Ia tidak berdiri
condiri, banyak faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkannya edi Ada faktor internal yang
disebabkan oleh dirinya sendiri, ada juga yang datang dari luar, seperti lingkungan, pemerintahan,
Landaan perekonomian secara umum, kebijakan pemerintah yang tidak ibak, dan banyak hal lainnya.
Namun setidaknya kemiskinan muncul karena perbedaan kemampuan, perbedaan sumberdaya, dan
perbedaan K kesempatan. Kemiskinan telah memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan, bukan
banya kehidupan pribadi mereka yang miskin, tetapi juga bagi orang-orang vang tidak tergolong miskin.
Kemiskinan bukan hanya menjadi beban pribadi, tetapi juga menjadi beban dan tanggungjawab
masyarakat, negara, dan dunia untuk menanggulanginya. Dalam konteks negara kesatuan Republik
Indonesia, telah diatur dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 bahwa fakir miskin dan
anak terlantar dipelihara oleh negara. Meskipun dalam praktiknya masih dapat diperdebatkan apakah
Indonesia selama ini telah melaksanakan amanat Undang-Undang
(1) Ketidakberdayaan. Kondisi ini muncul karena kurangnya lapargan kerja rendahnya harga produk yang
dihasilkan mereka, dan tingginya biaya pendidikan
(3) Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanian yang
dimiliki menyebabkan penghasilan mereka relatif rendah. (4) Kerentanan, sulitnya mendapatkan
pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam, membuat mereka menjadi rentan dan miskin. (5)
Sikap, sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi untuk bekerja keras membuat mereka
menjadi miskin. Kemiskinan di kota pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di
desa, yang berbeda adalah penyebab dari faktor-faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan di
kota cenderung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup. Kemiskinan dapat
juga disebabkan oleh: (a) rendahnya kualitas angkatan kerja, (b) akses yang sulit dan terbatas terhadap
kepemilikan modal
Pertanyaan ini telah mengalami penguja yang panjang. Hasil dari berbagai penelitian menemukan
bahwa pertumbuha Benarkah pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan positif denga ekonomi akan
meningkatkan pendapatan per kapita dan akhirnya mengara pada penurunan angka kemiskinan (Dollar
and Kraay, 2001; Field, 1989 Penelitian kebijakan menunjukkan bahwa laju pengurangan kemiskinan san
bergantung pada tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata, kondisi awal ketimpangan, dan tingkat
perubahan dari ketimpangan tersebut (Klassen. 205 Pengurangan kemiskinan akan semakin cepat
terjadi di negara-negara dengan tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata yang lebih tinggi (Dollar and
Kraay 2002), dan tingkat kesenjangan yang rendah. Pandangan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat
mengurangi kemiskinan awalnya didasari pada teori trikle down effect yang menyebutkan adanya
bagian yang menetes ke bawah dari kelompok kaya ke kelompok miskin. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi akan meningkatkan kapasitas perekonomian, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan
pendapatan per kapita (berarti mengurangi kemiskinan), menaikkan permintaan dan penawaran, dan
seterusnya berputar mengikuti mekanisme perekonomian. Berdasarkan konsep ini, tujuan
pembangunan di era tahun 1950-an dan 1960-an adalah menciptakan pertumbuhan yang tinggi. Konsep
ini juga dianut oleh Indonesia di era pemerintahan Presiden Suharto
4.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Komlos dan Salomon (2005) menjelaskan implikasi dari
pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan, menggunakan fungsi utilitas yang saling berhubungan
dengan eksternalitas negatif dalam konsumsi, yaitu "kecemburuan". Dalam teori ekonomi konvensional,
fungsi utilitas dari para pelaku ekonomi umumnya diasumsikan bebas dari konsumsi orang lain, artinya
tingkat utilitas atau kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi suatu barang dan jasa tidak bergantung
pada tingkat kepuasan orang lain. Oleh karena itu semakin banyak konsumsi biasanya mengarah kepada
tingkat kebahagiaan yang semakin tinggi pula. Sekarang, kita asumsikan bahwa individu tidak berfikir
dan bertindak dengan cara yang sama dengan individu lain, baik dalam satu kelompok maupun tidak.
Kemudian, standar kekayaan ditentukan dari perbandingan dengan orang lain, seperti kerabat, teman,
tetangga, dan lainnya. Bila terjadi kenaikan konsumsi yang menyebabkan perbedaan relatif di antara
mereka menjadi mengecil bahkan hilang, maka terkadang seseorang atau orang kaya tidak lagi menjadi
senang. Inilah yang dimaksud dengan eksternalitas
Son dan Kakwani (2004) merumuskan 12 proposisi berkenaan dengan elastisitas kemiskinan dan
ketimpangan. Analisis didasarkan pada kelas FGT. 9 dari 12 proposisi tersebut berhubungan dengan
elastisitas kemiskinan, dan sisanya dengan elastisitas ketimpangan. Ke-12 proposisi tersebut diuraikan
berikut ini. kelas (1) Elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan untuk semua pengukuran Pa (kecuali
headcount ratio) menurun secara monoton dengan tingkat awal pembangunan ekonomi
3. Elastisitas ketimpangan terhadap kemiskinan ePa bernilai positif hanya bila garis kisminan lebih
rendah dari pendapatan rata rata
4. Elastisitas ketimpangan terhadap kemiskinan EPa meningkat secara monoton dengan tingkat awal
pertumbuhan ekonomi
8. Total elastisitas kemiskinan menakk secara monoton dengan kondisi aqql pembangunan ekonomi bila
terjadi pertumbuhan yang pro poor
Total elastisitas kemiskinan menakk secaa monoton dnegan tingkat ketimpangan bila terjadi
pertumbuhan yang pro poor
10. Indeks trade off pertumbuhan dan ketimpangan pa, meningkat secara monoton dengan nilai A
11. Indeks trade off pertumbuhan dan ketimpangan pa, meningkat sceara monoton dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi
12. Indeks trade off pertumbuhan dan ketimpangan pa, meningkat secara monoton dengan kondisi awal
ketimpangan
4.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia Pembangunan ekonomi dalam tatanan
kebijakan pada umumnya diartikan sebagai pencapaian pertumbuhan yang tinggi dan pemerataan.
Pertumbuhan ekonomi saja kemungkinan hanya akan menguntungkan sebagian kecil masyarakat dan
meninggalkan sebagian besar masyarakat miskin. Sedangkan mengutamakan pemerataan saja tanpa
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak akan dapat meningkatkan kesejahteraan atau hanya berputar
pada pemerataan kemiskinan. Oleh kerana itu kebijakan ekonomi suatu negara harus disusun untuk
lebih pro-growth (memacu pertumbuhan ekonomi), pro-job (memperluas lapangan kerja), dan pro-poor
(mengurangkan kemiskinan) (Maipita et al, 2010). Jika dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, kondisi
perkembangan perekonomian Indonesia sejak Pembangunan Lima Tahun I (Pelita I) hinga Pelita IV
sangat mengagumkan, sehingga Indonesia disebut satu di antara
BAB 5
Perangkap & Lingkaran Kemiskinan L ingkaran kemiskinan (vicious cycles of poverty) atau perangkap
kémiskinan (poverty trap) telah lama menjadi perhatian para ekonom dan pembuat kebijakan (Kraay &
Claudio, 2007). Berbagai penelitian dilakukan untuk menjawab berbagai pertanyaan, seperti:
sesungguhnya yang dimaksud dengan perangkap kemiskinan? Kapan terjadi, apa penyebabnya, serta
bagaimana mengatasinya? Konsep perangkap kemiskinan merupakan suatu jawaban dari pertanyaan
"mengapa sebagian negara mengalami peningkatan kesejahteraan yang cepat sedangkan sebagian lagi
justru masih berkutat dan berputar di sekitar kemiskinan?" 5.1. Perangkap Kemiskinan Perangkap
kemiskinan adalah suatu mekanisme yang membuat orang miskin tetap miskin atau bahkan lebih miskin.
Semakin lama, mekanisme ini
akan semakin kuat dan sulit bagi si miskin untuk keluar dari kondisinya bila mata rantai dari mekanisme
tersebut tidak diputuskan.
Perangkap kemiskinan merupakan hal yang sering menjadi masalah di berbagai negara (Nurske, 1952).
Kapasitas yang kecil dalam tabungan mengakibatkan pendapatan riil yang rendah. Pendapatan riil yang
rendah berkaitan dengan produktivitas yang rendah pula. Bila keadaan ini berjalan semakin lama, maka
kondisi ini dapat mengakibatkan kekurangan kapital modal). Kekurangan modal selanjutnya
mengakibatkan investasi yang rendah, produksi yang rendah dan tingkat kapasitas tabungan yang
rendahpula. Mekanisme ini akan terus berputar dan sulit untuk keluar darinya bila mata rantainya tidak
diputuskan. Konsep lain, diajukan oleh Chambers (1983). Menurutnya, terdapat 5 (lima) keadaan kurang
menguntungkan yang saling terkait, sehingga individu, keluarga atau masyarakat sulit untuk keluar dari
perangkap kemiskinan. Kelima keadaan yang tidak menguntungkan tersebut adalah: (1) kelemahan
dalam hal fisik (physical weaknesses), (2) rentan terhadap suatu guncangan (vulnerability), (3) terisolasi
(isolation), (4) ketidakberdayaan (powerlessness), dan (5) kemiskinan itu sendiri (poverty). Kelima
komponen tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya seperti jaring laba-laba
5.3. Big Push, dan Perangkap Kemiskinan dengan Kendala Subsisten Ide big push (dorongan besar)
ditenmukan oleh Rosentein-Rodan dalam konteks klasik mengenai masalah industrialisasi di Eropa
Timur. Inti dan argumen ini dalam konteks increasing return, bagaimana menciptakan kemungkinan
terjadinya multi keseimbangan (multiple equilibria). Dengan kata lain, untuk bisa keluar dari perangkap
kemiskinan diperlukan suatu dorongan yang kuat (big push). Ketika pendapatan masyarakat rendah
(dalam kondisi miskin), sebagian besar atau bahkan semua pendapatannva habis digunakan untuk
konsumsi guna memenuhi kebutuhan dasar (kondisi subsisten).
Agar dapat keluar dari perangkap kemiskinan, diperlukan tambahan Asediaan modal atau kapital yang
dapat menggerakkan produksi hingga erekonomian melewati ambang batas K'B. Tambahan persediaan
kapital dapat diperoleh dengan berbagai cara, misalnya melalui pinjaman atau Hal ini bantuan. Dalam
pembahasan ini, andaikan diperoleh sejumlah pinjaman atau hantuan tambahan modal sehingga kurva
tabungan yang semula adalah f(S) hergeser ke atas menjadi f'(S), yaitu kurva tabungan sebelumnya
ditambah dengan bantuan. Kondisi ini memberikan tambahan imput untuk berproduksi, sehingga
output dapat ditingkatkan. Bergesernya kurva tabungan ke atas garis penyusutan yaitu (n+6)k,
berdampak pada cukupnya kapital sebagi input produksi, sehingga tingkat keseimbangan saat ini akan
akan bergerak menuju titik C. Ini merupakan suatu cara memutus mata rantai perangkap kemiskinan bila
perangkap kemiskinan tersebut disebabkan oleh rendahnya tabungan akibat rendahnya pendapatan
masyarakat. Dalam konteks ini, hal yang mendorong kurva tabungan hingga keluar dari perangkap
kemiskinan itulah yang disebut dengan big push. Denan demikian, ketika kondisi suatu negara berada
dalam perangkap kemiskinan, maka untuk mengatasinya diperlukan big push yang membawa negara
tersebut dapat melampaui ambang batas tertentu sehingga roda perekonomian dapat bergerak. 95