Anda di halaman 1dari 9

C.

ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu


bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif
sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-
akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram negatif.

D. PATOGENESIS

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.


Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan : 1. Inokulasi
langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4.
Kolonisasi dipermukaan mukosa Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak
adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan
ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi.

Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)


kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi
paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal
waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol
dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri

1
yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1
ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.

Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas


sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.

E. PATOFISIOLOGI

2
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan
reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi
bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host
dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu : 1. Zona
luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema. 2. Zona permulaan
konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah. 3. Zona
konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah
PMN yang banyak. 4. Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan
banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag. Red hepatization ialah
daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah
konsolodasi yang luas.

F. MANIFESTASI KLINIK

Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non


produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak
darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien
lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah
saat pernafasan, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup
sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki,
suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.

G. DIAGNOSIS

1. Gambaran klinis

a.Anamnesis

3
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400 C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

b.Pemeriksaan fisik

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus
dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

2. Pemeriksaan penunjang

a.Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan


penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis
etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan
meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

b.Pemeriksaan labolatorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan


jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul,
dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan
dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25%
penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

H. TATALAKSANA

4
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian
antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme
dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab


pneumonia.

3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

PEMBERIAN ANTIBIOTIK SECARA EMPIRIS PADA CAP

Pasien berobat jalan Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak menggunakan
antibiotika pada 3 bulan terakhir

 Macrolide [klaritromisin (500mg PO bid) atau azitromisisn (500mg PO


sekali, kemudian 250 mg od)] atau
 Doksisiklin (100mg PO bid)

Pasien dirawat, non ICU

 Fluorokuinolon respirasi [moksifloksasin (400 mg PO atau IV od), gemifloksasin


(320mg PO od), levofloksasin (750 mg PO atau IV od)
 Pasien dirawat , ICU
 β – laktam (sefotaksim 1-2 g IV q8h), seftriakson (2 g IV od) plus
 Azitromisisn atau fluoroquinolon

Pemberian Antibiotik Secara Empiris Pada Pneumonia Tanpa Faktor Resiko


Multidrug Resistant (MDR)

 Seftriakson (2g IV q24h) atau Moksifloksasin (400mg IV q24h), ciprofloksasin


(400mg IV q8h), atau levofloksasin (750 mg IV q24h) atau Ampisilin/sulbaktam
(3 g IV q6h) atau Ertapenem (1 g IV q24h)

Pemberian antibiotik secara empiris pada pneumonia dengan faktor resiko


multidrug resistant (MDR)

5
1. β-laktam : seftazidim (2 g IV q8h) atau sefepim (2 g IV q8-12h) atau Pipersilin
(4,5 g IV q6h), imipenem (500 mg IV q6h)

2. Obat kedua yang aktif terhadap patogen gram negatif Gentamisin ( 7 mg/kg IV
q24h) atau amikasin (20 mg/kg IV q24h) atau siprofloksasin (400 mg IV q8h)
atau levofloksasin (750 mg IV q24h)

3. Obat aktif terhadap bakteri patogen gram positif : Linezolid (600mg IV q12h)
atau Vankomisin (15 mg/kg, sampai 1 g IV, q12h)

K. KOMPLIKASI

a. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi.

b. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung, emboli


paru dan infark miokard akut.

c. ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom)

d. Komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial

e. Sepsis

f. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan

g. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis)

h. Abses paru

i. Efusi pleura

6
PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD dengan dengan keluhan sesak dan demam,


Sesak dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, terutama apabila batuk, nafas
cepat dan berbunyi “grok-grok”, pilek (-). Demam dirasakan sejak 3 hari
yang lalu, demam turun apabila minum obat paracetamol dan kemudian
demam naik lagi. Keluhan lain mual (+), muntah (-), penurunan nafsu
makan (+). BAK sedikit warna kuning, BAB tidak ada keluhan.
Berdasarkan manifestasi klinis dari Pneumonia sesuai dengan teori
yang menyebutkan gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat,
batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum
berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan
sesak.
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan kesadaran pasien compos
mentis dengan keadaan umum tampak sakit sdang dan lemah. Dari tanda-
tanda vital didapatkan febris, tanda vital lainnya dalam batas normal. pada
pemeriksaan lokalis pada bagian kepala, THT, leher, jantung, paru, dan
ekstremitas hasilnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan thorax
ditemukan rhonki basah halus kanan dan kiri.

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan teori, pada


Pneumonia ditemukan hasil pemeriksaan fisik pada bagian dada
tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang
sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras,
pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Hb 12.7 mg/dL,


lekosit 74.1, eosinofil 1.00, netrofil 20.30, limfosit 47.50, hematokrit 44,
MCV 86, MCH 25, MCHC 29, trombosit 834.

7
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium pada kasus Pneumonia,
teori menyebutkan hasil pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Dari semua pembahasan pada kasus, sesuai dengan teori Pneumonia.

8
DAFTAR PUSTAKA

American thoracic society. Guidelines for management of adults with


community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial
therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54

Azmi S, Aljunid SM, Maimaiti N, Ali A-A, Muhammad Nur A, De Rosas-


Valera M, et al. Assessing the burden of pneumonia using administrative data
from Malaysia, Indonesia, and the Philippines. Int J Infect Dis. 2016 Aug;49:87–
93.

Guidelines for the management of hospitalised adults patients with


pneumonia in the Asia Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker,
Thailand 1998

Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya.


Simposium konsep baru. dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu
kedokteran berkelanjutan FKUI, Jakarta 2005

World Health Organization (WHO). Global Health Estimates 2015


Summary Tables: Global Deaths by Cause, Age and Sex, 2000-2015 [Internet].
Geneva, World Health Organization. 2016. Available from:
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/estimates/en/index1.html

https://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.pdf
Diakses tanggal 4 September 2018

http://eprints.undip.ac.id/44629/3/
FIDA_AMALINA_22010110120027_BAB2KTI.pdf Diakses tanggal 4
September 2018

http://www.ichrc.org/42-pneumonia Diakses tanggal 4 September 2018

Anda mungkin juga menyukai