota
keluarga (3)

P : Intervensi dilanjutkan
dengan Pendidikan
kesehatan tentang Latihan
ROM aktif kaki
161

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-3
Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Paraf
Rabu/ 02 Manajemen Kesehatan Edukasi Proses Penyakit S: Anisa
November 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengobservasi kembali pengetahuan Tn. I terkait - Tn. I mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) pendidikan kesehatan tentang diet Diabetes melitus mengetahui dan
yang sebelumnya diberikan memahami tentang diet
- Memberikan reinforcement positif kepada Tn. I dan pengaturan makan
atas jawaban yang disampaikan untuk penderita diabetes
- Meginformasikan kepada klien mengenai tujuan, melitus
manfaat dari latihan yang akan diberikan - Tn. I mengatakan sudah
- Membantu Tn. I dalam menentukan tujuan dalam pernah melakukan diet
latihan secara perlahan dan meningkat secara pasti. Diabetes melitus namun
- Memberikan leaflet dengan informasi mengenai masih belum teratur
ROM aktif kaki (defenisi, manfaat, metode serta
prosedur) O:
- Tn. I dan keluarga
tampak antusias
Dukungan keluarga merencanakan perawatan mendengarkan informasi
- Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan keluarga dan bertanya
tentang kesehatan klien - Tn. I dan keluarga
- Mengidentifikasi konsekuensi jika tidak melakukan tampak mengerti
tindakan untuk mengatasi gejala yang dirasakan mengenai diet Diabetes
klien bersama keluarga melitus
- Mengidentifikasi tindakan yang dapat dilakukan - Keluarga tampak
untuk mengatasi Diabetes melitusklien dengan mendukung klien untuk
melakukan ROM aktif kaki melaksanakan diet
- Memotivasi pengembangan sikap dan emosi yang Diabetes melitusnya.
162

mendukung upaya kesehatan klien dan keluarga - Tn. I dapat menyebutkan


(mengedukasi lingkungan) makanan apa saja yang
- Mengajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan harus dibatasi untuk
keluarga untuk membantu klien yakni penderita diabetes
merencanakan untuk melakukan ROM aktif kaki mellitus
selama 10 hari berturut-turut A:
- Kemampuan
menjelaskan masalah
kesehatan yang dialami
(3)
- Aktivitas keluarga
mengatasi masalah
kesehatan dengan tepat
(2)
- Tindakan untuk
mengurangi risiko (2)
- Verbalisasi kesulitan
menjalankan perawatan
yang ditetapkan (3)
- Gejala penyakit anggota
keluarga (3)

P : Intervensi dilanjutkan
dengan Pendidikan
kesehatan tentang Latihan
ROM aktif kaki hari-1
163

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-4
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Kamis/ 03 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik Mengulang kembali S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi latihan ROM aktif - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien kaki melakukan gerakan
sebelum dilakukannya Latihan ROM aktif kaki
Latihan ROM aktif kaki secara mandiri
pada hari ke-1 - Klien mengatakan
- Mengidentifikasi kesiapan tubuhnya terasa lebih
klien dalam melakukan rileks
kegiatan latihan ROM aktif
kaki O:
- Menjelaskan kembali - Klien dapat melakukan
manfaat kesehatan dan - gerakan ROM aktif kaki
efek fisiologis dari dengan didampingi secara
penerapan latihan ROM keseluruhan oleh
aktif kaki yang diberikan mahasiswa
- Menjelaskan frekuensi, - Tn. I mengatakan dapat
durasi dan intensitas - melakukan latihan gerak
latihan yang akan ROM aktif kaki 15-20
dilakukan menit dalam 1 kali latihan
- Mengajarkan latihan gerak
ROM aktif kaki kepada A:
klien dengan didampingi - Kemampuan menjelaskan
keluarga masalah kesehatan yang
- Mengajarkan teknik dialami (4)
164

pernafasan yang tepat - Aktivitas keluarga


untuk memaksimalkan mengatasi masalah
penyerapan oksigen kesehatan dengan tepat
selama melakukan latihan (3)
ROM aktif kaki - Tindakan untuk
- Memonitoring respon klien mengurangi risiko (3)
terhadap tiap gerakan - Verbalisasi kesulitan
terapi yang diberikan menjalankan perawatan
- Mengevaluasi perasaan yang ditetapkan (3)
klien setelah melakukan - Gejala penyakit anggota
latihan ROM aktif kaki keluarga (3)
- Menjadwalkan Latihan
ROM aktif kaki untuk hari P:
ke 2 dengan klien dan Intervensi dilanjutkan
keluarga - Evaluasi pelaksanaan
- Melakukan edukasi terapi Latihan ROM aktif
mengenai fasilitas kaki
kesehatan - Implementasi terapi
Latihan ROM aktif kaki
hari ke-2
165

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-5
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Jumat/ 04 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik Melakukan kembali S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi latihan ROM aktif - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien kaki melakukan latihan ROM
sebelum dilakukannya aktif kaki
Latihan ROM aktif kaki - Klien mengatakan
pada hari ke 2 kesemutan yang dirasa
- Mengidentifikasi kesiapan pada kaki lebih berkurang
klien dalam melakukan - Klien mengatakan tubuh
kegiatan latihan ROM aktif lebih rileks
kaki
- Menjelaskan kembali O:
manfaat kesehatan dan - Klien dapat melakukan
efek fisiologis dari gerakan ROM aktif kaki
penerapan ROM aktif kaki secara keseluruhan
yang diberikan
- Menjelaskan frekuensi, A:
durasi dan intensitas - Kemampuan menjelaskan
latihan yang akan masalah kesehatan yang
dilakukan dialami (4)
- Mengajarkan ROM aktif - Aktivitas keluarga
kaki kepada klien dengan mengatasi masalah
didampingi keluarga kesehatan dengan tepat
- Mengajarkan teknik (3)
pernafasan yang tepat - Tindakan untuk
166

untuk memaksimalkan mengurangi risiko (3)


penyerapan oksigen - Verbalisasi kesulitan
selama melakukan ROM menjalankan perawatan
aktif kaki yang ditetapkan (3)
- Memonitoring respon klien - Gejala penyakit anggota
terhadap tiap gerakan keluarga (3)
terapi yang diberikan
- Mengevaluasi perasaan P: Intervensi dilanjutkan
klien setelah melakukan - Evaluasi pelaksanaan
latihan ROM aktif kaki terapi Latihan ROM aktif
- Menjadwalkan Latihan kaki
ROM aktif kaki untuk hari - Implementasi terapi
ke 3 dengan klien dan Latihan ROM aktif kaki
keluarga hari ke-3
167

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-6
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Sabtu/ 05 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik Melakukan kembali S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi latihan ROM aktif - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien kaki melakukan Latihan ROM
sebelum dilakukannya aktif kaki
ROM aktif kaki pada hari - Klien mengatakan
ke 3 tubuhnya terasa lebih
- Mengidentifikasi kesiapan rileks
klien dalam melakukan
kegiatan ROM aktif kaki O:
- Menjelaskan kembali - Klien dapat melakukan
manfaat kesehatan dan latihan dengan
efek fisiologis dari pendampingan minimal
penerapan ROM aktif kaki
yang diberikan A:
- Menjelaskan frekuensi, - Kemampuan menjelaskan
durasi dan intensitas masalah kesehatan yang
latihan yang akan dialami (4)
dilakukan - Aktivitas keluarga
- Mengajarkan ROM aktif mengatasi masalah
kaki kepada klien dengan kesehatan dengan tepat
didampingi keluarga (3)
- Mengajarkan teknik - Tindakan untuk
pernafasan yang tepat mengurangi risiko (3)
untuk memaksimalkan - Verbalisasi kesulitan
168

penyerapan oksigen menjalankan perawatan


selama melakukan ROM yang ditetapkan (4)
aktif kaki - Gejala penyakit anggota
- Memonitoring respon klien keluarga (4)
terhadap tiap gerakan
terapi yang diberikan P: Intervensi dilanjutkan
- Mengevaluasi perasaan - Evaluasi pelaksanaan
klien setelah melakukan terapi ROM aktif kaki
latihan ROM aktif kaki - Implementasi terapi
- Menjadwalkan Latihan Latihan ROM aktif kaki
ROM aktif kaki untuk hari hari ke-4
ke 4 dengan klien dan
keluarga
169

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-7
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Minggu/ 06 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik Melakukan kembali S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi latihan ROM aktif - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien kaki melakukan gerakan ROM
sebelum dilakukannya aktif kaki
ROM aktif kaki pada hari
ke 4 O:
- Mengidentifikasi kesiapan - Klien dapat melakukan
klien dalam melakukan latihan dengan
kegiatan latihan ROM pendampingan minimal
aktif kaki - Klien dapat melakukan
- Menjelaskan kembali latiahn dengan
manfaat kesehatan dan pendampingan minimal
efek fisiologis dari
penerapan ROM aktif kaki A:
yang diberikan - Kemampuan menjelaskan
- Menjelaskan frekuensi, masalah kesehatan yang
durasi dan intensitas dialami (4)
latihan yang akan - Aktivitas keluarga
dilakukan mengatasi masalah
- Mengajarkan ROM aktif kesehatan dengan tepat
kaki kepada klien dengan (3)
didampingi keluarga - Tindakan untuk
- Mengajarkan teknik mengurangi risiko (3)
pernafasan yang tepat - Verbalisasi kesulitan
170

untuk memaksimalkan menjalankan perawatan


penyerapan oksigen yang ditetapkan (4)
selama melakukan ROM - Gejala penyakit anggota
aktif kaki keluarga (4)
- Memonitoring respon
klien terhadap tiap gerakan P: Intervensi dilanjutkan
terapi yang diberikan - Evaluasi pelaksanaan
- Mengevaluasi perasaan terapi
klien setelah melakukan - ROM aktif kaki
latihan ROM aktif kaki - Implementasi terapi
- Menjadwalkan Latihan Latihan ROM aktif kaki
ROM aktif kaki untuk hari hari ke-5
ke 5 dengan klien dan
keluarga
171

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-8
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Senin/ 07 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik Melakukan kembali S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi Latihan ROM aktif - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien kaki - melakukan Latihan ROM
sebelum dilakukannya aktif kaki secara mandiri
ROM aktif kaki pada hari - Klien mengatakan
ke 5 tubuhnya terasa lebih
- Mengidentifikasi kesiapan rileks
klien dalam melakukan - Klien mengatakan
kegiatan latihan terhadap kesemutan pada kaki
tiap gerakan terapi yang klien masih dirasa hilang
diberikan timbul
- Mengevaluasi perasaan
klien setelah melakukan O:
latihan ROM aktif kaki - Klien dapat melakukan
- Menjadwalkan Latihan latihan dengan
ROM aktif kaki untuk hari pendampingan minimal
ke 5 dengan klien dan
keluarga gerak ROM aktif A:
kaki - Kemampuan menjelaskan
- Menjelaskan kembali masalah kesehatan yang
manfaat kesehatan dan dialami (4)
efek fisiologis dari - Aktivitas keluarga
penerapan ROM aktif kaki mengatasi masalah
yang diberikan kesehatan dengan tepat
172

- Menjelaskan frekuensi, (4)


durasi dan intensitas - Tindakan untuk
latihan yang akan mengurangi risiko (3)
dilakukan - Verbalisasi kesulitan
- Mengajarkan ROM aktif menjalankan perawatan
kaki kepada klien dengan yang ditetapkan (4)
didampingi keluarga - Gejala penyakit anggota
- Mengajarkan teknik keluarga (4)
pernafasan yang tepat
untuk memaksimalkan P: Intervensi dilanjutkan
penyerapan oksigen - Evaluasi pelaksanaan
selama melakukan ROM terapi
aktif kaki - ROM aktif kaki
- Memonitoring respon klien - Implementasi terapi
terhadap tiap gerakan Latihan ROM aktif kaki
terapi yang diberikan hari ke-6
- Mengevaluasi perasaan - Edukasi tentang
klien setelah melakukan modifikasi lingkungan
latihan ROM aktif kaki
- Menjadwalkan Latihan
ROM aktif kaki untuk hari
ke 6 dengan klien dan
keluarga
173

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-9
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Selasa/ 08 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik Melaksanakan S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi kembali latihan ROM - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien aktif kaki melakukan Latihan ROM
sebelum dilakukannya aktif kaki
ROM aktif kaki pada hari - Klien mengatakan
ke 6 tubuhnya terasa lebih
- Mengidentifikasi kesiapan rileks
klien dalam melakukan - Klien mengatakan
kegiatan latihan ROM aktif kesemutan pada kaki
kaki berkurang
- Menjelaskan kembali - Klien mengatakan sudah
manfaat kesehatan dan menerapkan lingkungan
efek fisiologis dari yang aman terkait
penerapan ROM aktif kaki kondisinya.
yang diberikan
- Menjelaskan frekuensi, O:
durasi dan intenstas latihan - Klien dapat melakukan
dilakukan latihana secara mandiri
- Mengajarkan ROM aktif
kaki kepada klien dengan A:
didampingi keluarga - Kemampuan menjelaskan
- Mengajarkan teknik masalah kesehatan yang
pernafasan yang tepat dialami (4)
untuk memaksimalkan - Aktivitas keluarga
174

penyerapan oksigen mengatasi masalah


selama melakukan ROM kesehatan dengan tepat
aktif kaki (4)
- Memonitoring respon klien - Tindakan untuk
terhadap tiap gerakan mengurangi risiko (3)
terapi yang diberikan - Verbalisasi kesulitan
- Mengevaluasi perasaan menjalankan perawatan
klien setelah melakukan yang ditetapkan (4)
latihan ROM aktif kaki - Gejala penyakit anggota
- Menjadwalkan Latihan keluarga (4)
ROM aktif kaki untuk hari
ke 7 dengan P: Intervensi dilanjutkan
- klien dan keluarga - Evaluasi pelaksanaan
terapi
Dukungan keluarga - ROM aktif kaki
merencanakan - Implementasi terapi
perawatan Latihan ROM aktif kaki
- Menciptakan perubahan hari ke-7
lingkungan rumah secara - Edukasi tentang fasilitas
optimal dengan kesehatan
memberikan edukasi
175

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-10
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Rabu/ 09 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik Melaksanakan S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi kembali Latihan - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien ROM aktif kaki melakukan Latihan ROM
sebelum dilakukannya aktif kaki
ROM aktif kaki pada hari - Klien mengatakan
ke 7 tubuhnya terasa lebih
- Mengidentifikasi kesiapan rileks
klien dalam melakukan - Klien mengatakan sudah
kegiatan ROM aktif kaki mengetahui tahapan untuk
- Menjelaskan kembali rujukan pengobatan dan
manfaat kesehatan dan efek menggunakan fasilitas
fisiologis dari penerapan kesehatan yang ada
ROM aktif kaki yang dilingkungan rumahnya
diberikan
- Menjelaskan frekuensi, O:
durasi dan intensitas latihan - Klien dapat melakukan
yang akan dilakukan latihan ROM aktif kaki
- Mengajarkan ROM aktif secara mandiri
kaki kepada klien dengan - Klien dapat melakukan
didampingi keluarga gerakan dengan benar.
- Mengajarkan teknik
pernafasan yang tepat untuk A:
memaksimalkan - Kemampuan menjelaskan
penyerapan oksigen selama masalah kesehatan yang
176

melakukan ROM aktif kaki dialami (4)


- Memonitoring respon klien - Aktivitas keluarga
terhadap tiap gerakan terapi mengatasi masalah
yang diberikan kesehatan dengan tepat
- Mengevaluasi perasaan (4)
klien setelah melakukan - Tindakan untuk
latihan ROM aktif kaki mengurangi risiko (4)
- Verbalisasi kesulitan
Dukungan keluarga menjalankan perawatan
merencanakan yang ditetapkan (4)
perawatan - Gejala penyakit anggota
- Menginformasikan fasilitas keluarga (4)
kesehatan yang ada di
keluarga
- Menganjurkan menggukan P: Intervensi dilanjutkan
fasilitas kesehatan yang - Evaluasi pelaksanaan
ada. terapi ROM aktif kaki
- Implementasi terapi
Latihan ROM aktif kaki
hari ke-8
177

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-11
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Kamis/ 10 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien melakukan Latihan ROM
sebelum dilakukannya aktif kaki
ROM aktif kaki pada hari - Klien mengatakan
ke 8 tubuhnya terasa lebih
- Mengidentifikasi kesiapan rileks
klien dalam melakukan
kegiatan latihan ROM aktif O:
kaki - Klien dapat melakukan
- Menjelaskan kembali latihan ROM aktif kaki
manfaat kesehatan dan efek secara mandiri
fisiologis dari penerapan - Klien dapat melakukan
ROM aktif kaki yang gerakan dengan benar.
diberikan
- Menjelaskan frekuensi, A:
durasi dan intensitas - Kemampuan menjelaskan
latihan yang akan masalah kesehatan yang
dilakukan dialami (4)
- Mengajarkan ROM aktif - Aktivitas keluarga
kaki kepada klien dengan mengatasi masalah
didampingi keluarga kesehatan dengan tepat
- Mengajarkan teknik (4)
pernafasan yang tepat - Tindakan untuk
178

untuk memaksimalkan mengurangi risiko (4)


penyerapan oksigen - Verbalisasi kesulitan
selama melakukan ROM menjalankan perawatan
aktif kaki yang ditetapkan (4)
- Memonitoring respon klien - Gejala penyakit anggota
terhadap tiap gerakan keluarga (4)
terapi yang diberikan
- Mengevaluasi perasaan P: Intervensi dilanjutkan
klien setelah melakukan - Evaluasi pelaksanaan
latihan ROM aktif kaki terapi ROM aktif kaki
- Implementasi terapi
Latihan ROM aktif kaki
hari ke-9
179

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-12
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Jumat/ 11 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien melakukan Latihan ROM
sebelum dilakukannya aktif kaki
ROM aktif kaki pada hari - Klien mengatakan
ke 9 tubuhnya terasa lebih
- Mengidentifikasi kesiapan rileks
klien dalam melakukan
kegiatan latihan ROM aktif O:
kaki - Klien dapat melakukan
- Menjelaskan kembali latihan ROM aktif kaki
manfaat kesehatan dan efek secara mandiri
fisiologis dari penerapan - Klien dapat melakukan
ROM aktif kaki yang gerakan dengan benar.
diberikan
- Menjelaskan frekuensi, A:
durasi dan intensitas - Kemampuan menjelaskan
latihan yang akan masalah kesehatan yang
dilakukan dialami (4)
- Mengajarkan ROM aktif - Aktivitas keluarga
kaki kepada klien dengan mengatasi masalah
didampingi keluarga kesehatan dengan tepat
- Mengajarkan teknik (4)
pernafasan yang tepat - Tindakan untuk
180

untuk memaksimalkan mengurangi risiko (4)


penyerapan oksigen - Verbalisasi kesulitan
selama melakukan ROM menjalankan perawatan
aktif kaki yang ditetapkan (4)
- Memonitoring respon klien - Gejala penyakit anggota
terhadap tiap gerakan keluarga (4)
terapi yang diberikan
- Mengevaluasi perasaan P: Intervensi dilanjutkan
klien setelah melakukan - Evaluasi pelaksanaan
latihan ROM aktif kaki terapi ROM aktif kaki
- Implementasi terapi
Latihan ROM aktif kaki
hari ke-10
181

IMPLEMENTASI
Catatan Perkembangan Keluarga Tn. I
Hari-13
Diagnosa Implementasi
Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Keperawatan Pagi Sore
Sabtu/ 12 Manajemen Kesehatan Edukasi latihan fisik Melakukan kembali S: Anisa
Desember 2020 Keluarga Tidak Efektif - Mengidentifikasi latihan ROM aktif kaki - Klien mengatakan dapat
(Diabetes Mellitus) kesemutan pada kaki klien melakukan Latihan ROM
sebelum dilakukannya aktif kaki
ROM aktif kaki pada hari - Klien mengatakan
ke 10 tubuhnya terasa lebih
- Mengidentifikasi kesiapan rileks
klien dalam melakukan - Klien mengatakan
kegiatan latihan ROM aktif kesemutan pada kakinya
kaki sudah jauh berkurang
- Menjelaskan kembali
manfaat kesehatan dan efek O:
fisiologis dari penerapan - Klien dapat melakukan
ROM aktif kaki yang latihan ROM aktif kaki
diberikan secara mandiri
- Menjelaskan frekuensi, - Klien dapat melakukan
durasi dan intensitas gerakan dengan benar.
latihan yang akan
dilakukan A:
- Mengajarkan ROM aktif - Kemampuan menjelaskan
kaki kepada klien dengan masalah kesehatan yang
didampingi keluarga dialami (4)
- Mengajarkan teknik - Aktivitas keluarga
pernafasan yang tepat mengatasi masalah
182

untuk memaksimalkan kesehatan dengan tepat


penyerapan oksigen (4)
selama melakukan ROM - Tindakan untuk
aktif kaki mengurangi risiko (4)
- Memonitoring respon klien - Verbalisasi kesulitan
terhadap tiap gerakan menjalankan perawatan
terapi yang diberikan yang ditetapkan (4)
- Mengevaluasi perasaan - Gejala penyakit anggota
klien setelah melakukan keluarga (4)
latihan ROM aktif kaki
P: Intervensi selesai
- Melakukan terminasi dan
post test dengan
menggunakan inlow’s 60
second diabetic foot
screening tools
183

LAPORAN PENDAHULUAN

Kunjungan ke : 1 Hari/ Tanggal : Minggu/ 29 November 2020

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Proses menua dapat berpengaruh terhadap timbulnya berbagai
masalah kesehatan, baik secara biologis, mental, maupun ekonomi.
Penurunan dari kemampuan fisik disebabkan oleh semakin lanjut usia
seseorang, sehingga dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran
sosialnya (Tamher, 2009). Peran perawat gerontik yaitu untuk
mengurangi faktor resiko yang berfokus pada tindakan yang dapat
meningkatkan kesehatan pada semua anggota keluarga pada tingkat
perkembangannya. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang
terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas, salah satu
fungsi keluarga adalah sebagai pelaksana perawatan kesehatan (Maryam
dkk,2008).
Mahasiswa melakukan pengkajian pada keluarga binaan pada
tanggal 29 November 2020, dilakukan perkenalan dengan klien,
membina hubungan saling percaya dengan klien, dan membantu
mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki klien. Setelah itu dilakukan
pemberian informed consent sebagai tanda persetujuan klien unuk
dilakukan pembinaan selama 2 minggu. Kemudian melakukan
pengkajian kesehatan, meliputi data umum klien dan kelaurga,
pemeriksaan TTV dan pemeriksaan fisik terfokus sesuai keluhan klien
dalam rangka mengumpulkan data dasar untuk menegakkan diagnosa
keperawatan dan mengatasi masalah klien.
b. Data yang perlu dikaji lebih lanjut
1. Data umum keluarga
2. Tipe dan bentuk keluarga
184

3. Latar belakang kebudayaan (Suku, agama , sosial ekonomi, rekreasi


keluarga)
4. Tahap perkembangan dan riwayat keluarga
5. Data lingkungan
6. Struktur keluarga
7. Fungsi keluarga (Afektif, sosialisasi dan perawatan kesehatan)
8. Stress dan koping keluarga
9. Pemeriksaan fisik
10. Harapan keluarga
c. Masalah keperawatan
Manajemen kesehatan keluargat tidak efektif (diabetes melitus tipe 2)

II. Rencana Keperawatan


a. Diagnosa Keperawatan Keluarga
Manajemen kesehatan keluargat tidak efektif (diabetes melitus tipe 2)
b. Rencana tindakan
1. Membina hubungan terapeutik dengan Tn. I dan keluarga
2. Menjelaskan tujuan kunjungan kesehatan kepada Tn. I dan keluarga
3. Membuat kontrak waktu sesuai denngan kesepakatan Tn. I
4. Memberikan informed consent kepada keluarga dan Tn. I sebagai
persetujuan bersedia mengikuti kegiatan/intervensi yang akan
dilakukan oleh mahasiswa.
5. Mengkaji data umum keluarga, tipe dan bentuk keluarga, Latar
belakang kebudayaan (Suku, agama , sosial ekonomi, rekreasi
keluarga), riwayat dan tahap perkembangan keluarga, Data
Lingkungan, Struktur keluarga, fungsi keluarga, stress dan koping,
pemeriksaan fisik dan harapan keluarga terhadap perawat.

III. Rancangan kegiatan


a. Topik :Pengkajian lansia dalam keluarga
b. Metode :Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik
185

c. Media dan Alat :Format pengkajian, alat tulis, Informed consent, dan
nursing kit
d. Waktu dan Tempat : Minggu 29 November 2020 jam 09.00 WIB di
rumah Tn. I
e. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
Data didapatkan melalui Wawancara dilakukan dengan Tn. I dan Ny. Y
berlangsung di rumah Tn. I.
2. Kriteria Proses
a) Waktu yang direncanakan sesuai pelaksanaan.
b) Keluarga dan Lansia menerima kedatangan mahasiswa.
c) Keluarga dan lansia menyetujui menjadi klien binaan.
d) Selama wawancara keluarga dan lansia kooperatif.
3. Kriteria Hasil
a) Didapatkan hasil pengkajian tentang data umum keluarga
b) Didapatkan hasil pengkajian tentang tipe dan bentuk keluarga
c) Didapatkan hasil pengkajian Latar belakang kebudayaan (Suku,
agama , sosial ekonomi, rekreasi keluarga)
d) Didapatkan hasil pengkajian Tahap perkembangan dan riwayat
keluarga
e) Didapatkan hasil pengkajian data lingkungan dan struktur keluarga
f) Didapatkan data pengkajian fungsi keluarga & pemeriksaan fisik
g) Didapatkan data tentang harapan keluarga terhadap perawat
h) Keluarga bersedia dilakukan pertemuan selanjutnya
186

LAPORAN PENDAHULUAN

Kunjungan ke : 2 Hari/ Tanggal : Senin/ 30 November 2020

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Perawat gerontik memiliki peran untuk mengurangi faktor resiko
yang berfokus pada tindakan yang dapat meningkatkan kesehatan pada
semua anggota keluarga terhadap tingkat perkembangannya. Dalam
meningkatkan derajat kesehatan komunitas, keluarga merupakan unit
pelayanan kesehatan yang terdepan dan salah satu fungsi keluarga adalah
sebagai pelaksana perawatan kesehatan (Maryam, 2008).
Pada pertemuan pertama telah dilakukan pengkajian dan
pemeriksaan fisik pada lansia Tn. I didapatkan data bahwa tipe bentuk
keluarga Tn. I adalah tipe keluarga nuclear family. Pada pertemuan
kedua. Klien mengatakan sering merasakan kesemutan pada kedua
kakinya sehingga menyebabkan aktivitas klien terganggu. Klien
mengatakan tidak terlalu dalam mengetahui apa itu diabetes melitus,
penyebab diabetes melitus, gejala diabetes melitus, cara menangani
diabetes melitus. Klien mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas.
Keluhan dirasakan sejak 2-3 tahun terakhir. Nyeri yang dirasakan oleh
klien terasa hilang timbul. Klien belum mengetahui tentang cara
mengatasi kesemutan pada kakinya, sehingga bisa melaksanakan
aktivitas.
Berdasarkan data yang didapatkan, mahasiswa berencana
melakukan intervensi dan implementasi terkait pengetahuan klien
mengenai penyakitnya dengan diagnosa keperawatan yaitu manajemen
kesehatan keluarga tidak efektif (Diabetes melitus) pada Tn. I serta
mendorong keluarga untuk terlibat dalam kegiatan rencana perawatan
dan menentukan kesiapan dan kemampuan anggota keluarga untuk
belajar. Berdasarkan kontrak waktu yang disepakati sebelumnya dengan
187

Tn. I bahwa akan dilaksanakan pertemuan kedua, pendidikan kesehatan


tentang defenisi, penyebab dan tanda gejala Diabetes melitus.
b. Data yang perlu dikaji lebih lanjut
Data-data yang perlu dikaji lebih lanjut adalah pengetahuan lansia dan
keluarga mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta
komplikasi dari diabetes melitus
c. Masalah keperawatan
Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (diabetes melitus)

II. Proses Keperawatan


a. Diagnosa keperawatan
Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif (diabetes melitus)
b. Rencana Tindakan
SIKI: Edukasi Proses Penyakit
Tindakan
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
- Jelaskan penyebab dan faktor risiko diabetes melitus
- Jelaskan proses patofisiologi munculnya diabetes melitus
- Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh diabetes melitus
- Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi dari diabetes melitus
- Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang dirasakan dari
diabetes melitus
- Ajarkan cara meminimalkan efek samping dari intervensi atau
pengobatan diabetes melitus
- Informasikan kondisi klien saat ini
- Anjurkan melapor jika merasakan tanda dan gejala memberat atau
tidak biasa
188

III. Implementasi Keperawatan


a. Metode: ceramah, diskusi
b. Media dan alat: Lembar balik, Leaflet
c. Waktu dan Tempat: Senin, 30 November 2020 di rumah Tn. I

IV. Kriteria Evaluasi


a. Kriteria Struktur
- Diskusi berlangsung dirumah Tn. I sesuai denganrencana
- Tempat dan media serta alat penyuluhan sesuairencana
b. Kriteria Proses
- Waktu yang direncanakan sesuai rencana 14.00- 15.00
- Klien dan Keluarga mampu mengungkapkanperasaan
- Klien dan Keluarga kooperatif dan mampu memahami materi
yangdiberikan
c. Kriteria Hasil
- Klien dan Keluarga mampu memahami pengertian, tanda gejala,
penyebab dan komplikasidari diabetes melitus
- Klien dan Keluarga menyepakati kontrak selanjutnya
189

LAPORAN PENDAHULUAN

Kunjungan ke : 3 Hari/ Tanggal : Selasa/ 01 Desember 2020

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Perawat gerontik memiliki peran untuk mengurangi faktor resiko
yang berfokus pada tindakan yang dapat meningkatkan kesehatan pada
semua anggota keluarga terhadap tingkat perkembangannya. Dalam
meningkatkan derajat kesehatan komunitas, keluarga merupakan unit
pelayanan kesehatan yang terdepan dan salah satu fungsi keluarga adalah
sebagai pelaksana perawatan kesehatan (Maryam, 2008).
Pada pertemuan ketiga, Klien mengatakan tidak mengetahui
secara spesifik batasan makanan untuk mengatasi diabetes melitus ini.
Klien mengatakan belum terlalu memahami bagaimana pola makan dan
makanan yang boleh dan tidak boleh untuk penderita diabetes melitus.
Klien mengatakan sulit untuk melakukan aktivitas dan mengalami
kesemutan pada kaki. Keluhan dirasakan sejak 2-3 tahun terakhir.
Kesemutan yang dirasakan hilang timbul. Klien belum mengetahui
tentang cara mengatasi kesemutan pada kaki sehingga bisa melaksanakan
aktivitas.
Berdasarkan data yang didapatkan untuk mengatasi kesemutan
pada kaki tersebut membutuhkan perawatan yang komprehensif,
mahasiswa berencana melakukan intervensi dan implementasi dengan
masalah keperawatan yaitu manajemen kesehatan keluarga tidak efektif
(diabetes melitus).
b. Data yang perlu dikaji lebih lanjut
Data–data yang perlu dikaji lebih lanjut adalah pengkajian kesemutan
pada kaki serta pengetahuan klien dan keluarga tentang mengatur pola
diet diabetes melitus.
190

c. Masalah keperawatan
Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (diabetes melitus)

II. Proses Keperawatan


a. Diagnosa keperawatan
Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif (diabetes melitus)
b. Rencana Tindakan
SIKI: Edukasi Proses Penyakit
Tindakan
- Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan pola makan diabetes
melitus. Berikan reinforcement positif
- Jelaskan diet osteoatrittis
- Berikan leaflet mengenai informasi yang telah diberikan
- Buat kontrak pertemuan selanjutnya.

III. Implementasi Keperawatan


a. Metode: Diskusi dan Tanya jawab
b. Media dan alat: Lembar balik, Leaflet
c. Waktu dan Tempat: Selasa, 01 November 2020 di rumah Tn. I

IV. Kriteria Evaluasi


a. Kriteria Struktur
- Diskusi berlangsung dirumah Tn. I sesuai denganrencana
- Tempat dan media serta alat penyuluhan sesuairencana
b. Kriteria Proses
- Waktu yang direncanakan sesuai rencana 14.00- 15.30
- Klien dan Keluarga mampu mengungkapkan perasaan
- Klien dan Keluarga kooperatif dan mampu memahami materi yang
diberikan
- Klien berpartisipasi aktif selama penjelasan diet diabetes melitus
191

c. Kriteria Hasil
- Klien dan Keluarga mampu memahami diet diabetes melitus
- Klien dan Keluarga menyepakati kontrak selanjutnya
192

LAPORAN PENDAHULUAN

Kunjungan ke : 4 Hari/ Tanggal : Rabu / 02 November 2020

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Perawat gerontik memiliki peran untuk mengurangi faktor resiko
yang berfokus pada tindakan yang dapat meningkatkan kesehatan pada
semua anggota keluarga terhadap tingkat perkembangannya. Dalam
meningkatkan derajat kesehatan komunitas, keluarga merupakan unit
pelayanan kesehatan yang terdepan dan salah satu fungsi keluarga adalah
sebagai pelaksana perawatan kesehatan (Maryam, 2008).
Pada pertemuan ketiga dilakukan intervensi tentang diet diabetes
melitus kepada Tn. I. Klien mengatakan sudah mengetahui dan akan
menjaga pola dietnya. Pada pertemuan keeempat dilakukan intervensi
tentang latihan ROM aktif kaki kepada Tn. I yang mengalami diabetes
melitus. Klien mengatakan sulit untuk melakukan aktivitas dan
mengalami kesemutan pada kaki. Keluhan dirasakan sejak 3 tahun
terakhir. Kesemutan yang dirasakan hilang timbul. Pengukuran
kesemutan yang merupakan salah satu gejala dari risiko terjadinya ulkus
kaki diabetik dengan menggunakan inlow’s 60 second diabetic foot
screen screening tool dan didapatkan skor yakni 4. Klien belum
mengetahui tentang cara mengatasi kesemutan pada kaki dengan cara
latihan ROM aktif kaki yang dapat membantu klien melaksanakan
aktivitas dengan baik.
Berdasarkan data yang didapatkan untuk mengatasi kesemutan
pada kaki tersebut membutuhkan perawatan yang komprehensif,
mahasiswa berencana melakukan intervensi dan implementasi dengan
masalah keperawatan yaitu manajemen kesehatan keluarga tidak efektif
(diabetes melitus).
193

b. Data yang perlu dikaji lebih lanjut


Data–data yang perlu dikaji lebih lanjut adalah pengkajian kesemutan
pada kaki serta pengetahuan klien dan keluarga tentang cara menangani
kesemutan akibat diabetes melitus dengan cara latihan ROM aktif kaki.
c. Masalah keperawatan
Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (diabetes melitus)

II. Proses Keperawatan


a. Diagnosa keperawatan
Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif (diabetes melitus)
b. Rencana Tindakan
SIKI: Edukasi Proses Penyakit
Tindakan
- Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait latihan ROM aktif kaki.
Berikan reinforcement positif
- Role play latihan ROM aktif kaki
- Berikan leaflet mengenai informasi yang telah diberikan
- Buat kontrak pertemuan selanjutnya.

III. Implementasi Keperawatan


a. Metode: Diskusi dan Tanya jawab
b. Media dan alat: Lembar balik, Leaflet
c. Waktu dan Tempat: Rabu, 02 November 2020 di rumah Tn. I

IV. Kriteria Evaluasi


a. Kriteria Struktur
- Diskusi berlangsung dirumah Tn. I sesuai denganrencana
- Tempat dan media serta alat penyuluhan sesuairencana
b. Kriteria Proses
- Waktu yang direncanakan sesuai rencana 14.00- 15.00
- Klien dan Keluarga mampu mengungkapkan perasaan
194

- Klien dan Keluarga kooperatif dan mampu memahami materi yang


diberikan
- Klien berpartisipasi aktif selama penjelasan latihan ROM aktif kaki
dan praktek latihan ROM aktif kaki
c. Kriteria Hasil
- Klien dan Keluarga mampu memahami latihan gerakan sendi lutut
- Klien dan Keluarga menyepakati kontrak selanjutnya
195

LAPORAN PENDAHULUAN

Kunjungan ke : 5-14 Tanggal : 03 Desember – 12 Desember 2020

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Perawat gerontik memiliki peran untuk mengurangi faktor resiko
yang berfokus pada tindakan yang dapat meningkatkan kesehatan pada
semua anggota keluarga terhadap tingkat perkembangannya. Dalam
meningkatkan derajat kesehatan komunitas, keluarga merupakan unit
pelayanan kesehatan yang terdepan dan salah satu fungsi keluarga adalah
sebagai pelaksana perawatan kesehatan (Maryam, 2008).
Pada pertemuan keenam sampai dengan ketujuhbelas dilakukan
intervensi tentang latihan ROM aktif kaki kepada Tn. I yang mengalami
diabetes melitus untuk melakukan intervensi latihan ROM aktif kaki
selama 10 hari secara terus menerus dengan sehari 2 pertemuan. Sebelum
memulai intervensi sebelumnya dievaluasi dahulu perasaan klien. Klien
mengatakan sulit untuk melakukan aktivitas dan mengalami kesemutan
pada kakinya. Keluhan dirasakan sejak 3 tahun terakhir. Kesemutan yang
dirasakan hilang timbul. Klien mengatakan mau melakukan cara
mengatasi nyeri dengan cara latihan ROM aktif kaki yang dapat
membantu klien melaksanakan aktivitas dengan baik.
Berdasarkan data yang didapatkan untuk mengatasi nyeri tersebut
membutuhkan perawatan yang komprehensif, mahasiswa berencana
melakukan intervensi dan implementasi dengan masalah keperawatan
yaitu manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (diabetes melitus).
b. Data yang perlu dikaji lebih lanjut
Data–data yang perlu dikaji lebih lanjut adalah pengkajian kesemutan
pada kaki serta pengetahuan klien dan keluarga tentang cara menangani
kesemutan akibat diabetes melitus dengan cara latihan ROM aktif kaki.
196

c. Masalah keperawatan
Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (diabetes melitus)

II. Proses Keperawatan


a. Diagnosa keperawatan
Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif (diabetes melitus)
b. Rencana Tindakan
SIKI: Edukasi Proses Penyakit
Tindakan
- Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait latihan ROM aktif kaki.
Berikan reinforcement positif
- Melakukan latihan ROM aktif kaki
- Berikan leaflet mengenai informasi yang telah diberikan
- Buat kontrak pertemuan selanjutnya.

III. Implementasi Keperawatan


a. Metode: Diskusi dan Tanya jawab
b. Media dan alat: Lembar balik, Leaflet
c. Waktu dan Tempat: 03 Desember – 12 Desember 2020 di rumah Tn. I

IV. Kriteria Evaluasi


a. Kriteria Struktur
- Diskusi berlangsung dirumah Tn. I sesuai denganrencana
- Tempat dan media serta alat penyuluhan sesuai rencana
b. Kriteria Proses
- Waktu yang direncanakan sesuai rencana 09.00 – 09.30 pada pagi hari
dan 17.00- 17.30 pada sore hari
- Klien dan Keluarga mampu mengungkapkan perasaan
- Klien dan Keluarga kooperatif dan mampu memahami materi yang
diberikan
- Klien berpartisipasi aktif selama melakukan latihan ROM aktif kaki.
197

c. Kriteria Hasil
- Klien dan Keluarga mampu memahami dan klien bisa mempraktekan
latihan gerakan sendi lutut
- Klien dan Keluarga menyepakati kontrak selanjutnya
198

LAPORAN PENDAHULUAN

Kunjungan ke : 15 Hari/ Tanggal : Minggu / 13 Desember 2020

I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Perawat gerontik memiliki peran untuk mengurangi faktor resiko
yang berfokus pada tindakan yang dapat meningkatkan kesehatan pada
semua anggota keluarga terhadap tingkat perkembangannya. Dalam
meningkatkan derajat kesehatan komunitas, keluarga merupakan unit
pelayanan kesehatan yang terdepan dan salah satu fungsi keluarga adalah
sebagai pelaksana perawatan kesehatan (Maryam, 2008).
Pada pertemuan keempatbelas yang merupakan pertemuan
terakhir dilakukan intervensi tentang latihan ROM aktif kaki kepada Tn. I
yang mengalami kesemutan pada kaki akibat penyakit diabetes melitus.
Klien mengatakan sulit untuk melakukan aktivitas dan mengalami
kesemutan pada kaki. Keluhan dirasakan sejak 3 tahun terakhir.
Kesemutan yang dirasakan pada kaki hilang timbul. Klien mengatakan
ingin melakukan cara mengatasi kesemutan pada kaki dengan cara
latihan ROM aktif kaki yang dapat membantu klien melaksanakan
aktivitas dengan baik.
Berdasarkan data yang didapatkan untuk mengatasi nyeri tersebut
membutuhkan perawatan yang komprehensif, setelah mahasiswa
melakukan intervensi dan implementasi dengan masalah keperawatan
yaitu manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (diabetes melitus) pada
klien maka dilakukan kembali evaluasi terhadap skor kesemutan yang
merupakan gejala dari risiko terjadinya ulkus kaki diabetik dengan
menggunakan inlow’s 60 second diabetic foot screen screening tool
untuk mengetahui perubahan kesemutan yang merupakan gejala dari
risiko terjadinya ulkus kaki diabetik pada klien dan menilai apakah
intervensi yang diberikan berhasil.
199

b. Data yang perlu dikaji lebih lanjut


Data–data yang perlu dikaji lebih lanjut adalah pengkajian kesemutan
pada kaki serta pengetahuan klien dan keluarga tentang cara menangani
kesemutan akibat diabetes melitus dengan cara latihan ROM aktif kaki.
c. Masalah keperawatan
Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif (diabetes melitus)

II. Proses Keperawatan


a. Diagnosa keperawatan
Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif (diabetes melitus)
b. Rencana Tindakan
SIKI: Edukasi Proses Penyakit
Tindakan
- Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait latihan ROM aktif kaki.
Berikan reinforcement positif
- Melakukan latihan ROM aktif kaki
- Berikan leaflet mengenai informasi yang telah diberikan
- Buat kontrak pertemuan selanjutnya (mengevaluasi skala nyeri klien
dan melakukan terminasi kepada klien dan keluarga)

III. Implementasi Keperawatan


a. Metode: Diskusi dan Tanya jawab
b. Media dan alat: Lembar balik, Leaflet
c. Waktu dan Tempat: Minggu, 13 Desember 2020 di rumah Tn. I

IV. Kriteria Evaluasi


a. Kriteria Struktur
- Diskusi berlangsung dirumah Tn. I sesuai dengan rencana
- Tempat dan media serta alat penyuluhan sesuai rencana
b. Kriteria Proses
- Waktu yang direncanakan sesuai rencana 17.00- 17.30
200

- Klien dan Keluarga mampu mengungkapkan perasaan


- Klien dan Keluarga kooperatif dan mampu memahami materi yang
diberikan
- Klien berpartisipasi aktif selama melakukan latihan ROM aktif kaki.
c. Kriteria Hasil
- Klien dan Keluarga mampu memahami dan mampu melakukan
aktivitas latihan ROM aktif kaki
- Dilakukanya pengukuran skor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik
dengan menggunakan inlow’s 60 second foot screen screening tpada
Tn. I dan didapatkan penurunan skala menjadi 2
- Intervensi Selesai
201

Lampiran 4

SURAT PERMOHONAN MENJADI KELUARGA KELOLAAN

Kepada

Yth,

Bapak/ibu Di

Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Anisa Pujiati

No. Bp : 1941312039

Pekerjaan : Mahasiswa Praktek Profesi Fakultas Keperawatan Unand

Menyatakan bahwa saya akan melaksanakan praktek pada pasien kelolan sebagai

salah satu tugas perkuliahan praktek profesi peminatan gerontik dan syarat untuk

meraih gelar profesi Ners di instansi pendidikan tersebut. Untuk itu saya sangat

berharap kesediaan bapak/ibu untuk ikut serta dalam pemberian intervensi, yaitu

dengan bersedia menjadi klien dan keluarga kelolaan. Atas ketersediaan dan

kerjasama bakan/ibu, saya ucapkan terimakasih.

Padang, Desember 2020

Hormat saya,

(Anisa Pujiati)
202

Lampiran 5

CURICULUM VITAE

Nama : Anisa Pujiati, S. Kep


No.BP : 1941312039
Tempat/Tanggal Lahir : Pariaman/ 21 Oktober 1996
Agama : Islam
StatusPerkawinan : Belum Kawin
OrangTua
Nama Ayah : Irwan
Nama Ibu : Yanti
Alamat : Jalan Syekh Burhanuddin nomor 2, Sunur,
Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang
Pariaman

Pendidikan Tahun
TK Aisyiyah 2002 – 2003
SD Negeri 16 Kp. Jawa I Pariaman 2003 – 2009
SMP Negeri 1 Pariaman 2009 – 2012
SMA Negeri 1 Pariaman 2012 – 2015
S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan 2015 – 2019
Universitas Andalas
Profesi Ners Fakultas Keperawatan 2019 – sekarang
Universitas Andalas
203

Lampiran 6
Dokumentasi
204

Lampiran 7
LEMBAR KONSULTASI KARYA ILMIAH
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

Nama Mahasiswa : Anisa Pujiati


NOBP : 1941312039
Pembimbing I : Ns. Siti Yuli Harni, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.Kom
Kelompok : Peminatan Gerontik
Judul Karya Ilmiah :
Asuhan Keperawatan Keluarga pada Lansia Tn. I dengan Diabetes
Melitus Tipe II melalui Penerapan Range Of Motion (ROM) Aktif
Kaki untuk Pencegahan Terjadinya Ulkus Diabetik Di Jorong Pasar
Baru Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman Tahun
2020

Tanda Tangan
NO Hari / Tanggal Kegiatan / Saran Pembimbing
Pembimbing
1 Rabu/ 25 Penjelasan awal peminatan
November 2020
2 Senin/ 30 Bimbingan diagnosa
November 2020 Keperawatan dan EBN untuk
Intervensi
3 Kamis/ 10 Responsi
Desember 2020
4 Jumat/ 11 Supervisi
Desember 2020
5 Rabu/ 16 Bimbingan KIA BAB 1
Desember 2020
6 Sabtu/ 19 Bimbingan KIA lengkap
Desember
7 Senin/ 21 Acc Ujian Kompre
Desember 2020
205

Anda mungkin juga menyukai