Anda di halaman 1dari 6

Akibat dari perang pasifik (pengeboman Hirosima dan Nagasaki )

Pada tahun 1945, Perang Pasifik antara Kekaisaran Jepang dan Sekutu memasuki tahun keempat.


Jepang melawan dengan sengit agar kemenangan AS dihantui oleh jumlah korban yang besar.
Dari 1,25 juta tentara Amerika Serikat yang gugur pada Perang Dunia II, termasuk personel
militer yang gugur dalam tugas dan cedera dalam tugas, hampir satu juta tentara gugur dalam
kurun waktu Juni 1944 sampai Juni 1945. Pada Desember 1944, jumlah tentara AS yang gugur
mencapai angka tertingginya, 88.000 tentara per bulan, akibat Serangan Ardennes oleh
Jerman. Di Pasifik, Sekutu kembali ke Filipina, merebut Myanmar, dan menyerbu
Borneo. Serangan dilancarkan untuk melenyapkan pasukan Jepang yang masih bercokol
di Bougainville, Nugini, dan Filipina. Pada bulan April 1945, pasukan Amerika Serikat mendarat
di Okinawa dan bertempur sengit sampai Juni. Seiring perang berlangsung, rasio korban Jepang
dan AS turun dari 5:1 di Filipina ke 2:1 di Okinawa.
Saat Sekutu terus merangsek ke Jepang, kondisi bangsa Jepang semakin buruk. Tonase armada
kapal dagang Jepang turun dari 5.250.000 ton bruto pada tahun 1941 ke 1.560.000 ton pada
Maret 1945, dan 557.000 ton bulan Agustus 1945. Kelangkaan bahan mentah memaksa ekonomi
perang Jepang jatuh pada paruh akhir 1944. Ekonomi masyarakat yang melemah sepanjang
perang mencapai tingkat terparahnya pada pertengahan 1945. Ketiadaan kapal juga
memengaruhi armada nelayan. Pada tahun 1945, hasil tangkapan ikan hanya 22% dari hasil
tahun 1941. Panen beras tahun 1945 mencapai jumlah terendah sejak 1909. Akibatnya, kelaparan
dan kekurangan gizi merebak di masyarakat. Produksi industri Amerika Serikat jauh lebih
unggul daripada industri Jepang. Pada tahun 1943, Amerika Serikat memproduksi hampir
100.000 pesawat per tahun, berbeda dengan 70.000 pesawat yang diproduksi Jepang selama
Perang Dunia II. Pada musim panas 1944, AS mengerahkan hampir seratus kapal induk di
Pasifik, lebih banyak daripada 25 kapal induk yang dimiliki Jepang sepanjang perang. Bulan
Februari 1945, Pangeran Fumimaro Konoe memberitahu Kaisar Hirohito bahwa kekalahan sudah
tidak bisa dihindari lagi dan menyarankan Kaisar untuk turun takhta.
Pasca perang
Geografi Jepang membuat rencana invasi ini diketahui Jepang; mereka mampu memprediksi
rencana invasi Sekutu secara akurat dan menyesuaikan rencana pertahanan mereka, Operasi
Ketsugō. Jepang merencanakan pertahanan Kyūshū secara habis-habisan tanpa menyisakan
cadangan untuk operasi pertahanan selanjutnya. Empat divisi veteran ditarik dari Tentara
Kwantung di Manchuria pada Maret 1945 untuk memperkuat pasukan di Jepang, dan 45 divisi
baru diaktifkan antara bulan Februari dan Mei 1945. Sebagian besar divisi tersebut merupakan
divisi imobil untuk pertahanan pesisir, tetapi 16 lainnya merupakan divisi mobil berpengalaman
tinggi. Secara keseluruhan, 2,3 juta tentara Angkatan Darat Jepang disiapkan untuk
mempertahankan pulau-pulau besar Jepang. Mereka dibantu oleh 28 juta milisi sipil pria dan
wanita. Perkiraan korban bervariasi namun sangat tinggi. Wakil Kepala Staf Umum Angkatan
Laut Kekaisaran Jepang, Laksamana Madya Takijirō Ōnishi, memperkirakan bahwa jumlah
warga Jepang yang tewas bisa mencapai 20 juta jiwa.
Penelitian tanggal 15 Juni 1945 yang dilakukan oleh Joint War Plans Committee, penyampai
informasi perencanaan ke Kepala Staf Gabungan, memperkirakan bahwa Olympic akan
mengorbankan antara 130.000 sampai 220.000 tentara AS, 25.000 sampai 46.000 di antaranya
gugur. Hasil penelitian disampaikan pada tanggal 15 Juni 1945 setelah menerima hasil
Pertempuran Okinawa. Penelitian tersebut menyoroti pertahanan Jepang yang lemah karena
pemblokiran laut yang sangat efektif dan kampanye pengeboman oleh Amerika Serikat. Kepala
Staf Angkatan Darat Amerika Serikat, Jenderal George Marshall, dan Komandan Angkatan darat
di Pasifik, Jenderal Douglas MacArthur, menandatangani dokumen persetujuan perkiraan Joint
War Plans Committee.
Amerika Serikat dikejutkan oleh penumpukan pasukan Jepang yang terlacak oleh intelijen Ultra.
Menteri Perang Henry L. Stimson sangat khawatir dengan perkiraan jumlah korban tentara AS
sehingga ia menugaskan Quincy Wright dan William Shockley untuk melakukan penelitian
terpisah. Wright dan Shockley berbicara dengan Kolonel James McCormack dan Dean Rusk, dan
mempelajari perkiraan korban yang disampaikan Michael E. DeBakey dan Gilbert Beebe.
Wright dan Shockley memperkirakan bahwa jumlah korban di sisi Sekutu mencapai antara 1,7
dan 4 juta jiwa bila skenarionya seperti itu, 400.000 sampai 800.000 di antaranya gugur,
sedangkan korban di sisi Jepang mencapai antara 5 sampai 10 juta jiwa.

Serangan udara di Jepang


Pengganti Hansell, Mayor Jenderal Curtis LeMay, menjadi komandan operasi pada Januari 1945
dan pada awalnya masih meneruskan taktik pengeboman tepat yang sama dengan hasil yang
tidak memuaskan pula. Serangan tersebut awalnya menargetkan fasilitas industri penting, tetapi
sebagian besar proses produksi Jepang dilakukan di bengkel-bengkel kecil dan rumah warga. Di
bawah tekanan markas USAAF di Washington, LeMay mengganti taktik dan memutuskan
bahwa pengeboman bakar tingkat rendah di perkotaan Jepang merupakan satu-satunya cara
untuk menghancurkan kemampuan produksi mereka; beralih dari pengeboman tepat
ke pengeboman wilayah dengan bom bakar.
Seperti kebanyakan pengeboman strategis pada Perang Dunia II, tujuan serangan USAAF di
Jepang adalah menghancurkan industri perang musuh, membunuh atau melumpuhkan warga
sipil yang dipekerjakan oleh industri perang, dan menurunkan moral sipil. Warga sipil yang
terlibat dalam upaya perang lewat berbagai aktivitas seperti pembangunan benteng dan produksi
munisi dan material perang lainnya di pabrik dan bengkel dianggap sebagai kombatan secara
hukum dan pantas diserang.
Selama enam bulan selanjutnya, XXI Bomber Command di bawah pimpinan LeMay mengebom
67 kota di Jepang. Pengeboman Tokyo, atau Operation Meetinghouse, tanggal 9–10 Maret
menewaskan sekitar 100.000 orang dan menghancurkan perkotaan seluas 16 mil persegi
(41 km2) dan 267.000 bangunan dalam satu malam saja. Operasi ini merupakan pengeboman
paling mematikan sepanjang Perang Dunia II. Sebanyak 20 B-29 ditembak jatuh oleh meriam
flak dan pesawat tempur. Pada bulan Mei, 75% bom yang dijatuhkan merupakan bom bakar yang
dirancang untuk membakar "kota kertas" Jepang. Pada pertengahan Juni, enam kota terbesar di
Jepang telah diluluhlantakkan. Berakhirnya pertempuran di Okinawa bulan itu memberikan
Sekutu kesempatan untuk memanfaatkan pangkalan udara yang letaknya lebih dekat dengan
pulau-pulau utama Jepang. Kampanye pengeboman pun ditingkatkan. Pesawat yang terbang
dari kapal induk Sekutu dan Kepulauan Ryukyu secara rutin menyasar target-target di Jepang
sepanjang 1945 menjelang Operasi Downfall Pengeboman dialihkan ke kota-kota kecil yang
dihuni 60.000 sampai 350.000 jiwa. Menurut Yuki Tanaka, AS mengebom lebih dari seratus
kota di Jepang. Serangan-serangan tersebut juga mematikan.
Militer Jepang tidak mampu menghentikan serangan Sekutu dan persiapan pertahanan
sipil Jepang tidak cukup kuat. Pesawat tempur dan senjata antipesawat Jepang sulit menyasar
pesawat pengebom yang terbang sangat tinggi. Sejak April 1945, pesawat penyergap Jepang
harus menghadapi pesawat tempur pengawal Amerika Serikat yang berpangkalan di Iwo
Jima dan Okinawa.[46] Pada bulan itu, Pasukan Udara Angkatan Darat Kekaisaran
Jepang dan Pasukan Udara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang berhenti menyergap pesawat
Sekutu supaya masih ada pesawat tempur yang tersisa menjelang invasi.[47] Pada pertengahan
1945, Jepang mengurangi frekuensi penyergapan B-29 yang melakukan pengintaian di Jepang
untuk menghemat bahan bakar Pada Juli 1945, Jepang menimbun 1156000 US barel
(137800000 l; 36400000 US gal; 30300000 imp gal) avgas untuk persiapan penyerbuan
Jepang Meski militer Jepang memutuskan untuk melanjutkan serangan terhadap pesawat
pengebom Sekutu sebelum bulan Juni berakhir, pesawat tempur yang beroperasi saat itu sudah
sangat sedikit sehingga tidak sempat berganti taktik untuk mencegah serangan udara Sekutu

Hiroshima pada Perang Dunia II[sunting | sunting sumber]

Pada hari pengeboman, Hiroshima merupakan kota penting dari segi industri maupun militer.
Beberapa satuan militer berpangkalan di dekat Hiroshima, termasuk markas Angkatan Darat
Umum Kedua pimpinan Marsekal Lapangan Shunroku Hata. Angkatan Darat Umum Kedua
memimpin pertahanan Jepang bagian selatan  dan bermarkas di Istana Hiroshima. Hata
membawahkan kurang lebih 400.000 prajurit, sebagian besar di antaranya ditempatkan di
Kyushu untuk mengantisipasi serbuan Sekutu  Di kota ini juga terdapat markas Angkatan Darat
ke-59, Divisi ke-5, dan Divisi ke-224, satuan mobil yang baru dibentuk Kota ini dilindungi oleh
lima baterai artileri senjata antipesawat 7-cm dan 8-cm (2,8 dan 3,1 inci) dari Divisi Antipesawat
ke-3, termasuk unit dari Resimen Antipesawat ke-121 dan 122 dan Batalyon Antipesawat
Terpisah ke-22 dan 45. Secara keseluruhan, lebih dari 40.000 personel militer ditempatkan di
Hiroshima
Hiroshima adalah pangkalan suplai dan logistik militer Jepang berukuran kecil, namun arsenal
militernya besar Kota ini juga merupakan pusat komunikasi, pelabuhan penting, dan tempat
berkumpulnya tentara Hiroshima adalah kota terbesar kedua di Jepang setelah Kyoto yang masih
bertahan meski diserang berkali-kali Alasannya, Hiroshima tidak punya industri pesawat yang
menjadi target utama XXI Bomber Command. Pada tanggal 3 Juli, Kepala Staf Gabungan
menghapus Hiroshima, Kokura, Niigata, dan Kyoto dari jalur pesawat pengebom
Pusat kota dipadati oleh bangunan beton berkerangka dan bangunan berstruktur ringan. Wilayah
di luar pusat kota dipadati oleh bengkel kecil berbahan kayu yang tersebar di antara rumah-
rumah Jepang. Pabrik terletak di pinggiran kota. Rumah di Hiroshima terbuat dari kayu dengan
atap tanah liat. Banyak pula bangunan industri yang berkerangka kayu. Seluruh wilayah
perkotaan Hiroshima rentan terbakar.
Sebelum pengeboman atom, populasi Hiroshima mencapai puncaknya sebanyak 381.000 jiwa,
lalu perlahan turun karena evakuasi sistematis yang dilaksanakan pemerintah Jepang. Saat
serangan terjadi, jumlah penduduk Hiroshima 340.000–350.000 jiwa Penduduk heran karena
Hiroshima tidak menjadi target pengeboman bakar Sejumlah pihak menduga bahwa kota ini
hendak dijadikan markas pendudukan Amerika Serikat. Ada pula yang menduga bahwa kerabat
mereka di Hawaii dan California meminta pemerintah AS untuk tidak mengebom
Hiroshima Pejabat pemerintah kota memerintahkan penghancuran beberapa bangunan untuk
menciptakan pemecah api berukuran panjang pada tahun 1944 Pemecah api terus diperluas dan
diperpanjang sampai pagi tanggal 6 Agustus 1945
Pengeboman
Hiroshima adalah target utama misi pengeboman nuklir pertama pada tanggal 6 Agustus; Kokura
dan Nagasaki menjadi target alternatif. Setelah diberi maklumat sesuai Operations Order No. 35,
pesawat B-29 Enola Gay dari 393d Bombardment Squadron yang dipiloti Tibbets lepas landas
dari North Field, Tinian, menuju Jepang dengan masa tempuh enam jam. Enola Gay (diambil
dari nama ibu Tibbets) dikawal oleh dua pesawat B-29. The Great Artiste, di bawah pimpinan
Mayor Charles Sweeney, mengangkut instrumen, sedangkan Necessary Evil yang saat itu belum
diberi nama, di bawah pimpinan Kapten George Marquardt, bertugas sebagai perekam foto.
Setelah meninggalkan Tinian, pesawat terbang di atas Iwo Jima untuk menjemput pesawat
Sweeney dan Marquardt pukul 05:55 di ketinggian 9200 kaki (2800 m) dan melanjutkan
penerbangan ke Jepang. Pesawat tiba di target pengeboman dengan cuaca cerah di ketinggian
31060 kaki (9470 m). Parsons, pemimpin misi, mengaktifkan bom di udara untuk mengurangi
risiko saat lepas landas. Ia pernah melihat langsung empat B-29 jatuh dan terbakar saat lepas
landas dan khawatir ledakan nuklir akan terjadi bila B-29 yang mengangkut Little Boy
jatuh Asistennya, Letnan Dua Morris R. Jeppson, mencabut pengaman bom 30 menit sebelum
tiba di target pengeboman.
Pada malam tanggal 5–6 Agustus, radar peringatan awal Jepang melacak penerbangan sejumlah
pesawat Amerika Serikat yang mengarah ke Jepang bagian selatan. Radar melacak 65 pesawat
pengebom ke arah Saga, 102 ke Maebashi, 261 ke Nishinomiya, 111 ke Ube, dan 66 ke Imabari.
Sirene serangan udara dinyalakan dan siaran radio dihentikan di sejumlah kota, termasuk
Hiroshima. Sirene kondusif dinyalakan di Hiroshima pukul 00:05  Sekitar satu jam sebelum
pengeboman, sirene serangan udara dinyalakan kembali ketika Straight Flush terbang di atas
kota. Pesawat ini mengirimkan pesan singkat yang diterima Enola Gay. Pesan tersebut berisi:
"Sebaran awan kurang dari 3/10 di semua ketinggian. Saran: bom utama."[] Sirene kondusif
dinyalakan lagi di Hiroshima pukul 07:09
Pada pukul 08:09, Tibbets memulai misinya dan menyerahkan kendali pesawat ke perwira
pengebomnya, Mayor Thomas Ferebee  Bom dilepaskan pukul 08:15 (waktu Hiroshima) sesuai
rencana. Little Boy yang mengangkut kurang lebih 64 kg (141 pon) uranium-235 memerlukan
44,4 detik untuk jatuh dari ketinggian jelajah 31000 kaki (9400 m) menuju ketinggian ledakan
1900 kaki (580 m) di atas kota. Enola Gay terbang sejauh 11,5 mi (18,5 km) sebelum diterjang
gelombang kejut yang dihasilkan ledakan
Karena angin samping, bom meleset dari titik acuannya, Jembatan Aioi, sejauh kira-kira 800 ft
(240 m) dan meledak pas di atas Klinik Bedah Shima di  34.39468°N 132.45462°E.
Ledakannya setara dengan 16 kiloton TNT (67 TJ), ± 2 kt  Senjata ini dianggap sangat tidak
efisien karena hanya 1,7% material bom yang mengalami fisik  Radius kehancuran total
mencapai 1 mil (1,6 km), sedangkan radius kebakarannya mencapai 4,4 mil persegi (11 km2)
Orang-orang di darat melaporkan melihat pika atau kilau cahaya terang yang diikuti don, bunyi
dentuman keras  Sekitar 70.000–80.000 orang, 20.000 di antaranya tentara, atau 30% penduduk
Hiroshima tewas akibat ledakan dan kebakaran pascaledakan dan 70.000 orang sisanya cedera
Peristiwa di darat
Sejumlah bangunan beton bertulang di Hiroshima dibangun dengan sangat kuat karena faktor
gempa bumi di Jepang, dan kerangkanya tidak runtuh meski letaknya dekat dengan pusat
ledakan. Karena bom meledak di udara, ledakan lebih terpusat ke bawah alih-alih ke samping
sehingga menyelamatkan Aula Pameran Industri Prefektur, sekarang dikenal dengan nama
kubah Genbaku (A-bomb). Gedung ini dirancang dan dibangun oleh arsitek Ceko, Jan Letzel,
dan terletak 150 m (490 ft) dari titik nol. Reruntuhan gedung diberi nama Tugu Perdamaian
Hiroshima dan terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1996 meski
ditentang Amerika Serikat dan Tiongkok. Kedua negara beralasan bahwa justru negara-negara
Asia selain Jepanglah yang mengalami korban jiwa dan kehancuran properti terbesar dalam
Perang Dunia II, dan penganugerahan penghargaan UNESCO kepada Jepang tidak memiliki
dasar sejarah
Amerika Serikat memperkirakan bahwa 4,7 mil persegi (12 km2) wilayah kota Hiroshima
hancur. Pejabat pemerintah Jepang memperkirakan bahwa 69% bangunan di Hiroshima rata
dengan tanah dan 6–7% bangunan mengalami kerusakan  Pengeboman atom memicu kebakaran
yang menyebar cepat lewat rumah-rumah berbahan kayu dan kertas. Seperti kota-kota lainnya di
Jepang, pemecah api gagal mencegah kebakaran
Eizō Nomura adalah korban selamat yang diketahui paling dekat dengan ledakan bom. Ia saat itu
berada di bawah tanah gedung beton bertulang (disebut Rest House setelah perang) yang berjarak
170 meter (560 ft) dari titik nol (hiposentrum Ia hidup sampai usia 80 tahunan Akiko Takakura
merupakan salah satu korban selamat yang paling dekat dengan hiposentrum ledakan. Ia saat itu
berada di gedung Bank Hiroshima yang berjarak 300 meter (980 ft) dari titik nol.
Lebih dari 90% dokter dan 93% perawat di Hiroshima tewas atau terluka. Sebagian besar dari
mereka sedang berada di pusat kota, wilayah yang paling parah kerusakannya  Banyak rumah
sakit hancur atau rusak parah. Hanya satu dokter, Terufumi Sasaki, yang masih bertugas di Red
Cross Hospital Meski situasinya demikian, kepolisian dan relawan mendirikan pusat evakuasi di
rumah sakit, sekolah, dan stasiun trem pada sore hari. Kamar mayat didirikan di perpustakaan
Asano
Sebagian besar pasukan markas Angkatan Darat Umum Kedua Jepang sedang menjalani latihan
fisik di lapangan Istana Hiroshima, sekitar 900 yard (820 m) dari hiposentrum. Serangan tersebut
menewaskan 3.243 tentara di lapangan ini  Ruang komunikasi Markas Distrik Militer Chugoku
yang bertugas mengeluarkan dan menyalakan sirene serangan udara terletak di semi-bawah tanah
istana. Yoshie Oka, siswi Sekolah Menengah Atas Perempuan Hijiyama yang ditugaskan sebagai
petugas komunikasi di sana, mengirimkan pesan bahwa alarm telah dinyalakan di Hiroshima dan
Yamaguchi ketika bom meledak. Ia memakai telepon khusus untuk memberitahu
Markas Fukuyama bahwa, "Hiroshima telah diserang oleh sebuah bom jenis baru. Hampir
seluruh kota ini mengalami kehancuran total
Karena Wali Kota Senkichi Awaya tewas saat sedang sarapan bersama putra dan cucunya di
kediaman wali kota, Marsekal Lapangan Hata, meski sedikit terluka, mengambil alih
pemerintahan kota dan memimpin pengiriman bantuan. Banyak stafnya yang tewas atau cedera
parah, termasuk seorang pangeran Korea dari Dinasti Joseon, Yi Wu, yang menjabat sebagai
letnan kolonel Angkatan Darat Jepan Staf senior Hata yang selamat adalah Kolonel Kumao
Imoto; ia ditugaskan sebagai kepala staf Hata. Pelabuhan Ujina Hiroshima tidak mengalami
kerusakan, dan tentara Jepang mengerahkan kapal bunuh diri untuk mencegah serbuan Amerika
Serikat, mengangkut korban cedera, dan membawa mereka ke rumah sakit militer di Ujina  Truk
dan kereta membawa persediaan bantuan dan mengungsikan korban selamat dari kota.
Dua belas penerbang Amerika Serikat dipenjara di Markas Kepolisian Militer Chugoku, 1300
kaki (400 m) dari hiposentrum ledakan Sebagian besar dari mereka tewas seketika, walaupun ada
dua penerbang yang kabarnya telah dieksekusi. Dua penerbang lainnya yang terluka parah
ditinggalkan di pinggir Jembatan Aioi oleh Kempei Tai, lalu ditimpuk batu sampai
tewas Laporan selanjutnya menunjukkan bahwa 8 tahanan perang AS yang dikabarkan tewas
akibat ledakan bom justru kenyataannya ditahan di Istana Hiroshima dan telah dieksekusi
sebagai bagian dari program eksperimen kedokteran sebelum pengeboman atom terjadi.

Anda mungkin juga menyukai