Anda di halaman 1dari 42

MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING

MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING


Oleh : Mahfudin

Belajar merupakan istilah kunci yang paling vital dalam usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Sebagai suatu proses, belajar hampir selalu mendapat
tempat yang luas dalam berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan pendidikan. Disitulah letak
pentingnya manusia sebagai makhluk yang berpikir untuk terus belajar, baik itu belajar secara
kelembagaan formal maupun belajar dari pengalaman yang pernah dan akan dialami.
Tujuan dari belajar bukan semata-mata berorientasi pada penguasaan materi dengan menghapal fakta-
fakta yang tersaji dalam bentuk informai atau materi pelajaran. Lebih jauh daripada itu, orientasi
sesungguhnya dari proses belajar adalah memberikan pengalaman untuk jangka panjang. Dengan
konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung secara alamiah dalam bentuk kagiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan tansfer
pengetahuan dari guru ke siswa.
Proses pembelajaran seperti apa yang dapat menciptakan suatu proses belajar yang dapat
mengeksplorasi wawasan pengetahuan siswa dan dapat mengembangkan makna sehingga akan
memberikan kesan yang mendalam terhadap apa yang telah dipelajarinya?. Alternatif model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan diatas salah satunya adalah dengan
menggunakan model experiential learning.
Model pembelajaran experiential learning merupakan model pembelajaran yang diharapkan dapat
menciptakan proses belajar yang lebih bermakna, dimana siswa mengalami apa yang mereka pelajari.
Melalui model ini, siswa belajar tidak hanya belajar tentang konsep materi belaka, hal ini dikarenakan
siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu
pengalaman. Hasil dari proses pembelajaran experiential learning tidak hanya menekankan pada aspek
kognitif saja, juga tidak seperti teori behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam
proses belajar. Pengetahuan yang tercipta dari model ini merupakan perpaduan antara memahami dan
mentransformasi pengalaman.
Pepatah mengatakan bahwa ”pengalaman adalah guru yang paling baik”. Maka hal yang sama telah
dikemukakan oleh Confusius beberapa abad lalu ”what i hear, i forget, what I hear and see, I
remember a little, what I hear, see and ask questions about or discus wuth some one else, I begin to
understand, what I hear, see, discus, and I do, I acquire knowledge and skill, what I teach to another, I
master”. Jika pernyataan Confusius tersebut dikembangkan secara sederhana, maka akan didapat suatu
cara belajar berupa cara belajar dengan cara mendengar akan lupa, dengan cara mendengarkan dan
melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengar, melihat dan mendiskusikan dengan siswa lain akan
paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan
keterampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbaik adalah dengan mengerjakan. Dengan
mengalami materi belajar secara langsung, diharapkan siswa dapat lebih membangun makna serta
kesan dalam memori atau ingatannya.
Seperti halnya proses pembelajaran kontekstual yang menghubungkan dan melibatkan siswa dengan
dunia nyata, model ini pun lebih mengedepankan model connented knowing (menghubungkan antara
pengetahuan dengan dunia nyata), dengan demikian pembelajaran dianggap sebagai bagian integral
dari sebuah kehidupan.

Konsep Model Experiential Learning


Experiental learning theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential
learning , dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model ini menekankan pada sebuah
model pembelajaran yang holiostik dalam proses belajar. Dalam experiential learning, pengalaman
mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-
teori belajar lainnya. Istilah “experientrial” di sini untuk membedakan anatara teori belajar kognitif
yang cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar behavior yang
menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb dalam Baharudin dan Esa,
2007: 165).
Model Experiential Learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang mengaktifkan
pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung.
Dalam hal ini, Experiential Learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong
pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.
Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan
pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil
belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu; 1)
mengubah struktur kognitif siswa, 2) mengubah sikap siswa, dan 3) memperluas keterampilan-
keterampilan siswa yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan memengaruhi seara
keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua elemen
lainnya tidak akan efektif.
Experiential learning menekankan pada keinginan kuat dari dalam diri siswa untuk berhasil dalam
belajarnya. Motivasi ini didasarkan pula pada tujuan yang ingin dicapai dan model belajar yang dipilih.
Keinginan untuk berhasil tersebut dapat meningkatakan tanggung jawab siswa terhadap perilaku
belajarnya dan meraka akan merasa dapat mengontrol perilaku tersebut.
Experiential learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar
experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa
sendiri dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Model experiential learning memberi kesempatan kepada siswa untuk memutuskan pengalaman apa
yang menjadi fokus mereka, keterampilan-keterampilan apa yang mereka ingin kembangkan, dan
bagaimana cara mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami tersebut. Hal ini berbeda
dengan pendekatan belajar tradisional di mana siswa menjadi pendengar pasif dan hanya guru yang
mengendalikan proses belajar tanpa melibatkan siswa.
Experiential learning adalah suatu proses dimana siswa mengkonstuksi atau menyusun pengetahuan
keterampilan dan nilai dari pengalaman langsung. Adapun prinsip dasar eksperiental learning adalah
sebagai berikut:
Prosedur pembelajaran dalam experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu; 1) tahapan pengalaman
nyata, 2) tahap observasi refleksi, 3) tahap konseptualisasi, dan 4) tahap implementasi. Keempat tahap
tersebut oleh David Kolb (1984) kemudian digambarkan dalam bentuk lingkaran sebagai berikut:

Bagan Experiential Learning Cycle (Baharudin dan Esa, 2007:166)

Dalam tahapan di atas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang.
Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi seseorang akan
berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar
konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta
prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Proses implementasi
merupakan situasi atau konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai.
Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian direfleksikan dengan mengkaji
ulang apa yang telah dilakukannya tersebut. Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur
kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan
menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan
refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan
implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).
Menurut experiential learning theory, agar proses belajar mengajar efektif, seorang siswa harus
memiliki 4 kemampuan (Nasution dalam Baharudin dan Esa, 2007:167).

Table. Kemampuan Siswa Dalam Proses Belajar Experiential Learning

Kemampuan Uraian Pengutamaan


Concrete Experience Siswa melibatkan diri sepenuhnya Feeling (perasaan)
(CE) dalam pengalaman baru
Reflection Observation Siswa mengobservasi dan Watcing (mengamati)
(RO) merefleksikan atau memikirkan
pengalaman dari berbagai segi
Abstract Siswa menciptakan konsep-konsep Thinking (berpikir)
Conceptualization yang mengintegrasikan observasinya
(AC) menjadi teori yang sehat
Active Experimentation Siswa menggunakan teori untuk Doing (berbuat)
(AE) memecahkan masalah-masalah dan
mengambil keputusan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran experiential learning
merupakan model pembelajaran yang memperhatikan atau menitikberatkan pada pengalaman yang
akan dialami siswa. Siswa terlibat langsung dalam proses belajar dan siswa mengkonstruksi sendiri
pengalaman-pengalaman yang didapat sehingga menjadi suatu pengatahuan. Siswa akan mendapatkan
pengalaman-pengalaman yang berbeda dari apa yang mereka telah pelajari, hal ini karena perbedaan
dan keunikan dari masing-masing gaya belajar masing-masing siswa.
Sumber : http://albyjmahfudz.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-
experiential.html

///////

Pengaruh Gaya Belajar Experiential Learning dalam


Peningkatan Prestasi Akademik dan Penerapannya dalam
Pembelajaran

Sugiyanto sugiyanto@uny.ac.id
Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract
Teachers
in the lea
rning process
,
should
pay attention to
the characteristics of
their students
.
A
wide range of
student characteristics
, both internally and
externally
.
One of the characteristics
of
students
in learning
that
need to be considered
in
teacher
learning and
aff
ect the
effectiveness of
teaching and learning
is the
learning styles
of the students
.
Experiential
Learning
not
only
provide
insight into the
concepts
of knowledge
alone
.
However
, it
also
gives
a real
experience
that
will
build
skills
through
real
assignm
ents
.
Experienced
learning theory
is formed
through
a process of
suppression
.
Suppression
process
includes
concrete
experience
,
observe
/reflect
on
concrete experiences
,
abstract
concepts
and
generalizations
formatting
,
to test
implications
of
concepts
in
new situations
.
The
four
processes
form the
four
types of
learning
styles
are:
konverger
,
akomodator
,
diverger
,
and
assimilator
.
Types of
learning styles
do
students
have an influence on
students'
academic
achievement
including the
appropriateness
of learn
ing styles
and
learning style
mismatch
with
the needs
in learning
.
In some
fields of study
,
learning styles
have
owned
and
corresponding
influence on
academic
achievement
.
Teachers in teaching
has
its own
learning
style
as well as
the types of
students
hav
e
learning
styles
but it
does not mean
the quality
of teaching
by itself
will increase
.
Learning style
is closely
related to
an individual's personal
history
influenced
by
education
and
development
.
This is because
the
factors
that affect
academic
achievem
ent
itself.
Therefore, in the
learning process
teachers need to
pay
attention to
the types of
learning styles
of the students
as well as
teachers
also
have
their own
learning
style
.
Keywords :
learning styles, experiential learning
,
academic achievement
,
l
earning
2
PENDAHULUAN
Dua individu yang tumbuh dalam lingkungan yang sama,
mendapat perlakuan yang
sama belum tentu akan memiliki pemahaman, pemikiran, dan
pandangan yang sama
terhadap dunia sekitarnya. Masing
-
masing memiliki cara pandang sendiri terhadap
setiap
peristiwa yang dilihat dan dialaminya. Cara pandang inilah
yang dikenal dengan gaya belajar
dengan berbagai macam gaya belajar yang ada
.
James Neill (2004)
berpendapat
bahwa
p
engalaman
mengacu
pada
segala
peristiwa
yang telah
dialami
oleh
seseorang
.
Pengalaman
adalah
segala
sesuatu yang terjadi
pada
diri
kita
sepanjang
hidup
kita.
Pendapat tersebut mendukung apa yang sampaikan
John Dewey
yang
menyatakan
bahwa
pengalaman
selalu
berdampak
pada
masa
depan
dari
seseorang,
berdampak
baik
maupun
buruk
. Pe
ndapat tersebut mempertegas bahwa pengalaman yang
dialami seseorang akan mempengaruhi kehidupan pribadi ba
i
k pengalaman kehidupan
pribadi bagi pengalaman baik ma
u
pun pengalaman yang buruk. Pengalaman akan
memberikan makna bagi seseorang yang m
a
mpu mengambi
l esensi dari pengalaman itu
sendiri.
S
eorang guru dalam proses pembelajaran, seyogyanya
dapat
memperhatikan
karakteristik
siswanya.
Berbagai macam karakteristik siswa baik secara internal
seperti
kecerdasan, bakat, minat, kepribadian, dan sebagainya juga
karakteristik yang bersifat
eksternal seperti cara dan strategi belajar, kebiasaan belajar,
gaya belajar dan sebagainya.
Salah satu
karakteristik
siswa
dalam belajar
yang perlu
diperhatikan guru
dalam
pembelajaran
dan
berpengaruh
terhadap
efektivitas
bel
ajar
dan
pembelajaran
adalah
gaya
belajar
yang dimiliki
siswa
.
Dalam teori belajar berpengalaman ada karakteristik yang
berbeda dalam norma
-
norma belajar akademik, perkembangan siswa serta proses
belajar terbentuk melalui suatu
proses penekanan. Proses pen
ekanan tersebut meliputi pengalaman konkret,
mengamati/merefleksi dari pengalaman konkret, memformat
konsep abstrak dan
generalisasi, menguji implikasi dari konsep dalam situasi baru.
E
mpat proses ini menurut
Kolb (1984) dapat membentuk empat tipe gaya bel
ajar yaitu : konverger, akomodator,
diverger, dan assimilator. Untuk mengetahui secara detil
peran gaya belajar belajar dalam
pendidikan dan untuk menemukan konsekuensi cocok atau
tidak cocoknya antara gaya
belajar belajar dan struktur pengetahuan disiplin
akademik diperlukan alat pengukur gaya
belajar belajar. Gaya belajar dari Kolb bersumber pada teori
belajar Kurt Lewin, John Dewey
dan Piaget.
Gaya belajar
yang dimiliki siswa
diyakini dapat meningkatkan prestasi belajar.
Berbagai macam penelitian tenta
ng gaya belajar menunjukkan adanya pengaruh
antara gaya
belajar (konverger, akomodator, diverger, dan assimilator)
dengan prestasi
akademik
.
Pengenalan gaya belajar siswa diharapkan dapat membantu
sekolah dan guru dalam
menentukan gaya mengajar yang sesua
i dengan gaya belajar siswa.
P
EMBAHASAN
1.
Gaya Belajar
Experiential Learning
Gaya belajar adalah pilihan
-
pilihan
siswa
dalam berpikir yang berhubungan dengan
orang lain dan tipe
-
tipe khusus dari pengalaman dan lingkungan ruang kelas
(Ralph,1999:40). Penger
tian gaya belajar menurut Nasution (2005:94) adalah cara
yang
konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam
menangkap stimulus atau informasi, cara
mengingat, berpikir dan memecahkan soal. Tidak semua
individu mengikuti cara yang sama.
Gaya belajar ber
kaitan erat dengan pribadi individu yang dipengaruhi oleh
pendidikan dan
riwayat perkembangannya.
Gaya belajar berbeda dengan strategi belajar yang
didefinisikan sebagai
merencanakan tindakan memperoleh penerimaan dari
pengetahu
an keterampilan atau sikap
melalui belajar atau pengalaman. Gaya belajar merupakan
cara yang dilakukan karena
kebiasaan (misalnya dalam struktur dan cara otomatis tentang
belajar), sedangkan strategi
adalah usaha sadar memperlakukan situasi khusus
mendapatkan bagian kekurangan
-
kekur
angan dari gaya. Secara lebih luas digunakan gambaran
-
gambaran tentang gaya
3
Concrete Experience
(CE)
“FEELING”
Active
Experimentation
(AE)
“DOING”
-
c
-
=
Accomodator
=4a1=
Diverger
Reflective
Observation
(RO)
“ WATCHING”
=
-
d
-
Converger
=3b2=
Assimilator
diperoleh dari model proses belajar, misal model belajar
berpengalaman
(
Experiential
Learning
)
dari Kolb yang berdasarkan model belajar Lewinian (Smith,
1996:69).
Experiential Lear
ning
adalah
suatu proses belajar
mengajar yang mengaktifkan
pembelajar
untuk
membangun
pengetahuan
dan
keterampilan
serta
nilai
-
nilai
juga
sikap
melalui
pengalamannya
secara
langsung. Experiential learning ini
lebih
bermakna
ketika
pembelajar
berperan
sert
a
dalam
melakukan
kegiatan.
P
embelajar
memandang
kritis
suatu
kegiatan
dan
mendapatkan
pemahaman
serta
menuangkannya
dalam
bentuk
lisan
atau
tulisan
sesuai
dengan
tujuan
pembelajaran.
(Isah
Cahyani, 2001).
Experiential Learning
menggunakan
pengalaman
seba
gai
katalisator
untuk
menolong
pembelajar
mengembangkan
kapasitas
dan
kemampuannya
dalam proses pembelajaran.
Experiential Learning
memberikan
pembelajar
wawasan
pengetahuan
konsep
-
konsep
dan
pengalaman
nyata yang akan
membangun
keterampilan
melalui
penug
asan
-
penugasan
nyata.
Filosofi gaya belajar
Experiential Learning
didasarkan pada pandangan
John Dewey
,
1938 : ...
...there is an intimate and necessary relation between the
processes of actual
experience and education.
(
http://wilderdom.com/experiential/elc/
ExperentialLeraning.Cycle.html#introduc
.)
Penggunaan
model gaya belajar
Experiential Learning
didasarkan
pada
pemikiran bahwa : a)
pembelajar
dalam
belajar
akan
lebih
baik
ketika
mereka
terlibat
secara
la
ngsung
dalam
pengalaman
belajar
. Individu akan lebih merasa bermakna apabila apa yang
dipelajarinya dapat terlibat
secara l
a
ngsung dalam sebuah aktivitas belajar
, b)
adanya
perbedaan
-
perbedaan
secara
indiv
idu
dalam
hal
gaya yang disukai
. Setiap individu memiliki gaya belajar yang disukainya
yang be
rbeda dengan individu yang lain, c)
ide
-
ide dan
prinsip
-
prinsip yang dialami
dan
ditemukan
pembelajar
lebih
efekt
if
dalam
pemerolehan
bahan ajar
. Individu secara spo
ntan
dapat menemukan ide
-
ide dan prinsip karena
mereka belajar secara langsung, d)
komitmen
peserta
dalam
belajar
akan
lebih
baik
ketika
mereka
mengambil
tanggungjawab
dalam
proses belajar
mereka
sendiri
. Individu memiliki keyakinan dalam belajarnya sebagai
akibat
dari pengalaman langsung, e)
belajar
pada
hakekatnya
melalui
suatu proses.
Proses
merupakan hal yang penting dalam belajar daripada hasil,
karena inidividu memiliki makna
dari belajarnya.
Experiential Learning
dari Kolb didasarkan pada teori John
Dewey yang menekankan
pada kebutuhan pengalaman pada kegiatan belajar, juga
dengan teori Kurt Lewin yang
menekankan pada pentingnya keaktifan seseorang dalam
belajar serta John Piaget tentang
inteligensi sebagai hasil interaksi antara pribadi dengan lingku
ngan (
www.nwlink.com/
-
donclark/hrd/Kolb.html
).
2.
Model Gaya Belajar
experiential learning
Gaya belajar
experiential learning
.
Kolb dibentuk dua deskripsi bi
polar. Deskripsi
bipolar pertama
pada posisi vertikal berupa pengalaman konkret (
feeling
, belahan atas)
konseptualisasi abstrak (
thinking
, belahan bawah) yang berpotongan dengan deskripsi
bipolar kedua yang berposisi horisontal, yaitu melakukan (
doing
, sebelah kiri), mengamati
(
watching
,
sebelah kanan), sehingga pada dua garis berpotongan tegak
lurus tersebut
membentuk empat model kuadran
, lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut
.
4
Gambar 1.
Model
Gaya
Belajar Kolb
Empat posisi pada dua dimensi pada
gambar
tersebut
menggambarkan empat gaya
belajar atau proses belajar. Individu mempunyai
kecenderungan em
pat kutub gaya yaitu :
kutub perasaan/
feeling
(
Concrete Experience
), kutub pemikiran/
thinking
(
Abstract
Conceptualization
), kutub pengamatan/
watching
(
Refl
ec
tive Observation
), dan kutub
tindakan/
doing
(
Active Experimentation
).
K
utub
feeling
individu belajar melalui perasaan dengan menekankan segi
-
segi
pengalaman konkret, lebih mementingkan relasi dengan
sesama dan kepekaan terhadap
perasaan orang lain. Indi
vidu cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi
terhadap
perubahan yang dihadapinya dalam proses belajarnya.
K
utub
thinking
, individu belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada
analisis logik
dari ide
-
ide, perencanaan sistematik, dan pemahaman i
ntelektual dari situasi atau kejadian
yang dihadapi. Individu akan mengandalkan perencanaan
sistematik serta mengembangkan
teori dan ide untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya
dalam proses belajarnya.
K
utub
watching
, individu belajar melalui pengama
tan, penekanannya mengamati
sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai
perspektif, dan selalu menyimak
makna dari hal
-
hal yang diamati. Individu akan menggunakan pikiran dan
perasaannya untuk
membentuk opini/pendapat dalam proses belajarnya.
K
ut
ub
doing
, individu belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi
kemampuan
melaksanakan tugas, berani mengambil risiko, dan
mempengaruhi orang lain lewat
perbuatannya. Individu akan menghargai keberhasilannya
dalam menyelesaikan pekerjaan,
pengaruhny
a pada orang lain, dan prestasinya dalam proses belajarnya.
Kolb
berpendapat
tidak ada individu yang gaya belajarnya secara mutlak
didominasi
oleh salah satu saja dari kutub tersebut
.
Biasanya yang terjadi adalah kombinasi dari dua
kutub dan membentuk satu
kecenderungan atau orientasi belajar.
(1984:60).
Empat kutub
membentuk empat kombinasi gaya belajar yang diwakili oleh
angka 1 hingga 4, yaitu gaya
belajar : diverger, assimilator, konverger, dan akomodator.
1.
Gaya Belajar Diverger
Gaya belajar diverger m
erupakan kombinasi dari perasaan dan pengamatan (
feeling
and
watching
), yaitu gaya belajar individu yang membentuk pengalaman
belajar melalui
menghayati sendiri secara konkret, kemudian
mentransformasikan kedalam pengamatan
reflektif.
Siswa
dengan tipe div
erger unggul dalam melihat situasi konkret dari ban
yak sudut
pandang yang berbeda
kemudian
menghubungkannya
menjadi
su
a
tu yang bulat
dan
utuh.
Pendekatannya
pada
setiap
situasi
yaitu
“mengamati” dan
bukan “bertindak”.
Siswa
dengan
tipe
seperti
ini
lebih
m
enyukai
tugas
belajar yang menuntu
t
menghasilkan ide
-
ide
,
(
brainstorming
),
gagasan
dan
biasanya juga menyukai
mengumpulkan
berbagai
sumber
informasi, menyukai
isu
berbagai
tentang
kesusastraan, budaya, sejarah, dan
ilmu
-
ilmu
sosial
lainnya.
Siswa dalam be
lajarny
a biasanya
lebih
banyak
bertanya
Mengapa
(
Why
)
.
G
uru
dalam pembelajaran berp
eran
dan
ber
fungsi
sebagai motivator
menghadapi
siswa
yang
ber
tipe
diverger.
2.
Gaya Belajar assimilator
Gaya belajar assimilator merupakan kombinasi dari berpikir
dan menga
mati (
thinking
and watching
), yaitu gaya belajar individu yang menangani pengalaman
melalui
konseptualisasi secara abstrak dan mentransformasi ke dalam
pengamatan reflektif. Individu
5
dengan tipe assimilator memiliki kelebihan dalam memahami
berbagai sajian
informasi serta
merangkumnya dalam suatu format yang logik, singkat, dan
jelas. Biasanya individu gaya
belajar ini kurang perhatian kepada orang lain dan lebih
menyukai ide serta konsep yang
abstrak, mereka juga cenderung lebih teoritik
,
lebih
menyukai
be
kerja
dengan ide serta
konsep yang abstrak,
dari
pada
bekerja
dengan orang.
Mata pelajaran yang yang
umumnya
diminati
yaitu mata pelajaran
bidang
sains
dan
matematika.
Siswa dengan tipe siswa dengan
tipe gaya belajar assimilator
biasanya
lebih
banyak
b
ertanya
Apa/apakah
(
What
)
.
Peran
dan
fungsi guru yang cocok
untuk
menghadapi
siswa
tipe
ini
adalah
sebagai
seorang
Expert
.
G
uru
dalam pembelajaran berp
eran
dan
ber
fungsi
sebagai seorang ahli (
expert
)
menghadapi
siswa
yang ber
tipe
assimilator.
3.
Gaya Bel
ajar Konverger
Gaya belajar konverger merupakan kombinasi dari berpikir
dan berbuat (
thinking and
doing
), yaitu gaya belajar dengan membentuk pengalaman melalui
kon
septualisasi abstrak
dan mentransformasi ke dalam eksperimentasi aktif. Individu
dengan tip
e konverger unggul
dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori.
Individu biasanya mempunyai
kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, cenderung lebih
menyukai tugas
-
tugas teknis (aplikatif) daripada masalah sosial
,
manusia dan
hubungan
antar pribadi.
M
atapelajaran yang diminati
adalah
mata pelajaran
bidang IPA dan
teknik.
Siswa dengan tipe siswa dengan tipe gaya belajar konverger
biasanya
lebih
banyak
bertanya
Bagaiman
a
(
How
)
.
Peran
dan
fungsi guru yang cocok
untuk
menghadapi
siswa
tipe
ini
adalah
sebagai
seorang
Pelatih
(
Coach
) dengan
menyediakan
praktik
terbimbing
dan
memberikan
umpan
balik yang tepat.
G
uru
dalam pembelajaran berp
eran
dan
ber
fungsi
sebagai seorang ahli (
expert
)
menghadapi
siswa
yang ber
tipe
konver
ger.
4.
Gaya Belajar Akomodator
Gaya belajar akomodator merupakan kombinasi dari perasaan
dan tindakan (
feeling
and doing
), yaitu gaya belajar yang menafsirkan pengalaman melalui
menghayati sendiri
secara konkret dan mentransformasi pengalamannya ke
eksper
imentasi aktif. Individu
dengan gaya belajar akomodator memiliki kemampuan belajar
yang baik dari hasil
pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri.
siswa
membuat rencana
dan
melibatkan diri
dalam berbagai pengalaman baru yang menantang.
Siswa
cenderung un
tuk bertindak
berdasar
kan
intuisi/dorongan hati daripada berdasarkan analisis logik
,
sering
menggunakan
trial and error
dalam
memecahkan
masalah, kurang
sabar
dan
ingin
segera
bertindak. Bila
ada
teori yang tidak
sesuai
dengan
fakta
cenderung
untuk
mengab
aikannya.
Mata pelajaran
yang disukainya
yaitu
berkaitan
dengan
lapangan
usaha (bisnis) dan
teknik.
Dalam usaha
memecahkan masalah, mereka biasanya mempertimbangkan
faktor manusia (untuk
mendapatkan
masukan/ informasi) dibanding analisis teknis
(
www.sabda.org/pepak/ebinaanak/045/
).
Kelebihan
siswa
dengan
tipe
ini
yaitu
memiliki
kemampuan
belajar yang baik
dari
hasil
pengalaman
nyata yang dilakukannya
sendiri.
Siswa
dengan tipe siswa dengan tipe gaya be
lajar akomodator
biasanya
lebih
banyak
bertanya
Bagaimana Jika
(
What If
)
.
Peran
dan
fungsi guru yang
cocok
untuk
menghadapi
siswa
tipe
ini
adalah
berusaha
menghadapkan
siswa
pada
pertanyaan
-
pertanyaan terbuka

open
-
ended
questions
”, me
ngoptimalkan
siswa
ber
kesempatan
mempelajari
dan
menggali
sesuatu
sesuai
pilihannya. Penggunaan
Metode
Problem
-
Based Learning
cocok
untuk
siswa
tipe
gaya belajar akomodator.
Jadi terdapat empat model gaya belajar yang bersama
-
sama membentuk dua dimensi
belajar, yaitu di
mensi belajar konkret
-
abstrak dan dimensi aktif
-
reflektif. Hampir setiap
individu menggunakan tiap model belajar sampai taraf
tertentu, namun individu tersebut
bergaya belajar baik kecenderungan jika bukan belajar me
lalui pengalaman konkret
(
Concrete Expe
rience/CE
), maka individu belajar melalui membangun kerangka teoritik
(
Abstract Conceptualisation/AC
), berkombinasi dengan kecenderungan kalau bukan
eksperimentasi aktif (
Active Experimentation/AE
), maka ia belajar observasi reflektif
(
Reflective Obsevatio
n/RO
).
Indikator Empirik siswa yang menggambarkan kecenderungan
gaya belajar tertentu
adalah :
6
1.
Individu belajar dengan pengalaman konkret yaitu langsung
memproses informasi melalui
berpikir imajinatif dan inovatif ditandai siswa belajar melalui
perasaan/
feeling
terhadap
menekankan segi
-
segi pengalaman konkret, relasi terhadap sesama dan
sensitivitas
terhadap perasaan orang lain.
2.
Individu belajar dengan
pengamatan reflektif yaitu mengamati informasi, berefleksi
atas
informasi itu dan mengamati masalah dari
berbagai wawasan ditandai siswa belajar
melalui pengamatan/
watching
, mengamati sebelum menyimak suatu perkara dari
berbagai perspektif.
3.
Individu belajar dengan konseptualisasi abstrak yaitu pola
memproses informasi yang
diamati ke berpikir teoritis
-
logis
ditandai siswa belajar melalui pemikiran/
thinking
dan lebih
berfokus pada analisis logis dari ide
-
ide, perencanaan sistematis dan pemahaman
intelektual dari situasi yang dihadapi.
4.
Individu belajar dengan eksperimentasi aktif yaitu
menggunakan teori guna me
mecahkan
masalah praktis ditandai siswa belajar melalui tindakan/
doing
, melaksanakan tugas,
berani mengambil resiko dan mempengaruhi orang lain lewat
perbuatannya
.
Menurut Kolb tidak ada individu yang gaya belajarnya secara
mutlak didominasi oleh
salah sat
u model belajar. Biasanya yang terjadi adalah kombinasi dari
dua model dan
membentuk satu tipe gaya belajar. Kombinasi tersebut
meliputi : Diverger (CE
-
RO),
Assimilator (RO
-
AC), Konverger (AE
-
AC), dan Akomodator (AE
-
CE).
(http://www.vk.psu.edu/~ilgl8/506/W
ord%2520nles/ learning).
Gaya belajar tersebut disebut
akomodator (AE/CE), assimilator (RO/AC), diverger (CE/RO)
dan konverger (AC/AE). Gaya
belajar relatif stabil meskipun dapat dipengaruhi faktor
situasional jangka pendek dan
kematangan siswa.
K
olb Learn
ing Style Inventory
adalah salah satu alat
untuk mengukur gaya belajar
yang menggambarkan cara individu belajar dan bagaimana
individu memper
l
akukan ide
-
ide
dan situasi kehidupan sehari
-
hari (Stenberg, dalam Supeno, 2003:17).
Kolb Learning Style Inventory
(1985) didasarkan pada teori John Dewey yang
menekankan pada kebutuhan pengalaman pada kegiatan
belajar, juga dengan teori Kurt
Lewin yang menekankan pada pentingnya keaktifan
seseorang dalam belajar serta John
Piaget tentang inteligensi sebagai hasil inte
raksi antara pribadi dengan lingkungan
(www.nwlink.com/
-
donclark /hrd/Kolb.html).
Pengaruh Gaya Belajar terhadap Prestasi Akademik
Pada umumnya guru dalam mengajar mempunyai gaya
mengajar
sendiri begitu juga
dengan siswa mempunyai tipe
-
tipe gaya belajar a
kan tetapi belum berarti mutu pengajaran
dengan sendirinya akan meningkat.
Gaya belajar berkaitan erat dengan pribadi individu yang
dipengaruhi oleh pendidikan dan riwayat perkembangannya.
Hal ini disebabkan karena
faktor
-
faktor yang mempengaruhi prestasi
akademik itu sendiri. Pada beberapa bidang studi,
gaya belajar yang dimiliki dan sesuai mempunyai pengaruh
terhadap prestasi akademik.
Oleh
karena itu dalam proses pembelajaran guru perlu
memperhatikan tipe
-
tipe gaya belajar yang
dimiliki siswa disamping g
uru juga memiliki gaya pembelaran sendiri.
Tipe
-
tipe gaya belajar yang dilakukan siswa mempunyai pengaruh
terhadap prestasi
akademik siswa termasuk di dalamnya kesesuaian gaya
belajar dan ketidaksesuaian gaya
belajar dengan kebutuhan dalam belajar. (Kolb,1
984).
Gaya belajar belajar sebagai salah satu faktor siswa dalam
pencapaian prestasi
akademik mempunyai kontribusi terhadap prestasi akademik
.G
aya belajar yang sesuai
dengan keadaan siswa memberikan kontri
busi terhadap prestasi akademik,
semakin sesu
ai
gaya belajar maka prestasi akademik akan semakin tinggi.
Demikian sebaliknya jika gaya
belajar semakin kurang sesuai maka prestasi akademik juga
semakin rendah.
Penerapan Gaya Belajar Model Kolb dalam Pembelajaran
Guru dalam proses pembelajaran
dengan
gaya belajar model
Experiential Learning
dengan l
angkah
-
langkah
pada bagan berikut :
7
G
uru dalam pembelajarannya dapat menerapkan
model
gaya
belajar kolb dapat
dilakukan siswa, baik secara kelompok maupun individu.
Sebagai contoh
penerapan gaya
belajar
model Kolb pada mata pelajaran Matematika secara
berkelompok yang berpedoman
pada petunjuk Winarno (2003:23),
dengan langkah
-
langkah
(
http://tarmizi.wordpress.com/200
9/01/01/gaya
-
belajar
-
model
-
kolb
):
Kegiatan Awal
1.
Guru membagi siswa dalam kelas menjadi be
berapa kelompok,
2.
Tiap kelompok terdiri dari 3 siswa.
Kegiatan Inti
1. Pelibatan Siswa

Guru memotivasi siswa

Guru menjelaskan materi pelajaran

Guru memberikan appersepsi kepada siswa dengan berbagai
pertanyaan untuk
menarik minat siswa dalam belajar.
2. O
bservasi

Setiap kelompok diberikan sebuah kaleng kosong.

Siswa mengamati bentuk lingkaran pada permukaan kaleng.

Dengan memanfaatkan kertas kosong (kertas kartun) siswa
disuruh menjiplak
lingkaran permukaan kertas kaleng, seperti terlihat pada
gambar:
o
D
engan menggunakan gunting, siswa menggunting sekeliling
lingkaran yang telah
diberi garis (menjiplak).

Hasil guntingan dilipat sehingga saling menutupi dengan
tepat, maka bekas lipatan
tersebut merupakan garis tengah atau diameter lingkaran.

Dengan menggun
akan mistar, siswa mengukur garis lipatan, maka ukuran
panjang
lipatan menyatakan diameter lingkaran.

Guru berkeliling membantu siswa yang kesulitan dalam
mengerjakan
3. Menciptakan Konsep

Siswa menentukan nilai
pi
sebuah lingkaran yang berpedoman pada ru
mus:
8
dengan pembulatan sampai dua desimal maka akan
didapatkan hasil yang mendekati
3,14
atau disebut pula dengan simbol π.

Siswa diajak berpikir untuk menemukan konsep rumus
mencari keliling lingkaran: πd.

Tiap kelompok mempresentasekan hasil proses dan hasil
pengamatan tersebut ke
depan kelas.
4. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan

Setelah siswa dapat melakukan kegiatan tersebut, maka
untuk memantapkan
pengertian siswa tentang mencari keliling lingkaran guru
memberikan tugas untuk
dikerjakan siswa secara perorangan.

Guru berkeliling membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam menge
rjakan
tugas.
Kegiatan Penutup
penutup guru bersama siswa membuat rangkuman pelajaran
tentang konsep Geomteri dan
Pengukuran khususnya pada pokok bahasan
Keliling dan LuasLingkaran
.
K
ESIMPULAN
Experiential Learning
adalah
suatu proses belajar
mengajar ya
ng mengaktifkan
pembelajar
untuk
membangun
pengetahuan
dan
keterampilan
serta
nilai
-
nilai
juga
sikap
melalui
pengalamannya
secara
langsung. Oleh
karena
itu, konsep
e
xperiential learning ini
akan
bermakna
tatkala
pembelajar
berperan
serta
dalam
melakukan
ke
giatan. Setelah
itu,
mereka
memandang
kritis
kegiatan
tersebut (Isah
Cahyani, 2001).
Kemudian, mereka
mendapatkan
pemahaman
serta
menuangkannya
dalam
bentuk
lisan
atau
tulisan
sesuai
dengan
tujuan
pembelajaran.
Dalam
hal
ini,
Experiential Learning
menggun
akan
pengalaman
sebagai
katalisator
untuk
menolong
pembelajar
mengembangkan
kapasitas
dan
kemampuannya
dalam proses pembelajaran.
Experiential Learning
tidak
hanya
memberikan
wawasan
pengetahuan
konsep
-
konsep
saja.
Namun, juga
memberikan
pengalaman yang n
yata akan
membangun
keterampilan
melalui
penugasan
-
penugasan
nyata.
Daftar Pustaka
:
Abdullah, A.E. 1989.
Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Perilaku Komunikasi antar
Pribadi
terhadap Efektivitas Kepala Sekolah
. Editoral jumal Pendidikan dan Kebudayaan
. Edisi
40.
Anderson, Adams.1992.
Kolb’s “Experiential Learning Model”
.
www.dal.ca/~oidt/taguide/Kolb.html
.
diupdate
3 Agustus
20
08
.
pukul
22
.00 wib
Barlow, Cristopher, M.
Learning Style and Creativity
.
http://www.cocreativity.com
.
diupdate
4
Mei
20
08
.
pukul
22
.00 wib
Chaplin, J.P. 2005.
Kamus Lengkap Psikologi.
Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta : Raja
Grafindo.
Duff, Angus.1997.
Validiting the Learning Styles Quest
ionaire and Inventory of Learning
Processes in Accounting
. Accounting Education , Sep97, Vol.6.
Kolb, David A. 1984.
Experiential Learning
. New Jersey : Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.
Kolb, David, A. 2002.
Kolb’s Learning Style Inventory
.
http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/kolb.htm/Learning
.
diupdate
8 Oktober
20
08
.
pukul
21
.00 wib
Nasution. 2005.
Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar
. Bandung : Bumi
Aksara.
Loo, Robert
.1999.
Kolb’s Learning Style Inventory ’85
. British Juornal.

Anda mungkin juga menyukai