Tentang
“LAW OF HEALTH FINANCING AND INSURANCE”
Syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kesehatan
Di bawah bimbingan:
Dr. Apt. Gunawan Widjaya, S.H., S.Farm., M.H., M.M., MARS., ACIArb., MSIArb.
KELOMPOK 6:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
penyertannya-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas kelompok yang berupa Makalah
dengan judul “ Law Of Health Financing And Insurance “.
Adapun makalah ini telah kami usahakan dan upayakan semaksimal mungkin untuk
mendapatkan hasil karya tulis dan hasil analisa yang sebaik mungkin, tentunya dengan
dukungan dan dukungan dari banyak pihak termasuk Dosen Pembimbing mata kuliah
Hukum Kesehatan yang selalu memberi masukan, kritik yang membangun serta karena telah
membagi sebagian ilmu pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dengan baik.
Kami sangat menyadari bahwa makalah atau karya tulis yang kami buat ini jauh dari
kata sempurna namun kami telah berusaha dan berupaya semaksimal mungkin untuk
mendapatkan hasil yang baik dan benar. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
akan sangat kami nantikan agar kami dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.
i
DAFTAR ISI
ii
3.2 Kewajiban Dalam Asuransi Sosial .......................................................................... 33
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 41
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 41
4.2 Saran .......................................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 44
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap manusia pastinya akan selalu berhadapan dengan risiko, yakni risiko yang
paling sering dihadapi yakni risiko kesehatan jiwa yang meliputi sakit, kecelakaan, menjadi
tua, dan sebagainya 1. Hidup di Indonesia mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan
dengan hidup di negara maju karena pemerintah telah mengurangi banyak risiko hidupnya.
Risiko sakit inilah yang pengalihannya melalui Asuransi Sosial. Asuransi sosial yang
dimaksud adalah pemberian jaminan sosial kepada masyarakat yang dibentuk oleh
pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan yang ada.2 Asuransi hadir untuk memberikan
perlindungan terhadap risiko kerugian finansial. Manajemen risiko harus dipahami sebelum
memutuskan untuk membeli produk asuransi. Hal ini memungkinkan kita sepenuhnya
memahami risiko mana yang dapat diklaim dan mana yang tidak ditanggung oleh asuransi.
Adapun klasifikasi Risiko dalam Asuransi, diantaranya adalah Risiko murni, risiko
1
Achmad Abid Mudayama, “Dalam kebijakan kesehatan Indonesia”, Sumber: neraca.co.id.copyright@2019.
2
Anonim, “Asuransi Sosial”, https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Category/147, diakses tanggal
29 Maret 2022.
1
spekulatif, risiko khusus, risiko fundamental, risiko individu, risiko harta, serta risiko
tanggung gugat.3
Di zaman sekarang, menjalani hidup sehat bukan lagi menjadi kebutuhan, tetapi
banyak masyarakat yang menjalankan hidup sehat sebagai tren. Hidup sehat sendiri diartikan
sebagai perasaan baik dalam rohani maupun jasmaninya, dimana seseorang tersebut berhasil
menjalani hidup sehat apabila fisik maupun psikisnya tidak mengalami masalah kesehatan.
namun, tidak menutup kemungkinan apabila penyakit juga datang kepada kita walaupun
sudah menjalani hidup sehat.5 Ketika orang-orang yang sakit perlu perawatan, maka otomatis
mereka harus melakukan pembiayaan yang besar namun hal tersebut bisa dilakukan
meminimalisir pengeluaran biaya yang besar. Pembahasan mengenai biaya yang besar itu
masuk kedalam Catastrophic Expenditure. Dimana pada saat orang harus membayar biaya
atau pembayaran bersama dan gotong royong untuk perawatan kesehatan, jumlahnya bisa
sangat tinggi dalam kaitannya dengan pendapatan sehingga mengakibatkan “bencana
keuangan” bagi individu atau rumah tangga. Pengeluaran yang begitu tinggi dapat berarti
3
"Jenis-jenis Risiko Asuransi dan Cara Mengelola yang Tepat - Qoala." 12 Jan. 2021,
https://www.qoala.app/id/blog/asuransi/umum/jenis-dan-cara-mengelola-risiko-asuransi/. Diakses pada 29
Mar. 2022.
4
Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Lembaran Negara Republik Indonesia,
No. 75, 1959). Pasal 28H ayat (1).
5
Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat, “Hidup Sehat”,
https://promkes.kemkes.go.id/hidup-sehat, diakses tanggal 29 Maret 2022.
2
bahwa orang harus mengurangi kebutuhan seperti makanan dan pakaian, atau tidak mampu
membayar pendidikan anak- anak mereka. Setiap tahun, sekitar 44 juta rumah tangga, atau
lebih dari 150 juta orang, di seluruh dunia menghadapi pengeluaran yang sangat besar, dan
sekitar 25 juta rumah tangga atau lebih dari 100 juta orang didorong ke dalam kemiskinan
karena kebutuhan untuk membayar layanan.
Selain itu, dampak dari pembayaran langsung untuk perawatan kesehatan ini
melampaui pengeluaran bencana saja. Banyak orang mungkin memutuskan untuk tidak
menggunakan layanan, hanya karena mereka tidak mampu membayar biaya langsung, seperti
konsultasi, obat-obatan dan tes laboratorium, atau biaya tidak langsung, seperti transportasi
dan makanan khusus. Rumah tangga miskin cenderung tenggelam lebih jauh ke dalam
kemiskinan karena efek buruk penyakit pada pendapatan dan kesejahteraan umum mereka.
Perhatian pembuat kebijakan adalah untuk melindungi orang dari bencana keuangan
dan pemiskinan sebagai akibat dari penggunaan layanan kesehatan. WHO telah mengusulkan
bahwa pengeluaran kesehatan dipandang sebagai bencana bila lebih besar dari atau sama
dengan 40% dari pendapatan non-subsisten rumah tangga, yaitu pendapatan yang tersedia
setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Namun, negara mungkin ingin menggunakan titik batas
yang berbeda dalam menetapkan kebijakan kesehatan nasional mereka.6 Di Indonesia sendiri,
pengurangan dalam hal Catastrophic Expenditure ini dilakukan melalui Undang-Undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional yang pelaksanaannya diwujudkan dalam Undang-Undang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
6
"Catastrophic expenditure - WHO | World Health Organization."
https://www.who.int/health_financing/pb_2.pdf. Diakses pada 23 Mar. 2022.
3
belit dalam halnya pemberian pelayanan.7 Salah satu yang terasa adalah adanya perbedaan
kelas-kelas dalam pemberian jaminan sosial kesehatan khususnya pada BPJS. Perbedaan
kelas-kelas tersebut diatur dalam “Pasal 23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional”8 dan “Peraturan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan”9
yang pengaturannya berdasarkan upah kerja yang didapat oleh para peserta pelayanan BPJS
Kesehatan. Dimana, perbedaan kelas-kelas ini justru berbanding terbalik dari pengaturannya
yang ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebelumnya telah dijelaskan
sebelumnya, sehingga seringkali masyarakat merasa adanya pelayanan yang tidak berbasis
keadilan.
7
Putu Ayu Indrayathi, “Bahan Ajar Pembiayaan Kesehatan Berbagai Negara Untuk Mahasiswa Program
Studi Kesehatan Masyarakat”, (Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2016).
8
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456), Pasal 23.
9
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggara
Jaminan Kesehatan, Pasal 23.
4
2) Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat membantu bagi para penegak
hukum dalam menyelesaikan masalah pada penyelesaian asuransi komersial
dan upaya bagi pemerintah dalam unifikasi jaminan kesehatan.
5
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat seperti UUD 1945 dan
perubahannya dari amandemen pertama sampai dengan keempat, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, (KUH Perdata), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-undang nomor 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian, Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan
kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan Kesehatan,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2021 tentang perubahan keempat atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan
pada Jaminan Kesehatan Nasional.
2. hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, dan yang sangat terkait dengan penelitian berupa: buku-buku, jurnal
ilmiah, hasil penelitian yang dapat memperkuat analisis dalam penelitian ini,
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia
dan lain-lain.
Studi dokumen, yaitu data yang dikumpulkan sehubungan dengan penelusuran dan
penelahaan data dari penyelenggaraan jaminan kesehatan Nasional.bahan pustaka atau bahan
sekunder lain.10
10
Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Strata Satu (S-1), Cetakan ke-8, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas
Krisnadwipayana, 2021), hlm. 5.
6
BAB II
11
“Apa Itu Asuransi”, https://superyou.co.id/blog/keuangan/apa-itu-asuransi/, diakses pada tanggal 14 April
2022.
12
Indonesia, Undang-Undang Nomer 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Tambahan Lembar Negara
Republik Indonesia Nomor 5618), Pasal 1 Butir 1.
7
karena mengalami sebuah peristiwa yang tidak tertentu seperti ganti rugi, kerusakan ataupun
kehilangan pada keuntungan”.13
Menurut Robert L. Mehr yang adalah seorang ahli, asuransi diartikan sebagai sebuah
alat yang digunakan untuk mengurangi risiko yang akan terjadi, dimana alat tersebut
digabungkan dengan beberapa unit yang berisiko agar dapat memprediksi serta mengurangi
risiko terhadap individu. Menurutnya, setelah memprediksi kerugian tersebut, barulah dapat
dibagi serta melakukan pendistribusian yang sesuai pada porsinya dalam beberapa unit yang
telah disebutkan tadi. Mark R. Greene juga memberi tanggapan perihal asuransi, menurutnya
asuransi merupakan suatu hal yang dapat diprediksi agar dapat terjadi pengurangan risiko
yang diderita oleh satu manjemen dan kelompok objek yang dilakukan pada sebuh insitusi
ekonomi.14
Jika melihat perjanjian pada umumnya, berbeda pengertian pada perjanjian jaminan
kesehatan, terlihat lebih khusus pada pengertian perjanjian di dalam Pasal "1313 KUH
Perdata". Dimana mengenal kewajiban memenuhi yang menyangkut perikatan umum
sedangkan pada perjanjian jaminan kesehatan meskipun ada kewajiban prestasi (kewajiban
menuntut pengambilan manfaat) namun prestasi dapat dialihkan dan dilaksanakan oleh pihak
lain yakni penyedia fasilitas kesehatan. Hal ini kemungkinan kewajiban dari penyelenggara
tidak sebagaimana yang telah dijanjikan kepada peserta, karena dalam pengambilan manfaat
tidak dilakukan sendiri oleh penyelenggara akan tetapi oleh pihak ketiga yaitu penyedia
fasilitas kesehatan. Sedangkan antara peserta jaminan kesehatan dengan penyedia fasilitas
kesehatan tidak terjadi perjanjian. Hal seperti ini sering memunculkan problematika.
Yang dilakukan penyedia fasilitas kesehatan baik dalam praktiknya sering terjadi hal-
hal yang merugikan peserta terutama oleh penyedia fasilitas tingkat lanjut, seperti ditolaknya
13
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 246.
14
“8 Pengertian Asuransi Menurut Para Ahli”, https://www.dosenpendidikan.co.id/asuransi-adalah/, diakses
tanggal 15 April 2022.
8
peserta oleh rumah sakit dengan alasan tidak ada kamar kosong, ataupun pelayanan akan
dilakukan apabila peserta pindah kelas yang lebih tinggi sehingga berakibat tidak seperti
yang diharapkan oleh peserta jaminan kesehatan., bahkan tindakan dari Rumah sakit
memberi pengaruh buruk berupa risiko medis yang tidak diduga dan berakibat tidak seperti
yang diharapkan oleh peserta jaminan kesehatan . Perihal ini tentunya peserta tidak dapat
melakukan penuntutan langsung kepada penyedia fasilitas kesehatan (rumah sakit) karena
tidak adanya perjanjian antara peserta dengan penyedia fasilitas kesehatan tidak ada.
Memang ada peraturan yang mengatur tentang pelayanan kesehatan yaitu dalam "Peraturan
Pemerintah Nomor 47 tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan", gua melaksanakan
ketentuan "Pasal 35 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan".
Mengenai fasilitas kesehatan yang diatur di dalam peraturan pemerintah tersebut adalah
penyediaan fasilitas yang mengenai kebendaan dan bukan pengaturan perikatan khusus non
kebendaan antara peserta jaminan kesehatan dengan penyelenggara jaminan kesehatan,
ataupun perjanjian antara peserta jaminan kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan.
Pengertian isi perjanjian dalam perikatan umum yang sudah jelas membahas atau tidak
dibenarkan ditafsirkan lain berdasarkan ketentuan "Pasal 1342 KUH Perdata"15. Pembatasan
penafsiran terhadap isi suatu perjanjian pada konteks perikatan umum menyebutkan kalimat
utuh sebagai berikut: “Jika kata-kata di dalam suatu perjanjian sudah jelas, tidaklah
diperkenankan untuk menyimpang dari padanya dengan jalan penafsiran”. Pengertian
perjanjian yang sudah jelas membahas dalam suatu perikatan kebendaan, harta kekayaan/jasa
umum saja tidak diperkenankan diulas terlebih pengertian persetujuan di dalam perikatan
khusus sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang tentang Asuransi dan lebih khusus
lagi tentang asuransi kesehatan sosial. Kekhususan ini terlihat bahwa jaminan sosial
kesehatan sebagaimana yang diatur dalam "Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004" adalah
jaminan kesehatan yang bersifat wajib bagi seluruh penduduk Indonesia, sehingga asuransi
kesehatan ini merupakan pengaturan yang bersifat percampuran antara perikatan umum dan
khusus dalam "KUH Perdata". Juga mengatur aturan yang bersifat administrasi negara yang
15
Mashudi dan Moch. Chidir Ali, “Hukum Asuransi”, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm. 65.
9
mendalami iuran, Maka dari itu mengenai hal ini juga mengatur bidang hukum administrasi
negara, akan tetapi untuk peserta non penerima bantuan iuran atau peserta pembayar mandiri
adalah hubungan hukumnya adalah bersifat keperdataan.
Hubungan hukum yang terjadi di dalam jaminan kesehatan adalah hubungan hukum
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata di mana disebutkan “untuk
kepentingan pihak ketiga yang apabila dalam perjanjian tersebut dibuat untuk diri sendiri
atau kepada orang lain yang didalamnya terdapat syarat, maka pihak yang terlibat telah
menentukan syarat tersebut dan tidak dibolehkan untuk menarik kembali apabila pihak ketiga
telah mengatakan bahwa akan menggunakan syarat tersebut”.16 Mendasarkan pada "Pasal
1317 KUH Perdata", maka hubungan dalam jaminan kesehatan adalah dengan adanya
perikatan antara peserta jaminan kesehatan dengan penyelenggara jaminan kesehatan (BPJS
Kesehatan) maka BPJS Kesehatan dalam sisi lain membuat perjanjian kerja sama dengan
penyedia fasilitas kesehatan (Rumah sakit maupun dokter) sekaligus menanggung atau
menjamin pihak ketiga dalam hal ini adalah peserta jaminan kesehatan untuk memberikan
pelayanan kesehatan pada saat peserta jaminan kesehatan mengambil manfaat sebagaimana
yang telah diperjanjikan antara peserta jaminan kesehatan dengan penyelenggara. Hubungan
hukum mencipakan penyelenggara jaminan kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan
menanggung kepentingan peserta jaminan kesehatan seperti yang diatur dalam "Pasal 1820
KUH Perdata" maka dari itu kepentingan peserta jaminan dan pihak ketiga dalam hal ini
adalah penyedia fasilitas kesehatan mengevaluasi dirinya untuk memenuhi perikatannya si
berhutang yang dalam posisi ini adalah penyelenggara jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan)
. Akan tetapi kesamaan ini juga tidak tepat, mengingat bahwa objek dari perikatan antara
BPJS Kesehatan dengan peserta jaminan kesehatan adalah berupa pengambilan manfaat pada
saat peserta sakit yang membutuhkan pelayanan kesehatan, dan BPJS Kesehatan sendiri
sebagai penyelenggara jaminan kesehatan secara praktiknya memang tidak bisa mewujudkan
pemenuhan tersebut tanpa mengajak pihak ketiga yaitu penyedia fasilitas kesehatan dan juga
prestasi yang dijanjikan adalah bukan hutang piutang yang terlihat pada "Pasal 1820 KUH
16
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1317.
10
Perdata". maka dari itu terdapat hubungan hukum yang terjadi adalah adanya 2 (dua)
perjanjian yang berbeda yaitu perjanjian antara Peserta jaminan kesehatan dengan BPJS
Kesehatan yang berisi hak dan kewajiban antara keduanya, yaitu peserta jaminan kesehatan
wajib membayar iuran telah ditentukan dan BPJS Kesehatan berkewajiban memberikan
manfaat berupa pelayanan kesehatan bilamana peserta jaminan membutuhkannya, dan
selanjutnya BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan kesehatan mengikatkan dirinya
dengan penyedia fasilitas kesehatan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan.
Di dalam membuat isi perjanjian terdapat ciri yang berbeda antara peserta dengan
BPJS Kesehatan pada satu sisi dan perjanjian antara BPJS Kesehatan dengan penyedia
fasilitas kesehatan karena dalam perjanjian yang pertama yaitu antara peserta jaminan
kesehatan dengan BPJS Kesehatan isinya telah ditentukan secara sepihak oleh BPJS
Kesehatan atau bersifat kontrak baku/standar kontrak, sehingga tidak ada pilihan lagi bagi
peserta jaminan kesehatan untuk ikut serta menentukan isi, apalagi di dalam pengaturan
jaminan kesehatan ini adalah bersifat wajib sebagaimana yang diatur dalam "Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional".
Peserta jaminan kesehatan tidak dapat mengakhiri kepesertaan, hal ini karena sifat
kepesertaan adalah wajib dan mengikat, kecuali peserta tersebut telah meninggal dunia.
Menurut "Pasal 39 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian"
menentukan tentang program asuransi wajib, tapi tidak mengatur program asuransi wajib
tersebut, selanjutnya di dalam ayat (3) ditentukan “ Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
dan program asuransi harus menaatinya. Dari ayat ini maka bisa disimpulkan bahwa
penyelenggara asuransi wajib bisa Badan Hukum Privat maupun Badan Hukum Publik
asalkan memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Sedangkan pada perjanjian antara BPJS Kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan
adalah berupa perjanjian kerja sama, yang sudah barang tentu isinya adalah merupakan
kehendak yang datang dari kedua belah pihak dan bukan bersifat kontrak tertulis, antara BPJS
Kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan keduanya terikat dalam suatu perjanjian yang
setara yakni kedua belah pihak mempunyai kesepakatan, kehendak untuk saling tawar
menawar dalam menentukan isi dari perjanjian, bahkan di dalam isi perjanjian juga
11
ditentukan hak dan kewajiban, penyelesaian sengketa apabila ada permasalahan di antara
para pihak di kemudian hari.
Bedasarkan “Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014" Asuransi yaitu “ suatu perjanjian yang
dilakukan oleh dua pihak, yang menjadi landasan bagi penerima premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan" untuk:
a) Guna memenuhi penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan dan tanggung jawab yang dibebankan
kepada pihak ketiga karena apa yang telah diderita oleh pihak ke pertama
b) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Jika menurut definisi asuransi tersebut, maka bisa dikatakan bahwa asuransi adalah suatu
bentuk perjanjian di mana harus memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam "Pasal 1320
KUH Perdata", namun dengan karaktaristik “khusus” sebagaimana yang dijelaskan dalam
"Pasal 1774 KUH Perdata", yang menyatakan bahwa, “suatu persetujuan untung-untungan
(kansovereenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, membahas untung ruginya, baik
bagi seluruh pihak namun masih banyak yang berharap kepada sesuatu yang akan datang”.
Dengan melihat ketentuan itu, maka terdapat beberapa hal penting mengenai asuransi yang
patut dicermati di antaranya, perjanjian asuransi wajib memenuhi "Pasal 1320 KUH Perdata"
tentang syarat sahnya suatu perjanjian.
17
https://id.m.wikipedia.org.wiki.R, diakses 17 April 2022.
12
Menghindari risiko ini hanya dapat dilakukan terhadap risiko yang dapat
dilihat saja, seperti misalkan menghindari risiko yang disebabkan dari rokok
yang dapat menimbulkan kanker paru-paru atau jantung. Namun, dijelaskan
bahwa risiko ini dapat dihindari karena timbul dalam jangka waktu yang
panjang, karena tidak semua orang dapat menghindari atau mencegah risiko
ini, maka caranya adalah dengan memperhitungkan atau memanajemen risiko
tersebut dengan menghindari sumber dari risiko tersebut.
Tidak selamanya mengurangi risiko dapat berjalan dengan baik, dan apabila
itu tidak berjalan sesuai yang diingkan maka hal yang harus dilakukan
selanjutnya adalah dengan cara memindahkan risiko kepada orang lain. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara memindahkan risiko kepada pihak lain
contohnya seperti ke perusahaan asuransi, badan penyelenggaraan jaminan
sosial, pemerintah atau badan sejenisnya) melalui cara kita membayar kepada
pihak tersebut sejumlah premi atau iuran (ada transaksi). Dalam asuransi,
prinsip ini disebut sebagai prinsip fundamental, yang dimana kebanyakan
orang tidak bisa menyadari apabila sesungguhnya ada risiko kematian yang
dapat menyebabkan ketiadaan dana bagi setiap ahli warisnya.
13
4) Mengambil risiko (risk assumption)
Jika ketiga cara sebelumnya tidak dapat dilakukan, maka terakhir dapat
dilakukan mengambil atau menerima risiko. Tidak banyak orang yang dapat
bersikap rasional untuk menerapkan setiap prinsip-prinsip dari manajemen
risiko yang ada, ada beberapa orang yang tidak memperdulikan hal tersebut
sehingga orang tersebut menerima risiko yang ada. Ketika semua orang yang
ada menjadi pengambil risiko, maka yang terjadi adalah asuransi tidak akan
pernah ada.18
● Spekulatif
Beberapa orang mungkin mengalami keuntungan, kerugian, atau tidak ada perubahan
sama sekali yamg dimana disebut risiko spekulatif. Salah satu Contohnya investasi saham.
Nilai investasi yang dimana tidak dapat ditebak untung, rugi atau tidak ada perubahan sama
sekali. Berdasarkan Pengertian diatas kemungkinan ini bersifat spekulatif dan harus disadari
sebelum membeli.
● Murni
Menganai risiko murni, ada kerugian jika itu terjadi, tetapi tidak ada untung atau rugi
jika tidak. Contohnya adalah kecelakaan yang mengakibatkan cacat, sehingga membuat diri
tidak dapat berproduksi dan tidak dapat memiliki penghasilan.
18
Vaughan, “Asuransi Kesehatan Nasional” PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan Dari
Asuransi Kesehatan Indonesia), Jakarta, edisi Mei 2013, hlm. 26-28.
14
● Khusus
Yang Dimna Hilangnya risiko khusus bersifat pribadi. Contohnya adalah pencurian.
● Fundamental
Jika ini terjadi, potensi risikonya bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga orang
lain. Risiko-risiko ini berada di luar kendali manusia. Bencana alam, seperti tsunami atau
gempa bumi.
Di antara berbagai risiko tersebut, risiko spekulatif tidak dapat ditanggung oleh
asuransi. Dampak dari risiko ini juga dapat dinilai dalam istilah moneter dan tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Asuransi Sosial bertujuan untuk memastikan cara bagi orang yang membutuhkan
layanan medis tanpa melihat ekonomi atau usia. Prinsip ini disebut keadilan sosial (keadilan
sosial / keadilan sosial) adalah dasar dari seseorang yang hidup di dunia. Asuransi Sosial
bekerja dari redistribusi hak dan liabilitas untuk orang miskin, sehat, Tuumuda, berisiko
15
tinggi dan tinggi dalam sifat peradaban manusia.19 Keanggotaan dalam asuransi sosial di
bidang kesehatan diperlukan karena jika tidak perlu, orang tidak akan berpartisipasi dalam
menjadi peserta. Asuransi yang diperlukan tidak bertentangan dengan hak asasi manusia,
tetapi merupakan upaya untuk melakukan hak asasi manusia melalui keuangan kolektif.
Sebagai sesuatu yang wajib, harus diatur dengan undang-undang yang ditetapkan
oleh aparatur negara, maka jaminan sosial yang memenuhi syarat itu harus diatur dengan
undang-undang, seperti di Indonesia yaitu “undang-undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional”. Dalam asuransi sosial, manfaat yang dijamin undang-undang
adalah sama atau relatif sama bagi semua anggota karena ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan anggota, manfaat ini sering disebut paket. basic, basic basic need adalah untuk
menopang kehidupan manusia. , sehingga dapat bekerja dengan baik. Dalam asuransi
pensiun, manfaat yang diperoleh relatif kecil/lemah karena tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang minimal. Di Indonesia Pengertian Asuransi
19
Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI), “Asuransi
Kesehatan Nasional”, (Jakarta, Edisi Mei 2013), hlm. 37
16
jaminan manfaat asuransi yang sama dan premi yang proporsional terhadap upah akan
menciptakan sebuah keadilan yang merata (equity egaliter)20. Secara singkat equity egaliter
berarti seseorang bisa mendapatkan yang diinginkan. Dengan prinsip ini maka menjamin
seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan
membayar sesuai kemampuan ekonominya, itulah sebabnya peserta diharuskan membayar
berdasarkan persentase tertentu dari upahnya. Jenis equity lain yang menggambarkan
pelayanan kesehatan sebagaimana yang umum berlaku di Indonesia saat ini. menurut equity
liberter adalah adil, sebab ia memang bernasib buruk dan berperilaku kurang baik dengan
takut berobat sejak dini, sehingga penyakitnya menjadi sangat parah.
Maka dari itu dalam asuransi sosial yang memenuhi syarat haruslah diatur
berdasarkan undang-undang, seperti di Indonesia yaitu “UU No. 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional”. Dalam asuransi sosial, manfaat jaminan yang ditetapkan
oleh UU adalah sama atau relatif sama bagi seluruh keanggotaan karena memiliki tujuannya
guna memberi kebutuhan para anggotanya, manfaat tersebut sering kali disebut paket dasar,
kebutuhan dasar hakikatnya adalah mempertahankan hidup seseorang, sehingga orang
tersebut mampu produktif. Dalam asuransi pensiun, manfaat relatif kecil/rendah karena
tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan minimum hidup yang cukup. Di Indonesia
pemahaman tentang asuransi
20
Julia Kagan, Pajak Jaminan Sosial, diperbaharui 16 November 2019,
https://www.investopedia.com/terms/s-security-tax, diakses 15 April 2022.
17
kebutuhan tersebut diharapkan mudah (secara komersial) dengan membeli asuransi, mereka
mungkin tidak bisa atau tidak disiplin membeli asuransi.
Peserta dan kepesertaan dalam jaminan kesehatan diatur dalam “Pasal 2 sampai dengan 9
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013”. Menurut Pasal II Perpres tersebut, jaminan
meliputi:
18
- Pertama ialah Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang termasuk golongan miskin dan
fakir. Penetapan peserta jaminan kesehatan PBI dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2012 tentang Jaminan Kesehatan PBI.
- Kemudian yang kedua Bukan jaminan kesehatan PBI, yaitu masyarakat yang tidak
tergolong miskin dan fakir, meliputi: pekerja tetap dan keluarganya; pekerja non-gaji
dan anggota keluarganya; dan bukan para pekerja serta keluarganya.
Ada hal yang perlu diperhatikan bahwa orang asing yang telah bekerja di Indonesia
sekurang-kurangnya 6 bulan termasuk dalam kelompok Pekerja Penerima Upah dan Pekerja
Bukan Penerima Upah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (6) Perpres tersebut.
Sedangkan menurut Pasal 4 ayat (7) Perpres tersebut, jaminan kesehatan bagi warga negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur dengan peraturan perundang-undangan
tersendiri.21
21
"Peserta dan Kepesertaan Jaminan Kesehatan - JamsosIndonesia."
https://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/410. Diakses pada 15 Apr. 2022.
19
Adapun manfaat dalam Jaminan Kesehatan Nasional bagi peserta, Pertama ialah
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh lembaga kesehatan milik pemerintah atau swasta
yang bekerja sama dengan BPJS; Kedua, dalam keadaan darurat, pelayanan kesehatan dapat
diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan badan
penyelenggara jaminan sosial ; Ketiga, Lembaga penyelenggara jaminan sosial wajib
memberikan keringanan (dapat berupa uang tunai) guna memenuhi kebutuhan kesehatan para
peserta yang tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat di wilayahnya;
Keempat, pelayanan rawat inap Rumah Sakit ialah berdasarkan golongan standar; Kelima,
penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan guna
menjamin obat dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan ketersediaan,
efektivitas, kebutuhan serta efisiensi bahan medis atau perbekalan kesehatan. Keenam dalam
pengembangan pelayanan kesehatan, BPJS menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali
biaya dan sistem pembayaran dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan
kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan; Kemudian yang
ketujuh ialah untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan,
peserta dikenakan urun biaya. 22
22
"Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)." https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/kamus/file/kamus-43.pdf.
Diakses pada 15 Apr. 2022.
20
tanpa memandang tingkat pemeriksaan dan perawatan kesehatan. Prinsip ini dapat dicapai
apabila dengan membayar persentase upah kepada mereka yang berpenghasilan dan
pemerintah kepada mereka yang tidak.
21
7. Yang dimana Hasil dari pengelolaan dana jaminan sosial digunakan semata-
mata untuk pengembangan program dan untuk kebaikan peserta.23
● Prinsip Asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu insurable
interest, utmost good faith, proximate cause, indemnity, subrogation dan contribution. 24
Insurable interest didefinisikan sebagai hak asuransi yang diakui secara hukum yang
timbul dari hubungan keuangan antara tertanggung dan tertanggung. Ketika seorang
konsumen mengasuransikan sesuatu, baik berupa harta benda, jiwa dan raga, dan lain-lain,
konsumen harus memiliki alasan yang kuat untuk membeli suatu jenis asuransi. Atau dengan
kata lain, konsumen tertarik dengan hal-hal tersebut karena berkaitan dengan kebutuhan
sehari-hari. Hubungan ini relevan secara finansial, karena konsumen akan membeli premi
asuransi dan diberi kompensasi dalam bentuk uang.
23
“Bagaimana Prinsip Pelaksanaan Program JKN?”,
https://dinkes.acehprov.go.id/surat/read/2016/10/06/4/bagaimana-prinsip-pelaksanaan-program-jkn.html,
diakses 17 April 2022
24
"Prinsip Dasar Asuransi." https://panfic.com/id/insurance-knowledge/prinsip-dasar-asuransi/. Diakses
pada 4 Jul. 2022.
22
Objek asuransi yang bisa diasuransikan tergantung dari ketersediaan produk yang
berkaitan dengan benda atau harta, jiwa dan raga, dan hak kepemilikan. Pemilik polis yang
menanggung asuransi harus dalam keadaan mengalami kerugian ketika apa yang
diasuransikannya mengalami kerusakan atau berbagai macam masalah dan risiko lainnya.
Sebaliknya, ketika tidak terjadi apa-apa, pemilik polis tidak mengalami kerugian apapun,
sehingga tidak melakukan klaim asuransi. Pemilik polis harus bisa membuktikan bahwa
hubungannya dengan objek yang diasuransikan itu sah secara hukum.
Jika kontrak asuransi diibaratkan sebuah bangunan, maka asas kesempurnaan adalah
fondasinya, artinya jika infrastruktur tidak dibangun dengan baik, bangunan kontrak asuransi
dapat runtuh atau gagal mencapai tujuannya. Dalam beberapa kasus asuransi, masalah prinsip
"niat baik terbaik" sering menjadi pokok masalah. Asas itikad baik maksimum atau asas
itikad sangat baik meliputi pengertian kedua belah pihak bahwa tertanggung dan penanggung
harus membuat perjanjian/perjanjian asuransi untuk saling menguntungkan. Artinya tidak
menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan benar yang dibutuhkan masing-
23
masing pihak. Lebih dari pada itu, kata-kata “Sangat" yang tercantum dalam prinsip Utmost
Good Faith, cenderung ditujukan kepada Tertanggung, dengan pertimbangan- pertimbangan
sebagai berikut:
Ada juga berbagai persoalan tentang metode atau metode dan sistem yang diperlukan
dalam proses ganti rugi, terutama karena begitu banyak jenis asuransi kerugian yang dijual
masyarakat untuk mengakomodasi pengalihan risiko yang mereka hadapi. Penerapan asas
ganti rugi merupakan salah satu upaya pengendalian adanya itikad buruk. Mencari atau
memanfaatkan asuransi untuk keuntungan finansial dengan memanipulasi jumlah
kompensasi.
24
3. Dengan cara Reinstate yaitu membangun kembali bangunan yang rusak akibat
peristiwa kerugian. Pembangunan kembali tersebut dilakukan oleh perusahaan
asuransi.
4. Dengan cara Replace yaitu pemilihan atau penggantian dengan benda yang sejenis.
Prinsip ini erat kaitannya dengan terjadinya peristiwa (bahaya) yang dapat
menimbulkan kerugian ekonomi bagi tertanggung. Perusahaan asuransi hanya akan
membayar perusahaan asuransi untuk kerugian jika peristiwa yang sah atau nyata yang
menyebabkan kerugian ditutupi oleh jajak pendapat asuransi yang relevan.
Dalam praktek asuransi terkadang sulit untuk mengidentifikasi suatu peristiwa yang
dianggap sebagai penyebab kerugian utama atau paling efektif, karena terkadang peristiwa
tersebut bukan merupakan peristiwa tunggal (single risk), melainkan rangkaian peristiwa
yang saling terkait. , Perselisihan dan perdebatan sering muncul ketika menentukan acara
utama yang bertanggung jawab atas kerugian.
Dalam keadaan yang khusus, sering diperlukan bantuan penetapan oleh para Ahli atau
Profesional terkait, misalnya: Profesional Claim Surveyor Kebakaran atau Visum dari Dokter
bahkan peran aktif dari para Ahli Penyidikan bidang Forensik. Concurrent Cause (Penyebab
yang bersamaan) Sering terjadi ada 2 (dua) peristiwa yang berlangsung secara bersamaan,
secara independen (tidak berkaitan) yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan.
Prinsip subrogasi mengacu pada keadaan dimana kerugian yang diderita oleh
tertanggung adalah karena kesalahan pihak ketiga (orang lain). Dengan mengacu pada Pasal
1365 KUH Perdata, pihak ketiga yang bersalah harus membayar ganti rugi kepada
tertanggung, sekalipun tertanggung memiliki polis asuransi. Dalam hal ini mekanisme atau
penerapan subrogasi adalah tertanggung harus memilih sumber ganti rugi dari pihak ketiga
atau penanggung. Tidak bisa dari keduanya, karena tertanggung akan diberi ganti rugi
25
melebihi yang semestinya (yang tidak sejalan dengan prinsip ganti rugi). Jika tertanggung
telah menerima ganti rugi dari pihak ketiga, maka tidak boleh menerima ganti rugi asuransi
(kecuali jumlah ganti rugi pihak ketiga tidak sepenuhnya menutupi kerugian yang diderita).
Demikian pula bila Tertanggung sudah mendapatkan penggantian dari Asuransi, ia tidak
boleh lagi menuntut Pihak ketiga, karena hak menuntut kepada Pihak Ketiga yang bersalah
tersebut (berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata) telah diserahkan kepada Perusahaan
Asuransi, dimana Perusahaan Asuransi akan menuntut ganti rugi kepada Pihak Ketiga
(menggunakan Hak Tertanggung yang telah dilimpahkan).
6. Contribution (Kontribusi)
Prinsip Kontribusi berkaitan dengan adanya lebih dari 1 (satu) Polis yang
memberikan proteksi asuransi atas objek asuransi yang sama milik Tertanggung.
Prinsip Kontribusi mengatakan. jika terjadi jaminan asuransi Harta Benda oleh lebih
dari 1 (satu) Perusahaan Asuransi yang masing-masing mengeluarkan Polis Asuransi dengan
Harga Pertanggungan yang sama sebesar Nilai/Harga sehat Benda yang menjadi objek
pertanggungan, Perusahaan Asuransi hanya wajib membayarkan ganti rugi secara Pro Rata
sesuai dengan tanggung jawab menurut perbandingan yang seimbang. Tertanggung tidak
mungkin mendapatkan penggantian kerugian dari masing-masing Perusahaan Asuransi
secara penuh, sehingga melampaui kerugian yang sebenarnya hal ini melanggar pelaksanaan
Prinsip Indemnity.25
25
"PusatAsuransi.com – (One Stop Insurance Solution)." https://pusatasuransi.com/. Diakses pada 4 Jul.
2022.
26
Keunggulan Asuransi Kesehatan Sosial
Dalam penggunaan asuransi sosial yang yang wajib diikuti oleh semua
orang,seperti halnya pegawai dalam suatu perusahaan diwajibkan memiliki
asuransi social . Semua orang harus ikut, yang memungkinkan merata nya
asuransi sosial
2. Subsidi silang
Karena semua orang dalam suatu kelompok wajib ikut, baik yang kaya maupun
yang miskin, yang sehat maupun yang sakit, dan yang muda maupun tua, maka
pada asuransi sosial memungkinkan terjadinya subsidi silang yang luas.
Dengan penempatan iuran dan dana cadangan pada porto folio investasi dan
deposito, maupun saham.
27
Karena keanggotaan yang besar, asuransi sosial memiliki kemungkinan dapat
melakukan pengaturan tarif fasilitas kesehatan secara seragam, sehingga semakin
memudahkan administrasi dan menciptakan keteraturan antara tenaga kesehatan.
Tarif yang seragam ini memungkinkan juga penerapan standar mutu tertentu yang
menguntungkan peserta.26
Selain kelebihan yang terdapat dalam asuransi sosial yang dapat dinikmati
masyarakat, asuransi sosial juga mengandung kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pilihan terbatas
Karena asuransi sosial mempunyai produk yang seragam dan biasanya tidak
banyak berubah, amak tidak ada motivasi pengelolaan untuk berusaha merespons
keinginan peserta. Apabila asuransi sosial dikelola oleh pegawai yang kurang
selektif dan tidak memberikan insentif pada yang berprestasi, maka manajemen
cenderung kurang memuaskan peserta. Hal lain adalah karena
26
KSAP (Komite Standar Akuntansi Pemerintahan), Akuntansi Dana Kapitasi, 26 Juni 2018 in
Artikel/Opini (update on 4 July 2018, diakses 16 April 2022.
28
penyelenggaraannya tunggal, tidak ada tantangan untuk bersaing, sehingga
responss terhadap tuntutan peserta kurang cepat.
3. Pelayanan seragam
Pada umumnya fasilitas kesehatan memiliki tujuan mengejar profit yang lebih
maka lebih senang melayani orang yang membayar langsung dengan tarif yang
ditentukan sendiri yang tidak bedasarkan asuransi sosial.
Dalam membahas tentang kelebihan dan kekurangan pada asuransi sosial pada
umumnya, dapat ditarik kesimpulan. Jika kita membahas tentang kelebihan dari asuransi
sosial ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa asuransi sosial memiliki biaya premi yang
cukup terbilang murah, dengan membayar biaya premi yang murah bisa mendapatkan
berbagai fasilitas pengobatan secara gratis walaupun pasti ada juga dampak dari
kekurangannya. Lalu melindungi berbagai aspek penting dalam kehidupan , mulai dari biaya
pengobatan, dana pensiun, biaya berobat akibat kecelakaan seluruhnya ditanggung oleh
asuransi sosial.27 Bila kita membahas mengenai kekurangan banyak dilihat dari bahwa nilai
pertanggungan asuransi sosial akan jauh lebih kecil. Sedangkan beberapa perusahaan
asuransi swasta bisa memberikan santunan dua kali lipat dari uang pertanggungan tersebut.
27
“Kelebihan dan Kekurangan Asuransi Sosial, https://www.cekpremi.com/blog/asuransi-sosial/, diakses
tanggal 16 April 2022.
29
Dan terlebih kekurangan asuransi sosial selanjutnya biasanya ditemui dalam proses
praktiknya yang tergolong sering menimbulkan problematika.
30
BAB III
Prinsip asuransi sosial tersebut dijelaskan sebagai suatu prinsip yang dimana
membutuhkan rasa gotong royong yang tidak melihat tingkatan kasta maupun perbedaan
jenis kelamin, pemberiannya pun diberikan secara wajib untuk peserta dan berdasarkan pada
upah yang dimiliki. Sedangkan prinsip ekuitas juga mempunyai peranan penting
didalamnya, karena hal ini sendiri memiliki prinsip untuk menyamaratakan pemberian
28
Adolf Brelly Pangaribuan, “Perlindungan Pasien Covid-19 Dalam Asuransi Kesehatan Oleh E-Cash Pada
Aplikasi Ovo”, https://journal.uib.ac.id/index.php/jlpt/article/view/6314, hlm. 5.
31
pelayanan yang dibutuhkan pada masing-masing keperluan medisnya dan tidak
mementingkan besaran iuran yang akan dibayar. Hal ini telah dijelaskan pula dalam “Pasal
19 Ayat 2 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial” bahwa “penyelenggaraan jaminan
kesehatan memiliki sebuah tujuan untuk memberikan manfaat bagi para pesertanya dalam
mendapatkan sebuah perlindungan bagi kesehatannya.”
29
Mundiharno, “Peta Jalan Menuju Universal Coverage Jaminan Kesehatan (Road Map To A Universal
Health Coverage), hlm. 212.
32
inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis dan dalam pasal ini juga disebutkan
adanya pelayanan kesehatan rujukan yang ada di tingkat lanjutan yaitu administrasi
pelayanan; pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis dasar; pemeriksaan, pengobatan,
konsultasi spesialistik; tindakan medis spesialistik bedah maupun nonbedah; pelayanan
darah; pemulasaran jenazah peserta yang meninggal ketika sedang berada dalam fasilitas
kesehatan; pelayanan keluarga berencana; perawatan inap noninsentif; perawatan inap yang
ada di ruang insentif dan terakhir ada pelayanan ambulan darat ataupun air.” 30
30
Rosnidar Sembiring, Saidan, Zulfi Chairi, “Peningkatan Pemahaman Peran BPJS Kesehatan Pada
Masyarakat Di Masa Pandemi Covid-19 (Lokasi: Kelurahan Sidomulyo, Medan Tuntungan)”, (Sumatera
Utara: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara), hlm. 43-44.
31
Indonesia, Undang-Undang Nomer 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Pasal
10
33
C. memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja,
kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya
D. memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional
E. memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti
ketentuan yang berlaku
F. memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak
dan memenuhi kewajibannya
G. memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan
pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
H. memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun
I. membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan
berlaku umum
J. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan Sosial
K. melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala
6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
Kemudian, Sistem Jaminan Sosial (SJSN) yang merupakan tata cara dari berjalannya
BPJS, memiliki suatu kewajiban yang sebenarnya hampir mirip dengan programnya yaitu
BPJS, dimana dijelaskan dalam “Pasal 15 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional”32 yaitu “SJSN berkewajiban untuk memberikan nomor
identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarga dan berkewajiban untuk
memberikan informasi kepada pesertanya untuk mengikuti ketentuan yang berlaku serta
SJSN juga memiliki kewajiban dari pemerintah untuk membiayai jaminan kesehatan
terhadap fakir miskin dan orang tidak mampu secara bertahap.”Selain kewajiban diatas
32
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456), Pasal 15.
34
terdapat juga kewajiban yang lain maka dari itu mendapatkan asuransi tersebut, maka harus
dilakukan adanya sebuah klaim atau sebuah permohonan secara resmi yang diajukan kepada
pihak asuransi yang dilakukan oleh pihak tertanggung yang dibuat dalam sebuah perjanjian
dimana di dalamnya terdapat kesepakatan yang mana nantinya ada ganti rugi yang dilakukan
oleh tertanggung kepada penanggung jika telah terjadi transaksi premi asuransi oleh pihak
tertanggung.33 Teknis klaim asuransi ini diatur dalam “Keputusan Menteri Kesehatan
republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/4344/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim
Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Bagi Rumah
Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)” dimana “pihak
pemerintah menaruh harapan besar dengan adanya jaminan yang diberikan kepada pasien
Covid-19 dengan cara klaim penggantian biaya pelayanan pasien yang dilaksanakan oleh
rumah sakit, dapat menjamin pula meningkatnya pelayanan kesehatan pada rumah sakit yang
menjadi rujukan sehingga dapat mengurangi tingkat kematian di Indonesia” 34 dan dalam
“Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020
Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi
Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19)” “ada beberapa tingkatan pasien yang bisa klaim pelayanan
Covid-19 yaitu Orang yang berada dalam pemantauan; Pasien yang dalam pemantauan; dan
orang yang telah dikonfirmasi positif Covid-19”.35 Namun dalam pelaksanaannya sering kali
terjadi penolakan terhadap para pasien covid 19 dalam hal mendapatkan klaim jaminan
kesehatan yang sebagai mana menjadi hak nya tersebut. Salah satu faktor terjadinya
problematika dalam klaim jaminan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan virus corona
yang sedang terjadi di Indonesia akibat terbatasnya alat kesehatan dan kapasitas ruangan
33
Nur Fadilah Devi, Ayu Puspita Nurdaliani, “Klaim Dispute Berkas Pasien Rawat Inap Covid-19 Di Rumah
Sakit Hermina Depok”, (Depo: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia), hlm. 3.
34
Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/4344/2021
Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), BAB III.
35
Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020
Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu
Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), BAB II.
35
yang memadai serta jumlah tenaga kesehatan yang sudah mulai berkurang dikarenakan ikut
tertular virus corona dalam bertugas, dalam hal biaya perawatan sebenarnya sudah
ditanggung oleh pemerintah tapi memang ada beberapa ruangan yang apabila digunakan
harus membayar sejumlah uang apabila pasien atau pihak keluarga yang bersangkutan ingin
mendapatkan pelayanan yang lebih karena ruangan tersebut. “Undang-Undang Kesehatan
Nomor 36 Tahun 2006 tentang Kesehatan” sebetulnya telah mengatur perihal penolakan
pelayanan kesehatan oleh rumah sakit dimana dalam “Pasal 32 ayat 2” mengatakan bahwa
dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik rumah sakit pemerintah maupun
rumah sakit swasta dilarang menolak pasien dan meminta uang muka. Pembebasan biaya
tersebut juga terdapat dalam “Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 59 Tahun 2016 Tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging
Tertentu” dimana “yang berhak mendapatkan pembebasan biaya adalah dimana kejadian
tersebut tidak dianggap sebagai suatu wabah; pembebasan biaya terhitung sejak sang pasien
dinyatakan terkena penyakit tersebut hingga nantnya hasil pemeriksaan laboratorium keluar;
terakhir, pembebasan biaya dapat dilakukan apabila pasien telah dinyatakan positif
terinfeksinya emerging tertentu.36
Selain itu, apabila pasien virus corona yang merupakan warga negara Indonesia juga
memiliki hak yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. dimana hak yang pertama dijaminkan
oleh “Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 H ayat (1)” yang didalamnya tercantum
hak bagi setiap orang untuk hidup dan menerima pelayanan kesehatan. Hak kedua diatur
dalam ketentuan “Pasal 25 ayat (1) huruf f Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Jaminan Penyelenggaraan Kesehatan”. Hak
keempat yang juga telah diatur dalam “Pasal 25 ayat (1) huruf e Peraturan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Jaminan
Penyelenggaraan Kesehatan” dan Hak kelima yang telah diatur dalam “Pasal 58 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan”. Dalam hal ini merupakan ini
36
Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2016 Tentang Pembebasan
Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu, Pasal 3.
36
hak-hak yang dirasa kurang diperhatikan, bahkan terlupakan oleh pemerintah. Oleh sebab
itu, sangatlah penting hak pasien virus corona tersebut diberi perlindungan yang kuat dalam
bidang hukum guna mencegah terjadi hal yang serupa di lain tempat atau pun waktu. Menurut
Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum merupakan hak asasi manusia yang diberikan
pengayoman terhadap hak yang telah dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu
diberikan kepada masyarakat agar segala hak yang diberikan oleh hukum dapat dinikmati
oleh seluruh masyarakat, yang berarti suatu upaya pemberian kekuasaan guna melindungi
kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk
bertindak dalam kepentingannya tersebut37.
37
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000) hlm. 53.
37
ketentuan Pasal 47 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 1 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Selanjutnya perlindungan yang bersifat represif yaitu bentuk
perlindungan hukum yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan atas penolakan
pelayanan kesehatan virus corona di rumah sakit adalah hak menuntut ganti rugi. Hal tersebut
bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dan juga
diterangkan pula dalam “Pasal 1 butir 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional” yaitu “Sistem Kesehatan Nasional yang
harus diselenggarakan adalah dimana secara pengelolaannya harus dilaksanakan oleh seluruh
bangsa Indonesia dengan saling mendukung satu sama lain untuk nantinya tercapai sebuah
kesehatan yang tinggi dimana hal tersebut terjadi pada masyarakat.” 38
Dalam hal ini, apabila ada seorang pasien COVID-19 sekaligus peserta BPJS ingin
naik kelas dalam perawatannya, maka pemberiannya dikenal dengan istilah CoB
(Coordination of Benefit) yaitu pemberian solusi dari BPJS dengan asuransi komersial.
Namun, CoB sendiri akan berlaku jika antara perusahaan asuransi bekerjasama dalam hal
menanggung peserta tersebut agar peserta tersebut mendapat apa yang ia inginkan. CoB
diatur dalam “Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 4 Tahun 2016 Tentang
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan
Nasional” dimana disebutkan bahwa “Koordinasi adalah manfaat dari dua atau lebih
penanggung manfaat dari asuransi kesehatan yang sama sehingga dapat membatasi total
manfaat dan jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan”.39 Selanjutnya, apabila peserta
BPJS yang memiliki asuransi komersial dan ingin naik kelas dalam perawatannya maka hal
tersebut dapat dilakukan karena seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa antara BPJS
38
Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193), Pasal 1 butir 2.
39
Indonesia, Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional, Pasal 1 butir 6.
38
dengan asuransi komersial telah menjalani kerjasama. Contohnya, ada seorang pasien
sekaligus peserta BPJS dan asuransi komersial ingin memasang ring yang lebih bagus pada
jantungnya, maka cara penghitungannya adalah jika yang ditanggung BPJS adalah
Rp30.000.000, dan ring yang diinginkan itu harganya adalah Rp.35.000.000, maka adanya
selisih harga tersebut selanjutnya akan dibayarkan oleh asuransi komersial. 40 Hal tersebut
telah dijelaskan dalam “Pasal 4 ayat (3) Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Penjaminan Pelayanan Kesehatan
Dengan Asuransi Kesehatan Tambahan Dalam Program Jaminan Kesehatan” yaitu “Asuransi
Kesehatan Tambahan sebagai penjamin dan pembayar kedua sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b yang dimana melakukan penjamin dan pembayaran terhadap tagihan pada
adanya selisih biaya pelayanan kesehatan atas kenaikan kelas hak rawat inap dan rawat jalan
ekskutif kepada fasilitas kesehatan.”41
40
Herman, “Ini Benefitnya Bila Peserta BPJS Kesehatan Juga Ikut Asuransi Komersial”,
https://www.beritasatu.com/archive/173981/ini-benefitnya-bila-peserta-bpjs-kesehatan-juga-ikut-asuransi-
komersial, diakses pada tanggal 29 Juni 2022 Pukul 20.44.
41
Indonesia, Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 Tahun 2020 Tentang
Petunjuk Teknis Penjaminan Pelayanan Kesehatan Dengan Asuransi Kesehatan Tambahan Dalam Program
Jaminan Kesehatan, Pasal 4 ayat (3).
39
Hal tersebut bisa dilihat dalam ketentuan “Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit”. Selain itu, “Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit” diperkuat dengan Doktrin Vicarious Liability, dimana tenaga kesehatan yang
bertugas di rumah sakit merupakan representasi yang mewakili rumah sakit, sehingga rumah
sakit bertanggung jawab penuh atas segala perbuatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang bekerja dirumah sakit tersebut. Tanggung jawab yang diberikan rumah sakit terhadap
peserta BPJS Kesehatan yang mengalami penolakan pelayanan kesehatan virus corona di
rumah sakit berupa pemberian ganti rugi. Hal tersebut bisa dilihat dalam ketentuan Pasal
1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Namun, BPJS Kesehatan itu sendiri akan
membantu para peserta yang positif Covid-19 untuk klaim BPJS dengan cara melakukan
verifikasi yang sesuai dengan petunjuk teknis klaim penggantin biaya perawatan yang telah
ada dimana setelah melakukan verifikasi, maka selanjutnya BPJS akan memberikan Berita
Acara Verifikasi pada tagihan pembayaran kepada pihak berwenang yaitu Kementerian
Kesehatan yang dimana diberi jangka waktu tujuh hari kerja, dan selanjutnya pihak
Kementerian Kesehatan akan membayar klaim tersebut kepada rumah sakit yang dituju. 42
42
Siaran Pers, BPJS Kesehatan, hlm. 1.
40
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan semua yang terurai di dalam bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai
berikut :
41
2019 (COVID-19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19)”. Sehingga biaya pengobatan untuk pengobatan pasien
terinfeksi virus corona akan ditanggung oleh anggaran Kementerian Kesehatan.
Pemerintah dan BPJS Kesehatan hanya untuk Pemeriksa Biaya pengobatan untuk
rumah sakit pasien Covid-19
42
J. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan Sosial
K. melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala
6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
Apabila ada seorang pasien COVID-19 sekaligus peserta BPJS ingin naik kelas dalam
perawatannya, maka pemberiannya dikenal dengan istilah CoB (Coordination of Benefit)
yaitu pemberian solusi dari BPJS dengan asuransi komersial. Namun, CoB sendiri akan
berlaku jika antara perusahaan asuransi bekerjasama dalam hal menanggung peserta tersebut
agar peserta tersebut mendapat apa yang ia inginkan. CoB diatur dalam “Peraturan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional” dimana
disebutkan bahwa “Koordinasi adalah manfaat dari dua atau lebih penanggung manfaat dari
asuransi kesehatan yang sama sehingga dapat membatasi total manfaat dan jumlah pelayanan
kesehatan yang dibiayakan
4.2 Saran
Dilihat dari kesimpulan yang ada, karena masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui
bahwa sekarang perawatan pada pasien COVID-19 sudah bisa ditanggung oleh BPJS, serta
masyarakat dan juga asuransi sosial maupun asuransi komersial yang masih ragu dalam
penggunaan CoB yang digunakan apabila seorang peserta BPJS ingin naik kelas, maka perlu
adanya pelayanan yang lebih serta informasi yang lebih jelas dari BPJS itu sendiri, juga BPJS
perlu melakukan sosialisasi lagi agar masyarakat sendiri tidak kesulitan dalam hal tersebut.
43
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Mashudi dan Moch. Chidir Ali. “Hukum Asuransi”. (Bandung: Mandar Maju, 1995).
hlm. 65.
Satjipto Raharjo. Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000) hlm.
53.
Peraturan Perundang-undangan
44
.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/238/2020 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian
Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah
Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19). BAB II.
.Keputusan Menteri Kesehatan republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/4344/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian
Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Bagi
Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19). BAB III.
45
_____. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 4 Tahun 2016
Tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam
Program Jaminan Kesehatan Nasional. Pasal 1 butir 6.
______. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2016
Tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu,
Pasal 3.
_____. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 Tahun
2020 Tentang Petunjuk Teknis Penjaminan Pelayanan Kesehatan Dengan
Asuransi Kesehatan Tambahan Dalam Program Jaminan Kesehatan, Pasal
4 ayat (3).
46
"Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)."
https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/kamus/file/kamus-43.pdf.
Diakses pada 15 Apr. 2022.
"Jenis-jenis Risiko Asuransi dan Cara Mengelola yang Tepat - Qoala." 12 Jan. 2021,
https://www.qoala.app/id/blog/asuransi/umum/jenis-dan-cara- mengelola-
risiko-asuransi/. Diakses pada 29 Mar. 2022.
47
Anonim, “Asuransi Sosial”,
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Category/147, diakses tanggal
29 Maret 2022.
Herman, “Ini Benefitnya Bila Peserta BPJS Kesehatan Juga Ikut Asuransi
Komersial”, https://www.beritasatu.com/archive/173981/ini-benefitnya-bila-
peserta-bpjs-kesehatan-juga-ikut-asuransi-komersial, diakses pada tanggal 29
Juni 2022 Pukul 20.44.
Julia Kagan, Pajak Jaminan Sosial, diperbaharui 16 November 2019.
48