Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM PIDANA

“ASAS LEGALITAS”

Dosen Pembimbing:

Ferawati Royani, SH.,MH

Disusun oleh:

Alda (2011110063)

Kemas Mulia Subakti (2011110078)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillahirrahmaniirahim.

Puji syukur atas kehadiran Allah Azza wa Jalla, Tuhan semesta alam. Atas
izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan Insya
Allah bermanfaat bagi para pembaca dan kami sendiri yang menulis. Tak lupa pula
kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita, kekasih kita, Rasulullah
Muhammad Shallallahu„Alaihi wa Sallam. Semoga kita mendapat syafaatnya di hari
akhir kelak.

Adapun tujuan dari penulisan tugas makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari ibu Ferawati Royani,SH.,MH pada mata kuliah Hukum Pidana. Selain itu, tugas
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Asas Legalitas Pada Hukum
Pidana” bagi para pembaca dan juga bagi kami penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ferawati Royani, SH.,MH selaku
dosen mata kuliah Hukum Pidana yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini selanjutnya . Terlepas dari kekurangan makalah ini, kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para
pembaca pada umumnya. Aamiin ya Robbal Alamin.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Bengkulu, 06 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………..1

KATA PENGANTAR……………………………………………………………2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………4
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………4
C. TUJUAN MASALAH……………………………………………………4

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ASAS LEGALITAS…………………………………….5


B. LARANGAN ANALOGI………………………………………………..8
C. ASAS NON RETROAKTIF……………………………………………..9
D. PERUBAHAN PERUNDANG-UNDANGAN………………………….9

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN…………………………………………………………...11
B. SARAN……………………………………………………………………11

DAFTAR PUTAKA………………………………………………………………12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mempelajari Hukum Pidana, kiranya akan lebih jelasnya apabila kita
juga mempelajari ruang lingkup yang terdapat pada Hukum pidana tersebut.Ruang
lingkup ini berupa asas-asas yang sudah melekat dalam ilmu pengetahuan tentang
Hukum Pidana, karenadenganasas-asas yang
adaitudapatmembuatsuatuhubungandansusunan agar hukumpidana yang berlakudapat
di pergunakansecarasistimatis, kritisdanharmonis.

Secara garis besar asas-asas yang ada dalam hukum pidana dibedakan
berdasarkan ruang lingkup waktu berlakunya dan tempat berlakunya (teritorial).
Namun yang akan kami bahas tidak semua asas tetapi hanya asas legalitas yang yang
berdasarkan waktu berlangsungnya saja.

Dari pernyataan diatas inilah yang melatarbelakangi kelompok kami untuk


membahas lebih lanjut tentang Asas Legalitas yang ada pada Hukum Pidana. Agar
kita dapat memahami bagaimana perkembangan proses Hukum Pidana yang ada
Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dalam tulisan ini akan dikaji:

1. Apa apa yang dimaksud dengan larangan analogi dalam asas legalitas?

2. Apa hubungan antara asas non retroaktif dengan asas legalitas?

3. Mengapa ada perubahan UUD mengenai asas legalitas?

C. Tujuan

Setelah dilakukan penulisan makalah ini maka yang diharapkan adalah:

1. Dapat mengetahui pengertian larangan analogi dalam asas legalitas.

2. Dapat mengetahui hubungan asas non retroaktif dengan asas legalitas.

3. Dapat mengetahui alasan mengapa adanya perubahan UUD mengenai asas


legalitas.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asas Legalitas

Prinsip berlakunya hukum pidana menurut waktu terdapat dalam Pasal 1 ayat
1 KUHP. Prinsip yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat 1 mensyaratkan bahwa harus
terlebih dahulu adanya aturan tentang suatu perbuatan tertentu yang dilarang agar
perbuatan itu dapat dipidana, dan inilah yang dikenal dengan asas legalitas. Asas ini
telah berlaku mutlak bagi negara-negara yang hukum pidanya telah dikodifikasi
dalam suatu wetboek.1

Asas legalitas atau yang dikenal denga asas nulla poena dalam pasal 1 ayat 1
KUHP itu berasal dari rumusan bahasa latin oleh Anselm von Feuerbach yang
berbunyi: “nullum crimen nulla poen, sine praevia lege poenali. (kadang-kadang kata
“crimen” itu di ganti dengan “delictum”) yang artinya kira-kira: tiada kejahatan/delik,
tiada pidana, kecuali jika sudah ada undang-undang sebelumnya yang mengancam
dengan pidana.2

Asas legalitas termasuk asas yang boleh dikatakan sebagai tiang penyangga
hukum pidana. Asas ini tersirat di dalam Pasal 1 KUHP yang di rumuskan demikian:

1. Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.

2. Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan,


dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.3

Berdasarkan rumusan Pasal 1 ayat 1 KUHP tersebut secara tegas ditunjuk


perbuatan yang dapatberakibat pidana; tentu saja bukan perbuatan yang dipidana,
tetapi orang yang melakukan perbuatan itu, yaitu:

1. Perbuatan itu harus ditentukan oleh perundang-undangan pidana sebagai


perbuatan yang pelakunya dapa dijatuhi pidana.

2. Perundang-undangan pidana itu harus sudah ada sebelum perbuatan itu


dilakukan.

1
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: rajawali Pers, 2013), hlm. 169-170.
2
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 37-41,
3
Ibid

5
Dengan perkataan lain tidak boleh terjadi suatu perbuatan yang semula belum
di terapkan pelakunya bahwa pelakunya dapat di pidana, karena dirasakan oleh
penguasa sangat merugikan, lalu dibuatkan peraturan dan pelakunya dapat dijerat
dengan peraturan tersebut, walaupun perbuatannya telah lewat, atau boleh dikatakan
bahwa perundang-undangan pidanatidak boleh berlaku surut.4

Dalam asas legalitas terdapat dua macam prinsip/asas untuk patut tidaknya
seseorang dipidana hal ini terkait dengan adanya hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis, prinsip/asas tersebut adalah :

1. Asas legalitas formal, yang sudah dirumuskan secara eksplisit dalam Pasal 1
Ayat (1) KUHP. Asas ini menggariskan, bahwa dasar untuk menentukan patut
tidaknya suatu perbuatan dianggap melawan hukum atau perbuatan pidana,
sehingga karenanya pelakunya dapat dipidana adalah ketentuan dalam
Undang-undang yang sudah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.
2. Asas legalitas material, prinsip ini tidak dirumuskan secara formal dalam
KUHP, tetapi prinsip ini dipegang teguh oleh masyarakat. Asas legalitas ini
menggariskan bahwa untuk menentukan melawan hukum atau perbuatan
pidana adalah nilai-nilai dalam bermasyarakat.5

Asas legalitas memiliki tujuan dalam penciptaannya yakni:

1. Menegakan kepastian hukum


2. Mencegah kesewenang-wenangan pengausa.

Terdapat beberapa pengertian didalam asas legalitas, yaitu:

1. Tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-


undang.
2. Tidak ada penerapan undang-undang pidana berdasarkan analogi.
3. Tidak dapat di pidana hanya berdasarkan kebiasaan.
4. Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (syarat lex certa).
5. Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana.
6. Tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan undang-undang.
7. Penentuan pidana hanya menurut cara yang ditentukan undang-undang.6

4
Ibid
5
http://pramana-recht.blogspot.co.id/2012/01/sekilas-tentang-asas-legalitas.html. diakses pada
tanggal 10 maret 2017.
6
Ibid, hlm. 42

6
Moeljatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga pengertian:

a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau
hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-
undang.
b. Untuk menetukan adanya perbuatan pidana tidak boleh di gunakan
analogi (kiyas).
c. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.7

Lebih lanjut Cleirn & Nijboer, mengatakan hukum pidana itu adalah hukum tertulis.
Tidak ada seorang pun dapat di pidana berdasarkan hukum kebiasaan. Hukum
kebiasaan tidak menciptakan hal dapat dipidana (strafbaarheid). Asas legalitas
katanya berarti:

a. Tidak ada ketentuan yang samar-samar (maksudnya bersifat karet)


b. Tidak ada hukum kebiasaan (lex Scripta)
c. Tidak ada analogi (penafsiran ekstentif, dia hanya menerima
penafsiran teologis).8

Contoh penggunaan asas legalitas :

pada sekitar tahun 2003 di Yogyakarta terjadi kasus “cyber crime” yang
berupa “carding”, tetapi pada saat itu Undang-Undang tentang “cyber crime” belum
disahkan oleh karena itu para pelaku tidak bisa diadili atau dikenai hukuman.
Kemudian pada bulan maret tahun 2008, Menteri Komunikasi dan Informasi M Nuh
sebagai wakil pemerintah dalam sidang Paripurna mengapresiasi sikap DPR yang
menyetujui RUU ITE untuk kemudian resmi menjadi undang-undang.

Dalam UU ITE tersebut banyak diatur mengenai masalah transaksi elektronik


baik yang dilakukan dalam transaksi perbankan ataupun komunikasi. Selain itu,
dalam UU tersebut juga mengatur mengenai pelarangan situs-situs porno. Termasuk
menyebarkan informasi yang tidak menyenangkan. Dengan adanya UU ITE ini akan
memberikan kemaslahatan bagi bangsa dan Negara.

Disamping itu dalam pasal 1 ayat 1 KUHP juga mengandung asas lex
temporis delictie yaitu tiap tindak pidana yang dilakukan seseorang harus diadili
menurut ketentuan pidana yang berlaku saat itu. 9

7
Morljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, 1987. Dalam buku Andi Hamzah, ibid. Hlm, 40
8
Cleirn & Nijboer, Red. Strafrecht, Tekst & Commentaar, 1997. Dalam buku Andi Hamzah, ibid. Hlm,
41

7
Dari sekian ilmuan hukum yang membahas tentang asas legalitas, mereka
menyebutkan di setiap poin pemikirannya yaitu salah satunya “tidak boleh di
gunakan analogi”. Mengapa demikian? Sebenarnya apa kaitan antara asas legalitas
dengan larangan analogi? Mari kita bahas pada subbab selanjutnya yang ada pada
makalah ini.

B. Larangan Analogi

Analogi merupakan suatu cara penafsiran yang bernada memperluas arti dari
suatu peraturan hukum (extensieve interpretative). Dalam asas legalitas suatu analogi
itu dianggap sesuatu yang di luar dari peraturan asas legalitas. Suatu analogi dilarang
dalam asas legalitas seperti dalam poin-poin yang sudah kita bahas sebelumnya. Hal
ini dilarang karena memiliki alasan bahwa analogi merupakan suatu penafsiran yang
dapat merubah suatu keadaan, karena hasil dari logika. Misal suatu keadaan yang
semula dari A kemudian menjadi keadaan yang B.

Penerapan suatu aturan hukum dengan cara menggunakan logika ini sama saja
yaitu mengambil dari inti suatu peraturan untuk di terapkan terhadap perbuatan yang
sebenarnya belum ada aturannya. Padahal pada Pasal 1 ayat (1) KUHP menjelaskan
bahwa harus adanya aturan yang mendasari suatu tindak pidana.10

Contoh hal yang pernah terjadi dalam praktik penegakkan hukum Indonesia
adalah putusan hakim bismar siregar yang menyamakan persetubuhan bujang dengan
gadis sebagai “pencurian”. Bismar siregar menganggap kegadisan sama dengan
barang, sebagaimana dalam KUHP pasal 378 yaitu: “Barang siapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan
rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam
karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun".11

Putusan ini banyak dikecam oleh hakim dan pengamat hukum ketikaitu. Inilah
mengapa analogi dilarang karena yang ditakutkan adalah analogi dapat

9
http://dzuriatu-assahar.blogspot.co.id/2013/05/hukum-pidana-menurut-waktu-dan-tempat.html.
diakses pada tanggal 10 maret 2017.
10

[10]https://katawijaya.wordpress.com/2014/12/04/larangan-analogi/. Diakses pada tanggal 10 maret


2017.
11
http://rechtslaw.blogspot.co.id/2012/02/asas-asas-hukum-pidana-yang-bersumber.html. diakses
pada tanggal 11 maret 2017.

8
menegenyampingkan pemaknaan asas legalitas tersebut. Itulah alasan adanya
larangan analogi adalam asas legalitas.

C. Asas Non Retroaktif

Asas non retroaktif ini merupakan asas turunan dari asas legalitas.Tujuan dari
asas ini ialah jangan sampai seseorang melakukan suatu perbuatan pidana lalu karena
orang tersebut tidak disukai maka undang-undang yang menyatakan bahwa perbuatan
itu tak dapat dipidana. Oleh karena itu secara tegas larangan berlaku surut juga
dimuat dalam deklarasi universal hak asasi manusia, namun dalam perkembangannya
asas berlaku surut dapat dilanggar dalam hukum pidana khusus seperti undang-
undang terorisme dan undang-undang peradilan HAM, pelanggaran tersebut dapat
dibenarkan sepanjang HAM yang dilindungi jauh lebih besar.12

Dengan keharusan untuk menetapkan terlebih dahulu suatu perbuatan sebagai


kejahatan atau tindak pidana di dalam hukum atau peraturan perundang-undangan
pidana nasional, dan atas dasar itu barulah negara itu menerapkannya terhadap si
pelaku perbuatan tersebut. Dengan kata lain, peraturan perundang-undangannya yang
mengaturnya harus ada dan berlaku lebih dulu, barulah kemudian ditetapkan terhadap
perbuatan-perbuatan yang terjadi setelah berlakunya peraturan perundang-undangan
tersebut. Dalam arti negatif, peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat
diterapkan terhadap perbuatan-perbuatan yang sama yang terjadi sebelum berlakunya
peraturan perundang-undangan itu. Secara singkat dapat dikatakan, bahwa suatu
peraturan perundang-undangan tidak boleh diberlakukan surut. Inilah yang dikenal
dengan asas non retroaktif.13

D. Perubahan Perundang-undangan

Di dalam sejarah ketatatangeraan kita, ketentuan semacam asas legalitas


pernah masuk dalam konstitusi kita, yaitu pada pasal 14 ayat 2 UUDS 1950 yang
merumuskan: “tiada seorang juapun boleh dituntut untuk dihukum atau atau dijatuhi
hukuman, kecuali karena suatu aturan hukum yang ada dan berlaku terhadapnya.”
Secara yuridis formal kedudukan ketentuan yang demikian itu, yaitu layaknya asas
legalitas, lebih kuat daripada UUDS 1950. Karena jika hendak mengubah harus
menguabah konstitusi. Sedangkan secara teoretis pasal 1 ayat 1 KUHP yang sering

12
http://rechtslaw.blogspot.co.id/2012/02/asas-asas-hukum-pidana-yang-bersumber.html.ibid
13
I Wayan Parthiana, hukum Pidana Internasional, Bandung, 2006. dalam artikel,
http://asianinfinity.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-asas-legalitas-dan-asas-non.html. diakses
pada tanggal 11 maret 2017

9
disebut sebagai pencerminan asas legalitas itu dapat disimpangi atau diubah cukup
degan memuat undang-undang baru yang berbeda.14

Mengenai adanya perubahan Undang-Undang yang berkaitan dengan asas


legalitas adalah bahwa asas legalitas itu sendiri menampakan bahwa segala perbuatan
yang diancam dengan pidana, yang diberlakukan adalah hukum atau undang-undang
yang sudah ada pada saat itu, tidak boleh dipakai undang-undang yang akan dibuat
sesudah perbuatan itu terjadi. Sama saja disini berlaku asas lex temporis delicti. Ini
termasuk dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP.

Tetapi kita tahu bahwa undang-undang itu tidak langgeng, pasti akan
mengalami amandemen-amandemen sesuai dengan perkembangan kebutuhan zaman
yang mengiringinya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika sebelum
seorang yang melakukan perbuatan terlarang itu diadili, undang-undangnya diubah
atau dicabut?Undang-undang mana yang harus di terapkan?

Untuk ini pasal 1 ayat 2 KUHP menjawab dengan rumusan tersebut diatas
yaitu jika ada perubahan undang-undang, maka yang dipakai adalah yang ringan bagi
terdakwa. Jadi sama saja pasal 1 ayat 2 KUHP merupakan penyimpangan dari asas
lex tempories delicti.

Disini perubahan undang-undang dipakai sebagai perumpamaan saja apabila


terjadi perubahan undang-undangnya maka apa yang harus dilakukan? Yaitu dengan
cara mengambil hukuman yang paling ringan bagi para pelaku terpidana.15

14
Teguh prasetyo, Op. Cit, hlm. 38.
15
Teguh prasetyo, Op. Cit, hlm. 40.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas tentang asas legalitas serta larangan analogi,


asas non retroaktif dan perubahan perundang-undangan. Maka kelompok kami dapat
menyimpulkan bahwa suatu asas legalitas adalah suatu alat untuk menegakan
ketegasan dari suatu hukum agar terhindar dari kesewenag-wenangan para penguasa.
Sehingga tidak ada lagi tindakan pidana terhadap orang yang melakukan kesalahan
namun belum ada undang-undang yang mengaturnya. Tetapi asas ini tidak akan
berjalan dengan semestinya apabila di dalam dunia hukum masih menggunakan
analogi. Dimana yang kita tahu bahwa analogi itu adalah hukum yang berasal dari
kiyasan logika terhadap suatu pasal tertentu untuk menjatuhkan seorang terdakwa ke
dalam ranah sanksi hukuman.

Masalah lain, asas legaliatas ini memiliki lawan pengertian tentang


pemaknaan dimana asas legalitas yang tercantum dalam pasal 1 ayat 1 KUHP di
hadapkan dengan pasal 1 ayat 2 KUHP. Sehingga munculah sebuatan untuk kasus ini
sebagai hasil turunan dari asas legalitas yaitu asas non-retroaktif (lawan dari asas
retroaktif). Dimana asas ini menanggapi tentang perubahan undang-undang, yang
menganggap bahwa undang–undang tidak boleh berlaku surut. Yang artinya
seandainya seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru kemudian hari
terhadap tindakan yang serupa diancam dengan pidana, pelaku tidak dapat dipidana
atas ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan
sewenang-wenang dari penguasa.

B. Saran

Dari pembahasan makalah kami, kami memiliki saran untuk para lembaga
legislatif dan yudikatif agar lebih tegas lagi dalam menyelesaikan suatu permasalahan
yang berkaitan dengan undang-undang agar tidak ada lagi kesewenang-wenangan
terhadap warga negara. Supaya tercipatanya keadilan di dalam suatu negara.

11
DAFTAR PUSTAKA

Chazawi, Adami. 2013. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta: rajawali Pers.

Prasetyo, Teguh. 2014. Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Pers.

https://katawijaya.wordpress.com/2014/12/04/larangan-analogi/. Diakses pada


tanggal 10 maret 2017.

http://dzuriatu-assahar.blogspot.co.id/2013/05/hukum-pidana-menurut-waktu-dan-
tempat.html. diakses pada tanggal 10 maret 2017.

http://pramana-recht.blogspot.co.id/2012/01/sekilas-tentang-asas-legalitas.html.
Diakses pada tanggal 10 maret 2017.

http://asianinfinity.blogspot.co.id/2013/02/pengertian-asas-legalitas-dan-asas-
non.html . Diakses pada tanggal 11 maret 2017.

http://rechtslaw.blogspot.co.id/2012/02/asas-asas-hukum-pidana-yang-
bersumber.html. diakses pada tanggal 11 maret 2017.

12

Anda mungkin juga menyukai