Anda di halaman 1dari 7

Nama : Juviar

NIM: 191148201092

1. Kasus 1

Anak laki-laki seorang penderita hiperaktifitas berusia 10 th BB 35kg mendapatkan terapi obat
racikan dari dokter Spesials syaraf: Carbamazepine, Pirasetam, Caffein. Dua hari setelah minum
obat matanya merah, oleh ibunya diberikan Visine eye drop. Tiga hari kemudian anaknya panas
diberikan Panadol. Tujuh hari kemudian anaknya dibawa ke IRD rumah sakit karena diduga
keracunan obat. Tanda tanda saat MRS: panas, mata merah, ruam kulit yang hebat. Obat dari
dokter Neuro distop dan harus dirawat intensif.
Dari data obat yang digunakan oleh pasien di bawah ini, kami ingin mengetahui hubungan kasual
penggunaan obat dengan efek sampingnya.

No. Golongan obat Jenis obat jumlah


1. Antikonvulsan (anti kejang) Carbamazapine
2. Nootropik dan neurotonik/neurotropik Pirasetam
3. Methylxanthine Caffein

Alogoritma Naranjo

No. ROM Ya Tidak Tidak tahu


1. Apakah ada laporan efek samping obat serupa 2
2. Apakah efek samping obat terjadi setelah pemberian obat 2
serupa
3. Apakah efek samping obat membaik setelah obat 1
dihentikan atau obat antagons khusus diberikan
4. Apakah efek samping obat terjadi berulang setelah obat 1
diberikan kembali
5. Apakah ada alternatif penyebab yang dapat menjelaskan 1
kemungkinan terjadinya efek samping obat
6. Apakah efek samping obat muncul kembali setelah placebo 1
diberikan
7. Apakah obat yang dicurigai terdeteksi dalam darah atau 1
cairan tubuh lainnya dengan konsentrasi toksik
8. Apakah efek samping obat bertambah parah setelah dosis 1
obat ditingkatkan atau bertambah ringan ketika obat
diturunkan dosisnya
9. Apakah pasien pernah mengalami efek samping obat yang 1
sama atau dengan obat yang mirip sebelumnya
10. Apakah efek samping obat dapat dikonfirmasi dengan bukti 0
yang objektif

Skala Probabilitas Naranjo


Skala 7 (kemungkinan terjadi)

Pembahasan
1. Kondisi ADR/ESO apakah dari pasien anak tsb ? Sindrom Stevens-Johnson adalah
kelainan serius pada kulit, serta lapisan bola mata, dalam mulut, dubur, dan alat kelamin. Lapisan
tersebut dikenal dengan membran mukosa di dunia kedokteran. Sindrom Stevens-Johnson
tergolong kondisi yang jarang terjadi, dan muncul akibat reaksi tubuh terhadap obat atau infeksi.
Penderita sindrom ini membutuhkan penanganan segera dengan menjalani rawat inap di rumah
sakit.
2. Obat apakah yang paling dicurigai sebagai penyebab ADR ? Yang berpotensi
Carbamazepin. Awalnya, gejala yang muncul pada sindrom Stevens-Johnson menyerupai
gejala flu, yaitu: Demam, Tubuh terasa Lelah, Perih di mulut dan tenggorokan, Mata terasa
panas, Batuk. Kemudian, setelah beberapa hari akan muncul gejala lanjutan berupa: Luka lepuh
di kulit, terutama di hidung, mata, mulut dan kelamin. Ruam kemerahan atau keunguan yang
menyebar luas. Kulit mengelupas beberapa hari setelah luka lepuh terbentuk. Kelainan kulit dan
mukosa ini menimbulkan rasa perih.
3. Manajemen penanganan pasien sebaiknya bagaimana ? Penderita sindrom Stevens-
Johnson perlu ditangani secara intensif di rumah sakit. Apabila pasien sedang mengonsumsi
obat-obatan, maka langkah pertama yang dilakukan dokter adalah menghentikan konsumsi obat
tersebut.
Kemudian, dokter dapat memberikan obat-obatan untuk meredakan gejala yang dialami pasien,
seperti:
Obat pereda nyeri untuk meredakan rasa perih.
Obat kumur dengan kandungan obat bius dan antiseptik, untuk membuat mulut mati rasa
dalam waktu sementara agar pasien dapat menelan makanan lebih mudah.
Antibiotik, pada pasien yang mengalami infeksi bakteri.
Obat antiradang jenis kortikosteroid, yang dioles atau diminum untuk mengurangi
peradangan pada area yang terkena.

Kesimpulan
Gejala yang terjadi pada pasien terjadi karena adanya kondisi (ADR) sindrom Stevens-Johnson
dari pasien tersebut dari awal dan gejala tersebut dicurigai dipacu karena pemberian obat
carbamazepine.
Untuk penanganan ada pasien ini sendiri harus ditangani secara intensif di Rumah Sakit dan
menghentikan pemberian obat yang dicurigai dapat memacu ADR dari pasien tersebut setelah itu
dokter akan memberikan beberapa obat maupun antibiotik untuk meredakan gejala yang dialami
pasien.
Kasus 2
Ny.CS, 26 tahun dengan riwayat penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 dan Osteoarthritis di lututnya.
Dia menggunakan obat-obatan yang terdiri dari: Glimepiride, Metformin, ketoprofen. Beberapa
hari yang baru lalu Ny. DR mengalami infeksi saluran nafas dan mendapat terapi Cefuroxime
selama 7 hari, sekarang Ny. CS mengalami diare dan tukak peptik.
Dari data obat yang digunakan oleh pasien di bawah ini, kami ingin mengetahui hubungan kasual
penggunaan obat dengan efek sampingnya.
No. Golongan obat Jenis obat jumlah
1. Glimepiride
2. Metformin
3. Ketoprofen

Alogoritma Naranjo

No. ROM Ya Tidak Tidak tahu


1. Apakah ada laporan efek samping obat serupa 1
2. Apakah efek samping obat terjadi setelah pemberian obat 1
serupa
3. Apakah efek samping obat membaik setelah obat 1
dihentikan atau obat antagons khusus diberikan
4. Apakah efek samping obat terjadi berulang setelah obat 1
diberikan kembali
5. Apakah ada alternatif penyebab yang dapat menjelaskan 1
kemungkinan terjadinya efek samping obat
6. Apakah efek samping obat muncul kembali setelah placebo 1
diberikan
7. Apakah obat yang dicurigai terdeteksi dalam darah atau 1
cairan tubuh lainnya dengan konsentrasi toksik
8. Apakah efek samping obat bertambah parah setelah dosis 1
obat ditingkatkan atau bertambah ringan ketika obat
diturunkan dosisnya
9. Apakah pasien pernah mengalami efek samping obat yang 1
sama atau dengan obat yang mirip sebelumnya
10. Apakah efek samping obat dapat dikonfirmasi dengan bukti 0
yang objektif
Skala Probabilitas Naranjo

Skala 1-2 (ADR cukup mungkin terjadi)

Pembahasan:

Dalam kasus pasien ini analisis ADR serta penyebab terjadinya ADR dikarenakan
mengkonsumsi kombinasi gimepirid dan metformin sehingga pasien menyampaikan keluhan.
Diperoleh skor total algoritma Naranjo rata-rata antara 1-2 yang berarti Metformin cukup
mungkin (possible) menyebabkan ADR diare atau sebaliknya sembelit serta tukak petik.

Berdasarkan literatur DIH, pasien diabetes melitus yang menggunakan metformin 7-10 % pasien
mengalami mual.

Algoritma Naranjo juga digunakan untuk analisis ADR kombinasi obat pada pasien diabetes
melitus.

Analisis Naranjo skor total sebesar 2. Hal ini berarti penggunaan kombinasi metformin dan
glibenklamid cukup mungkin (possible) menyebabkan diare atau sebaliknya sembelit serta tukak
petik.

Berdasarkan literatur DIH, pasien yang menggunakan glibenklamid dapat mengalami konstipasi
walau jarang ada laporan mengenai ADR.

Kesimpulan

Keluhan yang terjadi pada pasien terjadi (ADR) karena adanya pemberian kombinasi metformin
dan glibenklamid.

Untuk penanganan ada pasien ini sendiri dokter menyarankan menghentikan pemberian obat
(kombinasi sebelumnya) yang dicurigai dapat menimbulkan ADR dari pasien tersebut setelah itu
dokter akan memberikan beberapa obat maupun untuk meredakan keluhan yang dialami pasien.
2. A)
Identitas pasien :
Nama: Ny. Zr
Umur : 46 tahun
Alamat: KP Tirabun, Kel Kosamsi dalam, Macan Baru.

S: mual, muntah
O: -
A: -
P: drip insulin 0,5 U/jam, omeprazole 1 x 40mg po, azytromicin 1 x 500mg po,
ondansentron 3 x 8 mg po, amplodipine 1 x 10 mg po

Kesimpulan : pasien tidak menunjukan hasil laboratorium, namun dari diagnosa dan
perencanaan pelayanan dapat disimpulkan bahwa pasien menderita penyakit DM,
Hipertensi, Dispepsia dan pnemonia.

B).
Identitas pasien:
Nama: ibu A
Umur: 70 tahun
Alamat: jln. Bundar 27
Pekerjaan: swasta
BB/TB: 40kg/160cm
Tanggal MRS: 2 agustus 2014

Riwayat terdahulu:
Pasien pernah mejalani pengobatan tuberkolosis dan dinyatakan sembuh namun saat ini
kambuh dan mendapat pengobatan dengan paket obat anti tuberkolosis (OAT) kategori 2,
pengobatan telah berjalan 1 bulan, pasien menderita DM tipe 2 sejak 3 tahun yang lalu,
obat yang dipakai adalah insulin, pasien juga memiliki riwayat epilepsi.

Riwayat sosial: -

Riwayat alergi : -

Keluhan / tanda umum:


Subyektif: demam, mual, muntah, batuk, sesak napas, lemas, sakit dan nyeri ketika
berjalan, betis kesemutan, penglihatan kabur.
Obyektif:
HB: 8mg/dL (rendah)
GDS: 400mg/dL (tinggi)
GD2JPP: 325mg/dL (tinggi)
SGPT : 100mg/dL ( tinggi)
SGOT : 150mg/dL (tinggi)
AL: 15.000 sel/mm3 (rendah)
RR: 30 x / menit (rendah)
TD: 140/90 mmHg (tinggi)

Riwayat penyakit dan pengobatan

Nama penyakit Tanggal/tahun Nama obat


TB 1 bulan yg lalu OAT – kdt :2RHZES/I RHZE / 5RHE
DM tipe 2 3 thn yg lalu Hp pro kapsul
epilepsi 3 thn yg llau Ranitidine injeksi
Humulin R injeksi
Infus RL 20 tpm

SOAP:
S: demam, mual, muntah, batuk, sesak napas, lemas, sakit dan nyeri ketika berjalan, betis
kesemutan, penglihatan kabur.

O: HB: 8mg/dL
GDS: 400mg/dL
GD2JPP: 325mg/dL
SGPT : 100mg/dL
SGOT : 150mg/dL
AL: 15.000 sel/mm3
RR : 30x / menit
TD : 140/99 mmHg
A: pasien menghentikan obat hp pro kapsul, hentikan ranitidine.

P: penyakit TB paru diberikan (isoniazid), untuk DM tipe 2 diberikan (humulin R inj),


untuk sakit dan nyeri diberikan (ketoprofen), untuk sesak napas diberikan (teofilin),
untuk mual muntah diberikan (domperidone), untuk lemas pasien tetap diberikan infus
RL 20 tpm, untuk tekanan darah tinggi diberikan (amplodipine).

Kesimpulan: dari hasil lab yang didapatkan pasien mengalami mengalami penyakit DM,
dan mengalami TB paru.

Anda mungkin juga menyukai