Anda di halaman 1dari 137

Jurnal “Etika & Pemilu” diterbitkan terbatas oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia,

dan oleh pihak-pihak yang secara sukarela memiliki kesamaan visi dan misi DKPP.
VISI:
1) Diseminasi kebijakan, program dan gagasan DKPP selaku lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode
etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu (Pasal 1 ayat (22) UU
15/2011).
2) Expose hasil kajian dan penelitian terkait urgensi penegakan kode etik bagi penyelenggara negara dan upaya
menata kembali sistem kepemiluan di Indonesia menuju negara demokrasi modern.
MISI:
Volume 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Terbitnya Jurnal Ilmiah (Nasional + Internasional) tentang Etika dan Pemilu sebagai University of Industry Democracy.

SUSUNAN REDAKSI/ DAFTAR ISI


BOARD OF EDITOR
EDITORIAL _________ 2
PIMPINAN UMUM/General Chief
Jimly Asshiddiqie
TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)
Pimpinan Redaksi/Chief Editors
Nur Hidayat Sardini KONSTRUKSI HUKUM PEMILU DAN PEMILUKADA DALAM
PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI _________ 8
Dewan Redaksi/Editorial Board
Anna Erliyana Wahyu Nugroho
Valina Singka Subekti
Saut Hamonangan Sirait PENTINGNYA ETIKA DAN MORAL PENYELENGGARA PEMILU
Endang Wihdatiningtyas DALAM MENCEGAH KORUPSI DI LINGKUNGAN
Ida Budhiati PENYELENGGARA PEMILU DI INDONESIA _________ 23
Arry Dharmawan Trissatya Putra
Mitra Bestari/Peer Review
Komaruddin Hidayat FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI
Yudi Latief PASCA-PILKADA SERENTAK 2015:
Irman Putrasidin SEBUAH USULAN _________ 34
August Mellaz Jerry Indrawan
Penanggungjawab/ BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014
Officially Incharge UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG BERINTEGRITAS
Gunawan Suswantoro
Ahmad Khumaidi DAN BERKUALITAS _________ 54
Safriadi
Redaktur Pelaksana/
Managing Editor GOLPUT DALAM PEMILUKADA SERENTAK _________ 75
Mohammad Saihu
Siti Marwiyah
Redaktur/Editors
Firdaus
Rahman Yasin TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)
Fery Fathurrahman
Syopiansyah Jaya Putra GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU _________ 89
Helby Sudrajat
Managemen Redaksi
Yusuf HDS PROBLEMATIKA PENYELENGGARA PEMILU
Dini Yamashita DI TINGKAT AD HOC _________ 106
Osbin Samosir
Teten Jamaludin
Data & Naskah
Arif Ma’ruf MIMBAR
Titis Aditya Nugroho
Ferry YM. KULIAH ETIKA _________ 121
Diah Widyawati Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
Umi Nazifah Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP RI)
Arif Syarwani
Happy Hayati Helmi KESATUAN PEMBINAAN DAN SISTEM SANKSI
DALAM PRAKTIK ORGANISASI MODERN
Tata Bahasa
Irmawanti
PUBLIKASI
Penerjemah/Translator
Arwani - RESENSI:
Equality Before Ethics ______ 127
Dokumentasi & Arsip - BIODATA PENULIS _________ 129
Prasetyo Agung Nugroho - PEDOMAN PENULISAN _________ 133
- CALL FOR PAPERS _________ 135
Sirkulasi
Nur Khotimah

Tata Letak/Layout & Sampul:


Sandhi Setiawan

Redaksi mengundang para akademisi,


penyelenggara pemilu, pengamat/penggiat
pemilu atau aktivis pro demokrasi, dan mereka
yang berminat untuk berpartisipasi dengan
mengirimkan karya tulis, hasil penelitian,
disertasi, tesis, skripsi.
Naskah ditulis sesuai ketentuan pedoman
penulisan, dan dikirim melalui email dengan Opini yang dimuat dalam Jurnal “Etika & Pemilu”
menyertakan foto diri ke alamat Redaksi. tidak mewakili pendapat resmi DKPP
EDITORIAL
secara khusus menangani pemilu
(electoral branch power). Jadi, ada 4
EVALUASI & PROYEKSI (empat) cabang kekuasaan negara; ek-
PEMILU DEMOKRATIS sekutif, legislatif, yudikatif, dan cabang
kekuasaan pemilu.
Gagasan Ketua DKPP diharapkan
Pada tahun 2016 dalam berb- mampu mengangkat demokrasi pemi-
agai forum (DPR, akademisi, praktisi lu tidak lagi sekadar proforma, tapi
pemilu), Ketua DKPP Jimly Asshiddi-
sehat dan menyejukkan karena dito-
qie secara masif mewacanakan pent-
pang oleh ‘the rule of law and the rule
ingnya memikirkan ulang praktik
penyelenggaraan pemilu di Indonesia of ethics’ secara bersamaan. “The Rule
dengan sistem ketatanegaraan yang of Law” bekerja berdasarkan “Code of
ada. Indonesia menganut prinsip tri- Law”, sedangkan “the Rule of Ethics”
as politika, yakni keberadaan lemba- bekerja berdasarkan “Code of Ethics”,
ga eksekutif, legislatif dan yudikatif yang penegakannya dilakukan melalui
atau kehakiman. Masalahnya, dalam proses peradilan yang independen,
pagelaran pemilu, kontestannya be- imparsial, dan terbuka, yaitu peradilan
rasal dari eksekutif, legislatif, sedang- hukum (Court of Law) untuk masalah
kan yudikatif sebagai wasit untuk hukum, dan peradilan etika (Court of
pengadilan hasil. Kenyataan ini tentu Ethics) untuk masalah etika. (Politik
ada kerancuan dan berpotensi besar
Hukum Pemilu, DKPP, 2016)
terjadinya conflict of interest. Ini juga
Eksistensi lembaga penegak kode
dikarenakan Lembaga legislatif yang
bertugas menyusun regulasi pemilu, etik sebenarnya bukanlah hal yang
eksekutif yang membidani penye- baru dalam sistem ketatanegaraan In-
lenggaraan pemilu. Karena itu, dalam donesia. Lembaga penegak kode etik
upaya berefleksi terhadap praktik umum terdapat dalam lembaga-lem-
kepemiluan di Indonesia, juga upaya baga yang berkaitan dengan jabatan
strategis untuk menegakkan hukum publik, seperti Komisi Yudisial untuk
dan etika demi pemilu demokratis penegakan etik di bidang kehakiman
yang mandiri, berintegritas dan kred- (di samping adanya Majelis Kehor-
ibel, Ketua DKPP terus mewacanakan matan Hakim (MKH) dalam sistem
untuk menjadikan pemilu sebagai internal Mahkamah Agung). Ada juga
cabang kekuasaan tersendiri dalam
MKH Mahkamah Konstitusi (MK). Di
ketatanegaraan Indonesia. Wacana
lingkungan lembaga legislatif dike-
ini tentu berpotensi pro dan kontra.
Akan tetapi, bukan tidak ada negara nal adanya Mahkamah Kehormatan
yang tidak dapat dijadikan contoh, di Dewan (MKD) sebagai lembaga pen-
negara Ekuador, misalnya. Konstitusi egak kode etik. Lembaga penegak etik
Ekuador (Republica del Ecuador) Ta- bahkan juga dijumpai pada lembaga
hun 2008, sudah menempatkan pemi- profesi seperti kedokteran, wartawan,
lu sebagai kekuasaan electoral, yaitu advokat dan lembaga profesi lainnya.
cabang kekuasaan tersendiri yang

2 Vol. 2, Nomor 2,
4, JUNI 2016 Jurnal
DESEMBER 2016 ETIKA
Jurnal ETIKA
& PEMILU
& PEMILU
EDITORIAL

Pada dasarnya, keberadaan lembaga (1) Setiap orang berhak turut serta da-
penegak kode etik merupakan suatu lam pemerintahan negaranya, secara
kebutuhan dari sebuah lembaga un- langsung atau melalui wakil-wakil
tuk menjaga kehormatan dan marta- yang dipilih dengan bebas. (2) Setiap
bat lembaga tersebut agar tetap dapat orang berhak atas kesempatan yang
dipercaya menjalankan amanah yang sama untuk diangkat dalam jabat-
diembankan pada lembaga tersebut. an pemerintahan negaranya. (3) Ke-
Oleh karenanya lembaga penegak hendak rakyat harus menjadi dasar
etik harus direkonstruksikan sebagai kekuasaan pemerintah; kehendak ini
lembaga peradilan etik yang diha- harus dinyatakan dalam pemilihan
ruskan menerapkan prinsip-prinsip umum yang dilaksanakan secara ber-
peradilan yang lazim di dunia modern, kala dan murni, dengan hak pilih yang
terutama soal transparansi, indepen- bersifat umum dan sederajat, dengan
densi, dan imparsialitas. Hal itulah pemungutan suara secara rahasia
yang hendak dirintis dan dipelopori ataupun dengan prosedur lain yang
oleh DKPP, yaitu agar sistem keta- menjamin kebebasan memberikan su-
tanegaraan yang ada didukung oleh ara.
sistem hukum dan sistem etik yang Adalah J. Austin Ranney (1920-
bersifat fungsional. Sistem demokrasi 2006) yang kemudian mensyaratkan
yang dibangun diharapkan dapat dito- delapan kriteria pokok bagi pemilu
pang oleh tegak dan dihormatinya hu- demokratis. Pertama, apabila
kum dan etika secara bersamaan. semua warga negara dewasa dapat
Jimly Asshiddiqie, dalam bukun- menikmati hak pilih baik pasif maupun
ya “Konstitusi dan Konstitusionalisme aktif (universal adult suffrage).
Indonesia” (Jakarta, 2004) menya- Kedua, terjaminnya suara semua
takan, The Rule of Law harus bersa- pemilih dengan bobot yang sama
tu-padu dengan prinsip the living eth- (equal weighting votes). Ketiga, pilihan-
ics. Hukum itu buatan manusia dan pilihan harus datang dari rakyat sendiri
bukan segala-galanya, maka norma (free registration on choice). Keempat,
etika moral dan norma agama menja- pilihan yang bermakna (meaningfu
di sangat diperlukan untuk mengatur, l choices), oleh karena itu, kampanye
mengendalikan dan mendorong dina- menjadi penting Kelima, pemberi
mika kehidupan umat manusia. suara harus terbebas dari berbagai
hambatan fisik dan mental dalam
Pemilu Demokratis menentukan pilihannya (freedom to
Tentang pemilu demokratis, pada put forth candidate). Keenam, prinsip
tahun 1948 Perserikatan Bangsa- kejujuran dalam penghitungan suara
Bangsa (PBB), telah berkumandang (accurate counting of choices). Ketujuh,
dalam The Universal Declaration Of penyelenggaraan secara periodik
Human Rights/ Deklarasi Universal (regular election), pemilu tidak
Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pasal 21 diajukan atau diundurkan sekehendak
hati penguasa, dan Kedelapan,

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 3


EDITORIAL

kejujuran dalam pelaporan hasil ini bukan tidak dihantui banyak


(accurate reporting of results). masalah. Di awal proses/tahapan,
Joe Baxter (1994) dalam “Tech- sampai-sampai ada pengamat yang
nique for Effective Election Manage- meramalkan demokrasi serentak
ment” in Election, menyebut tiga kar- ini akan gagal (jppn.com, Jumat,
akteristik fundamental dan efektif 05 Juni 2015). “Batu sandungan”
dalam pemilu: Pertama, Independen- itu di antaranya dipengaruhi oleh
si (Independence): yaitu kebebasan banyaknya gugatan (judicial review)
penyelenggara pemilu untuk bebas terhadap UU Pemilukada yang awalnya
bertindak dan melakukan tindakan dinilai melenceng dari semangat UUD
yang berasas pada kepentingan pemi- 1945, juga Peraturan KPU yang dinilai
lih (voters) dan bukan berdasarkan tidak tepat. Inilah di antara masalah
pada kepentingan partai ataupun kan- penyelenggaraan Pemilukada 2015
didat tertentu. Kedua, Imparsialitas dan berakibat munculnya banyak
(impartiality): penyelenggara pemilu pengaduan/gugatan pelanggaran
selayaknya terdiri dari individu yang Kode Etik bagi Penyelenggara Pemilu
menjunjung tinggi prinsip imparsial sepanjang tahun 2016.
sehingga mereka dapat berlaku adil Sekurang-kurangnya ada 6 (enam)
dan memberikan keseimbangan/kes- kali gugatan masyarakat terhadap
etaraan. Ketiga, Kompetensi (compe- UU Pemilukada selama tahapan
tence): sebuah lembaga penyelenggara Pemilukada 2015. Putusannya
yang independen dan imparsial tidak memang memuaskan banyak pihak,
akan bermakna jika masih terdapat akan tetapi prosesnya tetap harus
pemilih yang tidak terdaftar, lolosnya menjadi pelajaran berharga akibat
kandidat/calon yang tidak berkual- kekurangcermatan para wakil rakyat.
itas, tidak terlaksananya pelatihan Berikut putusan MK: Pertama,
teknis pemilu, ataupun pemungutan memutus syarat yang sama wajib
suara yang bergeser dari jadwal. mundur dalam pencalonan bagi
anggota DPR, DPD dan DPRD, TNI, Polri,
Masalah Hukum dan Etika dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta
Pemilukada 2015 Pejabat BUMN. Kedua, menghapus
Masyarakat Indonesia dan pembatasan ”politik dinasti”. Ketiga,
dunia internasional jelas mengakui, membolehkan mantan narapidana
sukses Pemilukada 2015 tidak ikut maju dalam Pemilukada.
dapat dipisahkan dari peran dan Keempat, menolak mengadili sengketa
tanggungjawab penyelenggara; KPU, hasil pemilukada jika selisih suara 2
Bawaslu, juga DKPP selaku penjaga persen lebih. Kelima, menyatakan satu
marwah etika bagi KPU, Bawaslu dan pasangan calon sah dalam pemilukada,
jajarannya. Meski demikian, patut Implikasi dari putusan ini, 3 daerah
menjadi pelajaran penting, bahwa yang hanya memiliki calon tunggal
sukses pemilukada tahap pertama (Kabupaten Blitar, Kabupaten
Tasikmalaya, dan Kabupaten Timor

4 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


EDITORIAL

Tengah Utara di Provinsi Nusa Evaluasi pemilu Tahun 2012 – 2017,


Tenggara Timur (NTT) akhirnya dan 3) FGD dengan Akademisi di 4
dapat menyelenggarakan pemilukada provinsi. Dari 32 provinsi yang telah
pada 9 Desember 2015. Keenam, menyelenggarakan pemilukada pada
menetapkan jumlah prosentase tahap pertama ini, terdapat beberapa
syarat dukungan calon kepala pola permasalahan yang pada dasarn-
daerah didasarkan jumlah penduduk ya memiliki kesamaan, di antaranya;
yang mempunyai hak pilih seperti Pertama, masalah anggaran, Kedua,
termuat dalam daftar calon pemilih masalah administrasi kepemiluan
tetap (DPT) di daerah bersangkutan yakni masalah Daftar Pemilih Tetap
pada pemilu sebelumnya. Dengan (DPT) pada tahapan persiapan, dan
putusan ini, Pasal 41 ayat (2) UU Pendaftaran dan Penetapan Pasangan
Pemilukada menjadi berbunyi “Calon Calon pada tahapan penyelenggaraan.
perseorangan dapat mendaftarkan Ketiga, masifnya politik uang (mon-
diri sebagai Calon Bupati dan Calon ey politics) yang diperparah dengan
Wakil Bupati serta Calon Walikota dan tidak lengkapnya pengaturan pidana
Calon Wakil Walikota, jika memenuhi mengenai politik uang. Keempat, per-
syarat dukungan dengan ketentuan: soalan kelembagaan, yaitu masalah
a. Kabupaten/kota dengan jumlah integritas penyelenggara, konflik an-
penduduk sampai dengan 250.000 jiwa tara komisioner dengan kesekretari-
harus didukung paling sedikit 10% dari atan, dan persoalan lemahnya kualitas
DPT Pemilu sebelumnya”. Pasal 41 ayat penyelenggara pemilu atas pemaha-
(2) sebelumnya hanya berbunyi “Calon man peraturan perundang-undangan
perseorangan dapat mendaftarkan terkait dengan tugas pokok dan fung-
diri sebagai Calon Bupati dan Calon sinya masing-masing khususnya di
Wakil Bupati serta Calon Walikota dan tingkat lapangan. Kelima, masalah
Calon Wakil Walikota, jika memenuhi yang diakibatkan terbelahnya kepen-
syarat dukungan dengan ketentuan: gurusan Parpol Golkar dan PPP. Di be-
a. Kabupaten/kota dengan jumlah berapa daerah, penyelenggara banyak
penduduk sampai dengan 250.000 yang kena “getah”nya, diduga melang-
(dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus gar kode etik karena turut ikut campur
didukung paling sedikit 10% (sepuluh atau disangka berlaku tidak netral.
persen)”. Keenam, masalah keberpihakan, dari
Gambaran problematika Pemiluka- yang hanya didasarkan asumsi dan
da 2015 yang berujung pelanggaran interpretasi, hingga pada keberpiha-
kode etik terekam dari 3 kegiatan kan yang terbukti dan berujung pada
berbeda yang diselenggarakan DKPP sanksi pemberhentian tetap. Ketujuh,
pada tahun anggaran 2016; 1) Kon- bermula dari Putusan MK tentang
sinyering Pilkada 2015 dengan Penye- mantan terpidana yang boleh men-
lenggara dan TPD seluruh Indonesia, calonkan diri sebagai kepala daerah.
2) FGD dengan jajaran penyelengga- Ini juga menjerat problem diadukann-
ra pemilu di 7 provinsi dalam rangka ya penyelenggara karena dinilai tidak

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 5


EDITORIAL

cakap memaknai putusan. Kedelapan, menulis judul beritanya dengan amat


masalah ketiadaan kode etik bagi pe- bombastis “Waduh! Angka Golput
serta pemilu. Ini dirasa tidak fair oleh Jadi Pemenang Pilkada Serentak”,
penyelenggara, penyelenggara merasa liputan berita Pilkada di Kabupaten
sebagai sasaran tembak bagi peserta Purbalingga, yang menyatakan bahwa
untuk diadukan, sementara peserta pemenang pilkada di daerah ini,
seakan kebal hukuman dalam peneg- suaranya kalah dengan suara golput.
akan kode etik DKPP. Karena hal ini, Robert P Clark, peneliti asal
banyak sekali penyelenggara diadukan University George Mason, Amerika
oleh peserta, meski hanya berujung Serikat dalam penelitiannya
rehabilitasi. menyampaikan bahwa di negara-
negara berkembang yang telah
Golput dalam Pemilu mengembangkan demokrasi melalui
pemilu seperti India, Tanzania,
Golongan Putih (golput) atau
Nigeria, Meksiko, dan Brazil, tingkat
disebut juga ‘no vote decision’
partisipasi pemilu hanya mencapai
menjadi problem tersendiri dalam
64,5 persen. Bahkan di negara yang
Pemilukada 2015. Dalam berbagai
demokrasinya sudah maju seperti
pemberitaan media di daerah,
Amerika Serikat, tingkat partisipasi
umumnya menyatakan bahwa angka
pemilu hanya mencapai 40-50 persen
golput sangat tinggi. Media online
saja.
harianhaluan.com menyematkan
Dengan tingkat golput yang cukup
judul dalam laman beritanya “Golput
tinggi, tentu ini akan menjadi evaluasi
Menang di Pilkada Serentak”, ini
kritis agar iklim politik di Indonesia
terjadi di Pemilukada Gubernur dan
tetap stabil dan dengan berbagai
Wakil Gubernur Sumatera Barat,
perbaikan regulasi terkait pemilu,
berita itu menyebutkan angka golput
masyarakat akan semakin dewasa
sangatlah rendah antar 51-54 persen.
dalam berdemokrasi. Proyeksinya,
Berita yang sama dari harianterbit.
pemilukada tahap kedua (15
com, “Angka Golput Pilkada Serentak
Desember 2017) dan Pemilu Serentak
di Daerah Ini Capai 65 Persen”, terjadi
Nasional (Pileg, Pilpres) Tahun
di Kabupaten Malang, berdasarkan
2019, dapat terlaksana dengan baik,
hasil hitung cepat Lingkar Survei
demokratis dan oleh penyelenggara
Indonesia yang bekerja sama dengan
pemilu yang memiliki komitmen dalam
Jaringan Isu Publik serta Desk Pilkada
menjaga kemandirian, integritas dan
Pemerintah Kabupaten Malang, golput
kredibilitas selaku penyelenggara
mencapai angka 43-45 persen. Satu
pemilu.
lagi, Harian Republika (29/12/15),

6 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


TULISAN UTAMA
(MAIN ARTICLES)
Berisi Topik Utama yang ditetapkan Tim Redaksi; dihasilkan dari program Call
for Papers; dalam rangka membangun keselarasan dinamika politik, hukum
dan demokrasi yang berkembang di masyarakat (bottom up). Pola bottom
up dimaksudkan agar nilai-nilai demokrasi benar-benar bersifat mendasar,
struktural dan tidak terpolarisasi oleh hasrat membangun Negara atau
pemerintahan yang lebih mengarah pada kepentingan politik. Pola bottom up
menjadi penting karena pendekatan top down seperti yang dipraktikkan pada
masa orde baru hanya akan mendistorsi aspirasi masyarakat.

This main article contains the main topic selected by Editorial Team; resulting from
Call for Papers program in order to develop a harmony of political dinamics, law
and democracy emerged in community. Bottom up pattern is intended that values of
democracy are literally fundamental, structural and not polarized by desire to build
a state or government that lead to political interest. Bottom up pattern becomes
important because of top down approach as practiced in the new order era, would
only distort aspirations of the people.
KONSTRUKSI HUKUM PEMILU DAN
PEMILUKADA DALAM PUTUSAN-PUTUSAN
MAHKAMAH KONSTITUSI
THE CONSTRUCTION OF ELECTORAL LAW TOWARDS
GENERAL ELECTION AND LOCAL ELECTION IN
CONSTITUTIONAL COURT VERDICTSA
Wahyu Nugroho

ABSTRAK/ABSTRACT

Konstruksi hukum erat kaitannya dengan pembentukan hukum, baik pada


saat proses pembahasan suatu Rancangan Undang-Undang, peraturan-
peraturan teknis sebagai penjabaran dari Undang-Undang, maupun
berbagai putusan Mahkamah Konstitusi yang turut membentuk konstruksi
hukum pemilu dan pemilukada di Indonesia. Konstruksi hukum tersebut
yakni Undang-Undang No. 42 Tahun 2008, undang-undang No. 8 Tahun
2015 serta putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Diharapkan dari hasil
kajian ini adalah konsistensi penegakan hukum (penyelenggara pemilu dan
penegak hukum pemilu) untuk taat terhadap sejumlah perangkat hukum
pelaksanaan, prosedur dan sanksi dalam penyelenggaraan pemilu. Aspek
kepastian hukum dan aspek budaya hukum sangat penting dipenuhi agar
tujuan pemilu dan pemilukada dapat mencapai sasaran yang diidealkan.
Selain itu, penyelenggara pemilu di tingkat pusat maupun daerah, juga
peserta pemilu dan pemilukada wajib mematuhi peraturan perundangan,
mulai dari Peraturan KPU, undang-undang, maupun ketaatan dalam
menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi.

The construction of law is closely related to the formation of the law, both
during the process of discussion of a draft, the technical regulations as the
elaboration of the Law, as well as the various verdict of the Constitutional
Court that influence on shaping the legal construction of the Law of local
election and General Election in Indonesia. The legal construction of
the Law No. 42 of 2008, Law No. 8 of 2015 as well as the verdicts of the
Constitutional Court. It is aimed that the results of this study are consistency
of law enforcement (the election organizer and electoral law enforcer) to
obey the legal instruments of implementation, procedures and sanction
during the running of election. The aspect of legal certainty and the cultural
aspect is very important in order to achieve the ideal goal of election. In
addition, the election organizer both at national and local level must also

8 Vol. 2, Nomor 4,
2, DESEMBER
JUNI 2016 Jurnal
2016 ETIKA
Jurnal ETIKA
& PEMILU
& PEMILU
Wahyu Nugroho - KONSTRUKSI HUKUM PEMILU DAN PEMILUKADA DALAM PUTUSAN-PUTUSAN...

participate in complying the electoral laws and regulations, ranging from


the General Electoral Commission Regulation, Act, as well as adherence
to running of the Constitutional Court.Elections have been placed by the
global citizen, un-exceptionaly citizen of Indonesia as a democratic party. In
every electoral momentum, the political atmosphere has becoming so hot.
This conditions should be understood since at stake through elections is a
great, important and strategic for the nation. This great scale and strategic
interests of the nation that makes the electoral participants struggling to
triumph. A victory is identical by being able to seize and taking control of
vital resources of the nation. Because of their such desire, it is not rarely
that electoral participants fall into various forms of infringements towards
juridical norms. This has been the main reason of how the importance of
code of ethics for electoral participants.

Kata Kunci : Pemilu dan Pemilukada, Daerah, Undang-undang dan


Mahkamah Konstitusi.
Keyword : General Elections and Local Election, Local, Act and The
Constitutional Court.

untuk mensyukuri kemenangan dan


A. PENDAHULUAN menerima kekalahan yang sering
Pemilu dan pemilukada sebagai diwujudkan dalam bentuk aksi-aksi
salah satu bentuk nyata perwujudan yang menghalalkan segala cara, telah
demokrasi dalam pemerintahan memicu konflik dan anarkisme massa
daerah, seyogyanya juga semakin di berbagai daerah.1
mencerminkan proses kematangan Pesta demokrasi lokal secara
berdemokrasi. Walaupun demikian, serentak pertama kali yang telah
implmentasi di lapangan masih diselenggarakan pada tahun 2015
menunjukkan adanya fenomena memberikan banyak pembelajaran
yang merusak citra pemilu dan dan dinamika pemikiran baru
pemilukada itu sendiri, seperti kepemiluan lokal. Beberapa bulan
money politics, ketidaknetralan sebelum pelaksanaan sejumlah aktivis
aparatur penyelenggara, kecurangan pemilu dan calon peserta pemilu
berupa pelanggaran kampanye mengajukan gugatan uji materiil
dan penggelembungan suara, serta ke Mahkamah Konstitusi terhadap
penyampaian pesan-pesan politik suatu norma dalam UU Pemilukada
yang bernuansa sektarian berujung yang dianggap merugikan hak-hak
kepada retaknya bingkai harmonisasi konstitusionalnya. Selanjutnya, pasca
kehidupan masyarakat. pada segi lain, pelaksanaan pemilukada serentak
ketidaksiapan dan ketidakdewasaan 1
Djoko Suyanto, “Evaluasi Pemilukada dari
Perspektif Ketahanan Nasional”, dalam Demokrasi
para kandidat dan pendukungnya Lokal Evaluasi Pemilukada di Indonesia, Cet. I, Jakarta:
Konstitusi Press, 2012, hlm. 23.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 9


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

tahun 2015 hingga gugatan MK,2 Pemilu dan pemilukada belum


terdapat pembelajaran yang tidak dimaknai secara lebih komprehensif
kalah pentingnya, mulai dari syarat sebagai cara yang berbudaya untuk
selisih suara yang diatur dalam Pasal menumbuhkan nilai-nilai kejujuran,
157 UU Pemilukada untuk dapat ketertiban, dan keadilan, tetapi
diajukan gugatan penyelesaian lebih mengedepankan keinginan
perselisihan hasil pemilukada, hingga untuk menang dengan segala cara,
syarat calon perseorangan. Dinamika sekalipun melanggar norma hukum
tersebut pada akhirnya berlanjut yang telah ditetapkan. Padahal, jika
pembahasan-pembahasan di DPR pemilu dan pemilukada sebagai
& KPU sebagai evaluasi, koordinasi proses pembudayaan, maka ia tidak
dan konsolidasi. Kemudian kelompok menghendaki kekerasan, intimidasi,
civil society dari kalangan universitas dan ketidakjujuran. Pemilu dan
dan NGO pegiat pemilu melakukan pemilukada adalah cara menjinakkan
diskusi maupun seminar-seminar, kekerasan sekalipun untuk
sehingga dorongan untuk merevisi menang sebagai pemimpin. Hal ini
UU Pemilukada semakin kuat dan menggantikan cara-cara pertumpahan
akhirnya direvisi. Menjadi agenda darah seperti yang dilakukan raja-
prioritas Komisi II DPR RI untuk raja terdahulu dalam perebutan
membahasnya, dinamika terus kekuasaan. Dalam situasi demikian,
berkembang di Komisi II hingga rakyat menjadi obyek sasaran yang
disahkannya Undang-Undang Nomor memangkas kebebasan rakyat tidak
10 tahun 2016 tentang Perubahan kuasa lagi, sehingga kontradiktif
atas Undang-Undang No. 8 tahun dengan makna demokrasi itu sendiri
2015 tentang Perubahan atas Undang- yang dimaknai dari rakyat, oleh rakyat
Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang dan untuk rakyat. Kata yang terakhir
Penetapan Peraturan Pemerintah menjadi pertanyaan mendasar,
Pengganti Undang- Undang Nomor apakah untuk rakyat semuanya itu?3
1 tahun 2014 tentang Pemilihan Politik hukum pemilu dan
Gubernur, Bupati, dan Walikota pemilukada mengalami perubahan
menjadi Undang-Undang. terus-menerus seiring dengan
perkembangan masyarakat, relevansi
2
Sepanjang tahun 2015, MK telah menerima
dan meregistrasi 140 perkara dan satu perkara Sengketa dalam praktik ketatanegaraan
Kewenangan Lembaga Negara (SKLN). Namun, terdapat atau budaya berdemokrasi serta
tunggakan perkara dari tahun sebelumnya sebanyak 80
perkara. Sehingga total perkara yang ditangani MK
perubahan pemikiran hukum dan
pada 2015 berjumlah 221 perkara. Dari 221 perkara di politik baik eksekutif, legislator
2015, baru 158 perkara yang telah diputus. Dari jumlah
maupun masyarakat pada umumnya.
tersebut, sebanyak 25 perkara dikabulkan, 50 perkara
ditolak, 61 perkara tidak dapat diterima, 4 perkara Melalui pengalaman-pengalaman
gugur, 16 perkara ditarik kembali oleh pemohon, dan pemilu presiden dan wakil presiden,
2 perkara tidak berwenang ditangani MK. Lihat: http://
nasional.kompas.com/read/2015/12/30/18574051/ pemilu untuk memilih anggota DPR,
Sepanjang.2015.MK.Tangani.221.Perkara, diakses DPD dan DPRD, serta pemilihan kepala
tanggal 28 Oktober 2016.
3 Ibid., hlm. 24.

10 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Wahyu Nugroho - KONSTRUKSI HUKUM PEMILU DAN PEMILUKADA DALAM PUTUSAN-PUTUSAN...

daerah, setidak-tidaknya terdapat 2015 dalam waktu dekat ini dan


empat pihak yang mempengaruhi pemilu nasional 2019 perlu dibangun.
adanya perubahan politik hukum Muaranya ada di perilaku yang teladan
pemilu dan pemilukada yang pernah penyelenggara pemilu, peserta pemilu
dialami di Indonesia, yakni pertama, dan pemilukada, perilaku yang
DPR dalam hal mengajukan usulan demokratis baik yang ditunjukkan oleh
dan membahas revisi Undang-Undang para elit, penyelenggara pemerintahan
Pemilu/Pemilukada; kedua, presiden daerah maupun tokoh masyarakat
dalam hal mengajukan usulan revisi masih minim. Para elit/aktor politik
undang-undang atau mengajukan seringkali menjadi faktor penghambat
Peraturan Pemerintah Pengganti dalam proses demokratisasi lokal.
Undang-Undang (Perppu); ketiga, Banyak diantara mereka yang tidak
Mahkamah Konstitusi, dalam hal siap kalah menghalalkan segala cara.
menguji UU/Perppu terhadap UUD Sejauh ini kampanye lebih merupakan
1945 dan menyelesaikan sengketa dagelan politik ketimbang janji tulus
pemilu/pemilukada; dan keempat, untuk menyejahterakan rakyat.
Komisi Pemilihan Umum, melalui Penilaian yang seperti ini perlu
Peraturan KPU terkait pelaksanaan dihilangkan menuju demokrasi yang
teknis dan aturan main dalam pemilu substantif dan berorientasi kepada
dan pemilukada. kesejahteraan masyarakat daerah.
Kerangka konseptual pemilukada
oleh rakyat yang dibangun bukan B. PEMBAHASAN
hanya terkait erat dengan praktik B.1 Konstruksi hukum dengan
desentralisasi dan otonomi daerah, berpijak pada kaidah penuntun
melainkan juga berkorelasi positif
terhadap terwujudnya pemerintahan Abdul Hakim Garuda Nusantara
daerah yang demokratis, mengatakan bahwa bagaimanapun
pemberdayaan dan kesejahteraan hukum di Indonesia harus mengacu
rakyat. Meskipun secara teoritis pada cita-cita masyarakat bangsa,
argumentasi tersebut bisa yakni tegaknya negara hukum yang
diperdebatkan, tak sedikit akademisi demokratis dan berkeadilan sosial.
yang memercayai bahwa pemilukada Pembangunan hukum harus ditujukan
langsung merupakan prasyarat bagi untuk mengakhiri tatanan sosial yang
terwujudnya pemerintahan daerah tidak adil dan menindas hak-hak asasi
yang partisipatif, transparan dan manusia, sehingga politik hukum harus
akuntabel (good governance). Namun, berorientasi pada cita-cita negara
berhasil tidaknya sangat tergantung hukum yang didasarkan atas prinsip-
pada komitmen para stakeholders prinsip demokrasi dan berkeadilan
terkait dalam meminimalisasi sosial dalam suatu masyarakat bangsa
kecenderungan perilaku menyimpang. Indonesia yang bersatu sebagaimana
Demokrasi substantif tertuang di dalam pembukaan UUD
menyongsong Pemilukada Serentak

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 11


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

1945.4 dalam permusyawaratan perwakilan”,


Pada umumnya dikatakan bahwa menjadi landasan politik hukum yang
tujuan bangsa Indonesia adalah meletakkan kekuasaan di bawah
membentuk masyarakat adil dan kekuasaan rakyat (demokratis);
makmur berdasarkan pancasila. dan sila “Keadilan sosial bagi
Tetapi, di luar rumusan yang populer seluruh rakyat Indonesia”, menjadi
dan biasanya disebut sebagai tujuan landasan politik hukum dalam hidup
bangsa itu, tujuan negara Indonesia bermasyarakat yang berkeadilan
secara definitif tertuang di dalam sosial sehingga mereka yang lemah
alinea keempat pembukaan UUD 1945 secara sosial dan ekonomis tidak
yang meliputi: ditindas oleh mereka yang kuat secara
1. Melindungi segenap bangsa dan sewenang-wenang.5
seluruh tumpah darah Indonesia; Kelima sila yang menjadi pemandu
2. Memajukan kesejahteraan umum; politik hukum di atas, dikatakan lebih
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; lanjut oleh Mahfud MD. sebagai empat
4. Ikut melaksanakan ketertiban kaidah penuntun dalam pembuatan
dunia, berdasarkan kemerdekaan, politik hukum atau kebijakan negara
perdamaian abadi dan keadilan lainnya, termasuk saat pembuatan
sosial. undang-undang (law making) di ranah
Tujuan negara tersebut harus legislatif, antara lain:6
diraih oleh negara sebagai organisasi 1. Kebijakan umum dan politik
tertinggi bangsa Indonesia yang hukum harus tetap menjaga
penyelenggaraannya didasarkan integrasi atau keutuhan bangsa
pada lima dasar negara (Pancasila). baik secara ideologi maupun
Pancasila menjadi pemandu politik secara teritori. Setiap hukum atau
hukum nasional dalam berbagai kebijakan apapun di Indonesia
bidang. Mahfud MD memetakan sila tidak boleh menyebabkan
“Ketuhanan Yang Maha Esa”, menjadi atau berpotensi menyebabkan
landasan politik hukum yang berbasis terancamnya keutuhan kita
moral agama; sila “Kemanusiaan yang sebagai bangsa, baik ideologis
Adil dan Beradab”, menjadi landasan maupun wilayah teritorisnya.
politik hukum yang menghargai dan Politik hukum dan kebijakan
melindungi hak-hak asasi manusia umum haruslah menjadi milik dan
yang non diskriminatif; sila ‘Persatuan diterima secara bersama tanpa
Indonesia”, menjadi landasan politik dirusak oleh nilai-nilai sektarian.
hukum untuk mempersatukan Haruslah ditangkal dan ditindak
seluruh unsur bangsa dengan tegas setiap kebijakan atau upaya
berbagai ikatan primordialnya apapun yang berpotensi atau
masing-masing; sila “Kerakyatan yang bertendensi merobek keutuhan
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan 5
Moh.Mahfud MD., op.cit., hlm. 17-18.
4 6
Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Moh. Mahfud MD., Konstitusi dan Hukum dalam
Indonesia, Jakarta: Yayasan LBH Indonesia, 1988, hlm. Kontroversi Isu, Cet. 3, Ed. 1, Jakarta: Rajawali Pers, 2012,
20. hlm. 26-28.

12 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Wahyu Nugroho - KONSTRUKSI HUKUM PEMILU DAN PEMILUKADA DALAM PUTUSAN-PUTUSAN...

ideologi dan teritori kita; hukum haruslah didasarkan pada


2. Kebijakan umum dan politik prinsip toleransi beragama yang
hukum haruslah didasarkan pada berkeadaban. Indonesia bukan
upaya membangun demokrasi negara agama sehingga tidak
(kedaulatan rakyat) dan nomokrasi boleh melahirkan kebijakan atau
(negara hukum) sekaligus. politik hukum yang berdasar
Indonesia adalah negara demokrasi atau didominasi oleh satu agama
yang berarti menyerahkan tertentu atas nama apapun, tetapi
pemerintahan dan penentuan Indonesia juga bukan negara
arah kebijakan negara kepada sekuler yang hampa agama
rakyat melalui kontestasi politik sehingga setiap kebijakan atau
yang sehat, namun Indonesia juga politik hukumnya haruslah dijiwai
adalah negara hukum (nomokrasi) oleh ajaran berbagai agama-
sehingga setiap kebijakan negara agama yang bertujuan mulia bagi
yang dibuat atas nama rakyat kemanusiaan. Kedudukan agama
haruslah sesuai dengan prinsip- sebagai sumber hukum haruslah
prinsip hukum dan filosofi hukum diartikan sebagai sumber hukum
yang mendasarinya; materiil, yakni bahan untuk
3. Kebijakan umum dan politik dijadikan hukum formal atau
hukum haruslah didasarkan pada peraturan perundang-undangan
upaya membangun keadilan sosial yang memiliki bentuk tertentu
bagi seluruh rakyat Indonesia. setelah diolah dengan bahan-
Indonesia bukanlah penganut bahan hukum yang lain. Seperti
liberalisme, tetapi secara diketahui sumber hukum itu ada
ideologis menganut prismatika dua, yakni sumber hukum materiil
antara individualisme dan dan sumber hukum formal.
kolektivisme dengan titik berat Pembuat undang-undang dituntut
pada kesejahteraan umum dan memiliki konstruksi berpikir yang
keadilan sosial. Itulah sebabnya holistik berdasarkan cita hukum
dalam pembangunan sosial dan pancasila. Norma-norma yang
ekonomi kita menganut ekonomi tertuang secara eksplisit setiap
kerakyatan, kebersamaan, gotong Pasal dalam perundang-undangan
royong dan toleransi sebagaimana sebenarnya merupakan konkritisasi
ditegaskan prinsipnya di dalam dari nilai-nilai yang digali dalam
Pasal 33 dan 34 UUD 1945. kehidupan masyarakat Indonesia
Keadilan sosial adalah keadilan yang majemuk, terlepas dari
yang diciptakan melalui penciptaan kepentingan-kepentingan politik,
struktur-struktur yang adil oleh kekuasaan, blok-blok kepartaian
negara sehingga kesenjangan atau pembelaan terhadap konstituen
antara yang kuat dan yang lemah daerah pemenang.
mengecil secara terus-menerus. Lebih jauh lagi, dalam
4. Kebijakan umum dan politik pembuatan legislasi hingga tahap

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 13


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

implementasinya, perlu adanya yang mampu menyelami budaya lokal


sosialisasi yang menyeluruh kepada guna mendapatkan dukungan oleh
masyarakat agraris, pesisir, industri masyarakat di semua lapisan.
sampai ke masyarakat teknologi
informatika. Nilai-nilai yang 1. Ketentuan mengenai persyarat-
terkandung dalam setiap norma an calon kepala daerah tidak
dapat diterima oleh semua lapisan memiliki konflik kepentingan
masyarakat tadi, bukan hanya memiliki dengan petahana dinyatakan
kepastian, melainkan memberikan Mahkamah Konstitusi Inkonstitu-
kemanfaatan bagi rakyatnya yang sional
berimplikasi sosiologis. Dalam putusan Mahkamah
Apabila diamati, struktur Konstitusi No. 33/PUU-XIII/2015
masyarakat Indonesia ditandai yang menjadi obyek gugatan
oleh dua cirinya yang bersifat pemohon adalah Pasal 7 huruf r
unik, yaitu secara horizontal dan dan s UU No. 8 tahun 2015 tentang
secara vertikal. Secara horizontal Pemilukada. Pasal 7 huruf r
ditandai dengan kenyataan bahwa dinyatakan: “tidak memiliki konflik
adanya kesatuan-kesatuan sosial kepentingan dengan petahana”,
berdasarkan perbedaan suku, agama, sedangkan huruf s menyatakan:
adat dan kedaerahan. Masyarakat “memberitahukan pencalonannya
kita oleh Furnifall,7 disebut sebagai sebagai Gubernur, Wakil Gubernur,
masyarakat majemuk (plural society). Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan
Secara vertikal, struktur masyarakat Wakil Walikota kepada pimpinan
Indonesia ditandai oleh adanya Dewan Perwakilan Rakyat bagi
perbedaan-perbedaan vertikal berupa anggota Dewan Perwakilan
lapisan atas dan lapisan bawah, agraris Rakyat, kepada pimpinan Dewan
dan industri. Di satu sisi sebagian Perwakilan Daerah bagi anggota
masyarakat kita masih berkutat di Dewan Perwakilan Daerah,
bidang agraris, di sisi lain sebagian atau kepada pimpinan Dewan
sudah melangkah ke dunia industri, Perwakilan Rakyat Daerah bagi
bahkan sebagian lagi sudah berada anggota Dewan Perwakilan Rakyat
pada taraf dunia informasi. Fred W. Daerah.”
Riggs menyebut masyarakat seperti Sebagai negara hukum yang
ini sebagai masyarakat prismatik secara konstitusional tercermin
(prismatic society).8 Maka, disinilah di dalam Pasal 3 ayat (1) UUD
arti penting bagi legislator bertindak 1945 bahwa Indonesia harus
juga sebagai sosiolog dan antropolog menjamin hak-hak konstitusional
warga negara. Dalam konteks
7
Nasikun, Sebuah Pendekatan untuk Mempelajari
Sistem Sosial Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
UGM Yogyakarta, 1974, hlm. 31. pemenuhan terhadap hak sipil
8
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, dan politik (hak sipol), maka
Suatu Tinjauan Teoritis serta Pengalaman-Pengalaman di
Indonesia, Cet. 3, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009, setiap warga negara memiliki
hlm. 49-50.

14 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Wahyu Nugroho - KONSTRUKSI HUKUM PEMILU DAN PEMILUKADA DALAM PUTUSAN-PUTUSAN...

hak yang sama dalam hukum memilih dan hak untuk dipilih, kecuali
dan pemerintahan, termasuk hak hak untuk kepentingan administrasi
politik dalam pemilihan kepala belaka.
daerah, pemilihan presiden dan Dengan mengikuti ketentuan Pasal
wakil presiden serta pemilihan 27 ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1)
anggota di lembaga perwakilan. dan ayat (2) UUD 1945, maka setiap
Ir. Soekarno sebagai salah warga negara, in prinsip, memiliki “hak
seorang the founding father sangat untuk dipilih dan hak untuk memilih”
memahami dan menghayati betapa pada pemilu dengan hanya batas-
fundamental “hak untuk dipilih batas administratif belaka seperti
dan hak untuk memilih” tersebut pengaturan domisili dan batasan usia
sebagaimana diekspresikan dalam yang mengatur batas usia untuk dapat
ketentuan Pasal: 27 ayat (1) serta bertindak dan dikategorikan sebagai
Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) “dewasa” dan/atau dapat melakukan
UUD 1945. Bung Karno memahami hubungan dengan pihak ketiga.
hak politik warga negara dalam Calon kepala daerah dan calon
kegiatan pemilu merupakan wakil kepala daerah yang memiliki
raison d’etre bagi sebuah negara konflik kepentingan dengan petahana
demokrasi berbasis konstitusional. tidak ada relevansinya untuk
Bung Karno mengatakan: tidak diperbolehkan berkontestan
“Undang-Undang Dasar itu adalah dalam pemilihan kepala daerah,
politieke democratic. Menurut termasuk pemenang dalam
UUD engkau sama dengan engkau. pemilukada. Pembuat undang-
Menurut UUD engkau sama-sama undang mengkhawatirkan ketika
mempunyai hak untuk memilih. ada konflik kepentingan dengan
Menurut UUD engkau sama-sama petahana, akan merugikan lawan dan
mempunyai hak untuk dipilih. pasti memenangkan pertarungan
Menurut UUD engkau boleh pemilukada. Dalam konteks ini,
mengeluarkan engkau punya perlu dibedakan antara strategi
pikiran. Menurut UUD engkau boleh atau cara-cara memenangkan dalam
menjadi menteri, engkau boleh pertarungan pemilukada melalui
jadi hakim, engkau boleh menjadi hubungan darah dengan hak politik
apapun. Sama rata sama rasa yang dimiliki tiap individu yang sudah
menurut UUD”. barang tentu dijamin oleh konstitusi
Merujuk pada pandangan Bung apabila memenuhi persyaratan untuk
Karno tersebut, maka sangat jelas memilih.
bahwa UUD 1945 memberi jaminan
terhadap hak politik warganegara dan 2. Ketentuan mengenai
negara menjamin implementasi hak persyaratan calon kepala
politik tersebut, sehingga tidak alasan daerah seorang anggota
untuk membatasi hak politik warga DPR, DPD dan DPRD tidak
negara a quo, terutama hak untuk harus mengundurkan diri

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 15


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

atau berhenti pada saat akan Wakil Walikota kepada pimpinan


mendaftarkan diri sebagai calon Dewan Perwakilan Rakyat bagi
dalam pemilukada dinyatakan anggota Dewan Perwakilan
Mahkamah Konstitusi Rakyat, kepada pimpinan Dewan
Inkonstitusional Perwakilan Daerah bagi anggota
Dewan Perwakilan Daerah,
Di dalam pasal 7 huruf s yang mengatur
atau kepada pimpinan Dewan
mengenai pemberitahuan kepada
Perwakilan Rakyat Daerah bagi
pimpinan DPR, DPD maupun DPRD
anggota Dewan Perwakilan Rakyat
apabila masing-masing anggota
Daerah”, sebagaimana diatur
tersebut mencalonkan sebagai
dalam Pasal 7 huruf s UU No. 8
kepala daerah merupakan suatu
tahun 2015. Jadi, Pasal 7 huruf s
norma hukum yang diskriminasi
adalah inkonstitusional bersyarat
bila dibandingkan dengan TNI,
(conditionally inconstitutional),
Polri, PNS maupun kepala daerah
diganti menjadi: “mengundurkan
yang masih menjabat. Ketentuan
diri sejak calon ditetapkan
ini telah diputus oleh Mahkamah
memenuhi persyaratan oleh KPU/
Konstitusi melalui putusan No. 33/
KIP sebagai calon Gubernur, calon
PUU-XIII/2015 yang dikabulkan
Wakil Gubernur, calon Bupati,
seluruhnya, sehingga anggota di
calon Wakil Bupati, calon Walikota
lembaga perwakilan (DPR, DPD &
dan calon Wakil Walikota bagi
DPRD) mengundurkan diri apabila
anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
akan mencalonkan diri sebagai
anggota Dewan Perwakilan Daerah
kepala atau wakil kepala daerah.
atau anggota Dewan Perwakilan
Dalam pertimbangan mahkamah
Rakyat Daerah”.
dinyatakan:9
Dalam praktik yang berjalan
Bahwa oleh karena pertimbangan
bahwa anggota dewan di lembaga
perihal konstitusionalnya syarat
perwakilan tersebut mencalonkan
pengunduran diri PNS, anggota TNI,
diri dalam pertarungan pemilukada,
anggota Polri, pejabat/pegawai
namun masih saja melekat jabatannya
BUMN/BUMD yang hendak
sebagai anggota dewan atau anggota
mencalonkan diri sebagai kepala
dewan yang sedang menjabat di
daerah atau wakil kepala daerah,
alat kelengkapan. Apabila kalah
sebagaimana diatur dalam Pasal 7
dalam pertarungan Pemilukada,
huruf t dan huruf u UU No. 8 tahun
kembali ke jabatan semula sebagai
2015, berkait langsung dengan
anggota dewan. Status yang masih
pertimbangan pertimbangan
melekat sebagai anggota dewan
konstitusional-tidaknya syarat
akan mengganggu tugas-tugas
“memberitahukan pencalonannya
dan fungsinya dalam hal legislasi,
sebagai Gubernur, Wakil Gubernur,
pengawasan dan penganggaran.
Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan
Selain itu, menjadi tidak masalah
9
Lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/
PUU-XIII/2015, hlm. 158. apabila kalah dalam pertarungan,

16 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Wahyu Nugroho - KONSTRUKSI HUKUM PEMILU DAN PEMILUKADA DALAM PUTUSAN-PUTUSAN...

karena akan kembali ke jabatan atau lebih”, menjadi terobosan baru


anggota dewan, sehingga dinilai dalam menata sistem demokrasi
tidak memiliki konsistensi, pindah lokal yang substansial dan suatu
kamar & memanfaatkan momentum langkah yang progresif dalam
sesaat, tanpa memikirkan demokrasi pelaksanaan kedaulatan rakyat.11
substansial dan kesejahteraan Melalui revisi UU No. 10 tahun
masyarakat lokal. 2016, norma hukum berbunyi:
Pasal 7 ayat (2) UU 10/2016:
3. Ketentuan mengenai per- “Tidak pernah sebagai terpidana
syaratan calon kepala daerah berdasarkan putusan pengadilan
seorang mantan narapidana yang telah memperoleh kekuatan
dinyatakan Konstitusional oleh hukum tetap atau bagi mantan
Mahkamah Konstitusi terpidana telah secara terbuka
UUD 1945 menganut paham dan jujur mengemukakan kepada
kedaulatan rakyat Indonesia yang publik bahwa yang bersangkutan
mencakup baik aspek demokrasi mantan terpidana.”
politik maupun aspek demokrasi Dari sudut pandang HAM
ekonomi. Berdasarkan kedua nasional, hak konstitusional sebagai
doktrin demokrasi tersebut, warga negara mantan narapidana
sistem sosial di Indonesia dapat tidak dapat dibedakan dengan hak
dikembangkan menurut prinsip- konstitusional warga negara lainnya.
prinsip demokrasi yang seimbang, Di dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
sehingga menumbuhkan kultur dinyatakan bahwa segala warga
demokrasi sosial yang kokoh.10 negara bersamaan kedudukannya di
Melalui putusan No. 42/PUU- dalam hukum dan pemerintahan itu
XIII/2015 yang salah satunya dengan tidak ada kecualinya dan Pasal
menguji Pasal 7 huruf g UU No. 8 28D ayat (1) UUD 1945 tentang hak
tahun 2015 terkait dengan “tidak konstitusional untuk memperoleh
pernah dijatuhi pidana penjara pengakuan, jaminan, perlindungan,
berdasarkan putusan pengadilan dan kepastian hukum yang adil serta
yang telah memperoleh kekuatan perlakuan yang sama di hadapan
hukum tetap karena melakukan hukum yang dijamin dalam Pasal
tindak pidana yang diancam 28D ayat (1) UUD 1945. Negara
dengan pidana penjara lima tahun 11
Menurut J. Jacques Rousseau, sebagaimana
yang dikutip oleh Jimly Ashiddiqie, konsep kedaulatan
10
Dalam paham demokrasi sosial (social itu bersifat kerakyatan dan didasarkan pada kemauan
democracy), negara berfungsi sebagai alat kesejahteraan umum (volunte generale) rakyat yang menjelma melalui
(welfare state), meskipun gelombang liberalisme dan perUndang-Undangan. Oleh sebab itu, menurutnya
kapitalisme terus berkembang dan memengaruhi konsep kedaulatan mempunyai sifat-sifat: (1) kesatuan
hampir seluruh kehidupan manusia, namun juga terjadi (unite), bersifat monistis; (2) bulat dan tidak terbagi
penyesuaian dengan elemen-elemen konstruktif dari (indivisibilite); (3) tidak dapat dialihkan (inalienabilite);
sosialisme dalam bentuk paham market socialism. Lihat: dan (4) tidak dapat berubah (imprescriptibilite). Lihat:
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme
Demokrasi, Ed.2, Cet.2, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. Indonesia, Ed. I, Cet. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm.
134-135. 104-105.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 17


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

berkewajiban dalam melindungi (to diberikan pilihan secara adil dan


protect), menghormati (to respect) dan tanpa diskriminasi. Masyarakat akan
memenuhi (to fulfill) hak-hak dasar diberikan kesempatan pilihan sesuai
tiap warga negara,12 termasuk hak dengan kehendaknya siapa yang cocok
sipil dan politik. Dalam hal ini, harus menjadi pemimpin di daerahnya.
dipenuhi pula hak-hak politik warga Demokrasi dengan keadilan yang
negara13 yang kapasitasnya sebagai substantif akan terwujud apabila
mantan narapidana oleh negara negara memiliki konsistensi dan
agar tercapainya keberlangsungan komitmen untuk menegakkan prinsip-
demokrasi lokal yang substantif. prinsip HAM.
Prinsip kedaulatan rakyat yang Norma hukum administrasi
dilaksanakan menurut Pasal 1 ayat dengan syarat-syarat tertentu, dalam
(2) Undang-Undang Dasar dapat hal ini mantan narapidana tidak
diwujudkan dengan memberikan dibenarkan memuat pencabutan hak
kesempatan yang sama kepada hukum seseorang yang telah selesai
seluruh warga negara untuk dapat menjalani pemidanaan. Pencabutan
memilih dan dipilih secara demokratis. orang melakukan pelanggaran
Hal tersebut tentunya harus didukung hukum pidana harus melalui putusan
dengan peraturan perundangan yang pengadilan yang berkekuatan hukum
adil dan tidak diskriminatif dengan tetap, tidak boleh dengan norma.
membeda-bedakan kedudukan setiap Dalam pertimbangan mahkamah,
warga negara. Pemilukada bukan ketika Pasal 7 huruf g UU Pemilukada
hanya persoalan kekuasaan sematan menentukan bahwa calon kepala
yang menjadi kewenangan pemerintah daerah harus memenuhi persyaratan
pusat untuk memilih kepala daerah di tidak pernah dijatuhi pidana karena
bawahnya, saat ini pemilihan kepala melakukan tindak pidana yang
daerah dipilih oleh rakyat secara diancam dengan pidana penjara
langsung sebagai bukti kedaulatan maksimal lima tahun atau lebih, maka
berada di tangan rakyat. Untuk itulah sama artinya seseorang yang pernah
masyarakat, baik mantan narapidana dijatuhi pidana karena melakukan
maupun keluarga petahana harus tindak pidana yang diancam
dengan pidana 5 tahun atau lebih,
12
Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan
Konstitusi, Bandung: Alumni, 1984, hlm. 45. dicabut haknya untuk dipilih dalam
13
Mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah pemilukada. Hal ini sebangun dengan
Konstitusi Janedjri M. Gaffar menyatakan bahwa HAM
yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilu termasuk
ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3
dalam kategori hak politik yang memiliki makna bahwa KUHP bahwa terpidana dapat dicabut
hak ini telah melekat dalam status sebagai warga
“hak memilih dan dipilih dalam
negara. oleh karena itu, kewajiban negara lebih kepada
melindungi (obligation to protect) agar hak itu dapat pemilihan yang diadakan berdasarkan
dinikmati atau dijalankan. Lihat: Janedjri M. Gaffar, aturan-aturan umum”. Perbedaannya
dalam “Peran Mahkamah Konstitusi dalam Perlindungan
Hak Asasi Manusia terkait Penyelenggaraan Pemilu”, adalah jika hak dipilih sebagai kepala
Jurnal Konstitusi, Volume 10 Nomor 1, Maret 2013, daerah yang dicabut berdasarkan
Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, 2013, hlm. 12. Pasal 7 huruf g UU Pemilukada

18 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Wahyu Nugroho - KONSTRUKSI HUKUM PEMILU DAN PEMILUKADA DALAM PUTUSAN-PUTUSAN...

dilakukan oleh pembentuk undang- bahwa yang bersangkutan mantan


undang, sedangkan hak-hak terpidana”.
dipilih yang dicabut dari terpidana
berdasarkan Pasal 35 ayat (1) KUHP 4. Ketentuan mengenai calon
dilakukan dengan putusan hakim.14 tunggal harus diatur apabila
Apabila undang-undang membatasi dilakukan revisi UU Pemilukada
hak seorang mantan narapidana untuk ke depan
tidak dapat mencalonkan dirinya Dalam praktik penyelenggaraan
menjadi kepala daerah, maka sama pemilukada yang telah lalu
artinya dengan undang-undang telah memperlihatkan pemilukada di
memberikan hukuman tambahan sejumlah daerah hanya terdapat
kepada yang bersangkutan, sedangkan satu pasangan calon, bukan karena
konstitusi melarang memberlakukan tidak adanya orang-orang yang
diskriminasi kepada seluruh warga berminat menjadi kepala daerah,
masyarakatnya. melainkan realitas politik seakan
Dengan demikian, pencabutan telah memastikan bahwa rakyat
hak pilih seseorang hanya dapat memberikan dukungan hanya pada
dilakukan dengan putusan hakim satu pasang calon mengajukan
sebagai hukuman tambahan. Undang- diri, sehingga siapapun yang
undang tidak dapat mencabut hak akan menghadapi pasangan calon
pilih seseorang, melainkan hanya tersebut bisa dipastikan akan
memberi pembatasan-pembatasan kalah dalam memperebutkan
yang tidak bertentangan dengan suara pemilih.
UUD 1945, yang dalam Pasal 28J ayat Jadi, untuk mengantisipasi
(2) UUD 1945 dinyatakan bahwa hadirnya pasangan calon tunggal,
pembatasan dapat dilakukan dengan maka dalam revisi UU Pemilukada
maksud semata-mata untuk menjamin pembuat undang-undang perlu
pengakuan serta penghormatan mengatur pasangan calon tunggal,
atas hak dan kebebasan orang lain agar terjaminnya kepastian
dan untuk memenuhi tuntutan yang hukum dan keberlangsungan
adil sesuai dengan pertimbangan dalam menyelenggarakan pesta
moral, nilai-nilai agama, keamanan, demokrasi lokal tersebut. Dalam
dan ketertiban umum dalam suatu praktik selama ini, ketika KPU
masyarakat demokratis. Akhirnya, MK daerah hanya menerima satu
memberikan putusan inkonstitusional pasangan calon yang mendaftar,
bersyarat (conditionally langkah yang dilakukan adalah
inconstitutional) dengan diganti mengundur waktu pendaftaran
norma “dikecualikan bagi mantan pasangan calon dengan harapan
terpidana yang secara terbuka dan akan hadir pasangan calon lagi.
jujur mengemukakan kepada publik Di sisi lain, karena undang-
14
Lihat: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 42/ undang menghendaki adanya dua
PUU-XIII/2015, hlm. 68.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 19


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

atau lebih pasangan calon yang negara bersamaan kedudukannya


bersaing dalam pemilukada, maka di dalam hukum dan pemerintahan
yang terjadi kemudian adalah dan wajib menjunjung hukum dan
rekayasa politik dimana kekuatan- pemerintahan itu dengan tidak ada
kekuatan politik yang ada kecualinya dan Pasal 28D ayat (1)
berusaha mengajukan pasangan UUD 1945 yang menyatakan: setiap
calon sebagai “boneka” inilah yang orang berhak atas pengakuan,
memungkinkan dilaksanakannya jaminan, perlindungan dan
tahapan-tahapan pemilukada kepastian hukum yang adil serta
berikutnya. perlakuan yang sama dihadapan
Kekuatan-kekuatan politik yang hukum.
memasang satu pasang calon lagi Pemilu dan pemilukada yang
merupakan hasil kompromi atau dilaksanakan di Indonesia
konspirasi politik yang tidak sehat tergolong unik apabila dilihat
bagi perkembangan demokrasi. dari banyaknya pihak yang
Oleh karena itu, dalam revisi UU berkepentingan maupun tidak
Pemilukada perlu ada pengaturan berkepentingan untuk melakukan
mengenai pasangan calon tunggal judicial review tiap norma hukum
yang memang masyarakat lokal yang ada di dalam UU paket pemilu
menghendaki satu pasang calon ke Mahkamah Konstitusi. Pengujian
itu. Pasangan calon tunggal harus undang-undang yang menjadi
membuktikan dirinya apakah landasan KPU RI dan KPU Provinsi/
masyarakat daerah memilihnya KPU Kabupaten maupun KPU Kota
atau tidak yang dilawankan dengan untuk menyelenggarakan selalu
kotak kosong. Apabila kotak mengalami perubahan norma,
kosong mendapatkan suara lebih sistem ataupun pola sehingga
banyak daripada pasangan calon berdampak pula kepada perubahan
tunggal tersebut, maka pasangan pengaturan yang menjadi dasar
calon kalah, tidak dapat maju lagi KPU untuk menyelenggarakan
dan diselenggarakan pemilukada pemilu dan pemilukada. Putusan
lagi. Mahkamah Konstitusi yang
Pasangan calon tunggal merupakan menyatakan dikabulkan sebagian
salah satu bentuk permufakatan atau seluruhnya atau bahkan
masyarakat lokal karena masih ditolak, pasti memengaruhi aturan
menghendaki untuk menjadi main dalam penyelenggaraan
pemimpin daerah. Ketentuan pemilu dan pemilukada yang harus
mengenai jumlah pasangan calon dihormati oleh semua stakeholders,
saat ini sedang dilakukan judicial baik penyelenggara pemilu dan
review ke Mahkamah Konstitusi pemilukada maupun peserta
karena bertentangan dengan pemilu dan pemilukada, belum lagi
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang waktu pelaksanaan pemilukada
menyatakan bahwa segala warga sudah dekat, namun proses sidang

20 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Wahyu Nugroho - KONSTRUKSI HUKUM PEMILU DAN PEMILUKADA DALAM PUTUSAN-PUTUSAN...

di Mahkamah Konstitusi terus dinamis untuk menata dan


berlangsung. memperbaiki sistem, serta memiliki
Pada saat menerapkan hukum, kesadaran hak konstitusional yang
sementara hukumnya sendiri dijamin oleh UUD 1945 atas hak-hak
kemungkinan berubah oleh politiknya demi semangat membangun
karena makna suatu pasal atau Indonesia melalui Pemilihan Presiden
ayat seringkali multitafsir atau dan Wakil Presiden yang dikehendaki
tidak jelas memerlukan kejelasan rakyat dengan sistem one man one vote
tafsir sesuai dengan konstitusi. ataupun pemimpin daerah melalui
Tafsir konstitusionalitas ini pesta demokrasi lokal untuk memilih
seringkali dianggap mengambil figur yang diidealkan oleh masyarakat
kewenangan legislator (positive daerah atau meminjam istilah Von
legislator) karena pendapat Savigny sesuai dengan jiwa bangsa
bahwa pembentukan undang- (volkgeist) masyarakat daerah.
undang adalah hak mutlak
legislator, sehingga Mahkamah
Konstitusi sering disebut sebagai
negative legislator, karena dalam
putusannya telah menambah atau DAFTAR PUSTAKA
mengurangi norma baru dalam Asshiddiqie, Jimly, Hukum Tata Negara
suatu pasal. dan Pilar-Pilar Demokrasi, Ed.2,
Cet.2, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
C. KESIMPULAN
________, Konstitusi & Konstitusionalisme
Konstruksi hukum pemilu Indonesia, Ed. I, Cet. 2, Jakarta: Sinar
dan pemilukada dalam berbagai Grafika, 2011.
putusan Mahkamah Konstitusi turut HR., Ridwan, Hukum Administrasi
memberikan konstribusi dalam Negara, Edisi Revisi, Cet. 7, Jakarta:
desain ketatanegaraan Indonesia. PT RajaGrafindo Persada, 2011.
Hal ini tentunya berimplikasi kepada
perubahan sistem, mekanisme dan Mahfud MD., Moh., Konstitusi dan Hukum
pola penyelenggara pemilu dan dalam Kontroversi Isu, Cet. 3, Ed. 1,
Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
pemilukada maupun peserta pemilu
dan pemilukada. Maka dibutuhkan Nasikun, Sebuah Pendekatan untuk
konsistensi penyelenggara pemilu, Mempelajari Sistem Sosial Indonesia,
peserta pemilu dan penegak Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM
hukum pemilu untuk menjalankan Yogyakarta, 1974.
konstruksi hukum tersebut. Atas Nusantara, Abdul Hakim Garuda, Politik
beberapa pengalaman empirik Hukum Indonesia, Jakarta: Yayasan
yang dipertunjukkan dalam LBH Indonesia, 1988.
penyelenggaraan pemilu dan
Rahardjo, Satjipto, Hukum dan
pemilukada, masyarakat berpikir
Perubahan Sosial, Suatu Tinjauan

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 21


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

Teoritis serta Pengalaman- No. 42 tahun 2008 tentang Pemilihan


Pengalaman di Indonesia, Cet. 3, Umum Presiden dan Wakil Presiden
Yogyakarta: Genta Publishing, 2009. terhadap UUD 1945
Soemantri, Sri, Prosedur dan Sistem Putusan Mahkamah Konstitusi No. 1-2/
Perubahan Konstitusi, Bandung: PUU-XII/2014, dalam Pengujian
Alumni, 1984. Undang-Undang No. 4 Tahun 2014
tentang Penetapan Perppu No. 1
Suyanto, Djoko, “Evaluasi Pemilukada
Tahun 2013 tentang Perubahan
dari Perspektif Ketahanan Nasional”,
Kedua atas Undang-Undang No. 24
dalam Demokrasi Lokal Evaluasi
Tahun 2003 tentang Mahkamah
Pemilukada di Indonesia, Cet. I,
Konstitusi terhadap Undang-Undang
Jakarta: Konstitusi Press, 2012.
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Peraturan Perundangan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 42/
PUU-XIII/2015, dalam Pengujian
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Indonesia Tahun 1945
2015 tentang Perubahan Undang-
Undang-Undang No. 15 tahun 2011 Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
tentang Penyelenggara Pemilihan Penetapan Peraturan Pemerintah
Umum Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Undang-Undang No. 42 tahun 2008
Gubernur, Bupati, dan Walikota
tentang Pemilihan Umum Presiden
Menjadi Undang-Undang terhadap
dan Wakil Presiden terhadap UUD
Undang-Undang Dasar Negara
1945
Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/
tentang Perubahan Undang-Undang
PUU-XIII/2015, dalam Pengujian
Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Penetapan Peraturan Pemerintah
2015 tentang Perubahan Undang-
Pengganti Undang-Undang Nomor
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Penetapan Peraturan Pemerintah
Gubernur, Bupati, dan Walikota
Pengganti Undang-Undang Nomor
Menjadi Undang-Undang
1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Putusan Mahkamah Konstitusi Gubernur, Bupati, dan Walikota
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 072- Menjadi Undang-Undang terhadap
073/PUU-II/2005, dalam pengujian Undang-Undang Dasar Negara
UU No. 32 tahun 2004 tentang Republik Indonesia Tahun 1945
Pemerintahan Daerah terhadap UUD
1945
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 14/
PUU-XI/2013, dalam pengujian UU

22 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


PENTINGNYA ETIKA DAN MORAL
PENYELENGGARA PEMILU DALAM MENCEGAH
KORUPSI DI LINGKUNGAN PENYELENGGARA
PEMILU DI INDONESIA
THE IMPORTANCE OF ETHICS AND MORAL FOR
ELECTION ORGANIZERIN THE PREVENTION OF
CORRUPTION WITHIN THE ENVIRONTMENT
OF ELECTION ORGANIZER IN INDONESIA
Arry Dharmawan Trissatya Putra

ABSTRAK/ABSTRACT

Korupsi telah “membudaya” dan menjangkiti hampir seluruh sendi


kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dalam penyelenggaraan
pemilu. Maka dari itu, harus ada langkah-langkah fundamental untuk
menanggulanginya. Salah satunya adalah dengan menghadirkan kembali
etika. Penegakan etika bagi penyelenggara pemilu mutlak harus dilakukan
untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran yang bisa menimbulkan
kerugian negara. Bagi penyelenggara pemilu, integritas merupakan hal
yang sangat penting untuk dicapai. Ketika berkomitmen penuh sebagai
penyelenggara pemilu, seharusnya telah memahami bahwa asas-asas
kode etik di atas segalanya dan tujuannya untuk mencapai pemilu ideal
yang demokratis serta berintegritas. Asas-asas kode etik harus selalu
dipatuhi sebagai pemberi batasan-batasan yang dilakukan dan tidak
boleh dilakukan, agar selalu on the rule and on the track.

Corruption has "entrenched" and affects almost all aspects of the community
life, not exceptionally during the implementation of elections. Therefore,
there must be fundamental steps to anticipate. One of them is to bring back
the ethics. The ethics enforcement for election organizers absolutely must
be done to prevent infringement that could cause lost to the state. For the
election organizers, integrity is very important to achieve. When someone
has committed as election organizers, they should have understood that
the principles of code of ethics is above all and aiming to achieve an ideal
of a democratic and electoral integrity. The principles of code of conduct
should always be obeyed as the provider of limitations of what to do and not

Jurnal ETIKA
Jurnal ETIKA Vol. 2, Nomor
Vol. 2, Nomor
& PEMILU
& PEMILU 2, JUNI 2016 23
4, DESEMBER
TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

to do, so that it is always on the rule and on the track.

Kata Kunci : Korupsi, Etika, Penyelengggara, Pemilu


Keyword : Corruption, Ethics, Election Organizer, Election

A. PENDAHULUAN ketidakjujuran, dapat disuap, tidak


bermoral, penyimpangan dari
A.1 Latar Belakang
kesucian (Hamzah, 1991).
Korupsi telah menjadi penyakit Pemilu potensial dicengkeram oleh
yang muncul perlahan-lahan sebagai tindak korupsi, sehingga menihilkan
momok yang dapat membawa proses governance yang seharusnya
kehancuran bagi perekonomian menjadi prasyarat untuk membangun
negara. Diakui atau tidak, praktik demokrasi yang berkualitas. Ada
korupsi yang terjadi dalam bangsa beberapa wilayah “rawan” korupsi di
ini telah menimbulkan banyak dalam proses ataupun tahapan pemilu
kerugian. Tidak saja bidang ekonomi, yang dapat dilakukan oleh peserta
maupun juga dalam bidang politik, maupun penyelenggara pemilu. Salah
sosial budaya, maupun keamanan satu nya yang sering terjadi adalah
(Styawati, 2008). Korupsi menjadi penyelenggara pemilu menyiasati
salah satu masalah besar yang proses pengadaan barang melalui
dihadapi Indonesia, bahkan telah tender yang bersifat kolusif atau
kronis. Korupsi di negara ini bahkan penunjukan langsung dengan alasan
telah merambah semua ini bagaikan situasi darurat dalam pelaksanakan
gurita. Penyimpangan ini bukan saja tahapan pemilu. Mepetnya waktu
merasuki lorong-lorong instansi pelaksanaan tahapan menyebabkan
yang tidak terbayangkan sebelumnya kontrol penggunaan anggaran
bahwa disana ada korupsi. (Zainuri, menjadi terbatas dan sekaligus
2007) membuka peluang terjadinya
Secara etimologis atau menurut penyalahgunaan kewenangan dalam
bahasa, “ korupsi berasal dari bahasa penyelenggaraan tahapan pemilu.
latin corruptio atau corruptus, dan Hal ini jelas melanggar etika sebagai
bahasa latin yang lebih tua dipakai penyelenggara pemilu.
istilah corrumpere. Dari bahasa latin Etika penyelenggara sangat
itulah turun ke berbagai bahasa penting karena salah satu ciri
bangsa-bangsa di Eropa. Seperti demokrasi substansial adalah adanya
Inggris : corruption, corrupt,; Prancis keteraturan. Karena itulah, kita
: corruption ; dan Belanda : corruptive memerlukan keteraturan hukum
atau korruptie, yang kemudian maupun etika. Inilah percobaan besar
turun ke dalam bahasa Indonesia untuk memperkenalkan rule of law dan
menjadi korupsi.” Arti kata itu ialah rule of ethic dalam mengembangkan
kebusukan, keburukan, kebejatan, sistem demokrasi. Keseimbangan

24 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Arry Dharmawan - PENTINGNYA ETIKA DAN MORAL PENYELENGGARA PEMILU DALAM MENCEGAH KORUPSI...

rule of law dan rule of ethic akan dengan penegakan etika dan moral
menghasilkan kesejahteraan kolektif penyelenggara pemilu yaitu:
kita sebagai bangsa. Sehingga Apakah dengan menegakan etika
kemanfaatan dari demokrasi dapat mencegah para penyelenggara
bisa dinikmati bersama, melalui melakukan perbuatan melanggar
kebebasan, keadilan, kesejahteraan hukum dan korup?
dan kerukunan. Jika berhasil dengan Bagaimana peran kode etik
proyek etika, melengkapi sistem penyelenggara pemilu dalam
aturan hukum kita (Asshiddiqie, mencegah penyelenggara melakukan
Rule Of Law Dan Rule Of Ethics Untuk perbuatan melanggar hukum dan
Mengembangkan Sistem Demokrasi, korup?
2012)
Menurut Ketua DKPP Prof. B. PEMBAHASAN
Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.,
B.1 Menegakan Etika mencegah
bahwa pentingnya etika di dalam
para penyelenggara melakukan
penyelenggaraan pemilu, mengingat
perbuatan melanggar hukum
etika pemilu merupakan pangkal
dan korup
bagi perikehidupan kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan. Bahwa Korupsi adalah perilaku yang
terbentuknya pemerintahan negara, menyimpang dari kewajiban formal
baik di tingkat pusat maupun di daerah, suatu jabatan publik karena kehendak
terpilihnya para wakil rakyat dan untuk memperoleh keuntungan
wakil daerah, di seluruh jenjang, baik ekonomis atau status bagi diri
di tingkat pusat maupun di daerah, sendiri, keluarga dekat. Tindak
semuanya dimulai dan melalui proses korupsi umumnya merupakan
pemilu yang seharusnya beretika. transaksi dua pihak, yaitu pihak
Oleh karena itu penting artinya yang menduduki jabatan publik dan
apabila pemilu dilandasi dengan dasar pihak yang bertindak sebagai pribadi
etik yang jelas (Asshiddiqie, DKPP, swasta. Tindakan yang disebut
2012). Etika penyelenggara pemilu korupsi adalah transaksi dimana
secara sempit atau praktis berkaitan satu pihak memberikan sesuatu yang
dengan ketaatan terhadap kode etik, berharga (uang atau aset lain yang
sedangkan secara luas berkaitan bersifat langgeng seperti hubungan
dengan integritas pemilu atau prinsip- keluarga atau persahabatan) untuk
prinsip pemilu berintegritas (Rosyidi, memperoleh imbalan berupa
2016). pengaruh atas keputusan-keputusan
pemerintahan (Said, 1997).
A.2. Rumusan Masalah Alfiler secara khusus merumuskan
apa yang disebut sebagai korupsi
Berdasarkan latar belakang
birokrasi (bureaucratic corruption)
permasalahan diatas, terdapat
sebagai suatu perilaku yang dirancang
rumusan masalah yang berkaitan
yang sesungguhnya merupakan suatu

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 25


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

perilaku yang menyimpang dari exercise of power is therefore entirely


norma-norma yang diharapkan yang discreationary …” (Weber, 1978).
sengaja dilakukan untuk mendapatkan Pemahaman atau persepsi
imbalan material atau penghargaan pemimpin terhadap kekuasaan
lainnya. Korupsi birokrasi terjadi akan mempengaruhi perilaku
dalam konteks sosial, utamanya dalam kepemimpinannya. Seorang
organisasi (publik), yang merupakan pemimpin yang menganut birokrasi
sumber otoritas atau kewenangan patrimonial cenderung menganggap
(diskresi) pegawai negeri (Alfiler, kekuasaan politik sebagai bagian
1986). dari milik pribadi, sehingga dalam
Korupsi yang terjadi di lingkungan penggunaannya banyak melakukan
birokrasi publik merupakan gejala diskresi. Budaya ini menggambarkan
yang komplek yang didorong oleh budaya politik feodal pada masa
berbagai faktor yang saling terkait kerajaan di Indonesia khususnya
satu sama lain. Dari berbagai faktor Jawa. Eisenstadt mengidentifikasikan
penyebab korupsi pada dasarnya birokrasi patrimonial ini dengan ciri-
dapat dikelompokkan menjadi ciri sebagai berikut. Pertama, pejabat-
penyebab kultural, struktural, dan pejabat disaring atas dasar kriteria
individual. Salah satu faktor penyebab pribadi dan politik. Kedua, jabatan
kultural yang banyak digunakan untuk dipandang sebagai sumber kekayaan
memahami kasus korupsi di negara dan keuntungan. Ketiga, pejabat-
sedang berkembang adalah faktor pejabat mengontrol, baik fungsi
budaya politik setempat. Birokrasi politik maupun administrasi, karena
di Indonesia menunjukkan ciri-ciri tidak ada pemisahan antara sarana-
campuran antara birokrasi feodal yang sarana produksi dan administrasi.
merupakan ciri dari pemerintahan Keempat, setiap tindakan diarahkan
kerajaan dan birokrasi rasional oleh hubungan pribadi dan politik.
yang diperkenalkan ke Indonesia Kondisi patrimonialistik tersebut
oleh pemerintah kolonial Belanda. pada gilirannya membentuk perilaku
Birokrasi yang merupakan campuran aparat yang cenderung menghamba
antara unsur-unsur birokrasi barat kepada kekuasaan. (Eisenstadt,
dan unsur-unsur yang bersumber 1977), berdasarkan pemikiran ini
dari budaya politik kerajaan oleh Max gaya kepemimpinan yang muncul
Weber diistilahkan sebagai Birokrasi dalam birokrasi patrimonial adalah
Patrimonial. gaya kepemimpinan yang cenderung
“…The patrimonial office lacks otoriter dan sentralistis, dalam
above all the bureaucratic separation arti kekuasaan terpusat di tangan
of the private and the official sphere. pemimpin sedang bawahan dianggap
For the political administration, too, is sebagai hamba yang harus selalu
treated as purely personal affair of the tunduk pada perintah raja. Dalam
ruler, and political power is considered kondisi semacam ini apabila pucuk
part of his personal property … His pimpinan atau pemegang kekuasaan

26 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Arry Dharmawan - PENTINGNYA ETIKA DAN MORAL PENYELENGGARA PEMILU DALAM MENCEGAH KORUPSI...

tidak punya kualitas moral dan ikutan saja terhadap pelbagai pihak
integritas yang tinggi, maka akan yang mau menetapkan bagaimana kita
mudah menggunakan kekuasaannya harus hidup, melainkan agar kita dapat
secara sewenang-wenang atau mengerti sendirimengapa kita harus
untuk kepentingan keluarga atau bersikap begini atau begitu. Etika mau
kelompoknya sendiri, salah satunya membantu, agar kita lebih mampu
adalah korupsi dan nepotisme. Dan untuk mempertanggungjawabkan
apabila atasannya bisa dikatakan kehidupan kita (Suseno, 1987).
seorang yang korup, bisa dipastikan Dalam etika dikatakan bahwa
bawahannya akan meniru perilaku kesatuan faham moral hanya dapat
atasan dengan alasan hormat, takut tercapai apabila kita bersedia
atau karena lemahnya moral bawahan untuk menempati “titik pangkal
tersebut. moral”. Dengan titik pangkal moral
Kasus korupsi seharusnya tidak dimaksudkan agar orang harus
perlu terjadi apabila, seseorang bersedia dulu untuk mengambil sikap
memiliki dasar yang kuat mengenai moral, baru tercapailah dasar untuk
konsep etika. Etika merupakan sikap bersama-sama mencari penilaian
dan tindak tanduk menusia dalam yang tepat. Mengambil titik pangkal
kehidupan sehari-hari yang berkaitan moral seperti itu hanya mungkin bagi
dengan moral individu, dan etika orang yang memilki kepribadian yang
tidak saja berhubungan dengan kuat dan matang. Untuk mencapai
tindakan-tindakan nyata tetapi juga kematangan itu, kita harus berusaha
mencakup motif dari suatu tindakan dalam dimensi kognitif dan afektif.
yang dilakukan oleh seseorang. Dalam dimensi kognitif kita harus
(Asshiddiqie, 2013). berusaha agar suara hati memberikan
Etika merupakan sarana orientasi penilaian-penilaiannya berdasarkan
bagi usaha manusia untuk menjawab pengertian yang tepat. Atau dengan
suatu pertanyaan yang amat kata lain, kita harus “mendidik” suara
fundamental: bagaimana saya harus hati.
hidup dan bertindak? Sebenarnya Mendidik suara hati berarti
ada banyak pihak yang menjawab kita harus selalu mau belajar,
pertanyaan itu bagi kita: orang tua. mau memahami pertimbangan-
guru, adat istiadat, dan tradisi, teman pertimbangan etis yang tepat
lingkungan sosial, agama, negara, dan seperlunya memperbaharui
pelbagai idiologi. Tetapi apakah benar pandangan-pandangan kita. Jadi
yang mereka katakan? Dan bagaimana yang diperlukan dalam mendidik
kalau, mereka masing-masing segi kognitif suara hati adalah
memberikan nasihat yang berlainan? keterbukaan. Selanjutnya, tentang
Lalu siapa yang harus diikuti? Dalam bagaimana kesanggupan kita untuk
situasi ini etika mau membantu kita selalu bertindak sesuai dengan suara
untuk mencari orientasi. Tujuannya hati dapat dikembangkan dari segi
agar kita tidak hidup dengan cara ikut- afektif. Manusia tidak dapat menjadi

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 27


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

dirinya sendiri kecuali ia menjadi sepi superego merupakan aspek sosiologis


ing pamrih, bebas dari penguasaan dari kepribadian, yang isinya berupa
oleh kekuatan-kekuatan irrasional nilai-nilai atau aturan-aturan yang
(nafsu) dan segala macam emosi sifatnya normatif. Superego dimaksud
atau dalam bahasa jawanya pamrih. sebagai perasaan moral spontan.
Manusia bebas dari pamrih tidak Superego menyatakan diri dalam
perlu gelisah akan dirinya sendiri, ia perasaan malu dan bersalah yang
mengontrol nafsu-nafsu dan emosi- muncul secara otomatis dalam diri
emosinya. sepi ing pamrih, rame kita apabila kita melanggar norma-
ing gawe, artinya semakin sanggup norma yang telah kita batinkan itu.
memenuhi kewajiban dan tanggung Pendekatan lain yang bisa
jawabnya. dilakukan adalah menggunakan
Suara hati bicara karena mengerti pendekatan Etika Deontologis yang
apa yang secara objektif merupakan dipelopori oleh filsuf besar Jerman,
tanggung jawab dan kewajiban Immanuel Kant (1724-1804), yang
objektif merupakan tindakan yang meletakkan kehendak yang baik
paling bernilai bagi manusia. Unsur sebagai titik tolak untuk menyatakan
pengertian yang disertai paham suatu perbuatan benar-benar baik,
tentang nilai tindakan yang diharus- dan untuk mengetahui perbuatan
kan, kesadaran bahwa memang “sudah tersebut benar-benar merupakan
semestinya kalau saya bertindak kehendak baik, maka perbuatan
demikian”, itulah yang khas bagi suara atau tindakan harus dilakukan
hati. Suara hati adalah kesadaran berdasarkan kewajiban. (Bertens,
moral kita dalam situasi konkret. Kita 2011) Suatu perbuatan menurut
sadar tentang apa yang sebenarnya Kant bersifat moral, jika hanya
dituntut dari kita. Meskipun banyak dilakukan karena wajib dilakukan,
pihak yang mengatakan kepada kita jadi perbuatan tersebut dilakukan
apa yang wajib kita lakukan, tetapi semata-mata “karena hormat untuk
dalam hati kita sadar bahwa akhirnya hukum moral”. Dengan hukum moral
hanya kitalah yang mengetahuinya. dimaksudkannya kewajiban yang
Jadi bahwa kita berhak dan juga wajib mengandung suatu perintah yang
untuk hidup sesuai dengan apa yang bersifat imperatif kategoris, perintah
kita sadari sebagai kewajiban dan yang mewajibkan begitu saja tanpa
tanggung jawab itu. Jadi secara moral syarat. Baik buruknya suatu perbuatan
kita akhirnya harus memutuskan didasarkan pada kewajiban.
sendiri apa yang akan kita lakukan. Oleh karena itu suatu perbuatan
Kita tidak boleh begitu saja mengikuti dianggap baik karena dilakukan
pendapat para panutan (Suseno, berdasarkan kewajiban, dan
1987) perbuatan yang lain ditolak sebagai
Manusia memiliki kepribadian perbuatan baik karena dilarang. Cara
yang terdiri dari 3 unsur, yaitu the berpikir deontologi etis mendasarkan
Id, the Ego, dan the SuperEgo. Konsep diri pada hukum, prinsip atau norma

28 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Arry Dharmawan - PENTINGNYA ETIKA DAN MORAL PENYELENGGARA PEMILU DALAM MENCEGAH KORUPSI...

objektif yang dianggap harus berlaku sekedar sebagai alat (sarana), sehingga
dalam situasi dan kondisi apapun. setiap tindakan yang memperlakukan
Baik buruknya suatu tindakan dilihat manusia sebagai objek, bukan sebagai
dari tindakan itu sendiri, bukan dari subjek yang penuh sebagai manusia,
akibatnya. Suatu tindakan dianggap maka tindakan tersebut adalah salah.
baik apabila tindakan itu sesuai
dengan aturan (norma) yang ada B.2 Peran Kode Etik
baik itu berasal dari agama yang Penyelenggara pemilu
dianutnya, kesusilaan, sopan santun, dalam melaksanakan tugas dan
maupun hukum. Franz Magnis Suseno, kewenangannya selalu terikat pada
menyebut etika deontologis dengan norma-norma hukum, etika, dan adat
etika peraturan, dan mengatakan istiadat setempat. Penyelenggara
bahwa etika peraturan melihat hakikat pemilu yang netral, profesional
moralitas dalam ketaatan terhadap dan berintegritas sangat memiliki
sejumlah peraturan. Menurut pengaruh terhadap berlangsungnya
Immanuel Kant, jika orang mengambil proses pemilu yang berkualitas dan
suatu putusan yang secara moral baik, fair. Undang-Undang No. 15 Tahun
maka ia pada akhirnya melakukan hal 2011 menyebutkan bahwa kode
itu berdasarkan suatu aturan dasar etik penyelenggara pemilu ialah
moral yang merupakan inti suatu pola satu kesatuan norma moral, etis dan
pikir moral setiap orang. filosofis yang merupakan pedoman
Tanpa adanya aturan dasar itu, perilaku bagi penyelenggara pemilu
maka akan mustahil untuk dapat yang diwajibkan, dilarang, patut atau
dibayangkan, bahwa orang akan tidak patut dilakukan dalam semua
mampu untuk melakukan pemikiran tindakan dan ucapannya. ‘Sumpah
dan tindakan moral. Aturan dasar dan/atau Janji’ sebelum menjalankan
moral yang universal itu oleh tugas sebagai penyelenggara pemilu
Kant disebut Imperatif kategoris menjadi bagian dari kode etik.
(mewajibkan tanpa syarat). Sifat Kode Etik Penyelenggara Pemilu
imperatif kategoris, oleh Kant dituangkan dalam bentuk Peraturan
dirumuskan dalam dua prinsip Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP.
dasar yaitu: Pertama, bertindaklah Hal ini karena kode etik disusun
sesuai dengan suatu pedoman, yang berdasarkan kesadaran internal
sekaligus dapat berlaku sebagai para penyelenggara pemilu yang
kaidah umum. Artinya, apa yang mengikatkan diri secara sukarela
kita lakukan itu “benar” apabila di (voluntary norms imposed from within
manapun dan kapanpun adalah yang the consciousness of the subjects).
seharusnya dilakukan oleh siapapun. Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Kedua, tindakan itu benar apabila berisi ketentuan umum, landasan
memperlakukan manusia, baik itu dan prinsip dasar etika dan perilaku,
orang lain atau diri sendiri, di dalam pelaksanaan prinsip dasar etika dan
setiap hal, sebagai tujuan dan bukan

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 29


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

perilaku, sanksi, ketentuan peradilan, tegaknya demokrasi dan keadilan,


dan ketentuan penutup. Dari keenam serta mengutamakan kepentingan
hal itu, yang terpenting adalah: prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
dasar etika dan perilaku, pelaksanaan daripada kepentingan pribadi atau
prinsip dasar etika dan perilaku, dan golongan”.
ketentuan tentang sanksi. Kode etik Dengan ini seharusnya
penyelenggara pemilu bertujuan penyelenggara pemilu secara
untuk menjaga kemandirian, langsung terikat terhadap aturan-
integritas, dan kredibilitas anggota aturan tentang etika dan moral
penyelenggara pemilihan umum di dalam kepemiluan, dan melekat
semua tingkatan dengan berpedoman selama 24 jam setiap harinya. Dalam
kepada keduabelas asas yang pasal selanjutnya juga secara jelas
ditentukan oleh undang-undang. telah diterangkan terkait asas-asas
(Asshiddiqie, Dasar Konstitusional pedoman bagi para penyelenggara
Peradilan Etik, 2015). Pada saat pemilu, tindakan dan ucapan apa saja
dilantik, penyelenggara pemilu telah yang diwajibkan atau dihindarkan,
disumpah seperti dituangkan dalam dilakukan atau dijauhi, patut atau
pasal 3 pada Peraturan Bersama tidak patut, semua dijelaskan dalam
Komisi Pemilihan Umum, Badan peraturan terkait kode etik tersebut.
Pengawas Pemilihan Umum, dan Seluruh norma dan etika yang
Dewan Kehormatan Penyelenggara sudah diatur dalam peraturan
Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun merupakan batasan yang wajib
2012, Nomor 11 yang menyatakan : dipenuhi dan merupakan kewajiban
“Demi Allah (Tuhan), saya sebagai bagian dari penyelenggara
bersumpah/berjanji: Bahwa saya pemilu, tidak ada unsur politik
akan memenuhi tugas dan kewajiban didalamnya, tidak ada keragu-raguan
saya sebagai anggota KPU/KPU dalam pelaksanaannya, yang dianggap
Provinsi/KPU Kabupaten/Kota baik secara aturan berarti memang
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan baik untuk diterapkan dan yang
peraturan perundang-undangan kurang baik dalam peraturan haruslah
dengan berpedoman pada Pancasila tidak dijalankan.
dan Undang-Undang Dasar Negara Dengan adanya kode etik,
Republik Indonesia Tahun 1945. diharapkan penyelenggara pemilu
Bahwa saya dalam menjalankan memiliki pegangan, aturan, tata cara,
tugas dan wewenang akan bekerja pedoman etis terhadap tindakan dan
dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, ucapan yang sebaiknya dilakukan
dan cermat demi suksesnya Pemilu atau dihindari. Dengan adanya
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, pembatasan-pembatasan tersebut,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan para penyelenggara dapat lebih
Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu mandiri, integritas, akuntabilitas dan
Presiden dan Wakil Presiden/pemilihan kredibilitas sehingga dapat bermuara
gubernur, bupati, dan walikota, pada pemilu langsung umum bebas

30 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Arry Dharmawan - PENTINGNYA ETIKA DAN MORAL PENYELENGGARA PEMILU DALAM MENCEGAH KORUPSI...

rahasia jujur dan adil. Kepentingan Umum; Keterbukaan;


Bila penyelenggaranya ber- Proporsionalitas; Profesionalitas;
pedoman terhadap asas-asas kode Akuntabilitas; Efisiensi dan Efektivitas.
etik dan menghasilkan pemilu yang Korupsi dalam penyelenggaraan
baik, kepercayaan masayarakat PEMILU yang dilakukan oleh
terhadap hasil pemilu menjadi tinggi, penyelenggara jelas mencederai asas-
sehingga legitimasi yang didapatkan asas yang terdapat dalam undang-
oleh pemerintah menjadi baik pula. undang.
Program-program yang pemerintah Secara Individual atau
canangkan akan mendapat dukungan kelembagaan, para penyelenggara
dari masyarakat, namun sebaliknya pemilu harus menghindari
jika penyelenggara pemilu tidak pelanggaran pemilu seperti vote
mampu bekerja dan berpegang teguh trading, vote buying atau bribery,
pada prinsip kode etik termasuk di electoral fraud, electoral corruption,
dalamnya integritas dan kejujuran kelalaian, ceroboh, kekurangan
maka penyelenggara pemilu juga turut sumber daya, kelelahan, atau
andil melahirkan pemimpin negeri ini ketidakmampuan. Meskipun pada
yang tidak berkualitas. titik ini, akan muncul apa yang
disebut dengan dilema etik di mana
C. PENUTUP penyelenggara tidak hanya wajib taat
asas atau berperilaku “hitam-putih”
C.1 Simpulan
tetapi juga mengalami pilihan-pilihan
Korupsi telah “membudaya” dan dilematis untuk menentukan mana
menjangkiti hampir seluruh sendi ke- yang dilaksanakan maupun tidak
hidupan masyarakat tidak terkecuali dilaksanakan.
dalam penyelenggaraan pemilu, maka Aturan yang ada terkesan hanya
dari itu harus ada langkah-langkah bersifat normatif, namun kembali
fundamental untuk menanggulang- pada individu-individu masing-
inya. Salah satunya adalah dengan masing dalam menyikapinya. Bagi
menghadirkan kembali etika. Penega- penyelenggara pemilu, integritas
kan etika bagi penyelenggara pemilu merupakan hal yang sangat penting
mutlak harus dilakukan untuk mence- untuk dicapai. Ketika berkomitmen
gah pelanggaran-pelanggaran yang penuh sebagai penyelenggara pemilu,
bisa menimbulkan kerugian negara. seharusnya telah memahami bahwa
Setiap penyelenggara pemilu asas-asas kode etik diatas segalanya
harus memiliki kredibilitas yang dan tujuannya untuk mencapai
terpercaya di hadapan rakyat. Pemilu ideal yang demokratis serta
Sesuai dengan undang-undang, berintegritas. Asas-asas kode etik
penyelenggara pemilu hendaknya harus selalu dipatuhi sebagai pemberi
berpedoman kepada duabelas asas batasan-batasan yang dilakukan dan
yaitu: Mandiri; Jujur; Adil; Kepastian tidak boleh dilakukan, agar selalu on
Hukum; Tertib Penyelenggara Pemilu; the rule and on the track. Penyelenggara

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 31


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

pemilu harus bisa menunjukkan atau milik negara. Menumbuhkan


kepada masyarakat bahwa KPU kebanggaan-kebanggaan dan atribut
dapat menjadi penyelenggara kehormatan diri setiap jabatan dan
pemilu yang mandiri, akuntabel, pekerjaan. Kebijakan pejabat dan
kredibel, dan berintegritas dalam pegawai bukanlah bahwa mereka kaya
upaya mewujudkan pemilu langsung dan melimpah, akan tetapi mereka
umum bebas rahasia jujur dan adil. terhormat karena jasa pelayanannya
Bagaimana pun dilematisnya kepada masyarakat dan negara. Teladan
pilihan yang dihadapi oleh dan pelaku pimpinan dan atasan
penyelenggara pemilu, mereka lebih efektif dalam memasyarakatkan
wajib dan harus menegakkan aturan pandangan, penilaian dan kebijakan.
dengan tegas tanpa kompromi. Menumbuhkan pemahaman dan
Ajaran etika dan moral tidak kebudayaan politik yang terbuka
boleh lentur. Ia wajib dan harus untuk kontrol, koreksi dan peringatan,
ditegakkan dengan kaku. Bayangkan sebab wewenang dan kekuasaan itu
apa yang akan terjadi jika kode etik cenderung disalahgunakan. Kemudian
yang harus dipatuhi Penyelenggara menumbuhkan “sense of belongingness”
Pemilu dijalankan secara “abu-abu”. dikalangan pejabat dan pegawai,
Penyelewengan tersebut tentunya sehingga mereka merasa tempat
akan menihilkan bukan saja mereka mengabdi tersebut adalah milik
nilai-nilai etika dan moral politik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan
penyelenggara Pemilu, bahkan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
menihilkan nilai-nilai etika dan Pengaturan etika penyelenggara
moral politik suatu bangsa, karena pemilu dengan undang-undang
titik awal dan ujung tombak pemilu juga diharapkan dapat menjadi
ada dalam penyelenggara pemilu. upaya bagi tersedianya perangkat
Penyelenggara pemilu yang berhasil hukum untuk menegakkan nilai-nilai
mengawal etika dan moral politik moral penyelenggara negara dalam
Pemilu akan menghasilkan lembaga melaksanakan tugas dan tanggung
pemilu yang berintegritas. (Rosyidi, jawab penyelenggaraan pemilu dan
2016). membangun integritas, profesionalitas,
dan jati diri, serta menjaga harkat
C.2 Saran dan martabat pejabat penyelenggara
pemilu, sekaligus dapat mencegah
Dalam rangka mencegah korupsi
perilaku pajabat penyelenggara dari
ada baiknya menumbuhkan kembali
praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
nilai etika yang membangun dan
(Husen, 2015)
menyebarkan etos pejabat dan
pegawai yang baik di instansi
pemerintah tentang pemisahan
yang jelas dan tajam antara milik
pribadi dan milik perusahaan

32 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Arry Dharmawan - PENTINGNYA ETIKA DAN MORAL PENYELENGGARA PEMILU DALAM MENCEGAH KORUPSI...

DAFTAR PUSTAKA Hamzah, A. (1991). Korupsi


di Indoneisia Masalah dan
Pemecahannya. Jakarta: Gramedia
Alfiler, M. C. (1986). The Process of Pustaka Utama.
Bureaucratic Corruption in Asia Husen, L. O. (2015). Menegakkan Etika
: Emerging Pattern, in Ledivina dan Kehormatan Penyelenggara
V. Carino (Ed.), Bureaucratic Negara. Jurnal Etika dan Pemilu,
Corruption in Asia : Causes 17-23.
Consequences and controls. Quezon
City: JMC Press Inc. Rosyidi, B. (2016). Modul Etika dan
Moral Penyelenggara Pemilu.
Asshiddiqie, J. (2012). DKPP. Padang.
Retrieved April 24, 2016,
from http://www.dkpp.go.id: Said, M. M. (1997). Politik, Birokrasi,
http://www.dkpp.go.id/index. dan Pembangunan. Yogyakarta:
php?a=artikel&id=2&dm=2 Pustaka Pelajar.

Asshiddiqie, J. (2012, November 21). Styawati, D. (2008). KPK Pemburu


Rule Of Law Dan Rule Of Ethics Koruptor. Yogyakarta: Pustaka
Untuk Mengembangkan Sistem Timur.
Demokrasi. Retrieved 3 30, 2016, Suseno, F. M. (1987). Etika Dasar
from http://www.dkpp.go.id: Masalah-Masalah Pokok Filsafat
http://www.dkpp.go.id/index. Moral. Yogyakarta: Kanisius.
php?a=detilberita&id=41
Weber, M. (1978). Economic and
Asshiddiqie, J. (2015). Dasar Society : An Outline of Interpretive
Konstitusional Peradilan Etik. Sociology Volume II. Los Angeles:
Jurnal Etika & Pemilu Edisi 1, 101- University of California Press.
106.
Zainuri, A. (2007). Akal Kultural
Assidiqie, J. (2013). Menegakan Etika Korupsi di Indonesia. Depok:
Penyelenggara Pemilu. Jakarta: Cahaya Baru.
Rajagrafindo.
Bertens, K. (2011). Etika;Seri Filsafat
Atmajaya: 15, cetakan ke-11.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Eisenstadt, S. (1977). Traditional
Patrimonialism and Modern
Neopatrimonialism,. California:
Sage Publication.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 33


FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI
EVALUASI PASCA-PILKADA SERENTAK 2015:
SEBUAH USULAN
AN EVALUATED FACTORS IN THE POST
LOCAL ELECTION 2015: A PROPOSAL
Jerry Indrawan

ABSTRAK/ABSTRACT

Sejak era pemilihan langsung kepala daerah tahun 2005, 10 tahun


setelahnya Indonesia kembali masuk ke babak baru demokrasi lokal.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan dilakukan dalam waktu yang
bersamaan (serentak). Meski berjalan lancar, bukan berarti Pilkada
serentak 2015 tidak memiliki persoalan. Masalah utama terdapat pada
tahapan penkandidatan, rendahnya partisipasi pemilih, politik uang dan
netralitas PNS. Tulisan ini akan membahas beberapa faktor yang harus
dievaluasi terkait penyelengaraan pilkada serentak, mulai dari evaluasi
netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS), evaluasi pelaksanaan pencoblosan,
evaluasi pengawas pemilu, evaluasi rendahnya partisipasi pemilih, sampai
usulan penyelesaian sengketa pilkada melalui PT TUN. Penulis melakukan
proses studi pustaka dengan mengumpulkan data-data primer melalui
bahan-bahan tulisan dalam berbagai bentuk, yang diperoleh dari buku,
surat kabar, internet, dan lain-lain. Data-data yang terkumpul diharapkan
dapat memudahkan penulis dalam melakukan penelitian ini.

Since the direct local election in 2005, 10 years after, Indonesia back into
a new round of local democracy. The local election will be done at the same
time (simultaneously). Although it has run smoothly, it does not mean that
the simultaneous local election of 2015 did not have any problem. The main
problems were at the stage of candidacy, the low voting participation,
money politics and the neutrality of civil servants. This article will discuss
some factors to be evaluated related to the implementation of the election,
starting from the evaluation of civil servants (PNS) neutrality, voting
evaluation, evaluation of electoral supervisory, low turnout evaluation, to
the proposal of election disputes settlement through PT TUN. The author
conducted a literature study process by collecting primary data through
writing materials in various forms, obtained from books, newspapers,
internet, and others. The data collected is expected to simplify the writer

34 Vol. 2, Nomor 4,
2, DESEMBER
JUNI 2016 Jurnal
2016 ETIKA
Jurnal ETIKA
& PEMILU
& PEMILU
Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

to conduct this study.

Kata Kunci : Pilkada, Evaluasi Pilkada, Dan Sengketa Pilkada


Keyword : Local Election, Evalution Of Election, And Local Election
Dispute

A. PENDAHULUAN serentak telah dilaksanakan pada


Rabu, 9 Desember tahun lalu di
Dalam atmosfer demokrasi,
264 daerah. Sekalipun pelaksanaan
masyarakat mempunyai dua fungsi
pilkada di lima daerah harus ditunda
dalam urusan daerah. Mereka adalah
karena masalah hukum, dan 62
pemberi mandat tertinggi sekaligus
Tempat Pemungutan Suara (TPS)
stakeholders utama pihak-pihak yang
akan menjalani pemungutan suara
diberikan mandat tersebut, dari
ulang karena berbagai masalah, akan
sisi kebijakan yang dihasilkannya.
tetapi pelaksanaan pilkada serentak
Demokrasi langsung menjanjikan
ini menandai era baru pemilihan
keikutsertaan aktif dari penduduk
langsung di Indonesia.
dalam menarik kesimpulan politik
Secara umum pilkada serentak
di tingkat daerah. Ini berarti bahwa
tahun 2015 lalu berjalan lancar. Hal ini
masyarakat tidak hanya ikut terlibat
menunjukkan kematangan demokrasi
dalam penyelesaian masalah-masalah
yang makin menggembirakan dan
publik, tetapi juga menentukan siapa
dapat menjadi contoh negara-
figur yang layak memimpin di daerah
negara lain. Dengan begitu publik
mereka sendiri.1 Dengan mengambil
berharap kepala daerah terpilih dapat
keputusan untuk melakukan politik
mengemban amanah rakyat dengan
desentralisasi yang aktif, berarti
baik melalui inovasi dan kreatifitas
Indonesia telah melangkah ke arah
dalam mempercepat pembangunan
yang benar. Kebutuhan daerah akan
untuk kesejahteraan rakyat daerah.
berhasil ditangani dengan baik jika
Meski berjalan lancar bukan
masyarakat dapat menentukan sendiri
berarti proses tersebut tidak memiliki
siapa yang menjadi pemimpinnya.
persoalan. Masalah utama terdapat
Sejak era pemilihan langsung
pada tahapan penkandidatan,
kepala daerah tahun 2005, 10 tahun
rendahnya partisipasi pemilih, politik
setelahnya Indonesia kembali masuk
uang dan netralitas PNS. Perlu ada
ke babak baru demokrasi lokal.
evaluasi terkait penkandidatan yang
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
masih bermasalah hingga pelaksanaan
akan dilakukan dalam waktu yang
pilkada serentak digelar, sengketa
bersamaan (serentak). Pilkada
penkandidatan masih berlanjut.
1
Agung Djojosoekarto dan Rudi Hauter (ed). Tulisan ini akan membahas beberapa
2003. Pemilihan Langsung Kepala Daerah: Transformasi
Menuju Demokrasi Lokal. Jakarta: ADEKSI dan Konrad
faktor yang harus dievaluasi terkait
Adenauer Stiftung. Hlm. vii-viii. penyelenggaraan pilkada serentak,

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 35


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

mulai dari evaluasi pelaksanaan agar jelas keadaannya atau kondisinya


pilkada, evaluasi netralitas Pegawai (fact-finding). Sehingga dapat
Negeri Sipil (PNS), evaluasi diketahui apakah media berperan
pelaksanaan pencoblosan, evaluasi sebagai konstruksi atas realita atau
pengawas pemilu, evaluasi rendahnya sarana pencegah konflik.
partisipasi pemilih, sampai usulan Metodologi deskriptif adalah
penyelesaian sengketa pilkada melalui metode penelitian yang membuat
PT TUN. gambaran mengenai kejadian untuk
menggambarkan secara sistematis,
B. METODE faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
Dalam metode penelitian dibahas
fenomena yang diteliti. Penulis ingin
metode yang merupakan pendekatan
mendapatkan data-data yang terkait
praktis dalam setiap penelitian
hubungan antara fenomena yang
ilmiah. Hal ini dimaksudkan untuk
diteliti, yaitu media, dan hubungannya
memudahkan bagi setiap peneliti
dengan situasi konflik. Lebih lanjut,
mengetahui suatu peristiwa atau
definisi kualitatif adalah sebagai
keadaan yang diinginkan. Untuk
berikut :
menerapkan teori terhadap
“Sebagai prosedur penelitian yang
permasalahan, diperlukan metode
menghasilkan data deskriptif berupa
khusus yang dianggap relevan dan
kata-kata tertulis atau lisan dari
dapat membantu memecahkan
orang-yang diamati. Juga diarahkan
permasalahan.
pada latar dan individu tersebut
Desain penelitian bersifat
secara holistik. Dalam hal ini tidak
deskriptif dengan menggunakan
boleh mengisolasikan individu atau
metode kualitatif. Dengan
organisasi kedalam variabel atau
penggambaran dan perincian
hipotesa. Tetapi perlu sebagai bagian
terhadap penelitian diharapkan dapat
dari suatu kebutuhan”2
mengungkapkan secara jelas data-data
Desain penelitian yang bersifat
yang mendukung tentang bagaimana
deskriptif dapat diartikan sebagai
peran media dalam situasi konflik.
prosedur pemecahan masalah yang
Metode deskriptif dapat diartikan
diselidiki dengan menggambarkan
sebagai prosedur pemecahan masalah
atau melukiskan keadaan subjek atau
yang diteliti dengan menggambarkan
objek penelitian (seorang, komunitas,
atau melukiskan keadaan objek
lembaga masyarakat, dll) pada saat
penelitian berdasarkan fakta-fakta
sekarang berdasarkan fakta-fakta
objektivitas yang tampak atau
yang tampak atau sebagaimana
sebagaimana adanya (das Sein). Dalam
adanya.3 Fakta-fakta yang didapatkan
usaha mendeskripsikan fakta itu pada
tahap pertama tertuju pada usaha 2
Lexy J. Moelong. 2001. Metode Penelitian
mengemukakan gejala-gejala secara Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm. 3
3
Hadari Nawawi. 1997. Metode Penelitian Bidang
lengkap di dalam aspek yang diteliti Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm.
63.

36 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

di lapangan diharapkan dapat Huntington dan Moore menyebutnya


memberi gambaran tentang peran sebagai pemilu terbuka, tetapi penuh
media dalam memberitakan sebuah tipu muslihat (Liberal Machiavellian
konflik. Penulis melakukan proses Election).4 Kondisi ini membawa
studi pustaka dengan mengumpulkan dampak bagi peserta pemilu, yaitu
data-data primer melalui bahan- kehilangan kesempatan membangun
bahan tulisan dalam berbagai bentuk, organisasi, jaringan, program, basis
yang diperoleh dari buku, surat masa, dan lain-lain, karena sibuk
kabar, internet, dan lain-lain. Data- dengan persoalan administrasi dan
data yang terkumpul diharapkan pidana pemilu. Begitu juga dengan
dapat memudahkan penulis dalam kandidat perseorangan, yang
melakukan penelitian ini. kehilangan kesempatan membangun
asas keterwakilan daerah karena sibuk
C. EVALUASI PELAKSANAAN dengan persoalan administrasi dan
PILKADA pidana pemilu. Pelaksanaan pilkada
yang masih diwarnai pelanggaran
Secara umum, persoalan yang
membuat hilangnya kesempatan
terjadi saat Pilkada Serentak 9
membangun negara Indonesia yang
Desember 2015 lalu disebabkan
demokratis
oleh penyelenggara pemilu yang
Faktor utama yang harus dievaluasi
tidak profesional, adanya oknum
adalah persoalan politik uang (money
yang menggunakan sisa surat suara
politics) dan budaya menjatuhkan
untuk dicoblos bagi pasangan
lawan politik secara tidak fair (black
kandidat tertentu, indikasi politik
campaign) yang banyak terjadi di
uang, serta politisasi birokrasi
masyarakat menjelang pilkada,
untuk memenangkan pasangan
yang dilakukan tentunya oleh para
tertentu. Pemerintah pun kurang
kandidat peserta pilkada itu sendiri.
mengantisipasi adanya gejolak di
Politik uang yang terjadi tidak hanya
daerah-daerah yang dalam proses
di masyarakat, tetapi juga internal
pelaksanaannya memiliki tingkat
parpol. Ironis sekali, bahwa dari
kerawanan tertentu, seperti pada
sekian banyak kader di dalam sebuah
Pilkada Provinsi Kalimantan Utara dan
partai politik, tetapi terjadi aklamasi
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan,
atau kandidat tunggal yang dimajukan
yang sempat dilanda kerusuhan.
sebagai kandidat kepala daerah dari
Pilkada 9 Desember 2015
partai tersebut. Bahan evaluasinya
menurut penulis, masih jauh dari
adalah, bahwa pilkada bukanlah
demokrasi yang diharapkan. Hal itu
ajang kompetisi kandidat berduit saja.
karena ditemukannya pelanggaran-
Kompetensi, kapabilitas, dan tingkat
pelanggaran yang masih cukup
penerimaan publik yang baik adalah
banyak. Di dalam sebuah kontestasi
politik (pemilihan langsung), jika
4
Samuel Huntington and Clement Moore. 1970.
Authoritarian Politics in Modern Society: The Dynamics of
masih ditemukan banyak pelanggaran, Established One-Party Systems. New York: Basic Books.
Hlm. 204.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 37


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

tiga syarat utama menjadi kepala mana kampanye hitam dan mana
daerah. Bukan hanya uang, massa, kampanye negatif. Pemerintah
media, status, atau popularitas saja dan pelaksanana pemilihan umum
yang terutama. Sayangnya, pilkada harus mampu memberikan edukasi
di Indonesia lebih diwarnai oleh kepada masyarakat agar proses
pertarungan transaksional daripada kampanye dilakukan memenuhi
pergulatan ide. Kontestasi materi standar-standar etika yang ada,
daripada pertandingan antar solusi tanpa mendisriminasikan salah satu
dan gagasan. pasangan tanpa bukti-bukti yang jelas.
Selain itu, tentunya perlu ada Menyinggung kegagalan 5 daerah
penegasan terkait larangan politik yang gagal mengkuti pilkada serentak
uang kepada masyarakat. Politik lalu, masalah penkandidatan rupanya
uang, sebuah teknik yang “sangat menjadi alasan utama. Agar masalah
wajar” dilakukan pasangan kandidat yang sama tidak terjadi dua tahun ke
dengan sejuta metode. Metode- depan (pilkada serentak selanjutnya
metode tersebut cukup bervariasi, dijadwalkan berlangsung bulan
di antaranya pembagian undian, Februari tahun 2017), mekanisme
pembagian sembako, dan tentunya sistem penkandidatan kepala daerah
pembagian uang tunai yang harus dievaluasi. Komisi Pemilihan
dilakukan oleh kandidat itu sendiri, Umum (KPU) dan Komisi Pemilihan
maupun tim suksesnya. Politik uang Umum Provinsi, Komisi Pemilihan
bahkan ditenggarai terjadi melalui Umum Kab/Kota harus melakukan
penyalahgunaan bansos dan program evaluasi menyeluruh terhadap
pemerintah daerah lainnya. Parahnya, keseluruhan tahapan penkandidatan.
selama ini setiap aduan atau temuan Tahapan tersebut mulai dari proses
yang masuk ke Panitia Pengawas penerimaan pendaftaran pasangan
Pemilu (Panwas) masih minim kandidat, verifikasi, penetapan
penindakan oleh pihak terkait, baik itu pasangan kandidat, hingga proses
kepolisian ataupun kejaksaan. Panwas sengketa penkandidatan di tingkat
seolah hanya menjadi hiasan dalam Panwas atau tingkat pengadilan. Tidak
pilkada karena tidak mampu berbuat tertutup kemungkinan mekanisme
banyak dalam menindak segala penkandidatan akan masuk revisi
bentuk politik uang. undang-undang pilkada.5
Black campaign juga marak Adapun 5 daerah yang gagal
terjadi, bahkan ditenggarai hadir di mengikuti pilkada serentak, yaitu 4
setiap pilkada. Di tengah masyarakat kabupaten/kota: Fakfak, Simalungun,
yang melodramatis seperti di Manado, Pematang Siantar, dan
Indonesia ini, isu-isu sensitif tentang 1 provinsi: Kalimantan Tengah.
seorang kandidat kepada daerah Penundaan di Fakfak, Pematang
tentunya menjadi komoditas publik Siantar, dan Kalteng dikarenakan
yang sangat bernilai. Masyarakat
5
Media Indonesia, 14 Desember 2015. KPU
kita belum bisa membedakan Evaluasi Sistem Penkandidatan. Hlm. 4.

38 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

masalah sengketa partai politik. harusnya tidak diizinkan menjadi


Sedangkan, pelaksanaan di Manado anggota PPK, PPS, KPPS, ataupun
dan Simalungun tertunda karena penyelenggara pemilu lainnya. Ada
pasangan kandidat masih berstatus dua alasan mengapa hal ini perlu
narapidana, sehingga tidak memenuhi dilakukan. Pertama, amatlah sulit
kriteria syarat kandidat.6 Ke depan, untuk mengukur independensi
kondisi ini harus dicermati dengan seorang PNS jika terlibat juga dalam
memberi putusan jelas tentang partai proses penyelenggaraan. Kedua,
kubu mana yang berhak secara resmi conflict of interest dengan atasan atau
mencalonkan kandidatnya, sesuai pimpinan yang maju dalam pilkada
keputusan pengadilan terakhir. membuat posisi PNS serba sulit.
Begitu pula dengan status narapidana. Selain dari sisi jumlah dan
Seharusnya, jika sampai batas kuantitas, PNS juga memiliki posisi
pendaftaran kandidat yang ditentukan strategis dalam pemerintahan dan
KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota sudah birokrasi, kondisi itu membuat
lewat dan yang bersangkutan masih mereka dapat dengan mudah
berstatus narapidana atau sudah dimanfaatkan oleh kelompok
memperoleh kekuatan hukum tetap, kepentingan penguasa sebagai mesin
maka sudah jelas yang bersangkutan yang handal untuk memenangi
tidak diizinkan ikut pilkada. pemilu. PNS masih dijadikan alat atau
hamba yang senantiasa bisa ditekan
D. EVALUASI NETRALITAS PNS dan cenderung mudah dimanfaatkan
untuk kepentingan politik penguasa,
Selanjutnya, tendensi keber-
utamanya oleh kepala daerah
pihakan politik kepada salah satu
yang kembali mencalonkan diri
kandidat dari aparat birokrasi harus
(incumbent).
diselidiki lebih dalam. Kita harus
Incumbent, selaku atasan PNS di
mengevaluasi aturan yang terkait
daerah, akan sangat mudah melakukan
netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS)
mobilisasi PNS yang berada dibawah
dalam pilkada. Selama ini Panwas
kekuasaannya untuk melakukan
tidak dapat berbuat apa-apa jika
kampanye terselubung, terutama
menemukan ada oknum PNS yang
terhadap PNS yang mempunyai
hadir dalam kampanye. Dicurigai,
kekuasaan wilayah seperti camat dan
bahwa banyak kepala Satuan Kerja
lurah. Kedua instansi ini tidak pernah
Perangkat Daerah (SKPD) yang
luput dari tekanan untuk dapat
melakukan intervensi dan intimidasi
memenangkan kandidat dari penguasa
terhadap anak buahnya. Situasi ini
karena status mereka yang merupakan
membuat hak pilih mereka dikebiri
pemimpin di wilayah lumbung suara
karena selalu mendapatkan ancaman,
atau basis masyarakat. Mereka dengan
seperti pemindahan atau mutasi. Atas
mudahnya dipermainkan oleh para
dasar itu, regulasi bagi netralitas PNS
kandidat incumbent, maupun atasan
harus diatur secara lebih ketat. PNS
6
Ibid. mereka di birokrasi daerah, melalui

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 39


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

kampanye-kampanye terselubung PNS untuk senantiasa netral dan


yang sudah dipersiapkan sedemikian tidak memihak. Bahkan, pada akhir
rupa. Kegiatan tersebut diselimuti Juni 2015, Menteri Pendayagunaan
sebagai acara kedinasan, padahal Aparatur Negara dan Reformasi
tujuan aslinya adalah melakukan Birokrasi (MenPAN-RB) telah
transaksi politik dengan bawahan mengeluarkan surat edaran terkait
atau masyarakat umum. dengan netralitas ASN dalam pilkada
Program pemerintahan daerah serentak. Surat Edaran Menpan_RB
hanya dijadikan sebagai ajang untuk Nomor B/2355/M.PANRB/07/2015
pencitraan bagi incumbent atau tersebut merupakan penegasan
pejabat yang akan berkontestasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
dalam pilkada. Peristiwa seperti ini tentang Aparatur Sipil Negara, UU No.
biasanya akan mulai terasa, terutama 23/2014 tentang Otonomi Daerah,
setahun menjelang hajatan akbar serta Peraturan Pemerintah Republik
tersebut. Panwas kesulitan untuk Indonesia No. 53/2010 tentang
menindaklanjuti kejadian ini, karena Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sangat
secara administrasi memang itu jelas diatur dalam undang-undang
menjadi program daerah dan yang itu, bahwa selama masa kampanye,
bersangkutan masih menjabat sebagai PNS dilarang melakukan tindakan
kepala daerah. Kondisi inilah yang yang menguntungkan atau merugikan
membuat posisi kandidat incumbent salah satu pasangan kandidat. PNS
memang sangat diuntungkan juga dilarang mengadakan kegiatan
karena mereka bisa berkampanye yang mengarah pada keberpihakan
gratis melalui program-program terhadap pasangan kandidat yang
yang dibiayai negara dengan dalih menjadi peserta pemilu baik sebelum,
menjalankan program daerah. selama dan sesudah masa kampanye.
Seringnya delik aduan bahwa aparatur Jika melanggar aturan tersebut,
sipil negara yang dinyatakan tidak sangsinya tegas dari peringatan
netral di setiap sengketa pemilu yang sampai pemberhentian dengan
diajukan ke MK, menunjukkan bahwa hormat atau tidak hormat.7
integritas dan netralitas mereka saat
ini masih sangat diragukan. E. EVALUASI PELAKSANAAN
Netralitas PNS menjadi suatu PENCOBLOSAN
yang mutlak dilaksanakan oleh
Sebelum pencoblosan dilakukan,
aparatur sipil negara dalam rangka
masalah yang terkait Daftar Pemilih
pelaksanaan pilkada langsung. Kita
Tetap (DPT) dan surat pemberitahuan
ingin membangun sistem demokrasi
(formulir C6) juga harus dievaluasi.
yang lebih baik dari setiap proses
Di lapangan, banyak masalah muncul
pemilu yang kita lalui, untuk itu
yang berhubungan dengan hal-hal
demokrasi harus berjalan secara
sehat dan transparan. Secara tegas 7
Batam Pos, 1 Des 2015. Netralitas PNS di
Pilkada. Diunduh pada 25 Desember 2015, dari http://
undang-undang memerintahkan batampos.co.id/01-12-2015/netralitas-pns-di-pilkada/

40 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

tersebut. Konsistensi daftar pemilih kemukakan di dalam tulisan


harus menjadi rujukan utama. Setiap ini. Misalnya, di beberapa TPS
pemilih yang berhak memilih tetapi pemungutan suara hampir saja
belum mendapat surat pemberitahuan, ditutup sekitar pukul 12.00 dengan
tetap berhak memilih dan datang ke alasan tidak ada pemilih yang datang.
TPS. Surat pemberitahuan memilih Padahal sesuai aturan, TPS baru boleh
dikenal dengan nama formulir C6. ditutup Pukul 13.00 waktu setempat.
Formulir ini bukanlah surat undangan Begitu pula sebaliknya, jangan sampai
memilih. Sering terjadi kekeliruan di atas Pukul 13.00 TPS masih dibuka
di lapangan bahwa pemilih memiliki dengan alasan pemilih masih banyak
formulir C6 tetapi tidak ada di DPT. yang belum datang. Situasi ini rentan
Kekeliruan juga terjadi di TPS ketika digunakan sebagai alasan mobilisasi
petugas tidak memeriksa DPT, massa pendukung salah satu kandidat,
tetapi hanya melakukan pengecekan apalagi jika ada mobilisasi besar-
terhadap formulir C6 pemilih, besaran dari daerah lain.
yang sering disalahartikan sebagai Demikian juga dengan pemahaman
undangan memilih tersebut. pemilih menggunakan KTP. Di
Petugas harus merujuk pada beberapa tempat pemilih yang hanya
DPT dalam hal mempersilahkan menggunakan KTP boleh memilih
seseorang untuk memilih, bukannya sebelum Pukul 12.00. Hal ini perlu
pada formulir C6 saja. C6 hanyalah dievaluasi, karena misalnya untuk
salah satu sarana sosialisasi tentang pemilih yang menggunakan KTP
pelaksanaan pilkada yang diantar baru diizinkan memilih setelah Pukul
petugas KPPS langsung ke rumah- 12.00. Bukan untuk menghalangi
rumah warga. Cara ini sangat hak pemilih, tetapi agar jangan
efektif dalam konteks sosialisasi sampai pemilih yang sudah terdaftar
penyelenggaraan pilkada karena ada di TPS tersebut, malah tak dapat
interaksi langsung antara petugas dan menggunakan haknya karena jumlah
pemilih. Akan tetapi, formulir C6 tidak surat suara habis. Untuk itu, petugas
bisa dijadikan rujukan untuk memilih harus cermat melihat apakah kandidat
dalam proses pilkada di dalam TPS. pemilih tersebut termasuk di DPT atau
Petugas TPS tetap harus merujuk Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) 1,
pada DPT yang berlaku. Tidak boleh DPTb 2, dan Daftar Pemilih Pindahan
nanti ada semacam mekanisme (DPPh).8
khusus, di mana C6 betul-betul bisa Faktor pengiriman logistik,
menjadi rujukan pemilih datang dan seperti surat suara, tinta, kotak
memilih di TPS. Sekalipun, memang suara, data-data pencoblos, hingga
formulir C6 tetap harus dibawa ketika pendistribusiannya ke tiap-tiap
pencoblosan. 8
JPPN, 14 Desember 2015. Ini Hasil Evaluasi
Evaluasi terkait pentingnya Sementara KPU Terkait Pilkada Serentak 2015. Diunduh
kesepahaman di antara seluruh pada 26 Desember 2015, dari http://www.jpnn.com/
read/2015/12/14/344671/Ini-Hasil-Evaluasi-Sementara-
penyelenggara juga harus penulis KPU-Terkait-Pilkada-Serentak-2015-

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 41


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

daerah juga harus menjadi bahan demikian, objektivitas dalam arti


evaluasi. Logistik adalah masalah transparansi dan keadilan bagi
yang paling krusial karena banyak pemilih dan peserta pilkada relatif
wilayah di Indonesia memiliki medan bisa dioptimalkan. Fungsi utama
sangat berat sehingga membutuhkan penyelenggara adalah merencanakan
waktu ekstra untuk sampai. Faktor dan menyelenggarakan tahapan-
penjagaannya pun harus diawasi tahapan kegiatan. Fungsi tersebut bisa
secara lebih ketat. Beratnya medan optimal apabila dilengkapi mekanisme
membuat jarak tempuh semakin lama, kontrol dan pertanggungjawaban
sehingga tendensi kecurangan yang sehingga dibutuhkan pengawasan.
mungkin terjadi juga semakin besar. Lembaga penyelenggara dalam hal ini,
Selain itu, masih banyak kelalaian tentunya adalah KPU.
yang dilakukan para petugas terkait Terdapat 3 jenis pengawasan, yaitu
masalah pencoblosan, baik petugas pengawasan internal, semi-eksternal,
TPS, KPPS (Kelompok Penyelenggara dan eksternal. Pengawasan internal
Pemungutan Suara), Panitia dilaksanakan melalui mekanisme
Pemungutan Suara (PPS), hingga organisasi yang bersifat struktural dan
PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) bentuk supervisi, dan pengambilan
dalam hal pengurusan logistik. Kita keputusan yang bersifat kolektif dan
mendengar banyak surat suara surat, kolegial melalui mekanisme pleno.
maupun masalah-masalah teknis Pengawasan eksternal diwujudkan
lainnya yang membuat persiapan melalui pemantauan dan pengawasan
pencoblosan menjadi terganggu. oleh masyarakat, partai politik,
Belum lagi, kemungkinan para media, dan Lembaga Swadaya
petugas tadi memiliki afiliasi politik Masyarakat (LSM). Sedangkan,
tertentu terhadap salah satu kandidat pengawasan semi-eksternal dilakukan
karena kedekatan emosional, maupun melalui pembentukan lembaga
transaksional. Di sini pentingnya pengawasan yang mandiri, otonom,
pengawasan berlapis, tidak hanya independen, namun berada di
oleh Panwas setempat, tapi juga oleh dalam struktur penyelenggara yang
aparat kepolisian. bertugas mengawasi pelaksanaan
tahapan-tahapan kegiatan. Fungsi
F. EVALUASI PERAN PENGAWAS utama lembaga pengawas adalah
PEMILU mengoptimalkan penyelenggaraan
tahapan-tahapan kegiatan.9 Lembaga
Penyelenggara menentukan
pengawas dalam hal ini adalah Badan
kualitas pelaksanaan pilkada langsung.
Pengawas Pemilhan Umum (Bawaslu)
Pilkada langsung yang berkualitas
untuk tingkat pusat, Bawaslu Provinsi
umumnya diselenggarakan
untuk tingkat provinsi, dan Panwas di
oleh lembaga yang independen,
mandiri, dan non-partisan. Dengan
9
Joko J. Prihatmoko. 2005. Pemilihan Kepala
Daerah Langsung: Filosofi, Sistem, dan Problema
kelembagaan penyelenggara yang Penerapan di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hlm. 212.

42 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

tingkat daerah di bawah provinsi. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)


Sayangnya dalam pilkada serentak Pallangga. Dugaan pelanggaran itu
kemarin masih ada penyelenggara didasarkan pemindahan penyimpanan
pemilu, dalam hal ini KPU di daerah kotak suara dari Kantor Camat
yang ditenggarai tidak netral. Kita Pallangga ke SMK Grafika Pallangga.10
bisa melihatnya jauh sebelum Kasus-kasus seperti ini harusnya
hari pencoblosan di mana Dewan mudah diantisipasi karena
Kehormatan Penyelenggara Pemilu hampir selalu terjadi dalam setiap
(DKPP) memberhentikan banyak pelaksanaan pemilihan umum,
komisioner KPU Provinsi, maupun maupun pilkada di Indonesia.
KPU Kabupaten/Kota. Beberapa Personel yang tidak mencukup secara
daerah yang komisionernya kuantitas, maupun kualitas, untuk
diberhentikan DKPP, adalah Labuhan mengawasi pelaksanaan pilkada di
Batu, Fakfak, Tangerang, Sarmi, Timor seluruh daerah di Indonesia menjadi
Tengah Utara, Tulang Bawang, Aceh sebab utama masalah. Kita ambil
Tenggara, Depok, Cimahi, sampai contoh Panwas Kabupaten Bandung
Sulawesi Tenggara dan Sulawasi yang jumlah anggotanya 13 orang,
Tengah. terdiri dari 10 staf teknis dan hanya 3
Alasan utama pemberhentian komisioner. Kondisi di tingkat Panwas
tersebut adalah karena para kecamatan bahkan lebih miris, hanya
komisioner KPU bersikap tidak netral 3 staf teknis dan 3 komisioner.
terhadap kandidat-kandidat tertentu Sesuai aturan tentang Pilkada (UU
dalam tahapan-tahapan pilkada, alias No. 8 tahun 2015), setiap kabupaten/
mendukung salah satu pasangan kota dan tingkatan di bawahnya
kandidat. Ada juga yang secara sengaja (kecamatan) hanya terdapat 3 anggota
menggugurkan pasangan kandidat Panwas. Bisa dibandingkan dengan
lainnya untuk memudahkan pasangan luasnya wilayah dan banyaknya
kandidat tertentu. Selain itu, terdapat penduduk dari setiap kabupaten/kota
juga alasan lain, seperti penetapan di Indonesia. Sebagai perbandingan,
daftar pemilih yang amburadul dan di Kabupaten Pohuwato, Provinsi
tidak sesuai data dinas kependudukan Gorontalo saja terdapat 228 Tempat
terbaru, sampai dugaan suap. Pemungutan Suara (TPS) yang
Kita tidak ingin terjadi bentrokan tersebar di 13 kecamatan, serta 90.533
massa pendukung, seperti massa Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sangat
kandidat Bupati Gowa dengan aparat sulit bagi anggota Panwaslu untuk
kepolisian yang terjadi hanya satu melakukan pengawasan jika kondisi
hari pasca hari pencoblosan di lapangannya demikian. Jangankan
Kabupaten Gowa, Sulsel. Bentrokan di Pohuwato yang nun jauh di timur
dipicu saat massa kandidat mendesak sana, keberadaan Panwas di Kota
anggoata Panwas untuk membatalkan Depok saja yang relatif lebih dekat
kandidat nomor urut 5 karena
10
Media Indonesia, 12 Desember 2015. Kondisi
dianggap bersekongkol dengan Pascabentrok Mulai Kondusif. Hlm. 4.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 43


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

dengan ibukota, menurut penulis yang tidak berkompeten dalam


masih sangat kurang. Ada 3.235 TPS melakukan pengawasan pilkada.
yang tersebar di 11 kecamatan dan Di samping itu, kebanyakan anggota
jumlah DPT sebanyak 1.221.981 orang Panwas kecamatan kurang memahami
yang harus bisa diawasi oleh Panwas regulasi yang ada, yang berhubungan
Depok. dengan pengawasan pilkada. Rendahnya
Memang ada amanat untuk pemahaman para anggota Panwas
membentuk Pengawas Pemilihan kecamatan disebabkan karena dalam
Lapangan (PPL) dan Panwas TPS yang hal persyaratan untuk menjadi
dibentuk Panwas Kecamatan untuk anggota Panwas, hanya mensyaratkan
membantu kerjanya, akan tetapi pendidikan SLTA sebagai batas akhir
dengan banyaknya TPS yang ada di pendidikan terendah. Selain itu, batas
seluruh nusantara, ditambah dengan minimum usia adalah 35 tahun untuk
beban kerja yang harus dilakukan PPL menjadi anggota Panwas dirasa tidak
dan Panwas TPS, hal ini ditenggarai sebanding dengan peran dan beban
tidak akan berjalan maksimal. Sesuai tugas yang akan diemban. Faktor usia
Peraturan Bawaslu RI Nomor 2 Tahun sangatlah berpengaruh terhadap kinerja
2015 Pasal 6, beban kerja pengawasan seorang Panwas di lapangan karena
yang dilakukan PPL, Panwas TPS, dan harus melakukan peran pengawasan
tentunya Panwas kecamatan sangatlah setiap waktu.
banyak, dan tidak mungkin dilakukan Untuk itu, sangat penting untuk
secara efektif oleh beberapa orang menambah jumlah pengawas dalam
komisioner saja. Untuk itu, selain setiap pelaksanaan pemilihan umum
penambahan personil, keterlibatan di Indonesia, tidak hanya pilkada tapi
lembaga lain, seperti kepolisian dalam juga pemilu. Ke depan, anggota Panwas
hal supervisi pelaksanaan pilkada harus ditambah kuantitasnya, termasuk
ini sangatlah diperlukan. Peran Polri meningkatkan juga kualitasnya. Faktor
harus lebih aktif dalam menyokong rekrutmen dan anggaran juga harus
tugas Panwas kecamatan, PPL, dan diperhatikan, contohnya dengan
Panwas TPS. mempercepat peroses pembentukan
Selain itu, pendidikan dan kapasitas Panwas kabupaten/kota, sehingga
anggota Panwas juga masih belum Panwas yang terbentuk tersebut bisa
memadai dalam hal menjalankan dengan segera membentuk jajaran
tugas dan kewenangannya. Hal ini Panwas di bawahnya. Begitu juga dengan
tidak hanya berlaku untuk tingkatan anggaran yang sering dikeluhkan karena
Panwas kecamatan ke bawah, tapi turun terlambat dari pusat. Logikanya,
juga Panwas kabupaten/kota. Masalah bagaimana mau melakukan pengawasan
pendidikan dan kapasitas dapat dilihat yang efektif jika dana operasional saja
dengan banyaknya anggota Panwas belum ada. Hal-hal inilah yang harus
kecamatan yang tidak memahami menjadi evaluasi besar bagi seluruh
tugas dan wewenangnya, bahkan ada stakeholders pengawas pemilu agar ke
di antara anggota Panwas kecamatan depannya pilkada yang dilakukan secara

44 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

serentak ini dapat berjalan lebih 55 persen, Denpasar 57 persen, dan


optimal. Jember 52 persen.12
Berbanding terbaik dengan data
G. EVALUASI RENDAHNYA di atas, Direktur Jenderal (Dirjen)
PARTISIPASI Politik dan Pemerintahan Umum
(Polpum) Kementerian Dalam
Demokrasi mensyaratkan
Negeri (Kemendagri), Soedarmo,
partisipasi. Partisipasi yang optimal
menganggap bahwa partisipasi
membuat demokrasi menjadi
masyarakat dalam pilkada serentak
sarana penyerahan kekuasaan
2015 masih cukup tinggi. Memang ada
yang valid. Partisipasi masyarakat
daerah yang partisipasinya di bawah
menjadi salah satu indikator tingkat
60 persen, tapi rata-rata masih 70
keberhasilan pelaksanaan pemilihan
persen tingkat partisipasinya. Namun,
umum di suatu daerah. Karena itu,
rendahnya partisipasi di beberapa
peningkatan partisipasi atau peran
daerah perlu dikaji dan dievaluasi.13
serta masyarakat dalam tiap tahapan
Sedangkan, Komisioner KPU
pemilihan membutuhkan kerjasama
lainnya, Ferry Kurnia, juga menampik
semua pihak dalam menjaga agar
adanya anggapan yang menyatakan
partisipasi tersebut tidak luntur.
tingkat partisipasi di seluruh daerah
Pada pilkada 9 Desember 2015
rendah. Ia mengatakan, banyak
lalu, terdapat 5 daerah yang tingkat
daerah yang tingkat partisipasinya
partisipasi pemilihnya turun hingga
tinggi, melampaui 75 persen dari
20 persen. Menurut Komisioner KPU,
total jumlah pemilih. Banyak juga
Sigit Pamungkas, ada kecenderungan
daerah-daerah, seperti di Kabupaten
penurunan angka partisipasi secara
Pangandaran yang bahkan mencapai
nasional. Dari angka-angka tersebut,
78.04 persen, dan Kabupaten Mamuju
yang tingkat penurunannya drastis
Tengah 92 persen. Jadi, tidak bisa
lebih dari 20 persen ada di 5 daerah,
pukul rata semua rendah.14 Menurut
dan apabila di lihat pada daerah
Boyke Nofrizon, Wakil Ketua
tersebut ada kejadian khusus yaitu
Pemenangan Pemilu Partai Demokrat,
“korupsi”.11 5 daerah tersebut adalah,
KPU selaku penyelenggara Pemilu
Pasaman, OKU Timur, Bantul, Timor
di Indonesia, merupakan sebagai
Tengah Utara , dan Semarang. Bahkan,
lembaga penanggung jawab pada
berdasarkan data dari aplikasi sistem 12
Media Indonesia, 12 Desember 2015. KPU Akui
informasi milik KPU, terlihat angka Pilkada Jauh di Bawah Target. Hlm. 4.
partisipasi pemilih di beberapa daerah 13
Kemendagri, 16 Desember 2015. Kemendagri
Akan Evaluasi Rendahnya Partisipasi Masyarakat Di
tidak mencapai 60 persen. Daerah- Pilkada Serentak 2015. Diunduh pada 25 Desember 2015,
daerah tersebut, antara lain Medan 26 dari http://www.kemendagri.go.id/news/2015/12/16/
persen, Surabaya 52 persen, Mataram kemendagri-akan-evaluasi-rendahnya-partisipasi-
masyarakat-di-pilkada-serentak-2015
11 14
KPU, 17 Desember 2015. KPU Perlu Libatkan KPU, 16 Desember 2015. Semua Pihak Berperan
Peserta Pemilu dalam Evaluasi Riset Pilkada. Diunduh dalam Tingkat Partisipasi Masyarakat. Diunduh pada 26
pada 26 Desember 2015, dari http://www.kpu.go.id/ Desember 2015, dari http://www.kpu.go.id/index.php/
index.php/post/read/2015/4651/KPU-Perlu-Libatkan- post/read/2015/4650/Semua-Pihak-Berperan-dalam-
Peserta-Pemilu-dalam-Evaluasi-Riset-Pilkada Tingkat-Partisipasi-Masyarakat

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 45


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

tingkat partisipasi. Partisipasi yang diambilnya, dibuat berdasarkan


dimaksud menurutnya tidak hanya kepentingan masyarakatnya.16 Dalam
dengan melakukan sosialisasi saja, pilkada serentak kemarin, bahkan
tetapi juga meningkatkan partisipasi dalam sepanjang sejarah pilkada di
dalam menjaga kebersihan, kejujuran negeri ini, pilihan kandidat pemimpin
dan keadilan dalam pelaksanaan selalu terbatas. Faktor kompetensi,
pemilihan umum tersebut.15 kapabilitas, dan tingkat penerimaan
Rendahnya tingkat partisipasi publik yang baik, seperti yang sudah
yang terjadi di sebagian daerah, selain penulis sebutkan di awal, bukanlah
faktor korupsi yang sudah disebutkan faktor utama seorang figur bisa
tadi, dapat disebabkan oleh banyak dikandidatkan jadi pemimpin daerah.
hal. Hal-hal tersebut, misalnya apakah Jika opsi pun terbatas, tak heran
dikarenakan kurangnya kinerja dari partisipasi pun berkurang.
penyelenggara, kinerja dari kandidat Tingkat partisipasi pemilih dalam
itu sendiri, atau karena pilihan politik pilkada memang tidak ditentukan
masyarakat sendiri yang secara sadar oleh penyelenggara pemilu, dalam
untuk memutuskan tidak memilih hal ini KPU saja. Akan tetapi, seluruh
(Golput). Untuk itu, terkait evaluasi pihak dan stakeholders yang terlibat
rendahnya partisipasi pemilih dalam harusnya ikut serta berperan dalam
pilkada serentak kemarin, paling aktifitas mengajak masyarakat
tidak kita bisa mengevaluasi beberapa menggunakan hak pilihnya, sekaligus
faktor berikut. Pertama, faktor apa saja mensosialisasikan penyelenggaraan
yang mempengaruhi kehadiran dan pilkada itu sendiri. Partai politik,
ketidakhadiran pemilih ke TPS. Kedua, masing-masing pasangan kandidat,
faktor yang mempengaruhi partisipasi LSM, Ormas, sampai aktifitas sosial
pemilih secara umum. Dan ketiga, di masyarakat harus memasyaratkan
bagaimana upaya untuk meningkatan pilkada agar tingkat partisipasi
partisipasi pemilih dalam pemilu. meningkat. Bawaslu, Panwas, dan
Pemimpin yang terpilih haruslah DKPP pun memiliki kewajiban
merupakan kehendak rakyat. Di sini mensosialisasikan pilkada, walaupun
terkandung makna bahwa pemimpin tidak dilakukan secara langsung
haruslah merupakan sebuah putusan karena tugas dan fungsi yang berbeda,
kolektif berbasis pada hak individu tetapi mereka juga bagian dari
yang sama, sehingga memiliki stakeholders pilkada.
legitimasi sosial yang kuat. Legitimasi Jadi, memang banyak faktor yang
sosial yang kuat baru akan muncul menentukan tinggi rendahnya tingkat
apabila seorang pemimpin, termasuk partisipasi pemilih di daerah yang
berbagai kebijakan publik yang menggelar pilkada. Keseluruhan
15
faktor tesebut juga harus dilihat
KPU, 17 Desember 2015. KPU Perlu Libatkan
Peserta Pemilu dalam Evaluasi Riset Pilkada. Diunduh secara menyeluruh, tidak hanya
pada 28 Desember 2015, dari http://www.kpu.go.id/ dibebankan kepada KPU saja. Banyak
index.php/post/read/2015/4651/KPU-Perlu-Libatkan-
16
Peserta-Pemilu-dalam-Evaluasi-Riset-Pilkada Djojosoekarto dan Hauter. Op cit. Hlm. 26.

46 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

aspek lainnya seperti, aspek sosial, berpartisipasi secara maksimal. Pada


politik, jagad perpolitikan yang sedang 2016, pihak Kemendagri akan semakin
turbulance, aspek psikologi, termasuk gencar melakukan pendidikan politik.
administrasi yang ada di KPU itu Sasarannya nanti adalah daerah yang
sendiri. Itu yang harus kita lihat secara mungkin partisipasinya rendah.
komprehensif.17 Kalau ada dana cukup, akan diberikan
Menurut pakar pemilu dari juga pendidikan politik ke ormas di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia daerah. Kemendagri pasti berupaya
(LIPI), Siti Zuhro, partisipasi optimalkan partisipasi untuk pilkada
masyarakat dalam pilkada serentak serentak 2017 dan 2018 serta pemilu
kemarin masih cukup rendah. Salah serentak 2019.19
satu penyebabnya adalah tidak Selain itu, tidak tertutup
ada korelasi antara pilkada dengan kemungkinan juga pasangan kandidat
kemajuan pembangunan. Rendahnya kepala daerah dan wakil kepala daerah
partisipasi pemilih dalam pilkada yang tersedia belum seperti harapan
menunjukkan belum puasnya masyarakat. Hal itu menjadikan
masyarakat terhadap hasil kerja dari masyarakat enggan memilih. Jadi,
wakil rakyat sebelumnya. KPU belum Faktor rendahnya partisipasi bisa
mengumumkan hasil tapi banyak disebabkan karena pasangan kandidat
pasangan sudah menyatakan menang yang tidak memenuhi harapan
ini agak mengkhawatirkan bisa rakyat. Masalah ini harusnya menjadi
menjadi konflik serentak.18 perhatian partai politik. Kualitas
Dirjen Polpum Kemendagri, kader yang disuguhkan untuk
Soedarmo, menambahkan bahwa berkontestasi di pilkada haruslah
seluruh pihak yang terkait pilkada ke yang memiliki kualitas, tidak hanya
depan harus membangun sinergitas. punya keunggulan materi atau
Dengan begitu, angka partisipasi akan jabatan di organisasi. Kaderisasi harus
meningkat. Polpum sudah berupaya berjalan maksimal agar kader-kader
maksimal, seperti melakukan muda potensial bisa ikut ajang ini dan
sosialisasi maupun pendidikan politik, berkompetisi secara fair.
khususnya bagi pemilih pemula. Walaupun banyak faktor yang
Ditambahkan, masyarakat tidak dapat menyebabkan rendahnya partisipasi
dipaksa untuk memilih, karena itu pemilih dalam pilkada, akan tetapi
haknya rakyat untuk memilih atau peran ujung tombak sosialisasi
tidak. Tinggal sekarang bagaimana memang hanya ada di KPU. Untuk itu,
kita semua dorong masyarakat agar KPU ke depan harus melihat bahwa
sosialisasi pilkada bukan sekedar
17
KPU, 16 Desember 2015. Semua Pihak Berperan
dalam Tingkat Partisipasi Masyarakat. Diunduh pada 26
Desember 2015, dari http://www.kpu.go.id/index.php/ memberi tahu khalayak kapan tanggal
post/read/2015/4650/Semua-Pihak-Berperan-dalam- untuk datang ke TPS dan mencoblos,
Tingkat-Partisipasi-Masyarakat
18
DPD RI, 16 Desember 2015. DPD Evaluasi tetapi juga esensi dari pencobosan itu.
Pilkada Serentak. Diunduh pada 30 Desember 2015, dari Harus ada langkah-langkah kreatif,
http://dpdri.merdeka.com/berita/dpd-evaluasi-pilkada-
19
serentak-2015-151218o.html Kemendagri. Op cit.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 47


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

seperti pendidikan politik bagi pemilih pilkada MK tanggal 27 Desember


pemula dan kampanye lewat sosial kemarin (diperpanjang 5 hari), sudah
media misalnya, agar kandidat pemilih ada 6 provinsi dan 141 kabupaten/
mengerti dan paham benar mengapa kota yang mendaftarkan gugatannya
suaranya sangat menentukan nasib (total 147 gugatan sengketa). Gugatan
daerahnya 5 tahun ke depan. ini didominasi oleh kabupaten
karena memang jumlah kabupaten di
Indonesia jauh lebih banyak dibanding
H. USULAN SENGKETA PILKADA kota, apalagi provinsi.20 Jumlah
OLEH PT TUN pengajuan sengketa ini lebih dari
Mahkamah Konstitusi, sesuai 50 persen dari jumlah daerah yang
Pasal 157 UU No. 8 tahun 2015 mengikuti pilkada serentak kemarin,
tentang pilkada menjadi lembaga yaitu 264 daerah.
yang berwenang menyelesaikan Melihat banyaknya sengketa
sengketa pilkada, setidaknya sampai gugatan yang diajukan, bahkan untuk
dibentuknya badan peradilan tingkat provinsi saja, 6 provinsi
khusus. Berdasarkan PKPU Nomor 2 mengajukan gugatan dari 9 provinsi
Tahun 2015 sengketa pilkada mulai yang mengadakan pilkada serentak,
bisa didaftarkan di MK pada 18-21 penulis melihat bahwa MK pasti
Desember 2015 untuk pemilihan akan mengalami kesulitan dalam
bupati atau walikota. Setelah menanganinya. Dalam penyelesaian
perbaikan, dan verifikasi berkas, sengketa tingkat provinsi, derajat
penyelesaian sengketa atau putusan kesulitannya tentu sangat besar
dijadwalkan pada 28 Desember 2015- mengingat luasnya cakupan daerah,
12 Februari 2016. Sedangkan, untuk belum lagi kompleksitas masalah.
pemilihan gubernur, pendaftaran Untuk itu, Pengadilan Tinggi Tata
gugatan bisa dilakukan pada 19-22 Usaha Negara (PT TUN) dapat
Desember 2015. Setelah perbaikan dijadikan alternatif penyelesaian dari
dan verifikasi berkas, putusan bisa membludaknya sengketa pilkada
diambil pada 29 Desember 2015-13 ini.
Februari 2016. Penyerahan sengketa pilkada ke
Mengacu pada tahapan di atas, PT TUN akan memudahkan proses
proses yang kini sedang dilaksanakan penyelesaian sengketa, daripada
adalah tahap pasca pengajuan membentuk sebuah badan peradilan
permohonan atau pendaftaran khusus. Keputusan KPU tentang
gugatan sengketa yakni perbaikan rekapitulasi hasil pilkada dan
dan verifikasi. Untuk bupati atau penetapan pasangan yang menang jika
walikota tahap ini dijadwalkan kita lihat dari sisi hakikatnya adalah
berlangsung pada 21-27 Desember
20
Mahkaman Konstitusi, 29 Desember 2015.
Hingga Senin Pagi, Sudah 147 Laporan Gugatan Sengketa
2015. Sedangkan, gubernur pada Pilkada ke MK. Diunduh pada 30 Desember 2015, dari
22-28 Desember 2015. Sampai http://mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.
Berita%id=12643
ditutupnya pendaftaran sengketa

48 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

sebenarnya putusan TUN. Lebih baik selisih 2 persen suara, pasca pilkada
memaksimalkan lembaga peradilan serentak ini, provinsi termuda kita,
yang sudah ada daripada membentuk Kalimantan Utara dilanda kerusuhan
sebuah lembaga peradilan baru. besar. Jika melihat hasil penghitungan
Penggugat dalam sengketa KPU setempat, pasangan nomor 1
pilkada cukup membuktikan memperoleh 45.86 persen, sedangkan
apakah tergugat (KPU), yang dalam nomor 2 memperoleh 53.67 persen.
memutuskan hasil rekapitulasi dan Dengan junmlah penduduk 588.791
menetapkan pasangan yang menang, jiwa, berdasarkan ketentuan Pasal
bertentangan dengan asas-asas umum 158 UU Nomor 8 tahun 2015 pilkada
pemerintahan yang baik dan asas- Kaltara hanya bisa dipersoalkan ke
asas penyelenggaraan pemilu dan/ MK jika selisih suara tidak melampai
atau pilkada, bertentangan dengan 2 persen suara. Dengan hasil
peraturan perundang-undangan yang demikian, tentunya pilkada Kaltara
berlaku, atau tidak bertentangan tidak bisa digugat di MK (sekalipun
sama sekali. Jika KPU ditemukan tetap diajukan oleh pihak yang
bertentangan dengan prinsip- kalah).21 Walaupun kerusuhan bukan
prinsip di atas tadi, maka majelis diakibatkan gagalnya pilkada Kaltara
berwenang untuk membatalkan digugat ke MK, akan tetapi bayangkan
keputusan KPU terkait pemenang jika sebelum gugatan saja kerusuhan
pilkada tersebut. Kemudian, majelis sudah terjadi cukup massif, sampai
bisa saja membatalkan SK KPU pembakaran kantor gubernur.22
dan memutuskan untuk dilakukan Apalagi, jika masalah di Kaltara ini
Pilkada ulang, atau putusan lain, tidak selesai di MK, penulis tidak yakin
sesuai biasanya putusan MK selama pihak yang kalah dapat menerima
ini. terkait efisiensi, PT TUN dapat hasil KPU begitu saja.
memberi batasan pada waktu Untuk itulah masalah sengkata
pemeriksaan perkara pilkada, seperti pilkada ini perlu mendapatkan
30 hari sejak perkara didaftarkan. perhatian khusus oleh penyelenggara
Dalam memeriksa perkara pemilu dan pembuat undang-undang
pilkada, PT TUN tidak perlu membuat (parlemen), agar para peserta
persyaratan, seperti harus ada selisih pilkada dapat merasa aman dan yakin
2 persen perolehan suara dan ada bahwa jika di akhir proses mereka
tidaknya pelanggaran yang bersifat memutuskan untuk mengajukan
Terstruktur, Sistematis, dan Massif gugatan, hak-hak politik mereka
(TSM) dalam proses pelaksanaan dapat terakomodasi secara adil.
pilkada. Majelis Hakim PT TUN dapat 21
Media Indonesia, 21 Desember 2015. Polisi
mengadili sengketa pilkada seperti Sasar Aktor Kerusuhan Kaltara. Hlm. 4.
sengketa yang biasa diselesaikan oleh 22
Tempo, 23 Desember 2015. Bakal Kandidat
Wagub Kalimantan Utara Tersangka Perusak Kantor
PT TUN, tentunya dengan beberapa Gubernur. Diunduh pada 30 Desember 2015, dari http://
penyesuaian. nasional.tempo.co/read/news/2015/12/23/078730233/
bakal-kandidat-wagub-kalimantan-utara-tersangka-
Satu contoh terkait kebijakan perusak-kantor-gubernur

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 49


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

Masyarakat pun percaya pada sistem ini menjadi satu-satunya lembaga


pemilu di Indonesia, termasuk yang berwenang mengadili sengketa
sistem penyelesaian sengketanya. pilkada.
Dengan semakin berintegritasnya
penyelenggara dan lembaga yang I. KESIMPULAN DAN SARAN
berwenang mengadili sengketa
Persoalan yang terjadi saat
pemilu, partisipasi dan dukungan
pilkada 2015 disebabkan oleh
publik tentunya akan semakin tinggi.
karena penyelenggara pemilu yang
Melalui proses seperti ini,
tidak profesional, adanya oknum
penulis yakin para pencari keadilan
yang menggunakan sisa surat suara
dalam sengketa pilkada lebih punya
untuk dicoblos bagi pasangan
kesempatan mendapatkan keadilan.
kandidat tertentu, indikasi politik
Dengan begitu hukum dapat menjadi
uang, serta politisasi birokrasi untuk
mekanisme mengatasi konflik dan
memenangkan pasangan tertentu.
memberikan kepastian hukum dalam
Kampanye hitam juga marak terjadi,
penegakan hukum dan prinsip-prinsip
bahkan ditenggarai hadir di setiap
pemilu. Karena itulah, sebagai putusan
pilkada. Di tengah masyarakat yang
pejabat TUN, dalam hal ini anggota
melodramatis ini, isu-isu sensitif
KPU, maka yang paling berwenang
tentang seorang kandidat kepada
mengadilinya adalah PT TUN, bukan
daerah tentunya menjadi komoditas
lagi MK. Mahkamah Agung (MA) harus
publik yang sangat bernilai.
segera memperbanyak PT TUN yang
Persoalan netralitas PNS yang
sekarang hanya ada di Semarang,
ditenggarai masih banyak berpihak
Makassar, Medan, Surabaya, dan
pada incumbent juga menjadi salah
Jakarta.
satu hal utama yang harus dievaluasi.
Dari sisi KPU, biasanya mereka
PNS memiliki keunggulan dalam hal
kurang siap dalam menghadapi
akses birokrasi dan juga kuantitas
gugatan sengketa pilkada dari
signifikan, sehingga rentan digunakan
kandidat yang kalah. Untuk itu,
pihak-pihak tertentu. Sebelum
KPU harus menyiapkan dokumen-
pencoblosan dilakukan, masalah
dokumen pendukung yang lengkap,
yang terkait DPT dan formulir C6
jelas, dan tidak manipulatif. Dokumen
juga harus dievaluasi. Selain itu,
yang harus dipersiapkan, mulai dari
legalitas pencoblos dan juga tata cara
formulir C1, sertifikat penghitungan
pencoblosannya juga menjadi concern
suara, formulir C1 plano, berita acara,
dalam tulisan ini.
mekanisme, daftar hadir, sampai
Masalah Panwas yang minim dan
rekapitulasi suara, dan juga data
kurang memiliki kompetensi juga
terkait semua aktifitas pemungutan
disoroti sebagai salah satu evaluasi
dan penghitungan suara. Selain itu,
yang harus dilakukan pihak terkait.
KPU juga harus mempelajari dan
Rendahnya tingkat partisipasi yang
memahami hukum acara yang sesuai
terjadi di sebagian daerah juga
dengan Peraturan MK, yang saat

50 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

menjadi perhatian serius. Hal ini dapat Daftar Pemilih Tetap (DPT)
disebabkan oleh banyak hal, misalnya dan melakukan pemuktahiran
apakah dikarenakan kurangnya data secara lebih gradual untuk
kinerja dari penyelenggara, kinerja mencegah penyelewengan DPT
dari kandidat itu sendiri, atau karena 5. KPU harus memperbaiki
pilihan politik masyarakat sendiri koordinasi dalam hal pembuatan
yang secara sadar untuk memutuskan dan pengiriman logistik pemilu
tidak memilih (Golput). Terakhir, 6. Bawaslu harus membentuk
penyelesaian sengketa pilkada Panitia Pengawas (Panwas)
diusulkan untuk diselesaikan saja di di tingkat daerah dengan
PT TUN, bukan di MK. lebih memperhatikan kualitas
Dalam tulisan ini, penulis juga kepemiluan mereka. Harus ada
menyarankan beberapa hal berikut: syarat-syarat yang lebih substantif
1. KPU harus melakukan evaluasi terkait pemilihan anggota Panwas.
menyeluruh terhadap keseluruhan Selain itu, penambahan unsur
tahapan penkandidatan. Tahapan Panwas di daerah juga harus
tersebut mulai dari proses diperhatikan
penerimaan pendaftaran pasangan 7. KPU harus lebih kreatif dalam
kandidat, verifikasi, penetapan mensosialisasikan pilkada,
pasangan kandidat, hingga proses tidak hanya sosialisasi tanggal
sengketa penkandidatan di tingkat pencoblosan, tetapi juga esensi
Panitia Pengawas (Panwas) atau dari pentingnya pilkada bagi
tingkat pengadilan masyarakat sehingga partisipasi
2. KPU, Bawaslu, dan DKPP harus dapat ditingkatkan
melibatkan partisipasi aparat yang 8. Sengketa pilkada lebih baik
berwajib secara lebih masif dalam diserahkan ke Pengadilan Tinggi
hal mencegah berkembangnya Tata Usaha Negara (PT TUN)
politik uang di masyarakat, daripada di Mahkamah Konstitusi
terutama menjelang hari (MK), untuk efektifitas dan kualitas
pencoblosan putusan hasil sengketa nantinya
2. KPU, Bawaslu, dan DKPP harus Untuk menutup, penyelenggaraan
meningkatkan koordinasi dengan pilkada harus mewakili moralitas
Kementerian Pendayagunaan bangsa. Pengalaman kita menuju
Aparatur Negara dan Reformasi konsolidasi demokrasi yang
Birokrasi untuk menindak PNS berkualitas masih diwarnai masalah
yang terlibat dalam proses pilkada. terkait moralitas dari demokrasi
Jika perlu, PNS yang ditemukan itu sendiri. Sejak 2005, konflik dan
terlibat langsung diberhentikan. sengketa menjadi akrab di telinga
Untuk itu, diperlukan aturan ketika pra dan pasca pelaksanaan
bersama yang memiliki kekuatan pesta rakyat daerah tersebut.
hukum kuat. Sejumlah realitas menunjukkan masih
4. KPU harus memperbaiki ada kelemahan dalam berdemokrasi,

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 51


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

antara lain praktik kekerasan di DAFTAR PUSTAKA


tengah masyarakat, maupun pencarian
ukuran moralitas objektif-subjektif, Batam Pos, 1 Des 2015. Netralitas
baik-buruk, berhak dan tidak berhak, PNS di Pilkada. Diunduh pada
yang sampai sekarang masih absurb. 22 Desember 2015, dari http://
Politik uang dan carut marutnya batampos.co.id/01-12-2015/
penyelenggaraan pilkada selama ini netralitas-pns-di-pilkada/
menunjukkan masih masifnya praktik
pragmatisme-transaksional dalam Djojosoekarto, Agung dan Rudi Hauter
implementasi demokrasi prosedural (ed). 2003. Pemilihan Langsung
kita. Selanjutnya, penentuan Kepala Daerah: Transformasi
pemimpin daerah masih tersandera Menuju Demokrasi Lokal. Jakarta:
kepentingan syahwat berkuasa para ADEKSI dan Konrad Adenauer
parpol pengusung. Pilihan tidak lagi Stiftung.
didasarkan pada kebutuhan rakyat DPD RI, 16 Desember 2015. DPD
di bawah, tetapi lebih pada insentif Evaluasi Pilkada Serentak. Diunduh
elektoral dan politik bagi-bagi “kue”. pada 26 Desember 2015, dari
Pemilihan kepala daerah secara http://dpdri.merdeka.com/
langsung merupakan instrumen berita/dpd-evaluasi-pilkada-
politik yang dapat mendukung serentak-2015-151218o.html
terwujudnya desentralisasi politik dan
demokratisasi lokal. Melalui pilkada Huntington, Samuel and Clement
langsung pendidikan politik rakyat Moore. 1970. Authoritarian Politics
dapat dilakukan pada tingkat bawah in Modern Society: The Dynamics
secara lebih efektif. Jika selama ini citra of Established One-Party Systems.
pilkada dikotori oleh kerusuhan demi New York: Basic Books.
kerusuhan yang terjadi, maka jawaban JPPN, 14 Desember 2015. Ini Hasil
dari masalah itu adalah pendidikan Evaluasi Sementara KPU Terkait
politik rakyat. Semoga ke depan, Pilkada Serentak 2015. Diunduh
hajatan lima tahunan ini akan menjadi pada 26 Desember 2015,
jauh lebih baik dan bermanfaat bagi dari http://www.jpnn.com/
semua insan demokrasi di negeri ini. read/2015/12/14/344671/Ini-
Hasil-Evaluasi-Sementara-KPU-
Terkait-Pilkada-Serentak-2015-
Kemendagri, 16 Desember 2015.
Kemendagri Akan Evaluasi
Rendahnya Partisipasi Masyarakat
Di Pilkada Serentak 2015. Diunduh
pada 25 Desember 2015, dari
http://www.kemendagri.go.id/
news/2015/12/16/kemendagri-

52 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jerry Indrawan - FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DI EVALUASI PASCA-PILKADA ...

akan-evaluasi-rendahnya- Moelong, Lexy J. 2001. Metode


partisipasi-masyarakat-di-pilkada- Penelitian Kualitatif. Bandung:
serentak-2015 Remaja Rosdakarya.
KPU, 17 Desember 2015. KPU Perlu Nawawi, Hadari. 1997. Metode
Libatkan Peserta Pemilu dalam Penelitian Bidang Sosial.
Evaluasi Riset Pilkada. Diunduh Yogyakarta: Gadjah Mada
pada 26 Desember 2015, dari University Press.
http://www.kpu.go.id/index.
Prihatmoko, Joko J. 2005. Pemilihan
php/post/read/2015/4651/KPU-
Kepala Daerah Langsung: Filosofi,
Perlu-Libatkan-Peserta-Pemilu-
Sistem, dan Problema Penerapan
dalam-Evaluasi-Riset-Pilkada
di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
KPU, 16 Desember 2015. Semua Pelajar.
Pihak Berperan dalam Tingkat
Tempo, 23 Desember 2015. Bakal
Partisipasi Masyarakat. Diunduh
Kandidat Wagub Kalimantan
pada 26 Desember 2015, dari
Utara Tersangka Perusak Kantor
http://www.kpu.go.id/index.php/
Gubernur. Diunduh pada 30
post/read/2015/4650/Semua-
Desember 2015, dari http://
Pihak-Berperan-dalam-Tingkat-
nasional.tempo.co/read/
Partisipasi-Masyarakat
news/2015/12/23/078730233/
Media Indonesia, 12 Desember bakal-kandidat-wagub-
2015. Kondisi Pascabentrok Mulai kalimantan-utara-tersangka-
Kondusif. perusak-kantor-gubernur
Media Indonesia, 12 Desember 2015.
KPU Akui Pilkada Jauh di Bawah
Target.
Media Indonesia, 14 Desember
2015. KPU Evaluasi Sistem
Penkandidatan.
Media Indonesia, 21 Desember 2015.
Polisi Sasar Aktor Kerusuhan
Kaltara.
Mahkaman Konstitusi, 9 Desember
2015. Hingga Senin Pagi, Sudah
147 Laporan Gugatan Sengketa
Pilkada ke MK. Diunduh pada
30 Desember 2015, dari http://
mahkamahkonstitusi.go.id/index.
php?page=web.Berita%id=12643

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 53


BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA
PILPRES 2019 YANG BERINTEGRITAS DAN BERKUALITAS
KAJIAN PUTUSAN NO.216/DKPP-PKE-III/2014,
NO.215/DKPP-PKE-III/2014, DAN NO.255/DKPP-PKE-III/2014
LEARNING FROM LEGISLATIVE AND PRESIDENTIAL ELECTION
OF 2014 TO MANAGE A MORE QUALIFIED AND INTEGRITY OF
2019'S PRESIDENTIAL ELECTION
KAJIAN PUTUSAN NO.216/DKPP-PKE-III/2014,
NO.215/DKPP-PKE-III/2014, DAN NO.255/DKPP-PKE-III/2014

Safriadi

ABSTRAK/ABSTRACT

Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu legislatif dan Pilpres


2014 umumnya disebabkan oleh sikap tidak netral dan kecenderungan
berpihak terjadi pada setiap tahapan, baik pemilu legislatif, pilpres, dan
pemilukada. Pelanggaran kode etik mulanya bermuara dari tahapan
penanganan daftar pemilih (DPT), pendiskualifikasian karena persyaratan
seperti ketercukupan jumlah dukungan atau persyaratan yang lewat
waktu, penyalahgunaan jabatan, wewenang, dugaan suap dalam
pembentukan badan penyelenggara pemilu, netralitas, imparsialitas, dan
penetapan yang tidak cermat. Pengelolaan tahapan pemilu kerap disusupi
kepentingan oknum penyelenggara dengan bertindak tidak netral dalam
pengambilan kebijakan. Fakta pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2014
menunjukkan pada tahap krusial seperti penetapan persyaratan caleg
hingga pada penghitungan suara, penetapan pasangan calon misalnya,
di beberapa daerah dilakukan tidak netral sehingga dalam keterbatasan
waktu timbul ketidakseragaman persepsi dan memicu perdebatan hingga
tanpa keputusan. Modus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu
yang dilakukan anggota penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu di
semua jajaran terkonfirmasi dengan jelas lewat proses persidangan DKPP.
Dengan mekanisme sistem persidangan kode etik yang terbuka dapat
membantu majelis persidangan untuk menganalisis dengan lebih cermat
lagi berdasarkan data, dokumen laporan/pengaduan yang diberikan
pelapor/pengadu hingga mengeluarkan putusan.

Code violations organizers legislative and presidential elections in 2014


is generally caused by a neutral attitude and tendency siding occur at any
stage, whether legislative elections, presidential elections, and the election.
Violations of the code of conduct initially comes down from the stage of the
handling of the voters list (DPT), disqualification due to requirements such

54 Vol. 2, Nomor 2, JUNI 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

as the adequacy of the amount of support or the requirements of the passing


of time, abuse of office, authority, allegations of bribery in the formation of
the election management body, neutrality, impartiality and determination
are not careful. Management of election stages often compromised the
interests of unscrupulous organizers to act is not neutral in policy making.
Facts implementation pileg and presidential elections in 2014 show at such
a crucial stage of the determination of the terms of candidates to the vote
count, the determination of the candidate, for example, in some areas do
not neutral so that the time constraints arising heterogeneity of perception
and spark debate up without a decision. Mode of election organizers code
violations committed by members of the election management KPU and
Bawaslu at all levels clearly confirmed through court proceedings DKPP.
With the court system mechanism that opens the code of conduct can assist
the panel hearing to analyze more carefully again based on data, documents,
reports/complaints given the complainant/ complainant to issue a verdict.

Kata Kunci: Mewujudkan Pemilu Berintegritas


Keyword : Realising Election Integrity

A. PENDAHULUAN berlaku merupakan pelanggaran kode


etik penyelenggara pemilu.
Pelanggaran kode etik
Standar internasional pemilu
penyelenggara pemilu merupakan
demokratis menggariskan, setiap
pelanggaran prinsip moral dan
pelanggaran dalam pemilu diselesaikan
etika penyelenggara pemilu yang
secara demokratis; penyelesaian
berpedoman pada sumpah/janji
perkara-perkara pemilu dimaksudkan
sebelum menjalankan tugas sebagai
untuk mencapai derajat keadilan
penyelenggara dan asas penyelenggara
dalam penyelenggaraan pemilu; tidak
pemilu, peraturan perundang-
diselesaikannya perkara-perkara
undangan penyelenggaraan pemilu
pemilu berakibat pada terciderainya
serta peraturan perundang-undangan
proses penyelenggaraan pemilu
lainnya yang berlaku. Sedangkan
itu sendiri. Khusus penyelesaian
pelanggaran pada prinsip-prinsip
pelanggaran kode etik penyelenggara
moral dan etika penyelenggara pemilu
pemilu dimaksudkan untuk menjaga
berpedoman pada sumpah/janji
integritas penyelenggara pemilu,
sebelum menjalankan tugas sebagai
dengan terjaganya integritas
penyelenggara pemilu dan asas
penyelenggara pemilu memengaruhi
penyelenggara pemilu, dan peraturan
integritas tahapan pemilu serta hasil-
perundang-undangan mengenai
hasil pemilu; tak diselesaikannya
penyelenggara pemilu dan peraturan
perkara pelanggaran-pelanggaran
perundang-undangan lainnya yang
kode etik penyelenggara pemilu

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 55


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

berarti sama dengan tindakan untuk tertentu. Adapun bentuk-bentuk


tak menyelamatkan kepentingan pelanggaran kode etik penyelenggara
masyarakat pemilih. pemilu yang sering digunakan
Pada kasus kecurangan antara lain: netralitas imperealitas,
penyelenggaraan Pemilu Legislatif profesionalitas, ketidakcermatan,
dan Pilpres 2014, maka ada 3 penetapan paslon terpilih, penanganan
bentuk kecurangan yang terjadi, DPT, abuse of power, mengabaikan
yakni pelanggaran administrasi, putusan pengadilan, melalaikan tugas,
pelanggaran pidana dan pelanggaran penyuapan, dan seleksi penyelenggara
kode etik. Dengan modus yang sering pemilu, serta konflik internal.
digunakan antara lain, penyelenggara Maka secara umum trend
pemilu bekerja cenderung melalaikan pelanggaran terdapat dalam empat
peraturan perundang-undangan bentuk. Pertama, beli kursi (seat
dan kode etik penyelenggara buying), kedua, praktik beli pengaruh
pemilu, penyelenggara pemilu (influence buying), ketiga, praktik
menghilangkan hak pilih masyarakat, pembelian penyelenggara pemilu,
penyelenggara pemilu menggunakan keempat adalah praktik pembelian
jabatan dan kewenangannya untuk suara, yang dilakukan kandidat
mengarahkan penyelenggara pemilu dengan memberikan uang atau bentuk
lainnya mendukung partai atau caleg bantuan lainnya kepada calon pemilih.
tertentu, hal ini banyak dilakukan Pada pelaksanaan Pileg 2014
oleh komisioner KPU didaerah dengan mengambil kasus Gorontalo,
dengan mengarahkan PPK maupun sebagaimana dalam penanganan
PPS untuk mendukung caleg tertentu, DKPP sejak kasus dilaporkan pada
penyelenggara pemilu mengubah tanggal 18 Juni 2014, dengan akta
berita acara hasil perhitungan suara penerimaan pengaduan No.555/I-
untuk memenangkan partai atau caleg P/L-DKPP/2013, yang diregistrasi
tertentu, hal ini banyak dilakukan dengan perkara No.217/DKPP-PKE-
mulai dari tingkat KPPS sampai dengan II/2013 (Putusan No.217/DKPP-PKE-
KPU Kab/KPU Prov. Penyelenggara III/2014, Putusan No.216/DKPP-
pemilu (Bawaslu/Panwaslu) di PKE-III/2014, dan Putusan No.2015/
beberapa daerah terkesan lamban DKPP-PKE-III/2014). Inti masalah
memproses temuan maupun laporan yakni, para teradu telah melakukan
pelanggaran pemilu yang dilaporkan perbuatan melanggar kode etik
oleh masyarakat, penyelenggara dengan menghilangkan hak konstitusi
pemilu menerima suap dari partai atau pengadu sebagai calon terpilih peraih
caleg tertentu, Penyelenggara bermain suara terbanyak pertama. Para teradu
dan intervensi dalam pengadaan telah melakukan tindakan yang
logistik pemilu dan pengelolaan tidak adil dan tidak netral dalam
keuangan pemilu, penyelenggara membuat keputusan penggantian
pemilu membuat kebijakan yang untuk meloloskan calon tertentu,
menguntungkan partai atau caleg ini membuktikan ketidaknetralan

56 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

teradu KPU Kota Gorontalo. Dengan undang dan peraturan terutama UU


melakukan perbuatan yang ikut No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR,
campur dalam urusan internal yang DPD dan DPRD Pasal 220; UU No.2
merupakan kewenangan Partai Tahun 2011 tentang Partai Politik,
Bulan Bintang dengan mengabaikan Pasal 32 dan Pasal 33; dan UU No.15
surat-surat DPP Partai Bulan Bintang Tahun 2011 tentang Penyelenggara
tersebut. Ini memperlihatkan para Pemilu pada pasal 2; serta PKPU No
teradu KPU Kota Gorontalo berpihak 29 Tahun 2013 yang telah diubah
kepada calon tertentu. dengan PKPU No.8 tahun 2014, Bab
Dalam hal ini KPU Kota Gorontalo IV penggantian calon terpilih Pasal 50
(lama) telah menetapkan pengadu dan pasal 51, serta Pasal 52.
sebagai caleg terpilih anggota DPRD Fakta yang terungkap dalam
Kota Gorontalo melalui Berita Acara persidangan, dan setelah memeriksa
No.25/BA/V/2014 tertanggal 28 Mei keterangan para pengadu, memeriksa
2014 tentang rapat pleno tertutup jawaban dan keterangan para teradu,
penetapan calon terpilih anggota memeriksa keterangan terkait,
DPRD Kota Gorontalo pemilu 2014, serta bukti-bukti dokumen yang
dan Surat Keputusan No.16/Kpts/ disampaikan para pengadu dan
KPU.Kota-027.436571/2014 tanggal para teradu, maka dapat mengambil
28 Mei 2014 tentang penetapan kesimpulan. Putusan:No.217/
calon terpilih anggota DPRD Kota DKPP-PKE-III/2014, bahwa: DKPP
Gorontalo, atas nama penggugat. berwenang mengadili pengaduan
Tetapi setelah ada pergantian pengadu; pengadu memiliki
seluruh ketua dan anggota KPU Kota kedudukan hukum (legal standing)
Gorontalo, secara sepihak para teradu untuk mengajukan pengaduan a
KPU Kota Gorontalo telah melakukan quo; dan teradu I hingga teradu V
penggantian atau membatalkan surat terbukti melakukan pelanggaran
keputusan KPU (lama) yang sudah kode etik penyelenggara pemilu.
disahkan secara nasional, dengan Untuk selanjutnya dapat mengambil
tanpa adanya bukti baru. KPU Kota keputusan untuk mengabulkan
Gorontalo juga tidak independen pengaduan para pengadu untuk
disaat mengeluarkan keputusan seluruhnya; selanjutnya menjatuhkan
penggantian dan membatalkan sanksi berupa pemberhentian
pengadu I karena beralasan, adanya tetap kepada lima orang teradu dan
surat DPC PBB Kota Gorontalo memerintahkah kepada KPU Provinsi
dan DPW PBB Provinsi Gorontalo Gorontalo untuk menindaklanjuti
yang menegaskan sepihak, bahwa putusan tersebut sesuai ketentuan
surat pemecatan pengadu I telah peraturan perundang-undangan;
sah secara hukum, sehingga dalam serta memerintahkan kepada KPU
persidangan DKPP hingga keluar RI dan Bawaslu RI untuk mengawasi
putusan disimpulkan bahwa KPU Kota pelaksanaan putusan. Maka dengan
Gorontalo telah melanggar undang- sendirinya terlihat bahwa putusan

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 57


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

DKPP, menyelesaikan setiap oleh penyelenggara pemilu (KPU


pelanggaran secara demokratis untuk dan Bawaslu) serta tingkat legitimasi
mencapai derajat keadilan dan tidak masyarakat terhadap pelaksanaan
cideranya dalam penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2014?
pemilu, demi menjaga integritas
proses dan tahapan serta hasil-hasil B.1. Metode dan Pengumpulan Data
pemilu, hal tersebut merupakan Dalam tulisan ini penulis
tindakan untuk menyelamatkan berusaha menggambarkan dan
kepentingan masyarakat pemilih. menjelaskan bagaimana muncul dan
Masalah yang sama juga berkembangnya kebijakan KPU Kota
terjadi pada penanganan kasus Gorontalo pada pelaksanaan pileg
dugaan pelanggaran kode etik tahun 2014 yang menyebabkan para
penyelenggaraan pilpres. Ketua pengadu H. Zulkarnain M. Dunda,
dan para anggota KPU pusat Hadi Sutrisno Daud, dan Rauf Ali
diadukan oleh pasangan capres melaporkan ketua dan anggota KPU
dan wakil presiden Prabowo-Hatta, Kota Gorontalo Thaib Saleh, Abdulah
melalui kuasa hukum mereka M. Mansyur, Asni Abubakar, Jusrin Kadir,
Mahendradatta, Didik Supriyanto, dan Nurul Syamsu Pana ke DKPP, serta
Sutedjo Sapto Jalu, Warno, Sahroni, ketua dan anggota KPU RI Husni Kamil
Guntur Fattahillah, Ega Windratno. Manik, Ferry Kurnia Rizkiansyah,
Pasangan capres dan wakil presiden Ida Budhiati, Arif Budiman, Sigit
Prabowo-Hatta ini mengadukan Pamungkas, Hadar Nafis Gumai,
ketua KPU Husni Kamil Manik, dan dan Juri Ardiantoro diadukan oleh
anggota Ferry Kurnia Rizkiansyah, pasangan Capres-Cawapres nomor
Ida Budhiati, Arif Budiman, Hadar urut 1 Prabowo-Hatta melalui kuasa
Nafis Gumay, Juri Ardiantoro, dan hukum mereka M. Mahendradatta,
Sigit Pamungkas. Ketua dan anggota Didi Supriyanto, Sutejo Sapto Jalu,
KPU dianggap telah melalaikan tugas Warno, Sahroni, Guntur Fattahillah,
sebagai penyelenggara pemilu karena dan Ega Windratno, dan berdasarkan
tidak cermat dalam menertibkan Putusan DKPP No.255/DKPP-PKE-
KPU dibawahnya sehingga kasus III/2014 kelimanya dijatuhi sanksi
pembukaan kotak suara dianggap peringatan.
merugikan pasangan capres dan wakil Tulisan ini merupakan studi kasus
presiden Prabowo-Hatta. (case study) terhadap putusan No.216/
DKPP-PKE-III/2014, No.215/DKPP-
B. Rumusan Masalah
PKE-III/2014, dan No.255/DKPP-
Berdasarkan pemaparan diatas, PKE-III/2014 terkait penanganan
bagaimana dampak dari perubahan pelanggaran kode etik penyelenggara
kebijakan etik pengelolaan tahapan pemilu pada pelaksanaan Pileg dan
penyelenggaraan pemilu oleh Pilpres 2014 yang lalu pada kasus KPU
penyelenggara atas putusan DKPP Kota Gorontalo dan KPU RI. Dengan

58 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

menggunakan metode eksploratif membandingkan kesaksian lisan


dan analisis yang cermat dan intensif dengan catatan tertulis), atau
mengenai keadaan suatu unit sosial, mengacu pada perspektif teoritis yang
yaitu berupa pribadi, suatu keluarga, berbeda”. (p. 27).
institusi, kelompok kebudayaan atau Tulisan ini berusaha menjelaskan
kelompok masyarakat. Adapun yang dengan mendasarkan pada data-
diteliti dalam tulisan ini terdapat data primer dan sekunder yaitu data
dua kasus, sesuai dengan pendapat dan dokumen yang termuat dalam
Apter maka penelitian menggunakan putusan serta dokumen pendukung
tipologi penelitian dengan metode lain. Adapun metode yang digunakan
konfigurasional sehingga bukan di dalam objek kajian pengumpulan
merupakan metode penelitian data yaitu kajian terhadap Putusan
komparasi atau simulasi, atau dalam No.216/DKPP-PKE-III/2014, dan
konteks ini menurut Whitney, No.215/DKPP-PKE-III/2014, serta
suatu penelitian kasus menurut No.255/DKPP-PKE-III/2014 dan
jenisnya, digolongkan dalam studi kajian pustaka yang mendalam.
dengan metode deskriptif. Metode Dengan menggunakan instrumen dan
penulisan ini tentunya didasari metode seperti ini maka akan sangat
oleh upaya untuk lebih memahami berguna karena saling mengisi dan
latar belakang kelalaian yang melengkapi. Karena kajian putusan
menimbulkan pelanggaran kode dan metode pengumpulan dan analisis
etik pemilu, dengan pendekatan data bersifat kepustakaan merupakan
metode deskriptif-analisis, mengenai metode yang lazim dilakukan di dalam
pelanggaran kode etik penyelenggara sebuah penelitian.
pemilu yang dilakukan oleh KPU Kota
Gorontalo dan KPU RI pada Pileg dan B.2. Kerangka Teori
Pilpres 2014 serta peran dan fungsi
Para ilmuan politik memberikan
lembaga peradilan etik DKPP dalam
pengertian mengenai sistem pemilu
mewujudkan pemilu berintegritas.
memiliki relasi yang sangat erat dengan
Sedangkan untuk cakupan sumber
sistem perwakilan proporsional
data dan teknik pengumpulan data
(proportional representation,
pada kajian ini adalah menggunakan
selanjutnya akan disingkat PR) dengan
metode pendekatan triangulation
sistem multi partai di satu pihak, serta
sebagaimana dikemukakan Boy
antara sistem pemilihan distrik (single
S. Sabarguna (2006), “dengan
member district) dengan sistem dua
mengumpulkan bukti-bukti dari
partai di pihak lain. Dari hubungan
dokumen-dokumen pemeriksaan
ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
dan persidangan secara saksama
sistem pemilihan merupakan faktor
dan dari berbagai sumber yang
penting yang menentukan tipe sistem
berbeda-beda dan berdiri sendiri-
kepartaian. Maurice Duverger pada
sendiri, dan seringkali juga dengan
tahun 1950 menguraikan pengaruh
alat yang berbeda-beda (contoh:

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 59


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

sistem-sistem pemilihan secara memiliki makna yang sama yakni


menyeluruh. Pendekatan yang dipakai bagaimana suara rakyat dalam pemilu
Duverger adalah konsep polarisasi dan dapat menentukan perolehan kursi
depolarisasi. Polarisasi terdapat pada bagi setiap calon anggota DPR, DPD,
sistem suara mayoritas dan merupakan dan DPRD maupun capres dan wakil
hasil dari proses dua tingkat (two fold presiden yang tentu melalui sebuah
process). Fase pertama dari proses mekanisme politik yang teratur.
ini disebut sebagai proses “mekanis”. Indonesia setelah reformasi dan
Proses tersebut menghasilkan perubahan atas UU Pemilu dari waktu
fenomena “over-representation” dan ke waktu (UU No.3 Tahun 1999, UU
“under-representation”. Duverger No.12 Tahun 2003, UU No.22 Tahun
menunjukan bahwa presentase jumlah 2007 dan UU No.15 Tahun 2011)
kursi yang dimenangkan oleh partai- telah memilih menggunakan sistem
partai mayoritas, mereka cenderung electoral threshold (ET) khususnya
mengalami over-representation. Fase pada pemilu 1999, dan pada pemilu
kedua meliputi apa yang disebut 2004 meningkat menjadi sistem
sebagai faktor “psikologis”. (John G. parliamentary threshold (PT) atau
Grumm, 1996: 65). penggunaan ambang batas dari 2,5
Sistem pemilu juga diartikan hingga pada Pemilu 2009 menjadi 3,5
sebagai suatu kumpulan metode persen untuk nasional. Dengan sistem
atau cara warga masyarakat memilih multi-partai dan proporsional terbuka
para wakil mereka (Lijphart, 1995). serta putusan Mahkamah Konstitusi
Manakala sebuah lembaga perwakilan No.22-24/PUU-VI/2008 tentang suara
rakyat—apakah itu DPR ataupun terbanyak memberikan implikasi
DPRD–dipilih, menurut Afan Gaffar, positif dalam penerapan sistem
maka sistem pemilihan mentransfer pemilu demokratis.
jumlah suara dalam jumlah kursi. Sebuah pemerintahan
Sementara itu, pemilihan presiden, mendapatkan keabsahan dari
gubernur dan bupati, yang merupakan keberhasilannya yang memperoleh
representasi tunggal dalam sistem mandat dari rakyat untuk memerintah.
pemilihan, dasar jumlah suara yang Cara memperoleh mandat sangat
diperoleh menentukan siapa yang penting bagi mutu keabsahan itu
menang dan siapa yang kalah. Dengan dan bagi kesediaan semua pihak
kenyataan seperti ini, maka penting mengakuinya. Pemilu yang tidak
sebenarnya menerapkan sistem memiliki keabsahan melahirkan
pemilu demokratis. (Afan Gaffar, keadaan tidak stabil dan lingkungan
1999: 255). yang mendorong korupsi berkembang
Dari pengertian-pengertian biak dengan cepat. Otoritas moral
tersebut, dapat dimaknai secara seperti itu akan jauh lebih kuat bila
konsepsional, bahwa sistem pemerintah hasil pemilu diakui telah
pemilihan baik bersifat distrik terpilih sesuai dengan undang-undang
maupun proporsional sesungguhnya dibawah pengawasan KPU yang

60 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

independen. (Jeremy Pope, 2003: 305- kebebasan masyarakat (civil liberties).


306). Dalam konteks ini, pemilihan Senada dengan Dahl, Juan Linz
legislatif dan pilpres 2014 berdasarkan mengajukan pengertian demokrasi
ketentuan UU No.15 Tahun 2011 secara lebih ketat. Menurutnya, sebuah
tentang Penyelenggara Pemilu, terdiri sistem politik baru bisa dikatakan
dari tiga lembaga sekaligus sebagai demokratis kalau ia: (1) memberi
satu kesatuan penyelenggara pemilu kebebasan bagi masyarakatnya
yakni KPU, Bawaslu, dan DKPP. untuk merumuskan preferensi-
KPU sebagai penyelenggara teknis, preferensi politik mereka melalui
Bawaslu berfungsi mengawasi, dan jalur-jalur perserikatan, informasi,
DKPP berfungsi menegakkan kode dan komunikasi; (2) memberikan
etiknya. kesempatan bagi warganya untuk
Pemilu merupakan cara yang sah bersaing secara teratur, melalui cara-
untuk berebut kekuasaan politik. cara damai; dan (3) tidak melarang
Pemilu juga merupakan ujian bagi siapapun untuk memperebutkan
mereka yang sedang berkuasa jabatan-jabatan politik yang ada.
(incumbent). Pemilu merupakan (Bahtiar Effendy, 1999: 106).
sarana dalam rangka memperoleh Pergeseran sistem pemilu di
mandat rakyat. Pemilu merupakan Indonesia pasca amandemen UUD
kehendak mutlak bangsa Indonesia 1945 dari sistem pemilu yang
sebagai penganut sistem demokrasi. semula bersifat prosedural ke sistem
(Abdillah Fauzi Achmad, 2012: 479). substansial cukup prospek dan telah
Banyak teoritisi yang berpendapat memberikan arah baru bagi sistem
bahwa hendaknya demokrasi pemilu, apakah itu pemilihan anggota
tidak semata-mata dipersepsi DPR, DPD, DPRD maupun capres dan
atau dikonseptualisasikan sebagai wakil presiden yang relatif dalam
sebuah “metode politik” (political implementasinya dapat dikatakan
method), tetapi juga sebagai suatu demokratis. Apalagi UU No.22 Tahun
“tujuan etnis” (ethical end). Dalam 2007 tentang Penyelenggara Pemilu
pengertian ini menurut Bahtiar mengamanatkan pembentukan
Effendy, demokrasi bisa dipandang lembaga Dewan Kehormatan Komisi
secara berbeda, sebenarnya ada dua Pemilu (DK KPU) bersifat ad hoc
unsur atau “family resemblances” dan kemudian pada revisi UU No.22
yang membuat sebuah sistem dapat Tahun 2007 menjadi UU No.15 Tahun
disebut demokratis. Robert A. Dahl 2011 tentang Penyelenggara Pemilu
menjelaskan, bahwa sebuah rezim meningkatkan kapasitas lembaga
politik dapat dianggap demokratis penegak kode etik penyelenggara
kalau ia: (1) menyelenggarakan pemilu ini menjadi DKPP (Dewan
pemilihan yang terbuka dan bebas; Kehormatan Penyelenggara Pemilu)
(2) mengembangkan pola kehidupan bersifat permanen dan ditingkatkan
politik yang kompetitif; (3) dan tugas dan wewenangnya, dari
memberi perlindungan terhadap semula DK KPU hanya memberikan

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 61


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

rekomendasi kepada penyelenggara kasus penanganan pelanggaran


pemilu (KPU) sekarang menjadi kode etik penyelenggara pemilu
berwenang memberikan sanksi, baik khususnya pileg dan pilpres 2014
berupa sanksi peringatan, sanksi yang ditangani DKPP melalui putusan
pemberhentian sementara dan sanksi No.216/DKPP-PKE-III/2014, dan
tetap maupun merehabilitasi nama No.215/DKPP-PKE-III/2014, serta
baik bagi yang tidak terbukti. Pada No.255/DKPP-PKE-III/2014 terkait
titik inilah integritas dan kredibilitas kasus pileg yang melibatkan ketua
penyelenggara pemilu diawasi DKPP. dan anggota KPU Kota Gorontalo
Dengan kewenangan memberikan dan ketua dan anggota KPU RI pada
sanksi teguran, peringatan, dugan pelanggaran kode etik pilpres
pemberhentian sementara dan tetap 2014 yang diadukan pasangan capres-
bagi anggota penyelenggara pemilu cawapres nomor urut 1 melalui kuasa
yang terbukti melanggar kode etik hukum mereka M.Mahendradatta, Didi
penyelenggara pemilu maka kualitas Supriyanto, Sutejo Sapto Jalu, Warno,
pemilu demokratis dan berintegritas Sahroni, Guntur Fattahillah, dan Ega
dapat terjaga dengan baik. Windratno, dan berdasarkan Putusan
DKPP No.255/DKPP-PKE-III/2014
C. PEMBAHASAN kelimanya dijatuhi sanksi peringatan.
C.1. Pemilu yang Berintegritas Dalam putusan No.217/DKPP-
PKE-III/2014, dan No.216/DKPP-
Pemilu berintegritas (electoral PKE-III/2014, serta No.215/DKPP-
integrity) tidak hanya menjadi fokus PKE-III/2014 terkait penanganan
perhatian negara-negara maju dan kode etik penyelenggara pemilu
berkembang tetapi sudah menjadi pada pileg 2014 dengan teradu ketua
pusat perhatian pada perbaikan dan anggota KPU Kota Gorontalo
kualitas demokrasi negara-negara di dengan melihat pengadu memiliki
dunia. Hal ini terlihat dari pemikiran kedudukan hukum (legal standing),
dan mendorong isu percepatan lalu dikeluarkanlah putusan yang
pentingnya membangun infrastruktur mengabulkan pengaduan pengadu
etik sebagai instrumen penopang untuk seluruhnya. Putusan
sistem pemilu dan demokrasi yang mengabulkan pengaduan untuk
berintegritas (democratic electoral seluruhnya dengan menjatuhkan
processes). DKPP sebagai lembaga sanksi berupa pemberhentian tetap
penegak kode etik penyelenggara kepada teradu I hingga teradu V
pemilu dalam menjaga dan mengawal masing-masing Thaib Saleh, Abdullah
kehormatan Pileg dan Pilpres 2014 Mansyur, Asni Abu Bakar, Jusrin Kadir,
telah menerapkan prinsip-prinsip dan Nurul Syamsu Pana selaku ketua
negara hukum yang beretika (rule dan anggota KPU Kota Gorontalo
of law and the rule of ethics) secara dan sekaligus memerintahkah
bersamaan. KPU Provinsi Gorontalo untuk
Hal inilah yang tercermin dalam menindaklanjuti putusan sesuai

62 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

ketentuan peraturan perundang- Kota Gorontalo No.16/Kpts/KPU.


undangan; dan memerintahkan Kota-027.436571/2014 tanggal 28
KPU RI dan Bawaslu RI mengawasi Mei 2014 tentang Penetapan Calon
pelaksanaan putusan. Terpilih Anggota DPRD Kota Gorontalo
Sedangkan dalam putusan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD
No.255/DKPP-PKE-III/2014 terkait Tahun 2014. Pada tanggal 2 Juni
pengaduan perkara pelanggaran 2014, terjadi pergantian anggota KPU
kode etik pada penyelenggara Pilpres Kota Gorontalo dengan menyisakan
2014 yang diadukan pasangan seorang nama Jusrin Kadir, (teradu
capres cawapres nomor urut 1 IV), setelah 9 (sembilan) hari dilantik
Prabowo-Hatta dan teradu ketua sebagai Ketua dan anggota KPU
dan anggota KPU RI, putusan dengan Kota Gorontalo, teradu menggelar
menerima sebagian pengaduan rapat pleno dengan salah satu
dengan menjatuhkan sanksi berupa agenda mengevaluasi dan merevisi
peringatan kepada teradu I hingga Keputusan KPU No.16/Kpts/KPU.
teradu VII yakni Husni Kamil Manik, Kota-027.436571/2014 tanggal 28
Ferry Kurnia Rizkiansyah, Ida Mei 2014.
Budhiati, Arif Budiman, Hadar Nafis Rapat pleno memutuskan
Gumay, Sigit Pamungkas, dan Juri menggugurkan caleg terpilih
Ardiantoro (Ketua dan Anggota KPU Zulkarnain M. Dunda dan mengganti
RI), dan memerintahkan Bawaslu RI dengan Hasyim Alhabsyi melalui
mengawasi terhadap pelaksanaan surat keputusan No.17/Kpts/KPU.
putusan dimaksud“. Kota-027.436571/2014 tentang
Dalam pertimbangan putusan Penggantian Calon Terpilih Anggota
terkait penanganan pelanggaran DPRD Kota Gorontalo Partai Bulan
kode etik penyelenggara pemilu pada Bintang Daerah Pemilihan Kota
pelaksanaan Pileg 2014 dengan teradu Gorontalo III Pemilu Anggota DPR,
ketua dan anggota KPU Kota Gorontalo DPD, dan DPRD tanggal 11 Juni
yang diadukan oleh H. Zulkarnain M. 2014. Pengadu menilai keputusan
Dunda, Hadi Sutrisno Daud, dan Rauf para teradu merupakan pelanggaran
Ali, pada intinya dinyatakan bahwa berat terhadap ketentuan yang hanya
para pengadu menganggap ketua dan pada surat penegasan yang diajukan
anggota KPU Kota Gorontalo telah ketua DPC PBB Kota Gorontalo No.B-
menetapkan Zulkarnain M. Dunda 213/PCKGT-Sek./07/1435 perihal
sebagai caleg terpilih anggota DPRD Pengesahan Kepastian Hukum Atas
Kota Gorontalo di dalam Berita Acara Keputusan DPC PBB Kota Gorontalo.
No.25/BA/V/2014 tanggal 28 Mei Padahal, DPP PBB melalui Surat
2014 sesuai rapat pleno tertutup No.B-1219/DPP-Sek/07/1435 yang
penetapan calon terpilih anggota ditujukan kepada Ketua KPU Kota
DPRD Kota Gorontalo pada pemilu Gorontalo sudah dikatakan, Surat
DPR, DPD, dan DPRD 2014 yang DPC PBB Kota Gorontalo No.SK.
dituangkan dalam Keputusan KPU PCKGT/007/2014, tidak sah karena

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 63


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

melanggar UU No.8 Tahun 2012, pada hari Jumat tanggal 25 Juli 2014,
dan AD/ART PBB. Selain itu, dengan teradu mengeluarkan Surat Edaran
merujuk bukti Keputusan No.SKR. No.1446/KPU/VII/2014 tentang
PP/1296/2014 yang memuat jabatan Penyiapan dan Penyampaian Formulir
pengadu I sebagai wakil sekretaris Model A5 PPWP dan Model C7 PPWP
jenderal DPP PBB dan sesuai Keputusan jo Surat Edaran No.1449/KPU/
No.A-1272/DPP-Sek/09/1435 yang VII/2014 tanggal 25 Juli 2014 tentang
memulihkan Zulkarnain M. Dunda, Sengketa PHPU Presiden dan Wakil
DPP PBB menyampaikan kepada Presiden Tahun 2014. Surat Edaran
teradu, berdasarkan ketentuan AD/ KPU memuat perintah kepada seluruh
ART PBB, apabila seorang anggota KPUD melakukan pembukaan kotak
pengurus dinilai melanggar disiplin suara yang tersegel. Berdasarkan
partai, maka forum pemeriksaan Pasal 149 UU No.42 Tahun 2008
tindakan indisipliner berada di tentang Pemilihan Presiden dan
tangan Badan Kehormatan sesuai Wakil Presiden dan PKPU No.21
tingkatannya. Dengan demikian, Tahun 2014 yang menyatakan “KPU
jabatan pengadu I sebagai wakil Kabupaten/Kota menyimpan menjaga
sekjen DPP PBB, maka kewenangan dan mengamankan keutuhan kotak
memeriksa adalah BK DPP PBB dan suara setelah pelaksanan rekapitulasi
bukan BK DPC PBB. Pada intinya hasil penghitungan perolehan suara
pengadu berpendapat baha para pasangan calon sehingga KPU/KIP
teradu telah melakukan pelanggaran Kabupaten/Kota wajib menyimpan,
kode etik terkait penolakan terhadap menjaga dan mengamankan kotak
3 (tiga) rekomendasi Panwaslu, suara”. Tindakan KPU mengeluarkkan
yakni No.150/Panwaslu-Kota/Gtlo/ SE untuk pembukaan kotak suara
VI/2014, terkait materi perkara a quo melanggar PKPU No.21 Tahun
dan sekaligus merupakan tindakan 2014. KPU/KIP Kabupaten/Kota
yang tidak menghormati sesama wajib menyimpan dan menjaga dan
lembaga penyelenggara pemilu. mengamankan keutuhan seluruh
Sementara dalam konteks kotak suara yang berisi surat suara
penanganan pelanggaran kode etik dari seluruh TPS diwilayah kerjanya
pilpres 2014 yang menjadikan ketua dan formulir ditingkat TPS dalam
dan anggota KPU RI sebagai teradu, keadaan tersegel. Surat edaran
putusan DKPP mendasarkan pada ini juga melanggar Pasal 38 ayat
hasil verifikasi berkas dan kajian (3) PKPU No.31 Tahun 2014, yang
dokumen pengaduan yang kemudian pada pokoknya mengatur bahwa
pleno putusan sebagaimana dalam KPU/KIP Kabupaten/Kota wajib
pertimbangan putusan dinyatakan, menyimpan kotak suara sebagaimana
pada intinya teradu melakukan dimaksud pada ayat (1) pada tempat
pelanggaran kode etik penyelenggara yang memadai dan dapat dijamin
pemilu dengan melakukan pembukaan keamanannya.
kotak suara yang tersegel, karena

64 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

C.2. Modus Pelanggaran Kode Etik dapat disimpulkan, proses demokrasi


di negara kita ini masih belum
Berdasarkan data-data laporan
berjalan sesuai dengan harapan dari
yang diterima DKPP selama
praktik dan transformasi nilai-nilai
pelaksanaan pileg dan pilpres
demokrasi itu sendiri, apalagi dari
2014 menunjukan pelanggaran
proses pelaksanaan demokrasi itu
kode etik pemilu dengan modus-
akan dapat membawa perubahan
modusnya lebih banyak pada KPU di
signifikan terhadap kesejahteraan
semua jenjang. Modus pelanggaran
masyarakat secara menyeluruh, itu
kode etik yang menyebabkan
sangat sulit diharapkan dan untuk
pemberhentian tetap umumnya
sementara waktu kita hanya bisa
karena keberpihakan anggota
mengibaratkan hanya sebagai mimpi
penyelenggara pada calon tertentu.
yang entah kapan akan terwujud.
Modus-modus pelanggaran kode
Dewasa ini sebagian pelaku politik
etik penyelenggara pemilu tersebut
potensial dengan kualitas SDM yang
terungkap melalui persidangan
memadai masih terpinggirkan dalam
DKPP yang diselenggarakan dengan
proses demokrasi karena terlalu
terbuka. Modus pelanggaran kode
dominannya money politics yang
etik penyelenggara pemilu yang
pada gilirannya mencederai output
menyebabkan pemberhentian tetap
politik. Realitas tersebut pada
umumnya seperti diungkapkan
gilirannya berkonsekuensi pada
sebelumnya, yakni selalu bermuara
hilangnya kepercayaan masyarakat
dari ketidaknetralan anggota
terhadap perangkat hukum yang
penyelenggara pada calon peserta
mengatur sistem dan proses pemilu/
pemilu. Selain keberpihakan,
pilkada. Pemilu dipraktikkan
melalaikan tugas dan fungsi yang
di Indonesia sebagai salah satu
semestinya, penyelenggara juga
wujud reformasi terkait dengan
kerap menggunakan jabatan/
obsesi untuk mengembangkan dan
wewenang untuk kepentingan
menumbuhsuburkan demokrasi.
tertentu. Penyelenggara pemilu juga
Proses pemilu/pilkada memang
kerap didapatkan menerima suap
merupakan indikator tumbuhnya
dalam penetapan paslon, proses
demokrasi, namun praktik (proses,
seleksi anggota penyelenggara,
hasil dan dampak) pemilu/
dan tahap penetapan paslon yang
pilkada selama era reformasi juga
cenderung tidak netral. Berdasarkan
menimbulkan sejumlah masalah
data laporan yang diterima DKPP,
yang runyam.
khususnya setelah penyelenggaraan
pileg dan pilpres 2014 menunjukan
C.3. Penanganan Kode Etik Pemilu
pelanggaran kode etik pemilu dengan
Legislatif 2014
modus-modusnya lebih banyak pada
KPU di semua jenjang. Secara umum penanganan
Dengan permasalahan diatas, maka pelanggaran kode etik

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 65


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

penyelenggara pemilu pasca Pileg putusan, serta sebanyak 3 ketetapan


dan Pilpres 2014 dapat diketahui yang masing-masing 237 (47,31%)
bahwa, secara keseluruhan DKPP dinyatakan direhab, 157 (31,34%)
menerima pengaduan sebanyak 800 diberikan peringatan tertulis, 5 (1%)
kasus dugaan pelanggaran kode etik, pemberhentian sementara dan 102
dan setelah pelaksanaan pileg jumlah (20,35%) diberhentian dengan tetap.
yang masuk ke DKPP sebanyak 646. Modus pelanggaran penyelenggaraan
Untuk pengaduan pelanggaran kode Pileg 2014 seperti telah dikemukakan
etik pada tahapan pelaksanaan, sebelumnya Problem akut yang
setelah dilakukan analisis dan kajian kita hadapi juga adalah praktik
mendalam ternyata ditemukan tidak oligarki kekuasaan internal partai
semua laporan harus disidangkan politik pada pelaksanaan Pileg 2014
sehingga pleno pimpinan DKPP ternyata hampir sebagian besar
kemudian memutuskan untuk di praktik kecurangan terjadi di tingkat
dismiss. Dari total pengaduan 800 Kecamatan yang melibatkan baik
pelanggaran kode etik dengan rincian secara langsung maupun tak langsung
sebagai berikut: 526 (65,75%) petugas PPK dan Panwascam.
dinyatakan dismis, dan 274 (34,25%)
kasus disidangkan. Dari jumlah 274 C.4. Penangangan Kode Etik Pilpres
kasus yang disidangkan, sebanyak 2014
296 (46,91%) anggota direhabilitasi Laporan dugaan pelanggaran kode
karena tidak terbukti, 210 (33,28%) etik penyelenggara pemilu pasca
diberikan peringatan tertulis, 5 pelaksanaan Pilpres 2014, DKPP
(0,79%) pemberhentian sementara, menerima sebanyak 21 pengaduan.
dan pemberhentian tetap sebanyak Dari 21 pengaduan tersebut, 7
120 (19,02%) anggota penyelenggara (33,33%) pengaduan dinyatakan
pemilu. Ini merupakan akumulasi dari dismiss, dan terdapat 14 (66,66%)
perkara yang diputus sebanyak 158 perkara disidangkan. Berdasarkan
yang terdiri dari 133 putusan dan 7 proses persidangan kode etik DKPP
ketetapan. yang dilaksanakan secara terbuka
Adapun pengaduan dugaan untuk umum ini ditemukan baik
pelanggaran kode etik pileg pasca berbagai bukti pelanggaran maupun
pelaksanaan yang ditangani DKPP, yang tidak terbukti dan DKPP
yakni sebanyak 646 pengaduan, dari mengeluarkan sanksi kode etik bagi
jumlah pengaduan tersebut kemudian yang terbukti melanggar dengan
dalam proses verifikasi berkas berdasarkan kadar kesalahan, dan
pengaduan terdapat 386 (59,75%) juga merehabilitasi nama baik anggota
dinyatakan dismis, sehingga sebanyak KPU dan Bawaslu yang terbukti tidak
260 (40,25%) perkara disidangkan. bersalah. Dari 14 perkara yang DKPP
Dalam persidangan DKPP, jumlah sidangkan, dan hasil persidangan
perkara yang diputus sebanyak 122, kode etik terkait pengaduan
dengan menghasilkan sebanyak 102

66 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

pelanggaran kode etik pilpres, terdapat oleh Tim pasangan Prabowo-Hatta. Para
16 perkara yang diputus, 14 putusan, pengadu baik Tim pasangan Prabowo-
dan 1 ketetapan sehingga dengan Hatta dari capres dan cawapres
demikian, anggota KPU Bawaslu nomor urut 1 maupun Tim pasangan
yang direhabilitasi sebanyak 26 capres dan cawapres Jokowi-JK nomor
(36,11%), yang diberikan peringatan urut 2 dan kelompok masyarakat
tertulis sebanyak 37 (51,39%), tidak yang mengatasnamakan unsur
ada pemberhentian sementara (0%), masyarakat mengadukan KPU Pusat/
dan terdapat 9 (12,5%) anggota Provinsi/Kabupaten/Kota, Bawaslu
penyelenggara diberhentikan secara Pusat/Bawaslu Provinsi/Panwaslu
tetap. Kabupaten/Kota, dan terhadap semua
Pelanggaran kode etik pada pengaduan kode etik penyelenggara
penyelenggaraan Pilpres 2014 yang pemilu, DKPP memprosesnya
diadukan ke DKPP oleh Tim pasangan berdasarkan fungsi dan wewenang yang
capres dan cawapres Prabowo-Hatta dimiliki. Modus pelanggaran kode etik
dan Tim pasangan Jokowi-JK serta penyelenggara pemilu yang dilakukan
dari unsur masyarakat dengan modus anggota penyelenggara pemilu yakni
pelanggaran perihal pembukaan KPU dan Bawaslu disemua jajaran dapat
kotak suara oleh KPU, persoalan diketahui dan terkonfirmasi dengan
rekomendasi surat SPKTB, persyaratan jelas pada proses persidangan DKPP.
capres, dan kasus yang boleh dikatakan Dengan mekanisme sistem persidangan
cukup menghebohkan publik yakni kode etik yang terbuka dapat membantu
pelaksanaan pilpres di Kabupaten majelis persidangan untuk menganalisis
Dogiyai Papua pada akhirnya dapat dengan lebih cermat lagi berdasarkan
ditangani dengan baik oleh DKPP. data, dokumen laporan yang diberikan
Modus lain adalah penggunaan fasilitas pelapor. Dengan demikian, dalam pleno
negara dan DPKTB yang dipersoalkan pengambilan kebijakan terkait putusan
Tabel 1
Modus-modus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, baik yang dilakukan KPU maupun
Bawaslu di semua jenjang yang pernah diproses DKPP
Jajaran Jajaran
No Jenis % % Total
KPU Bawaslu
1 Netralitas 22 75,9 7 24,1 29
2 Profesionalitas 36 75 12 25 48
3 Penetapan Paslon 72 100 - 0 72
4 Penetapan Paslon Terpilih 9 100 - 0 9
5 Penanganan DPT 6 100 - 0 6
6 Penyalahgunaan Jabatan/Wewenang 2 50 2 50 4
7 Mengabaikan Putusan Pengadilan 5 100 - 0 5
8 Melalaikan Tugas 4 100 - 0 4
9 Menerima Suap - 0 2 100 2
10 Seleksi anggota Penyelenggara Pemilu 14 37,8 23 62,2 37
11 Konflik dengan Sekretariat 1 50 1 50 2
Total 171 76,9 46 23,1 217
Sumber: Data Diolah Sekretariat DKPP per 8 Juni 2015

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 67


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

DKPP tetap berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan


hasil proses persidangan kode etik. penyelenggara pemilu. Dalam
Adapun modus pelanggaran kode etik mengatasi dan mengurangi praktik
penyelenggara pemilu selanjutnya pelanggaran kode etik penyelenggara
bisa dilihat pada tabel di atas ini: pemilu dengan berdasarkan data-
Jumlah penanganan perkara data yang diadukan dan diproses
pelanggaran kode etik penyelenggara DKPP, maka strategi yang dilakukan
pemilu baik dilakukan KPU dan ialah berusaha semaksimal untuk
Bawaslu di semua jajaran sepanjang pencegahan. Strategi pencegahan
pertengahan tahun 2012 sampai dengan sosialisasi, peningkatan
dengan akhir tahun 2013 yang diterima kapasitas penanganan melalui
dan diproses DKPP ini menunjukan Bimbingan Teknis, kampanye yang
ada perubahan signifikan dari relasi gencar, baik kampaye langsung
antara dampak putusan sidang kode maupun melalui media massa.
etik DKPP terhadap perubahan sikap Dengan strategi tersebut diharapkan
dan perilaku anggota penyelenggara agar pemangku kepentingan turut
pemilu dalam penyelenggaraan mengawasi dan melaporkan apabila
pemilu dan pemilukada di berbagai menemukan pelanggaran kode etik
daerah sepanjang tahun 2013. penyelenggara pemilu.
Artinya, dampak positif dari putusan Prinsipnya, semua proses kerja
DKPP telah mengubah pemahaman DKPP diselenggarakan secara terbuka.
etika politik dengan meningkatkan Maka semua laporan harus melalui
kesadaran ethics anggota tahapan yang teratur. Setiap laporan
penyelenggara pemilu mengenai dari penyelenggara pemilu, peserta
pentingnya menyelenggarakan pemilu pemilu, tim kampanye, dan pemilih
dan pemilukada dengan luber dan selalu diterima dan diverifikasi untuk
jurdil. dilakukan kajian mendalam untuk
Kinerja DKPP ini merupakan dipastikan di pleno apakah diproses
prospek yang positif bagi atau ditolak karena tidak memenuhi
pengembangan tradisi berdemokrasi dua unsur berupa keterangan saksi;
yang sehat. DKPP dengan produk keterangan ahli; surat/tulisan;
putusan yang final dan mengikat petunjuk; keterangan pihak atau data
telah memberikan daya sumbang dan informasi yang dapat dibaca atau
yang positif bagi upaya perbaikan dan didengar karena terdapat pelapor/
penataan sistem etika politik dan etika pengadu yang hanya mencari-cari
pemerintahan diera modern. Putusan kesalahan–tidak siap kalah dan
DKPP setidaknya menjadi tolok ukur menjadikan penyelenggara sebagai
sejauhmana perubahan sikap dan tempat pelampiasan emosi. Apabila
perilaku serta sebera peduli anggota dalam persidangan Majelis Sidang
penyelenggara pemilu meningkatkan memastikan bahwa teradu terbukti
dan mengamalkan nilai-nilai ethics melanggar kode etik maka DKPP
khususnya dalam menjalankan menjatuhkan sanksi yakni dari sanksi

68 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

teguran tertulis; pemberhentian dugaan dalam pelanggaran pelaksanaan


sementara; atau pemberhentian pileg dan pilpres 2014 sebagaimana
tetap. dilaporkan oleh Zulkarnain M.Dunda,
Tugas DKPP menerima laporan Hadi Sutrisno Daud, dan Rauf Ali,
dugaan pelanggaran kode etik yang mengadukan ketua dan anggota
penyelenggara pemilu, melakukan KPU Kota Gorontalo, yakni, Thaib
penyelidikan, verifikasi, dan Saleh, Abdulah Mansyur, Asni Abu
pemeriksaan laporan dugaan Bakar, Jusrin Kadir, dan Nurul Syamsu
pelanggaran kode etik penyelenggara Pana, yang disidangkan oleh DKPP
pemilu, menetapkan putusan dalam perkara pelanggaran kode etik
dan menyampaikan putusan penyelenggaraan pileg, dan DKPP juga
kepada pihak-pihak terkait untuk menyidangkan para teradu lain dalam
ditindaklanjuti. DKPP juga memiliki kasus pilpres yang diadukan yakni dari
wewenang memanggil terlapor yang pasangan capres dan cawapres Prabowo
diduga melakukan pelanggaran kode Subianto dan Hatta Rajasa melalui kuasa
etik untuk memberikan penjelasan hukum mereka M. Mahendradatta,
dan pembelaan. Memanggil pelapor, Didik Supriyanto, Sutejo Sapto Jalu,
saksi, dan/atau pihak-pihak Warno, Sahroni, Guntur Fattahillah, Ega
lain yang terkait untuk dimintai Windratno, yang mengadukan ketua
keterangan termasuk dokumen dan anggota KPU RI, Husni Kamil Manik,
atau bukti lain. Memberikan sanksi Ferry Kurnia Rizkiansyah, Ida Budhiati,
kepadapenyelenggara pemilu yang Arief Budiman, Hadar Nafis Gumay,
terbukti melanggar kode etik. Kasus Sigit Pamungkas, dan Juri Ardiantoro,
pelanggaran kode etik penyelenggara ketujuhnya ditempatkan sebagai teradu
pemilu yang melibatkan anggota dalam penanganan kasus dugaan
penyelenggara seiring berjalannya pelanggaran kode etik penyelenggara
waktu semakin terkendali dengan pilpres 2014 tidak sependapat
putusan-putusan DKPP yang dengan persepsi sebagian kalangan
pemecatan, peringatan maupun bahwa pemilu 2014 memiliki potensi
rehabilitasi. kecurangan dan mengancam legitimasi
politik pemerintahan yang dibentuk.
C.5. Telaah Putusan DKPP dan Untuk menjawab pesimisme publik
Prospek Penegakan Kode Etik pada pemilu 2019 yang akan datang,
Betapapun pelanggaran kode etik DKPP setidaknya telah membuat
pemilu legislatif dan pilpres 2014 terobosan positif dengan menjadikan
yang lalu telah menguras energi lembaga peradilan etik terbuka ini
optimisme masyarakat, namun sebagai rule model pemilu berintegritas.
putusan DKPP No.16/DKPP-PKE- Hukum disatu sisi ditegakan dan
III/2014, dan No.215/DKPP-PKE- pada sisi yang sama etika pun harus
III/2014, serta No.255/DKPP-PKE- ditegakan. Pada pemilu 2014, DKPP
III/2014 terkait penanganan kasus telah memastikan terciptanya ruang
kompetisi bagi peserta pemilu yang fair–

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 69


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

pemilu sebagai instrumen penting untuk etika bernegara sangat ditentukan


mewujudkan good governance dan sejauhmana relasi antara tekad dan
pelayanan publik yang baik (excellent kemauan bersama semua pihak.
management of public services and Ada banyak argumen penting
policies). Selama ini sanksi bagi pejabat menjadi acuan pemikiran betapa
negara dengan pendekatan hukum urgensinya menerapkan teori
terasa lamban karena butuh waktu konvergensi norma etika dan norma
panjang sehingga berimplikasi negatif hukum di tengah kelunturan norma
terhadap institusi negara. Institusi agama. Mengingat ide penataan sistem
yang dipimpin pejabat fungsional etika bernegara merupakan substansi
maupun struktural yang tengah amanat konstitusi sehingga diperlukan
menghadapi kasus korupsi misalnya, pemahaman komprehensif mengenai
proses hukumnya benar-benar peradilan etika. Etika dalam konsep
memakan waktu lama dan mengganggu dan praktik nyata pada fase generasi
kepercayaan publik pada lembaga modern mengalami perkembangan
bersangkutan. Artinya, proses yang pengertian. Dari konteks itulah dapat
lamban dan yang bersangkutan belum dipahami, bahwa Ketua DKPP Jimly
dinyatakan tersangka tetapi institusi Asshiddiqie yang juga dua periode telah
sudah tersandra dengan distrust. memimpin DK-KPU ini dengan ide dan
Oleh sebab itu untuk mewujudkan komitmennya pada keadilan restoratif
kemandirian dan imparsialitas mencoba memadukan pengalaman
kelembagaan, KPU dan Bawaslu historis-empirik yang konstruktif
diperlukan penegakan rule of law and menjadi titik tolak transformasi nilai-
the rule of ethics. Penyelenggara pemilu nilai demokrasi dalam pengertian
yang tidak berpihak dan dalam praktik pemilu berintegritas, diartikulasikan
terlihat tidak berpihak. Anggota KPU lewat praktik nilai-nilai etika politik
dan Bawaslu independen dan harus pada lembaga penegakan kode etik.
terlihat netral. Selama publik melihat DKPP merupakan perkembangan
tidak independen maka tugas utama lebih lanjut dari lembaga DK-KPU
bagaimana meyakinkan publik bahwa yang sebelumnya diatur berdasarkan
mereka independen. Hal ini semata- UU No.22 Tahun 2007 tentang
mata untuk mencegah agar proses Penyelenggara Pemilu. Sejak UU No.22
pengelolaan tahapan pemilu tidak Tahun 2007, putusan DKPP dinyatakan
menimbulkan kecurigaan publik. Inilah bersifat final dan mengikat, sehingga
salah satu misi dan cita-cita mulia ketua dapat dikatakan memiliki karakter
dan anggota DKPP, menjadikan lembaga dan mekanisme kerja seperti lembaga
penegak kode etik penyelenggara peradilan, dengan mekanisme kerja DK-
pemilu dapat memastikan pemilu 2014 KPU didesain sebagai badan peradilan
dan pemilukada lebih baik dari pemilu- etika yang menerapkan semua prinsip
pemilu sebelumnya. Keberhasilan DKPP peradilan modern. Beberapa prinsip
mengembalikan kepercayaan publik penting lainnya juga pada tahap
dalam rangka membangun infrastruktur perkembangan berikutnya DKPP yang

70 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

ada sekarang, misalnya, prinsip- Daud, dan Rauf Ali, yang mengadukan
prinsip ‘audi et alteram partem’, ketua dan anggota KPU Kota
prinsip independensi, imparsialitas, Gorontalo, yakni, Thaib Saleh, Abdulah
dan transparansi. Mansyur, Asni Abu Bakar, Jusrin
Dengan diberlakukannya prinsip- Kadir, dan Nurul Syamsu Pana, yang
prinsip ini, maka semua pihak disidangkan oleh DKPP dalam perkara
yang terkait dengan perkara wajib pelanggaran kode etik penyelenggaraan
didengarkan dalam persidangan pileg, dan DKPP juga menyidangkan para
yang diselenggarakan secara terbuka, teradu lain dalam kasus pilpres yang
dimana para anggota DKPP bertindak diadukan yakni dari pasangan capres
sebagai hakim yang menengahi Prabowo Subianto dan calon wakil
pertentangan untuk mengatasi presiden Hatta Rajasa melalui kuasa
konflik dan memberikan solusi yang hukum mereka M. Mahendradatta, Didik
adil. Pendek kata, sebagai lembaga Supriyanto, Sutejo Sapto Jalu, Warno,
peradilan etika, DKPP juga harus Sahroni, Guntur Fattahillah, Ega
menjadi contoh mengenai perilaku Windratno, yang mengadukan ketua
etika dalam menyelenggarakan sistem dan anggota KPU RI, Husni Kamil
peradilan etika yang menyangkut Manik, Ferry Kurnia Rizkiansyah, Ida
aneka kepentingan yang saling Budhiati, Arif Budiman, Hadar Nafis
bersitegang antara para peserta Gumay, Sigit Pamungkas, dan Juri
pemilu dengan penyelenggara pemilu Ardiantoro, ketujuhnya ditempatkan
atau antara masyarakat pemilih sebagai teradu dalam penanganan
(voters) dengan penyelenggara kasus dugaan pelanggaran kode etik
pemilu, ataupun diantara sesama penyelenggara pilpres 2014 dalam
penyelenggara pemilu sendiri, penanganan kode etik pelaksanaan Pileg
khususnya antara aparat KPU dan dan Pilpres 2014, maka patut kiranya
aparat Bawaslu. bagi semua pemangku kepentingan
dalam pemilu untuk senantiasa aktif
C.6. Putusan No.16/DKPP-PKE- berpartisipasi mendorong lembaga
III/2014, dan No.215/DKPP- penegakan kode etik penyelenggara
PKE-III/2014, serta putusan pemilu ini untuk rekonsolidasi
No.255/DKPP-PKE-III/2014 demokrasi yang bermartabat. Selain
Berangkat dari ide tersebut, aktif memberikan dukungan, aktif pula
putusan DKPP No.16/DKPP-PKE- mengawasi dengan konstruktif.
III/2014, dan No.215/DKPP-PKE- Berdasarkan trend analisis
III/2014, serta No.255/DKPP- modus-modus pelanggaran kode etik
PKE-III/2014 terkait penanganan penyelenggara pemilu pada pelaksanaan
kasus dugaan dalam pelanggaran pileg dan pilpres 2014 serta dampak
pelaksanaan pileg dan pilpres etik putusan DKPP No.216/DKPP-
2014 sebagaimana dilaporkan oleh PKE-III/2014, dan No.215/DKPP-PKE-
Zulkarnain M.Dunda, Hadi Sutrisno III/2014, serta No.255/DKPP-PKE-
III/2014 terkait dugaan pelanggaran

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 71


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

kode etik pemilu pada pelaksanaan sistem ketatanegaraan yang didukung


Pileg dan Pilpres 2014 sebagaimana oleh sistem hukum dan sistem etik yang
dijabarkan diatas, maka dapat diambil bersifat fungsional. Demokrasi ditopang
simpulan sementara, sangat relevan oleh tegak dan dihormatinya hukum
jika bercermin dari putusan DKPP dan etika secara bersamaan. Integritas
tersebut telah mampu memberikan pemilu melahirkan demokrasi yang
sumbangan positif terhadap sehat dengan ditopang oleh ‘the rule
pemahaman mengenai pentingnya of law and the rule of ethics’ secara
menyelenggarakan peradilan etik bersamaan. “the rule of law” bekerja
secara terbuka dan secara sosiologis berdasarkan “code of law”, sedangkan
mampu meningkatkan kesadaran “the rule of ethics” bekerja berdasarkan
etika berbangsa serta menjadi “code of ethics”, yang penegakannya
rule model dalam penataan sistem dilakukan melalui proses peradilan yang
peradilan etik di Indonesia. Peradilan independen, imparsial, dan terbuka,
etik yang tertutup berkecenderungan yaitu peradilan hukum (court of law)
penyelesaian cara adat dan praktik untuk masalah hukum, dan peradilan
KKN berpotensi terjadi. DKPP etika (court of ethics) untuk masalah
khususnya dalam mempraktikkan etika.
sistem peradilan etika yang terbuka Sidang DKPP bersifat terbuka dan
sekurang-kurangnya menjadi model sifat putusan final dan mengikat, maka
baru dalam pengembangan demokrasi berdasarkan ketentuan UU No.15
modern. Tahun 2011 dan melalui prinsip-
prinsip layaknya sebuah peradilan telah
D. PENUTUP menempatkan Peraturan Bersama KPU,
Dalam mewujudkan proses dan Bawaslu, dan DKPP No.13 Tahun 2012,
hasil pelaksanaan pileg dan pilpres No.11 Tahun 2012, dan No.1 Tahun
2014 yang berintegritas, diperlukan 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara
tidak hanya upaya penegakan hukum Pemilu sebagai “hukum materil”-nya,
tetapi juga penegakan etik dalam serta Peraturan DKPP No.2 Tahun 2012
konteks pengawasan etika khususnya tentang Pedoman Beracara Kode Etik
bagi penyelenggara pemilu. Integritas Penyelenggara Pemilu sebagai hukum
pemilu sangat dibutuhkan dan itu formilnya. Berdasarkan pemeriksaan
terdiri atas proses/tahapan dan hasil- dan verifikasi berkas pengaduan dengan
hasil, sementara untuk mewujudkan akta penerimaan Pengaduan No.555/I-
kedua integritas, diperlukan integritas P/L-DKPP/2013, yang diregistrasi
pada penyelenggara. Kunci pemilu dengan perkara No.217/DKPP-PKE-
berintegritas yakni anggota KPU, II/2013, kuat alasan etik untuk diproses
Bawaslu, dan jajaran di seluruh karena KPU Kota Gorontalo (lama) telah
jenjang memiliki integritas. DKPP menetapkan pengadu sebagai caleg
menegakan sistem peradilan etik terpilih anggota DPRD Kota Gorontalo
terbuka dengan maksud memperkuat melalui Berita Acara No.25/BA/V/2014
tanggal 28 Mei 2014 tentang rapat

72 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Safriadi - BELAJAR DARI PILEG DAN PILPRES 2014 UNTUK MENATA PILPRES 2019 YANG ...

pleno tertutup penetapan calon Kota wajib menyimpan kotak suara


terpilih anggota DPRD Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Gorontalo pemilu 2014 tanggal dan pada tempat yang memadai dan dapat
Surat Keputusan No.16/Kpts/KPU. dijamin keamanannya.
Kota-027.436571/2014 tanggal 28
Mei 2014 tentang penetapan calon
terpilih anggota DPRD Kota Gorontalo
Partai PBB daerah pemilihan Kota DAFTAR PUSTAKA
Gorontalo 3 (tiga) dalam Pemilu 2014
dan surat Model EB-4 No.170/KPU- Buku
Kota/027.436571/V/2014 tanggal
28 Mei 2014 tentang pemberitahuan Apter, David E. (1987). Introduction
calon terpilih anggota DPRD Kota to Political Analysis, dalam (terj.),
Gorontalo atas nama H. Zulkarnain Setiawan Abadi, Pengantar Analisa
dan M. Dunda. Politik, Jakarta: LP3ES.
Salah satu alasan DKPP Ardianto, Elvinaro, dkk. (2007).
memproses laporan pelanggaran kode Komunikasi Massa Suatu
etik pilpres yang menjadikan ketua Pengantar, Bandung: Simbiosa
dan anggota KPU RI sebagai teradu Rekatama Media.
adalah dikarenakan tindakan ketua
Asshiddiqie, Jimly. (2012).
dan anggota KPU yang mengeluarkan
Menegakkan Etika Penyelenggara
Surat Edaran yang memerintahkan
Pemilu, Jakarta: Raja Grafindo.
kepada seluruh KPU Daerah, jelas
merupakan tindakan yang melawan ---------. (2011). Peradilan Konstitusi Di
hukum, sebagaimana di atur Pasal 10 Negara, Jakarta: Sinar Grafika.
149 UU No.42 Tahun 2008 tentang
---------. 2014. Peradilan Etik dan
Pemilihan Presiden dan Wakil
Etika Konstitusi: Pespektif Baru
Presiden yang menyatakan “KPU
tentang ‘Rule Of Law And Rule Of
Kabupaten/Kota menyimpan menjaga
Ethics’ & Constitutional Law And
dan mengamankan keutuhan kotak
Constitutional Ethics’, Jakarta:
suara setelah pelaksanaan rekapitulasi
Sinar Grafika.
hasil penghitungan perolehan suara
pasangan calon sehingga KPU/KIP Effendy, Bahtiar. (1999). Teologi
Kabupaten/Kota wajib menyimpan, Baru Politik Islam: Pertautan
menjaga dan mengamankan kotak Agama, Negara, dan Demokrasi,
suara.” Tindakan ketua dan anggota Yogyakarta: Galang Press.
penyelenggara pemilu ini dinilai Fauzi, Achmad, Abdillah. (2012). Tata
melanggar Pasal 43 PKPU No.21 Kelola Bernegara dalam Perspektif
Tahun 2014, selain itu, tindakan Para Politik, Jakarta: Golden Terayon
Teradu juga dinilai melanggar Pasal 38 Press.
ayat (3) PKPU No.31 Tahun 2014 yang
menyebutkan KPU/KIP Kabupaten/ Gaffar, Afan. (1999). Politik Indonesia:

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 73


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

Transisi Menuju Demokrasi, Undang-Undang No.8 Tahun 2012


Yogyakarta: Pustaka Pelajar. tentang Pemilu DPR, DPDdan
DPRD Pasal 220.
Grumm, John G. (1996). Beberapa
Teori tentang Sistem Pemilihan, Undang-Undang No.42 Tahun 2008
dalam (ed.), Ichlasul Amal, Teori- tentang Pemilihan Presiden dan
Teori Mutakhir Partai Politik, Wakil Presiden
Yogyakarta: Edisi Revisi, PT. Tiara
Undang-Undang No.2 Tahun 2011
Wacana.
tentang Partai Politik
Hidayat, Nur Sardini. (2015).
Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan
Mekanisme Penyelesaian
DKPP No.13 Tahun 2012, No.11
Pelanggaran Kode Etik
Tahun 2012, dan No.1 Tahun 2012
Penyelenggara Pemilu, Jakarta:
tentang Kode Etik Penyelenggara
LP2AB.
Pemilu
Pope, Jeremy. (2003). Strategi
Peraturan DKPP No.1 Tahun 2013
Memberantas Korupsi: Elemen
tentang Pedoman Beracara Kode
Sistem Integritas Nasional, Jakarta:
Etik Penyelenggara Pemilu.
Yayasan Obor Indonesia.
Peraturan KPU No.29 Tahun 2013
Yasin, Rahman. (2006). Gagasan Islam
yang telah diubah dengan
Tentang Demokrasi, Yogyakarta:
Peraturan KPU No.8 Tahun 2014,
Ak Group.
Bab IV Penggantian Calon Terpilih
---------. (2014). Menulis tentang Pasal 50 dan pasal 51, serta Pasal
Pemilu, Yogyakarta: Imperium. 52.
Putusan DKPP No.217/DKPP-PKE-
III/2014.
Peraturan Perundang-Undang
Putusan DKPP No.216/DKPP-PKE-
Undang-Undang Dasar 1945.
III/2014.
Undang-Undang No.15 Tahun 2011
Putusan DKPP No.2015/DKPP-PKE-
tentang Penyelenggara Pemilu
III/2014.

74 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


GOLPUT DALAM PEMILUKADA SERENTAK
ABSTAIN VOTER IN LOCAL ELECTION
Siti Marwiyah

ABSTRAK/ABSTRACT

Pemilukada serentak secara umum berjalan dengan lancar, namun masih


menyisakan beberapa masalah yang tergolong serius. Salah satu dari
masalah tersebut adalah masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya
dalam pilkada. Masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai
jumlah yang cukup banyak. Bahkan di beberapa daerah, data menunjukkan
bahwa pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya lebih dari jumlah yang
menggunakan hak pilih. Hal ini disebabkan oleh karena mereka kecewa
dengan pemilukada.

Elections are run simultaneously is generally running smoothly, but still leave
problems classified as serious. One of them is their citizens who did not vote in
the election. Citizens who do not exercise their voting right have huge numbers.
In some areas showed the data of voters who do not exercise their voting rights
is more than voting. They were disappointed with the elections.

Kata Kunci : Pemilukada, hak pilih, demokrasi


Keywords : Election, Voting Rights, Democracy

A. PENDAHULUAN
Golongan putih (golput) masih menjadi fenomena tersendiri dalam
pemilukada serentak. Di sejumlah daerah yang menyelenggarakan pemilukada
serentak, golputlah yang tampil sebagai pemenangnya. Tentu saja hal ini menjadi
gugatan bagi kalangan penyelenggara pemilukada, mengapa sampai golput yang
menjadi pemenangnya?
Upaya membangun demokrasi melalui pemilukada ternyata tidak mudah.
Demokrasi yang berbentuk pemilukada, ternyata kurang mendapat dukungan
maksimal dari pemilik kedauatan, yang pemilik kedaulatan ini sejatinya menjadi
ruh demokrasi. Rakyat yang jadi ruh demokrasi ini ternyata belum memberikan
haknya.
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu prinsip dari tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) menurut United Nations Development
Programme (UNDP) bersama dengan beberapa prinsip lain, yaitu: transparansi,
akuntabilitas, dan responsif.1 Kalau golput yang jadi pemenang dalam pemilukada,
1
Samodra Wibawa, “Good Governance dan Otonomi Daerah”, dalam Agus Dwiyanto ed., Mewujudkan Good

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 2, JUNI 2016 75


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

maka ini mengindikan rendahnya tata tidak sah dan golput, maka jumlah
kelola pemerintahan. suara yang diperoleh pemenang
Sebagai contoh, penyelenggaraan pemilukada masih jauh tertinggal. Hal
pemilukada serentak yang salah ini karena jumlah suara yang tidak
satunya dilaksanakan di Kabupaten sah atau pemilih yang memilih golput,
Purbalingga memang telah usai mencapai sekitar 319 ribu.3
beberapa bulan lalu. Namun Kasus yang serupa dengan
tingginya jumlah pemilih yang tidak Purbalingga itu sangat banyak,
menggunakan hak pilih alias golput baik pemilukada kabupaten/kota
telah menyebabkan legitimasi hasil maupun pemilukada provinsi.
pemilu tidak bisa dirasakan secara Sebagai contoh partisipasi pemilih di
penuh. Apalagi karena perolehan Pemilukada Gubernur Sumbar, pada
suara pemilih oleh pasangan nomor 2, Rabu 9 Desember 2015 sangatlah
Tasdi-Dyah Hayuning Pratiwi sebagai rendah antar 51-54 persen. Tentu
pemenang pemilukada, masih kalah saja keberhasilan atau kesuksesan
bila dibandingkan dengan jumlah penyelenggaraan pemilukada patut
suara yang golput. Tingginya angka dipertanyakan ketika partisipasi
golput dalam Pemilukada Purbalingga, pemilih sangat rendah demikian.
menjadi bahan evaluasi semua Catatan Haluan, trend pemilih pada
pihak. Wakil Ketua Desk Pemilukada pemilu sejak tahun 2004, termasuk
Purbalingga, Setiyadi, menyebutkan pilgub menunjukkan angka penu-
salah satu penyebab tidak tercapainya runan.4
target partisipasi pemilih 77,5 persen, “Kemenangan” golput di sejumlah
antara lain karena masih kurang daerah dalam pemilukada serentak itu
optimalnya proses sosialisasi.2 tentu saja menjadi gugatan khusus bagi
Tingkat partisipasi calon, KPU, dan pihak lain, mengapa
masyarakat dalam Pemilukada sampai golput yang “memenangkan “
Purbalingga 9 Desember 2015, pemilukada serentak?
hanya mencatat kehadiran pemilih
di Tempat Pemungutan Suara (TPS) B. PEMBAHASAN
pada kisaran 60 persen. Dengan
B.1. Membaca Demokrasi dan
jumlah pemilih sekitar 738.000,
Golput
jumlah pemilih yang suaranya dinilai
sah hanya 418.313 suara. Pasangan Membaca pemilukada sebagai
Tasdi-Tiwi mendapatkan dukungan pesta demokrasi dalam kaitannya
228.037 suara, dan pasangan Sugeng- dengan golput tidaklah lepas dari
Sutjipto meraih 190.276 suara. Bila masalah hak asasi manusia (HAM).
dihitung dengan jumlah suara yang Dalam pelaksanaan pemilukada, ada
praktik pengimplementasian hak
Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada Uni-
versity, Yogyakarta, 2005, hlm. 82. 3
Ibid.
2
http://nasional.republika.co.id/berita/na- 4
http://harianhaluan.com/news/detail/45721/
sional/Pemilukada/15/12/29/o04aab336-waduh-ang- golput-menang-di-Pemilukada-serentak
ka-golput-jadi-pemenang-Pemilukada-serentak

76 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Siti Marwiyah - GOLPUT DALAM PEMILUKADA SERENTAK

memberikan pilihan pada calon yang menerapkannya.


sesuai dengan aspirasi pemilih. Pembukaan Undang-Undang Dasar
Apirasi pemilih merupakan cermin 1945 jelas menyatakan bahwa tujuan
demokrasi, karena ada kedaulatan Negara Republik Indonesia ialah untuk
di tangan rakyat (pemilih) yang melindungi segenap bangsa Indonesia
menentukan bangunan kehidupan dan seluruh tumpah darah Indonesia,
kenegaraan (pemerintahan). Kalau memajukan kesejahteraan umum,
sampai rakyat atau pemilih tidak mencerdaskan kehidupan bangsa,
menggunakan hak asasinya, maka dan ikut melaksanakan ketertiban
konstruksi kenegaraan menjadi dunia. Berdasarkan hal ini, maka
ringkih. Negara menjadi krisis tepat apabila Indonesia memastikan
kekuatan yang idealitasnya mampu diri sebagai negara yang berdasar
menyangganya, manakala rakyat atas hukum (rechtsstaats). Namun,
menunjukkan partisipasnya. yang perlu diingat ialah, bahwa
Sudah terbaca dengan jelas, sesungguhnya Indonesia bukanlah
bahwa HAM yang dilindungi oleh sekadar rechtsstaats yang biasa,
Undang-Undang Dasar 1945 pasca melainkan rechtsstaats yang modern.6
amandemen, meliputi hak atas hidup Maksud dari istilah rechtsstaats
dan kehidupan, hak atas perlakuan yang modern ialah bahwa
hukum yang adil, hak untuk turut serta kesejahteraan umum menjadi tujuan
dalam pemerintahan, hak beragama, utama dari bangsa Indonesia, sehingga
hak berserikat, hak berkomunikasi, penyelenggara negara harus mampu
hak atas kehidupan yang layak, hak atas menjadi agen bagi terwujudnya tujuan
persamaan di depan hukum, hak atas negara itu. Salah satu cara yang dapat
jaminan sosial, hak untuk bebas dari ditempuh untuk mewujudkan tujuan
diskriminasi, dan hak atas identitas negara ialah melalui pembentukan
budaya.5 Diantara sekian ragam HAM, hukum, yang kemudian di Indonesia
hak turut serta dalam pemerintahan diidentikkan dengan peraturan
merupakan hak yang terkait dengan perundang-undangan. 7

pemilukada. Keikutsertaan pemilih Salah satu regulasi atau hukum


dalam pemilukada akan menentukan yang dibentuk, dalam arti diperbarui
kredibilitas sosok yang mencalonkan adalah norma yang mengatur tentang
sebagai pemimpin daerah. pemilukada. Pembaruan ini dilakukan
Keikutsertaan dalam pemerintahan seiring dengan aspirasi masyarakat,
itu bermaknakan keikutsertaan dalam khususnya dalam relasinya
menentukan wajah pemerintahan. dengan pelaksanaan pemilukada.
Tujuan kehidupan bernegara Adanya temuan kekurangan dalam
akan bisa diwujudkan, bilamana 6
Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Memba-
keikutsertaannya menghasilkan hagiakan Rakyatnya (Yogyakarta: Genta Press, 2008).
7
Endra Wijaya, dkk, Partisipasi Masyarakat Da-
sosok pemimpin yang berkapabilitas lam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Se-
bagai Bentuk Perlindungan Hak Asasi Manusia, Naskah
5
Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Jurnal Konstitusi Vol. II, No 1, 2012, PKK Fakultas Hukum
Asasi Manusia, Mandar Maju, Bandung, 2011, hlm. 117. Undiknas, hlm. 107.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 77


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

pemilukada, khususnya dalam Artinya, ketika negara bertujuan ingin


regulasinya, membuat pemerintah melindungi bangsanya, maka negara
berupaya memperbarui atau akan melindungi apa yang menjadi
membentuknya. hak dasar dari individu-individu
Mengacu pada ketentuan Pasal dalam bangsanya. Dengan kata lain,
1 ayat (3) Undang-Undang Dasar apabila dalam suatu negara, HAM
1945, sebagai rechtsstaats, maka tidak dilindungi maka negara tersebut
hukum dijadikan kerangka pijakan bukanlah rechtsstaats, melainkan
untuk mengatur dan menyelesaikan negara yang anti demokrasi yang di
berbagai persoalan dalam kehidupan dalamnya hukum hanya dibuat untuk
bermasyarakat, berbangsa dan kepentingan segelintir orang atau
bernegara, serta dalam melindungi penguasa.12
masyarakat Indonesia.8 Oleh karena itu, Pemilukada sebenarnya merupa-
dalam rechtsstaats yang memerintah kan pesta demokrasi yang sudah
ialah hukum, bukan manusia. Hal ini berbasis hukum. Artinya pemilukada
menandakan bahwa negara Indonesia yang menuntut dukungan masyarakat
menghendaki adanya supremasi (pemilih) ini merupakan bagian
konstitusi. Supremasi konstitusi dari proses “eksekusi” politik yang
merupakan konsekuensi dari konsep dilakukan oleh warga negara yang
rechtsstaats, sekaligus merupakan secara yuridis digariskan berhak
wujud pelaksanaan demokrasi karena memberikan pilihan terhadap calon-
konstitusi ialah wujud perjanjian calon tertentu. Baik dari pihak calon
sosial tertinggi.9 yang akan menjadi penguasa maupun
Menurut Stahl, unsur-unsur pemilih (rakyat) yang menggunakan
berdirinya rechtsstaats ialah: hak pilihnya sama-sama terikat untuk
adanya pemerintah berdasarkan menjalankan aturan main yang benar.
konstitusi, adanya pembagian atau Golongan Putih (golput) adalah
pemisahan kekuasaan, adanya fenomena dalam demokrasi. Golput
perlindungan HAM, dan adanya atau disebut juga ‘no vote decision’
peradilan administrasi yang bebas selalu ada pada setiap pesta
serta mandiri.10 Namun, menurut demokrasi di mana pun terutama
Philippus M. Hadjon, ide sentral yang menggunakan sistem pemilihan
dari rechtsstaats ialah perlindungan langsung (direct voting). Mereka (para
dan pengakuan terhadap HAM.11 pemilih) dikatakan golput atau ‘no
8
Didi Sunardi dan Endra Wijaya, Perlindungan
vote decision’ apabila berkeputusan
Hak Asasi Manusia Tersangka/Terdakwa. PKIH FHUP, Ja- untuk tidak memilih salah satu dari
karta, 2011, hlm. 1.
9
kontestan yang tersedia pada kertas
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusiona-
lisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hlm. 152- suara ketika dilakukan pemungutan
162.
10
Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia dan Kon- ran Hak Asasi Manusia,” Jurnal Perkotaan, Lembaga Pe-
stitusi Indonesia: Dari UUD 1945 sampai dengan Amande- nelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas
men UUD 1945 Tahun 2002, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. Katolik Indonesia Atmajaya (Ed. Desember 2008, Vol. 2,
23. No. 2).
11 12
Ricca Anggraeni, “Kaum Miskin dan Pelangga- Ibid.

78 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Siti Marwiyah - GOLPUT DALAM PEMILUKADA SERENTAK

suara. pilihan, karena mereka kecewa akibat


Apabila cara untuk memilih pemilu tidak dilaksanakan secara
dilakukan dengan mencoblos logo/ demokratis. Fakta yang masih jelas
foto, maka pemilih tidak mencoblos dalam ingatan kita adalah semenjak
pada tempat yang disediakan Pemilu 1971 sampai Pemilu 1997,
sehingga kartu suara dinyatakan tidak ada ketentuan bahwa PNS diwajibkan
sah. Jika untuk memilih digunakan memilih Golkar. Adapun istilah golput
dengan memberikan coretan atau saat ini lebih mengarah kepada sikap
tanda centang, maka pemilih tidak politik rakyat yang rasional dan
memberikan tanda centang atau secara ideologis sadar untuk tidak
memberikan tanda centang bukan menggunakan hak pilihnya (memilih
pada tempat yang disediakan sehingga untuk tidak memilih) sebagai refleksi
kartu suara menjadi tidak sah. bahwa tidak ada sistem pemilu yang
Dari pengertian tersebut, mereka sempurna.14
yang dikatakan mengambil sikap Jika diklasifikasikan berdasarkan
golput atau ‘no voting decision’ spiritnya, “golput” dapat dilakukan
tetap hadir dan melakukan proses dengan: pertama, cara tidak sengaja
pemilihan sesuai dengan tata cara (kecelakaan semata) yang bisa terjadi
yang berlaku.13 karena alasan teknis administratif,
Dengan kata lain, “golput” dapat misalnya lupa, tidak/belum terdaftar,
digolongkan dalam beberapa bentuk atau karena kendala dan halangan
dan cara, berupa: (a) merusak kartu darurat yang tidak dikehendaki;
suara, misalnya dengan sengaja Kedua, ketidakpedulian politik
mencoblos lebih dari satu gambar (apatisme) yang biasanya terjadi
atau pilihan; (b) membiarkan kartu karena berpendirian bahwa pemilu
suara tidak dicoblos sehingga tidak bukan sesuatu yang berkaitan dengan
terdefinisi pilihannya, dan (c) tidak kepentingan dirinya secara langsung;
menggunakan haknya dengan cara dan Ketiga, semangat kesengajaan
absen dari tempat pemungutan suara yang biasanya dilandasi oleh prinsip
(TPS). perlawanan (pembangkangan), baik
Mendiskursuskan mengenai golput itu karena tidak sepakat dengan
tentu kita harus mengetahui golput itu sistem pemilu, tidak sesuai dengan
apa, Istilah golput dapat dijelaskan partai kontestan, atau karena melihat
dalam era dan konteks yang berbeda. adanya fakta-fakta manipulasi.15
Pada era Orde Baru, golput ditujukan Hal tersebut muncul dikarenakan
kepada suatu gerakan yang muncul sistem kepartaian yang tercipta saat
dari kelompok yang dipelopori Arief 14
Mustika Utami, Pengaruh Golput dalam
Budiman dan kawan-kawan, yaitu Demokrasi, http://www.kompasiana.com/musti-
sikap dan tindakan politik untuk tidak kautami.kompasiana.com/pengaruh-golput-da-
lam-demokrasi_54f76d7fa3331105348b47a7
berpartisipasi dalam pemilu pada masa 15
Muntoha. 2009. “Fatwa Majelis Ulama Indone-
Orde Baru. Tidak memilih sebagai satu sia (MUI) Tentang Haram “Golput” Dalam “Timbangan”
Hukum Islam Dan Hukum Tata Negara (HTN) Positif”.
13
http://leo4kusuma.blogspot.com. Jurnal Konstitusi. Vol. II. No. 1, hlm. 59..

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 79


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

itu bersifat hegemonik. Terciptanya yang diselenggarakan pemerintah,


sistem kepartaian yang hegemonik sedangkan dari perspektif demokrasi
itu karena dukungan beberapa faktor justru memberikan legitimasi
sebagai berikut : terhadap demokrasi yang berlangsung
1. Dibentuknya aparatur keamanan dimana itu membuktikan bahwa
yang represif dengan tugas menjaga pemerintah telah memberikan ruang
ketertiban dan mempertahankan aspirasi bagi kepentingan kelompok
aturan politik dan stabilitas negara. ekstra parlementer. Pendeknya, golput
Stabilitas politik telah menjadi adalah barometer kualitas demokrasi.
“bahasa resmi” dalam setiap Arief Budiman menyatakan bahwa
kebijakan pemerintah dan militer golput bukan organisasi, tanpa
selama masa Orde Baru itu, maka pengurus dan hanya pertemuan
dibentuklah berbagai lembaga solidaritas.17 Golput, termasuk dalam
untuk mendukungnya, seperti pemilukada serentak menunjukkan,
BKIN, Kopkamtib, dan Opsus; bahwa rakyat merupakan pemegang
2. Proses depolitisasi massa agar kedaulatan yang bisa menentukan
negara dapat memutuskan penyelenggaraan pemerintahan.
perhatian pada pembangunan Pemerintahan memang tetap
ekonomi. Depolitisasi massa terkonstruksi berdasarkan suara
dibutuhkan untuk menjamin rakyat, namun akibat suara rakyat
pelaksanaan pembangunan yang berlawanan, maka hal ini
ekonomi. Aktivitas mobilisasi merupakan sisi lain adanya kekuatan
massa dalam proses politik riil yang membutuhkan apresiasi.
biasanya dilakukan oleh Parpol
pada massa Orde Baru itu; B.2. Akar Penyebab
3. Emaskulasi dan restrukturisasi
Pertama, sikap jenuh masyarakat
partai-partai politik yang dominan
terhadap penyelenggaraan pesta
selain Golkar, terutama sebelum
demokrasi.
pemilu; dan
Pengamat politik dari Universitas
4. Dikeluarkannya hukum-hukum
Khairun Ternate Ridha Adjam menga-
pemilu dan aturan pemerintahan
takan salah satu penyebab rendahnya
sedemikian rupa untuk
paritisipasi pemilih pada pemilukada
memungkinkan partai yang
serentak di delapan kabupaten/kota
didukung oleh pemerintah/
di Maluku Utara 9 Desember 2015
militer (Golkar) selalu menang
adalah kejenuhan. Masyarakat da-
dalam pemilu, seperti dalam
lam dua tahun terakhir menghadapi
proses seleksi calon, kampanye,
empat kali pelaksanaan pemilu yakni
dan intervensi pemerintah dalam
pemilihan gubernur, pemilihan legis-
kehidupan parpol.16
latif, pemilihan presiden dan terakhir
Dari perspektif pelakunya Golput
pemilihan bupati/wali kota, jadi tam-
bertujuan mendelegitimasi pemilu
17
Arbi Sanit. GOLPUT: Aneka Pandangan Fenome-
16
Ibid, hlm. 61. na Politik. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 1992. hal. 178.

80 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Siti Marwiyah - GOLPUT DALAM PEMILUKADA SERENTAK

paknya masyarakat sudah jenuh untuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum


menggunakan hak pilihannya.18 (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 telah
Kedua, sikap apatis masyarakat. menyebabkan sosialisasi tentang ke-
Ridha Adjam menyebut, bahwa penye- beradaan pemilukada beserta calon
bab lain rendahnya partisipasi pemilu kepala daerah jauh melorot. Akibatnya
pada pemilukada serentak di delapan bisa ditebak, pencapaian target parti-
kabupaten/kota di Maluku Utara ada- sipasi pemilih 77,5 persen sebagaima-
lah sikap apatis masyarakat terhadap na yang dipatok oleh KPU sangat berat
pelaksanaan pemilukada terutama Arbi Sanit menuturkan, partisi-
kelompok masyarakat yang selama ini pasi masyarakat pada Pemilukada
kurang merasakan hasil pembangu- Serentak 2015 harus menjadi bahan
nan. evaluasi penyelenggara pemilu.Tidak
Sikap apatis masyarakat itu, ada ada hingar-bingar sosialisasi pemi-
yang disebabkan pengalaman yang lukada. Hampir semua segmen pemi-
dirasakan selama ini bahwa siapap- lih cenderung tidak mengetahui akan
un yang akan terpilih pada pemilu- digelarnya Pemilukada. Maka ke de-
kada tidak akan membawa perubah- pan, pesta demokrasi harus benar-be-
an berarti kepada kehidupa mereka. nar menjadi pesta rakyat. Maka publik
Selama ini dalam setiap kampanye harus terlibat dan hajatan pemilukada
pemilukada, para calon kepala daerah harus diinformasikan secara maksi-
menyampaikan berbagai janji kepada mal.20
masyarakat, tetapi setelah terpilih ia Ketua Pusat Studi Politik dan Kea-
lupa dengan janjinya itu, bahkan tidak manan (PSPK) Universitas Padjadja-
jarang justru mengeluarkan kebija- ran (Unpad) Bandung, Muradi men-
kan yang merugikan masyarakat. Hal yatakan, bahwa sosialisasi yang tak
inilah yang membuat masyarakat un- maksimal dilakukan Komisi Pemilihan
tuk bersikap apatis terhadap pelaksa- Umum (KPU) membuat partisipasi
naan pemilukada. pemilih pada Pemilukada Serentak
Ketiga, calon kepala daerah dalam 2015 sangat rendah. Sebagai konse-
pemilukada itu tidak sesuai dengan kuensinya, di banyak daerah, golput
kriteria yang diinginkan oleh pemilih tampil menjadi juara.21 Sosialisasi
(masyarakat). Pemilih menggunakan yang “setengah hati” dilakukan oleh
berbagai pertimbangan yang dituju- KPU, membuat para pemilih tidak
kan pada sosok calon pemimpin daer- yakin dengan pesta demokrasi yang
ah yang dinilainya tidak berintegritas diselenggarakan atau sosialisasinya
dan berkapabilitas.19 tidak sejalan dengan keinginan mas-
Keempat, pembatasan sosialisasi/ yarakat.22
kampanye sebagaimana yang diatur Dalam Jurnalpos.com disebutkan
18
http://kabar24.bisnis.com/ sejumlah faktor penyebab sebagai
read/20151212/15/501167/Pemilukada-serentak-tinggin-
ya-golput-bukti-masyarakat-alami-kejenuhan 20
19
h t t p : / / w w w. s u a r a k a r y a . i d / 20 1 5 / 1 2 / 1 0 /
Abdul Jalil, Membedah Akar Golput dalam Pemi-
golput-juara-Pemilukada-serentak.html
lukada Serentak, Makalah, Surabaya, 21 Desember 2015, 21
Ibid.
hlm. 2. 22
Abdul Jalil, Op.Cit, hlm. 3.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 81


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

berikut: 1) Kurangnya penyuluhan kejenuhan terhadap janji kampanye.24


tentang pemilukada kepada Berbagai akar penyebab
masyarakat. Bahkan ada beberapa golput dalam pemilukada tersebut
masyarakat yang tidak mengetahui menunjukkan, bahwa partisipasi
informasi mengenai pemilukada masyarakat terhadap Pemilukada
serentak ini, 2) Masyarakat sudah serentak masihlah rendah. Pemilih
bosan dengan janji-janji pemimpin belum menggunakan hak pilihnya
yang hanya manis diawal saja. Tetapi secara maksimal. Banyak aspek yang
setelah terpilih melupakan mereka membuat pemilih tidak mau atau
dan lebih mementingkan kepentingan gagal menggunakan hak pilihnya. Hal
pribadi atau golongan. 3) masyarakat ini menunjukkan, bahwa pemilukada
sering menganggap tidak ada serentak msih menyisakan problem
perubahan meskipun pemimpinnya yang berkaitan dengan rendahnya
sudah diganti, 4) banyaknya pejabat tingkat kesadaran masyarakat dalam
yang melakukan tindak pidana korupsi menggunakan hak berpolitiknya.
membuat tingkat kepercayaan mereka
menurun.23 B.3. Tantangan bersifat “Exstra
Ada lagi pendapat yang Ordinary”
menyebutkan, bahwa penyebab
Golput dalam pemilukada serentak
munculnya golput, yakni pertama,
merupakan tantangan yang bersifat
political disaffection dipicu oleh
sangat istimewa (exstra ordinary) bagi
semakin meningkatnya perilaku
kalangan penyelenggara pemilukada,
buruk para politisi yang dapat mereka
partai politik (Parpol) hingga calon
saksikan setiap hari melalui media
independen (jika ada yang ikut dalam
masa. Pemilihan langsung yang
kompetisi politik Pemilukada).
telah banyak mengorbankan waktu,
Ketiga pihak tersebut
dana, dan tenaga ternyata hanya
sama-sama menjadi pemain yang
melahirkan kaum pemuja harta yang
mempunyai kewajiban meyakinkan
tamak. Mereka berharap banyak pada
pemilih supaya pemilih mau
kaum muda yang cerdas, rupawan dan
menggunakan hak asasinya.
santun tapi faktanya mengecewakan
Penyelenggara Pemilukada (KPU),
akibat perbuatan malapraktik moral
parpol maupun calon independen
yang dilakukannya. Puncaknya lebih
sebenarnya sama-sama dihadapkan
menyakitkan lagi, dugaan kasus
dengan tantangan empirik yang
korupsi oleh pimpinan tertinggi partai
berelasi dengan pemilih.
yang digadang-gadang akan membawa
Ketika suara golput yang justru
perubahan karena kebersihannya,
menjadi pemenang dalam pemilukada,
kesalehannya, dan keadilannya, kedua,
maka ini mengindikasikan, bahwa
hilangnya kepercayaan terhadap
peran ketiga pihak di atas masih
pembangunan yang dijalankan, ketiga,
belum diakui kapasitasnya. Mereka
23
http://www.jurnalpost.com/faktor-fak- belum diterima oleh sebagian pemilih
24
tor-penyebab-golput-saat-Pemilukada-serentak/598/ Mustika Utami, Loc. Cit.

82 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Siti Marwiyah - GOLPUT DALAM PEMILUKADA SERENTAK

sebagai kekuatan politik yang mampu rendah dalam pemilukada serentak


memenuhi keinginannya. akibat banyak yang golput, tetapi setiap
merupakan ruh demokrasi. Ujian pihak yang terlibat penyelenggaraan
yang diberikan oleh pemilih sejatinya pemilukada serentak ini tidak
merupakan ujian terhadap cita- boleh berhenti untuk membangun
cita mewujudkan demokrasi. Setiap penguatan demokrasi di tengah
pihak yang mendapatkan amanat masyarakat. Pemilih yang golput
menegakkan demokrasi, memang wajib disadarkan untuk menggunakan
logis dihadapkan dengan eksaminasi, hak berpolitiknya lebih cerdas guna
karena hal ini akan membuatnya mengkritisi kebijakan-kebijakan
dituntut melakukan evaluasi pasca pemilukada serentak. Kalau
strategis guna membangunnya secara iklim ini terus terbentuk, pemilukada
pogresif.25 serentak di masa mendatang,
Orang yang golput dalam stabilitas penggunaan hak pilih akan
pemilu tidak dapat disalahkan. Bagi tetap terjaga.
pemilih kritis dan rasional, golput Robert P Clark, peneliti asal
merupakan sebuah protes dan refleksi University George Mason, Amerika
kekecewaan dari masyarakat kepada Serikat dalam penelitiannya
partai politik dan pemerintah. Selain menyampaikan bahwa di negara-
itu, golput dapat dilihat sebagai negara berkembang yang telah
peningkatan kesadaran atau sikap mengembangkan demokrasi melalui
kritis bahwa partisipasi politik pemilu seperti India, Tanzania,
bukan hanya dengan menggunakan Nigeria, Meksiko, dan Brazil, tingkat
hak pilihnya melalui pemilu saja, partisipasi pemilu hanya mencapai
tetapi dapat melalui jalur yang lain 64,5 persen. Bahkan di negara yang
seperti melalui Lembaga Swadaya demokrasinya sudah maju seperti
Masyarakat (LSM), organisasi Amerika Serikat, tingkat partisipasi
kemasyarakatan (ormas), melakukan pemilu hanya mencapai 40-50 persen
lobi-lobi kepada pemegang kebijakan, saja. Dengan tingkat golput yang cukup
atau menyampaikan pendapatnya tinggi, iklim politik di Amerika Serikat
melalui media massa.26 Sikap kritis tetap relatif stabil karena mereka
yang berbentuk golput, idealitasnya telah dewasa dalam berdemokrasi.28
disadari oleh para organisatoris di Realitas politik demikian ini
ranah parpol dan pemerintah, bahwa merupakan obyek eksaminasi
masyarakat itu dari waktu ke waktu komparatif bagi setiap penyelenggara
semakin cerdas dalam menggunakan pembangunan demokrasi. Pemilukada
hak pilihnya.27 serentak pun tidak berbeda dengan
Meskipun partisipasi pemilih penyelenggaraan pembangunan
25
demokrasi di negara-negara maju,
Ahmad Fauzan, Belajar Seumur Hidup Memban-
gun Demokrasi, Visimedia Ilmu, Surabaya, 2015,hlm. 2. sehingga belajar dari kekurangan
26
Indris Apandi, Golput Mengancam Demokrasi?, yang sudah dijalani, ke depan tidak
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=60302
27 28
Ahmad Fauzan, Op.Cit, hal. 4. Indris Apandi. Loc. Cit.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 83


TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES)

boleh mengenal istilah “pesta” sudah DAFTAR PUSTAKA


selesai atau yang lalu biar berlalu.
Buku
Pekerjaan membangun demokrasi
yang ditunjukkan melalui pemilukada Ahmad Fauzan, Belajar Seumur Hidup
serentak oleh berbagai pihak, yang Membangun Demokrasi, Visimedia
dalam penyelenggaraannya diuji Ilmu, Surabaya, 2015.
oleh pemilik kedaulatan dengan cara Arbi Sanit. GOLPUT: Aneka Pandangan
golput, haruslah disikapi logis guna Fenomena Politik. Pustaka Sinar
membangun demokrasi yang lebih Harapan, Jakarta. 1992.
progresif di pemilukada mendatang.
Pekerjaaan membangun demokrasi Bahder Johan Nasution, Negara Hu-
masih tersedia beragam “ruang” yang kum dan Hak Asasi Manusia, Man-
tidak akan pernah mengenal titik dar Maju, Bandung, 2011
nadir. Didi Sunardi dan Endra Wijaya, Per-
lindungan Hak Asasi Manusia Ter-
C. PENUTUP sangka/Terdakwa. PKIH FHUP, Ja-
Pemilukada serentak memang karta, 2011
secara umum berjalan lancar, akan Endra Wijaya, dkk, Partisipasi Masyar-
tetapi tetap menyisakan problem akat Dalam Pembentukan Peratur-
yang tergolong serius. Salah satunya an Perundang-Undangan Sebagai
adalah masalah golput atau adanya Bentuk Perlindungan Hak Asasi
sebagian warga negara yang tidak Manusia, Naskah Jurnal Konstitu-
menggunakan hak pilihnya dalam si Vol. II, No 1, 2012, PKK Fakultas
pemilukada serentak. Warga negara Hukum Undiknas.
yang tidak menggunakan hak pilih ini
jumlahnya sangat banyak. Di sejumlah Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Kons-
daerah menunjukkan data pemilih titusionalisme Indonesia, Konstitusi
dari kalangan golput lebih banyak Press, Jakarta, 2005.
dibandingkan yang menggunakan hak Majda El Muhtaj, Hak Asasi Manusia
pilihnya dalam pemilukada serentak. dan Konstitusi Indonesia: Dari UUD
Pemilih yang tidak menggunakan 1945 sampai dengan Amandemen
hak pilihnya, alias golput dalam UUD 1945 Tahun 2002, Kencana,
pemilukada serentak tersebut, adalah Jakarta, 2007.
berdasarkan banyak faktor. Meskipun
Muntoha. 2009. “Fatwa Majelis Ulama
demikian, faktor utama terjadinya
Indonesia (MUI) Tentang Haram
golput adalah berkaitan dengan
“Golput” Dalam “Timbangan” Hu-
kualitas calon pimpinan daerah yang
kum Islam Dan Hukum Tata Negara
akan dipilih dan ketidakmaksimalan
(HTN) Positif”. Jurnal Konstitusi.
KPU dalam melakukan sosialisasi
Vol. II. No. 1.
penyelenggaraan pemilukada
serentak.

84 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Siti Marwiyah - GOLPUT DALAM PEMILUKADA SERENTAK

Ricca Anggraeni, “Kaum Miskin dan http://harianhaluan.com/news/


Pelanggaran Hak Asasi Manusia,” detail/45721/golput-menang-di-
Jurnal Perkotaan, Lembaga Pe- Pemilukada-serentak
nelitian dan Pengabdian kepada
http://leo4kusuma.blogspot.com.
Masyarakat Universitas Katolik
Indonesia Atmajaya, Ed. Desember Mustika Utami, Pengaruh Golput
2008, Vol. 2, No. 2. dalam Demokrasi, http://www.
kompasiana.com/mustikautami.
Samodra Wibawa, “Good Governance
kompasiana.com/pengaruh-
dan Otonomi Daerah”, dalam Agus
golput-dalam-demokrasi_54f76d7f
Dwiyanto ed., Mewujudkan Good
a3331105348b47a7
Governance Melalui Pelayanan Pub-
lik, Gadjah Mada University, Yogy-
akarta, 2005. http://kabar24.bisnis.com/
Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang read/20151212/15/501167/
Membahagiakan Rakyatnya, Genta Pemilukada-serentak-tingginya-
Press, Yogyakarta, 2008 golput-bukti-masyarakat-alami-
kejenuhan
Internet/Makalah
http://www.suarakarya.
Abdul Jalil, Membedah Akar Golput
id/2015/12/10/golput-juara-
dalam Pemilukada Serentak,
Pemilukada-serentak.html
Makalah, Surabaya, 21 Desember
2015. http://www.jurnalpost.com/faktor-
faktor-penyebab-golput-saat-
http://nasional.republika.
Pemilukada-serentak/598/
co.id/berita/nasional/
Pemilukada/15/12/29/ Indris Apandi, Golput Mengancam
o04aab336-waduh-angka-golput- Demokrasi?, http://www.pelita.
jadi-pemenang-Pemilukada- or.id/baca.php?id=60302
serentak

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 85


4, JUNI
86 Vol. 2, Nomor 2, DESEMBER 2016 ETIKA
2016 Jurnal Jurnal ETIKA & PEMILU
& PEMILU
TULISAN UMUM
(GENERAL ARTICLES)
Topik Bebas; expose hasil kajian dan penelitian terkait pemikiran hukum, politik
dan demokrasi, khususnya dalam upaya menata kembali sistem kepemiluan di
Indonesia menuju negara demokrasi modern. Naskah dapat berupa disertasi,
tesis atau skripsi, juga hasil penelitian mandiri (Karya Ilmiah). Tulisan umum
menyajikan karya ilmiah staf DKPP RI.

Free Topics: Exposing the result of study and research related to legal thought,
politic and democracy, particularly in an attempt to reorganize electoral system
in Indonesia towards modern democratic state. A manuscript can be a dissertation,
thesis, or essay, and also independent research (scientific work). In this series,
general article are written by DKPP RI staffs.

Jurnal ETIKA
Jurnal ETIKA
& PEMILU Vol. 2, Nomor
& PEMILU Vol. 2, Nomor 2, JUNI 2016 87
4, DESEMBER
88 Vol. 2, Nomor 2, JUNI 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU
GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU
ABSTENTIONS IN THE POLITICAL ETHICS DISCOURSE

Helby Sudrajat

ABSTRAK/ABSTRACK

Kejumudan kontestasi politik dalam praktik kepemiluan di Indonesia seringkali


dijadikan alasan sebagian orang untuk memilih tidak memilih (golput). Banyak
pihak mencoba mencari rumusan sendiri terkait kelebihan dan kekurangan
golput dalam kerangka sistem demokrasi. Disatu sisi golput dipandang sebagai
bagian dari hak politik dan kewajaran dalam dinamika pemilu, sementara disisi
lain golput dipandang sebagai sikap apatis dan bertentangan dengan cita-cita
politik ideal yang tujuan utamanya kebaikan individu dan masyarakat luas.
Ketika etika dipahami sebagai pengamatan terhadap realitas moral secara kritis,
maka sangat relevan jika golput dimasukkan dalam pusaran wacana etika pemilu
yang menarik untuk dikaji lebih dalam. Jika saat ini telaah etika pemilu banyak
membicarakan etika penyelenggara dan peserta pemilu, maka tulisan ini mencoba
melihat golput (dari sisi etika perilaku pemilih) sebagai upaya penyadaran akan
pentingnya menjaga etika para pihak (termasuk pemilih) dalam pemilu dalam
rangka mewujudkan pemilu yang berintegritas.

Stagnation of political contestation in the electoral practice in Indonesia is often


used as a reason some people choose not to vote (abstention). Many people trying
to find the formula itself associated advantages and disadvantages of non-voters in
the framework of a democratic system. On one side of abstentions was seen as part
of political rights and fairness in the electoral dynamics, while on the other hand
is seen as apathy abstentions and contrary to the ideals of political ideal whose
main objective being of individuals and society at large. When ethics understood
as the observation of moral reality critically, it is irrelevant if non-voters included
in the vortex of election ethics discourse interesting to be studied more deeply.
If the current research ethics talk about ethics elections many organizers and
participants of the election, then this paper tries to look at non-voters (in terms
of ethical behavior of the electorate) in an effort to maintain awareness of the
importance of ethics of the parties (including the voters) in the elections in order to
realize the election integrity.

Kata Kunci : Golput, Etika, Demokrasi, Pemilu


Keywords: Abstentions, Ethics, Democracy, Elections

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 2, JUNI 2016 89


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

A. PENDAHULUAN banyak atau tidaknya pemilih yang


menyalurkan hak suaranya dan
Apa jadinya jika semua orang
rendahnya angka golput.
menganggap golput sebagai hal
Stagnansi kesejahteraan serta
wajar dan serentak tidak memilih
agregasi kepentingan yang tidak
saat pilkada atau pemilu? Bagaimana
diwujudkan dengan baik oleh calon
dengan legitimasi hasil pemilu itu
terpilih jelas menjadi isu liar yang
sendiri? Bagaimana pula dengan
bisa dengan mudah mempengaruhi
komitmen membangun dan gotong
orang untuk berlaku apatis dalam
royong sebagai sebuah bangsa?
pemilu. Perubahan tarap hidup yang
Kekhawatiran ini kemudian yang
notabene dijadikan calon sebagai janji
melatarbelakangi penulis menyoal
politik menjadi alasan orang untuk
kembali terkait pro dan kontra golput
memberikan suaranya seringkali tidak
dalam pemilu maupun pilkada.
dijadikan prioritas dalam program-
Hal ini tentu saja bukan merupakan
program Calon terpilih. Alhasil
hal baru dan sudah menjadi konsumsi
sarkasme politik seringkali muncul
wacana bagi berbagai kalangan
sebagai bagian dari kekecewaan
masyarakat, tak terkecuali masyarakat
pemilih yang pada ujungnya memilih
awam sekalipun. Banyak para pihak,
golput.
khususnya kalangan akademisi dan
Mungkin pembaca pernah
praktisi politik memberikan analisis
mendengar istilah “ambil uangnya
serta menuangkannya dalam bentuk
jangan pilih calonnya”, atau “ambil
tulisan tentang pandangan mereka
semua uangnya jangan pilih dua-
terhadap golput dengan meminjam
duanya”. Bentuk money politic
kacamata HAM dan hukum positif
yang cenderung mengisyaratkan
serta ada pula yang menggunakan
keterlibatan semu dalam kontestasi
pendekatan hukum agama.
politik yang berujung pada sikap
Banyak diantara tulisan akademisi
pragmatis pemilih. Bukan nilai
yang senang dilihat “berbeda” sehingga
moral yang mereka junjung akan
mengamini dan membenarkan
tetapi sejauh mana ritual pemilu bisa
golput sebagai pilihan yang wajar
mensejahterakan mereka walaupun
bagi pemilih. Bahkan dampak riil
dalam waktu sesaat saja. Pada
yang terlihat adalah meningkatnya
ujungnya pemilih merasa jenuh dan
angka golput dari pemilu ke pemilu
tertutup pandangannya untuk melihat
lainnya. Dan ini tentu saja menjadi
kemaslahatan politik yang jauh lebih
hambatan secara tidak langsung
besar.
bagi penyelenggara pemilu yang
Berbagai praktik yang dipandang
berjuang habis-habisan meningkatkan
immoral tersebut disadari atau tidak
angka partisipasi pemilih. Bahkan
mengikis nilai-nilai kebaikan pemilih
dalam sudut pandang ekstreme
sebagai bagian dari komponen bangsa.
sebagian orang menilai keberhasilan
Padahal pancasila dan UUD 1945
KPU (selaku penyelenggara) dari
mengamanatkan kita agar bergotong

90 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Helby Sudrajat - GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU

royong dalam mewujudkan cita-cita pustaka, perbandingan pendapat


bangsa dengan cara apapun yang pro kontra golput, diskusi formal
kita bisa. Jika menyalurkan hak suara maupun non formal, pengamatan di
secara arif dan bijaksana sebagai upaya lapangan serta referensi lainnya dari
mewujudkan etika bernegara dan berbagai tulisan tentang golput serta
berbangsa sesuai amanah pancasila, urgensi etika pemilu yang kemudian
maka sebagai individu sekalipun kita dianalisis untuk menghasilkan sebuah
terikat dan tidak bisa serta merta kesimpulan. Tulisan ini memakai
melepaskan diri dari kewajiban itu, kerangka berpikir induktif terkait
walaupun menyalurkan suara dibalik dasar pemahaman pemilih dalam
bilik suara seringkali dikategorikan menentukan pilihan untuk golput
hak mutlak individu pemilih. disandingkan dengan etika pemilih
Dalam hal ini penulis berupaya sebagai bagian dari upaya penguatan
mendudukan persoalan terhadap etika pemilu pada khususnya, etika
konsekuensi dari negara yang berbangsa dan bernegara pada
menganut sistem demokrasi umumnya.
untuk kemudian menyoalnya
dalam diskursus etika pemilu B.1. Pemilu yang demokratis
yang belakangan sedang hangat Pemilu merupakan produk
diperbincangkan setelah suksesnya demokrasi. Sebagian orang
penerapan kode etik penyelenggara beranggapan bahwa tidak ada
pemilu. Penulis melihat bahwa demokrasi jika tidak ada pemilu.
penyelenggaraan pemilu yang Pada sudut pandang sempit pemilu
berintegritas tidak hanya didukung dipahami sebagai satu-satunya
oleh penyelenggara dan peserta cara terbaik saat ini dalam rangka
yang berintegritas, penting juga mewujudkan stabilitas politik
untuk mendorong para pemilih yang dan dipandang fair sebagai arena
berintegritas dengan menggunakan perebutan kekuasaan. Namun
pendekatan etika dalam lingkup etika demikian demokrasi yang saat ini
pemilu. dipandang sebagai jalan terbaik untuk
upaya kaderisasi kepemimpinan
B. METODE begitu banyak tantangan dalam
Tulisan ini merupakan esai kualitatif implementasinya. Menjadi hal menarik
yang menggunakan metode penalaran ketika demokrasi dilihat sebagai ajang
ilmiah serta lebih menekankan pada masyarakat mengubah kehidupan,
pendekatan fenomenologi, dimana baik kehidupannya maupun bangsa
bertolak dari sebuah peristiwa dan negara pada umumnya.1
khusus yang menarik untuk diteliti Oleh karenanya, perbaikan sistem
dan mencari simpulan dengan sifat pemilu serta perangkat aturan
tulisan yang induktif. Data untuk didalamnya begitu dinamis dari tahun
tulisan ini dikumpulkan melalui kajian 1
Lihat lebih jauh dalam buku perbandingan
penyelenggara pemilu di dunia, cetakan DKPP RI 2016

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 91


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

ketahun. Sejak era orde lama hingga politik, kesantunan politik, disposisi
saat ini perangkat aturan kepemiluan resiprositas toleransi, fleksibilitas
seringkali diubah. Termasuk institusi dan open mindness, komitmen
penyelenggara pemilu berkembang kejujuran dan akhirnya keterbukaan.
seiring kebutuhan dan tuntutan akan Didalam ungkapan berbeda akan
penyelenggaraan pemilu yang lebih tetapi memiliki substansi yang sama,
baik. Sejarah mencatat hampir setiap upaya yang dimaksud hanya mungkin
menjelang pemilu terjadi revisi atau dimenangkan diatas keberhasilan
perubahan aturan yang menyertainya kita didalam membangun etika dan
dan bahkan terbentuk lembaga baru moralitas politik yang berkeadaban
yang berkaitan dengan pengawasan demokratik, untuk menyebut
penyelenggaraan pemilu. Hal tersebut kesantunan, keadilan, toleransi
menunjukkan setidaknya dua hal sebagai elemen penting etika dan
utama. Pertama, demokrasi kita moralitas politik.2
berkembang dan dinamis. Kedua, ada Begitupun dalam perspektif
upaya perbaikan dari waktu ke waktu agama, politik maupun pemilihan
tentu saja dengan spirit perubahan umum (Pemilu), merupakan sarana
yang lebih baik serta tidak mengulang atau alat pengembalian hak umat
kesalahan sebelumnya. untuk memilih para pemimpin
Membangun institusi-institusi ummat maupun memilih wakilnya
demokratik adalah prasyarat yang nantinya akan berbicara,
penting bagi peletakan sistem menyampaikan pendapat, menuntut,
politik demokratis. Demikian pula membela dan melindungi hak-haknya
kehadiran pilkada langsung dan dari hal-hal yang merugikan mereka.
serentak yang sudah dimulai tahun Oleh karena itu partai politik maupun
2015 merupakan proses politik pemilu mempunyai kedudukan yang
strategis menuju kehidupan politik amat strategi bagi terwujudnya
demokratis. Namun di atas semua itu pemerintahan yang amanah sesuai
yang tak kalah penting adalah upaya dengan kehendak dan cita-cita ummat.
kita sampai benar-benar berhasil Pemilu dalam konteks
membangun etika dan moralitas ketatanegaraan di Indonesia,
politik para pihak, mencakup para elit walaupun mayoritas wakil-wakil
dan tokoh politik, penyelenggara rakyat yang dipilih tersebut mewakili
serta peserta pemilu yang sebangun kelompok atau partai tertentu,
dengan tuntutan sistem politik tetapi mereka memiliki otoritas
demokratik. untuk mengkomunikasikan berbagai
Prasyarat penting yang diperlukan kepentingan bersama dalam suatu
untuk memenuhi tuntutan itu adalah negara bangsa atas dasar kesepakatan
pentingnya dibangun kebudayaan bersama (konstitusi). Pada masa
dan kepribadian politik demokratik sekarang ini dan di Indonesia ini tidak
yang menurut Gould (1998) meliputi
2
http://eprints.undip.ac.id/5316/1/Demokrasi-
elemen-elemen: inisiatif rasional Jurnal_UNPAR.pdf diunduh pada 22/11/2016

92 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Helby Sudrajat - GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU

ada cara lain untuk untuk memilih pekerjaan, ras dan sebagainya.
pemimpin yang baik dan shalih Faktor jenis pekerjaan juga dinilai
kecuali melalui pemilihan umum. bisa mempengaruhi keputusan orang
Hampir dapat dipastikan bahwa ikut pemilihan atau tidak.
munculnya pemimpin yang buruk Kedua, teori psikologis. Keputusan
akhlaknya menyebabkan buruk dan seseorang untuk ikut memilih
terabaikannya hak-hak rakyat. Salah atau tidak acapkali ditentukan
satu penyebab naiknya para pemimpin oleh kedekatan dengan partai
yang buruk karena orang-orang yang atau kandidat yang maju dalam
shalih membiarkan/mengabaikan pemilihan. Makin dekat seseorang
sarana pemilu ini.3 dengan partai atau kandidat
Secara sederhana pemilu yang tertentu makin besar kemungkinan
demokratis bisa diwujudkan dalam seseorang terlibat dalam pemilihan.
beberapa syarat. Pertama keharusan Ketiga, teori sosial ekonomi. Teori
adanya penyelenggara pemilu yang ini menyatakan keputusan untuk
berintegritas. Kedua dihasilkannya memilih atau tidak dilandasi oleh
peserta dan pemenang pemilu yang pertimbangan rasional, seperti
berkualitas. Ketiga, adanya kepastian ketidakpercayaan dengan pemilihan
hukum. Keempat, adanya penegakan yang bias membawa perubahan lebih
hukum pemilu yang adil serta baik. Atau ketidakpercayaan masalah
mengutamakan asas kebermanfaatan akan bisa diselesaikan jika pemimpin
bersama. Kelima dibutuhkan baru terpilih, dan sebagainya.
adanya partisipasi masyarakat. Pemilih yang tidak percaya dengan
Karena bagaimanapun juga pemilu pemilihan akan menciptakan keadaan
adalah pesta masyarakat dan hajat lebih baik, cenderung untuk tidak ikut
masyarakat dalam menyalurkan memilih.
aspirasinya dalam merubah kehidupan Untuk mengkaji mengenai perilaku
bernegara kearah yang jauh lebih baik. pemilih dalam menjatuhkan pilihannya
pada partai atau orang tertentu dalam
B.2. Perilaku Pemilih ilmu politik terdapat dua mazhab
Secara kajian teoritis, ada yang dominan menurut Afan Gaffar,
setidaknya tiga teori besar yang yaitu : Mazhab Columbia dan Mazhab
menjelaskan mengapa seseorang Michigan. Mazhab Columbia dikenal
memutuskan untuk tidak memilih sebagai pendekatan sosiologis, dan
ditinjau dari sudut pemilih ini adalah mazhab Michigan dikenal dengan
sebagai berikut: Pertama, teori pendekatan sosio-psikologis.4
sosiologis. Seseorang tidak ikut Pendekatan sosiologis ini
dalam pemilihan dijelaskan sebagai dipelopori dan dikembangkan
akibat dari latar belakang sosiologis oleh sejumlah ilmuwan ilmu sosial
tertentu, seperti agama, pendidikan, dan ilmu politik dari Columbia’s
University Bureau Of Applied Social
3
Drs. H. Abd. Salam, SH.MH. Partai Politik,
4
Pemilu dan Golput dalam Perspektif Hukum Islam (Afan Gaffar, 1992 : 4 ).

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 93


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

Science, sehingga terkenal dengan organisasi, hasil penelitian yang


mashab Colombia (The Columbia pernah mereka lakukan menunjukan
School of Electoral Behavior). Kedua bahwa status sosial ekonomi
teori perilaku pemilih psikologis. (pendidikan, pekerjaan, pendapatan
Pendekatan ini dipelopori dan dan kelas sosial si pemilih),
dikembangkan oleh sejumlah ilmuwan tempat tinggal (rural atau urban)
dari University of Michigan’s Survey memiliki hubungan yang sangat kuat
Research Center, sehingga dalam dengan perilaku pemilih. Dengan
teorisasi perilaku pemilih dikenal demikian, teori perilaku pemilih
dengan mazhab Michigan’s.5 sosiologis atau mashab Columbia
Pendekatan sosiologis berasal menekankan bahwa faktor-faktor
dari Eropa Barat yang dikembangkan sosiologis memiliki peranan penting
oleh para ahli politik dan sosiologi. dalam membentuk perilaku memilih
Mereka memandang masyarakat seseorang atau sekelompok orang.
sebagai sesuatu yang bersifat Sedangkan teori perilaku
hierarkis terutama berdasarkan pemilih psikologis atau mashab
status, karena masyarakat secara Michigan’s lebih menekankan bahwa
keseluruhan merupakan kelompok perilaku memilih seseorang atau
orang yang mempunyai kesadaran sekelompok orang dipengaruhi oleh
status yang kuat. Mereka percaya relasi tiga aspek psikologis antara
bahwa masyarakat sudah tertata manusia dengan aspek-aspek pemilu
sedemikian rupa sesuai dengan latar antara lain : 1) Keterkaitan seseorang
belakang dan karakteristik sosialnya, dengan partai politik, 2) Orientasi
maka memahami karakteristik sosial seseorang terhadap isue-isue, dan
tersebut merupakan sesuatu yang 3) Orientasi seseorang terhadap
penting dalam memahami perilaku kandidat. Dengan demikian, partai
politik individu.6 Perlaku pemilih politik, isu dan kandidat merupakan
dari pendekatan sosiologis tersebut variabel independen dalam
dipengaruhi oleh indikator sebagai menjelaskan perilaku pemilih dalam
berikut : (a) pendidikan, (b) jabatan suatu pemilu. 8
/ pekerjaan, (c) jenis kelamin, (d) Teori tersebut diatas setidaknya
Usia.7 memberikan gambaran terang bahwa
Pendapat lain dikemukakan pada dasarnya mayoritas orang golput
Seymour M. Lipset, yang dikutip yang menjadi sasaran dalam etika
Alwis, karakteristik sosiologis pemilih pemilu adalah pemilih yang rasional.
dipengaruhi oleh beberapa kategori, Artinya, seorang pemilih secara
yakni: pendapatan, pendidikan, rasional memutuskan untuk tidak
pekerjaan, ras, jenis kelamin, umur, memilih dengan alasan yang sempit
tempat tinggal, situasi, status dan dan cenderung berpedoman pada
5
(Dewi Erowati dalam Jurnal Demokrasi dan isme pribadi dan kadangkala abai
Otonomi Daerah, Volume 2/Nomor 2/Desember 2004).
6 8
(Afan Gaffar, 1992 : 4-5). (Dewi Erowati dalam Jurnal Demokrasi dan
7
(Afan Gaffar, 1992 : 5). Otonomi Daerah, Volume 2/Nomor 2/Desember 2004.

94 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Helby Sudrajat - GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU

terhadap kepentingan bersama. pemula.9


Walaupun demikian, golput secara Sejak Pemilu 1955 angka
teoritis tidak serta merta dinilai benar Golput memiliki kecenderungan
atau salah, patut atau tidak patut, teori terus meningkat. Bila dihitung dari
hanya memberikan penggambaran pemilih tidak datang dan suara
semata gejala yang timbul serta tidak sah, golput pada pemilu
apa penyebab dibalik peristiwa 1955 sebesar 12,34%. Pada pemilu
(golput) tersebut. Hal ini saya ulas 1971, ketika Golput dicetuskan dan
karena penting untuk memilah mana dikampanyekan, justru mengalami
kemudian yang menjadi sasaran etis penurunan hanya 6,67%. Pemilu 1977
atau tidak etis seorang individu ketika Golput sebesar 8,40%, 9,61% (1982),
memutuskan untuk golput. 8,39% (1987), 9,05% (1992), 10,07%
(1997), 10.40% (1999), 23,34% (Pileg
B.3. Pengistilahan Golput 2004), 23,47% (Pilpres 2004 putaran
Secara sederhana golongan putih I), 24,95% (Pilpres 2004 putaran II). 10
atau sering dikenal dengan istilah Pada Pilpres putaran II setara
golput dapat diartikan sebutan bagi dengan 37.985.424 pemilih. Pemilu
pemilih yang tidak menggunakan legislatif 2009 partisipasi pemilih
hak pilihnya dalam proses pemilihan. sebesar 71%. Artinya jumlah golput
Akibat bermunculan fenomena golput, (dalam arti longgar) terdapat 29%.
kajian tentang perilaku pemilih dalam Sedangkan menurut perkiraan
ilmu politik berkembang cukup berbagai sumber jumlah golput pada
signifikan seiring dengan begitu pemilu Presiden 2009 sebesar 40%.
popularnya sistem demokrasi yang Angka-angka golput ini cukup tinggi.11
dianut negara-negara didunia, tak Sementara itu tingkat golput dalam
terkecuali di Indonesia. Perilaku gelaran Pilpres 2014 mencapai 29,8%
yang sudah berpola seringkali atau 56.732.857 suara. Angka golput
dikategorikan dengan pengistilahan Pilpres 2014 lebih parah dibanding
budaya politik. Pilpres 2009 yang mencapai 27,7%.
Angka golput memiliki Bahkan lebih buruk dibanding Pilpres
kecenderungan terus meningkat dari 2004 (yang hanya mencapai 24%).12
tahun ke tahun. Kenaikan jumlah Bahkan Pemilu terakhir dalam data
golput dipicu meluasnya perasaan KPU menyebut, total warga yang
alienasi politik bahwa pemilu tidak berhak menggunakan hak pilihnya
terkait dengan kepentingan pragmatis dan masuk dalam Daftar Pemilih
9
Paragraf ini senada dengan artikel yang pernah
pemilih. Efikasi politik yang rendah dimuat di Koran Sindo Edisi Rabu 7 Januari 2009 Jakarta,
terhadap proses-proses politik, Burhanudin Muhtadi.
10
Bandingkan pula dengan data resmi KPU, bisa
termasuk masalah pemilu, membuat cek website resmi KPU di www.KPU.go.id
mereka merasa bahwa pilihan suara 11
https://id.wikipedia.org/wiki/Golongan_putih
mereka tidak bakal mengubah diunduh pada 21/11/2016 pukul 13.42
12
http://www.harianterbit.com/2015/
keadaan. Rendahnya efikasi politik read/2014/07/23/5622/26/26/Terburuk-Sepanjang-
biasanya menjangkiti segmen pemilih Sejarah-Golput-Pilpres-Capai-567-Juta diunduh pada
25/11/2016
Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 95
TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

Tetap (DPT) pada Pilpres 2014 kesengajaan yang menjadi terlepas


adalah 190.307.134. Namun yang dari kajian etika. Karena etika memi-
menggunakan hak pilihnya sebanyak liki muatan khusus kaitannya dengan
133.574.277 suara.13 kesengajaan atau kesadaran individu
Faktor yang menyebabkan untuk melakukan suatu perbuatan da-
masyarakat memutuskan untuk lam hal ini golput atas kehendaknya
tidak memilih atau menjadi golongan sendiri, bukan karena faktor eksternal.
putih, antara lain seperti kurangnya Namun demikian ada pula
sosialisasi kepada masyarakat, anggapan lain yang muncul yang
masyarakat sudah bosan dengan janji- juga perlu diperhatikan bahwa se-
janji calon/peserta pemilu, masyarakat bagian orang melihat golput pada
sering menganggap tidak ada dasarnya adalah bentuk lain dari
perubahan meskipun pemimpinnya abstain. Sementara abstain adalah
sudah diganti dan banyaknya pejabat mekanisme yang disediakan dalam
yang melakukan tindak pidana setiap instrumen pengambilan
korupsi membuat tingkat kepercayaan keputusan dalam demokrasi. Dengan
mereka menurun.14 Beberapa faktor logika berpikir demikian, maka golput
ini kemudian menyebabkan pemilih tak bisa dipidana. Atau dengan kata
menjadi apatis dan memilih untuk lain golput secara kerangka hukum
golput. sama sekali tidak melanggar dan
Burhanudin Muhtadi dalam sebuah diperbolehkan sebagaimana bagian
artikelnya pernah memaparkan dari hak politik seorang warga negara.
beberapa kriteria golput. Pertama, Oleh karenanya yang penulis soal
golput teknis yang disebabkan tidak kemudian adalah kaitannya dengan
jelinya penyelenggara pemilu dalam moral dan etika. Karena boleh jadi
mendata pemilih, sehingga banyak benar secara hukum akan tetapi justru
potensi pemilih yang tidak terdaftar. bertentangan secara ethics.
Atau, kartu pemilih yang tidak sampai
ke tangan pemilih hingga waktu yang B.4. Golput dalam berbagai Sudut
ditentukan. Kedua, golput pragmatis. Pandang
Ketiga, golput ideologis yang Salah satu karakteristik etika ada-
disebabkan oleh alasan bahwa pemilu lah begitu menekan ke-ego-an indivi-
tidak ada gunanya.15 du. Dimana individu didorong untuk
Dalam concern pembahasan Penu- menyepakati nilai universal yang di-
lis selanjutnya, kategori ketiga ini yang pandang baik bagi keberlangsungan
lebih ditonjolkan dibahas sekaligus hidup bersama. Etika mencari titik
menjadi batasan ketika dikaitkan den- temu antara nilai moral individu yang
gan etika pemilih dalam pemilu. Kare- subjektif untuk kemudian dijadikan
na faktor teknis terlepas dari unsur nilai yang universal yang berlaku
13
Lihat lebih lengkap dalam webiste resmi KPU
ttg hasil Pemilu 2014 umum. Oleh karenanya etika seringka-
14
http://www.jurnalpost.com/faktor-faktor- li disebut sebagai filsafat moral.
penyebab-golput-saat-pilkada-serentak/598/
15
Pendekatan etika tentu berbeda

96 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Helby Sudrajat - GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU

dengan pendekatan hukum. Dalam jauh dari itu termasuk warga negara
sudut pandang hukum, boleh jadi gol- serta segenap elemen bangsa lainnya
put sesuatu hal yang diperbolehkan terikat oleh nilai Pancasila sebagai lan-
sebagai hak setiap individu. Namun dasan ethics bangsa Indonesia.
bagi etika ini berbeda. Etika kadang- Pancasila sebagai sistem etika di
kala melihat sesuatu diatas hukum. samping merupakan way of life bang-
Etika bukan bicara boleh atau tidak sa Indonesia, juga merupakan struk-
boleh, akan tetapi jauh dari itu juga tur pemikiran yang disusun untuk
bicara kepatutan, kepantasan, keber- memberikan tuntunan atau panduan
manfaatan, yang pada ujungnya etika kepada setiap warga negara Indone-
menjadi nilai universal yang dianggap sia dalam bersikap dan bertingkah
mayorutas manusia adalah sebuah laku. Pancasila sebagai sistem etika,
kebaikan walaupun boleh jadi meru- dimaksudkan untuk mengembangkan
gikan kepentingan individu. dimensi moralitas dalam diri setiap
Jika pemilu dilihat sebagai sistem individu sehingga memiliki kemam-
bernegara, maka setidaknya ada em- puan menampilkan sikap spiritualitas
pat hal utama yang harus diulas se- dalam kehidupan bermasyarakat, ber-
bagai sumber nilai etika dalam praktik bangsa, dan bernegara.16
kepemiluan. Hal ini Penulis khususkan Pancasila dalam nilai yang dikand-
karena etika pemilu juga merupakan ungnya mengharuskan ego setiap
serapan dari berbagai nilai yang ada. individu (jika dianggap setiap indi-
Oleh karenanya, pembaca nanti akan vidu memiliki nilai moral tersendiri
melihat dan membandingkan sendiri, yang subjektif) untuk tunduk demi
sehingga golput akan tercermin sendi- kepentingan bersama, atau setidaknya
ri kewajaran atau kepatutannya secara mempedomani nilai tersebut dalam
otomatis dari wacana etika. Keempat kerangka menjaga keharmonisan hid-
sumber nilai etika tersebut meliputi up bersama. Secara ringkas nilai-nilai
Pancasila sebagai dasar negara, agama Pancasila berisi nilai-nilai etika ketu-
sebagai pedoman hidup keseharian hanan, nilai-nilai etika kemanusiaan,
pemilih, HAM sebagai acuan penga- nilai-nilai etika persatuan serta nilai-
kuan hak memilih dan dipilih, serta nilai etika berdemokrasi yang berlan-
TAP MPR Nomor VI Tahun 2001. daskan permusyawaratan perwakilan
Pertama, kita berkaca dari Pancas- serta nilai-nilai keadilan sosial.
ila sebagai sumber nilai kehidupan Dalam nilai ketuhanan, Pancasila
berbangsa dan bernegara. Tentu saja melihat golput sebagai sebuah tinda-
tidak diragukan lagi Pancasila syarat kan pemilih yang harus dipertanggu-
akan nilai-nilai luhur yang acapkali ngjawabkan dihadapan Tuhan yang
dipedomani sebagai acuan patut atau Maha Esa. Artinya Pancasila sebagai
tidak patut, wajar atau tidak wajar sumber nilai ketuhanan mengajarkan
suatu perbuatan. Nilai-nilai Pancasila pada pemilih bahwa pilihan golput
tidak sebatas mengikat pada pemer-
16
http://kuliahdaring.dikti.go.id/ diakses pada
intahan dalam arti sempit, akan tetapi 25/11/2016

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 97


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

tidak bisa dilihat dari sisi rasional se- bu-rambu atau etika dalam memilih
mata, jauh dari itu harus mempertim- pemimpin. Dan bisa dipastikan keter-
bangkan nilai-nilai ketuhanan, karena libatan seorang warga (atau posisinya
sekali lagi setiap tindakan dan pilihan sebagai umat bergama) dalam me-
akan dimintai pertanggungjawaban, nentukan pemimpin mereka adalah
apapun agama pemilih, dan golput sebuah keharusan. Walaupun dengan
adalah sebuah tindakan yang juga cara dan tujuan berbeda akan tetapi
akan dimintai pertanggungjawaban. point pentingnya adalah agama men-
Nilai etika kemanusiaan yang adil dorong ummatnya untuk sebisa mun-
dan beradab juga mengharuskan seo- gkin berpartisipasi dan tidak apatis.
rang pemilih untuk berlaku adil dan Indonesia sebagai mayoritas pe-
bijak dalam pilihannya. Maka sebelum meluk muslim ternyata memiliki per-
memutuskan untuk golput, seorang anan tersendiri dalam mendorong
pemilih haruslah berlaku adil terh- warga negara (umat Islam) agar
adap pilihannya dan lebih mement- meningkatkan partisipasi pemilih dan
ingkan kemaslahatan hidup bersma tidak golput. Hal ini bahkan menjadi
sebagai wujud manusia yang berkead- kekhawatiran serius para ulama di In-
aban. Tidak semata memandang donesia. Semakin tingginya angka gol-
golput sebagai pilihan dan hak, akan put dari pemilu ke pemilu mendorong
tetapi harus adil dengan mempertim- ulama untuk membantu penyeleng-
bangkan kebaikan hidup bernegara. gara (KPU) meningkatkan partisipasi
Sementara itu, dalam nilai persat- pemilih dalam pemilu.
uan, golput (bisa saja) dipandang se- Umat Islam melalui ulama-ula-
bagai sikap individu yang memungki- ma yang terhimpun dalam Majelis
ri cita-cita bernegara yang bertujuan Ulama Indonesia (MUI) ternyata
mensejahterakan kehidupan bersama, sudah mengeluarkan fatwa yang
dilakukan bersama-sama dab ber- mewajibkan umat Islam di Indonesia
proses bersama-sama. Pancasila se- untuk menggunakan hak pilihnya
bagai sumber etika bagi perwujudan dalam Pemilu Legislatif dan Presiden.
persatuan memandang nilai gotong Fatwa tersebut diputuskan pada
royong sebagai nilai luhur yang harus tahun 2009. Secara ekspilsit, Ketua
dipelihara, sementara golput adalah MUI KH Amidhan pun menyebutkan
pilihan rasional pribadi yang kadang- bahwa umat muslim yang tidak
kala mengabaikan sikap gotong roy- ikut pemilu (golput) itu sama saja
ong dalam mensukseskan hajat hidup sudah melakukan perbuatan dosa.
bersama (pemilu). Menurutnya pemilu secara tidak
Kedua, berkaca dari nilai-nilai ag- langsung akan menentukan nasib umat
ama sebagai pedoman hidup pemilih Islam di Indonesia. Hal ini tentu saja
dalam keseharian. Dalam berbagai jika dilihat secara etika merupakan
agama yang ada dan/atau diakui di sebuah pondasi yang kuat, karena
Indonesia, hampir semuanya ada melaksanakan ketentuan agama serta
mekanisme, tatacara, panduan, ram- titah ulama yang tujuannya adalah

98 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Helby Sudrajat - GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU

kebaikan merupakan sebuah kebaikan Rekomendasi


yang diterima secara universal. 1. Umat Islam dianjurkan untuk
Fatwa tentang wajib memilih memilih pemimpin dan wakil-
dalam pemilu, sebagai gerakan moril wakilnya yang mengemban tugas
dan ethics itu diputuskan melalui amar makruf nahi munkar.
ijtima’ Ulama komisi fatwa Se- 2. Pemerintah dan penyelenggara
Indonesia ketiga Tahun 2009. Berikut pemilu perlu meningkatkan
isi fatwa tentang wajib memilih dalam sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu yang dibuat oleh MUI, seperti pemilu agar partisipasi masyarakat
dikutip dari Republika.co.id: dapat meningkat, sehingga hak
Menggunakan Hak Pilih dalam masyarakat terpenuhi.17
Pemilihan Umum Ketiga, berkaca dari pendekatan
1. Pemilihan Umum dalam pandangan HAM golput menjadi sedikit bias. Hal
Islam adalah upaya untuk memilih ini disebabkan HAM yang dipahami
pemimpin atau wakil yang saat ini menitikberatkan pada indi-
memenuhi syarat-syarat ideal bagi vidu. HAM menganggap hak memilih
terwujudnya cita-cita bersama dan dipilih tidak bisa diganggu gugat
sesuai dengan aspirasi umat dan bahkan oleh negara sekalipun. Untuk
kepentingan bangsa. melihat dari kaca mata HAM, beberapa
2. Memilih pemimpin dalam aturan yang dapat menjadi rujukan
Islam adalah kewajiban untuk antara lain Deklarasi Universal Hak-
menegakkan imamah dan imarah hak Asasi Manusia (DUHAM) dalam
dalam kehidupan bersama. Pasal 18 menyatakan “setiap orang
3. Imamah dan Imarah dalam Islam berhak atas kebebasan pikiran,
menghajatkan syarat-syarat sesuai hati nurani dan agama; dalam hal
dengan ketentuan agar terwujud ini termasuk kebebasan berganti
kemaslahatan dalam masyarakat. agama atau kepercayaan, dengan
4. Memilih pemimpin yang beriman kebebasan untuk menyatakan agama
dan bertakwa, jujur (shiddiq), atau kepercayaann dengan cara
terpercaya (amanah), aktif dan 17
Fatwa tentang wajib memilih dalam Pemilu
aspiratif (tabligh), mempunyai itu ditetapkan di Padang Panjang, Sumatera Barat,
kemampuan (fathonah), dan 26 Januari 2009, Fatwa atau ifta’ adalah penjelasan
tentang hukum syar’i dari suatu permasalahan umat
memperjuangkan kepentingan yang merupakan suatu jawaban dari pertanyaan yang
umat Islam hukumnya adalah diajukan. Sedangkan orang yang melakukan tugas
ini disebut dengan mufti. Ia adalah seorang yang
wajib. mengetahui tentang hukum-hukum syari’ah, berbagai
5. Memilih pemimpin yang tidak persoalan, kejadian dan telah dianugerahi dengan ilmu
memenuhi syarat-syarat serta memiliki kemampuan untuk mengambil dari dalil-
dalil hukum syar’i. Tugas ini begitu besar nilainya di sisi
sebagaimana disebutkan dalam Allah swt sehingga seorang mufti dianggap sebagai
butir 4 (empat) atau tidak memilih wakil Allah didalam memberikan penjelasan tentang
hukum-hukum yang terdapat di dalam Al Qur’an maupun
sama sekali padahal ada calon Sunnah. Untuk itu Ibnul Qoyyim menyebutkan bahwa
yang memenuhi syarat hukumnya seorang mufti adalah ‘petugas resmi’ Allah terhadap apa
yang difatwakannya.
adalah haram.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 99


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

mengajarkannya, melakukannya, bagian dari subsistem sosial.


beribadat dan mentaatinya, baik Keempat, sejarah mencatat ternya-
sendiri maupun bersama-sama ta ada ketetapan MPR yang masih ber-
dengan orang lain, di muka umum laku dan mengikat segenap elemen
maupun sendiri”. bangsa termasuk pemerintahan dalam
Sementara dalam Pasal 19 menjalankan pemerintahannya yakni
disebutkan bahwa “setiap orang Ketetapan Majelis permusyawaratan
berhak atas kebebasan mempunyai Rakyat Republik Indonesia Nomor:
dan mengeluarkan pendapat; dalam VI/MPR/2001 Tentang Etika ke-
hal ini termasuk kebebasan menganut hidupan Berbangsa.19 Setidaknya hal
pendapat tanpa mendapat gangguan, ini menunjukkan betapa pentingnya
dan untuk mencari, menerima landasan etika dalam berpolitik seka-
dan menyampaikan keterangan- ligus memberikan penegasan bahwa
keterangan dan pendapat dengan cara etika haruslah melandasi seorang
apa pun dan dengan tidak memandang pemilih sebagai bagian dari elemen
batas-batas”.18 Akan tetapi jika dalam bangsa.20
poin HAM disebutkan beragama Etika kehidupan berbangsa
dan menjalankan agama adalah juga merupakan rumusan yang bersumber
merupakan bagian dari HAM, maka dari ajaran agama, khususnya yang
tentu kembali lagi ke pendekatan bersifat universal, dan nilai-nilai luhur
etika oleh agama dan Pancasila budaya bangsa yang tercermin dalam
(pembahasan paragraph sebelumnya). Pancasila sebagai acuan dasar dalam
Satu hal yang harus dipahami berpikir, bersikap dan bertingkah
dalam pendekatan HAM, kebebasan laku dalam kehidupan berbangsa.
individu akan terwujud dan tercipta Oleh karenanya ketika Penulis telaah
jika negara (atau system social) juga segenap nilai yang terkandung
berjalan dengan baik. Tidak ada didalamnya saling keterkaitan
pengakuan HAM dalam negara yang dengan nilai etika yang bersumber
chaos atau dalam pranata sosial dari pancasila dan agama sehingga
yang rusak. Oleh karenanya golput pada intinya kedudukannya saling
dalam persfektif HAM harus juga menguatkan satu sama lain dalam
dikembalikan pada hak dan kewajiba memandang golput sebagai hal yang
bersosial. Tidak hanya cukup melihat bersebrangan dengan etika.
golput sebagai hak, akan tetapi jauh
dari itu golput juga menyimpan B.5. Golput dalam Diskursus Etika
tanggungjawab individu sebagai Pemilu
18
Lihat juga Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 23 (1) Setiap Demokrasi sering dilihat sebagai
orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan
19
politiknya. (2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, Lihat lebih lengkap dengan mengunduh
mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai langsung pada http://www.tatanusa.co.id/
20
hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui Bangsa dimaknai sebagai sekelompok orang
media cetak maupun elektonik dengan memperhatikan yang hidup bersama dalam satu wilayah tertentu
nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertban, kepentingan yang memiliki kesamaan latar belakangsejarah serta
umum, dan keutuhan bangsa. bersama-sama mewujudkan cita-cita bersama

100 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Helby Sudrajat - GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU

alat untuk mencapai kesejahter- advokat, etik kehakiman, eti-


aan. Dengan demikian pemilu yang ka aparatur sipil Negara, etika bisnis,
demokratis merupakan prasyarat un- dan banyak lagi yang lainnya. Na-
tuk mewujudkan terselenggaranya mun jika secara khusus bicara etika
pemerintahan yang baik yang mampu pemilu, tentu memiliki konsekuensi
mengagregasikan kepentingan mas- tersendiri secara kajian akademis.
yarakat dengan jalan menghasilkan Hal ini disebabkan karena minimnya
output pemilu (pemimpin yang memi- referensi etika yang pendekatannya
liki kredibilitas) yang baik sesuai tun- praktik dan bukan hanya sekedar
tutan masyarakat yang pada akhirnya teori. Penulis melihat dalam
pemilih yang golput dengan alasan penyelenggara kepemiluan, Dewan
kejumudan politik dan pemilu tidak Kehormatan Penyelenggara Pemilu
lagi dibenarkan. Oleh karenanya etika (DKPP) tentu bukan hal asing lagi dan
dibutuhkan dalam rangka mengawal semakin menunjukkan eksistensinya
pemilu yang demokratis. serta dianggap efektif untuk menjaga
Etika pada hakikatnya mengamati kehormatan penyelenggara pemilu
realitas moral secara kritis. Etika yang beretika.
tidak memberikan ajaran melainkan Namun demikian, tuntutan akan
memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai- kebutuhan penerapan etika dalam
nilai, norma-norma dan pandangan- system pemilu kian meluas dengan
pandangan moral secara kritis. Etika dilatarbelakangi setidaknya tiga hal
menuntut pertanggungjawaban yakni utama. Pertama, etika penyelenggara
karena banyak sekali ajaran moral saja tidak cukup. Dibutuhkan
dan pandangan moral seperti dalam kerjasama dan soliditas para pihak
kitab-kitab suci, petuah, wejangan untuk mewujudkan pemilu yang
dari para kyai, pendeta, orang tua berintegritas. Oleh karenanya
dan sebagainya, dan manusia harus dalam praktiknya, kecurangan dan
memilih dengan kritis dan mengikuti permaslahan kepemiluan acapkali
ajaran moral tertentu sehingga dilakukan oleh pihak-pihak diluar
bisa dipertanggungjawabkan atas penyelenggara, termasuk peserta
pilihannya. Etika tidak membiarkan pemilu, dan dalam hal ini dipandang
pendapat pendapat moral tidak perlu upaya untunk membatasi
dapat dipertanggungjawaban. Etika perilaku para pihak dimaksud dengan
berusaha untuk menjernihkan tujuan menjaga pemilu agar sesuai
permasalahan moral.21 yang diharapkan.
Praktik penerapan etika beser- Kedua, kebutuhan pendekatan
ta sanksinya sudah begitu banyak etika ini merupakan kebutuhan yang
diterapkan dibeberapa organisasi sifatnya nasional. Apalagi seiring
profesi di Indonesia. Sebut saja mis- program pemerintah yang disebut
alkan etika kedokteran, etika profesi revolusi mental, maka kebutuhan
21
Jurnal Ultima Humaniora, Maret 2014, Hal 111- akan penguatan dan pelembagaan
123 Issn 2302-5719 Vol II, Nomor 1 Pancasila Sebagai Etika
Politik Di Indonesia Surajiyo etika pemilu juga merupakan sebuah

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 101


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

keharusan. Karena sekali lagi etika rumitnya komponen didalamnya serta


pemilu merupakan subsitem dari satu sama lain saling mempengaruhi
etika berbangsa dan bernegara. maka Penulis sebut sebagai
Ketiga, adanya pemilu dan sebuah sistem. Garis putus-putus
pemilukada yang dilakukan secara menandakan ranah etika. Etika pemilu
serentak pasca putusan MK. Dengan melingkupi seluruh prasyarat pemilu
dilaksanakan secara serentak, yang demokratis. Dengan kata lain
otomatis peluang pelanggaran tegaknya pemilu yang demokratis bisa
dan kecurangan para pihak begitu secara efektif terwujud jika dibingkai
rentan terjadi. Apalagi secara teknis dengan penegakan etika para pihak
penyelenggaraan akan menyita banyak dalam sistem penyelenggaraan
energi dan sekali lagi penyelenggara pemilu.
pemilu yang berintegritas saja tidak Wacana yang muncul belakangan
cukup, butuh langkah preventif untuk ini, menjelang pemilu mendatang yang
menjaga agar para pihak bisa bersikap serentak, sementara etika pemilu
fair dalam berkontestasi serta mensyaratkan setidaknya etika
menjunjung tinggi etika dalam pemilu. penyelenggara dan peserta pemilu.
Dasar urgensi tersebut setidaknya Namun demikian pembahasan ini
yang menguatkan wacana etika pemi- juga menyoal dari sisi etika pemilih
lu belakangan ini sehingga banyak pemilu. Termasuk dalam hal ini
para akademisi berupaya merumus- memperlihatkan posisi golput dalam
kan konsep seperti apa etika pemilu sub sitem etika pemilu. Dalam tabel
yang dimaksud. Belakangan muncul terlihat jelas golput sebenarnya hanya
wacana diberbagai dialog dan diskusi salah satu fenomena kecil yang dibahas
tentang tuntutan bagi peserta pemi- dari sisi etika disamping kompleksnya
lu agar tunduk dan patuh terhadap permasalahan pemilih. Kedepan, boleh
kode etik peserta pemilu. Peserta jadi pembatasan perilaku pemilih yang
pemilu diminta untuk mengikuti jejak menyangkut etika termasuk dalam hal
penyelenggara yang secara sukarela etika menyampaikan dukungan, etika
mengikatkan diri dan beritikad baik pemilih dalam money politics, etika
dengan berpegang teguh pada kode menyampaikan pendapat di media
etik penyelenggara pemilu dibawah sosial, dan lain sebagainya.
pengawasan DKPP. Namun demiki- Pembahasan golput dan
an tidak sedikit pula yang menyang- dikaitkan dengan etika menjadi
sikan peserta pemilu (termasuk par- penting karena tolak ukur keberhasilan
tai politik) membuat aturan etik yang pemilu seringkali dikaitkan dengan
mengikat dirinya sendiri dan menyer- tingkat partisipsi pemilih, termasuk
ahkan kewenangannya kepada orang dalam hal ini legitimasi hasil pemilu.
lain, sementara bisa saja putusan Oleh karenanya golput menjadi
sanksi etika yang muncul justru mer- bagian yang tak tepisahkan dalam
ugikan mereka sendiri. etika pemilu sebagai upaya untuk
Etika pemilu jika dilihat dari meningkatkan partisipasi pemilih.

102 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Helby Sudrajat - GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU

Tabel 1.1. Posisi Golput dalam


Sistem Etika Pemilu

C. SIMPULAN yang demokratis, mewujudkan


penyelenggaraan yang berintegritas
Dari pembahasan sebelumnya
serta hasil pemilu yang berkualitas.
dapat disimpulkan beberapa hal
Diskursus etika pemilu sangat luas
pokok diantaranya pertama, etika
cakupannya dan melingkupi segala hal
pemilu merupakan sebuah kebutuhan
yang terkait didalamnya. Etika pemilu
dalam rangka mewujudkan pemilu
memiliki urgensi untuk dilakukan

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 103


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

pelembagaan. Kedua, golput dalam DAFTAR PUSTAKA


diskursus etika pemilu merupakan
Abdul Hamid, dkk. 2012. Pendidikan
perilaku yang kurang tepat. Hal ini
Pancasila dan Kewarganegaraan.
didasarkan pada nilai-nilai etika
yang melandasi etika pemilu. Sebagai Jakarta:Pustaka Setia
bagian kecil dari etika pemilih pemilu, Abdullah, M. Yatimin.2006. Pengantar
golput memiliki konsekuensi etis, Studi Etika. Jakarta:Raja Grafindo
dimana siapa saja yang melakukannya
akan dihadapkan pada etika pemilu Persada.
yang dianggap tidak patut dan abai Ashiddiqie, Jimly.2015. Menegakan
terhadap kepentingan bersama Etika Pemilu. Jakarta :Rajawali
sebagai sebuah bangsa. Pers.
Ashiddiqie, Jimly. 2014.Peradilan Etik
dan Etika Konstitusi : Perspektif
baru
tentang Rule of law and rule of Ethics
dan Constitutional Law and
Constitutional Ethics.Jakarta:Sinar
Grafika.
Ashiddiqie, Jimly. 2015. Kuliah Etika
:Dasar Konstitusional Peradilan
Etik
.Jakarta:DKPP RI.
Bertens, K. 1994. Etika.
Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Isutzu, Toshiko.1993.Konsep-konsep
Etika Religius dalam Qur’an. Terj.
Agus
Fahri Husein.Yogyakarta:Tiara
Wacana.
Kaelan. 2012. Filsafat Pancasila:
Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia.
Jogjakarta:Paradigma.
Sujatmoko, Andrey. Hukum HAM
dan Hukum Humaniter Jakarta:
Rajawali Pers.

104 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Helby Sudrajat - GOLPUT DALAM DISKURSUS ETIKA PEMILU

Suseno, Frans Magnis. 1987.Etika


Dasar.Yogyakarta:Kanisius.
Suswantoro, Gunawan. 2016.
Pengawasan Pemilu Partisipatif.
Jakarta:Erlangga.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Pemilu
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015
Undang-undang Nomor 8 tahun 2012
Peraturan Bersama KPU, Bawaslu
dan DKPP Nomor 13, 11 dan 1
Tahun 2012 tentang Kode Etik
Penyelenggara Pemilu
Jurnal Etika & Pemilu DKPP 2016
TAP MPR No VI/MPR/2001 Tentang
Etika Kehidupan Berbangsa
*Sumber-sumber lain sesuai catatan
kaki

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 105


PROBLEMATIKA PENYELENGGARA
PEMILU DI TINGKAT AD HOC
THE PROBLEMATICS OF ELECTION
ORGANIZER AT AD HOC LEVEL

Teten Jamaludin

ABSTRAKS/ABSTRACT

Setiap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu), melibatkan Panitia


Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS),
dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), sebagai
penyelenggara pemilu setingkat di bawah KPU. Mereka bertugas sesuai
dengan wilayah administrasinya. Peran mereka sangat vital dan turut
serta menentukan kualitas demokrasi. Tidak sedikit pula para petugas di
tingkat ad hoc ini yang menjadi sasaran pengaduan ke Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka yang diadukan karena terkait
penyalahgunaan kewenangan, keberpihakan terhadap peserta pemilu
(netralitas), bahkan melakukan kecurangan. Tugas penyelenggara pemilu
adalah memenuhi standar ideal yang memenuhi asas-asas penyelenggara
pemilu. Akan tetapi KPU kabupaten/kota memiliki kendala dalam
merekrut petugas ad hoc. Hal ini disebabkan oleh aturan yang terlalu kaku
di satu sisi dan di sisi lain minat masyarakat untuk menjadi penyelenggara
pemilu yang minim.

Every time of the implementation of the General Election (Election),


involving the District Election Committee (PPK), the Voting Committee
(PPS), and the Group Organizers Voting (KPPS), as part of the organizer
of general election commission at ground level. They served in accordance
with the jurisdiction area. Their role is vital to contribute in determining the
quality of democracy. In fact, not few of these officials at ad hoc level has
become the target of complaints reported to the Honorary Board of Election
(DKPP). They are reported because of some infringement such as abuse of
authority, partiality against electoral participants (neutrality), and even a
fraud. The task of the election organizers are ideally to meet the standard
and the principles of the election organizers. However, election organizers
at districts / citiesm level have problems in recruiting the ad hoc officials.
This is may caused by rigid rules on one side and on the other hand is the
public interest to be election organizers still very low.

106 Vol. 2, Nomor 4,


2, DESEMBER 2016 ETIKA
JUNI 2016 Jurnal Jurnal ETIKA & PEMILU
& PEMILU
Teten Jamaludin - PROPLEMATIKA PENYELENGGARA PEMILU DI TINGKAT AD HOC

Kata kunci: Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia


Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara (KPPS), Problematika
Keywords: the District Election Committee (PPK), the Voting
Committee (PPS), the Group Organizers of Voting (KPPS), Problem

A. PENDAHULUAN menurut Undang-Undang No. 15


Tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilihan umum telah menjadi
Pemilu memang ad hoc (sementara).
rutinitas lima tahunan dari sejak
Tetapi peran dan fungsi mereka
Indonesia pasca kemerdekaan, Orde
sangat penting. Peran mereka turut
Baru, dan Orde Reformasi. Terlebih
menentukan kualitas pelaksanaan
di era reformasi ini, selain pemilihan
dan hasil pemilihan umum ada pada
legislatif dan Pemilihan Presiden,
panitia tingkat ini. Mereka membantu
juga pemilihan kepala daerah
Komisi Pemilihan Umum dalam
(pemilukada). Dalam satu wilayah
melaksanakan semua tahapan pemilu.
administrasi kabupaten/kota, dalam
Karena tugas dan kewenangannya,
kurun waktu lima tahun masyarakat
tidak lepas dari sasaran pengaduan
pergi ke tempat pemungutan suara
dari peserta pemilu atau masyarakat.
(TPS) bisa empat atau lima kali.
Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pertama, pemilihan kepala desa.
Pemilu merilis, selama tahun 2014,
Kedua, Pemilihan Bupati dan Wakil
Anggota PPK yang diberhentikan
Bupati atau Walikota dan Wakil
sebanyak 44 orang dari total 74
Walikota. Ketiga, pemilihan gubernur
Teradu. Jumlah tersebut melebih dari
dan wakil gubenur. Keempat, Pemilu
dari 60 persen. Sedangkan sisanya 37,5
legislatif. Kelima, Pemilu Presiden dan
persen mendapatkan sanksi berupa
Wakil Presiden.
peringatan dan hanya 2,5 persen
Setiap pelaksanaan pemilihan
yang dinyatakan tidak melanggar.
umum baik Pemilu Legislatif, Pemilu
Ada pun untuk tingkat PPS, dari total
Presiden, hingga Pemilihan Kepala
24 Teradu yang diperiksa, tujuh
Daerah dipastikan melibatkan Panitia
orang yang diberhentikan, lima orang
Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia
yang dijatuhi sanksi peringatan dan
Pemungutan Suara (PPS), Kelompok
sebanyak 12 orang dinyatakan tidak
Penyelenggara Pemungutan Suara
melanggar atau direhabilitasi.1 Akan
(KPPS). Mereka termasuk jajaran
tetapi tidak semuanya pelanggaran
penyelenggara pemilu di bawah KPU
yang dilakukan oleh petugas PPK, PPS,
Kabupaten/Kota. Masing-masing
KPPS diperiksa DKPP. Hal tersebut
memiliki tugas dan kewenangan
disebabkan masa jabatan sudah habis,
sesuai dengan wilayah kerjanya.
sehingga tidak bisa diproses karena
Keberaadan PPK, PPS, dan KPPS
1
DKPP Outlook 2015: Refleksi dan Proyeksi hal. 54

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 107


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

pihak yang diperkarakan sudah tidak C. PEMBAHASAN


memiliki legal standing.2
Petugas di tingkat kecamatan
Sementara itu, selama tahun 2015,
sebanyak 5 orang. Mereka berasal
yaitu selama pelaksanaan Pemilukada
dari masyarakat. Menurut Undang-
Serentak Tahun 2015, DKPP telah
Undang No. 15 Tahun 2011 pasal
memberhentikan sebanyak 2
42 ada sebanyak 14 kewenangan
orang dari total 41 PPK, tiga orang
sekaligus tugas yang melekat pada
mendapatkan sanksi peringatan,
PPK. Tugas dan kewenangan tersebut
dan 35 orang yang mendapatkan
meliputi;
rehabilitasi. DKPP juga menerbitkan
1) membantu KPU, KPU Provinsi,
satu Ketetapan. Bagi petugas PPS, dari
dan KPU kabupaten/Kota dalam
total 100, sebanyak 93 orang yang
melakukan pemutahiran data
mendapatkan rehabilitasi, satu orang
pemilih, daftar pemilih sementara,
yang diberhentikan tetap, dan enam
dan daftar pemilih tetap;
orang mendapatkan sanksi berupa
2) membantu KPU Kabupaten/Kota
peringatan.
dalam menyelenggarakan pemilu;
Tulisan ini akan membahas
3) melaksanakan semua tahapan
mengenai modus-modus pelanggaran
penyelenggaraan Pemilu di tingkat
yang terjadi di tingkat PPK, PPS, dan
kecamatan yang telah ditetapkan
KPPS, dan bagaimana problematika
oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU
perekrutan penyelenggara pemilu di
Kabupaten/Kota;
tingkat ad hoc.
4) menerima dan menyampaikan
daftar pemilih kepada KPU
B. METODE PENELITIAN
Kabupaten/Kota;
Metode penelitian dalam penulisan 5) mengumpulkan hasil penghitungan
ini kualitatif dengan pendekatan suara dari seluruh PPS di wilayah
studi lapangan (field reseach). Data kerjanya;
yang digunakan dalam penelitian 6) melakukan rekapitulasi hasil
ini adalah data primer dan data penghitungan suara dalam rapat
sekunder. Teknik mengumpulkan data yang harus dihadiri oleh saksi
primer dilakukan melalui focus group peserta pemilu;
discussion (diskusi grup terfokus) 7) mengumumkan hasil rekapitulasi;
dengan melibatkan penyelenggara- 8) menyerahkan hasil rekapitulasi
penyelenggara pemilu baik di tingkat suara kepada seluruh peserta
provinsi dan kabupaten/kota. pemilu;
Sedangkan data sekunder diperoleh 9) membuat berita acara
dari Putusan-Putusan Dewan penghitungan suara serta membuat
Kehormatan Penyelenggara Pemilu, sertifikat penghitungan suara dan
dan media online. wajib menyerahkannya kepada
saksi peserta Pemilu/Panwaslu
2
Untuk Teradu yang sudah tidak lagi menjabat
sebagai penyelenggara pemilu, DKPP menerbitkan
Ketetapan. Selama tahun 2014, DKPP telah menerbitkan Kecamatan, dan KPU Kabupaten/
38 Ketetapan.

108 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Teten Jamaludin - PROPLEMATIKA PENYELENGGARA PEMILU DI TINGKAT AD HOC

Kota; 3) mengangkat petugas pemutakhiran


10)menindaklanjuti dengan segera data pemilih;
temuan dan laporan yang 4) mengumumkan daftar pemilih;
disampaikan oleh Panwaslu 5) menerima masukan dari
Kecamatan; masyarakat tentang daftar pemilih
11)menindaklanjuti dengan segara sementara;
temuan dan laporan yang 6) melakukan perbaikan dan
disampaikan oleh Panwaslu mengumumkan hasil perbaikan
Kecamatan; daftar pemilih sementara;
12)melakukan evaluasi dan 7) menetapkan hasil perbaikan daftar
membuat laporan setiap tahapan pemilih sementara untuk menjadi
penyelenggaraan pemilu di daftar pemilih tetap;
wilayah kerjanya; 8) mengumumkan daftar pemilih
13)melakukan sosialisasi tetap dan melaporkan kepada KPU
penyelenggaraan pemilu dan Kabupaten/Kota melalui PPK;
atau yang berkaitan dengan 9) menyampaikan daftar pemilih
tugas dan wewenang PPK kepada kepada PPK;
masyarakat; 10)melaksanakan semua tahapan
14)melaksanakan tugas, wewenang, penyelenggaraan pemilu di
dan kewajiban lain yang diberikan tingkat desa/kelurahan yang telah
oleh KPU, KPU Provinsi, KPU ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi,
Kabupaten/Kota sesuai dengan KPU Kabupaten/Kota, dan PPK;
peraturan perundang-undangan; 11)mengumpulkan hasil penghitungan
15)melaksanakan tugas, wewenang, suara dari seluruh TPS di wilayah
dan kewajiban lain sesuai kerjanya;
peraturan perundang-undangan. 12)melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara dalam rapat
Sedangkan petugas PPS lebih yang harus dihadiri oleh saksi
banyak lagi. Mereka berasal dari tokoh peserta pemilu dan pengawas
masyarakat setempat yang bertugas di pemilu;
wilayah kelurahan atau desa, dengan 13)mengumumkan rekapitulasi hasil
jumlah anggota sebanyak tiga orang. penghitungan suara dari seluruh
Mereka diangkat atas usul kepala TPS di wilayah kerjanya;
desa. Ada 23 tugas dan kewenangan 14)menyerahkan rekapitulasi hasil
petugas PPS. Yaitu penghitungan suara kepada
1) membantu KPU, KPU Provinsi, KPU seluruh peserta pemilu;
Kabupaten/Kota, dan PPK dalam 15)membuat berita acara
melakukan pemutakhiran data penghitungan suara serta membuat
pemilih, daftar pemilih sementara, sertifikat penghitungan suara dan
daftar pemilih hasil perbaikan, dan wajib menyerahkannya kepada
daftar pemilih tetap; saksi peserta Pemilu, Pengawas
2) membentuk KPPS; Pemilu Lapangan, dan PPK;

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 109


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

16)menjaga dan mengamankan 2) menyerahkan daftar pemilih


keutuhan kotak suara setelah tetap kepada saksi peserta Pemilu
penghitungan suara dan setelah yang hadir dan Pengawas Pemilu
kotak suara disegel; Lapangan;
17)meneruskan kotak suara dari 3) melaksanakan pemungutan dan
setiap PPS kepada PPK pada hari penghitungan suara di TPS;
yang sama setelah rekapitulasi 4) mengumumkan hasil penghitungan
hasil penghitungan suara dari suara di TPS;
setiap TPS; 5) menindaklanjuti dengan segera
18)menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang
temuan dan laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas
disampaikan oleh Pengawas Pemilu Lapangan, peserta Pemilu,
Pemilu lapangan; dan masyarakat pada hari
19)melakukan evaluasi dan pemungutan suara;
membuat laporan setiap tahapan 6) menjaga dan mengamankan
penyelenggaraan Pemilu di keutuhan kotak suara setelah
wilayah kerjanya; penghitungan suara dan setelah
20)melaksanakan sosialisasi kotak suara disegel;
penyelenggaraan Pemilu dan/ 7) membuat berita acara pemungutan
atau yang berkaitan dengan dan penghitungan suara serta
tugas dan wewenang PPS kepada membuat sertifikat penghitungan
masyarakat; suara dan wajib menyerahkannya
21)membantu PPK dalam kepada saksi peserta Pemilu,
menyelenggarakan pemilu, kecuali Pengawas Pemilu Lapangan, dan
dalam hal penghitungan suara; PPK melalui PPS;
22)melaksanakan tugas, wewenang, 8) menyerahkan hasil penghitungan
dan kewajiban lain yang diberikan suara kepada PPS dan Pengawas
oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Pemilu Lapangan;
kabupaten/kota, dan PPK sesuai 9) menyerahkan kotak suara tersegel
dengan ketentuan; dan yang berisi surat suara dan
23)melaksanakan tugas, wewenang, sertifikat hasil penghitungan suara
dan kewajiban lain. kepada PPK melalui PPS pada hari
yang sama;
Adapun petugas KPPS sebanyak 10)melaksanakan tugas, wewenang,
tujuh orang yang berasal dari sekitar dan kewajiban lain yang diberikan
TPS setempat, yang diangkat dan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
diberhentikan oleh PPS atas nama Kabupaten/Kota, PPK, dan
KPU Kab/Kota. Tugas, kewenangan PPS sesuai dengan peraturan
dan kewajiban KPPS adalah sebagai perundang-undangan; dan
berikut: 11)melaksanakan tugas, wewenang,
1) mengumumkan dan menempelkan dan kewajiban lain.
daftar pemilih tetap di TPS; Untuk menjadi petugas PPK,

110 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Teten Jamaludin - PROPLEMATIKA PENYELENGGARA PEMILU DI TINGKAT AD HOC

PPS maupun KPPS tidaklah mudah. dalam jangka waktu lima tahun;
Mereka yang berminat harus 3) tidak pernah dipidana penjara
memenuhi kriteria-kriteria tertentu. berdasarkan putusan pengadilan yang
Dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor telah memperoleh kekuatan hukum
3 Tahun 2015 adalah sebagai berikut: tetap karena melakukan tindak pidana
warga negara Indonesia; yang diancam dengan pidana penjara
1) berusia paling rendah dua puluh lima tahun atau lebih; 4) tidak pernah
lima tahun; diberikan sanksi pemberhentian
2) setia kepada Pancasila, UUD 1945, tetap oleh KPU kota/kabupaten atau
dan cita-cita Proklamasi; DKPP apabila pernah menjadi anggota
3) mempunyai integritas, pribadi PPK, PPS dan KPPS pada pemilihan
yang kuat, jujur dan adil; umum atau Pemilihan; 5) belum
4) tidak menjadi anggota partai pernah menjabat 2 (dua) kali sebagai
politik paling kurang lima tahun; anggota PPK, PPS dan KPPS; dan
5) berdomisili dalam wilayah kerja bermaterai cukup dan ditandatangani
PPK, PPS, dan KPPS; sebagaimana contoh pada formulir.
6) mampu secara jasmani dan rohani;
7) berpendidikan SMA atas atau C. PROBLEMATIKA
sederajat; Ada adagium yang sangat populer
8) tidak pernah dipidana penjara lima dalam dunia ilmu politik. “Power tends
tahun atau lebih; to corrupt, and absolute power corrupts
9) tidak pernah diberikan sanksi absolutly. Great men are almost
pemberhentian tetap oleh KPU alwas bad man.” Adagium tersebut
Kota atau DKPP; dikemukan oleh Lord Acton, seorang
10)belum pernah menjabat dua kali ilmuwan terkemuka. Artinya kurang
sebagai anggota PPK, PPS dan lebih bahwa kekuasaan cenderung
KPPS. korup, dan pemilik kekuasaan
Ada kelengkapan persyaratan memiliki potensi menyalahgunakan
yang wajib dipenuhi seperti: a) kekuasaan tersebut.
fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) Rumusan tersebut di atas tidak
yang masih berlaku; b) fotokopi hanya berlaku terhadap seorang
ijazah sekolah lanjutan tingkat atas penguasa seperti raja, presiden,
atau sederajat atau ijazah terakhir atau pun kepala daerah. Akan tetapi
yang dilegalisir oleh pejabat yang berlaku juga terhadap penyelenggara
berwenang; c) surat keterangan pemilu di tingkat yang sekupnya kecil
kesehatan dari puskesmas atau rumah sekalipun. Karena kewenangan yang
sakit setempat; d) surat pernyataan dimilikinya atau tugasnya, mereka
yang bersangkutan terkait: 1) setia tergoda oleh rayuan materi, baik uang
kepada Pancasila sebagai dasar Negara, atau barang oleh pihak-pihak calon
UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi peserta pemilu untuk memenangkan
17 Agustus 1945; 2) tidak menjadi kandidat atau pasangan calon tertentu.
anggota partai politik paling kurang

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 111


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

Seseorang yang terhimpun suara para Pengadu. Dan, sangat


dalam sebuah lembaga berpeluang tidak dapat diingkari bahwa benar
menyalahgunakan jabatan yang telah terjadi penyelewengan kinerja
digenggamnya apabila mereka Penyelenggara Pemilu Legislatif
memiliki kewenangan yang besar tahun 2014 di Kabupaten Cianjur.
ditambah keleluasaan yang juga Putusan DKPP memvonis sebanyak
besar, sementara akuntabilitas 15 petugas PPK di Kabupaten
lemaha tau bahkan tidak ada, maka Cianjur diberhentikan tetap.5 Dalam
di situlah terjadinya penyelahgunaan persidangan DKPP, ada petugas
kewenangan dimaksud.3 PPS yang menandatangi dukungan
Contoh penyalahgunaan terhadap salah satu pasangan calon
kewenangan saat pelaksanaan Pemilu tertentu dalam Pemilukada Bupati dan
Legislatif tahun 2014 terjadi pada Wakil Bupati Sawah Lunto, Sumatera
13 orang anggota PPK dari tiga belas Barat. 6
kecamatan yang berbeda di Kabupaten Ada pun pelanggaran yang
Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. KPU dilakukan oleh petugas KPPS,
kabupaten setempat memberhentikan contohnya yang terjadi di Jawa
sementara mereka dan mengajukan ke Tengah. Ada petugas KPPS melakukan
DKPP untuk memberhentikan secara pembagian kepada pemilih dan
tetap. KPU setempat mendalilkan mendorong masyarakat untuk
bahwa mereka telah menerima uang memilih calon tertentu.7 Sementara
atau sogokan dari salah seorang itu, di Kabupaten Grobogan sempat
calon anggota legilatif. DKPP periksa terjadi kericuhan di salah satu TPS,
para Teradu dengan memberikan penyebabnya adalah petugas KPPS
kesempatan untuk melakukan memberi tanda nomor urut di setiap
pembelaan, akan tetapi mereka tidak surat suara yang diberikan kepada
hadir dalam sidang pemeriksaaan pemilih.8
hingga tiga kali sidang.4 Berpihak terhadap salah satu
Kasus lain adalah di Kabupaten calon peserta pemilu, menerima
Cianjur. Petugas-petugas PPK suap dari peserta pemilu, dan
melakukan penggelembungan suara melakukan penggelembungan suara
untuk memenangkan salah satu untuk memenangkan salah satu
anggota calon legislatif tertentu. Hal peserta pemilu merupakan contoh-
ini terungkap dalam sidang bahwa contoh bentuk pelanggaran kode
hasil validasi data yang diambil alih etik penyelenggara pemilu yaitu asas
oleh KPU provinsi terdapat perbedaan mandiri dan adil. Peraturan Bersama
rekapitulasi suara 35 antara C1, 5
Putusan No. 30,31,33,62,63,64/DKPP-PKE-
C1 Plano, DA, DA1 dan DB yang III/2014
berpengaruh terhadap perolehan
6
Putusan No. 85/DKPP-PKE-IV/2015
7
http://jateng.tribunnews.com/2015/12/10/
3
Sardini, Nur Hidayat, Mekanisme Penyelesaian bawaslu-jateng-tengarai-banyak-ditemukan-petugas-
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Jakarta: kpps-tidak-netral.
LP2AB. 2015, Hal. 9 8
http://jateng.tribunnews.com/2015/12/09/
4
Lihat di putusan Putusan No. 32/DKPP-PKE- surat-suara-diberi-nomor-pemungutan-suara-di-
III/2014 grobogan-sempat-ricuh.

112 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Teten Jamaludin - PROPLEMATIKA PENYELENGGARA PEMILU DI TINGKAT AD HOC

KPU, Bawaslu dan DKPP No. 13, 11 semua alasan yang diajukan secara
dan 1, Tahun 2012 Tentang Kode adil; k) tidak menerima hadiah dalam
Etik Penyelenggara Pemilihan Umum bentuk apapun dari peserta pemilu,
Pasal 10 menjelaskan asas mandiri calon peserta pemilu, perusahaan atau
dan adil terdiri dari 13 item: a) individu yang dapat menimbulkan
bertindak netral, dan tidak memihak keuntungan dari keputusan lembaga
terhadap partai politik tertentu, penyelenggara pemilu.9
calon peserta pemilu, dan media
massa tertentu; b) memperlakukan D. GAMPANG-GAMPANG SUSAH
secara sama setiap calon peserta Seorang petugas penyelenggara
pemilu, calon pemilih, dan pihak lain pemilu mesti memedomani asas-asas
yang terlibat dalam proses pemilu; penyelenggara pemilu.10 Menjadi
c) menolak segala sesuatu yang penyelenggara pemilu bukanlah untuk
dapat menimbulkan pengaruh buruk mencari keuntungan atau materi,
terhadap pelaksanaan tugas dan akan tetapi untuk mengabdi dan
menghindari dari intervensi pihak meningkatkan kemajuan demokrasi
lain; d) tidak mengeluarkan pendapat di Indonesia. Artinya, mereka yang
atau pernyataan yang bersifat terpilih diharapkan adalah petugas
partisipan atas masalah atau isu yang memang yang sudah selesai dengan
sedang terjadi dalam proses pemilu; e) dirinya. Mereka adalah yang mengerti
tidak mempengaruhi atau melakukan akan hak dan kewajiban. Hal ini
komunikasi yang bersifat partisan tidaklah mustahil terjadi. Menurut
dengan pemilih; f) tidak memakai, Anggota Bawaslu Provinsi Nusa
membawa atau mengenakan simbol, Tenggara Timur Jemris Fointuna,
lambang atau atribut yang secara jelas Panwas melibatkan para pendeta-
menunjukkan sikap partisan pada pendeta menjadi petugas-petugas di
partai politik atau peserta pemilu tingkat desa. Daerah tersebut sangat
tertentu; g) tidak memberitahukan minim pelanggaran.11
pilihan politiknya secara terbuka 9
Pasal 10 Peraturan Bersama KPU, Bawaslu dan
dan tidak memberitahukan kepada DKPP No. 13 Tahun 2012, No. 11 Tahun 2012, No. 1 Tahun
seseorang atau peserta pemilu 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
10
Lihat lebih jelas di Peraturan Bersama KPU,
selengkap dan secermat mungkin akan Bawaslu dan DKPP No. 13 Tahun 2012, No. 11 Tahun 2012,
dugaan yang diajukan atau keputusan No. 1 Tahun 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara
Pemilu
yang dikenakannya; i) menjamin 11
Pendeta-pendeta adalah orang yang terpelajar.
kesempatan yang sama kepada Di samping itu, mereka merupakan tokoh dan panutan
setiap peserta pemilu yang dituduh masyarakat. Saksi dan pendukung salah satu calon
peserta Pemilu hendak melakukan kerusuhan, oleh
untuk menyampaikan pendapat pendeta-pendeta setempat mudah diredakan dan
tentang kasus yang dihadapinya atau cukup diajak berdoa. Kericuhan pun tidak terjadi.
FGD “Problematika, Evaluasi dan Usulan Perbaikan
keputusan yang dikenakannya: j) Penyelenggaraan Pemilu” di Bali pada 28-29 September
mendengarkan semua pihak yang 2016. Peserta dalam FGD ini sebanyak 35 orang. Mereka
adalah KPU dan Bawaslu Provinsi Bali, KPU Kabupaten
berkepentingan dengan kasus yang dan Kota se-Bali, KPU dan Bawaslu Nusa Tenggara Barat,
terjadi dan mempertimbangkan KPU dan Bawaslu Nusa Tenggara Timur dan sebagian
dari KPU di wilayah NTB, dan NTT.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 113


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

Akan tetapi memang merekrut tersebut sudah bersifat pragmatis dan


petugas ad hoc bukan perkara mudah berorientasi terhadap materi. Usia
seperti membalikan tangan. Ada yang dianggap ideal adalah di bawah
sejumlah alasan sulitnya mencari 25 tahun. Bahkan sebaiknya pada usia
pertugas tingkat Ad hoc.12 Pertama, 17 tahun mulai dilibatkan, karena pada
persyaratan yang rumit. Sebagaimana usia tersebut mulai memiliki hak pilih.
telah diuraikan di atas, kelengkapan Dan pada usia tersebut adalah masa
administrasi yang sering menjadi di bangku SMA dan kuliah. Pada masa
keluhan dari para calon yang ingin tersebut dinilai memiliki idealisme.
melamar baik di PPK, PPS, maupun Ketiga, akses. Khusus untuk
KPPS adalah surat keterangan adalah petugas PPS, dalam undang-undang
foto ijazah yang dilegalisir, surat penyelenggara pemilu merupakan
keterangan kesehatan dari pihak usulan dari kepala desa. Klausul ini
puskesmas atau pihak rumah sakit, memiliki kelebih dan kekurangan.
dan belum pernah menjabat dua kali Kelebihannya, kepala desa lebih
sebagai petugas. Kesulitan paling mengetahui situasi dan kondisi di
kerap terjadi di tingkat KPPS, karena masyarakatnya. Akan tetapi ada
minimnya sumber daya manusia. klausul ini bisa mengancam terhadap
Orang-orang yang melek huruf, independesi petugas ad hoc. Klausul
atau pintar lebih tertarik menjadi ini bisa menjadi kesempatan untuk
anggota partai politik dibanding menentukan atau merekrut “orang-
menjadi penyelenggara pemilu. Di orangnya, atau keluarga, kerabat”
samping itu, minat terhadap menjadi yang bisa mendukung salah satu calon
penyelenggara pemilu juga minim. peserta pemilu tertentu sesuai dengan
Sehingga yang mereka yang terpilih keinginan politik kepala desanya.
menjadi petugas adalah orang- Keempat, honor. Honor yang
orang itu saja. Sementara peraturan diterima oleh petugas sangat kecil.
membatasi. Untuk menyiasatinya Di Badung, Provinsi Bali, paling
sehingga petugas yang pernah dirasakan kesulitan menjadi petugas.
menjadi petugas KPPS dialihkan Warga lebih tertarik menjadi
menjadi petugas Pengawas TPS atau pemandu wisata dibandingkan
PPL. Begitu juga sebaliknya, orang menjadi penyelenggara Pemilu.
yang pernah menjadi petugas sebagai Karena menjadi penjadi pemandu
pengawas TPS, atau PPL dialihkan wisata lebih besar penghasilannya
menjadi petugas KPPS atau PPS. dan resikonya pun lebih sedikit. Selain
Kedua, adalah batasan usia. Usia itu, honor yang kecil juga dirasakan
minimal 25 tahun ternyata bukan usia di wilayah-wilayah yang memiliki
ideal menjadi petugas penyelenggara kondisi geografis yang luas atau
pemilu khususnya di tingkat ad hoc. pegunungan atau wilayah kepulauan.
Pasalnya, kecenderungan usai-usia Pasalnya, biaya transportasi untuk
12
FGD “Problematika, Evaluasi dan Usulan mobilitas tidak sebanding dengan
Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu” di Bali pada 28-29
September 2016. biaya operasional dan honor yang

114 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Teten Jamaludin - PROPLEMATIKA PENYELENGGARA PEMILU DI TINGKAT AD HOC

mereka terima. Pada saat bersamaan, E. SIMPULAN


pemerintah pusat mengeluarkan Dari problematika yang
penyamarataan petugas honor yang dikemukan di atas, adalah menjadi
daerah Jawa dengan non-Jawa.13 Di tantangan bagi Komisi Pemilihan
Manado, sejumlah petugas PPK, PPS, Umum untuk mencari solusi
terhadap kesulitan-kesulitan yang
KPPS Pilkada 2016 berdemonstrasi
dialami oleh KPU Kabupaten/Kota.
di hadapan kantor DPRD setempat.
Hal tersebut mengingat urgensitas
Mereka menuntut kejelasan gaji penyelenggaraan pemilu di tingkat
karena belum dibayar. 14 kecamatan, desa, maupun petugas di
Kelima, sumber daya manusia. TPS.
Kesulitan mencari petugas ad hoc Ada pun yang menjadi
ini sehingga berdampak terhadap rekomendasi dalam tulisan ini
kualitas sumber daya manusia. adalah peningkatan honorarium
Lembaga Penelitian Pendidikan dan terhadap petugas menjadi keharusan.
Penerangan Ekonomi dan Sosial Setidaknya ini menjadi semangat dan
(LP3ES) menemukan adanya petugas meningkatkan kinerja mereka dalam
KPPS di wilayah Papua dan Nias bekerja. Sedangkan bagi masyarakat,
bisa menjadi daya tarik untuk menjadi
yang tidak bisa membaca menulis.
petugas.
15
Pihak KPU pun kesulitan apabila
Khusus untuk tingkat KPPS,
meningkatkan kapasitas, karena persyaratan sebaiknya dievaluasi
keterbasan anggaran. mengingat sulitnya mencari sumber
Keenam, resiko yang bakal daya manusia yang berkualitas.
ditanggung. Menjadi petugas Untuk itu, penyelenggara tingkat
penyelenggara Pemilu akan KPPS ini cukup mampu membaca
berhadapan dengan hukum (lihat dan menghitung serta memahami
tabel 1). Sehingga bagi mereka peraturan-peraturan.
yang mengerti akan resiko yang Di samping itu, ditunjangkan
bakal dialaminya, sementara honor mengintensifkan peningkatan
yang diterima pun kecil sehingga kapasitas (capasity building) bagi
petugas. Tujuannya agar mereka
mereka lebih tidak memilih menjadi
tidak hanya tahu akan tetapi
penyelenggara Pemilu tingkat ad hoc.
patuh dan sesuai dengan asas-asas
Biasanya, mereka adalah orang-orang penyelenggara Pemilu.
yang mengerti atau berpendidikan.
13
Lihat Surat Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor: S-l 18 /MK.02/2016 Perihal Penetapan
Standar Biaya Honorarium Tahapan pemilih Anggota
DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden,
Tahapan Pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota
Serentak.
14
http://manado.tribunnews.com/2016/03/07/
soal-honor-ppk-pps-dan-kpps-saafa-jangan-lempar-
bola-panas-ini-kepada-kami. Kompas.com tanggal 7
Maret 2016.
15 h t t p : / / n a s i o n a l . k o m p a s . c o m /
read/2014/12/10/13005611/LP3S.Masalah.KPU.Petugas.
KPPS.Tak.Bisa.Baca.hingga.Penggelembungan.Suara.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 115


TULISAN UMUM (GENERAL ARTICLES)

Tabel. 1

Ancaman bagi Penyelenggara Pemilu UU No. 8 Tahun 2012 tentang


Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD
ANCAMAN
DENDA
NO. PASAL PERBUATAN KURUNGAN
(RP)
PPS atau PPLN tidak memperbaiki daftar pemilih sementara
1. Pasal 274 6 bulan 6 juta
setelah mendapatkan masukan.
KPPS/KPPSLN tidak memberikan surat suara pengganti, dan tidak
2. Pasal 282 1 tahun 12 juta
mencatat surat suara yang rusak.
3. Pasal 284 anggota KPPS tidak melaksanakan keputusan KPU di TPS 1 Tahun 12 juta
KPPS/KPPSLN tidak membuat dan menandatangani berita acara
4. Pasal 285 kegiatan tidak menandatangani berita acara pemungutan dan 1 tahun 12 juta
penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara.
Setiap orang menyebabkan rusak atau hilangnya berita
5. Pasal 286 acara pemungutan dan penghitungan suara sertifikat hasil 1 tahun 12 juta
penghitungan suara
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS
lalai sehingga mengakibatkan hilang atau berubahnya berita
6. Pasal 287 1 tahun 12 juta
acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
Anggota KPPS/KPPSLN tidak memberikan salinan 1 (satu)
eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara,
7. Pasal 288 serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta 1 tahun 12 juta
Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar
Negeri, PPS/PPLN, dan PPK melalui PPS
Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan
Pasal 289
8. kotak suara tersegel dari PPS kepada PPK dan tidak melaporkan 1 tahun 12 juta
Ayat 1
kepada Panwaslu Kecamatan.
Panwaslu Kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak
Pasal 289
9. suara tersegel dari PPK kepada KPU Kabupaten/Kota dan tidak 1 tahun 12 juta
Ayat 2
melaporkan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota
anggota PPS tidak mengumumkan salinan sertifikat hasil
10. Pasal 290 1 tahun 12 juta
penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya.
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
dalam melakukan pemutakhiran data Pemilih, penyusunan
Pasal 294
11. dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan 3 tahun 36 juta
pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan,
penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih
tambahan, daftar pemilih khusus, dan rekapitulasi daftar pemilih
tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak
pilih.
Setiap anggota KPPS/KPPSLN tidak menjaga,
mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak
1 tahun
12. Pasal 314 suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan 18 juta
6 bulan
suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPS atau
kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama.
PPS yang tidak menyerahkan kotak suara tersegel, berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dan sertifikat
13. Pasal 315 rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik 2 tahun 24 juta
Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota di tingkat PPS.
PPK yang tidak menyerahkan kotak suara tersegel, berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dan sertifikat
14. Pasal 316 rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik 2 tahun 24 juta
Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota di tingkat PPK.
Sumber: diolah Teten Jamaludin dari Undang-Undang 8 Tahun 2012

116 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Teten Jamaludin - PROPLEMATIKA PENYELENGGARA PEMILU DI TINGKAT AD HOC

DAFTAR PUSTAKA Internet


“Bawaslu Jateng Tengarai Banyak
Sardini, Nur Hidayat, 2015. Mekanisme Ditemukan Petugas KPPS Tidak
Penyelesaian Pelanggaran Kode Netral”,
Etik Penyelenggara Pemilu.
http://jateng.tribunnews.
Jakarta: LP2AB.
com/2015/12/10/bawaslu-
Indonesia. DKPP Outlook 2015: jateng-tengarai-banyak-
Refleksi dan Proyeksi ditemukan-petugas-kpps-tidak-
Indonesia. Outlook 2016: Refleksi dan netral, diakses Rabu, 23 November
Proyeksi 2016
“Surat Suara Diberi Nomor Pemungutan
Suara di Grobogan Sempat Ricuh”,
Peraturan dalam http://jateng.tribunnews.
Indonesia. Undang-Undang No. 15 com/2015/12/09/surat-suara-
Tahun 2011 tentang Penyelenggara diberi-nomor-pemungutan-
Pemilu. suara-di-grobogan-sempat-ricuh ,
diakses Rabu 23 November 2016
Indonesia. Peraturan Bersama Komisi
Pemilihan Umum, Badan Pengawas LP3ES: Masalah KPU, Petugas
Pemilihan Umum, dan Dewan KPPS Tak Bisa Baca hingga
Kehormatan Penyelenggara Penggelembungan Suara, dalam
Pemilihan Umum Nomor 13, 11, 1 http://nasional.kompas.com/
Tahun 2012 Tentang Kode Etik read/2014/12/10/13005611/
Penyelenggara Pemilihan Umum LP3S.Masalah.KPU.Petugas.
KPPS.Tak.Bisa.Baca.hingga.
Indonesia. Putusan No. Penggelembungan.Suara. Diakses
30,31,33,62,63,64/DKPP-PKE- pada Rabu, 23 November 2016.
III/2014
Indonesia. Putusan No. 32/DKPP-
PKE-III/2014

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 117


118 Vol. 2, Nomor 2, JUNI 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU
MIMBAR
Mimbar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah panggung kecil tempat
berkhotbah (berpidato); juga berarti tempat melahirkan pikiran dan menyatakan
pendapat (seperti surat kabar). Rubrik Mimbar ini menyajikan KULIAH ETIKA
secara rutin yang disampaikan oleh Ketua DKPP RI, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,
SH.

Mimbar in Great Dictionary of the Indonesian Language is a small platform to


preach (speech); it also means as a place to think out and express an opinion (like a
newspaper). This channel rubric presents the ETHICH LECTURE routinely delivered
by DKPP RI Chairman, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.
120 Vol. 2, Nomor 2, JUNI 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU
KULIAHETIKA

Kesatuan Pembinaan
Dan Sistem Sanksi
Dalam Praktik
Jimly Assiddiqie
Ketua Dewan Kehormatan
Organisasi Modern
Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Republik Indonesia

T
ulisan ini sebagai perluasan eri, yang nota-bene menteri biasanya
dari pembahasan pada tulisan berasal dari partai politik,khususnya
sebelumnya yakni mengenai partai politik pendukung pemerintah-
reformasi partai politik dalam rangka an yang dipimpin oleh presiden terpi-
peningkatan kapasitas kelembagaan lih.
demokrasi di Indonesia. Dewasa ini Timbul persoalan yang agak
pembinaan dan pengawasan terhadap mengganjal, jika misalnya, jabatan
organisasi politik masih tersebar di Menteri Dalam Negeri diduduki
beberapa instansi. Status badan hu- oleh tokoh partai politik pemenang
kumnya dibuat secara notarial oleh pemilu, sedangkan partai politik
notaries, dan didaftarkan di Kement-
yang diajukan untuk dibubarkan
erian Hukum dan Hak Asasi Manusia
ke Mahkamah Konstitusi adalah
(HAM), sehingga statusnya dan sta-
tus kepengurusannya saha sebagai partai politik dari lingkungan non
badan hokum menurut peraturan –pemerintah atau partai “oposisi”,
perundang-undangan.Untuk partai bukankah dapat timbul kesan seolah-
politik, dalam rangka menjadi pe- olah partai politik pemerintah hendak
serta pemilihan umum, dan diawasi membubarkan partai politik oposisi?
aktivitasnya selama menjadi peserta Karena itu, mekanisme pengajuan
pemilihan umum oleh Badan Penga- usul pembubaran partai politik di
was Pemilihan Umum (Bawaslu). Na- masa depan sebaiknya diubah. Yang
mun, menurut ketentuan UU tentang sebaiknya diberi “legal standing”
Mahkamah Konstitusi (MK), yang atau kedudukan hokum sebagai
berwenang mengajukan permohonan
pemohon sebaiknya adalah lembaga
pembubaran partai politik adalah pe-
penyelennggara pemilu saja, yaitu
merintah c.q Kementerian Dalam Neg-

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 2, JUNI 2016 121


KULIAHETIKA

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak ditentukan demikian?


atau Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pasal 24C ayat (1) UUD 1945
bukan pemerintah. hanya menentukan, “Mahkamah
Di pihak lain, berdasarkan Konstitusi berwenang mengadili
ketentuan Undang-Undang (UU) pada tingkat pertama dan terakhir
Partai Politik, pembinaan partai yang putusannya bersifat final
politik juga masih tetap dikaitkan untuk…. memutus pembubaran partai
dengan Kementerian Dalam politik,…”. Dari ketentuan tersebut
Negeri seperti di masa sebelum secara harfiah dapat dipahami bahwa
reformasi, sehingga partai politik kewenangan Mahkamah Konstitusi
jika melakukan pelanggaran hukum hanya untuk memutus pembubaran,
dapat dibekukan kepengurusannya bukan pembekuan. Namun, dapat
melalui proses peradilan yang pula dipahami bahwa tindakan negara
berpuncak di Mahkamah Agung. Di membubarkan eksistensi suatu partai
satu segi, instansi pemerintah masih politik melalui proses peradilan
diberi peran menentukan dalam di Mahkamah Konstitusi tidak lain
rangka pembinaan dan pengawasan merupakan tindakan yang paling
terhadap partai politik , dan di pihak kerasdam bersifat final dan mengikat
lain forum pengadilannya tersebar, untuk selamanya.Tindakan ekstrim
tidak hanya di Mahkamah Konstitus pembubaran itu dapat dikatakan
saja, tetapi juga di pengadilan dalam mreupakan bentuk sanksi terkeras
lingkungan Mahkamah Agung. atau terberat bagi eksistensi suatu
Artinya pembekuan kepengurusan partai politik yang setiap anggotanya
dan sanksi-sanksi hukum lainnya oleh UUD 1945 diberi jaminan
dapat diberikan oleh pengadilan konstitusional untuk berorganisasi
dalam lingkungan Mahkamah Agung, berdasarkan prinsip kemerdekaan
tetapi tindakan pembubaran hanya berserikat (freedom of assosiacation).
dapat dilakukan oleh Mahkamah Dari proses peradilan yang bebas
Konstitusi. Jika ke depan diharapkan dan merdeka dapat saja, tuduhan
dapat dikembangkan kebijakan yang baha parati politik yang bersangkutan
lebih terpadu, maka pengenaan telah melanggar hokum dan konstitusi
sanksi dalam rangka pembinaan dan yang berat sehingga sanksi yang harus
pengawasan terhadap partai politik dijatuhkan adalah pembubara. Tetapi
cukup dilakukan secara terintegrasi dapat saja terjadi, majesli hakim
oleh Mahkamah Konstitusi saja menemukan bukti yang nyata bahwa
dengan puncak sistem sanksinya partai politik yang bersangkutan
ialah “pembubaran” sebagaimana secara institusional memang bersalah,
dimaksuda oleh Pasal 24C ayat (1) UUD tetapi untuk keadilansanksi yang
1945. Apakah dapat ditafsirkan bahwa diberikan seharusnya tidak sampai
Mahkamah Konstitusi juga berwenang berupa pembubaran. Karena itu, sistem
membekukan partai politik, padahal sanksi dalam rangkan pembinaan
dalam Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 dan pengawasan terhadap eksistensi

122 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jimly Asshiddiqie - PARTAI POLITIK INDONESIA PASCA REFORMASI

paratai politik seharusnya diatur UUD 1945 itu dapat diletakkan dalam
secara komprehensif dan terpadu konteks sistem pembinaan yang lebih
dalam satu kesatuan sistem sanksi, terpadu dan terhadap partai politik
dimulai dari yang paling ringan sampai dalam pengertian yang juga lebih luas.
yang paling berat. Sanksi terhadap Artinya tuntutan pembubaran
partai politik da demikian pula terhadap partai politik ke Mahkamah
terhadap organisasi kemasyarakatan Konstitusi dapat saja dipahami
sebaiknya disusun secara bertingkat sebagai tuntutan maksimum.
dengan mempertimbangkan efek Sedangkan sanksi yang dijatuhkan
penejraan (deterrence effect) yang dapat saja berbentuk sanksi minimum
bersifat mendidik, mulai dari (i) sanksi berdasarkan keyakinan hakim atas
peringatan, (ii) sanksi pembekuan alat bukti yang sah. Tentu harus
lokal tingkat kabupaten /kota,(iii) diakui bahwa dapat saja dibedakan
sanksi pembekuan tingkat provinsi, jika pemerintah atau lembaga
dan terakhir barulah pembekua total yang diberi kewenangan untuk
dari tingkat nasional yang tidak lain mengajukan tuntutan ke pengadilan
adalah juga pembubaran. atas pelanggaran yang dilakukan oleh
Sistem sanksi terhadap bentuk- partai politik secara institusional,
bentuk organisasi kemasyarakatan dan memang mendapati bahwa tingkat
partai politik tidak perlu disamakan pelanggaran yang dilakukan itu
dengan sistem sanksi dalam hokum memang tidak sampai kepada tingkat
pidana yang hanya mengenal tindakan pembubaran. Dalam hal demikian,
“ menghukum”. Sistem sanksi pidana tuntutan pembekuan pengurus
dalam kebijakan pemidanaan sangat sebagaimana yang telah diatur dalam
berbeda dari sistem sanksi dalam UU tentang Partai Politik yang telah
mekanisme peradilan etika dan ada sekarang, masih dapat dapat
peradilan disiplin yang di samping diterapkan sbagaimana mestinya.
dapat menjatuhkan sanksi terberat Artinya, forum pengadilan terhadap
berupa pemberhentian, juga mengenal partai politik ini tidak dapat dicegah
sanksi peringatan atau teguran dan tetap ada dua, yaitu di Mahkamah
pemberhentian sementara ataupun Agung dan di Mahkamah Konstitus.
skorsing. Sistem pembinaan dan Tetapi majelis hakim di Mahkamah
pengawasan terhadap aprtai politik Konstitusi dapat saja melakukan
dan organisasi kemasyarakatan terobosan untuk tidak mengabulkan
,sebaiknya juga menerapkan sistem seluruh permohonan untuk
sanksi terakhir ini, sehingga dapat pembubaran, melainkan misalnya (i)
membawa efek penjeraan yang hanya membubarkan kepengurusan
bersifat mendidik, bukans aja di suatu daerah tertentu saja, (ii)
bagi pengurus partai politik dan membekukan kepengurusan partai
organisasi kemasyarakatan, tetapi politik seluruhnya atau sebagian atau
juga bagi masyarakat luas. Karena di daerah tertentu saja untuk jangka
itu, ketentuan pasala 24C ayat (1) waktu tertentu, (iii) melarang partai

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 123


KULIAHETIKA

politik yang bersangkutan untuk rikan negara komunis seperti Partai


ditetapkan sebagai peserta pemilihan Komunis Indonesia (PKI) di zaman
umum untuk jangka waktu tertentu. Orde Lama, atau organisasi berben-
Sedangkan sanksi terberat adalah tuk lain yang tujua ideologisnya jelas
pembubaran keseluruhan status hendak mengganti Pancasila dengan
badan hukum partai politik tersebut komunisme, tentu harus diperlakukan
dengan memerintahkan kepada sebagai parati politik yang dapat dib-
pemerintah untuk menghapuskan ubarkan melalui peradilan di Mahka-
atau mencabut pendaftarannya mah Konstitusi. Organisasi-organisasi
sebagai badan hokum di kementerian seperti yang demikian itu, meskipun
hukum dan hak asasi manusia. tidak menyebut dirinya sebagai partai
politik, tetapi adalah organisasi politik
Pembinaan Terhadap Organisasi yang mempunyai tujuan bahkan kegia-
Politik “Non-Parpol” tan yang bersifat politik praktis yang
bertentangan dengan Undang-Undang
Kebijakan terpadu dengan
Dasar 1945.
memperluas pengertian partai politik
Demikian pula jika ada organisasi
yan mencakup kelima macamkategori
kemasyarakatan, yang dibentuk den-
organisasi poltik sebagaimana
gan tujuan dan kegiatan untuk men-
digambarkan di atas penting dalam
jadi wadah pendukung bagi pasangan
rangka perlakuan yang sama terhadap
calon perorangan dalam pemilihan
semua oragnisasi poltik yang berbadan
kepala daerah, juga harus diperlaku-
hokum. Orgaisasi yang termasuk ke
kan sebagai partai politik dalam arti
dalam kategori ke-4 dan ke-5 di atas,
materiel atau dalam arti luas. Menurut
seperti juga organisasi dalam kategori
ketentuan undang-undang,memag di-
yang ke-3, bagaimanapun juga sedah
mungkinkan adanya mekanisme pen-
seharsunya diberlakukans ebagai
calonan dari perseorangan di luar
partai politik juga dalam pengertian
mekansime partai politik atau gabun-
yang luas.
gan dari partai politik pengusung
Seperti dikemukaka di atas , or-
pasangan calon kepala daerah. Jika or-
ganisasi kemasyarakatan yang ber-
ganisasi semacam ini dibentuk, sudah
bentuk badan hokum perkumpulan
jelas tujuan pemebntukannya adalah
ataupun yayasan tetapi mempunyai
untuk tujuan politik, yaitu untuk kend-
kegiatan olitik atau bertujuan politik,
araan politik no-parpol bagi calon
seperti misalnya Hizbut Tahrir Indo-
kepala daerah. Namun, karena yang
nesia (HTI) yan didirikan untuk tujuan
diwadahi adalah calon perseorangan
mendirikan pemerintahan khilafah
yang berasal dari luar partai politik,
Islamiyah dan menolak demokrasi.
maka secara formal organisasi demiki-
Demikian pula jika ada organisasi ke-
an memang harus diakui bukan par-
masyarakatan yang dibentuk untuk
tai politik dalam pengertian formal.
tujuan menyebarluaskan ajaran ko-
Tetapi pembinaa terhadapnya sduah
munisme dan berjuang untuk mendi-
semestinya dimasukkan ke dalamkat-

124 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Jimly Asshiddiqie - PARTAI POLITIK INDONESIA PASCA REFORMASI

egori partai politik juga., yaitu partai mendatang.


politik dalam artian lauas atau partai Dengan demikian dalam rangka
politk yang bukan dalam arti formal. pembinaan yang efektif dapat dibe-
Perluasan pengertian semacam ini dakan dari segi objek organisasinya ,
sebenarnya dapat dikatakan tidaklah sistem pembinaan dengan didukung
aneh, karena di zaman Orde Baru juga oleh sistem sanksinya, dari juga subyek
pernah terjadi ketika Golongan Karya yang membina atau melakukan fungsi
tidak disebut secara resmi sebagai par- pengawasannya termasuk penuntut-
tai politik tetapi diperlakukan persis nya ke pengadilan. Pertama dari segi
sebagai partai politik. Golongan Karya objek organisasinya , penegrtiannay
baru resmi dinyatakan sebagai partai sebagai organisasi partai politik dan
politik sejak pemilu tahun 1999, yaitu partai politik dapat diperkuat. Kedua,
sebagai Partai Goloingan Karya. Bersa- dari segi sistem sanksinya dapat dibe-
maan dengan Golkar menjadi Partrai dakan antara sanksi peringatan, sank-
Golkar, pengertian tentang Keluarga si pembekuan lokal tingkat kabupaten
Besar Partai Golkar yang terdiri atas lokal/kabupaten, pembekuan tingkat
tiga jalur ABRI, Birokrasi, dan Golkar provinis, dan pembekuans ecara na-
(ABG) juga dihapuskan. ABRI berubah sioanl atau pembubaran. Ketiga dari
menjadi TNI dan POLRI yang terpisah. aspek pembinanya dapat pula dikem-
Sedangakan birokrasi dinyatakan be- bangkan adanya pengertian adanay
bas dan netrald ari partai politik. Na- fungsi dan peran yang dapat dilaku-
mun, meskipun di masa orde baru itu, kan oleh KPU dan Bawaslu, dis amp-
Golkar belum disebut dan menamakan ing oleh Kementerian Dalam Negeri
dirinya sebagai partai politik sebagai sebagai mana dipahami selama ini.Un-
partai politik. Semua peraturan pe- tuk tuntutan pembubaran partai poli-
rundang-undangan dan dalam prak- tik,undang-undang sebaikinya tidak
tik, GOLKAR diperlukan sepenuhnya member tanggung jawjabkepada Men-
sebagai partai politik. Artinya penger- teri Dalam Negeri yang merupakan
tian tentang partai politik dalam arti pejabat politik yang dapat saja berasal
formal, dan partai politik dalam arti dari partai politik,sehingga dapat di-
materil atau partai politik dalam arti pandang mempunyai konflik kepent-
luas dalam praktik sudah sejak alam ingan, jika kepadanya diberikan tugas
ada, dan karean itu dapat saja dikem- mengusulkan pembibaran partai poli-
bangkan lagi sesuai dengan perkem- tik ke Mahkamah Konstitusi (MK).
bangan kebutuhan di masa kini dan Karena itu,sebaiknya UU memberikan
tugas semacam itu kepada Bawaslu
atau setidaknya kepada KPU.

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 125


PUBLIKASI
- RESENSI
- BIODATA PENULIS
- PEDOMAN PENULISAN
- CALL FOR PAPERS
RESENSI

Equality Before
Ethics

Judul : 1. Problematika Pemilukada Serentak Tahun 2015


2. Dialektika Hukum dan Etika dalam Pemilukada Serentak
2015
3. Reformulasi Sistem Penegakan Kode Etik dalam
Penyelenggaraan Pemilu di Masa Datang
Penyunting : Prof. Anna Erliyana, SH. MH
Editor : Tenaga Ahli DKPP RI
Penerbit : Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Jumlah : 3 buku; buku 1 ,429 hal, buku 2,323 hal, buku 3, 224 hal
Peresensi : Arwani

Jika dalam hukum ada asas persamaan di depan hukum (equality before the law),
maka dalam konteks etika, ketidakseimbangan menjadi
tidak sesuai dengan prinsip equality before ethics

A
lber Venn Dicey meng- menjadi tidak sesuai dengan prinsip
embangkan asas equality equality before ethics.
before the law. Asas ini Terbitnya 3 seri buku dengan
mengandung arti setiap orang sama judul; 1) Problematika Pemilukada
di hadapan hukum, apapun kelas dan Serentak Tahun 2015, 2) Dialektika
status sosialnya. Jika dalam hukum Hukum dan Etika dalam Pemilukada
ada asas persamaan di depan hukum Serentak 2015, dan 3) Reformulasi
(equality before the law), maka dalam Sistem Penegakan Kode Etik dalam
konteks etika, ketidakseimbangan Penyelenggaraan Pemilu di Masa

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 2, JUNI 2016 127


R ESE N SI

Datang, menyuguhkan prinsip equality penyelenggara Pemilu sebagai


before etichs pada persidangan Dewan objek perkara etik sangat mungkin
Kehormatan Penyelenggara Pemilu bersinggungan baik langsung maupun
(DKPP RI) dalam upaya memberikan tidak langsung dengan berbagai tata
keadilan bagi para pencari keadialan prilaku di luar etika, khususnya norma
terkait dugaan pelanggaran kode etik hukum yang mengatur tugas dan
bagi penyelenggara Pemilu. wewenang jabatannya. Persinggungan
Kehadiran DKPP sebagai penjaga dengan berbagai peraturan hukum
marwah penyelenggara Pemilu dalam penyelenggaraan Pemilu
dalam 4 tahun terakhir ini patut menyebabkan konteks penegakan
diapresiasi. Ini karena sorotan publik etik hampir seluruhnya berpijak
terhadap urgensi penegakan kode pada peraturan hukum Pemilu tetapi
etik penyelenggara pemilihan umum dimensinya tetap pada perilaku
(KEPP) mengalami peningkatan penyelenggara Pemilu dalam
sangat signifikan. DKPP dinilai melayani peserta dan masyarakat
sebagai lembaga baru yang mampu pemilih dalam menggunakan hak
memerankan tugas, fungsi dan konstitusionalnya. Artinya meskipun
wewenangnya menjawab kebutuhan etika penyelenggara Pemilu berdiri
keadilan masyarakat melalui di atas berbagai kerangka norma
penegakan kode etik. hukum Pemilu, konteks penegakan
Usaha menjawab dan memenuhi kode etik tetap berfokus pada prilaku
rasa keadilan dalam beberapa penyelenggara. DKPP semaksimal
perkara etik, memang tidak jarang mungkin tidak mencampuri atau
mendatangkan reaksi dan pendapat tidak masuk ke dalam kompetensi
yang berbeda-beda dari berbagai lembaga lain dalam penegakan
kalangan. Pro dan kontra atas putusan hukum Pemilu, seperti terlibat aktif
DKPP tidak dapat dihindari. Ada mencampuri urusan administrasi
yang memberikan apresiasi dan Pemilu, pengawasan tahapan Pemilu,
ada pula yang menilai melampauhi peradilan administrasi Pemilu
kewenangan, ultra petita dan lain maupun perselisihan hasil Pemilu.
sebagainya. Berbagai sudut pandang Jika penegakan kode etik
dalam melihat dan menilai DKPP bersinergi dengan dimensi-dimensi
adalah bentuk apresiasi yang patut penegakan hukum Pemilu yang
dihargai sebagai sarana refleksi dan diselenggarakan oleh lembaga
evaluasi bagi penataan fungsi dan lainnya, hanyalah suatu implikasi
organ yang ideal di masa datang. dari tafsir etika itu sendiri yang tidak
Etika penyelenggara Pemilu dalam jarang memaksa penyelenggara
konteks penegakan kode etik pada satu Pemilu untuk memperbaiki tindakan
sisi merupakan satu objek tersendiri dan perbuatannya yang dipandang
terkait perilaku penyelenggara melanggar kode etik. Seperti adagium
Pemilu dalam melaksanakan tugas yang umum dipahami meskipun tidak
dan wewenangnya. Posisi perilaku seluruhnya benar yang menyatakan

128 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Arwani - EQUALITY BEFORE ETHICS

“pelanggaran hukum pasti di Pengadilan Tata Usaha Negara.


pelanggaran kode etik dan sebaliknya Persinggungan penegakan kode etik
pelanggaran kode etik belum tentu pada satu sisi dan penegakan hukum
pelanggaran hukum”. Konstruksi administrasi pada sisi lainnya sebagai
kalimat tersebut memungkinkan tindaklanjut atas Putusan DKPP
tiga hal: pertama, pelanggaran kode tidak menyebabkan ketidakpastian
etik dipastikan melanggar hukum; dan ambigu antara penegakan etika
kedua, pelanggaran kode etik tidak dan hukum. Sebab secara substansi
selamanya merupakan pelanggaran hukum dan etika memiliki objek yang
hukum; dan ketiga, dimungkinkan berbeda meskipun keduanya berada
pula terjadi pelanggaran kode dalam ruang yang sama. Sepanjang
etik juga merupakan pelanggaran sejarah dan pemikiran etika berposisi
hukum. Dalil pertama semestinya dan diposisikan spirit internal
demikian adanya tetap dalam konteks yang bersifat personal. Keputusan-
penegakan etik tidak seluruhnya keputusan etik (apa yang patut dan
benar. Terdapat perkara tertentu tidak patut dilakukan) ditentukan dari
yang secara formal telah mendapat dalam diri (impose from within) setiap
putusan pengadilan dan dinyatakan orang sebagai manifestasi kesadaran
terbukti bersalah. Kemudian diadukan diri (self consciousness). Patut dan tidak
dan/atau dilaporkan sebagai perkara patut sebagai kerangka aktualisasi etik
pelanggaran kode etik tetapi Putusan tidak memiliki efek langsung di luar
DKPP merehabilitasi Teradu. Hal diri pelanggar etik, sehingga sanksi
tersebut terjadi pada Putusan DKPP eksternal yang bersifat memaksa tidak
Nomor 144/DKPP-PKE IV/2015 dibebankan.
yang mereabilitasi Teradu Sumangeli Berbeda dengan hukum yang
Mendrofa anggota KPU Kabupaten memiliki parameter terukur tentang
Nias Selatan. salah dan benar menurut hukum
Dialektika dan problematikan beserta akibat yang ditimbulkan.
penegakan kode etik dan penegakan Penegakannya bersifat eksternal
hukum Pemilu yang cukup menarik dengan kekuatan memaksa oleh
berlangsung pada sengketa terhadap pejabat berwenang. Penilaian salah
keputusan penyelenggara Pemilu dan benar atas perbuatan manusia
atas tindaklanjut Putusan DKPP yang menurut di dalamnya tercakup
memberhentikan penyelenggara perilaku etik. Idealnya salah menurut
Pemilu yang dijatuhi sanksi hukum dapat dipastikan salah
pemberhentian tetap. Satu sisi menurut etika. Salah menurut etika
Putusan DKPP terkait pelanggaran belum tentu salah menurut hukum.
kode etik penyelenggara dan pada Benar menurut etika berarti benar
sisi lainnya kemasan atas tindaklanjut menurut hukum dan sebaliknya benar
Putusan DKPP dituangkan dalam menurut hukum belum tentu benar
bentuk Keputusan pejabat tidak menurut etika. Dialektika hukum dan
jarang dijadikan objek sengketa etika dalam logika tersebut secara

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 129


R ESE N SI

materil menunjukkan adanya domain sah dan meyakinkan melakukan


yang berbeda antara hukum dan pelanggaran kode etik.
etika. Terlebih jika perspektifnya Pasal 122 ayat (12) Undang-
diperluas pada aspek penegakan dan undang Nomor 15 Tahun 2011
sanksi yang sangat berbeda dengan Tentang Penyelenggara Pemilu
dimensi-dimensi hukum Pemilu pada menyatakan, “Putusan DKPP bersifat
umumnya, baik pelanggaran pidana akhir dan mengikat”. Setelah Pasal
Pemilu, pelanggaran administrasi tersebut konstitusionalitasnya, MK
Pemilu, sengketa administrasi Pemilu melalui Putusan Nomor 33/PUU-
dan perselisihan hasil Pemilu. XIII/2013 frasa “bersifat final dan
Ragam sanksi etik mulai dari sanksi mengikat” bertentangan dengan
paling keras berupa pemberhentian UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai,
hingga paling ringan berupa “Putusan sebagaimana dimaksud
peringatan, bahkan tidak sedikit pada ayat (10) bersifat final dan
nasehat (tausyiah) menunjukkan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU
bahwa sanksi etik secara substansi Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan
bertujuan mendidik pada satu Bawaslu”. Ketentuan Pasal 122
sisi dan memulihkan kehormatan konstitusionalitas sepanjang ditafsir
penyelenggara Pemilu. Berbeda mengikat bagi Presiden, KPU, KPU
halnya dengan objek peradilan Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,
administrasi negara yang ditujukan dan Bawaslu. Secara acontrario di
kepada penetapan tertulis yang luar Presiden dan penyelenggara
dikeluarkan oleh pejabat tata usaha Pemilu, Putusan DKPP tidak final dan
negara yang bersifat final, individual mengikat, pengadilan dan masyarakat
dan konkrit yang menimbulkan akibat pencari keadilan. Ketentuan tersebut
hukum kepada orang maupun badan membuka tafsir bagi pengadilan tata
hukum perdata. Sanksi etik yang usaha negara maupun perorangan
dijatuhkan oleh DKPP dan kemudian warganegara untuk menggugat
ditindaklanjuti oleh penyelenggara keputusan Pejabat Tata Usaha Negara
atasan untuk meberhentikan sebagai tindaklanjut Putusan DKPP.
dan mengankat pengganti, tidak Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara
jarang dijadikan objek sengketa di (penyelenggara Pemilu atasan)
pengadilan tata usaha negara. Secara sesungguhnya hanya tindakan
formal dapat dibenarkan, tetapi administrasi yang bersifat deklaratif
secara materil sanksi pemberhentian atas Putusan DKPP, sehingga
akibat pelanggaran kode etik yang tindakan administrasi pemberhentian
dijatuhkan DKPP di luar kompetensi dan pengangkatan tidak dapat
peradilan tata usaha negara. Sebab dipertanggung kepada penyelenggara
basis material pemberhentian tetapi secara materil mengacu
penyelenggara didasarkan pada hasil Putusan DKPP yang secara konstitutif
pembuktian persidangan bahwa memutuskan demikian.
teradu penyelenggara terbukti secara Pada konteks demikian,

130 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


Arwani - EQUALITY BEFORE ETHICS

penyelenggara Pemilu atasan dalam penyelenggara. Hanya saja jika


posisi dilema antara kewajiban koreksi administrasi tidak dilakukan
untuk melaksanakan Putusan DKPP penyelenggara, dapat beresiko sanksi
yang bersifat final dan mengikat etik yang lebih berat. Berdasarkan hal
bagi dirinya tetapi pada sisi lainnya tersebut persinggungan penegakan
wajib mempertanggung jawabkan kode etik dan peradilan administrasi
perbuatan administrasi di depan terjadi pada dua hal: pertama,
sidang pengadilan. Dilema antara etika terkait tindaklanjut Putusan DKPP
dan hukum administrasi Pemilu tidak berupa Keputusan pemberhentian
jarang terjadi pada titik persinggungan dan pengangkatan anggota baru
antara perilaku etik dan tindakan oleh penyelenggara; dan kedua,
administrasi. Kesalahan-kesalahan tindaklanjut Putusan DKPP untuk
administrasi yang didalamnya melakukan koreksi administrasi
termuat pelanggaran kode etik yang atas kesalahan yang dilakukan
dilakukan oleh penyelenggara hal oleh penyelenggara. Berdasarkan
mana koreksi terhadap pelanggaran hal tersebut terdapat ide untuk
kode etik berbanding lurus dengan mengintegrasikan antara peradilan
koreksi administrasi yang wajib etik dengan peradilan proses tahapan
dilakukan oleh penyelenggara untuk (pradilan administrasi) dalam satu
menghindari sanksi etik yang lebih lembaga.
keras seperti pemberhentian. Koreksi Gagasan perluasan subjek
kesalahan etik yang disertai perintah pelanggaran kode etik tentunya
koreksi administrasi tidak jarang membutuhkan formula etika
dipandang sebagai Putusan DKPP materil beserta jenis sanksi
melampauhi kewenangan. Sebab sebagai satu kesatuan sistem etika
etika sebagai kompetensi DKPP dalam penyelenggaraan Pemilu. Tentunya
keadaan tertentu berimplikasi kepada masing-masing komponen yang
tindakan-tindakan yang bersifat menjadi sub bagian dari keseluruhan
administrasi. Persinggungan antara sistem penyelenggaraan Pemilu
penegakan etika yang berimplikasi memiliki kode etik tersendiri yang
pada koreksi administrasi adalah diatur dalam satu peraturan bersama
tidak jarang ditempuh sebagai satu sesuai dengan prinsip-prinsip
langka progresif dalam penerapan etik masing-masing yang tumbuh
sanksi etika untuk melindungi hak- berkembang pada masing-masing
hak konstitusional warganegara. subsistem. Kode etik penyelenggara
Meskipun demikian secara formal Pemilu dibentuk bersama oleh KPU,
Putusan-putusan DKPP yang Bawaslu dan DKPP sebagai satu
berimplikasi koreksi administrasi kesatuan sistem penyelenggara
tidak dapat dipandang sebagai bentuk Pemilu. Kode etik yang berlaku bagi
intervensi sebab Putusan DKPP penyelenggara tidak dapat disamakan
tidak secara langsung membatalkan dengan kode etik yang berlaku pada
tindakan dan perbuatan adminstrasi peserta Pemilu. Sebab penyelenggara

Jurnal ETIKA & PEMILU Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 131


R ESE N SI

Pemilu dengan peserta Pemilu adalah dipraktikkan dalam penegakan kode


dua entitas profesi yang berbeda. etik penyelenggara Pemilu oleh DKPP.
Transformasi prinsip-prinsip prilaku Model-model sanksi atas pelanggaran
dalam kode etik yang tumbuh kode etik yang dilakukan oleh peserta
sebagai respons moral atas aktifitas Pemilukada, baik pasangan calon,
profesi untuk menjaga kepercayaan, partai politik pendukung dapat
kehormatan, keseimbagan dan kohesi dilakukan dengan mengikuti sanksi
secara internal maupun dengan etik pada umumnya. Jika pasangan
masyarakat luas. Prinsip-prinsip etika calon yang terbukti melakukan
peserta Pemilu baik calon, partai pelanggaran kode etik pasangan
politik pendukung serta tim sukses calon maka sanksi terberatnya adalah
sebagai bagian penting dari integritas diskualifikasi yakni pengguguran
penyelenggaraan Pemilu demokratis. dari pencalonan dan dipandang tidak
Kode etik peserta Pemilu, meliputi memenuhi syarat. Demikian halnya
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, terhadap partai politik yang juga
Pemilu anggota legislatif baik calon terbukti melakukan pelanggaran kode
anggota DPR dan DPRD maupun etik yang sangat mungkin dijatuhi
perorangan calon anggota DPD serta sanksi berupa diskualifikasi hak
pasangan calon Kepala Daerah dan dukungan pencalonan yang sangat
Wakil Kepala Daerah. Prinsip-prinsip berpotensi menyebabkan pasangan
etika peserta Pemilu secara umum calon yang didukung tidak memenuhi
mengacu pada proses kompetisi syarat dukungan. Tidak terkecuali
demokrasi yang baik seperti fairness kepada sanksi etik kepada pendukung
(jujur dan adil), berorientasi visi pasangan calon perorangan. Jika
dan misi serta program, tidak pendukung calon perorangan terbukti
dirkriminatif, kepastian hukum, melakukan pelanggaran kode etik
tertip, bebas dari isu sara, saling maka, hak dukungan terhadap
menghormati sesama peserta maupun pasangan calon perorangan dapat
dengan penyelenggara. dibatalkan. Termasuk masyarakat
Sebagaimana lazimnya, sanksi pemilih pada umumnya jika terbukti
etik tidak seekstrim dengan melakukan pelanggaran kode etik
sanksi hukum, khususnya sanksi maka penggunaan hak pilihnya
pidana. Ekstrimnya sanksi pidana kemugkinan dapat diskorsing untuk
menyebabkan proses pembuktian satu even Pemilu. Dalam jangka
berbasis pada kebenaran materil. Hal pendek mungkin hal itu belum dapat
tersebut menyebabkan mekanisme diwujudkan tetapi setidaknya dapat
sistem peradilan pidana cukup menjadi bagian dari ide dan cita-
panjang dan membutuhkan waktu cita bagi terwujudnya demokrasi
yang tidak sedikit. Berbeda dengan Pemilukada berintegritas. Sebuah
pertangunganjawab pelanggaran kode disain penyelenggaraan Pemilu yang
etik dengan sanksi setinggi-tingginya terkemas dalam gagasan “kesetaraan
pemecatan sebagaimana selama ini di depan etika” (equality before ethics).

132 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


BIODATA PENULIS

WAHYU NUGROHO Usahid, Media Kampus, serta beberapa


opini hukum di majalah Konstitusi.
Lahir di Wonogiri, 20 Juni 1986.
Sekarang, mantan Staff Ahli DPD RI
Menyelesaikan pendidikan Sarjana
ini sedang menempuh Studi Program
Hukum Islam di Institut Agama Islam
Doktor Ilmu Hukum Universitas
Negeri Walisongo Semarang tahun
Padjadjaran.
2009 dengan predikat istimewa.
* Korespondensi:
Alumnus Pondok Pesantren Al-
nugie_hukum@yahoo.co.id
Muayyad Surakarta ini memiliki
prestasi selama dalam masa
JERRY INDRAWAN
studi, yang akhirnya menyabet
penghargaan sebagai wisudawan Lahir di Jakarta 26 Agustus 1984. Ala-
terbaik berprestasi. Semangat untuk mat di Jl. Pulo Sirih Utara dalam 7. DA
terus belajar itu membuat penulis 156A. Taman Galaxi Indah. Bekasi.
terpilih sebagai penerima Beasiswa 17148. Menyelesaikan program sarja-
Unggulan Kementerian Pendidikan na di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Poli-
dan kebudayaan RI tahun 2009 tik Jakarta tahun 2010 dan program
pada Program Magister Ilmu Hukum magister di Universitas Pertahanan
Universitas Diponegoro dan selesai Indonesia tahun 2014. Saat ini aktif
tahun 2011. Pernah bekerja sebagai mengajar mata kuliah Sistem Politik
staff legal bagian advokasi non litigasi Indonesia dan Pengantar Ilmu Politik
dan penyuluhan hukum di Lembaga di Program Studi ilmu Hubungan In-
Bantuan Hukum Jawa Tengah (LBH ternasional di Universitas Paramadi-
Jateng) tahun 2009. Sehari-hari na. Juga mengajar Ilmu Hubungan In-
bekerja sebagai Dosen Tetap Fakultas ternasional di Universitas 17 Agustus
Hukum Universitas Sahid Jakarta dan 45 dan Universitas Satya Negara Indo-
Peneliti Satjipto Rahardjo Institute. nesia (USNI). Sudah menerbitkan dua
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa buku berjudul, Penjajahan Gaya Baru:
Islam (HMI) Cabang Semarang Kontroversi Seputar Intervensi Kema-
ini beberapa kali mendapatkan nusiaan NATO di Libya (Mei 2015) dan
hibah penelitian, baik dari Internal Studi Strategis dan Keamanan (Sep-
universitas, Dikti, dan DPD RI. Sangat tember 2015). Fokus kajiannya adalah
aktif menulis artikel di sejumlah jurnal, demokrasi, militer, pertahanan, kea-
diantaranya: Jurnal Yudisial Komisi manan, dan studi perdamaian.
Yudisial, Jurnal Legislasi Indonesia * Korespondensi:
Kementerian Hukum dan HAM, Jurnal jerry_indrawan18@yahoo.co.id
Konstitusi Mahkamah Konstitusi,
Jurnal Etika Pemilu DKPP, Jurnal
Hukum UNISSULA, Jurnal Supremasi
Hukum Usahid, Jurnal Kewirausahaan

Jurnal ETIKA
Jurnal ETIKA Vol. 2, Nomor
Vol. 2, Nomor
& PEMILU
& PEMILU 2, JUNI 2016 133
4, DESEMBER
BIODATA PENULIS

SITI MARWIYAH TETEN JAMALUDIN


Dekan pada Fakultas Hukum Sebelum menjadi humas di Dewan
Universitas Dr. Soetomo dan Pengurus Kehormatan Penyelenggara Pemilu,
Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata penulis berprofesi sebagai seorang
Negara. jurnalis. Hobinya membaca dan
* Korespondensi: menulis mengantarkan pria asal
- Tasikmalaya ini meraih gelar
master ilmu politik di Universitas
ARRY DARMAWAN Diponegoro dalam waktu yang relatif
singkat, 3 semester dengan hasil yang
Lahir di Yogyakarta, 4 Januari 1986.
memuaskan.
Berprofesi sebagai PNS di Sekretariat
* Korespondensi:
KPU DIY Bagian Umum dan Logistik.
teten.jamaludin1981@gmail.com
Mahasiswa Tata Kelola Pemilu
tetenjamaludin@yahoo.com
Universitas Padjajaran Batch I tahun
2015.
ARWANI
* Korespondensi:
arry darmawan@gmail.com Lahir di Demak, 01 Januari 1989.
Saat ini bekerja sebagai staf PNS di
DKPP RI. Menyelesaikan pendidikan
HELBY SUDRAJAT
strata 1 Ilmu Pemerintahan di Fisip
Penulis adalah alumni Ilmu Undip. Pengalaman kerja, pernah
Pemerintahan Unpad yang saat ini menjadi surveyor di Lembaga Survei
aktif sebagai staf pengkaji pengaduan Indonesia, Volunteer and ex staff at
di DKPP RI. Indonesia International Workcamp,
* Korespondensi: Participant of Global volunteering
otorsoed@gmail.com Seminar at Germany tahun 2011,
Participant of Social workcamp
organized by SIW Netherland tahun
2010, participant of kick off Seminar:
Sustainable development in Cultural
diversity tahun 2009, Prepraration
team of Networking Asia Europe
Young Volunteer Conference in
Semarang tahun 2011.
* Korespondensi:
Arwani.suratman@gmail.com

134 Vol. 2, Nomor 4, DESEMBER 2016 Jurnal ETIKA & PEMILU


PEDOMAN PENULISAN
JURNAL “ETIKA & PEMILU”
Jurnal “ETIKA & PEMILU” adalah Jurnal Ilmiah (scientific journal) yang akan menjadi jurnal internasional,
diterbitkan terbatas oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia melalui APBN, dan
untuk kepentingan yang lebih luas dalam upaya turut mendorong demokratisasi di Indonesia, dapat diterbitkan
oleh pihak-pihak yang secara sukarela memiliki kesamaan visi dan misi DKPP.
VISI; 1) diseminasi kebijakan, program dan gagasan DKPP selaku lembaga yang bertugas menangani
pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu (Pasal
1 ayat (22) UU 15/2011); 2) expose hasil kajian dan penelitian terkait urgensi penegakan kode etik bagi penyeleng-
gara negara dan upaya menata kembali sistem kepemiluan di Indonesia menuju negara demokrasi modern.
MISI: 1) terbitnya Jurnal Ilmiah (Nasional + Internasional) tentang Etika dan Pemilu sebagai University of
Industry Democracy; 2) menggagas Lembaga Pemilu sebagai Quadro Political State dalam sistem ketatanegaraan
di Indonesia, yakni menjadikan Pemilu sebagai electoral branch atau democratic election.
Jurnal “ETIKA & PEMILU” ditujukan bagi penyelenggara pemilu, Tim Pemeriksa daerah (TPD), pakar dan
para akademisi (dosen, mahasiswa), praktisi, penyelenggara Negara, kalangan LSM, serta pemerhati dan penggiat
Pemilu.
Jurnal ETIKA & PEMILU hadir dalam upaya memenuhi persyaratan akreditasi jurnal ilmiah (scientific journal),
yang diklasifikasikan dalam 2 (dua) rubrik, yaitu: 1. TULISAN UTAMA berisi 80 % karya ilmiah yang ditelaah oleh
Mitra Bestari, 2. TULISAN BEBAS berisi 10 %, 3. MIMBAR & PUBLIKASI, berisi 10 % materi yang ditulis redaksi,
terbagi dalam rubrik; Kuliah Etika Ketua DKPP atau Opini Komisioner, Resensi Buku, Biodata Penulis, Pedoman
Penulisan, dan Call For Papers.
Untuk memudahkan koreksi naskah, berikut ini panduan dan contoh penulisan yang perlu diperhatikan:

1. TULISAN UTAMA (MAIN ARTICLES), berisi karya ilmiah atau hasil kajian dan penelitian. Ditulis dengan
jumlah 15 halaman, font: Bookman Old Style, spasi 1,5 spasi, huruf 12, kertas A4).
2. TULISAN BEBAS (GENERAL ARTICLE), ditulis redaksi, berisi materi pendukung yang dibagi dengan beberapa
rubrik pilihan, yakni: MIMBAR, WAWANCARA, OPINI KOMISIONER, RESENSI, KULIAH ETIKA. Masing-masing
ditulis dengan jumlah antara 3 - 4 halaman, font: Bookman Old Style, spasi 2, huruf 12).

FORMAT TULISAN UTAMA


Untuk kesamaan penyajian, format tulisan utama JURNAL “ETIKA & PEMILU” adalah sebagai berikut:
- judul,
- pengarang dan afiliasi institusi,
- abstrak ,
- pendahuluan,
- metode,
- hasil analisis,
- penutup (kesimpulan dan saran),
- rujukan/reference (catatan kaki/footnote, daftar pustaka),
- biodata penulis,
- foto penulis

CONTOH Catatan Kaki (footnote)


♦ Buku
1
Nur Hidayat Sardini, Kepemimpinan Pengawasan Pemilu, (Jakarta, Rajawali Pers, 2014), hlm. 506.
2
Nenu Tabuni, Demokrasi Tanpa Bercak Darah: Pesan Damai Pilkada Perdana Intan Jaya, (Bekasi-Jawa Barat,
Kandil Semesta, 2014), hlm. 216.
1
Neil J. Salkind, Teori-Teori Perkembangan Manusia: Pengantar Menuju Pemahaman Holistik, (Bandung,
Nusa Media, 2010), hlm. 678.
2
Werner Menski, Perbandingan Hukum dalam Konteks Global: Sistem Eropa, Asia dan Afrika, (Bandung,
Nusa Media, 2012), hlm 35.

CONTOH Daftar Pustaka


2
Hidayat Sardini, Nur, 2014. Kepemimpinan Pengawasan Pemilu, cetakan pertama, Jakarta: Rajawali Pers.
2
Tabuni, Nenu, 2014. Demokrasi Tanpa Bercak Darah: Pesan Damai Pilkada Perdana Intan Jaya, cetakan
kedua, Bekasi-Jawa Barat, Kandil Semesta.
2
Salkind, Neil J, 2010. Teori-Teori Perkembangan Manusia: Pengantar Menuju Pemahaman Holistik, Bandung,
Nusa Media
2
Anderson, Benedict, 2014. “The Idea of Power in Javanese Culture”, dalam Claire Holt, ed., Culture and
Politics in Indonesia, Ithaca, N.Y.: Cornell University Press.
2
Indonesia, Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu.
2
Republika, “Kewenangan DKPP Perlu Diperluas”, 2 Januari 2015.
2
Tjiptoherijanto,Prijono. Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia,
http://www.pk.ut.ac.id/jsi, diakses tanggal 2 Januari 2005.

Jurnal ETIKA
Jurnal ETIKA Vol. 2, Nomor
Vol. 2, Nomor
& PEMILU
& PEMILU 2, JUNI 2016 135
4, DESEMBER

Anda mungkin juga menyukai