Anda di halaman 1dari 8

Rupture Hepar

Definisi
Hepar merupakan kelenjar terbesar didalam tubuh, yang terletak di bagian teratas dalam
rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hepar menempati hampir seluruh regio
hypochondrica dextra, sebagian besar epigastrium dan seringkali meluas sampai ke regio
hypochondrica sinistra sejauh linea mammilaria.

Berat rata- rata hepar sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hepar
merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya, hepar memiliki
permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian
kubah kiri, bagian bawah hepar berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan,
lambung, pankreas dan usus.

Setiap lobus hepar terbagi menjadi struktur–struktur yang disebut lobulus yang
merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Sikap lobulus merupakan bagan heksagonal
yang terdiri atas lempeng–lempeng sel hepar berbentuk kubus tersusun radial mengelilingi vena
sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus. Hepar manusia memiliki maksimal 100.000
lobulus. Diantara lempengan sel hepar terdapat kapiler–kapiler yang disebut sebagai sinusoid,
yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika. Sejumlah 50 % dari semua makrofag
dalam hepar adalah sel Kupffer, sehingga hepar merupakan salah satu organ penting dalam
pertahanan melawan infasi bakteri dan agen toksit.

Anatomi Hepar
Hepar mempunyai dua lobus utama yaitu lobuskanan yang dibagi menjadi segmen
anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan dan lobus kiri yang dibagi menjadi segmen
medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis.
Sirkulasi

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, saluran cerna dan limpa melalui vena porta
hepatika dan dari aorta melalui arteri hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah
arteri dan dua pertiganya adalah vena dari vena porta. Volume total darah yang melewati hepar
setiap menitnya adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang
selanjutnya bermuara pada vena kava inferior. Vena porta bersifat unik karena terletak di antara
dua daerah kapiler yang satu terletak dalam hepar dan lainnya dalam saluran cerna. Cabang -
cabang terhalus arteria hepatika juga mengalirkan darahnya kedalam sinusoid, sehingga terjadi
campuran darah arteri dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta.

Vaskularisasi Hepar

Etiologi

Pukulan langsung, misalnya kena pinggir bawah stir mobil atau pintu yang masuk
(intruded) pada tabrakan kendaraan bermotor, dapat mengakibatkan cedera tekanan atau
tindasan pada isi abdomen. Kekuatan ini merusak bentuk organ padat atau berongga dan dapat
mengakibatkan ruptur, khususnya pada organ yang menggembung (misalnya uterus yang
hamil), dengan perdarahan sekunder dan peritonitis. Shearing injuries pada organ isi abdomen
merupakan bentuk trauma yang dapat terjadi bila suatu alat penahan (seperti sabuk pengaman
jenis lap belt atau komponen sabuk bahu)dipakai dengan cara yang salah. Penderita yang cedera
dalam tabrakan kendaraan bermotor juga dapat menderita cedera deceleration karena gerakan
yang berbeda dari bagian badan yang bergerak dan yang tidak bergerak, pada hati dan limpa
yang sering terjadi (organ bergerak) ditempat jaringan pendukung (struktur tetap) pada tabrakan
tersebut. Pada penderita yang dilakukan laparatomi oleh karena trauma tumpul (blunt injury),
organ yang paling sering cedera, adalah limpa (40 – 55%), hati (35 – 45%) dan hematoma
retroperitoneum (15%).

Hepar merupakan organ intraabdomen yang paling sering terkena trauma setelah limpa.
Perlukaan pada hati dapat bersifat superficial dan ringan, tetapi dapat pula bersifat laserasi yang
berat, yang menimbulkan kerusakan pada sistem saluran empedu intrahepatik.
Perlukaan dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau luka tembus dinding perut yang
mungkin berupa trauma tajam. Mekanisme yang menimbulkan kerusakan hepar pada trauma
tumpul adalah efek kompresi dan deselerasi. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau oleh peluru.
Berat ringan kerusakan akibat trauma pada hepar bergantung pada jenis trauma,
penyebab, kekuatan, dan arah datangnya trauma. Lebih dari 50% trauma berat hepar disertai
trauma organ intraabdomen lain. Mortalitas berbanding lurus dengan jumlah organ lain yang
terkena. Yang paling sering kena cedera bersama dengan hepar adalah organ intratoraks, yaitu
jantung, paru, atau diafragma, disusul berurutan oleh lambung, usus halus, ginjal, usus besar,
limpa, pankreas, dan pembuluh darah besar.
Perlukaan parenkim hati yang superficial dan dalam kadang sulit dibedakan. Komplikasi
yang dapat terjadi akibat trauma hepar adalah perdarahan, infeksi, kebocoran empedu, dan
hemobilia.

Tanda dan Gejala

 Nyeri Perut
Nyeri Perut atau Nyeri Abdomen menjadi masalah yang menganggu aktivitas kita
sehari-hari. Kondisi ini dapat muncul bila ada keterkaitan dengan suatu penyakit yang serius.
Nyeri pada perut bukan hanya sebatas masalah dari organ lambung. Terdapat banyak organ di
sekitar perut yang dapat menimbulkan rasa nyeri bila timbul kelainan. Untuk mengatasi
masalah ini diperlukan pemeriksaan mulai dari gejala fisik hingga pemeriksaan diagnostik
untuk memastikan penyakit yang sedang diderita.
 Muntah
Muntah adalah kondisi ketika isi lambung keluar secara paksa melalui mulut. Berbeda dari
regurgitasi atau keluarnya isi lambung tanpa kontraksi, muntah disertai kontraksi pada lambung
dan otot perut. Muntah sendiri bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari gangguan
kesehatan.
 Syok
Syok adalah kondisi berbahaya ketika tekanan darah menurun secara drastis sehingga organ-
organ dan jaringan tubuh tidak mendapatkan aliran darah yang cukup. Kondisi ini biasanya
merupakan komplikasi dari penyakit atau kondisi lain.

Pemeriksaan Diagnostik

Meskipun dapat diduga sebelum operasi, trauma hepar lebih sering baru diketahui
sewaktu laparotomi eksplorasi. Dapat juga diketahui melalui pemeriksaan CT
scan. Kecurigaan dibuat berdasarkan lokasi trauma dan terdapatnya fraktur iga
kanan bawah, pneumotoraks, kontusio paru, syok haemoragik, serta ditemukannya darah dan
empedu padalavase peritoneal positif untuk darah dan empedu.
Cara diagnostik terbaik adalah berdasarkan penilaian klinis yang
ditunjang dengan pemeriksaan berulang. Laparotomi dapat menemukan perdarahan yang
tidak diketahui sebelumnya. Apabila terjadi hemobilia, terdapat trias, yaitu tanda perdarahan

saluran cerna bagian atas, ikterus, dan nyeri perut kanan atas, yang ditemukan
setelah riwayat trauma abdomen, setelah operasi, atau tindakan manipulasi saluran
empedu beberapa jam sampai beberapa minggu sebelumnya. Tanda perdarahan berupa
hematemesis atau melena sering didahului nyeri. Perdarahan ke dalam saluran empedu
nyarinya berlainan dengan perdarahan di jalan cerna.

Pemeriksaan Laboratorium
Banyaknya perdarahan akibat trauma pada hepar akan diikuti dengan penurunan kadar
hemoglobin dan hematokrit. Ditemukan leukositosis lebih dari 15.000/ul, biasanya setelah
ruptur hepar akibat trauma tumpul. Kadar enzim hati yang meningkat dalam serum darah
menunjukkan bahwa terdapat cidera pada hepar, meskipun juga dapat disebabkan oleh suatu
perlemakan hati ataupun penyakit-penyakit hepar lainnya. Peningkatan serum bilirubin jarang,
dapat ditemukan pada hari ke-3 sampai hari ke-4 setelah trauma.

Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multitrauma. X-ray toraks berguna
untuk evaluasi trauma tumpul abdomen karena beberapa alasan. Pertama, dapat
mengidentifikasi adanya fraktur iga bawah. Bila hal tersebut ditemukan, tingkat kecurigaan
terjadinya cedera abdominal terutama cedera hepar dan lien meningkat dan perlu dilakukan
evaluasi lebih lanjut dengan CT scan abdomen-pelvis. Kedua, dapat membantu diagnosis cedera
diafragma. Pada keadaan ini, x-ray toraks pertama kali adalah abnormal pada 85% kasus dan
diagnostik pada 27% kasus. Ketiga, dapat menemukan adanya pneumoperitoneum yang terjadi
akibat perforasi hollow viscus. Sama dengan fraktur iga bawah, fraktur pelvis yang ditemukan
pada x-ray pelvis dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera intra-abdominal
sehingga evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan dengan CT scan abdomen-pelvis.

Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)


Diagnostik peritoneal lavage merupakan tes cepat dan akurat yang digunakan untuk
mengidentifikasi cedera intra-abdomen setelah trauma tumpul pada pasien hipotensi atau tidak
responsif tanpa indikasi yang jelas untuk eksplorasi abdomen. Kerugiannya adalah bersifat
invasif, risiko komplikasi dibandingkan tindakan diagnostik non-invasif, tidak dapat mendeteksi
cedera yang signifikan (ruptur diafragma, hematom retroperitoneal, pankreas, renal, duodenal,
dan vesica urinaria), angka laparotomi non-terapetik yang tinggi, dan spesifitas yang rendah.
Dapat juga didapatkan positif palsu bila sumber perdarahan adalah imbibisi dari hematom
retroperitoneal atau dinding abdomen.
Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh tim bedah yang merawat penderita dengan hemodinamik
abnormal dan menderita multitrauma, teristimewa kalau terdapat situasi sebagai berikut :
 Perubahan sensorium – cedera kepala, intoksikasi alkohol, penggunaan obat terlarang.
 Perubahan perasaan – cedera jaringan saraf tulang belakang.
 Cedera pada struktur berdekatan – tulang iga bawah, panggul, tulang belakang dari
pinggang bawah (lumbar spine).
 Pemeriksaan fisik yang meragukan.
 Antisipasi kehilangan kontak panjang dengan pasien

Ultrasound diagnostik (USG)


USG telah sering digunakan dalam beberapa tahun terakhir di Amerika Serikat untuk
evaluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen. Tujuan evaluasi USG untuk mencari cairan
intraperitoneal bebas. Hal ini dapat dilakukan secepatnya, dan ini sama akuratnya dengan
diagnostik peritoneal lavage untuk mendeteksi hemoperitoneum. USG juga dapat mengevaluasi
hati dan limpa meskipun tujuan USG adalah untuk mencari cairan bebas di intrapreitoneal.
Mesin portabel dapat digunakan di ruangan resusitasi atau di gawat darurat pada pasien dengan
hemodinamik stabil tanpa menunda tindakan resusitasi pada pasien tersebut. Keuntungan lain
dari USG daripada diagnostik peritoneal lavage adalah USG merupakan tindakan yang non-
invasif. Tidak diperlukan adanya tindakan lebih lanjut setelah USG dinyatakan negatif pada
pasien yang stabil. Hasil CT dari abdomen biasanya sama dengan USG bila hasilnya positif
pada pasien yang stabil. Keuntungan dan kerugian dari USG perut terdapat dalam Kotak 20-4.
Sensitivitas berkisar dari 85% sampai 99%, dan spesifisitas dari 97% sampai 100%.
Penggunaan USG untuk evaluasi trauma tembus abdomen dilaporkan terbatas. Baru-
baru ini, sebuah studi prospektif dilakukan untuk mengevaluasi kegunaan USG sebagai tes
skrining pada trauma tembus dan pada trauma tumpul. Penelitian ini melibatkan luka tusuk
serta luka tembak. Sensitivitas USG keseluruhan adalah 46% dan spesifisitas adalah 94%. Studi
ini menunjukkan bahwa USG pada trauma tembus tidak dapat diandalkan seperti pada trauma
tumpul. Jika USG positif, pasien harus dioperasi. Jika negatif, pemeriksaan lebih lanjut harus
dilakukan.

Penatalaksanaan Medis
- Penatalaksanaan Non-Operatif
Merupakan pilihan pertama pada penderita dengan hemodinamik stabil. Angka
keberhasilan yang tinggi tidak tergantung pada derajat keparahan berdasarkan CT scan, atau
derajat hemoperitoneum yang terjadi. Keuntungan dari penatalaksanaan non-operatif adalah
menghindari terjadinya laparotomi non-terapetik beserta komplikasinya, mengurangi kebutuhan
transfusi, dan komplikasi intra-abdominal yang lebih sedikit.
CT abdomen merupakan studi yang paling sensitif dan spesifik dalam mengidentifikasi
dan menentukan derajat kerusakan hepar dan lien. Adanya kontras yang bebas atau perdarahan
yang sedang berlangsung merupakan indikasi untuk angiografi dan embolisasi. Penatalaksanaan
non-operatif meliputi observasi tanda vital, pemeriksaan fisik, dan nilai laboratorium yang
dilakukan secara serial. Bila salah satu memburuk, maka hal tersebut merupakan indikasi untuk
intervensi pembedahan.

- Penatalaksanaan Operatif
Tatalaksananya meliputi tiga upaya dasar, yaitu mengatasi perdarahan, mencegah
infeksidengan debrideman jaringan hati yang avaskuler dan penyaliran, serta rekonstruksi
saluran empedu. Penghentian untuk sementara waktu dilakukan dengan cara penekanan
manual langsung daerah yang berdarah dengan t ampon, atau dengan klem
vas kuler atraumatik di daerah foramen winslow. Penutupan ligamentum
hepatoduodenale di dinding foramen winslow dengan jari atau klem vaskuler, yang
disebut perasat Pringle menyebabkan a. hepatika dan v. porta tertutup sama sekali. Jaringan hati
dapat menahan keadaan iskemia sampai 60 menit apabila dilakukan oklusi itu. Waktu
tersebut umumnya cukup untuk melakukan resusitasi dan menghentikan perdarahan secara
definitif.
Upaya kedua adalah mencegah atau mengatasi infeksi dengan memasang penyalir
ektern karena penyebab infeksi adalah kebocoran empedu dan jaringan nekrotik. Kadang di
pasang penyalir T ke dalam duktus koledokus dengan tujuan dekompresi dan mencegah
pembuntuan akibat edema. Upaya ketiga adalah rekonstruksi saluran empedu. Karena
kerusakan empedu yang besar tidak mungkin sembuh spontan maka tempat kebocoran harus
dicar dan dilakukan rekonstruksi.

Anda mungkin juga menyukai