Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PEMERIKSAAN EKG

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

OLEH
KELOMPOK C
1. Visca Dwi Febriati (1711312026)
2. Afifa Mardhatilah (1711312028)
3. Siti Annisa irdhani (1711312030)
4. Shania Yolanda (1711312032)
5. Irsa Nada Nadhifa (1711312034)
6. Lailatul Israini (1711312036)
7. Fatimah Hanum (1711312038)
8. Miftah Huljanah (1711312040)
9. Hesti Novita (1711312042)
10.Suci Rahmadini Agusty (1711312044)
11.Annisa Fauziah (1711312046)
12.Silvira Yusri (1711313004)
13.Aldia Yulam Tanjung (1711313006)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
PEMERIKSAAN EKG

A. Definisi
Jantung adalah organ muscular berlubang yang berfungsi sebagai pompa ganda
sistem kardiovaskular. Sisi kanan jantung memompa darah ke paru sedangkan sisi kiri
memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung mempunyai empat ruangan,atrium kanan dan
kiri , ventrikel kanan dan kiri.
Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat
membentuk impuls secara otomatis dan berkontraksi ritmis. Pembentukan impuls listrik
terjadi dalam sistem penghantar jantung. Adapun jalur hantaran listrik jantung normal
terjadi dalam urutan berikut : nodus sinoatrial (SA)-nodus atrioventrikular (AV)–berkas
His–cabang berkas–serabut purkinje–otot ventrikel [A twood.1996].
Pembentukan dan hantaran impuls listrik ini menimbulkan arus listrik yang lemah
dan menyebar melalui tubuh. Kegiatan impuls listrik pada jantung ini dapat direkam oleh
elektrokardiograf dengan meletakkan elektroda-elektroda ke berbagai permukaan tubuh
(sadapan/ leads). Rekaman grafik potensial-potensial listrik yang ditimbulkan oleh
jaringan jantung ini disebut sebagai elektrokardiogram (EKG) [Khandpur.1997].
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal fisiologis yang dihasilkan oleh
aktivitas listrik jantung. Salah satu informasi penting yang dapat diambil dari sinyal EKG
adalah aktivitas kelistrikan jantuang yang membentuk gelombang PQRST, Parameter ini
biasanya digunakan untuk melihat keadaan jantung normal dan tidak normal.
Elektrokardiogram merupakan sinyal fisiologi yang dihasilkan oleh aktivitas
kelistrikan jantung. Sinyal ini direkam dengan perangkat elektrokardiograf, merupakan
perangkat keras yang berfungsi mencatat aktifitas listrik dari sebuah jantung. Prinsip
kerja elektrokardiograf bekerja dengan mengukur perbedaan potensial listrik pada tubuh
manusia. Jantung memiliki parameter fisiologi dengan tegangan 0.1-5.0 (mV) dan
frekuensi maksimal pengamatan 300 Hz. Dalam standar monitoring, pengamatan
bandwidth yang digunakan lebih kecil yaitu 0.03-15.92 Hz.

B. Tujuan
Beberapa tujuan dari EKG antara lain :
1. Mengetahui denyut dan irama jantung. Hal ini bisa mengindikasikan adanya kelainan
atau tidak pada jantung.
2. Mengetahui ada atau tidaknya hipertrofi. Hipertrofi adalah kondisi di mana massa otot
jantung bertambah. Sehigga terjadi pembengkakan pada jantung.
3. Mengetahui pola dan irama denyut jantung. bisa mengindikasikan adanya kelainan atau
tidak pada pola dan irama denyut jantung.
4. Mendeteksi apabila adanya efek obat – obatan yang dikonsumsi yang berpengaruh pada
kinerja jantung.
5. Mendeteksi kelainan lain pada jantung. Seperti contohnya serangan jantung.

C. Indikasi
Indikasi pemeriksaan EKG pada kondisi berikut :
1. Pasien yang dicurigai sindroma koroner akut.
2. Pasien dengan aritmia.
3. Pasien dengan gangguan konduksi jantung.
4. Pasien dengan gangguan elektrolit, terutama kalium.
5. Pasien dengan kecurigaan keracunan obat.
6. Evaluasi pasien yang terpasang implan defibrillator dan pacu jantung.
Sebagai monitoring pada sindroma koroner akut, aritmia dan gangguan elektrolit
paska terapi.
7. Kondisi Gawat Darurat.
Pada kondisi gawat darurat, pemeriksaan EKG diindikasikan pada pasien dengan
keluhan nyeri dada sebagai berikut:
a. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang menetap di dada.
b. Rasa seperti ditekan atau diinjak di dada.
c. Nyeri ulu hati atau rasa terbakar di dada, terutama pada pasien wanita.
d. Jantung Berdebar.
Keluhan jantung berdebar berupa rasa berdebar-debar di dada, biasanya
denyut nadi di atas 150 x per menit atau denyut nadi iregular, atau rasa denyut
nadi terlalu lambat (denyut nadi di bawah 50 x per menit) juga memerlukan
pemeriksaan EKG.
8. Keluhan Lain
Keluhan lain yang memerlukan pemeriksaan EKG adalah:
a. Pingsan yang tidak diketahui penyebabnya, terutama pada populasi geriatri. Pada
populasi geriatri, pingsan adalah gejala sindrom koroner akut yang paling sering.
b. Pasien yang mengalami stroke yang pertama kali.
c. Kesulitan bernafas tanpa ada gejala paru yang khas.
d. Henti jantung.
e. Pengguna kokain.
f. Keracunan obat,

D. Kontraindikasi
Tidak ditemukan kontraindikasi pemasangan EKG kecuali jika pasien menolak untuk
memasang EKG.

E. Persiapan Alat

No Nama Alat Gambar


.
1. Mesin EKG beserta
electrode, kabel listrik
(power) dan kabel untuk
ground
2. Jelly

3. Kertas EKG

4. Kertas alkohol

5. Tissue

6. Spidol

F. Pengkajian Pasien

1. Riwayat Kesehatan

2. Keluhan Utama, seperti : nyeri dada, sesak nafas dan edema.

Keluhan utama digunakan untuk mengumpulkan data tentang kebiasaan yang


mencerminkan refleksi perubahan dan sirkulasi oksigen.
a. Nyeri : lokasi, durasi, awal pencetus, kwalitas, kuantitas, factor yang
memperberat/memperingan, tipe nyeri.
b. Integritas neurovaskuler : mengalami panas, mati rasa, dan perasaan geli.
c. Status pernafasan : sukar bernafas, nafas pendek, orthopnoe, paroxysmal
nocturnal dyspnoe dan efek latihan pada pernafasan.
d. Gangguan sirkulasi : peningkatan berat badan, perdarahan, pasien sudah lelah.
e. Riwayat kesehatan sebelumnya : penyekit yang pernah diderita, obat-obat yang
digunakan dan potensial penyakit keturunan.
f. Kebiasaan pasien : diet, latihan, merokok dan minuman.
g. Riwayat Perkembangan.
h. Struktur system kardiovaskuler berubah sesuai usia.
i. Efek perkembangan fisik denyut jantung.
j. Produksi zat dalam darah.
k. Tekanan darah.
l. Riwayat Sosial.
m. Cara hidup pasien.
n. Latar belakang pendidikan.
o. Sumber-sumber ekonomi.
p. Agama.
q. Kebudayaan dan etnik.

3. Riwayat Psikologis
Informasi tentang status psikologis penting untuk mengembangkan rencana
asuhan keperawatan, dengan cara :
a. Mengidentifikasi stress/ sumberr stress.
b. Mengidentifikasi cara koping, mekanisme dan sumber-sumber coping.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk menegakan diagnosa pada
kasus gangguan kardiovaskuler diantaranya :
a. Pemeriksaan EKG
b. Pemeriksaan enzim jantung
c. Pemeriksaan rontgen
d. Pemeriksaan ecokardiograf
e. MRI

5. Pola Kesehatan Fungsional (Gordon)


Pola persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan : klien merasakan kondisi
kesehatan dan bagaimana cara menangani.
a. Pola nutrisi/ metabolic; gambaran pola makanan dan kebutuhan cairan b/d
kebutuhan metabolic dan suplai nutrisi.
b. Pola eliminasi : gambaran pola fungsi pembuangan (BAB, BAK, melalui kulit).
c. Pola aktifitas/olah raga : gambaran pola aktifitas, olahraga, santai, rekreasi.
d. Pola tidur-istirahat : gambaran pola  tidur, istirahat, dan relaksasi.
e. Pola kognitif dan perceptual gambaran pola konsep diri klien dan persepsi
terhadap dirinya.
f. Pola peran/hubungan : gambaran pola peran dalam berpartisipasi /
berhubungan dengan orang lain.
g. Pola seksualitas/reproduksi   : gambaran pola kenyamanan/tidak nyaman dengan
pola seksualitas dan gambaran pola reproduksi.
h. Pola koping/ toleransi stress : gambaran pola koping klien secara umum dan
efektifitas dalam toleransi terhadap stress.
i. Pola nilai/ keyakinan gambaran pola nilai-nilai keyakinan (termasuk aspek
spiritual) dan tujuan yang dapat mengarahkan menentukan pilihan/ keputusan.

6. Pengkajian Fisik ( Pemeriksaan Jantung )


Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus pada jantung.
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada jantung, maka penting terlebih
dahulu melihat pasien secara keseluruhan atau keadaan umum termasuk mengukur
tekanan darah, denyut nadi, suhu badan dan frekuensi pernafasan. Keadaan umum secara
keseluruhan yang perlu dilihat adalah :
 Bentuk tubuh gemuk / kurus
 Anemis
 Sianosis
 Sesak nafas
 Keringat dingin
 Muka sembab
 Edema kelopak mata
 Asites
 Bengkak tungkai atau pergelangan kaki
 Clubbing ujung jari-jari tangan

Pada pasien khusus penyakit jantung amat penting melakukan pemeriksaan nadi
adalah :
 Kecepatan / menit
 Kuat / lemah (besar / kecil)
 Teratur atau tidak
 Isi setiap denyut sama kuat atau tidak

Pemeriksaan fisik jantung dapat meliputi pemeriksaan secara inspeksi, palsasi,


auskultasi dan perkusi :
a. Inspeksi
 Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis
Mudah terlihat pada pasien yang kurus dan tidak terlihat pada pasien yang
gemuk atau emfisema pulmonum. Yang perlu diperhatikan adalah titik impuls
maksimum (Point of maximum Impulse). Normalnya berada pada ruang intercostals V
pada garis midklavikula kiri. Apabila impuls maksimum ini bergeser ke kiri berarti ada
pembesaran jantung kiri atau jantung terdorong atau tertarik ke kiri.
 Toraks / dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “veussure cardiac”
dinding toraks di bagian jantung menonjol menandakan penyakit jantung congenital.
Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan vena jungularis eksterna (dileher kiri
dan kanan) dengan teknik sebagai berikut :
 Posisi pasien setengah duduk dengan kemiringan ± 45 derajat.
 Leher diluruskan dan kepala menoleh sedikit ke kiri pemeriksa di kanan
pasien.
 Perhatikan vena jungularis eksterna yang terletak dileher; apakah terisi penuh/
sebagian, dimana batas atasnya bergerak naik turun.
 Dalam keadaan normal vena jungularis eksterna tersebut kosong / kolap.
 Vena jungularis yang terisi dapat disebabkan oleh : payah jantung kanan
(dengan atau tanpa jantung kiri), tekanan intra toraks yang meninggi,
tamponade jantung dan tumor mediastinum yang menekan venacava superior.

b. Palpasi
Palpasi dapat mengetahui dengan mengenal ukuran jantung dan denyut jantung.
Point of Maximum Impulse dipalpasi untuk mengetahui getaran yang terjadi ketika darah
mengalir melalui katup yang menyempitkan atau mengalami gangguan. Dengan posisi
pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis yang kita amati pada inspeksi. Peradaban
dilakukan dengan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) atau dengan telapak tangan. Yang perlu
dinilai adalah :
 Lebar impuls iktur kordis
 Kekuatan angkatnya

Normal lebar iktus kordis tidak melebihi 2 jari. Selain itu perlu pula dirasakan
(dengan telapak tangan) :
 Bising jantung yang keras (thrill)
 Apakah bising sistolik atau diastolic
 Bunyi murmur
 Friction rub (gesekan pericardium dengan pleura)

Iktus kordis yang kuat dan melebar tanda dari pembesaran/ hipertrofi otot jantung
akibat latihan/ atlit, hipertensi, hipertiroid atau kelainan katup jantung.

c. Perkusi
Dengan posisi pasien tetap berbaring atau terlentang kita lakukan pemeriksaan
perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan batas jantung (batas atas kanan kiri). Teknik
perkusi menuntut penguasaan teknik dan pengalaman, diperlukan keterampilan khusus.
Pemeriksaan harus mengetahui tentang apa yang disebut sonor, redup dan timpani.

d. Auskultasi
 Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama jantung, bunyi
jantung, murmur dan gesekan (rub).
 Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya. Bunyi jantung merupakan
refleksi dari membuka dan menutupnya katup dan terdengar di titik spesifik dari
dinding dada.
 Bunyi jantung I (S1) dihasilkan oleh penutupan katup atrioventrikuler (mitral dan
trikuspidalis).
 Bunyi jantung II (S2) disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aorta dan
pulmonal).
 Bunyi jantung III (S3) merupakan pantulan vibrasi ventrikuler dihasilkan oleh
pengisian ventrikel ketika diastole dan mengikuti S2.
 Bunyi jantung IV (S4) disebabkan oleh tahanan untuk mengisi ventrikel pada
diastole yang lambat karena meningkatnya tekanan diastole ventrikel atau
lemahnya penggelembungan ventrikel.
 Bunyi bising jantung disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup jantung
yang tidak sempurna. Yang perlu diperhatikan pada setiap bising jantung adalah :
 Apakah bising sistolik atau diastolic atau kedua-duanya.
 Kenyaringan (keras-lemah) bising.
 Lokasi bising (yang maksimal).
 Penyebaran bising.

Adapun derajat kenyaringan bising jantung dipengaruhi oleh :


 Kecepatan aliran darah yang melalui katup.
 Derajat kelainan/gangguan katup.
 Tebal tipisnya dinding toraks.
 Ada tidaknya emfisema paru.

Tingkat kenyaringan bising jantung meliputi :


 Tingkat I      : sangat lemah, terdengar pada ruangan amat sunyi.
 Tingkat II     : lemah, dapat didengar dengan ketelitian.
 Tingkat III    : nyaring, segera dapat terdengar / mudah didengar.
 Tingkat IV    : amat nyaring tanpa thrill.
 Tingkat V     : amat nyaring dengan thrill (getaran teraba).
 Tingkat VI    : dapat didengar tanpa stetoskop.

Murmur adalah bunyi hasil vibrasi dalam jantung dan pembuluh darah besar
disebabkan oleh bertambahnya turbulensi aliran. Pada murmur dapat ditentukan :
 Lokasi : daerah tertentu / menyebar
 Waktu : setiap saat, ketika sistolik / diastolik
 Intensitas :
 Tingkat 1 : sangat redup
 Tingkat 2 : redup
 Tingkat 3 : agak keras
 Tingkat 4 : keras
 Tingkat 5 : sangat keras
 Tingkat 6 : kemungkinan paling keras
 Puncak : kecepatan aliran darah melalui katup dapat berupa rendah, medium dan
tinggi
 Kualitas : mengalir, bersiul, keras/kasar, musical, gaduh atau serak

Gesekan (rub) adalah bunyi yang dihasilkan oleh parietal dan visceral oleh
perikarditis. Bunyi kasar, intensitas, durasi dan lokasi tergantung posisi klien.
7. Pengkajian Fisik ( Pemeriksaan Pembuluh Darah )
Pemeriksaan Pebuluh darah pembuluh darah terdiri dari :
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan sirkulasi perrifer.
b. Palpasi
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan. Pemeriksa dapat menekan tempat
tersebut dengan ketentuan :
+1 = cekung sedikit yang cepat hilang.
+2 = cekung menghilang dalam waktu 10-15 detik.
+3 = cekung dalam yang menghilang dalam waktu 1-2 menit.
+4 = bebas cekungan hilang dalam waktu 5 menit atau lebih.
c. Auskultasi
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi arteri.

G. Diagnosa Keperawatan ( Contoh Kasus Pada Pasien Asma )

Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodik
spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkhial (spasme bronkus). Spasme
bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat pernapasan menjadi sulit and
menimbulkan bunyi mengi. Terdapat dua tipe utama asma, asma ekstrinsik dan instrinsik.

1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asma yang paling berhasil adalah (1) penyingkiran agens penyebab
dan (2) adalah untuk berbagai 3) cdukasi (penyuluhan) kesehatan. Sasaran dari
penatalaksanaan medis asma meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala
kambuhan, mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama
dari medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien ncapai
relaksasi bronkhial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan.

Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses fundamental


dalam asma, maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi B,-adrenergik lebih sering
Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam kan bahwa
inhalasi P-adrenergik diberikan terlebih dahulu untuk membuka jalan napas, kemudian
inhalasi steroid akan menjadi lebih berguna ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek
samping yang berkaitan Direkomendasikan (Phipps, et al., 1995). Spasme bronkus terjadi
dalam hitungan menit kemudian memulih; reaksi lambat terjadi 4- B jam kemudian.

2. Pemeriksaan Diagnostik ( Ronsen dada )


 Temuan normal selama periode remisi uji fungsi paru.
 Dilakukan untuk menentukan apakah abnormalitas fungsi bersifat obstruktif atau
restriktif, untuk memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek
terapi, mis. bronkhodilator.
 Pemeriksaan fungsi pulmonari saat aktivitas juga mungkin dilakukan untuk
mengevaluasi toleransi terhadap akt pada mereka yang diketahui mempunyai
penyakit pulmonari progresif.
 TLC : Kadang meningkat.
 Kapasitas inspirasi : Meningkat.
 Volume residual : Meningkat.
 FEV FVC : Rasio volume ekspiratori kuat terhadap kapasitas vital kuat menurun
AGD : PaO, menurun, PaCO, menurun, pH sedang.
 HSD dan hitung banding : Eosinofil meningkat.
 Sputum : Kultur sitologik untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen, pemeriksaan untuk menyingkirkan malignansi yang mendasar atau
gangguan alergik.
 EKG : Penyimpangan aksis kanan, gelombang P memuncak.

3. Pengkajian
Data subjektif yang harus dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan asma
termasuk riwayat awitan dan durasi asma, faktor-faktor pencetus, medikasi terakhir,
medikasi yang digunakan untuk menghilangkan gejala-gejala asma, semua perubahan
terakhir program medikasi dan metoda perawatan diri yang digunakan untuk
menghilangkan gejala.
 Kaji penampilan umum (apakah klien tampak gelisah, sukar bernapas).
 Kaji tanda-tanda vital : takikardia, pulsus paradoksus (tidak terabanya denyut
nadi saat inspirasi, dibuktikan dengan penurunan hasil pengukuran tekanan darah
sistolik selama inspirasi 6-8 mm Hg), takipnea.
 Lakukan pemeriksaan pulmonari: inspeksi (pernapasan menggunakan otot
aksesori, postur menjorok ke depan, dipsnea, ekspirasi berkepanjangan, sianosis;
palpast (penurunan ekspansi lateral, penurunan fremitus); perkusi (hiperesonan,
penurunan eksiursi diafragma); auskultasi (mengi, inspirasi dan ekspirasi),
ronkhi.
 Kaji temuan pemeriksaan laboratorium: AGD (pada serangan singkat atau sedang
respiratori alkalosis dengan hipoksemia ringan; pada serangan berkelamaan atau
hebat respiratori asidosis dengan hipoksemia berat), sputum untuk eosinofilia,
penurunan FEV dan VC).

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan ditentukan dari hasil analisis data klien. Diagnosa
keperawatan untuk kliea dengan asma dapat mencakup (tetapi tidak terbstas) pada yang
berikut:
 Label Diagnostik
 Bersihan jalan napas, takefektif
 Ansietas
 Pola Pernapasan, takefektif
 Pertukaran gas, gangguan
 Kurang pengetahuan : faktor pencetus, pencegahan, dan pengobatan
informasi

 Faktor Etiologi yang Mungkin


 Teknik bernapas takefektif, penurunan energi/keletihan, kerusakan
mekanisme klirens mukosiliaris, masukan cairan tak adekuat
 Ancaman tentang ketidaktahuan atau kematian
 Konstriksi bronkus
 Sumbatan lendir, ketidakseimbangan V/Q
 Kurang pemajanan terhadap informasi, ketidakterbiasaan dengan sumber
informasi

5. Hasil Klien Yang Diharapkan


Hasil kien untuk klien dengan asma dapat mencakup (tetapi tidak terbatas pada)
yang berikut :
 Menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif: metoda batuk efektif;
penggunaan medikasi dan peralatan sesuai.
 Melakukan akivitas untuk mengontrol respons ansietas terhadap gejala: relaksasi
otot, meditasi, penggunaan medikasi yang sesuai.
 Menunjukkan pola pernapasan yang efektif: rasio ekspirasi: inspirasi adalah 5:10
detik, frekuensi pernapasan dalam batas normal.
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi: pH darah arteri dan PaCO,
kembali medikasi dan peralatan sesuai. otot, meditasi, penggunaan medikasi yang
sesuai detik, frekuensi pernapasan dalam batas normal. bagi individu
bersangkutan.
 Klien atau orang terdekat menyebutkan faktor-faktor yang paling mungkin
sebagai pencetus serangan asma (mis, stres, alergen, infeksi).
 Klien atau orang terdekat menyebutkan pentingnya catatan harian tentang gejala
dan medikasi (waktu dan dosis) selama serangan asma.
 Jika penyebabnya alergi, klien dan orang terdekat menyebutkan cara-cara untuk
selama serangan asma. menyiapkan lingkungan yang terkontrol dan menjelaskan
apa yang harus dilakukan jika terjadi serangan akut.
 Klien atau orang terdekat menyebutkan tanda atau gejala yang mengindikasikan
kebutuhan bantuan medis segera (serangan asma yang tidak hilang dengan
tindakan yang biasanya dilakukan).

H. Tindakan Pelaksanaan
1. Salam, perkenalan, TWT (tempat, waktu dan topik).
2. Mengatur posisi pasien, posisi supine atau terlentang. 
3. Memasang sampiran.
4. Buka pakaian bagian atas pasien, jika pasien menggunakan gelang, ikat pinggang,
jam tangan atau logam-logam lainnya perintahkan untuk dilepas. 
5. Bersihkan dada pasien dengan menggunakan kapas, kedua pergelangan tangan
serta kedua tungkai dilokasi penempatan manset elektroda. 
6. Mengoleskan jelly pada permukaan elektroda yang akan dipasang serta oleskan
juga pada daerah tubuh yang akan dipasang tepatnya sekitar dada. 
7. Memasang manset elektroda pada kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai. 
8. Menghidupkan monitor Elektrokardiogram.
9. Menyambungkan kabel Elektrokardiogram di kedua tungkai pergelangan tangan
dan kedua tungkai pergelangan kaki pasien, untuk rekaman ekstremitas (Lead I, II,
III, AVR, AVL, AVF) dengan cara : 
 Warna merah di pergelangan tangan kanan 
 Warna hijau di kaki kiri
 Warna hitam di kaki kanan
 Warna kuning di pergelangan tangan kiri
10. Elektoda pada ekstremitas atas dipasang di pergelangan tangan kiri dan kanan dan
searah terhadap telapak tangan.
11. Pada bagian ekstremitas bawah pasang pada pergelangan kaki kiri dan kanan
sebelah/arah bagian dalam.

Memasang elektroda dada untuk rekaman precardial lead :


 V1 diletakkan pada interkosta ke 4 garis sternum kanan
 V2 diletakkan pada interkosta ke 4 garis sternum kiri
 V3 diletakkan pada pertengahan V2 dan V4
 V4 diletakkan pada interkosta kelima garis mid (pertengahan) clavikula kiri
 V5 pada axila sebelah depan kiri
 V6 pada axila sebelah belakang kiri atau sejajar dengan axila line

12. Selanjutnya tinggal menekan tombol start tunggu beberapa saat.


13. Bila rekaman Elektrokardiogram sudah lengkap terekam, semua elektroda-
elektroda yang melekat di tubuh pasien dilepas dan dibersihkan dengan alkohol.
14. Membantu merapihkan pakaian pasien kembali.

Intervensi ( Contoh Kasus Pada Pasien Asma )


Intervensi keperawatan yang dilakukan tetu saja disesuaikan dengan label diagnostik
keperawat dan hasil yang diharapkan :
1. Meningkatkan bersihan jalan napas.
Selama serangan asmatik sekresi jalan napas cenderung untuk mengental dan
dapat menyumbat jalan napas. Dengan mengeluarkan sekresi, kebutuhan terhadap
intubasi dan ventilasi buatan sering dapat dicegah. Pastikan masukan cairan yang
adekuat.
2. Berikan dukungan emosional dan cegah ansietas.
Jangan pernah meninggalkan klien sendiri selama terjadinya serangan asmatik,
dorong teknik relaksasi, pandu atau bantu klien dengan manuver pernapasan dan kaji
terhadap penggunaan berlebih medikasi.

3. Meningkatkan pola pernapasan.


Barangkali klien dalam posisi Fowler tinggi.Dorong agar klien bernapas lambat
berirama, berikan medikasi bronkhodilator dan antinfamasi sesuai dengan instruksi
medis. Pantau klien terhadap respons terapeutik dan efek samping obat.
4. Memperbaiki pertukaran gas.
Hasil pemeriksaan analisis gas darah harus dipantau untuk mengetahui status
pernapasan klien. JHila terjadi alkalosis respiratorik, an klien untuk bernapas lebih
lambat. Jika terjadi asidosis respiratorik dan hi berikan oksigen sesuai dengan yang
diresepkan. Jika pemberian oksigen tidak menghentikan serangan, intubasi dan bantuan
ventilasi mungkin diperlukan.
5. Memfasilitasi pembelajaran.
Setelah klien pulih dari serangan akut, pengetahuan klien tentang asma dikaji, dan
berikan klien informasi melalui edukasi ataupenyuluhan kesehatan, pertegas informasi
mengenai:
 Kemungkinan faktor-faktor yang mencetuskan serangan, pola gejala dan
keefektifan modalitas pengobatan mandiri (termasuk waktu dan dosis semua
medikasi yang digunakan secara mandiri).
 Tanda dan gejala seperti rasa sangat sesak dalam dada, kegelisahan atau . perasaan
tak menentu, dispnea, peningkatan mengi, batuk produktif.
 Tindakan mandiri terhadap tanda dan gejala seperti menggunakan bronkhodilator
sesuai instruksi medis, menyebutkan kondisi seperti apa yang membutuhkan
peningkatan medikasi (mis. Infeksi, peningkatan stres atau memburuknya gejala).
Jika tidak ada orang lain, hubungi seseorang sehingga klien tidak sendiri.
Berusahalah untuk tetap tenang dan bernafas dengan lambat: gunakan teknik
relaksasi saat tand pertama serangan terjadi. Jika gejala tidak menghilang, hubungi
dokter.

I. Evaluasi
Klien mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan ketika terjadi serangan
akut dan menghubungi dokter ketika gejala tidak hilang setelah tindakan yang biasa
dilakukan.
Keberhasilan penatalaksanaan keperawatan tercermin pada pencapaian hasil yang
diharapkan dan tujuan klien. Bandingkan perilaku klien dengan hasil yang diharapkan
dan tujuan klien yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakberhasilan dalam pen-
capaian hasil dan tujuan klien mengindikasikan diperlukannya modifikasi pendekatan
yang digunakan dengan melakukan pengkajian kembali kondisi klien, merevisi diagnosa
keperawatan, dan menyesuaikan tindakan keperawatan yang dipilih.

Keberhasilan Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan asma diindikasikan oleh:


1. Bersihan jalan napas yang efektif, tingkat ansietas klien menurun, pola pernapasan
efektif, ventilasi dan perfusi mengalami perbaikan (pHl, PaCO, dan PaO, kembali
pada tingkat dasar klien).
2. Klien menyebutkan atau mengetahui faktor-faktor yang paling mungkin sebagai
pencetus serangan asma; misalnya serangan sering kali dicetuskan oleh olah raga
berlebih atau lebih mungkin untuk terjadi selama saat stres meningkat.
3. Klien mengetahui nama, dosis, dan efek samping medikasi yang diresepkan.
J. Sumber

Purnawan, Saryono Iwan.2014. EKG Cara Praktis Baca Elektrokardiografi. Yogyakarta:


Nuha Medika

Dian Permana,dkk.2015. Desain dan Implementasi Perancangan Elektrokardiograf


(EKG) Berbasis Bluetooth

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/ahjop/article/download/.../32. Diakses 26 Agustus


2018

Pratama,Gilang.2015. 5 Tujuan EKG. https://halosehat.com/tips-kesehatan/kesehatan-


jantung/tujuan-ekg-holter. Diakses 26 Agustus 2018

2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6. Jakarta: EGC


 
Doenges at al.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC
 
Price & Wilson.1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4. Jakarta:
EGC
 
PENDIDIKAN KESEHATAN PASIEN DENGAN PPOK

A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. PPOK adalah istilah umum yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi obstruksi ireversibel progresif aliran udara ekspirasi. Individu
dengan PPOK mengalami kesulitan bernapas, batuk produktif, dan intoleransi aktivitas. Kelainan
utama yang tampak pada individu dengan PPOK adalah bronkitis, emfisema, dan asma.

Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit
lainnya.

Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita
bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten
berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
Definisi PPOK yang bermanfaat terdapat dalam panduan GOLD (Global Initiative Of
Chronic Obstructive Lung Disease) (2001) :
1. Suatu keadaan penyakit yang dicirikan oleh terbatasnya aliran udara yang tidak
seluruhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progressif dan
berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas
berbahaya.
2. Definisi serupa telah disetujui oleh European Respiratory Society (ERS), American
Theoric Society (ATS), dan British Thoracic Society (BTS).
3. Suatu gangguan yang dicirikan oleh penurunan aliran ekspirasi maksimal dan
pengosongan paksa yang lambat dari paru: ciri-ciri yang tidak berubah secara bermakna
setelah beberapa bulan. Sebagian besar keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif,
lambat, dan irreversibel (ERS 1995).
4. Suatu keadaan penyakit yang dicirikan oleh obstruksi aliran udara akibat bronkitis kronik
atau emfisema; obstruksi aliran udara biasanya bersifat progresif, dapat disertai oleh
hiperaktifitas jalan napas dan dapat reversibel sebagian (ATS 1995).
5. Suatu gangguan kronik progresif lambat yang dicirikan oleh obstruksi aliran udara
(penurunan FEV1 dan rasio FEV1/VC) yang tidak berubah secara makna setelah beberapa
bulan. Sebagian besar gangguan fungsi paru bersifat menetap, walaupun sebagian
reversibelitas dapat dihasilkan oleh terapi bronkodilator atau lainnya (BTS 1997).
6. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dicirikan oleh obstruksi aliran udara. Obstruksi
aliran udara biasanya progresif, tidak sepenuhnya reversibel, dan tidak berubah secara
bermakna setelah beberapa bulan. Merokok secara dominan menyebabkan penyakit ini
(NICE 2004).

B. Tujuan
Tujuan terapeutik primer pada pasien dengan PPOK adalah menurunkan gejala,
meningkatkan funsi, dan memperbaiki kualitas hidup (Halpin 2001, NICE 2004). Hal ini
disebabkan pada konsep, seperti yang telah dijelaskan sebalumnya, bahwa PPOK merupakan
penyakit progresif yang tidak dapat disembuhkan, dengan sedikit modifikasi dalam perjalanan
penyakit oleh penggunaan terapi modern. Dengan demikian, setelah membuat diagnosis PPOK
tenaga kesehatan harus mampu memecahkan masalah yang terdapat dalam hal dukungan dan
tatalaksanaa pasien PPOK.

Tujuan penatalaksanaan :
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah eksaserbasi berulang
3. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
4. Meningkatkan kualiti hidup penderita

C. Indikasi
Gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya diwaspadai, yaitu:
1. Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh dengan warna lendir dahak
berwarna agak kuning atau hijau.
2. Pernapasan sering tersengal-sengal, terlebih lagi saat melakukan aktivitas fisik.
3. Mengi atau napas sesak dan berbunyi.
4. Lemas.
5. Penurunan berat badan.
6. Nyeri dada.
7. Kaki, pergelangan kaki, atau tungkai menjadi bengkak.
8. Bibir atau kuku jari berwarna biru.

D. Faktor Resiko PPOK


Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang penting, jauh
lebih penting dari faktor penyebab lainnya :
1. Riwayat Merokok
 Perokok aktif
 Perokok pasif
 Bekas perokok
2. Derajat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-
rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun
 Ringan : 0-200
 Sedang : 200-600
 Berat : >600
3. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
4. Hiperaktivi bronkus
5. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
6. Defisiensi antitripsin alfa-1, umumnya jarang terdapa di Indonesia.

E. Persiapan Alat

No Nama alat Gambar


.
1. Infocus

2. Lembar balik
3. Leaflet

4. Spirometri

5. Terapi oksigen

6. Bronkodialator inhalasi

F. Pengkajian Keperawatan
Data subjektif yang harus dikumpulkan untuk mengkaji klien dengan asma termasuk riwayat
awitan dan durasi asma, faktor-faktor pencetus, medikasi terakhir, medikasi yang digunakan
untuk menghilangkan gejala-gejala asma, semua perubahan terakhir program medikasi dan
metoda perawatan diri yang digunakan untuk menghilangkan gejala.
 Kaji penampilan umum (apakah klien tampak gelisah, sukar bernapas).
 Kaji tanda-tanda vital : takikardia, pulsus paradoksus (tidak terabanya denyut nadi
saat inspirasi, dibuktikan dengan penurunan hasil pengukuran tekanan darah
sistolik selama inspirasi 6-8 mm Hg), takipnea.
 Lakukan pemeriksaan pulmonari: inspeksi (pernapasan menggunakan otot
aksesori, postur menjorok ke depan, dipsnea, ekspirasi berkepanjangan, sianosis;
palpast (penurunan ekspansi lateral, penurunan fremitus); perkusi (hiperesonan,
penurunan eksiursi diafragma); auskultasi (mengi, inspirasi dan ekspirasi), ronkhi.
 Kaji temuan pemeriksaan laboratorium: AGD (pada serangan singkat atau sedang
respiratori alkalosis dengan hipoksemia ringan; pada serangan berkelamaan atau
hebat respiratori asidosis dengan hipoksemia berat), sputum untuk eosinofilia,
penurunan FEV dan VC).

G. Diagnosa Keperawatan
1. Defisiensi Pengetahuan, berhubungan dengan kurangnya informasi, kurang
sumber pengetahuan, ditandai dengan kurangnya pengetahuan (00126).
2. Perilaku Kesehatan Cenderung Berisiko, berhubungan dengan kurang
pemahaman, merokok, ditandai dengan gagal melakukan tindakan mencegah
masalah kesehatan, tidak menerima perubahan status kesehatan (00188).

H. Tindakan Pelaksanaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga


penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :


1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi
dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di
ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik
konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga.
Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK,
memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian
aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup
pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat
berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :


1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitis

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
 Macam obat dan jenisnya
 Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
 Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau
perlu saja )
 Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
 Kapan oksigen harus digunakan
 Berapa dosisnya
 Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
o Batuk atau sesak bertambah
o Sputum bertambah
o Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung
ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi
sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada
setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
ireversibel.

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :


1. Ringan
 Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
 Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain
berhenti merokok
 Segera berobat bila timbul gejala
2. Sedang
 Menggunakan obat dengan tepat
 Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
 Program latihan fisik dan pernapasan
3. Berat
 Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
 Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
 Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat - Obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau
obat berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :


 Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
 Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
 Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
 Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip
untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
 Lini I : amoksisilin makrolid
 Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon makrolid
baru

Perawatan di Rumah Sakit :


 Dapat dipilih
 Amoksilin dan klavulanat
 Sefalosporin generasi II & III injeksi
 Kuinolon per oral
 Ditambah dengan yang anti pseudomonas
 Aminoglikose per injeksi
 Kuinolon per injeksi
 Sefalosporin generasi IV per injeksi

d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.

f. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati

3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik
di otot maupun organ - organ lainnya.

Manfaat oksigen :
a. Mengurangi sesak
b. Memperbaiki aktiviti
c. Mengurangi hipertensi pulmonal
d. Mengurangi vasokonstriksi
e. Mengurangi hematokrit
f. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
g. Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi :
 Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
 Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P
 pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea,
penyakit paru lain

Macam terapi oksigen :


a. Pemberian oksigen jangka panjang
b. Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
c. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
d. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi


oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal
napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi
akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk
penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
a. Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )
b. Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
c. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil
terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian
oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan
mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada
waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan
aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri.
Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

Alat bantu pemberian oksigen :


 Nasal kanul
 Sungkup venture
 Sungkup rebreathing
 Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi
analisis gas darah pada waktu tersebut.

4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat
dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU
atau di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
 Ventilasi mekanik dengan intubasi
 Ventilasi mekanik tanpa intubasi

Ventilasi Mekanik Tanpa Intubasi


Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas
kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa
intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative
Pessure Ventilation (NPV).

5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia
kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :


a. Penurunan berat badan
b. Kadar albumin darah
c. Antropometri
d. Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
e. Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan


mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan
CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara
kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan
secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni.
Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat
menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada
PPOK karena berkurangnya fungsi
muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi.

Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :


 Hipofosfatemi
 Hiperkalemi
 Hipokalsemi
 Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian
nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian
yang lebih sering.

6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang
disertai :
a. Simptom pernapasan berat
b. Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
c. Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem
transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
a. Peningkatan VO2 max
b. Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobic
c. Peningkatan cardiac output dan stroke volume
d. Peningkatan efisiensi distribusi darah
e. Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan :


a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
b. Endurance exercise

Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan. Latihan ini


diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot
pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup
untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot
pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum,
memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas.

Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot
pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa
dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan
pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot
pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila
didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka
latihan endurance yang diutamakan.

Endurance Exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK.
Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada
orang sehat. Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya
toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja
maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan
merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi
terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan
penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah
kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan
faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya.

Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi


otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan
kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik.
Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya
oxygen uptake dan kontrol kardiovaskuler.

Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :


a. Di rumah
 Latihan dinamik
 Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda
b. Rumah sakit
 Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu.
Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan
dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh
penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau
obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat
memberikan informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah
dilaksanakan.
 Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di
rumah adalah ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik
daripada walking- jogging. Begitu jenis latihan sudah ditentukan, latihan
dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi
sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai
denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti
dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah
sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal
adalah 220 - umur dalam tahun.
 Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita dapat
diperkecil. walaupun demikan latihan jasmani secara potensial akan dapat
berakibat kelainan fatal, dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :


 Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan
 Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan
 Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan
koordinasi atau pusing latihan segera dihentikan
 Pakaian longgar dan ringan

Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan
dapat diberikan obat.

Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik
latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi
dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih
ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.

I. Evaluasi
Keberhasilan penatalaksanaan keperawatan tercermin pada pencapaian hasil yang diharapkan
dan tujuan klien. Bandingkan perilaku klien dengan hasil yang diharapkan dan tujuan klien yang
telah ditetapkan sebelumnya. Ketidakberhasilan dalam pen- capaian hasil dan tujuan klien
mengindikasikan diperlukannya modifikasi pendekatan yang digunakan dengan melakukan
pengkajian kembali kondisi klien, merevisi diagnosa keperawatan, dan menyesuaikan tindakan
keperawatan yang dipilih.

Keberhasilan Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan asma diindikasikan oleh:


4. Bersihan jalan napas yang efektif, tingkat ansietas klien menurun, pola pernapasan
efektif, ventilasi dan perfusi mengalami perbaikan (pHl, PaCO, dan PaO, kembali
pada tingkat dasar klien).
5. Klien menyebutkan atau mengetahui faktor-faktor yang paling mungkin sebagai
pencetus serangan asma; misalnya serangan sering kali dicetuskan oleh olah raga
berlebih atau lebih mungkin untuk terjadi selama saat stres meningkat.
6. Klien mengetahui nama, dosis, dan efek samping medikasi yang diresepkan. Klien
mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan ketika terjadi serangan akut dan
menghubungi dokter ketika gejala tidak hilang setelah tindakan yang biasa dilakukan.

J. Sumber
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.(2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, 8-15.

Anda mungkin juga menyukai