1. Abu Abdullah Syarif al-Tilmisani, seorang ulama ternama di bidang fikih dan
ushulfikih. Sesuai dengan namanya, ia berasal dari Tilmisan, suatu kawasan di
Algeir.
2. Abu Abdullah al-Muqiriy, juga seorang ulama dari Tilmisan. Ia merupakan
ulamafikih dengan karyanya Qawa’id al-Fiqh al-Muqiriy.
3. Ibn Marzuq al-Khatib, merupakan salah seorang ulama maliki terkemuka di Granada.
4
Opcit, Moh. Toriquddin, hal. 34.
5
Nabila Zatadini, 2018, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi dan Kontribusinya dalam Kebijakan Fiskal,
Al-Falah: Journal of Islamic Economics, Vol. 3, No. 2, hal. 113.
6
Muslimin Kara, Pemikiran Al-Syatibi tentangMaslahah dan Implementasinya dalam Pengembangan Ekonomi
Syariah, Assets: Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, 2012, Vol. 2 No.2.
7
Ibid.
4. Abu Ali al-Zawawiy, seorang ulama besar di bidang ushul fiqh dan dari ulama ini al-
Syatibi banyak menimba ilmu ushul fikih, bahkan al-Syatibi secara terang-
terangansering menukil pendapatnya.
Setelah Imam Al-Syatibi memiliki ilmu yang memadai, beliau kemudian
mengembangkan keilmuan yang dimilikinya dengan mengajarkan kepada generasi-
generasi selanjutnya. Di antara murid-murid Imam Al-Syatibi, ialah: Syaikh Faqih Abu
Abdullah al-Bayani, Abu Jafar al-Qassar, Abu Abdullah al-Majariy, Abu Yahya ibn
Asim, dan Abu Bakar ibn Asim. Materi-materi pengajaran yang diberikan Imam Al-
Syatibi ialah merupakan karya yang beliau karang sendiri dan menjadi mahakaryanya
sampai sekarang.8
Semasa hidupnya, Imam Al-Syatibi menghasilkan karya-karya besar, antara lain:
a. Pertama, Al-Khulashah fi al-Nahwi fi Asfari Arba’ati Kibar yaitu buku yang
menjelaskan komentar-komentar Syatibi mengenai buku al-Khulasa al-Alfiyyah
karangan Ibnu Malik.
b. Kedua, Al-Muwafaqat, maha karya Syatibi yang paling utama. Buku yang
menjelaskan mengenai ilmu ushul fikih dan pengenalan terhadap konsep maslahah
dan maqashid menurut Syatibi.
c. Ketiga, Kitab al-Majalis, buku yang menjelaskan bab jual beli dalam kitab sahih
Bukhari.
d. Keempat, Kitab al-Ifadat wa al-Insyadat, menjelaskan sastra dan seni mengarang
dalam Bahasa Arab.
e. Kelima, Kitab Unwan al-Ittifaq fi ‘Ilmi al-Isytiqaq.
f. Keenam, Kitab Ushul al-Nahwi. Selain itu Syatibi menciptakan berbagai fatwa dan
juga syair-syair Arab.9
Imam Al-Syatibi wafat pada tanggal 8 Sya’ban 790 H (1388 M).
b. Thahir Ibn Asyur
Muhammad At- Thahir Ibn ‘Asyur merupakan salah satu tokoh ulama maqashid
syariah yang lahir di La Marsa sebelah utara Kota Tunis, Tunisia. Negara Tunisia sebagai
salah satu negara Islam di daratan Afrika Utara yang mana 40% merupakan padang pasir
sahara dan sisanya ialah tanah yang subur. Bangsa Barbar adalah etnis pertama yang
mendiami Tunisia dan diprediksi telah tinggal di pedalaman Afrika Utara sejak zaman
batu tua. Mayoritas muslim di Tunisia merupakan penganut paham Sunni di mana
sebayak 97% dari seluruh muslim di sana dan sisanya ialah penganut paham Khawarij
Ibadiyah.10
Thahir ibn Asyur sejak kecil sudah hidup di lingkungan ulama sehingga sudah
mendapatkan pendidikan dari ualam-ulama di negeri Tunis. Keluarga beliau berasal dari
keturunan asli Andalusia yang berhijrah ke Tunisia. Garis keturunan dari Thahir ibn
8
Ibid.
9
Opcit, Nabila Zatadini, hal. 115.
10
Indra, Maqashid Asy-Syariah Menurut Muhammad At-Thahir Bin Asyur, 2016, Tesis: Hukum Islam, UIN Sumatra
Utara, Medan, hal. 21.
Asyur merupakan gabungan dari kebangsawanan (kekuasaan) dan kelimuan. Kakek dan
ayahnya merupakan Hakim Agung, sedangkan dari kakek dari jalur ibu merupakan
seorang Wazir Agung. Dari sisi keluarga besar ibn Asyur inilah yang mendorong beliau
melahirkan pemikiran maqashid syariah yang dituangkandalam karya-karyanya.11
Pada usia yang masih belia, Thahir ibn Asyur telah menghafalkan al-quran, pada usia
tujuh tahun (1886H) beliau masuk ke perguruan Zaitunah dan menempuh pendidikan
dasar selama tujuh tahun, selepas itu melanjutkan ke jenjang senior di institusi yang
sama.12Semangat dalam mencari ilmu dan kesungguhan dalam belajar serta dukungan
positif dari ayah, kakek dari pihak ibunda begitupun dari para gurunya. Thahir ibn Asyur
merupakan pribadi yang kritis dalam menerima ajaran dari mata kuliah yang ia tempuh,
tidak sebatas kritis pada suatu masalah namun beliau sering kali membandingkan kasus-
kasus yang menurutnya menarik. Beberapa mata kuliah yang Thahir ibn Asyur tempuh,
yakni: Balagah, Nahwu, mantik, lugah, ilmu kalam, fikih, ushul fikih, hadist, sirah,
tarikh, dan faraid.
Beberapa macam jabatan yang pernah diemban oleh Thahir ibn Asyur, antara lain13:
1. Beliau pernah menjabat sebagai hakim agung (Qodhi qudhot al-Malikiyah) pada
tahun 1332H/1913M.
2. Thahir ibn Asyur juga pernah menjadi penasihat Pemerintah bagian keagammaan.
3. Pada tahun 1932 M menjadi Syaikh Islam Al-Maliki dan Syaikh Al-Zaitunah.
4. Pernah juga menjadi dewan pengajar di Al-Zaitunah yang banyak menghasilkan
ulama-ulama besar, salah seorangnya tidak lain adalah anak Thahir ibn Asyur sendiri
yang bernama Muhammad Al-Fadhil ibn Asyur.
Muhammad Thahir Ibn Asyur wafat pada tahun 1296 H/1879M di Tunisia.
Pemikiran Tokoh
a. Al-Syatibi
Pada hakikatnya Imam Al-Syatibi melandaskan seluruh teori ushul fikihnya pada
prinsip-prinsip induktif guna membangun epistimologi hukum Islam. Kehadiran al-
Syatibi sebagai guru pertama (mu’allim awwal) dalam disiplin ilmu maqashid al-syariah
dibutuhkan hampir enam abad untuk melanjutkan tongkat estafet ilmu ini di tangan Ibn
‘Asyur yang kemudian digelari sebagai guru kedua (mu’allim tsani). Adanya
problematika hukum dan mandeknya nalar ushul fikih dalam berdialektika dengan zaman
memotivasi Imam Al-Syathibi untuk merancang kajian teoritis ushul fikih 14, terutama
dengan mengemas konsepsi maqashid syariah untuk menjadi kajian utamanya,
sebagaimana diulas dalam karya monumentalnya, al-Muwafaqat. Karena jasa intelektual
itulah al-Syatibi dinobatkan sebagai penggasas ilmu maqaṣhid syariah (mu’assis ‘ulum
al-maqaṣid al-syariah). Selain itu, Al-Syatibi berhasil menjadikan maqashid sebagai
11
Fuat Hasanudin, Review Buku Maqashid Syari’ah Ibn Asyur: Rekonstruksi Paradigma Ushul Fikih, ABHATS:
Jurnal Islam Ulil Albab, 2020, Vol. 1, no. 1, hal.3.
12
Opcit, Indra,hal. 29.
13
Opcit, Fuat Hasanudin, hal. 174.
14
Ainol Yaqin, Revitalisasi Maqashid Al-Syari’ah dalam Istinbath Hukum Islam: Kajian atas Pemikiran
Muhammad Al-Thahir Ibnu ‘Asyur, ASY-SYIR’AH: Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, 2016, Vol. 50, No. 2, hal.
bagian dari ilmu ushul fikih. Dari sinilah terjadi titik temu antara teori hukum Islam
dengan filsafat hukum Islam.Menurut Al-Syatibi hukum syariah memiliki tujuan utama
yakni kemaslahatan umat. Sebagai dasar pemahaman atas hukum Islam, ada 3 (tiga)
tingkatan kemaslahatan, yaitu; daruriyyat (maslahat yang penting), hajiyyat (maslahat
pendukung), dan tahsiniyyat (maslahat penyempurna/aksesoris).15
Kedudukan pertama ialah Kebutuhan tingkat daruriyyat ialah memelihara dan
mewujudkan kebutuhan-kebutuhan yang sangat esensial atau pokok bagi kehidupan umat
Islam. Kebutuhan daruriyyat diterjemahkan sebagai kebutuhan utama (primer).16 Bila
kedudukan kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik
di dunia maupun di akhirat kelak. Contohnya: pelaksanaan salatwajib lima waktu dan
puasa Ramadhan.
Kedudukan kedua ialah kebutuhan hajiyat yang merupakan kebutuhan-kebutuhan
sekunder, dimana jika tidak terwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya,
namun akan mengalami kesulitan. Syariat Islam menghilangkan segala kesulitan itu.
Adanya hukum rukhshah (keringanan) seperti dijelaskan Abd al-Wahhab Khallaf, adalah
sebagai contoh dari kepedulian Syariat Islam terhadap kebutuhan ini.17
Sedangkan maqashid tahsiniyat adalah untuk menyempurnakan kedua maqashid
sebelumnya, yang meliputi kesempurnaan adat kebiasaan, dan akhlak yang mulia.18
Kebutuan ketiga atau penyempurna ini adalaah yang menunjang peningkatan martabat
hidup seseorang di masyarakat dan di hadapan Allah swt dalam batas yang wajar serta
kepatuhan.
b. Muhammad Thahir ibn Asyur
Menurut Thahir ibn Asyur terdapat empat unsur yang menjadi dasar dalam pondasi
bangunan maqaṣhid syariah yang harus diperhatikan dalam proses perumusan hukum
Islam, yaknial-fithrah, al-musâwah, al-samâhah dan al-hurriyah. Penjabaran dari
pemikiran Thahir ibn Asyur mengenai perumusan hukum Islam adalah sebagai berikut:
1. Al-fitrah yang dapat diartikan sebagai penciptaan (khilqah). Definisi dari al-fitrah
ialah suatu sistem yang Allah swt ciptakan pada setiap makhluk-Nya. Penciptaan
manusia diartikan setiap yang diciptakan pada diri manusia, meliputi akal dan jasad,
baik yang bersifat bathin maupun dhahir. Hal ini berdasarkan pada QS. Ar-Rum ayat
30:
Menurut pendapat Thahir ibn Asyur fitrah dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian,
yakni: fitrah aqliyah dan fitrah nafsiyah. Pengertian dari fitrah aqliyah atau logika
jernih adalah fitrah akal logika yang mengantarkan pada substansi dalam esensi
sesuatu.19 Manusia memiliki fitrah untuk menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan
kebenaran, tetapi pelbagai faktor dan pengaruh eksternal atau dari luar dapat
15
Sidik Tono, Pemikiran dan Kajian Teori Hukum Islam Menurut Al- Syatibi, Al-Mawarid, 2005, Edisi XIII, hal.
106.
16
Opcit, Amrullah Hayatudin, hal. 209.
17
Usman Betawi, Maqhasid Al-Syariah sebagai Dasar Hukum dalam Pandangan Al-Syatibi dan Jasser Auda, Jurnal
Hukum Responsif FH UNPAB, 2018, Vol. 6, No. 6, hal. 35.
18
Opcit, Moh. Toriquddin, hal. 35.
19
Ibid.
mengalihkan dari kondrat dasarnya itu. Pada dasarnya fitrah manusia membenci hal-
hal seperti informasi yang salah, lingkungan yang tidak baik, dan perilaku
menyimpang yang dibiasakan serta mengejar apa yang secara fitrah dijauhi.
2. Al-Musawah dapat berarti setiap muslim menduduki posisi yang sama atau sederajat
di hadapan hukum Islam. Tidak adanya perbedaan sekecil apapun di hadapan hukum
Islam. Halini berdasar pada asas yang fundamental, yakni Islam sebagai agama fitrah.
Islam melebur seluruh penganutnya dalam satu wadah persaudaraan global yang
tertera dalam firman Allah swt QS. Al-Hujurat ayat 10 yang berbunyi, “orang-orang
beriman itu sungguh bersaudara....”. Menurut Thahir ibn Asyur kesetaraan yang
sesuai fitrah ialah kesetaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh individu
meskipun memiliki berbagai perbedaan, sepanjang perbedaan dimaksud tidak
mempengaruhi kontribusi masing-masing dalam upaya mewujudkan kemaslahatan
kolektif.
3. Al-Samahah berarti toleransi atau murah hati, sikap moderat terpuji dalam
bermuamalah menurut Thahir ibn Asyur yang berarti ada pada dimensi pertengahan
antara dua kutub ekstrim yakni terlalu taklif maupun terlalu toleransi. 20 Thahir Ibn
Asyur melandaskan hikmah toleransi dalam syariat Islam dengan dijadikannya
syariah Islam seirama dengan fitrah yang tertanam di jiwa manusia sehingga dengan
mudah dapat diterima. Sejalan dengan Al-Syatibi yang menyatakan terdapat sejumlah
dalil yang mengandung penghapusan kesulitan dan kesempitan dalam persoalan
agama sudah mencapai tingkat qath’i.21
4. Al-Hurriyah yang memiliki arti kebebasan adalah hak bertindak sesuai dengan diri
sendiri seperti yang dikehendaki tanpa halangan.22 Kebebasan dibagi menjadi
beberapa aspek, antara lain: perkataan, perbuatan dan akidah, perbuatan dengan
kesimpulan bahwa setiap muslim di bawah naungan pemerintah Islam bebas
beraktivitas melakukan segala sesuatu yang diizinkan secara syariat menurut
ketentuan dan aturan syariat, tidakdibenarkan seseorang dibebani lebih dari itu.
Daftar Pustaka
Buku
Amrullah Hayatudin, Ushul Fiqh: Jalan Tengah Memahami Hukum Islam, 2019, Jakarta: Amzah.
Jurnal
Ainol Yaqin, Revitalisasi Maqashid Al-Syari’ah dalam Istinbath Hukum Islam: Kajian atas Pemikiran
Muhammad Al-Thahir Ibnu ‘Asyur, ASY-SYIR’AH: Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, 2016, Vol. 50, No.
2.
Fuat Hasanudin, Review Buku Maqashid Syari’ah Ibn Asyur: Rekonstruksi Paradigma Ushul Fikih,
ABHATS: Jurnal Islam Ulil Albab, 2020, Vol. 1, no. 1.
Indra, Maqashid Asy-Syariah Menurut Muhammad At-Thahir Bin Asyur, 2016, Tesis: Hukum Islam, UIN
Sumatra Utara, Medan.
Moh. Toriquddin, , Teori Maqashid Syari’ah Perspektif Al-Syatibi, de Jure: Jurnal Syariah dan Hukum,
2014, Vol. 6, No. 1.
Muslimin Kara, Pemikiran Al-Syatibi tentang Maslahah dan Implementasinya dalam Pengembangan
Ekonomi Syariah, Assets: Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, 2012, Vol. 2 No.2.
Nabila Zatadini, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi dan Kontribusinya dalam Kebijakan
Fiskal, Al-Falah: Journal of Islamic Economics, 2018, Vol. 3, No. 2.
Sidik Tono, Pemikiran dan Kajian Teori Hukum Islam Menurut Al- Syatibi, Al-Mawarid, 2005, Edisi
XIII.
Usman Betawi, Maqhasid Al-Syariah sebagai Dasar Hukum dalam Pandangan Al-Syatibi dan Jasser
Auda, Jurnal Hukum Responsif FH UNPAB, 2018, Vol. 6, No. 6.