Anda di halaman 1dari 148

PERLINDUNGAN

HUKUM
BAGI PELAKU EKONOMI KREATIF
(MASA COVID-19)

n Andina Elok Puri Maharani n Evi Gravitiani n Kusmadewi Eka Damayanti


n Niniek Purwaningtyas n Ayub Torry Satriyo Kusumo
n Heri Hartanto n Tika Andarasni Parwitasari
i
ii
PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI PELAKU EKONOMI KREATIF
(MASA COVID-19)

iii
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU EKONOMI KREATIF
(MASA COVID-19)
Penulis : Dr. Andina Elok Puri Maharani, S.H., M.H.
Dr. Evi Gravitiani, S.E., M.Si.
dr. Kusmadewi Eka Damayanti, M.Gizi.
dr. Niniek Purwaningtyas, Sp.JP(K), FIHA.
Ayub Torry Satriyo Kusumo, S.H., M.H.
Heri Hartanto, S.H., M.Hum.
Tika Andarasni Parwitasari, S.H., M.H.
Desain Cover : Jaka Susila
Layout isi : Aprilia Saraswati
Preliminary : i-x
Halaman Isi : 1-138 halaman
Ukuran Buku : 17,5 x 25 cm
Gambar Sampul : Vecteezy, Pixabay, All-Free-Download

Edisi Pertama
Cetakan Pertama, Maret 2021
ISBN : 978-623-7565-65-9

Hak Cipta © pada penulis.


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014. Dilarang memperbanyak/memperluas dalam bentuk
apapun tanpa izin dari penulis dan penerbit.

Diterbitkan:
CV. INDOTAMA SOLO
Penerbit & Supplier Bookstore
Jl. Pelangi Selatan, Kepuhsari, Perum PDAM
Mojosongo, Jebres, Surakarta 57127
Telp. 085102820157, 08121547055, 081542834155
E-mail: hanifpustaka@gmail.com, pustakahanif@yahoo.com
Anggota IKAPI No. 165/JTE/2018

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia, ridho dan hidayahNya kepada kami, sehingga penyusunan buku
ini dapat terselesaikan dengan baik. Buku dengan judul PERLINDUNGAN
HUKUM BAGI PELAKU EKONOMI KREATIF (MASA COVID-19)
hadir disaat bangsa Indonesia mengalami masa pandemi Corona Virus
Disease-2019 (COVID-19). Buku ini merupakan luaran dari penelitian
Kegiatan/Riset/Proyek/Pendanaan yang didukung/bekerja sama/bersinergi/
berkolaborasi dengan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan
Inovasi Nasional melalui Pendanaan RISPRO”.
Buku ini berisi pembahasan mengenai konsep perlindungan hukum
dan kesehatan bagi para pelaku usaha ekonomi kreatif pada masa darurat
Covid-19. Tujuan dari penyusunan buku ini adalah untuk memberikan
wawasan mengenai Negara harus hadir dalam pemenuhan Hak Asasi
Manusia bagi masyarakat, dalam hal ini pelaku ekonomi kreatif pada
situasi pandemi Covid-19.
Buku ini secara komprehensif mengkaji Covid-19 dalam perspektif
hukum, ekonomi, dan kesehatan. Kajian hukum diperlukan karena hukum
sebagai dasar atau landasan bertindak dalam kerangka negara hukum,
sehingga sesuai dengan tujuan hukum, diharapkan mencapai ketertiban
sosial. Kajian ekonomi diperlukan karena penelitian ini membahas soal
pelaku ekonomi kreatif agar memiliki ketahanan ekonomi di situasi
pandemi. Sedangkan kajian kesehatan diperlukan dalam hal membahas
hak kesehatan bagi masyarakat, terutama pelaku ekonomi kreatif yang
mengalami dampak pada masa darurat Covid-19.
Keberhasilan penyusunan buku ini tentunya saja bukan hanya semata
kerja keras tim penyusun. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada
RISTEK BRIN dan LPDP dan kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan bantuan
baik secara moril maupun materiil sehingga buku ini berhasil disusun.

v
Tim penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan dan pemaparan
buku ini masih terdapat kekurangan, untuk itu, tim penyusun sangat
mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Akhir kata, semoga
buku ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca yang budiman.

Tim Penyusun

vi
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................... i
Kata Pengantar....................................................................................... v
Daftar Isi................................................................................................ vii
Daftar Gambar....................................................................................... ix

BAB I NEGARA HUKUM.............................................................. 1


A. Prinsip Dasar Negara Hukum........................................... 1
B. Efektivitas Hukum........................................................... 10
C. Negara Hukum Indonesia................................................. 20

BAB II KONSEP PERLINDUNGAN HUKUM............................. 37


A. Hakikat Perlindungan Hukum.......................................... 37
B. Perlindungan Hukum di Bidang Ekonomi....................... 40
C. Perlindungan Hukum di Bidang Kesehatan..................... 43

BAB III P ELAKU EKONOMI KREATIF......................................... 55


A. Konsep Ekonomi Kreatif Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif............. 55
B. Pelaku Ekonomi Kreatif................................................... 62
C. Dukungan Pemerintah Daerah terhadap Pelaku Ekonomi
Kreatif.............................................................................. 76

BAB IV EKONOMI KREATIF DI MASA PANDEMI.................... 81


A. Ekonomi Kreatif, Sebuah Terminologi............................ 81
B. Kegiatan Ekonomi Kreatif Pra-Pandemi.......................... 87
C. Krisis Pelaku Ekonomi Kreatif Akibat Covid-19 dan
Solusinya.......................................................................... 98

vii
BAB V KESEHATAN DI MASA PANDEMI.................................. 101
A. Darurat Kesehatan Masyarakat di Tengah Pandemi
Covid-19........................................................................... 101
B. Ancaman Kesehatan Mental............................................ 105
C. Covid-19 Berpeluang Mengubah Perilaku Kesehatan
Masyarakat....................................................................... 107

BAB VI KEHADIRAN NEGARA..................................................... 109


A. Peran Sentral Pemerintah terhadap Covid-19.................. 109
B. Kepercayaan terhadap Informasi dari Pemerintah di
Masa Pandemi Covid-19.................................................. 118
C. Kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
terhadap Perlindungan Hukum di Masa Pandemi
Covid-19........................................................................... 124

Daftar Pustaka

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Rumusan Ekonomi Kreatif................................... 82


Gambar 2. Lingkup Ekonomi Kreatif................................................ 83
Gambar 3. Peran Aktor Utama dalam Pengembangan Industri
Kreatif.............................................................................. 85
Gambar 4. Kontribusi Industri Ekonomi Kreatif terhadap PDB
Indonesia.......................................................................... 88
Gambar 5. Subsektor Ekonomi Kreatif.............................................. 93

ix
x
BAB I

NEGARA HUKUM

A. PRINSIP DASAR NEGARA HUKUM


Pada masa modern hukum dicirikan dengan konstruksi yang
sistematik dan padat. Sebagai suatu sistem yang artifisial, hukum
tersusun dari unsur-unsur yang dianggap logis-rasional, meskipun
pada dasarnya tidak akan lepas dari hasil rekayasa manusia (Absori
dkk, 2015). Sebagai negara yang menerapkan hukum dalam segala
kegiatan bernegaranya, Indonesia termasuk pada negara hukum
yang definisi negara hukum itu sendiri bisa dilihat dari berbagai
konsep, seperti Pancasila, UUD 1945 dan konsep-konsep maupun
teori-teori hukum lainnya. Pancasila merupakan hal yang esensial
bagi keberadaan Negara Indonesia, sehingga tidak ada hal-hal
tentang proses kenegaraan yang tidak dikaitkan dengan Pancasila
(Yonatan Wiyoso, dkk, 2013). Pancasila sebagai ideologi kebangsaan
merupakan identitas kebangsaan dan keindonesiaan, atau ciri kultural
“masyarakat Indonesia”, atas dasar mana negara Indonesia dibentuk.
Nilai-nilai yang dikandung Pancasila dianggap sebagai perangkat nilai
yang mampu menjadi perekat sosial sekaligus preferensi ideal yang
seharusnya dipelihara dan diperjuangkan dalam bidang sosial, politik,
dan budaya (A. Mustofa Bisri, 2009).
Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok
atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk
bersatu hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 1


yang berdaulat (Mahfud MD, 2000). Di dalam konsep bernegara,
negara hukum bukanlah sesuatu yang baru dalam pembicaraan
mengenai bagaimana negara dijalankan dan dikelola. Pada abad 19
muncul gagasan tentang pembatasan kekuasaan pemerintah melalui
pembuatan konstitusi, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
Konstitusi tersebut memuat batas-batas kekuasaan pemerintah dan
jaminan atas hak-hak politik rakyat, serta prinsip check and balances
antar kekuasaan yang ada. Pembatasan konstitusi atas kekuasaan
negara ini selanjutnya dikenal dengan istilah konstitusionalisme.
Konstitusionalisme ini kemudian memunculkan konsep rechstaat
(dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental) atau rule of law (dari
kalangan ahli hukum Anglo Saxon) yang di Indonesia diterjemahkan
dengan Negara Hukum. Negara yang memiliki peran terbatas tersebut
juga acap kali dijuluki sebagai nachtwachterstaat (negara penjaga
malam) (Zulkarnain Ridlwan, 2012). Sebagai negara hukum, seluruh
kegiatan penyelenggara negara dan warga negara harus sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku. Hukum yang dimaksud adalah hierarki
tatanan norma yang berpuncak pada konstitusi, yaitu Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disamping itu, hukum
yang diterapkan dan ditegakkan harus mencerminkan kehendak rakyat,
sehingga harus menjamin adanya peran serta warga negara dalam
proses pengambilan keputusan kenegaraan. Hukum tidak dibuat untuk
menjamin kepentingan kepentingan beberapa orang yang berkuasa,
melainkan untuk menjamin kepentingan segenap warga negara (Bobi
Aswandi dan Kholis Roisah, 2019).

1. Istilah Negara Hukum


Istilah-istilah seperti etat de droit, estado de derecho, stato di
diritto atau rechtsstaat yang digunakan dalam paham atau konsep
Eropa Kontinental dan Amerika Latin merupakan istilah yang tidak
mempunyai padanan kata yang tepat dalam sistem hukum Inggris,
meskipun ungkapan legal state atau state according to law atau the
rule of law mencoba mengungkapkan suatu ide yang sama. Selain
rechtsstaat, istilah lain yang juga sangat populer di Indonesia adalah

2 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


the rule of law, yang juga digunakan untuk maksud negara hukum
oleh Notohamidjojo. Kemudian, Djokosoetono mengatakan bahwa
negara hukum yang demokratis sesungguhnya istilah ini adalah
salah, sebab kalau kita hilangkan democratische rechtsstaat,
yang penting dan primair adalah rechtsstaat. Muhammad Yamin
menggunakan kata negara hukum yang diartikan sama dengan
rechtsstaat atau government of law. Demikian pula Sunaryati
Hartono yang menggunakan istilah negara hukum pembawa
keadilan bagi seluruh rakyat yang bersangkutan, penegakan the
rule of law itu harus dalam arti materiil (Haposan Siallagan, 2016).
Ismail Suny juga menggunakan istilah the rule of law
dalam pengertian negara hukum, dalam membahas pelaksanaan
demokrasi terpimpin. Dalam hal yang sama juga digunakan oleh
Sudargo Gautama, dalam satu negara hukum, terdapat pembatasan
kekuasaan negara terhadap perseorangan. Dalam suatu negara
hukum, negara tidak mahakuasa, tidak bertindak sewenang-
wenang. Tindakan-tindakan negara terhadap warganya dibatasi
oleh hukum. Inilah apa yang oleh ahli hukum Inggris dikenal
sebagai rule of law. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim dengan
tegas menyatakan bahwa di Inggris sebutan untuk negara hukum
(rechtsstaat) adalah the rule of law, sedangkan di Amerika Serikat
disebut sebagai “government of law, but no man”. Sesungguhnya
seluruh istilah dimaksud mengarah pada dua istilah pokok, yaitu
rechtsstaat dan the rule of law. Dalam perjalanannya kemudian,
sekalipun pemikiran tentang negara hukum sudah lama mengemuka,
namun fakta menunjukkan bahwa istilah tersebut mulai populer di
Benua Eropa sejak abad XIX. Setelah itu, perkembangan tentang
negara hukum terus mengalami dinamika yang cukup signifikan
sampai saat ini. Bahkan kemudian banyak negara di dunia yang
menjadikan negara hukum sebagai konsep utama dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (Haposan Siallagan, 2016).
Paham rechtsstaat mulai populer sejak abad XIX, yang lahir
dari suatu perjuangan terhadap absolutisme sehingga sifatnya
revolusioner, yang bertumpu pada suatu sistem hukum kontinental

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 3


yang disebut civil law. Negara hukum pada masa tersebut
digambarkan sebagai negara penjaga malam (nachtwakersstaat),
yaitu negara yang tugas pemerintahnya dibatasi pada
mempertahankan ketertiban umum dan keamanan. Kemudian,
Immanuel Kant, dalam bukunya Methaphysiche Ansfangsgrunde
der Rechtslehre, mengemukakan bahwa konsep negara polizei
staat atau negara polisi, dan pihak yang beraksi terhadap polizei
staat adalah orang-orang kaya dan pandai, yang disebut kaum
borjuis liberal (Haposan Siallagan, 2016).
Kant mengemukakan paham negara hukum dalam arti
sempit, yang menempatkan fungsi recht dan staat hanya sebagai
alat perlindungan hak individual dan kekuasaan negara yang
diartikan secara pasif, bertugas sebagai pemelihara ketertiban
dan keamanan masyarakat. Sifat liberal negara hukum abad
ke-19 di Eropa Kontinental, bertumpu pada liberty dan asas
demokrasi bertumpu pada equality. Liberty merupakan kondisi
yang memungkinkan untuk mewujudkan kehendak secara bebas
dan hanya dibatasi oleh keperluan menjamin kehidupan bersama
secara damai antara kehendak bebas individu dengan kehendak
bebas bersama. Dapat diketahui bahwa ciri-ciri negara hukum
abad XIX, yaitu adanya konstitusi yang memuat ketentuan
tertulis yang mengikat tentang hubungan antara pemerintah dan
rakyat, adanya pemisahan kekuasaan, dan tindakan pemerintah
harus berdasarkan atas undang-undang dan terjaminnya hak
dasar atau hak-hak kebebasan rakyat. Dari ciri-ciri tersebut
menunjukkan secara jelas bahwa dalam sebuah negara hukum,
adanya konstitusi harus dapat memberikan jaminan konstitusional
terhadap kebebasan dan persamaan. Pentingnya pemisahan
kekuasaan supaya terhindar dari penumpukan kekuasaan dalam
satu tangan, yang sering kali cenderung kepada penyalahgunaan
kekuasaan dan kesewenang-wenangan. Dengan adanya pemisahan
kekuasaan berarti juga sebagai jaminan terhadap terciptanya
kekuasaan kehakiman yang merdeka terhadap kekuasaan lain.
Kekuasaan membentuk undang-undang yang dikaitkan dengan

4 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


parlemen, dimaksudkan untuk menjamin bahwa hukum yang
dibuat sesuai dengan kehendak rakyat. Hal tersebut dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dalam
tindakan pemerintah yang dapat melanggar hak-hak kebebasan
dan persamaan terhadap rakyat. Dalam perkembangan kemudian,
paham negara hukum semacam ini dianggap kurang memuaskan,
maka muncul pemikiran untuk memperbaiki paham Kant tersebut,
yaitu dikenal dengan paham negara hukum formal. Sarjana yang
mengembangkan paham tersebut adalah Frederich Julius Stahl.
Stahl dalam usahanya menyempurnakan paham negara hukum
liberal, mengatakan paham negara hukum formal, dengan unsur-
unsur utamanya, yaitu: mengakui dan melindungi hak-hak asasi
manusia, untuk melindungi terhadap hak-hak asasi tersebut maka
penyelenggaraan negara harus berdasarkan atas teori trias politica;
dalam menjalankan tugasnya, pemerintah harus berdasarkan atas
undang-undang; jika dalam menjalankan tugasnya berdasarkan
undang-undang pemerintah masih melanggar hak-hak asasi,
maka ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya
(Haposan Siallagan, 2016).
Unsur-unsur negara hukum formal yang dikemukakan oleh
Stahl bertujuan untuk melindungi hak asasi dengan cara membatasi
dan mengawasi penyelenggaraan kekuasaan negara dengan undang-
undang. Hukum itu merupakan bagian dari perangkat kerja sistem
sosial. Fungsi sistem sosial ini adalah untuk mengintregasikan
kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta
suatu keadaan yang tertib (Satjipto Rahardjo, 2012). Negara tidak
boleh menyimpang atau memperluas penyelenggaraan kekuasaan
negara. Namun, pada kenyataannya pembuat undang-undang
tidak mungkin dapat memperkirakan atau mengatur seluruhnya
apa yang akan terjadi dikemudian hari. Pembatasan yang ketat
telah mempersempit ruang gerak pemerintah dalam menjalankan
kekuasaan negara. Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad
XX, paham rechtsstaat mengalami penyempurnaan, dengan
mendapat perhatian para pemikir dari benua Eropa, di antaranya

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 5


Paul Scholten yang membedakan tingkatan antara asas dan aspek
negara hukum. Unsur yang dianggap penting dinamakannya
dengan asas dan unsur yang merupakan turunannya disebut aspek.
Asas negara hukum menurut paham Scholten adalah:
a. Ada hak warga terhadap negara, yang mengandung dua aspek,
yaitu hak individu pada prinsipnya berada di luar wewenang
negara dan pembatasan terhadap hak tersebut hanyalah dengan
ketentuan undang-undang, berupa peraturan yang berlaku
umum;
b. Adanya pemisahan kekuasaan
Scholten mengemukakan tiga kekuasaan negara yang
harus dipisah satu sama lain, yaitu kekuasaan pembentuk
undang-undang, kekuasaan melaksanakan undang-undang
dan kekuasaan mengadili. Kini, dalam konsep rechtsstaat
yang lebih luas, tugas pemerintahan tidak sebatas pengertian
sebagaimana pada abad XIX. Dalam pengertian modern
menuntut pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan
sosial. Dalam negara hukum sosial, negara atau pemerintah
hanya melakukan wewenang, tugas dan tanggung jawab
menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi memikul tanggung
jawab yang lebih luas, yaitu mewujudkan kesejahteraan dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Pelaksanaan negara
kesejahteraan (welfare state) berkaitan dengan pelaksanaan
good governance (tata pemerintahan yang baik). Good
governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak
lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah.
Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing
secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi
lain. Bahkan institusi non pemerintah ini dapat saja memegang
peran dominan dalam governance tersebut, atau bahkan
lebih dari itu pemerintah tidak mengambil peran apapun
“governance without government” (Samodra Wibawa, 2006).
Selanjutnya, jika dibandingkan dengan prinsip negara hukum

6 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


lainnya, dikenal adanya negara dengan sistem hukum Anglo
Saxon yang menggunakan istilah rule of law. Istilah rule of
law tersebut pada dasarnya merupakan ungkapan yang sama
artinya dengan apa yang oleh sistem hukum Eropa Kontinental
disebut dengan istilah rechtsstaat. Namun demikian, mungkin
ada perbedaan sejarah yang melatar-belakangi lahirnya
kedua sistem tersebut. Sistem Eropa Kontinental muncul
sebagai suatu sistem yang rasional dan revolusioner dalam
menentang absolutisme, sementara sistem Anglo Saxon atau
the rule of law berkembang secara evolusioner. Perbedaan
demikian disebabkan karena latar belakang kakuasaan raja.
Pada zaman Romawi, kekuasaan yang menonjol dari raja
ialah menbuat peraturan melalui keputusan-keputusan raja.
Kekuasaan itu kemudian dilimpahkan atau di delegasikan
kepada pejabat-pejabat pemerintah lainnya, sehingga pejabat-
pejabat pemerintah membuat peraturan-peraturan bagi hakim
tentang bagaimana memutus suatu sengketa. Begitu besarnya
peranan pemerintah atau administrasi negara sehingga dalam
sistem Kontinental muncul cabang hukum yang disebut
droit administratif. Sebaliknya dalam sistem Anglo Saxon,
kekuasaan raja yang utama adalah mengadili. Peradilan oleh
raja kemudian berkembang menjadi suatu sistem peradilan,
sehingga hakim-hakim peradilan adalah delegasi dari raja,
tetapi bukan melaksanakan kehendak raja. Hakim harus
memutus perkara berdasarkan kebiasaan umum. Dengan
demikian, pada sistem Eropa Kontinental mengarah kepada
bertambah besarnya peranan peradilan dan para hakim. Atas
dasar itu dalam sistem Kontinental perkembangannya mengarah
kepada langkah-langkah untuk membatasi kekuasaan pejabat
pemerintah, sedangkan dalam sistem Anglo Saxon mengarah
kepada langkah-langkah untuk peradilan yang adil atau tidak
memihak dari tindakan yang sewenang-wenang (Haposan
Siallagan, 2016).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 7


Menurut A.V.Dicey, terdapat tiga unsur utama dalam paham
the rule of law, yaitu supremasi aturan-aturan hukum atau dengan
kata lain keunggulan mutlak hukum, kedudukan yang sama di
muka hukum atau sering juga disebut dengan istilah persamaan
di hadapan hukum, dan terjaminnya hak asasi manusia dalam
konstitusi serta oleh lembaga peradilan. Dalam paham the rule
of law, hukum konstitusi bukanlah sumber, tetapi merupakan
konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan
oleh pengadilan. Pandangan Dicey tersebut sering juga dikatakan
sebagai pandangan murni dan sempit, Perlindungan common law
hanya dapat meluas kepada kebebasan pribadi tertentu seperti
kebebasan berbicara, tetapi tidak dapat menjamin kesejahteraan
ekonomi atau sosial warganegara seperti perlindungan fisik yang
baik, memiliki rumah yang layak, pendidikan, pemberian jaminan
sosial atau lingkungan yang layak dan lain sebagainya. Oleh sebab
itu, dalam hal ini negara hanya terbatas dalam pengertian negara
hukum formal, yaitu negara yang bersifat pasif, bukan proaktif. Sifat
tersebut tidak terlepas dari fungsi negara yang hanya menjalankan
dan taat pada apa yang tertuang dalam konstitusi negara itu sendiri
(Haposan Siallagan, 2016).

2. Prinsip Negara Hukum


J.B.J.M. Ten Berge membagi prinsip-prinsip negara hukum
kedalam beberapa bagian, prinsip tersebut diantaranya adalah
(Muntoha, 2009):
a. Asas legalitas, pembatasan kebebasan warga negara (oleh
pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang
yang merupakan peraturan umum. Kemauan undang-undang
itu harus memberikan jaminan (terhadap warga negara)
dari tindakan (pemerintah) yang sewenang-wenang, kolusi,
dan berbagai jenis tindakan yang tidak benar, pelaksanaan

8 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


wewenang oleh organ pemerintah harus dikembalikan dasarnya
pada undang-undang tertulis, yakni undang-undang formal;
b. Perlindungan hak-hak asasi manusia (HAM);
c. Keterikatan pemerintah pada hukum;
d. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan
hukum; dan
e. Pengawasan oleh hakim yang merdeka dalam hal organ-organ
pemerintah melaksanakan dan menegakkan aturan-aturan
hukum.
Sedangkan Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa prinsip
negara hukum terdiri dari (Muntoha, 2009):
a. Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia;
b. Pembatasan kekuasaan melalui mekanisme kekuasaan dan
pembagian kekuasaan disertai mekanisme penyelesaian
sengketa ketatanegaraan antar lembaga negara, baik secara
vertikal maupun horizontal;
c. Adanya peradilan yang bersifat independen dan tidak memihak
(independent and impartial) dengan kewibawaan putusan yang
tertinggi atas dasar keadilan dan kebenaran;
d. Dibentuknya lembaga peradilan yang khusus untuk menjamin
keadilan warga negara yang dirugikan akibat putusan atau
kebijakan pemerintahan (pejabat administrasi negara);
e. Adanya mekanisme judicial review oleh lembaga legislatif
maupun lembaga eksekutif;
f. Dibuatnya konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang
mengatur jaminan-jaminan pelaksana prinsip-prinsip tersebut;
dan
g. Pengakuan terhadap asas legalitas dalam keseluruhan sistem
penyelenggaraan negara.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 9


B. EFEKTIVITAS HUKUM
Dengan berkembangnya teknologi dan kemajuan diberbagai bidang
kehidupan, tidak hanya memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Kemudahan yang diperoleh menimbulkan adanya perilaku-perilaku
negatif atau menyimpang muncul di lingkungan masyarakat. Dimulai
dari kesadaran hukum yang semakin rendah karena manusia yang
menilai mudahnya menjalani kehidupan, menimbulkan kondisi kurang
efektifnya hukum di masyarakat.

1. Pengertian Efektivitas Hukum


Menurut Hans Kelsen, Jika berbicara tentang efektivitas
hukum, dibicarakan pula tentang Validitas hukum. Validitas hukum
berarti bahwa norma-norma hukum itu mengikat, bahwa orang
harus berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-norma
hukum, bahwa orang harus mematuhi dan menerapkan norma-
norma hukum. Efektivitas hukum berarti bahwa orang benar-benar
berbuat sesuai dengan norma-norma hukum sebagaimana mereka
harus berbuat, bahwa norma-norma itu benar-benar diterapkan dan
dipatuhi. Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung
pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara
hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.
Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi
(operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau
sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara
pelaksanaannya. Jadi efektivitas hukum menurut pengertian di atas
mengartikan bahwa indikator efektivitas dalam arti tercapainya
sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya merupakan
sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai
dengan apa yang telah direncanakan (Nur Fitryani Siregar, 2018).
Tujuan hukum adalah untuk mencapai kedamaian dengan
mewujudkan kepastian dan keadilan dalam masyarakat.
Penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan harus didasarkan atas
hukum, bukan titah kepala negara. Negara dan lembaga-lembaga

10 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


lain dalam bertindak apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum. Kekuasaan menjalankan
pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum)
dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum (Azhary,
2003). Kepastian hukum menghendaki perumusan kaidah-kaidah
hukum yang berlaku umum, yang berarti pula bahwa kaidah-kaidah
tersebut harus ditegakkan atau dilaksanakan dengan tegas. Hal ini
menyebabkan bahwa hukum harus diketahui dengan pasti oleh para
warga masyarakat, oleh karena hukum tersebut terdiri dari kaidah-
kaidah yang ditetapkan untuk peristiwa-peristiwa masa kini dan
untuk masa-masa mendatang serta bahwa kaidah-kaidah tersebut
berlaku secara umum. Dengan demikian, maka di samping tugas-
tugas kepastian serta keadilan tersimpul pula unsur kegunaan di
dalam hukum. Artinya adalah bahwa setiap warga masyarakat
mengetahui dengan pasti hal-hal apakah yang boleh dilakukan dan
apa yang dilarang untuk dilaksanakan, di samping bahwa warga
masyarakat tidak dirugikan kepentingan-kepentingannya di dalam
batas-batas yang layak (Nur Fitryani Siregar, 2018).
Rusli Efendi membagi fungsi hukum menjadi 2 (dua)
golongan, yaitu fungsi hukum sebagai sosial kontrol (social
control) dan fungsi hukum sebagai alat pengubah masyarakat (a
tool of sosial engineering). Fungsi hukum sebagai sarana control
social lebih mencerminkan usaha untuk melakukan integrasi.
Hukum difungsikan sedemikian rupa sehingga konflik-konflik
kepentingan sebagai akibat adanya perbedaan antara yang ideal
dan yang aktual, antara yang standar dan yang praktis, antara
yang seharusnya atau yang diharapkan untuk dilakukan dan apa
yang ada dalam kenyataan yang senantiasa berlangsung di dalam
kehidupan masyarakat dapat diatasi sehingga tidak mengganggu
ketertiban masyarakat. Dalam hal ini, hukum mengendalikan
warga masyarakat agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang
termasuk kualifikasi pelanggaran hukum, baik kaidah hukum
publik maupun kaidah hukum privat. Fungsi hukum sebagai alat
pengubah masyarakat (a tool of sosial engineering), artinya di dalam

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 11


masyarakat terdapat suatu keinginan yang ingin dicapai, kemudian
menggunakan hukum sebagai alat untuk mengubah tingkah laku
warga masyarakat agar terbawa kearah tujuan yang dikehendaki.
Misalnya, pemerintah menghendaki agar pertumbuhan penduduk
dibatasi demi kesinambungannya dengan pertumbuhan ekonomi
dan kemakmuran bangsa di masa depan. Untuk itu dibuatlah
peraturan-peraturan hukum yang mengatur pembatasan kelahiran.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hukum
sebagai alat pengubah masyarakat mempunyai peranan penting
terutama dalam perubahan-perubahan yang dikehendaki atau norma
hukum beserta perumusannya maupun cara untuk menegakkannya
yang berlaku bagi pelaksana maupun pencari keadilan (Djaenab,
2018).
Berdasarkan Teori Efektivitas milik Soerjono Soekanto,
Hukum merupakan patokan mengenai sikap tindak atau perilaku
yang pantas. Metode berpikir yang dipergunakan adalah metode
deduktif-rasional, sehingga menimbulkan jalan pikiran yang
dogmatis. Di lain pihak, ada yang memandang hukum sebagai
sikap tindak atau perilaku yang teratur. Metode berpikir yang
digunakan adalah induktif-empiris, sehingga hukum itu dilihatnya
sebagai tindak yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang
mempunyai tujuan tertentu. Efektivitas hukum dalam tindakan
atau realita hukum dapat diketahui apabila seseorang menyatakan
bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuanya,
maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil
mengatur sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai
dengan tujuannya atau tidak. Efektivitas hukum disoroti dari tujuan
yang ingin dicapai. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan
agar supaya masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan
mencantumkan sanksi-sanksinya. Sanksi-sanksi tersebut bisa
berupa sanksi negatif atau sanksi positif, yang maksudnya adalah
menimbulkan rangsangan agar manusia tidak melakukan tindakan
tercela atau melakukan tindakan yang terpuji (Nur Fitryani Siregar,
2018).

12 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Terdapat kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi agar
hukum mempunyai pengaruh terhadap sikap tindak atau perilaku
manusia. Kondisi yang harus ada adalah hukum harus dapat
dikomunikasikan. Komunikasi hukum lebih banyak tertuju pada
sikap, karena sikap merupakan suatu kesiapan mental sehingga
seseorang mempunyai kecendurangan untuk memberikan
pandangan yang baik atau buruk, yang kemudian terwujud di
dalam perilaku nyata. Apabila yang dikomunikasikan tidak bisa
menjangkau masalah-masalah yang secara langsung dihadapi
oleh sasaran komunikasi hukum maka akan dijumpai kesulitan-
kesulitan. Hasilnya yaitu hukum tidak punya pengaruh sama sekali
atau bahkan mempunyai pengaruh yang negatif. Hal itu disebabkan
oleh karena kebutuhan mereka tidak dapat dipenuhi dan dipahami,
sehingga mengakibatkan terjadinya frustasi, tekanan, atau bahkan
konflik (Nur Fitryani Siregar, 2018).

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Efektivitas Hukum


Efektivitas hukum merupakan suatu kegiatan yang
memperlihatkan suatu strategi perumusan masalah yang bersifat
umum, yaitu suatu perbandingan realitas hukum dengan ideal
hukum. Secara khusus terlihat jenjang antara hukum dalam tindakan
(law in action) dengan hukum dalam teori (law in theory), dengan
kata lain kegiatan ini akan memperlihatkan kaitan antara law in
action dan law in theory. Menurut Black, masalah pokok dari
efektivitas hukum ialah menelaah apakah hukum itu berlaku dan
untuk mengetahui berlakunya hukum, Black menganjurkan antara
ideal hukum (kaidah yang dirumuskan dalam undang-undang atau
keputusan hakim) dengan realitas hukum (Djaenab, 2018).
Pernyataan tersebut pada dasarnya memperlihatkan bahwa hal
berlakunya hukum ialah mewujudkan hukum itu sebagai perilaku
atau tingkah laku. Dan dalam efektivitas hukum, pernyataan kaidah
hukum dapat mengacu pada hukum substansi (hukum materil), dan
hukum acara (hukum formal). Demikian halnya ketika berbicara
tentang efektivitas hukum dalam masyarakat Indonesia berarti

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 13


membahas daya kerja hukum dalam mengatur dan atau memaksa
warga masyarakat untuk taat terhadap hukum. Efektivitas hukum
berarti mengkaji kaidah hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu
berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis. Berikut beberapa
faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas hukum dalam
masyarakat (Nur Fitryani Siregar, 2018):
a. Hukum itu sendiri
Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di
lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian
hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret
atau berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak
sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara
secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai
keadilan itu tidak tercapai. Seharusnya ketika melihat suatu
permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi
prioritas utama. Hukum tidaklah semata-mata dilihat dari
sudut hukum tertulis saja, masih banyak aturan-aturan yang
hidup dalam masyarakat yang mampu mengatur kehidupan
masyarakat. Jika hukum tujuannya hanya sekedar keadilan,
maka kesulitannya karena keadilan itu bersifat subjektif,
sangat tergantung pada nilai-nilai intrinsik subjektif dari
masing-masing orang.
b. Penegak hukum
Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan
hukum mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, oleh
karena mencakup baik secara langsung maupun tidak langsung
berkecimpung di bidang penegakan hukum. Seorang penegak
hukum, sebagaimana warga masyarakat mempunyai beberapa
kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah
menutup kemungkinan bahwa antara berbagai kedudukan
dan peranan timbul konflik (status conflict dan conflict of
roles). Jika terjadi kesenjangan antara peranan seharusnya

14 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


dengan peranan yang sebenarnya yang dilakukan atau peranan
aktual, maka terjadi kesenjangan peran (role distance). Dalam
melaksanakan peran aktual, penegak hukum sebaiknya mampu
mawas diri. Dalam hal ini penegak hukum harus mampu
berikhtiar untuk hidup (Djaenab, 2018):
1) logis, yaitu dapat membuktikan antara yang benar dan
yang salah;
2) ethis, yaitu bersikap tidak monoton atau berpatokan pada
ketidakserakahan, tidak berlebihan atau berkekurangan
dan lugas tidak bertele-tele; dan
3) estetis, yang harus diartikan mencari yang enak tanpa
menyebabkan tidak enak pada pribadi lain.
Dalam pelaksanaannya penegak hukum dalam prakteknya
menemui beberapa halangan yang disebabkan oleh penegak
hukum itu sendiri, halangan-halangan tersebut antara lain:
1) Keterbatasan kemampuan menempatkan diri dalam
peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi;
2) Tingkat aspirasi yang belum tinggi;
3) Tidak bergairah dalam memikirkan masa depan, sehingga
sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi;
4) Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu
kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan materiel; dan
5) Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan
pasangan konservatisme.
Menurut Soerjono Soekanto, hambatan maupun halangan
penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum tersebut
dapat diatasi dengan cara mendidik, membiasakan diri untuk
mempunyai sikap terbuka, siap menerima perubahan, peka
terhadap masalah yang terjadi, selalu mempunyai informasi
yang lengkap, orientasi ke masa kini dan masa depan,
menyadari potensi yang dapat dikembangkan, berpegang pada
suatu perencanaan, percaya pada kemampuan iptek, menyadari

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 15


dan menghormati hak dan kewajiban, berpegang teguh pada
keputusan yang diambil atas dasar penalaran dan perhitungan
yang mantab.
c. Sarana yang mendukung
Fasilitas pendukung secara sederhana dapat dirumuskan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Ruang lingkupnya
adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung.
Fasilitas pendukung mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan
yang memadai, keuangan yang cukup dan sebagainya. Jika
fasilitas pendukung tidak terpenuhi maka mustahil penegakan
hukum akan mencapai tujuannya. Kepastian dan kecepatan
penyelesaian perkara tergantung pada fasilitas pendukung
yang ada dalam bidang-bidang pencegahan dan pemberantasan
kejahatan. Peningkatan teknologi deteksi kriminalitas,
mempunyai peranan yang sangat penting bagi kepastian dan
penanganan perkara-perkara pidana, sehingga tanpa adanya
sarana atau fasilitas tersebut tidak akan mungkin penegak
hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan
peranan yang aktual, maka untuk sarana atau fasilitas tersebut
sebaiknya dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Yang tidak ada maka diadakan yang baru;
2) Yang rusak atau salah maka diperbaiki;
3) Yang kurang seharusnya di tambah;
4) Yang macet harus di lancarkan:
5) Yang mundur atau merosot harus di tingkatkan.
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa tidak mungkin
penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar tanpa
adanya sarana atau fasilitas yang memadai. Fasilitas atau
sarana yang memadai tersebut, mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan
yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal

16 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


tersebut tidak terpenuhi, maka mustahil atau kemungkinannya
kecil, penegakan hukum akan mencapai tujuannya.
d. Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan
untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat itu sendiri.
Masyarakat memiliki pendapat atau anggapan tertentu
mengenai hukum, antara lain:
1) Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan;
2) Hukum diartikan sebagai disiplin, yakni sistem ajaran
tentang kenyataan;
3) Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni
patokan perilaku pantas yang diharapkan;
4) Hukum diartikan sebagai tata hukum (hukum positif);
5) Hukum diartikan sebagai petugas atau pejabat;
6) Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat atau penguasa;
7) Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan;
8) Hukum diartikan sebagai perilaku teratur dan unik;
9) Hukum diartikan sebagai jalinan nilai; dan
10) Hukum diartikan sebagai seni.
Berbagai pengertian di atas muncul karena masyarakat
hidup dalam konteks yang berbeda, sehingga yang seharusnya
dikedepankan adalah keserasiannya, hal ini memiliki tujuan
agar ada titik tolak yang sama. Masyarakat juga mempunyai
kecenderungan yang besar untuk mengartikan hukum dan
bahkan mengindentifikasi penegak hukum adalah sebagai
pribadi. Salah satu akibatnya adalah bahwa baik buruknya
hukum senantiasa dikaitkan dengan pola perilaku penegak
hukum itu sendiri yang merupakan pendapatnya sebagai
cerminan dari hukum sebagai struktur dan proses. Keadaan
tersebut juga dapat memberikan pengaruh baik, yakni bahwa
penegak hukum akan merasa bahwa perilakunya senantiasa
mendapat perhatian dari masyarakat.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 17


Permasalahan lain yang timbul sebagai akibat anggapan
masyarakat adalah mengenai penerapan peraturan yang
ada atau berlaku. Jika penegak hukum menyadari dirinya
dianggap hukum oleh masyarakat, maka kemungkinan
penafsiran mengenai pengertian perundang-undangan bisa
terlalu luas atau bahkan terlalu sempit. Selain itu mungkin
timbul kebiasaan untuk kurang menelaaah bahwa perundang-
undangan kadangkala tertinggal dengan perkembangan di
dalam masyarakat. Anggapan-anggapan masyarakat tersebut
harus mengalami perubahan dalam kadar tertentu. Perubahan
tersebut dapat dilakukan melalui penerangan atau penyuluhan
hukum yang bersinambungan dan senantiasa dievaluasi hasil-
hasilnya, untuk kemudian dikembangkan lagi. Kegiatan-
kegiatan tersebut nantinya akan dapat menempatkan hukum
pada kedudukan dan peranan yang semestinya.
e. Kebudayaan
Faktor kebudayaan bersatu padu dengan faktor masyarakat,
namun didalam faktor kebudayaan terdapat masalah sistem
nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau
non material. Menurut Lawrence M. Friedman, kebudayaan
dan masyarakat dibedakan dikarenakan, bahwa kebudayaan
adalah sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem
kemasyarakatan), maka hukum mencakup, struktur, subtansi
dan kebudayaan. Struktur mencakup wadah atau bentuk dari
sistem tersebut yang mencakup tatanan lembaga-lembaga
hukum formal, hukum antara lembaga-lembaga tersebut, hak-
hak dan kewajibannya, dan seterusnya. Kebudayaan (sistem)
hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-
konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (hingga
dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).
Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-
nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus
diserasikan. Pasangan nilai yang berperan dalam hukum

18 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


menurut Soerdjono Soekamto yakni nilai ketertiban dan
nilai ketenteraman; nilai jasmaniah atau kebendaan dan
nilai rohaniah atau akhlak; serta nilai kelanggengan atau
konservatisme dan nilai kebaruan atau inovasi.
Faktor-faktor diatas dapat didukung pula dengan kondisi
yang ada di masyarakat dalam upaya mencapai efektivitas
hukum. Kondisi agar hukum dapat menjalankan fungsinya
sebagai social control secara maksimal adalah sebagai berikut.
1) Hukum berwujud aturan-aturan umum dan tetap, bukan
merupakan aturan yang sifatnya sementara;
2) Hukum harus diketahui eksistensinya dan jelas, isinya
bagi warga masyarakat yang diatur kepentingannya oleh
hukum;
3) Dihindarkan dari adanya penerapan peraturan hukum yang
bersifat retroaktif;
4) Pemahaman umum terhadap aturan hukum harus cukup;
5) Antara hukum yang satu dengan lainnya harus konsisten,
tidak boleh terjadi konflik;
6) Pembentukan harus mengindahkan kemampuan warga
masyarakat untuk mematuhi hukum tersebut;
7) Perubahan-perubahan yang terlalu cepat pada hukum perlu
dihindari agar warga masyarakat mempunyai kriteria yang
pasti bagi aktivitas sosialnya dalam masyarakat; dan
8) Harus ada korelasi antara hukum dengan pelaksanaan
hukum tersebut.
Demikian pula, untuk mengefektifkan fungsi hukum
sebagai perekayasa sosial atau pengubah masyarakat,
maka harus ada pengembangan empat asas pokok, yaitu
suatu gambaran jelas tentang situasi yang sedang dihadapi;
menciptakan suatu analisis tentang penilaian-penilaian yang
ada serta menempatkannya dalam suatu hierarki; melakukan
verifikasi hipotesis-hipotesis, misalnya apabila suatu cara

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 19


yang dipikirkan untuk dilaksanakan pada akhirnya kelak akan
membawa ke arah yang dikehendaki; dan pengukuran terhadap
efek aturan-aturan yang telah ada (Djaenab, 2018: 154).

C. NEGARA HUKUM INDONESIA


Istilah negara hukum Indonesia sering disama artikan dengan
rechtsstaat dan the rule of law. Menurut Aristoteles, suatu negara yang
baik adalah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan
hukum. Aristoteles, yang memerintah dalam negara bukanlah manusia
melainkan pikiran yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan baik-
buruknya suatu hukum (Nukhtoh Arfawie Kurde, 2005). Jika dilihat dari
sejumlah konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, dapat dikatakan
bahwa semua konstitusi dimaksud selalu menegaskan bangsa Indonesia
sebagai negara hukum. Indonesia sebagai negara hukum dapat dilihat
dari adanya ciri negara hukum yang prinsip-prinsipnya dapat dilihat
pada Konstitusi Negara RI (sebelum dilakukan perubahan), yaitu
dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh, dan Penjelasan UUD
1945 dengan rincian sebagai berikut (Muntoha, 2009):
1. Pembukaan UUD 1945, memuat dalam alinea pertama kata
“perikeadilan”, dalam alinea kedua “adil”, serta dalam alinea
keempat terdapat perkataan “keadilan sosial”, dan “kemanusiaan
yang adil”. Semua istilah itu berindikasi kepada pengertian negara
hukum, karena bukankah suatu tujuan hukum itu untuk mencapai
negara keadilan. Kemudian dalam Pembukaan UUD 1945 pada
alinea keempat juga ditegaskan “maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia”.
2. Batang Tubuh UUD 1945, menyatakan bahwa “Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar (Pasal 14). Ketentuan ini menunjukkan bahwa
presiden dalam menjalankan tugasnya harus mengikuti ketentuan-
ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang
Dasar. Pasal 9 mengenai sumpah Presiden dan Wakil Presiden

20 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


“memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya selurus-lurusnya”. Melarang
Presiden dan Wakil Presiden menyimpang dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan tugasnya,
merupakan suatu sumpah yang harus dihormati oleh Presiden
dan Wakil Presiden dalam mempertahankan asas negara hukum.
Ketentuan ini dipertegas lagi dengan adanya Pasal 27 UUD
1945 yang menetapkan bahwa “segala warga negara bersamaan
kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya”. Pasal ini selain menjamin prinsip equality before
the law, suatu hak demokrasi yang fundamental, juga menegaskan
kewajiban warga negara untuk menjunjung tinggi hukum suatu
prasyarat langgengnya negara hukum; dan
3. Penjelasan UUD 1945, merupakan penjelasan autentik dan
menurut Hukum Tata Negara Indonesia, Penjelasan UUD 1945 itu
mempunyai nilai yuridis, dengan huruf besar menyatakan: “Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (machtsstaat)”. Ketentuan yang terakhir ini
menjelaskan apa yang tersirat dan tersurat telah dinyatakan dalam
Batang Tubuh UUD 1945.
Sebagaimana diketahui bahwa secara umum, lazimnya konsep
negara hukum selalu merujuk pada dua aliran utama, yaitu negara
hukum dalam arti rechtsstaat dan negara hukum dalam arti the rule of
law. Namun dalam UUD 1945 setelah perubahan, penegasan konsep
negara hukum bagi Indonesia tidak dibarengi dengan penjelasan
lanjutan terkait dengan paham negara hukum yang dianut. Hal demikian
pada prinsipnya mengakibatkan paham negara hukum yang dianut
Indonesia menjadi kurang mengandung kejelasan serta kepastian.
Dayanto mengemukakan bahwa pembangunan hukum pasca reformasi
terkesan tambal sulam. Penerapan prinsip negara hukum di Indonesia
dapat dikatakan dijalankan tanpa berpatokan secara langsung pada
prinsip rechtsstaat atau rule of law. Janpatar Simamora menyatakan
bahwa terwujudnya negara hukum sebagaimana yang dicitacitakan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 21


dalam UUD 1945 akan dapat direalisasikan bila seluruh proses
penyelenggaraan pemerintahan atau negara benar-benar didasarkan
pada kaidah-kaidah yang tertuang dalam konstitusi itu sendiri. Negara
hukum Indonesia memiliki ciri-ciri tersendiri yang barangkali berbeda
dengan negara hukum yang diterapkan di berbagai negara. Hanya saja,
untuk prinsip umumnya, seperti adanya upaya perlindungan terhadap
hak asasi manusia, adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan,
adanya pelaksanaan kedaulatan rakyat, adanya penyelenggaraan
pemerintahan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan adanya peradilan administrasi negara masih tetap
digunakan sebagai dasar dalam mewujudkan negara hukum di
Indonesia. Berdasarkan pelaksanaannya kemudian, sejumlah unsur
penting tersebut diwujudkan dengan baik. Terkait dengan perlindungan
hak asasi manusia, UUD 1945 setelah perubahan cukup mengakomodir
masalah hak asasi manusia secara lengkap. Bahkan dapat dikatakan
jauh lebih lengkap dari pengaturan yang terdapat dalam konstitusi
yang pernah berlaku sebelumnya (Haposan Siallagan, 2016).
Menurut Sri Soemantri yang terpenting dalam Negara hukum,
yaitu: Bahwa pemerintahan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
harus berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan;
Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warganya); Adanya
pembagian kekuasaan dalam Negara; Adanya pengawasan dari badan-
badan peradilan/rechterlijke controle (Fatkhurohman, 2004). Friedrich
Julius Stahl dengan konsep Negara Hukum Formal menyusun unsur-
unsur Negara hukum adalah : Mengakui dan melindungi hak-hak asasi
manusia; Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan
Negara harus berdasarkan pada teori trias politica; Dalam menjalankan
tugasnya, pemerintah berdasar atas undang-undang (wetmatig bestuur);
Apabila dalam menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang
pemerintah masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah
dalam kehidupan pribadi seseorang), maka ada pengadilan administrasi
yang akan menyelesaikannya (Azhary, 2005).

22 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


1. Tata Hukum Indonesia
Tata hukum adalah susunan hukum yang berasal dari istilah
rechts orde (bahasa Belanda). Susunan hukum terdiri atas aturan-
aturan hukum yang tertata sedemikian rupa untuk menyelesaikan
peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Aturan-aturan
yang ditata sedemikian rupa yang menjadi “tata hukum” tersebut
antara satu dan lainnya saling berhubungan dan saling menentukan
(Soedikno Mertokusumo, 1999).
Suatu tata hukum berlaku dalam suatu masyarakat karena
disahkan oleh pemerintah masyarakat itu. Jika masyarakat itu
adalah masyarakat negara, yang mengesahkan tata hukumnya
adalah penguasa negara itu. Tata hukum yang sah dan berlaku pada
waktu tertentu dan di negara tertentu dinamakan hukum positif/
ius constitutum (Soedikno Mertokusumo, 1999). Tata Hukum
Indonesia berisi tatanan aturan-aturan hukum yang sedang berlaku
di Indonesia. Berlaku artinya berakibat hukum bagi peristiwa atau
perbuatan dalam masyarakat pada saat ini. Sedangkan Indonesia
menunjukkan suatu tempat yaitu berada di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dengan demikian Tata Hukum Indonesia
itu menata, menyusun, mengatur tertib kehidupan masyarakat
Indonesia yang ditetapkan oleh masyarakat hukum Indonesia.
Tata Hukum Indonesia ada sejak Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945. Saat itu, bangsa
Indonesia mengambil keputusan menentukan dan melaksanakan
hukumnya sendiri yaitu hukum bangsa Indonesia dengan Tata
Hukumnya yang baru (Hadisoeprapto, 2011). Maka dari itu,
proklamasi merupakan norma pertama sebagai ketentuan dasar
daripada Tata Hukum Indonesia. Ketentuan pertama yang dijadikan
dasar aturan-aturan hukum lainnya yang nantinya akan menjadi
bagian dari tata hukum yang baru dan selanjutnya menjadi dasar
berlakunya aturan hukum tersebut.
Suatu tata hukum selalu berubah-ubah mengikuti
perkembangan masyarakat di tempat mana tata hukum itu berlaku

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 23


untuk memenuhi perasaan keadilan berdasarkan kesadaran hukum
masyarakat (Soedikno Mertokusumo, 1999). Sehingga aturan-
aturan yang berlaku di suatu tempat, termasuk di negara Indonesia,
berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan zaman
dan perkembangan kebutuhan masyarakatnya. Oleh karena
itu, apabila suatu aturan sudah tidak memenuhi kebutuhan dari
masyarakat maka perlu diganti dengan aturan hukum yang baru.
Namun, agar tidak terjadi kekosongan hukum maka aturan-
aturan hukum pada masa sebelum proklamasi yang tidak
bertentangan dengan jiwa proklamasi masih berlaku sebagai bagian
hukum positif saat itu sampai digantikan dengan tata hukum yang
baru. Hal tersebut kemudian diatur dalam Pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen), sebagai
berikut: “Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini”.

2. Sejarah Tata Hukum Indonesia


a. Sejarah Tata Hukum Indonesia pada Masa Pra-Kemerdekaan
1) Masa Kekuasaan Belanda
Pada periode kekuasaan penjajahan Pemerintah
Belanda dikenal tiga masa peundang-undangan, yakni:
(Soerjono Soekanto, 1986)
a) Masa Besluiten Regerings (1800-1855)
Pada masa ini hanya raja yang berkuasa untuk
mengurus dan mengatur segala sesuatu di Belanda dan
daerah jajahan, walaupun dalam praktik dilaksanakan
oleh Gubernur Jendral.
Hanya ada satu jenis peraturan yang dikenal pada
masa itu yakni peraturan pusat (algemene verodering)
yang dikeluarkan oleh raja yang disebut Koninklijk
Besluit (K.B). Isinya adalah berupa tindakan eksekutif

24 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


dan merupakan ketetapan, dan juga sekaligus tindakan
legislatif.
b) Masa Regerings Reglement (1855-1926)
Masa ini dikenal dengan sebutan R.R. Ditinjau
dari isinya dapatlah dikatakan bahwa R.R. merupakan
semacam Undang-Undang Dasar Pemerintah Jajahan
Belanda. Lahirnya R.R. sebagai akibat dari adanya
perubahan undang-undang dasar di Negeri Belanda
pada tahun 1848.
Bentuk perundang-undangan yang dikenal di
masa itu, di samping wet (Undang-Undang) dan K.B.
sebagai bentuk algemene verordening yang sudah ada,
ada pula Ordonnantie dan Kroonordonantie. Secara
hierarki keempat jenis bentuk algemene verordening
tersebut tersusun: wet berkedudukan paling tinggi, lalu
diikuti K.B. Di bawahnya Kroon-Ordonantie dan yang
terendah adalah Ordonanntie (Wignjosoebroto, 1994).
c) Masa Indische Staatsregeling (1926-1942)
“Indische Staatsregeling” yang lazim disingkat
dengan IS. artinya adalah: “Peraturan Ketatanegaraan
Hindia-Belanda” yang merupakan Undang Undang
Dasar untuk Hindia-Belanda pada waktu itu. Disinilah
pangkal mulanya tata hukum di Indonesia beragam,
terjadi dualisme, bahkan pluralisme hukum dalam
berbagai bidang, walaupun telah ada pula bidang
hukum yang telah diunifikasikan (Mohammad Adnan,
2016). Indische Staatsregeling mulai berlaku sejak 1
Januari 1926, dan termuat dalam Staasblad (Lembaga
Negara) Tahun 1925 Nomor 415.
2) Masa Kekuasaan Jepang
Pada masa Jepang, daerah Hindia Belanda dibagi
menjadi tiga kawasan dan komando. Pertama, Jawa dan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 25


Madura. Kedua adalah Sumatera yang dikontrol dari
Singapura, pusat komando Jepang di kawasan tersebut.
Yang ketiga adalah Indonesia Timur di bawah kekuasaan
Angkatan Laut Jepang berkedudukan di Makassar
(Wignjosoebroto, 1994).
Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur
pemerintahan di wilayah Hindia Belanda dibuat dengan
dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei (Soerjono
Soekanto, 1986).
Oleh karena alasan keadaan darurat, pemerintah bala
tentara Jepang di Hindia Belanda menentukan hukum
yang berlaku untuk mengatur pemerintahan dengan
mengeluarkan Osamu Seirei No. 1/1942. Pasal 3 Osamu
Seirei No. 1/1942 menentukan bahwa semua badan
pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-
undang dari pemerintah yang dahulu tetap diakui sah
untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan
peraturan pemerintahan militer (Hartono, 2015).
Dari ketentuan Pasal 3 Osamu Seirei No. 1/1942
tersebut dapat diketahui bahwa hukum yang mengatur
pemerintahan dan lain-lain tetap menggunakan Indische
Staatregeling (IS). Itu artinya ketentuan-ketentuan dalam
hukum perdata, pidana, dan hukum acara yang berlaku bagi
semua golongan di masa kolonial Jepang itu sama dengan
yang ditentukan dalam Pasal 131 I.S. Begitu pula untuk
urusan penggolongan penduduk yang ada, Pemerintah
Balatentara Jepang menggunakan ketentuan Pasal 163 IS
(Yetty Zulmiati, 2017).
Kemudian Pemerintah Balatentara Jepang
mengeluarkan Gun Seirei Nomor Istimewa Tahun 1942,
Osamu Seirei No. 25 Tahun 1944 dan Gun Seirei No. 14
Tahun 1942, untuk melengkapi peraturan yang telah ada
sebelumnya. Gun Seirei Nomor Istimewa tahun 1942

26 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


dan Osamu Seirei No. 25 Tahun 1944 memuat tentang
aturan-aturan pidana yang umum dan aturan-aturan pidana
yang khusus. Sementara Gun Seirei No. 14 Tahun 1942
mengatur tentang pengadilan di Hindia Belanda.
b. Sejarah Tata Hukum Indonesia pada Masa Pasca-Kemerdekaan
1) Masa 1945-1949 (17 Agustus 1945-26 Desember 1949)
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara
Kesatuan RI. Namun negara yang diproklamasikan
kemerdekaannya itu bukanlah merupakan tujuan semata-
mata, melainkan alat untuk mencapai cila-cita Bangsa
dan tujuan Negara, membentuk masyarakat adil makmur
berdasarkan Pancasila.
Adapun arti daripada Proklamasi itu dalam garis
besarnya ialah: (Kansil, 1986)
a) Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b) Puncak perjuangan pergerakan emegeegane setelah
berjuang berpuluh tahun sejak 20 Mei 1908;
c) Titik tolak daripada pelaksanaan. Amanat Penderitaan
Rakyat. Sejarah Pemerintahan Indonesia bermula
semenjak Bangsa Indonesia memproklamasikan.
Kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebelum itu, sejarah Bangsa Indonesia adalah sejarah
daripada suatu bangsa yang bergerak dan berjuang untuk
memperoleh kemerdekaannya kembali dari tangan
penjajahan. Semenjak Hari Proklamasi Kemerdekaan
itu, sejarah Bangsa Indonesia adalah sejarah daripada
suatu bangsa yang Merdeka dan bernegara, sejarah
Bangsa Indonesia menyusun Pemerintahannya. Dasar-
dasar pemerintahan sesuatu negara pada umumnya
terletak dalam Undang-Undang Dasar dari bangsa yang
bersangkutan. Bagi Bangsa Indonesia maka sejarah
pemerintahannya telah dimuliai sejak berlakunya UUD

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 27


ke-l, Undang-Undang Dasar Proklamasi 1945 (UUD-
1945) yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Bentuk tata hukum dan politik hukum yang akan
berlaku pada masa itu dapat dilihat pada Pasal II Aturan
Peralihan Undang-Undang 1945. Pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa
“segala badan negara dan peraturan ada masih langsung
berlaku, selama belum diadakan yang baru, menurut
Undang-Undang Dasar ini”. Dari ketentuan tersebut
dapat diketahui bahwa hukum yang dikehendaki untuk
mengatur penyelenggaraan negara adalah peraturan-
peraturan yang telah ada dan berlaku sejak masa sebelum
Indonesia merdeka. Hal ini berarti segala peraturan
yang telah ada berlaku pada zaman penjajahan Belanda
dan masa pemerintahan Jepang, tetap diberlakukan.
Pernyataan adalah untuk mengisi kekosongan hukum,
sambil menunggu produk peraturan baru yang dibentuk
oleh pemerintah Indonesia. Dengan demikian, jelaslah
bahwa tata hukum yang berlaku pada masa 1945-1949
adalah segala peraturan yang telah ada dan pernah berlaku
pada masa penjajahan Belanda, masa Jepang berkuasa dan
produk peraturan baru yang dihasilkan oleh pemerintah
negara Republik Indonesia dari 1945-1949.
2) Masa 1949-1950 (27 Desember 1949 -16 Agustus 1950)
Masa ini adalah masa berlakunya Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (Konstitusi RIS). Pada masa tersebut tata
hukum yang berlaku adalah tata hukum yang terdiri dari
peraturan-peraturan yang dinyatakan berlaku pada masa
1945-1949 dan produk peraturan baru yang dihasilkan
oleh pemerintah negara yang berwenang untuk itu selama
kurun waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 16 Agustus
1950. Hal ini ditentukan oleh pemerintah negara melalui
Pasal 192 Konstitusi RIS yang isinya sebagai berikut:
“Peraturan-peraturan, undang-undang dan ketentuan tata

28 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


usaha yang sudah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku
tetap berlaku tidak berubah sebagai peraturan-peraturan
dan ketentuan-ketentuan RIS sendiri, selama dan sekadar
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak
dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan
ketentuan tata usaha atas kuasa konstitusi ini”.
3) Masa 1950-1959 (17 Agustus 1950-4 Juli 1959)
Konstitusi RIS hanya berlaku 7 bulan 16 hari kemudian
diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950
yang berlaku sampai 4 Juli 1959. Tata hukum yang
diberlakukan pada masa ini adalah tata hukum yang
terdiri dari semua peraturan yang dinyatakan berlaku
berdasarkan Pasal 142 Undang-Undang Dasar Seentara
1950, kemudian ditambah dengan peraturan baru yang
dibentuk oleh pemerintah negara selama kurun waktu dari
17 Agustus 1950-4 Juli 1959.
4) Masa 1959-1999 (5 Juli 1959 sampai Reformasi)
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 hanya
berlaku sampai tanggal 4 Juli 1959, karena dengan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 Undang-Undang Dasar Sementara
1950 dinyatakan tidak berlaku lagi dan sebagai gantinya
adalah Undang-Undang Dasar 1945. Jadi Undang-Undang
Dasar yang berlaku di Indonesia sejak 5 Juli 1959 hingga
sekarang adalah Undang-Undang Dasar 1945. Tata hukum
yang berlaku pada masa ini adalah tata hukum yang terdiri
dari segala peraturan yang berlaku pada masa 1950-1959
dan yang dinyatakan masih berlaku berdasarkan ketentuan
Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945
ditambah dengan berbagai peraturan yang dibentuk setelah
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu. Pada masa Reformasi,
Undang-Undang Dasar 1945 mengalami perubahan
(amandemen).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 29


3. Tujuan dan Fungsi Hukum
Hukum digunakan untuk mengatur segala tingkah laku setiap
warga negara dalam suatu negara. Hal ini sejalan dengan makna
hukum, yaitu menjamin ketentraman dan ketertiban bagi setiap
orang yang hidup di suatu negara. Hukum juga dibutuhkan untuk
menegakkan keadilan atas setiap hak dan kewajiban setiap warga
negara. Selain itu, keberadaan hukum juga dapat memberikan sanksi
kepada siapa saja yang melanggar aturan yang ditetapkan oleh pihak
yang berwenang. Dalam usahanya mengatur, hukum menyesuaikan
kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan
sebaik-baiknya: berusaha menjaga keseimbangan antara memberi
kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap
kebebasan individu. Mengingat bahwa masyarakat itu terdiri dari
individu-individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka
akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan
perorangan dan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan
masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau konflik
ini sebaik-baiknya.
Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai
isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi
setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya
dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan
serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan
pada kaidah-kaidah (Mertokusumo, 2005). Pengertian hukum
menurut Aristoteles tidak hanya berarti kumpulan aturan yang dapat
mengikat dan berlaku pada masyarakat saja, tapi juga berlaku pada
hakim itu sendiri, dengan kata lain hukum tidak diperuntukan dan
ditaati oleh masyarakat saja, tapi juga wajib dipatuhi oleh pejabat
negara. Hal tersebut sejalan dengan pengertian hukum menurut
Plato adalah seperangkat peraturan-peraturan yang tersusun secara
baik serta teratur yang sifatnya mengikat hakim dan masyarakat.
Immanuel Kant memberikan definisi mengenai hukum adalah
keseluruhan aturan yang dapat menjaga kehendak bebas dari

30 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


orang lain, dengan demikian setiap orang harus menghargai hak
dan kebebasan orang lainnya selama hal tersebut tidak merugikan.
Sedangkan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja memberikan arti
bahwa hukum merupakan keseluruhan kaidah dan seluruh asas
yang mengatur pergaulan hidup bermasyarakat dan mempunyai
tujuan untuk memelihara ketertiban dan meliputi berbagai lembaga
dan proses untuk dapat mewujudkan berlakunya kaidah sebagai
suatu kenyataan dalam masyarakat. (Kansil, 1986).
Berdasarkan beberapa definisi tentang hukum oleh para ahli
tersebut, Menurut Kansil (1986) dalam bukunya Pengantar Ilmu
Hukum dan Tata Hukum Indonesia, hukum memiliki beberapa
unsur, yaitu :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan
masyarakat.
Hukum dibuat untuk mengatur segala tingkah laku
seseorang dengan seorang yang lain, agar tidak merugikan diri
sendiri dan orang lain. Terdapat asas legalitas yang menjamin
suatu kepastian hukum. Oleh sebab itu, hukum dalam tatanan
masyarakat sebagai alat pengontrol sosial sehingga masyarakat
dapat berjalan dengan damai dan tertib.
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
Setiap daerah atau negara sudah pasti memiliki badan
hukum yang resmi dan fungsi badan hukum tersebut
ialah membuat pasal dan undang-undang agar terciptanya
kelangsungan hukum di negara tersebut. Untuk yang membuat
landasan hukum tersebut ialah Lembaga hukum yang sudah
disetujui oleh semua pihak. Setiap negara memiliki Lembaga
yang memiliki kewenangan atas hukum di negara tersebut,
mungkin tiap negara berbeda-beda tentang aturan tentang
hukum. Jadi kesimpulan dari Lembaga yang memiliki
wewenang untuk membuat aturan hukum itu bermaksud untuk
mewujudkannya ketertiban dan kedamaian.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 31


c. Peraturan itu bersifat memaksa
Hukum memiliki sifat mengatur dan memaksa. Dikatakan
bersifat mengatur karena hukum memiliki aturan yang wajib
ditaati oleh semua golongan masyarakat agar terciptanya
ketertiban dan keamanan. Semua aturan yang berlaku ada
dalam setiap undang-undang, dan undang-undang tersebut
memiliki pasal yang berlaku. Hukum memiliki sifat memaksa.
Dikatakan bersifat memaksa karena hukum dapat memaksa
semua lapisan masyarakat agar mentaati aturan hukum dan
wajib dipatuhi. Dan dikatakan memaksa karena seseorang
yang melanggar hukum dipaksa agar mengikuti sanksi-sanksi
yang berlaku sesuai undang-undang dan pasalnya.
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
Terdapat tiga sanksi hukum yaitu pidana, perdata,
dan administrative. Dalam sanksi pidana, seseorang yang
mendapat sanksi pidana akan dihukum berupa Mati, penjara,
kurungan dan denda berdasarkan Pasal 10 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Vonis ini berguna memberikan efek
sengsara kepada calon pidana. Selain itu terdapat hukuman
tambahan seperti pencabutan beberapa hak, perampasan
barang, dan pengumuman keputusan hakim. Sedangkan dalam
sanksi perdata putusan yang dijatuhkan hakim berupa putusan
condemnatoir, declaratoir, dan constitutive.
Sedangkan dalam ilmu hukum, disebutkan bahwa ada beberapa
teori mengenai tujuan hukum yaitu (Mertokusumo, 2005) :
a. Teori Etis
Dalam teori ini memandang bahwa tujuan hukum hanya
untuk keadilan semata dan hanya merupakan kesadaran etis
kita mengenai apa yang dirasa adil dan tidak adil. Salah satu
pendukung dari teori ini adalah Geny yang menyatakan bahwa
“hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan”
Mengenai keadilan sendiri merupakan suatu penilaian
terhadap perlakuan atau tindakan yang dikaji dengan suatu

32 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


norma yang menurut pandangan subjektif melebihi dari
norma-norma lain. Untuk mengartikan keadilan sangatlah
sulit dikarenakan keadilan tersebut sangat luas cakupannya
dan keadilan itu sendiri tidak hanya bagi korban, tetapi juga
keadilan tersebut harus mencakup semua pihak.
Dengan demikian Aristoteles berusaha untuk membatasi
keadilan tersebut, dengan membedakan dua macam keadilan
yaitu :
1) Distributive justice, verdelende atau justitia gerechtgheid
adalah porsi hakim untuk memerhatikan hubungan
perseorangan yang mempunyai kedudukan presesuil yang
sama tanpa membedakan dengan memandang proposional.
2) Justitia commutiva (remedial justice, vergeldende atau
ruilgerechtigheid) adalah keadilan yang diberikan kepada
setiap orang yang sama banyaknya, tanpa memandang
kedudukan, jabatan, ras, dll.
Kembali kepada Teori Etis, terdapat kekurangan dalam teori
ini, hal ini disebutkan oleh Van Apeldoorn yang menurutnya
keadilan menurut teori ini berat sebelah, dikarenakan melebih-
lebihkan kadar keadilan, sebab tak cukup memerhatikan
keadaan yang sebenarnya.
b. Teori Utilitis (Endaenmonistis)
Dalam teori ini disebutkan bahwa “the greatest good of
the greates number” yang pada hakikatnya tujuan hukum itu
adalah mencari kebahagian yang merupakan kemanfaatan dari
hukum itu sendiri, teori ini dianut oleh Jeremi Bentham. Dalam
teori ini tidak menitik beratkan bahwa tujuan itu adalah untuk
keadilan, sehingga tidak memerhatikan unsur keadilan dalam
tujuan hukum dengan demikian oleh pendapat Prof. Bellefroid
yang intinya menyatakan bahwa “De Inhoud van hetrecht dient
te worden bepaal onder leiding van twee grounbeginingselen
t.w de rechtvaarheid en de doelmatigheid” yang diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia “isi hukum harus ditentukan
menurut dua asas yaitu asas keadilan dan faedah”

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 33


c. Teori Campuran
Dalam teori ini merupakan gabungan dari tujuan hukum
menurut Teori Eetis dan Teori Utilitis, jadi dengan demikian
tujuan pokok hukum adalah ketertiban yang menjadi
fundamental dan keadilan berdasarkan perkembangan zaman,
hal ini senada dengan pendapat Subekti yang menyatakan
“tujuan hukum adalah mengabdi kepada tujuan negara, yaitu
mendatangkan kemakmuran dan kebahagian rakyatnya, dengan
cara mendatangkan keadilan di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat”.
Seperti dijelaskan bahwa tujuan hukum adalah mengabdi
kepada tujuan negara. Di dalam negara Indonesia yang menganut
hukum positif yang menjadikan tujuan hukum adalah tujuan
negara, dapat ditemukan pada alinea ke 4 (empat) Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: “kemudian
dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan keluarga Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar: Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan
antara masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh
kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu. Dengan banyak
dan aneka ragamnya hubungan itu, para anggota masyarakat
memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan

34 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam
masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam
perhubungan antara anggota masysrakat, diperlukan aturan-
aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan keinsyafan tiap-
tiap anggota masyarakat itu. Peraturan-peraturan hukum yang
bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh
mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap
hubungan dalam masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tak
boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan
hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat.
Setiap pelanggar peraturan hukum yang ada, akan dikenakan
sanksi yang berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan
yang melanggar hukum yang dilakukannya. Untuk menjaga agar
peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima
oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan
hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan
asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian,
hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam
masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan,
yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu (Kansil, 1989).
Dalam buku yang berjudul “Dasar-Dasar Hukum dan
Pengadilan”, Prof Subekti, S.H. mengatakan bahwa hukum
itu mengabdi pada tujuan negara yang dalam pokoknya ialah :
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
Hukum menurut Prof. Subekti, S.H. melayani tujuan negara
tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”,
syarat-syarat yang pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan. Prof. Van Apeldoorn dalam bukunya “Inleiding tot
de studie van het Nederlandse recht” mengatakan bahwa tujuan
hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
Hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian diantara manusia
dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-
kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan,
jiwa, harta, benda terhadap pihak yang merugikannya. Kepentingan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 35


perseorangan selalu bertentangan dengan kepentingan golongan-
golongan manusia. Pertentangan kepentingan ini dapat menjadi
pertikaian bahkan dapat menjelma menjadi peperangan, seandainya
hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan
perdamaian.
Adapun hukum mempertahankan perdamaian dengan
menimbang kepentingan yang bertentangan itu secara teliti dan
mengadakan keseimbangan diantaranya, karena hukum hanya
dapat mencapai tujuan, jika ia menuju peraturan yang adil, artinya
peraturan pada mana terdapat keseimbangan antara kepentingan-
kepentingan yang dilindungi, pada setiap orang memperoleh
sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya. Keadilan tidak
dipandang sama arti dengan persamarataan, keadilan bukan berarti
bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama.
Friedman dan Roscou Pound sebagaimana dikutip oleh
Soerjono Soekanto (1986), menyebutkan fungsi hukum sebagai
berikut:
a. Sebagai saran pengendali sosial (social control) yaitu sistem
hukum menerapkan aturan-aturan mengenai perilaku yang
benar atau pantas.
b. Sebagai sarana penyelesaian (dispute settlement).
c. Sebagai sarana untuk mengadakan perubahan pada masyarakat.
Menurut Soedjono Dirdjosisworo (1994) fungsi dan peranan
hukum adalah penertiban, pengaturan dan penyelesaian pertikaian.
Secara garis besar fungsi hukum dibagi dalam tahap-tahap sebagai
berikut:
a. Sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat
b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin.
c. Sebagai sarana penggerak pembangunan.
d. Sebagai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum untuk melakukan
pengawasan, baik kepada aparatur pengawas, aparatur
pelaksana (petugas) dan aparatur penegak hukum itu sendiri.

36 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


BAB II

KONSEP PERLINDUNGAN HUKUM

A. HAKIKAT PERLINDUNGAN HUKUM


Perlindungan hukum (legal protection), secara etimologi
perlindungan hukum terdiri dari dua kata yakni “Perlindungan” dan
“Hukum”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Perlindungan”
diartikan (1) tempat berlindung, (2) hal (perbuatan dan sebagainya),
(3) proses, cara, perbuatan melindungi. Sedangkan “Hukum” menurut
pendapat Sudikno Mertokusumo (1999:40), adalah keseluruhan
kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu
kehidupan bersama: keseluruhan peraturan tentang tingkah laku
yang berlaku dalam kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum prinsipnya mengatur
tentang hubungan hukum, terdiri dari ikatan-ikatan antar individu dan
masyarakat dan antar individu itu sendiri. Ikatan-ikatan inilah yang
berbentuk hak dan kewajiban setiap individu. Hukum menyesuaikan
kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan
sebaik-baiknya yaitu dengan mencari keseimbangan antara memberi
kebebasan individu dengan melindungi kepentingan masyarakat
terhadap kebebasan individu. Masyarakat merupakan kumpulan
individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka potensi konflik
antar kepentingan sangat mungkin terjadi. Negara sebagai organisasi
besar yang mengayomi seluruh komponen masyarakat, harus
memberikan perlindungan hukum kepada seluruh elemen bangsa.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 37


Hak dan kewajiban yang muncul akibat hubungan hukum diterapkan
dalam peristiwa konkret, namun keduanya tidak dapat dipisahkan.
Seseorang tidak dapat menuntut hak, tanpa memperhatikan apa yang
menjadi kewajibannya. Hak itu sendiri merupakan kepentingan yang
dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan merupakan tuntutan
perorangan atau kelompok yang diharapkan dipenuhi (Sudikno
Mertokusumo, 1999). Kewajiban merupakan beban yang bersumber
dari perikatan hak, dan kewajiban timbul ketika terjadi hubungan
hukum antar dua pihak atau lebih yang didasarkan pada suatu
perikatan (baik bersumber dari perjanjian maupun undang-undang).
Permasalahan hak dan kewajiban muncul dapat dipicu oleh konflik antar
anggota masyarakat, dan diselesaikan dengan cara penegakan hukum.
Pelaksanaan hak dan kewajiban secara prorsional akan menimbulkan
kerukunan dan rasa damai dalam pergaulan di masyarakat.
Tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai (L.J.
Van Apeldoorn, 2001). Damai bisa tercapai jika telah terjadi tertib
hukum. Kejahatan atau melanggar hak orang lain, yang dilakukan
oleh seseorang pelanggaran terhadap kedamaian, maka pelakunya
dikeluarkan dari perlindungan hukum. Seseorang yang melakukan
kejahatan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan
menjalani hukuman pidana (penjara) merupakan salah satu konsep
dikeluarkannya seseorang dari perlindungan hukum (dikurangi hak-
haknya) akibat pelangaran hukum yang ia lakukan.
Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia,
agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan
secara profesional. Artinya perlindungan adalah suatu tindakan atau
perbuatan yang dilakukan dengan cara-cara tertentu menurut hukum
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam berhukum,
berlaku asas “equality before the law”, yang menempatkan setiap
individu dalam posisi yang sama, berhak untuk mendapatkan keadilan
dan juga memiliki kewajiban sosial yang sama. Keadilan merupakan
hakikat dari hukum. Kepertingan warga negara untuk mendapatkan
keadilan harus dijaga oleh hukum, yang dalam pelaksanaannya oleh
aparat penegak hukum, namun dalam artian yang luas, Negara harus

38 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


memberikan pelayanan kepada warga negaranya secara adil untuk
memenuhi hak-hak asasi warga negaranya (Ignas Kleden, 2001).
Proteksi dan Perlindungan Hukum adalah tindakan atau upaya untuk
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh
penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan
ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk
menikmati martabatnya sebagai manusia.
Perlindungan hukum dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu,
Preventif dan Represif. Perlindungan Hukum Preventif merupakan
perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah
suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-
batasan dalam melakukan suatu kewajiban. Pada perlindungan hukum
preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan
keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah
mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya
sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi
tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak
karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah
terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan.
Tugas Negara untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
rakyatnya dengan menyusun perangkat peraturan dan sistem yang
menjamin terpenuhinya seluruh hak-hak asasi manusia. Negara
merupakan integrasi dari kekuasaan politik, negara adalah organisasi
pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah alat (agency) dari
masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-
hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala
kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerjasama,
sekaligus suasana antagonis dan penuh pertentangan. Negara
adalah organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan
kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya
dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama
itu. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai di mana

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 39


kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh
individu, golongan atau asosiasi, maupun oleh negara sendiri. Dengan
demikian negara dapat mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-
kegiatan sosial dari penduduknya ke arah tujuan bersama (Oman
Sukmana, 2016). Dalam rangka ini boleh dikatakan bahwa negara
mempunyai tugas:
1. mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang
asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak
menjadi antagonis yang membahayakan; dan
2. mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan
golongan-golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari
masyarakat seluruhnya.

B. PERLINDUNGAN HUKUM DI BIDANG EKONOMI


Setelah mengalami beberapa persoalan di bidang kesehatan,
dampak dari Covid-19 juga turut dirasakan pada bidang ekonomi.
Penutupan kegiatan usaha sebagai langkah untuk mengantisipasi
penyebaran Covid-19 berdampak pada besarnya jumlah pekerja yang
harus dirumahkan. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) mengakibatkan pergerakan manusia menjadi terbatas yang
berakibat pula pada penurunan aktifitas ekonomi. Kebijakan PSBB
tidak hanya diberlalukan di Indonesia, melainkan juga dilakukan
oleh negara-negara lain (lock down), sehingga hampir seluruh negara
mengalami penurunan aktifitas ekonomi, kegiatan ekport import pun
terhambat. Efek domino yang mengikuti adalah gelombang PHK yang
terjadi di banyak perusahaan.
Salah satu bidang yang terdampak akibat pandemi Covid-19
adalah bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin
melambat, laporan Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen. Kondisi ini dialami
oleh hampir seluruh negara, sehingga diperlukan langkah-langkah
dalam mengantisipasi hak tersebut. Keterpurukan ekonomi dan bidang
industri, salah satunya berdampak pada meningkatnya Pemutusan

40 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan perusahaan karena tidak
mampu menjalankan usaha sebagaimana mestinya.
Langkah yang telah dilakukan untuk mengantisipasi dampak
Covid-19 terhadap dunia kerja, Presiden Joko Widodo telah
menetapkan enam kebijakan strategis. Enam upaya mitigasi tersebut
yakni paket stimulus ekonomi untuk dunia usaha agar tidak melakukan
PHK. Kedua, insentif pajak penghasilan bagi para pekerja. Ketiga,
jaring pengaman sosial melalui program bantuan sosial bagi pekerja
formal dan informal. Keempat, pemberian prioritas Kartu Prakerja bagi
para pekerja yang menjadi korban PHK. Kelima, perluasan program
industri padat karya. Keenam, perlindungan bagi para Pekerja Migran
Indonesia (PMI) baik di negara penempatan maupun setelah kembali
ke tanah air.
Pada periode jangka pendek dan mendesak, pemerintah berfokus
pada mencegah penambahan korban jiwa COVID-19 dengan
penekanan pada stimulus sektor kesehatan dan bantuan kesejahteraan
bagi rakyat yang terdampak. Ada dua pihak yang perlu mendapat
perhatian pemerintah, yakni: pekerja atau rumah tangga dan
perusahaan atau industri. Pemerintah juga direkomendasikan untuk
memberikan perhatian khusus kepada industri yang memiliki kesulitan
untuk membayar kredit/cicilan (credit constraint) khususnya UMKM
dan industri yang terkena dampak paling besar dari tidak berjalannya
perekonomian dalam beberapa waktu terakhir (kerajinan tangan,
tekstil, restoran, hotel, industri pariwisata). Pada sektor perbankan juga
akan menghadapi masalah likuiditas (liquidity constraints) dan kredit
macet (non performing loan). Bank Sentral bisa membeli surat utang
pemerintah (government bonds) yang dapat menurunkan suku bunga.
Di samping itu, likuiditas dari lembaga keuangan nonperbankan,
terutama asuransi dan dana pensiun perlu juga mendapatkan perhatian.
Pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi misalnya tekanan
likuiditas dari sisi dana pensiun sebagai akibat dari penarikan jaminan
hari tua para pekerja yang mengalami PHK.
Sejumlah usulan kebijakan jangka menengah diantaranya,
memastikan dunia usaha untuk tetap beroperasi, menjaga

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 41


kesinambungan sektor logistik dan mendorong kemandirian industri
alat kesehatan menjadi kunci. Selanjutnya, menjaga kesinambungan
sektor pangan, makanan dan minuman. Kemudian, pemerintah mampu
memastikan terciptanya penguatan industri dalam negeri terutama
industri alat kesehatan sebagai antisipasi merebaknya pandemi di masa
yang akan datang. Jika kebijakan dari sisi penawaran telah diambil
maka fokus kebijakan jangka menengah selanjutnya yang dapat
diambil oleh pemerintah adalah upaya-upaya pemulihan agregate
demand. Penghapusan pajak seperti PPN dan PPh setelah pandemi
akan membantu mendorong permintaan (demand) (Abdurrahman
Firdaus Thaha, 2020).
Secara mikro melalui kebijakan perusahaan, dalam rangka menata
kembali kondisi ekonomi UMKM yang melemah atau resesi akibat
covid-19 ini diperlukan pengelolaan siklus bisnis secara Manajemen
Businees Cycle mengingat kondisi lingkungan bisnis sangatlah
dinamis sehingga harus selalu dievaluasi dan diperbaiki siklus
usahanya sehingga usaha bisa bertahan dan dapat terus berkembang
dengan cara, yaitu (1) Menciptakan perubahan sebagai peluang untuk
mencapai sukses, (2) Melihat perbedaan antar orang atau fenomena
sebagai peluang bukan kesulitan, (3) Bereksperimen untuk mencari
pembaharuan menuju pertumbuhan bisnis, (4) Menjadi pakar untuk
usaha sendiri.
Dampak wabah Covid-19 kepada perekonomian dialami oleh
seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia yang mengalami dampak
perekonomian yang sangat besar. UMKM dalam hal ini menjadi bagian
yang sangat terpukul dan terdampak dalam krisis ini, memperhatikan
kontribusi UMKM terhadap jumlah unit usaha, sumbangan PDB,
serapan tenaga kerja, ekspor dan investasi terhadap perekonomian
Indonesia yang sangat besar dan signifikan, maka menjadi perhatian
penting bagi pemerintah untuk membantu dalam memulihkan dan
membangkitkan UMKM di Indonesia dengan berbagai bantuan
dan kebijakan pemerintah yang dapat mendukung bisnis UMKM.
Kebijakan pemerintah tersebut dibagi dalam berbagai strategi jangka
pendek, menengah dan panjang, antara lain jangka pendek dan

42 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


mendesak, pemerintah berfokus pada pengurangan penambahan
korban jiwa COVID-19 dengan penekanan pada stimulus sektor
kesehatan dan bantuan kesejahteraan bagi rakyat yang terdampak,
untuk kebijakan jangka menengah diantaranya, memastikan dunia
usaha untuk langsung beroperasi, menjaga kesinambungan sektor
logistik dan mendorong kemandirian industri alat kesehatan menjadi
kunci, sedangkan strategi jangka panjang difokuskan pada pengenalan
dan penggunaan teknologi digital bagi UMKM sekaligus persiapan
untuk memasuki era Industri 4.0. Dengan masa pandemi COVID-19
yang tidak ada kepastian kapan akan berakhirnya pandemi ini, maka
UMKM selaku entitas bisnis harus dapat mengelola manajemen
business cycle dengan memerhatikan kategori jenis bisnisnya pada 4
siklus bisnis, 1.Puncak Siklus (Kemakmuran) 2. Resesi (Kemerosotan
), 3. Palung (Depresi Paling Parah) 4.Pemulihan (Ekspansi) yang dapat
menggambarkan klasifikasi jenis bisnis dengan bidang usaha atau
peluang usaha masa covid -19, dengan mengelola manajemen business
cycle dengan baik dan perubahan bisnis model dan transformasi digital
dengan menyesuaikan kondisi pandemi COVID-19 ini maka diharapkan
strategi perusahaan UMKM dapat berhasil mengatasi tantangan yang
ada. Akhir kata, sinergi antara kebijakan makro pemerintah dengan
kebijakan mikro perusahaan diharapkan dapat membantu UMKM
dalam mengatasi tantangan menghadapi krisis pandemi COVID-19 ini.

C. PERLINDUNGAN HUKUM DI BIDANG KESEHATAN


Pada 13 April 2020, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan
Presiden 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana
Nasional. Hal ini didasari atas kondisi penyebaran Covid-19 yang
bermula dari Wuhan, Cina, telah menyebar ke hampir seluruh negara,
termasuk Indonesia. Penetapan sebagai bencana nasional membawa
dampak kepada pemerintah untuk mengantisipasi penyebaran
Covid-19 sekaligus memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang
terdampak bencana tersebut. Kebutuhan dasar dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada masa tanggap darurat berupa:

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 43


1. kebutuhan air bersih dan sanitasi;
2. pangan;
3. sandang;
4. pelayanan kesehatan;
5. pelayanan psikososial; dan
6. penampungan dan tempat hunian.
Dalam penanggulangan bencana nonalam Covid-19, pelayanan
kesehatan merupakan salah satu bagian yang utama. Masyarakat yang
terpapar virus Covid-19 harus mendapatkan pelayanan kesehatan
secara baik agar dapat sembuh. Negara dalam hal ini harus hadir secara
aktif. Oleh karena itu, sektor Kesehatan merupakan ujung tombak
dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Sesungguhnya Indonesia telah memiliki regulasi dalam menghadapi
kondisi pandemi Covid-19, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular telah mengatur langkah-langkah yang
harus dilaksanakan ketika menanggulangi wabah penyakit menular.
Diantara tahap-tahap tersebut adalah :
1. penyelidikan epidemiologis;
2. pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita,
termasuk tindakan karantina;
3. pencegahan dan pengebalan;
4. pemusnahan penyebab penyakit;
5. penanganan jenazah akibat wabah;
6. penyuluhan kepada masyarakat;
Berbagai kebijakan Pemerintah dilakukan untuk mencegah
penyebaran penularan Covid-19 agar tidak meluas, yang telah
diimplemetasi selama masa penularan wabah COVID-19 adalah
sebagai berikut:
1. Kebijakan berdiam diri di rumah (Stay at Home);
2. Kebijakan Pembatasan Sosial (Social Distancing);
3. Kebijakan Pembatasan Fisik (Physical Distancing);

44 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


4. Kebijakan Penggunaan Alat Pelindung Diri (Masker);
5. Kebijakan Menjaga Kebersihan Diri (Cuci Tangan);
6. Kebijakan Bekerja dan Belajar di rumah (Work/Study From Home);
7. Kebijakan Menunda semua kegiatan yang mengumpulkan orang
banyak;
8. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB); hingga
terakhir,
9. Kebijakan pemberlakuan kebijakan New Normal.
Secara konstitusional Pemerintah wajib memberikan pelayanan
kesehatan yang memadai, dan masyarakat berhak untuk mendapatkan
perlindungan sebagai hak yang melekat, maka perlindungan serta
jaminan kesehatan setiap orang merupakan garda terdepan. Kewajiban
Pemerintah dalam memenuhi hak konstitusional masyarakat atas
kesehatan memiliki landasan yuridis internasional yakni dalam Pasal
2 ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Kemudian
konstitusi secara nasional pun telah menyebutkan dalam Pasal 28
I ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan,
penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung
jawab negara, terutama pemerintah. Kewajiban pemerintah ini juga
ditegaskan dalam Pasal 8 UU HAM, kemudian Pasal 7 UU Kesehatan
yang menyatakan bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh setiap masyarakat.
Kemudian Pasal 9 UU Kesehatan menyatakan bahwa pemerintah
bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Upaya pemenuhan hak atas kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara yang berupa pencegahan dan penyembuhan. Upaya
pencegahan meliputi penciptaan kondisi yang layak bagi kesehatan,
baik menjamin ketersediaan pangan dan pekerjaan, perumahan yang
baik, dan lingkungan yang sehat. Sedangkan upaya penyembuhan
dilakukan dengan penyediaan pelayanan kesehatan yang optimal.
Pelayanan kesehatan meliputi aspek jaminan sosial atas kesehatan,
sarana kesehatan yang memadai, tenaga medis yang berkualitas, dan
pembiayaan pelayanan yang terjangkau oleh masyarakat. Pasal 12

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 45


Konvensi Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya diuraikan pula langkah-
langkah yang harus diambil untuk mewujudkan standar tertinggi dalam
mencapai kesehatan fisik dan mental, yaitu:
1. Peningkatan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri;
2. Pencegahan, perawatan dan pengendalian segala penyakit menular
endemik, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan
penyakit lainnya;
3. Penciptaan kondisi-kondisi yang menjamin adanya semua
pelayanan dan perhatian medis ketika penyakit timbul.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, menegaskan bahwa Pemerintah bertanggung
jawab menyelenggarakan penanggulangan bencana. Termasuk dalam
melindungi kegiatan masyarakat dari dampak bencana, menjamin
pemenuhan hak masyarakat yang terdampak bencana secara adil dan
sesuai dengan standar pelayanan minimum, serta mengurangi resiko
bencana.
Pasal 31 Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan
berdasarkan 4 (empat) aspek meliputi: a. sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat; b. kelestarian lingkungan hidup; c. kemanfaatan dan
efektivitas; dan d. lingkup luas wilayah. Melihat kondisi pandemi
Covid-19, upaya penanggulangan kesehatan merupakan aspek utama
yang wajib mendapat perhatian.
Negara menentukan bagaimana kegiatan-kegiatan asosiasi-
asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan
kepada tujuan nasional. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan
sistem hukum dan dengan perantaraan pemerintah beserta segala alat
perlengkapannya. Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang
paling kuat dan teratur, maka dari itu semua golongan atau asosiasi
yang memperjuangkan kekuasaan harus dapat menempatkan diri dalam
rangka ini (Mariam Budiardjo, 2008: 48). Oleh karena itu Pemerintah
berwenang menyusun regulasi untuk memberikan perlindungan hukum
kepada warga negaranya.

46 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Khusus pada upaya penanggulangan pandemi Covid-19, Indonesia
telah memiliki berbagai pengaturan, diantaranya:
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit
Menular
Mengatur beberapa pengertian, seperti wabah penyakit
menular dan sumber penyakit. Maksud undang-undang wabah
adalah melindungi penduduk dari malapetaka yang disebabkan
oleh wabah sedini mungkin. mengatur jenis-jenis penyakit yang
dapat menimbulkan wabah, menetapkan daerah wabah, dan upaya
penanggulangan wabah, mengatur hak dan kewajiban masyarakat,
petugas, dan pemerintah yang berkaitan dengan penanggulangan
wabah. Mengatur ketentuan pidana yang ditujukan terhadap
usaha menghalangi penanggulangan wabah, karena kealpaannya
mengakibatkan wabah, secara sengaja atau kelalaian mengelola
tidak benar bahan-bahan yang mengakibatkan wabah.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1962, LN No. 2, TLN No. 2373


Tentang Karantina Laut
Undang-Undang ini bertujuan menolak dan mencegah masuk
dan keluarnya penyakit karantina dengan kapal. Menteri Kesehatan
menetapkan dan mencabut penetapan suatu pelabuhan dan/atau
daerah wilayah Indonesia dan luar negeri terjangkit penyakit
Karantina. Terhadap penyakit Karantina, kapal digolongkan dalam
kapal sehat, kapal terjangkit, kapal tersangka. Demikian juga
pelabuhan digolongkan pelabuhan karantina kelas I, kelas II atau
pelabuhan bukan pelabuhan Karantina. Tiap kapal yang datang dari
luar negeri, pelabuhan yang terjangkit penyakit karantina, berada
dalam karantina, Nahkoda dilarang menaikkan atau menurunkan
penumpang, barang, tanaman, dan hewan sebelum memperoleh
surat izin karantina. Tindakan khusus terhadap penyakit karantina
ini dilakukan oleh dokter pelabuhan. Setiap orang yang melanggar
ketentuan dalam undang-undang ini dikenakan sanksi pidana.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 47


3. Undang-Undang No. 2 Tahun 1962, LN No. 3, TLN No. 2374
Tentang Karantina Udara
Menteri Kesehatan menetapkan dan mencabut suatu pelabuhan
udara dan/atau wilayah Indonesia dan luar negeri terjangkit
penyakit Karantina. Terhadap penyakit karantina, pesawat udara,
digolongkan dalam pesawat udara sehat, pesawat udara terjangkit,
pesawat udara tersangka. Penyakit karantina dalam undang-
undang ini antara lain meliputi pes, kolera, demam kuning, demam
balik-balik, tipus bercak wabah. Pesawat udara yang datang dari
luar negeri pelabuhan dalam negeri yang terjangkit wabah, berada
dalam karantina. Nahkoda dilarang menurunkan atau menaikkan
orang, barang, hewan, tanaman dan lain-lain sebelum mendapat
izin karantina. Dokter pelabuhan berhak memeriksa dan mencegah
orang, hewan, barang, tanaman yang terjangkit atau tersangka
karantina untuk berangkat atau dibawa pesawat. Pengenaan pidana
bagi setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang ini.

4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah


Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan politik luar negeri,
pertahanan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
dan agama yang tetap menjadi urusan pemerintah pusat.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah tersebut, dilaksanakan oleh daerah berdasarkan asas
otonomi seluas-luasnya dan tugas pembantuan.

5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan


Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi didanai APBD. Penyelenggaraan urusan
Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh Gubernur dalam rangka
pelaksanaan didanai APBN. Penyelenggaraan urusan Pemerintah
Pusat yang dilaksanakan oleh Gubernur dalam rangka tugas
pembantuan didanai APBN. Pelimpahan kewenangan dalam rangka
pelaksanaan dokonsentrasi dan/atau penugasan dalam rangka

48 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


pelaksanaan tugas pembantuan dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah diikuti pemberian dana. Penerimaan Daerah
dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah
dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana
Bagi Hasil, Dana Alokasi Khusus, dan lain-lain pendapatan.
6. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana.
Dalam Undang-Undang ini memberikan perlindungan
terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas
bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum. Hal
ini didasari karena penyelenggaraan penanggulangan bencana
merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan
pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh. penanggulangan bencana dalam
tahap tanggap darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah. Badan penanggulangan bencana tersebut
terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian
penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan
terpadu sesuai dengan kewenangannya.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 Tahun 1989 Tentang
Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata
Cara Penyampaian Laporannya Dan Tata Cara Penanggulangan
Seperlunya
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini diatur jenis-jenis
penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, seperti Kolera,
Pes, Campak, Rabies, Influenza, Antrax, Penyakit-penyakit lain
yang dapat menimbulkan wabah, akan ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Laporan adanya penderita atau tersangka penderita
yang disebut laporan kewaspadaan, terdiri dari nama, golongan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 49


darah, tempat kejadian, waktu kejadian, jumlah yang sakit atau
meninggal. Laporan tersebut dapat disampaikan oleh orang tua,
penderita, Ketua RT/RW, Dokter atau Petugas Kesehatan yang
lain, Kepala Stasiun, Nakhoda, Kepala Lurah atau Kepala Desa
atau Unit Kesehatan terdekat, yang kemudian diteruskan kepada
Puskesmas. Kepala Puskesmas segera melaksanakan penyelidikan
epidemiologi bersamaan dengan Penanggulangan Kejadian Luar
Biasa. Tindakan lebih lanjut disesuaikan dengan hasil penyelidikan
epidemiologi.
8. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan
Wabah Penyakit Menular
a. Mengatur beberapa pengertian, seperti wabah penyakit menular,
daerah wabah, upaya penanggulangan, kejadian luar biasa.
b. Penetapan dan pencabutan daerah tertentu di wilayah
Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah oleh
Menteri. Penetapan dan pencabutan daerah wabah didasarkan
pertimbangan epidemiologis dan keadaan masyarakat.
c. Upaya penanggulangan wabah meliputi tindakan penyelidikan
epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan
isolasi penderita termasuk tindakan karantina, pencegahan
dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan
jenazah, penyuluhan dan upaya-upaya lain.
d. Peran serta masyarakat dalam penanggulangan wabah,
seperti memberikan informasi adanya penderita atau
tersangka penderita penyakit wabah, membantu kelancaran
penanggulangan wabah, menggerakkan motivasi masyarakat
dalam upaya penanggulangan wabah.
e. Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyakit, meliputi
pemasukan, penyimpanan, penggunaan, pengangkutan,
penelitian, dan pemusnahan.
f. Ganti rugi dan penghargaan, pembiayaan dan pelaporan
penanggulangan wabah.
g. Ketentuan pidana yang merujuk pada undang-undang wabah.

50 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


9. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan, pengaturan yang berkaitan dengan wabah dapat dilihat
dari ketentuan yang menyebutkan: a. Setiap orang mempunyai
hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang
optimal. b. Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan,
keluarga, dan lingkungan. c. Pemerintah bertugas mengatur,
membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan. d.
Pemerintah bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. e. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
dan pemulihan kesehatan (rehalibitatif). f. Penyelenggaraan
upaya kesehatan, antara lain dilaksanakan melaui kegiatan
pemberantasan penyakit, baik penyakit menular maupun tidak
menular. g. Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan
upaya penyuluhan, penyelidikan, pengebalan, menghilangkan
sumber dari perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya lain
yang diperlukan. h. Pemberantasan penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah dan penyakit karantina dilaksanakan sesuai
dengan undang-undang yang berlaku.
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1116/Menkes/SK/
VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan. a. Surveilans epidemiologi kesehatan
meliputi surveilans epidemiologi penyakit menular, penyakit tidak
menular, kesehatan lingkungan dan perilaku, masalah kesehatan,
dan kesehatan matra. b. Tujuan surveilans epidemiologi adalah
tersedianya data dan infromasi epidemiologi sebagai dasar
manajemen kesehatan. c. Mekanisme kerja surveilans epidemiologi
kesehatan meliputi identifikasi kasus, perekaman, pelaporan dan
pengolahan data, analisis dan interpretasi data, studi epidemiologi,

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 51


penyebaran informasi, membuat rekomendasi dan alternatif tindak
lanjut, umpan balik.
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1479/Menkes/SK/X/2003
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Penyakit Menular Dan Penyakit Tidak Menular
Terpadu a. Diatur beberapa pengertian, seperti surveilans atau
surveilans epidemiologi, surveilans epidemiologi rutin terpadu,
surveilans terpadu penyakit, unit surveilans, jejaring surveilans
epidemiologi. b. Penyelenggaraan surveilans terpadu penyakit
meliputi surveilans penyakit bersumber data Puskesmas, data
Rumah Sakit, data Laboratorium, data KLB penyakit dan keracunan,
data Puskesman Sentinal, data Rumah Sakit Sentinal. c. Strategi
surveilans epidemiologi penyakit, antara lain meliputi peningkatan
advokasi pengembangan kelompok kerja surveilans epidemiologi,
pengembangan SDM, surveilans epidemiologi, peningkatan suatu
data dan informasi epidemiologi, peningkatan jejaring surveilans
epidemiologi, peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi
informasi elektromedia yang terintegrasi dan interaktif.
Upaya penanggulangan berbagai macam seperti pemeriksaan,
pengobatan, perawatan, serta melakukan isolasi penderita yang
dinyatakan positif begitu juga termasuk tindakan kekarantinaan.
Kebijakan Pemerintah telah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah semakin meluasnya penularan
Covid-19. Penerapan PSBB telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020. Sementara itu, detail teknis dan syarat-syarat
mengenai PSBB dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) yang ditandatangani oleh Menteri
Kesehatan RI Terawan Agus Putranto. Adapula pada ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dapat
dikatakan lockdown adalah bagian dari ketentuan yang telah dibuat

52 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


kebiajakan pada peraturan tersebut, pada peraturan tersebut membahas
karatina kesehatan dipintu masuk dan di wilayah dilakukan kegiatan
pengamatan penyakit dan berbagai faktor resiko kesehatan masyarakat
terhadapa alat angkut, manusia, barang, dan/lingkungan, serta respon
terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan
kekarantinaan kesehatan.
Dilihat dari peraturan tersebut, PSBB adalah pembatasan kegiatan
tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi corona
virus disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa dapat dikatakan
lockdown untuk mencegah kemungkinan penyebarannya. Agar bisa
menetapkan PSBB, setiap wilayah pemberlakuan lockdown harus
memenuhi kriteria: Jumlah kasus dan atau jumlah kematian akibat
penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke
beberapa wilayah. Terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian
serupa di wilayah atau negara lain. Apabila PSBB dilaksanakan di
suatu wilayah maka pelaksanaan PSBB meliputi beberapa hal, yakni
peliburan tempat sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan
keagamaan, pembatasan kegiatan di fasilitas umum. Namun, peliburan
dan pembatasan tersebut dikecualikan untuk pelayanan tertentu
seperti pelayanan kebutuhan bahan pangan, pelayanan kesehatan dan
keuangan. Pembatasan juga dikecualikan untuk pelayanan kesehatan,
pasar, toko, supermarket dan fasilitas kesehatan. (Moch Halim Sukur,
dkk, 2020).
Hal yang terpenting adalah bagaiamana pentingnya dalam
menyampaikan masalah kesehatan untuk masyarakat agar menjaga
kesehatan dan tetap bersikap tenang dalam kondisi seperti sekarang
dengan semakin pesatnya penyebaran virus corona ini. Begitu
pentingnya juga edukasi terhadap masyarakat yang masih awam
akan pengetahuan tentang pemberlakuan PSBB/atau kegiatan sehari-
hari dibatasi dengan hanya bekerja dirumah dan belajar mengajar
menggunakan sistem daring/online.
Maka dalam penanganan penyebaran virus, kesehatan adalah
kebutuhan dasar manusia yang dijamin hak nya secara konstitusional.
Tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) Undang–Undang Dasar 1945

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 53


menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan
batin, begitu juga bertempat tinggal dan mendapat lingkungan yang
baik dan mendapat hak untuk terpenuhi pelayanan kesehatan. PSBB
dilaksanakan selama masa penyebaran terpanjang virus Covid-19
atau selama 14 hari dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti
penyebaran. Dari kebijakan pemerintah tersebut diadakan pula social
distancing untuk memutus rantai virus corona. Begitu juga, dalam
pelayanan kesehatan bagi masyarakat seharusnya berhak didapat dari
pemerintah dan tetap memfasilitasi pembatasan sosial (lockdown).

54 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


BAB III

PELAKU EKONOMI KREATIF

A. KONSEP EKONOMI KREATIF BERDASARKAN UNDANG-


UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2019 TENTANG EKONOMI
KREATIF
Pada 2019, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2019 tentang Ekonomi Kreatif (UU No. 24 Tahun 2019). Hal tersebut
menunjukkan pemerintah serius untuk melindungi dan mengembangkan
pelaku dan industri ekonomi kreatif. Secara terstruktur Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2019 terdiri dari 7 (tujuh) Bab dan 34 (tiga
puluh empat) Pasal yang dapat dirinci sebagai berikut:

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1- 4


Bab II Pelaku Ekonomi Kreatif Pasal 5- 8
Bab III Ekosistem Ekonomi Kreatif
Bagian Kesatu Umum Pasal 9- 10
Bagian Kedua Pengembangan Riset Pasal 11
Bagian Ketiga Pengembangan Pasal 12- 13
Pendidikan
Bagian Fasilitasi Pendanaan dan Pasal 14-18
Keempat Pembiayaan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 55


Bagian Kelima Penyediaan Infrastruktur Pasal 19-20
Bagian Keenam Pengembangan sistem Pasal 21
Pemasaran
Bagian Ketujuh Pemberian Insentif Pasal 22
Bagian Fasilitasi Hak Kekayaan Pasal 23
Kedelapan Intelektual
Bagian Perlindungan Hasil Pasal 24
Kesembilan Kretivitas
Bab IV Rencana Induk Ekonomi Kreatif Pasal 25-28
Bab V Kelembagaan Pasal 29-30
Bab VI Ketentuan Peralihan Pasal 31
Bab VII Ketentuan Penutup Pasal 32-34

Ekonomi Kreatif merupakan konsep ekonomi baru yang


memadupadankan informasi dan kreativitas dengan mengedepankan
ide, gagasan, dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai
faktor produksi. Kreativitas menunjukkan suatu fenomena dimana
sesorang menciptakan sesuatu yang baru, baik dalam bentuk produk
barang maupun jasa yang memiliki nilai ekonomi. Berikut ini diuraikan
pengertian kreativitas secara istilah menurut beberapa ahli (Berkraf,
2019), diantaranya:
1. Jophn Howkins mendefinisikan kreativitas adalah ide-ide, gagasan,
imajinasi, dan mimpi-mimpi yang dituangkan dalam bentuk
produk-produk yang dapat diperdagangkan.
2. Thedeo Levit mendefinisikan kreativitas adalah berfikir sesuatu
yang baru (creativity is thinking new things). Hakikat kreatifivitas
adalah menciptakan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada atau
memperbarui kembali suatu yang telah ada (originality means
creating something from nothing or reworking something that
already exists).

56 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kreativitas adalah ide-ide yang dituangkan dalam penciptaan suatu
produk baru ataupun memperbarui kembali yang sudah ada. Ekonomi
kreatif diartikan sebagai kegiatan ekonomi yang mengutamakan pada
kreativitas berfikir untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda
yang memiliki nilai dan bersifat komersial. Disini Ekonomi kreatif
sebagai era baru yang mengintensifkan informasi kreativitas dengan
mengandalkan ide dari sumber daya manusianya sebagai faktor
produksi utama dalam suatu kegiatan ekonominya (M. Chatib Basri,
2012).
Jika dikaji berdasarkan ilmu ekonomi, bahwa dalam studi ekonomi
dikenal ada empat faktor produksi, yakni sumber daya alam, sumber
daya manusia, modal (faktor utama) dan orientasi atau manajemen
(I Gusti Bagas Arjana, 2016), maka perwujudan ekonomi kreatif
didukung oleh berbagai macam aspek yang sangat lengkap. Hal
senada dapat dilihat definisi ekonomi kreatif dalam UU No. 14 Tahun
2019. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 24 Tahun 2019, Ekonomi
Kreatif adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang
bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya,
ilmu pengatahuan dan/atau teknologi.
Berdasarkan konsep dan definisi ekonomi kreatif di atas, terdapat
potensi yang sangat penting dari ekonomi kreatif. United Nations
Conference on Trade and Development (UNCTAD) bersama United
Nations Development Programme (UNDP) merilis laporan dalam
summary creative Economics Report bahwa Ekonomi Kreatif
mempunyai potensi untuk berperan aktif dalam menggerakkan
pertumbuhan ekonomi melalui model mendorong penciptaan
pendapatan, lapangan kerja, dan penerimaan ekspor. Selain itu,
Ekonomi Kreatif juga dapat mempromosikan aspek-aspek sosial
(social inclusiomi), ragam budaya, dan pengembangan sumber daya
manusia (Suryana, 2013).
Mengacu pada pentingnya Ekonomi Kreatif, maka pemerintah
mempunyai tujuan dalam pengaturan Undang-Undang Ekonomi
Kreatif yang diatur pada Pasal 4 UU No. 24 Tahun 2019 yaitu untuk

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 57


mendorong seluruh aspek ekonomi kreatif sesuai dengan perkembangan
kebudayaan, teknologi, kreativitas, inovasi masyarakat Indonesia,
dan perubahan lingkungan perekonomian global. Pemerintah juga
mempunyai tujuan untuk menyejahterakan rakyat Indonesia dan
meningkatkan pendapatan negara melalui ekonomi kreatif. Tujuan yang
tidak kalah penting adalah menciptakan ekosistem ekonomi kreatif
yang berdaya saing global dan menciptakan kesempatan kerja yang
berpihak pada nilai seni dan budaya bangsa Indonesia serta sumber
daya ekonomi lokal. Mengoptimalkan potensi pelaku ekonomi kreatif
dan melindungi kreativitas pelaku ekonomi kreatif juga tidak bisa
dilupakan sebagai tujuan pengaturan ekonomi kreatif dan yang tidak
kalah penting dari pengaturan ekonomi kreatif adalah pengarusutamaan
ekonomi kreatif dalam Rencana Pembangunan Nasional.
Poin penting Ekonomi Kreatif adalah Industri Kreatif (Suryana,
2013). Terdapat beberapa pengertian tentang Industri Kreatif antara
lain bahwa industri kreatif dapat diartikan bahwa suatu proses
kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk mengolah suatu bahan
menggunakan sarana dan peralatan menjadi sesuatu yang mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi (Aisyah Nurul Fitriana dkk, 2014). Pendapat
lain tentang Industri Kreatif dikemukakan oleh United Kingdom
Departement Culture, Media and Sport bahwa Industri Kreatif adalah
berbagai hal yang memerlukan kreativitas, keterampilan, dan bakat
yang dilakukan untuk penciptaan kesempatan kerja dan kesejahteraan
melalui eksploitasi properti intelektual (Artiningsih dkk, 2011).
Sebelumnya sub sektor Industri Kreatif merujuk kepada ketentuan
yang dirilis Departemen Perdagangan Republik Indonesia tahun 2010,
terdapat 14 sub sektor antara lain: periklanan, arsitektur, pasar dan barang
seni, kerajinan, desain, fashion, film, permainan interaktif, musik, seni
pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer, televisi
dan radio, riset dan pengembangan (Himawan Sutanto, 2014). Namun
seiring perkembangannya, berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015
Tentang Badan Ekonomi Kreatif telah mengklasifikasi ulang sub-sektor
industri kreatif 16 sub-sektor. Definisi ke-16 subsektor industri kreatif

58 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


tersebut mengacu pada publikasi “Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru
Indonesia Menuju 2025, Rencana Aksi Jangka Menengah 2015-2019,
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi. Perluasan sub-sektor demikian,
tentu memberikan peluang bagi setiap daerah untuk mengembangkan
regulasi di tingkat daerah untuk memberikan kesempatan bagi pelaku
Ekonomi Kreatif dengan disusunnya sebuah peraturan daerah yang
diproyeksikan memberikan kepastian hukum mengenai pelaksanaan
Ekonomi Kreatif bagi pelaku Ekonomi Kreatif.
Sebagai perwujudan pelaksanaan ekonomi kreatif, pemerintah
harus mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif. Pasal 9 UU No. 24
Tahun 2019 mengatur kewajiban pemerintah untuk mengembangkan
ekosistem ekonomi kreatif terdapat beberapa penjabaran yang dapat
dilakukan melalui:
1. Pengembangan riset;
Pengembangan riset diamanatkan kepada Pemerintah dan/
atau Pemerintah Daerah untuk bertanggung jawab terhadap
pengembangan riset Ekonomi Kreatif. Pengembangan riset
yang dimaksud dapat dilakukan oleh lembaga penelitian dan
pengembangan, perguruan tinggi, dan/atau masyarakat. Hasil
pengembangan riset digunakan sebagai pembuatan kebijakan di
bidang Ekonomi Kreatif. Pengembangan riset Ekonomi Kreatif
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Pengembangan pendidikan;
Sistem pengembangan pendidikan Ekonomi Kreatif disusun
untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas Pelaku Ekonomi
Kreatif yang mampu bersaing dalam skala global. Pendidikan
kreativitas, inovasi, dan kewirausahaan di bidang Ekonomi Kreatif
dikembangkan berdasarkan sistem pendidikan nasional melalui:
a. intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstrakurikuler dalam jalur
pendidikan formal; dan
b. intrakurikuler dan kokurikuler dalam jalur pendidikan
nonformal.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 59


3. Fasilitasi pendanaan dan pembiayaan;
Pendanaan untuk kegiatan Ekonomi Kreatif bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara bagi pemerintah pusat
ataupun anggaran pendapatan dan belanja daerah bagi pemerintah
daerah, namun pendanaan juga tidak menutup kemungkinan
didapat dari dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Adapun berkenaan dengan pembiayaan Ekonomi Kreatif
sebagaimana dijelaskan di atas, pembiayaan disalurkan melalui
lembaga keuangan bank dan nonbank. Pada sisi lain pembiayaan
yang bersumber dari sumber lainnya yang sah tidak mengikat
dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Selain memfasilitasi skema pembiayaan pemerintah pusat atau
Pemerintah Daerah dapat mengembangkan sumber pembiayaan
alternatif di luar mekanisme lembaga pembiayaan. Hal tersebut
dapat diwujudkan dalam pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan
membentuk Badan Layanan Umum yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Penyediaan infrastruktur;
Pemerintah Daerah mendorong tersedianya infrastruktur
Ekonomi Kreatif yang memadai untuk Ekonomi Kreatif.
Infrastruktur Ekonomi Kreatif yang dimaksud terdiri atas:
infrastruktur fisik dan infrastruktur teknologi informasi dan
komunikasi.
5. Pengembangan sistem pemasaran
Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan sistem
pemasaran produk Ekonomi Kreatif berbasis kekayaan intelektual.
Ketentuan mengenai fasilitasi pengembangan sistem pemasaran
produk Ekonomi Kreatif berbasis kekayaan intelektual dilaksanakan
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan

60 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


6. Pemberian insentif
Pemerintah memberikan insentif kepada Pelaku Ekonomi
Kreatif. Insentif berupa: fiskal dan nonfiskal. Pemberian insentif
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
7. Fasilitasi kekayaan intelektual
Pemerintah memfasilitasi pencatatan atas hak cipta dan hak
terkait serta pendaftaran hak kekayaan industri kepada Pelaku
Ekonomi Kreatif. Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan kekayaan
intelektual kepada Pelaku Ekonomi Kreatif. Fasilitasi dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Perlindungan hasil kreativitas
Pemerintah melindungi hasil kreativitas Pelaku Ekonomi Kreatif.
Pelindungan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan.
Selain mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif, untuk
memudahkan implementasi konsep ekonomi kreatif harus disusun
Rencana Induk Ekonomi Kreatif sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 25 UU No. 24 Tahun 2019. Pasal 25 UU No. 24 Tahun 2019
mengatur bahwa Ekonomi Kreatif dilaksanakan berdasarkan Rencana
Induk Ekonomi Kreatif yang disusun oleh pemerintah untuk jangka
waktu 20 (dua puluh) tahun, namun dapat ditinjau kembali dalam setiap
5 (lima) tahun. Rencana Induk Ekonomi Kreatif tersebut merupakan
bagian integral dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Rencana Induk Ekonomi Kreatif tersebut memuat sedikitnya :
1. Prinsip pengembangan ekonomi kreatif sesuai dengan
pembangunan ekonomi berkelanjutan
2. Visi dan Misi
3. Tujuan dan Ruang Lingkup
4. Arah kebijakan, sasaran, strategi, dan pemangku kepentingan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 61


B. PELAKU EKONOMI KREATIF
Sebelum membahas tentang pelaku ekonomi kreatif, alangkah lebih
baik memahami secara komprehensif hakekat ekonomi kreatif dengan
mengkaji pokok-pokok ekonomi kreatif, peran ekonomi kreatif, faktor
pendukung dan penghambat ekonomi kreatif, dan industri kreatif
sebagai bahan pendalaman konsep ekonomi kreatif sebagaimana telah
diatur dalam UU No. 24 Tahun 2019.
1. Pokok-Pokok Ekonomi Kreatif
Kreasi adalah penciptaan dimana daya kreasi merupakan
faktor dalam industri kreatif dengan melibatkan segala yang
berhubungan dengan cara-cara mendapatkan input, menyimpannya
dan mengolahnya. Sehingga daya kreativitas, keterampilan dan
bakat, ide adalah faktor suplai yang sangat penting. Dengan produk
yang unik dan berbeda serta orisinil, produk tersebut mampu
berkompetensi dengan produk-produk lawanya dengan baik dan
berpotensi menciptakan lapangan kerja serta memakmurkan bagi
yang memilikinya.
Daya kreasi adalah kekuatan yang unik dan berbeda serta
orisinil, produk tersebut mampu berkompotisi modal yang sama,
namun ada yang mengasahnya menjadikan sebagai pekerjaan.
Industri berbasis kreatifitas menjadi industri yang maju pesat
sehingga daya kreasi tidak boleh dianggap sebagai hal yang remeh.
Terdapat tiga hal pokok yang menjadi dasar dari ekonomi kreatif,
antara lain kreativitas, penemuan dan inovasi antara lain :
a. Kreativitas
Dapat dijabarkan sebagai suatu kapasitas atau kemampuan
untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang unik,
fresh dan dapat diterima oleh umum. Juga bisa menghasilkan
ide baru atau praktis sebagai solusi dari suatu masalah,
atau melakukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada.
Seseorang yang memiliki kreativitas dan dapat memaksimalkan
kemampuan itu, bisa menciptakan dapat diterima oleh umum.

62 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Juga bisa menghasilkan ide baru atau praktis sebagai solusi
dari suatu masalah, atau melakukan sesuatu yang berbeda
dari yang sudah ada. Sesorang yang memiliki kreativitas dan
dapat memaksimalkan kemampuannya itu, bisa menciptakan
dan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri
beserta orang lain.
b. Penemuan
Istilah ini menekankan pada menciptakan sesuatu yang
belum pernah ada sebelumnya dapat diakui sebagi karya
yang mempunyai fungsi yang unik atau belum pernah diakui
sebelumnya.
c. Inovasi
Sesuatu transformasi dan ide atau gagasan dengan dasar
kreativitas dengan memanfaatkan penemuan yang sudah ada
untuk menghasilkan sesuatu produk atau proses yang lebih
baik lagi, bernilai dan bertambah (Mari Elka Pangestu, 2008:
68-70).

2. Peran Ekonomi Kreatif


Ekonomi kreatif berperan dalam perekonomian suatu bangsa
terutama dalam menghasilkan pendapatan (income generation),
menciptakan lapangan kerja (job creation) dan meningkatkan hasil
ekspor (export earning), meningkatkan teknologi (technology
development), menambah kekayaan intelektual (intelectual
property), dan peran sosial lainnya. Oleh sebab itu, ekonomi
kreatif dapat dipandang sebagai penggerak pertumbuhan suatu
bangsa. Menurut Daubarate dan Startine telah menjelaskan tentang
ekonomi kreatif akan memiliki peran yang signifikan terhadap
perekonomian suatu negara. Dimana peran tersebut diantaranya:
a. Ekonomi kreatif bisa menurunkan jumlah pengangguran di
suatu negara.
Ekonomi kreatif telah mampu menciptakan lapangan
pekerjaan. Laporan Departemen Perdagangan, industri kreatif

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 63


Indonesia tahun 2002-2006 rata-rata mampu menyerap 5,4
juta tenaga kerja dengan tingkat partisipasi tenaga kerja
nasional sebesar 5,79% dan dengan tingkat produktivitas
tenaga kerja per kapita Rp 19.466.000 per tahun. Kondisi
demikian semakin meningkat seiring pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi yang masif. Badan Ekonomi Kreatif
memprediksikan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB)
sektor industri ekonomi kreatif pada 2018-2019 bisa mencapai
hingga 6,25 persen sehingga mampu menyerap hingga 16,7
juta tenaga kerja. Sehingga jika pada 2002-2006 tenaga kerja
yang terserap hanya berkisar 5,4 juta tenaga kerja, hal demikian
tentu sangat jauh bandingannya jika ditinjau di era kekinian
yang daya serap tenaga kerja di sektor Ekraf mencapai 16,7
juta tenaga kerja.
Beberapa usaha dalam menanggulangi pengangguran yaitu
menciptakan penghasilan sendiri, Pemerintah sangat berperan
dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, serta
kerja sama perusahaan besar dengan lingkungan dan Usaha
Kecil dan Menengah (UKM). UKM tersebut dapat ditingkatkan
kemampuannya menjadi sebuah usaha ekonomi kreatif.
b. Ekonomi kreatif akan bisa meningkatkan pertumbuhan jumlah
ekspor Negara
Ekonomi kreatif mampu menciptakan inovasi produk
sehingga berkontribusi terhadap ekspor Indonesia tahun 2006
sebesar 9,13%. Dalam hal ini pelaku ekonomi kreatif harus
meningkatkan kualitas produksi mereka sehingga bisa bersaing
dengan produk luar negeri.
c. Ekonomi kreatif dapat memberikan dampak pada peningkatan
pengembangan sosial dan budaya dari suatu masyarakat.
Selain berkontribusi terhadap aspek perekonomian, industri
kreatif juga memiliki peran bisa berkontribusi terhadap sosial
dan ekonomi lainya. Misalnya, untuk aspek sosial berpengaruh
terhadap peningkatan kualitas hidup, peningkatan toleransi

64 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


sosial masyarakat, sedangkan untuk budaya bisa melalui cinta
terhadap produk-produk lokal, bahkan peningkatan citra,
identitas dan budaya suatu bangsa.
d. Ekonomi kreatif memberikan kesempatan luas kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan
ekonomi.
Melalui ekonomi kreatif masyarakat bisa ikut serta untuk
berinovasi, menciptakan keterampilan melalui kemampuan
intelektual yang dapat mengembangkan perekonomiannya.
e. Hasil dari kegiatan ekonomi kreatif akan berdampak pada
peningkatan kualitas hidup dari setiap masyarakat.
Melalui ekonomi kreatif, masyarakat bisa membuka
peluang lapangan pekerjaan sehingga menyerap banyak tenaga
kerja yang masih pengangguran.
f. Ekonomi kreatif memberikan kesempatan pada golongan muda
untuk bisa mengeksploitasi kemampuan ide kreatif mereka
sehingga bisa lebih meningkatkan kesempatan bekerja.
Melalui kegiatan ekonomi kreatif bisa mengeksploitasikan
ide-ide, gagasan, imajinasi, mimpi-mimpi, kemampuan
berfikir intelektual,dan berinovasi untuk mengembangkan
keterampilan yang dimiliki (Carunia Mulya Firdausi, 2017).

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Ekonomi Kreatif


Faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan
ekonomi kreatif dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor
dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Adapun faktor
pendukung dan penghambat yang berasal dari dalam (internal)
meliputi :
a. Modal
Modal merupakan salah satu faktor terpenting dari
kegiatan produksi. Bagi industri kreatif yang baru berdiri atau
mulai menjalankan usahanya, modal digunakan untuk dapat
menjalankan kegiatan usahanya, sedangakan bagi industri

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 65


atau bidang usaha yang sudah lama berdiri, modal biasanya
digunakan untuk mengembangkan usahanya atau memperluas
pangsa pasar.
b. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah orang yang
melakukan produksi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Di dalam faktor ini terdapat beberapa unsur penting
yaitu kekuatan fisik, fikiran, kemampuan, keterampilan dan
keahlian (skill).
c. Peralatan
Peralatan yang memadai juga menjadi faktor yang sangat
penting dalam proses produksi (Aisyah Nurul Fitriana, 2013).
Sedangkan faktor pendukung atau penghambat ekonomi
kreatif yang berasal dari luar (eksternal) meliputi :
a. Peran Pemerintah
Dalam ekonomi kreatif, pemerintah berkepentingan untuk
mengarahkan perusahaan agar mengutamakan kesejahteraan
bersama. Selain itu, melalui ekonomi kreatif pemerintah
juga berkepentingan untuk memberdayakan masyarakat agar
semakin kreatif dan produktif, serta melestarikan warisan
budaya dan lingkungan. Sebagai pemegang kepentingan,
pemerintah berfungsi melakukan regulasi, layanan, dan
koordinasi. Dinas perindustrian berfungsi membina
industri-industri kreatif melalui pelatihan intelektual untuk
meningkatkan nilai tambah (Aisyah Nurul Fitriana, 2013).
b. Potensi Alam
Dalam hal ini Sumber Daya Alam (SDA) adalah faktor
produksi yang bersumber dari kekayaan alam seperti tumbuhan,
tanah air, udara dll. Faktor ini bergantung pada jumlah banyak
atau sedikitnya kesediaan dari alam yang memadai.
c. Sarana dan Prasarana Pemasaran
Sarana dan prasarana menjadi penggerak dalam ekonomi
kreatif, karena dapat memungkinkan barang dan jasa bergerak

66 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


dari satu tempat ke tempat lain (dari tempat produksi ke
konsumen).
d. Persaingan
Dimana para pelaku ekonomi kreatif saling bersaing
secara aktif satu dengan yang lainnya untuk mencapai daya
saing strategis dan laba yang tinggi.
e. Permintaan
Permintaan yang semakin tinggi dapat mendorong
ekonomi kreatif. Semakin tinggi permintaan terhadap produk-
produk ekonomi kreatif semakin tinggi rangsangan untuk
berkreasi dan berinovasi. Dengan adanya permintaan yang
semakin meningkat, para kreator semakin bersemangat untuk
berimajinasi dan berinovasi. Dengan demikian, kreativitas
dapat mendorong permintaan, dan permintaan dapat
mendorong kreativitas.
f. Teknologi dan Informasi
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di era
globalisasi berperan besar dalam perekonomian. Karena
teknologi informasi diperlukan untuk menciptakan pembaruan,
percepatan dan penyaluran produk sehingga menjadi tanpa
batas dan cakupannya lebih luas. Industri kreatif harus segera
beradaptasi dengan perubahan dan kemajuan teknologi.
Dengan menggunakan teknologi maka produk-produk baru
dapat tercipta dengan segera. Hasil pembaruan yang tercipta
diperlukan untuk merespon permintaan.

4. Industri Kreatif
Menurut Latuconcina, Industri Kreatif adalah bagian yang
tak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Indonesia menyadari bahwa
ekonomi kreatif yang berfokus pada penciptaan barang dan
jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat, kreativitas sebagai
kekayaan intelektual, intelektual yang dimaksud adalah harapan
bagi ekonomi untuk bangkit, bersaing, dan meraih keunggulan
dalam ekonomi global (Carunia Mulya Firdausi, 2017).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 67


Industri kreatif merupakan salah satu cara untuk melalui era
ekonomi kreatif. Inti utama ekonomi kreatif adalah industri kreatif
yang berperan melakukan proses penciptaan melalui penelitian
dan pengembangan (research and development). Ekonomi kreatif
merupakan salah satu bentuk industri kreatif yang memiliki
tujuan untuk menghasilkan sesuatu atau bentuk usaha produktif
dari masyarakat yang menghasilkan barang-barang dan jasa
baru bersifat komersial. Dengan pengetahuan yang dimiliki para
intelektual melahirkan ide atau gagasan, inspirasi, dan khayala
yang diwujudkan dalam bentuk kekayaan intelektual seperti
desain, merk dagang, hak paten, dan royalty (Suryana, 2017).
Adapun Beberapa definisi Industri kreatif menurut para ahli
(Suryana, 2017):
a. Menurut Departemen Perdagangan RI (Sekarang Kementerian
Perdagangan RI) dan Bekraf
“Industri kreatif adalah industri yang berasal dari
pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu
untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan
dengan menghasilkan dan memberdayakan daya kreasi dan
daya cipta individu tersebut.” Sedangkan menurut Badan
Ekonomi Kreatif, ekonomi kreatif adalah sebuah konsep yang
menempatkan kreativitas dan pengetahuan sebagai aset utama
dalam menggerakkan ekonomi.
b. Menurut Simatupang
“Industri kreatif adalah industri yang mengandalkan
talenta, keterampilan, dan kreativitas yang merupakan elemen
dasar setiap individu. Unsur utama industri kreatif adalah
kreativitas, keahlian dan talenta yang berpotensi meningkatkan
kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual”.
c. Menurut UK DCM Task Force
“Industri kreatif merupakan industri yang berasal dari
kreativitas individu, keterampilan dan bakat secara potensial
menciptakan kekayaan, dan lapangan pekerjaan melalui

68 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


eksploitasi dan pembangkitan kekayaan intelektual dan daya
cipta individu”.
d. Menurut UNTAC dan UNDP dalam Creativity Economy
Report
“Industri kreatif dapat didefinisikan sebagai siklus kreasi,
produksi serta distribusi barang dan jasa yang menggunakan
kreativitas dan modal intelektual nonriil atau jasa-jasa artistik
yang memiliki kandungan kreatif, nilai-nilai ekonomi nonriil,
dan objek pasar.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
industri yang berasal dari kreativitas individu, talenta, bakat dan
keterampilan dalam produksi sampai distribusi barang dan jasa
yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan.

5. Peran Industri Kreatif


Peran (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status)
yang dimiliki seseorang atau lembaga. Peran dapat membimbing
sesorang dalam berperilaku, karena fungsi peran sendiri adalah
untuk memberikan arah pada proses sosialisasi, pengetahuan,
wawasan. Peranan juga dapat mempersatukan kelompok atau
masyarakat, serta dapat menghidupkan sistem pengendali dan
kontrol, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.
Industri memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional
maupun global karena memberikan kontribusi terhadap berbagai
aspek kehidupan baik secara ekonomi maupun nonekonomi. Secara
ekonomi, industri kreatif berperan dalam menciptakan iklim bisnis,
penciptaan lapangan kerja, menumbuhkan inovasi dan kreativitas,
pencipta sumber daya yang terbarukan, dan berkontribusi positif
terhadap pendapatan nasional bruto (Gross National Product-
GNP).
Berdasarkan laporan ekonomi kreatif, dari Departemen
Perdangan RI, kontribusi ekonomi kreatif dapat dilihat dari
beberapa indikator baik secara ekonomi maupun non ekonomi
sebagai berikut :

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 69


a. Berkontribusi Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Berdasarkan data dari Departemen Perdagangan RI,
kontribusi industri kreatif terhadap PDB di Indonesia tahun
2002-2007 sebesar 6,3%, Inggris 8,2%, Amerika Serikat
11,12 % (WIPO), Singapura tahun 2002 sebesar 3% dari
GDP. Menurut Bank Dunia tahun 1999, Ekonomi kreatif
berkontribusi 7,3% terhadap ekonomi Global. Sedangkan
perkembangan terkini dapat dikonfirmasi dari keterangan
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)
yang melaporkan kontribusi ekonomi kreatif (ekraf) terhadap
total produk domestik bruto (PDB) nasional naik pada tahun
ini. Hal demikian berdasarkan data yang dihimpun oleh OPUS
Ekonomi Kreatif 2019, sektor ekraf berkontribusi sebesar Rp
1.105 triliun terhadap PDB nasional. Nilai ekonomi tersebut
disumbang dari 16 subsektor yang terdapat dalam ekraf.
Perkembangan sebesar 7,44% tersebut menjadikan Indonesia
menempati posisi ketiga setelah Amerika Serikat dan Korea
Selatan dalam persentasi kontribusi ekraf terhadap PDB
negara.
b. Menciptakan Lapangan Pekerjaan
Industri kreatif telah mampu menciptakan lapangan
pekerjaan. Laporan Departemen Perdagangan, industri kreatif
Indonesia tahun 2002-2006 rata-rata mampu menyerap 5,4
juta tenaga kerja dengan tingkat partisipasi tenaga kerja
nasional sebesar 5,79% dan dengan tingkat produktivitas
tenaga kerja per kapita Rp 19.466.000 per tahun. Sedangkan
data terkini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Kemenparekraf) menyebutkan bahwa sektor ekraf pada
tahun 2019 lalu membantu meningkatkan angka serapan kerja
sebanyak 17 juta orang selama satu tahun. Karena itu, sektor
ekonomi kreatif dewasa ini tidak bisa diremehkan karena
memberikan dampak yang nyata bagi ekonom nasional.

70 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


c. Mempertinggi Ekspor
Kontribusi ekonomi kreatif terhadap ekspor Indonesia
tahun 2006 sebesar 9,13%. Sedangkan berdasarkan data Badan
Ekonomi Kreatif (Bekraf) ekspor industri kreatif nasional
mengalami peningkatan dalam enam tahun terakhir di saat
yang sama nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan. Nilai
ekspor ekonomi kreatif Indonesia pada 2016 mencapai US$
19,9 miliar atau sebesar 13,77% dari total ekspor nasional
US$ 145,17 miliar. Jumlah ekspor industri kreatif tersebut
meningkat dibanding posisi 2010 yang hanya mencapai US$
13,51 miliar atau sebesar 8,56% dari total ekspor US$ 157,79
miliar.
d. Meningkatkan Iklim Bisnis
Industri kreatif dapat dimanfaatkan sebagai perangsang
investasi, yaitu dengan pembangunan kota-kota kreatif, yang
diikuti pembangunan infrastruktur informasi dan komunikasi
yang mempermudah akses, kemudian mendatangkan para
investor.
e. Penciptaan Lapangan Usaha
Perkembangan industri kreatif sangat berkontribusi
terhadap sektor jasa dan produksi. Berbagai sektor tercipta
akibat tumbuhnya industri kreatif baik yang berskala kecil
maupun skala besar, seperti sektor perdagangan, sektor
distribusi, sektor kontruksi dan sektor pariwisata.
f. Dampak Terhadap Sektor Lain
Industri kreatif telah menciptakan struktur industri
baru sehingga membuka lapangan usaha baru bagi industri
pendukungnya. Misalnya dengan tumbuh dan berkembangnya
sektor Industri kuliner di kota Madiun telah meningkatkan
sektor-sektor usaha lainnya, seperti pariwisata dan
perdagangan.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 71


g. Dampak Terhadap Aspek Sosial
Selain berkontribusi terhadap perekonomian, industri
kreatif berkontribusi terhadap sosial ekonomi lainnya.
Misalnya, terhadap peningkatan kualitas hidup, peningkatan
toleransi sosial, bahkan peningkatan citra dan identitas bangsa.
h. Dampak Terhadap Pelestarian Budaya
Peran penting nonekonomi dari industri kreatif adalah
berperan dalam membangun budaya, warisan budaya, dan
nilai-nilai lokal yang kuat. Industri kreatif yang berbasis budaya
mampu memperjuangkan hak kekayaan intelektual (HKI) bagi
warisan budaya, dan kearifan budaya. Jamu-jamuan, makanan
tradisional, obat-obatan tradisional, seni tradisional, pakaian
tradisional adalah warisan budaya yang harus dilindungi
HAKI-nya. Di bidang teknologi sangat beragam, seperti irigasi
subak, sistem pelestarian hutan suku pedalaman dan warisan
budaya kerajinan yang lainnya, semua warisan budaya tersebut
memiliki potensi pasar dan merupakan produk industri kreatif
bangsa (Suryana, 2017).

6. Jenis Industri Kreatif


Dalam perkembangan selanjutnya, interpretasi terhadap jenis
industri kreatif tidak secara mutlak mengacu pada subsektor
yang ada di negara lain, kebanyakan negara-negara di dunia
menyesuaikan lagi subsektor industri kondisi dan prioritas
negaranya masing-masing. Secara keseluruhan, praktik-praktik
pengembangan industri kreatif di negara-negara di dunia, dan
setidaknya dapat mengarahkan upaya Indonesia mengembangkan
teknologi dan bisnis yang memanfaatkan kreatifitas manusia
sebagai ujung tombaknya.
Adapun sektor-sektor dalam industri kreatif ada 14, yaitu :
a. Periklanan
Periklanan mencakup segala bentuk industri kreatif
yang bergerak dibidang jasa periklanan atau biasa juga
disebut komunikasi satu arah dengan menggunakan medium

72 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


tertentu. Kegiatan ini meliputi proses kreasi atau pembuatan
ide, operasi, dan distribusi dari periklanan yang dihasilkan,
misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi periklanan,
media periklanan luar ruang, produksi material periklanan,
promosi dan kampanye relasi publik.
b. Arsitektur
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan
secara menyeluruh, baik dari level makro (town planning,
urban design, landscape architecture) sampai level mikro
(detail kontruksi). Misalnya sebagai contoh industri ini
bergerak dengan proyek-proyek seperti bangunan warisan
sejarah, pengawasan kontruksi, perencanaan kota, konsultasi
kegiatan tehnik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan
rekayasa mekanika dan elektrikal.
c. Desain
Yakni kegiatan yang terkait dengan desain grafis, desain
interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas
perusahaan, dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan
dan jasa pengepakan.
d. Pasar barang seni
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan
barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai
estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar dan
internet.
e. Musik
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau
komposisi, pertunjukkan, reproduksi dan distribusi dari
rekaman suara. Meski industri ini sempat meredup terhalang
oleh issue pembajakan kini pegiat seni musik menggunakan
media pembelian lagi di internet menggantikan bentuk fisik
dari album.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 73


f. Fashion
Kegiatan kreatif fashion yang terkait dengan kreasi desain
pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya,
produksi pakaian mode dan aksesoris lainnya, produksi
pakaian mode dan aksesorisnya, konsultasi lini produk
berikut distribusi produk fashion. Pada dewasa ini Indonesia
banyak terdapat industri kreatif di bidang fashion muslim
yang berkembang sangat pesat dan memunculkan nama-nama
designer baru dan berbakat.
g. Permainan interaktif
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi,
dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat
hiburan, ketangkasan edukasi. Subsektor permainan interaktif
bukan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran
atau edukasi.
h. Video, film dan fotografi
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi produksi
video, film, dan jasa fotografi serta distribusi rekaman video
dan film.
i. Layanan komputer dan piranti lunak
Kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan
teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer,
pengolahan data, pengembangan database, pengembangan
piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain
arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak, desain
prasarana piranti lunak, serta desain portal dan perawatannya.
j. Riset dan Pengembangan
Kegiatan kreatif terkait dengan usaha inovatif yang
menawarkan penemuan ilmu dan teknologi, serta mengambil
manfaat terapan dari ilmu dan teknologi tersebut guna perbaikan
produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat
baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi

74 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


kebutuhan pasar. Termasuk yang didalamnya berkaitan dengan
humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa,
sastra dan seni serta jasa konsultasi bisnis dan manajemen.
k. Penerbitan dan Percetakan
Kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten
dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid dan
konten digital serta kegiatan kantor beritan dan pencari berita.
Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai,
uang kertas, blanko, cek, giro, surat andil, obligasi, saham,
dan surat berharga lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan
terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto,
grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, percetakan
lukisan, dan barang cetakan lainnya.
l. Seni Pertunjukan
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukkan. Misalnya,
pertunjukkan wayang, tarian tradisional, tarian kontemporer,
drama, musik teater, opera, termasuk musik etnik, desain
dan pembuatan busana, pertujukkan, tata panggung, dan tata
pencahayaan.
m. Televisi dan Radio
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi,
produksi, dan pengemasan acara televisi (seperti reality show,
infotaiment), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi
dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar) siaran
radio dan televisi.
n. Kerajinan
Kegiatan kreatifitas yang berkaitan dengan kreasi
produksi dan distribusi produk yang dihasilkan oleh tenaga
pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses
penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan
yang dibuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan,

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 75


kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga,
perunggu, perak), kayu, kaca porselin, kain, marmer, tanah liat
dll
Model pengembangan industri kreatif, layaknya sebuah
bangunan yang akan memperkuat ekonomi Indonesia, dengan
landasan pilar, dan atap sebagai elemen-elemen pembangunannya.
Yang perlu digaris bawahi adalah adanya kenyataan bahwa banyak
subsektor industri kreatif di Indonesia yang memilki pertumbuhan
yang lebih tinggi dibandingkan sektor industri nasional lainnya,
dan itu dicapai dengan intervensi pemerintah yang minimal.
Fondasi Industri kreatif adalah sumberdaya Insani Indonesia.
Keunikan Industri kreatif yang menjadi ciri bagi hampir seluruh
sektor industri yang terdapat dalam industri kreatif adalah peran
sentral sumber daya insani dibandingkan faktor-faktor produksi
lainnya. Untuk itu, pembangunan industri kreatif di Indonesia
yang kompotitif harusnya dilandasi oleh pengembangan potensi
kreatifnya, sehingga mereka terlatih dan terberdayakan untuk
menumbuhkembangkan pengetahuan dan kreativitas inilah yang
menjadi faktor produksi utama di dalam industri kreatif.
Di Indonesia, jumlah individu yang berada dalam strata kreatif
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan individu yang berada
dalam strata pekerja. Hal ini tentunya menjadi masalah utama,
karena seperti yang dijelaskan sebelumnya, dalam industri kreatif,
sumberdaya insani merupakan fondasi dari ekonomi kreatif. Untuk
dapat mengubah komposisi dari strata tersebut, pemerintah memiliki
peran setral utama dalam pengembangan sistem pendidikan yang
lahirnya para pekerja kreatif, baik melalui jalur formal, sehingga
industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang secara signifikan.

C. DUKUNGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PELAKU


EKONOMI KREATIF
Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan dan memajukan
ekonomi kreatif sesuai dengan konsep dan teori desentralisasi.

76 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangga
sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka
negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi
maka munculkan otonomi bagi suatu pemerintah daerah. Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana
didefinisikan sebagai penyerahan kewenangan (Syamsudin Haris,
2007).
Dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada
pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara agar
daerah tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan
pembangunan nasional, Menurut Josef Riwo Kaho, tujuan desentralisasi
adalah
1. mengurangi bertumpuknya pekerjaan di Pusat Pemerintahan.
2. berkenaan dengan menghadapi masalah yang amat mendesak yang
membutuhkan tindakan yang cepat, daerah tidak perlu menunggu
instruksi lagi dari Pemerintah Pusat
3. dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk karena setiap
keputusan dapat segera dilaksanakan.
4. berkenaan dengan sistem desentralisasi, dapat diadakan
pembedaan dan pengkhususan yang berguna bagi kepentingan
tertentu. Khususnya desentralisasi teritorial, dapat lebih mudah
menyesuaikan diri kepada kebutuhan dan kebutuhan khusus
daerah.
5. mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari Pemerintah
Pusat
6. dari segi psikologis, desentralisasi dapat lebih memberikan
kepuasan bagi daerah-daerah karena sifatnya yang lebih langsung
(Josef Riwu Kaho, 1997).
Desentralisasi terbagi dalam beberapa bentuk kegiatan utama
yaitu desentralisasi politik (devolusi) dan desentralisasi administrasi
(dekonsentrasi). Devolusi menurut Rondinelli adalah penyerahan
tugas-tugas dan fungsi-fungsi kepada sub nasional dari pemerintah

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 77


yang mempunyai tingkat otonomi tertentu dalam melaksanakan tugas-
tugas dan fungsi-fungsi tersebut. Konsekuensi dari devolusi adalah
pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintah di luar pemerintah
pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi tertentu kepada unit-unit
untuk dilaksanakan secara mandiri. Sedangkan dekonsentrasi menurut
Rondinelli adalah penyerahan tugas-tugas dan fungsi-fungsi dalam
administrasi pemerintah pusat kepada unit-unit di daerah (Syamsudin
Haris, 2007).
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa desentralisasi
berhubungan dengan otonomi daerah. Menurut Haris, otonomi daerah
merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan
mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan
dari pemerintah pusat untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Syamsudin Haris, 2007). Kewenangan
otonomi daerah ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu otonomi luas dan
otonomi terbatas.
Kewenangan Otonomi luas menurut Haris adalah kekuasaan daerah
untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan
semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama serta kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan
evaluasi (Syamsudin Haris, 2007).
Otonomi daerah dapat mengembalikan harkat dan martabat serta
harga diri masyarakat di daerah, karena masyarakat di daerah sudah
sekian lama sejak kemerdekaan telah mengalami proses marginalisasi.
Mereka bahkan mengalami alienasi dalam kebijakan publik (Syaukani,
2004). Sebagai daerah yang otonom, wilayah provinsi, kabupaten dan
kota mempunyai kewenangan dalam hal membuat suatu kebijakan
publik. Bentuk dari kebijakan tersebut salah satunya adalah Peraturan
daerah (Perda). Peraturan daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah

78 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


tentunya merupakan produk hukum daerah. Sama seperti produk hukum
yang dibuat oleh pemerintah pusat, Perda juga memiliki kekuatan
hukum yang mengikat. Hanya saja tingkat kekuatan hukumnya terbatas
hanya dilingkup wilayah pemerintahan daerah saja.
Peraturan Daerah (Perda) dibuat oleh pemerintah legislatif dan
eksekutif di daerah. Perda dibuat tentunya mempunyai tujuan. Tujuan
yang hendak dicapai oleh suatu pemerintah daerah dituangkan dalam
peraturan daerah. Sebagai daerah otonom seharusnya mempunyai
prioritas-prioritas yang lebih terhadap bidang-bidang apa saja yang
akan difokuskan oleh daerah. Sehingga dalam hal ini peran pemerintah
daerah dalam penyusunan Perda tentang Ekonomi Kreatif menjadi
contoh konkrit berlakunya atau dilaksanakannya ekonomi kreatif
hingga ke tataran daerah.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 79


80 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)
BAB IV

EKONOMI KREATIF DI MASA PANDEMI

A. EKONOMI KREATIF, SEBUAH TERMINOLOGI


Perubahan di dunia yang sangat cepat terjadi, disertai dengan
proses globalisasi dari era 4.0 sampai yang terbaru 6.0, mempunyai
dampak terhadap cara interaksi manusia dalam memperoleh informasi,
interaksi keuangan, dan konsumsi barang dan jasa. Kreativitas dan
inovasi dengan melibatkan peran teknologi sangat diperlukan untuk
pemenuhan permintaan barang dan jasa yang semakin bervariasi.
Ide tentang kreativitas dan inovasi dalam memproduksi barang
dan jasa semakin dituntut para konsumen, sehingga lahirlah produk
ekonomi kreatif (ekraf). Ekonomi kreatif (economic creativity) menurut
United National Development Program (UNDP) adalah integrasi dari
pengetahuan yang bersifat inovatif (scientific creativity), pemanfaatan
teknologi secara kreatif (technology creativity) serta adanya budaya
(cultural creativity).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 81


Sumber : UNDP (2008)
Gambar 1. Bagan Rumusan Ekonomi Kreatif

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)


menyatakan bahwa konsep ekonomi yang berdasarkan pada aset
kreatif dan mempunyai potensi serta berpengaruh pada pertumbuhan
dan perkembangan ekonomi masyarakat suatu wilayah. Konsep
ekonomi kreatif mengutamakan kreativitas, ide, dan pengetahuan
manusia sebagai aset utama dalam menggerakkan ekonomi. Ekonomi
kreatif adalah perwujudan nyata dari nilai tambah suatu ide atau
gagasan. Keaslian atau originalitas ide dan kreativitas intelektual
manusia merupakan ciri utama ekonomi kreatif, dengan basis ilmu
pengetahuan, keterampilan, warisan budaya dan teknologi. Ide dan
kreativitas merupakan yang dimiliki kekayaan intelektual seseorang
(Pangestu, 2008).

82 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Sumber : United Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD)
Gambar 2. Lingkup Ekonomi Kreatif

Industri Kreatif menurut Departemen Perdagangan RI (2009:5)


adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan
serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan
pekerjaan dengan menghasilkan dan memberdayakan daya kreasi dan
daya cipta individu tersebut. Ekonomi kreatif dapat merupakan upaya
untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan untuk meningkatkan
iklim perekonomian yang berdaya saing melalui pengembangan
kreatifitas. Ekonomi kreatif yakni sebuah ekosistem yang mempunyai
hubungan saling bergantung antar rantai nilai kreatif (Creative
Value Chain), lingkungan pengembangan (Nuturance Environment),
pasar (Market) dan pengarsipan (Archiving) penciptaan nilai tambah
mengenai lingkup yang luas tidak hanya ekonomi melainkan sosial
budaya dan lingkungan. (Pangestu & Sapta, 2008).
Ekonomi kreatif mempunyai ciri khusus dalam menampilkan
keunggulan kreativitas dalam menghasilkan desain yang berbeda
berdasarkan kreativitas, bakat serta minat yang dimiliki oleh pengusaha

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 83


dalam membuat barang dan jasa yang memiliki nilai tambah. Ciri-ciri
ekonomi kreatif adalah (Saksono, 2012) :
1. Kreasi Intelektual, beberapa unsur utama yang ada seperti
kreativitas, keahlian dan talenta yang memiliki nilai jual melalui
penawaran kreasi intelektual.
2. Mudah Tergantikan, produk yang dihasilkan (barang dan jasa)
memiliki siklus hidup singkat, margin tinggi, beraneka ragam,
persaingan tinggi, dan mudah ditiru, sehingga mudah tergantikan.
3. Penyediaan Produk Langsung dan Tidak Langsung, penyediaan
produk kreatif langsung pada pelanggan dan pendukung
penciptaan nilai kreatif pada sektor lain, yang secara tidak langsung
berhubungan dengan pelanggan.
4. Butuh Kerjasama yang Baik antara berbagai pihak yang berperan
dalam industri kreatif, seperti kaum intelektual, dunia usaha, dan
pemerintah.
5. Berdasar Kepada Ide, Industri kreatif berbasis pada ide atau
gagasan dari pelakunya dan konsepnya bersifat relatif.
6. Terbuka atau Tidak Terbatas, Pengembangan industri kreatif tidak
terbatas dan dapat diterapkan pada berbagai bidang usaha
Kontribusi ekonomi kreatif terdapat pada beberapa indikator
ekonomi dan ekonomi. Dampak ekonomi kreatif pada aspek non
ekonomi adalah (Bekraf, 2008) :
1. Dampak terhadap aspek sosial
Industri kreatif berkontribusi terhadap sosial ekonomi lainnya,
yaitu peningkatan kualitas hidup, peningkatan toleransi sosial,
bahkan peningkatan citra dan identitas bangsa.
2. Dampak terhadap pelestarian budaya
Peran penting ekonomi kreatif adalah membangun budaya,
warisan budaya, dan nilai-nilai lokal. Industri kreatif yang berbasis
budaya menciptakan landasan karakter budaya lokal yang kuat.
Industri kreatif mempunyai hak kekayaan intelektual (HAKI) bagi
warisan budaya, dan kearifan budaya. Jamu-jamuan, makanan

84 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


tradisional, obat-obatan tradisional, seni tradisonal, dan pakaian
tradisional adalah warisan budaya yang dapat dilindungi HAKI-
nya. Di bidang teknologi sangat beragam, seperti irigasi subak,
sistem pelestarian hutan suku pedalaman dan warisan budaya
kerajinan lainnya, semua warisan budaya tersebut memiliki potensi
pasar dan merupakan produk industri kreatif bangsa.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat diperlukan dalam daya saing.
Inovasi memerlukan pemikiran yang sangat kreatif sehingga dapat
memunculkan ide-ide yang cemerlang. Partisipasi masyarakat
dalam mengenyam pendidikan SD tercatat sebesar 94,7%, SMP
sebesar 66,5%, serta melek huruf sebesar 99,4%.
Aktor utama dalam pengembangan industri kreatif adalah
Akademisi, Bisnis dan Pemerintah (triple helix). Masing-masing
aktor memainkan perannya dalam ruang (space) yang tersedia. Output
kolaborasi antar aktor ini adalah strategi, jejaring atau komunitas,
kebijakan, kurikulum kreatif, produk kreatif (barang dan jasa), lapangan
pekerjaan, enterpreuner, dan teknologi kreatif, seperti disajikan pada
gambar 3 berikut ini :

Sumber : Management Even, UGM, 2009


Gambar 3. Peran Aktor Utama dalam Pengembangan Industri Kreatif

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 85


Peran ketiga aktor utama bertambah baik dan kuat bila melibatkan
stakeholder yang berkaitan dengan ekonomi kreatif yaitu masyarakat
dan media sebagai sarana eksplorasi dan aktualisasi diri para pelaku
ekraf. Kelima unsur yang terdiri dari Academic, Business, Community,
Government dan Media (ABCGM) ini secara bersama-sama terlibat
dalam pengembangan ekonomi kreatif.
Foord (2008) berpendapat industri kreatif dapat mendukung
kluster-kluster kreatif dalam mempertemukan perusahaan publik dan
swasta dengan pertumbuhan perusahaan dan sosial yang terbukti
semakin populer di tingkat kota (Barcelona, London, Berlin). Namun,
replikasi kluster kreatif (media cities/digital hubs/creative hubs/fashion
quarters/cultural quarters) menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana
kelebihan macam-macam perusahaan yang sama yang ditargetkan
(dalam kota yang penduduknya memiliki individualistik seperti
London serta antara kota-kota di skala nasional dan internasional) dan
dengan harapan mungkin ekonomi kreatif dapat terus berkembang.
Claire (2009) meneliti dengan mengasumsikan sebuah eksperimen
yang diberi nama “Tacoma Experiment”. Dalam eksperimen ini
direkrut 30 orang dengan latar belakang profesi dari berbagai bidang.
Di antaranya adalah, dari bidang pemerintahan, pendidikan, pekerja
seni, dan bidang non-profit untuk bekerja selama setahun dalam
eksperimen ini. Proses proyek eksperimen ini lebih kepada bagaimana
30 orang tersebut saling menjaga komunikasi antara satu dengan
lainnya sehingga tercipta hubungan yang baik antara masing-masing
orang. Dengan komunikasi tersebut, diyakini nilai kreatif seseorang
akan meningkat. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian tersebut yang
ingin menunjukkan, bagaimana sebuah kota dapat menyatukan orang-
orang dari berbagai bidang profesi, bisnis, dan pemerintah serta sektor-
sektor non-profit, dalam menciptakan ekonomi kreatif yang kuat. Inti
penelitian tersebut adalah sharing atau saling bertukar ide dan informasi
antar individu dapat meningkatkan nilai kreativitas seseorang.
Fylosof (2012) mengemukakan industri kreatif dapat diartikan
sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan
atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Dengan demikian,

86 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


industri batik Indonesia yang merupakan ikon khas budaya Indonesia
di kancah internasional dan merupakan industri yang dikembangkan
langsung oleh masyarakat juga termasuk pada industri kreatif. Kategori
kelompok industri kreatif dalam industri batik yaitu: Kerajinan,
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan distribusi produk
kerajinan antara lain barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga,
aksesoris, pandai emas, perak, kayu, kaca, porselin, kain, marmer,
kapur, dan besi. Desain, kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
desain grafis, interior, produk, industri, pengemasan, dan konsultasi
identitas perusahaan. Desain Fashion, kegiatan kreatif yang terkait
dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris
mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultasi lini
produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.
Rahmi dan Kasmiah (2020) menyatakan Ekonomi kreatif identik
masa ekonomi baru yang berpusat pada informasi dan kreatifitas modal
utama yang dibutuhkan yakni konsep yang matang serta ide yang berasal
dari sumber daya manusia (SDM). Faktor-faktor tersebut sebagai modal
utama yang dihadapi dan digunakan manusia pada masa ekonomi
kreatif ini. Pengetahuan, keterampilan dan pengalaman sumber daya
manusia memberikan hasil yang berbeda-beda dalam kreatifitas yang
diciptakan. Inovasi akan semakin tinggi bila intelectual capital juga
baik, maka terjadinya peningkatan dalam kemampuan bersaing. Jika
ditarik sebuah kesimpulan diatas maka ekonomi kreatif merupakan
kegiatan ekonomi yang digerakkan oleh industri yang memanfaatkan
dukungan pada era digital saat ini.

B. KEGIATAN EKONOMI KREATIF PRA-PANDEMI


Industri kreatif berperan penting dalam perekonomian nasional
maupun global karena memberikan kontribusi terhadap aspek
kehidupan baik secara ekonomi maupun nonekonomi. Secara ekonomi,
industri kreatif berperan dalam menciptakan iklim bisnis, pencapaian
lapangan kerja, menumbuhkan inovasi dan kreativitas, pencipta sumber
daya yang terbarukan, dan berkontribusi positif terhadap pendapatan
nasional bruto (Gross National Product-GNP).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 87


Kontribusi industri kreatif terhadap PDB Indonesia pada tahun
2015 sebesar 7,39 % dengan besarnya penyerapan tenaga kerja sebesar
15,17 juta orang. Trends kontribusi industri tersebut mengalami
kenaikan setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2017, kontribusi industri
kreatif tersebut mengalami peningkatan menjadi sebesar 7,57 %
dengan besarnya penyerapan tenaga kerja sebanyak 16,91 juta orang.
Tren tersebut terus meningkat sehingga diperkirakan pada tahun 2019,
kontribusi industri kreatif mencapai 1.100 trilyun rupiah atau sebesar
7,55 % terhadap PDB, dan penyerapan tenaga kerjanya diperkirakan
mencapai 18,10 juta orang (Statistik, 2017). Pada tahun 2018, kontribusi
ekonomi kreatif terhadap PDB Indonesia sudah mencapai 7% atau
mencapai angka Rp 1.000 triliun Pada tahun 2019, industri kreatif juga
diperkirakan akan tumbuh dan memberikan kontribusi sebesar 7,55%
terhadap PDB Indonesia dengan estimasi angka mencapai Rp 1.100
triliun.

Sumber : Statistik, 2020


Gambar 4. Kontribusi Industri Ekonomi Kreatif Terhadap PDB
Indonesia

88 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Badan Ekonomi Kreatif Indonesia membagi menjadi 17 (tujuh
belas) subsektor ekonomi kreatif, yakni:
1. Fashion
Salah satu subsektor yang tiap tahunnya mengalami
peningkatan produktifitas dilihat dari kemunculan trend fashion
sebagai inovasi terbaru secara global. Fashion merupakan salah
satu industri dimana barang yang dihasilkannya masuk ke dalam
perishable products, yaitu produk yang memiliki batas masa
berlaku selama dipasarkan. Produk perishable merupakan produk
yang kadaluwarsa atau mengalami penurunan kualitas dan nilai
produk karena waktu. Pakaian yang menjadi salah satu komponen
dalam fashion dapat dikategorikan produk perishable karena
memiliki siklus produk dari diminati konsumen hingga produk
tergolong out-of-date sangat cepat. Saat ini, dengan berkembangnya
teknologi maka proses produksi pakaian hanya memakan waktu
beberapa minggu mengakibatkan siklus tren lebih cepat berganti.
Konsumen pada industri fashion memiliki tingkat pergantian yang
cukup tinggi dimana mereka berpindah ke merk fashion baru lebih
cepat dibandingkan dengan produk lain.
Produk fashion tergolong perishable, dengan cepat
dipengaruhi oleh tren yang dibawa dari fashion show atau oleh
selebriti. Tim perancang produk bermerk mengikuti trend fashion
yang berkembang dengan cermat. Pada umumnya, perusahaan
pakaian di Asia dapat menghabiskan waktu enam hingga sembilan
bulan untuk menghasilkan pakaian baru mulai dari perancangan
hingga sampai ke peritel. Kini beberapa merk produk yang
tergolong fast-fashion dengan sistem logistik yang kuat, hanya
memerlukan waktu lima minggu dari proses desain hingga proses
distribusi dimana versi terbaru dari model yang ada dapat sampai
di toko dalam dua minggu. Proses pendistribusian produk fashion
merupakan hal yang kompleks dan dinamis, sebagaimana produk
fashion tergolong perishable dengan siklus produk yang pendek
(Shen, 2014).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 89


2. Desain Produk
Seiring kemajuan teknologi menjadi kolaborasi yang semakin
apik dalam kreasi sebuah produk melalui penyatuan estetika dan
unsur fungsi tentunya mempunyai nilai tambah bagi konsumen.
3. Aplikasi dan Pengembangan Permainan
Era 4.0 memberikan dampak yang besar bagi para pelaku start-
up maupun masyarakat yang menikmati suguhan aplikasi digital
seperti permainan, layanan antar, media sosial, berita, penerjemah,
musik dan lain-lain. Kemudahan dalam mengakses aplikasi
memberikan efek domino bagi individu dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari. Semakin hari semakin banyak pula aplikasi
dan permainan terbaru yang bermunculan, tidak dipungkiri potensi
subsektor aplikasi dan pengembangan permainan sebagai lahan
individu untuk aktivitas ekonomi sekaligus berkreativitas.
4. Desain Interior
Selama masa dua puluh tahun ini semakin banyak individu
yang menggunakan jasa desainer untuk mempercantik interior
hunian tersebut. Ladang bisnis desain interior menunjukkan bahwa
adanya peningkatan yang baik dalam merancang perkantoran,
perhotelan dan sebagainya.
5. Arsitektur
Arsitektur merupakan sebagai poin utama yang dipandang
dari sisi pembangunan dan kebudayaan suatu kota/kabupaten
memberikan nuansa, karakter yang beragam dan perancangan dari
hasil arsitektur pembangunan tersebut. Hasilnya memiliki dampak
yang berbeda-beda bagi masyarakat maupun khalayak publik.
6. Desain Komunikasi Visual
Desain komunikasi visual sedang ramai digeluti oleh sebagian
pangsa pasar yang berkonsep komunikasi dengan mengembangkan
bentuk bahasa visual, mengolah pesan (permainan kata) keduanya
sebagai tujuan sosial, komersial

90 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


7. Film, Animasi dan Video
Industri film saat ini sedang mengalami keadaan stagnan
namun tetap adanya usaha membangkitkan kelesuan ditengah
pandemi yang sedang berlangsung. Animasi pun kunjung menarik
membuat masyarakat gembira dengan sentuhan kreativitas yang
berbeda dari sebelumnya sehingga layak untuk ditonton oleh
anak, remaja hingga dewasa. Kemudian video yang dihasilkan
membuktikan inovasi yang berlangsung semakin baik.
8. Seni Pertunjukan
Keberagaman seni budaya yang hadir di Indonesia memberikan
bentuk kesenian seperti wayang, ludruk, teater, tari dan lain-lain.
Pemerintah setempat harus dapat melestarikan dan menjadikan
sebuah aspek penting dalam cagar budaya agar kelangsungan tetap
ada sampai masa yang akan datang.
9. Kriya
Seni kriya merupakan kerajinan yang berbahan logam,
kayu, kaca, kulit, tekstil dan keramik. Setiap tahunnya adanya
peningkatan permintaan (ekspor) dari negara-negara maupun pasar
domestik yang menyukai hasil kerajinan kriya.
10. Fotografi
Fotografi saat ini menjadi lahan yang kompetitif bagi anak
muda maupun orang tua, tinggi minatnya dalam mempelajari
fotografi, harga kamera yang terjangkau, sosial media sebagai
tempat exposure maupun insight. Tentunya menghasilkan uang,
menjadikan fotografi semakin ekspansif menarik masyarakat.
11. Musik
Perkembangan teknologi yanng semakin baik memberikan
industri musik menciptakan platform musik digital yang dapat
dilakukan melalui pembelian yang murah dan mudah agar tidak
terjadinya penjiplakan maupun pembajakan.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 91


12. Penerbitan
Penerbitan saat ini sudah mulai menggerakan produknya ke
layar digital agar tidak tergeser dengan sektor lainnya sehingga
masyarakat dapat menikmati hasil tulisan para intelek maupun
penulis yang bergenre apapun.
13. Periklanan
Konten-konten iklan yang muncul dalam dekade ini
menampilkan materi yang berbeda adanya kemajuan pembuatan
iklan tersebut dan komunikasi yang ditampilkan memberikan
efek mengajak untuk mengikuti hal yang ditawarkan dalam iklan
tersebut biasanya iklan dibuat oleh agensi periklanan.
14. Televisi dan Radio
Televisi dan radio tetap menjaga eksistensinya dengan baik
melalui hasil Produk Domestik Bruto yang berkisar 10,35%.
Pencapaian positif ini diharapkan dapat terus mendorong
pengembangan industri televisi dan radio. Para artis televisi
memberikan ide tontonan yang mempunyai prinsip, kesopanan,
didikan, keseruan sehingga tidak menimbulkan polemik atau
drama yang sering terjadi
15. Seni Rupa
Seni rupa di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat
baik. Industri seni rupa bekerja sama dengan kemenparekraf untuk
menghasilkan produk seni yang berkualitas, mempunyai kekuatan
dan kearifan lokal. Ditengah pandemi bukan sebagai batasan
terhadap produktivitas, kreativitas dan daya cipta bagi pelaku
ekonomi kreatif.
16. Kuliner
Perkembangan kuliner semakin melejit bagaimana tidak secara
kegiatan masak memasak mempunyai ide inovasi, kegembiraan,
dan tempat bisnis bagi pelaku ekonomi. Kuliner legenda menjadikan
kota/ kabupaten sebagai tempat destinasi wisata dalam mencicipi
rasa makanan yang disajikan. Disisi lain, trend makanan baru yang

92 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


hadir memberikan warna baru bagi lidah pecinta kuliner, dan tentu
mempunyai dampak yang baik bagi PDB ekonomi kreatif sebagai
kontributor terbesar dibandingkan dengan subsektor lainnya yang
bernilai 41% (persen).
Awal tahun 2020, Badan Ekonomi Kreatif memisahkan subsektor
aplikasi dan perkembangan permainan menjadi 2 subsektor yang
berbeda, sehingga total menjadi 17 sub-sektor.

Sumber:https://ruangkolaborasa.com/2020/06/08/17-sub-sektor
ekonomi-kreatif-indonesia/
Gambar 5. Subsektor Ekonomi Kreatif

Sumbangan terbesar dari subsektor ekonomi kreatif adalah pada


tiga subsektor utama, yaitu kuliner, fesyen, dan kriya. Subsektor kuliner
menjadi menyumbang terbesar dalam Product Domestic Bruto (PDB)
ekonomi kreatif yakni sebesar 41,69% atau sekitar Rp 382 triliun.
Fashion menyumbang sebesar 18,15% atau sebesar Rp 166 triliun, dan
subsektor kriya sebesar 15,70% atau sebesar Rp 142 triliun di 2016
lalu (BPS, 2016). Kuliner merupakan salah satu penopang di industri
kreatif, karena 68 persen ekraf bergerak di industri kuliner.
Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu
sektor penting bagi perekonomian nasional. Produk Domestik Bruto

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 93


(PDB) sektor mamin pada 2016 mencapai Rp 586,5 triliun atau 6,2%
dari total  PDB nasional  senilai Rp 9.433 triliun. Selain itu, sektor
mamin selalu tumbuh di atas pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) nasional. Pada triwulan III 2017 PDB sub sektor makanan dan
minuman tumbuh 9,46% (YoY) menjadi Rp 166,7 triliun, sementara
ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,06%. Sepanjang triwulan I-III
2017, sub sektor mamin tersebut menyumbang 33,78% PDB sektor
pengolahan yang mencapai Rp 1.406 triliun dan juga menyumbang
6,42% PDB nasional yang mencapai Rp 7.402 triliun.
Pada tahun 2016, sektor kuliner paling banyak diminati oleh negara
China pada produk seperti sarang burung walet, kopi, biskuit, makanan
ringan, mi instan, serta santan kelapa instan. Nilai ekspor makanan
olahan Indonesia ke China pada 2016 sebesar US$1,1 miliar.
Subsektor fesyen memberi sumbangan kontribusi terhadap PDB
sebesar 18,01% atau sebesar Rp166 triliun (BPS, 2016). Pada tahun
2016, komoditas fesyen yang paling banyak diekspor ke Amerika
serikat adalah sepatu olahraga senilai US$732,78 juta, disusul oleh
jersey, sweater, dan cardigan senilai US$455,11 juta. Kemudian jas,
jaket, blazer, gaun, rok, dan celana pendek senilai US$393,11 juta
(Badan Pusat Statistik dan Badan Ekonomi Kreatif, 2016). Fesyen
berkontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)
sebesar 1,43 persen terhadap PDB nasional dengan pertumbuhan
mencapai 2,8 persen tahun 2016. Jika dilihat dari pertumbuhan PDB-
nya, fesyen dapat dijadikan subsektor prioritas ekonomi kreatif di
Indonesia.
Nilai ekspor batik dan produk batik pada tahun 2017 mencapai
USD58,46  juta dengan pasar utama eskpor ke Jepang, Amerika
Serikat, dan Eropa. Ini menujukkan industri batik nasional memiliki
daya saing komparatif dan kompetitif di pasar internasional. Industri
batik didominasi oleh pelaku IKM yang tersebar di 101 sentra seluruh
Indonesia.  Jumlah tenaga kerja yang terserap di sentra IKM batik
mencapai 15 ribu orang.
Subsektor kriya memberi sumbangan terhadap ekonomi kreatif
sebesar  sebesar 15,70% atau sebesar Rp 142 triliun (BPS, 2016).

94 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Angka ini menunjukkan sektor kriya menempati posisi ketiga dalam
sumbangan ekonomi kreatif di Indonesia. Produk kriya difokuskan
pada tiga aspek, yaitu untuk souvenir, home applian, dan education toys
. Ketiga item ini banyak mendapat permintaan dari pasar. Indonesia
juga punya keunggulan di industri kerajinan tangan (hand made) yang
sulit ditiru.

1. Peran Pemerintah terhadap Pengembangan Potensi Ekonomi


Kreatif dalam Mendukung Sektor Pariwisata
Sumber daya lokal sebagai salah satu poin penting
dalam mengedepankan praktik pengembangan ekonomi
kreatif namun adanya kesulitan dalam mengaplikasikan serta
mengimplementasikan yang sesuai dengan teori ekonomi yang
ada. Pengembangan ekonomi kreatif menimbulkan polemik
yang di mana lebih mementingkan atas aspek kreativitas pelaku
ekonomi, sementara keragaman budaya maupun pola berpikir
akibat kebiasaan (human paradox) menjadikan penyebab lain
yang tidak bisa lepas dari unsur manusia. Masalah ini adalah
sebagian dari salah satu hambatan yang dijumpai oleh hampir
segenap daerah di Indonesia. Sumber daya lokal yang memberikan
dampak bagi perekonomian masyarakat sekitar dikatakan telah
menjadi kota Industri yaitu produk Kriya yang beragam. Produk
kriya yang telah berpuluhan tahun sebagai potensi dan basis
proyek yang dijadikan contoh bagi kabupaten/kota lain. Demikian
produk Kriya, sektor strategis layaknya disandingkan dengan
pengembangan ekonomi kreatif lain yaitu, sektor pariwisata. Nilai
keberlanjutan yang dimiliki oleh sektor pariwisata merupakan
pengingat bagi pemerintah dan masyarakat, bagaimana menilai
situasi kondisi sektor pariwisata yang lebih menjanjikan. Namun,
realita di lapangan memperlihatkan dua sektor tersebut belum
dapat mengimplementasikan sebagai hal yang diharapkan.
Hartiningsih (2019) bersifat deskriptif kualitatif dan
menggunakan teknik pengumpulan data yakni data primer berupa
observasi langsung tentunya melakukan sesi wawancara dan data

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 95


sekunder berasal dari hasil literatur yang ada. Hasil penelitian ini
memberikan gambaran bahwa daerah mempunyai masyarakat
yang produktif dan kreatif. Kurangnya inovasi dalam pengerjaan
produk memberikan hasil yang stagnan, masih dalam keadaan
tidak mempunyai nilai ataupun pulasan terbaru. Disamping
itu, produk yang ditawarkan sampai dipasarkan tidak memiliki
identitas (brand) seharusnya dapat menyertakan label produk agar
tidak terjadi penjiplakan.

2. Pengembangan Ekonomi Lokal untuk Meningkatkan Daya


Saing pada Ekonomi Kreatif
Setiap daerah di Indonesia diwajibkan untuk mampu mengatur,
mengembangkan, menjaga potensi lokal dimiliki agar sanggup
bertumbuh dan berkembang ditengah kompetitif regional hingga
global. Pembangunan ekonomi disuatu wilayah diarahkan melalui
pendekatan yang mempunyai orientasi pengembangan sumber daya
lokal sebagai faktor endogen wilayah yang dapat dioptimalkan.
Dorongan perkembangan sektor-sektor ekonomi merupakan
sebuah potensi yang baik untuk menciptakan kesempatan kerja dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Potensi
yang besar dimiliki oleh sektor Usaha Kecil dan Menengah yang
dapat mengembangkan ekonomi lokal.

3. Strategi Pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Upaya


Peningkatan Daya Saing Pelaku Ekonomi Lokal
Industri ekonomi kreatif mempunyai dua kemungkinan yakni
stuck dan berkembang, perlu pengelolaan yang baik agar terjadinya
kemajuan yang diharapkan. Kendala yang masih dihadapi oleh
industri ekonomi kreatif adalah struktural-kondisional. Contoh,
sulitnya memperoleh akses ke sumber-sumber permodalan
disebabkan terbentur jaminan untuk mendapatkan pembiayaan
hingga struktur permodalan yang tidak dipungkiri dikatakan
lemah. Krisis ekonomi hingga resesi telah dirasakan, industri kecil
dan menengah/IKM merupakan bukti ketahanan dalam meredam

96 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


perekonomian Indonesia dan penciptaan pemerataan ekonomi.
Industri ekonomi kreatif memberikan harapan agar memerankan
sesuai peran untuk menyangga pertumbuhan ekonomi nasional
dan terciptanya kemakmuran bangsa. Hambatan yang dialami
menjadi tantangan bagi ekonomi kreatif untuk dapat tumbuh dan
berkembang berikut akses permodalan, kapasitas SDM, teknologi
dan akses pasar.
Hastuti et al. (2018) menggunakan dua analisis dengan tahun
pertama penggunaan analisis SWOT memberikan solusi kebijakan
yang menyatukan faktor internal dan eksternal di mana hasilnya
tidak dapat ditentukan dengan serentak (simultan) disebabkan
terbatasnya sumber daya. Disamping itu, tahun kedua melalui
Analytical Hierarcy Process (AHP) untuk menentukan prioritas
dari alternatif-alternatif strategi.
Tujuan yang sudah ditetapkan agar mampu memperoleh
strategi kebijakan pengembangan ekonomi kreatif. Hasil penelitian
yang diolah menggunakan Microsoft Excel menunjukkan bahwa
strategi yang dapat diterapkan yakni market penetration, market
development, product development, diversification. Market
developmet sebagai hasil analisa AHP yang terpilih sebagai strategi
pengembangan prioritas dalam model pengembangan ekonomi
kreatif.

4. Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Ekonomi


Kreatif
Ekonomi kreatif adalah sektor ekonomi yang mampu
berkesinambungan dengan berbagai subsektor yang ada sekaligus
keberagaman dan kekayaan di Indonesia yang bersifat suistanable.
Sumber daya manusia yang mempunyai wawasan atau pandangan
mampu memberikan pengembangan dalam ekonomi kreatif dalam
menghadirkan inovasi terbaru ataupun sesuatu yang unik. Potensi
dan peranan ekonomi kreatif akan memunculkan efisiensi dalam
membangun perekonomian dan menciptakan lapangan pekerjaan
sehingga tercipta kesejahteraan masyarakat.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 97


Penelitian (Kariada et al., 2018) menggunakan analisis deskriptif
dalam menjelaskan gambaran umum. Kemudian, penngumpulan
data menggunakan dokumentasi dan wawancara dan analisis data
yang digunakan yakni overlay dan Analytic Hierarcy Process
sebagai penentuan strategi kebijakan dan pengembangan ekonomi
daerah terkait kewenangan dalam memutuskan dengan determinan
yang patut dipertimbangkan. Hasil penelitian memberikan arah
kebijakan bagi pemerintah dengan memberikan bantuan dalam
merintis dan memulai usaha, membentuk komunitas resmi oleh
pemerintah, memudahkan pengurusan surat izin, membuat ruang
bebas dan kebebasan berkarya.

C. KRISIS PELAKU EKONOMI KREATIF AKIBAT COVID-19


DAN SOLUSINYA
Pemilik usaha yang berhubungan dengan industri kreatif harus
bisa memutar otak agar bisnis tetap berjalan selama masa resesi
akibat Pandemi Covid-19. Protokol yang perlu diberlakukan selama
masa Covid-19 adalah menjaga jarak, memakai masker, rajin mencuci
tangan, dan selalu menjaga kesehatan atau tidak boleh overworked.
Industri kreatif harus mampu beradaptasi dengan masa Pandemi
Covid-19, dengan cara:
1. Mempelajari Kembali Target Pasar
Produk ekonomi kreatif boleh sama, tetapi target pasar bisa
berubah selama masa resesi. Alasannya, banyak orang yang kondisi
ekonominya juga berubah. Perlu waktu untuk beradaptasi dengan
kondisi ekonomi yang baru.
2. Mengubah Produk Ekonomi Kreatif
Perubahan produk bisa menjadi solusi yang tepat di masa
resesi. Tidak perlu mengubah total, cukup sesuaikan dengan
protokol selama Pandemi Covid-19 agar pembeli merasa puas
dengan produk yang ditawarkan. Misalnya, penjual kopi merubah
produknya menjadi cold brew sehingga bisa dibeli dan diminum
kapan saja tanpa harus mengunjungi kedai kopi. Perubahan produk

98 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


ini sesuai dengan kebutuhan pasar dan tentunya tetap mematuhi
protokol normal baru yang berlaku.
3. Menggunakan Teknologi
Industri ekonomi kreatif juga perlu meningkatkan kinerja
dengan menggunakan teknologi yang dapat mempermudah
pekerjaan. Misalnya dengan membeli mesin untuk mengemas
makanan atau minuman sehingga bisa dikirim kepada pelanggan
tanpa merusak rasa makanan atau minuman tersebut. Contoh lain,
dengan menggunakan teknologi seperti software akuntansi untuk
mempermudah proses laporan keuangan tanpa harus datang ke
kantor dan berinteraksi dengan orang yang berisiko terjangkit
Covid-19.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 99


100 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)
BAB V

KESEHATAN DI MASA PANDEMI

A. DARURAT KESEHATAN MASYARAKAT DI TENGAH


PANDEMI COVID-19
Pada 31 Desember 2019, WHO Cina Country Office melaporkan
kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina mengidentifikasi
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai jenis
baru coronavirus (corona virus disease, COVID-19). Pada tanggal 30
Januari 2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public Health Emergency of
International Concern (KKMMD/PHEIC) (WHO, 2020).
Coronavirus (CoV) adalah keluarga besar virus yang menyebabkan
penyakit mulai dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua
jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat
menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus
Disease (COVID-19) adalah virus jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus corona adalah zoonosis
(ditularkan antara hewan dan manusia). Penelitian menyebutkan
bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke manusia
dan MERS dari unta ke manusia. Beberapa coronavirus yang dikenal
beredar pada hewan namun belum terbukti menginfeksi manusia.
Manifestasi klinis biasanya muncul dalam 2 hari hingga 14 hari setelah

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 101


paparan. Tanda dan gejala umum infeksi coronavirus antara lain gejala
gangguan pernafasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Pada
kasus yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernafasan
akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian (CDC, 2020a).
Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan sebagian besar
adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas,
dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.
Menurut hasil penyelidikan epidemiologi awal, sebagian besar kasus
di Wuhan memiliki riwayat bekerja, menangani, atau pengunjung yang
sering berkunjung ke Pasar Grosir Makanan Laut Huanan. Sampai saat
ini, penyebab penularan masih belum diketahui secara pasti. WHO
melaporkan bahwa penularan dari manusia ke manusia terbatas (pada
kontak erat dan petugas kesehatan) telah dikonfirmasi di Cina maupun
negara lain. Berdasarkan kejadian MERS dan SARS sebelumnya,
penularan manusia ke manusia terjadi melalui droplet, kontak dan
benda yang terkontaminasi, maka penularan COVID-19 diperkirakan
sama. Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi adalah
melalui cuci tangan secara teratur, menerapkan etika batuk dan bersin,
menghindari kontak secara langsung dengan ternak dan hewan liar serta
menghindari kontak dekat dengan siapa pun yang menunjukkan gejala
penyakit pernafasan seperti batuk dan bersin. Selain itu, menerapkan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di fasilitas
kesehatan terutama unit gawat darurat (CDC, 2020b).
Penambahan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat
dan sudah terjadi penyebaran antar negara. Sampai dengan 3 Maret
2020, secara global dilaporkan 90.870 kasus konfimasi di 72 negara
dengan 3.112 kematian (CFR 3,4%). Indonesia berada pada urutan ke
2 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) di dunia, dengan CFR 8-10%
berdasarkan grafis yang dikeluarkan secara resmi oleh Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Virus Covid-19 pada tanggal 30 Maret 2020.
Grafis tersebut terus mengalami kenaikan dari hari ke hari dan mencatat
3 data mengenai jumlah kasus, kasus meninggal dan kasus sembuh.
Proyeski CFR Indonesia dicatat sebanyak 2.956 kasus, dengan CFR
8,1% dan recovery rate 7,5% hal ini merupakan data update tanggal

102 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


8 April 2020, Sementara laju pasien yang berhasil sembuh tidak
sebanding dengan kasus baru (National authorities, 2020).
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengumumkan kasus corona
covid-19 mencapai 12 kasus per tanggal 20 Maret 2020. Memerhatikan
adanaya peningkatan jumlah penderita COVID-19, terhitung mulai
tanggal 27 Maret 2020 Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
menetapkan status tanggap darurat bencana virus corona jenis baru
(Covid-19) di Provinsi Jawa Tengah, sebagai mana tertuang dalam SK
Gubernur Jawa Tengah Nomor 360/3/Tahun 2020.
Derajat kesehatan merupakan salah satu indikator penting untuk
mengukur kondisi suatu bangsa. Derajat kesehatan yang tinggi
menunjukkan bahwa bangsa tersebut merupakan bangsa yang maju.
Menurut UndangUndang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan keadaan kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Ada beberapa indikator yang digunakan dalam menilai derajat
kesehatan masyarakat, seperti angka kematian, angka kesakitan, dan
angka status gizi. Banyak faktor yang memengaruhi derajat kesehatan
masyarakat, baik faktor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan
ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, maupun faktor lain seperti
ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya.
Keterkaitan dari beberapa aspek yang dapat mendukung meningkatnya
kinerja pencapaian pembangunan kesehatan, diantaranya : 1. Indikator
derajat kesehatan sebagai hasil akhir, yang terdiri atas indikator-
indikator untuk mortalitas, morbiditas, dan status gizi. 2. Indikator
hasil yang terdiri dari indikator-indikator untuk keadaan lingkungan,
perilaku hidup masyarakat, akses dan mutu pelayanan kesehatan. 3.
Indikator proses dan masukan, yang terdiri dari indikator-indikator
untuk pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan dan kontribusi
sektor lain.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama, khususnya Puskesmas, beserta
seluruh tenaga kesehatan yang ada memiliki peranan yang penting
dan mejadi front liner dalam pencegahan penyebaran. Pemerintah

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 103


dalam hal ini Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan beberapa
pedoman dalam penanggulangan dan pencegahan COVID-19 seperti:
1) Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat
COVID-19, 2) Pedoman Kesiapsiagaan menghadapi COVID-19,
3) Protokol Kesehatan. Pedoman tersebut diharapkan dapat menjadi
pedoman bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penanggulangan
COVID-19 ini, termasuk Puskesmas.
Keberhasilan penanggulangan dan pencegahan COVID-19
dipengaruhi oleh Kesiapsiagaan Fasilitas Kesehatan. Dalam konteks
kebencanaan, kesiapsiagaan diartikan sebagai kesiapan masyarakat atau
organisasi untuk mengenal adanya ancaman, melakukan pengurangan
risiko, melakukan tanggap darurat, serta melaksanakan pemulihan paska
bencana. Kesiapsiagaan dipengaruhi oleh pengetahuan (Knowledge),
Sikap (Attitude), dan Perilaku (Practice).
Kedaruratan kesehatan masyarakat juga memengaruhi kesehatan,
keamanan, dan kondisi manusia baik secara individu maupun dalam
komunitas secara umum. Secara individu, rasa kebingungan, tidak
aman, adanya isolasi emosional, serta adanya stigma masyarakat dapat
memengaruhi kehidupan secara luas. Sedangkan komunitas sendiri
terpengaruh akibat adanya kehilangan secara ekonomi, kehilangan
pekerjaan dan penutupan sekolah, sumber daya kesehatan yang
kurang kuat, serta terhambatnya distribusi kebutuhan hidup sehari-
hari. Berbagai perubahan kondisi kehidupan ini kemudian dapat
bermanifestasi sebagai reaksi emosional yang bervariasi, sikap hidup
yang tidak sehat, dan ketidakpatuhan terhadap petunjuk-petunjuk
kesehatan masyarakat. Reaksi yang beraneka ragam ini tidak hanya
terjadi pada individu saja, namun dapat pula terjadi secara luas di
tengah-tengah masyarakat. Berbagai penelitian juga menunjukkan
bahwa adanya tekanan emosional yang terjadi, baik secara individu
maupun masyarakat secara umum sangat mungkin terjadi dan
perlu diperhatikan dalam komunitas yang terdampak oleh pandemi
COVID-19 (Pfefferbaum dan North, 2020).

104 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


B. ANCAMAN KESEHATAN MENTAL
Secara keseluruhan, bukti yang terkumpul sejauh ini menegaskan
bahwa pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung memiliki dampak
kronis pada individu.  Individu dapat mengalami tekanan psikologis
yang dapat disembuhkan selama tahap awal dari pandemi COVID-19
antara lain kecemasan, depresi, dan gejala traumatis.  Secara umum,
berdasarkan beberapa studi yang reliabel, gejala yang dialami sebagian
besar individu adalah gangguan yang bersifat ringan sampai sedang
dan hanya kelompok minoritas saja yang mengalami gejala berat. Akan
tetapi subjek-subjek yang diamati tidak homogen. Ketidakkonsistenan
ini bisa terjadi karena, antara lain, perbedaan metodologi, serta
instrumen penilaian yang diberikan atau populasi yang diperiksa.
Beberapa kelompok tertentu terbukti lebih rentan terhadap
permasalahan psikososial akibat pandemi COVID-19 ini, antara lain
kelompok populasi yang secara langsung melakukan kontak dengan
penyakit ini (pasien COVID-19, tenaga kesehatan yang merawat pasien
COVID-19, keluarga yang merawat dan/atau hidup bersama pasien
COVID-19 selama isolasi mandiri di rumah), kelompok populasi
yang rentan terinfeksi virus ini (kelompok lanjut usia dan kelompok
dengan kekebalan tubuh yang menurun), serta kelompok populasi
yang sebelumnya telah memiliki permasalahan kesehatan (baik fisik
maupun mental).
Para petugas kesehatan sangat rentan mengalami permasalahan
kesehatan mental dalam kondisi pandemi COVID-19 ini utamanya
karena adanya risiko terpapar virus (baik dari pasien yang dirawat
maupun dari masyarakat di sekitarnya), kekhawatiran akan kondisi
keluarga (yang juga menjadi rentan terpapar virus), adanya kekurangan
alat perlindungan diri (APD) dalam melaksanakan tugasnya, jam kerja
yang semakin panjang (atau semakin pendek dengan frekuensi lebih
banyak), serta adanya tekanan dalam lingkungan pekerjaan. Sehingga
perlu dilakukan penapisan dan langkah pencegahan terjadinya
permasalahan kesehatan mental, khususnya pada kelompok rentan
agar tidak berkembang menjadi permasalahan mental yang semakin

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 105


menambah beban kesehatan masyarakat secara umum (Pfefferbaum
dan North, 2020).
Lebih lanjut, beberapa variabel dikaitkan dengan timbulnya
dampak psikologi yang lebih tinggi, seperti jenis kelamin perempuan
dan usia muda. Temuan di Cina dan Italia menunjukkan adanya
gejala stres pasca-trauma dan kecemasan pada kelompok yang telah
mengalami isolasi akibat COVID-19 serta dalam kelompok populasi
umum. Timbulnya gejala stres pasca-trauma dan kecemasan ini lebih
banyak timbul pada kelompok berjenis kelamin perempuan dan pada
kelompok usia yang lebih muda (Huang et al., 2020).
Temuan di atas menjadi salah satu dasar sekaligus temuan
pendukung untuk mengintegrasikan penapisan, pencegahan, serta
penanganan permasalahan kesehatan mental secara formal dalam
intervensi kesehatan dalam rangka pandemi COVID-19.  Xiang et
al.  menyarankan tiga langkah penting yaitu lembaga tim kesehatan
mental multidisiplin, komunikasi yang jelas dengan update informasi
yang sesuai tentang wabah COVID-19, dan pembentukan layanan yang
aman untuk memberikan konseling psikologis melalui telemedicine
(misalnya, perangkat elektronik, mobile application, layanan kesehatan
mental daring) (Xiang et al., 2020).
Sebagai salah satu kelompok populasi yang rentan terhadap
permasalahan mental dalam masa pandemi COVID-19 ini,
tenaga kesehatan juga membutuhkan akses terhadap layanan
psikologis. Misalnya, petugas kesehatan bisa mendapatkan keuntungan
melalui pemantauan berkala status psikologis, atau mendapatkan
pelatihan tentang cara relaksasi dengan benar dan cara menghadapi
pasien yang tidak kooperatif, atau melalui kunjungan di rumah sakit
atau tempat istirahat tenaga kesehatan di mana sementara mengisolasi
diri dari keluarga mereka jika mereka terinfeksi. 
Dalam memberikan pelayanan penapisan, pencegahan, serta
penanganan permasalahan kesehatan mental pada pasien COVID-19,
intervensi harus didasarkan pada penilaian komprehensif faktor risiko
yang mengarah ke psikologis, termasuk kesehatan mental yang buruk

106 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


sebelum pandemi, riwayat kehilangan anggota keluarga, adanya
riwayat melukai diri sendiri atau anggota keluarga, adanya keadaan
yang mengancam jiwa, riwayat serangan panik, riwayat perpisahan dari
keluarga, dan riwayat perubahan (khususnya penurunan) pendapatan
rumah tangga. Langkah-langkah ini dapat membantu mengurangi atau
mencegah morbiditas psikiatri di masa depan (Huang et al., 2020).

C. COVID-19 BERPELUANG MENGUBAH PERILAKU KESE-


HATAN MASYARAKAT
Pandemi COVID-19 mampu memberikan dampak yang sangat
luas terhadap masyarakat dalam berbagai aspek, termasuk mengubah
perilaku masyarakat secara umum. Sebuah penelitian di Cina
menunjukkan bahwa masyarakat telah mengadopsi berbagai perilaku
yang “baru” seperti memakai masker, melakukan langkah-langkah
disinfeksi, dan social distancing. Suasana “baru” juga terjadi ketika
penyakit COVID-19 masih mewabah dengan tingkat penularan dan
tingkat kematian yang cukup tinggi, antara lain tutupnya restoran,
hotel, pusat perbelanjaan, bioskop, wahana hiburan serta berbagai
tempat umum. Berbagai metode pembatasan akses juga dilakukan di
berbagai lingkungan desa, termasuk menutup beberapa pintu masuk
dan keluar dari lingkungan, membatasi masuknya orang-orang dari luar
daerah yang tidak berkepentingan mendesak, serta membagikan kartu
akses terbatas bagi orang-orang dari luar lingkungan yang memiliki
kepentingan mendesak di lingkungan tersebut. Bagi masyarakat dari
dalam lingkungan dilakukan pengecekan suhu tubuh secara berkala.
Berbagai media, seperti koran, televisi, siaran radio, internet, majalah,
dan sebagainya, dimanfaatkan secara maksimal untuk menyebarluaskan
dan memperkuat kewaspadaan publik serta mengkampanyekan upaya
menjaga kebersihan diri sendiri sebagai upaya untuk mengendalikan
infeksi virus. Tingginya adopsi perilaku protektif dari infeksi virus
ini menunjukkan hasil yang nyata dalam berbagai aspek, termasuk
pengendalian infeksi (Huang et al., 2020).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 107


Adopsi perilaku protektif yang merupakan bentuk perubahan
perilaku akibat pandemi COVID-19 ini dipengaruhi oleh beberapa
variabel. Satu variabel yang sangat penting adalah tingkat pendidikan
dan pengetahuan. Terdapat asosiasi yang kuat dan konsisten dari tingkat
pendidikan yang lebih rendah dengan rendahnya adopsi perilaku
protektif. Menariknya, meski di kelompok pendidikan tinggi tampak
jelas terkait dengan perubahan perilaku, tidak ditemukan pola yang
konsisten antara gradient tingkat pendidikan dengan tingginya adopsi
perilaku protektif atau tidak ada pola yang konsisten bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan (dalam kelompok pendidikan tinggi) terhadap
semakin tingginya adopsi perilaku protektif individu. Temuan lain dari
penelitian ini adalah bahwa kelompok pendidikan rendah lebih jarang
mengadopsi perilaku protektif yang berupa menghindari pertemuan
(dengan banyak orang), mengurangi kontak pribadi dengan kelompok
orang, atau peningkatan kebersihan tangan. Sebaliknya, pendidikan
yang lebih rendah dikaitkan dengan peluang yang lebih tinggi untuk
tidak melakukan perilaku protektif sama sekali (Ludecke dan von dem
Knesebeck, 2020).
Banyak studi mengemukakan bahwa pendidikan berkorelasi
dengan penguasaan pengetahuan. Hal ini dimungkinkan juga menjadi
alasan bahwa kelompok pendidikan yang lebih rendah cenderung
untuk lebih sedikit mengadopsi perilaku protektif akibat kurangnya
informasi atau pengetahuan tentang pandemi COVID-19 dan cara
pencegahannya. Sehingga hal ini ini perlu menjadi dasar agar informasi
tentang COVID-19 terus menerus disebarluaskan, diperbarui sesuai
perkembangan yang terjadi, serta disampaikan melalui berbagai
media dan berbagai bentuk sehingga mampu menjangkau dan mampu
dipahami berbagai lapisan masyarakat di mana pun mereka berada.
Melalui upaya ini, diharapkan masyarakat dapat lebih mengadopsi
perilaku protektif sebagai upaya pengendalian infeksi COVID-19 yang
lebih ekstensif.

108 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


BAB VI

KEHADIRAN NEGARA

A. PERAN SENTRAL PEMERINTAH TERHADAP COVID-19


Corona Virus Disease 2019 atau dikenal COVID-19 telah
dinyatakan sebagai sebuah pandemi yang ditetapkan oleh World Health
Organization (WHO). Semua bermula, pada tanggal 31 Desember
2019 WHO menerima laporan terkait kasus pneumonia unknown
etiology (penyebab tidak diketahui) terdeteksi di Kota Wuhan, Provinsi
Hubei, Cina. Hingga awal tahun 2020, total 44 pasien telah dilaporkan
oleh otoritas nasional cina kepada WHO. Namun selama pneumonia
unknown etiology berlangsung belum diketahui secara pasti penyebab
penyakit tersebut. Proses identifikasi pun terus dilakukan secara masif
hingga pada tanggal 7 Januari 2020, Cina mengkonfirmasi bahwa
penyakit tersebut merupakan wabah jenis baru bernama corona virus
disease (WHO, 2020)
Sebagian besar orang yang terinfeksi virus COVID-19 akan
mengalami penyakit pernafasan ringan hingga sedang dan sembuh
tanpa memerlukan perawatan khusus. Penyakit ini sangat rentan
pada lansia, dan mereka yang memiliki masalah medis mendasar
seperti diabetes, penyakit pernafasan kronis, dan kanker memiliki
kemungkinan terjangkit secara cepat. Transmisi virus COVID-19
menyebar melalui droplet ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin
atau berbicara (WHO, 2020)

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 109


Perkembangan penyebaran virus ini terus berlangsung dan terjadi
tidak hanya di Cina melainkan menyebar secara ekstensif ke seluruh
dunia termasuk salah satunya di Indonesia. Dengan total kematian
yang banyak dan membahayakan negara, tertanggal 30 Januari 2020
melalui WHO menetapkan wabah Corona Virus Disease 2019 atau
yang dikenal dengan COVID-19 sebagai suatu kedaruratan kesehatan
masyarakat yang meresahkan dunia dan tepat 11 Maret 2020 wabah
dinyatakan sebagai pandemi. (WHO, 2020).
Selain menimbulkan kedaruratan kesehatan, hadirnya virus
ini juga berimplikasi ke beberapa sektor seperti keuangan yang
berpangkal pada perekonomian menjadi tidak stabil. Berdasarkan hal
tersebut dibutuhkan peran negara untuk menjamin pencegahan dan
penanganannya. Sehingga berbagai upaya perlindungan dilakukan di
setiap negara dengan Implementasi kebijakan yang berbeda. Misalnya
pada negara Italia, yang menerapkan kebijakan dengan melakukan
blockade terhadap aktivitas dan akses masyarakat yang dikenal sebagai
istilah lockdown (Kemenkes RI, 2020)
Berbeda halnya dengan di Indonesia, pemerintah Indonesia tidak
menerapkan atau memutuskan kebijakan lockdown sebagai upaya
preventif dan represif terhadap COVID-19 melainkan menetapkan
adanya pembatasan sosial atau yang dikenal dengan istilah social
distancing. Selain itu, pemerintah juga memerintahkan untuk
seluruh pekerja di Indonesia melaksanakan pekerjaannya dari rumah
(work from home). Hal tersebut menimbulkan berbagai spekulasi di
masyarakat. Pro dan kontra bermunculan terhadap kebijakan yang di
tetapkan pemerintah saat ini (Kemenkes RI, 2020)
Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia telah melaporkan kasus
konfirmasi COVID-19 sebanyak 2 kasus. Sampai dengan tanggal
25 Maret 2020, Indonesia sudah melaporkan 790 kasus konfirmasi
COVID-19 dari 24 Provinsi. Realitas terhadap penyebaran COVID-19
memang dapat dikatakan semakin meluas hingga tersebar ke seluruh
dunia, tak heran jika COVID-19 ini dideklarasikan sebagai pandemi
global. Paradigma bahwa pertumbuhan COVID-19 dapat berkembang

110 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


secara luas, disebabkan karena penularannya dapat terjadi melalui
kontak manusia dengan manusia lainnya seperti percikan (droplet) saat
batuk & bersin atau melalui benda yang terkontaminasi virus. Sehingga
percepatan penyebaran COVID-19 saat ini sudah mencapai ke seluruh
wilayah di Indonesia (Kemenkes RI, 2020)
Pada tanggal 15 Mei 2020, WHO menyatakan sebanyak 213 negara
sudah melaporkan ditemukannya kasus COVID-19 di negara mereka.
Data tercatat sebanyak 4.417.903 kasus dengan 297.382 kematian dan
tingkat pertumbuhan kasus baru sebesar 7% per hari di seluruh dunia.
Indonesia mencatat sejumlah 15.483 kasus dengan 1.028 kematian
pada saat yang sama. Beberapa negara telah berhasil mengendalikan
penyebaran COVID-19 ini dengan baik. Cina sebagai negara yang
paling awal melaporkan kasus ini berhasil mengendalikan keadaan
kurang lebih hanya setelah 30 hari sejak 100 kasus terkonfirmasi
pertama terjadi sedangkan Korea Selatan berhasil mengendalikan
dalam waktu 20 hari sejak 100 kasus pertamanya dilaporkan (WHO,
2020)
Kesiapsiagaan pemerintah diperlihatkan dengan berbagai strategi
yang dilakukan guna mendeteksi secara dini dan menekan lajur
penyebaran virus. Strategi yang telah dipublish oleh pemerintah
diantaranya dengan menetapkan prosedur pembatasan sosial (Social
Distancing) yang berjarak 1-2 meter saat sedang dalam kerumunan,
bahkan kini kebijakan tersebut telah berubah menjadi Pembatasan
Sosial Bersakla Besar (PSBB) yang dinilai akan lebih efektif untuk
mengantisipasi penyebaran COVID-19 yang kian agresif. Pemerintah
juga membatasi aktivitas lainnya seperti bekerja yang mengharuskan
dilakukan dari rumah atau isilah yang dikenal dengan Work From
Home (Dirjen P2P,2020)
Regulasi yang ditetapkan pemerintah dengan menerapkan work
from home tentu memiliki implikasi yang besar pula terhadap pekerja,
maka untuk merespon hal tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan
memutuskan kebijakan melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan
RI No.M/3/Hk.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja dan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 111


Kelangsungan Usaha dalam Pencegahan dan Penanggulangan
COVID-19. Secara garis besar berisi bahwa pekerja yang dinyatakan
dokter sebagai ODP (Orang Dalam Pemantauan) atau suspek COVID-19
tidak bekerja maksimal selama 14 hari, maka tetap menerima upah
secara penuh. Pekerja yang sakit karena COVID-19 maka dibayar sesuai
peraturan undang-undang, kemudian yang meliburkan pekerja karena
kebijakan pemerintah daerah, maka besaran dan cara pembayaran upah
sesuai kesepakatan (Kemenker, 2020)
Kementerian Ketenagakerjaan juga mengeluarkan kartu pra-kerja
imbas COVID-19. Program pengembangan kompetensi kerja yang
ditujukan untuk pencari kerja, pekerja ter-PHK atau pekerja yang
membutuhkan peningkatan kompetisi dengan biaya pelatihan mencapai
3,6 juta/individu. Kemudian kementerian sosial juga memberikan
bantuan sosial berupa sembako yang diperintahkan langsung kepada
presiden untuk disalurkan kepada masyarakat di wilayah Jabodetabek
dengan total 1,8 juta sembako untuk 1,8 juta keluarga. Bertujuan agar
masyarakat Indonesia dapat bertahan dengan kondisi saat ini, mengingat
kebutuhan pokok merupakan kebutuhan primer. Kementerian keuangan
telah memberikan statemen akan mengalokasikan dana APBN untuk
pemeriksaan (testing) bagi korban, peningkatan kapasitas Rumah Sakit
dan ketersediaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan. (Kemenker,2020;
Kemenkeu, 2020).
Disela-sela upaya yang dilakukan oleh pemerintah, publik
digetarkan dengan beragam isu hoax yang terus beredar di masyarakat.
Tercatat pada tanggal 2 April 2020, telah beredar 415 isu hoax
terkait Corona virus di Indonesia. Persoalan tersebut tentu memicu
penanganan terhadap COVID-19 menjadi rumit. Selain dari pada itu,
kegelisahan masyarakat kian meningkat. Padahal pemerintah kini
terus berupaya guna dapat memupuk kepercayaan publik. Maka dalam
rangka meminimalisir problematika di atas pemerintah melalui Gugus
Tugas Percepatan COVID-19 meluncurkan situs www.covid19.go.id
yang dapat diakses secara online, sebagai sumber informasi resmi
penanggulangan COVID-19 bertujuan agar masyarakat mendapatkan
informasi secara cepat, akurat dan tepercaya. (Kominfo, 2020).

112 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


1. Peran Negara dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019
Mengingat bahwa wabah COVID-19 sebagai suatu pandemi
yang mengancam kesehatan masyarakat dunia, maka diperlukan
upaya penanganan yang optimal dan responsif untuk menghentikan
penyebarannya. Dalam hal ini WHO memberikan rekomendasi
penanganan dan penanggulangan atas penyakit corona virus.
Menurut WHO salah satu tindakan untuk penanganan dan
perlindungan kesehatan masyarakat dunia yaitu dengan negara
melakukan penanganan melalui karantina, meliputi pula tindakan
karantina individu (WHO, 2020)
Secara definisi dalam Pasal 1 International Health Regulation
2005 dijelaskan bahwa karantina adalah: “… the restriction of
activities and/or separation from others of suspect persons who
are not ill or of suspect baggage, containers, conveyances or goods
in such a manner as to prevent the possible spread of infection or
contamination.” (IHR, 2005).
Dalam rangka implementasi pengaturan tersebut, negara harus
membuat dan menetapkan regulasi kebijakan kesehatan. Sebuah
kebijakan publik harus lahir dan dihadirkan sebagai bentuk
nyata peran negara dalam memberikan perlindungan. Dalam hal
pengaturan regulasi sebagai kebijakan publik, secara legal formal
sebuah kebijakan publik dapat dimanifestasikan dalam bentuk
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah
Provinsi, Peraturan Pemerintah Kota/Kabupaten, dan Keputusan
Walikota/Bupati (Nugroho, 2003).
Dalam tataran praktiknya berbagai negara mengambil kebijakan
masing-masing untuk melindungi rakyatnya. Seperti halnya negara
Cina tepatnya di Kota Wuhan yang pertama terjangkit virus ini
melakukan kebijakan berupa lockdown di Kota Wuhan dan pasca
virus ini mereda di Wuhan, lockdown juga diterapkan di Kota Jia
untuk memutus mata rantai penyebarannya. Penanganan yang
sama juga dilakukan oleh Negara Italia, di mana negara tersebut
menetapkan kebijakan lockdown secara total. Selain melalui
langkah lockdown, ada beberapa negara menggunakan tambahan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 113


metode lain yang dianggap lebih optimal dan efisien memutus
mata rantai penyebaran virus COVID-19 seperti yang diterapkan
negara Singapura, dan Vietnam (Ahmad, 2020)
Di Indonesia, peran aktif negara dalam rangka melindungi
bangsa, salah satu tindakannya adalah dengan menerbitkan
kebijakan bertaraf undang-undang. Hal ini kemudian diwujudkan
negara dengan menghadirkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Apabila merujuk kepada
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan, dalam pasal 10 dijelaskan bahwa dalam hal ini
pemerintah pusat dapat menetapkan status kedaruratan Kesehatan
masyarakat yang kemudian termanifestasikan dalam bentuk
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020
tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona
Virus Disease 2019 (Covid- 19) sebagai bentuk responsif negara
menyikapi keadaan pandemi ini. Untuk menegaskan keseriusan
pemerintah, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keppres Nomor
12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran
Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) sebagai bencana
nasional.
Dalam UU No.6 Tahun 2018, disebutkan bahwa Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang
bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular
dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran
biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang
menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas
wilayah atau lintas Negara. Dalam hal penanganannya, tertuang
dalam ketentuan undang-undang kekarantinaan kesehatan terdapat
beberapa tindakan untuk melakukan penanganan darurat kesehatan,
dijelaskan dalam pasal 15 ayat (2) bahwa: “Dalam rangka melakukan
tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina
Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau pembatasan Sosial Berskala
Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.” (Perpu, 2018).

114 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Sebagaimana tertera dalam undang-undang tersebut:
1.Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan
seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan meskipun
belum menunjukkan gejala apapun atau sedang berada dalam
masa inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, alat angkut, atau
barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau
barang yang mengandung penyebab penyakit atau sumber bahan
kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan penyebaran ke
orang dan/atau barang di sekitarnya 2. Isolasi adalah pemisahan
orang sakit dari orang sehat yang dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan. 3.
Karantina Rumah adalah pembatasan penghuni dalam suatu
rumah beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau
terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan
penyebaran penyakit atau kontaminasi. 4. Karantina Rumah Sakit
adalah pembatasan seseorang dalam rumah sakit yang diduga
terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
5. Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu
wilayah termasuk wilayah pintu Masuk beserta isinya yang diduga
terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
6. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah pembatasan
kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga
terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
(Perpu, 2018).
Pemerintah kemudian mengambil kebijakan pembatasan sosial
berskala besar sebagai upaya penanganan yang pengaturannya
dijelaskan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-I9).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 115


Peraturan Pemerintah tersebut menjelaskan beberapa tindakan
yang minimal harus dilakukan yaitu seperti peliburan sekolah dan
tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta pembatasan
kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Untuk mempercepat
penindakan penanganan, Presiden juga mengeluarkan kebijakan
dalam bentuk Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) (Perpem, 2020)
Hal ini ditujukan untuk pengoptimalan penanganan pandemi
ini baik dalam tingkat pusat hingga daerah. Gugus Tugas secara
teknis bertugas untuk meningkatkan ketahanan nasional di
bidang kesehatan yang susunannya meliputi kementerian, non
kementerian, TNI, Polri, dan Kepala Daerah. Gugus Tugas
Percepatan Penanganan COVID-19 memiliki tugas sebagai berikut:
1. menetapkan dan melaksanakan rencana operasional percepatan
penanganan COVID-19; 2. mengoordinasikan dan mengendalikan
pelaksanaan kegiatan percepatan penanganan COVID-19; 3.
melakukan pengawasan pelaksanaan percepatan penanganan
COVID-19; 4. mengerahkan sumber daya untuk pelaksanaan
kegiatan percepatan penanganan COVID-19; dan 5. melaporkan
pelaksanaan percepatan penanganan COVID-19 kepada Presiden
dan Pengarah (Kepres, 2020).
Maklumat pengaturan penanganan tersebut kemudian
ditindaklanjuti oleh beberapa kementerian. Salah satunya
Kementerian Kesehatan yang mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang
Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19),
secara tegas mengatur tentang aturan teknis penerapan kebijakan
pembatasan sosial berskala besar.
Jakarta sebagai kota pertama yang menerapkan pengaturan
PSBB melalui Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020
tentang pelaksanaan “Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam

116 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Provinsi
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Kebijakan tersebut mulai
diberlakukan pada tanggal 10 April 2020 sampai 23 April 2010,
hal ini menekankan bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar akan dilaksanakan selama dua minggu, kebijakan ini meliputi
pembatasan fasilitas umum seperti pembatasan transportasi publik
dengan kapasitas hanya 50 persen dan waktu operasi hanya
berlangsung pada pukul 06.00 sampai 18.00 WIB. (Perpem, 2020).
Selain UU karantina kesehatan, manajemen bencana mengacu
pada konsep fase bencana sesuai UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana. Secara umum, siklus bencana terdiri
dari tiga fase, yaitu prabencana, saat bencana, dan pascabencana.
Secara umum, kegiatan manajemen bencana kesehatan COVID-19
dapat dikategorikan sebagaimana upaya penanggulanan bencana
secara umum, dengan contoh aplikasi sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning) dan pencegahan (prevention) adalah
upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana
(jika mungkin dengan meniadakan bahaya).
b. Mitigasi (mitigation) adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Terbagi menjadi mitigasi struktural dan
nonstruktural.
c. Kesiapan (preparedness) adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna. Tujuan utamanya adalah meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk merespons secara efektif
ancaman dan dampak bencana serta pulih dengan cepat dari
dampak jangka panjang.
d. Peringatan dini (early warning) adalah serangkaian kegiatan
pemberian peringatan dengan segera kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadi bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 117


e. Tanggap darurat (response) adalah upaya yang dilakukan segera
pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak
yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban
dan harta benda, evakuasi, dan pengungsian. Tujuan utama
intervensi kesehatan fase respons darurat adalah menurunkan
segera angka dan risiko kematian, kesakitan, serta kecacatan
yang tinggi.
f. Bantuan darurat (relief) merupakan upaya untuk memberikan
bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar. Contoh:
operasi pasar oleh pemerintah untuk menjamin ketersediaan
dan harga bahan kebutuhan pokok selama PSBB, pemberian
bantuan swadaya warga terhadap warga lainnya yang berstatus
ODP dan OTG yang menjalani karantina mandiri di rumahnya;
g. Pemulihan (recovery) adalah proses pemulihan darurat kondisi
masyarakat yang terkena bencana dengan memfungsikan
kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.
h. Rehabilitasi (rehabilitation) dan rekonstruksi (reconstruction).
Rehabilitasi adalah upaya langkah yang diambil setelah
kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki
rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan
menghidupkan kembali roda perekonomian.

B. KEPERCAYAAN TERHADAP INFORMASI DARI PEMERIN-


TAH DI MASA PANDEMI COVID-19
Pandemi COVID-19 adalah krisis multi-faset dengan risiko
kesehatan masyarakat yang sangat tinggi. Kesulitan menangani krisis
ini menjadi berganda karena, sebelum ada vaksin dan obat untuk
virus ini, satu-satunya cara menghadapinya adalah dengan mengubah
perilaku masyarakat (behavior modification) (Philips JV. et al., 2020).
Wabah COVID-19 juga dapat menimbulkan faktor stigmatisasi
seperti ketakutan akan isolasi, rasisme, diskriminasi, dan marginalisasi
dengan segala konsekuensi sosial dan ekonominya. Komunitas
yang terstigmatisasi cenderung terlambat mencari perawatan medis

118 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


dan menyembunyikan riwayat kesehatan penting, terutama tentang
perjalanan. Perilaku ini, pada gilirannya, akan meningkatkan risiko
penularan komunitas. WHO juga telah mengeluarkan pertimbangan
psikososial khusus untuk meredakan stigma COVID yang berkembang
(Souvik et al., 2020).
Ketakutan massal terhadap COVID-19, yang secara tepat disebut
sebagai “coronaphobia” (Asmundson et al., 2020), kemungkinan besar
disebabkan oleh karakter yang tidak pasti dan perjalanan penyakit
yang tidak dapat diprediksi, intoleransi terhadap ketidakpastian,
risiko yang dirasakan untuk tertular, dll. Dan dapat menghasilkan
respons psikologis yang negatif termasuk maladaptif perilaku, tekanan
emosional dan reaksi penghindaran di antara orang-orang biasa
(Taha et al., 2009). Selama wabah penyakit, berita kematian pertama,
percepatan jumlah kasus baru, dan perhatian media yang meluas dapat
meningkatkan ketakutan, frustrasi, ketidakberdayaan, dan kecemasan
masyarakat atas situasi tersebut. (Singh et al.., 2020.) Masyarakat yang
terlalu prihatin mungkin khawatir tentang kelangkaan layanan darurat
dan penting terkait penguncian, dan kepanikan yang tidak realistis ini
dapat menyebabkan perasaan keliru tentang menimbun kebutuhan
atau sumber daya sehari-hari (seperti pembersih tangan, obat-obatan,
masker pelindung atau bahkan kertas toilet). “Xenofobia” terkait
infeksi cenderung meningkat selama epidemi dan pandemi, seperti
yang telah dibahas sebelumnya, dan sayangnya tampaknya menjadi
respons yang umum dalam kasus COVID-19 yang sedang berlangsung
(Souvik et al., 2020).
Namun, meminta masyarakat dalam skala besar dan secara
serentak untuk mengubah perilaku dengan perilaku baru yang berbeda,
bahkan kadang bertentangan, dengan kebiasaan adalah pekerjaan yang
sangat sulit. Kebijakan, intervensi, dan pesan-pesan yang sinkron dan
ketat terintegrasi secara vertikal lintas tingkatan pemerintahan dan
secara horizontal lintas lembaga menjadi kunci keberhasilan upaya ini
(Philips JV. et al., 2020).
Lebih dari itu, upaya ini harus dipersepsi sebagai konsisten,
kompeten, fair, objektif, berempati, dan tulus, selain juga harus

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 119


mudah dimengerti dan disampaikan oleh orang-orang dan saluran
yang dipercaya. Persyaratan di atas menekankan pentingnya dua hal:
kredibilitas informasinya dan kredibilitas otoritas yang menyampaikan
(Philips JV. et al., 2020).
CSIS Commentaries melakukan sebuah diskusi terbuka yang
dilakukan oleh 60 partisipan. Mayoritas partisipan diskusi mengatakan
bahwa mereka tidak percaya dengan informasi yang disampaikan
oleh pemerintah pusat terkait kasus COVID-19. Dalam diskusi
partisipan mengatakan bahwa sejak awal pemerintah pusat terkesan
menyepelekan pandemi COVID-19 dan tidak segera menutup akses
bandara International. Hal ini mengakibatkan akses keluar dan masuk
orang, dari dalam atau luar negeri, masih berjalan normal seperti
biasanya. Pemerintah terkesan seperti tidak waspada dan bersiap dari
awal akan dampak COVID-19 (Philips JV. et al., 2020).
Hal ini berlanjut saat ada pasien pertama yang positif COVID-19.
Meski telah menyiapkan fasilitas layanan Kesehatan seperti rumah sakit
rujukan, wisma atlet, alat pelindung Kesehatan, dan alat tes, namun
hal tersebut dinilai terlambat. Pasalnya, penyebaran virus dan jumlah
pasien yang positif meningkat lebih cepat dibanding ketersediaan
fasilitas tersebut (Philips JV. et al., 2020).
Faktor kedua yang membuat partisipan tidak percaya dengan
pemerintah pusat adalah data yang tidak transparan. Mayoritas
partisipan menganggap data ODP, PDP, dan pasien yang dinyatakan
positif tidak reliabel. Selain itu, mereka juga memandang bahwa
pemerintah menutupi jumlah kasus COVID19 di Indonesia. Salah
satu event yang memperkuat ketidakpercayaan atas data pemerintah
adalah pemberitaan mengenai kasus pasien di Cianjur, Jawa Barat,
yang diduga positif COVID-19 (Philips JV. et al., 2020). Ketersedian
informasi kesehatan yang up-to-date dan akurat terutama tentang jumlah
individu yang pulih, dikaitkan dengan lebih rendah tingkat setres.
Informasi tambahan tentang obat-obatan atau vaksin, rute penularan,
dan pembaruan tentang jumlah kasus dan lokasi yang terinfeksi
(misalnya, peta pelacakan online) dikaitkan dengan tingkat kecemasan

120 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


yang rendah. Pada wabah COVID-19 ini, penulis menemukan bahwa
tindakan pencegahan seperti penggunaan alat makan bersama, hand
hygiene dan penggunaan masker untuk mencegah penularan virus
berhubungan dengan rendahnya dampak psikologis, tingkat kecemasan,
depresi dan stres. (Patel et al., 2018).
Faktor ketiga yang membuat partisipan tidak mempercayai
pemerintah pusat adalah gagalnya pemerintah menangkap aspirasi dari
masyarakat. Di masa awal pandemi, ada keinginan yang disuarakan
berbagai kalangan agar pemerintah mengambil kebijakan lockdown.
Akan tetapi, pemerintah lebih memilih kebijakan social distancing
(Pembatasan Sosial Berskala Besar/PSBB) dan itu pun dinilai
partisipan sangat terlambat. Pemerintah dianggap lebih mementingkan
aspek ekonomi dan investasi yang selama ini menjadi fokus pemerintah
sebelum adanya COVID-19. Partisipan juga beranggapan bahwa
mereka tidak bisa mempercayai pemerintah yang lebih memprioritaskan
pertumbuhan ekonomi ketimbang mencegah penyebaran pandemic
(Philips JV. et al., 2020).
Faktor selanjutnya, yang menjadi penekanan partisipan dari
kelompok praktisi komunikasi adalah disonansi informasi yang
disampaikan pemerintah. Disonansi ini tidak hanya antara pemerintah
pusat dan daerah, namun juga antara sesama pemegang kebijakan di
pemerintah pusat. Informasi yang tidak satu pintu dan sering berubah
bahkan disampaikan oleh otoritas tertinggi, juru bicara, dan presiden.
Disonansi informasi ini membuat partisipan merasa pemerintah tidak
paham potensi dampak pandemi dan kebijakan yang diambil untuk
menanganinya (Philips JV. et al., 2020).
Hingga saat ini, partisipan baik dari kalangan jurnalis dan praktisi
komunikasi, sepakat bahwa belum ada representasi pemerintah pusat
yang mereka anggap sebagai komunikator andal. Di masa awal
pandemi, publik telah menyaksikan sendiri betapa Menteri Kesehatan
menyepelekan kasus positif COVID-19. Tak lama berselang, juru bicara
pemerintah juga menyampaikan informasi yang keliru tentang peran
“si kaya” dan “si miskin” dalam mencegah penyebaran COVID-19
(Philips JV. et al., 2020).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 121


Faktor terakhir yang memengaruhi ketidakpercayaan partisipan
adalah penunjukan Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai bagian untuk
pencegahan COVID-19. Partisipan menilai bahwa penanganan pandemi
bukanlah kompetensi BIN. Sebagaimana yang dilakukan pemerintah
Inggris dan Amerika, sebaiknya pemerintah pusat menggandeng institusi
pendidikan atau riset ketimbang badan intelijen (Philips JV. et al., 2020).
Meski mayoritas partisipan tidak percaya terhadap informasi
dari pemerintah, ada sebagian kecil partisipan yang percaya akan
keterandalan informasi pemerintah. Salah satu partisipan dari praktisi
komunikasi mengatakan bahwa adanya subsidi informasi rutin (dalam
bentuk konferensi pers dan rapat terbatas) merupakan salah satu bentuk
keseriusan pemerintah dalam penanganan pandemi. Selain itu terdapat
juga partisipan yang percaya dengan update informasi pemerintah,
namun tidak percaya akan kebijakan yang diambil oleh pemerintah
dalam penanganan krisis ini (Philips JV. et al., 2020).
Dari semua informasi yang disampaikan oleh pemerintah,
mayoritas partisipan menganggap bahwa informasi yang paling
dapat diandalkan adalah informasi yang sifatnya edukasi kesehatan.
Sementara itu, mayoritas partisipan menganggap informasi pemerintah
pusat tentang data pasien—positif, ODP, PDP, dan yang meninggal
dunia karena COVID-19—tidak dapat dipercayai. Meski kelompok
praktisi komunikasi dan jurnalis sama-sama menekankan tentang data
yang tidak reliabel, namun hampir semua partisipan dari kelompok
jurnalis menekankan tentang data pasien ini (Philips JV. et al., 2020).
Selain tentang keterandalan informasi, kami juga menanyakan
strategi pembingkaian pesan (framing) yang mendominasi dalam
penyajian informasi pemerintah. Strömbäck dan Kiousis (2011) dalam
Political Public Relations and Strategic Framing menyatakan bahwa
setidaknya ada tujuh strategi framing yang biasa ditemui, yakni framing
situasi, atribut, risiko, argumen pengambilan kebijakan, isu, tanggung
jawab, dan cerita. Dengan memahami strategi pembingkaian pesan,
kita dapat memahami informasi apa yang sebenarnya ingin ditekankan
oleh pemerintah dan informasi apa yang kurang menjadi fokus mereka
(Philips JV. et al., 2020).

122 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Berdasarkan hasil diskusi, partisipan mengidentifikasi setidaknya
empat strategi framing yang digunakan oleh pemerintah: yakni framing
situasi, risiko, tanggung jawab, dan argumen pengambilan kebijakan.
Framing risko, di mana fokus pesan ada alternatif aksi dan risikonya,
adalah jenis framing yang dianggap paling mendominasi (Philips JV.
et al., 2020).
Adapun informasi yang menggunakan framing ini di antaranya
mengenai 1) aturan work from home, school from home, dan isolasi
mandiri, 2) kebijakan ekonomi, dan 3) keengganan pemerintah
melakukan lockdown. Adapun framing situasi dibangun dengan
aktivitas berupa update informasi data pasien dan upaya menunjukkan
kinerja pemerintah mengatasi pandemi dengan cara melakukan
kunjungan ke lapangan (Philips JV. et al., 2020). Inkonsistensi dan
lemahnya koordinasi di antara lembaga-lembaga pemerintahan dalam
penanganan COVID-19 telah menghasilkan reaksi negatif publik di
media sosial terhadap kinerja pemerintah. Hal ini diperburuk dengan
ketidakpatuhan sebagian masyarakat, karena alasan yang berbeda-
beda, yang tidak mematuhi protokol kesehatan untuk meminimalisasi
risiko penyebaran COVID-19. Dua masalah tersebut telah memantik
kekecewaan sebagian tenaga medis yang melihat bahwa kerja keras
mereka tidak diikuti dengan komitmen, kedisiplinan, dan konsistensi
pemerintah dan sebagian masyarakat untuk mengatasi penyebaran
virus. Kekecewaan tenaga medis yang diekspresikan melalui media
sosial di Bulan Mei 2020 diamplifikasi oleh publik melalui tagar
#indonesiaterserah dan #terserahindonesia (Kurniawan et al., 2020)
Sementara itu, framing berupa penekanan pada argumen-argumen
dari pengambilan sebuah kebijakan terlihat pada 1) kebijakan tentang
rapid tes, 2) penunjukan rumah sakit khusus penanganan pasien
corona, 3) keringanan pajak, pembayaran kredit dan tagihan listrik, 4)
kebijakan transportasi dan mudik, dan 5) kebijakan social distancing
sebagai solusi terbaik (Philips JV. et al., 2020).
Terakhir, strategi framing tanggung jawab yang menekankan
pada “siapa pihak yang bertanggung jawab” atas sebuah kejadian atau
kebijakan terlihat pada informasi tentang 1) dari mana asal virus, 2)

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 123


upaya pemerintah pusat berkoordinasi pemerintah pusat dengan TNI
dan Polri dalam penanganan pandemi, dan 3) otoritas yang dapat
memberikan perkembangan data terkait pasien positif, ODP, PDP, dan
pasien yang meninggal dunia (Philips JV. et al., 2020) Kepercayaan
publik terhadap pemerintah memainkan peran penting agar kebijakan
yang diambil terkait dengan penanganan COVID-19 mendapatkan
dukungan yang luas. Konsistensi dalam prinsip dasar dan sinkronisasi
antar kebijakan dalam penanganan COVID-19 serta dukungan publik
yang kuat dibayangkan akan membantu meningkatkan efektivitas
dalam menekan dan memutus rantai penyebaran COVID-19.
Sebaliknya, inkonsistensi dan kegagalan dalam sinkronisasi antar
kebijakan dan antar elemen pemerintahan tidak hanya memperlama
masa pandemi, namun berpotensi memperdalam krisis ekonomi dan
kesehatan. (Kurniawan e t al., 2020).

C. KEBIJAKAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH


DAERAH TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM DI MASA
PANDEMI COVID-19
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (UUD, 1945).
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat,
serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh
subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan
atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat
melindungi suatu hal dari hal lainnya. Menurut Setiono, perlindungan
hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat
dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai
dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman
sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya
sebagai manusia. (Hadjon, 2007).
Menurut Steven J. Heyman, perlindungan hukum memiliki tiga
elemen pokok: 1. Perlindungan hukum terkait dengan kedudukan/
keadaan individu, yang berarti kedudukan individu sebagai orang bebas

124 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


dan warga negara. 2. Perlindungan hukum terkait dengan hak-hak
substantif, yang berarti hukum mengakui dan menjamin hak individu
atas untuk hidup, kebebasan, dan kepemilikan. 3. Pengertian paling
dasar dari perlindungan hukum adalah terkait penegakkan hak (the
enforcement of right), yaitu cara khusus di mana pemerintah mencegah
tindakan pelanggaran terhadap hak-hak substantif, memperbaiki, dan
memberikan hukuman atas pelanggaran tersebut.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga Kesehatan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (selanjutnya disebut
Undang-Undang Tenaga Kesehatan) yang merupakan pelaksanaan dari
ketentuan Pasal 21 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
Saat ini, tenaga kesehatan menjadi garda terdepan dalam penanganan
pasien positif infeksi virus COVID-19. Namun, inilah yang membuat
mereka menjadi kelompok yang juga rentan tertular. Berkaitan dengan
profesi tenaga kesehatan dalam penanganan COVID-19, berarti hukum
memberikan perlindungan terhadap hak-hak tenaga kesehatan akibat
pandemi COVID-19. Merujuk pada Pasal 57 Undang-Undang Tenaga
Kesehatan No. 36 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Tenaga kesehatan
dalam menjalankan praktik berhak:
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan
Standar Prosedur Operasional;
2. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari penerima
pelayanan kesehatan atau keluarganya;
3. Menerima imbalan jasa;
4. Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai-nilai agama;

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 125


5. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya;
6. Menolak keinginan penerima pelayanan kesehatan atau pihak
lain yang bertentangan dengan standar profesi, kode etik, standar
pelayanan, standar prosedur operasional, atau ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
7. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dari bunyi Pasal 57 Undang-Undang Tenaga Kesehatan di atas,
maka profesi tenaga kesehatan sangat perlu mendapatkan perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugasnya, serta berhak atas keselamatan
dan kesehatan kerja dalam memberikan pelayanan kesehatan. Oleh
karenanya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung
jawab atas ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini diatur
dan tertuang dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (Daniel, 2020).
Mengingat wabah penyebaran COVID-19, setelah dikeluarkannya
SK Kepala BNPB Nomor 13 A Tahun 2020, maka seluruh jajaran
Pemerintah wajib menjalankan seluruh kewajibannya sebagaimana
diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Kewajiban yang
seharusnya dipenuhi oleh Pemerintah ini, termasuk: 1) Mendukung
ketersediaan peralatan kesehatan di lapangan; 2) Menjamin terpenuhinya
hak-hak masyarakat dan para tenaga medis; 3) Transparansi informasi
informasi kepada publik; 4) Pengambilan kebijakan yang memerhatikan
nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi.
Menurut Sukendar dan Aris, sarana perlindungan hukum dibagi
menjadi 2 (dua) macam, yaitu: a. Perlindungan hukum preventif adalah
langkah atau cara yang dilakukan untuk mencegah suatu kejadian yang
berakibat hukum. b. Perlindungan hukum represif adalah langkah atau
cara yang dilakukan apabila suatu kejadian yang berakibat hukum itu
telah terjadi (Sukendar, 2019).
Secara Preventif untuk menjamin perlindungan terhadap
masyarakat, Pemerintah memang telah mengeluarkan kebijakan terkait

126 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Penanganan COVID-19, di antaranya; Keppres No. 2/2020 tentang
Gugus Tugas Percepatan Penganganan COVID-19, dan Permenkes
No. 9/2020 tentang pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam
Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 (Wahyu, 2020)
Secara Represif untuk menjamin hak tenaga kesehatan, Pemerintah
menerbitkan kebijakan, di antaranya; Kepmenkes No. HK. 01.07/
MENKES/278/2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan
Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani COVID-19,
Kepmenkes No. HK. 01.07/MENKES/215/2020 tentang Pemanfaatan
Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan untuk Pencegahan dan
Penanganan COVID-19 Tahun Anggaran 2020, dan Perlindungan
dokter sebagai pekerja medis dalam Program JKK pada Kasus PAK
karena COVID-19 melalui SE Menaker No.M/8/HK.04/V/2020.
(Wahyu, 2020).
Norma perlindungan kepada dokter sebagai tenaga kesehatan
seyogianya meliputi perlindungan norma kerja, perlindungan norma
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan perlindungan norma
jaminan sosial tenaga kerja. Perlindungan norma kerja bagi dokter
meliputi upah, waktu kerja, waktu istirahat serta cuti. Perlindungan
norma K3 dalam rangka penanganan COVID-19 meliputi pencegahan
& pengendalian terhadap kecelakaan kerja maupun COVID-19 akibat
kerja. Perlindungan norma jaminan sosial tenaga kerja kepada dokter
dengan memastikan kepesertaan pada jaminan kesehatan nasional (JKN)
diselenggarakan melalui program JKN-BPJS Kesehatan serta Jaminan
Kecelakaan Kerja maupun Jaminan Kematian yang diselenggarakan
melalui program BPJS Ketenagakerjaan. (Ginanjar dkk 2020)
Setiap nakes/dokter yang dirawat karena COVID-19 maka
pembiayaan yang berkaitan dengan perawatan dan pengobatan infeksi
COVID-19 ditanggung oleh pemerintah sesuai KMK Nomor HK.01.07/
MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya
Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah
Sakit Yang Menyelengarakan Pelayanan COVID-19. Dalam hal
Penyakit Akibat Kerja yang diderita adalah COVID-19 juga mengacu
pada aturan tersebut namun kondisi akhir pasca pengobatan/perawatan

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 127


yaitu sembuh, kecacatan atau meninggal dunia dapat ditanggung
oleh BPJS Ketenagakerjaan atau sesuai dengan asuransi yang telah
diikuti seperti Dokter ASN ditanggung PT. Taspen dan Dokter TNI/
Polri ditanggung oleh PT. ASABRI. Adapun yang dibayarkan antara
lain santunan berupa uang (santunan sementara tidak mampu bekerja,
santunan cacat, biaya rehabilitasi, beasiswa anak, uang duka, santunan
kematian) dan tunjangan cacat. Pembiayaan pemeriksaan dokter terkait
COVID-19 yang tidak dijamin atau klaim tidak mencukupi dalam
jaminan COVID-19 merupakan tanggung jawab fasilitas pelayanan
kesehatan terkait. (Ginanjar dkk 2020)
Aturan mengenai pemberian insentif dan santunan kematian bagi
dokter yang menangani COVID-19 tertuang dalam Keputusan Menteri
Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/447/2020 tentang yang
merupakan hasil revisi dari Kepmenkes sebelumnya, yakni nomor
HK.01.07/MENKES/392/2020. Namun terdapat kelemahan yaitu bagi
dokter yang bekerja pada lebih dari satu rumah sakit rujukan ataupun
fasyankesnya bukan rumah sakit rujukan untuk COVID-19. Kelemahan
di lapangan lain adalah ketidakseragaman penetapan perhitungan tarif
profesional sesuai gradasi kelas perawatan. Seringkali jasa pelayanan
dinilai dengan nilai jenis kelas pelayanan yang tidak seragam. Insentif
dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) diberikan terhitung mulai bulan Maret
2020 sampai dengan bulan Desember 2020, dan dapat diperpanjang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Ginanjar dkk
2020)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/
MENKES/447/2020, jenis tenaga kesehatan meliputi dokter spesialis,
dokter, dokter gigi, bidan, perawat, dan tenaga medis lainnya, termasuk
tenaga kesehatan seperti dokter yang mengikuti penugasan khusus
residen, dokter yang mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia,
dokter yang mengikuti Pendayagunaan Dokter Spesialis, tenaga
kesehatan yang mengikuti Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan dalam
Mendukung Program Nusantara Sehat, dan relawan yang ditetapkan
oleh Kementerian Kesehatan yang terlibat dalam penanganan

128 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


COVID-19 yang diusulkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
tempat penugasan. Tenaga kerja yang dimaksud tersebut juga tetap
mendapatkan insentif setelah memberikan penanganan COVID-19 dan
melakukan karantina (Ginanjar dkk 2020)
Di dalam kebijakan yang diatur oleh Pemerintah tersebut di atas,
Pemerintah telah menjamin adanya keselamatan dan kesehatan kerja
bagi tenaga kesehatan dalam gugus tugas percepatan penanganan
COVID-19, akan tetapi fakta yang terjadi di lapangan hal tersebut
masih dijumpai beberapa kendala. Pada sebuah hasil survei terhadap
35 responden disimpulkan bahwa tenaga kesehatan dalam gugus tugas
percepatan penanganan COVID-19 memang memperoleh jaminan
dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja selama bertugas
dari Pemerintah Daerah sebagaimana yang telah diperintahkan dalam
Peraturan Perundang-undangan, namun jaminan dan perlindungan
tersebut masih mengalami kendala, diantaranya disebabkan oleh
birokrasi Pemerintah Daerah itu sendiri yang sangat rumit, dan
pendistribusian APD yang tidak merata bagi tenaga kesehatan yang
bertugas (Aris, 2020).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 129


DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Carunia Mulya Firdausy. 2017. Strategi Pengembangan Ekonomi Kreatif
di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit RI. 2020.
Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus
(2019-nCoV). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit RI. 2020.
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease
(COVID-19), Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Ignas Kleden. 2001. Menulis Politik : Indonesia Sebagai Utopia. Jakarta:
Penerbit Hukum Kompas
Josef Riwu Kaho. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik
Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
L.J. Van Apeldoorn. 2001. Pengantar Ilmu Hukum (Cet. 32). Jakarta:
Pradnya Paramita
Mariam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta:
Gramedia
Mari Elka Pangestu. 2008. Studi Industri Kreatif Indonesia. Departemen
Perdagangan RI
_________________. Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi
Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Departemen Perdagangan Republik
Indonesia.
M.Chatib Basri dkk. 2012. Rumah Ekonomi Rumah Budaya: Membawa
Kebijakan Perdagangan Indonesia. Jakarta :PT Gramedia Pustaka
Utama
M. Hubeis. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam wadah Inkubator Bisnis.
Bogor :Ghalia Indonesia

130 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


M.T Ritonga. 2000. Pengetahuan Sosial Ekonomi. Jakarta :Erlangga
Ngatidjo. 2011. Pelatihan Kewirsausahaan Tahap II Manajemen Keuangan.
Palangka Raya:Yayasan Tambuk Sinta
P. M. Hadjon. 2007. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia: Sebuah
Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Penanganannya oleh Pengadilan
dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan
Administrasi, 2007.
Sudikno Mertokosumo. 1999. Mengenal Hukum. Yogyakarta : Liberty
Sukendar, dan Aris Prio Agus Santoso. 2019. Tindak Pidana dalam Praktik
Keperawatan Mandiri (Perlindungan Hukum bagi Perawat dan
Pasien), Yogyakarta: Nuha Medika
Suryana. 2013. Ekonomi Kreatif : Mengubah Ide dan Menciptakan Peluang.
Jakarta: Salemba Empat
Suryana. 2017. Ekonomi Kreatif. Jakarta: Salemba Empat
Syamsudin Haris. 2007. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta:
LIPPI pres
Syaukani, ad all. 2004. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Thomas L. Saaty. 2000. Fundamental of Decision Making and Priority
Theory with The Analytic Hierarchy Process. Pittsburgh: RWS
Publication

JURNAL
Abdurrahman Firdaus Thaha, “Dampak Covid-19 Terhadap UMKM di
Indonesia”, Jurnal Brand, Volume 2 Nomor 1, Juni. 2020
Aisyah Nurul Fitriana, Irwan Noor, Ainul Hayat. -----. Pengembangan
Industri Kreatif di KotaBatu (Studi tentang Industri Kreatif Sektor
Kerajinan di Kota Batu), Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2
No. 2

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 131


A Patel,.; Jernigan, D.B. Initial Public Health Response and Interim Clinical
Guidance for the 2019 Novel Coronavirus Outbreak—United States,
31 December 2019–4 February 2020. MMWR Morb. Mortal. Wkly.
Rep. 2020, 69
Artiningsih, Rukuh Setiadi, Duhita Mayangsasri. Analisis Potensi Sosial
Ekonomi Budaya Masyarakat di Wilayah Kota Semarang dalam
Pengembangan Industri Kreatif, Riptek, Vol.4, No.11, 2011
Asmundson JG. 2020. Coronaphobia: Fear and the 2019-nCoV Outbreak.
Journal of Anxiety Disorders 70:102196. DOI: 10.1016/j.
janxdis.2020.102196
Bunga Agustina, “Kewenangan Pemerintah dalam Perlindungan Hukum
Pelayanan Kesehatan Tradisional Ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan”, Jurnal Wawasan Hukum,
Vol. 32, No. 1, 2015
Bobi Aswandi dan Kholis Roisah, 2019. “Negara Hukum dan Demokrasi
Pancasila Dalam Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia (HAM)”,
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 1, Nomor 1, Tahun
2019, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Cham dan Purnama, Suyanto, Motivasi dan Kemampuan Usaha dalam
Meningkatkan Keberhasilan Usaha Industri Kecil (Studi Pada Industri
Kecil Sepatu di Jawa Timur), Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan,
Volume 12, 2010
Djaenab, “Efektifitas dan Berfungsinya Hukum dalam Masyarakat”. Jurnal
Pendidikan Studi Islam, Volume 4, Nomor 2, Juli 2018, Makassar:
Universitas Islam Negeri Alauddin
Foord, J, Strategies for creative industries: an international review, Creative
Industries Journal, Volume 1 Number 2 © 2008 Intellect Ltd Article.
English language. doi: 10.1386/cij.1.2.91/1
G. A. Polnaya & Darwanto, Pengembangan Ekonomi Lokal Untuk
Meningkatkan Daya Saing Pada UKM Ekonomi Kreatif Batik
Bakaran Di Pati, Jawa Tengah, Jurnal Bisnis Dan Ekonomi (JBE),
Vol 22, 2015.

132 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Saksono, Ekonomi Kreatif: Talenta Baru Pemicu Daya Saing Daerah.
Jurnal BinaPraja, 04(02), 2012
Hartiningsih, The Government’s Role In Developing Creative Economy
And Tourism Potency In Hulu Sungai Utara District, Jurnal Kebijakan
Pembangunan, Volume 14(ISSN 2085-6091), 2019
Haposan Siallagan, Penerapan Prinsip Negara Hukum di Indonesia,
Sosiohumaniora, Volume 18, No. 2, Juli 2016. Medan: Fakultas
Hukum Universitas HKBP Nommensen
Ignatia Martha Hendrati dan Mochamad Muchson. 2010. Latar Belakang
Pendidikan, Pelatihan, dan Kewirausahaan terkait Kinerja UMKM
(Studi di Sentra Industri Tenun Ikat Kelurahan Bandar Kidul
Kecamatan Mojoroto Kota Kediri), Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis,
Volume 10, No 1, 2010
M. Himawan Sutanto. Gelombang Ekonomi Ke Empat, Gelombang Ide
dan Gagasan. Jurnal Komunikator, Vol. 6, No. 1, 2014
Moch Halim Sukur, “Penanganan Pelayanan Kesehatan Di Masa Pandemi
Covid-19 Dalam Perspektif Hukum Kesehatan”, Jurnal Inicio Legis,
Volume 1, Nomor 1, Oktober 2020
M. Kuncoro. dan Arifin Z, “Konsentrasi Spasial dan Dinamika Pertumbuhan
Industri Manufaktur di Jawa Timur,” Jurnal Empirika 11 (1), 2002
Muntoha, “Demokrasi dan Negara Hukum”. Jurnal Hukum, No. 3, Vol. 16,
Juli 2009. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
N. Kariada. T. Martuti. A. B. Setiawan. & Totok Sumaryanto, “Kajian
Kebijakan Pemerintah Kota Semarang Dalam Pengembangan
Ekonomi Kreatif”. Riptek, Vol.12,No.(2) 2018
Nur Fitryani Siregar, “Efektivitas Hukum”. Al-Razi, Vol. 18 No. 2, 2018.
Padang Lawas: Sekolah Tinggi Agama Islam Barumun Raya
Oman Sukmana, “Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan (Welfare
State)”, Jurnal Sospol, Volume 2 Nomor 1 (Juli-Desember 2016).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 133


Philips J V., Shafiah M., Vidhyandika P., Yose RD., Beltazar K., Kepercayaan
terhadap informasi pemerintah di masa pandemic. CSIS Indonesis.
2020
Rahmi & Kasmiah. Strategi Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Dalam
Menigkatkan Pendapatan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Bisnis
Syariah, vol 2, 2019
Souvik D., Payel B., Ritwik G., Subhankar C., et al, Psychosocial impact of
COVID-19, Deabetes Metab Syndr, September-October; 14(5); 2020
Singh A.K., Misra A. Editorial: herd mentality, herds of migrants/people,
and COVID-19 in India. Diabetes Metab Syndr 14:497, 2020
Sri Harini, Pengaruh Pelatihan Manajemen Keuangan, Manajemen
Pemasaran, Manajemen SDM, Manajemen Produksi dan
Kewirausahaan Terhadap Kinerja UKM, Proceeding Seminar
Nasional Forum Bisnis dan Keuangan, 2012
Taha S., Matheson K., Cronin T., Anisman H. Intolerance of uncertainty,
appraisals, coping, and anxiety: the case of the 2009 H1N1 pandemic.
Br J Health Psychol. 2014;19
Zulkarnain Ridlwan, “Negara Hukum Indonesia Kebalikan
Nachtwachterstaat”. Jurnal Ilmu Hukum, Volume 5, No. 2, Mei-
Agustus 2012. Lampung: FH Universitas Lampung
Betty Pfefferbaum and Carol S. North. 2020. Mental Health and the
Covid-19 Pandemic. August 6, N Engl J Med 383;6:510-512
Xiang YT, Yang Y, Li W, et al. Timely mental health care for the 2019 novel
coronavirus outbreak is urgently needed. Lancet Psychiatry 2020; 7:
228-9.
Daniel Lüdecke* and Olaf von dem Knesebeck. Protective Behavior in
Course of the COVID-19 Outbreak—Survey Results From Germany.
Front. Public Health 8:572561. doi: 10.3389/fpubh.2020.572561
Jing Huang, Fangkun Liu, Ziwei Teng, Jindong Chen, Jingping Zhao,
Xiaoping Wang, Ying Wu, Jingmei Xiao, Ying Wang, and Renrong
Wu. Public Behavior Change, Perceptions, Depression, and Anxiety

134 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


in Relation to the COVID-19 Outbreak. Open Forum Infectious
Disease 2020. DOI: 10.1093/ofid/ofaa273

MODUL
Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktoral Pendidikan
Formal dan Non Formal Kementerian Pendidikan Nasional, 2010,
Modul 3 Manajemen Usaha Kecil
Julaiddin, Henny Puspita Sari, “Kebijakan Hukum di Tengah Penanganan
Wabah Corona Virus Disease (COVID-19)” Volume 2, Issue 4, Juni
2020 LPPM Universitas Ekasakti, Padang, Indonesia
Kurniawan NI, Prasetyo W, Pamungkas WA., Ardianto V., Farid M..
Kepercayaan Publik Terhadap Pemerintah Dalam Penanganan
COVID-19. Polgov- FISPOL UGM. 2020
PB Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Menteng Jakarta Pusat, PEDOMAN
STANDAR PERLINDUNGAN DOKTER DI ERA COVID-19 DR.
Dr. Eka Ginanjar dkk, 2020
Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan dalam Gugus Tugas Percepatan
Penanganan COVID-19 Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum
Administrasi Negara Aris Prio Agus Santoso HUBISINTEK 2020
Setianan, Andreas Ronald., Hasanah, Erni Ummi dan Sudiyati, Noor.,
2013, IbM Usaha Kerajinan Kayu Di Desa Putat patuk Gunung
Kidul, Universitas Janabadra, Yogyakarta.
Wahyu Andrianto, 2020, Perlindungan Hukum bagi Dokter di Masa Pandemi
COVID-19, Unit Riset Fakultas Hukum Universitas Indonesia

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (Covid-I9).

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 135


Peraturan Presiden Nomor 142 Tahun 2018 tentang Rencana Induk
Pengembangan Ekonomi Kreatif
Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). 13 Juli 2020

INTERNET
Ahmad Naufal Dzulfaroh, “Penanganan Wabah Virus Corona di
Singapura, Vietnam, dan Taiwan...”, https://www.kompas.com/
tren/read/2020/03/05/151519765/melihat-penanganan-wabah-
viruscorona-di-singapura-vietnam-dan-taiwan?page=all#page4,
(diakses pada 22 Nov 2020).
Claire, Lynnette. 2009. “Growing a Creative economy-One Experiment”.
University of Puget Sound. http//www.ssrn.com/abstract=1414371,
diakses pada tanggal 26 November 2020, pukul 10.30
COVID-19 Coronavirus Pandemic [Internet]. Worldometers. 2020.
Available from: https://www.worldometers.info/coronavirus/
Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit RI, 2020,
Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus
(2019-nCoV). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI .. World Health
Organization, “Coronavirus disease (COVID-19) outbreak”, https://
www.who.int/westernpacific/emergencies/COVID-19
Fylosof. 2012.” Industri Batik, Industri Kreatif menuju Indonesia” diakses
dalam http://fylosofabad21.blogspot.com/2012/11/industri-batik-
industri-kreatif- menuju.html pada 26 Oktober 2020 pukul 10.30
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. 2020. Available from:
https://COVID19.go.id/peta-sebaran
Kementrian Kesehatan RI, “Situasi Perkembangan COVID-19 di Indonesia
15 April 2020”, https://covid19.kemkes.go.id/, (diakses pada 21 Nov
2020)

136 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)


Kementrian Keuangan RI, “Kemenkeu Tanggap COVID-19”, https://www.
kemenkeu.go.id/covid19 (diakses pada 22 Nov 2020)
Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, “Laporan Isu Hoax”, https://
www.kominfo.go.id/content/all/laporan_isu_hoaks, (diakses pada 11
April 2020)
Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, “Pemerintah Luncurkan
Situs Resmi COVID-19”, https://www.kominfo.go.id/content/
detail/25170/pemerintah-luncurkan-situs-resmi-COVID-19/0/berita,
(diakses pada 22 Nov 2020)
World Health Organization, “Coronavirus in Vietnam”, https://covid19.
who.int/region/wpro/country/vn, (Diakses pada 22 Nov 2020)
World Health Organization, “Pneumonia of unknown cause – China”,
https://www.who.int/csr/don/05-january-2020-pneumonia-of-
unkown-cause-china/en/, (diakses pada 21 Nov 2020)
World Health Organization, “Statement on the second meeting of the
international health regulations (2005) emergency committe regarding
the outbreak of novel Coronavirus (2019-nCoV)”, https://www.
who.int/news-room/detail/30-01-2020-statement-on-the-second-
meeting-of-the-internationalhealth-regulations-(2005)-emergency-
committee-regarding-the-outbreak-of-novel-Coronavirus-(2019-
ncov), (diakses pada 22 Nov 2020)
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2020. Coronavirus.
https://www.cdc.gov/coronavirus/index.html (diakses 14 April 2020)
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2020. Symptom and
diagnosis. https://www.cdc.gov/coronavirus/about/symptoms.html
(diakses 15 April 2020)
National authorities. 2020. Coronavirus disease 2019 (COVID-19)
Situation Report-67. Diakses tanggal 8 April 2020. https://apps.who.
int/iris/bitstream/handle/10665/331613/nCoVsitrep27Mar2020-eng.
pdf.

Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19) 137


World Health Organization (WHO).2020.Global surveillance for human
infection with novel-coronavirus(2019-ncov). https://www.who.int/
publications-detail/global-surveillance-for-human-infection-with-
novel-coronavirus-(2019-ncov) (diakses 15 April 2020)

138 Perlindungan Hukum bagi Pelaku Ekonomi Kreatif (Masa Covid-19)

Anda mungkin juga menyukai