Anda di halaman 1dari 14

TUJUAN HUKUM ISLAM

(Maqashid Syari’ah)
(PERTEMUAN III)
ISTILAH MAQASHID SYARI’AH

 Maqashid al-syari'ah terdiri dari dua kata,


maqashid dan syari'ah.

 Kata maqashid merupakan bentuk jama' dari


maqshad yang berarti maksud dan tujuan ;

 Syari'ah mempunyai pengertian hukum-hukum


Allah yang ditetapkan untuk manusia agar
dipedomani untuk mencapai kebahagiaan hidup
di dunia maupun di akhirat.
Pengertian Maqashid Syari’ah
 Kandungan nilai yang menjadi tujuan
pensyariatan hukum kandungan nilai yang
menjadi tujuan pensyariatan hukum
 Tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari
suatu penetapan hukum.
 Makna-makna dan tujuan-tujuan yang
dipelihara oleh syara' dalam seluruh
hukumnya atau sebagian besar hukumnya,
atau tujuan akhir dari syari'at dan rahasia-
rahasia yang diletakkan oleh syara' pada
setiap hukumnya (Wahbah al-Zuhaili)
Al-Syathibi, membagi tujuan syari'ah itu
secara umum ke dalam dua kelompok, yaitu:

 Tujuan syari'at menurut perumusnya (syari


disebut juga dengan pembuat hukum itu
sendiri yaitu Allah dan Rasul-Nya

 Tujuan syari'at menurut pelakunya (mukallaf)


disebut juga dengan pelaku atau pelaksana
hukum Islam itu sendiri.
Maqashid al-syari'ah dalam konteks maqashid
al-syari' meliputi empat hal, yaitu

1. Tujuan utama syari'at adalah kemaslahatan


manusia di dunia dan di akhirat.
2. Sebagai sesuatu yang harus dipahami.
3. Syari'at sebagai hukum taklifi yang harus
dijalankan.
4. Tujuan syari'at membawa manusia selalu di
bawah naungan hukum

Keempat aspek di atas saling terkait dan


berhubungan dengan Allah sebagai pembuat
syari'at (syari').
TUJUAN HUKUM ISLAM
1. DARI SISI PEMBUAT HUKUM ISLAM (ALLAH
SWT)
 UNTUK MEMENUHI KEPERLUAN HIDUP
MANUSIA YANG SIFATNYA PRIMER
(DARURRIYAT), SEKUNDER (HAJJIYAT),
TERTIER (TAHSINIYYAT) ;
 UNTUK DITAATI DAN DILAKSANAKAN
OLEH MANUSIA DALAM KEHIDUPAN ;
 UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MEMENUHI HUKUM ISLAM DENGAN
MEMPELAJARI USHUL FIQH
A.TUJUAN HUKUM ISLAM YANG BERSIFAT
PRIMER (DARURRIYAT) BAGI UMAT ISLAM

1. MEMELIHARA AGAMA
AGAMA MERUPAKAN PEDOMAN HIDUP
MANUSIA. DALAM AGAMA ISLAM, SELAIN
TERDIRI DARI KOMPONEN YAITU AKIDAH
DAN AKHLAK, TERDAPAT PULA SYARI’AH
YANG MERUPAKAN JALAN HIDUP
SEORANG MUSLIM DALAM BERHUBUNGAN
DENGAN TUHAN MAUPUN MANUSIA DAN
BENDA LAINNYA
2. MEMELIHARA JIWA
HUKUM ISLAM MEWAJIBKAN UNTUK MEMELIHARA
HAK MANUSIA UNTUK HIDUP DAN
MEMPERTAHANKAN HIDUPNYA. OLEH SEBAB ITU,
HUKUM ISLAM MELARANG TERJADINYA
PEMBUNUHAN.

3. MEMELIHARA AKAL
DENGAN AKAL, MANUSIA DAPAT BERPIKIR TENTANG
ALLAH, ALAM SEMESTA DAN DIRINYA. DENGAN AKAL,
MANUSIA DAPAT MENGEMBANGKAN TEKNOLOGI.
OLEH SEBAB ITU, HUKUM ISLAM MELARANG ORANG
MEMINUM KHAMAR DAN MENGHUKUM SETIAP
PERBUATAN YANG DAPAT MERUSAK AKAL.
4. MEMELIHARA KETURUNAN
MAKSUDNYA ADALAH UNTUK MENJAGA
KEMURNIAN DARAH DAN MELANJUTKAN
GENERASI UMAT ISLAM.

5. MEMELIHARA HARTA
HUKUM ISLAM MELINDUNGI HAK MANUSIA
UNTUK MEMPEROLEH HARTA DENGAN CARA-
CARA YANG HALAL DAN SAH SERTA MELINDUNGI
KEPENTINGAN HARTA SESEORANG, MASYARAKAT
MAUPUN NEGARA. TERMASUK DALAM HAL INI
ADALAH PENGATURAN SECARA RINCI DALAM
PERALIHAN HARTA MELALUI KEWARISAN.
B. TUJUAN HUKUM ISLAM BERSIFAT SEKUNDER
(HAJIYAT)
 Yaitu maslahat yang bersifat sekunder, yang
diperlukan oleh manusia untuk
mempermudah dalam kehidupan dan
menghilangkan kesulitan maupun
kesempitan. Jika ia tidak ada, akan terjadi
kesulitan dan kesempitan yang implikasinya
tidak sampai merusak kehidupan.
C. TUJUAN HUKUM ISLAM BERSIFAT TERSIER
(Tahsiniyat)
 Yaitu maslahat yang merupakan tuntutan
muru'ah (moral), dan itu dimaksudkan untuk
kebaikan dan kemuliaan. Jika ia tidak ada,
maka tidak sampai merusak ataupun
menyulitkan kehidupan manusia. Maslahat
tahsiniyat ini diperlukan sebagai kebutuhan
tersier untuk meningkatkan kualitas
kehidupan manusia.
2. TUJUAN HUKUM ISLAM DARI SISI
MANUSIA (BAGI UMAT ISLAM/Maqasid
Mukallaf)
 UNTUK MENCAPAI KEHIDUPAN YANG
BAHAGIA DAN SEJAHTERA YAITU DENGAN
MENGAMBIL HAL-HAL YANG BERMANFAAT
DAN MENOLAK YANG MUDARAT
 Setiap mukalaf wajib melaksanakan apa yang

telah menjadi ketentuan bagi dirinya sendiri,


ketentuan tersebut tidak dapat dijalankan
oleh orang lain, namun ketentuan tersebut
haruslah dengan pertimbangan
 Manusia dalam mengerjakan suatu pekerjaan
atau meninggalkannya adakalanya sejalan
atau tidak sejalan antara maqasid al-syari‘ah
dan maqasid al-mukallaf, dalam hal ini ada 3
(tiga) bentuk:
1) Bentuk ini sudah disepakati oleh ulama
tentang keabsahannya yaitu kesesuaian
antara maqasid al-syari‘ah dan maqasid al-
mukallaf, seperti seseorang menunaikan
kewajiban yang sudah disyariatkan dengan
benar dan dibarengi dengan niat yang mulia
oleh mukalaf dalam melaksanakannnya.
2) Bentuk ini juga sudah disepakati
hukumnya yaitu tidak diperbolehkan, berupa
perbuatan antara maqasid al-syari‘ah dan
maqasid al-mukallaf semuanya bermasalah
atau menyalahi aturan, seperti mukalaf yang
meninggalkan salat karena merasa malas.
3) bentuk ini masih diperselisihkan oleh
ulama tentang keabsahannya, yaitu perbutan
mukalaf tersebut sudah sejalan dengan
maksud Syari‘ akan tetapi maksud mukalaf
dalam melaksanakanya menyalahi ketentuan

Anda mungkin juga menyukai