Anda di halaman 1dari 152

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

(Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan

Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan)

Oleh:

Dr. Endang Wahyati Yustina, SH., MH.

Dr. Yohanes Budisarwo, SH., MH.

Universitas Katolik Soegijapranata


Hukum Jaminan Kesehatan

Hukum Jaminan Kesehatan


(Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan Dalam Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan)
Oleh:
Dr. Endang Wahyati Yustina, SH., MH.
Dr. Yohanes Budisarwo, SH., MH.

ISBN : 978-623-7635-35-2
Tanggal Terbit : 1 Juli 2020

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan


sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis
maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan
lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis dan Penerbit.
©Universitas Katolik Soegijapranata 2020

Desain Sampul : Barnabas Untung


Perwajahan Isi : Ignatius Eko
Ukuran buku digital : A4 (21 x 29.7 cm)
Font : Times New Roman 12

PENERBIT:
Universitas Katolik Soegijapranata
Anggota APPTI No. 003.072.1.1.2019
Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Duwur Semarang 50234
Telpon (024)8441555 ext. 1409
Website: www.unika.ac.id
Email Penerbit: ebook@unika.ac.id

ii
Hukum Jaminan Kesehatan

PRAKATA

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmatnya yang berlimpah, maka buku ini yang sempat tertunda
beberapa waktu akhirnya dapat kami selesaikan. Buku ini kami beri judul
“Hukum Jaminan Kesehatan (Sebuah Telaah Konsep Negara
Kesejahteraan Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan). Tim Penulis
sengaja memilih judul tersebut sebagai buku pertama, yang merupakan
luaran hasil penelitian tentang jaminan kesehatan, dan akan diteruskan
dengan buku kedua.
Pada buku pertama ini telaah dilakukan terhadap konsep negara
kesejahteraan yang dianut Indonesia dengan landasan Pancasila dan
UUD’45. Konsep mana menunjukkan bagaimana Negara melaksanakan
tanggungjawabnya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi warganya.
Pelaksanaan jaminan kesehatan bagi masyarakat adalah salah satu
strateginya.
Buku ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi lingkungan
akademisi, dan para peneliti untuk melakukan telaah lebih lanjut terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Buku ini juga diharapkan
bermanfaat bagi penentu kebijakan terkait dengan berbagai ketentuan
hukum yang perlu disesuaikan dengan perkembangan.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan
kepada Alm. Sdr. L Edy Wiwoho, SH.MH, yang telah banyak membantu
dan memberi dukungan pada saat penelitian dilaksanakan.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak, Tim penulis mohon saran
dan masukan untuk penyempurnaan buku ini dan Tim penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya buku pertama ini.

Salam,

Tim Penulis

iii
Hukum Jaminan Kesehatan

KATA PENGANTAR

Sebagai Dekan atau Pimpinan Fakultas Hukum dan Komunikasi


Universitas Katolik Soegijapranata, saya menyambut baik antusiasme
dan usaha Penulis buku Hukum Jaminan Kesehatan (Sebuah Telaah
Konsep Negara Kesejahteraan Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan).
Sebagai seorang Pendidik atau Dosen, karya ini akan digunakan sebagai
Bahan Ajar mata kuliah Hukum Kesehatan yang memang sungguh
dibutuhkan oleh para mahasiswa, terutama di Program Studi Ilmu
Hukum.
Dalam buku ini Penulis berupaya untuk memberikan pemahaman
mengenai dasar-dasar pengetahuan yang dibutuhkan oleh mahasiswa
untuk memahami berbagai teori hokum kesehatan termasuk berbagai
perkembangannya serta berupaya menjelaskan berbagai teori tersebut
dalam konteks kehidupan bernegara di Indonesia.
Dengan diterbitkannya buku ini, selain memudahkan Pendidik atau
Dosen yang bersangkutan dalam menyampaikan materi pembelajaran,
mahasiswa mendapatkan alternatif bahan referensi atau bahan rujukan
yang dapat memperkaya pemahaman mereka tentang teori-teori
ketatanegaraan. Untuk penulis, karya ini juga dapat digunakan sebagai
tambahan nilai angka kredit untuk meningkatkan karir sebagai seorang
Pendidik.
Akhir kata, semoga di masa yang akan datang, Penulis dapat
menghasilkan karya-karya lain yang dapat menambah kekayaan bahan
bacaan di bidang ketatanegaraan dan usaha serta antusiasme untuk terus
menghasilkan karya tulis seperti ini, dapat segera diikuti oleh penulis
lainnya. Mengingat cara membaca yang mulai berubah ke era digital,
alternatif untuk menulis karya tulis dalam bentuk e-book juga diharapkan
dapat dihasilkan oleh Penulis. Selamat membaca!

Semarang, Juni 2020

Dr. Marcella Elwina Simandjuntak, SH., CN., M.Hum

iv
Hukum Jaminan Kesehatan

DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv

DAFTAR ISI ...............................................................................................................v

DAFTAR TABEL DAN BAGAN............................................................................ vii

BAGIAN 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................1

A. Hak Dasar Jaminan Sosial ............................................................................... ..1

B. Pengaturan Hukum dan Hak Dasar Jaminan Kesehatan Masyarakat ................. 3

C. Jaminan Kesehatan Dalam Perspektif Kesejahteraan Masyarakat ................... 16

BAGIAN 2

KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN


PEMENUHAN HAK DASAR KESEHATAN BAGI MASYARAKAT .................19

A. Konsep Negara Hukum dan Tanggung Jawab Negara Terhadap Pemenuhan


Hak Dasar Kesehatan Masyarakat .................................................................... 19

1. Sejarah Perkembangan Konsep Negara Hukum ......................................... 19

2. Konsep Negara Hukum Modern/Kesejahteraan ......................................... 22

3. Konsep Negara Hukum Pancasila di Indonesia .......................................... 28

4. Konsep Negara Kesejahteraan di Indonesia................................................ 38

B. Hubungan Negara dan Masyarakat dalam Konteks Perlindungan Hak Asasi


Manusia ............................................................................................................ 46

1. Hak Asasi Manusia dan Hak Dasar Masyarakat ......................................... 46

2. Hak Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia di Indonesia .......................... 49

3. Hak Atas Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat ....................................... 53

4. Pancasila sebagai Asas Dalam Pelayanan Kesehatan yang Berkeadilan .... 62

v
Hukum Jaminan Kesehatan

BAGIAN 3

JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DAN ASURANSI KESEHATAN DALAM


PEMENUHAN HAK DASAR KESEHATAN MASYARAKAT ............................79

A. Jaminan Sosial dalam Konstitusi ...................................................................... 79

B. Konsep Jaminan Sosial Kesehatan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004


tentang SJSN..................................................................................................... 82

1. Asas, Tujuan dan Prinsip SJSN................................................................... 82

2. Jenis Program Jaminan Sosial ..................................................................... 84

3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ......................................................... 84

4. Kepesertaan dan Pembiayaan Jaminan Sosial Kesehatan ........................... 86

C. Asuransi Kesehatan sebagai Model dalam Penanggulanagan Risiko


Kesehatan.......................................................................................................... 87

1. Risiko dan Manajemen Risiko Kesehatan .................................................. 87

2. Asuransi sebagai Sistem dalam Penanggulangan Resiko Kesehatan .......... 98

3. Jenis-Jenis Asuransi Kesehatan ................................................................ 105

4. Asuransi Kesehatan Sosial ........................................................................ 118

D. Jaminan Sosial Kesehatan dalam Era Desentralisasi ...................................... 126

1. Hakikat Desentralisasi dan Otonomi Daerah ............................................ 126

2. Pembangunan Kesehatan dalam Otonomi Daerah .................................... 130

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................134

BIOGRAFI PENULIS .............................................................................................141

vi
Hukum Jaminan Kesehatan

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Tabel 1. Daftar Kasus Rendahnya Akses Pelayanan Kesehatan ...............................12


Tabel 2. Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial .................................125

Bagan 1. Jenis dan Cakupan Pelayanan Sosial ..........................................................27


Bagan 2. Hubungan Para Pihak Dalam Asuransi Tripartid ....................................116

vii
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

BAGIAN 1

PENDAHULUAN

A. Hak Dasar Jaminan Sosial

Dalam kehidupan manusia selalu membutuhkan berbagai sarana yang


harus dipenuhi untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya. Salah
satu kebutuhan hidup tersebut adalah terpenuhi kebutuhan kesehatannya, yaitu
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya. Kesehatan adalah
pangkal kecerdasan, produktivitas dan kesejahteraan manusia, dan sekaligus
sebagai investasi penentu keberhasilan pembangunan suatu bangsa; untuk itu
perlu diselenggarakan pembangunan di bidang kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud masyarakat sejahtera,
adil dan makmur1.
Masyarakat sejahtera, adil dan makmur merupakan cita bangsa,
sebagaimana termaktup dalam Pembukaan UUD 1945 alinia ke empat, yang
menyatakan: “….melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial”. Ketentuan tersebut, menegaskan bahwa pembangunan sosial
ekonomi ditujukan untuk mencapai kesejahteraan umum. Tujuan pembangunan
ini, tidak mungkin dapat dicapai jika tidak diimbangi dengan peningkatan
kecerdasan kehidupan bangsa, dan kecerdasan kehidupan bangsa juga tidak akan
tercapai dengan baik jika tidak diimbangi dan didukung peningkatan

1
IB. Indra Gautama dan Donald Pardede, Reformasi Jaminan Sosial Kesehatan (Pembiayaan
Kesehatan, Agenda dan Isu-Isu Jaminan Kesehatan), Pusat Pelayanan dan Jaminan Kesehatan Depkes
RI. hlm. 1.

[1]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kesejahteraan umum. Ketentuan inilah yang menjadi pijakan negara berkewajiban


untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat dengan memenuhi hak-
hak dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan sosial.
Masyarakat sejahtera adalah suatu kondisi terpenuhinya kesejahteraan
lahir dan batin, serta sehat jasmani dan rohani. Kondisi sehat jasmani dan rohani
pada setiap individu adalah suatu keadaan sementara, karena dalam kehidupan
manusia terdapat sifat hakiki yaitu suatu sifat “tidak kekal”. Sifat tidak kekal ini,
selalu meliputi dan mengikuti manusia, baik sebagai pribadi maupun dalam
kelompok atau dalam bagian kelompok masyarakat dalam melaksanakan akivitas
hidupnya2.
Keadaan tidak kekal yang merupakan sifat alamiah tersebut, dapat terjadi
pada setiap manusia kapan saja dan tidak dapat diprediksikan terlebih dahulu,
sehingga dapat menimbulkan rasa tidak pasti 3. Keadaan tidak pasti ini bisa terjadi
pada semua orang dalam berbagai bentuk dan peristiwa (seperti kehilangan harta
kekayaan karena kebakaran, atau tidak dapat bekerja karena sakit dan lain-lain),
sehingga menimbulkan rasa tidak aman atau lazim yang disebut dengan “risiko”.
Risiko dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang bisa terjadi, tetapi manusia
tidak dapat memprediksikan kapan suatu peristiwa tersebut akan terjadi, dan
apabila terjadi dapat menimbulkan kemalangan serta kerugian yang bersifat
finansial.
Salah satu risiko yang dihadapai oleh manusia adalah dalam hal kesehatan,
dimana setiap manusia selalu mendambakan untuk hidup sehat dan terhindar dari
kondisi sakit namun manusia tidak pernah bisa terhindar dari sakit, karena sakit
merupakan risiko alamiah yang melekat pada setiap manusia. Pada saat seseorang
menderita sakit, untuk memulihkan kesehatannya menjadi beban dan risiko yang
harus dihadapai baik secara pribadi, keluarga, maupun risiko lingkungan, dan pada
kondisi tertentu menjadi risiko kolektif serta risiko masyarakat. Beban tersebut

2
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinara Grafika, cetakan
kelima, Jakarta, 2008, hlm. 2.
3
Ibid. hlm. 2.

[2]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

akan terasa berat manakala harus dipikul sendiri, terutama bagi masyarakat
miskin, karena untuk memulihkan kesehatannya membutuhkan biaya yang tidak
sedikit.
Dalam upaya mengatasi risiko di bidang kesehatan tersebut, negara
mempunyai tanggung jawab, sehingga dapat terwujudnya masyarakat sejahtera.
Tanggung jawab negara tersebut, telah diamanahkan dalam konstitusi untuk
menyediakan pelbagai pelayanan hak-hak dasar kehidupan masyarakat dalam
bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan, termasuk pelayanan kesehatan,
pendidikan, dan pembangunan lainnya. Dalam memenuhi hak-hak dasar tersebut,
maka pembangunan ekonomi sebagai kebijakan pembangunan sosial ekonomi
nasional tidak lain ditujukan untuk menigkatkan kesejahteraan rakyat yang harus
dapat dinikmati secara berkelanjutan, adil dan merata, serta dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat.

B. Pengaturan Hukum dan Hak Dasar Jaminan Kesehatan Masyarakat

Mengingat pentingnya pembangunan bidang kesehatan dalam


mewujudkan masyarakat sejahtera, maka UUD 1945 hasil amandemen Pasal 28H
ayat (1), ditegaskan bahwa, “Setiap orang berhak mendapatkan hidup sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, dan “Negara bertanggungjawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak” (Pasal 34 ayat (3). Guna memenuhi hak atas kesehatan dan tugas negara
dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, maka penyelenggaraannya
berpedoman pada Pasal 34 ayat (2) yaitu “Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah
dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
Berdasarkan amanah konstitusi tersebut, maka telah diundangkan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Di dalam konsideran UU SJSN, disebutkan bahwa “setiap orang berhak atas
jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan

[3]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang


sejahtera, adil, dan makmur; untuk itu negara perlu memberikan jaminan sosial
yang menyeluruh, dengan mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Penyelenggaraan jaminan sosial menjadi skala prioritas, karena dalam
konteks universal jaminan sosial adalah hak bagi setiap orang sebagaimana telah
ditetapkan dalam Pasal 22 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tanggal
10 Desember 1948 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yang antara lain,
menyebutkan bahwa (dalam terjemahan) : Setiap orang sebagai anggota
masyarakat berhak atas jaminan sosial dan berhak melakukan dengan perantaraan
usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional dan sesuai dengan sumber-
sumber kekayaan dari setiap negara, hak-hak ekonomi sosial dan budaya yang
perlu untuk martabatnya dan untuk perkembangan bebas pribadinya. Jaminan
sosial sebagai jaminan kepastian pendapatan menempatkan dan memberikan hak
kepada setiap orang atas tingkat hidup yang layak bagi kemanusian.
Di samping itu, Indonesia juga meratifikasi Konvensi International
Labour Organazation (ILO) Nomor 102 tahun 1952, mengenai Standar Jaminan
Sosial yang menganjurkan agar semua negara di dunia memberikan perlindungan
dasar kepada warga negaranya, sehingga Indonesia terikat untuk memikul
tanggung jawab dan berkewajiban untuk memberikan jaminan sosial bagi
rakyatnya.
Berdasarkan ketetuan tersebut di atas, maka pemerintah bertanggung
jawab dalam mengupayakan jaminan sosial dengan cara memberdayakan seluruh
masyarakat termasuk yang tidak mampu sehingga dapat mengangkat harkat dan
martabatnya. Sebagai wujud komitmen pemerintah Indonesia, selalu berusaha
untuk memberikan jaminan sosial, yaitu suatu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat, agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak, bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Salah satu program jaminan sosial nasional adalah jaminan sosial
kesehatan, yaitu satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin kesehatan bagi

[4]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Kebutuhan dasar yang layak dimaksud adalah kebutuhan yang harus dipenuhi
yang memungkinkan seseorang berproduksi/berfungsi normal. Kebutuhan dasar
kesehatan menjadi sulit untuk diukur secara awam, karena hanya para profesional
yang dapat mengukur kebutuhan dasar yang disesuaikan dengan kebutuhan medis
karena sakitnya sesorang, dengan demikian kebutuhan dasar dalam kesehatan
harus komprehensif sesuai kebutuhan medis. Ketentuan jaminan sosial kesehatan
ini, lebih lanjut diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU SJSN, yang menyebutkan:
“Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial dan prinsip ekuitas”.
Pembangunan bidang kesehatan merupakan suatu prioritas, karena
kesehatan merupakan hak fundamental setiap individu, yang keberadaannya
diatur dalam berbagai peraturan, baik dalam skala internasional maupun nasional.
Secara internasional hak kesehatan diatur dalam Pasal 25 ayat (1) Deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tanggal 10 Desember 1948 tentang Hak Asasi
Manusia (HAM):
“Everyone has the right to a standard of living adequate for the health
and well being of himself and of his family including food, clothing,
housing and medical care and necessary social services, and the right to
security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old
age or other lack of livelihood in circumstances beyond his control”.

Secara garis besar (dalam terjemahan) disebutkan bahwa: “Setiap orang


berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan baik untuk
dirinya dan keluargaannya, termasuk soal makanan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatannya, serta usaha-usaha sosial yang diperlukan dan berhak atas
jaminan diwaktu mengalami pengangguran, janda, lanjut usia atau mengalami
kekurangan nafkah, ketiadaan matapencaharian yang lain dalam keadaan di luar
penguasaannya”.
Di dalam Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya Pasal 12 dan Pembukaan Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia/World
Health Organiztion (WHO) antara lain juga dinyatakan (dalam terjemahan)

[5]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

bahwa: “Negara mengakui hak setiap orang, untuk menikmati standar tertinggi
yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental dengan mengupayakan
pengurangan tingkat kelahiran, mati dan kematian anak serta perkembangan anak
sehat, melaui perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri dengan
melakukan pencegahan, pengobatan, dan pengendalian segala penyakit
menular/endemik, penyakit lain yang berhubungan dengan pekerjaan serta
menciptakan kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis
dalam hal sakitnya seseorang”.
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945 hasil amandemen ke-2, mempunyai makna yang sangat penting, karena
untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, kata “kesehatan” masuk dalam
konstitusi dan pertama kalinya pula, negara menyatakan bahwa kesehatan adalah
hak warga negara yang harus ditunaikan oleh pemerintah sebagai pengelola
negara. Komitmen pemerintah dalam upaya mewujudkan pembangunan di bidang
kesehatan, juga ditegaskan dalam UUD 1945, Pasal 34 ayat (3) “Negara
bertanggungjawab atas penyediaan fasiltas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak”.
Berdasarkan berbagai ketentuan tersebut di atas dapat dipahami bahwa
kesehatan adalah hak, dan setiap warga negara berhak atas kesehatannya termasuk
masyarakat miskin. Dalam hal ini diperlukan suatu sistem yang mengatur
pelaksanaan bagi upaya pemenuhan hak warga negara untuk hidup sehat, dengan
mengutamakan pada pelayanan kesehatan bagi masyarakat, dan di lain pihak
negara bertanggung jawab untuk memberikan jaminan kepastian pemenuhan hak
kesehatan bagi seluruh warga negaranya, agar tercapai tingkat kesejahteraan
secara merata dalam bentuk jaminan sosial kesehatan.
Pada hakikatnya, pembangunan di bidang kesehatan adalah bagian dari
pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan ini merupakan

[6]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, pemerintah maupun


swasta.
Undang-Undang SJSN tersebut, merupakan undang-undang payung dalam
pelaksanaan jaminan sosial, yang masih membutuhkan berbagai Peraturan
Pelaksana (PP) maupun KepPres, sebagai dasar hukum untuk dapat dilaksanakan.
Oleh karena berbagai peraturan pelaksanaannya belum diterbitkan, maka untuk
melaksanakan jaminan sosial kesehatan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, telah menetapkan berbagai kebijakan4 untuk lebih memfokuskan pada
pelayanan kesehatan masyarakat. Kebijakan itu antara lain melalui Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 417/Menkes/SK/IV/2007 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin dan Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/ 2004 tentang Penugasan
PT. Askes (Pesero) dalam Pengelolaan Program Pemeliharaan Kesehatan Bagi
Masyarakat Miskin. Program Jaminan ini diharapkan dapat menurunkan angka
kematian ibu melahirkan, menurunkan angka kematian bayi dan balita serta
penurunan angka kelahiran disamping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan
masyarakat miskin umumnya.
Program Asuransi Kesehatan Sosial bagi Masyarakat miskin (Askeskin)
yaitu program pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi
masyarakat miskin yang pelaksanaannya dibiayai langsung oleh pemerintah.
Program ini telah memberikan pencapaian yang bermakna, antara lain terjadinya
peningkatan cakupan atau akses pelayanan kesehatan masyarakat miskin.
Di sisi lain dalam program ini masih ditemukan beberapa permasalahan,
antara lain penggunaan data masyarakat miskin yang masih menggunakan
berbagai kriteria sehingga menyebabkan distribusi kartu peserta belum selesai.
Karena kondisi tersebut, kebijakan berbagai identitas miskin termasuk Surat
Keterangan Miskin (SKM) masih diberlakukan. Permasalahan lain masih

4
Kebijakan pemerintah adalah suatu perencanaan atau program pemerintah mengenai apa yang
akan dilakukan dalam menghadapi problem tertentu dan cara bagaimana melakukan atau melaksanakan
sesuatu yang telah direncanakan atau diprogramkan.

[7]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kurangnya kesadaran dari berbagai pihak akan pentingnya kendali biaya dan
kendali mutu pelayanan kesehatan dan masih terbatasnya sumber daya manusia
Pengelola Program.
Permasalahan paling krusial yang timbul adalah dalam penerapan
kebijakan Program Askeskin ini, dasar hukum yang digunakan dalam
penerapannya banyak yang tidak sesuai (tidak sinkron) dan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lain. Ketidak sinkronan dan disharmonis ini,
antara lain terjadi dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
417/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat Miskin dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1241/MENKES/SK/XI/ 2004 tentang Penugasan PT. Askes (Pesero) dalam
Pengelolaan Program Pemeliharaan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin, sebagai
dasar hukum penyelenggaraan Program Askeskin dengan dasar hukum lain yang
lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Asuransi dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Setelah dilakukan evaluasi dan dalam rangka efisiensi manfaat program
jaminan sosial kesehatan, maka pada tahun 2008 dilakukan perubahan dalam
sistem penyelenggaraannya. Perubahan ini, sebagaimana dituangkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Perubahan pengelolaan program tersebut adalah dengan pemisahan fungsi
pengelolaan dengan fungsi pembayaran yang didukung dengan penempatan
tenaga verifikator di setiap Rumah Sakit.
Program Jamkesmas, sebagai salah satu program unggulan Departemen
Kesehatan, telah mampu meningkatkan kepesertaan yang cukup signifikan, pada
tahun 2005 dengan jumlah peserta 36,1 juta penduduk miskin, pada tahun 2007
dan 2008, jumlah penduduk miskin dan hampir miskin yang dijamin pemerintah
terus meningkat hingga menjadi 76,4 juta jiwa. Peningkatan pemanfaatan program

[8]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Jamkesmas menunjukkan bahwa tujuan program tersebut telah tercapai. Data ini
menunjukkan keberhasilan yang cukup menggembirakan, tetapi di sisi lain juga
dapat ditemukan permasalahan yang muncul sebagaimana diungkapkan oleh
Ketua Tim Kerja (Timja) Kesehatan Panitia Ad hoc (PAH) III Dewan Perwkilan
Daerah (DPD) Nuzran Joher5, yang mendesak pemerintah meninjau ulang
program Jamkesmas, karena tidak mengacu kepada Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang SJSN. Lebih lanjut juga dikatakan bahwa jika tidak ditinjau
lagi dikhawatirkan akan terbangun sistem jaminan sosial nasional yang tidak
sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, karena pada dasarnya
“Paguyuban Hukum Jamkesmas jauh dari tujuan UU SJSN”.
Di samping program Jamkesmas, di berbagai daerah juga
menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan
mengacu pada Putusan Judicial Review Mahkamah Konstitusi terhadap UU
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, terhadap perkara
Nomor 007/PUU-III/2005 tentang Pengujian UU SJSN telah ditetapkan
kewajiban daerah dan prioritas belanja untuk mengembangkan Sistem Jaminan
Sosial berdasarkan Pasal 22 huruf ‘f’ dan Pasal 167 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemerintah Daerah), berikut
peraturan pelaksanaannnya, sebagai sub-sistem jaminan sosial nasional yang

5
Kompas, Berita Utama, 27 Maret 2008, Sebagai Dasar pendapat tersebut adalah, Beberapa
rumah sakit penyelenggara program pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Jambi, Bengkulu, Jawa
Timur, Kalimantan Barat, dan Bali yang dikunjungi Timja Kesehatan PAH III DPD sangat
berkeberatan dengan program Jamkesmas yang melibatkan mereka sebagai pembayar. ”Mereka sangat
keberatan,” katanya. Dengan program Jamkesmas, dana dikucurkan dari kas negara ke rumah sakit,
kemudian rumah sakit membayar klaim. Rumah sakit tersebut berkeinginan profesional sebagai
pelayan tenaga medik, bukan bertindak sebagai pembayar. ”Mereka tidak mau nanti berurusan dengan
lembaga pemeriksa seperti BPK dan kejaksaan. Akan merepotkan,” ujar Nuzran.
Lihat juga pendapat Kartono Mohamad, dalam Kompas 8/3/2008 hlm. 6,….. Dalam kaitan
dengan pemberlakuan apa yang disebut Jamkesmas ini, satu lagi keberanian Menkes yang perlu dicatat
yakni tidak berusaha untuk semakin mendekati ketentuan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Program Askeskin yang diluncurkan sejak awal 2005
sebenarnya dapat merupakan cikal-bakal implementasi Undang-Undang SJSN di bidang kesehatan.
Karena masalah tehnis di lapangan, program ini harus dibuat lumpuh layu dan diganti dengan program
yang kesesuaian arahnya dengan Undang-Undang SJSN perlu dipertanyakan. Apakah pengucuran
dana bantuan sosial langsung ke rumah sakit tersebut sesuai dengan prinsip Asuransi Sosial?

[9]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

diatur dalam Undang-Undang SJSN. Berdasarkan ketentuan ini, upaya


mengembangkan sistem jaminan sosial di daerah untuk mewujudkan cakupan
terlindunginya seluruh penduduk (universal coverage), sudah seharusnya disadari
bahwa daerah mempunyai kewajiban untuk memenuhi standar pelayanan minimal
bidang kesehatan.
Di dalam pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan jaminan
sosial kesehatan, di daerah banyak ditemukan berbagai kendala, sehingga terjadi
perbedaan antara satu daerah dengan daerah yang lain, baik dari aspek
pembiayaan maupun cakupan manfaat serta mutu pelayanan kesehatan. Berbagai
perbedaan ini memicu ketidak adilan, karena bagi daerah yang Anggaran
Pendapatan Daerahnya (APBD) besar, maka alokasi pembiayaan di bidang
kesehatan menjadi besar demikian pula aspek manfaat yang dapat dinikmati oleh
masyarakat setempat pun juga dapat dirasakan. Di sisi lain bagi daerah yang
APBD nya kecil maka alokasi anggaran bidang kesehatan juga kecil sehingga
manfaatnya pun tidak banyak dapat dirasakan oleh masyarakatnya. Di samping itu
juga terdapat permasalahan dalam Jamkesda tidak menjangkau aspek portabilitas,
sehingga jika ada warga masyarakat yang pindah atau tugas di daerah lain dan
menderita sakit, maka pembiayaan pelayanan kesehatan tidak akan terjangkau
oleh program Jamkesda tersebut.
Selain program unggulan tersebut di atas, di Indonesia terdapat beberapa
program jaminan sosial yang diselenggarakan dengan mekanisme asuransi
kesehatan sosial, yaitu asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh pemerintah
yang melindungi golongan ekonomi lemah dan menjamin keadilan yang merata
(equity)6. Adapun undang-undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial
adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek). Program Jamsostek mencakup empat perlindungan yaitu

6
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi sosial haruslah didasari pada suatu
undang-undang dengan pembayaran premi dan paket jaminan yang memungkinkan terjadinya
pemerataan. Dalam penyelenggaraanya, pada asuransi sosial mempunyai ciri (a) kepesertaan wajib
bagi sekelompok atau seluruh penduduk, (b) besaran premi ditetapkan oleh undang-undang, umumnya
proporsional terhadap pendapatan/gaji, dan (c) paketnya ditetapkan sama untuk semua golongan
pendapatan, yang biasanya sesuai dengan kebutuhan medis.

[ 10 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan santunan
akibat kematian alamiah dan dikelola oleh PT. Jamsostek. Sampai saat ini
penyelenggaraan Jamsostek baru mencakup sekitar 12 juta peserta aktif dari
sekitar 31 juta tenaga kerja di sektor formal (Standing, 2000). Bagi Pegawai
Negeri Sipil (PNS), pensiunan pegawai negeri, pensiunan TNI-POLRI, Veteran,
dan anggota keluarga mereka menerima jaminan kesehatan yang dikelola oleh PT.
Askes berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991.
Berdasarkan data yang ada, cakupan beberapa skema jaminan sosial
kesehatan masih sangat rendah. Pada saat ini penduduk Indonesia baru terdapat
50,8 persen yang mempunyai jaminan kesehatan; terdiri dari peserta
Jamkesmas/Jamkesda 37,5 persen, peserta Askes sosial 6,6 persen, peserta Askes
komersial 1 persen, Jaminan Kesehatan dalam Jamsostek 2 persen, Asabri 0,9
persen, dan asuransi lain 2,9 persen. Cakupan kepesertaan program jaminan sosial
kesehatan ini masih terlalu sedikit (sekitar 20%) bila dibanding dengan negara lain
yang rata-rata sudah mencapai 80%7.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan, bahwa rendahnya cakupan
kepesertaan program jaminan sosial saat ini, dikarena program tersebut belum
sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang adil bagi para peserta dan
manfaat yang diberikan kepada peserta juga belum memadai untuk memenuhi
kebutuhan dasar yang layak 8. Selain itu, Manfaat yang diperoleh peserta juga
masih sangat terbatas, prinsip/sistem penyelenggaraan juga bervariasi, sehingga
kondisi ini mengakibatkan berbagai kasus ketidakadilan dalam pelaksanaan
jaminan sosial kesehatan, di satu sisi terdapat kelompok masyarakat yang dapat
mengakses pelayanan kesehatan sampai ke luar negeri, sedangkan disisi lain
masih banyak kelompok warganegara yang gagal untuk memperoleh perawatan
kesehatan yang layak dan masih “terbatasnya akses kesehatan dan rendahnya

7
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Departemen Kesehatan RI. Tahun. 2009.
8
Thabrany dkk., dalam Sulastomo, Mencari Model Sistem Pembiayaan Kesehatan, Kompas,
Rabu 7 November 2001.

[ 11 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

mutu pelayanan kesehatan9”. Berbagai peristiwa yang “masgul” ini, dapat terlihata
dalam berbagai kasus berikut ini:

Tabel 1. Daftar Kasus Rendahnya Akses Pelayanan Kesehatan

Siapa dan Kasus Akibat Kota /


Kejadian lokasi

1. laki-laki buruh ditolak RS swasta karena Meninggal Jakarta


bangunan tidak mampu membayar uang dunia
tertimpa muka, meninggal
bangunan
2. tetangga, Tidak miskin tetapi perlu Dilema moral Jakarta
seorang SKTM untuk meringankan
pensiunan biaya pengobatan anak yang
pegawai swasta sakit
3. pasien Berhenti berobat (cuci darah) meninggal Yogya
pensiunan PNS karena biaya mahal dan tak
terjangkau
4. ayah dari teman Memilih berobat di luar ICU meninggal Jakarta
dokter karena biaya mahal dan tak
terjangkau
Diolah dari Nugroho Soeharno, 2009, “Kasus-kasus: Pengalaman Seorang Dokter’
dalam Hasbullah Thabrany dkk, 2009, Sakit, Pemiskinan dan MDGs, Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara.

Tabel di atas, menunjukkan bahwa berbagai kasus yang mencerminkan


bahwa masih banyak masyarakat yang gagal untuk mengakses pelayanan

9
Hasil penelitian Nugroho Soeharno, seorang dokter dan peneliti, tahun 2007, hlm. 6, ditemukan
berbagai kasus pelayanan kesehatan yang terjadi diberbagai tempat: di Jakarta seorang buruh bangunan
tertimpa bangunan ditolak sebuah rumah sakit swasta karena tiak mampu membayar uang muka, maka
akibatnya mininggal dunia; di Jakarta seorang pasien dari keluarga miskin sakit dan akhirnya
meninggal dunia karena ditolak rumah sakit gara-gara tidak mempunyai Surat Keterangan Tanda
Miskin (SKTM); di Yogyakarta seorang pensiunan PNS, sakit dan harus cuci darah secara berkala
tetapi terus berhenti karena biaya tidak tejangkau akhirnya meninggal dunia, dan masih banyak kasus
serupa yang banyak menimpa pasien dari keluarga miskin. Di samping itu juga secara faktual data
departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007, menunjukan kondisi harapan untuk hidup (life
expectancy) masyarakat Indonesia juga masih rendah, yaitu hanya 70 tahun.

[ 12 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kesehatan, dikarenakan oleh faktor ekonomi yang rendah, sehingga masyarakat


tidak mampu membayar biaya pelayanan kesehatan. Di samping kondisi tersebut,
juga karena masih rendahnya pengeluaraan anggaran pemerintah pada bidang
kesehatan yang masih berkisar 18.000 perkapita pertahun atau US 1.50 perkapita
pertahun. Dalam dekade terakhir, beberapa studi menunjukkan bahwa total
pendanaan kesehatan tidak lebih dari 2.7 % PDB, yang 70 % nya berasal dari
masyarakat berbentuk out pocket yang tidak efektif memelihara kesehatan dan
memberatkan individu. Dana kesehatan pemerintah yang sedikit itu, digunakan
untuk subsidi yang tersebar di semua lini pelayanan kesehatan, hingga tidak cukup
terarah untuk mengangkat derajat kesehatan masyarakat, termasuk masyarakt
miskin, yang membutuhkan dukungan terbesar dalam pembiayaan dan pelayanan
kesehatan.
Penggunaan dana pemerintah seperti ini dirasakan belum cukup adil untuk
mengedepankan upaya kesehatan masyarakat dan bantuan untuk keluarga miskin,
karena mobilisasi sumber pembiayaan kesehatan dari masyarakat masih terbatas
serta bersifat perorangan (out of pocket ). Pembayaran kepada penyelenggaraan
pelayanan kesehaan sebagian besar masih dilakukan secara tunai (fee for service),
sehingga mendorong penyelenggaraan dan pemakaian pelayanan kesehatan secara
berlebihan serta meningkatnya biaya kesehatan. Di sisi lain, pada saat ini, juga
dihadapkan pada suatu kondisi pembiayaan kesehatan semakin meningkat dari
waktu ke waktu dan dirasakan berat baik oleh pemerintah, dunia usaha terlebih
masyarakat pada umumnya.
Gambaran tersebut di atas, menunjukkan bahwa pemerintah pada saat ini
belum mampu memenuhi hak kesehatan masyarakat secara adil merata dan
berkesinambungan, serta belum ditemukannya sistem jaminan sosial kesehatan
yang dapat memenuhi hak kesehatan masyarakat yang sesuai dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Pengalokasian dana yang bersumber dari
pemerintah yang dikelola oleh sektor kesehatan sampai saat ini belum banyak
memberikan manfaat, karena banyak dialokasikan pada upaya kuratif dan

[ 13 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

sementara itu besarnya dana yang dialokasikan untuk upaya promotif dan
preventif, maupun rehabilitatif sangat terbatas.
Melalui studi komparasi, dapat ditemukan bahwa, sistem Asuransi
kesehatan adalah menjadi salah satu sistem yang banyak diterapakan oleh negara
dalam upaya memenuhi hak dasar kesehatan masyarakat. Konsep asuransi
kesehatan dalam pembiayaan kesehatan telah berkembang melalui berbagai
pendekatan, baik asuransi kesehatan sosial (social health insurance) maupun
asuransi kesehatan komersial (commercial health insurance). Diantara keduanya
berkembang regulated Health Insurance yang dalam laporan Bank Dunia (1993)
disarankan untuk dilaksanakan sebagai pengganti prinsip Commercial / Private
Health Insurance.
Pada saat ini, model asuransi kesehatan sosial menjadi pilihan banyak
negara, karena adanya aspek pengalihan risiko (ekonomi) sakit dan syarat hukum
the law of the large number. Kecenderungan (universal) dari implementasi
asuransi kesehatan sosial10 adalah:
1) Bahwa program asuransi kesehatan sosial dimulai dari kelompok formal,
tenaga kerja, untuk kemudian berkembang pada kelompok non-formal dan
self employed. Program bagi masyarakat miskin seringkali dikembangkan
menjadi bagian dari kelompok non formal, atau dikembangkan secara
tersendiri bergantung kepada kebijakan negara. Program asuransi
kesehatan sosial di berbagai negara menunjukkan terjadinya peningkatan
akses seluruh penduduk ke fasilitas kesehatan serta terjadinya
pengendalian biaya.

2) Di berbagai negara, program ini dimulai dengan beberapa badan


penyelenggara akan tetapi jumlah tersebut semakin menurun. Dimulai
dengan kerjasama/koordinasi diantara berbagai badan penyelenggara,
selanjutnya terjadi merger sehingga akhirnya menjadi satu badan
penyelenggara yang menyelenggarakan program secara nasional (contoh;
Taiwan, Korea Selatan). Dengan demikian bargaining power badan
penyelengara semakin besar, sementara hukum the law of the large
number juga semakin besar.

10
Ibid. hlm.8 .

[ 14 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Perkembangan asuransi kesehatan sosial di berbagai negara telah


mengubah konsep asuransi kesehatan tradisional dimana selanjutnya asuransi
kesehatan sosial tidak hanya dianggap sebagai sistem pembiayaan tetapi juga
sistem pemeliharaan kesehatan. Karena itu, dalam konsep asuransi kesehatan
sosial moderen, program asuransi kesehatan mendasarkan kerjanya pada dua hal
penting yakni; integrasi sistem pembiayaan (financing of healthcare) dan sistem
pelayanan (delivery of healthcare) yang efisien dan efektif. Asuransi kesehatan
sosial11 adalah menjadi salah satu pilihan di banyak negara, karena adanya aspek
pengalihan risiko (ekonomi) dan syarat hukum the law of the large number.
Di berbagai negara, seperti Amerika Serikat telah mengembangkan sistem
jaminan sosial kesehatan pada masa pemerintahan presiden Roosevelt (1935)
setelah negara tersebut mengalami depresi ekonomi yang sangat hebat pada tahun
1932. Jerman memperkenalkan asuransi sosial semasa pemerintahan Otto Von
Bismarck12 (1883) dimana perlindungan tenaga kerja sangat dibutuhkan untuk
menjamin produksi berjalan lancar di era awal industrialisasi Jerman. Kedua
negara maju tesebut memperoleh manfaat besar dari penyelenggaraan jaminan
sosial yang dikembangkan pada waktu kedua negara tersebut sedang menghadapi
resesi ekonomi. Manfaat besar dari dana yang terhimpun juga dinikmati negara
berkembang yang telah menyelenggarakan jaminan sosial secara konsisten dan
mencakup seluruh pekerjaan sektor formal. Malaysia telah berhasil memupuk
Tabungan Nasional dari Dana Jaminan Sosial (Employee Provident Fund, EPF)

11
Bandingkan Abbas Salim dalam bukunya Asuransi dan Manjemen Risiko, hlm. 125-126, “….
jaminan sosial adalah compulsary insurance yang bertujuan memberikan jaminan sosial untuk
masyarakat. Compulsary insurance dijalankan dengan paksaan (force saving), oleh karena itu, setiap
warga negara diwajibkan ikut serta dengan jalan memotong gaji tiap-tiap bulan (iuran pensiun). “Social
Insurance is designed to provide a minimum of protection against hazards that tend to produce
dependency problems for society”
12
Sulastomo, hlm. 99, berpendapat bahwa dengan konsep asuransi kesehatan sosial,
sebagaimana diletakkan oleh Otto von Bismarck pada permulaan abad XIX, adalah sebuah program
asuransi kesehatan yang dibiayai secara gotong-royong oleh pesertanya (dan tempat kerjanya/majikan)
dengan iuran sesuai persentase pendapatan. Dengan demikian, kegotong-royongan yang terjadi adalah
sangat menyeluruh, antara kaya-miskin, sehat-sakit, tua-muda, dengan kepesertaan wajib.

[ 15 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

senilai US$ 90 miliar. Kekuatan dana asuransi sosial inilah, antara lain, yang
menyelamatkan Malaysia dari krisis mata uang pada tahun 1998.
Di negara-negara tetangga, kepesertaan tenaga kerja yang memperoleh
jaminan sosial sudah mencakup seluruh tenaga kerja formal. Dalam program
asuransi kesehatan sosial dengan pendanaan publik, Indonesia jauh tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Philipina
karena baru menjamini 9 (sembilan) persen dari jumlah penduduknya. Sedangkan
dalam program jaminan hari tua/asuransi, jaminan sosial di Indonesia baru
mencapai maksimal 20 persen dari total pekerja di sektor formal. Thailand telah
menjamin seluruh penduduknya, sehingga tidak ada lagi penduduk rentan yang
tidak memiliki jaminan kesehatan.
Dalam mewujudkan sistem Jaminan Sosial Kesehatan Nasional, tidak
cukup hanya memperluas cakupan kepesertaan, tetapi diperlukan kesiapan-
kesiapan infrastruktur yang matang. Lahirnya organisasi penyelenggara jaminan
sosial pada tanggal 12 Agustus 2011, yang dituangkan dalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
diharapakan akan dapat terwujudnya Badan penyelenggara yang bersifat nirlaba,
dana amanah, bersifat nasional, akuntabel, transparan, dan terlaksananya aspek
portabilitas. Guna memenuhi hal ini, maka sistem jaminan sosial kesehatan, harus
dapat diwujudkan dengan memadukan subsistem pembiayaan kesehatan dengan
subsistem pelayanan kesehatan, perlu ditata secara harmonis dan dirancang secara
baik. Ketersediaan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang meliputi pelayanan
kesehatan dasar/primer hingga tersier, guna menuju pencapaian Jaminan
Kesehatan Sosial Nasional bagi seluruh masyarakat Indonesia, sebagaimna telah
ditetapkan dalama UU SJSN.

C. Jaminan Kesehatan Dalam Perspektif Kesejahteraan Masyarakat

Kesehatan merupakan hak dasar/hak fundamental warga negara dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara dan negara bertanggung jawab atas

[ 16 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

pemenuhan hak kesehatan masyarakat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam


UUD 1945 amandemen Pasal 28H ayat (1), “bahwa setiap penduduk berhak atas
pelayanan kesehatan” dan Pasal 34 ayat (2), bahwa “negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat”, serta dalam Pasal 34 ayat (3)
ditegaskan bahwa ”negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan
yang layak”. Dalam upaya pemenuhan hak kesehatan masyarakat tersebut,
pemerintah telah menentukan arah pengembangan sistem jaminan kesehatan
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang menyebutkan bahwa
“jaminan kesehatan nasional diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan prinsip ekuitas”.
Pada saat ini, dapat diperoleh data yang menunjukkan lebih dari 70 %
pelayanan kesehatan dibayar melalui out of pocket secara individu, sehingga
sangat rentan terhadap perubahan kondisi keuangan individu/keluarga dan
fluktuasi ekonomi baik nasional maupun global. Pembayar yang teroganisir
apalagi dalam bentuk badan asuransi/jaminan kesehatan masih relatif kecil.
Cakupan asuransi kesehatan sosial masih sekitar 16 %, meskipun meningkat
menjadi kurang lebih 21 %, peningkatan ini lebih disebabkan dimasukkannya
kelompok keluarga miskin yang mendapatkan bantuan kesehatan dari program
Jamkesmas. Kondisis tersebut tentu saja kurang menguntungkan, baik bagi
individu sebagai konsumen kesehatan yang tidak memiliki kepastian sumber dana
jika jatuh sakit, tetapi bergaining power merekapun lemah karena tidak adanya
peraturan hukum yang menyeluruh sehingga tidak ada pihak atau organisasi yang
memiliki power, untuk bertindak sebagai pressure group atau katalisator yang
mampu mengendalikannya, sehingga secara nasional cakupan kepesertaan dan
manfaat pelayanan kesehatan di Indonesia masih rendah dan hanya dapat
dinikmati oleh kelompok tertentu saja.
Karakteristik penduduk Indonesia saat ini, mayoritas bekerja pada sektor
informal dengan penghasilan tidak menentu dan sebagian lainnya bekerja pada
sektor formal, maka pembangunan bidang kesehatan harus diarahkan untuk bisa

[ 17 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

mewujudkan dan mengembangkan sistem pembiayaan pra upaya yang lebih luas
dan adil, dengan pendekatan sistem jaminan sosial kesehatan yang menyeluruh,
tidak parsial, baik dari aspek sub sistem pembiayaan (health care financing
system) maupun sub-sistem pemberian pelayanan kesehatan (health care dilevery
system).
Hal ini sesuai dengan arah jaminan sosial bidang kesehatan sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (UU SJSN), yaitu memberikan perlindungan sosial yang
menyeluruh dan terpadu, dan disusun berlandaskan prinsip-prinsip yang
memenuhi keadilan, keberpihakan pada masyarakat banyak (equity egaliter),
transparansi, akuntabilitas, kehati-hatian (prudentiality) dan layak. Prinsip equity
egaliter merupakan suatu bentuk keadilan sosial berasaskan Pancasila yang dicita-
citakan, di mana setiap penduduk harus dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya (yang layak) tanpa memeperhatikan kemampuan ekonominya. Dalam
bidang kesehatan, prinsip ini diwujudkan dengan menjamin agar semua penduduk
yang sakit mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan sekalipun ia miskin.
Kajian disertasi dengan judul “Sistem Jaminan Sosial Kesehatan Dalam
Memenuhi Hak Dasar Kesehatan Masyarakat yang Berkeadilan”, dengan menitik
beratkan ke arah membangun jaminan sosial kesehatan sebagai sistem kesehatan
yang meliputi sub sistem pembiayaan (health care financing system) maupun sub-
sistem pemberian pelayanan kesehatan (health care dilevery system) dan model
mana yang tepat bagi Indonesia, untuk itu perlu diketahui aspek-aspek
penentunya, sehingga dapat ditemukan sistem jaminan sosial kesehatan semesta
(universal coverage) dan berkeadilan guna terwujudnya kesejahteraan
masyarakat.

[ 18 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

BAGIAN 2

KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN DAN


HUBUNGANNYA DENGAN PEMENUHAN HAK DASAR
KESEHATAN BAGI MASYARAKAT

A. Konsep Negara Hukum dan Tanggung Jawab Negara Terhadap


Pemenuhan Hak Dasar Kesehatan Masyarakat

1. Sejarah Perkembangan Konsep Negara Hukum

Pemahaman negara hukum selalu diawali dan berpusat antara pemerintah


dengan yang diperintah. Dalam negara hukum secara garis besar terdapat dua
unsur, yaitu pertama hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah tidak
berdasarkan kekuasaan, melainkan berdasarkan suatu norma objektif, dan
mengikat pihak yang memerintah, dan yang kedua norma objektif itu harus
memenuhi syarat bahwa tidak hanya secara formal, melainkan dapat
dipertahankan berhadapan dengan idea hukum. Di sisi lain dapat dikatakan bahwa
perkembangan konsep negara hukum merupakan produk dari sejarah, oleh karena
itu untuk memahami pengertian negara hukum harus terlebih dahulu memahami
gambaran sejarah pemikiran politik dan hukum, yang mendorong lahir dan
berkembangnya konsepsi negara hukum13.
Pemikiran manusia tentang negara hukum mulai berkembang sejak abad
ke XIX sampai dengan abad ke XX. Negara hukum pada hakikatnya berakar dari
teori kedaulatan hukum yang menghendaki agar kekuasaan tertinggi dalam suatu
negara adalah hukum, dalam arti lain hukum sebagai panglima dan hukum sebagai

13
S.F. Marbun, Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Ius Quia Iustum. Nomor 9,
Vol 4-1997, hlm.9.

[ 19 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Rule of the game. Dalam negara hukum, semua aktivitas penguasa (pemerintah)
termasuk warga negaranya harus tunduk dan patuh pada aturan hukum (asas
legalitas).
Dalam sejarah perkembangannya dikenal adanya negara hukum dalam arti
sempit atau dikenal dengan negara hukum liberal, sebagaimana diperkenalkan
dalam ajaran Imanuel Kant dan Fichte. Konsep negara hukum ini dikenal dengan
konsep negara liberal yang banyak dipengaruhi oleh faham liberalism, konsep
negara hukum liberal ini merupakan antitesis dari tipe negara polizeli 14. Dalam
negara polizeli kekuasaan raja amat sangat besar dalam menentukan dan
mengembangkan kesejahteraan rakyatnya, sedangkan dalam ajaran negara hukum
liberal, peran negara justru diminimalisir dari campur tangan urusan rakyatnya.
Peran dalam negara hukum liberal dikenal dua unsur saja yaitu : 1) perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), dan 2) pemisahan kekuasaan.
Ajaran hukum liberal ini selanjutnya dikembangkan oleh F.J. Stahl dalam
bukunya “Philosophie des Rech”t pada tahun 1878. Modifikasi negara hukum
baru ini dikenal dengan istilah negara hukum formal, yaitu untuk dapat disebut
sebagai suatu negara hukum harus memenuhi empat unsur penting sebagai
berikut:
1) Adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia;
2) Adanya pembagian kekuasaan dalam Negara;
3) Setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
4) Adanya Peradilan Tata Usaha Negara/Peradilan Administrasi
Negara15.

Ditinjau dari perspektif historis perkembangan pemikiran filsafat hukum


dan kenegaraan gagasan mengenai negara hukum sudah berkembang semenjak
1800 S.M. Akar terjauh mengenai perkembangan awal pemikiran negara hukum

14
Hestu B. Cipto, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia, Penerbit
Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2003, hlm. 12.
15
Ibid. hlm.13.

[ 20 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

adalah pada masa Yunani kuno16. Menurut Jimly Asiddiqie gagasan kedaulatan
rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani
Kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan hukum.
Dalam perkembangannya menjelang abad ke XX negara hukum liberal
mengalami pertumbuhan dengan lahirnya konsep negara hukum moderen atau
dikenal dengan sebutan negara welfare state. Dalam konsep negara welfare state
tugas negara berubah dari penjaga malam dan penjaga keamanan menjadi negara
atau pemerintah harus bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat.
Perkembangan negara hukum terjadi karena banyaknya kritikan dan kecaman
terhadap berbagai ekses dalam industrialisasi dan sistem kapitalis, dengan
tersebarnya paham sosialisme yang menginginkan pembagian kekuasaan dan
kemengangan partai sosialis di Eropa17.
Pemahamana terhadap Welfare state adalah suatu bentuk masyarakat yang
ditandai dengan suatu sistem kesejahteraan yang demokratis dan ditunjang oleh

16
Pada masa Yunani Kuno pemikiran tentang Negara Hukum dikembangkan oleh filsuf besar
seperti Plato (429-347s.M) dalam bukunya Politikos yang dihasilkan dalam penghujung hidupnya,
Plato menguraikan bentuk-bentuk pemerintahan yang dapat diselenggarakan pemerintah yang dibentuk
melalui jalan hukum dan pemerintahan yang terbentuk tidak melalui jalan hukum. Bandingkan pula
dalam Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum : Problematika Ketertiban yang Adil, Grasindo,
Jakarta, 2004, hlm. 36-37, yang menjelaskan Konsep Negara hukum menurut Ariestoteles (384-
322s.M) adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.
Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai
dasar dari pada keadilan itu perlu dajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga
negara yang baik; dan bagi Aristoles yang memerintah dalam negara bukan manusia sebenarnya,
melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan
keseimbangan.
Bandingkan dalam Notohamidjojo, Makna Negara HukumBagi Pembaharuan Negara dan
Wibawa Hukum Bagi Pembaharuan masyarakat di Indonesia, Badan Penerbit Kristen, 1970, hlm. 21.
Pada masa abad pertengahan pemikiran tentang Negara hukum lahir sebagai perjuangan melawan
kekuasaan absolute para raja. Menurut Paul Scholten dalam bukunya : Verzamel Geschriften, deel ,
Tahun 1949, hlm 383, dalam pembicaraan Over den Reschtaat, istilah Negara hukum berasal dari abat
XIX, tetapi gagasan tentang Negara Hukum itu tumbuh di Eropa sudah hidup dalam abad tujuh belas.
Gagasan itu tumbuh di Inggris dan merupakan latar belakang dari Glorious Revolution 1688 M.
gagasan itu timbul sebagai reaksi terhadap kerajaan yang absolute, dan dirumuskan dalam piagam yang
terkenal sebagai Bill of Right 1689 (Great Britain), yang berisi hak dan keebasan dari pada kawula
Negara serta peraturan pengganti raja di Inggris.
17
Miriam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cetakan ke XIII, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1991, hlm. 59.

[ 21 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

pemerintah yang ditempatkan atas landasan baru, memberikan satu jaminan


perawatan sosial yang kolektif pada warga negaranya.

2. Konsep Negara Hukum Modern/Kesejahteraan

Konsep negara kesejahteraan, sesungguhnya tidak hanya mencakup


mengenai cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial
(social service), melainkan merupakan sebuah konsep normatif atau sistem
pendekatan ideal, yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh
pelayanan sosial sebagai haknya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
Romanyshyn, bahwa: ”kesejahteraan mencakup semua bentuk intervensi yang
memiliki tujuan utama mendorong peningkatan kesejahteraan individu dan
masyarakat secara keseluruhan”. Dia menyamakan kesejahteraan sebagai aktivitas
pelayanan yang mencakup penyembuhan dan pencegahan masalah-masalah
sosial, dengan kata lain Kesejahteraan sebagai sistem pelayanan sosial untuk
mengatasi dan mencegah gejala/masalah sosial18.
Dalam kaitannya dengan negara kesejahteraan Comptom (1980:34)
mendefinisikan kesejahteraan sebagai representasi tugas kelembagaan negara
yang bertanggung jawab untuk membantu individu dan lembaga-lembaga sosial
lainnya untuk mendorong tingkat kesejahteraan baik individu maupun keluarga.
Lembaga-lembaga pelayanan sosial diciptakan untuk memelihara tingkat
keberfungsian sosial individu dan keluarga sehingga mereka memiliki kapasitas
untuk mengatasi masalahnya sendiri. Definisi ini secara khusus, menekankan pada
aspek “institusional” (kelembagaan) negara sebagai pelaksana negara
kesejahteraan.
Dalam hal ini, Spicker19 mengatakan bahwa Negara Kesejahteraan adalah
“...stand for developed ideal in which welfare is provided comprehenshipvely by

18
Romanyshyn, Sanford, The Constitusional Faith, Princenton University Press, 1971, hlm. 3
(dalam disertasi Endang Wahyati “Akreditasi Rumah Sakit dalam Pelayanan Kesehatan Yang Optimal,
2010, hlm. 126)
19
Paul Spicker, Social Policy : Themes and Approaches, London: Prantice Hall Stiglitz, Joseph
E, Globalization and Its Discontents, New York: W.W. Norton and Company, 1995, hal 82. Di Inggris

[ 22 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

the state to the best possible standards.” Dari pengertian ini dapat dikatakan
bahwa, Negara Kesejahteraan mengacu pada peran pemerintah yang responsif
dalam mengelola dan mengorganisasikan perekonomian sehingga mampu
menjalankan tanggungjawabnya untuk menjamin ketersediaan pelayanan
kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warga negaranya. Esping-
Anderson, dalam Tribowo dan Bahagijo, mengatakan bahwa konsep ini dipandang
bentuk keterlibatan negara dalam memajukan kesejahteraan rakyat setelah
mencuatnya bukti-bukti empiris mengenai kegagalan pasar (market failure) pada
masyarakat kapitalis dan kegagalan negara (state failure) pada masyarakat
sosialis.
Pengertian “kesejahteraan” mengandung makna yang luas, karena di
dalamnya terkandung berbagai komponen atau subsistem. Hal ini sebagaimana
disebutkan oleh Kamerman & Kahn20 yang menjelaskan, bahwa sedikitnya ada
enam komponen atau subsistem dari kesejahteraan, yaitu : 1) Pendidikan; 2)
Kesehatan; 3) Pemeliharaan penghasilan (income maintenance); 4) Pelayanan
kerja; 5) Perumahan, dan 6) Pelayanan sosial personal (personal social service).
Negara Kesejahteraan21 sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial
(social policy) yang di berbagai negara mencakup strategi dan upaya-upaya

konsep welfare state dipahami sebagai alternatif terhadap the Poor Law yang kerap menimbulkan
stigma, karena hanya ditunjukan untuk memberi bantuan bagi orang-orang miskin. Berbeda dengan
sistem dalam the Poor Law, Negara Kesejahteraan difokuskan pada penyelenggaraan sistem
perlindungan sosial yang melembaga bagi setiap orang sebagai cermin dari adanya hak
kewarganegaraan (right of citizenship), di satu pihak, dan kewajiban negara (state obligation), dipihak
lain. Negara kesejahteraan ditujukan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh
penduduk-orang tua, dan anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin, ia
berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang
dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga negara secara adil dan
berkelanjutan.
20
Kamerman, Frederik & Kahn Mobugonje (1979), “System Approach to a Theory of Rural
Urban Migration”, Geography Analysis 2 (dalam disertasi Endang Wahyati “Akreditasi Rumah Sakit
dalam Pelayanan Kesehatan Yang Optimal, 2010, hlm. 126).
21
Lihat pula, Midgley, James, Martin B. Tracy dan Michelle Livermore, “Introduction : Social
Policy and Social Welfare”, The handbook of Social Policy, London, 2000, hal xi-xv, dalam Edi
Suharto, WelfareStateDepsos, 2006, hal 3. Yang mengatakan bahwa : Pengertian sejahtera (well-
being), adalah menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai suatu keadaan
terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Midgley21, et al, mendefinisikan kesejahteraan
sosial sebagai “… a condition or state of human well-being”, dengan kata lain kondisi sejahtera terjadi

[ 23 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganegaranya, terutama melalui


perlindungan sosial, baik berbentuk batuan sosial (social protection) maupun
jaringan pengaman sosial (social safety). Perlindungan sosial di sini mencakup
jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial), maupun
jaringan pengaman sosial (social safety nets). Dalam konteks ini, negara
memperlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai “penganugrahan hak-hak
sosial” (the granting of social rights) kepada warganya.22 Semua perlindungan
sosial yang dibangun dan didukung negara tersebut sebenarnya dibiayai oleh
masyarakatnya melalui produktifitas ekonomi yang semakin makmur dan merata,
sistem perpajakan dan asuransi, serta investasi sumber daya manusia (human
invesment) yang terencana dan melembaga.
Dalam arti yang luas, perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai
segala inisiatif baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta maupun
masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan transfer pendapatan atau konsumsi
pada orang miskin, melindungi kelompok rentan terhadap risiko-risiko
penghidupan (livelihood) dan meningkatkan status dan hak sosial kelompok-

manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan,
pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat terpenuhi; serta manakala manusia memperoleh
perlindungan dari risiko-risiko utama yang mengancam kehidupannya. Adapun pengertian
kesejahteraan sosial, adalah serangkaian aktivitas yang terencana dan melembaga yang ditujukan untuk
meningkatkan standar dan kualitas kehidupan manusia; sebagai sebuah proses untuk meningkatkan
kondisi sejahtera. Sedangkan menurut Marshall sebagimana dikutip oleh Faturrochman 21 memberikan
pengertian secara filosofi “Negara kesejahteraan (welfare state) mendasarkan pada pandangan bahwa
kesejahteraan adalah hak semua penduduk, hak ini dijamin oleh Negara, namun dalam pelaksanaannya
ada kelompok yang berhak mendapatkannya dari negara, dan seballiknya ada kelompok lain yang tidak
memili. Kelompok pertama adalah seperti tersebut di atas, sedangkan kelompok kedua adalah yang
tidak lagi berhak karena sudah tergolong sejahtera. Kelompok kedua ini bahkan mempunyai kewajiban
untuk ikut menyejahterakan kelompok pertama, salah satunya adalah melalui mekanisme pajak,
terutama pajak progresif. Lebih lanjut Faturochman mengatakan bahwa : “Kemampuan untuk memberi
jaminan kesejahteraan pada kelompok riskan berkaitan erat dengan kemampuan ekonomi suatu Negara,
terutama pertumbuhan ekonominya”. Pada saat pertumbuhan ekonomi sulit dipacu, orientasi pada
kesejahteraan masyarakat bergeser dan cenderung mengalami penurunan. Pada dasarnya isu ini lahir
sebagai upaya untuk menyeimbangkan antara hak dan kewajiban pada masyarakat.
22
Triwibowo, Dawam dan Sugeng Bahaijo : Demokrasi dangan Kesejateraan Menguak
Beberapa Mitos Negara Kesejahteraan dan menimbang Relevansinya bagi Indonesia, dalam Seminar
“Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi-Otonomi di
Indonesia” Institute for Research and Empowerment (REI), Wisma MM UGM, Yohyakarta 25 Juli
2006.

[ 24 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kelompok yang terpinggirkan di dalam suatu masyarakat23. Perlindungan sosial


merupakan elemen penting strategi kebijakan publik dalam memerangi
kemiskinan dan mengurangi penderitaan multidimensi yang dialami kelompok-
kelompok lemah dan kurang beruntung.
Sebagai sebuah kebijakan publik, maka perlindungan sosial merupakan
satu tipe kebijakan sosial yang menunjuk pada berbagai bentuk pelayanan,
ketetapan atau program yang dikembangkan oleh pemerintah untuk melindungi
warganya, terutama kelompok rentan dan kurang beruntung, dari berbagai macam
risiko ekonomi, sosial dan politik yang akan senantiasa menerpa kehidupan
mereka. Selain kebijakan publik yang bersifat formal, definisi perlindungan sosial
juga mencakup praktik-praktik informal, seperti sistem arisan, sistem gotong-
royong dalam masyarakat, dukungan keluarga atau teman-teman, serta skema-
skema jaring pegaman sosial yang berbasis masyarakat (community-based safety
nets) lainnya.
Pelayanan sosial dapat diartikan sebagai seperangkat program yang
ditujukan untuk membantu idividu atau kelompok yang mengalami hambatan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika keadaan individu atau kelompok
tersebut dibiarkan maka akan menimbulkan masalah sosial, seperti kemiskinan,
ketelantaran, dan bahkan kriminalitas. Kategorisasi pelayanan sosial biasanya
dikelompokkan berdasarkan sasaran pelayanannya, misalnya berdasarkan setting
atau tempatnya : pelayanan sosial disekolah, rumah sakit dan lain-lain;
berdasarkan jenis atau sektor : pelayanan konseling, kesehatan mental, jaminan
sosial dan lain-lainnya. Pelayanan sosial adalah bagian dari sistem Negara
Kesejahteraan (walfare state), yang merupakan sistem yang memberikan peran
kepada negara untuk pro-aktif dan responsif dalam memberikan jaminan sosial
kepada warganya. Secara historis, perkembangan pelayanan sosial tidak dapat

23
Edi Suharto, dalam makalah: Peta dan dinamika Welfare State di Beberapa Negara:
Pelajaran Apa yang Bisa Dipetik untuk Membangun Indonesia?, Seminar “Mengkaji Ulang Relevansi
Welfare State da Terobosan melalui Desentralisasi-Otonomi di Indonesia” Institute for Research and
Empowerment (REI), Wisma MM UGM, Yohyakarta 25 Juli 2006, hlm. 7

[ 25 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

dipisahkan dari berdirinya sistem negara kesejahteraan (walfare state) khususnya


negara-negara Eropa Barat setelah Perang Dunia II berakhir, yang mengacu pada
konsep dan sekaligus pendekatan yang menekankan pentingnya pemberian
pelayanan sosial dasar bagi setiap warga negara.
Secara ideologis, pelayanan sosial didasari atas keyakinan bahwa tindakan
sosial dan pengorganisasian sosial merupakan suatu wujud nyata dari kebijakan
sosial sebagai representasi kehendak publik dalam mempromosikan kesejahteraan
warga negara. Selain itu, pentingnya pelayanan sosial dilandasi oleh keyakinan
bahwa kebijakan ekonomi dan kebijakan publik lainnya tidak selalu mampu
mengatasi masalah sosial secara efektif. Hampir selama dua abad, kebijakan sosial
dipandang sebagai sebuah strategi alternatif bagi ideologi kapitalisme yang
terbukti gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan bebas yang dianut
paham kapitalisme dan kini bermetaforsa menjadi faham neoliberalisme dengan
kebijakan-kebijakan penyesuaian strukturalnya (structural adjusment policies)
terbukti tidak mampu mensejahterakan rakyat. Pengalaman di negara-negara
berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin ketika dihadapkan pada krisis
ekonomi tahun 1997 menunjukan bahwa resep-resep neoliberalisme yang
disuntikan oleh IMF dan Bank Dunia terbukti tidak ampuh.
Di negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Australia, dan Selandia
Baru, secara tradisi kebijakan sosial mencakup atau regulasi pemerintah mengenai
lima bidang pelayanan sosial, yaitu jaminan sosial, pelayan perumahan, kesehatan,
pendidikan dan pelayanan atau perawatan sosial (Spicker: Social Policy (1995)
dalam Edi Suharto, Kebijakan Sosial, (Lembang 14 November 2006).

[ 26 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Pelayanan sosial

Jaminan Pelayanan
Sosial sosial personal

Perumahan Kesehatan Pendidikan

Bagan 1. Jenis dan Cakupan Pelayanan Sosial


Sumber: Thomson (2004: 39) dimodifikasi oleh Edi Suharto.

Kelima bidang tersebut biasanya diorganisir oleh Lembaga Pemerintah


atau departemen, seperti departemen pendidikan dan kebudayaan, departemen
kesehatan atau oleh badan-badan khusus yang dibentuk berdasarkan undang-
undang; namun demikian, badan-badan swasta juga terlibat dalam
penyelenggaraan pelayanan sosial ini adalah lebih banyak ditujukan bagi
kelompok masyarakat yang mampu membayar, oleh karena itu dalam konteks
kebijakan publik, jenis-jenis pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh negara
lebih banyak difokuskan untuk kelompok-kelompok lemah. Dalam hal ini, jika
diberikan secara universal kepada semua kelompok masyarakat, biasanya
kuantitasnya dikategorikan sesuai dengan standar kebutuhan dasar.

[ 27 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Negara kesejahteraan adalah fondasi utama kebijakan sosial namun


demikian, negara kesejahteraan bukanlah sekedar kumpulan kebijakan sosial,
artinya, meskipun negara kesejahteraan selalu membutuhkan kebijakan sosial
tanpa harus menganut negara kesejahteraan.24 Secara sosiopolitik, Indonesia
sudah memiliki syarat-syarat minimal untuk membangun Negara Kesejahteraan,
yang masih perlu diperbaiki adalah kemauan dan komitmen politik yang lebih
tegas untuk mewujudkannya; perbaikan tata pemerintahan yang transparan dan
akuntabel (good governance); serta penetapan standar-standar kebijakan
perlindungan sosial yang kuat dan melembaga yang terintegrasi dengan kebijakan
makro ekonomi yang berkembang, berkemerataan dan berkelanjutan.

3. Konsep Negara Hukum Pancasila di Indonesia

Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila, yang


bertujuan mencapai masyarakat yang adil, makmur dan merata, baik materiil
maupun spiritual. Negara Indonesia tidak hanya bertugas memelihara ketertiban
masyarakat saja, akan tetapi lebih luas dari pada itu, negara mempunyai kewajiban
untuk turut serta dalam hampir semua sektor kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Konsep negara hukum yang diadopsi oleh negara hukum Pancasila
adalah Negara kesejahteraan (welfare state). Konsep Negara hukum Pancasila
berakar dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam
Pancasila. Menurut Supomo, Negara Hukum Pancasila menganut faham
integralistik, yaitu sustu faham yang sangat berbeda dengan faham komunisme
dan liberalisme maupun kapitalisme. Pancasila adalah ideologi bangsa dan dasar
negara Indonesia, oleh karenanya merupakan landasan idiil bagi sistem
pemerintahan dan landasan etis-moral bagi kehidupan berbangsa, bernegara serta
bermasyarakat. Pancasila juga bukan hanya merupakan pandangan hidup,
melainkan juga alat pemersatu bangsa.

24
Ibid. hlm. 40.

[ 28 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan


negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial; Sedangkan sila ke-5 Pancasila menyatakan bahwa keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Berlandaskan hal ini maka dapat dijelaskan bahwa
negara berkewajiban untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan bermartabat,
serta untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara demi tercapainya
kesejahteraan sosial.
Dalam hal ini, Hadjon berpendapat, bahwa negara hukum Indonesia tidak
dapat begitu saja disamakan dengan rechtstaat maupun rule of law, karena25 :
1) pertama, latar belakang sejarah lahirnya konsep rechtstaat maupun
rules of law adalah dari suatu negara usaha atau perjuangan menentang
kesewenang-wenangan penguasa, sedangkan Negara Republik
Indonesia sejak perencanaan berdirinya jelas-jelas menentang segala
bentuk kesewenangan atau absulutisme;
2) kedua, konsep rechtstaat maupun rule of law menempatkan pengakuan
dan perlindungan hak-hak asasi manusia sebagai titik sentral,
sedangkan Negara Republik Indonesia yang menjadi titik sentral
adalah keserasian hubungan antara pemeritah dan rakyat berdasarkan
asas kerukunan, dan
3) ketiga, perlindungan hak asasi manusia, menurut konsep rechtstaat
mengedepankan prinsip wetmatigheid, dan menurut rule of law
mengedepankan prinsip equality before the law, sedangkan Negara
Republik Indonesia mengedepankan asas kerukunan dalam hubungan
antara pemerintah dan rakyatnya.

Berkaitan dengan hal ini, Moh. Mahfud MD., berpendapat bahwa Negara
Pancasila merupakan ideologi yang menunjukkan konsep paternalistik, konsep
mana memadukan inti nilai yang baik dari berbagai nilai yang saling bertentangan.
Pancasila sebagai sebuah nilai yang paternalistik sesungguhnya dikristalisasikan
dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat nusantara yang sejak dahulu. Nilai

25
Philiphus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara, UGM University Press,
Yogyakarta, hlm. 79-80.

[ 29 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

paternalistik ini merajut nilai-nilai baik semua sistem hukum secara eklektis,
sehingga menjadi sistem hukum Indonesia26. Selanjutnya dikatakan, dalam
konsepsi prismatik tersebut minimal dicirikan oleh empat hal27 :

1) Pancasila memadukan unsur yang baik dari paham individualisme dan


kolektivisme;
2) Integrasi antara rechtstaat dan rule of law;
3) Hukum dan masyarakat Pancasila menerima hukum sebagai sebagai alat
pembaharuan masyarakat (law as tool of social engineering) sekaligus
hukum sebagai cermin rasa keadilan yang hidup di masyarakat (living
law); dan
4) Pancasila menganut paham relegious nation, tidak menganut atau
dikendalikan satu agama tertentu (karena bukan negara agama), tetapi juga
tidak hampa agama (karena bukan negara sekuler).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam


konsep rechtstaat maupun rule of law menempatkan pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia sebagai titik sentral, sedangkan bagi Negara
Republik Indonesia yang menjadi titik sentralnya adalah keserasian hubungan
antara pemerintah dan rakyat berdasarkan kerukunan. Dalam Negara Pancasila
juga menunjukkan adanya ciri hubungan fungsional yang proporsional antara
kekuasaan-kekuasaan negara, di samping itu juga dalam penyelesaian sengketa
melalui musyawarah dan peradilan, merupakan unsur terakhir28.
Pemahaman terhadap konsep negara hukum di Indonesia selanjutnya dapat
dijumpai dalam penjelasan UUD 1945. Pasca amandemen keempat tahun 2002
secara tegas konsepsi negaran hukum atau “Rechstaat” dirumuskan dalam Pasal 1
ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.”
Dalam konsep Negara Hukum ini, diidealkan bahwa yang harus dijadikan
panglima dalam kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun

26
Muh. Mahfud MD., Hukum, Moral dan Politik, makalah disampaikan pada matrkulasi
Program Doktor Ilmu Hukum Undip, 23 Agustus 2008, hlm. 7
27
Ibid., hlm. 7
28
Philiphus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
1985, hlm. 84.

[ 30 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

ekonomi. Karena itu, istilah yang biasa digunakan dalam bahasa Inggris untuk
menyebut prinsip negara Hukum adalah ‘the rule of law, not of man’. Sedangkan
yang disebut pemerintahan pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan
orang perorang yang berkuasa dan sistem adalah yang mengaturnya.
Negara hukum, sering diterjemahkan dari rechstaats atau the rule of law,
paham rechstaat pada dasarnya betumpu pada hukum Eropa Kontinental. Ide
tentang rechstaats popular mulai pada abad ke XVII sebagai akibat dari situasi
sosial politik Eropa di dominir oleh absolutisme raja29. Paham rechstaats
dikembangkan oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental, seperti Immanuel
Kant (1724-1804) dan Frederich Julius Stahl30; sedangkan paham the rule of law
mulai mulai dikenal setelah Albert Venn Dicey pada tahun 1885 yang menerbitkan
buku Introduction to Study of The Law of The Constitution. Paham the rule of law
bertumpu pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common Law system31. Konsepsi
Negara hukum menurut Immanuel Kant, dalam bukunya Methaphysiche
Ansfanggrunde der Rechtslehr, mengememukakan mengenai konsep negara
hukum liberal. Immanuel Kant mengemukakan paham negara hukum dalam arti
sempit, yang menempatkan fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat
perlindungan hak-hak individual dan kekuasaan negara diartikan secara pasif,
yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Paham
Immanuel Kant ini terkenal dengan sebutan nachwachkerstaats atau
nachwachterstaats32.

29
Padmo Wahjono, Pembangunan Hukum di Indonesia, Ind-Hill Co., Jakarta, 1989, hlm. 30,
bandingkan dengan Philiphus M. Hajon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia; Sebuah Studi
tentang Pinsip-Prinsipnya, Penerapannya oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan
Pembentukan Peradilan Administrasi Negara. Bina Ilmu, Surabaya, 1972,.
30
Mariam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Uama, Jakarta 1998, hlm 57
31
Ibid. hlm. 72.
32
M. Tahir Azhary, Negara Hukum, Jakarta Bulan Bintang, 1992. hlm 3-74.

[ 31 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Frederich Yulius Stahl (sarjana Jerman) dalam karyanya: Staat and


Rechtslehre II, 1978 hlm. 137, mengartikan pengertian Negara Hukum sebagai
berikut33 :
Negara harus menjadi negara hukum, itulah semboyannya dan sebenarnya
juga daya pendorong daripada perkembangan pada zaman baru ini. Negara
harus menentukan secermat-cermatnya, jalan-jalan dan batas-batas
kegiatannya bagaimana lingkungan (suasana) kebebasan itu tanpa dapat
ditembus. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak dari
segi negara, juga secara langsung, tidak lebih jauh daripada seharusnya
menurut suasana hukum. Inilah pengertian negara hukum, bahwa negara itu
hanya mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan pemerintahan, atau
hanya melindungi hak-hak dari perseorangan. Negara hukum pada
umumnya tidak berarti tujuan dan isi daripada negara melainkan hanya cara
dan untuk mewujudkannya.

Lebih lanjut Frederich Julius Stahl, mengemukakan adanya empat unsur


rechstaats dalam arti klasik yaitu meliputi34 :
1. Hak asasi manusia
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di
negara-negara eropa biasanya disebut dengan Trias Politika)
3. Pemerintah berdsarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van
bestuur)
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Berkaitan dengan hal ini, Paul Scholten, salah seorang jurist (ahli hukum)
yang terbesar dalam abad ke XX di Nederland, menulis karangan tentang Negara
Hukum (Over den Rechstaats, pada tahun 1935, menyebutkan adanya dua ciri dari
negara hukum. Ciri utama dari negara hukum adalah: “er is recht tegenover den
staats”, yang dapat diartikan “kawula negara itu mempunyai hak terhadap negara,
individu mempunyai hak terhadap masyarakat”. Asas ini sebenarnya meliputi dua
segi, yaitu35 :

33
Op.cit. hlm. 24
34
Meriam Budihardjo.Op.Cit. hlm. 57-58.
35
Notohamidjojo, Op.Cit. hlm. 25.

[ 32 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

1. Manusia itu mempunyai suasana tersendiri, yang pada asasnya terletak


di luar wewenang negara;
2. Pembatasan suasana manusia itu hanya dapat dilakukan dengan
ketentuan undang-undang, dengan peraturan umum.

Ciri yang ke dua dari negara hukum menurut Paul Scholten berbunyi; “er
is scheiding van machten”, yang dapat diartikan bahwa “dalam negara hukum ada
pemisahan kekuasaan”. Selanjutnya Von Munch, berpendapat bahwa unsur
negara berdasarkan atas hukum ialah adanya 36 :

1. Hak-hak asasi manusia;


2. Pembagian kekuasaan;
3. Keterikatan semua organ negara pada undang-undang dasar dan
keterikatan peradilan pada undang-undang dan hukum;
4. Aturan dasar tentang proporsionalitas (Verhaltnismassingkeit);
5. Pengawasan peradilan dan hak-hak dasar dalam proses peradilan;
6. Jaminan peradilan dan hak-hak dasar dalam proses peradilan;
7. Pembatasan terhadap berlaku surutnya undang-undang.

Dalam bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution,


Alber Venn Dicey mengetengahkan tiga arti (three meaning) dari the rule of law:
pertama, supremasi absolut atau perdominasi dari regular law untuk menentang
pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan,
prerogratif atau discretionary authority yang luas dari hasil pemerintah. Kedua
persamaan dihadapan hukum atau penundukkan yang sama dari semua golongan
kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court; ini berarti
bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat maupun warga
negara biasa berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama; tidak ada peradilan
administrasi negara; Dan ketiga, konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of
the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi

36
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Susatu Studi Analisa Mengenai Keputusan Preseiden yang
Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I- Pelita IV, Fakultas Pasca sarjana UI, 1990, hlm.
312.

[ 33 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan; singkatnya,
prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan Parlemen.
Menurut Jimly Asshiddiqie, dalam rangka merumuskan kembali ide-ide
pokok konsepsi Negara Hukum dan penerapanya dalam situasi Indonesia dewasa
ini, terdapat duabelas (12) prinsip pokok negara hukum (rechtstaat) yang berlaku
di zaman sekarang. Keduabelas prinsip-prinsip pokok tersebut merupakan pilar-
pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat
disebut sebagai negara hukum (rechtstaat maupun the rule of law) dalam arti yang
sebenarnya. Adapun keduabelas prinsip pokok ini, antara lain meliputi37 :

1) Supremasi Hukum (Supremacy of Law)


Dalam supremasi hukum menempatkan semua masalah diselesaikan
dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi
hukum (supremacy of law) pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara
adalah yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang
mencerminkan hukum tertinggi.

2) Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)


Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintah,
yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik. Dalam
rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminaif
dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan
yang terlarang, kecuali tindaka-tindakan yang bersifat khusus dan
sementara yang dinamakan ‘affirmative actions’ guna mendorong dan
memepercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga
masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat
perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat
kebanyakan yang sudah jauh lebih maju.

3) Asas Legalitas (Due Process of Law)


Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas
dalam segala bentuknya (due process of the law), yaitu bahwa segala
tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-

37
Jimmly Assidhiqqie, Konstitusi dan Konstitusionalime di Indonesia, Sekjen dan Kepaniteraan
MK RI, Jakarta, hlm. 154-161.

[ 34 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis


tersebut harus ada dan berlaku lebih dahulu atau mendahului tindakan atau
perbuatan administrasi yang dilakukan.

4) Pembatasan Kekuasaan
Dalam hal adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara
dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau
pemisahan kekuasaan secara horizontal.

5) Organ-Organ Eksekutif Independen


Dalam rangka membatasi kekuasan itu, di zaman sekarang berkembang
pula adanya pengaturan kelembagaan pemerintah yang bersifat
‘independent’, seperti bank sentral, organisasi tetara, dan organisasi
kepolisian. Selain itu, ada pula lembaga-lembaga baru seperti Komisi Hak
Asasi Manusia Nasionalo, Komisi Pemilihan Umum(KPU), Komisi
Ombudsman Nasional (KON), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan
lain sebagaiya.

6) Peradilan Bebas dan Tidak Memihak


Dalam hal ini adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak
(independent and impartial judiciary). Peradilan bebas dan tidak memihak
ini mutlak harus ada dalam setiap negara hukum. Dalam menjalankan
tugas judisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapaun juga, baik
karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi).

7) Peradilan Tata Usaha Negara


Dalam negara hukum, meskipun peradilan tata usaha negara juga
menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi
penyebutannnya secara khusus sebagai pilar utama negara hukum tetap
perlu ditegaskan tersendiri. Dalam setiap negara hukum, harus terbuka
kesempatan bagi setiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat
administrasi negara dan dilaksanakannya putusan hakim tata usaha negara
(administrative court) oleh pejabat administrasi negara.

[ 35 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

8) Peradilan Tata Negara (Constitutional Court)


Di samping adanya Pengadilan Tata Usaha Negara yang diharapkan
memberikan jaminan tegaknya keadilan bagi setiap warga negara,
Negara hukum modern juga lazim mengadopsikan gagasan Mahkamah
Konstiusi dalam sistem ketatanegaraannya, baik dengan
pelembagaannya yang berdiri sendiri di luar dan sederajat dengan
Mahkamah Agung ataupun dengan mengintegrasikannya ke dalam
kewenangan Mahkamah Agung yang sudah ada sebelumnya.

9) Perlindungan Hak Asasi Manusia


Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan
jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan
secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting
suatu negara hukum yang demokratis.

10) Bersifat Demokratis (Democratische Rechtstaat)


Dianut dan dipraktikannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat
yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan nilai-nilai keadilan yang
hidup di tengah masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh
dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa serta bertentangan dengan
prinsip-prinsip demokrasi.

11) Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare


Rechtstaat)
Hukum adalah sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan
bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui
gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan
melaui gagasan negara hukum (nomocracy) dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan umum.

12) Transparansi dan kontrol Sosial.


Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap
proses perbuatan dan penegakkan hukum, sehingga kelemahan dan
kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat
dilengkapi secara komplementer oleh peranserta masyarakat secara

[ 36 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin keadilan dan


kebenaran.

Berdasarkan keduabelas ketetuan tersebut di atas, Jimly Asshiddiqie, lebih


lanjut berpendapat bahwa38. :
“…..dalam konsep negara hukum ini, diidealkan bahwa yang harus
dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum,
bukan politik ataupun ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan
dalam bahasa Inggris untuk menyebut prinsip Negara hukum adalah ‘the
rule of law, not of man’. Yang disebut pemerintah pada pokoknya adalah
hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak
sebagai ‘wayang’ dari skenario yang mengaturnya. Gagasan Negara
hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri
sebagai salah satu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan
dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik,
ekonomi, dan sosial yang tertib dan teratur, serta dibina dengan
membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal
dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk itu sistem
hukum itu perlu dibangun (law making) dan kedudukannya.

Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa


negara Indonesia adalah negara hukum kesejahteraan Pancasila, pemerintah ikut
campur dalam segala hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi, politik dan
sosial yang semuanya itu didasari oleh nilai-nilai Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum; dengan kata lain disatu sisi negara mempunyai tanggung
jawab (state responsibility) untuk mengendalikan dan memberdayakan rakyatnya
agar tidak terjadi kesengsaraan dan penderitaan, dengan mengacu pada nilai-nilai
luhur Pancasila.

38
Jimmly Assidhiqqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, PDF Created with desk PDF PDF
Writer - Trial http://www.docudesk.com, diunduh 24 Oktober , 2011.

[ 37 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

4. Konsep Negara Kesejahteraan di Indonesia

Konsep “negara kesejahteraan” di Indonesia dapat ditemukan secara


eksplisit di dalam pembukaan UUD 1945, yang menggambarkan konsepsi
manajemen pemerintah berdasarkan tujuan bernegara yang digagas oleh para
pendiri bangsa, yaitu Sistem Negara Kesejahteraan. Meskipun konsep negara
kesejahteraan tersebut lahir dalam tradisi pemikiran masyarakat Barat, dengan
tokoh-tokoh seperti Jeremy Bentham, Otto van Bismarck, Sir William Beveridge,
dan T.H. Marshall; namun ide dasar sistem ini sesungguhnya bersemi dan
dikembangkan oleh para pejuang dan pendiri yang sudah sejak muda berjuang
melawan penjajahan dan penderitaan bangsa Indonesia.
Dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), mereka
memilih bentuk Negara Kesejateraan sebagai jawaban terhadap kondisi bangsa, di
masa itu yang dililit kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan yang sangat
mengenaskan. Pergeseran peran negara tersebut telah terjadi akibat proses
modernisasi dan demokratisasi sistem pemeritahan negara, dari negara sebagai
penjaga malam (night watchman state) menjadi negara kesejahteraan (welfare
state). Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara yang menganut faham
kesejahteraan39. Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam Pembukaan UUD tahun

39
Lihat juga dalam Darmawan Triwibowo, Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan,
Pustaka LP3ES Indonesia Perkumpulan PraKarsa Jakarta, 2006, hlm. xvi, yang mengatakan bahwa :
“Para pendiri negara bangsa Indonesia dalam merumuskan cita-cita bernegara melalui UUD 1945,
tidak bisa lain kecuali membentuk negara kesejahteraan (welfare state). Dalam pembukaan UUD 1945
menunjukkan niat membentuk negara kesejahteraan itu “…”Pemerintah melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”. Selain
itu juga dapat dapat kita temukan dalam Pasal 27, yang menyatakan bahwa: “Setiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan tercermin dalam Pasal 31
…”yang menjamin hak tiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan”. Begitu pula dalam Pasal
33 dan pasal 34 UUD 1945, yang mengamanatkan … “pengelolaan kekayaan alam untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat serta fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Lebih lanjut beliau
mengatakan bahwa : “suatu negara bisa digolongkan sebagai negara kesejahteraan jika mempunyai
empat pilar utama yaitu : sosial citizenship, full democracy, modern industrial relation systems, serta
rights to education and the expansion of modern mass education systems. Dengan syarat-syarat
ekonomi-sosial dan politik tersebut, tidak semua negara dengan penduduk berpendapatan tinggi dapat
dianggap sebagai negara kesejahteraan”.

[ 38 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

1945, tentang keadilan sosial bagi seluruh rakayat Indonesia dan tujuan nasional
khususnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Husodo40 Pembukaan UUD 1945 menunjukkan niat dan tujuan
membentuk Negara Kesejahteraan yang menyebutkan “...Pemerintah melidungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.” Disamping itu, jika dilihat dari rumusan batang
tubuh UUD 1945, dapat diketahui komitmen mengenai konsep negara hukum
kesejahteraan Indonesia, dapat diuraikan dalam beberapa hal sebagai berikut:
a. Melalui keikutsertaan pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang
adil dan makmur (civil society) sebagaimana dinyatakan pada alinea
keempat pembukaan UUD 1945 yang juga merupakan tujuan Negara
Indonesia dan cita hukum Negara Republik Indonesia (rechtsidee) yang
didasarkan pada keadilan, kehasil-gunaan (doelmatigheid) dan kepastian
hukum (rechtszekerheid), yaitu :
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia (protectional function);
2) Memajukan kesejahteraan umum (welfare function)
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa (educational function)
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaikan abadi dan keadilan sosial
(peacefulness function).
b. Ikut sertanya pemerintah dalam berbagai bidang kehidupan rakyat seperti
dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya. Keikutsertaan
pemerintah tersebut diatur secara yudridis agar pemerintah tidak
sewenang-wenang (abus de droit)’

40
Siswono Yudo Husodo, dalam makalah “Membangun Negara Kesejahteraan”, disampaikan
dalam seminar Mengkaji ulang Relevansi Welfare State dan terobosan melalui Desentralisasi-Otonomi
di Indonesia”, IRE Yogyakarta, Wisma MM UGM, 25 Juli 2006, hlm. 3.

[ 39 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

c. Sementara pada bagian batang tubuh UUD 1945 amandemen keempat


konsep negara kesejahteraan tersebut dapat disimpulkan dari rumusan
sebagai berikut:

1) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak bagi


kemanusiaan, Pasal 27 ayat (2),
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, Pasal 28D
ayat (2);
3) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat
serta berhak memeperoleh pelayanan kesehatan, Pasal 28H ayat
(1);
4) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat, Pasal 28H ayat (3);
5) Setiap warga negara berhak mandapatkan pendidikan dasar, dan
pemerintah wajib membiayainya, Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2);
6) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasakan atas asas
kekeluargaan, Pasal 33 ayat (1);
7) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara yang ada dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
,Pasal 33 ayat (2);
8) Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, Pasal 33 ayat (3);
9) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara, Pasal 34
ayat (1);
10) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan meberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan, Pasal 34 ayat (2);
11) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, Pasal 34 ayat
(3).

Konsep negara kesejahteraan yang dirumuskan dalam beberapa Pasal


UUD 1945 seperti tersebut di atas, tampak jelas menunjukan bahwa hak atas
pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki setiap warga

[ 40 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

masyarakat dan menajadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Dalam


beberapa tahun terakhir ini perkembangan perhatian terhadap hak masyarakat,
dalam pelayanan kesehatan yang dapat dilihat dan diakomodasikannya dalam
pelayanan kesehatan ke dalam ketentuan undang-undang, baik tingkat nasional
maupun regional.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, P. De Haan, mengemukakan empat
unsur dan karakteristik negara hukum kesejahteraan, yaitu : (1) hukum dasar
memberikan perlindungan sosial secara khusus yang menjadi sumber hukum dari
semua peraturan perundang-undangan dalam urusan sosial; (2) mewajibkan
pemerintah untuk mengadakan segala kebutuhan rakyat dalam berbagai hak yang
benar-benar nyata sesuai dengan cita-cita dalam UUD 1945; (3) Undang-Undang
harus mengacu atau membangkitkan pengadaan jaminan sosial yang baru untuk
mendorong pemberdayaan hak-hak rakyat; (4) dalam berbagai hak yang tidak
bertentangan dengan UUD 1945, terlebih dahulu harus dikonsultasikan dengan
parlemen.41
Atas dasar beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat ditafsirkan
bahwa sebenarnya Indonesia adalah penganut negara hukum kesejahteraan dan
konstitusi merupakan kaidah hukum dasar (groundnorm) bagi negara hukum.
Pemerintah (baik pusat maupun daerah), oleh karena itu di dalam pelaksanaan
tugas dan fungsinya harus senantiasa mewujudkan ketentraman dan ketertiban
masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maksudnya adalah
dijaminnya kepentingan masyarakat di bidang kesehatan seperti termuat pada
rumusan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat (3) dan ayat (4) UUD
1945. Dari rumusan pasal-pasal ini dapat ditafsirkan pula bahwa konsep negara
kesejahteraan Indonesia mendudukkan jaminan kesehatan sebagai salah satu
kebutuhan mendasar untuk dapat mencapai tujuan negara yaitu kesejahteraan
masyarakat.

41
Lihat Irfan Fachrudin, Pengawasan Peradilan Administrsi Terhadap Tindakan Pemerintah,
Alumni Bandung, 2004, hlm, 36-37

[ 41 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Pembahasan tentang masalah pelayanan kesehatan tidak dapat dilepaskan


dari pembahasan tentang konsep negara kesejahteraan. Konsep ini muncul seiring
dengan perkembangan kenegaraan dan pemerintahan terutama berkaitan dengan
peran dan fungsi negara yang dalam perjalanannya sulit untuk membatasi diri
dengan konsep negara penjaga malam (nacht wakerstaat). Konsep negara penjaga
malam telah dianggap gagal, karena mengkondisikan pemerintah menjadi pasif
sehingga menyengsarakan rakyat. Dalam perjalanannya, tugas negara
berkembang semakin luas, di antaranya dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan
kesejahteraan umum bagi warganya, sehingga muncul gagasan untuk
menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab atas
kesejahteraan rakyatnya. Hal itulah yang kemudian menjadi latar belakang
lahirnya konsep negara hukum modern yaitu negara kesejahteraan (welfare
state).42
Dalam konstitusi, negara hukum kesejahteraan telah diatur bagaimana cara
mendistribusikan kekuasaan dan alat-alat negara dalam suatu sistem pemerintahan
negara. Konstitusi merupakan pranata tipe negara campuran antara indvidualisme
dengan kolektivitisme serta antara kebebasan dengan ikatan. Tipe ini
menunjukkan adanya sinergitas antara pandangan hidup monodualistis yang
memandang manusia tidak hanya sebagai individu, akan tetapi juga anggota dari
kolektifitas, atau pandangan bahwa manusia tidak hanya sebagai alat dari
kepentingan, melainkan juga untuk tujuan dirinya sendiri.
Hal itu sejalan dengan pengertian negara hukum kesejahteraan menurut
Piet Thoenes yang menyatakan bahwa43 :
The welfare state is a from of society characterized by a system of
democratic, government sponsored welfare placed on a new footing and
offering a guarantee of collective social care to its sitizens, concurrently
with the maintenance of a capitalist system of production.”

42
Lihat Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UUI Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 9.
43
SF. Marbun, et al, Loc.Cit., hlm. 9-20.

[ 42 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Di samping itu, Arief Sidharta44 berpendapat bahwa suatu negara


dikatakan menganut konsep negara hukum kesejahteraan apabila memiliki ciri-
ciri dan asas-asas yang dapat disarikan dari : Pertama, pengakuan, penghormatan
dan perlindungan kepribadian manusia (identitas) yang mengimplikasikan asas
pengakuan dan perlindungan martabat dan kebebasan manusia, yang merupakan
asas fundamental negara hukum. Kedua, asas kepastian hukum yang mengandung
maksud bahwa masyarakat harus bebas dari tindakan pemerintah dan pejabatnya
yang tidak dapat diprediksi dan tindakan yang sewenang-wenang; pemerintah dan
para pejabatnya harus terikat dan tunduk pada aturan hukum positif. Dalam
implementasi menuntut dipenuhinya 45 :

a. Syarat legalitas dan konstitusionalitas yang menuntut bahwa semua


tindakan pemerintah dan para pejabatnya harus bertumpu pada peraturan
perundang-undangan dalam kerangka konstitusi;
b. Syarat Undang-Undang menetapkan berbagai perangkat anturan tentang
cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan;
c. Syarat perundang-undangan hanya mengikat warga masyarakat setelah
diundangkan dan tidak memiliki objektivitas, imparsialitas, adil dan
manusiawi;
d. Asas bahwa hakim atau pengadilan tidak boleh menolak mengadili perkara
yang dihadapkan kepadanya dengan alasan hukumnya tidak ada atau tidak
jelas (asas non-liquet).
Ketiga, asas persamaan (similari similibus), di mana pemerintah dan para
pejabatnya harus memberikan perlakuan yang sama kepada semua orang dan
undang-undang juga berlaku sama untuk semua orang. Keempat, asas demokrasi
yang berkenaan dengan cara pegambilan putusan, dimana tiap warganegara
memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk mempengaruhi putusan
dan tindakan pemerintah, dengan menggunakan hak pilihnya (pasif dan aktif).
Kelima, asas di mana pemerintah dan para pejabatnya mengemban fungsi

44
Lihat Bernard Arief Sidharta, Refleksi tetang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,
2000, hlm., 199-202.
45
Ibid, hlm., 199-202.

[ 43 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

melayani rakyat, yang dijabarkan ke dalam seperangkat asas-asas umum


pemerintahan yang baik (A.A.U.P.B.).
Dalam hal ini, Mashudi berpendapat : “Implikasi dari konsep negara
hukum modern adalah diberinya kebijaksanaan kepada penguasa (pemerintah)
untuk menyelenggarakan kepentingan dan kesejahteraan rakyat secara langsung,
sehingga fungsi negara di sini bersifat aktif dalam mengurus kepentingan
masyarakat”46, dengan demikian negara kesejahteraan melaksanakan tugasnya
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi warganya adalah merupakan suatu
condition sine quanon (syarat yang harus dipenuhi), maka otomatis masuk dalam
ranah hukum administrasi negara.
Konsekuensi47 dari negara kesejahteraan adalah bergesernya fungsi negara
menjadi lebih luas, yakni menyelenggarakan beberapa fungsi yang mendasar dan
dibutuhkan masyarakat. Seperti dikemukanan oleh Patuan Sinaga dalam
tulisannya yang berjudul “Hubungan Kekuasaan dengan Pouvoir Discretionnaire
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”, bahwa fungsi-fungsi tersebut
menunjukkan makin luas dan tugas pemerintah antara lain meliputi48 :

a. Fungsi sosiologis (sebagai penguasa); menerapkan dan mengatur


pelaksanaan ketentuan perundang-udangan kepada masyarakat.
b. Fungsi untuk menjalankan keamanan negara dari ancaman luar wilayah
negara (HANKAM).
c. Fungsi untuk mewujudkan keadilan, melalui lembaga peradilan dan
lembaga penegakan lainnya.

46
Mashudi Dalam : SF Marbun et al., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,
UUI Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 64-65.
47
Lihat juga dalam Darmawan Triwibowo, Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan,
Pustaka LP3ES Indonesia Perkumpulan PraKarsa Jakarta, 2006, hlm. xvi, yang mengatakan bahwa :
Kewajiban pemerintah dalam negara kesejahteraan untuk menghadirkan kesejahteraan sebagai hak
sosial warga mengharuskan negara memiliki kemampuan mencapai pertumbuhan ekonomi yang
memadai, yang akan memberikan kesempatan kerja yang cukup bagi warganya. Warga negara
didorong menjadi produktif, bukan malas-malasan karena ada jaminan sosial. negara harus mampu
menghimpun akumulasi surplus ekonominya pada tingkat tertentu (yang berbeda-beda pada tiap warga
negara) sebelum didistribusikan pada rakyatnya dalam bentuk welfare. Kesejahteraan adalah buah dari
sistem ekonomi negaranya yang mandiri, produktif dan efisien dengan pemdapatan individu yang
memungkinkan adanya saving”.
48
SF Marbun et al, Loc Cit., hlm. 71-73

[ 44 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

d. Fungsi mengupayakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (pelayanan


publik/public service) seperti diantaranya; bidang pendidikan, kesehatan,
ketenaga kerjaan, perumahan, transportasi dan sarana prasarana lainnya.

Konsep welfare state atau social service state, yaitu konsep yang
menempatkan negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk
memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara,
tujuannya adalah mencapai suatu standar hidup minimal.49 Dalam konsep welfare
state negara diwajibkan untuk berperan secara aktif di seluruh segi kehidupan
masyarakatnya. Sifat khas dari suatu pemerintahan modern (negara hukum
kesejahteraan atau negara hukum modern), dengan begitu adalah terdapatnya
pengakuan dan penerimaan terhadap peran-peran yang dilakukannya, sehingga
suatu kekuatan yang aktif dalam rangka membentuk (menciptakan) kondisi sosial,
ekonomi dan lingkungan atau fungsinya.
Konsep negara kesejahteraan (welfare state), yang telah merubah konsep
negara hukum sebelumnya, menyebabkan pemerintah harus bersifat aktif untuk
turut serta dalam kegiatan masyarakat, sehingga kesejahteraan bagi semua orang
tetap terjamin. Dalam arti lain, pemerintah harus memberikan perlindungan bagi
warganya bukan hanya dalam bidang politik saja tetapi juga dalam bidang
ekonomi, sosial, kesehatan, dan pendidikan, dengan begitu menempatkan
pemerintah untuk diserahi kewajiban menyelenggarakan kesejahteraan umum.50
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, yang salah satunya bidang pelayanan kesehatan adalah
ditujukan untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat, sebagai
konsekuensi atas tanggung jawab negara kepada masyarakat. Penerapan konsep
negara kesejahteraan dilakukan dengan pembangunan pelayanan kesehatan, yang
di antaranya dilakukan dengan pengembangan sistem pelayanan kesehatan dan
pembiayaan kesehatan. Program tersebut ditujukan untuk meningkatkan derajat

49
Lihat Prayudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakara, 1986,
hlm. 45.
50
S.F. Marbun dan M.Mahfud MD. Loc.Cit., hlm. 45.

[ 45 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kesehatan masyarakat; maka asas persamaan dan asas fungsi sosial yang
terkandung dalam konsep ini sangat tepat untuk dijadikan landasan dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang merupakan salah satu bentuk
pelayanan kepentingan umum.

B. Hubungan Negara dan Masyarakat dalam Konteks Perlindungan Hak


Asasi Manusia

1. Hak Asasi Manusia dan Hak Dasar Masyarakat

Pada abad modern ini, hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekedar
sebagai perwujudan paham individualisme dan liberalisme saja, melainkan
adanya pemahaman bahwa hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistik,
yaitu sebagai hak-hak inheren dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Apapun
latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, agama, warna kulit, jenis kelamin
dan pekerjaannya. Konsep tentang hak asasi manusia dalam konteks modern
dilatarbelakangi oleh pembicaraan yang lebih manusiawi tersebut, sehingga
konsep HAM diartikan sebagai: “Human rights could generally be defined as
those rights which are inherent in our nature and without which we cannot live as
human beings”
Dalam pemahaman seperti tersebut di atas, konsep hak asasi manusia
disifatkan sebagai suatu common standard of achivement for all people and all
nations, yaitu sebagai tolok ukur bersama tentang prestasi kemanusiaan yang perlu
dicapai oleh seluruh masyarakat dan negara di dunia.
Sejak diproklamirkan The Universal Declaration of Human Right tahun
1948, pada tatanan internasional, wacana hak asasi manusia telah mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Di samping itu telah tercatat dua tonggak
historis lainnya dalam perjalanan penegakan hak asasi manusia pada tingkat
internasional, yaitu Pertama, diterimanya dua kovenan (covenant) Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu mengenai hak sipil dan hak politik serta hak
ekonomi, sosial dan budaya. Dua kovenan ini sudah dipermaklumkan pada tahun

[ 46 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

1966, namun baru diberlakukan sepuluh tahun kemudian setelah diratifikasi tiga
puluh lima negara anggota PBB. Kedua, diterimanya Deklarasi Wina beserta
Program Aksinya oleh para wakil dari 171 negara pada tanggal 25 Juni 1993
dalam Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia PBB di Wina, Austria. Deklarasi
yang kedua ini merupakan kompromi antar visi negara-negara di barat dengan
pandangan negara-negara berkembang dalam penegakkan hak asasi manusia.
Pemahaman penegakan hak asasi manusia, di Indonesia dimulai pada
tahun 1977, yaitu semenjak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS
HAM) didirikan setelah diselenggarakannya Lokakarya Nasional Hak Asasi
Manusia pada tahun 1991. Semenjak adanya KOMNAS HAM, maka pembicaraan
melalui berbagai sarana, baik seminar, diskusi maupun pembicaraan yang serius
dan berkesinambungan. Kesinambungan itu berwujud pada usaha untuk
mendudukkan persoalan HAM, dalam kerangka budaya dan sistem politik
nasional sampai pada tingkat implementasi, untuk membentuk jaringan kerjasama
guna meneggakkan penghormatan dan perlindungan HAM tersebut di Indonesia.
Pemahaman akan HAM tumbuh dan berkembang dan secara
konstitusional HAM ini dituangkan dalam UUD 1945. Dalam amandemen yang
ke dua UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus tahun 2000, telah
ditegaskan akan arti pentingnya HAM, dengan menempatkan secara khusus Bab
Hak Asasi Manusia dan Bab tentang Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial yang
memuat perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Dalam amandemen ini, dapat
dipahami akan arti pentingnya pengakuan HAM secara konstitusional. Sebagai
hak konstitusional, maka setiap orang, dan negara berkewajiban untuk mengakui
dan menghormati hak asasi manusia tanpa kecuali.
Pengaturan HAM di Indonesia, selain secara konstitusional, juga dapat
ditemukan dalam sitem hukum yaitu diatur dalam Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (untuk selanjutnya disingkat dengan UU
HAM) dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Setelah diberlakukannya ke dua undang-undang ini di Indonesia, maka merupakan
langkah progresif dan dinamis di bidang hak asasi manusia. Konsep HAM dalam

[ 47 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka


1dan juga Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
antara lain disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah merupakan seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja
maupun tidak disengaja atau karena kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku adalah merupakan bentuk
pelanggaran HAM yang tidak dapat ditolerir. Lebih lanjut dalam undang-undang
HAM ini juga mengatur bahwa Hak Asasi Manusia terdiri dari : 1) Hak untuk
hidup, yaitu Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup,
meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia,
sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; 3) Hak mengembangkan diri; 4)
Hak memperoleh keadilan; 4) Hak atas kebebasan pribadi; 5) Hak atas rasa aman;
6) Hak atas kesejahteraan; 7) Hak turut serta dalam pemerintahan; 8) Hak wanita;
9) Hak anak.
Di dalam penjelasan Undang-Undang tentang HAM, selanjutnya
disebutkan : “Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut tercermin
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal
dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan
warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk

[ 48 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan
kepercayaan itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran”
Berdasarkan berbagai pengertian tersebut di atas, maka hak yang berkaitan
dengan kesejahteraan dapat diartikan, bahwa setiap orang mempunyai hak milik,
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan
dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta
mendapat jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan kehidupan yang
layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan
memperjuangkan kehidupannya. Dalam konteks yang demikian, maka negara
termasuk pemerintah bertanggung jawab dan berkewajiban baik secara hukum,
maupun secara politik, ekonomi dan moral, untuk melindungi dan memajukan
serta mengambil langkah-langkah konkrit demi tegaknya Hak Asasi Manusia dan
Kebebasan Dasar manusia serta dapat terwujudnya kesejahteran masyarakat.

2. Hak Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia di Indonesia

Sehat itu adalah hak, dimana setiap orang berhak untuk mendapatkan akses
pelayanan kesehatan sebagaimana dijamin dalam Deklarasi Universal tentang
Hak-Hak Asasi manusia (The Universal Declaration of Human Right) tanggal 10
Desember 1948, yang diterima dengan suara bulat oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation/UN). Deklarasi ini berisikan
pedoman umum untuk meningkatkan prestasi bagi semua orang dan semua
bangsa51.
Dalam Mukadimah Deklarasi ini, dimulai dengan pengakuan terhadap
martabat dan hak yang sama dan yang tidak dapat dicabut dari semua anggauta
umat manusia diseluruh dunia, akan hak-haknya. Secara umum dalam mukadimah

51
Lihat pula, Sutandyo Wignyo Soebroto, dalam, …. Lebih lanjut dari Deklarasi dari tahun 1948
yang baru bersifat deklaratur, kedua kovenan deklaratur, kedua kovenan tersebut di muka ini lebih
tertuju ke maksud mengikuti secara yuridis negara-negara peserta yang menyepakati kovenan-kovenan
tersebut. Dalam Mukadimah kedua kovenan itu sama-sama menyertakan pertimbangan bahwa negara-
negara peserta – sejalan dengan apa yang dituliskan dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa –
memang berkewajiban untuk memajukan penghormatan secara universal dan juga untuk mentaati hak-
hak asasi berikut kebebasan manusia.

[ 49 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

tersebut disebutkan bahwa konsep hak-hak asasi manusia mempunyai dua


pengertian dasar yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut, yaitu: Pertama, hak
manusia ialah hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut karena ia adalah
seorang manusia. Hak-hak ini adalah hak moral yang berasal dari kemanusiaan
setiap manusia. Kedua hak asasi manusia adalah hak-hak yang dibuat sesuai
dengan proses pembentukan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara
nasional maupun internasional. Dasar dari hak-hak ini adalah dari yang diperintah,
maksudnya yaitu, persetujuan dari para warga yang tunduk kepada hak-hak itu
dan tidak hanya tata tertib alamiah yang merupakan dasar dari arti yang pertama
tadi.52
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa terdapat 3 (tiga)
hak-hak dasar manusia, yaitu: 1) Hak Pribadi, 2) Hak Sosial; dan 3) Hak Budaya.
Dari ke-tiga hak ini, maka dapat pahami bahwa hak untuk hidup sehat
sesungguhnya merupakan interaksi dan interelasi dari Hak Pribadi, Hak Sosial dan
pada tingkat tertentu akan menjadi Hak Budaya. Bagian dari hak-hak manusia
universal, yaitu hak untuk hidup sehat, secara khusus ada di dalam Deklarasi
Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia. Hak tersebut dimuat dalam Article 25,
yaitu: everyone has the right to standard of living adequate for the health and
well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing, and
medical care.53” (yang kurang lebihnya menyebutkan : “tiap orang mempunyai
hak untuk hidup pada standar yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan
mereka, dan keluarga mereka, termasuk hak untuk mendapatkan makanan,
perumahan, dan pelayanan kesehatan).
Article 25 ini kemudian diadopsi di dalam Konvensi WHO (World Health
Organization), dan diratifikasi oleh banyak Konvensi Internasional lainnya,
dengan pengertian, pemahaman, dan ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas.

52
Lihat Liah Levin, Hak-hak Asasi Manusia, (Tanya jawab) Pradnya Paramita, Jakarta, 1987,
hlm 18.
53
Ibid., hlm 19, lihat pula Sudarmono, et al., Reformasi Perumahsasiktan Indonesia, Depkes
RI, Jakarta, 2000, hlm. 74-75.

[ 50 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Batasan tentang hak asasi manusia dalam perjalanannya telah berkembang,


termasuk tentang hak-hak anak, hak-hak perempuan, dan pemuda, hak untuk
mendapat makanan dan lingkungan sehat, hak untuk mendapatkan air bersih, hak
untuk mendapatkan standar yang layak dalam kesehatan fisik dan jiwa, termasuk
hak kesehatan, reproduksi dan kesehatan sosial.
Berdasarkan pasal tersebut di atas, tampak bahwa terdapat hal yang sangat
penting, yaitu tentang konsep sehat sebagai salah satu hak dasar manusia. Kondisi
ini dapat dapat diartikan bahwa tiap gangguan, intervensi, atau ketidak adilan, atau
apapun bentuknya yang mengakibatkan ketidak sehatan tubuh manusia,
kejiwaannya, lingkungan alam dan lingkungan sosialnya, pengaturan dan
hukumnya, serta ketidak adilan dalam manajemen sosial yang mereka terima
adalah merupakan pelanggaran hak-hak asasi manusia.
Dalam perkembangannya, konsep sehat masih dikonotasikan oleh
sementara masyarakat dan para pengambil keputusan, sebagai sebuah konsep
sakit. Konsep ini mempengaruhi pola-pola kebijakan pelayanan kesehatan yang
lebih menitik beratkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif, maka paradigma ini
perlu diubah. Segala bentuk gangguan, intervensi, ketidakadilan, ketidakacuhan,
atau apapun bentuknya yang mengakibatkan ketidaksehatan tubuh manusia,
kejiwaannya, lingkungan alam, dan lingkungan sosialnya, pengaturan hukumnya,
serta ketidakadilan dalam manajemen sosial yang masyarakat terima, merupakan
pelanggaran hak masyarakat.
Para dokter, para tenaga kesehatan, serta semua orang, kini diminta
sebagai “the agent of change” dalam pergeseran paradigma sehat tersebut. Mereka
diharapkan untuk mempromosikan hak-hak asasi manusia tersebut, sehingga
terwujudnya kesejahteraan bagi umat manusia. Berdasarkan uraian ini dapat
ditegaskan bahwa nilai dasar universal yang terkandung di dalam perlindungan
atas hak asasi manusia, diantaranya adalah hak hidup sehat badan dan jiwa, tidak
sekedar terbebas dari sakit/penyakit, melainkan sehat sosial dan ekonomi,
sehingga terwujud kesejahteraan.

[ 51 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan mengatakan bahwa : “Kesehatan adalah keadaan sehat baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Dari berbagai definisi tersebut di
atas dapat dimengerti, bahwa kesehatan mencakup empat aspek, yaitu : a) Sehat
Fisik (badan); b) Sehat Mental (jiwa); c) Sehat Sosial, dan d) Sehat ekonomi.
Keempat aspek tersebut dapat diartikan bahwa kesehatan seseorang tidak
hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari
produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau penghasilan secara
ekonomi. Bagi yang belum memasuki usia kerja (anak-anak) dan bagi yang telah
tidak bekerja (pensiun/manula), berlaku produktif secara sosial. Misalnya, anak
sekolah dapat mencapai prestasi yang baik atau bagi usia pensiun mempunyai
kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. 54
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PPB) dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia
(HAM) telah menempatkan kesehatan adalah sebagai salah satu hak asasi dan
menyebutkan bahwa setiap penduduk berhak atas jaminan manakala ia sakit.
Deklarasi hak atas kesehatan ini juga ditegaskan dalam Konvensi International
Labor Organization Nomor 52 Tahun 1948 yang memberikan hak tenaga kerja
atas Sembilan macam jaminan termasuk diantaranya Jaminan Kesehatan.
Mengacu pada dua ketentuan ini, maka Indonesia sebagai negara yang
meratifikasi konvensi ini, maka mempuyai kewajiban untuk menyelenggarakan
jaminan kesehatan bagi semua warga negaranya sesuai dengan kemampuan dan
perkembangan negara. Dalam upaya memenuhi ketentuan ini, maka jaminan
kesehatan bagi semua manusia, sesuai dengan kemampuan dan perkembangan
negara, untuk Pegawai Negeri dan keluarganya, secara umum diIndonesia telah
mewujudkan jaminan kesehatan sejak tahun 1968.

54
Sukijo Notoatmodjo, , Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi), Rineka Cipta, Jakarta, 2005,
hlm 3.

[ 52 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Pemerintah pada tahun 1992, juga telah mengundangkan Undang-Undang


Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang
cakupan serta manfaatnya masih sangat terbatas.

3. Hak Atas Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat

Dalam upaya pelaksanaan amanat Konstitusi dan dalam rangka


pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan, pemerintah
telah mengeluarkan berbagai ketentuan perundang-undangan di bidang kesehatan
dan undang-undang terkait lainnya. Undang-Undang tersebut antara lain Undang-
Undang Kesehatan, undang-Undang Sistem Kependudukan, Undang-Undang
Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang HAM, dan Undang-Undang Pelayanan
Publik. Dalam berbagai undang-undang tersebut terkandung nilai-nilai dasar dan
asas pelayanan kesehatan yang optimal.
Guna memahami berbagai hal tersebut, di atas perlu dipahami terlebih
dahulu pengertian mengenai nilai atau dalam bahasa Inggris disebut dengan
“value”, yang sebenarnya berasal dari kata lain valere yang artinya kuat baik atau
berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang
dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai
itu sesuatu yang berguna, Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang
diinginkan, Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu
benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosialogy an related science).
Nilai itu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek.55
Dalam Filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu

meliputi:

a) Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang
bersifat mutlak, sebagi sesuatu yan benar atau tidak perlu
dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai

55
Lihat FX. Djoko Pranowo dan Ary Natalina, Filsafat Pancasila, Universitas Gunadarma,
Jakarta, 2007, hlm. 12-13.

[ 53 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan


nilai keadilan.
b) Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan
norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan
dan mekanisme lembaga-lembaga Negara.
c) Nilai praktis, adalah nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar
dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.”56
Istilah nilai, dalam kamus Bahasa Indonesia adalah sifat atau hal-hal yang
penting dan berguna bagi kemanusiaan, sesuatu yang menyempurnakan manusia
sesuai dengan hakikatnya. Dalam Balck’s Law Dictioneri, Value diartikan
sebagai, The significance; desirability; or utility of something”. Sedangkan asas
disebut dengan “Principle yaitu: a basic rule, law, or doctrine”.
Kamus Bahasa Indonesia memberikan pengertian asas sebagai:
a) “Landasan atau dasar, adalah sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir
atau berpendapat;
b) Dasar cita-cita (perkumpulan organisasi);
c) Hukum dasar, misal tindakan itu melanggar asas kemanusiaan”

Asas dapat berarti dasar, landasan, fundamen, prinsip dan jiwa atau cita-
cita. Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan
tidak menyebutkan secara khusus cara pelaksanaannya. Asas dapat juga disebut
pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berfikir tentang
sesuatu57. Asas hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamen hukum
yang terdiri dari pengertian-pengertian atau nilai-nilai yang menjadi titik tolak
berpikir tentang hukum58. Kecuali itu asas hukum dapat disebut landasan atau
alasan bagi terbentuknya suatu peraturan hukum atau merupakan suatu ratio legis
dari suatu peraturan hukum, yang memuat nilai-nilai, jiwa, cita-cita sosial atau
perundang-undangan etis yang ingin diwujudkan59. Dalam hal ini, asas hukum

56
Ibid ., hlm. 12-13.
57
Lihat The Liang Gie, Teori-Teori Keadilan, Penerbit Super Sukses, Yogyakarta, 1982, hlm. 9
58
Lihat Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta,1982,
hlm. 79.
59
Lihat Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 85-86.

[ 54 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

merupakan jantung atau jembatan suatu peraturan hukum yang menghubungkan


antara peraturan-peraturan hukum dan hukum positif dengan cita-cita sosial dan
pandangan etis masyarakat.60. Dari berbagai pendapat ini, dapat dikatakan bahwa
antara nilai dan asas ibarat sisi dari sekeping mata uang, artinya dibalik asas
terdapat nilai.
Dalam menganalisis tentang asas pelayanan kesehatan, perlu diketahui
lebih dahulu “konsistensi antara nilai, asas, dan norma. Ketiga jenis ketentuan ini
memiliki perbedaan gradasi, nilai adalah ketentuan yang abstrak, sementara itu
norma sebaliknya adalah ketentuan yang konkrit, di antara keduanya bersemayam
asas-asas. Norma hukum lebih mudah diidentifikasi melalui peraturan tertulis,
sedangkan asas-asas hukum tidak cukup mudah untuk diidentifikasi. Pada
umumnya, asas hukum sering kali secara eksplisit dirumuskan dalam undang-
undang, yaitu dimuat pada pasal khusus yang merumuskan tentang asas
perundang-undangan yang bersangkutan, namun demikian asas lebih sering
tersembunyi dalam pasal terkait.61
Sebagai contoh ketentuan yang memuat asas secara eksplisit adalah Bab II
Undang-Undang kesehatan, tentang asas dan tujuan, pada Pasal 2, menyebutkan
dengan tugas bahwa : “Pembangunan kesehatan diselenggarakan berasaskan
perikemanusiaan, yang berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa; manfaat, usaha
bersama dan kekeluargaan; adil dan merata; perikehidupan dan keseimbangan;
serta kepercayaan akan kemampuan sendiri “; sedangkan yang tersirat atau secara
implisist terkandung dalam rumusan pasal-pasal Undang-Undang Kesehatan
antara lain adalah asas aksebelitas, asas perlindungan, asas kemanfaatan, asas
akuntabilitas dan asas kepastian hukum.
Secara umum asas atau prinsip, merupakan sesuatu yang sifatnya abstrak,
yang berupa hal-hal ideal yang menjadi jiwa dari suatu kaidah atau norma,
menurut Sudikno: “asas hukum bukan hukum konkrit melainkan merupakan

60
Ibid. hlm. 86.
61
Shidarta, “Melegalkan Etika Bisnis Mungkinkah”. Dialogia Iuridica, Volume I, No. 1,
Maranatha University Press, Bandung , 2009, hlm. 4-5.

[ 55 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan
konkrit yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan keputusan
hakim.” Pada dasarnya, asas hukum ini mimiliki ciri-ciri sebagai berikut62 :
a) “asas hukum adalah aturan hukum yang berisikan ukuran nilai etis;
b) Asas hukum adalah fundamen dari system (tatanan) hukum,oleh
karena dia adalah pikiran-pikiran dari nsistem hukum;
c) Asas hukum bersifat lebih umum dari pada ketentuan undang-undang
dan kepuusan-keputusan hukum, oleh arena ketentuan undang-undang
dan keputusan-keputusan hukum adlah penjabaran asas-asas hukum;
d) Asas hukum sebagai meta kaidah terhadap kaidah hukum. Beberapa
asas hukum berada sebagai dasar dari sistem hukum, beberapa lagi
dibelakangnya jadi di luar sistem hukum itu sendiri, sungguhpun
demikian mempunyai pengaruh terhadap sistem (tatanan) hukum
tersebut;
e) Asas hukum pada umumnya bersifat dinamis, berkembang mengikuti
kaidah hukumnya.

Asas hukum dapat pula dibagi atas asas hukum umum dan asas hukum
khusus. Asas hukum umum adalah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh
bidang hukum, seperti asas lex posteriori derogate legi priori, sedangkan asas
hukum khusus ialah asas hukum yang hanya berlaku dalam bidang hukum
tertentu, seperti HTN, HAN, Hukum Acara Pidana, Hukum Perdata dan Hukum
Acara Peradilana Administrasi.63
Berkaitan dengan asas hukum, Sudikno merangkum beberapa pendapat
dari para ahli antara lain adalah pendapat Bellefroid yang membagi asas hukum
menjadi asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum
positif dan asas hukum khusus yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari

62
B. Hestu Cipto Handoyo, Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Design Naskah Akademik,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, hlm. 82.

63
Lihat SF.Marbun, Peradilan Aministrasi Negra dan Upaya Administrasi di Indonesia,
Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm. 182.

[ 56 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

aturan-aturan yang lebih umum, asas hukum umum tidak boleh dianggap sebagai
hukum positif dalam suatu masyarakat.
Menurut van Eikema Hommes, asas hukum bersifat tidak boleh dianggap
sebagai norma-norma hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai
dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku; dengan kata
lain asas hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum
positif. Pendapat yang berbeda dikemukakan van der Velden, yang mengatkan
bahwa asas hukum adalah tipe putusan tertentu yang dapat digunakan sebagai
tolok ukur untuk menilai situasi atau digunakan sebagai pedoman berperilaku.asas
hukum didasarkan atas suatu nilai atau lebih yang menentukan situasi yang benilai
yang harus direalisasi.64
Atas dasar berbagai pendapat tersebut di atas, maka Sudikno
berkesimpulan bahwa asas hukum bukanlah hukum konkrit dan dapat tersirat pada
peraturan perundangan maupun putusan hakim yang merupakan hukum positif
dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri umum dalam
peraturan konkrit tersebut.65 Sejalan dengan berbagai pendapat tersebut, dapat
diberikan penjelasan bahwa asas pelayanan kesehatan optimal bukan merupakan
norma hukum konkrit melainkan suatu pedoman atau dasar yang memberikan arah
bagi penyelenggara maupun pengaturan pelayanan kesehatan yang dapat
diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri umum dalam peraturan
pelayanan kesehatan khususnya dalam Undang-Undang Kesehatan.
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan Diperlukan pola asas
hukum yang menjadi pedoman arah. Asas ini merupakan asas pokok yang menjadi
jiwa perundangan-undangan bidang pelayanan kesehatan. Dalam rumusan
pertimbangan Undang-undang Kesehatan maupun dalam Rumusan Batang Tubuh
disebutkan bahwa derajat kesehatan yang setinggi-tingginya merupakan hal yang
sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia,

64
Budima NPD Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan , UUI Press, Yogyakarta,
2004, hlm 15-16.
65
Ibid. hlm. 11.

[ 57 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

peningkatan ketahanan dan upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat


yang setinggi-tingginya harus didasarkan prinsip non-diskriminatif, partisipatif,
perlindungan dan keberlanjutan.
Dalam uraian berikut ini, dapat diberikan penjelasan bahwa pelayanan
kesehatan optimal memberikan arah bagi pengaturan pelayanan kesehatan yang
memenuhi ciri-riri antara lain : perlakuan yang sama dalam pelayanan kesehatan
kepada semua orang; menumbuhkan kesempatan berpartisipasi dengan
memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk ikut menyelenggarakan
pelayanan kesehatan; memberikan berbagai bentuk perlindungan melalui
penetapan persyaratan perijinan, maupun penetapan sanksi bagi provider yang
melanggar; dan mengatur penyelenggaraan pelayanan kesehatan berkelanjutan,
dengan menyediakan sistem rujukan untuk dapat memberikan pelayanan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Pembahasan tentang asas pelayanan kesehatan yang optimal terkait erat
dengan pengertian sehat, kesehatan dan hak atas pelayanan kesehatan. Kata
“health” mempunyai dua pengertian dalam bahasa Indonesia, yaitu “sehat” dan
“kesehatan”. “Sehat” menjelaskan kondisi atau keadaan atau keadaan dari subjek,
misalnya, anak sehat, orang sehat, dan sebagainya. Kata “kesehatan” menjelaskan
tentang sifat dari subjek misalnya kesehatan manusia, kesehatan masyarakat,
kesehatan individu. Secara awam sehat diartikan sebagai orang dalam kondisi
tidak sakit, dapat melaksanakan kegiatan, tidak ada keluhan. 66 Sedangkan
“Pelayanan Kesehatan” (health care service) merupakan salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan, baik perseorangan,
maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan.
Menurut Lavey dan Loomba, yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
ialah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan mencegah
penyakit dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan yang ditunjukan,

66
Lihat Soekijo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi), Rineka Cipta, Jakarta,
2005, hlm.2.

[ 58 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

baik terhadap perseorangan, kelompok ataupun masyarakat.67 Sedangkan batasan


yang dimuat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Undang-Undang Kesehatan (UU Kesehatan), yang dimaksud dengan “Kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial dan
ekonomis”. Dari batasan istilah ini dapat dimengerti bahwa kesehatan mencakup
lima aspek yaitu: Fisik (badan), Mental (jiwa), Spiritual, Sosial, dan Ekonomi.
Hal ini berarti, kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik,
mental dan sosial saja, akan tetapi juga diukur dari produktivitasnya, melainkan
juga diartikan jika seseorang itu mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu
secara ekonomi, dan bagi yang belum memasuki usia kerja (anak-anak) serta bagi
yang telah tidak bekerja (pensiun/manula) artinya berlaku produktif secara sosial.
Misalnya, anak sekolah dapat mencapai prestasi yang baik atau bagi usia pensiun
mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfaat bagi dirinya dan
orang lain 68.
Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan, disebutkan bahwa
setiap orang berhak atas kesehatan, dalam bentuk pelayanan kesehatan dari
fasilitas pelayanan kesehatan, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Rumusan pasal ini menegaskan bahwa hak atas kesehatan
meliputi unsur-unsur: pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan
derajat kesehatan. Pelayanan kesehatan sebagaima telah diuraikan adalah segala
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, yaitu
keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya yang mungkin dapat dicapai
pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata
dari setiap orang atau masyarakat. Dalam memenuhi hak atas kesehatan, maka
pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan,
sumberdaya kesehatan, jaminan pembiayaan bagi orang miskin serta menjamin

67
Lihat Veronika Komalawati, Peranan Inform Consent dalam Transaksi Terapeutik, Citra
Aditya Bhakti, Bandung, 1999, hlm. 77.
68
Lihat Topatimasang Roem, Et. AL, Sehat Itu Hak (Panduan Advokasi Kebijakan Kesehatan),
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 2005, hlm. 9.

[ 59 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kemudahan akses atau ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan


fasilitas pelayanan kesehatan, untuk meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan setinggi-tingginya.
Tanggung jawab pemerintah atas ketersediaan pelayanan kesehatan yang
adil dan merata bagi seluruh masyarakat, di antaranya dapat dilakukan dengan
penyelenggaraan sistem jaminan sosial kesehatan, dengan memadukan antara sub
sistem pembiayaan dan sub sistem pelayanan kesehatan. Aspek pembiayaan
kesehatan dapat diselenggarakan dengan asuransi kesehatan sosial, yang dapat
mencakup bilangan banyak (the law of the large number) yang melibatkan seluruh
masyarakat secara bergotongroyong, antara yang sehat dan yang sakit, yang muda
dan yang tua, serta yang kaya dan yang miskin. Penyelenggaraan subsistem
pembiayaan ini dipadukan dengan subsistem pelayanan kesehatan terkelola
(managed care) yaitu suatu sistem pelayanan kesehatan secara berjenjang, dimulai
dari pelayanan kesehatan dasar/pratama hingga ke layanan kesehatan rujukan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa asas pelayanan
kesehatan yang optimal sebagai landasan untuk pencapaian derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya merupakan asas hukum yang didalamnya terkandung asas-asas
yang bersifat umum, maupun bersifat khusus. Asas-asas ini menjadi landasan
pengaturan maupun penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Asas-asas tersebut
dapat diketemukan di dalam berbagai ketentuan undang-undang yang mengatur
tentang pelayanan kesehatan.
Asas pelayanan optimal harus menjadi landasan dalam pengaturan
maupun penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang meliputi aspek pembiayaan
dan aspek upaya pelayanannya. Dalam hal ini, derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya dapat tercapai jika ada jaminan kesehatan, dan pelayanan kesehatan
terkelola (managed care) serta adanya kemudahan sistem administrasi untuk dapat
mengakses pelayanan kesehatan, yang berkualitas, atau mutu bagi seluruh lapisan
masyarakat tanpa membedakan dari aspek sosial ekonominya (equity eqaliter).
Dalam undang-undang Kesehatan ditegaskan, bahwa kesehatan merupakan hak
asasi yang perlu dijamin melalui ketentuan undang-undang (asas legalitas).

[ 60 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Adapun pelaksanaannya diatur dalam suatu kebersamaan untuk mewujudkan


derajat kesehatan yang diinginkan dalam suatu rangkaian kegiatan (sistem)
pelayanan kesehatan.
Tujuan penyelengaaraan pelayanan kesehatan dalam rangka memenuhi
hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan, oleh karenanya
pemerintah melakukan pembinaan terhadap bentuk kegiatan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan upaya kesehatan yang tujuan pembinaannya adalah
untuk:
a) Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya/optimal;
b) Terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dan
perbekalan kesehatan yang cukup, aman, bermutu dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat;
c) Melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang
dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap kesehatan;
d) Memberi kemudahan dalam rangka meningkatkan upaya kesehatan;
e) Meningkatkan mutu pengabdian profesi kesehatan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa asas pelayanan


kesehatan yang optimal merupakan asas hukum bersifat khusus, merupakan asas
yang berlaku dalam bidang kesehatan. Adapun dalam asas pelayanan kesehatan
yang optimal, bila dianalisis sebenarnya terkandung beberapa prinsip atau asas
hukum yang lain, yakni : (1) asas perlindungan; (2) asas usaha bersama; (3) asas
kekeluargaan; (4) asas kemanusiaan; (5) asas Ke-Tuhanan; (6) asas keadilan/ non
diskriminatif; (7) asas keseimbangan; (8) asas manfaat; dan (9) asas bertanggug
jawab dan itikad baik.
Menurut Azrul Azwar, pelayanan kesehatan yang baik dan optimal adalah
pelayanan kesehatan yang bermutu, yaitu pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan
standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Ciri pelayanan kesehatan yang

[ 61 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

baik adalah pelayanan kesehatan yang dapat diterima (acceptable), dicapai


(accessibility), menyeluruh (comprehenshive), berkesinambungan (continues)
serta bermutu (quality) yang dilakukan secara terpadu dan terkait dengan
kemampuan finansial masyarakat melalui penerapan prinsip serta mekanisme
pengendalian biaya yang telah ditetapkan.69

4. Pancasila sebagai Asas Dalam Pelayanan Kesehatan yang Berkeadilan

Asas hukum berfungsi sebagai pembimbing para legislator dalam proses


pembentukan hukum dan melekatkan kekuatan materiil pada kaidah-kaidah yang
terkandung di dalam diktum hukum yang telah ditemukan oleh para legislator.
Pada fungsinya sebagai pembimbing, asas-asas hukum dijadikan sebagai pangkal
tolak bagi hukum positif yang akan dibentuk dan sekaligus memberikan stimulus
(rangsangan) bagi bergeraknya nalar dalam menetukan diktum hukum
bersangkutan.70
Kedudukan asas hukum, dapat pula berfungsi menjadi landasan bagi
lahirnya peraturan hukum, dan dalam hal pelaksanan peraturan hukum dapat
dikembalikan pada alas pijak dari asas hukum yang bersangkutan (ratio legis).
Sebagai sarana agar hukum menjadi hidup, tumbuh dan berguna sehingga hukum
bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan saja, melainkan harus mengandung
nilai-nilai serta ukuran etis bagi manusia. Pembentukan peraturan hukum yang
tidak didasarkan pada asas-asas hukum (konstitutif) akan menghasilkan kumpulan
aturan yang secara materiil bukan merupakan kaidah hukum, demikian pula
selanjutnya proses pelaksanaan peraturan hukum yang tidak dapat dicari dasar atas
hukumnya (regulative) maka akan mengahsilkan kaidah hukum yang jauh dari
tujuan keadilan.71

69
Lihat Azrul Azwar, Menuju Pelayanan Kesehatan yang Bermutu, Yayasan Penerbit IDI,
Jakarta, 1996, hlm. 173.
70
Sudikno Mertokosumo dam B. Hestu Cipto Handiyo, Loc. Cit., hlm. 82.
71
Ibid. hlm. 82.

[ 62 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan publik, oleh


karenanya asas atau prinsip pelayanan publik menjadi landasan dalam
penyelenggaraannya. Fungsi asas dalam pengaturan pelayanan kesehatan dapat
ditarik dari fungsi asas pelayanan publik, yakni menjadi pedoman etis pelaksanaan
pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan, oleh karena pelayanan kesehatan
merupakan pelayanan publik, di samping itu karena paradigma welfare state,
negara harus bertindak sebagai pelayan masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan umum, bahkan dengan cara ikut campur persoalan-persoalan dalam
ranah privat.
Fungsi asas pelayanan kesehatan optimal, dapat disimpulkan merupakan
landasan bagi perwujudan pemenuhan hak dasar kesehatan atas hak asasinya
sebagai manusia. Asas pelayanan kesehatan yang optimal menjadi landasan bagi
pengaturan hukum maupun landasan etis dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa asas hukum bukanlah
hukum konkrit, demikian pula asas pelayanan kesehatan optimal bukan
merupakan norma hukum konkrit tentang pelayanan kesehatan. Asas pelayanan
kesehatan yang optimal merupakan suatu pedoman atau dasar yang memberikan
arah bagi penyelenggaraan maupun pengaturan pelayanan kesehatan yang
memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri umum sebagimana termuat dalam berbagai
undang-undang tentang pelayanan kesehatan.
Secara umum ciri-ciri pokok asas pelayanan kesehatan yang optimal
tersirat dalam bagian pertimbangan setiap undang-undang di bidang kesehatan,
yang dalam pengaturannya selalu didasarkan pada asas Pancasila. Asas pancasila
merupakan dasar falsafah bangsa Indonesia, seperti dicetuskan Soekarno yang
menempatkan Pancasila sebagai “weltanschauung” sebagai filsafat yaitu
penglihatan manusia tentang dunia dan alam semesta. Ajaran Soekarno ini yang
menjadi dasar pemikiran Soediman Kartohadiprodjo dalam kumpulan karya
ilmiahnya tentang Pancasila.72 Pancasila merupakan sebuah paham yang sudah

72
Lihat Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan Karya Ilmiah, “Pancasila dan Hukum”,
Pembangunan, Djakarta, 1965. hlm. 129-134.

[ 63 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

lama tertanam dalam sanubari dan akar kultur masyarakat Indonesia sejak tiga
setengah abad lamanya. Pancasila adalah “sistem filsafat”, di mana Pancasila
memiliki metode holistik, komprehensip, integral, dan sistemik, berisikan nilai-
nilai universal bagi seluruh bangsa Indonesia. Pancasila memiliki basis epistemik
yang bisa diperdebatkan. Pancasila merupakan kristalisasi Indonesia. Pancasila
memandang Indonsia secara luas, dalam, filosofis, dan menyeluruh, makdsudnya
bahwa Pancasila memandang Indonesia secara keseluruhan, bahkan memandang
kepentingan dalam ruang lingkup dunia internasional. Kritik terhdap Pancasila
sebagai ideologi campuran beberapa ideologi lain seperti: Ideologi Theokrasi yang
tercermin dari asas Ketuhana, faham liberalisme yang mengagungkan HAM
individu, maupun keadilan sosial yang dianggap mirip faham Marxisme-
Leninnisme yang melihat semua disama ratakan.
Menurut Soediman Kartohadiprodjo, pemikiran tersebut di atas dianggap
sebagai kesalahan “cara pandang/cara melihat” saja. Pancasila, oleh karena itu,
jangan lagi dilihat dalam perspektif barat, tetapi Pancasila harus dipahami dalam
perspektif ke-Indonesiaan. Pancasila melepaskan sekat-sekat perjuangan, ras,
agama, disiplin ilmu, hingga menuju Bhinneka Tunggal Ika, menuju ke kesatuan
yang utuh. Pancasila sebagai paham yang tak termakan oleh zaman, melainkan ia
selalu hadir sebagai perspektif kontemporer yang cocok bagi bangsa Indonesia.
“Keterbuktiannya sebagai filsafat bangsa dijelaskan melalui hukum adat dimana
asas hukumnya persis bersinggungan pada hakikat Pancasila yang adalah jiwa
bangsa; yakni “kekeluargaan”. Fungsi Pacasila ialah sebagai dasar negara, sebagai
landasan atau asas dasar, identitas kultural dan cita-cita bangsa Indonesia.73
Konsep keadilan sosial yang dikemukakan oleh Soediman
Kartohadiprodjo, juga bersumber dari ajaran Soekarno, yang pada mulanya
menyebut sebagai “kesejahteraan sosial”, yakni terciptanya masyarakat adil dan
makmur dan sejahtera. Pandangan tentang keadilan sosial ini tidak lepas dari
konsepnya tentang “hakekat manusia” yang selalu hidup bersama dan selalu

73
Ibid. hlm. 86-89.

[ 64 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

berorganisasi, dan ini merupakan pandangan yang sama sekali berbeda dengan
pandangan Barat bahwa manusia hidup bersama karena “hasrat sosial”, seperti
pandangan yang kemudian dikembangkan oleh Rawls dengan teori kontrak
sosialnya.74
Pandangan Soediman Kartohadiprodjo tersebut di atas, dapat digunakan
untuk menjelaskan pula maksud asas Pancasila sebagai asas pelayanan kesehatan
yang optimal, mengingat asas ini harus menjadi jiwa atau roh dalam pengaturan
maupun penyelenggaraan pelayanan kesehatan, untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan, untuk kemudian diterapkan dalam
bentuk pelayanan kesehatan yang berkeadilan sosial. Sasaran pelayana kesehatan
adalah seluruh masyarakat Indonesia; dengan demikian, jaminan kesehatan adalah
bukan merupakan upaya kesehatan bagi seluruh masyarakat, baik kaya maupun
miskin. Atas dasar prinsip keadilan sosial maka upaya jaminan kesehatan
ditujukan bagi setiap orang yang membutuhkan, dengan membuka akses seluas-
luasnya, dan memberikan pelayanan tanpa membedakan sekat-sekat golongan,
ras, agama, atau kelompok sosial tertentu, sebagaiman dimaksudkan oleh
Soediman.
Atas dasar uraian tersebut di atas, maka asas Pancasila sebagai landasan
umum pelayanan kesehatan yang optimal, jika dicermati lebih lanjut di dalamnya
maka terkandung prinsip kemanusiaan dan keadilan sosial. Di samping itu ciri-
ciri khusus pelayanan kesehatan optimal yang dapat ditarik dari berbagai undang-
undang adalah bahwa ruang lingkup jaminan kesehatan harus selalu dilakukan
dalam bentuk pelayanan yang prima yang berlandaskan pada asas-asas dan nilai-
nilai dasar, yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: (1) non-diskriminatif; (2)
manfaat; (3) kebebasan yang bertanggung jawab; (4) profesionalisme; dan (5)
perlindungan bagi para pihak dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Nilai dasar dan asas yang terkandung dalam pelayanan kesehatan secara
universal maupun secara nasional harus menjadi nilai dasar pemenuhan hak dasar

74
Ibid. hlm. 99-101.

[ 65 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kesehatan oleh negara dalam peran dan fungsinya didalam pembangunan


kesahatan nasional. Asas pelayanan kesehatan yang optimal merupakan asas
hukum khusus yang merupakan prinsip sekundaria, yang berlaku dalam bidang
pelayanan kesehatan. Asas pelayanan kesehatan optimal, mengandung asas-asas
hukum yang bersifat umum maupun asas-asas hukum bersifat khusus lain yang
terdiri dari beberapa asas. Asas-asas tersebut dapat diketemukan dengan mencari
ciri-ciri umum dan sifat-sifat dalam undang-undang yang mengatur pelayanan
kesehatan.
Apabila dianalisis berdasarkan prinsip-prinsip keadilan distributif, asas-
asas sebagaimana disebutkan di atas sebenarnya mengandung asas pokok yakni
asas keadilan. Hal itu bisa diberikan penjelasan sebagai berikut : asas non-
diskriminatif atau persamaan, maksudnya adalah jika pelayanan kesehatan
dilakukan dengan memberikan masing-masing orang satu bagian yang sama
berdasarkan dalam kedudukannya sebagai manusia yang melekat dalam dirinya
hak dasar atau hak asasi; asas manfaat, yaitu dengan memberikan masing-masing
orang menurut kebutuhan; asas kebebasan yang bertanggung jawab, artinya
adalah memberi kesempatan atau akses seluas-luasnya; asas proporsionalitas,
adalah untuk masing-masing orang diberikan menurut konstribusi; asas
perlindungan, dapat diartikan dengan memberikan kepada masing-masing orang
menurut jasaya (penghormatan atas hak). Jadi esensi asas pelayanan kesehatan
yang optimal adalah pelayanan kesehatan yang berkeadilan.

a. Konsep Keadilan Sosial

Pada mulanya istilah keadilan dipahami sebagai sebuah kebajikan


(virtue). Istilah Latin, keadilan adalah “memberikan kepada setiap orang
sesuai dengan haknya”, the constant and perpetual will to give each his due,
hal ini artinya menganggap bahwa setiap orang mempunyai apa yang menjadi
haknya (due). Keadilan dapat diartikan juga sebagai tidak mampu, mencuri,
atau melanggar perjanjian (Jaman Romawi). Keadilan kadang memang
dikaitkan dengan institusi, namun hanya dalam arti yang sangat terbatas,

[ 66 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

misalnya keputusan pengadilan dapat dikatagorikan sebagai adil atau tak adil.
Pengertian yang sudah lama sekali dikenal adalah keadilan restributif (ganti-
rugi) mencerminkan kepedulian tentang perlunya hukuman bagi pelaku
kejahatan. Ada juga istilah “natural justice” dalam pengadilan menyerukan
pentingnya hakim yang tidak memihak dan tertuduh yang harus diberi hak
untuk membela diri. Keadilan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
tidak ditujukan kepada individu, melainkan sasarnnya adalah masyarakat. Jika
setiap orang tanpa kecuali dapat terpenuhi hak-hak dasarnya sebagai manusia,
terutama haknya untuk hidup sejahtera lahir dan batin, sebagaimana di
amanatkan dalam Konsitusi, maka akan terwujud keadilan sosial.
Studi filsafat mengartikan keadilan sosial sebagai kesejahteraan
umum, yakni “diakui dan dihormatinya hak-hak asasi semua warga negara
penduduk lainnya” dan tersedianya barang-barang dan jasa-jasa keperluan
hidup yang terjangkau oleh daya beli rakyat banyak 75.” Konsep keadilan sosial
dalam arti yang modern muncul sebagai akibat awal indusrialisasi di Perancis
dan Inggris pada sekitar tahun 1840. Gagasan revolusioner yang mendasari
konsep keadilan sosial adalah keadilan dari institusi-institusi sosial” ternyata
dapat dilawan bukan hanya pada aspek pinggiran (margin), tetapi juga pada
pada aspek intinya (the core of social institutions). Perlawanan dapat
diarahkan terhadap dominasi dari keseluruhan sistem pasar tempat melekatkan
kapitalisme. Keadilan sosial dimaksud di sini adalah keadilan dalam bidang
sosial dan ekonomi atau secara lengkap keadilan sosial terkait erat dengan
pelayanan kepentingan umum.76
Perkembangan konsep keadilan sosial di Eropa ditandai saat konsep
ini mendapat dukungan dari partai-partai sosial demokrasi di seluruh Eropa,
namun argumennya diarahkan pada institusi-institusi yang dibutuhkan untuk
mewujudkan Keadilan Sosial. Di Swedia, terutama karena pendekatannya

75
Kirdi Dipoyudo, Membangun Atas Dasar Pancasila, CSIS, Jakarta, 1990, hlm. 56.
76
Agus Wahyudi, Loc.Cit., hlm. 3-4.

[ 67 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

yang lebih kolaboratif dan konfrontasional, argumen keadilan sosial mendapat


bentuknya yang paling berkembang. Konsep keadilan sosial yang berkembang
di Eropa menempatkan kekuasaan kapital harus dibatasi dengan adanya
organisasi buruh yang kuat (strong trade unions) dan dengan regulasi untuk
memastikan bahwa keuntungan lebih dahulu mengalir untuk rakyat.
Menyangkut barang publik, partai-partai non sosialis di seluruh Eropa sudah
memeberikan kepada pemerintah kota kekuasaan untuk mengontrol misalnya
fasilitas umum dan transportasi, sejak abad ke 19. Menarik dicatat bahwa
kaum sosial demokrat Swedia tidak memiliki program utama seperti pemilik
barang publik. Distribusi kekayaan dan pendapatan yang diciptakan oleh
kapitalisme menciptakan ketimpangan yang tak dapat ditolerir, dan harus
diubah dengan kebijakan pajak dan transfer yang tepat. Khususnya,
mekanisme pasar gagal membantu mereka yang punya pendapatan tak
mencukupi untuk hidup layak sesuai dengan ukuran keadilan sosial. Karena
itu, institusi “negara sejahtera” (welfare state) harus diciptakan untuk
menyediakan pendapatan yang memadai.77
Dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan dengan kualitas yang
tinggi dan sama, harus disediakan secara universal, sehingga dapat dirasakan
oleh semua orang, jadi menghapuskan kriteria pasar tentang “kemampuan
membayar” (ability to pay). Perumahan juga dianggap terlalu penting jika
diberikan pada kekuatan pasar, meskipun masalah perumahan ditangani
dengan cara tidak sama (dengan masalah kesehatan dan pendidikan), dan
mungkin membutuhkan intervensi yang berbeda.
Pandangan para filsuf barat tentang keadilan sosial sebagaimana telah
diuraikan di atas tentang keadilan, namun demikian ada beberapa yang perlu
digarisbawahi adalah pendapat berikut ini. Plato menganggap bahwa keadilan
dan hukum merupakan substansi dari masyarakat yang menjaga kesatuannya.
Dalam masyarakat yang adil maka setiap orang menjalankan pekerjaan yang

77
Ibid, hlm. 24.

[ 68 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

menurut sifat dasarnya paling cocok baginya. Keadilan terwujud dalam


masyarakat jika tiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik
sesuai dengan kemampuannya. Fungsi penguasa adalah membagi fungsi-
fungsi negara pada masing-masing orang sesuai dengan keserasian.
Keadilan sosial menurut Aristoteles dikonsepkan dalam keadilan
distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif maksudnya adalah
bahwa keadilan akan terlaksana jika hal-hal yang sama diperlakukan secara
sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama pula (justice
done when equals are treated equality). Sedangkan keadilan komutatif adalah
bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.
Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan
ketertiban masyarakat. Di sisi lain, Socrates memproyeksikan keadilan pada
pemerintahan, menurutya keadilan akan tercipta bilamana warga negara sudah
merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksankan tugasnya dengan
baik. Karena pemerintah merupakan penguasa yang menentukan dinamika
masyarakat78.
Selanjutnya para filsuf generasi berikutnya, sebagaimana telah
diuraikan di atas yang sangat mempengaruhi perkembangan teori-teori sosial,
lengkap dengan teori-teori keadilan yang dikonsepkannya, seperti telah
diuraikan di atas, terutama adalah John Rawls dengan teori kontrak sosialnya
dan Marx dengan teori kelas sosialya. Konsep keadilan sosial dalam pelayanan
kesehatan yang didasarkan pada teori keadilan distributif Aristoteles, dapat
diberikan pendekatan penjelasan dengan pendapat King, seperti berikut ini:
“The term distributive justice refers to fair, equitable, and appropriate
distribution in society determined by justified norms that structure the
term of social cooperation. Its scope included policies that allot
diverse benefits and burdens such as property, resources, taxation,
previlges, and opportunities.
Distributive justice refers broadly to the distribution of all
rights and rsponsibities in society, including, for example, civil and
political rights. It is to be distinguished from otherstypes of justice

78
Hans Kelsen, Loc. Cit., hlm. 117.

[ 69 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

including criminal justice, which refers to the just infliction of


punishment, and rictificatory justice, which refers to just compensation
for transactional problems as breaches of contracs and
malpractice”.79

Istilah keadilan distributif mengacu pada sesuatu yang adil/wajar,


patut, dan pembagian yang sesuai (seimbang) di dalam masyarakat. Adil
ditentukan oleh norma-norma yang dibenarkan, merupakan istilah yang
dipolakan dalam suatu hubungan sosial. Ruang lingkupnya meliputi
kebijakan-kebijakan dalam suatu hubungan sosial. Ruang lingkupnya meliputi
kebijakan-kebijakan dalam bermacam-mcam bentuk penetapan hak dan
kewajiban diantaranya dalam hubungannya dengan fasilitas, sumber daya,
perpajakan, hak-hak istimewa, dan kesempatan.
Keadilan distributif memiliki arti yang luas, yaitu tentang pembagian
dari semua hak dan tanggungjawab/kewajiban di dalam masyarakat.
Termasuk diantaranya sebagai contoh adalah tentang hak sipil dan hak politis,
hal itu dimaksudkan untuk mebedakan dari jenis keadilan lainnya, seperti
halnya dalam peradilan pidana, yang mengacu hanya pada suatu
penderitaan/nestapa sebagai hukuman. Contoh lainnya adalah keadilan
materiil dalam konteks pelayanan kesehatan, yang mengacu pada persoalan
ganti-rugi sebagai kompensasi atas pelanggaran terhadap kontrak dan
malpraktik.
Adapun asas atau prinsip keadilan distributif adalah sebagaimana telah
dikemukakan para filsuf yang mengusulkan beberapa prinsip sebagai asas
materiil yang tepat dari keadilan distributif, yang meliputi80 :
1. “To each person an equal share
2. To each person according to need
3. To each person according to effort
4. To each person according to constribution
5. To each person according to merit
6. To each person according to free market exchanges.

79
A. Patricia King, et al.. opcit. hlm. 49.
80
Ibid. hlm. 50.

[ 70 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut dapat diberikan penjelasan,


bahwa asas keadilan distributif mengandung asas-asas hukum materiil yaitu
persamaan, jadi disebut adil jika semua orang diperlakukan sama. Maka
prinsip kesamaan itu artinya adalah untuk masing-masing orang diperlakukan,
diberikan suatu bagian yang sama sesuai dengan kebutuhanannya; menurut
usahanya; menurut konstribusinya; menurut jasanya; menurut hak dan
kewajibannya.
Atas dasar prinsip-prinsip tersebut menimbulkan pertanyaan tetang
prinsip-prinsip manakah yang paling tepat untuk diterapkan dalam
mewujudkan keadilan? Selanjutnya disebutkan bahwa81 :

“No obvious berrier prevents acceptance of more than one of yhrse


principles, and some theories of justice accept all six of valid. A
plausible moral thesis is that each of these material principles
identifies a prima facte obligation whose weight cannot be assessed
independently of particular contexts or spheres in which they are
aspecially applicable.

Prinsip mana diantara enam prinsip tersebut yang harus dipilih, tidak
ada persoalan yang jelas, yang membatasi penggunaan lebih dari satu prinsip
atau asas ini. Beberapa teori keadilan yang kemudian dikembangkan filsuf
berikutnya, menerima enam prinsip tersebut secara utuh. Prinsip-prinsip
tersebut merupakan suatu rumusan moral yang masuk akal, karena pada
masing-masing prinsip material tersebut, ukurannya tidak dapat diterapkan
terlepas dari konteks utamanya itu, yaitu untuk mewujudkan keadilan dan
kesamaan, demi terwujudnya kesejahteraan.
Teori keadilan distributif dari Aristoteles, seperti di atas, menegaskan
bahwa bahwa unsur-unsur keadilan adalah keseimbangan antara hak dan
kewajiban, merupakan suatu sikap atau tindakan yang baik, dan ditujukan

81
Ibid. hlm. 53.

[ 71 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

pada orang banyak. Sasaran keadilan adalah masyarakat banyak, maka yang
dimaksud keadilan bukanlah keadilan individu melainkan keadilan sosial.
Maka konsepnya ini sangat cocok dengan konsep kesejahteraan masyarakat
sebagaimana dimaksudkan baik dalam UUD 1945 maupun dalam berbagai
perundang-undangan di bidang kesehatan.

b. Nilai-Nilai Keadilan Sosial Pancasila

Konsep keadilan sosial di Indonesia tidak mungkin dilepaskan dari


sudut falsafah Pancasila. Konsep keadilan sosial yang dimaksud adalah suatu
pemikiran yang bercita-cita melaksanakan sila kelima dari Pancasila, yaitu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai tujuan akhir berbangsa
dan bernegara sehingga dengan keadilan sosial yang hendak dicapai akan
terciptalah masyarakat Indonesia yang sejahtera. Keadilan dalam Pancasila
mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat
perlakuan yang adil baik dalam bidang hukum, politik, ekonomi, dan
kebudayaan.
Keadilan sosial dalam sudut pandang Pancasila dapat dipahami dari
kedudukan Pancasila sebagai sumber tertib hukum yang tertinggi. Sjachran
Basah, mengatakan bahwa Negara Hukum Indonesia merupakan negara
kemakmuran berdasarkan hukum dilandasi Pancasila, baik sebagai dasar
negara maupun sebagai sumber dari segala sumber hukum dengan menolak
absolutisme dalam segala bentuknya. Kedudukan Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum negara tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata cara Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa penempatan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara, sehingga
setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila.

[ 72 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila sebagaimana dimaksud,


didasarkan pada alasan bahwa Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar negara
dan ideologi nasional bangsa Indonesia. Hal ini membawa konsekuensi logis
bahwa nilai-nilai dasar Pancasila harus dijadikan landasan pokok atau
landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pacasila berisi
lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental,
sebagaimana bunyi sila-sila dari Pancasila yakni : (1) Ketuhanan Yang Maha
Esa; (2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradap; (3) Persatuan Indonesia; (4)
Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan/Perwakilan; dan (5)
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Secara singkat Pancasila
tersbut mempunyai nila ke Tuhanan, nilai kemanusian, nilai persatuan, nilai
kerakyatan dan nilai keadilan.82
Operasionalisasi dari nilai dasar tersebut di atas adalah yang digunakan
dalam penyusunan norma hukum di Indonesia, norma dasar atau landasannya
adalah Pancasila. Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang
merupakan satu kesatuan sistem hukum, yaitu suatu sistem hukum Indonesia
yang bersumber dan berdasar pada Pancasila sebagai norma dasar bernegara.
Pancasila, dalam sistem hukum Indonesia, berkedudukan sebagai norma dasar
(ground norm) atau staat norma fundamental (fundamental norm) negara
dalam jenjang norma hukum di Indonesia.83 Nilai-nilai dasar itu sifatnya
abstrak dan tidak normatif, karena sifatya abstrak dan tidak normatif, maka
isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat dioperasionalkan dan
eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai, artinya
dengan bersumber pada kelima nilai dasar di atas dapat dibuat dan dijabarkan
nilai-nilai instrumental penyelenggaraan Negara Indonesia.

82
Lihat Kuntjoro Purbopranoto, Hak-Hak Azasi Manusia da Pancasila, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1983, hlm. 46.
83
Ibid., hlm. 49.

[ 73 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Nilai-nilai Pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan


peraturan perundang-undangan yang ada. Perundang-undangan, ketetapan,
keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan
peraturan-peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental
sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila, termasuk diantaranya
perundang-undangan di bidang kesehatan. Nilai-nilai dasar Pancasila tersebut
harus menjadi pedoman atau sumber arah bagi penyelenggaraan tugas
pemerintah dalam bidang kesehatan. Pada asasnya pelayanan kesehatan
optimal terkandung nilai-nilai dasar dari Pancasila khususnya nilai dasar
keadilan sebagaimana termuat pada sila kedua dan sila kelima seperti dapat
diuraikan di bawah ini.

1) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (sila kedua)

Nilai dasar keadilan pada sila ini mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral alam hidup bersama atas dasar
tuntunan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya. Maknanya antara lain : 1) Mengakui dan memperlakukan manusia
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa; 2) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi
setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya; 3)
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia; 4) Mengembangkan
sikap saling tenggang rasa dan tepa selira; 5) Mengembangkan sikap tidak
semena-mena terhadap orang lain; 6) Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan; 7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; 8) Berani membela
kebenaran dan keadilan; 9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian
dari seluruh umat manusia; serta 10) Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Nilai dasar ini dalam hal pelayanan kesehatan memberikan arah bahwa
segala bentuk peraturan maupun penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus

[ 74 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, dengan megutamakan mereka yang


lemah atau miskin, dan menghormati hak asasi manusia.

2) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila Kelima)


Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah sebagai
dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia adil dan
makmur secara lahiriyah dan batiniah. Nilai keadilan ini mengandung makna:
bersikap adil terhadap sesama; menghormati hak-hak orang lain; menolong
sesama; menghargai orang lain; melakukan pekerjaan berguna bagi
kepentingan umum dan bersama.84
Prinsip ini menghendaki, pelayanan kesehatan harus selalu dilandasi
rasa adil bagi setiap orang ditujukan untuk tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, sehingga kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
dapat diwujudkan pula. Perwujudan nilai-nilai itu dalam pelayanan kesehatan
antara lain dengan dapat terpenuhinya hak yang sama dalam mengakses
pelayanan kesehatan, menerapkan prosedur informed consent sebagai bentuk
penghormatan atas hak pasien; melaksanakan fungsi sosial; memperlakukan
secara sama tanpa membeda-bedakan atau tidak diskriminatif, tidak menolak
pasien miskin; atau pasien dalam keadaan gawat darurat tidak dipungut biaya
lebih dahulu, dan lain sebagainya.
Pembahasan tentang keadilan sosial dalam penyelenggaraan tugas
pemerintah di Indonesia perlu diuraikan keterkaitannya dengan konsep-
konsep “kepentingan umum dan kepentingan masyarakat”, dan “kesejahteraan
umum”, oleh karena itu dalam uraian ini perlu ditegaskan bahwa yang
dimaksud dengan “keadilan sosial”, “kepentingan umum atau kepentingan
masyarakat”, dan “kesejahteraan umum” adalah berkaitan dengan tujuan
negara sebagaimana tercantum dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945,
yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan

84
Ibid. 49.

[ 75 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

bangsa; dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan


kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Rumusan tersebut di dalamnya tersirat adanya sifat dan ciri kesehatan
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum, yang harus diwujudkan melalui
berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara
menyeluruh terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional. Hak
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan hak dasar
yang dijamin dalam konstitusi. Hak tersebut menjadi tanggung jawab
pemerintah di dalam pemenuhannya. Selanjutnya diatur pula bahwa setiap
warga Negara Indonesia mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan serta
memperoleh kemudahan dan kesempatan yang sama dalam mendapatkan
akses faisilitas pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan amanat konstitusi
yang telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Negara menjamin pemenuhan hak-hak tersebut bagi setiap warga
Negara Indonesia, seperti telah dirumuskan dalam konstitusi bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin dijamin untuk hidup sehat dan
berhak memperoleh pelayanan kesehatan, untuk itu setiap orang berhak
mendapatkan kemudahan akses dan kesempatan yang sama dan adil.
UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum
yang layak. Hal ini juga menjadi asas atau falsafah penyelenggaraan
kepentingan umum dalam menjalankan kegiatan administrasi negara, di mana
telah dimuat dalam alinea IV Pembukaan UUD’45, sehingga dengan
sendirinya menjadi asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 85
Nilai dasar pelayanan kesehatan yang terkandung dalam UUD 1945
berdasarkan uraian di atas berarti terkait erat dengan pengaturan tentang hak
dan kewajiban masyarakat serta tanggung jawab pemerintah dalam pelayanan

85
Lihat SF. Marbun dan M. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,
Yogyakarta, 2004, hlm. 66.

[ 76 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kesehatan. Nilai dasar dimaksud adalah keadilan sosial, yang muaranya adalah
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. UUD 1945 menyatakan bahwa negara
bertanggung jawab atas kesejahteraan sosial. Pemberian kewenangan
pemerintah, oleh karena itu, diarahkan untuk mengakselerasi terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas dan kuantitas
pelayanan publik, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Melalui
berbagai bentuk kebebasan pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan
kepentingan umum, maka diharapkan agar kesejahteraan tersebut dapat
diwujudkan, dengan tetap memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, akuntabilitas, efektifitas dan dan efisiensi.
Pemerintah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan pemerintahan, tentu saja perlu memeperhatikan berbagai hal.
Salah satu hal yang wajib diperhatikan adalah pelayanan kepentingan umum,
yang dilaksanakan secara adil dan selaras. Di samping itu diperhatikan pula
peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terlebih dalam bidang
kesehatan.
Pemerintah agar mampu menjalankan perannya tersebut diberi
kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur
penyelenggaraan pemeritahan dalam berbagai bidang yang terkait dengan
pelayanan publik. Kebebasan bertindak bagi pemerinah (fries ermersen atau
dekresi) di bidang kesehatan, dimaksudkan agar pemerintah mampu untuk
memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang optimal dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.

[ 77 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Sejalan dengan prinsip itu, maka dilaksanakan pula prinsip keadilan


sosial, prinsip ini maksudnya bahwa penanganan urusan pemerintah
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang didasarkan
pada pelayanan yang berkeadilan. Penyelenggaraan harus sejalan dengan
tujuan dan maksud pemberian kewenangan dalam pelayanan kesehatan, yang
pada dasarnya diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sebagai
program utama dari tujuan nasional. Prinsip penyelenggaraan pelayanan
kesehatan, oleh karena itu harus selalu berorientasi pada upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat, dengan selalu memeprhatikan kepentingan dan
aspirasi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

[ 78 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

BAGIAN 3

JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DAN ASURANSI


KESEHATAN DALAM PEMENUHAN HAK DASAR
KESEHATAN MASYARAKAT

A. Jaminan Sosial dalam Konstitusi

Pada dasarnya hak jaminan sosial adalah hak hidup setiap manusia. Secara
konstitusional jaminan sosial merupakan hak asasi setiap warga negara, hal ini
sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 ayat (2) UUD 1945. Di samping itu
jaminan sosial secara universal juga diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 25 Deklarasi
Universal Hak Asasi manusia yang di deklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa pada tahun 1948, dimana Indonesia juga menjadi salah satu negara yang
meratifikasinya. Menyadari akan arti pentingya jaminan sosial, maka pemerintah
Indonesia telah melakukan pengaturan lebih lanjut dalam Pasal 34 ayat (2), yang
menyatakan bahwa “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh
rakyat…..”.
Mendasar pada kententuan hal ini, maka menjadi tidak patut jika ada
seseorang dibiarkan mati secara perlahan karena kemiskinan dan
ketidakmampuan untuk bekerja demi menghidupi dirinya sendiri dan
keluarganya. Dalam hal ini dapat dikatakan, bahwa setiap manusia berhak untuk
memiliki standar kehidupan yang layak, yang menjangkau atas hak kesehatan, hak
atas perumahan, hak atas pendidikan dan lainnya. Dalam lingkup hak asasi
manusia, terdapat kewajiban pada negara untuk memastikan adanya jaminan
kehiduapan yang layak. Kosep jaminan yang telah dikembangkan di Indonesia
diharapkan dapat membantu negara untuk memastikan terpenuhinya hak asasi atas
kehidupan yang layak setiap warganya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat dipahami, bahwa hak atas
jaminan sosial adalah merupakan hak penjaminan oleh negara atas tersedianya
kebutuhan hidup yang layak, karena itulah jaminan hak atas jaminan sosial

[ 79 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kesehatan adalah suatu bentuk hak asasi manusia di bidang ekonomi dan sosial.
Dalam perspektif hak asasi di bidang sipil dan politik, hak atas jaminan sosial
mengandung aspek perlindungan hak atas hidup, hak atas keamanan seseorang,
dan juga hak atas perlindungan dari siksaan fisik maupun segala bentuk perlakuan
tidak manusiawi. Di bidang ekonomi, sosial dan budaya, hak atas jaminan sosial
berkaitan dengan pemenuhan hak atas kesehatan, pendidikan, perumahan dan lain-
lainnya.
Edi Harto, berpendapat bahwa dalam pelaksanaan program jaminan sosial
harus dilakukan dengan pendekatan hak asasi manusia yang didasari oleh prinsip-
prinsip86 :
1) Cakupan luas, maksudnya program jaminan sosial harus memberi manfaat
yang mencakup beberapa hal yang menyebabkan seseorang tidak mampu
bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini, misalnya melingkupi
situasi tak bekerja, sakit, usia lanjut, melahirkan, ataupun jaminan hidup
bagi anak-anak ketika orang tuanya meninggal dunia.
2) Universalitas dan anti-diskriminatif, maksudnya dapat menjangkau semua
orang yang membutuhkan jaminan sosial, tanpa terkecuali dan tidak
mendiskriminasi dengan dasar apapun termasuk perbedaan ras, jenis
kelamin, orientasi seks, agama, pandangan politik, maupun setatus
ekonomi.
3) Cukup dan layak, maksudnya manfaat jaminan sosial yang diterima
seharusnya cukup dan kayak. Misalnya, jaminan kesehatan yang diberikan
semestinya dapat membiayai kebutuhan pengobatan selayaknya selama
dibutuhkan oleh si penderita.
4) Menghormati hak-hak prosedural, maksudnya adalah aturan dan prosedur
untuk mendapatkan manfaat jaminan sosial haruslah diatur sedemikian
rupa sehingga adil dan masuk akal. Misalnya saja seseorang yang sedang
berada dalam keadaan darurat seharusnya memperoleh akses mendapatkan
pelayanan cepat dan efektif.

Jaminan sosial nasional adalah merupakan program pemerintah dan


masyarakat yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan kesejahteraan
sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju

86
Edi Harto, Kebijakan Perindungan Sosial Bagi Kelompok Rentan dan Kurang Beruntung,
Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat, Badan Pelatihan da Penelitian Kesejahteraan
Sosial, Depsos RI, Jakarta 2 Oktober 2006, hlm. 5.

[ 80 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakayat Indonesia. Dalam


pelaksanaan perlindungan jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang
saling melengkapi, yang direncanakan dalam jangka panjang dapat mencakup
seluruh rakyat secara bertahap sesuai dengan perkembangan dan kemapuannya.
Adapun tahapan tersebut adalah sebagai berikut87 :
1) Pendekatan pertama adalah dengan sistem asuransi sosial atau compulsory
social insurance, yang dibiayai dari konstribusi/premi yang dibayarkan
oleh setiap tenaga kerja dan atau pemberi kerja. Kontribusi/premi
dimaksud selalu harus dikaitkan dengan tingkat pendekatan/upah yang
dibayarkan oleh pemberi kerja.
2) Pendekatan kedua, berupa bantuan sosial (social assistance) baik dalam
bentuk pemberian bantuan tunai maupun pelayanan dengan sumber
pembiayaan dari negara dan bantuan sosial dan masyarakat lainnya.

Di dalam Pasal 34 Ayat (2) UUD 1945 menentukan, “Negara


mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat manusia”. Di sini
terdapat beberapa unsur yang perlu dipahami, yaitu (i) Sistem Jaminan Sosial; (ii)
masyarakat lemah; (iii) masyarakat tidak mampu; dan (iv) martabat kemanusiaan.
Selanjutnya, Pasal 34 ayat (4) UUD 1945 menyatakan, “Ketentuan lebih
lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang”. Sama
dengan Pasal 34 ayat (5), Pasal 34 ayat (4) ini memerintahkan kepada pembentuk
undang-undang untuk mengatur pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 34 ayat (1)
sampai dengan ayat (3) tersebut dengan undang-undang. Dalam hal ini, kebijakan
konstitusional yang tercantum dalam UUD 1945 dapat dijabarkan dalam bentuk
kebijakan operasional yang mengikat secara hukum melalui undang-undang,

87
Ibid. hlm. 6. Beberapa Negara yang menganut welfare state yang selama ini memberikan
jaminan sosial dalam bentuk bantuan sosial mulai menerapkan asuransi sosial. Utamanya karena
jaminan sosial dalam bentuk bantuan sosial membutuhkan dana yang cukup besar dan tidak mendorong
masyarakat merencanakan kesejahteraan bagi dirinya. Disamping itu, dana yang terhimpun dalam
asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional. Secara keseluruhan adanya jaminan sosial nasional
dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau
dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan hari tua, pensiun, dan santunan kematian. Pada
saat ini di Indonesia telah terdapat beberapa program jaminan sosial dalam bentuk asuransi sosial,
walau dalam prakteknya baru mencakup sebagian kecil pekerja sektor formal. Dari 95 juta angkatan
kerja baru 24,6 juta jiwa yang memperolah jaminan sosial, atau baru 12 % dari jumlah penduduk.

[ 81 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

sehingga tidak boleh langsung dijabarkan melaui peraturan perundang-undangan


yang lebih rendah, seperti Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Peraturan Meteri
(Permen). Peraturan-peraturan pelaksanaan tersebut hanya dapat dikeluarkan
apabila ada perintah tegas dari undang-undang untuk mengaturnya lebih lanjut
(legislative delegation of rule-making power).
Ketentuan yang dimuat dalam UUD 1945 baru bersifat garis besar,
sedangkan hal-hal lebih rinci masih harus diatur selanjutnya di luar undang-
undang dasar, akan tetapi, meskipun bersifat operasional, ketetuan-ketentuan yang
perlu diatur itu tetap bersifat prinsipiil, karena menyangkut hak dan kewajiban
warga negara yang bersifat membebani baik dari segi kekayaan maupun dari segi
kebebasan pribadi. Pengaturan mengenai hal-hal demikian bagaimanapun juga
haruslah dituangkan dalam bentuk undang-undang, bukan peraturan yang lebih
rendah.

B. Konsep Jaminan Sosial Kesehatan dalam Undang-Undang No. 40


Tahun 2004 tentang SJSN

1. Asas, Tujuan dan Prinsip SJSN

Di dalam Pasal 2 s.d Pasal 4 UU SJSN, telah ditetapkan azas, tujuan dan
prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai berikut:
1) Bahwa dalam SJSN telah ditetapkan bahwa azas yang dianut adalah
kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial;
2) Sedangkan yang menjadi tujuan diundangkannya SJSN adalah untuk dapat
memberikan jaminan kebutuhan dasar hidup masyarakat yang layak;
3) Berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU SJSN, ditentukan bahwa Jaminan Sosial
diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a) Kegotong-royongan, adalah prinsip kebersamaan antar peserta


dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan
dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan
tingkat gaji, upah atau tingkat penghasilannya.

[ 82 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

b) Nirlaba, adalah prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan


penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat
sebesar-besarnya dari seluruh peserta.
c) Keterbukaan, adalah prinsip mempermudah akses informasi yang
lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.
d) Kehati-hatian, adalah prinsip pengelolaan dana secara cermat,
teliti, aman, dan tertib.
e) Akuntabilitas, adalah prinsip pelaksanaan program dan
pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
f) Portabilitas, Adalah prinsip memberikan jaminan yang
berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
g) Kepestaan Bersifat Wajib, adalah prinsip yang mengharuskan
seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang
dilaksanakan secara bertahap.
h) Dana Amanat, adalah bahwa iuran dan hasil pengembangannya
merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-
besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.
i) Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan, program dan untuk sebesar besar
kepentingan peserta adalah hasil berupa deviden dari pemegang
saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan
sosial.

Sedangkan, Penyelenggaraan jaminan sosial dilaksanakan dengan


mekanisme asuransi dan/atau tabungan wajib sebagaimana diatur dalam
beberapa pasal sebagai berikut:
1) Pasal 19 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004 menentukan Jaminan
kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dan prinisip ekuitas.
2) Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004 menentukan Jaminan
kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial.
3) Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004 menentukan Jaminan hari
tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial atau tabungan wajib.
4) Pasal 39 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004 menentukan Jaminan
pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial atau tabungan wajib.
5) Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2004 menentukan Jaminan
kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial.

[ 83 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

2. Jenis Program Jaminan Sosial

Dalam upaya memenuhi hak dasar jaminan sosial kepada masyarakat,


pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Adapun berbagai jenis program
jaminan sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU SJSN, antara lain meliputi:
1) Jaminan Kesehatan, adalah suatu program Pemerintah dan
masyarakat/rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan
kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar
penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera
(Naskah Akademik UU SJSN).
2) Jaminan Kecelakaan Kerja, adalah suatu program pemerintah dan
pemberi kerja dengan tujuan memberikan kepastian jaminan
pelayanan dan santunan apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan
saat menuju, menunaikan dan selesai menunaikan tugas pekerjaan dan
berbagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Naskah
Akademik UU SJSN).
3) Jaminan Hari Tua, adalah program jangka panjang yang diberikan
secara sekaligus sebelum peserta memasuki masa pensiun, bisa
diterimakan kepada janda/duda, anak atau ahli waris peserta yang sah
apabila peserta meninggal dunia ((Naskah Akademik UU SJSN).
4) Jaminan Pensiun, adalah pembayaran berkala jangka panjang sebagai
substitusi dari penurunan/hilangnya penghasilan karena peserta
mencapai usia tua (pensiun), mengalami cacat total permanen, atau
meninggal dunia. (Naskah Akademik UU SJSN).
5) Jaminan Kematian, Definisi Jaminan Kematian (JK) tidak dijelaskan
secara tegas baik dalam UU SJSN maupun dalam naskah akademik.

3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Berkaitan dengan badan penyelenggara, di dalam UU SJSN telah

ditetapkan hal-hal sebagai berikut:

1) Program-program jaminan sosial diselenggarakan oleh Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pembentukan BPJS ini
didasarkan pada Pasal 5 ayat (1) UU SJSN.
2) Pemerintah Daerah dapat membentuk badan penyelenggara
jaminan sosial tingkat daerah dan menyelenggarakan program

[ 84 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

jaminan sosial yang terbatas dalam wilayah administratif dengan


memenuhi ketentuan sistem jaminan sosial nasional sebagaimana
di atur dalam UU SJSN (Putusan Mahkamah Konstitusi dalam
perkara Nomor 007/PUU-III/2005 tanggal 31 Agustus 2005, hlm.
268).

Selain ketentuan tersebut di atas dalam UU SJSN juga mewajibkan BPJS


juga melakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial secara
optimal degan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai (Pasal 47
ayat (1) UU SJSN);
2) Memberikan informasi kepada setiap program jaminan hari tua
tentang akumulasi iuran berikut hasil pngemabngannya,
sekurang-kurangnya sekali alam satu tahun (Pasal 49 ayat (4);
3) Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek
aktuaria yang lazim dan berlaku umum (Pasal 59 ayat (1) UU
SJSN).
Selain ketentuan tersebut di atas dalam UU SJSN juga mewajibkan BPJS
juga melakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial secara
optimal degan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai (Pasal 47
ayat (1) UU SJSN);
2) Memberikan informasi kepada setiap program jaminan hari tua
tentang akumulasi iuran berikut hasil pngemabngannya,
sekurang-kurangnya sekali alam satu tahun (Pasal 49 ayat (4) UU
SJSN);
3) Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek
aktuaria yang lazim dan berlaku umum (Pasal 59 ayat (1) UU
SJSN).

[ 85 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Dalam hal pengelolaan dana jaminan sosial lebih lanjut diatur pada
Pasal 47 s.d Pasal 51 UU SJSN, telah ditegaskan beberpa hal hal-hal sebagai
berikut:
1) Dana Jaminan Sosial dikelola dan dikembangkan oleh BPJS;
2) Subsidi silang antar dana jaminan tidak diperbolehkan;
3) Cadangan teknis wajib dibentuk oleh BPJS;
4) Pengawasan terhadap pengelolaa dilakukan oleh instansi yang
berwenang. Adapun tugas pemerintah dalam melakukan
pengawasan meliputi beberapa hal sebagai berikut :
a) Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna
menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan BPJS
(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 48).
b) Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan BPJS dilakukan
oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 51).

4. Kepesertaan dan Pembiayaan Jaminan Sosial Kesehatan

Di dalam Pasal 4 huruf g UU SJSN beserta penjelasannya ditentukan


bahwa kepesertaan jaminan sosial ini bersifat wajib bagi seluruh rakyat
sebagai bentuk perlindungan dasar akan jaminan sosial. Secara lengkap
ketentuan ini menetapkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pasal 4 huruf g menyatakan “Sistem Jaminan Sosial Nasional
diselenggarakan berdasarkan prinsip wajib.”
2) Sedangkan dalam penjelasannya ditegaskan bahwa prinsip wajib adalah
prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan
sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.

Sebagai konsekuensi dari hal ini, maka kepesertaan dan iuran telah
diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 17, yang antara lain mengatur hal-hal
sebagai berikut : Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya
dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan
sosial yang diikuti;

[ 86 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

1) Pemerintah secara berahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai


peserta kepada BPJS. Penerima bantuan iuran adalah fakir miskin dan orang
tidak mampu;
2) BPJS wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku;
3) Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang program
jaminan sosial yang diikuti;
4) Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan
prosentase dari upah atau suatu jumlah nomian tertentu
5) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya yang menjadi
kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala;
6) Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu,
dibayar oleh pemerinth. Pada tahap pertama iuran yang dibayar oleh
pemerintah adalah untuk program jaminan kesehatan.

C. Asuransi Kesehatan sebagai Model dalam Penanggulanagan Risiko


Kesehatan

1. Risiko dan Manajemen Risiko Kesehatan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat melepaskan diri


dari ketidakpastian, baik secara individu ataupun kelompok, baik di rumah, di
jalan, di sekolah, di kantor, atau di manapun berada manusia selalu dikelilingi
oleh ketidakpastian tersebut. Ketidak pastian ini merupakan suatu keadaan
yang tidak kekal dan merupakan sifat alamiah yang mengakibatkan adanya
suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu secara tepat; sehingga
dengan demikian keadaan termaksud tidak akan pernah memberikan rasa
pasti. Keadaan yang tidak pasti ini, dapat berwujud dalam berbagai bentuk
peristiwa, yang biasanya selalu dihindari oleh manusia. Keadaan tidak pasti
terhadap setiap kemungkinan yang dapat terjadi baik dalam bentuk atau
peristiwa yang belum tertentu dan menimbulkan rasa tidak aman lazim disebut
dengan risiko88.

88
Op.cit Sri Redjeki Hartono, hlm. 57.

[ 87 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Risiko dapat diartikan sebagai ketidak pastian yang dapat


menimbulkan kerugian (Uncertainty of loss), yang dimaksud disini adalah
kerugian dalam arti finansial (financial risk), dimana kerugian tersebut dapat
dinilai secara finansial atau dinilai dengan uang. Kata risiko itu sendiri sering
digunakan dalam berbagai arti, tetapi biasanya menggambarkan suatu ketidak
pastian, keragu-raguan atau kemungkinan akan terjadinya kerugian. Dalam
literatur maupun dalam diskusi sehari-hari banyak ditemukan bermacam-
macam definisi mengenai risiko antara lain : Risk is a combination of hazard;
Risk is the possibility of loss; Risk is the possibility of an unfortunate
occurance, dll. Berkaitan dengan penelitian ini, definisi risiko yang akan
digunakan adalah: "Risiko dalam arti suatu ketidakpastian akan terjadinya
suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian (Risk is the uncertainty of
loss).
Di dalam bahasa Indonesia tidak memiliki istilah asal atau akar kata
tentang risiko89. Sebab risiko merupakan terjemahan dari bahasa Inggris risk,
yang mempunyai banyak arti sesuai dari sudut pandang mana para penulis dan
para sarjana memberikan pengertian dan batasannya. Hal ini seperti dikatakan
oleh Robert I. Mehr Cs.: “Risk is a concept with several meanings defending
on the concept and the scientific discipline in with is it used90”; dan C. Arthur
Williams, Jr, dan Richard M. Heins, mengatakan: “The book writers and other
authors have define risk in a various ways. No definition is “correct”.
Meskipun demikian ia juga memberikan definisi bahwa: “risk as the

89
Op.cit. Hasbullah Thabrany, Asuransi Kesehatan di Indonesia. Pusat Kajian Ekonomi
Kesehatan, FKM.UI, Depok 2001, hlm. 6-7. Mengatakan bahwadi Indonesia banyak orang
menggunakan istilah resiko, bukan risiko. Sesungguhnya ada perbedaan makna antara resiko dan
risiko. Dalam bidang asuransi istilah “resiko” digunakan untuk hal-hal yang sifatnya spekulatif.
Sebagai contoh, seorang berdagang mobil mempunyai resiko rugi apabila ia tidak hati-hati mengelola
usahanya atau tidak mengikuti perkembangan pasar mobil. Sedangkan istilah “risiko” digunakan dalam
asuransi untuk kejadian-kejadian yang dapat diasuransikan yang sifatnya bukan spekulatif. Risiko ini
disebut juga denga pure risk atau risiko murni.
90
Robert I. Mehr and Emerson Cammack, Principle of Insurance (Homewoods, Illionis Richard
D. Irwin, Inc, 1980), p.18

[ 88 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

variations in the, outcomes that could occur over a specified period in given
stuation91”.
Berdasarkan dua definisi tersebut di atas Sri Redjki Hartono 92
berpendapat bahwa: “Risiko mempengaruhi asuransi, sehingga secara
sederhana risiko dapat disebutkan sebagai:”ketidakpastian mengenai
kerugian”, dengan kata lain risiko itu adalah ketidakpastian mengenai
kerugian, dan sesungguhnya di dalamnya mengandung dua konsep dasar
yaitu: 1) Ketidakpastian, dan 2) Kerugian.
Dari dua konsep dasar tersebut, maka dalam asuransi tekanannya
adalah terletak pada “ketidakpastian” di sini mengandung pula satu keadaan
yang menyebabkan kerugian, yang hakikatnya tetap bertumpu pada
ketidakpastian. Maksudnya ialah bahwa ketidakpastian tersebut, mengandung
pula pengertian akan menderita kerugian. Asuransi sesungguhnya merupakan
suatu cara mengelola risiko dan dinyatakan sebagai upaya preventif (sebelum
terjadinya sakit) dalam rangka mencegah ketidakmampuan penduduk
membiayai pelayanan medis yang mahal.
Kata risk yang memiliki kesamaan sifat dengan ketidak pastian
(uncertainty), maka dalam asuransi mengambil konsep risk sebagai objeknya
karena ketidakpastian itu dapat dikelola menjadi suatu bentuk kepastian dalam
wujud yang lain. Ketidak pastian risiko sakit dapat diterima semua orang, yang
selanjutnya juga berarti ada risiko biaya untuk membayar pelayanan kesehatan
sebagai upaya pemulihan dari kondisi sakit. Risiko tersebut dapat dikelola
menjadi suatu bentuk kepastian yaitu dengan membuat produk asuransi
kesehatan yang memastikan adanya penggantian biaya pengobatan kalau
pembeli produk asuransi itu jatuh sakit. Produk asuransi ini memang tidak
mengubah risiko sakitnya, namun dapat mengubah risiko dampak biaya akibat
sakit tersebut.

91
C. Arthur Williams, Jr, dan Richard M. Heins, Risk Management and Insurance (Singapore
Mc. Graw Hill Book Co. 1985), p. 17
92
Op.cit Sri Redjeki Hartono, hlm. 60.

[ 89 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Di Indonesia, risiko itu sering diartikan sebagai dampak negatif suatu


keadaan yang terjadi akibat kelalaian seseorang. Misalnya, pedagang
mempunyai risiko rugi bila usahanya tidak dikelola dengan baik. Risiko itu
lebih diartikan sebagai bentuk konsekuensi negatif sebuah keadaan atau
tindakan. Pada hal dilihat dari asal katanya, berbeda sekali dengan pemahaman
yang telah dianut secara turun temurun oleh bangsa Indonesia. Risiko tidak
selalu negatif, ada juga risiko yang positif, misalnya risiko keutungan, namun
pembahasan dalam konteks asuransi dibatasi pada risiko negatif.
Melihat sifat dan definisi risiko yang diartikan dari asal katanya, maka
risiko yang ada itu dapat dijadikan produk asuransi karena tingkat risiko
tersebut dapat diperhitungkan berdasarkan kekerapan dan kerugian yang
ditimbulkan. Perhitungan inilah yang disebut sebagai analisis risiko oleh
asuransi untuk menghitung besar premi yang harus dibayar oleh seseorang
yang bergabung dalam kelompok untuk risiko. Dalam buku Asuransi
Kesehatan di Indonesia, Thabrani (2001)93 telah membahas dasar-dasar
asuransi kesehatan, yang di dalamnya sering disebutkan bahwa untuk setiap
tindakan selalu ada risiko atau bahayanya, setiap orang paham akan hal itu,
namun waktu terjadinya dan besanya bahaya yang akan terjadi, tidak diketahui
oleh siapapun. Manusia hanya dapat memperkirakan probabilitas kejadian dan
besarnya (berat-ringanya) risiko atau bahaya tersebut. Di sini ada
ketidakpastian (uncertainty) tentang terjadinya dan besarnya risiko tersebut.
Biasanya yang disebut risiko mempunyai konotasi negatif yaitu umumnya
orang mengartikan risiko sebagai sesuatu yang dapat mencelakakan atau
merugikan diri sendiri, sesuatu yang tidak diharapkan. Sebenarnya dalam
pengertian ketidakpastian, ada juga risiko keberuntungan, yang dalam konteks
ini, kata keberuntugan itupun merupakan suatu risiko, yaitu risiko positif,
risiko yang diharapkan, yang dibedakan sebagai risiko. Fokus perhatian dunia
asuransi adalah risiko yang terkait dengan kerugian baik berupa materiil

93
Hasbullah Thabrany, Asuransi Kesehatan di Indonesia. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan,
FKM.UI, Depok 2001. hlm. 31.

[ 90 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

maupun berupa kehilangan kesempatan berproduksi akibat menderita


penyakit berat.
Dilihat dari ketidakpastiannya, risiko mengadung kesamaan dengan
kerugian kata rejeki yang menurut kepercayaan orang Indonesia, hanya Tuhan
yang mengetahui dengan pasti jumlah, waktu dan cara perolehanya94. Jadi
risiko mempunyai kesamaan yaitu ketidakpastian, risiko berkonotasi negatif
(tidak diharapkan), Asuransi membatasi areanya pada risiko yang berkonotasi
negatif karena tidak diharapkan oleh siapapun, jadi asuransi bukanlah
mekanisme untuk untung-untugan, untuk mendapatkan rizki/rejeki.
Risiko merupakan suatu hal yang selalu melekat dan mengikuti seluruh
kegiatan manusia di dunia, maka manusia selalu berusaha mencari upaya
bagaimana caranya agar risiko yang selalu membayanginya itu tidak
membahayakan diri, keluarga dan lingkungannya. Di sisi lain Tuhan juga telah
memberikan sifat alamiah pada manusia untuk dapat menghindarkan diri dari
berbagai risiko, dan setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk
menghindarkan dirinya dari berbagai risiko tersebut.
Salah satu upaya untuk mengatasi berbagai risiko tersebut adalah
dengan manajemen risiko. Adapun yang dimaksud dengan manajemen risiko
merupakan suatu proses identifikasi, evaluasi, dan pengendalian dari sisi
ekonomi atas risiko-risiko yang dapat mengancam (threaten) kekayanan atau
kemampuan. Manajemen risiko juga dapat diberi makna sebagai suatu
“pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang
berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk :
penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi
risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya.
Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko
kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan

94
Ibid. hlm. 31.

[ 91 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu95”. Manajemen


risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik
atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan
hukum), sedangkan manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada
risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen
keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi
risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih
pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa
berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia,
organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan risk manajemen melibatkan
segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen
risiko (manusia, staf, dan organisasi). Dalam manajemen risik, terdapat empat
kelompok bagaimana cara menghindarkan diri dari berbagai risiko hidup yang
ditemukan dalam manajemen risiko, Ke empat kelompok besar tersebut
adalah96 :
a) Menghindari risiko (risk avoidance).
Banyak orang melakukan teknik manajemen ini untuk risiko besar
yang kasat mata, misalnya; kalau sesorang merokok, ada risiko terkena
penyakit kanker paru atau penyakit jantung (kardiovaskuler), salah
satu cara mengindari terjadinya risiko terkena penyakit paru atau
jantung tersebut adalah menjahui bahan-bahan karsinogen (yang
menyebabkan kanker) yang terkadung dalam rokok. Seseorang akan
menghindari naik gunung yang terjal tanpa alat pengaman, karena
risiko jatuh kejurang dapat dilihat langsung oleh mata, tetapi banyak
orang tidak manyadari bahwa risiko tersebut dapat muncul 20-30 tahun
seperti yang terjadi pada risiko kanker paru atau kelainan jantung
akibat merokok, sehingga kebiasaan itu dianggap tidak berisiko atau
berisiko rendah. Kesadaran tentang risiko jangka panjang itu yang
harus disosialisasikan kepada masyarakat sehungga, mereka mampu
mengantisipasinya. Tidak semua orang mampu mengenali, merasakan,
namun tidak mampu menghindarinya, karenanya manajemen risiko

95
Ibid. hlm. 31.
96
Hasbullah Thabrany Introduksi Asuransi Kesehatan, Yayasan Penerbit Ikatan Dokter
Indonesia, Jakarta,1999. hlm. 32.

[ 92 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

dengan cara menghindari saja tidak cukup untuk melindungi seseorang


dari risiko yang akan terjadi.

b) Mengurangi risiko (risk reduction).


Jika upaya menghindari risiko tidak mungkin dilakukan, manajemen
risiko dapat dilakukan dengan cara mengurangi risiko (risk reduction).
Contohnya, seorang pengendara sepeda motor diwajibkan memakai
helm karena tidak ada satu orangpun yang bisa terhindar seratus persen
dari kecelakaan kendaraan sepeda motor. Jika helm digunakan, maka
beratnya risiko (severity of risk) dapat dikurangi, sehingga seseorang
dapat terhindar dari kematian atau gegar otak yang memerlukan biaya
perawatan sangat besar.

c) Memindahkan risiko (risk transfer).


Sebaik apapun upaya mengurangi risiko yang telah kita lakukan tidak
menjamin 100% kita akan terbebas dari segala risiko, karena itu kita
perlu melindungi diri dengan tameng lapis ketiga dari manajemen
risiko, yaitu mentransfer risiko seluruh atau sebagian risiko kepada
pihak lain (yang dapat berupa perusahaan asuransi, badan
penyelenggara jaminan sosial, pemerintah, atau badan sejenis lainnya)
dengan membayar sejumlah premi atau iuran, baik dalam jumlah
nominal tertentu maupun dalam jumlah relatif berupa prosentase dari
gaji atau harga pembelian (transaksi). Teknik manajemen risiko ini,
risiko yang ditranfer hanyalah risiko finansial, bukan seluruh risiko,
karena ada sebagian risiko yang tidak bisa ditransfer, misalnya rasa
sakit atau perasaan kehilangan yang dirasakan oleh penderita. Ini
merupakan prinsip yang sangat fundamental didalam asuransi.
Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa setiap saat sesungguhnya
ada risiko kematian itu yang berpeotensi menyebabkan ketiadaan dana
bagi ahli warisnya untuk menjalani hidup sehari-hari atau untuk
membiayai pendidikan anak, dapat ditransfer dengan membeli asuransi
jiwa. Itulah sebabnya, kebanyakan orang di negara berkembang tidak
membeli asuarnsi jiwa, karena banyak orang tidak melihat kematian
sebagai sesuatu risiko finansial bagi ahli warisnya.

d) Mengambil risiko (risk assumption).


Jika risiko tidak bisa dihindari, tidak bisa dikurngi, dan tidak dapat
ditransfer akibat ketidakmampuan seseorang atau tidak ada perusahaan
yang dapat menerima transfer risiko tersebut, maka alternatif terakhir
adalah mengambil atau menerima risiko tersebut di atas. Ada orang
yang tidak perduli dengan risiko yang dihadapinya dan dia mengambil
atau menerima suatu risiko apa adanya. Orang yang berperilaku
demikian disebut pengambil risiko (risk taker). Apabila semua orang
bersikap sebagai pengambil risiko, maka usaha asuransi tidakakan
pernah ada.

[ 93 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Dalam asuransi, tidak semua risiko dapat di asuransikan, misalnya


hanya risiko yang terlalu kecil seperti terserang pilek atau kehilangan sebuah
pinsil. Adapaun beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu risiko dapat
diasuransikan, antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut97 :
a) Risiko haruslah bersifat murni (pure risk)
Risiko murni adalah risiko yang spontan, tidak dibuat-buat, tidak
sengaja, atau dicari-cari bahkan tidak dapat dihindari dalam jangka
pendek; misalnya; orang berdagang mempunyai risiko rugi, tetapi
risiko rugi tersebut dapat dihindari dengan manjaemen yang baik,
belanja dengan hati-hati, dan sebaginya. Risiko rugi akibat suatu usaha
dagang merupakan risiko spekulatif yang tidak dapat diasuransikan,
oleh karena itu tidak ada asuransi yang menawarkan pertanggungan
kalau suatu perusahaan rugi. Suatu risiko yang timbul akibat suatu
tindakan kesengajaan, karena ingin mendapatkan santunan asuransi
misalnya, tidak dapat diasuransikan. Contoh risiko murni adalah
penyakit kanker, seseorang yang sakit kanker yang membutuhkan
perawatan yang lama dan mahal, tidak pernah diharapkan oleh si
penderita dan karenanya penyakit kanker merupakan risiko murni yang
dapat diasuransikan atau dijamin oleh asuransi.

b) Risiko bersifat definitif.


Pengertian definitif artinya risiko dapat ditentukan kejadiannya secara
pasti dan jelas serta dipahami berdasarkan bukti kejadiaanya. Risiko
sakit dan kematian dibuktikan dengan surat keterangan dokter; risiko
kecelakaan lalu lintas dibuktika dengan surat keterangan dokter; dan
risiko kebakaran dibuktikan dengan berita acara serta bukti-bukti lain
seperti foto kejadian.

c) Risiko bersifat statis.


Pengertian statis artinya probabilitas kejadian relatif statis atau konstan
tanpa dipengaruhi perubahan politik dan ekonomi suatu negara. Hal
tersebut berbeda dengan risiko binis yang bersifat dinamis karena
sangat dipengaruhi stabilitas politik dan ekonomi. Tentu saja risiko
yang benar-benar statis dalam jangka panjang tidak banyak. Risiko
seseorang terserang kanker atau gagal jantung akan relatif statis, tidak
dipengaruhi keadaan ekonomi dan politik, namun dalam jangka
panjang risiko serangan jantung dipengaruhi keadaan ekonomi. Di
Negara maju, yang relatif kaya dan penduduk cenderung
mengkonsumsi makanan enak dengan kandungan tinggi lemak,
memperlihatkan probabilitas serangan jantung lebih tinggi dibanding
dengan negara miskin.

97
Ibid. hlm. 33.

[ 94 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

d) Risiko berdampak finasial.


Setiap risiko mempunyai dampak finasial dan non finasial. Risiko yang
dapat diasuransikan adalah risiko yang mempunyai dampak finasial,
karena yang dapat diperhitungkan adalah kerugian finasial. Transfer
risiko dilakukan dengan cara membayar premi atau konstribusi kepada
peruasahaan asuransi, yang akan memberikan penggantian bila terjadi
dampak finansial suatu risiko yang telah terjadi. Suatu kecelakaan diri
misalnya mempunyai dampak finasial berupa biaya perawatan dan
atau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan. Selain
berdampak finansial, suatu kecelakaan juga menimbulkan rasa nyeri
dan beban psikologis juka kecelakaan tersebut menimbulkan kematian
atau kecacatan, sehingga risiko tersebut menimbulkan dampak yang
besar. Dari semua dampak yang terjadi, hanya risiko finansial berupa
biaya perawatan dan kehilangan tidak dapat diasuransikan karena
ukurannya sangat subjektif. Manfaat yang dapat ditawarkan asuransi
untuk mengganti dampak finansial tersebut adalah penggantian biaya
pengobatan dan perawatan (baik dalam bentuk uang atau pelayanan)
maupun uang tunai sebagai pengganti kehilangan penghasilan akibat
kematian atau kecacatan tersebut.

e) Risiko measurable atau quantifiable.


Syarat lain adalah besarnya kerugian finansial akibat risiko tersebut
dapat diperhitungkan secara akurat. Kalau seseorang sakit, harus dapat
diterangkan lokasi terjadinya penyakit, waktu kejadian, jenis penyakit,
tempat perawatan (nama dan lokasi rumah sakit), dan biaya yang
dibutuhkan untuk perawatan yang dijalani. Misalnya, tuan X
mengalami serangan jantung di bogor, pada tanggal 5 September tahun
2010 dan dirawat di RS Waras di kota Bogor. Biaya yang diperlukan
untuk perawatan tuan X sebesar Rp 20 juta. Jadi yang dapat
dimasukkan ke dalam skema asuransi hanyalah biaya perawatan.
Adapun rasa sakit bersifat sangat subjektif. Besar penggantian biaya
perawatan harus disepakati oleh pemegang polis dan asuradur yang
dituangkan dalam kontrak pertanggungan/jaminan/polis. Khusus
untuk asuaransi jiwa, besar kerugian finansial akibat kematian
umumnya ditawarkan dalam jumlah tertentu, mengingatkan kesulitan
mengukur besar kerugian finansial akibat suatu kematian. Jumlah
tersebut ditawarkan oleh perusahaan asuransi dan disepakati oleh
pemegang polis. Penentuan jumlah tertentu ini disebut quantifiable
(dapat ditetapkan jumlahnya) yang dijadikan dasar perhitungan premi
yang harus dibayarkan oleh pemegang polis.

f) Ukuran risiko harus besar (large).


Derajat risiko (severity) memang relatif dan dapat berbeda dari satu
tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu lain. Risiko yang

[ 95 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi hendaknya memenuhi


syarat ukurannya. Risiko biaya rawat inap sebesar Rp 5 juta bisa dinilai
oleh yang berpenghasilan rendah akan tetapi dinilai kecil oleh yang
berpenghasilan di atas Rp 50 juta per bulan. Sebuah sistem asuransi
harus secara cermat menilai kelompok risiko yang akan diasuransikan.
Kecenderungan asuransi di dunia adalah menjamin pelayanan
kesehatan secara komprehensif karena ada kaitan antara risiko dengan
biaya kecil dan pelayanan yang memerlukan biaya mahal. Sebagai
contoh, kasus demam berdarah yang berkunjung ke dokter,
mengandung risiko menjadi fatal bila pengobatan lanjutannya tidak
ditanggung, karena ada kemungkinan orang tersebut tidak meneruskan
pelayanannya karena kendala biaya. Jadi menjamin pelayanan
kesehatan secara komprehensif merupakan kombinasi penurunan
risiko (risk reduction) dan transfer risiko. Suatu skema asuransi yang
hanya menaggung risiko yang kecil, misalnya hanya pengobatan di
puskesmas – seperti yang dulu dipraktikan dengan skema dana sehat
atau JPKM, tidak memenuhi syarat asuransi. Oleh karena itu,
dimanapun di dunia, model asuransi mikro seperti itu tidak memiliki
sustainabilitas (berkesinambungan) jangka panjang, umumnya skema
semacam itu berusia pendek dan tidak dapat menjadi besar.

Selain persyaratan sifat atau jenis risiko di atas, ada beberapa


persyaratan terkait dengan teknis asuransi dan kelayakan suatu risiko yang
dapat diasuransikan. Kelayakan dalam konteks ini diartikan kelayakan dalam
aspek ekonomis. Suatu produk asuransi yang preminya terlalu mahal tidak bisa
dijual atau tidak menarik lagi bagi masyarakat untuk ikut asuransi tersebut.
Harga premi atau besaran iuran yang menghabiskan 30% dari penghasilan
seseorang tidak layak untuk dikembangkan. Persyaratan teknis asuransi adalah
besarnya probabilitas kejadian, besarnya populasi yang terkena risiko kejadian
tersebut dan volume pool yang dapat dikumpulkan. Adapun syarat-syarat yang
terkait dengan teknis asuransi adalah98 :
a) Probabilitas kejadian risiko yang akan diasuransikan relativf kecil.
Ukuran probabilitas besar dan kecil juga relatif. Akan tetapi suatu
kejadian yang lebih dari 50% kemungkinan terjadinya (dalam bahasa
statistik disebut probabilitas >0,5) akan menyebabkan premi menjadi
besar dan tidak besar dan tidak menarik untuk diasuransikan. Kejadian
98
Ibid. hlm. 33-34.

[ 96 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

gagal ginjal yang membutuhkan hemodialisis atau cuci darah 2 kali


seminggu mempuyai probabilitas sangat kecil, yaitu kurang dari satu
kejadian per 1.000 orang (p<0,0001), demikian pula kejadian
kecelakaan pesawat terbang jauh lebih kecil lagi yaitu kurang dari satu
per 100.000 penerbagan. Probabilitas yang kecil tersebut
menghasilkan besaran premi atau iuran yang juga kecil, sehingga
menarik untuk diasuransikan.

b) Kerugian tidak boleh menimpa peserta dalam jumlah yang


menimbulkan biaya sangat besar atau katastrofik (catastrophic) bagi
asuradur. Katastrofik adalah biaya sangat besar yang harus
dikeluarkan akibat banyak orang yang mengalami kerugian pada
waktu bersamaan. Contohnya, kerugian yang terjadi akibat perang atau
bencana alam besar seperti Tsunami di Aceh tahun 2004, yang
mengenai penduduk dalam jumlah banyak dengan kerugian yang
mencapai trilyunan rupiah. Kerugian besar itu tidak dijamin oleh
asuransi karena praktis suatu usaha asuransi akan bangkrut bila
mengganti kerugian sebesar itu. Suatu penyakit yang menjadi wabah,
mengenai banyak orang, tidak dijamin asuransi, namun akan dijamin
pemerintah melalui suatu undang-undang wabah. Perusahaan asuransi
tidak menanggung, atau mengecualikan (exeption), segala bentuk
perawatan rumah sakit atau dokter akibat bencana alam besar,
peperangan ataupun wabah. Katastropik juga dapat berarti risiko biaya
yang ditanggung terlalu mahal. Dalam bidang kesehatan, biaya
perawatan di ruang intensif yang lebih dari satu tahun pasti
membutuhkan biaya yang bisa mencapai milyaran rupiah. Batasan
biaya medis yang dapat dikelompokkan sebagai katastropik bervariasi
sesuai dengan kemampuan ekonomi suatu negara. WHO memberikan
definisi biaya medis katastropik bagi rumah tangga jika biaya
pengobatan atau perawatan menghabiskan lebih dari 40% penghasilan
rumah tangga (WHO, 200). Akan tetapi biaya medis yang bersifat
katastropik bagi rumah tangga ini justru merupakan suatu persyaratan
untuk diasuransikan. Dalam buku-buku teks asuransi kesehatan, biaya
perawatan yang mahal sering disebut kasus major medicals (berbiaya
medis mahal).

c) Populasi harus cukup besar dan homogen yang akan diikutsertakan


dalam skema asuransi. Jika suatu asuransi hanya diikuti oleh sepuluh
orang, pada hal risiko yang dipertanggungkan dapat bervariasi dari -
seribu rupiah sampai satu milyar rupiah, maka iuran atau premi dari
peserta asuransi yang sepuluh orang ini tidak akan mampu menutupi
kebutuha dana apabila risiko yang diasuransikan terjadi. Risiko yang
diperoleh dari sepuluh orang tersebut tidak bisa dijadikan patokan
untuk menghitung besarnya risiko yang akan timbul, karena
populasinya terlalu kecil. Semakin besar populasi, semakin tinggi

[ 97 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

tingkat akurasi prediksi biaya yang dibutuhkan untuk menjamin risiko,


sehingga akan semakin kuat kemampuan finansial sebuah perusahaa
asuransi. Persyaratan besarnya jumlah peserta atau pemegang polis
merupakan suatu aplikasi hukum matematika yang disebut hukum
angka besar (the law of the large number). Hukum ini menyebabkan
semakin banyak usaha asuransi yang melakukan merjer (bergabung)
agar lebih kuat bersaing dan mampu mengendalikan biaya. Sehingga
akan dapat dicapai pelayanan dengan tingkat efisensi yang tinggi.
Program asuransi kesehatan sosial selalu memenuhi hukum angka
besar ini karena sifat kepesertaan wajib. Sebaliknya usaha asuransi
kesehatan komersial seringkali bangkrut karena tidak mampu memiliki
jumlah peserta atau pemegang yang cukup besar.

2. Asuransi sebagai Sistem dalam Penanggulangan Resiko Kesehatan

Asuransi dapat diformulasi dari berbagai definisi yang terdapat dalam


berbagai sumber dan literatur. Definisi tersebut tentu berbeda-beda secara
naratif, tergantung latar belakang profesi, keilmuan maupun kepentingan
orang yang mendefinisikannya. Adapun berbagai definisi tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Definisi asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) Republik Indonesia :
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan
mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung
dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tak tertentu”

Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung 4


(empat) unsur, yaitu :
1) Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar
uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara
berangsur-angsur.
2) Pihak penanggung (insure) yang berjanji akan membayar
sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus

[ 98 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

atau secara berangsurangsur apabila terjadi sesuatu yang


mengandung unsur tak tertentu.
3) Suatu peristiwa (accident) yang tak terduga (tidak diketahui
sebelumnya)
4) Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami
kerugian karena peristiwa yang tak tertentu.
b. Selain itu juga dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, yang
menyatakan bahwa :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih dengan mana pihak penaggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Rumusan ini lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan


Pasal 246 KUHD, karena tidak hanya melingkupi asuransi kerugian,
melainkan juga asuransi jiwa. Hal ini dapat diketahui dari kalimat
bagian akhir yang menyebutkan : “untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan”. Dari definisi ini dapat dikatakan bahwa
asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan melainkan juga jiwa/raga
manusia.

[ 99 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

c. Rumusan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun


1992, juga sama luasnya sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 41
New York Insurance Law, yang menyatakan99 :
“The insurance contract is any agreement or other transaction
whereby one party herein called the insurer, is obligated to confer
benefid of pecuniary value upon anather party herein called the
insured of beneficiary value upon another party herein called the
insurred of beneficiary, dependent up on the happening of a fortuitous
event in which the insured or beneficiary has, or expected to have at
the time of such happening a material interest which will be adversely
affected by the happening of such event. A fortuitous evet is any
accurance or failure to occur which is, or is assumed by the parties to
be, to a substantial extend beyond the control of either party”.

Definisi tersebut di atas menggunakan kata-kata : “…… to confer


benefid of pecuniary value upon anather party herein called the insured of
beneficiary value….”. Pengertian benefit tidak hanya meliputi pengertian
“yang ada manfaatnya” bagi tertanggung. Jadi termasuk juga pembayaran
sejumlah uang pada asuransi jiwa, dengan kata lain definisi Pasal 41 New
York Insurance Law meliputi asuransi kerugian dan asuransi jumlah.
Rumusan tersebut lebih luas daripada rumusan Pasal 246 KUHD.
Istilah asuransi, di Indonesia sering diartikan sama dengan
pertanggungan100, kedua istilah ini tampaknya mengikuti istilah dalam bahasa
Belanda, yaitu assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan)101, hal

99
Ibid. hlm 10.
100
Lihat juga dalam Thabrany, H. Introduksi Asuransi Kesehatan, Yayasan Penerbit Ikatan
Dokter Indonesia, Jakarta,1999, hlm. 8 yang menyebutkan bahwa …..Dalam kamus atau
perbendaharaan kata bangsa Indonesia tidak dikenal kata asuransi yang dikenal adalah istilah
“jaminan” atau “tanggungan”. Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris insurance, dengan akar kata
in-sure yang berarti “memastikan “. Bandingkan juga dalam Radiks Purba (1992:40), pengertian
asuransi ditinjau dari paham ekonomi adalah merupakan suatu lembaga keuangan sebab melalui
asuransi dapat di himpun dana yang besar, yang dapat untuk membiayai pembangunan disamping
bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi, karena sesungguhnya asuransi
bertujuan untuk memberikan perlindungan (proteksi) atas kerugian keuangan (financial loss) yang
ditimbulkan oleh peristiwa tidak terduga sebelumnya.
101
Bandingkan Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999, hlm. 5. Istilah aslinya dalam bahasa Belanda adalah verzekering atau assurantie, yang
oleh Sukardono dierjemahkan dengan “pertanggungan”. Istilah pertanggungan ini umumnya dipakai
dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia. Sedangkan istilah

[ 100 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

ini dikarenakan pemahaman asuransi di lndonesia bermula dari negeri


Belanda. Sedangkan di Inggris, asuransi dikenal dengan istilah insurance dan
assurance yang mempunyai pengertian yang sama. Istilah insurance
digunakan untuk asuransi kerugian sedangkan istilah assurance digunakan
untuk asuransi jiwa. Kata asuransi atau dalam bahasa belanda “verzekering”,
berati pertanggungan. Dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu : yang
satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan
mendapat penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan diderita sebagai
akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula
belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.
Di samping itu juga yang sering dijumpai istilah perasuransian sebagai
istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan
Perusahaan Perasuransian. Istilah perasuransian berasal dari kata “asuransi”
yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman
bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata “asuransi” diberi imbuhan
“per-an”, maka muncullah istilah hukum “perasuransian”, yang berarti segala
usaha yang berkenaan dengan asuransi.
Dari berbagai pengertian asuransi tersebut di atas, maka pengertian
asuransi dapat dikelompokan dalam dua sudut pandang yaitu :
1) Pengertian Asuransi ditinjau dari segi ekonomi, adalah :
“Asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat
pada perekonomian, dengan cara menggabungkan sejumlah unit-unit
yang terkena risiko yang sama atau hampir sama, dalam jumlah yang
cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat diramalkan dan bila
kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara proposional oleh
semua pihak dalam gabungan itu”.

assurantie (Belanda) atau assurance (Inggris) banyak dipakai dalam praktik dunia usaha (business).
Dalama kenyataan sekarang kedua istilah pertanggungan dan asuransi dipakai baik dalam kegiatan
bisnis maupun pendidikan hukum di perguruan tinggi hukum sebagai sinonim. Kedua istilah tersebut
dipakai dalam undang-undang perasuransian dan juga buku-buku hukum perasuransian.

[ 101 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

2) Pengertian Asuransi di tinjau dari segi hukum, adalah:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak


atau lebih dimana pihak tertanggung mengikat diri kepada
penanggung, dengan menerima premi-premi asuransi untuk memberi
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan di derita tertanggung karena
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberi pembayaran atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang di pertanggungkan. “

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut di atas, maka dapat dipahami


bahwa asuransi adalah suatu perjanjian dimana sipenanggung dengan
menerima suatu premi mengikatkan dirinya untuk memberikan ganti rugi atau
pembayaran sejumah uang kepada tertanggung yang mungkin diderita karena
terjadinya suatu peristiwa yang mengandung ketidakpastian dan yang akan
mengakibatkan kerugian atau kehilangan suatu keuntungan atau terhadap mati
dan hidupnya seseorang.
Dalam arti lain bahwa asuransi pada dasarnya adalah suatu mekanisme
untuk mengalihkan risiko (ekonomi) perorangan menjadi kelompok. Hal ini
dikarenakan datangnya suatu risiko termasuk risiko sakit sering tidak dapat
diperhitungkan, sehingga apabila risiko itu ditanggung masing- masing orang
yang terkena risiko maka beban risiko (ekonomi) akan terasa berat, tetapi bila
risiko perorangan itu dialihkan menjadi risiko kelompok (risk sharing) maka
risiko itu akan dapat diperhitungkan102.
Sistem kesehatan secara garis besar dapat dibedakan menjadi sub-
sistem pembiayaan (health care finacing system) dan sub-sistem pelayanan

102
Bandingkan dalam, Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar
Grafika, Jakarta, 2008, hlm.13, yang mengatakan bahwa “sesungguhnya asuransi atau pertanggungan
itu adalah suatu usaha guna menanggulangi adanya risiko. Dari pengertian ini berarti, bahwa secara
luas siapapun pasti mengandung dan mempunyai risiko, manusia dengan akal budinya selalu berusaha
untuk menghindari segala kemungkinan yang timbul karena adanya risiko tadi”.

[ 102 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kesehatan (health care delivery system)103. Dalam sub-sistem pemberian


pelayanan kesehatan sangat sentral perananya, akan tetapi keberhasilan sub-
sistem ini dalam mencapai misalnya baik mulai dari in put produksi
sumberdaya kesehatan, proses pengelolaan, out put akses dan pemanfaatan
sumberdaya kesehatan serta outcome tingkat kesehatan masyarakat sangat
tergantung pada sub-sistem pembiayaan104.
Input seperti jumlah, jenis, kualifikasi tenaga dan fasilitas kesehatan
sangat ditentukan berapa jumlah dan ketersediaan biaya. Proses pengelolaan
tenaga dan fasilitas kesehatan sedimikian rupa sehingga berkualitas, menyebar
dan merata untuk siap dimanfaatkan masyarakat Indonesia sedikit banyak
ditentukan oleh ketersediaan dan metode pengelolaan dana. Out put tingkat
akses dan pemanfaatan sumberdaya kesehatan juga tergantung ketersediaan
kemapuan, kemampuan pemerintah dan masyarakat mengalokasikan dan
mengelola biaya kesehatan selain tergantung faktor prasyarat pendukung
seperti transportasi dan mutu pelayanan. Tentu akses dan pemanfaatan ini
dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti pengetahuan, kesadaran, model
kepercayaan kesehatan (health belief model) yang dianut, perilaku dan lain-
lain. Bahkan tampak terdapat korelasi yang kuat antara outcome derajat
kesehatan masyarakat dengan jumlah biaya kesehatan yang digunakan.
Secara garis besar sistem pembiayaan kesehatan dapat dibedakan
menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Berupa sistem pelayanan kesehatan nasional (National Health
Service/NHS) seperti di Inggris dan Malaysia yang sumber
pembiayaan kesehatan yang diserahkan pada pajak;
2. Sistem pembiayaan kesehatan yang diserahkan pada mekanisme
pasar dengan asuransi kesehatan profit-komersial sebagai pilar
utamanya seperti di Amerika;
3. Sistem asuransi kesehatan sosial seperti di Jerman, belanda,
Perancis, Jepang, korea, dan Taiwan.

103
Ali Gufron Mukti, Reformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia dan Prospek Ke
depan, PT. Karya Husada Mukti (KHM), Sleman Yogyakarta, 2007, hlm., 6.
104
Ibid. hlm. 6.

[ 103 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

4. Sistem pembiayaan kesehatan sosialis yang diterapkan di negara-


negara sosialis komunis seperti Rusia dan Cina105.

Aspek historis, politis dan teknis di suatu negara akan mempengaruhi


pemilihan model sitem asuransi kesehatan atau pembiayaan kesehatan suatu
negara. Aspek historis seperti negara-negara yang dahulu dijajah Inggris akan
berbeda dengan negara yang tidak pernah dijajah atau dijajah kemudian
berjuang untuk mengusirnya seperti Indonesia. Aspek politis apakah partai
politik di pemerintahan lebih percaya pada mekanisme pasar atau lebih pada
regulasi yang cenderung sosial. Paling tidak penentuan sistem secara politis
akan dipengaruhi kecenderungan politis pembuat kebijakan yang terkait
dengan pembiayaan kesehatan.
Penentu kebijakan dalam pembiayaan kesehatan dihadapkan pada dua
pilihan, yaitu, yang mengarah pada filosofi equity egaliter atau equity
libertarian. Dalam filosofi equity egaliter terdapat makna you get what you
need, yang berarti adil dan merata tanpa memandang perbedaan status
ekonomi, melainkan lebih tergantung kebutuhan kesehatannya; Sedangkan
dalam equity lebertarian berarti you get what you pay atau adil sesuai dengan
kemampuan membayar dan berapa banyak uang yang dibayarkan. Dalam hal
ini juga termasuk pertimbangan vertical equity, yang terkait dengan
pengobatan yang berbeda karena pola kebutuhan kesehatan dan jenis penyakit
yang berbeda; dan juga horizontal equity, yaitu yang terkait dengan bagaimana
pengobatan yang sama pada individu, yang memiliki kebutuhan pengobatan
yang sama106.
Dalam pengembangan arah sistem pembiayaan kesehatan yang
berbasis asuransi kesehatan di Indonesia, maka harus diperhatikan beberapa
unsur penting seperti efisiensi, kualitas, keterjangkauan (affordability),

105
Ibid. hlm. 7
106
Mooney, K.G., 1996, And now for universal equity ? some arising from Aboriginal Health
in Australia., dalam Ali Gufron Mukti, Reformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia dan
Prospek Ke depan, PT. Karya Husada Mukti (KHM), Sleman Yogyakarta, 2007, ibid. hlm., 16.

[ 104 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

keberlanjutan (sustainability), subsidi silang, keadilan dan pemerataan


(equity), portabilitas dan desentralisasi. Unsur portabilitas berarti jika
penyelenggara, peserta yang pindah kota tidak boleh kehilangan jaminannya.
Desentralisasi oleh karena nuansa reformasi di Indonesia pengarah pada
pemerintah daerah, hanya menjadi pertimbangan di sini desentralisasi untuk
pembiayaan kesehatan perlu dikaji secara mendalam tingkatan desentralisasi
apakah kabupaten kota ataukah propinsi ataukah nasional yang berarti tidak
ada desentralisasi seperti salah satu pasal Undang-Undang SJSN107. Hal ini
dengan memperhatikan hasil judicial review yang memungkinkan pemerintah
daerah dapat menyelenggarakan sitem jaminan kesehatan, sebagai bagian dari
sistem jaminan sosial daerah, maka ini berarti sistem pengelolaannya menuju
pada model disentralisasi terintegrasi; sehingga yang menjadi tantangan
adalah bagaimana pola hubungan, peran, fungsi antara pemerintah pusat dan
daerah dalam sistem ini.

3. Jenis-Jenis Asuransi Kesehatan

a. Pengertian Asuransi Kesehatan Komersial


Berkaitan dengan asuransi kesehatan, Jacobs Philips memberikan
pengertian bahwa Health Insurance: The payment for the excepted costs of
group sesulting from medical utilization based on the excepted expence
incurred by the group. The payment can be based or experience rating108. Dari
definisi tersebut ini, maka terdapat beberapa unsur yang ada di dalamnya,
yaitu109 :
1) Ada pembayaran, yang dalam istilah ekonomi ada sautu transaksi
dengan pengeluaran sejumlah uang yang disebut premi.

107
Ibid. hlm. 16.
108
Jacobs Philips, The Economics of Health and Medical Care 4th edition, Marryland, 1997,hlm.
12-25.
109
Bhisma Murti, Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan, Penerbit Kanisius Yogyakarta, 2000, hlm.
21-24.

[ 105 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

2) Ada biaya, yang diharapkan harus dikeluarkan karena penggunaan


pelayanan medik.
3) Pelayanan medik tersebut didasarkan pada bencana yang mungkin
terjadi yaitu sakit.
4) Keadaan sakit merupakan suatu yang tidak pasti (uncertainty), tidak
teratur dan mungkin jarang. Tetapi bila peristiwa tersebut benar-benar
terjadi, implikasi biaya pengobatan dapat demikian besar dan
membebani ekonomi rumah tangga. Kejadian sakit yang
mengakibatkan bencana ekonomi bagi pasien atau keluarganya
biasanya disebut catastrophic illness.

Sedangkan menurut Hasbullah Thabrany110, memeberikan pengertian


asuransi kesehatan, bahwa dengan memperhatikan kata asuransi yang berasal
dari bahasa Inggris insurance, dengan akar kata in-sure yang berarti
“memastikan”, maka dalam konteks asuransi kesehatan, dapat diartikan
memastikan bahwa seseorang yang menderita sakit akan mendapat pelayanan
yang dibutuhkannya tanpa harus mempertimbangkan kondisi ekonominya.
Hal ini dikarenakan ada pihak yang menjamin atau menanggung biaya
pengobatan atau perawatannya.
Pihak yang menjamin atau menanggung biaya pengobatan atau
perawatannya yaitu insurer atau dalam undang-undang asuransi disebut
dengan asuradur. Asuransi merupakan jawaban atas sifat ketidak-pastian
(uncertain) dari kejadian sakit atau kebutuhan akan pelayanan kesehatan.
Dalam memastikan bahwa kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dibiayai
secara memadai, maka seseorang atau sekelompok orang melakukan transfer
risiko (transfer of risk) kepada pihak lain yang disebut insurer/asuradur,
ataupun badan penyelenggara jaminan.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa
Asuransi kesehatan111 adalah suatu program jaminan pemeliharaan kesehatan

110
Hasbullah Thabrany, Introduksi Asuransi Kesehatan, Yayasan Penerbit Ikatan Dokter
Indonesia, Jakarta, 1999, hlm 4.
111
Lihat pula penjelasan yang menyebutkan bahwa: Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis
produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi
tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis perawatan

[ 106 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kepada masyarakat yang biayanya dipikul bersama oleh masyarakat melalui


sistem kontribusi yang dilaksanakan secara pra upaya. Mekanisme pengalihan
risiko (sakit) dari risiko perorangan menjadi risiko kelompok, dengan cara
mengalihkan risiko individu menjadi risiko kelompok, beban ekonomi yang
harus dipikul oleh masing-masing peserta asuransi akan lebih ringan dan juga
mengandung unsur kepastian karena memperoleh jaminan112”. Adapun unsur-
unsur dalam asuransi kesehatan meliputi:
1. Ada perjanjian
2. Ada pembelian perlindungan, dan
3. Ada pembayaran premi oleh masyarakat.
Dalam arti kata lain bahwa, asuransi kesehatan adalah suatu
mekanisme gotong-royong yang dikelola secara formal dengan hak dan
kewajiban yang disepakati secara jelas. Mekanisme pembayaran iuran/premi
yang dilakukan oleh tiap peserta sesuai yang telah disepakati, maka jika ada
peserta asuransi yang memerlukan perawatan di rumah sakit akan dibiayai dari
dana yang terkumpul. Bentuk kegotong-royongan tersebut, di dalam asuransi
kesehatan dikenal juga dengan istilah risk sharing. Dari segi dana yang
terkumpul (pool), asuransi juga disebut sebagai suatu mekanisme risk pooling.
Dana yang terkumpul akan digunakan untuk kepentingan bersama,
oleh karenanya asuransi dapat juga disebut suatu mekanisme hibah
bersama113. Dalam hal ini, iuran atau premi yang telah dibayar dari masing-
masing anggota, jelas bukan tabungan dan karenanya tiap-tiap anggota tidak
berhak meminta kembali dana yang sudah dibayarkan atau diiurkan, meskipun
ia tidak pernah sakit sehingga tidak pernah menggunakan dana itu.
Dalam asuransi komersial, motif utama dari pengelola atau asuradur
adalah untuk mencari laba, itulah sebabnya asuransi model ini dikenal sebagai

yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat
jalan (out-patient treatment).
112
A.A. Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan, edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2004, hlm. 121.
113
Ibid. Hasbullah Thabrany, hlm. 6.

[ 107 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

asuransi komersial karena tujuan utamanya adalah dagang atau mencari


untung. Premi kontra prestasi atau premi dalam asuransi komersial ini
disesuaikan dengan paket jaminan atau manfaat asuransi yang ditanggung.
Jadi asuransi komersial dimulai dari penyusunan paket yang diperkirakan
diminati oleh pembeli, lalu dilakukan perhitungan premi untuk dijual. Dalam
asuransi komersial, semakin tinggi atau luas jaminan dan semakin bagus
jaminan paket yang dijual maka akan semakin mahal harga preminya.
Asuransi ini memfasilitasi equty liberter (you get what you pay for), bagi
mereka yang miskin sudah pasti tidak bisa membeli paket yang luas, seperti
pertanggungan pengobatan kanker, jantung, atau hemodialisa, karena harga
preminya tidak terjangkau, namun jika mereka sakit kanker maka perusahaan
asuransi tidak akan menjaminnya.
Sifat kontrak adhesi, dimana asuradur tahu jauh lebih banyak dari
pemegang polis atau peserta, khususnya perorangan, sangat kuat. Peserta
dapat saja membeli paket yang jauh lebih mahal dari yang seharusnya. Agen
asuransi dengan mudah dapat mengarahkan atau bahkan menggiring orang
membeli produk tertentu yang kurang sesuai dengan kondisinya. Perusahaan
yang kurang bertanggung jawab dapat saja lalai atau menghilang setelah
menerima premi yang cukup besar. Begitu pula dengan perusahaan yang
hanya memikirkan keuntungan, dapat saja menghentikan atau tidak
memperpanjang asuransi orang-orang yang ternyata memiliki penyakit kronik
setelah beberapa tahun menjadi peserta. Itulah sebabnya, jika sistem komersial
tersebut yang dipilih sebagai program yang dominan seperti di Amerika, maka
akan banyak sekali peraturan yang mengikat perusahaan dan praktisi asuransi
guna melindungi peserta yang berada pada posisi lemah.
Pada tahun 1997 misalnya, di Amerika terdapat lebih dari 1.000 usulan
peraturan di bidang asuransi kesehatan114. Peraturan yang dikeluarkan

114
Health insurance Association of America (HIAA) Managed Care part B. Washington, D.C.,
1997, dalam Hasbullah Thabrany, Introduksi Asuransi Kesehatan. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan
FKMUI, Depok 2001.

[ 108 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

pemerintah federal dan negara bagian Amerika, bukan hanya mengatur


solvensi perusahaan, akan tetapi juga mencakup pengaturan kontrak. Di
Indonesia pengaturan kontrak asuransi kesehatan sama sekali belum ada.
Tahun 1997 pemerintah federal Amerika mengeluarkan peraturan yang
menyangkut portabilitas asuransi dan batasan pemberlakuan pre-existing
conditions. Pada polis asuransi perorangan ada peraturan tentang polis non
cancellable, yaitu perusahaan asuransi tidak boleh
menghentikan/membatalkan polis bahkan menaikan premi jika seorang
peserta menderita suatu penyakit kronis115.
Dilihat dari aspek kepesertaannya, maka secara garis besar asuransi
kesehatan terdiri dari:
1) Asuransi Kesehatan Komersial Perorangan (Private Voluntary Health
Insurance).
Model asuransi kesehatan ini, secara bebas preminya dapat dibeli oleh
masyarakat sesuai dengan tingkat kemampuan ekonominya. Adapun
prinsip-prinsip kerja dalam asuransi ini adalah sebagai berikut116 :
a. Kepesertaannya bersifat perorangan dan sukarela,
b. Iuran/premi berdasarkan angka absolut, ditetapkan berdasarkan
jenis tanggung jawab yang dipilih dan disepakati,
c. Premi didasarkan atas risiko perorangan dan ditentukan oleh
faktor usia, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan,
d. Dilakukan pemeriksaan kesehatan di awal perjanjian asuransi,
e. Santunan diberikan seseuai dengan kontrak yang disepakati,
f. Peranan pemerintah relative kecil,
g. Produk asuransi ini dikelola oleh asuransi kesehatan komersial.

2) Asuransi Kesehatan Komersial Kelompok (Regulated Private Health


Insurance).

115
Health insurance Association of America (HIAA). Health Insurance Premier, Washington,
D.C., 2000, dalam Hasbullah Thabrany, Introduksi Asuransi Kesehatan, Pusat Kajian Ekonomi
Kesehatan FKMUI, Depok 2001.
116
A.A. Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan, edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2004, hlm. 121.

[ 109 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Jenis asuransi ini, merupakan alternatif model lain sistem asuransi


kesehatan komersial, dengan prinsip-prinsip bekerjanya sebagai
berikut :
1) Keikutsertaannya bersifat sukarela dan secara berkelompok,
2) Iuran/preminya dibayar berdasarkan atas angka absolut,
3) Perhitungan premi bersifat community rating yang berlaku untuk
kelompok masyarakat,
4) Santunan (jaminan pemeliharaan kesehatan) diberikan sesuai
dengan kontrak,
5) Tidak diperlukan pemerikasaan kesehatan di awal perjanjian
6) Peranan pemerintah cukup besar melalui peraturan perundang-
undangan, dan,
7) Produk asuransi merupakan produk ‘Asuransi Kesehatan Sukarela’
juga bisa dikelola oleh PT. Askes.

b. Tujuan Asuransi Kesehatan

Asuransi komersial bertujuan untuk mencari keuntung, bersifat


sukarela berdasarkan perjanjian antara tertanggung dengan penanggung
sehingga, berlaku syarat-syarat dan asas-asas hukum perjanjian pada
umumnya, dan dapat dilakukan oleh swasta, maupun negara. Pada umumnya
seseorang (Tertangggung) membeli polis asuransi karena adanya kesadaran
dari Tertanggung akan adanya ancaman bahaya terhadap harta kekayaan yang
dimiliki dan terhadap bahaya jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta
kekayaan atau jiwanya, ia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat
raganya.
Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya
akan mempengaruhi perjalanan hidup sesorang atau ahliwarisnya.
Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul
beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Dalam upaya mengurangi atau
menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari

[ 110 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko ancaman
bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi.
Dalam dunia bisnis, perusahaan asuransi adalah sebagai lembaga yang
menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan
imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan
mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya, dengan
membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak
itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka
waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung
memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila sampai
berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa kematian atau
kecelakaan yang menimpa diri tertanggung, maka tertanggung akan
memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai dengan isi
perjanjian asuransi. Dengan demikian premi yang dibayar oleh tertanggung itu
seolah-olah sebagai tabungan pada penanggung. Timbulnya perbedaan dengan
asuransi kerugian karena pembayaran premi pada asuransi jiwa dilakukan
secara berkala. Dalam jangka waktu tertentu premi yang disetor kepada
penanggung dapat berfungsi sebagai modal usaha dengan mana tertanggung
diberi hak untuk menikmati hasilnya setelah jangka waktu asuransi berakhir
terjadi evenemen.
Dari berbagai hal tersebut di atas, maka secara umum dapat
dikelompokkan bahwa tujuan dari asuransi adalah:
1) Pembayaran Ganti Kerugian
Dalam hal terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka
tidak ada masalah terhadap risiko yang ditaggung oleh penanggung,
dan dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu
sungguh-sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi
penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa
tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu ketika

[ 111 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko


berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang
bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah
asuransinya. Dalam praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat
sebagian (partial loss), dengan demikian, tertanggung mengadakan
asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang
sungguh-sungguh dideritanya.
Jika dibandingkan dengan jumlah premi yang diterima dari
beberapa tertaggung, maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan
kepada tertanggung yang menderita kerugian itu tidaklah begitu besar
jumlahnya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian
kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung. Dari
sudut perhitungan ekonomi, keadaan ini merupakan faktor pendorong
perkembangan perusahaan asuransi, di samping faktor tingginya
pendapatan perkapita warga negara.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila
dalam jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau
kecelakaan yang menimpa diri tertanggung, maka penanggung akan
membayar jumlah asuransi yang disepakati bersama itu seperti
tercantum dalam polis. Jumlah asuransi yang disepakati itu merupakan
dasar perhitungan premi dan untuk memudahkan penaggung
membayar sejumlah uang akibat terjadinya peristiwa kematian atau
kecelakaan. Jadi, pembayaran sejumlah uang itu bukan sebagai ganti
kerugian, karena jiwa atau raga manusia bukan harta kekayaan, dan
tidak dapat dinilai dengan uang.
2) Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan
perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung
(voluntary insurance). Tetapi undang-undang mengatur asuransi yang
bersifat wajib (compulsary insurance), artinya tertanggung terikat

[ 112 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

dengan penaggung karena perintah undang-undang, bukan karena


perjanjian. Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial (social securety
insurance), yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat
tubuh, dengan membayar sejumlah konstribusi (semacam premi),
tertanggung berhak memeroleh perlindungan dari ancaman bahaya.
Tertanggung yang membayar konstribusi tersebut adalah
mereka yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang
ditetapkan undang-undang, misalnya hubungan kerja, penumpang
angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan
dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung, mereka (ahli
warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung
(BUMN), yang jumlahna telah ditetapkan oleh undang-undang. Jadi,
tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-
undang adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan
masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan
sejumlah uang.
3) Kesejahteraan Anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan
dan membayar konstribusi (iuaran) kepada perkumpulan itu maka
perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan
anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi
peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota
(tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada
anggota (tertanggung) yang berangkutan. Wiryono Prodjodikoro,
menyebut asuransi seperti ini mirip dengan “perkumpulan koperasi”.
Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung (onderlinge
verzekering) atau asuransi usaha bersama (mutual insurance) yang
bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggotanya.

[ 113 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung


tidak dapat digolongkan ke dalam asuransi murni, melainkan hanya
mempunyai unsur-unsur yang mirip dengan asuransi kerugian atau
asuransi sejumlah uang. Penyetoran uang iuran oleh anggota
perkumpulan dana, untuk kesejahteraan anggotanya atau untuk
mengurus kepentingan anggotanya misalnya bantuan biaya upacara
bagi anggota yang mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan
bagi anggota yang meninggal dunia dan biaya perawatan bagi anggota
yang mengalami kecelakaan atau sakit.

c. Para Pihak Dalam Asuransi Kesehatan dan Tanggung Jawabnya

Dalam Asuransi kesehatan terdapat berbagai pihak yang terlibat, yaitu:


Penanggung, Tertanggung, dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK). Baik
dalam asuransi kesehatan komersial maupun asuransi kesehatan sosial,
diantara ketiga pihak ini terjadi konstruksi hubungan hukum sebagai berikut:
1) Penanggung dengan Tertanggung
Merupakan hubungan hukum asuransi, yaitu berupa peralihan risiko
biaya kesehatan dari tertanggung kepada penanggung.
2) Penanggung dengan PPK
Merupakan hubungan hukum berupa penggunaan jasa pelayanan
kesehatan milik PPK untuk kepentingan tertanggung.
3) PPK dengan Tertanggung
Merupakan hubungan hukum antara PPK sebagai pemberi pelayanan
kesehatan dengan tertanggung sebagai pasien.
Dalam asuransi kesehatan, Penanggung sebagai pihak yang menerima
peralihan risiko kesehatan dari tertanggung mempunyai tanggungjawab
kepada tertanggung dan PPK yaitu:
1) Tanggungjawab Penanggung kepada Tertanggung
a) Asuransi Komersial

[ 114 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Tanggung jawab Penanggung PT. Perusahaan Asuransi kepada


tertanggung
i. Memberikan jaminan pelayanan kesehatan berupa
penyembuhan penyakit.
ii. Menyediakan PPK untuk kepentingan tertanggung atas
tanggungjawab biaya dan penanggung sesuai dengan nilai
pertanggungan.
iii. Memberikan ganti rugi secara sistem reimbursment apabila
tertanggung menggunakan PPK lain.

b) Asuransi Sosial

Tanggung jawab penanggung PT (Persero) Askes kepada

tertanggung:

i. Memberikan jaminan pelayanan pemeliharaan kesehatan


meliputi: peningkatan; pencegahan; penyembuhan dan
pemulihan kesehatan
ii. Menyediakan PPK untuk kepentingan tertanggung atas
tanggung jawab biaya dari penanggung untuk jangka waktu
maksimal 60 hari dalam setiap tahunnya untuk kasus penyakit
yang sama sesuai dengan hak tertanggung.
iii. Apabila dalam keadaan darurat (emergency) tertanggung bebas
mencari PPK sendiri atas tanggung jawab penanggung melalui
sistem reimbursment.

2) Tanggung jawab Penanggung kepada PPK


Baik asuransi sosial PT (Persero) Askes dan PT (Persero)
Jamsostek maupun asuransi komersial adalah sama, yaitu memberikan
ganti rugi biaya yang telah dikeluarkan oleh PPK dalam upayanya
memberikan pelayanan perawatan pemeliharaan kesehatan kepada
tertanggung sesuai dengan kewajibannya.
Azwar A (1996) membagi jenis asuransi berdasarkan ciri-ciri
khusus yang dimiliki, sedangkan Thabrany H (1998) membagi atas
berbagai model berdasarkan hubungan ketiga komponen asuransi yaitu
peserta, penyelenggara pelayanan kesehatan serta badan/perusahaan
asuransi. Dari hubungan ketiga komponen ini menibulkan terbentuk

[ 115 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

pola hubungan hukum asuransi triparteid; dan ketiga komponen


asuransi terpisah satu sama lain dan masing-masing berdiri sendiri,
sebagaimana tampak dalam skema berikut ini:

Pelayanan Kesehatan

Peserta PPK

Premi Pelayanan Klaim

Badan Asuransi

Bagan 2. Hubungan Para Pihak Dalam Asuransi Tripartid

Berdasarkan bagan tersebut, konstruksi hubungan hukum yang terjadi


antara ketiga pihak, baik dalam asuransi sosial (Pemerintah) maupun asuransi
komersial (Swasta) adalah sebagai berikut:
1) Penanggung dengan Tertanggung
Merupakan hubungan hukum asuransi, yaitu berupa peralihan risiko
biaya kesehatan dari tertanggung kepada penanggung.
2) Penanggung dengan PPK
Merupakan hubungan hukum berupa penggunaan jasa pelayanan
kesehatan milik PPK untuk kepentingan tertanggung.
3) PPK dengan Tertanggung
Merupakan hubungan hukum antara PPK sebagai pemberi pelayanan
kesehatan dengan tertanggung sebagai pasien. Penanggung sebagai
pihak yang menerima peralihan risiko kesehatan dari tertanggung
mempunyai tanggungjawab kepada tertanggung dan PPK yaitu:
a) Tanggungjawab Penanggung kepada Tertanggung
i. Asuransi Sosial

[ 116 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Tanggung jawab penanggung Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial (BPJS) kepada tertanggung:
1) Memberikan jaminan pelayanan pemeliharaan kesehatan
meliputi: peningkatan; pencegahan; penyembuhan dan
pemulihan kesehatan
2) Menyediakan PPK untuk kepentingan tertanggung atas
tanggung jawab biaya dari penanggung untuk jangka waktu
maksimal 60 hari dalam setiap tahunnya untuk kasus
penyakit yang sama sesuai dengan hak tertanggung.
3) Apabila dalam keadaan darurat (emergency) tertanggung
bebas mencari PPK sendiri atas tanggung jawab
penanggung melalui sistem reimbursment.
ii. Asuransi Komersial
Tanggung jawab Penanggung PT Perusahaan Asuransi kepada
tertanggung
1) Memberikan jaminan pelayanan kesehatan berupa
penyembuhan penyakit.
2) Menyediakan PPK untuk kepentingan tertanggung atas
tanggungjawab biaya dan penanggung sesuai dengan nilai
pertanggungan.
3) Memberikan ganti rugi secara sistem reimbursment apabila
tertanggung menggunakan PPK lain.
b) Tanggung jawab Penanggung kepada PPK
Baik asuransi sosial PT (Persero) Askes dan PT (Persero)
Jamsostek maupun asuransi komersial adalah sama, yaitu
memberikan ganti rugi biaya yang telah dikeluarkan oleh PPK
dalam upayanya memberikan pelayanan perawatan
pemeliharaan kesehatan kepada tertanggung sesuai dengan
kewajibannya

[ 117 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

4. Asuransi Kesehatan Sosial

a. Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial

Menurut George E. Rejda, dalam bukunya berjudul “social Insurance


and Economic Security” edisi 3 tahun 1988, menyatakan bahwa masih belum
ada definisi atau arti yang merupakan persetujuan umum tentang jaminan
sosial (social Seurity). Salah satu karakteristik pendekatan pelaksanaan
program jaminan sosial didefinisikan sebagai “Social Insurance is the attempt
of government to apply the principle of insurance to the prevention and
alleviation of poverty”.
Dalam tulisan Magge dan Bickelhaupt (1964:29) asuransi sosial
didefinisikan bahwa :
“Social Insurance is compulsory and is designed to provided a
minimum of economic security for the lower-income groups; it
concerns itself primarily injuries, sickness, old, age, unemployment,
and the premature death of family wage earner. The term social
insurance could conceivably include all insurance, since all insurance
prosess widespread socialimplications and involve large groups”

Sedangkan dalam Black’s Law Dictionary (1979:724), disebutkan


bahwa : “Social Insurance is a comprehenshive welfare plan astablised by
law, generally compulsory in nature and bsed on a program which spreads
the cost of benefit among the entire population rather than on individual
receptients.”
Istilah asuransi kesehatan dalam sistem hukum Indonesia dapat
ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha
Asuransi, yang disebutkan bahwa program asuransi sosial adalah program
asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-
undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi
kesejahteraan masyarakat. Dalam Pasal 14 UU tersebut disebutkan pula bahwa
program asuransi sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik

[ 118 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Negara (BUMN), namun demikian, tidak ada penjelasan lebih rinci tentang
asuransi sosial dalam UU tersebut.
Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), mendefinisikan, bahwa
“Asuransi sosial117 adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat
wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial
ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya”.
Kemudian The Commote on Social Insurance Terminology of the
American Risk and Insurance Association, dalam Ali Ghufron telah membuat
suatu definisi tentang asuransi sosial yang cukup panjang dengan memberikan
tekanan adanya persyaratan dan prinsip tertentu, adapun beberapa prinsip
dalam asuransi sosial sebagai berikut118 :
1) Kepesertaan bersifat wajib

Adanya kepesertaan bersifat wajib maka setiap orang yang mempunyai


risiko rendah maupun tinggi, baik yang sehat maupun yang tidak sehat,
baik yang kaya maupun yang miskin, dapat perlindungan terhadap
risiko sosial. Jika kepesertaan tidak wajib, maka dapat diperkirakan
bahwa pesertanya kemungkinan besar hanya orang-orang yang
mempunyai risiko tinggi, kelompok-kelompok yang tidak sehat dan
mungkin kelompok kelompok yang berpenghasilan relatif rendah saja.
Sehingga biayanya akan menjadi tinggi dan sulit untuk
dimplementasikan. Dengan adanya kepesertaan yang besar sesuai
dengan hukum bilangan besar (the law of large number), maka adanya
fluktuasi risiko dapat ditanggulangi dengan demikian penambahan
cadangan ketidakpastian dapat dikurangi. Akan tetapi, jika pesertanya
telah besar, maka akan mengorbankan nilai-nilai penting lain,
transparansi, partisipasi, dan pendekatan pelayanan pada masyarakat.
117
Lihat pula dalam Thabrany, 1999, Asuransi sosial adalah asuransi yang diselenggarakan atau
diatur oleh pemerintah yang melindungi golongan ekonomi lemah dan menjamin keadilan yang merata
(equity). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi sosial haruslah didasari pada suatu
undang-undang dengan pembayaran premi dan paket jaminan yang memungkinkan terjadinya
pemerataan. Dalam penyelenggaraanya, pada asuransi sosial mempunyai ciri (a) kepesertaan wajib
bagi sekelompok atau seluruh penduduk, (b) besaran premi ditetapkan oleh undang-undang, umumnya
proporsional terhadap pendapatan/gaji, dan (c) paketnya ditetapkan sama untuk semua golongan
pendapatan, yang biasanya sesuai dengan kebutuhan medis.
118
Ali Ghufront Mukti dan Moertjahjo, Sistem Jaminan Kesehatan : Konsep Desentralisasi
Terintegrasi, PT. Karya Husada mukti (KHM), Yogyakarta, 2007, hlm. 50-52.

[ 119 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Oleh karena itu, harus dipertimbangkan ukuran jumlah peserta sesuai


dengan kemampuan Bada Penyelenggara Jaminan Sosial Daerah
(BPJSD).

2) Kebutuhan minimum
Konsep kebutuhan pendapatan minimum sulit diberikan batasan.
Ukuran standar kebutuhan dasar antar negara, antar daerah yang satu
dengan daerah yang lain, antar penduduk di kota berbeda denga
penduduk desa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kebijakan dan
peraturan dari pihak pemerintahan yang benar-benar merupakan
respon dari kebutuhan minimum masyarakat tersebut dalam rangka
menentukan batasan kebutuha minimum bagi seluruh rakyat
Indonesia. Asuransi sosial menggunakan prinsip bahwa ruang lingkup
jaminan yang diberikan hanya sebatas kebutuhan minimum. Hal ini
didasari oleh filosofi bahwa individu bertaggung jawab atas jaminan
ekonominya sendiri dan apabila pihak pemerintahan memberi bantuan
maka besarnya cukup memenuhi kebutuhan minimum atau kebutuhan
dasarnya saja.

3) Social adequacy
Social dequacy agak sulit dicari padan katanya dalam bahasa
Indonesia, lawan katanya Individual Adequacy yang berlaku pada
prinsip asuransi komersial. Social Adequacy berarti bahwa jaminan
yang dibayarkan memberikan standar hidup tertentu untuk semua
peserta. Jumlah iuran/premi peserta tidak harus selalu terkait dengan
besarnya santunan yang diterima. Dalam prinsip individual adequacy
berarti jumlah iuran yang dibayar oleh seorang peserta selalu langsung
berkaitan dengan besarnya santunan yang akan diterima. Dalam
prinsip social adequacy ada pihak yang diuntungkan antara lain
kelompok yang berpenghasilan relatif rendah, keluarga yang
mempunyai anak banyak, para peserta yang mulai kepesertaannya di
usia tua dan kelompok yang mempunyai risiko tinggi. Dalam prinsip
ini kelompok kaya membantu kelompok miskin, kelompok usia muda
membantu kelompok usia tua. Tujuan utama dalam prinsip ini adalah
meberikan bantuan dasar untuk semua kelompok tanpa pengecualian.

4) Berdasarkan peraturan perundang-undangan


Ruang lingkup jenis program dan besarnya santunan maupun jumlah
preminya dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan
yang mempunyai sifat lebih fleksibel dan responsif terhadap
kebutuhan minimum masyarakat, dengan demikian ada dasar pijakan
pelaksanaan secara jelas dan pasti, tapi tetap memperhatikan dan
mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan minimum
masyarakat.

[ 120 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

5) Badan Pengelola/badan Penyelenggara Jamnan Sosial


Badan pengelola administrasi adalah badan yang dibentuk oleh pihak
pemerintah dibawah pengawasan pihak pemerintahan selaku
penyelenggara negara, baik pemerintah selaku penyelenggara negara,
baik pemerintah daerah maupun pusat. Badan pengelola tersebut,
bukan mencari keuntungan seperti asuransi komersial. Dalam asuransi
komersial “Full Funding” dipertahankan yaitu adanya cadangan cukup
untuk membayar kewajiban-kewajiban dikemudian hari dengan
evaluasi per peserta. Sedangkan pada asuransi sosial adanya Full
Funding tidak menjadi keharusan dengan alasan antara lain bahwa
program asuransi sosial diberlakukan dalam jangka waktu panjang
yang tidak terbatas dan tidak bisa diperkirakan kapan berakhirnya.
Karena bersifat non-profit tidak ada pemegang saham meskipun
demikian penyelenggaraan harus professional dan pengelola atau
pegawai dapat mendapatkan insentif sesuai harga pasar sebagai
seorang yang professional.

6) Bukan hanya untuk pegawai pemerintah


Program asuransi sosial dibentuk oleh pihak pemeritahan dan tidak
semata-mata hanya untuk pegawai pemerintahan, tetapi untuk
menyelesaikan masalah-masalah sosial yang memerlukan campur
tagan pihak pemerintahan. Suatu program yang hanya diperuntukkan
bagi pegawai pemerintahan (pegawai negeri sipil dan ABRI) bukanlah
asuransi sosial sebab dalam hal ini pihak pemerintahan dipandang
sebagai majikan seperti dalam perusahaan swasta yang memberikan
jaminan kesejahteraan karyawannya dengan cara mendirikan dana
pensiun atau membentuk badan pengelola kesejahteraan karyawannya
kepada perusahaan asuaransi. Dalam hal ini pemerintah daerah
bertanggung jawab sebagai pemberi kerja pegawai negeri di daerah
memiliki kewajiban dan kewenangan dalam memberikan jaminan
kesejahteraan pegawainya yang dapat dikelola sendiri maupun di
outsoureceing119.

Berdasarkan pokok-pokok pengertian tersebut di atas, maka secara


ringkas dapat dipahami bahwa pada hakikatnya, asuransi sosial adalah
asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh pemerintah yang melindungi
golongan ekonomi lemah dan menjamin keadilan yang merata (equity). Guna
mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi sosial haruslah didasarkan pada
suatu undang-undang dengan pembayaran premi dan paket jaminan yang
memungkinkan terjadinya pemerataan. Dalam penyelenggaraan, pada

119
Ibid. hlm. 5

[ 121 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

asuransi sosial mempunyai ciri-ciri : 1) kepesertaan wajib bagi sekelompok


atau seluruh penduduk ; 2) besaran premi ditetapkan oleh undang-undang,
umumnya proporsional terhadap pendapatan/gaji; dan 3) paketnya ditetapkan
sama untuk semua golongan pendapatan, yang biasanya sesuai dengan
kebutuhan medis,120 dengan mekanisme ini, maka dimungkinkan tercapainya
keadilan sosial yang egaliter.
Di Indonesia sampai pada saat ini pemahaman akan asuransi sosial,
masih banyak disalah artikan dengan pengertian “derma” atau “pelayanan
cuma-cuma”121. Sementara penyelenggara asuransi sosial kesehatan yang
sudah ada seperti program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi
PNS/ASKES dan program kesehatan yang sudah ada seperti program Jaminan
(JPK) JAMSOSTEK, Askeskin dan Jamkesmas, diseleggarakan oleh
perusahaan publik yang berbentuk badan hukum persero dan berorientasi laba,
hal ini menyebabkan sulitnya upaya menuju suatu sistem asuransi sosial yang
konsisten, efektif dan efisien.

120
Hasbullah Thabrany, Introduksi Asuransi Kesehatan, Yayasan Penerbit Ikatan Dokter
Indonesia, Jakrta, 1999.
121
Bandingkan dengan, Hasbullah Thabrany, Konsep dan Jenis Asuransi Kesehatan, Yayasan
Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakrta, 1999, yang mengatakan bahwa : “di Indonesia, Jaminan
Kesehatan Masyarakat (JKM) sebagai asuransi sosial pada umumnya dijual atau diperuntukkan bagi
masyarakat miskin di daerah-daerah, pada hal dilihat dari definisi dan jenis programnya JPKM jelas
bukan asuransi kesehatan sosial. Asuransi kesehatan sosial (social health insurance) adalah suatu
mekanisme pendanaan pelayanan kesehatan yang semakin banyak digunakan di seluruh dunia karena
kehandalan sistem ini dalam upaya memenuhi kebutuhan kesehatan rakyat suatu negara. Namun di
Indonesia pemahaman tentang asuransi kesehatan sosial masih sangat rendah karena sejak lama
pemahaman asuransi kesehatan di domonasi akan informasi dengan asuransi kesehatan komersial yang
tumbuh dan berkembang di Amerika Serikat, sedangkan disisi lain pemerintah Indonesia juga tidak
banyak mengembangkan asuransi kesehatan sosial dalam pemenuhan hak kesehatn masyarakat”. Kata
“sosial”, seperti “asurasi sosial” hampir selalu dipahami sebagai pelayanan atau program untuk orang
miskin. Pada hal semestinya asuransi sosial bukanlah hanya asuransi untuk orang miskin. Fungsi sosial
bukanlah fungsi untuk orang miskin, pendapat ini merupakan kekeliruan yang berkembang dalam
masyarakat Indonesia, yang pada ujungnya menjadi penghambat pembangunan kesehatan yang
berkeadilan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) maupun dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga telah jelas memerintahkan pemerintah
untuk mendorong pengembangan sistem Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
dengan asuransi kesehatan sosial.

[ 122 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

b. Model Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan Sosial


Pada saat ini terdapat berbagai model alternatif yang bisa ditemukan
dalam pengembangan sistem jaminan sosial, yaitu 122 :
1) Single payer, yaitu hanya ada satu pengumpul premi dan sekaligus
berfungsi sebagai badan penyelenggara (Bapel) asuransi/jaminan
kesehatan tunggal di tingkat propinsi atau nasional yang melakukan
kontrak dan pembayaran pada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK).

2) Oligo payer, yaitu hanya ada beberapa badan peneyelenggara jaminan


pemeliharaan kesehtan di tingkat nasional. Pada prinsipnya
merupakana penegmbangan lebih lanjut dari program PT Askes untuk
kelompok pegawai negeri sipil, PT Jamsostek untuk kelompok pekerja
dan barangkali ada badan penyelenggara untuk kelompok tidak
mampu dan lainnya.
3) Multy payer, yaitu terdapat banyak badan penyelenggara baik di
tingkat kabupaten/kota, propinsi maupun nasional. Badan
penyelenggara tersebut berfungsi sebagai pengumpul premi dan
sekaligus sebagai Bapel pada umumnya. Variasi multy payer ini bisa
berupa single collector multy payer di mana pemerintah di tingkat
nasional berfungsi sebagai pengumpul premi lalu disalurkan pada
banyak Bapel yang memenuhi kulaifikasi.

Dari berbagai model tersebut di atas, di Indonesia tampaknya single


payer di tingkat nasional merupakan pilihan sebagaimana yang ada dalam
Pasal 5 sebelum Judiciel review UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), namun diera desentralisasi model ini
mengalami tantangan (challenge) yang cukup berat, karena dengan model
single payer tentunya harus dikembangkan sistem akuntabilitas publik
termasuk transparansi dan prinsip-prinsip peneglolaan yang baik. Pola ini
menuntut perumusan peran, tugas dan fungsi serta partisipasi masyarakat
daerah, identifikasi sumber pembiayaan pusat-daerah terutama bagi premi
keluarga miskin, upaya sosialisasi, peningkatan mutu pelayanan serta
infrastruktur yang memadai123.

122
Ibid. hlm. 23.
123
Ibid hlm. 23, Perlu menjadi catatan, bentuk single payer seperti yang ada di Taiwan yang
masyarakatnya dan taraf perkembangan pembangunannya relatif homogen telah mendapatkan kritik
dari sejawak pengelola asuransi kesehatan Philhealth dan GTZ di Philipina. Keadaan keuangan yang

[ 123 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Berdasarkan Tabel 2, maka terdapat beberapa perbedaan konsep antara


asuransi sosial dengan asuransi komersial, yaitu:
1. Kepesertaaan dalam asuransi komersial bersifat sukarela, dalam asuransi
sosial diubah menjadi bersifat wajib
2. Perikatan dalam asuransi komersial bersumber dari perjanjian, sedangkan
perikatan asuransi sosial bersumber dari peraturan perundang-undangan
3. Penutupan perjanjian asuransi komersial bersifat individual, sedangkan
dalam asuransi sosial bersifat kolektif

terancam defisit dan komplain dari PPK bukan masalah yang ringan. Apalagi di Indonesia yang sangat
heterogen dan tingkat perkembangan pembangunannya sangat bervariasi. Khusus untuk masalah single
payer ini menurut hemat saya masih merupakan pengkajian ulang yang lebih mendalam dan perlu
diperdebatkan secara terbuka guna mendapatkan kristalisasi pemikiran kesesuaian single payer dengan
realitas orientasi dan kecenderungan masyarakat di tanah air. Alternatif di atas baru pada titik berat
asuransi kesehatan sosial yang sifat kepesertaannya wajib. Belum banyak dibahas bagaimana
pelaksanaan wajib tersebut. Tentunya dapat menjadi kenyataan jika pelaksanaannya di sini mengenai
pengertian dan operasionalisasi konsep bertahap. Bertahap yang berarti secara vertikal yaitu tergantung
pada kelompok sektor pekerja formal-informal ataukah bertahap secara horizontal yang tergantung
pada wilayah atau bertahap yang tergantung pada paket pelayanan.
Penulis lebih menekankan bertahap dalam pengertian wilayah terutama di tingkat propinsi atau
daerah yang telah siap. Hal ini tidak saja sejalan dengan spirit era desentralisasi yang menekankan
peran dan pemberdayaan pemerintah dan masyarakat daerah sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004,
amanah kewajiban pengembangan jaminan sosial oleh pemerintah daerah (Pasal 22h, UU Nomor 32
Tahun 2004), hasil keputusan MK atas judicial review UU Nomor 40 Tahun 2004 yang menyatakan
mendirikan cukup dengan Perda, tetapi kita dihadapkan realitas perkembangan pembangunan dan
kesiapan daerah yang sangat bervariasi. Pilihan demikian tentu memerlukan kebijakan nasional seperti
risk pooling nasional dan risk-equalization.
Pada waktu Otto von Bismark mengundangkan asuransi sosial di Jerman, masyarakat
menyambutnya dengan hangat. Hal ini disebabkan masyarakat sudah memiliki orientasi asuransi
kesehatan sosial oleh karena telah bayak kelompok-kelompok pekerja yang mendirikan atau tergabung
dalam asuransi kesehatan sosial. Proses asuransi kesehatan di Jerman yang tertua di Eropa ini pun
memerlukan waktu 118 tahun. Seperti di Philipina dengan Undang-Undang asuransi kesehatannya
sejak tahun 1995 sekarangpun juga masih mencakup kurang dari 60 % penduduk.
Di Korea Selatan yang merupakan negara dengan perkembangan asuransi kesehatan tercepat di
dunia dengan masyarakat pekerja formal jauh lebih banyak dan relatif lebih homogen dari Indonesia,
proses pengembangannya memakan waktu lebih dari 15 tahun dan juga bertahap. Perbandingan jumlah
Bapel di beberapa negara dengan karakteristik masing-masing negara dapat dilihat pada table 3. Untuk
itu pentahapan ini merupakan hal yang mutlak, sehingga perkembangan asuransi kesehatan sosial
daerah seperti jaminan kesehatan keluarga miskin di DKI, DIY, Jatim, Jateng, Bali, Gorontalo, Kaltim
dan lain-lain tidak perlu dianggap sebagai hal yang bertentangan dengan SJSN, tetapi justru merupakan
upaya pentahapan dan percepatan pencapaian cakupan menyeluruh (universal coverage) asal arah dan
skenario besarnya menuju tujuan yang sama. Dengan perkembangan asuransi kesehatan di daerah dan
sukses masyarakat akan melihat dan merasakan manfaat langsung asuransi kesehatan.

[ 124 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Tabel 2. Perbedaan Asuransi Sosial dan Asuransi Komersial

No Asuransi Sosial Asuransi Komersial


1 Bersifat Wajib Bersifat Sukarela
2 Minimum income Bervariasi sesuai dengan besaran
protection premi
3 Penekanan pada social Penekanan pada individual equity
adequacy
4 Manfaat ditetapkan dalam Manfaat ditetapkan dengan
peraturan perundang- kontrak legal
undangan
5 Peran pemerintah besar Peran pemerintah kecil
6 Tanpa underwriting Underwriting perorangan atau
kumpulan
7 Investasi diatur Investasi disektor swasta
pemerintahan
8 Kekuatan pajak mampu Lebih renta terhadap inflasi
menahan inflasi
9 Not for profit For profit
10 Gotong-royong kelompok Gotong royong antara kelompok
sehat-sakit, muda-tua, sehat-sakit
kaya-miskin
11 Premi berdasarkan Premi ditetapkan berdasar
persentase income/gaji experienced rating

Sumber: Ali Ghufron, sistem jaminan kesehatan konsep desentralisasi terintegrasi

4. Dalam asuransi komersial masalah risiko dan evenement merupakan hak


tertanggung untuk memilihnya, sedangkan dalam asuransi sosial masalah
risiko dan evenement ditentukan peraturan perundang-undangan

[ 125 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

5. Dalam asuransi komersial diadakan perimbangan antara premi dengan


gantirugi/santunan berdasarkan keadilan individu, sedangkan dalam asuransi
sosial berdasarkan sistem progresif
6. Ditutupnya asuransi komersial berdasarkan seleksi risiko yang dihadapai,
sedangkan dalam asuransi sosial risiko berdasarkan peraturan perundang-
undangan

D. Jaminan Sosial Kesehatan dalam Era Desentralisasi

1. Hakikat Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Pada hakikatnya desentralisasi dan otonomi daerah adalah dua istilah


yang memiliki arti yang berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Desentralisasi berkaitan dengan sistem pengelolaan (negara), sedangkan
otonomi berkaitan dengan kemandirian dalam mengelola sebagai
implementasi desentralisasi. Secara etimologis istilah “desentralisasi” berasal
dari bahasa Latin, ‘de’ yang berarti lepas dan centrum yang berarti pusat;
desentralisasi berarti melepaskan dari pusat. Dari sudut ketatanegaraan yang
dimaksud dengan desentralisasi ialah pelimpahan kekuasaan pemerintah dari
pusat kepada daerah-daerah yang mengurus rumah tangganya sendiri. 124
Secara terminologi kata desentralisasi merupakan lawan atau kebalikan dari
kata sentralisasi, yang menunjukkan kekuasaan atau kewenangan
pemerintahan yang terpusat pada pemerintahan pusat.
Secara umum desentralisasi bisa diartikan dari dua aspek, yaitu dari
aspek politik dan dari aspek hukum administrasi. Dari aspek politik
desentralisasi biasanya diartikan sebagai penyerahan kekuasaan (powers)
kepada institusi di tingkat bawah, sedangkan dari aspek hukum tata
negara/administrasi desentralisasi diartikan sebagai penyerahan atau

124
Lihat Victor M. Situmorang, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah, Jakarta: Sinar
Grafika, 1994, hlm. 38.

[ 126 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

pelimpahan urusan pemerintahan. Hal yang sama dikemukakan Amrah


Muslimin yang menyatakan bahwa desentralisasi merupakan pelimpahan
kewenangan-kewenangan dari pemerintah pusat kepada badan-badan otonomi
(swatantra) yang berada di daerah-daerah. Pelimpahan wewenang ini
mengandung makna adanya pengalihan kewenangan dari suatu badan atau
pejabat kepada badan atau pejabat lain.125 Ateng Syafrudin dalam hal ini
berpendapat, bahwa kendati pengertian desentralisasi diberbagai negara tidak
semuanya sama, tetapi pada umunya terdapat persamaan yaitu terkandung
usaha-usaha kegiatan pemerintahan negara sebagai profesionil matter dan
pelimpahan suatu tugas jabatan dalam negara.126
Berdasarkan berbagai pengertian di atas maka secara konseptual
desentralisasi tidak sama dengan otonomi daerah. Desentralisasi lebih kepada
proses dari sebuah penyelengaraan pemerintahan, sedangkan otonomi daerah
lebih kepada hak dan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah sebagai implementasi dari sistem desentralisasi.
Desentralisasi adalah suatu proses pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari
pusat kepada daerah atau dari pemerintahan tingkat atas kepada pemerintahan
tingkat bawah, sementara otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Dalam kaitan ini
secara tegas Bagir Manan menyatakan, bahwa desentralisasi adalah otonomi,
tetapi desentralisasi tidak sama dengan otonomi. Otonomi daerah hanyalah
salah satu bentuk desentralisasi. Desentralisasi juga bukan asas melainkan
proses, oleh karena itu dalam Pasal 18 baru UUDNRI 1945 mencantumkan
otonomi dan tugas pembantuan sebagai asas pemerintahan daerah.127 Bertolak
dari pemahaman ini dapat dikatakan bahwa desentralisasilah yang melandasi

125
Amrah Muslimin, Beberapa Azas-azas dan Pengertian-pengertian Pokok Tentang Admi-
nistrasi dan Hukum Administrasi, Bandung: Alumni, 1983, hlm. 88.
126
Ateng Syafrudin, Pemerintah Daerah dan Pembangunan, Bandung: Penerbit Sumur, 1973,
hlm. 8.
127
Bagir Manan, Menyongsong...,Op. Cit., hlm. 11.

[ 127 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

suatu daerah dapat dikatakan otonom, dengan kata lain otonomi daerah tidak
akan ada jika tidak ada desentralisasi.
Dalam kaitannya dengan hukum ketatanegaraan/hukum administrasi,
maka kemandirian untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya
sendiri itu memerlukan pemberian kewenangan kepada daerah yang diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 1 angka 5 UU No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah diartikan
sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Pemberian hak, wewenang, dan kewajiban
kepada daerah tersebut untuk memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Secara teoretik hakikat desentralisasi adalah pemencaran kekuasaan
atau pembagian urusan pemerintahan dari pusat kepada daerah, dengan tujuan
agar penyelengaraan pemerintahan lebih efektif dan efisien. Sementara
otonomi daerah pada hakikatnya adalah kemandirian atau kebebasan daerah
untuk mengatur sendiri, baik dalam membuat peraturan maupun dalam
menyelenggarakan urusan serta kepentingannya berdasarkan inisiatif dan
prakarsa serta aspirasi masyarakat daerah. Pada hakikat desentralisasi
cenderung kepada efisiensi dan efektifitas aspek administasi pemerintahan,
sedangkan hakikat otonomi daerah cenderung kepada aspek politik kekuasaan,
yaitu kemandirian dan pemberdayaan daerah.
Menurut M. Ryaas Rasyid, tujuan utama desentralisasi di Indonesia
sejak tahun 1999, di satu pihak, untuk membebaskan pemerintah pusat dari
beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga ia
berkesempatan untuk mempelajari, memahami, merespon berbagai
kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya. Pada saat yang
sama, pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada

[ 128 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak,


dengan desentralisasi kewenangan pemerintah ke daerah, maka daerah akan
mengalami proses pemberdayaan yang signifikan.
Kemampuan prakarsa dan kreativitas daerah akan terpacu, sehingga
kapabilitas dalam mengatasi berbagai masalah domestik akan semakin kuat. 128
Tentu saja dalam kemandirian dan pemberdayaan daerah ini ada batas-
batasnya, seperti tidak boleh melanggar konstitusi, bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi, dan atau kepentingan umum. Kemandirian daerah
tidak berarti lepas sama sekali dari pemerintah pusat, sehingga sebebas-
bebasnya membuat aturan dan melaksanakan semua urusan pemerintahan.
Apalagi dalam konteks negara kesatuan, desentralisasi harus dilaksanakan
secara sinergis dengan kebijakan pemerintah pusat, karena tidak mungkin
semua urusan pemerintahan sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah atau
sebaliknya. Urusan pemerintahan yang menyangkut kepentingan dan
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara lazimnya diselenggarakan
secara sentralisasi dan dekonsentrasi, sedangkan urusan yang mengandung
dan menyangkut kepentingan masyarakat setempat diselenggarakan secara
desentralisasi.129
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan,
pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara
keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan
penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang
lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih makmur. 130 Dari sisi
teknik organisatoris pemerintahan, oleh The Liang Gie dikatakan bahwa
desentralisasi adalah jabatan publik harus mampu mempertanggungjawabkan

128
M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya”, dalam
Syamsuddin Haris (editor), Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokratisasi, dan
Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2005, hlm. 8.
129
Sirajudin, Hubungan Pusat-Daerah: Konsepsi, Problematika, dan alternatif Solusi, dalam
Mukti Fajar dkk., Konstitusionalisme Demokrasi, Malang: In-TRANS Publishing, 2010, hlm. 154.
130
S.H. Sarundajang, Op. Cit., hlm. 35.

[ 129 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

segala bentuk pilihan kebijakan dan politiknya kepada warga masyarakat yang
mempercayakan kepadanya jabatan politik tersebut.
Berdasarkan berbagai ketentuan tersebut di atas, maka dapat dikatakan
bahwa tujuan otonomi daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan rakyat, baik melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan
masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat baik melalui proses-
proses politik maupun pemerintahan. Berbagai argumentasi tersebut semakin
memperkuat alasan bahwa betapa pentingnya pelaksanaan otonomi daerah
dalam sebuah negara, terutama negara yang besar dan memiliki multi etnis
serta kebudayaan seperti Indonesia.

2. Pembangunan Kesehatan dalam Otonomi Daerah

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang


Otonomi Pemerintah Daerah (kabupaten dan kota), daerah diberikan
kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat sendiri bersadarkan kehendak masyarakat dengan tetap berpatokan
pada undang-undang yang berlaku. UU otonomi daerah memberikan dampak
yang luas di masyarakat.
UU Otonomi Daerah membawa perubahan dalam sistem politik
pemerintahan dari paradigma monolitik sentralistik ke paradigma demokrasi
khususnya local democracy atau dari government yang menekankan pada
otoritas ke governance yang bertumpu pada interaksi dan kompatibilitas
(compatibility) di antara komponen-komponen yang ada, menuntut adanya
perubahan dalam mindset kita, tidak saja di dalam formulasi kebijakan tetapi
juga implementasinya131. Desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah dalam bingkai otonomi daerah merupakan peluang untuk
melakukan reformasi pelayanan publik agar menjadi semakin berkualitas,
serta dapat dinikmati oleh segala lapisan masyarakat.

131
Warsito Utomo, “Administrasi Publik Baru Indonesia, Perubahan Paradigma dari
Administrasi Negara ke Administrasi Publik”, Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 2006, hlm. 83.

[ 130 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Kebijakan (policy) reformasi pelayanan publik itu haruslah diarahkan


untuk mencermati dan membenahi berbagai kesalahan kebijakan di masa lalu
maupun kebijakan yang berlaku sekarang serta mekanisme pengaturan
kelembagaan yang ada132. Lebih spesifik, reformasi pelayanan publik itu harus
menjangkau pula perubahan yang mendasar dalam rutinitas kerja administrasi,
budaya birokrasi, dan prosedur kerja instansi/departemen guna
memungkinkan dikembangkannya kepemimpinan yang berwatak
kewirausahaan pada birokrasi publik. Hakikat otonomi daerah salah satunya
adalah mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Melalui otonomi
daerah, pemerintah daerah otonom memiliki kewenangan yang luas yang
sebelumnya berada di pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dapat
lebih cepat dalam merespon tuntutan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
Salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
pada era otonomi daerah ini adalah penanganan bidang kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai UUD
1945 dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Bahkan
Untuk mendapatkan penghidupan yang layak di bidang kesehatan,
amandemen kedua UUD 1945, Pasal 34 ayat (3) menetapkan : ”Negara
bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
pelayanan umum yang layak”. Di era otonomi daerah amanat amandemen
dimaksud, mempunyai makna penting bagi tanggung jawab Pemerintah
Daerah sebagai sub sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap
masyarakat, dan Pemerintah Daerah dituntut dapat menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang layak, tanpa ada diskriminasi sosial, budaya,

132
Solichin Abdul Wahab, 2000, Makalah dalam Pengukuhan Guru Besar : “Globalisasi dan
Pelayanan Publik dalam Perspektif Teori Governance”. sumber: http://generasi-
inspirasi.blogspot.com/2011/06/otonomi-daerah-dan-pembangunan.html

[ 131 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

ekonomi dan politik. Amanat ini harus diterjemahkan dan dijabarkan secara
baik oleh sistem dan perangkat pemerintahan daerah.
Guna lebih menjamin penerapan hak-hak publik sebagaimana tersebut
di atas, di era otonomi daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam
Pasal 11, 13 dan 14 telah menjadikan penanganan bidang kesehatan sebagai
urusan wajib/tugas pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah.
Merujuk Pasal 11 ayat (4), maka “penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
layak dalam batas pelayanan minimal adalah merupakan tanggung jawab
atau akuntabilitas yang harus diselenggarakan oleh daerah” yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Secara ringkas PP Nomor 65 Tahun 2005 memberikan rujukan bahwa SPM
adalah “ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara
minimal, terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik Daerah
Provinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota”.
Kaitannya dengan pelayanan kesehatan, maka SPM sangat dibutuhkan
untuk menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang berkualitas di mana pun mereka berada. Dalam hal ini SPM merupakan
bagian integral dari Pembangunan Kesehatan yang berkesinambungan,
menyeluruh, terpadu sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, dan ini merupakan wujud keberpihakan pemerintah kepada
kepentingan masyarakat serta jawaban dari tuntutan perkembangan global.
Otonomi daerah bidang kesehatan memberikan kesempatan yang
banyak kepada pemerintah untuk mengeksplorasi kemampuan daerah dari
berbagai aspek, mulai dari komitmen pemimpin dan masyarakat untuk
membangun kesehatan, sistem kesehatan daerah, manajemen kesehatan
daerah, dana, sarana, dan prasarana yang memadai, sehingga diharapkan
kesehatan masyarakat di daerah menjadi lebih baik dan tinggi. Dalam
pelaksanaan otonomi daerah, banyak masyarakat Indonesia menjadi objek

[ 132 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

kebijakan desentraliasi kesehatan, yang seharusnya membangun dan


berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan kesehatan, pada kenyataannya
tidak banyak ikut membantu, karena stigma masyarakat yang sudah biasa
menerima, bukan memberikan masukan. Seperti kita tahu pada sebelum
otonomi daerah digulirkan, masyarakat tidak banyak membantu mengenai
pembangunan di daearah.
Hal ini berakibat, dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh UU otonomi daerah, dimana kondisi derajat kesehatan
masyarakat di daerah tidak kunjung membaik setelah digulirkannya UU ini,
bahkan derajat kesehatan masyarakat daerah semakin memburuk dan semakin
sulit untuk diatasi. Permasalahan lain yang timbul adalah kurangnya dukungan
dana, sarana, dan prasarana kesehatan yang tidak merata, dan juga karena
kesehatan masyarakat perlu pemecahan secara komprehenshif dari berbagai
bidang, misalkan saja untuk pemecahan satu masalah Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) saja memerlukan kerjasama lintas sektoral yang
solid, mulai dari dinas kesehatan, dinas pendidikan, dinas kebersihan, dinas
lingkungan hidup, dan dinas-dinas lain.

[ 133 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

A.A. Gde Muninjaya, Manajemen Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,


Jakarta, 2004

Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
1993.

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999.

Abdulah, Pertimbangan Hukum Putusa Pengadilan, diterbitkan oleh Program Pasca


Sarjana Universitas Sunan Giri Waru Sidoarjo, 2008.

Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Tiara Wacana, Kaliurang-
Yogyakarta, 2006.

Ali Ghufront Mukti, Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia dan Prospek ke


Depan, Penerbit Magister Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen
Asuransi/Jaminan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, 2007.

Ali Ghufront Mukti dan Moertjahjo, Sistem Jaminan Kesehatan: Konsep


Desentralisasi Terintegrasi, PT. Karya Husada mukti (KHM), Yogyakarta,
cetakan ke empat, 2008.

Andre Ata Ujan, Keadilan dan Demikrasi, Telaah Filsafat Politik John Rawls,
Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2001.

Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1995.

Aris Munandar, Pembangunan Nasional, Keadilan Sosial, Dan Pemberdayaan


Masyarakat, Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 2, No. 1, September 2002.

Arthur Williams, Jr,C, dan Richard M. Heins, Risk Management and Insurance
,Singapore Mc. Graw Hill Book Co. 1985

Ateng Syafrudin, Pemerintah Daerah dan Pembangunan, Bandung: Penerbit


Sumur, 1973

Anonim, Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan


Kesehatan, 2007, Diakses dari http://www.skripsi-tesis.com/06/15/-pdf-
doc.htm., Agustus 2010.

[ 134 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Benda-Beckmann, F.v. and Benda-Beckmann, K.v. 1994. "Coping with insecurity",


Focaal, 22(23): 7-31.

Benda-Beckmann, F.v. & Benda-Beckmann, K.v. 1995. "Rural population, social


security and legal pluralism in the central moluccas of Eastern Indonesia", in
Dixon, J. & Scheurell, R.P. eds., Social security programs: a cross-cultural
comparative perspective. London: Greenwood Press.

Benda-Beckmann, F.v., et al. 1988. Between kinship and the state. Dordrech: Foris
Publications. Engbersen, G. et al. 1993. Cultures of unemployment. Boulder:
Westview Press.

Bernard Arief Sidharta, Refleksi tetang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung, 2000,

B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi
Manusia, Penerbit Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 2003

-------------------------------, Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Design Naskah


Akademik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2008.

Bhisma Murti, Asuransi Kesehatan Berpola Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


Masyarakat di Era Desentralisasi Menuju Cakupan Semesta, Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional “Revitalisasi Manajemen Puskesmas di
Era Desentralisasi” di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 26 April 2011.

Bhakti Husada, Mengapa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Diperlukan ?, 2008, Pusat


Pembiayaan dan Jaminan Kesehataqn, Deprtemen Kesehatan RI, Jakarta,
diakses dari http://www.jpkmonline.net/index.php?option=com, 29 Juni 2010.

Budima NPD Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan , UUI Press,


Yogyakarta, 2004.

Cholid Narbuko dan Abu Achadi, Metodologi penelitian, PT Bumi Aksara, Jakarta
2007.

Darmawan Triwibowo, Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, Pustaka


LP3ES Indonesia Perkumpulan PraKarsa Jakarta, 2006.

Edi Harto, Kebijakan Perindungan Sosial Bagi Kelompok Rentan dan Kurang
Beruntung, Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat, Badan
Pelatihan da Penelitian Kesejahteraan Sosial, Depsos RI, Jakarta 2 Oktober
2006

[ 135 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Esmara, A. and Tjiptoherianto, P. 1986. "The social security system in Indonesia",


Asean Economic Bulletin (special issue), July, 53- 67.

Evers, H.D and Mehmet, O. 1994. "The management of risk: informal trade in
Indonesia", World Development.

Edi Soeharto, Pembangunan, Kebijakan Sosial & Pekerjaan Sosial, Bandung: LPS-
STKS, 1997.

E. Fernado M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan Hukum Kodrat


da Antinomi Nilai, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2007.

Faturochman. 1996. "The social security mechanism in informal sector: a case of


home-based enterprise", a paper presented in the workshop of Social Security
and Social Policy, conducted by University of Amsterdam and Catholic
University of Nijmegen, Nijmegen, 12-13 December.

FX. Adjie Samekto, Implikasi Globalisasi : Dari bureaucratic society menuju Civil
Society (kajian dalam perspektif sosiologi hukum), Jurnal Hukum dan
Pembangunan, Nomor 2 Tahun XXX, FH UI, April-Juni 2000.

FX. Djoko Pranowo dan Ary Natalina, Filsafat Pancasila, Universitas Gunadarma,
Jakarta, 2007.

Frans H. Winarta, Peran Advokat Dalam Medorong Keadilan Sosial Bagi Pencari
Keadilan, Dalam Komisi Yudisial dan Keadilan Sosia, Mahkamah Konstitusi,
Jakarta, 2008.

Fritjof Capra, The Turning Point (terjemahan Titik Balik Peradapan, Sains,
Masyarakat, dan Kebangkitan Kebudayaan, Penerbit Jejak, Yogyakarta, 2007.
--------. 1996b. Social security mechanism in a slum area of Yogyakarta. Unpublished
manuscript.

Gilbert, N. 1992. "From entitlements to incentives: the changing philosophy of social


protection", International Social Security Review, 45(3): 5-17.

Henni Djuhaeni, Modul Mengajar: Asuransi Keshatan dan Managed Care, Program
Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Padjadjaran,
Bandung, Th. 2007.

Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif, Prinsip-Prinsip Teoritis untuk


Mewujudkan Keadilan dalam Hukum dan Politik, Nusa Media, Bandung,
2008.
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa Media,
Bandung, 2008.

[ 136 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Hasbullah Thabrany (editor), Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana


Kesehatan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Hasbullah Thabrany, Dalam Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana


Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta, 2005.

-------------------------, Introduksi Asuransi Kesehatan, Yayasan Penerbit Ikatan


Dokter Indonesia, Jakarta, 1999.

-------------------------, Makna Fasilitas Kesehatan, Makalah Disajikan dalam Diskusi


Majelis Pelayanan Kesehatan, Ditjen Yanmed, Depkes, Jakarta, 2003.

-------------------------, Sejarah Asuransi Kesehatan, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan


Universitas Indonesia, Jakarta, 2010.

-------------------------, Strategi Pengembangan Asuransi Kesehatan Di Era


Desentralisasi, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Universitas Indonesia,
Jakarta, 2010.

Hasbullah Thabrany, dkk. Telaah Komprehensif Jaminan Pemeliharaan Kesehatan di


Indonesia, YPKMI, Jakarta, 2000.

Ingleson, J. 1993. "Mutual benefit societies in Indonesia", International Social


Security Review, 46(3): 69-77.

Iwan Gardono S., Negara, Masyarakat dan Keadilan Sosial (Sila Keadilan Sosial
Dalam PJPT II), Makalah Seminar dalam Rangka Memperingati 25 Tahun
FISIP UI, Jakarta 26-27 Januari, 1993.

Indra Gotama; Donald Pardede, Reformasi Jaminan Sosial Kesehatan (Pembiayaan


Kesehatan dan Isu-Isu Jaminan Kesehatan), Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan Depkes RI, Jakarta, 2010.

IB. Indra Gautama dan Donald Pardede, Reformasi Jaminan Sosial Kesehatan
(Pembiayaan Kesehatan, Agenda dan Isu-Isu Jaminan Kesehatan), Pusat
Pelayanan dan Jaminan Kesehatan Depkes RI.

Irfan Fachrudin, Pengawasan Peradilan Administrsi Terhadap Tindakan


Pemerintah, Alumni Bandung, 2004.

Jenkins, M. 1993. "Extending social security protection to the entire population:


problems and issues", International Social Security Review, 46(2): 3-20.

[ 137 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media
Publishing, Malang-Jawa Timur, 2005.

Jeremias Lemek, Mencari Keadilan Pandangan kritis Terhadap Penegaka Hukum di


Indonesia, Penerbit Galangpress, Yogyakarta, 2007.

Julia Brannen, Memandu Metode penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif, Putaka Pelajar
Offset, Yogyakarta, 1997.

Jimmly Assidhiqqie, Konstitusi dan Konstitusionalime di Indonesia, Sekjen dan


Kepaniteraan MK RI, Jakarta.

Jacobs, Philips, The Economics of Health and Medical Care 4th edition, Marryland,
1997.

Kamerman, Frederik & Kahn Mobugonje (1979), “System Approach to a Theory of


Rural Urban Migration”, Geography Analysis 2.

Kuntjoro Purbopranoto, Hak-Hak Azasi Manusia da Pancasila, Pradnya Paramita,


Jakarta, 1983.

Kirdi Dipoyudo, Membangun Atas Dasar Pancasila, CSIS, Jakarta, 1990

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Balai


Pustaka, Edisi 2, tahun 1991.

Liah Levin, Hak-hak Asasi Manusia, (Tanya jawab) Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.

Midgley, James, Martin B. Tracy dan Michelle Livermore, “Introduction : Social


Policy and Social Welfare”, The handbook of Social Policy, London, 2000.

Miriam Budihardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cetakan ke XIII, Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 1991.

M. Tahir Azhary, Negara Hukum, Jakarta Bulan Bintang, 1992.

Padmo Wahjono, Pembangunan Hukum di Indonesia, Ind-Hill Co., Jakarta, 1989.

Paul Spicker, Social Policy : Themes and Approaches, London: Prantice Hall Stiglitz,
Joseph E, Globalization and Its Discontents, New York: W.W. Norton and
Company, 1995.

Pusat Pembiayaan dan Jaminan Departemen Kesehatan RI. Tahun. 2009.

[ 138 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Philiphus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara, UGM University


Press, Yogyakarta.

---------------------------, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu,


Surabaya, 1985.

Prayudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, jakara, 1986.

Romanyshyn, Sanford, The Constitusional Faith, Princenton University Press,


1971.

Robert I. Mehr and Emerson Cammack, Principle of Insurance (Homewoods, Illionis


Richard D. Irwin, Inc, 1980.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UUI Press, Yogyakarta, 2003.

M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya”, dalam
Syamsuddin Haris (editor), Desentralisasi dan Otonomi Daerah,
Desentralisasi, Demokratisasi, dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah,
Jakarta: LIPI Press, 2005.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1982.

SF. Marbun, Peradilan Aministrasi Negra dan Upaya Administrasi di Indonesia,


Liberty, Yogyakarta, 1997.

SF. Marbun dan M. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,


Yogyakarta, 2004.

SF Marbun et al., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UUI


Press, Yogyakarta, 2001.

Shidarta, “Melegalkan Etika Bisnis Mungkinkah”. Dialogia Iuridica, Volume I, No.


1, Maranatha University Press, Bandung , 2009.

Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010,

---------------------------, Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi), Rineka Cipta,


Jakarta, 2005

Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan Karya Ilmiah, “Pancasila dan Hukum”,


Pembangunan, Djakarta, 1965.

Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinara Grafika,
cetakan kelima, Jakarta, 2008.

[ 139 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

Sirajudin, Hubungan Pusat-Daerah: Konsepsi, Problematika, dan alternatif Solusi,


dalam Mukti Fajar dkk., Konstitusionalisme Demokrasi, Malang: In-TRANS
Publishing, 2010.

Sudarmono, et al., Reformasi Perumahsasiktan Indonesia, Depkes RI, Jakarta, 2000.

The Liang Gie, Teori-Teori Keadilan, Penerbit Super Sukses, Yogyakarta, 1982.

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius,


Yogyakarta,1982.

Topatimasang Roem, Et. AL, Sehat Itu Hak (Panduan Advokasi Kebijakan
Kesehatan), Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 2005.

Veronika Komalawati, Peranan Inform Consent dalam Transaksi Terapeutik, Citra


Aditya Bhakti, Bandung, 1999.

Victor M. Situmorang, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah, Jakarta: Sinar


Grafika, 1994.

Warsito Utomo, “Administrasi Publik Baru Indonesia, Perubahan Paradigma dari


Administrasi Negara ke Administrasi Publik”, Pustaka Pelajar : Yogyakarta,
2006.

[ 140 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

BIOGRAFI PENULIS

PROFIL PENULIS I

Nama: Dr. Endang Wahyati Yustina, SH.MH


Tempat/tgl. Lahir: Salatiga, 24 Oktober 1959
Pekerjaan: Dosen Magister Hukum Kesehatan,
Fakultas Hukum dan Komunikasi,
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Alamat Rumah: Jl.Karang Rejo Tengah I/No.5
Kec.Gajah Mungkur, Semarang.
Alamat Kantor: Magister Hukum Kesehatan Unika
Soegijapranata Semarang, Jalan
Pawaiyatan Luhur IV/1 Bendan Dhuwur,
Semarang.

Pendidikan:
S1: Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang (1983)
S2: Magister Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta (1991)
S3: Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
(2010)

Organisasi:
Pengurus DPP MHKI
Ketua MHKI Jawa Tengah

Buku:
1. Mengenal Hukum Rumah Sakit, Keni Media, Bandung, 2012
2. Persoalan Badan Hukum Rumah Sakit Swasta (Pasca Yudicial Review UU
Rumah Sakit), BP Unika
Soegijapranata, Semarang, 2016. (Karangan Bersama: Yohanes
Budisarwo, Endang Wahyati Yustina, L Edy Wiwoho)
3. Etika Profesi & Hukum Kesehatan, Widina Bandung , 2020 (Karangan
Bersama: Herniwati, Rospita Adelina Siregar, Anggraeni E
Kusumaningrum, Muntasir, Lia Kurniasari, Endang Wahyati Yustina,
Safaruddin Harefa, Sulaiman, Arman Anwar, Ika Atikah, Sabir Alwi, Afdal)
4. Teori Hukum, Widina Bandung, 2020 (Karangan Bersama: Achmad
Surya, Safaruddin Harefa, Herniwati, Endang Wahyati Yustina, Setyo
Utomo, , Arrie Budhiartie, Daulat Natanael Banjarnahor)

[ 141 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Hukum Jaminan Kesehatan

PROFIL PENULIS II

Nama: Dr. Yohanes Budi Sarwo, SH. MH


Tempat/tgl. Lahir: Kab. Semarang, 24 Oktober
1962
Pekerjaan: Dosen Magister Hukum Kesehatan,
Fakultas Hukum dan Komunikasi,
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Alamat Rumah: Jl. Candi Mutiara Selatan. No.
582 Semarang
Alamat Kantor: Unika Soegijapranata
Semarang, Jalan Pawaiyatan Luhur IV/1
Bendan Dhuwur, Semarang.

Pendidikan:
S1: FH Unika Soegijapranata Semarang 1988)
S2: FH UGM Yogyakarta (1993)
S3: Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, Semarang (2012)

Organisasi:
Pengurus MHKI Jawa Tengah
Pengurus Asosiasi Laboratorium Hukum Indonesia

Buku:
1. Sistem Jaminan Sosial Kesehatan dalam Memenuhi Hak Dasar
Kesehatan Masyarakat, Buku: ISBN 2012.
2. Persoalan Badan Hukum Rumah Sakit Swasta (Pasca Yudicial
Review UU Rumah Sakit), BP Unika Soegijapranata, Semarang, 2016.
(Karangan Bersama: Yohanes Budisarwo, Endang Wahyati Yustina, L
Edy Wiwoho)

[ 142 ]
Sebuah Telaah Konsep Negara Kesejahteraan
Dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
. Buku ini berjudul “Hukum Jaminan Kesehatan (Sebuah
Telaah Konsep Negara Kesejahteraan Dalam Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan). Adalah merupakan luaran hasil penelitian
tentang jaminan kesehatan, dan akan diteruskan dengan buku
kedua.

Pada buku pertama ini telaah dilakukan terhadap konsep


negara kesejahteraan yang dianut Indonesia dengan landasan
Pancasila dan UUD’45. Konsep mana menunjukkan bagaimana
Negara melaksanakan tanggungjawabnya untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi warganya. Pelaksanaan jaminan kesehatan
bagi masyarakat adalah salah satu strateginya.

Buku ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi


lingkungan akademisi, dan para peneliti untuk melakukan
telaah lebih lanjut terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN). Buku ini juga diharapkan bermanfaat bagi penentu
kebijakan terkait dengan berbagai ketentuan hukum yang
perlu disesuaikan dengan perkembangan.

©Universitas Katolik Soegijapranata 2020

Anda mungkin juga menyukai