Anda di halaman 1dari 5

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Hal tersebut tercantum dalam

UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Fokusindo, 2012). Mengacu pada undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional yang menyatakan bahwa ’’Pendidikan nasional bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif ,mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”.

Pendidikan bertujuan untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM)

yang berkualitas dan mampu bersaing serta memiliki akhlak dan moral yang baik

(S.Sirate & Ramadhana, 2017). Salah satu hal yang harus diperhatikan untuk

mencapai tujuan pendidikan adalah kurikulum. Pendidikan di Indonesia selalu

memperbaharui kurikulumnya guna mencapai tujuan pendidikan. Pemerintah

mengharapkan seluruh sekolah di Indonesia sudah mengacu pada kurikulum terbaru

yaitu Kurikulum 2013 (Ulfah & Hidayati, 2019).

Kurikulum 2013 menuntut peserta didik untuk kritis dan aktif dalam setiap

proses pembelajaran serta mengharuskan peserta didik untuk mencari dan

mendapatkan pengalaman belajarnya sendiri melalui berbagai aktivitas seperti

menanya, mencoba, menalar, mengamati dan mengkomunikasikan. Kegiatan

tersebut sering dijumpai pada pembelajaran IPA (Khoirunnisa et al., 2020).

Pembelajaran IPA dalam Kurikulum 2013 memadukan berbagai aspek seperti sikap,
pengetahuan dan keterampilan oleh karena itu peserta didik dihadapkan dengan

masalah nyata dilingkungannya untuk mendukung pembentukan sikap, pengetahuan

dan keterampilan (Widhy H et al., 2013).

Ilmu Pengetahuan Alam mengkaji gejala alam yang ada di lingkungan sekitar

sehingga peserta didik dituntut untuk mencari tahu sendiri konsep yang akan di

pelajari melalui pengalaman langsung dengan lingkungan sekitar. Sejalan dengan

pendapat Rosa (2015) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari pengetahuan

tentang fenomena alam, pembelajaran IPA tidak hanya kumpulan pengetahuan yang

berupa fakta, konsep, atau prinsip, tetapi juga proses penemuan. Maka pendidik

diharuskan menggunakan suatu pendekatan atau model pembelajaran yang dapat

membuat siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui kehidupan nyata

sehingga pembelajaran IPA dapat bermakna dan berjalan maksimal.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan mengimplementasikan

konteks pembelajaran IPA dalam kehidupan sehari-hari yaitu menggunakan

pendekatakan Sosio Scientific Issue (SSI). SSI berfokus pada konteks yang terjadi

lingkungan sekitar seperti isu-isu atau masalah-masalah sains dan sosial yang terjadi

di kehidupan bermasyarakat yang dapat dikaji melalui pembelajaran IPA.

Konteks SSI dapat diimplementasikan dalam pembelajaran IPA dengan

menggunakan model pembelajaran yang sesuai, sehingga pelaksanaannya disertai

dengan langkah-langkah pembelajaran yang teratur (Azizah et al., 2021). Menurut

Wilsa et al (2017) Salah satu model pembelajaran yang cocok digabungkan dengan

Sosio Scientific Issue (SSI) adalah model pembelajaran Problem Based Learning

(PBL). Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah adalah

model pembelajaran yang membangun pengetahuan siswa melalui permasalahan yang

ada pada dunia nyata (Nurdyansyah & Fahyuni, 2016). Untuk mendukung strategi
pembelajaran tersebut salah satu yang diperlukan yaitu bahan ajar untuk menunjang

proses pembelajaran (Khoirunnisa et al., 2020).

Bahan ajar adalah materi pembelajaran yang dibuat secara sistematis, mengacu

pada kurikulum yang digunakan dalam rangka mencapai kompetensi dasar yang telah

ditentukan (Susilowati, 2017). Menurut Trianto (2010) keberhasilan pembelajaran

sangat bergantung pada penggunaan bahan ajar yang dipilih.

Salah satu jenis bahan ajar cetak yang dapat digunakan adalah modul. Modul

merupakan bahan ajar yang dapat digunakan secara mandiri yang meliputi

serangkaian pengalaman belajar yang dirancang secara sistematis untuk membantu

peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan (Yusmanila et al., 2017). Modul

berfungsi sebagai buku pendamping yang mampu mendorong peserta didik untuk

mencapai tujuan pembelajaran sesuai kebutuhannya serta dapat memaksimalkan

kemampuan belajar peserta didik secara mandiri. (Sofiana & Wibowo, 2019). Guru

dituntut untuk membuat bahan ajar seperti modul yang efektif dan efisien

Hasil observasi beberapa sekolah di Lubuk Basung diketahui bahwa dalam

pembelajaran IPA masih didominasi dengan metode ceramah dan metode tanya jawab

serta bahan ajar yang digunakan kurang bervariasi yang membuat peserta didik

kesulitan dalam belajar di sekolah maupun saat belajar mandiri dirumah. Guru

menggunakan bahan ajar yang masih bersifat umum yaitu buku cetak IPA terpadu

terbitan Kemendikbud Edisi Revisi 2017 yang disediakan oleh pihak sekolah dimana

bentuk fisik dari buku paket tersebut telah lusuh dan beberapa lembar halaman hilang

karena peserta didik menggunakan buku paket ini secara bergantian dari tahun ke

tahun. Menurut Setiadi & Perdana, (2021) Peserta didik akan tertarik menggunakan

bahan ajar jika bentuk fisik dari bahan ajar tersebut menarik.

Disamping itu, guru menggunakan modul yang dibuat oleh masing-masing


guru IPA. Modul tersebut kurang inovatif dan belum menggunakan tahapan model

pembelajaran tertentu. Modul yang digunakan hanya terpaku dengan teks hitam putih

saja dan kurang dilengkapi gambar. Rumansyah et al., (2016) menyatakan bahwa

dengan menggunakan modul yang inovatif dan menarik akan memudahkan peserta

didik dalam proses pembelajaran.

Modul yang digunakan belum sepenuhnya membuat peserta didik terlibat

langsung dalam membangun pengetahuannya melalui masalah-masalah atau isu-isu

yang ada di lingkungan sekitar. Sehingga proses pembelajaran kurang maksimal,

monoton dan peserta didik sulit memahami materi pembelajaran. Selain itu

pengakuan peserta didik menyatakan bahwa mereka membutuhkan bahan ajar

tambahan seperti modul yang menarik. Dari observasi yang dilakukan diketahui

bahwa belum ada modul yang memasukan SSI dan belum menggunakan tahapan

model pembelajaran PBL.

Berdasarkan permasalahan yang dijabarkan, peneliti ingin mengembangkan

modul berbasis Sosio Scientific Issue (SSI) dengan menggunakan model PBL. Salah

satu materi yang sulit dipahami yaitu sistem eksresi manusia. Sistem ekskresi manusia

adalah suatu sistem didalam tubuh yang bersifat kompleks dan proses yang terjadi

bersifat abstrak serta perlu dikaitkan dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu peneliti

merasa perlu melakukan penelitian mengenai “Pengembangan Modul IPA berbasis

Sosio Scientific Issue (SSI) dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning

(PBL) pada Materi Sistem Eksresi Manusia untuk Peserta Didik kelas VIII SMP”

Anda mungkin juga menyukai