Anda di halaman 1dari 29

2.

1 SOP K3

Penerapan SMK3 nasional berpegang pada ‘”PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA”

Pasal 4 ayat 4

Pengusaha dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini dan
ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat memperhatikan konvensi atau standar
internasional.

Pasal 11 ayat 1

Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam pemenuhan


persyaratan K3.

ayat 2c

Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: prosedur dan instruksi
kerja;

Prosedur kerja yang sistematis dalam pelaksanaan tugas di tempat kerja merupakan faktor
yang terpenting dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja secara menyeluruh.
Suatu pekerjaan membutuhkan adanya suatu petunjuk sebagai pegangan bagi petugas untuk
mengurangi resiko terjadinya kecelakaan. Setiap pekerja perlu mengikuti prosedur kerja yang
ditetapkan. Hal ini penting untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja tersebut.
Prosedur tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk Standar Operasional Prosedur (SOP) (Suci,
R. dkk).

Standar Operasional Prosedur (SOP) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) memiliki
peranan yang sangat penting dalam sebuah perusahan. SOP K3 dapat menjamin hak dari setiap
karyawan. Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan sangatlah besar sehingga semua pihak
yang terlibat baik pekerja, pimpinan perusahan dan penentu kebijakan harus memahami dan
menerapkan program-program tentang K3 sehingga tercipta lingkungan kerja yang aman,
nyaman dan sehat. Maka dengan demikian jumlah kecelakaan kerja dapat ditekan dan perusahan
tidak akan mengalami suatu kerugian. (Widodo Hariyono. 2016)
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang berkaitan dengan prosedur yang
dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk
memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja dengan biaya yang serendah -
rendahnya. SOP biasanya terdiri dari manfaat, kapan dibuat atau direvisi, metode penulisan
prosedur, serta dilengkapi oleh bagan flowchart di bagian akhir. Setiap perusahaan
bagaimanapun bentuk dan apapun jenisnya, membutuhkan sebuah panduan untuk menjalankan
tugas dan fungsi setiap elemen atau unit perusahaan. Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah
sistem yang disusun untuk memudahkan, merapihkan dan menertibkan pekerjaan. Sistem ini
berisi urutan proses melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir. (Anom Sputro. 2018)

Adapun beberapa fungsi Standar Operasional Prosedur (SOP) antara lain:

1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim dan unit kerja.

2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.

3. Mengetahui dengan jelas hambaatan-hambatannya dan mudah dilacak.

4. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama - sama disiplin dalam bekerja.

5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin/berulang.

UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia adalah UU Keselamatan Kerja (UUKK)


No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan undang-undang pokok yang memuat aturan-
aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di segala macam tempat
kerja yang berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI.Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970
adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa:
“Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Ini berarti setiap warga negara berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan
tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa tenaga
kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan. (Dokumen :SOP AGRO-
10/00)

Adapun dasar hukum penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP):


1. Undang - undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063)

2. Undang-undang nomor 43 tahun 2009 Tentang Kearsipan (Lembar Negara Republik


Indonesia tahun 2009 nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Nomor5071)

3. Permenaker trans Nomor: (PER.01/MEN/1980) Tentang Keselamatan dan Kesehatan


Kerja pada Konstruksi Bangunanan

Berdasarkan standar internasional OHSAS (Occupational Health and Safety Assesment


Series) 18001;2007 dalam Suryati Darmiatun dan Tasrial (2015:19) ada beberapa tahap atau
prosedur dalam keselamatan dan kesehatan kerja:

• Identifikasi potensi bahaya dan melakukan penilaian dan pengendalian resiko

Mengidentifikasi bahaya yang terjadi sebelum bekerja seperti mengecek kondisi pelaksana
pekerjaan (manusia), peralatan yang digunakan, standar kerja, lingkungan tempat kerja baik fisik
maupun non fisik, energi yang terlibat seperti, listrik, panas, kimia, radiasi, dan lain-lain dan
identifikasi aspek dampak lingkungan operasional organisasi terhadap alam dan penduduk di
sekitarnya. Penilaian resiko adalah melakukan proses evaluasi atas risiko-risiko yang diakibatkan
adanya bahaya-bahaya, dengan memperhatikan kecukupan pengendalian yang dimiliki, dan
menentukan apakah resikonya dapat diterima atau tidak. Identifikasi potensi bahaya dan menilai
resiko dilakukan dengan mengevaluasi semua kegiatan pegawai, potensi bahaya terhadap K3,
Prasarana dan alat kerja yang dipergunakan, lingkungan, peraturan yang berlaku, dan rancangan
instalasi, mesin, dan SOP yang disesuaikan dengan kesiapan dan K3 pekerja.

• Identifikasi peraturan K3 dan evaluasi pemenuhannya

Perusahaan wajib menjalankan peraturan dan undang-undang dalam implementasi K3, tujuannya
agar dapat mengevaluasi peraturan yang berlaku untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
nya sehingga dapat memberikan masukan untuk penyempurnaan.

• Kompetensi, pelatihan, dan kepedulian


Memberikan pelatihan kepada pekerja hingga kompetensi dan mendapat sertifikat K3, hal ini
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja serta memberikan label bahwa pekerja
tersebut sudah mendapat lisensi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

• Komunikasi, partispasi, dan konsultasi

Setelah diidentifikasi dan dievaluasi, perusahaan juga diharapkan dapat menyampaikan hasilnya
ke dalam dan luar perusahaan. Hasil evaluasi disampaikan ke pihak terkait sebagai bahan
masukan dan penyempurnaan perundang-undangan yang sudah ada.

• Pengendalian dokumen

Dokumen yang berupa kertas, file, foto dari bukti-bukti kegiatan dan hasil yang telah dicapai.
Semua dokumen ini dipelihara untuk memastikan ketersediaan, terbaca dengan jelas, memilah
dokumen yang sudah kadaluarsa, dan menjaga dokumen penting dari pihak eksternal.

• Kesiapsiagaan dan tanggap darurat

Perusahaan harus membuat aturan yang jelas untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
Perusahaan juga menyiapkan sarana keselamatan dan pelatihan-pelatihan tanggap darurat untuk
semua pekerja.

• Pemantauan dan Pengukuran Kinerja

Dalam hal ini mencakup inspeksi, pemantauan kesehatan, dan pemantauan lingkungan kerja,
sasaran dan program, Frekuensi rate (FR) severity rate, health rate, dan kalibrasi.

• Evaluasi kesesuaian

Semua dokumen evaluasi pelaksanaan K3 disimpan secara periodik dan dapat digabungkan
dengan evaluasi kesesuaian dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

• Investigasi kecelakaan kerja

Perusahaan harus menyeidiki kecelakaan kerja yang terjadi. Hal ini dianalisa dan dicatat untuk
mengetahui penyebab, tindakan perbaikan, dan menyampaikan hasil penyelidikan. Penanganan
ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan Temuan ketidaksesuaian harus ditanggapi
dengan cepat unutk proses perbaikan sehingga hal yang sama tidak terjadi lagi di kemudian hari.
• Audit Internal

Perusahaan juga harus membentuk Sistem Pengendalian Internal (SPI) untuk mengaudit secara
berkala terhadap pelaksanaan K3 di perusahaan. Hasil temuannya diberikan kepada manajemen
sebagai bahan perbaikan.

Contoh dokumen SOP dari berbagai sumber

SOP Pengecekan Gas pada Area Kerja

Kebijakan :
1. Dengan diberlakukannya Standar Operasional Prosedur (SOP) ini pada area kerja, maka
Pengecekan Gas pada Area Kerja di PT. Nusa Alam Lestari ini
mengikuti ketentuan yang ada dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ada.
2. Kepala Teknik Tambang (KTT) bertanggung jawab untuk menerapkan, melaksanakan, dan
pengawasan dalam Pengecekan Gas pada Area Kerja sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ada.
3. Kepala Tambang Bawah Tanah (KTBT) bertanggung jawab untuk menerapkan,
melaksanakan, dan pengawasan dalam Pengecekan Gas pada Area Kerja sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ada.
4. Pengawas lubang bertanggung jawab untuk menerapkan, melaksanakan, dan pengawasan
dalam Pengecekan Gas pada Area Kerja sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang telah ada.
5. Seluruh pekerja bertanggung jawab untuk menaati Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang telah ada dalam melaksanakan aktifitas pada area kerja.
Alat Pelindung Diri :
1. Helm safety,
2. Sepatu safety,
3. Rompi safety,
4. Masker.
Prosedur :
1. Aturan Pengecekan Gas pada Area Kerja :
a. Gunakan alat pelindung diri (APD) sebelum pengecekan gas pada area kerja.
b. Alat detektor gas dicek sebelum dan sesudah pengecekan gas dilakukan.
c. Pengecekan dilakukan oleh orang yang ditunjuk oleh PT. Nusa Alam Lestari.
d. Pengecekan dilakukan setelah ventilasi pada lubang telah dinyalakan.
e. Pengecekan dilakukan 1 kali 4 jam.
f. Pengecekan dilakukan sebelum aktifitas penambangan dilakukan pada pagi hari dan
sebelum aktifitas penambangan dilakukan setelah istirahat.
g. Hasil dari pengecekan dicatat pada papan informasi yang ada didepan lubang.
h. Hasil pengecekan dibuatkan laporannya, baik harian, mingguan, dan bulanan.
i. Gas yang dicek yaitu :
- Oksigen (O2), volumenya tidak kurang dari 19,5 %.
- Karbon Monoksida(CO), volumenya tidak lebih 0,005 %.
- Methan (CH4), volumenya tidak lebih dari 0,25 %.
- Hidrogen Sulfida (H2S), volumenya tidak lebih dari 0,001 %.
j. Jika persentase volume gas dalam lubang melebihi ketetapan diatas (kecuali oksigen/ O2),
maka seluruh aktifitas penambangan dihentikan kecuali sistem
ventilasi.
k. Setelah persentase volume gas dalam lubang dibawah ketetapan diatas (kecuali oksigen/
O2), maka petugas pengecekan melaporkan kepada pengawas
lubang bahwasanya lubang aman, dan aktifitas penambangan boleh dilanjutkan kembali.
2. Prosedur Pengecekan Gas pada Area Kerja :
a. Petugas pengecekan gas memasuki lubang.
b. Petugas memeriksa kondisi gas di area kerja.
c. Petuggas mencatat hasil dari pemeriksaan gas yang telah dilakukan pada area kerja.
d. Setelah pengecekan dilakukan pada satu area kerja maka dilanjutkan pengecekan pada area
kerja lainnya.
e. Apabila pengecekan telah selesai dilakuak petugas meninggalkan lubang.
f. Mencatat hasil pengecekan pada papan informasi.
g. Petugas membuat laporan harian, mingguan, dan bulanan terhadap hasil pengecekan gas di
lubang yang telah dilakukan.
h. Pekerjaan selesai.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
BIDANG KONSTRUKSI
ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
APD Jenis Fungsi
Umum
Melindungi kepala dari
benturan, terantuk,
1. Helm pengaman kejatuhan atau terpukul
(safety benda tajam atau
helmet). benda keras yang
2. Topi atau tudung melayang/ meluncur di
Kepala
kepala. udara, terpapar oleh
3. Penutup atau radiasi panas, api,
pengaman percikan bahan-bahan
rambut. kimia, jasad renik
(mikro organisme) dan
suhu yang ekstrim
Mata dan 1. Kacamata Melindungi mata dan
Muka pengaman muka dari paparan
(spectacles/ bahan kimia berbahaya,
goggles). paparan partikel
2. Tameng muka partikel yang melayang di
(face shield). udara dan di
3. Tameng muka dan badan air, percikan
kacamata benda-benda kecil,
pengaman dalam panas, atau uap panas,
kesatuan radiasi gelombang
(full face masker). elektromagnetik yang
4. Masker selam. mengion maupun
yang tidak mengion,
pancaran cahaya,
benturan atau pukulan
benda keras atau
benda tajam.
1. Sumbat telinga
Melindungi alat
(ear plug)
Telinga pendengaran terhadap
2. Penutup telinga
kebisingan atau tekanan
(ear muff).
Melindungi organ
pernapasan dengan
1. Masker cara menyalurkan udara
2. Respirato bersih dan sehat
3. Airline respirator dan/atau menyaring
4. Air hose mask cemaran bahan
Pernapasan
respirator, kimia, mikro-organisme,
5. Emergency partikel yang
breathing berupa debu, kabut
apparatus (aerosol), uap, asap,
gas/ fume, dan
sebagainya.
Tangan 1. Sarung tangan Melindungi tangan dan
yang terbuat jari-jari tangan dari
dari logam, kulit, pajanan api, suhu panas,
kain kanvas, suhu dingin,
kain atau kain radiasi elektromagnetik,
berpelapis radiasi mengion,
karet. arus listrik, bahan kimia,
2. Sarung tangan benturan,
yang tahan pukulan dan tergores,
bahan kimia. terinfeksi zat
patogen (virus, bakteri)
dan jasad renik.
Melindungi kaki dari
tertimpa atau
berbenturan dengan
benda-benda berat,
1. Sepatu
tertusuk benda tajam,
keselamatan (safety
terkena cairan
Kaki shoes).
panas atau dingin, uap
2. Sepatu karet
panas, terpajan
(rubber shoes).
suhu yang ekstrim,
terkena bahan kimia
berbahaya dan jasad
renik, tergelincir.
APD Jenis Fungsi
Tubuh 1. Rompi (Vests). Melindungi badan
2. Celemek sebagian atau seluruh
(Apron/Coveralls). bagian badan dari bahaya
3. Jacket. temperatur
4. Pakaian pelindung panas atau dingin yang
yang ekstrim, pajanan
menutupi sebagian api dan benda-benda
atau panas, percikan
seluruh bagian bahan-bahan kimia,
badan. cairan dan logam
panas, uap panas,
benturan (impact)
dengan mesin, peralatan
dan bahan,
tergores, radiasi,
binatang, mikro
organisme patogen dari
manusia,
binatang, tumbuhan dan
lingkungan
seperti virus, bakteri dan
jamur
Khusus
Membatasi gerak pekerja
1. Sabuk pengaman agar tidak
tubuh masuk ke tempat yang
(harness), karabiner mempunyai
dan tali potensi jatuh atau
koneksi (lanyard), menjaga pekerja berada
2. Tali pengaman pada posisi kerja yang
Jatuh
(safety rope), diinginkan dalam
alat penjepit tali keadaan miring maupun
(rope clamp) tergantung dan
3. Alat penahan jatuh menahan serta membatasi
bergerak pekerja jatuh
(mobile fall arrester) sehingga tidak
membentur lantai dasar
Tengelam 1. Jaket keselamatan Melindungi pengguna
(life jacket)/ yang bekerja di
Rompi keselamatan atas air atau dipermukaan
(life vest) air agar
2. Rompi pengatur terhindar dari bahaya
keterapungan tenggelam dan atau
(Bouyancy Control mengatur keterapungan
Device). (buoyancy)
pengguna agar dapat
berada pada posisi
tenggelam (negative
buoyant) atau
melayang (neutral
buoyant) di dalam air.

Sumber :

Syafrial H, Ardiansyah A . 2020. Prosedu Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada
PT. Satunol Mikrosistem Jakarta. Jurnal Abiwara : 1 (2) : 60-70

OHSAS 18001:2007. ‘Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja-


Persyaratan’. Translated by Jack Matatula

Hariyono, W. 2016. ‘STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BIDANG “K3” PADA


UNIT SARANA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAERAH OPERASI 6
YOGYAKARTA’. Teknoin Vol. 22 No 7 hh.540

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA


(K3). No Dokumen : SOP AGRO-10/00. No Revisi : 00. Tanggal Berlaku : 01-09-2016

Edmond, R. Fadhilah. ‘Evaluasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Penambangan


Batubara PT. Nusa Alam Lestari, Desa Salak, Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumatera
Barat’Jurnal Bina Tambang, Vol.6, No.2. ISSN: 2302-3333

Prrayogo, H. ‘KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI BIDANG


KONSTRUKSI’. Academia.edu. di akses pada 18 maret 2022.
https://www.academia.edu/41503782/STANDAR_OPERASIONAL_PROSEDUR

Anom Sputro. 2018. PELAKSANAAN PRINSIP KEAMANAN DAN


KESELAMATAN KERJA PADA PEKERJAAN PEMASANGAN INSTALASITOWER
PROVIDER ( Studi di PT. MAHAGA TERA SINERGI Surabaya). SKRIPSI.
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG. Diakses 18 Maret
2022 melalui http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/39561

Dokumen SOP AGRO-10/00. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA (K3). Diakses 18 Maret 2022 melalui
https://spks.or.id/detail-publikasi-14-modul-standard-operating-procedure-sop-keselamatan-
kesehatan-kerja-k3

SafetySignIndonesia. 2020. Standar K3 Baru, Ini 4 Poin Penting dalam Permenaker No.5
Tahun 2018 yang Wajib Anda buka. Artikel Keamanan. Diakses 18 Maret 2022 melalui
https://safetysignindonesia.id/standar-k3-baru-ini-4-poin-penting-dalam-permenaker-no-5-tahun-
2018-yang-wajib-anda-ketahui/

Widodo Hariyono. 2016. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BIDANG “K3”


PADA UNIT SARANA PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAERAH OPERASI 6
YOGYAKARTA. Vol. 22. No. 7. Diakses 18 Maret 2022 melalui https://journal.uii.ac.id/jurnal-
teknoin/article/view/8089
2.2 Nilai Ambang Batas (NAB)

Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja

Peraturan terbaru mengenai K3 di lingkungan kerja ini terdapat pada Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan (Permenaker) RI No. 5 Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja (terbit pada
tanggal 27 April 2018). Penerbitan Permenaker ini untuk mewujudkan lingkungan kerja yang
aman, sehat, dan nyaman serta mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).

Permenaker tersebut juga merupakan tiga peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri
Perburuhan No. 7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan di Tempat
Kerja, Peraturan Pekerja Dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Dan
Kimia di Tempat Kerja , serta Surat Edaran Menteri Pekerja dan Transmigrasi Nomor
SE.01/MEN/1978 tentang Nilai Ambang Batas untuk Iklim Kerja dan Nilai Ambang Batas untuk
Kebisingan di Tempat Kerja.

Permenaker No. 5 Tahun 2018 memberikan pedoman baru mengenai nilai ambang batas (NAB)
faktor fisik dan kimia, standar faktor biologi, ergonomi, dan psikologi serta persyaratan
kebersihan dan sanitasi, termasuk kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) untuk
terwujudnya tempat kerja aman, sehat, dan nyaman.

K3 lingkungan kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan pekerja melalui pengendalian lingkungan dan penerapan higiene dan sanitasi di tempat
kerja.

Sesuai Permenaker No.5 Tahun 2018 Pasal 4, tujuannya adalah untuk mewujudkan lingkungan
kerja yang aman, sehat, dan nyaman dalam rangka mencegah kecelakaan kerja dan PAK. 

Dalam Pasal 2 dan 3 dijelaskan secara gamblang bahwa setiap pengusaha dan/atau pengurus
wajib melaksanakan syarat-syarat K3 Lingkungan kerja. Syarat-syarat K3 lingkungan kerja
tersebut meliputi:

 Pengendalian faktor fisik dan kimia agar berada di bawah NAB

 pengendalian faktor biologis, faktor ergonomi, dan faktor psikologi kerja agar memenuhi
standar
 Penyediaan fasilitas kebersihan dan sarana kebersihan di tempat kerja yang bersih dan
sehat

 Penyediaan personel K3 yang memiliki kompetensi dan kewenangan K3 di bidang


lingkungan kerja.

Sementara pengendalian lingkungan kerja dalam Pasal 7 dilakukan agar tingkat pajanan
faktor fisik dan kimia berada di bawah NAB dan agar penerapan faktor biologi, ergonomi, dan
psikologi memenuhi standar. Pengusaha/pengurus perusahaan harus melakukan pengendalian
lingkungan kerja sesuai dengan pengendalian pengendalian upaya eliminasi, substitusi, rekayasa
teknologi, administratif, dan/atau penggunaan alat pelindung diri. Pengukuran dan pengendalian
faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi meliputi:
A. Faktor fisik
Faktor fisik adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas pekerja yang bersifat fisik,
yang disebabkan oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan, dan kondisi lingkungan di
sekitar tempat kerja yang dapat mengakibatkan gangguan dan PAK.
Pengukuran dan pengendalian faktor fisik meliputi iklim kerja, getaran, gelombang radio
atau gelombang mikro, sinar Ultra Ungu (Ultra Violet), radiasi Medan Magnet Statis,
tekanan udara, dan pencahayaan.
Dalam Permenaker No.5 Tahun 2018 Pasal 9 diatur mengenai standar iklim kerja,
tekanan dingin adalah pengeluaran panas akibat pijan terus-menerus terhadap dingin yang
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menghasilkan panas yang mengakibatkan
hipotermia (suhu tubuh di bawah 36°C).
Standar iklim kerja tidak diatur dalam Permenaker No. 13 Tahun 2011. Standar iklim
kerja meliputi tabel standar mana yang terdapat suhu dingin, kecepatan angin, suhu aktual
yang dirasakan dan tingkat bahaya. Standar iklim kerja dingin juga menjelaskan tentang
istirahat yang harus diambil untuk shift kerja 4 jam.
Catatan: NAB faktor-faktor tersebut tercantum pada lampiran Permenaker No. 5 Tahun
2018 poin 1.
B. Faktor Kimia
Faktor kimia adalah yang dapat mempengaruhi aktivitas pekerja yang merupakan faktor
kimia yang diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia dan turunannya di tempat kerja
yang dapat mengakibatkan penyakit pada pekerja, termasuk kontaminan kimia di udara,
uap, dan partikulat.
Pada pasal 20, pengukuran dan pengendalian faktor kimia harus dilakukan pada tempat
kerja yang memiliki potensi bahaya bahan kimia. Pengukuran faktor kimia dilakukan
terhadap pajanannya dan pekerja yang terpajan.
Hasil pengukuran faktor kimia terhadap pajanan harus dibandingkan dengan:
 Nilai Ambang Batas (NAB) yang harus dilakukan paling singkat selama 6 jam.
 Pajanan Singkat Diperkenankan (PSD) yang harus dilakukan paling singkat selama 15
menit sebanyak 4 kali dalam durasi 8 jam kerja.
 Kadar Tertinggi Diperkenankan (KTD) yang harus dilakukan menggunakan alat
membaca langsung untuk memastikan tidak perlu khawatir.
Sementara pengukuran faktor kimia terhadap pekerja yang terpajan dilakukan melalui
pemeriksaan kesehatan khusus pada spesimen tubuh pekerja dan dibandingkan dengan
Indeks Pajanan Biologi (IPB). IPB adalah kadar konsentrasi bahan kimia yang didapatkan
dalam spesimen tubuh pekerja dan digunakan untuk menentukan tingkat pajanan terhadap
pekerja sehat yang terpajan bahan kimia.
Jika hasil pengukuran terhadap pajanan melebihi NAB dan terhadap pekerja yang
mengalami pajanan melebihi IPB harus dilakukan pengendalian, di antaranya:
1. Menghilangkan sumber potensi bahaya kimia di tempat kerja
2. Mengganti bahan kimia dengan bahan kimia lain yang tidak memiliki potensi bahaya atau
potensi bahaya yang lebih rendah
3. Memodifikasi proses kerja yang menimbulkan sumber potensi bahaya kimia
4. Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia
5. menyediakan sistem ventilasi
6. Membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia melalui pengaturan waktu kerja
7. Merotasi pekerja ke dalam proses pekerjaan yang tidak terdapat potensi bahaya bahan
kimia;
8. Penyediaan lembar data keselamatan bahan (LDKB) dan label bahan kimia
9. Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sesuai
10. Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
Catatan: NAB faktor kimia tercantum pada lampiran Permenaker No.5 Tahun 2018 poin
3.
C. Faktor Biologi
biologis adalah yang dapat mempengaruhi faktor aktivitas pekerja yang merupakan faktor
biologis, yang diakibatkan oleh makhluk hidup, tumbuhan dan produk serta
mikroorganisme yang dapat mengakibatkan PAK.
Pengukuran, Pemantauan, dan pengendalian faktor biologis harus dilakukan pada tempat
kerja yang memiliki potensi bahaya faktor biologis.

Jika hasil pengukuran faktor biologis melebihi standar, maka harus dilakukan
pengendalian. Semua potensi bahaya kecuali binatang berbisa dan dilakukan
pengendalian dengan:
1. Menghilangkan sumber bahaya faktor biologis dari tempat kerja
2. Mengganti bahan dan proses kerja yang menimbulkan bahaya faktor biologis
3. Mengisolasi atau membatasi batasan sumber bahaya faktor biologis
4. menyediakan sistem ventilasi
5. dan batasi waktu terhadap sumber bahaya faktor biologis
6. Menggunakan baju kerja yang sesuai
7. Menggunakan APD yang sesuai
8. gps rambu-rambu yang sesuai
9. Memberikan vaksinasi apabila memungkinkan
10. peningkatan higiene perorangan
11. Penyediaan desinfektan penyediaan fasilitas Sanitasi berupa air mengalir dan antiseptik
12. Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
Catatan: Standar faktor biologis tercantum pada lampiran Permenaker No.5 Tahun 2018
poin 5.
D. Faktor Ergonomi
Faktor ergonomi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas pekerja, yang
disebabkan oleh ketidaksesuaian antara fasilitas kerja yang meliputi cara kerja, posisi
kerja, alat kerja, dan beban angkat terhadap pekerja.
Pengukuran dan pengendalian faktor ergonomi harus dilakukan pada tempat kerja yang
memiliki potensi bahaya faktor ergonomi. Potensi bahaya faktor ergonomi meliputi:
1. Cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak sesuai saat melakukan pekerjaan
2. Desain alat kerja dan tempat kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pekerja
3. Pengangkatan beban yang melebihi kapasitas kerja.
Jika hasil pengukuran terdapat potensi bahaya yang harus dilakukan sehingga dapat
memenuhi standar. Pengendalian dilakukan dengan:
1. posisi kerja yang janggal
2. cara kerja dan posisi kerja
3. Mendesain kembali atau mengganti tempat kerja, objek kerja, bahan, desain tempat kerja,
dan peralatan kerja
4. Memodifikasi tempat kerja, objek kerja, bahan, desain tempat kerja, dan peralatan kerja
5. waktu kerja dan waktu istirahat
6. melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi netral atau baik
7. Menggunakan alat bantu.
Faktor ergonomi ini tidak ada dalam tiga peraturan sebelumnya yang dicabut oleh
Permenaker No.5 Tahun 2018. Faktor ergonomi dijelaskan lebih lengkap dalam lampiran
Permenaker No.5 tahun 2018.
Penjelasan tersebut meliputi pengukuran standar, pengolahan, dan penggunaan
antropometri, desain stasiun kerja, desain manual penanganan di tempat kerja, dan batas
beban angkat aman serta indeks angkat objek.
Catatan: Standar faktor ergonomi tercantum pada lampiran Permenaker No.5 Tahun
2018 poin 6.
e. Faktor Psikologi
Faktor psikologi adalah faktor yang mempengaruhi suatu aktivitas, yang diakibatkan oleh
hubungan antar pribadi di tempat kerja, peran dan tanggung jawab pekerjaan.
Pengukuran dan pengendalian faktor psikologi harus dilakukan pada tempat kerja yang
memiliki potensi bahaya faktor psikologi. Potensi bahaya faktor psikologi meliputi:
1. Ketidakjelasan/ketaksaan peran
2. konflik peran
3. Beban kerja berlebihan secara kualitatif
4. Beban kerja berlebihan secara kuantitatif
5. pengembangan karir
6. Tanggung jawab terhadap orang lain.
Faktor psikologi juga tidak ada dalam tiga peraturan sebelumnya. Pengukuran faktor
psikologi di tempat kerja dilakukan menggunakan metode survei dengan 7 skala. Survei
tersebut meliputi tujuan tugas dan pekerjaan, pekerjaan pekerjaan, beban kerja,
pengembangan karir, peran dalam pekerjaan, dan lain-lain.
Jika hasil pengukuran terdapat potensi bahaya faktor psikologi, maka harus dilakukan
pengendalian sesuai standar. Pengendalian dilakukan setelah penilaian dan didapatkan
faktor yang berkontribusi.
Pengendalian melalui manajemen stres dilakukan dengan:
1. melakukan, penempatan dan pendidikan pelatihan bagi pekerja
2. Mengadakan program kebugaran bagi pekerja
3. Mengadakan program konseling
4. Mengadakan komunikasi organisasional secara memadai
5. Memberikan kebebasan bagi pekerja untuk memberikan masukan dalam proses
pengambilan keputusan
6. Mengubah struktur organisasi, fungsi dan/atau dengan merancang kembali pekerjaan
yang ada
7. Menggunakan sistem pemberian ketidakseimbangan tertentu
8. Pengendalian lainnya sesuai dengan kebutuhan.
PERMENKES RI NO. 70 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR DAN PERSYARATAN
KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA INDUSTRI

Nilai Ambang Batas Iklim Lingkungan Kerja Industri


NAB Kebisingan
Faktor Pembebanan untuk Menghitung Resultan Getaran Seluruh Tubuh untuk Pajanan 8 Jam
per Hari
Nilai Ambang Batas getaran seluruh tubuh untuk resultan 3 aksis (x, y, dan z)dengan Crest
Factor > 6 hingga 9
NAB Ceiling untuk Medan Magnet Statis (0 – 300 Hz) P
NAB Ceiling untuk Medan Listrik Statis (≤ 30 kHz)
KEP. 51/MEN/1999 :

• NILAI AMBANG BATAS IKLIM KERJA INDEKS SUHU BASAH DAN BOLA
(ISBB) YANG DIPERKENANKAN

ISBB
(◦C)
Beban Kerja

Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat


Bekerja terus menerus
(8 jam/hari) - 30,0 26,7 25,0
75% kerja 25% istirahat 30,6 28,0 25,9
50% kerja 50% istirahat 31,4 29,4 27,9
25% kerja 75% istirahat 32,2 31,1 30,0

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas radiasi :

ISBB : 0,7 suhu tubuh basah alami ÷ 0,2 suhu bola ÷ 0,1 suhu kering

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan tanpa panas radiasi :

ISBB : 0,7 suhu basah alami ÷ 0,3 suhu bola

Catatan :

• Beban kerja ringan membutuhkan 100-200 Kilo kalori/jam

• Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200-350 Kilo kalori/jam

• Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350 – 500 Kilo kalori/jam

• NILAI AMBANG BATAS KEBISINGAN


Waktu pemajanan per hari Satuan Intensitas kebisingan
dalam dB A
8 85
4 Jam 88
2 91
1 94

30 97
15 100
7,5 Menit 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112

28,12 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 Detik 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139

Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun hanya sesaat.
• NILAI AMBANG BATAS GETARAN UNTUK PEMAJANAN LENGAN DAN
TANGAN

Jumlah waktu pemajanan per Nilai percepatan pada frekuensi dominan


kerja
Meter per detik kuadrat Gram
(m/ det2)
4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,40
2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61
1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81
Kurang dari 1 jam 12 1,22

Catatan : 1 Gram = 9,81 m/det2

• NILAI AMBANG BATAS FREKUENSI RADIO/GELOMBANG MIKRO

Frekuensi Power Kekuatan medan Kekuatan medan Rata-rata waktu


Density listrik magnet pemajanan
(mW/cm2) (V/m) (A/m) (menit)
30 kHz – 100 kHz 614 163 6
100 kHz – 3 MHz 614 16,3/f 6
3 MHz – 30 MHz 1842/f 16,3/f 6
30 MHz – 100 MHz 61,4 0,163 6
100 MHz – 300 MHz 1 61,4 6
300 MHz – 3 GHz f/300 6
3 GHz – 15 GHz 10 6
15 GHz – 300 GHz 10 616.000/f4

Keterangan : kHz : Kilo Hertz

MHz : Mega Hertz

GHz : Giga Hertz

F : frekuensi dalam MHz

mW/cm2 : mili. Watt per senti meter persegi

V/m : Volt per meter

A/m : Amper per meter

 WAKTU PEMAJANAN RADIASI SINAR ULTRA UNGU YANG


DIPERKENANKAN

Masa pemajanan per hari Iradiasi Efektif (Eeff) µW/cm²

8 jam 0,1
4 jam 0,2
2 jam 0,4
1 jam 0,8
30 menit 1,7
15 menit 3,3
10 mneit 5
5 menit 10
1 menit 50

30 detik 100
10 detik 300
1 detik 3000
0,5 detik 6000
0,1 detik 30000

Anda mungkin juga menyukai