OLEH
KELOMPOK C
1. Visca Dwi Febriati (1711312026)
2. Afifa Mardhatilah (1711312028)
3. Siti Annisa irdhani (1711312030)
4. Shania Yolanda (1711312032)
5. Irsa Nada Nadhifa (1711312034)
6. Lailatul Israini (1711312036)
7. Fatimah Hanum (1711312038)
8. Miftah Huljanah (1711312040)
9. Hesti Novita (1711312042)
10.Suci Rahmadini Agusty (1711312044)
11.Annisa Fauziah (1711312046)
12.Silvira Yusri (1711313004)
13.Aldia Yulam Tanjung (1711313006)
A. Definisi
Jantung adalah organ muscular berlubang yang berfungsi sebagai pompa ganda
sistem kardiovaskular. Sisi kanan jantung memompa darah ke paru sedangkan sisi kiri
memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung mempunyai empat ruangan,atrium kanan dan
kiri , ventrikel kanan dan kiri.
Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat
membentuk impuls secara otomatis dan berkontraksi ritmis. Pembentukan impuls listrik
terjadi dalam sistem penghantar jantung. Adapun jalur hantaran listrik jantung normal
terjadi dalam urutan berikut : nodus sinoatrial (SA)-nodus atrioventrikular (AV)–berkas
His–cabang berkas–serabut purkinje–otot ventrikel [A twood.1996].
Pembentukan dan hantaran impuls listrik ini menimbulkan arus listrik yang lemah
dan menyebar melalui tubuh. Kegiatan impuls listrik pada jantung ini dapat direkam oleh
elektrokardiograf dengan meletakkan elektroda-elektroda ke berbagai permukaan tubuh
(sadapan/ leads). Rekaman grafik potensial-potensial listrik yang ditimbulkan oleh
jaringan jantung ini disebut sebagai elektrokardiogram (EKG) [Khandpur.1997].
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal fisiologis yang dihasilkan oleh
aktivitas listrik jantung. Salah satu informasi penting yang dapat diambil dari sinyal EKG
adalah aktivitas kelistrikan jantuang yang membentuk gelombang PQRST, Parameter ini
biasanya digunakan untuk melihat keadaan jantung normal dan tidak normal.
Elektrokardiogram merupakan sinyal fisiologi yang dihasilkan oleh aktivitas
kelistrikan jantung. Sinyal ini direkam dengan perangkat elektrokardiograf, merupakan
perangkat keras yang berfungsi mencatat aktifitas listrik dari sebuah jantung. Prinsip
kerja elektrokardiograf bekerja dengan mengukur perbedaan potensial listrik pada tubuh
manusia. Jantung memiliki parameter fisiologi dengan tegangan 0.1-5.0 (mV) dan
frekuensi maksimal pengamatan 300 Hz. Dalam standar monitoring, pengamatan
bandwidth yang digunakan lebih kecil yaitu 0.03-15.92 Hz.
B. Tujuan
Beberapa tujuan dari EKG antara lain :
1. Mengetahui denyut dan irama jantung. Hal ini bisa mengindikasikan adanya kelainan
atau tidak pada jantung.
2. Mengetahui ada atau tidaknya hipertrofi. Hipertrofi adalah kondisi di mana massa otot
jantung bertambah. Sehigga terjadi pembengkakan pada jantung.
3. Mengetahui pola dan irama denyut jantung. bisa mengindikasikan adanya kelainan atau
tidak pada pola dan irama denyut jantung.
4. Mendeteksi apabila adanya efek obat – obatan yang dikonsumsi yang berpengaruh pada
kinerja jantung.
5. Mendeteksi kelainan lain pada jantung. Seperti contohnya serangan jantung.
C. Indikasi
Indikasi pemeriksaan EKG pada kondisi berikut :
1. Pasien yang dicurigai sindroma koroner akut.
2. Pasien dengan aritmia.
3. Pasien dengan gangguan konduksi jantung.
4. Pasien dengan gangguan elektrolit, terutama kalium.
5. Pasien dengan kecurigaan keracunan obat.
6. Evaluasi pasien yang terpasang implan defibrillator dan pacu jantung.
Sebagai monitoring pada sindroma koroner akut, aritmia dan gangguan elektrolit
paska terapi.
7. Kondisi Gawat Darurat.
Pada kondisi gawat darurat, pemeriksaan EKG diindikasikan pada pasien dengan
keluhan nyeri dada sebagai berikut:
a. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang menetap di dada.
b. Rasa seperti ditekan atau diinjak di dada.
c. Nyeri ulu hati atau rasa terbakar di dada, terutama pada pasien wanita.
d. Jantung Berdebar.
Keluhan jantung berdebar berupa rasa berdebar-debar di dada, biasanya
denyut nadi di atas 150 x per menit atau denyut nadi iregular, atau rasa denyut
nadi terlalu lambat (denyut nadi di bawah 50 x per menit) juga memerlukan
pemeriksaan EKG.
8. Keluhan Lain
Keluhan lain yang memerlukan pemeriksaan EKG adalah:
a. Pingsan yang tidak diketahui penyebabnya, terutama pada populasi geriatri. Pada
populasi geriatri, pingsan adalah gejala sindrom koroner akut yang paling sering.
b. Pasien yang mengalami stroke yang pertama kali.
c. Kesulitan bernafas tanpa ada gejala paru yang khas.
d. Henti jantung.
e. Pengguna kokain.
f. Keracunan obat,
D. Kontraindikasi
Tidak ditemukan kontraindikasi pemasangan EKG kecuali jika pasien menolak untuk
memasang EKG.
E. Persiapan Alat
3. Kertas EKG
4. Kertas alkohol
5. Tissue
6. Spidol
F. Pengkajian Pasien
1. Riwayat Kesehatan
3. Riwayat Psikologis
Informasi tentang status psikologis penting untuk mengembangkan rencana
asuhan keperawatan, dengan cara :
a. Mengidentifikasi stress/ sumberr stress.
b. Mengidentifikasi cara koping, mekanisme dan sumber-sumber coping.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk menegakan diagnosa pada
kasus gangguan kardiovaskuler diantaranya :
a. Pemeriksaan EKG
b. Pemeriksaan enzim jantung
c. Pemeriksaan rontgen
d. Pemeriksaan ecokardiograf
e. MRI
Pada pasien khusus penyakit jantung amat penting melakukan pemeriksaan nadi
adalah :
Kecepatan / menit
Kuat / lemah (besar / kecil)
Teratur atau tidak
Isi setiap denyut sama kuat atau tidak
b. Palpasi
Palpasi dapat mengetahui dengan mengenal ukuran jantung dan denyut jantung.
Point of Maximum Impulse dipalpasi untuk mengetahui getaran yang terjadi ketika darah
mengalir melalui katup yang menyempitkan atau mengalami gangguan. Dengan posisi
pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis yang kita amati pada inspeksi. Peradaban
dilakukan dengan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) atau dengan telapak tangan. Yang perlu
dinilai adalah :
Lebar impuls iktur kordis
Kekuatan angkatnya
Normal lebar iktus kordis tidak melebihi 2 jari. Selain itu perlu pula dirasakan
(dengan telapak tangan) :
Bising jantung yang keras (thrill)
Apakah bising sistolik atau diastolic
Bunyi murmur
Friction rub (gesekan pericardium dengan pleura)
Iktus kordis yang kuat dan melebar tanda dari pembesaran/ hipertrofi otot jantung
akibat latihan/ atlit, hipertensi, hipertiroid atau kelainan katup jantung.
c. Perkusi
Dengan posisi pasien tetap berbaring atau terlentang kita lakukan pemeriksaan
perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan batas jantung (batas atas kanan kiri). Teknik
perkusi menuntut penguasaan teknik dan pengalaman, diperlukan keterampilan khusus.
Pemeriksaan harus mengetahui tentang apa yang disebut sonor, redup dan timpani.
d. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama jantung, bunyi
jantung, murmur dan gesekan (rub).
Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya. Bunyi jantung merupakan
refleksi dari membuka dan menutupnya katup dan terdengar di titik spesifik dari
dinding dada.
Bunyi jantung I (S1) dihasilkan oleh penutupan katup atrioventrikuler (mitral dan
trikuspidalis).
Bunyi jantung II (S2) disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aorta dan
pulmonal).
Bunyi jantung III (S3) merupakan pantulan vibrasi ventrikuler dihasilkan oleh
pengisian ventrikel ketika diastole dan mengikuti S2.
Bunyi jantung IV (S4) disebabkan oleh tahanan untuk mengisi ventrikel pada
diastole yang lambat karena meningkatnya tekanan diastole ventrikel atau
lemahnya penggelembungan ventrikel.
Bunyi bising jantung disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup jantung
yang tidak sempurna. Yang perlu diperhatikan pada setiap bising jantung adalah :
Apakah bising sistolik atau diastolic atau kedua-duanya.
Kenyaringan (keras-lemah) bising.
Lokasi bising (yang maksimal).
Penyebaran bising.
Murmur adalah bunyi hasil vibrasi dalam jantung dan pembuluh darah besar
disebabkan oleh bertambahnya turbulensi aliran. Pada murmur dapat ditentukan :
Lokasi : daerah tertentu / menyebar
Waktu : setiap saat, ketika sistolik / diastolik
Intensitas :
Tingkat 1 : sangat redup
Tingkat 2 : redup
Tingkat 3 : agak keras
Tingkat 4 : keras
Tingkat 5 : sangat keras
Tingkat 6 : kemungkinan paling keras
Puncak : kecepatan aliran darah melalui katup dapat berupa rendah, medium dan
tinggi
Kualitas : mengalir, bersiul, keras/kasar, musical, gaduh atau serak
Gesekan (rub) adalah bunyi yang dihasilkan oleh parietal dan visceral oleh
perikarditis. Bunyi kasar, intensitas, durasi dan lokasi tergantung posisi klien.
7. Pengkajian Fisik ( Pemeriksaan Pembuluh Darah )
Pemeriksaan Pebuluh darah pembuluh darah terdiri dari :
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan sirkulasi perrifer.
b. Palpasi
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan. Pemeriksa dapat menekan tempat
tersebut dengan ketentuan :
+1 = cekung sedikit yang cepat hilang.
+2 = cekung menghilang dalam waktu 10-15 detik.
+3 = cekung dalam yang menghilang dalam waktu 1-2 menit.
+4 = bebas cekungan hilang dalam waktu 5 menit atau lebih.
c. Auskultasi
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi arteri.
Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodik
spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkhial (spasme bronkus). Spasme
bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat pernapasan menjadi sulit and
menimbulkan bunyi mengi. Terdapat dua tipe utama asma, asma ekstrinsik dan instrinsik.
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asma yang paling berhasil adalah (1) penyingkiran agens penyebab
dan (2) adalah untuk berbagai 3) cdukasi (penyuluhan) kesehatan. Sasaran dari
penatalaksanaan medis asma meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala
kambuhan, mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama
dari medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien ncapai
relaksasi bronkhial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan.
3. Pengkajian
Data subjektif yang harus dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan asma
termasuk riwayat awitan dan durasi asma, faktor-faktor pencetus, medikasi terakhir,
medikasi yang digunakan untuk menghilangkan gejala-gejala asma, semua perubahan
terakhir program medikasi dan metoda perawatan diri yang digunakan untuk
menghilangkan gejala.
Kaji penampilan umum (apakah klien tampak gelisah, sukar bernapas).
Kaji tanda-tanda vital : takikardia, pulsus paradoksus (tidak terabanya denyut
nadi saat inspirasi, dibuktikan dengan penurunan hasil pengukuran tekanan darah
sistolik selama inspirasi 6-8 mm Hg), takipnea.
Lakukan pemeriksaan pulmonari: inspeksi (pernapasan menggunakan otot
aksesori, postur menjorok ke depan, dipsnea, ekspirasi berkepanjangan, sianosis;
palpast (penurunan ekspansi lateral, penurunan fremitus); perkusi (hiperesonan,
penurunan eksiursi diafragma); auskultasi (mengi, inspirasi dan ekspirasi),
ronkhi.
Kaji temuan pemeriksaan laboratorium: AGD (pada serangan singkat atau sedang
respiratori alkalosis dengan hipoksemia ringan; pada serangan berkelamaan atau
hebat respiratori asidosis dengan hipoksemia berat), sputum untuk eosinofilia,
penurunan FEV dan VC).
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditentukan dari hasil analisis data klien. Diagnosa
keperawatan untuk kliea dengan asma dapat mencakup (tetapi tidak terbstas) pada yang
berikut:
Label Diagnostik
Bersihan jalan napas, takefektif
Ansietas
Pola Pernapasan, takefektif
Pertukaran gas, gangguan
Kurang pengetahuan : faktor pencetus, pencegahan, dan pengobatan
informasi
H. Tindakan Pelaksanaan
1. Salam, perkenalan, TWT (tempat, waktu dan topik).
2. Mengatur posisi pasien, posisi supine atau terlentang.
3. Memasang sampiran.
4. Buka pakaian bagian atas pasien, jika pasien menggunakan gelang, ikat pinggang,
jam tangan atau logam-logam lainnya perintahkan untuk dilepas.
5. Bersihkan dada pasien dengan menggunakan kapas, kedua pergelangan tangan
serta kedua tungkai dilokasi penempatan manset elektroda.
6. Mengoleskan jelly pada permukaan elektroda yang akan dipasang serta oleskan
juga pada daerah tubuh yang akan dipasang tepatnya sekitar dada.
7. Memasang manset elektroda pada kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai.
8. Menghidupkan monitor Elektrokardiogram.
9. Menyambungkan kabel Elektrokardiogram di kedua tungkai pergelangan tangan
dan kedua tungkai pergelangan kaki pasien, untuk rekaman ekstremitas (Lead I, II,
III, AVR, AVL, AVF) dengan cara :
Warna merah di pergelangan tangan kanan
Warna hijau di kaki kiri
Warna hitam di kaki kanan
Warna kuning di pergelangan tangan kiri
10. Elektoda pada ekstremitas atas dipasang di pergelangan tangan kiri dan kanan dan
searah terhadap telapak tangan.
11. Pada bagian ekstremitas bawah pasang pada pergelangan kaki kiri dan kanan
sebelah/arah bagian dalam.
I. Evaluasi
Klien mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan ketika terjadi serangan
akut dan menghubungi dokter ketika gejala tidak hilang setelah tindakan yang biasa
dilakukan.
Keberhasilan penatalaksanaan keperawatan tercermin pada pencapaian hasil yang
diharapkan dan tujuan klien. Bandingkan perilaku klien dengan hasil yang diharapkan
dan tujuan klien yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakberhasilan dalam pen-
capaian hasil dan tujuan klien mengindikasikan diperlukannya modifikasi pendekatan
yang digunakan dengan melakukan pengkajian kembali kondisi klien, merevisi diagnosa
keperawatan, dan menyesuaikan tindakan keperawatan yang dipilih.
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. PPOK adalah istilah umum yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi obstruksi ireversibel progresif aliran udara ekspirasi. Individu
dengan PPOK mengalami kesulitan bernapas, batuk produktif, dan intoleransi aktivitas. Kelainan
utama yang tampak pada individu dengan PPOK adalah bronkitis, emfisema, dan asma.
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit
lainnya.
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita
bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten
berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
Definisi PPOK yang bermanfaat terdapat dalam panduan GOLD (Global Initiative Of
Chronic Obstructive Lung Disease) (2001) :
1. Suatu keadaan penyakit yang dicirikan oleh terbatasnya aliran udara yang tidak
seluruhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progressif dan
berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas
berbahaya.
2. Definisi serupa telah disetujui oleh European Respiratory Society (ERS), American
Theoric Society (ATS), dan British Thoracic Society (BTS).
3. Suatu gangguan yang dicirikan oleh penurunan aliran ekspirasi maksimal dan
pengosongan paksa yang lambat dari paru: ciri-ciri yang tidak berubah secara bermakna
setelah beberapa bulan. Sebagian besar keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif,
lambat, dan irreversibel (ERS 1995).
4. Suatu keadaan penyakit yang dicirikan oleh obstruksi aliran udara akibat bronkitis kronik
atau emfisema; obstruksi aliran udara biasanya bersifat progresif, dapat disertai oleh
hiperaktifitas jalan napas dan dapat reversibel sebagian (ATS 1995).
5. Suatu gangguan kronik progresif lambat yang dicirikan oleh obstruksi aliran udara
(penurunan FEV1 dan rasio FEV1/VC) yang tidak berubah secara makna setelah beberapa
bulan. Sebagian besar gangguan fungsi paru bersifat menetap, walaupun sebagian
reversibelitas dapat dihasilkan oleh terapi bronkodilator atau lainnya (BTS 1997).
6. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dicirikan oleh obstruksi aliran udara. Obstruksi
aliran udara biasanya progresif, tidak sepenuhnya reversibel, dan tidak berubah secara
bermakna setelah beberapa bulan. Merokok secara dominan menyebabkan penyakit ini
(NICE 2004).
B. Tujuan
Tujuan terapeutik primer pada pasien dengan PPOK adalah menurunkan gejala,
meningkatkan funsi, dan memperbaiki kualitas hidup (Halpin 2001, NICE 2004). Hal ini
disebabkan pada konsep, seperti yang telah dijelaskan sebalumnya, bahwa PPOK merupakan
penyakit progresif yang tidak dapat disembuhkan, dengan sedikit modifikasi dalam perjalanan
penyakit oleh penggunaan terapi modern. Dengan demikian, setelah membuat diagnosis PPOK
tenaga kesehatan harus mampu memecahkan masalah yang terdapat dalam hal dukungan dan
tatalaksanaa pasien PPOK.
Tujuan penatalaksanaan :
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah eksaserbasi berulang
3. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
4. Meningkatkan kualiti hidup penderita
C. Indikasi
Gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya diwaspadai, yaitu:
1. Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh dengan warna lendir dahak
berwarna agak kuning atau hijau.
2. Pernapasan sering tersengal-sengal, terlebih lagi saat melakukan aktivitas fisik.
3. Mengi atau napas sesak dan berbunyi.
4. Lemas.
5. Penurunan berat badan.
6. Nyeri dada.
7. Kaki, pergelangan kaki, atau tungkai menjadi bengkak.
8. Bibir atau kuku jari berwarna biru.
E. Persiapan Alat
2. Lembar balik
3. Leaflet
4. Spirometri
5. Terapi oksigen
6. Bronkodialator inhalasi
F. Pengkajian Keperawatan
Data subjektif yang harus dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan asma termasuk riwayat
awitan dan durasi asma, faktor-faktor pencetus, medikasi terakhir, medikasi yang digunakan
untuk menghilangkan gejala-gejala asma, semua perubahan terakhir program medikasi dan
metoda perawatan diri yang digunakan untuk menghilangkan gejala.
Kaji penampilan umum (apakah klien tampak gelisah, sukar bernapas).
Kaji tanda-tanda vital : takikardia, pulsus paradoksus (tidak terabanya denyut nadi
saat inspirasi, dibuktikan dengan penurunan hasil pengukuran tekanan darah
sistolik selama inspirasi 6-8 mm Hg), takipnea.
Lakukan pemeriksaan pulmonari: inspeksi (pernapasan menggunakan otot
aksesori, postur menjorok ke depan, dipsnea, ekspirasi berkepanjangan, sianosis;
palpast (penurunan ekspansi lateral, penurunan fremitus); perkusi (hiperesonan,
penurunan eksiursi diafragma); auskultasi (mengi, inspirasi dan ekspirasi), ronkhi.
Kaji temuan pemeriksaan laboratorium: AGD (pada serangan singkat atau sedang
respiratori alkalosis dengan hipoksemia ringan; pada serangan berkelamaan atau
hebat respiratori asidosis dengan hipoksemia berat), sputum untuk eosinofilia,
penurunan FEV dan VC).
G. Diagnosa Keperawatan
1. Defisiensi Pengetahuan, berhubungan dengan kurangnya informasi, kurang
sumber pengetahuan, ditandai dengan kurangnya pengetahuan (00126).
2. Perilaku Kesehatan Cenderung Berisiko, berhubungan dengan kurang
pemahaman, merokok, ditandai dengan gagal melakukan tindakan mencegah
masalah kesehatan, tidak menerima perubahan status kesehatan (00188).
H. Tindakan Pelaksanaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi
dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di
ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik
konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga.
Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK,
memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian
aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup
pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat
berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita.
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
Macam obat dan jenisnya
Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau
perlu saja )
Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
Kapan oksigen harus digunakan
Berapa dosisnya
Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
o Batuk atau sesak bertambah
o Sputum bertambah
o Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung
ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi
sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada
setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
ireversibel.
2. Obat - Obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau
obat berefek panjang ( long acting ).
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
Lini I : amoksisilin makrolid
Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon makrolid
baru
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik
di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen :
a. Mengurangi sesak
b. Memperbaiki aktiviti
c. Mengurangi hipertensi pulmonal
d. Mengurangi vasokonstriksi
e. Mengurangi hematokrit
f. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
g. Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi :
Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P
pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea,
penyakit paru lain
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian
oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada
waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan
aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
analisis gas darah pada waktu tersebut.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat
dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU
atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
Ventilasi mekanik dengan intubasi
Ventilasi mekanik tanpa intubasi
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia
kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.
Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat
menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada
PPOK karena berkurangnya fungsi
muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi.
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang
disertai :
a. Simptom pernapasan berat
b. Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
c. Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem
transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
a. Peningkatan VO2 max
b. Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobic
c. Peningkatan cardiac output dan stroke volume
d. Peningkatan efisiensi distribusi darah
e. Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot
pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa
dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan
pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot
pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila
didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka
latihan endurance yang diutamakan.
Endurance Exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK.
Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada
orang sehat. Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya
toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja
maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan
merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi
terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan
penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah
kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan
faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya.
Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan
dapat diberikan obat.
Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik
latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi
dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih
ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.
I. Evaluasi
Keberhasilan penatalaksanaan keperawatan tercermin pada pencapaian hasil yang diharapkan
dan tujuan klien. Bandingkan perilaku klien dengan hasil yang diharapkan dan tujuan klien yang
telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakberhasilan dalam pen- capaian hasil dan tujuan klien
mengindikasikan diperlukannya modifikasi pendekatan yang digunakan dengan melakukan
pengkajian kembali kondisi klien, merevisi diagnosa keperawatan, dan menyesuaikan tindakan
keperawatan yang dipilih.
J. Sumber
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.(2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, 8-15.