Anda di halaman 1dari 22

EKONOMI KELEMBAGAAN

(ELEMBAGA)
PENGAMPU
TATUNG M TAUFIK
(0812.2650.3399)
EKONOMI KELEMBAGAAN, Paradigma, Teori, dan Kebijakan, oleh Prof.
Dr. Ahmad Erani Yustika, Penerbit; Erlangga, Penetakan; PT. Gelora
Aksara Pratama, Jakara, 2012.
WIRAUSAHA, Pemberdayaan dan Perkuatan KELEMBAGAAN di Sektor
Industri Menengah dan Kecil, Oleh; Muhammad Djamal, Edisi; Pertama,
Cetakan ke-1, Penerbit; Expert, Yogyakarta, 2017.
GOOD GOVERNANCE SEBAGAI SUATU KONSEP DAN MENGAPA PENTING
DALAM SEKTOR PUBLIK DAN SWASTA: Suatu Pendekatan Ekonomi
Kelembagaan, Oleh; Bayu Kharisma, Universitas Pajajaran, Buletin Studi
Ekonomi 19(1):9-30, February 2014.
EKONOMI KELEMBAGAAN BARU DAN KEBIJAKAN SEKTOR PUBLIK
BEBERAPA CONTOH KASUS, Oleh; Syofyan, Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Sumatera Utara
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI,
KEBIJAKAN REFORMASI DAN
KELEMBAGAAN EKONOMI

1. Perspektif Krisis Ekonomi.


2. Reformasi Ekonomi Terbalik.
3. Kerapuhan Kelembagaan Makro.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI

NASUTION, 2002, SEKURANGNYA TERDAPAT DUA ALASAN


MENEMPATKAN KRISIS 1997/1998 SEBAGAI TITIK PIJAK MENGKAJI
ULANG PEREKONOMIAN NASIONAL INDONESIA.
PERTAMA; KRISIS PERIODE ITU SANGAT DAHYAT, SEHINGA
MENGHANCURKAN SELURUH SENDI PEREKONOMIAN, MESKIPUN
SEBENARNYA PEMICUNYA DIMULAI HANYA DARI SISI MONETER,
KHUSUSNYA NILAI TUKAR ATAU KURS MATA UANG .
KRISIS INI BUKAN CUMA MENGGUNCANG PONDASI SEKTOR
FINANCIAL, TETAPI JUGA MERONTOKKAN BANGUNAN SEKTOR
RIIL. AKIBATNYA PERTUMBUHAN EKONOMI TERPEROSOK HINGGA
MINUS 13,1% PADA TAHUN 1998.
KEDUA, SETELAH KRISIS TSB WAJAH PEREKONOMIAN NASIONAL
BERUBAH SECARA DRASTIS, TERUTAMA AKIBAT KEBIJAKAN
REFORMASI EKONOMI. SECARA NORMATIF LANSKAP
PEREKONOMIAN NASIONAL MENJADI LEBIH RAMAH KEPADA
PASAR, TERBUKA, DAN TERDESENTRALISASI.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
1. Perspektif Krisis Ekonomi.
Stiglitz, 2004, Sebelum 1997/1998, negara Asia Tenggara (Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam) ekonomi rata2
tumbuh diatas 5%. Inflasi kurang dari dua digit. Investor ada
kepastian usaha. Konsumen daya beli cukup kuat. Pertemuan
ekspektasi antara investor dan konsumen ini, menopang
pertumbuhan ekonomi di wilayah Asia Tenggara.
1997 krisis muncul, dipicu jatuhnya Bath (Thailand) versus $.USA 2 Juli
1997. Selanjutnya ke negara2 ASEAN. Krisis merontokkan Indek
Harga Saham dari 60% sd 80%, mata uang terdevaluasi dari 65% s.d
600%, sehingga mempengaruhi kinerja ekonomi (sektor riil).
Dua sudut pandang pemicu krisis, yi; Pertama; fundamental ekonomi
rapuh dan inkonsistensi kebijakan sumber utama krisis. Dikenal
“first generation model” yi; krisis mata uang adalah hasil
inkonsistensi fundamental dalam merumuskan kebijakan ekonomi
domestik. Kedua; kepanikan di sektor keuangan yg berinteraksi
dengan ekspektasi pelaku ekonomi, maka berpengaruh terhadap
kebijakan makro ekonomi. Dikenal “second generation model” yi;
hubungan teoritis antara model makro ekonomi dengan ekspektasi
rasional dan pasar. Ekspektasi tsb diyakini berpengaruh langsung
terhadap keputusan kebijakan ekonomi.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
1. Perspektif Krisis Ekonomi.
Indrawati, 2002, Kasus Indonesi, pendekatan “first generation model”,
bahwa sebelum krisis perekonomian Indonesia ditandai adanya
kerentanan pada perbankan dan struktur korporasi. Konglomerasi
tumbuh agresif, sehingga mendominasi perekonomian nasional.
Mayoritas perbankan dimiliki oleh konglomerat yg memanfaatkan
bank tsb untuk membiayai perusahaan induknya. Sehingga, kerap
melangar regulasi yi “legal lending limit”. BUMN dipaksa membiayai
proyek pemerintah yg studi kelayakannya tidak jelas dan proyek2 yg
berisiko tinggi (punya kroni presiden).
Jadi, tata kelola yg buruk dan ketiadaan transparansi dan
akuntabilitas publik, korporasi2 tsb terus berekspansi dengan
menggunakan utang perbankan dan sumber2 lain dari luar negeri.
Praktik tsb bersua dengan tata kelola bank yg tidak hati2 dan
kebijakan kredit yg buruk, menciptakan risiko finanial pada
perusahaan2 maupun perbankan.
Pendekatan, “second generation model” bahwa krisis keuangan tidak
akan menyebar cepat, dalam, dan parah bila Indonesia tidak
melikuidasi 16 bank ( anjuran IMF) November 1997. IMF merasa
bank2 tsb hanya berkontribusi 2,5% dari total aset perbankan, maka
tidak akan berefek komplikasi masalah yg berlebihan.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
1. Perspektif Krisis Ekonomi.
IMF tidak memperhitungkan kebijakan tsb dilakukan ketika krisis,
maka kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dalam titik
nadir. Akibatnya, penarikan uang nasabah secara besar2an terjadi
(rush), sehingga perbankan mengalami kesulitan likuiditas.
Akumulasi rangkaian kebijakan tsb membuat perekonomian semakin
terpuruk dan pengambil kebijakan kehilangan kendali untuk
mengatasi.
2. Reformasi Ekonomi Terbalik.
Ghai, 1997, Dalam mendesain kinerja ekonomi (perusahaan), terdapat
dua kubu, yi; Kubu Asia dan Eropa Timur.
Pertama; “Pendekatan Asia”, yi: (i) reformasi ekonomi didesain secara
bertahap dan berurutan, atau “gradual tetapi sistimatik”; (ii)
menitikberatkan strategi “bottom up” dan mengutamakan level
mikro (mendahului level makro - kebijakan fiskal, moneter, dan
perdagangan LN), seperti; reformasi kelembagaan (pertanian dan
usaha2 industri) dan reformasi harga. Khusus BUMN memperluass
otonomi dan akuntabilitas.
Kedua; “Pendekatan Eropa Timur” reformasi dilakukan radikal (big-
bang Approah), seperti; perubahan hak kepemilikan, penghapusan
kontrol harga, dan liberalisasi kurs dan perdagangan. Sedangkan
BUMN dilakukan secara privatisasi.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
2. Reformasi Ekonomi Terbalik.
Disimpulkan, negara2 Asia menganggap, korporasi dikembangkan
kinerjanya melalui otonomi dan akuntabilitas, jadi bukan terletak
pada kepemilikan: apakah negara atau swasta. Sebaliknya negara2
Eropa Timur memandang Pasar (swasta) akan mampu secara efektif
dan efisien dalam memajukan korporasi dibanding negara. Jadi
kedua kawasan tsb memiliki basis asumsi yg berbeda.
Kuncoro & Resosudarmo, 2006, Bila dikaitkan dengan model reformasi
ekonomi, maka indonesia mempratikkan reformasi terbalik.
Pemerintah menggeber perombakan level makro ekonomi lebih
dahulu, persis yg dijalankan Eropa Timur.
Pertama; Perubahan dratis hak kepemilikan sumber daya ekonomi ke
swasta, termasuk SD yg harus dikuasai negara. Kedua; Kontrol
harga dilepas satu per satu (komoditas pertanian) padahal
kelembagaan produksi dan distribusi belum disentuh pemerintah.
Ketiga; liberalisasi dijalankan ekstensif di perdagangan dan
investasi Asing. (indeks keterbukaan pasar keuangan Indonesia
rangking dua setelah Singapura, China dan India sangat ketat).
Keempat; strategi privatisasi lebih dipilih untuk membangun kultur
korporasi dan efisiensi BUMN (Pemerintah yakin dengan swasta
(domestik dan asing) mampu memperbaiki kinerja BUMN.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
2. Reformasi Ekonomi Terbalik.
Indrawati, 2002, secara hirarkhi, maka reformasi ekonomi Indonesia
dapat dibaca dari tiga level sbb;
Pertama; Level makro, 1980 an, dilakukan regulasi dan liberalisasi
ekonomi (manufaktur, perbankan, transportasi). Perkembangan
perbankan dan pasar modal sebagai tanda penting dan tulang
punggung perilakuekonomi dan rumah tangga.
Sektor riil dan perdagangan ( PP No. 20/1994 tentang:” Pemilikan
saham dalam perusahaan yg didirikan dalam rangka PMA” yg
memberikan leluasa PMA menerobos sudut2 ekonomi nasional.
Kedua; Levvel meso, mendesain manajemen pembangunan ekonomi
(politik) yg mulai didesentralisasi, dikenal otonomi daerah (OTDA).
Sasaran desentralisasi Ekonomi (Fiskal)di Indonesia adalah sbb;
(i) memenuhi aspirasi daerah terhadap penguasaan atas sumber2
keuangan negara. (ii) mendorong transparansi dan akuntabilitas
PEMDA. (iii) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan daerah. (iv) mengurangi ketimpangan antar daerah. (v)
menjamin terselenggarakannya pelayanan publik minimum di setiap
daerah. (vi) meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum.
Model ini dipilih penuh risiko (separatisme), namun dianggap sebagai
jalan paling rasional untuk mengurus ekonomi (politik) Indonesia.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
2. Reformasi Ekonomi Terbalik.
Ketiga; Level mikro, UU No.5/1999 tentang “Larangan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat” dapat berjalan sehat. Sebelum
1998, perekonomian nasional dikenal sangat distortif karena
penguasaan ekonomi digenggam segelintir pelaku ekonomi. Struktur
ekonomi monopoli dan oligopoli adalah pemandangan jamak pada
hampir semua sektor. Dampaknya daya saing ekonomi rendah; akses
pelaku ekonomi sebagian tertutup; dan masyarakat dirugikan.
Sehingga reformasi ini dianggap terapi mujarab.
Reformasi ekonomi Indonesia, telah mengalami kemajuan, namun
masih ada masalah yg belum terpecahkan yakni sbb;
Pertama; tendensi nyata, pertumbuhan ekonomi tinggi, namun diiringi
ketimpangan pendapatan antar individu/ kelompok dan antar daerah.
Artinya reformasi ekonomi hanya menguntungkan segelintir pelaku
ekonomi atau sebagian daerah saja. Kedua; deregulasi dan
liberalisasi sebagai instrumen mujarab untuk meningkatkan
efisiensi, namun efisiensi dan daya saing ekonomi nasional justru
tidak bergerak maju secara proposional dengan percepatan
liberalisasi. Ketiga; akses angkatan kerja masuk ke sektor formal
semakin sempit, sehingga proposi jumlah tenaga kerja yg bekerja di
sektor informal bertambah dari waktu ke waktu.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
2. Reformasi Ekonomi Terbalik.
Terdapat dua argumen penting untuk menelisik kegagalan sebagian
program reformasi ekonomi di Indonesia tsb yakni;
Pertama; analisis yg fokus kepada pilihan dan urutan kebijakan
reformasi ekonomi. Hal ini diyakini bahwa pilihan kebijakan
reformasi antar negara tidak bisa diseragamkan karena masing 2
negara mempunyai karakteristik dan problem ekonomi berlainan.
Kedua; alasan lemahnya desain dan penegakan kelembagaan (rule of
game) sebagai “kaki” dari kebijakan yg telah diproduksi. Pendekatan
ini, pada level makro; fokus penyusunan kerangka hukum, ekonomi,
dan politik agar kebijakan yg diproduksi bisa menjawab tujuan yg
ditargetkan. Adapun, pada level mikro; pendekatan kelembagaan ini
secara spesifik mendesain aturan main yg memungkinkan semua
pelaku ekonomi dapat bersaing atau kerjasama secara adil.
Kasus Indonesia, sejak ORBA kontrol modal sudah dilepas, maka arus
modal asing bersilewaran bebas. 1980 an liberalisasi di sektor
keuangan (buka bank dipermudah dan pasar modal), sementara
sektor perdagangan masih diproteksi dan iklim monopoli yg pekat.
Artinya, liberalisasi sektor keuangan mendahului perdagangan
berbeda dengan China dan India.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
2. Reformasi Ekonomi Terbalik.
Basis perekonomian Indonesia adalah sektor pertanian, industri, dan
perdagangan ( kontribusi PDB 60% dan penyerapan tenaga kerja
71%). Masalah utama adalah kepemilikan lahan sempit di sektor
pertanian, loal content yg rendah di sektor industri, dan dominasi
pelaku ekonomi skala besar di sektor perdagangan.
Dalam reformasi, masalah diatas diatasi dengan kebijakan pelepasan
kontrol harga, promosi non tradeble sector, dan penciptaan akses
luas bagi sektor perdagangan. Kebijakan tsb tidak berpengaruh
makro ekonomi, namun dapat menopang pertumbuhan ekonomi.
Implikasi kebijakan reformasi ekonomi tsb di atas, dapat dibaca dari
lima tampilan sbb; Pertama; liberasi keuangan hanya menjadi
instrumen menafkahi kepentingan sektor keuangan itu sendiri,
bukan menumbuhkan sektor riil. Sebagian dana perbankan (domestik
& asing) tidak disalurkan dalam kredit, tapi parkir di SBI dan SUN.
Kedua; petani semakin terjerembab karena kontrol harga dilepas,
sementara penentu harga adalah pedagang/distributor. Hasil harga
melambung, tapi nisbah hasil ekonomi tidak kepetani. Ketiga;
pertumbuhan ekonomi ditopang oleh non tradeable sector yg import
content-nya tinggi dan penyerapan tenaga kerja rendah. Akibatnya,
impor terus bertambah dan sektor informal membengkak.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
2. Reformasi Ekonomi Terbalik.
Keempat; marginalisasi pelaku ekonomi tradisional dan skala kecil
akibat kalah bersaing dengan pelaku ekonomi besar di sektor
perdagangan. Kelima; Akumulasi rangkaian kebijakan reformasi
ekonomi tsb membuat ketimpangan pendapatan meningkat seiring
laju pertumbuhan ekonomi yg tinggi.
Rasio Gini melesat 0,41 pada 2011. Lima implikasi ini merupakan “cost
of eonomic reform” yg harus ditanggung masyarakat.

3. Kerapuhan Kelembagaan Makro.


Benerjee dan Duflo, 2011, Argumentasi pilihan, urutan kebijakan
reformasi ekonomi yg kurang tepat dan tidak adanya strategi
reformasi kelembagaan, menghasilkan capaian reformasiekonomi
kurang maksimal. Kelembagaan ekonomi yg berteknologi dan bagus,
akan mendorong masyarakat berinvestasi dan mengakumulasi
modal, serta lebih sejahtera. Begitu pula sebaliknya.
Kebijakan reformasi ekonomi membutuhkan kelembagaan yg lebih
detail dan solid untuk mengakomodir desain kebijakan agar tidak
berhenti di tengah jalan. Reformasi kelembagaan merupakan
“enabling environment” yg menjadikan kebijakan reformasi ekonomi
sesuai harapan.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
3. Kerapuhan Kelembagaan Makro.
Chowdhury, 1999, terdapat tiga aspek reformasi kelembaga pada level
makro, yg kurang disentuh pemerintah pada saat menjalankan
kebijakan reformasi ekonomi, yi: . Kelembagaan reformasi:
administrasi; Sistem hukum; dan Politik.
Spirit reformasi ekonomi adalah memberi tempat layak “pasar” agar
percepatan kegiatan ekonomi meningkat. Implikasinya, terjaganya
pemerintah tetap kuat dengan pilihan intervensi yg tepat dan
cakupan terbatas. Artinya, bukan peran negara yg minimal,
melainkan dibutuhkan negara yg kapabel agar kebijakan reformasi
berorientasi pasar berjalan. Sehingga, momen reformasi ekonomi
sangat dibutuhkan kapasitas dan kompetensi administrasi menjadi
sangat penting dan tidak boleh dilalaikan.
World Eonomic Forum, 2012, bahwa aspek reformasi administrasi-
birokrasi nyaris tidak tersentuh dalam desain besar reformasi
ekonomi indonesia. Hal ini menjadi sebab daya saing ekonomi
Indonesia rendah mengingat adanya korupsi dan inefisiensi
birokrasi.
Aspek ini, Indonesia ketinggalan jauh dari negara tetangga (Malaysia,
Thailand, China, dan Singapura). Padahal Indonesia bisa bersaing
dalam aspek instabilitas kebijakan, akses pendanaan dan inflasi.
Lihat Tabel
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
3. Kerapuhan Kelembagaan Makro.
Tabel: Indikator Biaya Memulai Bisnis di Beberapa Negara 2011

Jumlah Jumlah hari Biaya (% dari Modal Minimal (%


Negara prosedur memulai pendapatan dari pendapatan
memulai bisnis bisnis per kapita) per kapita)
Singapura 3 3 0,7 0
Thailand 7 32 5,6 0

Indonesia 9 47 22,3 53,1


Kamboja 9 85 128,3 37

Malasya 9 17 17,5 0
Timor Leste 10 83 18,4 921,3

Vietnam 9 44 12,1 0
Filipina 15 38 30,3 6
Rata2 OECD 5,6 13,8 5,3 15,3
Rata2 Asia 7,8 39 27,1 50,6
Timur &
Pasifik
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
3. Kerapuhan Kelembagaan Makro.
Caporaso, Levina, 1993 dan Fan, 2009, Faktor dasar pengembangan
stabilitas makro ekonomi, pasar modal, sektor swasta, dan investasi
adalah kejelasan hak kepemilikan dan respek aturan hukum.
Pandangan Neo klasik bahwa kegagalan pasar terjadi akibat
ketidakjelasan hak kepemilikan, diluar faktor eksternalitas, barang
publik, dan praktik monopoli/ oligopoli ekonomi.
Hak kepemilikan, dijamin kepastiannya oleh sistem legal yg kukuh
untuk mencegah pelaku ekonomi yg curang, seperti; pencurian,
penjiplakan, pembajakan, penipuan dll.
Nelson, 2008, Investasi yg terjadi, bukan hanya faktor; tingkat suku
bunga (bagi hasil), ekspektasi ekonomi, ketersediaan infrastruktur,
dan pasokan kredit. Namun juga, sejauh mana negara ( sistem
hukum) mampu melindungi investor dari praktik2 penipuan dan
memberi pinalti berat yg menyimpang.
Implikasinya, insentif ekonomi untuk melakukan investasi menjadi
berkurang. Praktik ini hampir terjadi pada semua sektor ekonomi
sehingga secara makro rasio kredit terhadap PDB kecil (29,1%).
Bandingkan; Thailand (116,6%%), Malaysia (114,9%),Singapura
(102,1%), dan Vietnam (125%) pada 2010.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI
3. Kerapuhan Kelembagaan Makro.
Chowdhury,1999, Reformasi politik perlu dilakukan dengan benar, dan
bermakna tidak hanya mengabdobsi unsur2 penting demokrasi,
seperti; Pemilu, ada parlemen dan media, namun perlu aturan lebih
lanjut. Ekonomi dan politik sudah diregulasi dan demokrasi, maka
politisi dan birokrat dibatasi sistem ekonomi yg dipandu pasar.
Semua bisa terjadi, bila sistem politik demokrasi dilengkapi dengan
aturan main dan norma2 yg jelas, sehingga sistem tsb dapat
mengakomodasi aspirasi rakyat. Sebaliknya, sistem politik
demokrasi tidak ditopang aturan main yg jelas dan rinci, maka
reformasi ekonomi akan ditilikung oleh political rent-seekers.
Kasus Indonesia, Program/ proyek pembangunan dimasukan dalam
APBN/D, sebagian habis dibagi untuk mengelola pejabat negara atau
kerabatnya. Lebih dratis, proyek pembangunan itu diberikan kepada
“political fund manager” yg sebelumnya menjadi sponsor pemenang
salah satu kontestan pemilu yg sukses menjadi pemimpin.
Implikasinya, tidak mungkin program/ proyek tsb dikerjakan sesuai
Term of Referencce (TOR) karena birokrasi telah kehilangan simpul
terpenting yakni pengawasan dan evaluasi. Infra stuktur ekonomi
sangat buruk sehingga mengganggu investasi, bukan tidak ada dana,
tetapi mis penggunaan. Itulah KERAPUHAN KELEMBAGAAN MAKRO
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI

Keberhasilan mendesain kelembagaan pada reformasi ekonomi level


makro ekonomi, menyisakan masalah kelembagaan pada level
mikro.
Reformasi ekonomi bertujuan menciptakan stabilitas makro, sepeti;
pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, inflasi, suku bunga, neraca
pembayaran, disiplin fiskal, dan perdagangan internasional,
memerlukan dukungan kelembagaan yg rinci agar stabilitas makro
ekonomi tsb berjalan dalam koridor yg benar.
Stabilitas makro ekonomi yg dicapai, dapat terjadi ditengah masalah 2
ekonomi yg mendasar, seperti; kemiskinan, ketimpangan
pendapatan, dan pengangguran. Hal tsb berlangsung lewat dua kaki
yi; (i) Kebijakan dan (ii) kelembagaan. (i) Fungsi kebijakan
menunjukkan arah/target/tujuan ekonomi (PDB), (ii) sedangkan
kelembagaan mendesain tara cara bagaimana tujuan itu hendak
dicapai.
Tiga alasan reformasi ekonomi berhasil pada level makro, namun
meninggalkan masalah di level mikro yi;
Pertama; Dana dan kebijakan ekonomi telah diluncurkan, namun
penurunan jumlah orang miskin tidak mengesankan. Misal; 1990
penduduk miskin 15,1% (27,2, jt). Tahun 2010 menjadi 1,3% (31,02 jt
). Artinya, 20 tahun tidak terjadi penurunan orang miskin yg
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI

Hal tsb terjadi karena, pemerintah alpa merumuskan kebijakan


langsung yg mengaitkan kelembagaan dengan strategi pengurangan
kemiskinan. Mestinya, ada kelembagaan yg dipersiapkan, misal;
aturan main hubungan antar pelaku ekonomi, mengurangi dominasi
pedagang lokal, dan menghidupkan aset orang miskin yg mati dll.
Kedua; pertumbuhan ekonomi yg stabil (5 th), justru lahan subur
menjadikan peningkatan ketimpangan pendapatan. Dalam perspektif
kelembagaan, dapat dijelaskan sbb; (i) kesenjangan antara inflasi
dan upah minimum semakin tipis. Hal ini karena tidak ada
kelembagaan formal untuk mengatur proposi kenaikan upah
minimum tsb ( PEMDA). (ii) Liberalisasi keuangan hanya sebagai
instrumen memutar dana dari satu saku ke saku lainnya (pemilik
modal), tanpa berdampak terhadap kegiatan ekonomi riil Investasi).
Artinya, liberalisasi keuangan tidak diimbangi adanya kelembagaan
yg mengatur bagaimana dana tsb dikelola dan dimanfaatkan bagi
kesejahteraan masyarakt.
Ketiga; pengangguran terbuka secara sistimatis menunjukkan
penurunan, tapi jumlah pekerja yg tergolong setengah menganggur
masih sangat besar dan jumlah pekerja yg masuk sektor informal
bertambah.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI

Hal di atas, memberikan petunjuk adanya kedangkalan kelembagaan


mikro. Sehingga tugas pemerintah dalam menyelamatkan reformasi
ekonomi adalah mendesain kelembagaan mikro yg lebih rinci agar
masalah2 ekonomi yg pokok yaitu kemiskinan, ketimpangan
pendapatan, dan pengangguran dapat di atasi.
Bentuk kelembagaan yg harus diformulasikan dan dijalankan seara
serius sejak sekarang sbb;
(i) Level Makro yi; kelembagaan sistem administrasi; legal dan politik
menjadi fokus yg tidak bisa dilupakan.
(ii) Level Mikro yi: kelembagaan ekonomi yg langsung berkaitan
dengan penurunan kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan
pengangguran mesti dirumuskan dengan detail.
Seperti; statuta hubungan antarpelaku ekonomi, menghidupkan aset
orang miskin, mempromosikan usaha kecil dan menengh,
pengendalian harga pangan, aturan upah minimum,
menyederhanakan prosedur izin usaha, perlindungan pelaku sektor
informal dsb.
Kelembagaan makro dan mikro saja belum cukup dan masih ditopang
dengan kelembagaan sosial. Lihat Tabel.
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI

Tabel: Reformasi Kelembagaan yang Perlu Dibangun

LEVEL RINCIAN ATURAN MAIN HASIL YG DIHARAPKAN


KELEMBAGAAN
I. KELEMBAGAAN MAKRO
1.Reformasi 1. Sistem Meritokrasi; Sistem birokrasi dan
Administrasi 2. Remunerasi yg layak; administrasi yg mampu
3. Penerapan reward dan punishment; menjalankan kebijakan
4. Peningkatan kopetensi aparatur reformasi ekonomi seara
birokrasi. efektif.

2.Reformasi 1. Memperkuat independensi Sistem legal yg bisa diakses


Hukum/ Legal 2. Renumerasi yg layak semua masyarakat, ada
3. Penegakan aturan main yg konsisten kepastian, adil, konsisten, dan
4. Perlindungan pada hak kepemilikan. cepat.

3. Reformasi 1. Penguatan Check anda Balances Sistem politik yg bekerja demi


Politik 2. Transparansi proses pengambilan memenuhi kebutuhan rakyat,
keputusan bukan berjalan karena motif2
3.Sirkulasi dan pembagian kekuasaan. keuntungan pribadi (rent-
seeking)
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI

Tabel: Reformasi Kelembagaan yang Perlu Dibangun

LEVEL RINCIAN ATURAN MAIN HASIL YG


KELEMBAGAAN DIHARAPKAN
II. KELEMBAGAAN MIKRO
1.Kelembagaan 1. Statuta Hubungan antarpelaku ekonomi Pengurangan kemiskinan
Pengurangan 2. Memangkas dominasi posisi pedagang secara cepat dan
Kemiskinan lokal memberi peluang
3. Regulasi penambahan lahan berusaha permanen
4. Menghidupkan aset yg mati secara memadai dan
5. Penguatan koperasi serta UMKM layak.

2.Kelembagaan 1. Pengendalian Harga pangan Pemerataan pendapatan


pengurangan 2. Statuta upah minimum yg layak baik antar individu, antar
Ketimpangan 3. Pengaturan kepemilikanaset produktif sektor, maupun antar
Pendapatan 4. Kuota Kredit sektor pertanian dan IBT Ba wilayah.

3. Kelembagaan 1. Peningkatan insentif sektor pertanian Pengurangan


Pengurangan termasuk merombak lembaga distribusi pengangguran,
Pengangguran 2. Menyederhanakan dan mengurangi biaya khususnya akibat
izin usaha penerapan kebijakan yg
3. Peningkatan akses modal salah, sehingga tiap
4. Perlindungan sektor informal orang dapat
memaksimalkan
kapabilitas individu
BAB. XIII
KRISIS EKONOMI, KEBIJAKAN REFORMASI,
KELEMBAGAAN EKONMI

Tabel: Reformasi Kelembagaan yang Perlu Dibangun

JAMINIAN TUNJANGAN PENGANGGURAN, MENJAMIN SETIAP


KEBUTUHAN PERUMAHAN, DAN USIA LANJUT ORANG DAPAT
DASAR SERTA SKEMA PENDIDIKAN DAN MEMENUHI
KESEHATAN KEBUTUHAN P
SECARA LAYAK
III. KELEMBGAAN SOSIAL
Transfer Pajak progresif dan subsidi terfokus dan Memastikan setiap orang
pendapatan jaminan kerja yg layak, Beasiswa dan BPJS memiliki kesempatan
kembali masuk ke pasar
kerja.

Anda mungkin juga menyukai