Anda di halaman 1dari 8

PENGANGGURAN, MASA TUNGGU, DAN PENGUATAN POSISI PENDIDIKAN

A. MUTU PENDIDIKAN DAN PENGANGGURAN LULUSAN Selain masalah disparitas jender, wajah
pendidikan kerap disorot karena deraan jumlah lulusan sekolah atau lembaga pelatihan yang
menganggur. Pengangguran lulusan sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak isu pendidikan
dan ketenagakerjaan yang banyak mendapatkan perhatian sejak awal 70-an. Survei tentang
pengangguran di bawah umur di negara-negara berkembang menunjukkan, pada wilayah perkotaan,
jumlah pengangguran lebih besar daripada wilayah pedesaan dan lebih serius pada wanita daripada
pria, pada kelompok umur 15-27 tahun dibandingkan kelompok umur yang lain dan lebih terpelajar,
paling tidak lulus SLTP ke atas. Awal tahun 80-an, resesi ekonomi dunia telah juga berakibat
meningkatnya jumlah pengangguran pada negara-negara maju lebih tinggi dibanding tahun 190-an. Lagi-
lagi, rasio pengangguran lebih tinggi pada wanita dan pada kelompok umur 14-24 tahun. Umumnya,
pengangguran telah meningkat dan terkosentrasi pada kelompok muda dibandingkan dengan kelompok
umur yang lain. Hubungan antara pengangguran dan pendidikan di negara-negara maju tampaknya
merupakan hubungan yang negatif. Kajian Casson (1979) berdasarkan sampel tenaga kerja di negara-
negara Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) pada tahun 1973 dan 1975 menyimpulkan berikut ini. 1.
Waktu yang diperlukan untuk diterima bekerja lebih pendek pada kelompok usia dewasa ketimbang
kelompok usia muda. 4. Pencari kerja pemula proporsinya paling tinggi di antara pemuda pengangguran
dan jumlahnya menurun menurut komposisi umur. Namun demikian, proporsi ini bervariasi di berbagai
negara, dengan 283

variasi sekitar 40%, pengangguran di bawah umur 18 tahun, sedang mencari kerja

Pada negara-negara MEE, metode mencari kerja dengan menggunakan jasa agen kurang diminati oleh
para pemuda. Generasi muda cenderung meminati usaha pencari kerja melalui penawaran jasa agen
pencari kerja, dengan perbedaan kecenderungan yang tidak terlalu tinggi dengan generasi muda.

Kembali pada teori tentang pengangguran pada kalangan muda, Casson menyatakan bahwa data
statistik mendukung hipotesis mengenai kaitan perilaku pencarian kerja dan usia lulusan sekolah

Hipotesis pencarian kerja memprediksi bahwa usia muda sering

berpindah pekerjaan, mengundurkan diri, dan menggunakan prosedur pencarian dengan formal

Hipotesis tentang lulusan sekolah secara pokok

berhubungan dengan pengangguran selama resesi. Prediksinyabahwa pengangguran di antara lulusan


sekolah akan berubah ke arah sama, tetapi pencari kerja pemula merupakan proporsi terbesar di antara
pengangguran dari kalangan muda
Analisis empiris yang lebih kontemporer atas hasil-hasil kajian mengenai kaitan antara pembelanjaan
per anak didik per tahun terhadap tingkat upah, ditemukan rate estimasi intensif mengenai keuntungan
yang diperoleh dari sekolah sebesar antara 9% dan 16%.

Penjelasan yang muncul di belakang prediksi-prediksi ini adalah bahwa pencari kerja yang potensial jauh
lebih fleksibel dan lebih mudah untuk menunda memasuki bursa tenaga kerja daripada lulusan sekolah.
Kafena resesi ekonomi semakin mendalam, mereka menarik diri, sementara lulusan sekolah tidak
berkurang jumlahnya. Casson menyatakan bahwa faktor faktor tersebut tidak mendukung penjelasan
ini. Sebaliknya, rasio partisipasi wanita dawasa pada aneka sektor pekerjaan secara terus menerus
bertambah

Meningkatnya angka pengangguran tidak semata-mata karena resesi ekonomi, melainkan juga karena
ketidaksiapan lulusan sekolah untuk memasuki pasar kerja. Dalam banyak kasus, perolehan pendidikan
mereka jauh dari memenuhi persyaratan yang diperlukan oleh dunia kerja. memasuki pasar kerja

B.

Meskipun terjadi peningkatan formasi lapangan kerja, karena jumlah lulusan sekolah meningkat lebih
pesat, muncullah pengangguran terdidik.

Hal ini telah mengakibatkan tekanan yang cukup besar pada bursa tenaga kerja khususnya pada wilayah
perkotaan. Di samping itu, tradisi lulusan lebih memilih jenis pekerjaan ketimbang memaknai hakikat
bekerja sangat potensial melahirkan mereka sebagai pengangguran.

Gambaran yang paling mencolok dari pengangguran di wilayah perkotaan di negara-negara


berkenmbang terkonsentrasi pada usia muda berumar 15-24 tahun. Jumlah mereka mencapai dua atau
tiga kali dari rasio sehuruh pekerja di negara-negara berkembang. Karena adanya perluasan pendidikan
belakangan ini, tidak mengherankan kalau pengangguran itu didominasi oleh orang-orang yang relatif
berpendidikan baik

Kajian mengenai kaitan antara periode pencarian kerja dan masa Tunggu atau penode sebelum
mendapatkan pekerjaan setelah lulus melahirkan empat preposisi,

1. Semakın tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar kemungkinan upah yang ditawarkannya,
namun semakin lama kemungkinan periode pencarian kerja

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi


kesempatan untuk mendapatkan biaya selama menganggur, namun semakın pendek kemungkinan
periode pencairan kerja

Semakin besar bantuan finansial dari keluarga semakin lama periode pencarian kerja

Mutu pendidikan dilihat dari empat perspektif, yaitu masukan, proses atau prestasi belajar, dan dampak
atau utilitas lulusan. Dengan demikian, kebiasaan kita menilai mutu proses

pembelajaran, dan lebih khusus lagi mutu sekolah, dengan meliatnya dari perspektif luaran atau prestasi
belajar anak didik tidaklah tepat

Luara itu dapat berupa kemampuan kognitif, afeksi, psíkomotorik, emosi, dan spirit untuk hidup

Dilihat dari pendekatan sistem dalam pemecahan masalah, prestasi belajar siswa yang buruk adalah
sebuah kondisi dari luaran transformasi pembelajaran, sehingga hal itu bukanlah masalah, melainkan
gejala. Disebut bukan masalah karena prestasi buruk dari hasil belajar siswa

adalah sebuah realitas. Rahasia mengenai faktor-faktor yang memengaruhi buruknya hasil belajar siswa
dan metode pembelajaran yang harus dikemas

agar mereka tahu cara memecahkan masalahnya sendirilah yang meniad: masalah. Kemampuan guru
menjawab misteri tentang cara mem formulasikan strategi pembelajar agar siswa dapat memecahkan
masalahnya sendiri akan banyak membantu.

Mutu pendidikan terdiri dari empat dimensi, yaitu masukan, proses atau transformasi, luaran atau
prestasi belajar, dan dampak atau utilitas lulusan. Kebiasaan kita menilai mutu proses pembelajaran,
dan lebih khusus lagi mutu sekolah, dengan melihatnya dari perspektif luaran atau prestasi belajar anak
didik tidaklah tepat. Luaran pendidikan berupa kemampuan kognitif, afeksi, psikomotorik, emosi, dan
spirit untuk hidup.
Tugas utama guru bukanlah mentransmisikan ilmu, apalagi hanya sebatas menuangkan materi
pembelajaran seperti layaknya mengucurka air ke dalam botol. Tugas mereka adalah menciptakan
kondisi agar anak

dapat mempelajari cara belajar (learning how to learn). Pemikiran ini memecahkan masalah-masalah
yang dihadapinya, berpikir secara! proses pembelajaran dan menumbuhkan kemampuan siswa untuk
besar dalam standar pendidikan untuk mayoritas masyarakat baru dapat guru adalah memandu anak
"belajar bagaimana belajar" (B3), kemajuan standar pendidikan untuk mayoritas masyarakat baru dapat
diwujudkan pada kurun waktu panjang.

Guru-guru sekolah dipandang sukses jika mampu mengorganisasikan

proses pembelajaran dan menumbuhkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya, berpikir secara kritis dan kreatif

Menciptakan kondisi agar anak dapat mempelajari cara belajar dapat diberi makna sebagai cara
merangsang pikiran anak. Rose dan Nicholl (1997) menawarkan "resep" mengenai hal ini. Pertama,
siswa harus didorong agar mampu mempelajari cara belajar, dengan cara menemukan masalah, bukan
memecahkan masalah yang ditawarkan oleh guru. Kedua, helajar harus diorganisasikan secara
menyenangkan di samping membangun percaya diri, termasuk kepercayaan diri untuk menghadapi
masa depan yang makin kompetitif. Ketiga, pengetahuan harus disampaikan oleh guru dengan
pendekatan multisensoris dan multimodel. Keempat, orang tua dan masyarakat harus terlibat
sepenuhnya dalam proses pendidikan anak. Kelima, sekolah harus menjadi persiapan sebenarnya bagi
dunia yang sebenarnya. Keenam, prinsip-prinsip kualitas dalam bisnis harus mewarnai perilaku sekolah

Salah satu syaratnya adalah secara relatif guru-guru harus mengenal Sya belajar siswa. Mengapa
demikian? Hasil penelitian membuktikan bahwa menyesuaikan gaya belajar dan mengajar guru dengan
murid memberikan hasil terburuk dalam prestasi akademik. Penelitian yang mengajar murid-murid
dengan semua gaya belajar

Pada tataran yang menyentuh langsung kondisi lingkungan sekolah dan proses pembelajaran, sentuhan-
sentuhan yang melahirkan suasana belajar yang menyenangkan tidak dapat diabaikan sedikitpun oleh
guru- guru. Berikut ini direkomendasikan beberapa cara guru untuk menjadikan belajar menyenangkan.
Pertama, menciptakan lingkungan tanpa stres lingkungan yang nyaman untuk melakukan kesalahan,
namun dipandu harapan untuk sukses. Kedua, menjamin relevansi materi pembelajaran

Ketiga, membangun bahwa secara emosional dan sugestif adalah positif akademik.

Keempat, melibatkan secara intensif semua indra, termasuk otak kiri dan prestasi menugasi mereka
mengajar murid-murid dengan semua gaya belajar

Kelima, merangsang otak untuk berpikir jauh ke depan dan mengekplorasi apa yang sedang dipelajari.
Keenam, mengonsolidasikan kanan bahan yang sudah dipelajari.

Pada masyarakat industri maju, orang dewasa harus berfungsi sebagai seorang pekerja pada perusahaan
yang besar dan dengan segala birokrasi kerjanya. Sebagian proses kerjanya tidak selalu berhubungan
langsung dengan kebutuhan sehari-hari dan pekerjaan yang dilakukan menjadi rutinitas, dengan
pengulangan-pengulangan kerja yang tinggi. Dari bekerja itulah, pekerja mendapat upah untuk
pemenuhan keperluan hidupnya. Keperluan hidup itu tidak selalu identik dengan sandang, pangan, dan
papan, melainkan juga sangat mungkin untuk rekreasi, berpesta, dan biaya sosial lain. Ringkasnya,
pekėrjaan tradisional berbeda dengan pekerjaan modern. Menurut Dreeben (1968), pekerjaan-
pekerjaan modern pada dunia industri, bercirikan: a. tempat kerja terpisah dari rumah tangga;

B. ada perbedaan antara pekerja sebagai seorang pribadi dan posisinya dalam jabatan;

C. kebanyakan pekerjanya dalam skala tinggi dan impersonal dicirikan oleh bentuk kekuasaan yang
birokratis dan profesional;

D. Akuntabilitas individu dalam pekerjaan dan tugas dinilai berdasarkan standar kompetensi yang diset
oleh organisasi dan diurus oleh supervisor

E. Individu menjadi diafiliasikan dengan organisasi kerja Lebih didasari atas pengaturan kontrak yang
dapat diakhiri ketimbang hubungan keluargaan atau etnis yang secara permanen

Pertama, lembaga ekonomi atau industri modern cenderung besae hierarki, dan impersonal

. Pelajar atau mahasiswa yang menempuh studi dipersiapkan atau mempersiapkan diri memasuki
organisasi moderne cukup dibekali kemampuan teknis produksi. Idealnya, mereka d juga kemampuan
manajemen, pembuatan keputusan, teori dan per organisasi, komunikasi inter dan antarpersonal, dan
lain-lain. Pembeleale semacam ini tidak mutlak menjadi tanggung jawab lembaga sekolah a perguruan
tinggi, melainkan dapat dikemas dalam bentuk pelatihan er the-job atau pelatihan dalam pekerjaan.
Kedua, pekerja hanya semata-mata menyelesaikan produk ate memberikan layanan menurut fungsinya.
Wahana kerja pada lembag ekonomi atau industri modern diberi makna sebagai bagian kecil d
mayoritas pekerja menjalankan hanya sedikit rutinitas kerja. Pose memproduksi barang dan jasa dibagi
dan disubdevisikan ke dalam ban jenis operasi sederhana dengan hati-hati, dan pengoperasian yang
sejumlah pakar lainnya
Ketiga, penekanan pada motivasi pekerja melalui penghargaan dari fuar, bukan hanya kualitas dalam
pengalaman kerja. Ketika kepada pekerja intrinsik justeru mengalami reduksi. Dampak lanjutannya
adalah melahirkan produktivitas, aktivitas kerjanya yang berbasis pada motivasi diberikan banyak
pengawasan khusus selama proses kerja dan proses menggunakan cara lain untuk meningkatkan unjuk
kerja, misalnya. membangun persaingan sehat antarsesama. Persaingan ini menjadi atraktif ketika angka
pengangguran meningkat

E. Teori positif dan normatif

Teori antara pendidikan dan pekerjaan dapat berupa posit dan normatif. Teori positif mewakili usaha
untuk menjelaskan observasi kubungan antara pendidikan dan pekerjaan, termasuk cara
pengembangannya. Teori normatif berfokus pada apa yang harus dilakukan terhadap hubungan di
antara hal-hal tersebut. Teori normaly lebih ditekankan pada pendekatan etis atau norma terhadap
persoa keberadaan atau bagaimana keberadaan keduanya.

F. Konsep kesesuaian pendidikan dengan dunia kerja

Lembaga sekolah didorong menjadi penghasil pekerja terampil dan "spesialis" di bidangnya (Dobson dan
Swafford, 1980). Di banyak negara luaran ekonomi, kebutuhan pekerja, dan persyaratan persekolahan,
digunakan manpower-planning (Blaug, 1970) untuk menghubungkan luaran ekonomi, kebutuhan
pekerja, persyaratan persekolahan, walaupun seleksi kelas sosial pada pencapaian pendidikan tetap
dominan seperti halnya terjadi pada masyarakat kapitalisme

. Usaha menciptakan kesesuaian antara proses dan substansi pendidis dengan kebutuhan dunia kerja
dimaksudkan untuk meningkatkann pendidikan kejuruan yang didukung oleh semua kalangan. Namun
demikian, hal ini masih meninggalkan pertanyaan mengapa begitu banyak lembaga sekolah yang tidak
bersungguh-sungguh berorientasi pada pelatihan kejuruan di negarą kapitalis? Di bawah teori human
capital, pendidikan dipandang sebagai investasi untuk meningkatkan produktivitas manusia (Becker,
1964). Tingginya produktivitas diasumsikan sebagai fungsi dari tingginya upah. Berdasarkan hal itu,
investasi individu dan masyarakat di bidang pendidikan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas
dän upah. Kedua hal tersebut diinvestasikan di sekolah sebagai titik yang nilai-nilai kekinian setiap
penambahan investasi diasumsikan menjadi sama dengan nilai- nilai yang terkandung dalam konsep
usaha investasi, hingga memperoleh keuntungan. Sebagian ekonom menggunakan alat ukur internal
rate of return untuk membandingkan investasi di bidang pendidikan dengan investasi lain sebagai
alternatif (Psacharopoulos, 1973). Pendekatan fungsionalis menjadi sebuah bagian kontra normatif
dalam mempersepsi dan memperlakukan sekolah sebagai efisiensi sosial. Dalam kaitan ini, ada dua teori
yang menjelaskan kesesuaian antata pendidikan dan dunia kerja. Pertama, teori yang tidak
mengidentifikasi

sebuah mekanisme tentang penempatan kesesuaian tersebut juga tidak menawarkan validasi
kesejarahan dengan pendekatannya. Ini adalah cebuah analisis statis hubungan logis antara dua
institusi. Kedua, nendekatan fungsionalis menghindarkan perbedaan sistematik pada nersaingan secara
dewasa dan perlakuan oleh sekolah dan tempat kerja dari ras, jenis kelamin, dan pribadi dari kelas sosial
berbeda. Berbeda dengan pemikiran Dewey, pendekatan Marxian menyediakan kerangka dinamik yang
banyak diulas oleh para pengarang untuk menjelaskan hubungan antara pendidikan dan dunia kerja.
Pandangan Marxian menempatkan sistem produksi di tengah penjelasan konflik kelas antara kapitalis
yang memiliki tujuan produksi dan pekerja yang harus menjual tenaganya kepada kapitalis untuk
mendapat pendapatan. Dalam rangka pengembangan modal, kaum kapitalis memeras dan
mengangkangi perasaan dan memanfaatkan secara optimum kekuatan pekerja untuk mendapatkan
keuntungan sebesar mungkin di balik kebijakan upah relatif. Untuk melakukan ini, pemilik modal dan
manajernya harus membuat desain teknik produksi, berupa devisi kecil pekerjaan, hierarkis, okratis, dan
dengan teknik pengontrolan proses produksi (Edwards, 8, Braverman, 1974). Secara umum, Marxist
memandang sekolah pagai fungsi instrumental dan dengan itu mereka merancang upah pekerja esual
dengan keterampilan, nilai, dan sikap mereka untuk menerima perintah kaum kapitalis dan bisa
mengontribusi bagi akumulasi modal

Pertama, bidang manajemen dan ketatalaksanaan sekolah, termasuk perguruan tinggi. Kelemahan itu
mencakup dimensi proses dan substans Pada tataran proses, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi belum dilakukan dengan prosedur kerja yang ketat. Pada tataran substantif. seperti personalia,
keuangan, sarana dan prasarana, instrumen pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan, dan
sebagainya; tidak hanya substansinya yang belum komprehensif, melainkan kriteria keberhasilan untuk
masing-masingnya belum ditetapkan secara taat asas Kemampuan pendekatan proses beroperasi
menuju capaian substantir kerap kali mengalami kendala karena berbenturan dengan perilaku birokrasi,
apatisme, disiplin rendah, biaya yang kurang, instrume pendukung yang tidak valid, sifat kompetitif yang
belum tumbun, da dukungan masyarakat yang rendah

Kedua, masalah pendanaan. Komitmen pemerintah mengalokasikan dana pendidikan dinilai belum
memadai oleh masyarakat Indonesia ada. Telah muncul tuntutan dari semua lini, baik ilmuwan, praktısı
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan pendidikan, eksekutif, pimpinan
partai politik, politisi, dan sebagainya Belanja Daerah (APBD). Dalam kerangka pelaksanaan pendidikan
di untuk mendongkrak anggaran pendidikan nimimal 20% dari Anggaran Indonesia, anggaran pendidikan
itu diperoleh dari masyarakat dan meskipun sangat mungkin baru sampai seperti itulah kemampuan isi
pemerintah.

Ketiga, masalah kultural. Masalah kultural yang dimaksudkan di sini bermakna hahwa reformasi
pendidikan sangat ditentukan oleh keberterimaan masyarakat pendidikan yang ada di lembaga itu. Pada
galibnya, prakarsa reformasi mana pun, reformasi pendidikan akan diterima secara antusias, apatis, atau
ditolak oleh khalayak. Kelompok antusias memandang usaha reformasi sebagai langkah awal menuju
kemajuan yang bermakna. Kelompok apatis adalah orang-orang yang memandang, ada atau tidak ada
reformasi, dia tidak peduli atau dia akan tetap begitu. Kelompok yang menolak adalah mereka yang
memandang bahwa tradisi yang ada harus dipertahankan alias kelompok status quo. Ketiga kelompok
itu akan tetap ada pada reformasi mana pun, meskipun jumlah untuk tiap- tiap kelompok dapat saja
berubah melalui sosialisasi, pelibatan tugas, pengkondisian, insentif finansial, disiplin administrasi, atau
bahkan pemaksaan. Keempat, faktor Jawa. Faktor ini menjadi kendala dilihat dari aspek mobilitas tenaga
edukatif, kecenderungan memilih program studi atau jurusan oleh mahasiswa, kerja sama kelembagaan,
kedekatan dengan sumber informasi, jaringan teknologi informasi, dan sebagainya. Faktor-faktor
geografis ini pula yang menyebabkan sulitnya menyusun kebijakan pendidikan yang bermutu karena
peserta didik menyebar mulai dari kota metropolitan Jakarta hingga ke Lembah Baliem di Irian atau Suku
Kubu di Jambi

Di bawah teori human capital, pendidikan dipandang sebuah investot untuk meningkatkan produktivitas
manusia. Tingginya produktivitas diasumsikan merupakan fungsi tingginya upah. Berdasarkan hal in
investasi individu dan masyarakat di bidang pendidikan untut meningkatkan produktivitas dan upah, dan
kedua kesatuan terseh diinvestasikan di sekolah sebagai titik dimana nilai-nilai kekinian setian
penambahan investasi menjadi pasti sama terhadap nilai-nilai kembalinya investasi. Dilihat dari aspek
ekonomi, format dasar pemanusiawian pendidikan adalah terpenuhinya keunggulan akademik,
keterampilan vokasional, dan keunggulan pribadi sebagai wirausaha yang fungsional bagi kehidupan
lulusan. Dengan format dasar ini, kehadiran praksis pendidikan yang manusiawi akan menggeser
paradigma kinerja sekolah dari the back to basic ke the forward to future basics, dengan tiga titik tekan
utama, yaitu bagaimana berpikir (how to think), bagaimana belajar (how to learn), bagaimana menjadi
manusia (how to be), bagaimana berkreasi (how to create), dan bagaimana menjalani kehidupan
bersama (how to living together) bukan semata-mata atas dasar apa yang harus anak didik pikirkan, apa
yang harus mereka pelajari, dan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan format yang rijid.

Anda mungkin juga menyukai

  • TR Evaluasi 2 Rouli
    TR Evaluasi 2 Rouli
    Dokumen5 halaman
    TR Evaluasi 2 Rouli
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • 11 Ltrblkrmrinter
    11 Ltrblkrmrinter
    Dokumen1 halaman
    11 Ltrblkrmrinter
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • TR 1 Evaluasi1
    TR 1 Evaluasi1
    Dokumen6 halaman
    TR 1 Evaluasi1
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Yolyolq 121
    Yolyolq 121
    Dokumen1 halaman
    Yolyolq 121
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Uts Seminar1
    Uts Seminar1
    Dokumen1 halaman
    Uts Seminar1
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • KURIKULUM SD PANTI BUDAYA
    KURIKULUM SD PANTI BUDAYA
    Dokumen100 halaman
    KURIKULUM SD PANTI BUDAYA
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Website
    Website
    Dokumen3 halaman
    Website
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Bernard 1
    Bernard 1
    Dokumen1 halaman
    Bernard 1
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • CBR Rouli Eko - Kemiski000
    CBR Rouli Eko - Kemiski000
    Dokumen28 halaman
    CBR Rouli Eko - Kemiski000
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Uts Rouli Ek - Regional
    Uts Rouli Ek - Regional
    Dokumen2 halaman
    Uts Rouli Ek - Regional
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • CBR Evaluasi Uli
    CBR Evaluasi Uli
    Dokumen44 halaman
    CBR Evaluasi Uli
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Kemiskinan 2222
    Kemiskinan 2222
    Dokumen1 halaman
    Kemiskinan 2222
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Bernard
    Bernard
    Dokumen1 halaman
    Bernard
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Uku Tgs
    Uku Tgs
    Dokumen4 halaman
    Uku Tgs
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Aspek Dalam Study KWH Kel 3
    Aspek Dalam Study KWH Kel 3
    Dokumen14 halaman
    Aspek Dalam Study KWH Kel 3
    sri rahayu
    Belum ada peringkat
  • Kemi Skin An
    Kemi Skin An
    Dokumen1 halaman
    Kemi Skin An
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • 6 - Cara Penyusunan Laporan SKB
    6 - Cara Penyusunan Laporan SKB
    Dokumen20 halaman
    6 - Cara Penyusunan Laporan SKB
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • No 3kk..yuhuu
    No 3kk..yuhuu
    Dokumen1 halaman
    No 3kk..yuhuu
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • SKBBB CBR
    SKBBB CBR
    Dokumen16 halaman
    SKBBB CBR
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • No 3kk..yuhuu
    No 3kk..yuhuu
    Dokumen1 halaman
    No 3kk..yuhuu
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • kesimpulan-WPS Office
    kesimpulan-WPS Office
    Dokumen2 halaman
    kesimpulan-WPS Office
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Evaluasi
    Evaluasi
    Dokumen1 halaman
    Evaluasi
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Makalah Aspek Teknik
    Makalah Aspek Teknik
    Dokumen9 halaman
    Makalah Aspek Teknik
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Tgs SKB
    Tgs SKB
    Dokumen13 halaman
    Tgs SKB
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • CVR 4,5 Miskinwn
    CVR 4,5 Miskinwn
    Dokumen5 halaman
    CVR 4,5 Miskinwn
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • cbr2-WPS Office
    cbr2-WPS Office
    Dokumen1 halaman
    cbr2-WPS Office
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • Potret Kependudukan Dan Ketenagakerjaan Indonesia 1. Jumlah Penduduk Indonesia
    Potret Kependudukan Dan Ketenagakerjaan Indonesia 1. Jumlah Penduduk Indonesia
    Dokumen3 halaman
    Potret Kependudukan Dan Ketenagakerjaan Indonesia 1. Jumlah Penduduk Indonesia
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • bab4b.i-WPS Office
    bab4b.i-WPS Office
    Dokumen6 halaman
    bab4b.i-WPS Office
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat
  • 6cbr (-WPS Office
    6cbr (-WPS Office
    Dokumen7 halaman
    6cbr (-WPS Office
    Rouli Clara Queent Siboro
    Belum ada peringkat