Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT SESSION

* Program Studi Profesi Dokter / Maret 2022


** Pembimbing / dr. Dewi Lastya Sari, M.Ked (DV), Sp.DV

DERMATITIS EKSFOLIATIF

Disusun Oleh:

Sonia Zahira Rahman, S.Ked*


G1A221015

Pembimbing:

dr. Dewi Lastya Sari, M.Ked (DV), Sp.DV **

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MANAP KOTA JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

DERMATITIS EKSFOLIATIF

Disusun Oleh:

Sonia Zahira Rahman, S.Ked


G1A221018

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MANAP KOTA JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

Jambi, Maret 2022

Pembimbing,

dr. Dewi Lastya Sari, M.Ked (DV), Sp.DV


2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang
berjudul “Dermatitis Esfoliatif” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Program Studi Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD
Abdul Manap Kota Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Dewi Lastya Sari, M.Ked
(DV), Sp.DV yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk
membimbing penulis selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Abdul Manap Kota Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada CRS ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan CRS ini. Penulis
mengharapkan semoga CRS ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, Maret 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS ..................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................12
BAB IV ANALISIS KASUS ................................................................................22
BAB V KESIMPULAN .......................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................28

1
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu


penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama
yang meliputi lebih dari 90% area permukaan kulit.1 Rasio kejadian dermatitis
eksfoliatif pada laki-laki lebih tinggi dari pada wanita. Lebih banyak terjadi pada
usia lebih dari 65 tahun.2
Penyebab dermatitis eksfoliatif sering kali tidak diketahui atau idiopatik,
beberapa teori menyebutkan dermatitis eksfoliatif dikaitkan dengan reaksi
hipersensitivitas terhadap obat, penyakit kulit, dan penyakit sistemik, termasuk
keganasan.3
Gejala kinis pasien dengan dermatitis eksfoliatif awalnya berupa eritema,
yang sering disertai pruritus, terutama di bagian kepala, ekstremitas, dan di daerah
kelamin. Beberapa hari atau minggu kemudian eritema menyebar hingga sebagian
besar permukaan tubuh. Setelah itu terjadi pengelupasan kulit atau munculnya
skuama tebal yang menutup seluruh permukaan eritema. Proses eksfoliatif juga
dapat melibatkan kulit kepala dan distrofi kuku.5

1
BAB II
LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN
MATTAHER
Jl. Letjen Soeprapto Samping RSUD Raden Mattaher
Telanaipura Jambi telp/fax (0741) 60246

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 9 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT. 09 Kenali Besar
Pekerjaan : Pelajar
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Indonesia
Hobi :-

I. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama :
Kulit di seluruh tubuh mengelupas sejak ± 1 minggu SMRS
B. Keluhan Tambahan :
Gatal pada lokasi yang terkelupas.
C. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan muncul bercak-bercak kemerahan di
seluruh tubuh kecuali di wajah ± 10 hari SMRS. Bercak merah ini
diketahui melebar dan semakin meluas. Bercak dirasakan panas dan gatal
sehingga pasien tidak tahan untuk tidak menggaruk. Selain bercak merah
dan gatal, keluhan demam (+) Tidak ada batuk dan pilek, keluhan lain
disangkal. Menurut orangtua pasien keluhan muncul setelah pasien
2
berenang pada waktu siang hari selama 4-5 jam tanpa menggunakan tabir
surya ±1 minggu SMRS. Riwayat meminum obat tertentu atau penyakit
tertentu disangkal.
±1 minggu SMRS pasien mengatakan bercak merah perlahan-
lahan menghilang namun ±3 hari SMRS muncul sisik-sisik seperti kulit
yang terkelupas di daerah yang sebelumnya merah, terasa perih ketika
kulit terkelupas. Kulit yang terkelupas terasa semakin meluas. Karna
khawatir pasien dibawa oleh orang tua nya ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Abdul Manap
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat penyakit kulit sebelumnya (-)
- Riwayat alergi (-), Riwayat asma bronkial (-), Riwayat
rinitis alergi (-)
- Riwayat penggunaan obat (-)
- DM (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat keluhan serupa (-)
- Riwayat alergi (-), Riwayat asma bronkial (-), Riwayat
rinitis alergi (-)
F. Riwayat Sosial Ekonomi :
- Pasien seorang pelajar dan tinggal dengan orang tua, dan bersama
saudara paseien

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Tanda Vital :
Kesadaran : CM (E4V5M6) RR : 22x/menit
TD : 100/60 Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,7

3
3. Kepala : Normochepal
a. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-
), RC (+/+), isokor
b. THT : Otorrhea (-/-), Rhinorrea (-/-)
c. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
4. Thoraks :
a. Jantung : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Paru : tidak dilakukan pemeriksaan
5. Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan
6. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
7. Ekstremitas
a. Superior: CRT <2 detik, akral hangat
b. Inferior: CRT <2 detik, akral hangat

B. Status Dermatologis
Lesi Gambar
1 Regio : Trukus Posterior
Lesi : Patch
• Bentuk : iregular
• Ukuran : numular - plakat
• Jumlah : multiple
• Batas : difus
• Warna : serupa warna kulit
• Tepi : tidak aktif
• Distribusi : generalisata
• Permukaan: tidak rata
• Konsistensi : kenyal
• Sekitar : skuama tipe membranosa

4
2 Regio : Abdominalis
Lesi : Patch
• Bentuk: irregular
• Ukuran : numular - plakat
• Jumlah : multipel
• Batas : difus
• Warna : hipopogmentasi
• Tepi : tidak aktif
• Distribusi : generalisata
• Permukaan: tidak rata
• Konsistensi : kenyal
• Sekitar : skuama dan ekskoriasi

3 Regio : Antebrachii sinistra


Lesi : Patch
• Bentuk : irregular
• Ukuran : plakat
• Jumlah : soliter
• Batas: difus
• Warna : hipopigementasi
• Tepi : tidak aktif
• Distribusi : generalisata
• Permukaan : tidak rata
• Konsistensi : kenyal
• Sekitar : skuama

5
4 Regio : Antebrachii dextra
Lesi : Patch
• Bentuk : irregular
• Ukuran : lentikular
- numular
• Jumlah : multipel
• Batas : difus
• Warna : hipopigementasi
• Tepi : tidak aktif
• Distribusi : generalisata
• Permukaan : tidak rata
• Konsistensi : kenyal
• Sekitar : skuama

5 Regio : Manus Sinistra


Lesi : Patch
• Bentuk : irregular
• Ukuran : plakat
• Jumlah : multipel
• Batas : tidak tegas
• Warna : hipopigementasi
• Tepi : tidak aktif
• Distribusi : generalisata
• Permukaan : tidak rata
• Konsistensi : kenyal
• Sekitar : skuama

6
5 Regio : Manus Dekstra
Lesi : Patch
• Bentuk : irregular
• Ukuran : numular
• Jumlah : Multipel
• Batas : difus
• Warna : hipopigementasi
• Tepi : tidak aktif
• Distribusi : generalisata
• Permukaan : tidak rata
• Konsistensi : kenyal
• Sekitar : skuama

6 Regio : Ekstremitas inferior


Dekstra dan Sinistra
Lesi : Patch
• Bentuk : irregular
• Ukuran : lentikular - plakat
• Jumlah : multipel
• Batas : difus
• Warna : hipopigementasi
• Tepi : tidak aktif
• Distribusi : generalisata
• Permukaan : tidak rata
• Konsistensi : kenyal
• Sekitar : Skuama

7
7 Regio : Pedis Sinistra
Lesi : Patch
• Bentuk : irregular
• Ukuran : numular
• Jumlah : soliter
• Batas : sirkumskripta
• Warna : hipopigementasi
• Tepi : tidak aktif
• Distribusi : generalisata
• Permukaan : tidak rata
• Konsistensi : kenyal
• Sekitar : Skuama

Regio:
Ekstremitas
superior dan
inferior dextra et
sinistra.
Regio abdomen
Regio trunkus
posterior

C. Status Venerelogi
1. Inspeksi : tidak dilakukan pemeriksaan
2. Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan

8
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. DIAGNOSIS BANDING


- Dermatitis Eksfoliatif
- Dermatitis Atopik
- Exantematosus drug eruption
- Psoriasis Vulgaris

V. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Eksfoliatif

VI. TERAPI

Medikametosa
1. Topical
- Topicare ceramide cream, dioleskan keseluruh tubuh setiap
sehabis mandi.

2. Sistemik
- Cetirizine syr 1x5 mg, diminum 1x sehari

Non Medikamentosa
- Menjelaskan tentang penyakit pemicu dermatitis eksfoliatif yang
dapat memperberat penyakit.
- Mengurangi garukan pada lesi kulit.
- Menganjurkan pasien untuk banyak beristirahat
- Menggunakan pelembap untuk seluruh badan yang kering supaya lesi
tidak terkelupas.
- Memberikan makan-makanan yang bernutrisi, khususnya yang tinggi
protein.

9
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad Bonam

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


- Skin Prick Test untuk menguji alergi terhadap makanan atau
substansi tertentu
- Fenomena tetetsan lilin
- Autzpit sign

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Dermatitis eksfoliatif yang juga dikenal sebagai eritroderma adalah suatu
penyakit kulit dengan gambaran dermatologis berupa eritema difusa dan skuama
yang meliputi lebih dari 90% area permukaan kulit.4 Penyebabnya sering kali
tidak diketahui atau idiopatik, beberapa teori menyebutkan dermatitis eksfoliatif
dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas terhadap obat, penyakit kulit, dan
penyakit sistemik, termasuk keganasan.3 Pendekatan terhadap pengobatan harus
mencakup mencari faktor resiko, penghentian obat penyebab, dan
mengidentifikasi adanya suatu keganasan.

3.2 Etiologi
Sekitar 20% dari kasus dermatitis eksfoliatif tidak dicetuskan oleh
penyakit yang mendasarinya dan diklasifikasikan sebagai idiopatik. Penyebab
paling umum dari dermatitis eksfoliatif adalah pada pasien dengan riwayat
penyakit kulit sebelumnya (52%), hipersensitif terhadap obat (15%), keganasan
(5%) yakni cutaneous T cell lymphoma (CTCL) atau sezary syndrome. 2
Selain dicetuskan oleh penyakit, dermatitis eksfoliatif juga dapat
ditimbulkan akibat reaksi hipersensitivitas terhadap obat. Beberapa obat seperti
golongan calcium channel blocker, antiepilepsi, antibiotik, allopurinol, gold,
lithium, quinidine, cimetidin dan dapsone adalah yang paling sering mencetuskan
terjadinya dermatitis eksfoliatif.
Berikut ini tabel yang menunjukkan beberapa jenis obat yang berkaitan
dengan dermatitis eksfoliatif :

11
Tabel 3.1 Obat-obatan yang berpengaruh dalam dermatitis eksfoliatif

Dermatitis eksfoliatif merupakan eksaserbasi dari penyakit kulit lokal


sebelumnya pada lebih dari separuh pasien. Beberapa faktor pencetus timbulnya
dermatitis eksfoliatif antara lain:

12
- Penghentian kostikosteroid topical atau oral, methotrexate, dan agen
biologis
- Konsumsi obat (lithium, terbinafine, dan antimalaria
- Iritan topikal, seperti tar
- Penyakit sistemik
- Infeksi, termasuk HIV
- Fototerapi
- Kehamilan
- Stress emosional
Beberapa pasien dengan dermatitis eksfoliatif yang kronik idiopatik
dilaporkan berkembang menjadi CTCL atau Sezary Syndrome. Beberapa teori
menyebutkan bahwa stimulasi terus menerus dari sel limfosit T pada dermatitis
eksfoliatif kronik dapat menyebabkan perkembangan menjadi CTCL.3

3.3 Epidemiologi
Kejadian penyakit dermatitis eksfoliatif lebih dari 50% kasus dermatitis
eksfoliatif dilatarbelakangi oleh penyakit yang mendasarinya dimana psoriasis
merupakan penyakit terbanyak yang dapat mendasari terjadinya dermatitis
eksfoliatif yakni sebesar 25% kasus. Perbandingan laki-laki dan perempuan 1,7:1
dengan rentang usia terbanyak ≥ 65 tahun. Dermatitis seboroik sebagai penyebab
terbanyak (43,3%), diikuti dengan alergi obat (26,7%), psoriasis vulgaris (3,3%),
dermatitis kronis (3,3) dan pemfigus foliaseus (3,3%).3

3.4 Patogenesis
Patogenesis timbulnya dermatitis eksfoliatif berkaitan dengan patogenesis
dari kelainan yang mendasari timbulnya penyakit ini. Dalam beberapa tahun
terakhir, telah disetujui oleh para ahli bahwa kondisi ini merupakan hasil reaksi
sekunder terhadap interaksi yang sitokin dan molekul adhesi selular. Interleukin
(IL) -1, IL-2, IL-8, molekul adhesi ICAM-1, tumor necrosis factor dan interferon
gamma adalah sitokin yang diduga memiliki peran dalam pathogenensis
eksfoliatif dermatitis.5
Dermatitis eksfoliatif merupakan hasil dari peningkatan secara dramatis

13
dari tingkat pergantian pada lapisan epidermis. Pada pasien dengan penyakit ini,
tingkat mitosis dan jumlah absolut sel kulit germinative lebih tinggi dari normal.
Selain itu, waktu yang diperlukan bagi sel epidermis untuk matang secara normal
juga menurun. Proses kompresi dari proses pematangan yang cepat ini secara
keseluruhan menyebabkan pengelupasan dari epidermis. Epidermis yang normal
mengalami beberapa pengelupasan kulit setiap hari nya. Epidermis mengandung
beberapa bahan yang penting seperti asam nukleat, protein terlarut, dan asam
amino. Namun, pada dermatitis eksfoliatif, jumlah kehilangan protein dan asam
folat sangat tinggi. Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan
kulit atau lebih sehingga menyebabkan hilangnya protein yang cukup tinggi
sehingga pasien jatuh pada kondisi hipoproteinemia. Bila kondisi ini terus
berlangsung, dapat menyebabkan edema perifer akibat ekstravasasi cairan ke
ruang ekstraselular.1
Pada dermatitis eksfoliatif, juga terjadi eritema yang biasanya mendahului
munculnya skuama. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat. Hal ini yang menyebabkan
permukaan kulit pasien teraba lebih panas. Akibat proses ini, kehilangan panas
melalui kulit akan bertambah, sehingga pasien merasa dingin atau menggigil.
Selain itu penguapan cairan yang meningkat dapat menyebabkan dehidrasi.
Kehilangan panas ini juga menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan
peningkatan laju metabolisme basal.1

3.5 Gejala dan Tanda Klinis


Secara klinis, tahap pertama dermatitis eksfoliatif adalah eritema, yang
sering dimulai sebagai pruritus tunggal atau ganda, terutama di bagian kepala,
ekstremitas, dan di daerah kelamin. Setelah beberapa hari atau minggu, eritema
cenderung menyebar sampai ke sebagian besar permukaan kulit disertai dengan
pruritus. Setelah itu, terjadi pengelupasan atau munculnya skuama. Proses akut
biasanya melibatkan area yang besar, sedangkan proses kronis mengenai area
yang lebih kecil. Proses eksfoliatif juga dapat melibatkan kulit kepala, dengan 25
persen pasien mengalami alopesia. Kuku juga sering terjadi distrofi, terutama
pada pasien dengan yang sebelumnya sudah ada psoriasis.5

14
Gambar 3.1 Dermatitis eksfoliatif pada wajah dan seluruh tubuh

Gejala yang paling sering terjadi pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif
termasuk malaise, gatal-gatal dan sensasi dingin. Kedua hipertermia dan
hipotermia juga bisa terjadi. Temuan klinis yang lainnya termasuk limfadenopati,
hepatomegali, splenomegali, edema kaki dan ginekomastia.5
Pengelupasan yang terjadi pada dermatitis eksfoliatif memiliki
konsekuensi metabolik berat, tergantung dari intensitas dan lama proses
pengelupasan. Karena fungsi kulit sebagai penghalang multi protektif terganggu
pada dermatitis eksfoliatif, tubuh kehilangan suhu, air, protein dan elektrolit, dan
membuat diri pasien jauh lebih rentan terhadap infeksi. Dermatitis eksfoliatif juga
merupakan faktor risiko untuk penyebaran dari methicillin-resistant
Staphylococcus aureus.1
Kehilangan suhu tubuh harus diperhatiankan dengan lapisan kulit
pelindung yang rusak pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif. Hilangnya fungsi
vasokonstriksi normal pada dermis, penurunan kepekaan terhadap menggigil
refleks dan ekstra pendingin yang berasal dari penguapan cairan tubuh keluar dari
lesi kulit semuanya menjadikan disfungsi termoregulasi yang dapat menyebabkan
hipotermia atau hyperthermia. Tingkat metabolisme basal juga meningkat pada
pasien dengan dermatitis eksfoliatif.
Masing-masing gangguan fisiologis berpotensi mengancam nyawa.
Hipotermia bisa mengakibatkan penurunan denyut jantung dan hipotensi.
Peningkatan aliran darah perifer dapat mengakibatkan gagal jantung.
15
Hipervolemia juga dapat terjadi pada pasien dengan dermatitis eksfoliatif,
berkontribusi terhadap kemungkinan terjadi gagal jantung.1

3.6 Pemeriksaan Penunjang


Evaluasi laboratorium pasien dengan eritroderma umumnya tidak sangat
membantu dalam menentukan diagnosis spesifik. Nilai laboratorium yang khas
termasuk anemia ringan, leukositosis, eosinofilia, peningkatan laju sedimentasi
eritrosit, normal serum protein elektroforesis dengan elevasi poliklonal di wilayah
gamma globulin, dan peningkatan IgE levels. Jumlah darah dan studi sumsum
tulang dapat membantu diagnosis leukemia yang mendasarinya. Analisis untuk sel
Sezary mungkin membantu, tetapi hanya jika sel-sel diidentifikasi dalam jumlah
besar tegas.3

3.7 Diagnosis
Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa, perlu digali mengenai
kemungkinan faktor pencetus, misal: riwayat pengobatan, riwayat penyakit kulit
atau penyakit sistemik, dan riwayat keluarga. Pasien dengan penyakit dasar
psoriasis dan dermatitis atopik, perlu ditanyakan riwayat penggunaan obat
kortikosteroid topikal atau sistemik, penyakit infeksi, penyakit sistemik,
kehamilan, dan stress emosional. Selain itu, penting juga ditanyakan mengenai
onset untuk menentukan kemungkinan penyebab dermatitis eksfoliatif. Onset
dermatitis eksfoliatif karena reaksi obat biasanya cepat dan resolusi nya pun juga
lebih cepat dibandingkan dermatitis eksfoliatif karena penyebab yang lain. Namun
pengecualian untuk dermatitis eksfoliatif akibat obat antikonvulsan, antibiotik,
dan alopurinol memberikan reaksi antara 2-5 minggu setelah paparan obat dan
tetap bertahan meskipun penggunaan obat telah lama dihentikan.3
Gambaran klinik dermatitis eksfoliatif telah dijelaskan dalam sub bab
gejala klinis. Temuan lain yang mendukung diagnosis dermatitis eksfoliatif adalah
gangguan termoregulasi, takikardia, peningkatan kardiak output, edema perifer,
limfadenopati, hepatomegali, dan splenomegali. Pemeriksaan penunjang dengan
biopsi kulit seringkali membantu diagnosis dermatitis eksfoliatif.3

16
3.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari dermatitis eksfoliatif antara lain adalah psoriasis
vulgaris, dermatitis atopik.

3.9 Penatalaksanaan
Penyakit dermatitis eksfoliatif memerlukan perawatan medis yang serius,
oleh karena itu pasien perlu dirawat di rumah sakit. Prinsip pengobatan pasien
dermatitis eksfoliatif antara lain manajemen awal, menghindari faktor pencetus,
mencegah hipotermia, diet cukup protein, menjaga kelembaban kulit pasien,
menghindari menggaruk, mencegah infeksi sekunder baik lokal maupun sistemik,
mengurangi edema, penggunaan kortikosteroid sistemik dan agen sitistatik.1

a) Menghindari faktor pencetus


Semua obat yang dianggap sebagai faktor pemicu dermatitis eksfoliatif
harus dihentikan pemakaiannya, termasuk obat-obat yang mengandung
lithium dan obat antimalaria yang dapat menjadi pencetus pada pasien
dengan psoriasis.
b) Mencegah hipotermia
Pada pasien dermatitis eksfoliatif dapat timbul komplikasi berupa
hipotermia yang disebabkan gangguan pada fungsi termoregulasi di kulit
sehingga kulit akan melepaskan panas tubuh secara spontan. Untuk
mencegah komplikasi tersebut perlu dilakukan pengaturan suhu
lingkungan sekitar pasien agar tetap hangat. Selain itu untuk mencegah
penguapan panas tubuh yang berlebihan dapat dimanfaatkan wet dressings.
c) Diet cukup protein
Pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi penggunaan protein yang
berlebihan karena terjadi peningkatan pembentukan skuama. Kehilangan
banyak protein ini akan menyebabkan terjadinya hipoalbuminemia.
Karena itu asupan gizi yang cukup protein sangat berguna dalam proses
terapi pasien dermatitis eksfoliatif.

17
d) Menjaga kelembaban kulit
Pada pasien dermatitis eksfoliatif kulit akan cenderung kering dan bersisik.
Kulit yang kering dan menjadi retak-retak berisiko untuk terjadi infeksi
sekunder yang bersifat lokal. Untuk itu diperlukan bahan yang dapat
menjaga kelembaban kulit. Emollient merupakan bahan yang
melembutkan dan melembabkan kulit. Emollient merupakan bahan dasar
untuk kosmetik dan berfungsi untuk membatasi hilangnya cairan. Ada
lima kategori emollient antara lain hidrokarbon, waxes, natural lipid
poliester, ester, dan eter dengan berat molekul rendah dan silikon.
e) Menghindari menggaruk
Penggunaan antihistamin dapat diberikan pada pasien dermatitis eksfoliatif
sebagai terapi simtomatis terhadap rasa gatal. Sensasi gatal yang timbul
pada permukaan kulit merupakan bagian dari alergi imunologi yang
disebabkan oleh histamin yakni padareseptor H1. Sehingga antihistamin
H1 akan menekan reseptor H1 akibatnya rasa gatal akan berkurang.
f) Mencegah infeksi sekunder
Antibiotik sistemik diperlukan bagi pasien yang terbukti mendapat infeksi
sekunder baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pemberian antibiotik
sistemik pada pasien yang tidak terbukti mengalami infeksi sekunder juga
memberikan keuntungan karena kolonisasi bakteri dapat menyebabkan
eksaserbasi dermatitis eksfoliatif.
g) Mengurangi edema
Pada pasien dermatitis eksfoliatif akan terjadi peningkatan pembentukan
skuama. Pembentukan skuama ini memerlukan protein sebagai bahan
dasar. Akibatnya protein di dalam tubuh menurun, terjadi
hipoalbuminemia. Albumin yang rendah di dalam darah menyebabkan
tekanan onkotik menurun sehingga cairan intrasel akan mengisi jaringan
interstitiel (terjadi edema). Untuk mengurangi edema dapat diberikan obat-
obat diuretika.
h) Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik harus dihindari pada pasien dermatitis eksfoliatif
yang dicetuskan oleh psoriasis karena dapat menyebabkan reborn flare.

18
Dermatitis eksfoliatif yang disebabkan oleh psoriasis berespon baik
dengan metotrexat, cyclosporin, acitretin, danmycophenolat mofetil.
Kortikosteroid sistemik berguna untuk dermatitis eksfoliatif yang
dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas obat, spongiotic dermatitis, dan
papulo erythroderma of Ofuji. Selain itu kortikosteroid sistemik dapat
digunakan sebagai terapi empiris pada dermatitis eksfoliatif yang tidak
diketahui etiologinya. Dosis kortikosteroid yang digunakan adalah 1-
2mg/kg/hari dengan tapering off.
i) Methotrexate
Methotrexate adalah golongan antimetabolik yang awalnya ditujukan
untuk pengobatan keganasan hematologi dan beberapa tumor epitel.
Kemudian obat ini digunakan untuk mengobati penyakit yang tidak
tergolong penyakit keganasan seperti rheumatoid arthritis, asma, penyakit
graft versus host, psoriasis, cutaneus cell lymphoma dan sarcoidosis.
j) Cyclosporin
Cyclosporin adalah golongan obat imunosupresif. Selain digunakan
sebagai obat transplantasi, cyclosporin juga digunakan pada psoriasis,
dermatitis atopik berat, kadang digunakan pada rheumatoid arthtritis.
k) Mycophenolat mofetil
Mycophenolat mofetil (MMF) termasuk dalam golongan obat
imunosupresif yang merupakan etil ester asam mycofenolic yang
dimetabolisme menjadi obat aktif mycofenolic acid (MPA). Metabolit
aktif MPA telah digunakan sejak dulu untuk mengobati psoriasis
rekalsitrans yang berat. MMF efektif dan aman untuk pengobatan
beberapa kelainan kulit autoimun dan inflamasi termasuk pemfigus,
pemfigoid, lupuseritematosus, dermatomiositis, pioderma gangrenosa,
lichen planus, penyakit graft versus host, dermatitis actinic kronik dan
cutaneus vaskulitis.

19
3.10 Komplikasi
Komplikasi sistemik dermatitis eksfoliatif meliputi gangguan
keseimbangan cairan danelektrolit, gangguan termoregulator, infeksi, syok
kardiogenik, sindrom gawat napas,dekompensasi pada penyakit hati kronis, dan
ginekomastia. Cairan dan elektrolit hilang melalui kapiler-kapiler yang bocor
akibatnya terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hilangnya protein
pada pasien dermatitis eksfoliatif terjadi melalui pembentukan skuama yang lebih
dari normal dimana pada pembentukan skuama meningkat hingga 20-30%.
Hilangnya protein yang signifikan menyebabkan negative nitrogen balance
(keseimbangan nitrogen negatif) yang dapat menimbulkan edema dan
hipoalbuminemia. Pada lesi akan mudah terbentuk kolonisasi bakteri yang akan
menimbulkanreaksi inflamasi, pecah-pecah, dan ekskoriasi pada kulit. Pasien
dermatitis eksfoliatif akibat CTCL atau HIV-AIDS sebagai penyakit yang
mendasari akan lebih rentan terjadi sepsis oleh bakteri stafilokokus.1

2.11 Prognosis
Prognosis jangka panjang adalah baik pada pasien dengan penyebab obat
meskipun tentu saja cenderung kambuh pada kasus idiopatik. Prognosis kasus
yang terkait dengan keganasan biasanya tergantung dari tipe dari keganasannya.

20
BAB IV
ANALISIS KASUS

Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien anak usia 9 tahun di poliklinik


kulit dan kelamin RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi. Pasien datang dengan
keluhan kulit terkelupas hampir di seluruh badan kecuali wajah sejak 1 minggu
yang lalu yang awalnya berupa bercak merah disertai demam dan rasa gatal
dibagian tersebut. Pasien didiagnosa dengan dermatitis eksfoliatif. Sebelumnya
pasien tidak pernah memiliki penyakit apapun terutama penyakit kulit dan tidak
sedang mengkonsumsi obat jenis apapun. Diketahui pasien sebelumnya benerang
disiang hari selama 4-5 jam tanpa menggunakan tabir surya di tengah hari.
Berdasarkan teori, dermatitis eksfoliatif merupakan eritema difus dan
pengelupasan kulit yang melibatkan lebih dari 90% luas permukaan kulit di
seluruh tubuh. Dermatitis eksfoliatif lebih banyak diderita laki-laki dibandingkan
perempuan dengan usia rata-rata 41 sampai 61 tahun.7 Dermatitis eksfoliatif pada
orang dewasa dapat disebabkan oleh dermatitis atopik, psoriasis, limfoma sel T
kutaneus, dan reaksi obat. Penyebab lain yang jarang terjadi adalah dermatosis
bulosa, pityriasis rubra pilaris, papuloeritroderma ofuji, dan penyakit jaringan
ikat.8
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan kulit kering disertai gatal diseluruh
tubuh. Terasa perih ketika kulit terkelupas. Pasien memiliki riwayat demam
dengan menghilangnya bercak kemerahan. Berdasarkan teori, dermatitis
eksfoliatif ditandai dengan patch eritematous yang meluas secara cepat dalam
waktu 12 – 48 jam dan dapat disertai dengan demam, menggigil, dan lemas.
Intensitas eritema dapat berfluktuasi selama beberapa hari atau bahkan beberapa
jam. Umumnya pasien mengeluh merasa kedinginan terutama pada saat eritema
meluas. Pengelupasan kulit muncul setelah 2 sampai 6 hari tergantung derajat dan
karakter dari kasus ke kasus. Pada tahap ini kulit berwarna merah terang, panas
dan kering, dan menebal.9
Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Hipotermi terjadi
akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat

21
menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga
meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan
hipermetabolisme dan peningkatan laju metabolisme basal.1
Meskipun beragam penyebabnya, dermatitis eksfoliatif memiliki beberapa
ciri klinis yang umum. Pruritus, keluhan yang paling sering diamati pada 90%
pasien. Gejala ini bervariasi sesuai dengan penyebab utamanya, paling sering
terjadi pasien dengan dermatitis atau sindrom serazy. Selain gatal, kulit bisa
menjadi menebal dan area likenifikasi terlihat pada sepertiga kasus. Pada kasus
eritroderma kronis, pasien mengalami dispigmentasi, dengan hiperpigmentasi
lebih sering terjadi dibandingkan hipopigmentaasi atau depigmentasi.
Keratoderma palmoplantar terjadi pada 30% kasus, dan ini sering merupakan
tanda awal pada pityriasis rubra pilaris. Keratoderma dengan krusta bisa
menunjukkan crusted scabies, sedangkan keratoderma yang perih dan terdapat
fisura dapat terjadi pada sindrom serazy.10
Pada pemeriksaan fisik pada kasus dermatitis eksfoliatif dari etiologi apapun
dapat ditemukan :
- Takikardi, akibat meningkatnya aliran darah ke kulit dan kehilangan cairan
akibat gangguan epidermal yang terganggu.
- Gagal jantung dengan output tinggi jarang dilaporkan terjadi pada kasus
dermatitis eksfoliatif
- Gangguan termoregulator dapat menyebabkan hipotermi atau hipertermi.
Namun, kebanyakan pasien mengeluh merasa kedinginan
- Limfadenopati generalisata terjadi pada lebih dari sepertiga pasien
- Hepatomegali dapat terjadi pada sekitar spertiga pasien dan lebih sering
terjadi pada dermatitis eksfoliatif yang disebabkan oleh obat
- Splenomegali juga jarang dilaporkan, dan paling sering dikaitkan dengan
limfoma
- Edema tungkai dapat terjadi pada 54% pasien dermatitis eksfoliatif dan
edema wajah dapat terjadi pada kasus dermatitis eksfoliatif karena reaksi
obat namun jarang terjadi.7

Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan teori,

22
pemeriksaan laboratorium pada dermatitis eksfoliatif tidak spesifik untuk
menegakkan diagnosa. Kelainan laboratorium yang sering ditemukan pada pasien
dermatitis eksfoliatif meliputi anemia, leukositosis, limfositosis, eosinofilia,
peningkatan IgE, penurunan albumin serum dan LED meningkat. Kehilangan
cairan dapat menyebabkan gangguan elektrolit dan fungsi ginjal (kreatinin
meningkat).7
Diagnosis banding penyebab pada kasus ini meliputi exantematous drug
eruption, dermatitis atopi psoriasis vulgaris. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dermatologis didapatkan patch irregular berukuran lenticular
hingga plakat dengan jumlah multiple, batas tidak tegas dengan warna bervariasi
mulai dari sewarna kulit sampai hipopigmentasi, tepi datar, distribusi generalisata
dengan permukaan kasar, konsistensi biasa dan terdapat skuama tipe membranosa
disekitarnya.
Dermatitis atopik merupakan salah satu jenis dermatitis (eksim) yang
terjadi akibat adanya peradangan pada kulit. Kondisi ini bisa disertai dengan kulit
yang memerah, kering, dan pecah-pecah. Peradangan biasanya berlangsung lama,
bahkan hingga bertahun-tahun. Setiap pengidap dapat merasakan gejala yang
berbeda. Pada balita, gejala dermatitis atopik berupa kulit bersisik, memerah, dan
berkerak di area pipi, kulit kepala, tangan dan kaki. Sedangkan pada anak-anak
dan orang dewasa, gejala eksim atopik yang sering muncul adalah ruam merah
dan terasa sangat gatal di area belakang leher, lutut, dan siku. Selain itu terdapat
gejala lain berupa kulit kering dan bersisik yang mirip dengan lesi pada pasien.
Namun, dermatitis atopi tidak menjadi diagnosis utama karena tidak adanya
Riwayat sakit kulit pada pasien dan tidak ada Riwayat atopi dikeluarga.
Diagnosis banding kedua pasien adalah eksantematous drug eruption yang
merupakan salah satu bentuk alergi obat. Alergi obat juga sering menyebabkan
dermatitis eksfoliatif, terhitung sampai 20% kasus. Obat yang paling sering
terlibat adalah karbamazepin, penisilin, dan allopurinol. Gambaran klinis
dermatitis eksfoliatif akibat alergi obat berupa eritema universal dan skuama akan
timbul di stadium penyembuhan.1 namun hal ini sekali lagi disangkal karena pada
pasien tidak terdapat Riwayat penggunaan obat sebelumnya.
Prinsip pengobatan pasien dermatitis eksfoliatif antara lain manajemen awal,

23
menghindari faktor pencetus, mencegah hipotermia, diet cukup protein, menjaga
kelembaban kulit pasien, menghindari menggaruk, mencegah infeksi sekunder
baik lokal maupun sistemik, mengurangi edema, penggunaan kortikosteroid
sistemik atau agen sitostatik.1
Diagnosis banding ketiga pasien adalah Psoriasis Vulgaris dengan adanya
bercak kemerahan yang menonjol pada kulit dengan pinggiran merah, tertutup
dengan sisik keperakan, dengan ukuran yang bervariasi, makin melebar, bisa
pecah dan menimbulkan nyeri, bisa juga timbul gatal-gatal. Pada stadium
penyembuhannya sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di
pingir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika (mica-like
scale), serta transparan. Plak eritematous yang tebal menandakan adanya
hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, pelebaran pembuluh darah dan inflamasi.
Besar kelainan bervariasi dari milier. lentikular, sampai plakat, dan berkonfluensi,
dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis atau
geografis. Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama (siku,
lutut, lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila), skalp,
perbatasan skalp dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan

Pada pasien ini diberikan pengobatan sistemik berupa obat antihistamin


yaitu cetirizin 5 mg diminum satu kali sehari. Antihistamin berguna karena bisa
mengurangi gatal saat kambuh. Antihistamin dapat diberikan untuk efek sedasi
dan antipruritik.7 Pasien kemudian Topicare ceramide cream yang dioleskan
keseluruh tubuh setiap sesudah mandi. Aplikasi topikal telah ditunjukkan untuk
mengurangi tingkat proliferasi keratinosit.
Edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga meliputi: menjelaskan
tentang pemicu dermatitis eksfoliatif yang dapat memperberat penyakit,
memberitahukan pasien untuk tidak menggaruk luka agar luka tidak lecet,
menganjurkan pasien untuk banyak istirahat, menggunakan pelembap untuk
seluruh badan yang kering supaya lesi tidak terkelupas dan makan makanan yg
tinggi kadar protein.

Kehilangan skuama pada dermatitis eksfoliatif dapat mencapai 9 gram/m2

24
permukaan kulit atau lebih per hari sehingga menyebabkan kehilangan protein.
Hipoproteinemia dengan berkurang albumin dan peningkatan relatif globulin
terutama globulin γ merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi,
kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler.1 Oleh
karena itu pasien disarankan untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein.
Prognosis pada pasien ini dapat dikatakan baik, karena penyebab
dermatitis eksfoliatif nya bukan lesi kulit menahun. Namun, perlu diedukasikan
bahwa kemungkinan penyakit pasien dapat kambuh lagi. Oleh karena itu, harus
dihindari segala sesuatu yang menyebabkan atau memicu timbulnya dermatitis
eksfoliatif pada pasien.

25
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
• Pasien anak usia 9 tahun, datang dengan keluhan hampir seluruh badan
mengelupas dan gatal yang didahului kulit berwarna merah dan disertai
demam. Pasien didiagnosa Dermatitis Eksfoliatif.
• Dermatitis eksfoliatif adalah suatu penyakit kulit dengan gambaran
dermatologis berupa eritema difusa dan skuama yang meliputi lebih dari
90% area permukaan kulit. Penyebab dermatitis eksfoliatif sering kali
tidak diketahui atau idiopatik, beberapa teori menyebutkan dermatitis
eksfoliatif dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas terhadap obat,
penyakit kulit, dan penyakit sistemik, termasuk keganasan.
• Diagnosis dermatitis eksfoliatif ditegakkan melalui anamnesa yang cermat,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
• Prinsip pengobatan pasien dermatitis eksfoliatif antara lain manajemen
awal, menghindari faktor pencetus, mencegah hipotermia, diet cukup
protein, menjaga kelembaban kulit pasien, menghindari menggaruk,
mencegah infeksi sekunder baik lokal maupun sistemik, mengurangi
edema, penggunaan kortikosteroid sistemik atau agen sitostatik.

5.2 Saran
• Untuk menegakkan diagnosis dermatitis eksfoliatif, kita harus
menyingkirkan diagnosis banding salah satu nya dengan pemerksaan
penunjang.
• Kejadian mengenai dermatitis eksfoliatif masih jarang ditemui di
masyarakat, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mempelajari lebih dalam mengenai dermatitis eksfoliatif.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., Hamzah., M., Aisah, S. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ke-5, Hal. 197-200, FK Universitas
Indonesia. Jakarta ; 2009.
2. Earlia, N., Nurharini, F., Jatmiko, A. C., Ervianti E. Penderita Eritroderma di
Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya Tahun 2005–2007. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. 2009;
21(2) : Page 93-101
3. Grant-Kels, J. M., Bernstein, M. L., Rothe, M. J. Exfoliative Dermatitis.
Fitzpatrick Dermatology 7th Ed, 2008. Chapter 23, Page 263-270
4. Murtiastutik, D., Ervianti, E., Agusni, I., Suyoso, S. Eritroderma. Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi 2, Chapter 6. FK Unair/RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya; 2009. Hal 125-127
5. Sehgal, V. N., Srivastava, G., Sardana, K. Erythroderma/exfoliative
dermatitis: a synopsis. International Journal of Dermatology, Vol. 43. 2004.
Page 39–47
6. Trozak, D. J., Tennenhouse, Russell. J., Dermatology skills for primary care :
an illustrated, Page 104-107
7. Grant-Kels JM, Fedeles F, Rothe MJ. Exfoliative Dermatitis. In: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine (Volume 1). 8th ed. United
States: McGraw Hill Companies; 2012. p. 266–79.
8. Thomson MA, Berth-Jones J. Erythroderma and Exfoliative Dermatitis. In:
Revuz J, Roujeau J-C, Kerdel FA, Valeyrie-Allanore L, editors. Life-
Threatening Dermatoses and Emergencies in Dermatology. Berlin: Springer
Berlin Heidelberg; 2009. p. 79–87.
9. Berth-Jones J. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Erythroderma. In: Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of
Dermatology. 8th ed. United Kingdom: Blackwell publishing; 2010. p. 23.46-
23.50.

27
10. Sterry W, Steinhoff M. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses. In:
Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer J V, editors. Dermatology. 3rd ed. United
States: Elsevier Ltd; 2012. p. 171–82.
11. Madan RK, Levitt J. A review of toxicity from topical salicylic acid
preparations. J Am Acad Dermatol.2014;70(4):788–92.

28

Anda mungkin juga menyukai