Anda di halaman 1dari 8

SHOLAT

Shalat adalah salah satu dari lima rukun Islam. Shalat merupakan tiang agama yang tidak
akan tegak tanpanya. Shalat adalah ibadah pertama yang Allah wajibkan. Shalat adalah amal
pertama yang diperhitungkan di hari kiamat. Shalat adalah wasiat terakhir Rasulullah saw.
kepada umatnya ketika hendak meninggal dunia. Shalat adalah ajaran agama yang terakhir
ditinggalkan umat Islam.
Allah swt. menyuruh memelihara shalat setiap saat, ketika mukim atau musafir, saat aman
atau ketakutan. Firman Allah:
‫ ف إذا أمنتم ف اذكروا هللا كم ا‬،ً‫صالة الوسطى وقوم وا هَّلل ِ ق انتين * ف إن ِخفتم فَرج االً أو ُركبان ا‬
َّ ‫صلوات وال‬
َّ ‫{حافظوا على ال‬
]239 ،238 :‫علَّمكم ما لم تكونوا تعلمون} [البقرة‬
“Peliharalah segala shalat-(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah
(dalam shalatmu) dengan khusyuk. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah
sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah
Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu
ketahui.” (Al-Baqarah: 238-239)
Sebagaimana Allah telah menjelaskan cara shalat di waktu perang, yang menegaskan bahwa
shalat tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi yang paling genting sekalipun. Firman Allah:
‫صالة إن خفتم أن يَفتِن ُكم الذين َكفروا إنَّ الكافرين ك انوا ل ُكم‬ َّ ‫ضربتم في األرض فليس عليكم ُجناح أن تَقصروا من ال‬ َ ‫{وإذا‬
َ
‫س جدُوا ف ْليكون وا من‬ ٌ َ ‫َأ‬
َ ‫عد ّواً ُمبين ا ً * وإذا ُكنتَ فيهم ف قمتَ له ُم الص الةَ ف ْلتقم طائف ة منهم َمع ك و ْليَأخ ذوا أس‬
َ ‫ ف إذا‬،‫لحتَهم‬
‫صلّوا ف ْليُصلُّوا معك و ْليأخ ُذوا ِحذرهم وأسلِ َحتهم و ّد الذين َكفروا لو تَ ْغفُل ون عن َأس لِ َحتكم‬ َ ُ‫ و ْلتَأت طاِئفةٌ أخرى لَم ي‬،‫وراِئكم‬
‫َضعوا أسلِ َحتكم وخ ذوا‬ َ ‫ى ِمن َمطر أو ُكنتم مرضى أن ت‬ ً ‫وأ ْمتِعتكم فَيميلون عَليكم َميلةً وا ِحدةً وال جناح عليكم إنْ كان ب ُك ْم أذ‬
ْ ‫ِح ْذركم إن هللا أع َّد للك افِرين ع ذابا ً ُمهين ا ً * ف إذا قَض يتُم الص الة ف‬
‫اذكروا هللا ِقيام ا ً وقُع وداً وعلى ُجن وبِ ُكم ف إذا اطم أنَ ْنتُم‬
]103 – 101 :‫صالة إنَّ الصالةَ كانَت على المؤ ِمنين ِكتابا ً َموقوتاً} [النساء‬ ّ ‫فَأقيموا ال‬
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang
kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Dan apabila kamu berada di tengah-tengah
mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata,
kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka’at),
maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah
datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka
denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang
kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka
menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-
senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang
sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang
menghinakan bagi orang-orang kafir itu. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat-
(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian
apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.” (An-Nisa: 101-103)
Allah swt. mengancam orang-orang yang mengabaikan shalat,
‫ {فَ َو ْي ٌل للمص لّين ال ذين‬:‫ وقال‬،]59:‫ت فَسوف يَلقَون غيّاً} [مريم‬ َّ ‫{فَ َخلف ِمن بَ ْع ِدهم َخ ْلفٌ أضاعوا ال‬
ِ ‫صالة واتَّبعوا الشهوا‬
]5 ،4 :‫هُم عَن صالتِهم ساهون } [الماعون‬
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam:
59). Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.” (Al-Ma’un: 4-5)
Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa shalat menghapus kesalahan. “Bagaimana
pendapatmu jika ada sungai di depan pintu rumah di antaramu, mandi di sana lima kali
sehari, apakah masih ada daki di tubuhnya?” Mereka menjawab, “Tidak ada, ya Rasulallah.”
Sabda Nabi, “Itulah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus kesalahan dengan
shalat.” (Bukhari dan Muslim)
Ada beberapa hadits dari Rasulullah saw. tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat,
antara lain:
َّ ‫ك‬
1. Hadits Jabir r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda, ‫الص;الة‬ ُ ‫“ بين الرج ِل وال ُكفر ت;;ر‬Batas
antara kufur dengan seseorang adalah shalat.” (Muslim, Abu Daud, At Tirmidziy,
Ibnu Majah, dan Ahmad)
2. Hadits Buraidah, berkata: Rasulullah saw. bersabda,
‫ فمن تَركها فَقد َكفَر‬،‫العه ُد الذي بيننا وبَينهم الصَّالة‬
“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa yang
meninggalkannya, maka ia kafir.” (Ahmad dan Ashabussunan)
3. Hadits Abdullah bin Syaqiq Al-‘Uqailiy, berkata, “Para shahabat Nabi Muhammad
saw. tidak pernah menganggap amal yang jika ditinggalkan menjadi kafir selain
shalat. (Tirmidzi, Hakim, dan menshahihkannya dengan standar Bukhari Muslim)
Para sahabat dan para imam telah berijma’ bahwa barangsiapa yang meninggalkan shalat
karena mengingkari kewajibannya atau melecehkannya, hukumnya kafir murtad. Sedangkan
jika meninggalkannya dengan sengaja, tidak mengingkari kewajibannya, hukumnya kafir
juga menurut sebagian shahabat, antara lain Umar bin Khaththab, Abdullah ibnu Mas’ud,
Abdullah ibnu Abbas, Mu’adz bin Jabal, demikian juga menurut Imam Ahmad bin Hanbal.
Sedangkan menurut jumhurul ulama, bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan tidak
mengingkari kewajibannya, tidak membuatnya kafir, akantetapi fasik yang disuruh bertaubat.
Jika tidak mau bertaubat, maka dihukum mati, bukan kafir murtad menurut Asy-Syafi’i dan
Malik. Abu Hanifah berkata, “Tidak dibunuh, tetapi dita’zir dan disekap (dipenjara) sampai
mau shalat.”
Meskipun shalat tidak diwajibkan kecuali kepada muslim yang berakal dan baligh, hanya saja
shalat dianjurkan untuk diperintahkan kepada anak-anak yang sudah berumur tujuh tahun.
Dan dipukul jika tidak mengerjakannya setelah berusia sepuluh tahun. Ini agar shalat menjadi
kebiasaannya. Seperti dalam hadits, “Perintahkan anakmu shalat ketika berusia tujuh tahun,
dan pukullah ia jika berusia sepuluh tahun, pisahkan tempat tidur mereka.” (Ahmad, Abu
Daud, dan Hakim, yang mengatakan hadits ini shahih sesuai dengan persyaratan Imam
Muslim)
WAKTU SHALAT
Shalat yang diwajibkan atas setiap muslim sehari semalam adalah lima waktu, sesuai dengan
hadits seorang A’rabiy yang menemui Rasulullah saw. dan bertanya, “Ya Rasulullah,
beritahukan kepadaku tentang shalat fardhu yang telah Allah wajibkan kepadaku?” Jawab
Nabi, “Shalat lima waktu, kecuali jika kamu beribadah sunnah.” Kemudian orang itu
bertanya dan Rasulullah memberitahukan beberapa syariat Islam. Orang itu berkata, “Demi
Allah yang telah memuliakanmu, saya tidak akan beribadah sunnah sedikitpun dan tidak akan
mengurangi kewajiban sedikitpun.” Lalu Rasulullah bersabda, «‫صدَق‬ ْ ‫األعرابي‬
َ ‫إن‬ ُّ ‫“ »أفل َح‬Orang
A’rabiy itu beruntung jika ia benar (dengan ucapannya).” (Bukhari dan Muslim)
Allah swt. telah menetapkan waktu setiap shalat fardhu, dan memerintahkan kita untuk
berdisiplin memeliharanya. Firman Allah, “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An Nisa: 103). Dan waktu shalat
adalah:
1. Shalat fajar, waktunya sejak terbit fajar shadiq sehingga terbit matahari, disunnahkan
pelaksanaannya di awal waktu menurut Syafi’iyah[1], inilah yang lebih shahih, dan
disunnahkan melaksanakannya di akhir waktu menurut madzhab Hanafi.[2]
2. Shalat zhuhur, waktunya sejak tergelincir matahari dari pertengahan langit, sehingga
bayangan benda sama dengan aslinya. Disunnahkan mengakhirkannya ketika sangat
panas, dan di awal waktu di selain itu. Seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari
Anas r.a.[3]
3. Shalat ashar, waktunya sejak bayangan benda sama dengan aslinya, di luar bayangan
waktu zawal, sampai terbenam matahari. Disunnahkan melaksanakannya di awal
waktu, dan makruh melaksanakannya setelah matahari menguning. Shalat ashar
disebut shalat wustha.
4. Shalat maghrib, waktunya sejak terbenam matahari, sehingga hilang rona merah.
Disunnahkan melaksanakannya di awal waktu,[4] dan diperbolehkan
mengakhirkannya selama belum hilang rona merah di langit.
5. Shalat isya’, waktunya sejak hilang rona merah sehingga terbit fajar. Disunnahkan
mengakhirkan pelaksanaannya hingga tengah malam. Diperbolehkan juga
melaksanakannya setelah tengah malam, dan makruh hukumnya tidur sebelum shalat
isya’ dan berbincang sesudahnya.
Dari Jabir bin Abdillah r.a, bahwa Rasulullah saw. kedatangan Malaikat Jibril a.s., dan
berkata, “Bangun lalu shalatlah”, maka Rasulullah shalat zhuhur ketika matahari bergeser ke
arah barat. Kemudian Jibril a.s. datang kembali di waktu ashar dan mengatakan, “Bangun dan
shalatlah.” Maka Rasulullah saw. shalat ashar ketika bayangan benda sudah sama dengan
aslinya. Kemudian Jibril a.s. mendatanginya di waktu maghrib ketika matahari terbenam,
kemudian mendatanginya ketika isya’ dan mengatakan bangun dan shalatlah. Rasulullah
shalat isya’ ketika telah hilang rona merah. Lalu Jibril mendatanginya waktu fajar ketika fajar
sudah menyingsing. Keesokan harinya Jibril datang waktu zhuhur dan mengatakan, “Bangun
dan shalatlah.” Rasulullah shalat zhuhur ketika bayangan benda telah sama dengan aslinya.
Lalu Jibril mendatanginya waktu ashar dan berkata, “Bangun dan shalatlah.” Rasulullah saw.
shalat ashar ketika bayangan benda telah dua kali benda aslinya. Jibril a.s. mendatanginya
waktu maghrib di waktu yang sama dengan kemarin, tidak berubah. Kemudian Jibril
mendatanginya di waktu isya’ ketika sudah berlalu separuh malam, atau sepertiga malam,
lalu Rasulullah shalat isya’. Kemudian Jibril mendatanginya ketika sudah sangat terang, dan
mengatakan, “Bangun dan shalatlah.” Maka Rasulullah shalat fajar. Kemudian Jibril a.s.
berkata, “Antara dua waktu itulah waktu shalat.” (Ahmad, An-Nasa’i dan Tirmidzi. Bukhari
mengomentari hadits ini, “Inilah hadits yang paling shahih tentang waktu shalat.”)
Waktu-waktu yang dijelaskan dalam hadits di atas adalah waktu jawaz (boleh), dan dalam
kondisi udzur dan darurat, waktu shalat itu membentang sampai datang waktu shalat
berikutnya. Kecuali waktu shalat fajar yang habis dengan terbitnya matahari. Seperti yang
diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa Rasulullah saw. bersabada, “Waktu
zhuhur itu ketika matahari telah bergeser sampai bayangan seseorang sama dengan tingginya,
selama belum datang waktu ashar; dan waktu ashar itu selama matahari belum menguning;
waktu maghrib selama belum hilang awan merah; waktu isya’ hingga tengah malam; dan
waktu shubuh dari sejak terbit fajar sehingga terbit matahari.” (Muslim)
Jika seorang muslim tertidur sebelum melaksanakan shalat fardhu atau lupa belum
melaksanakannya, maka ia wajib melaksanakannya ketika ingat, seperti yang pernah
disebutkan dalam hadits Rasulullah saw.
Makruh hukumnya shalat sunnah setelah shubuh sehingga terbit matahari, dan sesudah ashar
sehingga terbenam matahari. Sedangkan shalat fardhu, maka sah hukumnya tanpa makruh.
Dan menurut madzhab Syafi’i tidak makruh shalat sunnah pada dua waktu ini jika ada sebab
tertentu seperti tahiyyatul masjid. Sedangkan ketika matahari terbit, terbenam, dan ketika
tepat di tengah, maka hukum shalat di waktu itu tidak sah menurut madzhab Hanafi, baik
shalat fardhu maupun sunnah, baik qadha maupun ada’ (bukan qadha). Dan menurut
madzhab Syafi’i makruh hukumnya shalat sunnah tanpa sebab. Kecuali jika sengaja shalat
ketika sedang terbit atau saat terbenam, maka haram. Dan menurut madzhab Maliki haram
hukumnya shalat sunnah pada waktu itu meskipun ada sebab. Tetapi diperbolehkan shalat
fardhu baik qadha maupun ada’ pada saat terbit atau terbenam matahari. Sedang ketika saat
matahari berada tepat di tengah, maka hukumnya tidak makruh dan tidak haram.
ADZAN DAN IQAMAT
Adzan artinya pemberitahuan tentang telah datang waktu shalat. Lafadhnya sebagai berikut.
ّ )2x( ‫ أش;;هد أن محم;;داً رس;;ول هللا‬،)2x( ‫ أش;;هد أن ال إل;;ه إال هللا‬،)4x( ‫هللا أكبر‬
( ‫) ح ّي على الفالح‬2x( ‫حي على الص;;الة‬
.‫) ال إله إال هللا‬2x( ‫ هللا أكبر‬،)2x
Sedang iqamat dengan menambahkan (‫ي على الفالح‬
َّ ‫ )ح‬setelah ‫( قد قامت الصالة‬2x)
Adzan dan iqamat hukumnya sunnah muakkadah untuk melaksanakan shalat fardhu, bagi
munfarid maupun berjamaah, menurut jumhurul ulama. Keduanya hukumnya wajib di masjid
menurut imam Malik dan fardhu kifyaah menurut imam Ahmad.
Disunnhkan bagi yang mendengar adzan untuk mengucapkan seperti yang diucapkan oleh
muadzdzin kecuali dalam bacaan ‫( ح ّي على الصالة‬2x) ‫( ح ّي على الفالح‬2x) yang dijawab dengan : ‫ال‬
‫ حو َل وال قوة إاَّل باهلل العلي العظي‬kemudian bershalawat atas Nabi sesudah adzan dan mengucapkan :
‫ وابعثه مقاما ً محموداً الذي وعدته‬،‫ت ُمح ّمداً الوسيلة والفضيلة‬
ِ ‫الله َّم ربَّ هذ ِه الدعو ِة التا َّم ِة والصال ِة القائم ِة آ‬
“Ya Allah Pemilik panggilan yang sempurna ini, dan shalat yang tegak. Berikan kepada Nabi
Muhammad wasilah dan keutamaan, berikan kepadanya tempat yang terpuji yang telah
Engkau janjikan.” (Bukhari)
Disunnahkan berdoa antara adzan dan iqamat. Di antara doa ma’tsur dalam hal ini adalah
yang diriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqas, dari Rasulullah saw, “Barangsiapa yang
mengucapkan ketika mendengar mu’adzdzin:
‫ وبمحم; ٍد ص;;لى هللا‬،ً‫;الم دين;ا‬
ِ ;‫ وباِإل س‬،ً‫ َرض;;يت باهلل رب;ا‬،‫ وأن ُمحمداً عَبده ورس;وله‬،‫ك له‬
َ ‫أشهد أن ال إله إاّل هللا وحده ال َشري‬
ُ ً
‫ غَفر هللا له ذنوبه‬،‫عليه وسلم رسوال‬
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Maha Esa, Tiada sekutu baginya. Dan bahwa
Nabi Muhammad adalah hamba dan utusannya. Aku ridha Allah sebagai Tuhanku, Islam
agamaku, Nabi Muhammad saw, sebagai utusan. Akan diampuni dosa-dosanya.” (Muslim
dan Tirmidzi)
Disunnahkan ada jarak antara adzan dan iqamat untuk memberi kesempatan orang hadir ke
masjid. Diperbolehkan juga iqamat selain orang yang adzan[5]. Disunnahkan bagi yang
mendengar qamat untuk mengucapkan seperti yang dikatakan oleh orang yang qamat.
Sebagaimana disunnahkan pula berdiri ketika orang yang qamat mengucapkan ‫قد قامت الصالة‬
Diajarkan bagi orang yang mengqadha shalat yang terlewatkan untuk adzan dan iqamat. Dan
jika shalat yang ditinggalkan itu banyak, maka adzan untuk shalat pertama dan qamat untuk
setiap shalat.
Diperbolehkan berbicara antara qamat dan shalat; dan tidak mengulang iqamat meskipun
penghalang itu panjang. Hal ini ditetapkan dalam As-Sunnah seperti dalam riwayat Bukhari.
Wanita tidak disunnahkan adzan dan iqamat. Tetapi tidak apa-apa jika melakukannya. Aisyah
r.a. pernah melakukannya seperti yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi.

[1] Hujjah Imam Syafi’i adalah hadits Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah saw. shalat shubuh
pertama di awal waktu, lalu shalat hari berikutnya di akhir waktu, kemudian shalat Rasulullah
pada saat masih gelap setelah itu sampai wafat (Al-Baihaqi, dengan sanad shahih). Juga
hadits Aisyah r.a., “Bahwasannya para wanita mukminah kembali ke rumahnya setelah shalat
shubuh bersama Nabi Muhammad saw., mereka tidak dapat dikenali karena masih gelap.”
(Al-Jama’ah).
[2] Dalil madzhab Hanafi adalah hadits: Akhirkan shalat fajar, sesungguhnya ia lebih besar
pahalanya.” (Al-Khamsah dan disahihkan oleh Tirmidzi).
[3] Adalah Rasulullah jika di saat sangat dingin menyegerakan shalat dan jika di waktu
sangat panas menunda sehingga agak dingin ketika shalat.
[4] Hadits Rafi’ bin Khudaij, “Kami shalat maghrib bersama Rasulullah saw., ketika selesai
shalat di antara kami masih melihat letak sandalnya.” (Muslim)
[5]Hadits yang menyatakan, barangsiapa adzan, ia yang qamat, adalah dhaif.

Keutamaan Dan Pentingnya Sholat

Shalat adalah rukun kedua dari rangkaian lima rukun-rukun Islam, dan shalat adalah


rukun yang paling ditekankan setelah dua kalimat syahadat.

Shalat adalah washilah (media) antara seorang hamba dengan Rabb-nya.


Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda,

َ ;‫…ِإ َّن َأ َح َد ُك ْم ِإ َذا‬


ُ‫صل َّى يُنَا ِجي َربَّه‬

“Sesungguhnya apabila seorang hamba mengerjakan shalat, maka ia sedang bermunajat


kepada Rabb-nya…”2

Dan Allah berfirman dalam hadits Qudsi:

‫ قَا َل هَّللا ُ; تَ َعالَى َح ِم; َدنِى‬.) ‫ين‬ ;َ ‫صالَةَ بَ ْينِى َوبَي َ;ْن َع ْب ِدى نِصْ فَ ْي ِن َولِ َع ْب ِدى َما َسَأ َل فَِإ َذا قَا َل ْال َع ْب ُ;د ( ْال َح ْم ُ;د هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم‬ َّ ‫ت ال‬ ُ ‫قَ َس ْم‬
َ
– ‫; ق;;ا َل َم َّج َدنِى َع ْب; ِدى‬.)‫ك يَ;;وْ ِم ال;دِّي ِن‬ َ َ
ِ ;ِ‫; َوِإذا; ق;;ا َل ( َمال‬.‫ى َع ْب; ِدى‬ َ ْ ‫َأ‬ َ َ ‫هَّللا‬ َ
َّ ‫ قا َل ُ ت َعالى ثنَى َعل‬.) ‫َع ْب ِدى; َوِإذا; قا َل (ال َّرحْ َم ِن ال َّر ِح ِيم‬ َ َ
‫ فَ ;ِإ َذا; قَ;;ا َل‬.‫ قَا َل هَ َذا بَ ْينِى; َوبَي َ;ْن َع ْب ِدى; َولِ َع ْب ِدى; َما َس ;َأ َل‬.) ‫ين‬ ;ُ ‫ك نَ ْستَ ِع‬ َ ‫ك نَ ْعبُ ُ;د َوِإي َّا‬ َ ‫ى َع ْب ِدى – فَِإ َذا قَا َل (ِإي َّا‬ َّ َ‫َّض ِإل‬
َ ‫َوقَا َل َم َّرةً فَو‬
‫ قَ;;ا َل هَ; َذا; لِ َع ْب; ِدى; َولِ َع ْب; ِدى َم;;ا‬.) َ‫ضالِّين‬ َّ ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َوالَ ال‬ ِ ‫و‬ ‫ض‬
ُ ْ
‫غ‬ ‫م‬
َ ِْ
‫ال‬ ‫ْر‬‫ي‬ َ
‫غ‬ ‫م‬; ‫ه‬
ِْ َ ْ
‫ي‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬ َ‫ت‬ ‫م‬ ‫ع‬
َْ َ ِ ْ
‫ن‬ ‫َأ‬ ‫ين‬
; ‫ذ‬َّ ‫ال‬ َ ‫ط‬ ‫ا‬ َ ِ َ ِ ُ َ‫ص َراط‬
‫ر‬ ‫ص‬ ‫م‬ ‫ي‬ ‫ق‬ َ ‫ت‬ ْ
‫س‬ ‫م‬ ْ
‫ال‬ ِّ ‫(ا ْه ِدنَا ال‬
‫َأ‬
‫َس َل‬

“Aku membagi ash-Shalat (surat Al-Fatihah) antara Diri-Ku dan diri hamba-Ku menjadi
dua bagian, dan bagi hamba-Ku adalah apa yang dipintanya. Apabila hamba tersebut
membaca, ‘Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam,’ maka Allah Ta’ala
berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’ Jika ia mengucapkan, ‘Yang Maha Pemurah,
lagi Maha Penyayang,’ maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memujiku.’ Jika ia
mengucapkan, ‘Yang Menguasai hari Pembalasan,’ maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku
telah memuliakan-Ku.’ Jika ia mengucapkan, ‘Hanya kepada-Nya kami menyembah, dan
hanya kepada-Nya kami memohon,’ maka Allah berfirman, ‘Inilah bagian bagi Diri-Ku
dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku dalah apa yang dia minta.’ Dan jika ia mengucpakan,
‘Berilah petunjuk kepda kami atas jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah Engkau beri
kenikmatan bagi yang mengikutinya, bukan jalan-jalan yang Engkau murkai dan bukan
pula yang Kau sesatkan,’ maka Allah berfirman, ‘Ini hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa
yang dimintanya.”’3

Shalat adalah latihan atas beragam bentuk peribadahan dalam serangkaian ritual shalat
(yang tersusun) dari setiap pasangan yang indah. Takbir yang dengannya ibadah shalat
dibuka, berdiri yang di dalamnya kalamullah (Al-Qur’an) dibacakan oleh para pelaku
shalat, ruku’ yang di dalamnya Rabb diagungkan, berdiri dari ruku’(i’tidal) yang dipenuhi
dengan pujian kepada Allah, sujud yang padanya Allah Ta’ala disucikan dengan ke-
Mahatinggian-Nya, hadirnya sepenuh hati padanya do’a, lalu duduk untuk memohon dan
memuliakan, serta diakhiri dengan salam.

Shalat adalah permohonan atas perkara-perkara yang penting dan pencegahan dari


perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Allah Ta’ala berfirman:

‫صاَل ِة‬ َّ ‫َوا ْستَ ِعينُوا; بِال‬


َّ ‫صب ِْر َوال‬

“Dan mohonlah kalian dengan kesabaran dan shalat.” (QS. Al-Baqarah: 45).

Juga firman-Nya:

‫صاَل ةَ تَ ْنهَ ٰ;ى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُمن َك ِر‬ َّ ‫ب َوَأقِ ِم ال‬
َّ ‫صاَل ةَ ۖ ِإ َّن ال‬ ;َ ‫ا ْت ُل َما ُأو ِح َي ِإلَ ْي‬
ِ ‫ك ِمنَ ْال ِكتَا‬

“Raihlah apa-apa yang diwahyukan kepadamu dari Al-Kitab dan tegakkanlah shalat.
Sesungguhnya shalat melarang dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar .” (QS. Al-
Ankabuut: 45).

Shalat adalah cahaya di dalam hati-hati kaum Mukminin dan yang melapangkan (dada-
dada) mereka. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

‫صاَل ةُ نُوْ ٌر‬


َّ ‫ال‬.

“Shalat adalah cahaya.”4

Juga sabda beliau:

‫َت لَهُ نُوْ ًرا َوبُرْ هَانًا َونَ َجاةً يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬
ْ ‫ َم ْن َحافَظَ َعلَ ْيهَا َكان‬.

“Barangsiapa yang menjaga shalat, dijadikan baginya cahaya, petunjuk dan keselamatan
di hari kiamat.”5

Shalat adalah kebahagiaan jiwa kaum Mukminin dan keindahan pandangan-pandangan


mereka. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Dijadikanlah indah dalam
pandanganku ketika shalat.”6
Shalat adalah penyebab dihapuskannya kesalahan dan penolak beragam
keburukan. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Bagaimana menurut kalian
apabila ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi lima kali
sehari padanya. Masihkan tertinggal kotoran walapun sedikit?” Para Sahabat menjawab,
“Tidaklah ada kotoran yang tertinggla sedikit pun.” Beliau melanjutkan, “Demikianlah
perumpamaan shalat yang lima waktu. Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan
dengannya.”7

Juga sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam, “Shalat yang lima waktu dan shalat Jumat
hingga hari Jumat berikutnya sebagai penebus atas apa yang ada di antaranya, selama
tidak melakukan dosa-dosa besar.”8

Shalat berjamaah lebih utama 70 derajat dari pada shalat sendirian. (Riwayat Ibnu ‘Umar
dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam).

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa ingin dimudahkan untuk


bertemu dengan Allah di kemudian hari dalam keadaan Muslim, maka hendaklah ia
menjaga seluruh shalat-shalat yang lima waktu dimana saja ada seruan adzan.
Sesungguhnya Allah Ta’ala mensyari’atkan bagi Nabi kalian sunnah-sunnah agama. Dan
sesungguhnya kesemuanya itu termasuk sunnah-sunnah agama. Maka sekiranya kalian
mengerjakan shalat-shalat tersebut di rumah-rumah kalian sebagaimana shalatnya orang
yang lalai di rumahnya, maka sungguh kalian telah meninggalkan Sunnah Nabi kalian. Dan
apabila kalian meninggalkan Sunnah Nabi kalian, maka sungguh kalian akan sesat.
Tidaklah seorang laki-laki besuci(berwudhu’) dan membaguskan wudhu’nya, kemudian ia
berangkat ke masjid dari masjid-masjid yang ada ini, melainkan Allah akan menuliskan
(menetapkan) baginya satu kebaikan pada ayunan langkahnya, dan mengangkat satu
derajatnya, serta menghapuskan satu kesalahan(dosa)nya. Sungguh kami telah melihat
bahwa tiada seorang pun yang meninggalkannya melainkan dia seorang munafiq yang telah
jelas kemunafiqkannya. Dan sungguh ada seseorang yang menunaikankannya dengan
dipapah pada kedua kakinya hingga ia berdiri pada barisannya.” 9

Khusyu’ dalam shalat adalah adanya kehadiran hati, dan penjagaan terhadapnya termasuk
dari sebab-sebab masuk surga. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
beuntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang
tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu
maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang
memelihara amanat-amanat(yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang
memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan
mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Mukminuun 1-11).

Ikhlas hanya kepada Allah Ta’ala dalam shalat dan melaksanakannya sebagaimana yang


telah dijelaskan dalam As-Sunnah merupakan dua syarat asasi bagi diterimanya ibadah
shalat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

“Sesungguhnya amal itu bergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang adalah
apa yang diniatkannya.”10
Juga sebagaimana sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam,

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”11

Anda mungkin juga menyukai