Anda di halaman 1dari 121

i

MODEL PENGEMBANGAN ORIENTASI


KEWIRAUSAHAAN DAN MODAL SOSIAL
DALAM MENINGKATKAN KINERJA UMKM

UNISSULA PRESS

i
MODEL PENGEMBANGAN ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN
MODAL SOSIAL DALAM MENINGKATKAN KINERJA UMKM

Penulis:
Dra. Sri Ayuni, M.Si.
Dr. Heru Sulistyo, S.E., M.Si.

Penata letak dan desain sampul:


Dwi Riyadi Hartono

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


All Right Reserved

Penerbit:
UNISSULA PRESS
Universitas Islam Sultan Agung
Jl. Raya Kaligawe KM.4 Semarang
Telp.Telp. (024) 6583584 – Faks (024) 6582455

Isi di luar tanggung jawab percetakan.

ISBN. 978-602-1145-75-3

ii
Persembahanku untuk keluargaku tercinta,
terima kasih atas dukungan dan doa-doanya.
(Sri Ayuni)

iii
UCAPAN TERIMA KASIH

BukuModel Pengembangan Orientasi Kewirausahaan dan


Modal Sosial Dalam Meningkatkan Kinerja UMKM ini
merupakan hasil penelitian yang dibiayai oleh Direktorat Penelitian
dan pengabdianMasyarakat (DPRM) KemenristekDikti.
Hasilpenelitianmenunjukkanpentingnyameningkatkanorientasikewi
rausahaan dan modal sosialdalammendorongkapabilitasinovasi,
kinerja dan keunggulanbersaing UMKM. Selain riset, bukumodel
ini juga disusunmelalui berbagaidiskusi dan focus
groupdiscussiondengan para rekansejawat di Fakultas Ekonomi,
para praktisi bidangorientasikewirausahaan dan modal sosial,
UMKM, juga para birokratPemerintahdaerahmaupun kota di Jawa
Tengah. Karenanya,
kamimengucapkanterimakasihatassegalabantuandemiterwujudnyab
uku ini antara lain kepada:

 Prof. Dr. Ocky KarnaRadjasa, Direktur Penelitian dan Pengabdian


Masyarakat (DPRM) Kemenristek Dikti.
 Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dan
Kabid Penelitian UNISSULA.
 Tim Dinas Koperasi dan UMKM Pemerintah Kabupaten Jepara;
Arifin, Pemerintah Kabupaten Pekalongan; Zainul, dan Pemerintah
Kota Semarang.
 Para narasumber dan pelaku UMKM di Jepara, Semarang, dan
Pekalongan.
 Olivia Fachrunnisa,M.Si.,Ph.D., Dekan Fakultas Ekonomi
UNISSULA.
 Dosen KnowledgeManagement dan UMKM Fakultas Ekonomi
UNISSULA.
 Dwi Riyadi Hartono, Yusuf Wisnu Mandaya, Eki Susilowati, Tim
penyunting dan penerbit buku UNISSULA PRESS.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah


SWT. Atas segala curahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
buku Model dengan judul “Model Pengembangan Orientasi
kewirausahaan dan Modal Sosial dalam Meningkatkan Kinerja
UMKM yang dibiayai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian
Masyarakat Kemenristek Dikti dapat kami selesaikan dengan baik.
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan melihat betapa
pentingnya peran Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM)
dalam dalam penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi
nasional, namun sampai saat ini masih mengalami beberapa
kendala yang menyangkut berbagai aspek, baik aspek manajemen,
maupun sumber daya manusia. Aspek Sumber daya manusia antara
lain kurangnya kemampuan orientation entrepeneurship, social
capital, maupun inovation capability. Kondisi semacam ini
mengakibatkan kinerja dan keunggulan bersaing sulit dicapai.
Era persaingan skala global yang semakin ketat saat ini,
inovasi merupakan salah satu kunci sukses dalam mencapai
keunggulan bersaing organisasi bisnis, khususnya Usaha Menengah
Kecil dan Mikro (UMKM).
Buku ini mengurai tentang model pengembangan orientasi
kewirausahaan dan modal sosial dalam meningkatkan kinerja
UMKM dalam meningkatkan inovasi dan keunggulan bersaing
UMKM Industri Kreatif handycraft. Diharapkan buku ini dapat

v
digunakan sebagai pengkayaan pengetahuan dan wawasan dalam
mengambil kebijakan dan keputusan, baik Pemerintah maupun para
pelaku UMKM di Jawa Tengah. Kami menyadaribahwamasih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan buku ini, saran dan
masukan kami harapkan dari para pembaca sekalian.

Semarang, Agustus 2018


Penulis,

Dra. Sri Ayuni, M.Si.


Dr. Heru Sulistyo, S.E., M.Si.

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................... v


DAFTAR ISI .................................................................................. vii
BAB 1 || PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Definisi UMKM ................................................................. 6
1.3 Kondisi UMKM ................................................................. 7
1.4 Industri Kreatif ................................................................... 9
BAB 2 || PROFIL DAN KINERJA UMKM .................................. 14
2.1 Kinerja UMKM ................................................................ 14
2.2Penyaluran Kredit UMKM oleh Bank Umum .................. 15
2.3Kontribusi UMKM Terhadap PDB ................................... 20
2.4 Handycraft Mainan Anak Tradisional di Kabupaten Jepara
......................................................................................... 21
2.5 Handycraft Monel ............................................................ 24
BAB 3 || ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN ............................... 27
3.1 Konsep Orientasi Kewirausahaan .................................... 27
3.2 Studi Empirik Orientasi Kewirausahaan dan Inovasi ...... 29
BAB 4 || SOCIAL CAPITAL DAN KAPABILITAS INOVASI .... 31
4.1 Konsep Social Capital ..................................................... 31
4.2 Dimensi Modal Sosial ..................................................... 37
4.3 Pengukuran Social Capital .............................................. 41
4.4Kapabilitas Inovasi ........................................................... 42

vii
BAB 5 || MODEL EMPIRIKORIENTASI KEWIRASUAHAAN,
MODAL SOSIAL,DAN INOVASI ............................................... 48
5.1 Deskripsi Data Empirik Variabel Penelitian .................... 48
5.2 Analisis Struktural Equation Model (SEM) ..................... 50
5.2.1 Pengujian Data Outlier........................................... 50
5.2.2 Uji Normalitas Data ............................................... 53
5.2.3 Pengujian CFA Variabel Eksogen ......................... 55
5.2.4 Pengujian CFA Variabel Endogen ......................... 57
5.2.5 Pengujian Full Model SEM ................................... 59
5.2.6. Uji Kesesuaian Model........................................... 59
5.2.7. Hasil Regression Weight Full Model Struktural .. 63
BAB 6 || PENGUJIAN MODEL PENGEMBANGAN
ORIENTASI ENTREPRENEURIAL, KNOWLEDGE PROCESS
CAPABILITY DAN SOCIAL CAPITAL DALAM
MENINGKATKAN KINERJA UMKM DI JAWA TENGAH .... 68
6.1 Draft Model ................................................................... 68
6.2 Pengujian Model UMKM .............................................. 72
6.3 Analisis SWOT .............................................................. 82
6.4 Implementasi Strategi .................................................... 85
6.5 Implementasi Orientasi Kewirausahaan ........................ 90
6.6 Implementasi Social Capital ......................................... 96
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 102

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Profil Mainan Anak Tradisional di Kabupaten Jepara ...


24
Tabel. 2.2 Profil Industri Monel di Kabupaten Jepara
Tabel 4.1 Variabel yang dikaji ... 42
Tabel 5.1. Nilai mean, standar deviasi, standard loading, construct
reliability dan indeks ... 50
Tabel 5.2 Pengujian Univariate Outlier ... 52
Tabel 5.3 Pengujian Outlier Multivariat ... 53
Tabel 5.4 Assessment of Normality ... 55
Tabel 5.5 Pengujian CFA Variabel Eksogen ... 57
Tabel 5.6 Pengujian CFA Variabel Endogen ... 59
Tabel 5.7. Rangkuman Indeks Kesesuaian Model Struktural ... 64
Tabel 5.22 Regression Weight Full Model Struktural ... 64

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perkembangan usaha besar, usaha menengah usaha


kecil dan usaha mikro ... 14
Gambar 2.2 Penyaluran Kredit UMKM oleh Bank Umum tahun
2011 – 2014 ... 19
Gambar 2.3 Kontribusi UMKM Terhadap Produk Domestik Bruto
... 20
Gambar 2.4 Produk Kerajinan Mainan Anak ... 23
Gambar 2.5 Produk Kerajinan Monel ... 26
Gambar 4.1 Unsur-unsur dalam Social Capital ... 41
ix
Gambar 5.1. Hubungan antara orientasi kewirausahan, modal
social, kapabilitas inovasi, kinerja dan keunggulan bersaing ... 49
Gambar 5.2 Pengujian CFA Variabel Eksogen ... 56
Gambar 5.3. Pengujian CFA Variabel Endogen ... 58
Gambar 5.4. Full Model Struktural ... 60
Gambar 6.1 Model Pengembangan Orientasi Entrepreneurial dan
Social CapitalDalam Meningkatkan Kinerja UMKM di Jawa
Tengah ... 70
Gambar 6.2Pemateri FGD terdiri dari Tim Peneliti,Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan UMKM Kota
Pekalongan ... 75
Gambar 6.3 Diskusi para pelaku UMKM Jepara dengan nara
sumber ... 84

x
BAB 1 || PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha kecil menengah saat ini masih menjadi tulang


punggung perekonomian nasional serta perekonomian daerah.
Jumlah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
diIndonesiasebesar 56,7jutaunitdengan kontribusiproduk domestik
bruto sebesar 59,08 % serta penyerapan tenaga kerja sebesar 97,16
%. Pertumbuhan UMKM antara tahun 2009 hingga 2013 sebesar
2,3% per tahun, 17 %di antaranya telah mampu melakukan ekspor
produk, khususnya produk garmen (Siyamtinah dan Heru, 2013).
Potensi UMKM yang tinggi dalam memberikan kontribusi
terhadap perekonomian nasional perlu diberdayakan dan
dikembangkan dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan
berbagai stakeholders yang ada. Selama ini masih terdapat
beberapa kendala dalam pengembangan UMKM di Indonesia,
baik dari aspek manajemen, keuangan, pemasaran, operasi,
sumber daya manusia, networking, entrepreneurship. Di sisi lain
upaya-upaya peningkatan kinerja UMKM di Indonesia telah
dilakukan pemerintah di antaranya Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (KUKM) menyalurkan dana kredit usaha
produktif (KUP) kepada 1000 pelaku UKM di Kabupaten Kudus
serta menggulirkan beberapa program penyaluran kredit dalam
rangka meningkatkan daya saing Koperasi dan UKM. Diantaranya
pengguliran dana bergulir sebesar Rp 2,35 triliun tahun ini melalui
1
lembaga pengelola dana bergulir (LPDB) dengan bunga 5% per
bulan serta dana kredit usaha rakyat (KUR) tahun ini mencapai Rp
20 triliun dengan bunga 21% per tahun. Namun demikian sektor-
sektor yang menjadi kelemahan UMKM lainnya belum tertangani
secara optimal. Penelitian yang dilakukan Haikal dan Ismaeni
(2008) menyimpulkan bahwa aspek yang kuat bagi UMKM untuk
menjadi feasible dan bankable antara lain entrepreneurship,
produk dan produksi, sementara aspek pemasaran, keuangan,
sumber daya manusia dan permodalan serta legal masih lemah.

Beberapa studi tentang faktor menentukan kinerja UMKM


telah dilakukan oleh banyak peneliti di antaranya aspek
intellectual capital (Wu and Sivalogathasan, 2013; Mucelli and
Marinoni, 2011; Capello and Faggian, 2005), organizational
knowledgeassets (Verde et al.2011), knowledge sharing (Kumar &
Rose, 2011; Lin, 2007; Rahab et. al, 2011), entrepreneurshipdan
marketing capability (Lee and Hsieh, 2010), customer
relationship management capability (Lin, Chen, Chiu, 2009;
Battor & Battor, 2010). Namun demikian, masih sedikit yang
memfokuskan pada asset intangible UMKM khususnya
kemampuan inovasi dari masing-masing pelaku UMKM. Baldwin
(1995) menyatakan bahwa aktivitas inovasi justru lebih intens
terjadi pada perusahaan skala kecil dan menengah. Penelitian
Famoso et al. (2014) menyimpulkan bahwa internal Social Capital
berhubungan signifikan dengan inovasi. Penelitian ini berusaha
mengidentifikasi pentingnya peningkatan kinerja dan kapabilitas

2
inovasi UMKM melalui kekuatan orientasi entrepreneurial, Social
Capital, knowledge sharing . Hal ini mengingat masih rendahnya
kapabilitas inovasi UMKM yang diakibatkan masih rendahnya
kemampuan untuk berbagi pengetahuan, menggunakan modal
sosial serta orientasi entrepreneurial. Berdasarkan kondisi
tersebut di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah
bagaimana meningkatkan kapabilitas inovasi dan kinerja UMKM
di Jawa Tengah melalui orientasi entrepreneurial, knowledge
sharing, Social Capital, dalam menghadapi masyarakat ASEAN
2016.

Produk Usaha kecil dan menengah akan menghadapi


persaingan yang sangat ketat dengan produk negara-negara
ASEAN (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Keunggulan kompetitif
dapat dicapai bila UMKM di Jawa Tengah mampu
mengembangkan kemampuan di bidang inovasi baik dalam hal
produk, proses operasi, pemasaran, sumber daya manusia maupun
networking di pasar nasional maupun internasional. Saat ini nilai
ekspor terbesar masih pada sektor garmen. Sekitar 17 % UMKM
sudah melakukan ekspor produk dan tahun 2013 meningkat
menjadi 18 %. UMKM merupakan peluang untuk menciptakan
wirausaha baru, dimana saat ini tingkat pengangguran terbuka di
Indonesia sekitar 8,59 juta orang, sedangkan tingkat wirausaha
hanya sekitar 0,18 %. Jumlah unit usaha di Indonesia pada tahun
2012 sebanyak 56,53 juta unit usaha, 99,99 % merupakan UMKM
dan sisanya 0,01 % adalah usaha besar. Jumlah tenaga kerja

3
nasional sebanyak 110 juta orang, 97,16 % bekerja pada sector
UMKM. Rata-rata ekspor non migas UMKM sebesar 17,31 %
dengan pertumbuhan rata-rata 8,41 % per tahun. Dengan demikian
dalam meningkatkan kinerja UMKM handmade / handcraft maka
peran kewirausahaan, kemampuan menggunakan modal social
serta berbagi pengetahuan sangat penting untuk diteliti. Penelitian
yang dilakukan Heru et. al (2015) bahwa organizational
knowledge asset dan customer relationship management
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja IKM di Jawa
Tengah. Penelitian Heru dan Siyamtinah (2014) pada UMKM
tenun Troso Jepara menyimpulkan bahwa relational capital dan
marketing capability berpengaruh terhadap peningkatan
kapabilitas inovasi. Penelitian Heru, Siyamtinah, dan Rahmani
(2010;2011) tentang peningkatan kinerja UKM kota Semarang
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
faktor internal, faktor eksternal dan hambatan kemitraan terhadap
kapabilitas inovasi dan kinerja UKM kota Semarang. Social
Capital(hubungan interaksi) sangat penting dalam mempengaruhi
kemampuan inovasi dan kinerja perusahaan (Wu &
Sivalogathasan, 2013). Kemampuan untuk berbagi dan mencari
pengetahuan baru bagi pengembangan para pelaku UMKM relatif
masih rendah, sehingga jarang tercipta inovasi yang berkelanjutan.
Demikian halnya dengan Social Capital, baik internal Social
Capitaldan eksternal Social Capitalbelum dimanfaatkan secara
optimal oleh para pelaku UMKM untuk meningkatkan
kemampuan inovasi dan kinerja UMKM. Berdasarkan kondisi
4
tersebut, maka penelitian ini sangat penting dilakukan untuk
mengembangkan dan memperluas penelitian sebelumnya dengan
memfokuskan aspek orientasi entreprenenur Social Capitalagar
inovasi dan kinerja UMKM Jawa Tengah meningkat dan mampu
mencapai keunggulan bersaing dalam masyarakat ASEAN 2016.

Temuan dan inovasi yang diharapkan dalam penelitian ini


adalah menemukan model pengembangan inovasi dan kinerja
UMKM Jawa Tengah melalui orientasi entrepreneur, knowledge
sharing, Social Capital, agar memiliki keunggulan kompetitif
dalam menghadapi masyarakat ASEAN 2016. Penelitian ini
diharapkan menghasilkan inovasi dalam bidang sumber daya
manusia, agar mampu mendorong peningkatan kinerja UMKM
serta menghasilkan keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
Penelitian ini juga terkait dengan IPTEK karena akan
memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen sumber
daya manusia terkait dengan peranorientasi entrepreneur,
kapabilitas dan modal sosial yang dimiliki oleh para pelaku
UMKM dalam menghasilkan inovasi dan peningkatkan kinerja.
Penelitian juga menghasilkan sebuah model yang dapat
dimanfaatkan bagi pengambilan kebijakan untuk
diimplementasikan pada UMKM di Indonesia maupun
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang manajemen sumber
daya manusia.

5
1.2 Definisi UMKM

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM


merupakan komitmen pemerintah dalam rangka mengembangkan
usaha kecil, mikro dan menengah yang jumlahnya cukup besar di
Indonesia.UMKM terdiri dari usaha mikro, usaha menengah dan
usaha menengah. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang UMKM, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi
kriteria Usaha Mikro, yaitu memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan
tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar, yaitu:memiliki
kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha
6
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau usaha besar
yang jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008,
yaitu: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyakl
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh
milyar rupiah). Ditinjau dari perpektif usaha, UMKM
diklasifikasikan terdiri UMKM sektor informal (pedagang kaki
lima), UMKM mikro (UMKM dengan kemampuan sifat pengrajin
namun kurang memiliki jiwa kewirausahaan untuk
mengembangkan usahanya), Usaha Kecil Dinamis adalah
kelompok UMKM yang mampu berwirausaha dengan menjalin
kerja sama (menerima pekerjaan sub kontrak) dan ekspor. Fast
Moving Enterpriseadalah UMKM yang mempunyai kewirausahaan
yang cakap dan telah siap bertransformasi menjadi usaha besar.

1.3 Kondisi UMKM

UMKM merupakan ujung tombak perekonomian nasional


yang telah terbukti tetap eksis pada saat terjadi krisis moneter tahun
7
1997 – 1998. UMKM mampu memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto nasional
(PDB), penyediaan lapangan kerja dan peningkatan daya beli
masyarakat dan pengurangan kemiskinan. Keberadaan UMKM
yang penting bagi perekonomian nasional ini, ternyata
pertumbuhannya belum meningkat secara signifikan. Berbagai
faktor kendala yang dihadapi UMKM saat ini antara lain masalah
manajemen usaha, entrepreneurship, kapabilitas inovasi,
pemasaran, produksi, desain produk, teknologi, manajemen
keuangan, customer relationship manajemen, human capital,
pemasaran, jejaring. Disisi lain penelitian yang dilakukan Hamid
dan Susilo (2011); Sakur (2011); Syahza, (2013); Irdayanti (2012)
mengidentifikasi tujuh permasalahan yang dihadapi UMKM, antara
lain: pemasaran, modal dan pendanaan, Inovasi dan pemanfaatan
teknologi informasi, Pemakaian bahan baku, peralatan produksi,
penyerapan dan pemberdayaantenaga kerja.
UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 85-107
juta orang pada tahun 2012. Jumlah UMKM sebesar 56.534.592
unit atau sekitar 99,99% dari total usaha di Indonesia.
Permasalahan yang dihadapi UMKM dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu internal dan eksternal UMKM itu sendiri (Susilo, 2010). Dari
sisi internal faktor penghambat adalah terbatasnya permodalan,
sumber daya manusia yang terbatas, lemahnya jaringan usaha dan
kemampuan penetrasi pasar. Sedangkan dari sisi eksternal, faktor
penghambat adalah iklim usaha belum sepenuhnya kondusif,

8
terbatasnya sarana dan prasarana, implikasi otonomi daerah, sifat
produk.

1.4 Industri Kreatif

Industri kreatif merupakan industri yang berasal dari


pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk
menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui
penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu
tersebut. Dari definisi tersebut, pemerintah kemudian membagi
industri kreatif ke dalam 14 subsektor, yakni:
1. Periklanan: jasa periklanan, termasuk produksi material iklan,
kampanye relasi publik. Kegiatan kreatif yang berkaitan jasa
periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium
tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari
iklan yang dihasilkan, misalnya: riset pasar, perencanaan
komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan,
promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak
(surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio),
pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran,
pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery
advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk
iklan.
2. Arsitektur: berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan
biaya konstruksi. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa
desain bangunan, perencanaan biaya konstruksi, konservasi
9
bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh
dari level makro (Town planning, urban design, landscape
architecture) sampai dengan level mikro (detail konstruksi,
misalnya: arsitektur taman, desain interior).
3. Pasar barang seni: perdagangan barang-barang asli, unik, dan
langka lewat galeri, lelang. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki
nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar
swalayan, dan internet, misalnya: alat musik, percetakan, kerajinan,
automobile, film, seni rupa dan lukisan.
4. Kerajinan: berkaitan dengan kreasi produk dari tenaga pengrajin
yang tidak diproduksi massal. Kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat
dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal
sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi
barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam
maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak,
tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah
liat, dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi
dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal).
5. Desain: terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain
produk, desain industri. Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri,
konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta
produksi kemasan dan jasa pengepakan.

10
6. Fashion: terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan
aksesori mode lainnya. Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi
desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode
lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini
produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.
7. Video, film, dan fotografi: produksi video, film, dan jasa fotografi,
termasuk proses distribusi. Kegiatan kreatif yang terkait dengan
kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi
rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip,
dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.
8. Permainan interaktif: kreasi permainan komputer dan video yang
bersifat hiburan, edukasi. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video
yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor
permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-
mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi.
9. Musik: kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi
rekaman suara. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari
rekaman suara.
10. Seni pertunjukan: konten produksi pertunjukan, misal opera, musik
teater, drama, tarian. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan
balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik
tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik), desain

11
dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata
pencahayaan.
11. Penerbitan dan percetakan: penulisan konten dan penerbitan buku,
majalah, koran, jurnal. Kegiatan kreatif yang terkait dengan dengan
penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah,
tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari
berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai,
uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi surat saham,
surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat terbang, dan terbitan
khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir
(engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan
lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film.
12. Layanan komputer dan piranti lunak: layanan komputer, olah data,
piranti lunak. Kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan
teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan
data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak,
integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti
lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain
portal termasuk perawatannya.
13. Televisi dan radio: kreasi konten acara, transmisi konten, station
relay, dll. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi,
produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality
show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten
acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar
kembali) siaran radio dan televisi.

12
14. Riset dan pengembangan: penemuan dan penerapan ilmu dan
teknologi. Kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang
menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan
pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk
baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan
teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar; termasuk
yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan
pengembangan bahasa, sastra, dan seni; serta jasa konsultansi
bisnis dan manajemen.

13
BAB 2 || PROFIL DAN KINERJA UMKM

2.1 Kinerja UMKM

Berdasarkan statistik Bank Indonesia, pada tahun 2011


proporsi usaha besar (41,95%) masih mendominasi dibandingkan
dengan usaha menengah, usaha kecil dan usaha mikro. Dilihat dari
kelompok UMKM, maka usaha mikro memiliki proporsi yang
dominan dibandingkan dengan usaha menengah dan usaha kecil.
Namun demikian, pada tahun 2012 pertumbuhan usaha mikro
cukup signifikan dibandingkan dengan usaha menengah. Sementara
jumlah usaha besar dan usaha menengah pada tahun 2012
mengalami penurunan. Dengan demikian pengembangan dan
pembinaan usaha mikro sangat penting dalam mendukung
perekonomian daerah maupun perekonomian nasional.

Gambar 2.1Perkembangan usaha besar, usaha menengah usaha


kecil dan usaha mikro

14
2.2Penyaluran Kredit UMKM oleh Bank Umum

Berdasarkan Inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang


Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan
Pemberdayaan UMKM terdapat beberapa langkah strategis dalam
memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah antara lain
peningkatan akses UMKM pada sumber pembiayaan melalui
berbagai kebijakan dan program. Kebijakan strategis dalam
mendorong kinerja UMKM antara lain:

 Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada


sumber pembiayaan dengan sasaran tersedianya skema
pembiayaan investasi melalui kredit program bagi UMKM,
tersedianya sumber dana untuk kredit investasi UMKM serta
efektifitas penyaluran kredit investasi UMKM.
 Memperkuat sistem penjaminan kredit bagi UMKM dengan
sasaran proses sertifikasi tanah UMKM menjadi lebih cepat dan
biaya sertifikasi tanah UMKM menjadi lebih murah dan terjangkau
serta mekanisme penjaminan kredit bagi UMKM berjalan lebih
baik.
 Mengoptimalkan pemanfaatan dana non perbankan untuk
pemberdayaan UMKM dengan sasaran efektifitas pemanfaatan
dana APBN dan dana bergulir yang dikelola BLU untuk program
pemberdayaan UMKM serta pemanfaatan dana program kemitraan
bina lingkungan (PKBL) dalam mendukung pembiayaan UMKM.

15
 Peningkatan kualitas sumber daya manusia UMKM serta peran
perguruan tinggi dalam pengembangan Bussines Development
Services Provider (BDS-P) dan pemberdayaan UMKM. Sasaran
yang akan dicapai adalah jumlah UMKM yang didampingi oleh
BDS-P meningkat.
 Pembentukan Pusat Inovasi UMKM untuk pengembangan
kewirausahaan dengan mengoptimalkan peran lembaga yang sudah
ada. Sasarannya adalah tersusunnya blue print dan roadmap
pengembangan inovasi UMKM serta penyebaran informasi
mengenai teknologi inovatif bagi UMKM meningkat.
 Mendorong berkembangnya institusi promosi dan kreasi produk
UMKM dengan sasaran meningkatnya jumlah market points dalam
meningkatkan promosi produk UMKM di wilayah perbatasan.
 Pengembangan cluster, sentra Industri Kecil Menengah (IKM)
melalui pendekatan One Village One Product (OVOP) serta
pengembangan akses pasar produk UMKM melalui hotel dengan
sasaran meningkatnya jumlah cluster dan sentra industri kecil yang
dikembangkan dengan pendekatan OVOP.
 Pemberdayaan pasar tradisional dan peningkatan peran peritel
modern dalam membuka akses pasar bagi produk UMKM dengan
sasaran terciptanya sinergiitas pelaku pasar yang mendorong
peningkatan peluang produk UMKM.
 Menyediakan insentif perpajakan untuk UMKM dengan sasaran
tersedianya aturan yang jelas mengenai tata cara, prosedur dan

16
persyaratan pemberian insentif perpajakan yang mudah dipahami
oleh UMKM.

Tindaklanjut dari Inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007,


selanjutnya dikeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus
Program Ekonomi 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau
percepatan pelaksanaan kredit usaha rakyat (KUR) yang
selanjutnya diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
135/PMK.05/2008 tentang perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan No. 159/PMK.05/2011 tentang Fasilitas Penjaminan
Kredit Usaha Rakyat. Jaminan KUR sebesar 70 % bisa ditutup oleh
pemerintah melalui PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan
Perusahaan Sarana Pembangunan Usaha dan 30 % ditutup oleh
Bank Pelaksana. Beberapa Bank yang ditunjuk untuk
melaksanakan program KUR antara lain: Bank Rakyat Indonesia
(BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah
Mandiri, Bank Tabungan Negara dan Bank Bukopin. Pemberian
kredit KUR di fokuskan pada lima bidang usaha, yaitu pertanian,
perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan serta perindustrian dan
perdagangan. Pemanfaatan KUR diprioritaskan untuk membantu
ekonomi usaha rakyat kecil dengan cara memberi pinjaman untuk
usaha yang didirikannya. KUR merupakan fasilitas kredit yang
khusus diberikan kepada kegiatan UMKM serta koperasi yang
usahanya cukup layak namun tidak memiliki agunan yang cukup

17
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak
perbankan.

Sementara pendanaan dan pembiayaan UMKM juga


dilakukan oleh Bank Umum mencakup Bank BUMN, Bank
Pembangunan Daerah, Bank swasta nasional serta Bank asing dan
campuran. Berdasarkan data Bank Indonesia tahun 2015,
penyaluran kredit terbesardilakukan oleh Bank BUMN, diikuti
bank sawsta nasional, bank BPD serta Bank asing dan campuran.
Pada tahun 2011 penyaluran kredit UMKM oleh Bank BUMN
sebesar Rp 222,6 Milyar dan meningkat menjadi Rp 341,8 milyar
pada tahun 2014. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.
14/22/PBI/2012 yang selanjutnya diubah menjadi Peraturan Bank
Indonesia No. 17 tahun 2015, Bank Umum diwajibkan untuk
menyalurkan 20% dari total kredit yang diberikan kepada UMKM,
yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Pada tahun 2015,
minimal 5% dari total kredit yang diberikan, tahun 2016 minimal
10%, tahun 2017 minimal 15%, tahun 2018 dan seterusnya
minimal 20% dari total pembiayaan. Sebanyak 54% dari 118 Bank
Umum telah mampu mencapai target penyaluran kredit kepada
UMKM. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan
dampak pembiayaan UMKM terhadap kinerja Bank, antara lain
Anwar (2010); Nurdianita dkk (2015). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penyaluran kredit UMKM oleh Bank
berpengaruh signifikan dan negative terhadap NonPerformance

18
Loan (NPL). Artinya bahwa semakin tinggi jumlah kredit yang
disalurkan Bank kepada UMKM akan semakin mengurangi tingkat
NPL (Anwar,2010). Penelitian yang dilakukan Nurdianita (2015)
menemukan bahwa implementasi PBI No. 14 tahun 2012
meningkatkan efisiensi bank.

Sumber: Bank Indonesia 2015

Gambar 2.2Penyaluran Kredit UMKM oleh Bank Umum tahun


2011 – 2014

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis


OJK, kredit UMKM per November 2017 tercatat sebesar Rp871
triliun atau tumbuh 8,34% (yoy). Dari sisi tingkat penetrasi, rasio
pemberian kredit UMKM terhadap total kredit perbankan baru me-
nyentuh level 12,15%. Rasio tersebut masih lebih rendah daripada
target yang ditetapkan Bank Indonesia (BI). Berdasarkan Peraturan
BI Nomor 17/12/ PBI/2015, rasio pemberian kredit UMKM
diwajibkan minimal 15% pada tahun 2017 dan naik menjadi
minimal 20% pada 2018. Rasio NPL kredit UMKM sebesar 4,33%
19
atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan akhir tahun 2015 dan
2016 yang mencapai 4,03% dan 3,96%. Pemerintah tercatat telah
tiga kali menurunkan suku bunga KUR, yaitu 12% pada Juli 2015,
9% pada Januari 2016, dan 7% pada Januari 2018.

2.3Kontribusi UMKM Terhadap PDB

Kontribusi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan


usaha besar mengalami peningkatan pada tahun 2012 dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan gambar 2.3, kontribusi
usaha mikro dan usaha besar terhadap produk domestik bruto
sangat signifikan dibandingkan dengan usaha kecil dan usaha
menengah. Dengan demikian pengembangan usaha mikro dan
usaha kecil perlu ditingkatkan, khususnya peningkatan daya saing
serta keunggulan kompetitif di era globalisasi.

Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, 2014

Gambar 2.3Kontribusi UMKM Terhadap Produk Domestik Bruto

20
2.4 Handicraft Mainan Anak Tradisional di Kabupaten Jepara

Salah satu produk handycraft usaha mikro, kecil dan


menengah Kabupaten Jepara adalah kerajinan mainan anak
tradisional yang berada di Desa Karanganyar, Kecamatan Welahan,
Kabupaten Jepara. Berbagai macam produk mainan anak yang
diproduksi antara lain: kitiran, trotokan atau sorongan, serta hewan-
hewanan (ikan lele, tikus, buaya dan lainnya).Trotokan adalah
mainan anak-anak tradisional yang jika didorong dapat
menghasilkan bunyi-bunyian. Mainan ini terbuat dari sebilah
bambu dan spon sebagai rodanya, sumber bunyi dihasilkan dari
hasil hentakan bambu ke sebuah tutup botol bekas yang berfungsi
sebagai genderang. Pada bagian atasnya diberikan berbagai hiasan
ataupun karakter yang dapat menarik minat anak-anak, dan
pewarnaan yang cerah di gunakan sesuai dengan jiwa anak-anak
yang selalu ceria. Kitiran (dalam bahasa Jawa) dapat diartikan
kincir angin. Mainan ini terbuat dari sebilah bambu yang diberi
kincir kertas. Mainan ini juga dapat menghasilkan sumber bunyi
jika kitiran berputar, mainan ini merupakan mainan pertama yang
dibuat di Desa Karanganyar ini (sekitar tahun 70’an) dan dapat
bertahan pemasarannya hingga saat ini. Mainan tarik adalah sebuah
mainan yang dapat berjalan maju ke depan jika talinya di tarik, hal
ini diakibatkan oleh adanya momen puntir dari karet gelang yang
terikat pada roda. Jenis-jenis mainan ini hanya mempunyai karakter
hewan-hewan, seperti ikan lele, tikus, kura-kura, katak, dan
berbagai karakter hewan lainnya. Boneka tradisional (engkek-
21
engkek) terbuat dari kain dan di dalamnya diberi balon yang jika
ditekan akan berbunyi. Oleh karena itu, boneka ini sering dinamai
boneka engkek-engkek (dalam bahasa Jawa).

Pemerintah Kabupaten Jepara menetapkan Desa


Karanganyar sebagai Sentra Industri Mainan Anak Tradisional
Kabupaten Jepara pada tahun 2010. Wilayah pemasaran produk
mainan anak tradisional ini mencakup seluruh wilayah Indonesia
dari Sabang sampai Merauke untuk pasar lokal, dan berhasil
merambah ke negara-negara di Asia tenggara, seperti Malaysia dan
Singapura. Mayoritas penduduk desa Karanganyar menekuni
pembuatan produk mainan anak dan semuanya dibawah
Koordinator Kelompok Perajin Kitiran (KPK) Mekar Jaya Desa
Karanganyar. Dalam tiga sampai empat bulan sekali, pengiriman
kitiran ke Malaysia dilakukan setengah kontainer. Kerajinan
mainan anak tradisional mampu bertahan di era persaingan yang
berbasis teknologi yang disebabkan oleh faktor harga yang
terjangkau dan kualitas yang baik. Harga produk untuk jenis kitiran
berkisar antara Rp. 1.100 hingga Rp 2.100. Sedangkan jenis
sorongan atau trotokan berkisar antara Rp. 6000 hingga Rp. 7000.
Jenis hewan-hewanan harganya berkisar antara Rp 1.300 hingga
Rp. 2000. Proses produksi dari awalsampai akhir dilakukan
dengantangan-tangan warga Karanganyarsendiri. Mereka
hanyamenggunakan alat bantu cetakuntuk memotong desain-
desainmainannya.

22
Gambar 2.4 Produk Kerajinan Mainan Anak

Beberapa pengusaha produk mainan anak tradisional di


antaranya Budiman dan Toni. Budiman membuat enam jenis
mainan. Antara lain, kitiran, lele-lelean, tikus-tikusan, dan mainan
kipas putar. Harganya bervariasi, mulai Rp 1.000 - Rp 1.300 per
piece. Dari masing-masing jenis mainan, bisa dibuat hingga 1.000
pieces per bulan. Jadi, dalam sebulan, ia bisa memproduksi hingga
6.000 mainan dengan omzet sekitar Rp 60 juta per bulan dan
margin keuntungan mencapai 50%. Pengrajin lainnya, Toni
membuat aneka mainan tradisional, seperti kitiran, kipas putar,
topeng, bola, dan terompet dan penjualannya sekitar 5.000 mainan
per bulan dengan omzet sebesar Rp 40 juta / bulan. Adapun potensi
industri monel di Jepara ditunjukkan pada table berikut ini:

23
Tabel 2.1Profil Mainan Anak Tradisional di Kabupaten Jepara
No Perusa- Tk Jenis Pro- Omzet/ Pemasaran
haan Produk duksi Bulan /Bahan Baku
1 Zoolist 5 Boneka 4.000 11 juta Lokal/lokal
Flanel flanel pcs
2 H. Supono 8 Boneka, 30.000 10 juta Lokal & ekspor /
binatang pcs lokal
Tarik,
pesawat dll
3 Hj. 15 Boneka 48.000 28 juta Lokal/lokal
Amanah pcs
4 Kuati 4 Boneka, 9.000 9 juta Lokal/lokal
othok-othok pcs
5 Solikin 10 Othok- othok 15.000 15,6 Lokal/lokal
pcs juta
6 Mekar 25 Mainan 37.500 37 jutaLokal/lokal
maju kupu-kupu, pcs
lele, buaya,
kelinci
7 Tarmuji 15 Mainan 25.000 25 juta Lokal/lokal
kupu-kupu, pcs
lele, buaya,
kelinci
Sumber: Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Jepara 2013
2.5 Handycraft Monel

Monel merupakan logam sejenis besi yang sering disebut


juga dengan baja putih. Keunikan logam ini antara lain tidak
berkarat, karena itu cocok digunakan untuk aksesori tubuh.
Berbagai produk yang berbasis monel antara lain aksesori kalung,
gelang, cincin, anting, ikat pinggang hingga alat untuk
kerokan.Aksesori monel diproduksi di kawasan Sentra Monel Desa
Kriyan, kalinyamatan, Jepara. Meskipun saat ini terdapat produk
pesaing yang berbahan titanium dari China, industri monel tetap
eksis karena didukung dengan harganya yang murah serta berbagai
24
variasi produk yang menarik. Kelebihan monel antara lain, lebih
keras dibanding pernik lain, lebih tahan terhadap karat, anti asam,
lebih berkilau dan tahan lama. Sistem produksi monel masih
menggunakan tenaga manusia dibanding dengan pemanfaatan
teknologi, karena bahan bakunya termasuk baja yang keras,
sehingga tidak bisa diproduksi massal. Bahan baku kerajinan monel
dari limbah pabrik maupun barang bekas kapal, pesawat, alat-alat
kantor, peralatan restaurant yang berupa baja putih. Biasanya
pengrajin berkerja sama dengan pemilik pabrik maupun pengepul
agar dapat memperoleh bahan baku dengan lebih mudah.Sentra
Monel di desa Kriyan sudah ada sejak tahun 1970-an, sehingga
mayoritas penduduk di desa Kriyan memiliki toko Monel.
Pemasaran Monel telah dipasarkan di berbagai daerah di Indonesia.
Adapun kisaran harga cincin antara Rp. 7500 – Rp. 250.000,
anting-anting antara Rp. 10.000 – Rp. 70.000, gelang antara Rp.
10.000 – Rp. 100.000 dan kalung Rp. 15.000 – Rp. 200.000. Rata-
rata omzet para pengusaha monel antara Rp. 500.000 – Rp.
1.000.000 per hari atau sekitar Rp. 30.000.00 per bulan. Beberapa
pengusaha telah menggunakan penjualan sistem on line seperti
anggrainimonel, tokomonel.com, senisaktimonel.com.

25
Sumber: Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar
Kabupaten Jepara 2013

Gambar 2.5Produk Kerajinan Monel

Adapun potensi industri monel di Jepara ditunjukkan pada tabel


berikut ini:

Tabel. 2.2Profil Industri Monel di Kabupaten Jepara


No Perusah Jumlah Kapasitas Omzet/ Pemasara Teknologi
aan Tenaga Produksi Bulan n/Bahan
Kerja Baku

1 Seni 25 30 kodi 100 lokal Otomatis/


Sakti juta mesin
Model
2 Sumber 9 800 kodi 15 juta lokal Manual
Rejeki &ekspor/i
Monel mpor
3 Barokah 15 2000 biji 26 juta Local/lokal Manual
Logam
4 Adhesi 5 - - lokal Manual
Sumber: Dinas Koperasi, UMKM dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Jepara 2013

26
BAB 3 || ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN

3.1 Konsep Orientasi Kewirausahaan

Konsep kewirausahaan telah diperluas oleh Morris dan


Paul (1987), Covin dan Slevin (1988) sebagai faktor manusia
dalam memperoleh keunggulan internasional. Kewirausahaan
lebih terkait dengan ide-ide dari pekerjaan baru yang dapat
menyebabkan beberapa perubahan dalam sifat pasar. Orientasi
kewirausahaan merupakan pendekatan yang berfokus pada inovasi
pasar produk dan berisiko proyek dan memiliki kecenderungan
untuk menjadi pelopor dalam inovasi dan unggul atas rival
(Miller,1983). Pendekatan orientasi kewirausahaan meningkatkan
kemampuan perusahaan; dan dengan pemberian pengetahuan
teknis. Pendekatan yang memungkinkan untuk memperkenalkan
solusi teknis untuk menjawab kebutuhan konsumen (Gatignon dan
Xuereb, 1997; Workman, 1993).
Irlandia dkk. (2001) menunjukkan bahwa kewirausahaan
adalah proses menciptakan nilai dengan menggabungkan satu set
sumber daya unik untuk eksploitasi peluang pasar. Covin dan
Miles (1999) mendefinisikan kewirausahaan sebagai eksploitasi
peluang untuk memperbarui dan meremajakan perusahaan.
Kewirausahaan dipandang sebagai mekanisme yang
mempromosikan identifikasi keunggulan kompetitif melalui
produk, proses, dan inovasi pasar. Dalam konteks ini, kami
menganggap bahwa kewirausahaan adalah mekanisme yang
27
mempromosikan identifikasi keunggulan kompetitif melalui
inovasi dalam perumusan dan proses implementasi strategi.
Keunggulan kompetitif ini diperoleh dengan membuat kompetisi
menjadi tidak relevan. Dengan demikian, perusahaan dapat
memberikan nilai baru dan unggul di pasar yang ada.

Dimensi-dimensi kewirausahaan terdiri dari otonomi,


inovasi, pengambilan risiko, proaktif dan agresivitas kompetitif
(Lumpkin dan Dess, 1996). Otonomi mengacu pada kebebasan
yang diberikan kepada karyawan atau tim karyawan untuk
bertindak sesuai dengan keyakinan mereka. Innovativeness
mencerminkan kecenderungan perusahaan untuk mempromosikan
dan mendukung ide-ide baru, eksperimentasi dan proses kreatif
yang dapat menghasilkan produk, layanan, dan proses baru.
Pengambilan risiko adalah sejauh mana para manajer bersedia
untuk melakukan sumber daya yang signifikan dalam tindakan
dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Venkatraman (1989)
menganggap bahwa proaktif adalah elemen kunci dari
kewirausahaan. Dia mendefinisikan proaktif sebagai peluang
mengidentifikasi, yang mungkin atau mungkin tidak terkait
dengan bisnis sebenarnya dari perusahaan. Agresivitas kompetitif
mengacu pada kecenderungan perusahaan untuk menantang
langsung dan intens pesaing mereka untuk mencapai posisi
kompetitif yang lebih baik dan kinerja yang unggul.

28
3.2 Studi Empirik Orientasi Kewirausahaan dan Inovasi

Sejumlah penelitian di bidang pendekatan orientasi


kewirausahaan menunjukkan adanya dengan variabel lainnya
seperti: inovasi (Elenurm, Ennulo dan Laar, 2007), kinerja
perusahaan (Li, Ching-Yick Tse dan Yan Gu, 2006; Zhang dan Li,
2007; Matsuno, Mentzer dan Özsomer, 2002). Sarjana
kewirausahaan telah berusaha untuk menggunakan sumber daya
intangible untuk meningkatkan kinerja perusahaan , khususnya
terkait dengan orientasi kewirausahaan (EO) (Getz dan Petersen,
2005; Wiklund dan Shepherd, 2003). Terutama di industri jasa,
kecil dan menengah (UKM) yang banyak mendapat tekanan yang
meningkat dari persaingan global dan negara-negara lain (Kraus et
al., 2012). Dengan semakin pentingnya orientasi kewirausahaan,
para peneliti telah meneliti dampak modal sosial dari perusahaan-
perusahaan yang berorientasi kewirausahaan dan kinerja.
Penelitian yang dilakukan Maatoofi & Tajeddini (2011)
menyimpulkan bahwa kualitas produk, sinergi pemasaran dan
keahlian dalam penawaran produk baru tidak berpengaruh
signifikan antara perusahaan yang berorientasi kewirausahaan
dengan yang berorientasi pemasaran. Hasil penelitian juga
menjukkan bahwa dukungan manajer untuk inovasi lebih dominan
pada perusahaan yang berorientasi kewirausahaan dibanding
orientasi pemasaran. Studi yang dilakukan Lee (2010)
menyimpulkan bahwa entrepreneurship berpengaruh signifikan
terhadap kapabilitas inovasi. Studi yang dilakukan Prada (2013)
29
tentang dampak orientasi kewirausahaan terhadap inovasi strategic
menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara orientasi
kewirausahaan dengan inovasi.Kewirausahaan berpengaruh
terhadap kinerja organisasi dan kinerja keuangan (Michaels dan
Gow, 2008) dan keunggulan kompetitif (Ngugen, Leher dan
Ngugen, 2008). Penelitian yang dilakukan Wingwon (2012) di
596 usaha kecil dan menengah di Chiangma menyimpulkan
bahwa kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap inovasi.
Wirausahawan adalah orang yang mengambil risiko untuk
mengaktifkan inovasi dan sering mengambil langkah-langkah
proaktif yang menghasilkan produk atau layanan generasi baru
yang mengarah ke keunggulan kompetitif jangka panjang yang
berkelanjutan (Porter, 2008).

30
BAB 4 || SOCIAL CAPITAL DAN
KAPABILITAS INOVASI

4.1 Konsep Social Capital

Sejumlahstuditelahmendefinisikan modal social (Social


Capital) di antaranya Nahapiet and Ghoshal (1998); Pastoriza
(2009); Coleman (1988); Leana and Van Buren (1999) serta Bolino
(2002), Timberlake (2005), Abili and Abili (2011).Modal social
adalah sebuah konsep yang telah diterima sebagai asset bernilai
untukperlindungan dan keamanan masyarakat, pemberdayaan
organisasi dan masyarakat madani (Timberlake,2005). Modal sosial
memainkanperanan yangpentingdalammenemukan kebutuhan
organisasi dan berkontribusi terhadap kesuksesan dan
kelangsungan hidup dalam dunia persaingan saat ini. Modal sosial
mempermudah sharing pengetahuan, kreasi nilai, keunggulan
bersaing, kinerja yang lebih baik dan pengembangan organisasi
(Abili and Faraji, 2009).Abili and Abili (2011) membagi modal
sosial kedalam tiga tingkatan, yaitu di tingkat mikro, terbentuknya
hubungan manusia yang ada dimana saja. Pada tingkat menengah,
terbentuknya antar anggota dalam sebuah kelompok. Pada
tingkatan makro, modal sosial ada dalam lingkungan sosial yang
lebih besar dan meliputi hubungan formal dan struktur seperti
peraturan dan kerangka kerja yang sah. Berbagai pandangan
tentang modal sosial yang berbeda telah dikemukakan oleh banyak

31
peneliti berdasar kajian teoritis dan empiris. Modal sosial dianggap
sebagai sebuah kepemilikan jaringan yang tahan lama dari sebuah
hubungan kelembagaan berdasar pengalaman yang menguntungkan
(Bourdieu, 1985). Perusahaan dapat mengembangkan hubungan
dan jejaring melalui sumberdaya yang dimiliki dalam
meningkatkan kinerja organisasi.
Modal sosial juga dapat dipandang sebagai jejaring, norma-
norma dan kepercayaan sosial yang mempermudah koordinasi dan
kerja sama untuk kepentingan satu sama lain di dalam
organisasi(ValeriaSodano et al. 2008). Modal sosial merupakan
modal yang dimiliki oleh sebuah organisasi dalam bentuk
hubungan-hubungan sosial yang dapat dikembangkan dalam
bentuk hubungan formal maupun informal yang merupakan hasil
interaksi satu sama lain dalam mendapatkan reward yang
diinginkan.
Pandangan lain tentang modal sosial dikemukakanoleh
Fukuyama (1999), yaitu merupakan serangkaian nilai-nilai dan
norma-normatertentu yang dimilikibersamadi
antaraanggotasuatukelompok yang
memungkinkanadanyasuatukerjasamadi antaramereka. Sementara
Putnam (2000) mendefiniskan modal sosial sebagai kumpulan fitur
jaringan sosial yang terciptasebagaiakibatdariaktivitaskomunitas
sosial yang terciptasebagaiakibat dari aktivitas komunitas virtual
yang menyebabkan pengembangan norma-norma dan aliran-aliran
sosial yang membantu kerja sama. Dengan demikian, dapat

32
disimpulkan dari berbagai studi teoritis dan empiris, bahwa modal
sosial merupakan sumber daya aktual dan potensial yang mampu
menghasilkan jejaring hubungan kerja yang saling menghargai dan
memaknai, adanya rasa percaya dan saling percaya, kepatuhan pada
norma-norma social, semangat untuk tumbuh bersama dengan
membangun informasi dan memanfaatkannya. Dengan demikian,
modal sosial merupakan jejaring organisasional yang dibangun
berdasarkan norma-norma bersama dengan sistem nilai dan
pemahaman bersama yang dapat memperkuat kerja sama dan
kohesi dalam jangka panjang (Ferdinand, 2005).
Nahapiet and Ghosal (1998) membagi modal sosial
`organisasi kedalam tiga dimensi, yaitu: dimensi struktural,
relasional dan kognitif. Dimensi struktural merupakan hubungan
non personal di antara individu-individu atau unit-unit dalam
organisasi, yang menunjukkan pola hubungan-hubungan dan
interaksi di antara orang-orang dalam organisasi untuk belajar,
berbagi dan bertukarinformasi, ide, dan pengetahuan. Dimensi
relasional merupakan hubungan interpersonal antar individu dalam
organisasi yang memfokuskan pada hubungan-hubungan khusus
seperti rasa hormat dan persahabatanyang
mempengaruhiperilakukaryawandanjugamenunjukkankepercayaan
antarkaryawan, salingmembantuantarkaryawansaatdiperlukan,
kejujuransatusamalain, berbagiperasaan,danmenghormati satu sama
lain. Dimensi kognitif menunjukkan sumber-sumber yang
memberikan interpretasi dan konsep bersama antara individu-

33
individu dalam jaringan sosial yang sama. Hal ini menunjukkan
seberapa besar karyawan memiliki pemahaman dan persepsi yang
jelas terhadap nilai dan tujuan organisasi dan seberapa besar
mereka menerima dan komit terhadap tujuan organisasi.
Menurut Putnam (2000), modal sosial memiliki dua jenis,
yaitu modal sosial internal dan ekternal. Modal sosial internal
merupakan proses internalisasi kegiatan dalam organisasi yang
dibangun secara internal dalam organisasi itu sendiri melalui
berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik berupa
sumber daya manusia, organisasi yang tumbuh dalam sebuah
kompleksitas sosial perusahaan dan kapasitas sosial. Modal sosial
eksternal dibangun melalui kemampuan perusahaan
mengembangkan berbagai jejaring sosial dan lingkungannya,
jejaring kerja di luar organisasi, membangun rasa percaya,
kepatuhan pada norma-norma, serta kohesi sosial dengan
masyarakat.
Beberapa studi empiris telah dilakukan oleh beberapa
peneliti terkait dengan modal sosial. Penelitian yang dilakukan
Abili and Abili (2012) tentang manajemen modal sosial di Iran
yang mencakup dimensi struktural, relational dan cognitive
menyimpulkan bahwa situasi saat ini di UKM Iran tidak
menghendaki adanya modal sosial. Hal ini disebabkan adanya fakta
bahwa di banyak perusahaan, isu-isu teknologi mendapat lebih
banyak perhatian dibandingkan dengan modal sosial terkait.
Penelitian yang dilakukan Noor et. Al (2011) tentang dampak

34
modal sosial terhadap kepuasan kerja tenaga administrasi rumah
sakit di Teheran, Iran menyimpulkan bahwa ada hubungan
langsung yang signifikan dan positif antara kepercayaan dan
kepuasan kerja. Terhadap hubungan tidak langsung yang signifikan
dan positif antara jejaring formal terhadap kepuasan kerja melalui
kepercayaan. Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan langsung (hubungan tidak langsung) antara norma-norma
tindakan terhadap kepuasan kerja. Terdapat hubungan langsung
yang signifikan tetapi negative antara tingkat pendidikan dengan
kepuasan kerja. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara modal sosial dengan kepuasan
kerja karyawan, artinya semakin baik modal sosial di organisasi,
maka akan semakin baik pula kepuasan karyawan.
Penelitian yang dilakukan Talavera et al. (2012) terhadap
modal sosial dan akses pembiayaan bank pengusaha China
menyimpulkan bahwa modal sosial memainkan peran penting bagi
pengusaha China dalam mengakses pembiayaan bank. Selanjutnya,
berbagai jenis jaringan sosial mempengaruhi akses pinjaman dari
berbagai bank. Waktu yang dihabiskan untuk mengadakan ramah
tamah dan keanggotaan dalam asosiasi bisnis positif mempengaruhi
pinjaman dari bank komersial. Oleh karena itu,pengusaha swasta di
Chinatidak bolehpuas dengan modal sosial yang terbatas dan
karenanya harus menggali dan memperkuat berbagai hubungan
jaringan.

35
Sejumlah penelitian juga menunjukkan bagaimana
organisasi mempengaruhi formasi modal sosial di
antarakaryawannya. Salah satunya adalah Leana dan Van Buren
(1999) yang berpendapat bahwa hubungan pemekerjaan yang stabil
dan norma reciprocitymampu memudahkan formasi modal sosial di
antara karyawan. Kemudian Gittel (2000) berpendapat bahwa
praktek sumber daya manusia dapat didesain kembali guna
membentuk koordinasi relasional di antara karyawan yang terlibat
dalam proses kerja. Ketika berjalan secara konsisten pada berbagai
praktek pekerjaan, bentuk redesain tersebut terbukti menghasilkan
sistem kerja berkinerja tinggi. Gittel menunjukkan bahwa praktek
kerja yang didesain kembali, meliputi seleksi, penyelesaian konflik,
penilaian kinerja, desain pekerjaan, dan supervisi diprediksi
meningkatkan koordinasi relasional di antara karyawan. Pernyataan
tersebut ditegaskan kembali oleh Gittell, Seidner dan Wimbush
(2007) yang mengusulkan bahwa praktek kerja yang membentuk
modal sosial di antara karyawan meliputi seleksi, pelatihan,
penilaian kinerja, dan kompensasi berdasarkan kontribusi pada
pencapaian tujuan, penyelesaian konflik, serta mekanisme
koordinasi dan informasi untuk membentuk hubungan. Inilah yang
disebut praktek kerja relasional (relational work practices) yang
tentunya berbeda dengan praktek kerja pada umumnya yang lebih
berfokus pada keahlian dan komitmen karyawan dibandingkan
hubungan antar karyawan. Begitupula Gant, Ichniowski dan Shaw
(2002) berpendapat bahwa praktek sumber daya manusia

36
mempengaruhi outcomes kinerja sebab praktek tersebut
mempengaruhi jaringan sosial karyawan dan pola interaksi dalam
menjalankan pekerjaan. Temuan ini menunjukkan bahwa modal
sosial bisa memediasi hubungan antara praktek kerja berkinerja
tinggi dan outcomes.
Jaringan sosial manajemen puncak menjadi sumber
keunggulan bersaing. Mampu meningkatkan kapabilitas
pemrosesan informasi perusahaan, dan praktek sumber daya
manusia yang meliputi mentoring, insentif, dan penilaian kinerja
dapat didesain guna mendorong pengembangan jaringan sosial
tersebut. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa dampak dari praktek
berkinerja tinggi tersebut bagi kinerja perusahaan dimediasi oleh
kekuatan jaringan sosial manajemen puncak. Meskipun bentuk
modal sosial yang selama ini diuji secara empiris bervariasi, seperti
koordinasi relasional (Gittel, 2000), jaringan komunikasi (Collins
& Clark 2003), dan pembelajaran kolektif (Lopez et al, 2005).

4.2 Dimensi Modal Sosial

MenurutNahapiet and Ghosal (1998) indikator modal sosial


terdiri dari 3 dimensi, yaitu: cognitive dimension, relational
dimension dan structural dimension sebagai berikut:

Cognitive Dimension
1. 1.Sosialisasi tujuan dan sasaran dan nilai-nilai
2. Menjalankan misi dan sasaran dengan sepenuh hati

37
3. Kesesuaian nilai-nilai pribadi
4. Menyetujui semua hal penting dari organisasi
5. Memiliki komitmen dalam mencapai organisasi
6. Memiliki persepsi jelas terhadap misi dan sasaran organisasi

Relational Dimension
1. Saling percaya
2. Merasa bagian anggota organisasi
3. Spirit kerja tim
4. Saling menghormati perasaan satu sama lain
5. Saling percaya satu sama lain
6. Memiliki sifat dapat dipercaya
7. Mendiskusikan bila ada masalah
8. Bekerja dengan sungguh-sungguh
9. Menyelesaikan permasalahan pekerjaan dengan teman kerja
10. Secara emosional saling mendukung
11. Saling berbagi rasa
12. Memiliki intensi dan tujuan yang baik

Structural Dimension
1. Mempertimbangkan informasi dan ide dalam menjalankan tugas
pekerjaan
2. Saling mengkritisi secara sehat dan konstruktif
3. Mendiskusikan permasalahan secara sehat dan bermanfaat
4. Bertukar informasi dalam pengambilan keputusan
38
5. Saling membantu rekan kerja
6. Berbagi informasi secara sukarela
7. Saling memberikan informasi

Social Capital adalah bukan satu entitas, tetapi berbagai


macam entitas yang berbeda mempunyai dua karakteristik yang
sama, Social Capital terdiri dari beberapa aspek struktur sosial, dan
memfasilitasi tindakan individu-individu yang berada dalam
struktur. Social Capital adalah fitur dari organisasi sosial seperti
jaringan, norma dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi
koordinasi dan kerja sama yang saling menguntungkan (Ali et al.,
2013). Penelitian yang dilakukan Ali et al., (2013) menunjukkan
bahwa Social Capital berpengaruh positif terhadap kinerja
pegawai.Nahapiet and Ghosal (1998) membagi modal sosial
`organisasi kedalam tiga dimensi, yaitu: dimensi struktural,
relasional dan kognitif. Dimensi struktural merupakan hubungan
non personal di antara individu-individu atau unit-unit dalam
organisasi, yang menunjukkan pola hubungan-hubungan dan
interaksi di antara orang-orang dalam organisasi untuk belajar,
berbagi dan bertukarinformasi, ide dan pengetahuan. Dimensi
relational merupakan hubungan interpersonal antar individu dalam
organisasi yang memfokuskan pada hubungan-hubungan khusus
seperti rasa hormat dan persahabatanyang
mempengaruhiperilakukaryawandanjugamenunjukkankepercayaan
antarkaryawan, salingmembantuantarkaryawansaatdiperlukan,
39
kejujuransatusamalain, berbagiperasaandanmenghormati satu sama
lain. Dimensi kognitif menunjukkan sumber-sumber yang
memberikan interpretasi dan konsep bersama antara individu-
individu dalam jaringan social yang sama. Hal ini menunjukkan
seberapa besar karyawan memiliki pemahaman dan persepsi yang
jelas terhadap nilai dan tujuan organisasi dan seberapa besar
mereka menerima dan komit terhadap tujuan organisasi.Menurut
Putnam (2000), modal sosial memiliki dua jenis, yaitu modal sosial
internal dan ekternal. Modal sosial internal merupakan proses
internalisasi kegiatan dalam organisasi yang dibangun secara
internal dalam organisasi itu sendiri melalui berbagai sumber daya
yang dimiliki perusahaan baik berupa sumber daya manusia,
organisasi yang tumbuh dalam sebuah kompleksitas sosial
perusahaan dan kapasitas sosial. Modal sosial eksternal dibangun
melalui kemampuan perusahaan mengembangkan berbagai jejaring
sosial dan lingkungannya, jejaring kerja di luar organisasi,
membangun rasa percaya, kepatuhan pada norma-norma, serta
kohesi sosial dengan masyarakat. Penelitian yang dilakukan Lee
and Hsieh (2010) menyimpulkan bahwa entrepreneurship
berpengaruh signfikan terhadap kapabilitas inovasi. Penelitian
Famoso et al. (2014) menyimpulkan bahwa internal Social Capital
berhubungan signifikan dengan inovasi. Penelitian yang dilakukan
Ching (2006)menyimpulkan bahwa Social Capital berpengaruh
signifikan terhadap inovasi.

40
Gambar 4.1Unsur-unsur dalam Social Capital

4.3 Pengukuran Social Capital

Variabel yang dikaji pada penelitian ini adalah variabel


modal sosial yang meliputi internal Social Capital dan external
Social Capital.
Tabel 4.1 Variabel yang dikaji
Variabel Indikator
Internal dan External Cognitive Dimension
Social Capital 1. Sosialisasi tujuan dan sasaran dan
nilai-nilai
2. Menjalankan misi dan sasaran dengan
sepenuh hati
3. Kesesuaian nilai-nilai pribadi
4. Menyetujui semua hal penting dari
organisasi
5. Memiliki komitmen dalam mencapai
organisasi
6. Memiliki persepsi jelas terhadap misi
41
dan sasaran organisasi

Relational Dimension
1. Saling percaya
2. Merasa bagian anggota organisasi
3. Spirit kerja tim
4. Saling menghormati perasaan satu
sama lain
5. Saling percaya satu sama lain
6. Memiliki sifat dapat dipercaya
7. Mendiskusikan bila ada masalah
8. Bekerja dengan sungguh-sungguh
9. Menyelesaikan permasalahan
pekerjaan dengan teman kerja
10. Secara emosional saling mendukung
11. Saling berbagi rasa
12. Memiliki intensi dan tujuan yang baik

Structural Dimension
1. Mempertimbangkan informasi dan ide
dalam menjalankan tugas pekerjaan
2. Saling mengkritisi secara sehat dan
konstruktif
3. Mendiskusikan permasalahan secara
sehat dan bermanfaat
4. Bertukar informasi dalam pengambilan
keputusan
5. Saling membantu rekan kerja
6. Berbagi informasi secara sukarela
7. Saling memberikan informasi

4.4Kapabilitas Inovasi

Inovasi merupakan ide, praktek dan obyek yang dilihat


seperti baru dari Inividu. (Fruhling and Siau,2007; Hsu,2006).
Kapabilitas inovasi merupakan implementasi dan kreasi teknologi

42
yang diaplikasikan pada sistem, kebijakan, program, produk, proses
dan pelayanan yang baru pada organisasi (Lin et.al, 2009).
Kapabilitas inovasi juga merupakan kemampuan untuk menyerap
dan menggunakan informasi eksternal untuk di transfer kedalam
pengetahuan baru (Cohen and Levinthal,1990). Kapabilitas inovasi
juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk menciptakan
pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.
Kapabilitas inovasi merupakan seperangkat karakteristik yang
komprehensif dari organisasi yang memfasilitasi dan mendorong
strategi inovasi (Wu & Sivalogathasan,2013). Weerawardena
(2003) memandang inovasi sebagai modifikasi produk, proses,
pelayanan, sistem organisasi dan sistem pemasaran untuk
menciptakan nilai pelanggan. Kapabilitas inovasi terdiri dari
inovasi teknis dan inovasi administratif (Damanpour, 1991).
Inovasi teknis meliputi produk, pemasaran, pelayanan dan
teknologi yang digunakan untuk membuat produk, penjualan
produk dan pelayanan yang berhubungan dengan aktivitas
perusahaan. Inovasi administrasi berkenaan dengan struktur
organisasi dan proses administrasi yang secara tidak langsung
berhubungan dengan aktivitas organisasi dan banyak berhubungan
langsung dengan manajemen (Damanpour and Evan,1984).
Menurut Lin et.al, (2009), kapabilitas inovasi terdiri dari inovasi
produk, inovasi proses, inovasi pemasaran, inovasi pelayanan dan
inovasi administrasi. Penelitian yang dilakukan Wu &
Sivalogathasan (2013) menyimpulkan bahwa kapabilitas inovasi

43
yang tinggi dalam organisasi akan meningkatkan kinerja
perusahaan. Kapabilitas untuk mengeksploitasi pengetahuan dalam
memperoleh sesuatu yang baru maupun memperbaikinya untuk
dapat menciptakan nilai organisasi atau meningkatkan efisiensi
operasional organisasi. Inovasi merupakan kapabilitas organisasi
yang penting, karena kesuksesan produk baru merupakan mesin
pertumbuhan dan memberikan dampak pada peningkatan
penjualan, laba, dan kekuatan persaingan bagi banyak organisasi
(Pauwels, Silva-Risso, Srinivasan, & hanssen, 2004; Sivadas &
Dwyer, 2000). Beberapa temuan penelitian sepakat bahwa terdapat
hubungan langsung dan positif antara inovasi dengan kinerja
(Thornhill, 2006).
Studi tentang pentingnya inovasi pada UMKM telah banyak
dilakukan oleh para peneliti. Inovasi merupakan penentu kinerja.
Inovasi berpengaruh positif terhadap kinerja UMKM industri yang
berteknologi tinggi maupun rendah (Purcarea et al., 2013).
Perusahaan yang menggunakan pengetahuan yang intensif dan
teknologi tinggi akan lebih banyak melakukan inovasi. Namun
demikian, ada beberapa kendala bagi UMKM untuk melakukan
inovasi dalam meningkatkan kinerja keunggulan kompetitif.
Beberapa kelemahan kapabilitas inovasi UMKM antara lain
(Purcarea et al., 2013)
1. Kekurangan sumber daya keuangan dan akses keuangan

2. Kekurangan keterampilan dalam manajemen inovasi

44
3. Tidak cukupnya pengadaan publik untuk mendorong inovasidi
UKM

4. Kekurangan keterampilan untuk mengelola IP.

5. Kelemahan dalam jaringan dan kerja sama dengan pihak eksternal.

Sementara Freel (1999) mengidentifikasi kesenjangan


keterampilan utama yang menghambat inovasi di UMKM antara
lain:
1. Keterampilan teknis karyawan
2. Kompetensi manajerial
3. Keterampilan pemasaran yang buruk

Selain beberapa kelemahan yang ada, UMKM juga


dihadapkan pada berbagai tantangan kedepan (Gray, 2006) antara
lain:
1. Menjaga kemampuan, sumber daya, dan rutinitas perusahaan yang
baru
2. Mempertahankan kompetensi wirausaha dan manajemen pemilik -
karyawan
3. Memperoleh pengetahuan baru, khususnya terkait dengan sumber
informasi (formalitas /informalitas, pendidikan / pengalaman),
kapasitas penyerapan internal untuk menginterpretasikan dan
menyerap informasi baru sebagai pengetahuan yang berlaku dan
penggunaan pengetahuan baru

45
4. Menciptakan pengetahuan baru yang menarik dan menantang
khususnya terkait dengan inovasi, kreativitas, dan strategi.

Pengetahuan memegang peranan penting dalam


meningkatkan inovasi dan keunggulan bersaing. UMKM perlu
memperbaiki manajemen pengetahuan agar selalu memperoleh
informasi yang up to date dan mampu merespon dengan cepat
perubahan lingkungan yang ada serta selera konsumen. Selain
kelemahan, UMKM juga memiliki beberapa kekuatan di antaranya,
peran UMKM dalam mempromosikan fleksibilitas dan inovasi,
fungsi pasar kerja UMKM dalam menciptakan lapangan kerja dan
menyerap pengangguran.
Yip dkk. (2012) menyatakan bahwa kegiatan KM dalam
UMKM terdiri dari delapan kegiatan yang berbeda, yaitu
knowledge identification, knowledge acquisition, knowledge
application, knowledge sharing, knowledge development,
knowledge creation, knowledge preservation dan knowledge
measurement. Penelitian Zeng et al. (2010) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif signifikan antara kerjasama antar
perusahaan, kerja sama dengan lembaga perantara, kerja sama
dengan organisasi penelitian dan kinerja inovasi UMKM.
Sementara kerja sama dengan instansi pemerintah tidak memiliki
pengaruh yang signifikan. Kerja sama dengan pelanggan, pemasok
atau perusahaan lain (kerja sama antar-perusahaan) dalam proses
inovasi sangat penting untuk mendukung kesuksesan kinerja
46
perusahaan. Penelitia Purcarea et al. (2013) menemukan bahwa
mayoritas UMKM di Rumania menganggap bahwa budaya
organisasi yang berorientasi pembelajaran sudah mapan dan dalam
proses inovasi, UMKM bergantung pada sumber internal dan
eksternal. Praktek terbaik dalam organisasi dan jejaring dengan
pihak eksternal merupakan sumber internal pembelajaran UMKM.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa mayoritas UMKM cenderung
berinovasi terkait dengan model bisnis mereka. Kendala utama
yang dihadapi UMKM Rumania adalah kurangnya dana dan
tingginya biaya.
Beberapa peneliti telah mendefinisikan inovasi dalam
berbagai bentuk seperti Plessis (2007); Palacios et al. (2008).
Inovasi merupakan penciptaan pengetahuan dan ide baru dalam
menghasilkan produk dan jasa baru berbasis pasar yang bertujuan
meningkatkan proses dan struktur bisnis internal yang terdiri dari
inovasi radikal dan inkremental (Plessis, 2007). Palacios et al.
(2008) menguraikan tiga kemampuan inovasi, antara lain inovasi
produk / layanan yang yang terdiferensiasi, peningkatan produk /
layanan yang sudah ada, atau produk / layanan baru di pasar.
Inovasi produk ini dapat dilakukan dengan inovasi radikal atau
inovasi inkremental. Kedua, inovasi proses yang dapat
meningkatkan proses manufaktur atau jasa yang lebih baik daripada
operasi saat ini. Ketiga, inovasi manajerial yang merupakan
kemampuan untuk menerapkan peraturan manajerial baru, sistem,
praktik, metode yang meningkatkan efisiensi manajerial.

47
BAB 5 || MODEL EMPIRIKORIENTASI
KEWIRASUAHAAN, MODAL SOSIAL,DAN
INOVASI

Kapabilitas inovasi UMKM dipengaruhi oleh banyak


faktor, di antaranya kapabilitas manajemen pengetahuan dan
kolaborasi manajemen. Kapabilitas inovasi yang tinggi akan
mampu meningkatkan kinerja dan keunggulan bersaing UMKM.

Gambar 5.1.Hubungan antara orientasi kewirausahan, modal


social, kapabilitas inovasi, kinerja dan keunggulan bersaing

5.1 Deskripsi Data Empirik Variabel Penelitian

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan


gambaran atau deskripsi empiris atas data yang dikumpulkan
48
dalam penelitian. Beberapa jenis analisis statistik deskriptif, yaitu
distribusi frekuensi, statistik rata-rata dan angka indeks. Angka
jawaban responden yang digunakan mulai dari angka 1 – 7, maka
indeks yang dihasilkan dimulai dari angka 1 hingga 7. Analisis
angka indeks untuk menggambarkan persepsi responden atas item-
item pertanyaan yang diajukan. Teknik skoring yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah minimum 1 dan maksimum 7, maka
indeks yang dihasilkan dimulai dari angka minimum (100% x 1) : 7
= 14,29% hingga angka maksimum (100% x 7) : 7 = 100% tanpa
angka 0. Analisis ini menggunakan three-box method, maka
diperoleh range atau rentang 100% - 14,29% = 85,71% : 3 =
28,57%. Angka ini digunakan sebagai dasar interpretasi nilai
indeks dengan interval sebagai berikut : (Ferdinand, 2006).

14.29% - 42.86% = Kategori rendah


42.87% - 71.41% = Kategori sedang
71.42% - 100% = Kategori tinggi

Tabel 5.1.Nilai mean, standar deviasi, standard loading, construct


reliability dan indeks

INDIKAT MEAN STANDAR STD CONSTRU INDEK KATE


OR DEVIASI LOADI CT S GORI
NG RELIABIL
ITY
Entrepreneu
rial 0,847
Orientation
(EO)
EO1 5,29 0,958 0,786 75,534 Tinggi
EO2 5,17 0,968 0,787 73,791 Tinggi
EO3 5,13 0,944 0,731 73,341 Tinggi
EO4 5,30 0,989 0,744 75,703 Tinggi

49
Social 0,858
Capital
(SC)
SC1 5,11 1,023 0,802 73,003 Tinggi
SC2 5,28 1,053 0,834 75,366 Tinggi
SC3 5,20 0,920 0,718 74,241 Tinggi
SC4 5,32 1,035 0,745 75,984 Tinggi
Innovation 0,865
Capability
(IC)
IC1 5,19 1,047 0,813 74,184 Tinggi
IC2 5,02 0,949 0,765 71,654 Tinggi
IC3 5,19 1,014 0,725 74,072 Tinggi
IC4 5,20 1,042 0,788 74,297 Tinggi
IC5 5,24 0,959 0,652 73,552 Tinggi
Performanc 0,846
e (P)
P1 5,37 0,997 0,781 76,772 Tinggi
P2 5,38 1,001 0,773 76,828 Tinggi
P3 5,27 1,021 0,723 75,253 Tinggi
P4 5,25 1,017 0,764 75,028 Tinggi
Competitive 0,868
Advantage
(CA)
CA1 5,52 1,013 0,803 78,796 Tinggi
CA2 5,38 1,063 0,840 76,884 Tinggi
CA3 4,80 1,018 0,657 68,616 Sedang
CA4 5,46 0,984 0,847 78,065 Tinggi

5.2 Analisis Struktural Equation Model (SEM)

5.2.1 Pengujian Data Outlier

Outlier (data pencilan) merupakan data dengan karakteristik


unik yang sangat berbeda jauh dari observasi observasi lainnya.
Data pencilan muncul dengan nilai yang ekstrim, baik untuk outlier
univarirate maupun outlier multivariate. Outlierunivarirate dapat
dideteksi dari nilai Z-score data yang distandarisasi terlebih dahulu.
Sedangkan outlier multivarirate dianalisis pada jarak mahalanobis
kuadrat (Mahalanobisdistance-squared).Mendeteksi

50
outlierunivarirate memanfaatkan bantuan program SPSS untuk
menstandarisasi data sebelum dianalisis rentang jarak minimum
dan maksimumnya. Data yang ada dalam rentang minimum dan
maksimum ±3.0 tidak mengandung outlierunivariate, diluar
rentang ini berarti terkena gejala outlierunivariate.

Tabel 5.2Pengujian Univariate Outlier

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Zscore: 254 -2,38858 1,78835 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,23699 1,89534 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,26049 1,97688 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,32575 1,72042 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,06224 1,84678 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,16036 1,63709 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,38778 1,95986 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,23986 1,62381 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,09369 1,72532 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,12368 2,09050 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,15417 1,78932 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,11184 1,72650 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,33910 1,83024 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,38123 1,63093 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,37459 1,61976 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,22083 1,69647 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,21348 1,71816 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,48434 1,46572 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,24043 1,52201 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -1,77138 2,15814 ,0000000 1,00000000
Zscore: 254 -2,50356 1,55972 ,0000000 1,00000000

51
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Valid N 254
(listwise)
Sumber : hasil analisis data, 2017

Dari Tabel 5.2terlihat bahwa data mengandung gejala


outlierunivariate, karena 13 indikator memiliki nilai Z-score diluar
±3.0. Jadi, data yang berjumlah 389 observasi tersebut belum
memenuhi asumsi bebas dari outlierunivariate. Mendeteksi
outliermultivarirate diuji dengan nilai Chi-square (χ2) terhadap
nilai mahalanobisdistance-squared pada tingkat signifikansi 1%
dengan degreeof freedom sejumlah observedvariable yang
digunakan dalam model penelitian. Jika ada observasi yang
memiliki mahalanobis distance-squared lebih besar dari Chi-
squared dan atau p1 maupun p2 bernilai kurang dari 0.001, maka
observasi tersebut dikeluarkan dari tabulasi data.

Tabel 5.3Pengujian Outlier Multivariat

Observation Mahalanobis d-
No p1 p2
number squared
1 9 38,336 0,012 0,951
2 161 38,075 0,013 0,832
3 62 37,269 0,016 0,761
4 23 37,104 0,016 0,599
5 12 35,708 0,024 0,716
... ... ... ... ...
... ... ... ... ...
... ... ... ... ...
94 21 22,812 0,354 0,318
52
95 251 22,808 0,354 0,276
96 53 22,776 0,356 0,252
97 108 22,668 0,362 0,274
98 130 22,662 0,362 0,236
99 169 22,475 0,373 0,307
100 178 22,445 0,374 0,281
Sumber : hasil analisis data, 2017

Berdasarkan hasil olah data observasi sudah memenuhi


ketentuan, karena memiliki nilai mahalanobisdistance-squared
dengan nilai p2 lebih besar dari 0.001. Dengan demikian, data
tidak mengandung gejala multivariate outlier.

5.2.2 Uji Normalitas Data

Analisis dengan menggunakan model persamaan struktural


juga mensyaratkan distribusi sebaran data harus memenuhi asumsi
normalitas baik univariate dan multivariate.Uji asumsi normalitas
dapat langsung dilihat dari output Amos dalam hal ini
outputassessment of normality. Bandingkan koefisien criticalratio
(c.r) baik skewness dan kurtosis sebaran data. Data berdistribusi
normal memiliki c.r skew maupun kurtosis paling tinggi ±2.576.

Tabel 5.4Assessment of Normality

Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.


CA1 3,000 7,000 -,226 -1,470 -,535 -1,740
CA4 3,000 7,000 -,188 -1,220 -,538 -1,751
CA3 3,000 7,000 ,085 ,556 -,647 -2,106
CA2 3,000 7,000 -,273 -1,775 -,646 -2,102
53
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
P1 3,000 7,000 -,226 -1,468 -,544 -1,770
P4 3,000 7,000 -,158 -1,028 -,587 -1,909
P3 3,000 7,000 -,174 -1,131 -,586 -1,907
P2 3,000 7,000 -,147 -,959 -,617 -2,008
IC1 3,000 7,000 -,164 -1,064 -,516 -1,679
IC2 3,000 7,000 -,226 -1,470 -,523 -1,700
IC3 3,000 7,000 -,012 -,077 -,475 -1,546
IC4 3,000 7,000 -,261 -1,698 -,490 -1,594
IC5 3,000 7,000 -,234 -1,524 -,307 -1,000
SC1 3,000 7,000 -,066 -,432 -,551 -1,794
SC2 3,000 7,000 -,161 -1,045 -,502 -1,634
SC3 3,000 7,000 ,242 1,575 -,583 -1,898
SC4 3,000 7,000 -,195 -1,269 -,573 -1,864
EO4 3,000 7,000 -,208 -1,354 -,541 -1,760
EO3 3,000 7,000 -,269 -1,750 -,500 -1,626
EO2 3,000 7,000 -,283 -1,839 -,470 -1,529
EO1 3,000 7,000 -,221 -1,440 -,505 -1,644
Multivariate -,005 -,001
Sumber : Hasil analisis data, 2017

Berdasarkan output olah data dengan Amos yang disajikan


dalam tabel 18 dapat disimpulkan bahwa terdapat sebaran data
memenuhi asumsi normalitas baik normalitas univariate maupun
normalitas multivariate. Hal ini terlihat dari koefisien c.r skewness
dan kurtosis memiliki nilai lebih rendah dari ±2.58 (Z=0,05/2).

54
5.2.3 Pengujian CFA Variabel Eksogen

Konfirmatori faktor variable eksogen terdiri dari 2 variabel


yaitu kapabilitas manajemen pengetahuan (EO), dan Social
Capital(SC).

Gambar 5.2 Pengujian CFA Variabel Eksogen

Berdasarkan hasil oleh data seperti yang tersaji dalam


gambar dapat dikatakan bahwa model pengukuran CFA variable
eksogen bahwa model sudah fit. Model mengghasilkan Chi-
squared (χ2) 26,386 yang lebih kecil dari ambang batas (χ 2) acuan
yaitu pada probabilitas 0.05 dengan derajad bebas 120 sama
55
dengan 223,16. Petanda berikutnya adalah nilai probabilitas
signifikansi model 0.120 lebih besar dari 0.05. Demikian pula
indek kelayakan model yang lain GFI, AGFI, CFI, TLI sudah
terpenuhi dengan baik. Nilai loading faktor selengkapnya seperti
tabel ini.
Tabel 5.5Pengujian CFA Variabel Eksogen

Estimate Estimate S.E. C.R. P

Entrepreneur_
EO3  0,916 0,729 0,083 10,979 ***
Orientation
 Social_Capita
SC4 1 0,804
l
 Social_Capita
SC3 0,8 0,724 0,068 11,725 ***
l
 Social_Capita
SC2 1,054 0,833 0,079 13,316 ***
l
 Social_Capita
SC1 0,981 0,798 0,073 13,465 ***
l
 Entrepreneur_
EO2 1,016 0,789 0,086 11,758 ***
Orientation
 Entrepreneur_
EO1 1 0,785
Orientation
 Entrepreneur_
EO4 0,978 0,744 0,084 11,699 ***
Orientation
Sumber : hasil analisis data, 2017

Atas dasar hasil olah data seperti yang tersaji pada tabel
regression weight dapat dikatakan semua indikator dari masing
masing variabel laten signifikan pada 0.001, menjadi indikasi
bahwa semua indikator variable eksogen terekstrasi dengan baik
membentuk konstruk-kuntruk pada variable eksogen.

56
5.2.4 Pengujian CFA Variabel Endogen

Konfirmatori faktor variable endogen terdiri dari 3 variabel


yaitu IC, P dan CA.

Gambar 5.3. Pengujian CFA Variabel Endogen

Berdasarkan hasil oleh data seperti yang tersaji dalam


gambar dapat dikatakan bahwa model pengukuran CFA variable
eksogen bahwa model fit. Model mengghasilkan Chi-squared (χ2)
74,460 yang lebih kecil dari ambang batas (χ 2) acuan yaitu 81,38
pada probabilitas 0.05 dengan derajad bebas 62. Petanda berikutnya
adalah nilai probabilitas signifikansi model 0.133lebih besar dari
0.05. Demikian pula indek kelayakan model yang lain GFI, AGFI,
CFI, TLI sudah terpenuhi dengan baik.

57
Tabel 5.6Pengujian CFA Variabel Endogen

Std
Estimate S.E. C.R. P
Estimate
Inovation_
IC3  1,18 0,727 0,121 9,793 ***
Capability
P2  Peformance 1 0,776
P3  Peformance 0,953 0,725 0,083 11,525 ***
P4  Peformance 0,998 0,762 0,088 11,305 ***
P1  Peformance 1,001 0,78 0,088 11,407 ***
 Competetiv
CA2 e_Advantag 1 0,84
e
 Competetiv
CA3 e_Advantag 0,749 0,657 0,067 11,177 ***
e
 Competetiv
CA4 e_Advantag 0,934 0,847 0,061 15,285 ***
e
 Competetiv
CA1 e_Advantag 0,91 0,802 0,065 14,063 ***
e
 Inovation_
IC2 1,161 0,765 0,116 10,014 ***
Capability
 Inovation_
IC1 1,362 0,813 0,131 10,407 ***
Capability
 Inovation_
IC4 1,315 0,789 0,126 10,462 ***
Capability
 Inovation_
IC5 1 0,652
Capability
Sumber: Data primer yang diolah 2017

Atas dasar hasil olah data seperti yang tersaji pada tabel
regression weight dapat dikatakan semua indikator dari masing
masing variabel laten signifikan pada 0.001, terekstrasi dengan baik
membentuk konstruk-kuntruk pada variable endogen.

58
5.2.5 Pengujian Full Model SEM

Gambar 5.4. Full Model Struktural

Berdasarkan out-put yang tersaji pada gambar 5.4dapat


digambarkan bahwa model memiliki indek kelayakan model
(goodness of fit indices) yang bagus.
5.2.6. Uji Kesesuaian Model

Evaluasi kesesuaian model (goodnessoffitmodel) full model


struktural dibandingkan dengan indek kesesuaian model yang telah
dirangkum pada tabel goodnessoffit indicies & cut-off value.
Dari banyak indek kesesuaian model yang dirujuk meliputi;
Chi-Squared, Signifikansi Probability, SCIN/DF, GFI, AGFI, TLI,
59
CFI, RMSEA. Nilai masing masing indek yang dihasilkan dari
analisis data penelitian ini beserta Cut of value sebagai acuannya
akan dibahas sebagai berikut.
1. Chi-Squared (χ2), merupakan fundamental fit indek yang sensitif
terhadap jumlah sampel. Model penelitian dikatakan baik bila nilai
χ2 hitung rendah. Nilai χ2 model yang semakin rendah mengandung
makna bahwa model semakin baik. Sehingga dapat dikatakan
bahwa model penelitian yang sedang dianalisis sesuai dengan data
empiris. Hasil olah data dengan Amos v.22 menghasilkan χ 2 =
207,997. Ambang batas (cut-off value) Chi-Squared pada
signifikansi 0.05 dan derajad bebas 181 adalah 213,39. Dengan
kata lain bahwa χ2 full model lebih rendah dari nilai Cut of value.
Dapat disimpulkan tidak ada perbedaan antara model yang sedang
diuji dengan saturatedmodel.
2. Probabilitas signifikansi adalah sebuah ukuran dalam menentukan
apakah Ho (hipotesis nol) dapat ditiadakan (ditolak). Dalam
analisis dengan pendekatan persamaan struktural diharapkan Ho
tidak dapat ditolak, hal ini berbeda dengan pengujian hipotesis pada
umumnya (Ghozali, 2011). Model yang baik harus tidak menolak
Ho. Dengan demikian probabilitas signifikansi yang diharapkan
adalah lebih besar dari α 0.05 agar tidak dapat menolak Ho.
Dengan kata lain tidak signifikan secara statistik. Hasil olah data
penelitian ini menghasilkan probabilitas signifikansi sebesar 0.082.
Sedangkan nilai Cut of value untuk probabilitas signifikansi adalah
≥ 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho tidak cukup

60
bukti untuk meniadakan Ho, yang bermakna bahwa tidak ada
perbedaan antara matrik varian/ kovarian sempel dengan matrik
varian/ kovarian populasi.
3. CMIN/DF adalah salah satu ukuran parsimoniusfitindicies. Indek
ini bila dihitung manual dengan cara membagi nilai χ 2 model
dengan derajad bebas model. Chi-squared full model penelitian ini
adalah 207,997 dengan derajad bebas 181, sehingga CMIN/DF
penelitian 1.149. Program Amos sudah menghitung nilai CMIN/DF
ini. Pembanding nilai SCIN/DF adalah Cut of value ≤2.0. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa model penelitian ini fit sesuai
dengan Cut of value yang disarankan kurang atau sama dengan 2.0.
4. GFI,adalah indeks kesesuaian model yang dihitung dari residul
kuadrat model yang diprediksi dibandingkan dengan data yang
sebenarnya. Indeks GFI yang semakin mendekati 1 menunjukan
indeks model yang semakin yang baik. GFI dalam penelitian ini
sebesar 0.928 di mana masih di atasCut of value 0,90, namun
termasuk dalam tingkatan yang fit. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model memiliki indeks fit.
5. AGFI, adalah indeks modivikasi dari GFI. AGFI adalah GFI yang
disesuaikan dengan rasio dari degreeoffreedom model yang
diajukan dengan degree of freedom dari null model (model
konstruk tunggal dengan semua indikator pengukuran konstruk).
Nilai yang direkomendasikan adalah AGFI ≥0.90. AGFI dalam
penelitian ini diperoleh nilainya sebesar 0.908, sehingga model
dapat dikatakan fit.

61
6. TLI, indeks adalah indeks kesesuaian incremental yang
membandingkan model yang diuji dengan null model. Indek
kesesuaian ini kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. Nilai
penerimaan yang direkomendasikan adalah TLI ≥0.95. Hasil
analisis diperoleh TLI sebesar 0.987 yang dapat disimpulkan
bahwa model fit atau baik.

7. CFI. Adalah indek kesesuaian incremental yang membandingkan


model yang diuji dengan null model. Indek ini sangat baik untuk
mengukur tingkat penerimaan model, karena seperti CMIN/DF
nilainya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel. Nilai indeks ini
terrentang dari 0 sampai dengan 1 dan nilai yang mendekati 1
mengindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik.
Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah CFI ≥0.95. Dalam
penelitian ini diperoleh nilai CFI sebesar 0.989, sehingga dapat
disimpulkan bahwa model memenuhi kriteria fit atau model baik.
8. RMSEA, adalah indek yang dignakan untuk mengukur fit model
menggantikan chi squared statistic dalam jumlah sampel yang
besar. Nilai RMSEA ≤0.08 mengindikasikan indek yang baik untuk
menerima kesesuaian model. Hasil analysis diperoleh nilai RMSEA
sebesar 0.024 sehingga model dapat dikatakan fit atau baik.

Tabel 5.7.Rangkuman Indeks Kesesuaian Model Struktural

Indeks Kesesuaian Output Cut-Off


Keterangan
Model Amos.22 Value
Chi-Squared (χ2) 207,997 <213,39 Baik

62
Signifikansi
> 0,05 Baik
Probability 0,082
CMIN/DF 1,149 ≤ 2.0 Baik
GFI 0,928 >0,90 Baik
AGFI 0,908 >0,90 Baik
TLI 0,987 >0,95 Baik
CFI 0,989 >0,95 Baik
RMSEA 0,024 ≤0.08 Baik
Sumber: Data primer yang diolah 2017

5.2.7. Hasil Regression Weight Full Model Struktural

Tabel 5.22Regression Weight Full Model Struktural

Std
Estim
Estim S.E. C.R. P
ate
ate
Inovation_
 Social_Capital ,149 ,198 ,052 2,851 ,004
Capability
Inovation_ Entrepreneur_
 ,317 ,381 ,063 4,993 ***
Capability Orientation
Peformanc
 Social_Capital ,149 ,160 ,065 2,293 ,022
e
Peformanc Entrepreneur_
 ,159 ,154 ,079 2,017 ,044
e Orientation
Peformanc Inovation_Cap
 ,406 ,328 ,102 3,998 ***
e ability
Competeti
ve_Advant  Peformance ,344 ,298 ,088 3,895 ***
age
Competeti
Inovation_Cap
ve_Advant  ,445 ,312 ,110 4,029 ***
ability
age
Sumber: Data primer yang diolah 2017

63
Struktur persamaan hubungan kausalitas jika disajikan dalam
bentuk standardized adalah seperti pada persamaan berikut ini.
 IC = 0,198 SC + 0,381EO + δ1
p = 0,04 p = ***
sig sig
 P = 0,160SC + 0,154 EO + 0,328IC + δ2
p = 0,022 p = 0,044 p =***
sig sig sig
 CA = 0,298 P + 0,312IC + δ2
p = *** p =***
sig sig

Pengaruh Entrepreneurship Orientation (EO) terhadap


Performance(P)

Parameter estimasi pengujian pengaruh EO terhadap P (β1),


menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai standardized
estimate β1 = 0,154, dan critical ratio (CR) sebesar 2,017 serta p-
value = 0,044. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi syarat
penerimaan hipotesis, yaitu nilai CR>1,96 pada tingkat signifikansi
<0,05. Sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 1 (H1),
artinya pengaruh EO terhadap Ptelah terbukti signifikan. Ini
berarti bahwa semakin tinggi derajad EO yang dilakukan oleh
UMKM, maka semakin tinggi pula Pyang dilakukan UMKM.

Pengaruh Entrepreneurship Orientation (EO) Terhadap


Innovation Capability (IC)

64
Parameter estimasi pengujian pengaruh EO terhadap IC (β 2),
menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai standardized
estimate β2 = 0,381, dan critical ratio (CR) sebesar 4,993 serta p-
value = ***. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi syarat penerimaan
hipotesis yaitu nilai CR>1,96 pada tingkat signifikansi < 0,05 (P =
***). Sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 2 (H2),
artinya pengaruh EO terhadap ICtelah terbukti signifikan. Ini
berarti bahwa semakin tinggi derajad EO yang dilakukan oleh
UMKM, maka semakin tinggi pula ICyang dilakukan UMKM.

Pengaruh Social Capital(SC) Terhadap Performance (P)

Parameter estimasi pengujian pengaruh SC terhadap P (β3),


menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai standardized
estimate β3 = 0,381, dan critical ratio (CR) sebesar 2,293. serta p-
value = 0,022. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi syarat
penerimaan hipotesis yaitu nilai CR>1,96 pada tingkat signifikansi
p-value<0,05. Sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 3
(H3), artinya pengaruh SC terhadap Ptelah terbukti signifikan. Ini
berarti bahwa semakin tinggi derajad SCyang dilakukan oleh
UMKM, maka semakin tinggi pula Pyang dilakukan UMKM.

Pengaruh Social Capital (SC) Terhadap Innovation Capability


(IC)

Parameter estimasi pengujian pengaruh SC terhadap IC (β4),


menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai standardized

65
estimate β4 = 0,198 dan critical ratio (CR) sebesar 2,851 serta p-
value = 0,004. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi syarat
penerimaan hipotesis yaitu nilai CR>1,96 pada tingkat signifikansi
p-value<0,05. Sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 4
(H4), artinya pengaruh SC terhadap ICtelah terbukti signifikan.
Ini berarti bahwa semakin tinggi derajad SC yang dilakukan oleh
UMKM, maka semakin tinggi pula Pyang dilakukan UMKM.

PengaruhInnovation Capability(IC) Terhadap Performance (P)

Parameter estimasi pengujian pengaruh IC terhadap P (β5),


menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai standardized
estimate β5 = 0,328 dan critical ratio (CR) sebesar 3,998 serta p-
value = ***. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi syarat
penerimaan hipotesis yaitu nilai CR>1,96 pada tingkat signifikansi
p-value<0,05. Sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 5
(H5), artinya pengaruh IC terhadap Ptelah terbukti signifikan. Ini
berarti bahwa semakin tinggi derajad IC yang dilakukan oleh
UMKM, maka semakin tinggi pula Pyang dilakukan UMKM.

Pengaruh Performance TerhadapCompetitive Advantage (CA)

Parameter estimasi pengujian pengaruh P terhadap CA (β6),


menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai standardized
estimate β4 = 0,298 dan critical ratio (CR) sebesar 3,895 serta p-
value = ***. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi syarat

66
penerimaan hipotesis yaitu nilai CR>1,96 pada tingkat signifikansi
p-value<0,05. Sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis
6 (H6), artinya pengaruh P terhadap CA telah terbukti signifikan.
Ini berarti bahwa semakin tinggi derajad P yang dilakukan oleh
UMKM, maka semakin tinggi pula CAyang dilakukan UMKM.

Pengaruh Innovation Capability(IC) Terhadap Competitive


Advantage (CA)

Parameter estimasi pengujian pengaruh IC terhadap CA (β7),


menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai standardized
estimate β7 = 0,312 dan critical ratio (CR) sebesar 4,029 serta p-
value = ***. Nilai-nilai tersebut telah memenuhi syarat
penerimaan hipotesis yaitu nilai CR>1,96 pada tingkat signifikansi
p-value<0,05. Sehingga tidak ada alasan untuk menolak hipotesis 7
(H7), artinya pengaruh IC terhadap CA telah terbukti signifikan.
Ini berarti bahwa semakin tinggi derajad IC yang dilakukan oleh
UMKM, maka semakin tinggi pula CA yang dilakukan UMKM.

67
BAB 6 || PENGUJIAN MODEL
PENGEMBANGAN ORIENTASI
ENTREPRENEURIAL, KNOWLEDGE
PROCESS CAPABILITY DAN SOCIAL
CAPITAL DALAM MENINGKATKAN
KINERJA UMKM DI JAWA TENGAH

6.1 Draft Model

Gambar 6.1ModelPengembangan Orientasi Entrepreneurial dan


Social CapitalDalam Meningkatkan Kinerja UMKMdi Jawa
Tengah

68
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwaOrientasi
entrepreneurial berpengaruh signifikan terhadap kapabilitas
inovasi dan kinerja UMKM kerajinan tangan di Jawa Tengah. Para
pengusaha UMKM perlu memiliki kemampuan inovasi yang baik,
pro aktif dalam mnghadapi perubahan-perubahan dalam lingkungan
serta berani mengambil resiko. Hasil penelitian mendukung temuan
Elenurm, Ennulo dan Laar (2007) terkait inovasi dan Li, Ching-
Yick Tse dan Yan Gu, 2006; Zhang dan Li, 2007; Matsuno,
Mentzer dan Özsomer, 2002) terkait kinerja.Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa Social Capital berpengaruh signifikan
terhadap kapabilitas inovasi dan kinerja UMKM di Jawa Tengah.
Apabila dalam organisasi UMKM di Jawa Tengah , nilai-nilai yang
dimiliki sudah sesuai dengan harapan karyawan serta semua
kebijakan dan program prioritas pengembangan usaha juga sesuai
maka akan memudahkan peningkatan kapabilitas inovasi dalam
rangka mencapai kinerja yang lebih baik. Dukungan emosional
untuk saling mendukung, saling percaya antar karyaean dan
manajemen akan memudahkan peningkatan kinerja. Hasil
penelitian mendukung temuan Leana and Phil (2006) yang
menyimpulkan bahwa Social Capital berpengaruh signifikan
terhadap kinerja organisasi serta mendukung temuan Penelitian
Famoso et al. (2014). Temuan penelitian sejalan dengan temuan
Ellinger et al. (2012) bahwa terdapat pengaruh Social Capital
dengan kinerja karyawan dalam organisasi serta temuan Susaana
and Marques (2013) menyimpulkan bahwa Social Capitalmampu

69
memfasilitasi pengembangan inovasi dengan melibatkan
innovation enablers.

Inovasi merupakan key success faktor dalam meningkatkan


daya saing bisnis (Shapiro,2002). Usaha kecil dan menengah perlu
melakukan inovasi yang berkelanjutan agar produknya dapat
bersaing dengan produk-produk impor, khususnya yang berasal
dari China. Kemampuan inovasi para pelaku UMKM perlu terus
menerus ditingkatkan, agar produk yang dihasilkan sesuai dengan
yang diinginkan oleh konsumen. Tentunya keberanian dalam
melakukan inovasi produk tidak terlepas dari orientasi
entrepreneurial para pelaku UMKM, khususnya industri kerajinan
tangan. Transfer inovasi di UMKM biasanya terkendala pada
rendahnya inovasi dalam produk maupun proses, tingginya biaya
melakukan inovasi sehingga mengakibatkan potensi resiko yang
tinggi, rasa takut yang dapat berimbas enggan melakukan inovasi
serta rendahnya pengetahuan dan informasi yang didapat para
pelaku UMKM (Caputo et al, 2002). Orientasi kewirausahaan
merupakan pendekatan yang berfokus pada inovasi produk di
pasar dan memiliki kecenderungan untuk menjadi pelopor dalam
inovasi dan berusaha memiliki keunggulan disbanding para
pesaingnya. Perusahaan yang memiliki karakteristik entrepreneur
yang tinggi akan memiliki tingkat kinerja dan pertumbuhan yang
lebih tinggi. Dengan demikian menumbuhkan semangat
entrepreneurship dikalangan pelaku UMKM kerajinan tangan

70
menjadi faktor yang sangat penting dalam menciptakan
kemampuan inovasi. Keberanian untuk melakukan inovasi produk,
menginisiasi berbagai terobosan baru dalam mengembangkan
usaha dan keberanian mengambil resiko menjadi kunci dalam
meningkatkan kapabilitas inovasi. Untuk mengatasi kondisi ini,
maka diperlukan perubahan sikap dan perilaku para pelaku usaha
UMKM melalui berbagai pelatihan dan pendampingan baik oleh
pemerintah daerah, pemerintah pusat khususnya dinas koperasi dan
UMKM, perguruan tinggi dan asosiasi para pelaku UMKM.
Peningkatan sof skills diperlukan agar terjadi perubahan mindset
dalam berbisnis di era kompetisi yang sangat ketat sekarang ini.
Pemerintah daerah melalui dinas koperasi dan UMKM, dinas
perdagangan perlu secara periodic memonitor perkembangan usaha
UMKM kerajinan tangan, memberikan bantuan pendanaan
kelompok agar dapat dikembangkan dalam skala usaha yang lebih
besar. Selama ini pemasaran dan penjualan produk kerajinan
tangan hanya menunggu para pembeli yang datang, dengan
pesanan yang lebih besar dan diekspor ke Malaysia dan beberapa
Negara. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pemasaran dan net
working para pelaku UMKM masih lemah. Mereka tidak memiliki
inovasi pemasaran yang berorientasi pasar, desain produk yang
tidak berbasis konsumen dan kurangnya pengetahuan untuk
melakukan inovasi. Pemerintah daerah bisa memfasilitasi berbagai
pelatihan dan pendampingan tentang orientasi kewirausahaan ,
kemampuan melakukan inovasi produk dan proses. Perguruan

71
tinggi dapat berkontribusi dengan menerjunkan para tenaga
akademisi yang kompeten di bidang pemasaran, keuangan serta
teknologi IT. Secara spesifik penguatan orientasi kewirausahaan
UMKM kerajinan tangan difokuskan pada kemampuan inovasi,
menumbuhkan sikap proa aktif serta keberanian dalam mengambil
resiko. Pelatihan bisa melibatkan para praktisi pengusaha besar /
menengah yang sudah sukses dan pernah jatuh bangun dalam
menjalankan usahanya, Dosen di bidang psikologi dan ekonomi
serta para motivator yang mampu merubah mind set para pelaku
UMKM.

6.2 Pengujian Model UMKM

Pengujian model Pengembangan Orientasi Entrepreneurial,


Knowledge Process Capability Dan Social Capital Dalam
Meningkatkan Kinerja UMKM di Jawa Tengah dilakukan dengan
melibatkan para pengusaha UMKM handicraft baik di Kota
Semarang, Kabupaten Jepara dan Kota Pekalongan melalui focus
group discussion (FGD) dengan peneliti, Dinas Koperasi dan
UMKM, kalangan akademisi dan anggota asosiasi.Kegiatan FGD
di Kota Pekalongandiikuti 25 pengusaha UMKMserta narasumber
dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan UMKM
Kota Pekalongan, Kabid Koperasi dan UMKM, Kasubdit UMKM.

72
Gambar 6.2Pemateri FGD terdiri dari Tim Peneliti,Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan UMKM Kota
Pekalongan

Kota Pekalongan memiliki beberapa unggulan UMKM


antara lain, industri batik, usaha kuliner dan UMKM handycraft.
Jumlah UMKM di Kota Pekalongan sebanyak 19.615 unit dengan
nilai omzet sebesar Rp. 1,84 triliun pada tahun 2015 dan mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 74.249 orang. Inovasi yang
dilakukan oleh para pengusaha UMKM masih bersifat tradisional
73
yang mengabaikan pentingnya teknologi informasi dalam
melakukan inovasi produk secara berkelanjutan, disisi lain kota
Pekalongan dinobatkan sebagai kota kreatif kategori Craft and Folk
Arts (Kerajinan dan kesenian rakyat) oleh UNESCO. Beberapa
kegiatan produksi dan pemasaran belum didukung dengan inovasi
pengetahuan dan teknologi informasi terkini, khususnya dalam
industri batik dan tenun.
Salah satu produk unggulan di kota Pekalongan selain batik
adalah tenun. Teknologi pembuatan tenun mengunakan dua jenis
yaitu alat tenun mesin (ATM) dan alat tenun bukan mesin
(ATBM). Daya saing tenun yang berbasis ATBM mengalami
penurunan yang signifikan selama 10 tahun terakhir. Beberapa
faktor penyebab penurunan kinerja industri tenun antara lain,
inovasi yang lambat dalam merespon perubahan pasar baik produk,
maupun pemasaran serta kuantitas dan kompetensi sumber daya
manusia yang semakin langka. Hal ini disebabkan ketrampilan
yang diperoleh bersifat warisan dan belum dilembagakan dalam
suatu pelatihan yang berkesinambungan oleh lembaga atau
pemerintah daerah. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh
antara lain aspek permodalan, kepemilikan SNI dan Tanda Daftar
Industri (TDI) yang rendah sehingga sulit untuk melakukan ekspor.
Karakteristik para pengusaha UMKM pekalongan terkait
dengan orientasi kewirausahaan masih sangat lemah, khususnya
terkait dengan kemampuan inovasi, keberanian mengambil resiko
dan pro aktif dalam mengantisipasi perubahan

74
bisnis.Ketidakmampuan UMKM dalam meningkatkan kinerja dan
keunggulan bersaing disamping dipengaruhi oleh faktor orientasi
kewirausahaan, juga faktor modal social, adaptasi terhadap
perubahan lingkungan, inovasi, serta memanfaatkan peluang-
peluang yang ada. Kinerja, daya saing dan keunggulan bersaing
sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam menerapkan
orientasi kewirausahaan kedalam aktivitas strategi yang akan
menentukan tujuan dan penciptaan kinerja secara superior (Hui Li,
et al., 2009). Beberapa permasalahan tentang orientasi
kewirausahaan baik kemampuan inovasi, pro Aktif, keberanian
mengambil resiko serta modal social antara lain sebagai berikut:
 Masih rendahnya inovasi dalam desain dan motif produk
batik/tenun, sementara saat ini berkembang motif batik
kontemporer yang mulai disukai oleh masyarakat. Belum ada
keberanian untuk membuat desain-desain inovatif diluar motif-
motif tradisional karena ketakutan produknya tidak laku.
 Masih rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia para
pengusaha UMKM, termasuk karyawan yang memproduksi batik /
tenun, sehingga rendahnya pengetahuan mereka berdampak pada
proses penciptaan inovasi produk. Hal ini disebabkan ketrampilan
membatik dan menenun dilakukan secara turun temurun tanpa
adanya pelatihan ketrampilan yang berkesinambungan baik dari
para pengusaha, asosiasi maupun pemerintah kota Pekalongan.
 Belum adanya sikap pro aktif (proactiveness) dalam melakukan
riset pasar yang memadai untuk merespon perubahan preferensi

75
konsumen, perubahan trend konsumen, tindakan yang dilakukan
oleh para pesaing, sistem pemasaran berbasis e-commerce, peluang
dan ancaman yang dihadapi saat ini, sehingga produk yang dibuat
hanya berdasarkan ide / gagasan dari para pelaku UMKM yang
seringkali tidak cocok dengan permintaan pasar.
 Keberanian mengambil resiko (managing risks) sangat rendah,
sehingga tidak ada keberanian untuk melakukan inovasi baru
terhadap desain dan produk karena takut akan gagal atau rugi.
Demikian juga adopsi terhadap penggunaan teknologi dalam
marketing juga rendah karena takut mengeluarkan biaya yang
sangat mahal, sementara penjualan produk penjualannya rendah.
 Budaya masyarakat pengusaha UMKM yang masih enggan
mengikuti perkembangan teknologi informasi sebagai strategi
dalam bidang produksi maupun pemasaran. Belum optimalnya
promosi produk unggulan UMKM yang disebabkan oleh masih
rendahnya kolaborasi manajemen dengan pihak lain serta jejaring
pemasaran yang masih bersifat tradisional yang belum berbasis e-
commerce.
 Rata-rata managerial skill yang masih lemah karena pengetahuan
manajemen tentang perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan
dan pengawasan belum dimiliki hampir mayoritas para pengusaha
UMKM di Pekalongan. Hal ini disebabkan oleh sifat usaha yang
turun temurun.
 Kemampuan konseptual skill dalam merumuskan kebijakan dan
strategi usaha yang efektif juga masih relative rendah.
76
Mayoritaspara pengusaha UMKM belum memiliki perencanaan
dan eksekusi strategi yang jelas dan tepat dalam mencapai
keunggulan bersaing.
 Kemampuan mengambil keputusan dengan cepat dan tepat belum
banyak dimiliki oleh para pengusaha UMKM. Mereka cenderung
lambat dalam merespon perubahan, sehingga keputusan yang
diambil seringkali tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada.
 Kemampuan dalam mengelola waktu dengan baik juga masih
belum dimiliki para pengusaha UMKM, khususnya kemampuan
untuk menepati pesanan dari konsumen. Seringkali pesanan di
penuhi tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
 Penguasaan teknologi yang masih rendah, sehingga ketika era
persaingan sudah berbasis pemasaran on line, para pengusaha
UMKM enggan untuk belajar dan mengadopsi sistem pemasaran
berbasis teknologi informasi.
 Modal social yang berupa modal structural yang dimiliki para
pengusaha UMKM masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan
belum banyaknya lembaga atau kelompok antar pengusaha UMKM
yang saling berinteraksi satu sama lain untuk memajukan usaha dan
menjalin komunikasi.
 Nilai-nilai, sikap dan keyakinan yang mempengaruhi kepercayaan,
solidaritas dan resiprositas yang mendorong ke arah terciptanya
kerja sama antar pengusaha UMKM guna mencapai tujuan bersama
masih belum optimal. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kompetisi
harga yang kurang sehat untuk mencapai target penjualan.
77
Berdasarkan beberapa permasalahan dan kelemahan yang
ada, Pemerintah Kota Pekalongan telah melakukan beberapa
langkah strategis dalam meningkatkan kinerja UMKM, di
antaranya: mengembangkan layanan cyber UMKM yang mencakup
edukasi pengetahuan pemasaran on line melalui pelatihan online
marketing, akses pemasaran e-commerce sebagai sarana pemasaran
produk, akses lembaga pembiayaan serta mempromosikan produk
UMKM ke media sosial.Pemasaran online merupakan segala usaha
yang dilakukan untuk melakukan pemasaran suatu produk atau jasa
melalui atau menggunakan media Internet atau jaringan www
(World Wide Web). Dengan menggunakan pemasaran on line,
UMKM batik dan tenun Pekalongan dapat melakukan perubahan
dengan cepat baik grafis maupun kata-kata ketika terjadi kesalahan.
Disamping itu juga, melalui pemasaran on line, lebih mudah
menentukan sasaran pasar berbasis faktordemografis seperti,
gender, usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan pekerjaan.
Melalui berbagai media on line seperti blogging, email, media
sosial maka akan mempermudah konsumen untuk memperoleh
banyak informasi, pengetahuan produk serta cara memperoleh
produk tersebut. Manajemen kolaborasi dan jejaring dilakukan
dengan melakukan kemitraan dengan ritel modern untuk
memasarkan produk mikro kecil menengah. Sinergitas dilakukan
antara perusahaan retail PT. Indomarco Prismatama (Indomaret)
dengan pemerintah kota Pekalongan. Inovasi pemasaran dilakukan

78
dengan mengadakan Pekalongan Batik Night Market yang diikuti
oleh 50 pelaku UMKM dalam rangka meningkatkan kinerja
penjualan batik di Pekalongan. Kegiatan ini menggabung antara
kuliner, belanja batik, fashion show.
Pengujian model Pengembangan Orientasi Entrepreneurial,
Knowledge Process Capability Dan Social Capital Dalam
Meningkatkan Kinerja UMKM Di Jawa Tengah juga dilakukan
melalui focus group discussion (FGD) di Dinas Koperasi, UKM,
tenaga kerja dan transmigrasi Kabupaten Jepara. FGD
menghadirkan naras sumber dari DISKOPUKMNAKERTRANS
Jepara, Dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten Jepara
serta 20 pengusaha UMKM dari industri mainan anak, batik tenun,
kerajinan monel dan kerajinan kayu. UMKM di Kabupaten Jepara
menghadapi beberapa permasalahan antara lain:
1. Menurunnya kualitas produk akibat tingginya permintaan
produk tanpa memikirkan dampaknya terhadap pemasaran
berikutnya.

2. Banyak industri baru (garmen ada 7), Adidas Korea yang


masuk ke wilayah Jepara, sehingga memerlukan tenaga kerja
terutama daerah selatan (pecangaan, kalinyamatan, mayong)
sehingga mengurangi para pengrajin handicraft karena beralih
ke karyawan pabrik.

3. Pemasaran masih lemah, khususnya pemasaran global.

4. Masih lemahnya infrastruktur yang ada dalam menunjang roda


perekonomian, khususnya UMKM.
79
5. Pengembangan produk pariwisata (wisata alam, laut,
pegunungan, religious, wisata sejarah, wisata edukatif) yang
belum optimal, padahal kalau berkembang pesat maka UMKM
di Jepara akan terangkat.

6. Hasil produk banyak yang belum dipatenkan sehingga sering


diambil pihak lain.

7. Berbagai bimbingan teknik dan pelatihan telah diberikan


kepada UMKM baik UMKM batik Jepara, tata boga, dan
pemanfaatan sisa-sisa kayu untuk kerajinan tangan, baik dari
pemerintah kabupaten Jepara, pemerintah provinsi Jawa
Tengah.

8. Supplai bahan baku terhadap industri kerajinan kayu yang


langka.

9. Ada pesaingan baru terhadap para pelaku industri monel.

10. Pengembangan industri tenun troso masih dihadapkan pada


kendala anggaran biaya, sehingga maksmimal dalam
memfasilitasi berbagai pelatihan dan pendampingan.

11. Masih rendahnya legalitas usaha mikro di Jepara, sehingga


memerlukan program “jemput bola” agar seluruh UMKM
Jepara memiliki legalitas usaha.

12. Dukungan dari stakeholders UMKM di Jepara masih kurang.

13. Masih rendahnya penggunaan teknologi informasi dalam


bidang desain produk, pemasaran serta sistem manajemen
keuangan.
80
14. Belum tersedianya sarana dan prasarana bagi UMKM untuk
mempromosikan dan menjual produk secara terintegrasi pada
lokasi yang strategis (informasi melalui WEB, aplikasi di
media sosial).

15. Belum adanya integrasi antar SKPD terkait pengembangan


UMKM di kabupaten Jepara (Dinas pariwisata, dinas
perindustrian dan perdagangan serta dinas koperasi dan UKM.

16. Masih rendahnya pengelolaan cash flow usaha (tidak ada


laporan pembukuan usaha, sehingga memerlukan aplikasi
sofware keuangan sederhana.

81
Gambar 6.3Diskusi para pelaku UMKM Jepara dengan nara
sumber

6.3 Analisis SWOT

Berdasarkan pemaparan pengembangan UMKM oleh


pemerintah kabupaten pekalongan dan kabupaten jepara serta para
pengusaha UMKM, maka dapat disusun kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman (analisis SWOT) terhadap pengembangan
kapabilitas inovasi, kinerja dan keunggulan bersaing UMKM
handycraft.
Faktor Internal
Kekuatan:
 Harga produk UMKM handycraft murah dan relative
terjangkau.
 Etos kerja pelaku UMKM yang tinggi.
 Kualitas produk yang dihasilkan cukup baik.
 Desain produk bervariasi namun masih menggunakan
metode konvensional.
 Inovasi produk sudah bervariasi.
82
 Jumlah UMKM handycarft cukup banyak dan masih eksis
yang mampu menyerap tenaga kerja.
 Harga bahan baku relative murah dan mudah diperoleh.

Kelemahan:
 Banyak UMKM yang belum memiliki legalitas usaha
 Belum memanfaatkan pengetahuan teknologi informasi
dalam bidang desain produk, proses dan pemasaran.
 Pengetahuan tentang manajemen usaha, penyusunan strategi
dan proses pemasaran hasil produksinya yang masih rendah.
 Banyak hasil desain produk yang dihasilkan tidak
didaftarkan hak kekayaan intelektual baik paten, merk
dagang, desain.
 Manajemen usaha yang masih lemah, khususnya terkait
dengan pengetahuan pengelolaan manajemen keuangan
usaha.
 Terbatasnya modal yang dimiliki serta pengetahuan akses
ke lembaga keuangan oleh pelaku UMKM.
 Lambat dalam merespon perubahan lingkungan, khususnya
terkait dengan produk yang sesuai dengan selera konsumen
(voice of customer).
 Jejaring dengan pasar nasional dan internasional masih
belum optimal.
 Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian
dan pengalaman masih kurang.
83
 Budaya para pelaku UMKM yang sulit menerima
perubahan dan merespon dengan cepat perubahan,
khususnya terkait dengan penggunaan teknologi informasi.
 Jiwa entrepreneurship masih rendah, khususnya terkait
dengan keberanian mengambil resiko.
 Nilai tambah produk yang masih rendah.

Faktor Eksternal
Peluang:
 Potensi pasarindustri kerajinan tangan sangat besar dan
belum terlayani secara maksimal.
 Perkembangan preferensi masyarakat yang menyukai
produk kerajinan tangan semakin meningkat.
 Potensi permintaan produk handycraft dari negara-
negaraASEAN yang semakin meningkat.
 Daya beli masyarakat yang semakin meningkat.
 Dukungan pemerintah kabupaten / kota, provinsi dan
pemerintah pusat terhadap pengembangan industri kreatif
khususnya di bidang fashion (batik) dan kerajinan tangan.
 Adanya kebijakan penyaluran dana bagi UMKM melalui
KUR.
 Iklim usaha bagi pelaku UMKM yang kondusif.
 Dukungan kebijakan dan pendampingan UMKM yang
dilakukan oleh pemerintah kabupaten.

84
 Banyaknya wisatawan domestik dana asing yang
berkunjung di obyek wisata daerah.

Ancaman:
 Banyaknya produk-produk pesaing dari mancanegara yang
masuk ke Indonesia dengan harga yang lebih murah.
 Rendahnya kesadaran masyarakat di daerah dimana UMKM
berada untuk membeli produk kerajinan tangan yang ada.
 Banyaknya produk pesaing yang berbasis teknologi yang
lebih menarik, canggih dan modern.
 Pengetahuan dan budaya masyarakat daerah yang sudah
melek teknologi.
 Produk inovatif dari para pesaing yang sangat bervariatif
yang didukung dengan teknologi.
 Masih rendahnya perlindungan usaha dari Pemerintah
terhadap bisnis UMKM.
 Skema pembiayaan usaha UMKM dengan bunga lunak
yang masih sulit dalam implementasinya.

6.4 Implementasi Strategi

Berdasarkan hasil analisis SWOT selanjutnya dapat disusun


beberapa alternatif strategi berdasarkan kombinasidi antara
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.

85
1. Strategi S-O, yaitu menggunakan kekuatan yang ada untuk
memanfaatkan peluang. Strategi yang cocok adalah strategi
pertumbuhan / aggressive.
 Melakukan penetrasi pasar dan produk dengan
mempertahankan harga yang murah melalui pemasaran on
line agar mampu memperluas akses pemasaran baik
domestic maupun internasional. Setiap pelaku UMKM perlu
membuat WEB dan e-commerce agar mampu mendisplay
produk-produknya dan memudahkan konsumen melakukan
pemesanan
 Melakukan inovasi produk berkelanjutan dan peningkatan
kualitas yang didukung dengan pemanfaatan teknologi
dalam desain dan proses produksi agar mampu menembus
pasar internasional.
 Mengembangkan rantai manajemen pasokan agar bahan
baku diperoleh dengan kualitas baik dan murah sehingga
menghasilkan haarga yang murah untuk dapat menembus
segmen pasar internasional yang terbuka lebar.
 Selalu meningkatkan kapabilitas dan ketrampilan inovasi
produk melalui kemitraan dengan para stakeholders yang
ada baik melalui program pelatihan, BIMTEK, CSR serta
pendampingan oleh pemerintah maupun perguruan tinggi.
 Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sumber daya
manusia serta investasi pada peralatan berbasis teknologi
melalui skema pembiayaan lunak dari pemerintah
86
 Meningkatkan mutu dan kualitas produk industri kreatif
kerajinan tangan.
2. Strategi S-T (strategi diversifikasi)
 Menggunakan bahan baku serta alternatifnya yang diperoleh
dari berbagai supplier yang paling murah dan berkualitas
(khususnya tersedia di daerah) sehingga mampu
mempertahankan hrga yang lebih murah.
 Mengembangkan kemampuan manajemen dan inovasi
produk para pelaku UMKM melalui berbagai kegiatan
pelatihan agar mampu menghasilkan produk-produk yang
lebih inovatif.
 Melakukan promosi yang lebih inovatif di daerah-daerah
wisata dengan mendirikan gerai-gerai penjualan bekerja
sama dengan dinas pariwisata.
 Frekuensi pameran produk-produk hasil UMKM lebih
ditingkatkan melalui berbagai kegiatan festival, pameran
agar menarik bagi warga setempat untuk membeli produk.
 Menggunakan perangkat teknologi dalam produk dan
prosesnya agar menghasilkan produk dengan nilai tambah
yang tinggi.
3. Strategi W-O (turnaround strategy). Strategi ini diterapkan
berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
 Meningkatkan legalitas usaha UMKM agar lebih mudah
memperoleh pembiayaan lunak dari lembaga perbankan
87
dalam meningkatkan kapasitas, nilai tambah produk yang
didukung dengan perangkat teknologi.
 Menggunakan bantuan teknologi dalam desain produk,
produksi dan pemasaran on line secara bertahap.
 Mendaftarkan setiap desain produk dan hasil produk agar
memperoleh hak kekayaan intelektual (HKI), khususnya
hak paten dan merk dagang.
 Mengubah budaya yang siap melakukan perubahan dan
berani mengambil resiko usaha melalui penguatan motivasi
dan entrepreneurship oleh pemerintah kabupaten maupun
perguruan tinggi.
 Meningkatkan jejaring pemasaran nasional maupun
internasional dengan penggunaan e-commerce.
 Peningkatan pengetahuan manajemen usaha, pengelolaan
manajemen keuangan, strategi pemasaran yang diadakan
oleh pemerintah kabupaten maupun perguruan tinggi.
 Meningkatkan daya saing produk UMKM melalui
peningkatan produktivitas yang berbasis produk unggulan
daerah, berdaya saing global dan berorientasi ekspor.
 Pengembangan jejaring (networking) kerja antara
pemerintah, dunia usaha dan perguruan tinggi serta pihak-
pihak yang berkepentingan lainnya.
 Meningkatkan kredibilitas kelembagaan koperasi dan
UMKM dalam mengakses peluang pendanaan pada
lembaga perbankkan maupun non perbankan
88
4. Strategi WT (Mendukung Strategi Defensif).Strategi ini
didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari
ancaman
 Meningkatkan efisiensi produksi melalui pengelolaan rantai
pasokan bahan baku, ssstem promosi dan pemasaran
sehngga dihasilkan biaya yang rendah, sehingga tercipta
harga yang murah.
 Mensosialisasikan penggunakan teknologi informasi dalam
mendukung proses bisnis UMKM melalui berbagai
pertemuan formal (antara asosiasi / paguyuban) maupun
pertemuan informal.
 Mempelajari dan membuat ijin paten guna mendapatkan
perlindungan usaha baik dari monopoli 
maupun dari
ekspansi eksternal dari pemerintah. 

 Memperbaiki manajemen internal UMKM agar mudah
untuk mendapatkan pendanaan bunga 
lunak dari
pemerintah dengan mempersiapkan prasyarat dari prosedur
pendanaan. 


Berdasarkan analisis SWOT dan implementasinya terhadap


eksekusi strategi, maka diperlukan beberapa cara agar strategi yang
dijalankan nantinya dapat berhasil meningkatkan kinerja dan
keunggulan bersaing UMKM melalui penguatan dan

89
pengembangan kapabilitas manajemen pengetahuan, kolaborasi
manajemen serta peningkatan kapabilitas inovasi.

6.5 Implementasi Orientasi Kewirausahaan

Peningkatan orientasi kewirausahaan bagi para pengusaha


UMKM handycraft sangat penting dilakukan agar mampu
meningkatkan kemampuan inovasi, mampu melakukan langkah-
langkah proaktif serta memiliki keberanian dalam mengambil dan
mengelola resiko. Metode pelatihan kewirausahaan dilakukan
dengan melibatkan kerja sama antara perguruan tinggi, praktisi dan
pemerintah daerah. Adapun teknik pelatihan kewirausahaan antara
lain melalui:
 Studi kasus dan diskusi kelompok
 Brainstroming yang membantu peserta untuk belajar
menghasilkan ide-ide yang berkaitan dengan produk yang telah
dihasilkan.
 Sumbang saran dilakukan untuk berbagi pengalaman dan
pengetahuan antar pengusaha UMKM, kendala-kendala yang
dihadapi serta strategi sukses.
 Simulasi bisnis yang akan memberikan pemahaman pada
pengusaha UMKM tentang siklus bisnis yang dapat diterapkan
dan diaplikasikan pada bisnis masing-masing.

Adapun materi pelatihan yang perlu diberikan kepada para pelaku


UMKM antara lain:

90
 Motivasi, perubahan mindset dan sikap kewirausahaan
(Extra Ordinary Entrepreneur, Human Excellence for
Entrepreneur).
 Kreativitas, inovasi, strategi penciptaan nilai, peluang
bisnis, dan HAKI.
 Menciptakan dan Memulai Usaha Baru
 Merumuskan ide bisnis (Merumuskan Ide Bisnis Berbasis
Visi dan Passion )
 Sumber-sumber modal
 Teknik mengelola Usaha (teknik Mengelola Usaha yang
Berkelanjutan, Strategi Menemukan Pasar dan
mengeksekusi strategi yang efektif , Business Roleplay,
Business Spy.
 Social Entrepreneurship, Ecological Entrepreneurship,
Government Entrepreneurship
 Menyusun rencana bisnis
 Model dan Analisis Kelayakan Bisnis

Kemampuan inovasi UMKM harus dibangun mulai dari


infrastruktur pengetahuan sampai dengan kemampuan proses
pengetahuan itu sendiri. Infrastruktur pengetahuan terdiri dari
penggunaan internet dalam memasarkan produk dengan
memanfaatkan teknologi search engine untuk mengundang calon
pelanggan yang relevan dengan produk/jasa yang ditawarkan,
untuk mengetahui produk/jasa melalui website. Media sosial
91
memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja
bisnis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% responden
menganggap social media sangat penting dalam meningkatkan
bisnis UMKM, karena berdampak pada peningkatan brand
awareness. Disamping itu, mampu meningkatkan traffic (72%),
peningkatan pencarian tingkat (62%), kemitraan baru 59%,
peningkatan penjualan 48% dan pengurangan biaya pemasaran
59%.Beberapa strategi dalam meningkatkan inovasi antara lain:
 Penggunaan teknologi informasi dalam memperoleh akses
informasi eksternal, baik produk, tren konsumen, perubahan
selera dan gaya hidup, teknologi produksi, pemasaran on line,
perolehan hak kekayaan intelektual secara on line yang harus
dimiliki dan diadopsi masing-masing UMKM. Langkah
pertama adalah memberikan sosialisasi tentang penggunaan
teknologi informasi dalam bisnis kepada seluruh pelaku
UMKM secara bertahap dengan melibatkan kerja sama dengan
pemerintah kabupaten/kota (Dinas koperasi dan UMKM),
perguruan tinggi khususnya Fakultas teknologi informasi dan
Fakultas Ekonomi, para praktisi pemasaran, praktisi ICT.
Pelatihan dapat dilakukan secara bertahap melalui beberapa
angkatan hingga seluruh pelaku UMKM.Pembuatan dan
pendampingan infrastruktur teknologi informasi seperti
pembuatan WEB masing-masing pelaku UMKM, pengisian
konten WEB, Internet marketingatau online-
marketingmelalui internet dan media sosial yang dilaksanakan

92
oleh perguruan tinggi bekerja dengan dengan dinas koperasi
dan UMKM dalam bentuk kegiatan pengabdian
masyarakat.Beberapa bentuk strategi pemasaran on line antara
lain melalui: toko-toko online/virtual, media sosial facebook,
blogging/konten website, e-mail marketing, dan situs-situs
penyedia iklan seperti Google Adwords, Facebook Ads, SEO,
Instagram Ads.
 Membentuk pusatCyber UMKM sebagai media komunikasi
untuk melakukan konsultasi dan pendampingan bagi UMKM
dalam menggunakan pamasaran online, pemasaran e-
commerce, sistem promosi online, sistem pasokan bahan baku
berbasis online, manajemen stok persediaan berbasis online
serta akses ke lembaga pembiayaan.
 Masing-masing UMKM harus menyediakan sumber daya
manusia (admin) yang khusus menangani pemasaran on line
agar informasi selalu up to date.
 Pemerintah kabupaten juga menyediakan khusus
WEB/pemasaran internet atau situs toko onlineyang digunakan
untuk mempromosikan seluruh produk UMKM berdasarkan
kelompok jenis usaha.
 Secara berkelanjutan memberikan perubahan mindset para
pengusaha UMKM kearah ekonomi digital melalui berbagai
pelatihan / pertemuan informal maupun dengan asosiasi
pengusaha UMKM.
 Secara berkala perguruan tinggi dan pemerintah kabupaten
93
melakukan monitoring dan evaluasi serta pendampingan
pemasaran on line setiap pelaku UMKM.

Selain penyiapan dan pengadaan infrastruktur pengetahuan,


maka diperlukan juga kemampuan proses pengetahuan yang
mencakup menangkap, berbagi, menerapkan, dan menciptakan
pengetahuan. Beberapa pengetahuan yang perlu dikuasai para
pelaku UMKM agar mampu meningkatkan kinerja dan keunggulan
bersaing antara lain:
a. Inovasi pemasaran on line
 Strategi melakukan riset pasar melalui media sosial maupun
secara on line untuk mengetahui selera dan trend konsumen
yang terkini.
 Inovasi mempromosikan produk pada media yang sudah
dibuat,seperti Website, Facebook, Instagram, serta Twitter.
 Inovasi membuat desain tampilan akun jualan yang
menarik.
 Inovasi membuat dan menulismenulis artikel untuk website
(konten marketing) maupun desain website.
 Inovasi membangun kepercayaan dan reputasi kepada
pelanggan melalui pemasaran on line.
 Inovasi menggunakan Email Marketing Efektif.
 Inovasi membangun hubungan pelanggan yang baik melalui
pemasaran on line.
 Inovasi merespon dengan cepat terhadap berbagai keluhan
94
konsumen.
 Inovasi berkomunikasi yang baik dengan pelanggan
b. Inovasi Pemasaran UMKM
 Inovasi Segmentasi pasar, sasaran pasar dan positioning
pasar.
 Inovasi Bauran pemasaran
 Pengetahuan Perilaku konsumen
 Inovasi Strategi merek termasuk cara mendapatkan hak
kekayaan intelektual (HKI)
 Riset pasar
 Inovasi Strategi kemasan
 Inovasi Strategi harga
 Inovasi strategi generic dari Michael Porter.
c. Inovasi Manajemen Keuangan
 Inovasi penyusunan laporan keuangan berbasis aplikasi
software akuntansi
 Strategi prosedur pengajuan kredit lembaga keuangan (bank
dan non- bank)
 Inovasi efisiensi harga pokok produksi
 Inovasi efiensi modal kerja
 Manajemen kas
 Akses lembaga keuangan

d. Inovasi Manajemen operasi

95
 Inovasi Desain produk berbasis suara konsumen dengan
menggunakan metode Quality Function Deployment(QFD)
dengan bantuan software QFD.
 Inovasi kualitas
 Inovasi manajemen persediaan
 Inovasi Supply Chain Management
 Inovasi teknologi dalam desain dan proses produksi

6.6 Implementasi Social Capital

Modal social merupakan aset berharga yang berasal dari


akses ke sumber daya yang tersedia melalui hubungan social.
Lawson, Tyler & Cousins, 2008).Knoke (1999) menyatakan bahwa
modal social sebagai proses dimana aktor sosial menciptakan dan
memobilisasi koneksi jaringan mereka di dalam dan di antara
organisasi untuk mendapatkan akses ke sumber daya aktor sosial
lainnya. Dengan demikian modal social memiliki dimensi kognitif,
structural dan relasional. Dimensi relasional dapat berperan dapat
dilihat ketika membandingkan interaksi antara individu yang
terpisah yang mungkin memiliki posisi yang sama dalam jaringan
hubungan (misalnya antara pembeli dan pemasok).

Dimensi struktural meliputi komponen jaringan dan aspek-


aspek seperti ada atau tidak adanya ikatan di antara pihak-pihak,
konfigurasi jaringan (seperti hierarki dalam suatu organisasi), dan
konsep-konsep seperti kepadatan hubungan, kehadiran atau tidak

96
adanya ikatan jaringan antara orang yang berbeda, konfigurasi
jaringan formal dan / atau informal dan kepadatan dan konektivitas
jaringan.Dimensi kognitif menangkap konsep norma bersama,
sistem makna dan nilai sehingga dimensi kognitif secara langsung
mempengaruhi perkembangan modal sosial dan pengembangan
hubungan. Tsai dan Ghoshal (1998) menunjukkan bahwa modal
kognitif diwujudkan dalam visi bersama dan tujuan kolektif dari
mitra organisasi dan diringkas oleh persepsi, harapan, dan
interpretasi bersama.

Berdasarkan konsep dan dimensi modal social tersebut,


maka implementasi dalam UMKM perlu penjabaran lebih
mendalam dalam meningkatkan inovasi, kinerja dan keunggulan
kompetitif.Untuk modal social internal ada beberapa strategi yang
dapat dimplementasikan UMKM, antara lain:

 Mensosialisasikan nilai-nilai perusahaan UMKM kepada


seluruh karyawan, pemasok, konsumen melalui beberapa
pertemuan formal maupun informal. Pertemuan formal dengan
karyawan dapat dilakukan dengan mengadakan diskusi, rapat
secara rutin baik mingguan maupun bulanan. Pertemuan
informal dapat dilakukan melalui kegiatan pengajian, wisata
bersama. Sosialisasi nilai organisasi UMKM kepada konsumen
dilaksanakan pada saat konsumen melakukan pembelian,
brosur dan pada saat pameran produk.
 Menyusun program dan kebijakan prioritas perusahaan
97
UMKM dengan melibatkan seluruh karyawan yang ada, agar
karyawan merasa terlibat dan memiliki organisasi, sehingga
target yang ditetapkan akan lebih mudah tercapai. Khususnya
kebijakan mengenai desain produk, kualitas produk,
diversifikasi produk agar sesuai dengan kepentingan
konsumen.
 Menciptakan dan meningkatkan keterlibatan karyawan agar
semakin loyal terhadap perusahaan UMKM melalui
manajemen yang terbuka, komunikasi dua arah yang intens
serta tingkat kesejahteraan yang layak.
 Meningkatkan kepercayaan karyawan terhadap pemiliki
UMKM sangat penting. Beberapa cara untuk meningkatkan
kepercayaan antara lain: memberikan keleluasaan karyawan
untuk mengemukakan ide-ide dan inovasi desain produk, serta
beebrapa delegasi wewenang yang dapat dilakukan oleh para
karyawan.
 Menciptakan iklim di dalam organisasi UMKM untuk saling
bertukar informasi dan pengetahuan melalui berbagai
pertemuan formal maupun informal baik antar karyawan
maupun dengan para pengusaha UMKM yang lain untuk
merespon perubahan pasar, kebutuhan dan keinginan
pelanggan, peningkatankualitas produk, perubahan teknologi
produksi.
 Menciptakan iklim kerja sama yang baik antar karyawan
dengan mendeskripsikan pekerjaan masing-masing karyawan
98
dengan jelas, menyusun SOP yang jelas.

Modal socialeksternal dapat dilakukan oleh UMKM melalaui


kerja jejaring dengan beberapa institusi eksternal, seperti
pemerintah daerah, perguruan tinggi dan asosiasi UMKM. Kerja
sama dengan perguruan tinggi dapat dilakukan melalui pelibatan
berbagai peran untuk mendukung UMKM.

Peran Perguruan Tinggi


1. Meningkatkan pengetahuan para pelaku UMKM handicraft
melalui program pelatihan dan pendampingan tentang inovasi
produk, inovasi pemasaran melalui program pengabdian
kepada masyarakat yang melibatkan para Dosen di fakultas
ekonomi, fakultas teknologi informasi.
2. Memberikan pelatihan dan pendampingan desain produk
berbasis quality function deployment (QFD) dengan
memperhatikan suara konsumen.
3. Memberikan pelatihan dan pendampingan terhadap kelompok
usaha bersama (KUBE), khususnya dalam memanfaatkan
bantuan dari pemerintah dalam pengembangan usaha.
4. Memfasilitasi para pelaku UMKM dengan pemerintah daerah
dan perbankan serta CSR perusahaan untuk memperoleh dana
pengembangan usaha tanpa bunga.
5. Membantu para pelaku usaha UMKM untuk memasarkan
produknya secara on line serta melalui website, bekerja sama
99
dengan Fakultas Ilmu Komputer dan Fakultas Teknologi
Informasi.
6. Memberikan pelatihan proses produksi UMKM berbasis
teknologi.
Peran Pemerintah Daerah:
1. Memberikan pembinaan dan pelatihan secara
berkesinambungan bekerja sama dengan perguruan tinggi serta
Kamar Dagang Dan Industri.
2. Memfasilitasi dan membantu terbentuknya jaringan
networking pemasaran, baik di Jawa maupun di luar Jawa
hingga manca Negara,melalui berbagai pameran produk.
3. Mendorong terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
dan memberikan stimulus dana pengembangan usaha bekerja
sama dengan BUMN maupun CSR perusahaan swasta.
4. Memberikan bantuan teknologi tepat guna untuk membantu
inovasi produk yang dihasilkan.
5. Memonitor dan memfasilitasi pertemuan rutin formal dengan
berbagai stakeholder di bidang UMKM handycraft, khususnya
sesama pengusaha UMKM handycraft.

Peran Asosiasi UMKM:


1. Memfasilitasi pertemuan rutin antar pengusaha UMKM
handicraft untuk saling bertukar pengetahuan dan pengalaman
di bidang inovasi produk, proses, dan pemasaran.

100
2. Memfasilitasi networking dengan para pemasok dan konsumen
nasional maupun internasional.
3. Mengadakan pameran produk secara bersama-sama yang
melibatkan pemerintah daerah.
4. Memfasilitasi pertukaran pengetahuan baru melalui pertemuan
formal yang rutin.
5. Memfasilitasi UMKM dengan pemerintah daerah untuk ikut
mengembangkan dan melakukan pembinaan usaha.

101
DAFTAR PUSTAKA

Abili,K. And Faraji, H. (2009), “A Comparative Study on


Organizational Social Capital in Faculties of Humanities,
Social and Behavioral Science at University of Tehran”,
Tehran, Iran.

Abili, Mahyar and Khodayar Abili (2012),”Social Capital


Management in Iranian Knowledge Based SMEs”, Tehran,
Iran.

Ahmadi, A.A.A, Ahmadi, F., Zandieh, A. (2011), Social Capital


and its impact on job satisfaction, Interdisplinary Journal of
Contemporary Research in Business,Vol 3, No.2, pp. 511-
522.

Baughn, Neupert, K., Anh, P.T., & MinhHang, N.T. (2011).


Social Capital and human resource management in
international joint ventures in Vietnam: a perspective from a
transitional economy. The International Journal of Human
Resource Management, Vol. 22, No. 5, 1017–1035.

Bolino, M.C. Turnley, W.H. and Bloodgood, J.M., (2002),


Citizenship behavior and creation of Social Capital in
organizations, Academy of Management Review, Vol. 27,
No.4, pp 505-522.

Cakar Nigar Demircan & Alper Erturk (2010), Comparing


Innovation Capability of Small and Medium Sized
Enterprises: Examining the Effect of Organizational Culture
and Empowerment, Journal of Small Business
Management, 48 (3), pp. 325-359.

102
Camps Susanna, Pilar Marques (2013), Exploring how Social
Capital faclities innovation: the role of innovation enablers.
Technological Forecasting & Social Change, pp. 325-348.

Collins, C.J., & Clark, K.D. (2003). Strategic human resource


practices, top management team social networks, and firm
performance: The role of human resource practices in
creating Organizational Competitive Advantage. Academy
of Management Journal, Vol. 46, No. 6, 740–751.

Covin, Jeffrey G. and Slevin, Dennis P. (1988), The Influence of


Organizational
StructureontheUtilityofanEntrepreneurialTopManagement
Style,Journalof Management Studies, 23(3): 217-234.

Damanpour, F. (1991), Organizational Innovation: A Meta


Analysis of Effects of Determinants and Moderators,
Academy of Management Journal, Vol. 34 No.3, pp. 555-
90.

Damirchi. G.V., Shafai, J., Paknazar, J., (2011), Surveying of


Social Capital’s effect on entrepreneurship, Interdisplinary
Journal of Contemporary Research in Business, Vol.3,
No.2. pp. 1101-1111

Dudwick, N., Kuehnast, K., Jones, V.N., & Woolcock, M. (2006).


Analyzing Social Capital in context: A guide to using
qualitatitive methods and data. World Bank Institute.

Elenurm, T., Ennulo, J. and Laar, J. (2007), Structure of Motivation


and Entrepreneurial Orientation in Students as the Basis for
Differentiated Approach in Developing Human Resources
for Future Business Initiatives, EBS Review, 23(2): 50-61.

103
Ellinger Alexander E, Carolyn Findley Musgrove, Andrea D
Ellinger, Daniel G Bachrach, Ayse Banu Elmadag Bas, Yu
LinWang (2012), inluences of organizational investments in
Social Capital on service employee commitment and
performance, Journal of Business research. 66, pp.1124-
1133

Famoso Valeriano Sanchez, Amaia Maseda, Txomin Iturralde


(2014), The role of internal Social Capital in
organizational innovation an empirical study of family firm,
European Management Journal, pp.1-13.

Fruhling, A.L. and Siau, K. (2007), Assesing Organizational


Innovation Capability and Its Effect on E-Commerce
Initiatives, The Journal of Computer Information Systems,
Vol. 48 No.1, pp.133-45.

Gant, J., Ichniowski, & Shaw. (2002). Social Capital and


organizational change in high involvement and traditional
work organizations. Journal Economic Management
Strategic, Vol 11, 289-328.

Gatignon, Hubert and Xuereb, Jean-Marc (1997), Strategic


Orientation of the Firm and New Product Performance,
Journal of Marketing Research, 34: 77-90.

Gittell, J.H. (2000). Organizing work to support relational


coordination. International Journal Human Resource
Management, Vol. 11, 517-539.

Hui Li, Yong, Jing-Wen Huang dan Ming-Tien Tsai, 2009,


Entrepreneurial Orientation And firm Performance: The
Role Of Knowledge Creation Process, Industrial Marketing
Management, 38 pp. 440–449.
104
Ireland, R.D., Hitt, M.A., Camp, S.M. and Sexton, D.L. (2001),
“Integrating entrepreneurship and strategic management
actions to create firm wealth”, The Academy of
Management Executive, Vol. 15, No. 1, pp. 49-63
Leana Carrie R , Frits K Phil (2006), Social Capital and
organizational performance: evidence from Urban publik
schools, Organization science, vol. 17, no. 3, pp. 353-366.

Liao, Li-Fen. (2006). A Learning Organization Perspective on


Knowledge-Sharing Behavior and Firm Innovation. Human
System Management IOSS Press, 25. 227-236.
Lanrosen, S (2005), Customer Involvement in New Product
Development: A Relationship Marketing Perspective,
European Journal of Innovation Management, Vol. 8 No. 4,
pp.424-36.

Lee Jia Sheng & Chia Jung Hsich (2010), A Research In relating
Entrepreneurship, Marketing Capability, Innovative
Capability and Sustained Competitive Advantage, Journal
of Business & Economic Research, September, 109-119.

Lin Hsiu Fen (2007), Knowledge Sharing and Firm Innovation


Capability: an Empirical Study, International Journal of
Manpower, Vol. 28 No. ¾, pp. 315-332.

Lumpkin, G.T. and Dess, G. (1996), “Clarifying the


Entrepreneurial Orientation Construct and Linking It To
Performance”, Academy of Management Review, Vol. 21,
No. 1, pp. 135-172

Maatoofi A l i R e za and Tajeddini Kayhan (2011), Effect of


Market Orientation and Entrepreneurial Orientation on

105
Innovation, Journal of Management Research, Vol. 11,
No. 1, April 2011, pp. 20-30

Matsuno, Ken, Mentzer, John T. and Özsomer, Ayºegül (2002),


The Effects of Entrepreneurial Proclivity and Market
Orientation on Business Performance, Journal of Marketing,
66(3): 18-32.
Michaels,E.T.,&Gow,H.R.(2008).Marketorientation,innovationand
entrepreneurship:Anempirical examination
ofIllinoisbeefindustri.InternationalFoodandAgribusinessManag
ementReview,11(3):69-73.

Miller, D. (1983), The Correlates of Entrepreneurship in Three Types


of Firms, Management Science, 29(7): 770-791.

Monica Hu, Meng-lei., Horng, Jeou-Shyan., Christine Sun, Yu-


Hua.,(2009). Hospitality Teams: Knowledge Sharing and
Service Innovation Performence. Toursm Management,
20.41-50.
Monica Hu, Meng-lei., Ou, Tsung-Lin., Chiou, Haw Jeng., Lin,
Lee-Cheng. (2012). Effects Social Exchange and Trust on
Knowledge Sharing and Service Innovation. Social
Behavior and Personality, 40(5). 783-800.

Morris, Michael H. and Paul, Gordon W. (1987), The Relationship


between Entrepreneurship and marketing in Established
Firms, Journal of Business Venturing., 2(3): 247-259.

Nahapiet, J and Ghosal,S. (1998),”Social Capital, Intellectual


Capital and Organizational Advantage”, The Academy of
Management Review, Vol.23, No.2,pp 242-266.

106
Nguyen Q., Neck A., &Nguyen T. (2008). The Inter-
RelationshipbetweenEntrepreneurialCulture,Knowledge
Management andCompetitive
AdvantageinaTransitionalEconomy.[Online]
Available:http://www.arts.monash.edu.au.pdf(February
26,2011).

Porter, M. E. (1998). The Competitive Advantage: Creating and


Sustaining Superior Performance. New York: Free Press.

Preda, G. (2013). The Influence
Of Entrepreneurial Orientation


And Market- Based Organizational Learning On The Firm’s
Strategic Innovation Capability, Management & Marketing
Challenges for the Knowledge Society (2013) Vol. 8, No. 4,
pp. 607-622.

Seibert, S.E., M.L. Kraimer, R.C. Liden. 2001. A Social Capital


theory of career success. Academic Management Journal.
Vol 44, 219-237.

Talavera. O, Xiong L., Xiong, X., (2012), Social Capital and


access to Bank financing: The case of Chinese
Entrepreneurs, Emerging Markets Finance & Trade, Vol 48,
No.1, pp. 55-69.

Tambunan, Tulus, (2008), Ukuran Daya Saing Koperasi Dan


UKM, Study RPJM Nasional Tahun 2010-2014 Bidang
Pemberdayaan Koperasi dan UKM, Bappenas.

Venkatraman, N. (1989), “Strategic Orientation of Business


Enterprises: The Construct, Dimensionality, and
Measurement”, Management Science, Vol. 35, No. 8, pp.
942-962.

107
Wingwon, B. (2012).Effects of Entrepreneurship, Organization
Capability, Strategic Decision Making and Innovation
toward the Competitive Advantage of SMEs Enterprises.
Journal of Management and Sustainability Vol. 2, No. 1;
March 2012.

Workman, John P. (1993), Marketing’s Limited Role in New


Product Development in One Computer Systems Firm,
Journal of Marketing Research, 30: 405-421.

Wu Xiaobo and Sivalogathasan (2013), Intelectual Capital for


Innovation Capability: A Conceptual Model for Innovation,
International Journal of Trade, Economics and Finance,
Vol. 4, No. 3, pp. 139-143

108
109

Anda mungkin juga menyukai