Elembaga 13
Elembaga 13
(ELEMBAGA)
PENGAMPU
TATUNG M TAUFIK
(0812.2650.3399)
EKONOMI KELEMBAGAAN, Paradigma, Teori, dan Kebijakan, oleh Prof.
Dr. Ahmad Erani Yustika, Penerbit; Erlangga, Penetakan; PT. Gelora
Aksara Pratama, Jakara, 2012.
WIRAUSAHA, Pemberdayaan dan Perkuatan KELEMBAGAAN di Sektor
Industri Menengah dan Kecil, Oleh; Muhammad Djamal, Edisi; Pertama,
Cetakan ke-1, Penerbit; Expert, Yogyakarta, 2017.
GOOD GOVERNANCE SEBAGAI SUATU KONSEP DAN MENGAPA PENTING
DALAM SEKTOR PUBLIK DAN SWASTA: Suatu Pendekatan Ekonomi
Kelembagaan, Oleh; Bayu Kharisma, Universitas Pajajaran, Buletin Studi
Ekonomi 19(1):9-30, February 2014.
EKONOMI KELEMBAGAAN BARU DAN KEBIJAKAN SEKTOR PUBLIK
BEBERAPA CONTOH KASUS, Oleh; Syofyan, Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Sumatera Utara
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI,
KEBIJAKAN REFORMASI DAN
KELEMBAGAAN EKONOMI
Malasya 9 17 17,5 0
Timor Leste 10 83 18,4 921,3
Vietnam 9 44 12,1 0
Filipina 15 38 30,3 6
Rata2 OECD 5,6 13,8 5,3 15,3
Rata2 Asia 7,8 39 27,1 50,6
Timur &
Pasifik
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
3. Kerapuhan Kelembagaan Makro.
Caporaso, Levina, 1993 dan Fan, 2009, Faktor dasar pengembangan
stabilitas makro ekonomi, pasar modal, sektor swasta, dan investasi
adalah kejelasan hak kepemilikan dan respek aturan hukum.
Pandangan Neo klasik bahwa kegagalan pasar terjadi akibat
ketidakjelasan hak kepemilikan, diluar faktor eksternalitas, barang
publik, dan praktik monopoli/ oligopoli ekonomi.
Hak kepemilikan, dijamin kepastiannya oleh sistem legal yg kukuh
untuk mencegah pelaku ekonomi yg curang, seperti; pencurian,
penjiplakan, pembajakan, penipuan dll.
Nelson, 2008, Investasi yg terjadi, bukan hanya faktor; tingkat suku
bunga (bagi hasil), ekspektasi ekonomi, ketersediaan infrastruktur,
dan pasokan kredit. Namun juga, sejauh mana negara ( sistem
hukum) mampu melindungi investor dari praktik2 penipuan dan
memberi pinalti berat yg menyimpang.
Implikasinya, insentif ekonomi untuk melakukan investasi menjadi
berkurang. Praktik ini hampir terjadi pada semua sektor ekonomi
sehingga secara makro rasio kredit terhadap PDB kecil (29,1%).
Bandingkan; Thailand (116,6%%), Malaysia (114,9%),Singapura
(102,1%), dan Vietnam (125%) pada 2010.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
3. Kerapuhan Kelembagaan Makro.
Chowdhury,1999, Reformasi politik perlu dilakukan dengan benar, dan
bermakna tidak hanya mengabdobsi unsur2 penting demokrasi,
seperti; Pemilu, ada parlemen dan media, namun perlu aturan lebih
lanjut. Ekonomi dan politik sudah diregulasi dan demokrasi, maka
politisi dan birokrat dibatasi sistem ekonomi yg dipandu pasar.
Semua bisa terjadi, bila sistem politik demokrasi dilengkapi dengan
aturan main dan norma2 yg jelas, sehingga sistem tsb dapat
mengakomodasi aspirasi rakyat. Sebaliknya, sistem politik
demokrasi tidak ditopang aturan main yg jelas dan rinci, maka
reformasi ekonomi akan ditilikung oleh political rent-seekers.
Kasus Indonesia, Program/ proyek pembangunan dimasukan dalam
APBN/D, sebagian habis dibagi untuk mengelola pejabat negara atau
kerabatnya. Lebih dratis, proyek pembangunan itu diberikan kepada
“political fund manager” yg sebelumnya menjadi sponsor pemenang
salah satu kontestan pemilu yg sukses menjadi pemimpin.
Implikasinya, tidak mungkin program/ proyek tsb dikerjakan sesuai
Term of Referencce (TOR) karena birokrasi telah kehilangan simpul
terpenting yakni pengawasan dan evaluasi. Infra stuktur ekonomi
sangat buruk sehingga mengganggu investasi, bukan tidak ada dana,
tetapi mis penggunaan. Itulah KERAPUHAN KELEMBAGAAN MAKRO
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI