Anda di halaman 1dari 52

HUKUM KESEHATAN

Tentang
“LAW OF HEALTH FINANCING AND INSURANCE”
Syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kesehatan
Di bawah bimbingan:
Dr. Apt. Gunawan Widjaya, S.H., S.Farm., M.H., M.M., MARS., ACIArb., MSIArb.

KELOMPOK 6:

1. AKBAR ADI SATRIA ACHMAD - 1833.001.149


2. WISNU ALAMSYAH - 1833.001.064
3. JESSICA KUSUMA DHARMA - 1833.001.060
4. AFIFAH DARA SALSABILA - 1833.001.032
5. SATRIO BAMBANG ADINOTO AKAM - 1933.001.091
6. JONAN TRI UTAMA GINTING - 1933.001.238

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
penyertannya-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas kelompok yang berupa Makalah
dengan judul “ Law Of Health Financing And Insurance “.

Adapun makalah ini telah kami usahakan dan upayakan semaksimal mungkin untuk
mendapatkan hasil karya tulis dan hasil analisa yang sebaik mungkin, tentunya dengan
dukungan dan dukungan dari banyak pihak termasuk Dosen Pembimbing mata kuliah
Hukum Kesehatan yang selalu memberi masukan, kritik yang membangun serta karena telah
membagi sebagian ilmu pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dengan baik.

Kami sangat menyadari bahwa makalah atau karya tulis yang kami buat ini jauh dari
kata sempurna namun kami telah berusaha dan berupaya semaksimal mungkin untuk
mendapatkan hasil yang baik dan benar. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
akan sangat kami nantikan agar kami dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya.

Bekasi, Mei 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian.......................................................... 4
1.3.1 Tujuan dalam penelitian ...................................................................................... 4
1.3.2 Kegunaan Penelitian .......................................................................................... 4
1.4 Metode penelitian ................................................................................................... 5
1.4.1 Bentuk Penelitian ................................................................................................. 5
1.4.2 Jenis Data .............................................................................................................. 5
1.4.3 Jenis Sumber Hukum........................................................................................... 5
1.4.5 Alat Pengumpulan Data....................................................................................... 6
BAB II RUANG LINGKUP JAMINAN KESEHATAN DI INDONESIA ..................... 7
2.1 Pengertian Asuransi............................................................................................... 7
2.2 Perjanjian Asuransi Kesehatan ............................................................................ 8
2.3 Risiko Sakit ........................................................................................................... 12
2.4 Risiko Yang Dapat Diasuransikan ..................................................................... 14
2.5 Asuransi Kesehatan Sosial ..................................................................................... 15
2.6 Peserta Jaminan Kesehatan ................................................................................ 18
2.7 Prinsip Sistem Jaminan Kesehatan .................................................................... 20
2.8 Kelebihan dan Kelemahan Asuransi Kesehatan Sosial .................................... 26
BAB III PERLINDUNGAN ASURANSI KESEHATAN TERHADAP PASIEN
COVID-19 DALAM PERSPEKTIF HUKUM KESEHATAN ...................................... 31
3.1 Pengaturan Dalam Asuransi Sosial ......................................................................... 31

ii
3.2 Kewajiban Dalam Asuransi Sosial .......................................................................... 33
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 41
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 41
4.2 Saran .......................................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 44

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam membuat suatu paper sebuah topik berperan penting didalamnya. Di paper
ini, Penulis memilih Asuransi sebagai topiknya. Maka dalam latar belakang, yang akan
penulis bahas adalah pengertian secara umum serta apa saja yang berkaitan tentang Asuransi
serta Penulis juga akan membahas mengenai apa itu hidup sehat dan juga peran penting
Asuransi sebagai suatu jaminan penggantian sosial.

Setiap manusia pastinya akan selalu berhadapan dengan risiko, yakni risiko yang
paling sering dihadapi yakni risiko kesehatan jiwa yang meliputi sakit, kecelakaan, menjadi
tua, dan sebagainya 1. Hidup di Indonesia mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan
dengan hidup di negara maju karena pemerintah telah mengurangi banyak risiko hidupnya.
Risiko sakit inilah yang pengalihannya melalui Asuransi Sosial. Asuransi sosial yang
dimaksud adalah pemberian jaminan sosial kepada masyarakat yang dibentuk oleh
pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan yang ada.2 Asuransi hadir untuk memberikan
perlindungan terhadap risiko kerugian finansial. Manajemen risiko harus dipahami sebelum
memutuskan untuk membeli produk asuransi. Hal ini memungkinkan kita sepenuhnya
memahami risiko mana yang dapat diklaim dan mana yang tidak ditanggung oleh asuransi.
Adapun klasifikasi Risiko dalam Asuransi, diantaranya adalah Risiko murni, risiko

1
Achmad Abid Mudayama, “Dalam kebijakan kesehatan Indonesia”, Sumber: neraca.co.id.copyright@2019.
2
Anonim, “Asuransi Sosial”, https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Category/147, diakses tanggal
29 Maret 2022.

1
spekulatif, risiko khusus, risiko fundamental, risiko individu, risiko harta, serta risiko
tanggung gugat.3

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


diamanatkan bahwa tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam
perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan
tersebut semakin dipertegas yaitu dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
kesejahteraan seluruh rakyat. Hal tersebut dikemukakan pula dalam “Pasal 28H ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional”, dimana dijelaskan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.4

Di zaman sekarang, menjalani hidup sehat bukan lagi menjadi kebutuhan, tetapi
banyak masyarakat yang menjalankan hidup sehat sebagai tren. Hidup sehat sendiri diartikan
sebagai perasaan baik dalam rohani maupun jasmaninya, dimana seseorang tersebut berhasil
menjalani hidup sehat apabila fisik maupun psikisnya tidak mengalami masalah kesehatan.
namun, tidak menutup kemungkinan apabila penyakit juga datang kepada kita walaupun
sudah menjalani hidup sehat.5 Ketika orang-orang yang sakit perlu perawatan, maka otomatis
mereka harus melakukan pembiayaan yang besar namun hal tersebut bisa dilakukan
meminimalisir pengeluaran biaya yang besar. Pembahasan mengenai biaya yang besar itu
masuk kedalam Catastrophic Expenditure. Dimana pada saat orang harus membayar biaya
atau pembayaran bersama dan gotong royong untuk perawatan kesehatan, jumlahnya bisa
sangat tinggi dalam kaitannya dengan pendapatan sehingga mengakibatkan “bencana
keuangan” bagi individu atau rumah tangga. Pengeluaran yang begitu tinggi dapat berarti

3
"Jenis-jenis Risiko Asuransi dan Cara Mengelola yang Tepat - Qoala." 12 Jan. 2021,
https://www.qoala.app/id/blog/asuransi/umum/jenis-dan-cara-mengelola-risiko-asuransi/. Diakses pada 29
Mar. 2022.
4
Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Lembaran Negara Republik Indonesia,
No. 75, 1959). Pasal 28H ayat (1).
5
Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat, “Hidup Sehat”,
https://promkes.kemkes.go.id/hidup-sehat, diakses tanggal 29 Maret 2022.

2
bahwa orang harus mengurangi kebutuhan seperti makanan dan pakaian, atau tidak mampu
membayar pendidikan anak- anak mereka. Setiap tahun, sekitar 44 juta rumah tangga, atau
lebih dari 150 juta orang, di seluruh dunia menghadapi pengeluaran yang sangat besar, dan
sekitar 25 juta rumah tangga atau lebih dari 100 juta orang didorong ke dalam kemiskinan
karena kebutuhan untuk membayar layanan.

Selain itu, dampak dari pembayaran langsung untuk perawatan kesehatan ini
melampaui pengeluaran bencana saja. Banyak orang mungkin memutuskan untuk tidak
menggunakan layanan, hanya karena mereka tidak mampu membayar biaya langsung, seperti
konsultasi, obat-obatan dan tes laboratorium, atau biaya tidak langsung, seperti transportasi
dan makanan khusus. Rumah tangga miskin cenderung tenggelam lebih jauh ke dalam
kemiskinan karena efek buruk penyakit pada pendapatan dan kesejahteraan umum mereka.

Perhatian pembuat kebijakan adalah untuk melindungi orang dari bencana keuangan
dan pemiskinan sebagai akibat dari penggunaan layanan kesehatan. WHO telah mengusulkan
bahwa pengeluaran kesehatan dipandang sebagai bencana bila lebih besar dari atau sama
dengan 40% dari pendapatan non-subsisten rumah tangga, yaitu pendapatan yang tersedia
setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Namun, negara mungkin ingin menggunakan titik batas
yang berbeda dalam menetapkan kebijakan kesehatan nasional mereka.6 Di Indonesia sendiri,
pengurangan dalam hal Catastrophic Expenditure ini dilakukan melalui Undang-Undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional yang pelaksanaannya diwujudkan dalam Undang-Undang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Walaupun pengaturan jaminan sosial kesehatan telah diatur dalam Undang-Undang


Dasar 1945 dimana Negara yang bertanggung jawab atas pemberian perlindungan bagi
rakyat, namun dalam pelaksanaannya masih tidak sesuai yang diharapkan. Hal tersebut
terjadi dikarenakan masih ditemuinya kesulitan-kesulitan yang dimana mencakup tentang
kepesertaan, pembiayaan, pelayanan, serta pengaturan yang dirasa sangat sulit dan berbelit-

6
"Catastrophic expenditure - WHO | World Health Organization."
https://www.who.int/health_financing/pb_2.pdf. Diakses pada 23 Mar. 2022.

3
belit dalam halnya pemberian pelayanan.7 Salah satu yang terasa adalah adanya perbedaan
kelas-kelas dalam pemberian jaminan sosial kesehatan khususnya pada BPJS. Perbedaan
kelas-kelas tersebut diatur dalam “Pasal 23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional”8 dan “Peraturan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan”9
yang pengaturannya berdasarkan upah kerja yang didapat oleh para peserta pelayanan BPJS
Kesehatan. Dimana, perbedaan kelas-kelas ini justru berbanding terbalik dari pengaturannya
yang ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebelumnya telah dijelaskan
sebelumnya, sehingga seringkali masyarakat merasa adanya pelayanan yang tidak berbasis
keadilan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaturan dalam Asuransi Sosial?

2. Bagaimana kewajiban dalam asuransi sosial?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan dalam penelitian ini adalah


1) untuk mengetahui bagaimana pengaturan dalam asuransi sosial.
2) untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab hukum dalam asuransi sosial.

1.3.2 Kegunaan Penelitian


Adapun kegunaan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

1) Sebagai bahan kajian mengenai pengaturan dalam asuransi.

7
Putu Ayu Indrayathi, “Bahan Ajar Pembiayaan Kesehatan Berbagai Negara Untuk Mahasiswa Program
Studi Kesehatan Masyarakat”, (Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2016).
8
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456), Pasal 23.
9
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggara
Jaminan Kesehatan, Pasal 23.

4
2) Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat membantu bagi para penegak
hukum dalam menyelesaikan masalah pada penyelesaian asuransi komersial
dan upaya bagi pemerintah dalam unifikasi jaminan kesehatan.

1.4 Metode penelitian


Metode Penelitian adalah tipe ataupun jenis penelitian yang dilakukan untuk mencari,
mengumpulkan, mengelola, serta menganalisis sebuah data dalam bentuk penelitian. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan bersumber
dari Sesuai dengan perumusan masalah dalam penelitian ini yang memfokuskan Hubungan
Hukum antara peserta jaminan kesehatan dengan penyelenggara, hubungan hukum antara
fasilitas kesehatan dengan penyelenggara dan hubungan hukum antara peserta dengan
fasilitas kesehatan dalam wadah badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan (BPJS) maka
tipe metode penelitian yang digunakan dalam disertasi ini adalah :

1.4.1 Bentuk Penelitian


Penelitian terhadap hubungan hukum antara Peserta Jaminan Kesehatan dengan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan dan Penyedia Fasilitas Kesehatan, didasarkan pada
penelitian terhadap ketentuan Pasal 19, Pasal 20 dan 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal
25, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan terhadap ketentuan Pasal 1338 dan 1320 KUH Perdata, dan
asas-asas hukum perdata lain yang terkait dengan praktik jaminan kesehatan.

1.4.2 Jenis Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lebih menggunakan data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan.

1.4.3 Jenis Sumber Hukum


Yaitu berupa data sekunder yang dikumpulkan melalui studi yang terkait, yang merupakan
sumber tertulis sebagai dasar acuan dari permasalahan yang dibahas, yaitu terbagi 3 (tiga):

5
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat seperti UUD 1945 dan
perubahannya dari amandemen pertama sampai dengan keempat, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, (KUH Perdata), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-undang nomor 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian, Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan
kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan Kesehatan,
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2021 tentang perubahan keempat atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan
pada Jaminan Kesehatan Nasional.
2. hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, dan yang sangat terkait dengan penelitian berupa: buku-buku, jurnal
ilmiah, hasil penelitian yang dapat memperkuat analisis dalam penelitian ini,
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedia
dan lain-lain.

1.4.5 Alat Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat pengumpulan data melalui:

Studi dokumen, yaitu data yang dikumpulkan sehubungan dengan penelusuran dan
penelahaan data dari penyelenggaraan jaminan kesehatan Nasional.bahan pustaka atau bahan
sekunder lain.10

10
Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Strata Satu (S-1), Cetakan ke-8, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas
Krisnadwipayana, 2021), hlm. 5.

6
BAB II

RUANG LINGKUP JAMINAN KESEHATAN DI INDONESIA

2.1 Pengertian Asuransi


Secara umum asuransi diartikan sebagai perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah
pihak yang disebut sebagai tertanggung dan penanggung yang dimana pihak tertanggung
memiliki kewajiban untuk membayar iuran kepada pihak penanggung. Hal itu dilakukan
karena untuk mendapat ganti rugi ketika muncul risiko finansial.11 Menurut “Pasal 1 butir 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian”,
“Asuransi adalah perjanjian yang dilakukan antara dua pihak yaitu antara pihak perusahaan
asuransi dengan pihak pemegang polis yang dimana menjadi dasar bagi setiap penerimaan
premi oleh pihak perusahaan asuransi yang memberikan penggantian terhadap pihak
tertanggung karena adanya kerugian serta kerusakan, hilangnya keuntungan bagi si
tertanggung hingga adanya tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang dapat diderita
oleh tertanggung itu sendiri karena adanya peristiwa yang terjadi diluar kehendaknya, serta
pihak penanggung memiliki kewajiban untuk memberikan pembayaran kepada tertanggung
yang dimana pembayaran tersebut memiliki manfaat bagi kelangsungan hidup
tertanggung”.12 Dalam “Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang” dijelaskan juga
mengenai asuransi, dikatakan bahwa “asuransi atau dengan kata lain pertanggungan
merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara dua pihak yaitu pihak penanggung dan
pihak tertanggung, dimana pihak penanggung memberikan sebuah premi oleh tertanggung

11
“Apa Itu Asuransi”, https://superyou.co.id/blog/keuangan/apa-itu-asuransi/, diakses pada tanggal 14 April
2022.
12
Indonesia, Undang-Undang Nomer 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Tambahan Lembar Negara
Republik Indonesia Nomor 5618), Pasal 1 Butir 1.

7
karena mengalami sebuah peristiwa yang tidak tertentu seperti ganti rugi, kerusakan ataupun
kehilangan pada keuntungan”.13

Menurut Robert L. Mehr yang adalah seorang ahli, asuransi diartikan sebagai sebuah
alat yang digunakan untuk mengurangi risiko yang akan terjadi, dimana alat tersebut
digabungkan dengan beberapa unit yang berisiko agar dapat memprediksi serta mengurangi
risiko terhadap individu. Menurutnya, setelah memprediksi kerugian tersebut, barulah dapat
dibagi serta melakukan pendistribusian yang sesuai pada porsinya dalam beberapa unit yang
telah disebutkan tadi. Mark R. Greene juga memberi tanggapan perihal asuransi, menurutnya
asuransi merupakan suatu hal yang dapat diprediksi agar dapat terjadi pengurangan risiko
yang diderita oleh satu manjemen dan kelompok objek yang dilakukan pada sebuh insitusi
ekonomi.14

2.2 Perjanjian Asuransi Kesehatan

Jika melihat perjanjian pada umumnya, berbeda pengertian pada perjanjian jaminan
kesehatan, terlihat lebih khusus pada pengertian perjanjian di dalam Pasal "1313 KUH
Perdata". Dimana mengenal kewajiban memenuhi yang menyangkut perikatan umum
sedangkan pada perjanjian jaminan kesehatan meskipun ada kewajiban prestasi (kewajiban
menuntut pengambilan manfaat) namun prestasi dapat dialihkan dan dilaksanakan oleh pihak
lain yakni penyedia fasilitas kesehatan. Hal ini kemungkinan kewajiban dari penyelenggara
tidak sebagaimana yang telah dijanjikan kepada peserta, karena dalam pengambilan manfaat
tidak dilakukan sendiri oleh penyelenggara akan tetapi oleh pihak ketiga yaitu penyedia
fasilitas kesehatan. Sedangkan antara peserta jaminan kesehatan dengan penyedia fasilitas
kesehatan tidak terjadi perjanjian. Hal seperti ini sering memunculkan problematika.

Yang dilakukan penyedia fasilitas kesehatan baik dalam praktiknya sering terjadi hal-
hal yang merugikan peserta terutama oleh penyedia fasilitas tingkat lanjut, seperti ditolaknya

13
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 246.
14
“8 Pengertian Asuransi Menurut Para Ahli”, https://www.dosenpendidikan.co.id/asuransi-adalah/, diakses
tanggal 15 April 2022.

8
peserta oleh rumah sakit dengan alasan tidak ada kamar kosong, ataupun pelayanan akan
dilakukan apabila peserta pindah kelas yang lebih tinggi sehingga berakibat tidak seperti
yang diharapkan oleh peserta jaminan kesehatan., bahkan tindakan dari Rumah sakit
memberi pengaruh buruk berupa risiko medis yang tidak diduga dan berakibat tidak seperti
yang diharapkan oleh peserta jaminan kesehatan . Perihal ini tentunya peserta tidak dapat
melakukan penuntutan langsung kepada penyedia fasilitas kesehatan (rumah sakit) karena
tidak adanya perjanjian antara peserta dengan penyedia fasilitas kesehatan tidak ada.
Memang ada peraturan yang mengatur tentang pelayanan kesehatan yaitu dalam "Peraturan
Pemerintah Nomor 47 tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan", gua melaksanakan
ketentuan "Pasal 35 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan".
Mengenai fasilitas kesehatan yang diatur di dalam peraturan pemerintah tersebut adalah
penyediaan fasilitas yang mengenai kebendaan dan bukan pengaturan perikatan khusus non
kebendaan antara peserta jaminan kesehatan dengan penyelenggara jaminan kesehatan,
ataupun perjanjian antara peserta jaminan kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan.
Pengertian isi perjanjian dalam perikatan umum yang sudah jelas membahas atau tidak
dibenarkan ditafsirkan lain berdasarkan ketentuan "Pasal 1342 KUH Perdata"15. Pembatasan
penafsiran terhadap isi suatu perjanjian pada konteks perikatan umum menyebutkan kalimat
utuh sebagai berikut: “Jika kata-kata di dalam suatu perjanjian sudah jelas, tidaklah
diperkenankan untuk menyimpang dari padanya dengan jalan penafsiran”. Pengertian
perjanjian yang sudah jelas membahas dalam suatu perikatan kebendaan, harta kekayaan/jasa
umum saja tidak diperkenankan diulas terlebih pengertian persetujuan di dalam perikatan
khusus sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang tentang Asuransi dan lebih khusus
lagi tentang asuransi kesehatan sosial. Kekhususan ini terlihat bahwa jaminan sosial
kesehatan sebagaimana yang diatur dalam "Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004" adalah
jaminan kesehatan yang bersifat wajib bagi seluruh penduduk Indonesia, sehingga asuransi
kesehatan ini merupakan pengaturan yang bersifat percampuran antara perikatan umum dan
khusus dalam "KUH Perdata". Juga mengatur aturan yang bersifat administrasi negara yang

15
Mashudi dan Moch. Chidir Ali, “Hukum Asuransi”, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm. 65.

9
mendalami iuran, Maka dari itu mengenai hal ini juga mengatur bidang hukum administrasi
negara, akan tetapi untuk peserta non penerima bantuan iuran atau peserta pembayar mandiri
adalah hubungan hukumnya adalah bersifat keperdataan.
Hubungan hukum yang terjadi di dalam jaminan kesehatan adalah hubungan hukum
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata di mana disebutkan “untuk
kepentingan pihak ketiga yang apabila dalam perjanjian tersebut dibuat untuk diri sendiri
atau kepada orang lain yang didalamnya terdapat syarat, maka pihak yang terlibat telah
menentukan syarat tersebut dan tidak dibolehkan untuk menarik kembali apabila pihak ketiga
telah mengatakan bahwa akan menggunakan syarat tersebut”.16 Mendasarkan pada "Pasal
1317 KUH Perdata", maka hubungan dalam jaminan kesehatan adalah dengan adanya
perikatan antara peserta jaminan kesehatan dengan penyelenggara jaminan kesehatan (BPJS
Kesehatan) maka BPJS Kesehatan dalam sisi lain membuat perjanjian kerja sama dengan
penyedia fasilitas kesehatan (Rumah sakit maupun dokter) sekaligus menanggung atau
menjamin pihak ketiga dalam hal ini adalah peserta jaminan kesehatan untuk memberikan
pelayanan kesehatan pada saat peserta jaminan kesehatan mengambil manfaat sebagaimana
yang telah diperjanjikan antara peserta jaminan kesehatan dengan penyelenggara. Hubungan
hukum mencipakan penyelenggara jaminan kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan
menanggung kepentingan peserta jaminan kesehatan seperti yang diatur dalam "Pasal 1820
KUH Perdata" maka dari itu kepentingan peserta jaminan dan pihak ketiga dalam hal ini
adalah penyedia fasilitas kesehatan mengevaluasi dirinya untuk memenuhi perikatannya si
berhutang yang dalam posisi ini adalah penyelenggara jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan)
. Akan tetapi kesamaan ini juga tidak tepat, mengingat bahwa objek dari perikatan antara
BPJS Kesehatan dengan peserta jaminan kesehatan adalah berupa pengambilan manfaat pada
saat peserta sakit yang membutuhkan pelayanan kesehatan, dan BPJS Kesehatan sendiri
sebagai penyelenggara jaminan kesehatan secara praktiknya memang tidak bisa mewujudkan
pemenuhan tersebut tanpa mengajak pihak ketiga yaitu penyedia fasilitas kesehatan dan juga
prestasi yang dijanjikan adalah bukan hutang piutang yang terlihat pada "Pasal 1820 KUH

16
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1317.

10
Perdata". maka dari itu terdapat hubungan hukum yang terjadi adalah adanya 2 (dua)
perjanjian yang berbeda yaitu perjanjian antara Peserta jaminan kesehatan dengan BPJS
Kesehatan yang berisi hak dan kewajiban antara keduanya, yaitu peserta jaminan kesehatan
wajib membayar iuran telah ditentukan dan BPJS Kesehatan berkewajiban memberikan
manfaat berupa pelayanan kesehatan bilamana peserta jaminan membutuhkannya, dan
selanjutnya BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan kesehatan mengikatkan dirinya
dengan penyedia fasilitas kesehatan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan.
Di dalam membuat isi perjanjian terdapat ciri yang berbeda antara peserta dengan
BPJS Kesehatan pada satu sisi dan perjanjian antara BPJS Kesehatan dengan penyedia
fasilitas kesehatan karena dalam perjanjian yang pertama yaitu antara peserta jaminan
kesehatan dengan BPJS Kesehatan isinya telah ditentukan secara sepihak oleh BPJS
Kesehatan atau bersifat kontrak baku/standar kontrak, sehingga tidak ada pilihan lagi bagi
peserta jaminan kesehatan untuk ikut serta menentukan isi, apalagi di dalam pengaturan
jaminan kesehatan ini adalah bersifat wajib sebagaimana yang diatur dalam "Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional".
Peserta jaminan kesehatan tidak dapat mengakhiri kepesertaan, hal ini karena sifat
kepesertaan adalah wajib dan mengikat, kecuali peserta tersebut telah meninggal dunia.
Menurut "Pasal 39 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian"
menentukan tentang program asuransi wajib, tapi tidak mengatur program asuransi wajib
tersebut, selanjutnya di dalam ayat (3) ditentukan “ Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur
dan program asuransi harus menaatinya. Dari ayat ini maka bisa disimpulkan bahwa
penyelenggara asuransi wajib bisa Badan Hukum Privat maupun Badan Hukum Publik
asalkan memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Sedangkan pada perjanjian antara BPJS Kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan
adalah berupa perjanjian kerja sama, yang sudah barang tentu isinya adalah merupakan
kehendak yang datang dari kedua belah pihak dan bukan bersifat kontrak tertulis, antara BPJS
Kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan keduanya terikat dalam suatu perjanjian yang
setara yakni kedua belah pihak mempunyai kesepakatan, kehendak untuk saling tawar
menawar dalam menentukan isi dari perjanjian, bahkan di dalam isi perjanjian juga
11
ditentukan hak dan kewajiban, penyelesaian sengketa apabila ada permasalahan di antara
para pihak di kemudian hari.
Bedasarkan “Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014" Asuransi yaitu “ suatu perjanjian yang
dilakukan oleh dua pihak, yang menjadi landasan bagi penerima premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan" untuk:
a) Guna memenuhi penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan dan tanggung jawab yang dibebankan
kepada pihak ketiga karena apa yang telah diderita oleh pihak ke pertama
b) Memberikan pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat
yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Jika menurut definisi asuransi tersebut, maka bisa dikatakan bahwa asuransi adalah suatu
bentuk perjanjian di mana harus memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam "Pasal 1320
KUH Perdata", namun dengan karaktaristik “khusus” sebagaimana yang dijelaskan dalam
"Pasal 1774 KUH Perdata", yang menyatakan bahwa, “suatu persetujuan untung-untungan
(kansovereenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, membahas untung ruginya, baik
bagi seluruh pihak namun masih banyak yang berharap kepada sesuatu yang akan datang”.
Dengan melihat ketentuan itu, maka terdapat beberapa hal penting mengenai asuransi yang
patut dicermati di antaranya, perjanjian asuransi wajib memenuhi "Pasal 1320 KUH Perdata"
tentang syarat sahnya suatu perjanjian.

2.3 Risiko Sakit


Risiko diartikan sebagai suatu keadaan yang dapat menimbulkan sebuah bahaya yang
tidak diharapkan apabila keadaan tersebut terjadi.17 Selanjutnya, ada sebuah pendapat juga
dari Vaughan dalam bukunya yang berjudul “Asuransi Kesehatan Nasional” ia berpendapat
bahwa ada beberapa teknik untuk menyelesaikan sebuah risiko, yaitu:

1) Menghindari Risiko (risk avoidance)

17
https://id.m.wikipedia.org.wiki.R, diakses 17 April 2022.

12
Menghindari risiko ini hanya dapat dilakukan terhadap risiko yang dapat
dilihat saja, seperti misalkan menghindari risiko yang disebabkan dari rokok
yang dapat menimbulkan kanker paru-paru atau jantung. Namun, dijelaskan
bahwa risiko ini dapat dihindari karena timbul dalam jangka waktu yang
panjang, karena tidak semua orang dapat menghindari atau mencegah risiko
ini, maka caranya adalah dengan memperhitungkan atau memanajemen risiko
tersebut dengan menghindari sumber dari risiko tersebut.

2) Mengurangi risiko (risk education)

Apabila menghindari risiko tidak dapat dilakukan dengan cara


memperhitungkan atau memanajemen risiko tersebut, maka dapat dilakukan
dengan cara mengurangi risiko. Mengurangi risiko sendiri ini dilakukan
apabila seperti hal pengendara motor yang memiliki kewajiban untuk
memakai helm, yang dimana hal ini bisa menjadi pengurangan risiko terhadap
kecelakaan motor yang dapat mengakibatkan celakanya kepala sang
pengendara hingga dapat mengakibatkan kematian pada saat kecelakaan
terjadi.

3) Memindahkan risiko (risk transfer)

Tidak selamanya mengurangi risiko dapat berjalan dengan baik, dan apabila
itu tidak berjalan sesuai yang diingkan maka hal yang harus dilakukan
selanjutnya adalah dengan cara memindahkan risiko kepada orang lain. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara memindahkan risiko kepada pihak lain
contohnya seperti ke perusahaan asuransi, badan penyelenggaraan jaminan
sosial, pemerintah atau badan sejenisnya) melalui cara kita membayar kepada
pihak tersebut sejumlah premi atau iuran (ada transaksi). Dalam asuransi,
prinsip ini disebut sebagai prinsip fundamental, yang dimana kebanyakan
orang tidak bisa menyadari apabila sesungguhnya ada risiko kematian yang
dapat menyebabkan ketiadaan dana bagi setiap ahli warisnya.

13
4) Mengambil risiko (risk assumption)

Jika ketiga cara sebelumnya tidak dapat dilakukan, maka terakhir dapat
dilakukan mengambil atau menerima risiko. Tidak banyak orang yang dapat
bersikap rasional untuk menerapkan setiap prinsip-prinsip dari manajemen
risiko yang ada, ada beberapa orang yang tidak memperdulikan hal tersebut
sehingga orang tersebut menerima risiko yang ada. Ketika semua orang yang
ada menjadi pengambil risiko, maka yang terjadi adalah asuransi tidak akan
pernah ada.18

2.4 Risiko Yang Dapat Diasuransikan


Mengenai pembahasan Risiko Yang Dapat Diasuransikan, Kelompok Kami akan
membahas risiko-risiko apa saja yang dimana dapat diasuransikan.

Ada beberapa jenis risiko, yaitu:

● Spekulatif

Beberapa orang mungkin mengalami keuntungan, kerugian, atau tidak ada perubahan
sama sekali yamg dimana disebut risiko spekulatif. Salah satu Contohnya investasi saham.
Nilai investasi yang dimana tidak dapat ditebak untung, rugi atau tidak ada perubahan sama
sekali. Berdasarkan Pengertian diatas kemungkinan ini bersifat spekulatif dan harus disadari
sebelum membeli.

● Murni

Menganai risiko murni, ada kerugian jika itu terjadi, tetapi tidak ada untung atau rugi
jika tidak. Contohnya adalah kecelakaan yang mengakibatkan cacat, sehingga membuat diri
tidak dapat berproduksi dan tidak dapat memiliki penghasilan.

18
Vaughan, “Asuransi Kesehatan Nasional” PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan Dari
Asuransi Kesehatan Indonesia), Jakarta, edisi Mei 2013, hlm. 26-28.

14
● Khusus

Yang Dimna Hilangnya risiko khusus bersifat pribadi. Contohnya adalah pencurian.

● Fundamental

Jika ini terjadi, potensi risikonya bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga orang
lain. Risiko-risiko ini berada di luar kendali manusia. Bencana alam, seperti tsunami atau
gempa bumi.

Di antara berbagai risiko tersebut, risiko spekulatif tidak dapat ditanggung oleh
asuransi. Dampak dari risiko ini juga dapat dinilai dalam istilah moneter dan tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang berlaku.

2.5 Asuransi Kesehatan Sosial


Ketika membahas jaminan kesehatan sosial, penulis akan membahas jaminan
kesehatan sosial sebagai program asuransi yang pelaksanaannya harusberdasarkan undang-
undang. Dalam hal ini juga akan dibahas implementasinya dan contoh jaminan kesehatan
sosial.

Asuransi kesehatan sosial merupakan mekanisme pembiayaan pelayanan kesehatan


yang semakin banyak digunakan di seluruh dunia karena keandalan sistemnya menjamin
kebutuhan kesehatan masyarakat suatu negara. Namun, di Indonesia pemahaman tentang
jaminan kesehatan nasional masih sangat rendah, karena selama ini masyarakat Indonesia
kurang memahami tentang jaminan kesehatan, lebih didominasi oleh jaminan kesehatan
komersial.

Asuransi Sosial bertujuan untuk memastikan cara bagi orang yang membutuhkan
layanan medis tanpa melihat ekonomi atau usia. Prinsip ini disebut keadilan sosial (keadilan
sosial / keadilan sosial) adalah dasar dari seseorang yang hidup di dunia. Asuransi Sosial
bekerja dari redistribusi hak dan liabilitas untuk orang miskin, sehat, Tuumuda, berisiko

15
tinggi dan tinggi dalam sifat peradaban manusia.19 Keanggotaan dalam asuransi sosial di
bidang kesehatan diperlukan karena jika tidak perlu, orang tidak akan berpartisipasi dalam
menjadi peserta. Asuransi yang diperlukan tidak bertentangan dengan hak asasi manusia,
tetapi merupakan upaya untuk melakukan hak asasi manusia melalui keuangan kolektif.

Sebagai sesuatu yang wajib, harus diatur dengan undang-undang yang ditetapkan
oleh aparatur negara, maka jaminan sosial yang memenuhi syarat itu harus diatur dengan
undang-undang, seperti di Indonesia yaitu “undang-undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional”. Dalam asuransi sosial, manfaat yang dijamin undang-undang
adalah sama atau relatif sama bagi semua anggota karena ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan anggota, manfaat ini sering disebut paket. basic, basic basic need adalah untuk
menopang kehidupan manusia. , sehingga dapat bekerja dengan baik. Dalam asuransi
pensiun, manfaat yang diperoleh relatif kecil/lemah karena tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang minimal. Di Indonesia Pengertian Asuransi

Kesehatan pada umumnya bertujuan menjamin pelayanan kesehatan yang mudah


dijangkau, sehingga yang dijamin hanya kasus yang murah, sedangkan kasus berat dan mahal
justru tidak dijamin. Pengertian itu tentu tidak sesuai dengan prinsip asuransi yang berat sama
dipikul, umumnya upaya yang diperlukan sering kali justru pelayanan operasi atau perawatan
intensif di rumah sakit yang memerlukan biaya besar. Sejalan dengan tujuan
penyelenggaraan asuransi sosial yaitu terpenuhinya kebutuhan penduduk atau populasi
tertentu, di mana tanpa asuransi sosial kemungkinan besar mereka tidak mampu
memenuhinya sendiri. Apabila pemenuhan kebutuhan itu diharapkan mudah (komersial)
dengan cara membeli asuransi, maka ada kemungkinan mereka tidak mampu atau tidak
disiplin untuk membeli asuransi.

Dalam asuransi sosial, premi umumnya berpatok terhadap pendapatan/upah dan


besarnya ditetapkan oleh peraturan. Karaktaristik asuransi sosial yang mengatur paket

19
Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI), “Asuransi
Kesehatan Nasional”, (Jakarta, Edisi Mei 2013), hlm. 37

16
jaminan manfaat asuransi yang sama dan premi yang proporsional terhadap upah akan
menciptakan sebuah keadilan yang merata (equity egaliter)20. Secara singkat equity egaliter
berarti seseorang bisa mendapatkan yang diinginkan. Dengan prinsip ini maka menjamin
seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan
membayar sesuai kemampuan ekonominya, itulah sebabnya peserta diharuskan membayar
berdasarkan persentase tertentu dari upahnya. Jenis equity lain yang menggambarkan
pelayanan kesehatan sebagaimana yang umum berlaku di Indonesia saat ini. menurut equity
liberter adalah adil, sebab ia memang bernasib buruk dan berperilaku kurang baik dengan
takut berobat sejak dini, sehingga penyakitnya menjadi sangat parah.

Maka dari itu dalam asuransi sosial yang memenuhi syarat haruslah diatur
berdasarkan undang-undang, seperti di Indonesia yaitu “UU No. 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional”. Dalam asuransi sosial, manfaat jaminan yang ditetapkan
oleh UU adalah sama atau relatif sama bagi seluruh keanggotaan karena memiliki tujuannya
guna memberi kebutuhan para anggotanya, manfaat tersebut sering kali disebut paket dasar,
kebutuhan dasar hakikatnya adalah mempertahankan hidup seseorang, sehingga orang
tersebut mampu produktif. Dalam asuransi pensiun, manfaat relatif kecil/rendah karena
tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan minimum hidup yang cukup. Di Indonesia
pemahaman tentang asuransi

Pelayanan kesehatan pada umumnya dimaksudkan agar pelayanan medis mudah


dijangkau, sehingga hanya kasus murah yang dijamin, dan kasus serius dan mahal tidak
dijamin. Pemahaman ini tentu tidak sejalan dengan prinsip asuransi berat, pada umumnya
upaya yang dibutuhkan seringkali berupa pelayanan bedah atau resusitasi di rumah sakit yang
memerlukan biaya yang cukup besar. Sejalan dengan tujuan dilaksanakannya asuransi sosial
yaitu untuk memenuhi kebutuhan penduduk atau kelompok penduduk tertentu, tanpa adanya
jaminan sosial sangat mungkin mereka sendiri tidak dapat memenuhinya. Jika memenuhi

20
Julia Kagan, Pajak Jaminan Sosial, diperbaharui 16 November 2019,
https://www.investopedia.com/terms/s-security-tax, diakses 15 April 2022.

17
kebutuhan tersebut diharapkan mudah (secara komersial) dengan membeli asuransi, mereka
mungkin tidak bisa atau tidak disiplin membeli asuransi.

Dalam asuransi sosial, premi biasanya sebanding dengan pendapatan/gaji, dan


besarnya ditentukan oleh peraturan. Ciri-ciri asuransi sosial yang memberikan manfaat
asuransi yang sama dan premi yang sebanding dengan upah akan menciptakan kesetaraan
egalitarian. Sederhananya, egalitarianisme yang adil berarti seseorang bisa mendapatkan apa
yang diinginkannya. Dengan prinsip ini menjamin bahwa seseorang mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan membayar sesuai kemampuan
finansialnya, maka dari itu peserta harus membayar persentase dari gajinya. Jenis lain dari
pemerataan untuk menggambarkan pelayanan kesehatan adalah umum di Indonesia saat ini.
Menurut Equity Liberter, itu wajar saja, karena ia dibesarkan dengan nasib buruk, perilaku
buruk, dan ketakutan akan pengobatan, sehingga ia sakit parah.

2.6 Peserta Jaminan Kesehatan


Peserta Jaminan Kesehatan Nasional adalah semua orang yang telah membayar
iurannya atau telah dibayar iurannya oleh pemerintah (orang tidak mampu serta fakir miskin).
Kepesertaan dilakukan secara berkelanjutan sesuai dengan prinsip portabilitas, dengan
melaksanakan program di seluruh Indonesia dan menjamin kesinambungan manfaat bagi
peserta dan keluarganya sampai dengan enam bulan setelah pemutusan hubungan kerja
(PHK). Selain itu, pekerja yang tidak bekerja enam bulan setelah diberhentikan atau
mengalami cacat tetap total dan tidak mampu secara finansial tetap menjadi peserta, dengan
iuran yang dibayarkan oleh pemerintah. Selanjutnya, kepesertaan juga mengacu pada konsep
kependudukan, orang asing yang telah bekerja di Indonesia minimal enam bulan
diperbolehkan untuk mengikuti program jaminan kesehatan ini sebagai peserta.

Peserta dan kepesertaan dalam jaminan kesehatan diatur dalam “Pasal 2 sampai dengan 9
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013”. Menurut Pasal II Perpres tersebut, jaminan
meliputi:

18
- Pertama ialah Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang termasuk golongan miskin dan
fakir. Penetapan peserta jaminan kesehatan PBI dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2012 tentang Jaminan Kesehatan PBI.
- Kemudian yang kedua Bukan jaminan kesehatan PBI, yaitu masyarakat yang tidak
tergolong miskin dan fakir, meliputi: pekerja tetap dan keluarganya; pekerja non-gaji
dan anggota keluarganya; dan bukan para pekerja serta keluarganya.

“Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013” tidak membatasi jumlah anggota


keluarga peserta jaminan kesehatan. Ketentuan tersebut tentunya berbeda dengan “Pasal 20
ayat (1) UU SJSN” yang menentukan bahwa ”Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.” Lalu pada ayat (2)
ditentukan ”Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.”
Kemudian pada ayat (3) ditentukan ”Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga
yang lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.” Kesimpulan dari 3 ayat
tersebut ialah bahwa Undang-Undang SJSN membatasi anggota keluarga peserta yang
berhak atas manfaat jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang, yaitu suami/istri dan
paling banyak tiga orang. anak yang lahir dalam perkawinan , karena anak keempat dst,
bapak, ibu, dan mertua semua dapat diikutsertakan dengan menambah iuran.

Ada hal yang perlu diperhatikan bahwa orang asing yang telah bekerja di Indonesia
sekurang-kurangnya 6 bulan termasuk dalam kelompok Pekerja Penerima Upah dan Pekerja
Bukan Penerima Upah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (6) Perpres tersebut.
Sedangkan menurut Pasal 4 ayat (7) Perpres tersebut, jaminan kesehatan bagi warga negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur dengan peraturan perundang-undangan
tersendiri.21

21
"Peserta dan Kepesertaan Jaminan Kesehatan - JamsosIndonesia."
https://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/410. Diakses pada 15 Apr. 2022.

19
Adapun manfaat dalam Jaminan Kesehatan Nasional bagi peserta, Pertama ialah
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh lembaga kesehatan milik pemerintah atau swasta
yang bekerja sama dengan BPJS; Kedua, dalam keadaan darurat, pelayanan kesehatan dapat
diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan badan
penyelenggara jaminan sosial ; Ketiga, Lembaga penyelenggara jaminan sosial wajib
memberikan keringanan (dapat berupa uang tunai) guna memenuhi kebutuhan kesehatan para
peserta yang tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat di wilayahnya;
Keempat, pelayanan rawat inap Rumah Sakit ialah berdasarkan golongan standar; Kelima,
penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan guna
menjamin obat dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan ketersediaan,
efektivitas, kebutuhan serta efisiensi bahan medis atau perbekalan kesehatan. Keenam dalam
pengembangan pelayanan kesehatan, BPJS menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali
biaya dan sistem pembayaran dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan
kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan; Kemudian yang
ketujuh ialah untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan,
peserta dikenakan urun biaya. 22

2.7 Prinsip Sistem Jaminan Kesehatan


Prinsip-prinsip sistem jaminan kesehatan akan dibahas mengenai
pelaksanaannya.Dalam Kasus pendirian jaminan kesehatan seharusnya melindungi seluruh
warga negara Indonesia yang bekerja secara mandiri maupun warga negara Indonesia yang
membutuhkan karena negara memiliki kewajibanuntuk menjamin kesejahteraan semua orang
tanpa terkecuali. Untuk itu, sistem jaminan sosial nasional harus didasarkan pada prinsip-
prinsip.

Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional didasarkan pada asas jaminan sosial


dan asas pemerataan, yaitu hak atas pemerataan akses pelayanan sesuai dengan kebutuhan,

22
"Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)." https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/kamus/file/kamus-43.pdf.
Diakses pada 15 Apr. 2022.

20
tanpa memandang tingkat pemeriksaan dan perawatan kesehatan. Prinsip ini dapat dicapai
apabila dengan membayar persentase upah kepada mereka yang berpenghasilan dan
pemerintah kepada mereka yang tidak.

Dimana tertulis ketentuan dalam “Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional


Nomor 20 Tahun 2004”, Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan melalui prinsip-prinsip
sebagai berikut:

1. Seorang Peserta untuk berkontribusi, yaitu para peserta mempunyai


kontribusi guna tercapainya prinsip gotong royong, bahwa yang sehat
membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin.
2. Administrasi Jaminan Sosial Nirlaba tidak berwenang untuk menghasilkan
keuntungan. sehingga hasil pengembangannya harus digunakan untuk
kepentingan peserta.
3. Transparansi, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Asas
pengelolaan ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana dari iuran
peserta dan hasil pembangunan.
4. Mobilitas Prinsip ini menjamin bahwa meskipun peserta berpindah tempat
tinggal atau bekerja, selama masih berada di dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, peserta tetap dapat menggunakan haknya sebagai peserta
JKN.
5. Kepesertaan yang bersifat wajib, supaya semua rakyat menjadi peserta
sehingga dapat terlindungi dan penerapannya tetap disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program.
6. Dana Perwalian, dana yang diperoleh dari iuran peserta disimpan pada badan
penyelenggara untuk dikelola dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan
peserta.

21
7. Yang dimana Hasil dari pengelolaan dana jaminan sosial digunakan semata-
mata untuk pengembangan program dan untuk kebaikan peserta.23

● Prinsip Asuransi

Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu insurable
interest, utmost good faith, proximate cause, indemnity, subrogation dan contribution. 24

1. Insurable Interest (Kepentingan untuk Diasuransikan)

Insurable interest didefinisikan sebagai hak asuransi yang diakui secara hukum yang
timbul dari hubungan keuangan antara tertanggung dan tertanggung. Ketika seorang
konsumen mengasuransikan sesuatu, baik berupa harta benda, jiwa dan raga, dan lain-lain,
konsumen harus memiliki alasan yang kuat untuk membeli suatu jenis asuransi. Atau dengan
kata lain, konsumen tertarik dengan hal-hal tersebut karena berkaitan dengan kebutuhan
sehari-hari. Hubungan ini relevan secara finansial, karena konsumen akan membeli premi
asuransi dan diberi kompensasi dalam bentuk uang.

Bagaimana prinsip ini bekerja, dapat dikatakan bahwa kepentingan tertanggung


adalah hak yang dapat ditegaskan oleh pemegang polis, selama pemegang polis memiliki
kepentingan terhadap asuransi yang dipilihnya. Misalnya, pemegang polis memiliki mobil
pribadi. Risiko memiliki mobil adalah mengalami pencurian, kecelakaan atau mengalami
kerusakan suku cadang dengan alasan apapun.Maka, pemegang polis pun memilih asuransi
kendaraan bermotor sebagai proteksi bagi dirinya ketika hal-hal buruk itu terjadi. Intinya,
dasar dari segala kebijakan yang ada di dunia asuransi adalah memiliki insurable interest.
Pemegang polis pun harus bersedia membayar sejumlah biaya agar bisa mendapatkan
insurable interest tersebut.

23
“Bagaimana Prinsip Pelaksanaan Program JKN?”,
https://dinkes.acehprov.go.id/surat/read/2016/10/06/4/bagaimana-prinsip-pelaksanaan-program-jkn.html,
diakses 17 April 2022
24
"Prinsip Dasar Asuransi." https://panfic.com/id/insurance-knowledge/prinsip-dasar-asuransi/. Diakses
pada 4 Jul. 2022.

22
Objek asuransi yang bisa diasuransikan tergantung dari ketersediaan produk yang
berkaitan dengan benda atau harta, jiwa dan raga, dan hak kepemilikan. Pemilik polis yang
menanggung asuransi harus dalam keadaan mengalami kerugian ketika apa yang
diasuransikannya mengalami kerusakan atau berbagai macam masalah dan risiko lainnya.
Sebaliknya, ketika tidak terjadi apa-apa, pemilik polis tidak mengalami kerugian apapun,
sehingga tidak melakukan klaim asuransi. Pemilik polis harus bisa membuktikan bahwa
hubungannya dengan objek yang diasuransikan itu sah secara hukum.

2. Utmost Good Faith (Itikad Baik)

Yang dimaksud dengan "Utmost Good Faith" adalah konsumen wajib


memberitahukan secara jelas dan menyeluruh semua fakta material tentang Tertanggung.
Prinsip-prinsip tersebut juga secara jelas dan menyeluruh menjelaskan risiko yang dijamin
dan dikecualikan, semua syarat dan ketentuan pertanggungan. Kewajiban untuk memberikan
fakta material tersebut berlaku untuk:

1. Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi


selesai dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut.
2. Pada saat perpanjangan kontrak asuransi.
3. Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada
kaitannya dengan perubahan-perubahan itu.
4. Tidak menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan benar yang
dibutuhkan masing- masing pihak.

Jika kontrak asuransi diibaratkan sebuah bangunan, maka asas kesempurnaan adalah
fondasinya, artinya jika infrastruktur tidak dibangun dengan baik, bangunan kontrak asuransi
dapat runtuh atau gagal mencapai tujuannya. Dalam beberapa kasus asuransi, masalah prinsip
"niat baik terbaik" sering menjadi pokok masalah. Asas itikad baik maksimum atau asas
itikad sangat baik meliputi pengertian kedua belah pihak bahwa tertanggung dan penanggung
harus membuat perjanjian/perjanjian asuransi untuk saling menguntungkan. Artinya tidak
menyembunyikan keterangan-keterangan yang jelas dan benar yang dibutuhkan masing-

23
masing pihak. Lebih dari pada itu, kata-kata “Sangat" yang tercantum dalam prinsip Utmost
Good Faith, cenderung ditujukan kepada Tertanggung, dengan pertimbangan- pertimbangan
sebagai berikut:

1. Tertanggung mengetahui segala sesuatunya tentang Objek yang akan diasuransikan.


2. Penanggung tidak mengetahui apapun mengenai Objek yang akan diasuransikan.

3. Indemnity (Ganti Rugi)

Ada juga berbagai persoalan tentang metode atau metode dan sistem yang diperlukan
dalam proses ganti rugi, terutama karena begitu banyak jenis asuransi kerugian yang dijual
masyarakat untuk mengakomodasi pengalihan risiko yang mereka hadapi. Penerapan asas
ganti rugi merupakan salah satu upaya pengendalian adanya itikad buruk. Mencari atau
memanfaatkan asuransi untuk keuntungan finansial dengan memanipulasi jumlah
kompensasi.

Prinsip Indemnity didefinisikan sebagai kompensasi finansial yang ditentukan setelah


peristiwa kerugian dan cukup untuk memulihkan situasi keuangan tertanggung ke situasi
keuangan yang sama seperti sebelum peristiwa kerugian. Kerugian yang diasuransikan tidak
boleh melebihi jumlah kerugian yang sebenarnya. Kerugian akan sama dengan jumlah
kerugian yang sebenarnya diderita oleh tertanggung. (pelaksanaan Prinsip Subrogasi dan
Prinsip Kontribusi akan menjadi pendukung Prinsip Indemnity ini). Penggantian kerugian
akan sama dengan jumlah kerugian real yang di alami tertanggung. Kalaupun jumlah
penggantinya lebih kecil, hal itu pasti disebabkan oleh aplikasi syarat-syarat pertanggungan
yang tercantum dalam dokumen perjanjian yaitu Polis.

Adapun metode atau cara pembayaran/penggantian kerugian :

1. Pembayaran secara cash/tunai.


2. Dengan cara repair yaitu perbaikan-perbaikan dilakukan oleh Perusahaan Asuransi.

24
3. Dengan cara Reinstate yaitu membangun kembali bangunan yang rusak akibat
peristiwa kerugian. Pembangunan kembali tersebut dilakukan oleh perusahaan
asuransi.
4. Dengan cara Replace yaitu pemilihan atau penggantian dengan benda yang sejenis.

4. Proximate Cause (Kausa Proximal)

Prinsip ini erat kaitannya dengan terjadinya peristiwa (bahaya) yang dapat
menimbulkan kerugian ekonomi bagi tertanggung. Perusahaan asuransi hanya akan
membayar perusahaan asuransi untuk kerugian jika peristiwa yang sah atau nyata yang
menyebabkan kerugian ditutupi oleh jajak pendapat asuransi yang relevan.

Dalam praktek asuransi terkadang sulit untuk mengidentifikasi suatu peristiwa yang
dianggap sebagai penyebab kerugian utama atau paling efektif, karena terkadang peristiwa
tersebut bukan merupakan peristiwa tunggal (single risk), melainkan rangkaian peristiwa
yang saling terkait. , Perselisihan dan perdebatan sering muncul ketika menentukan acara
utama yang bertanggung jawab atas kerugian.

Dalam keadaan yang khusus, sering diperlukan bantuan penetapan oleh para Ahli atau
Profesional terkait, misalnya: Profesional Claim Surveyor Kebakaran atau Visum dari Dokter
bahkan peran aktif dari para Ahli Penyidikan bidang Forensik. Concurrent Cause (Penyebab
yang bersamaan) Sering terjadi ada 2 (dua) peristiwa yang berlangsung secara bersamaan,
secara independen (tidak berkaitan) yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan.

5. Subrogation (Pengalihan Hak atau Perwakilan)

Prinsip subrogasi mengacu pada keadaan dimana kerugian yang diderita oleh
tertanggung adalah karena kesalahan pihak ketiga (orang lain). Dengan mengacu pada Pasal
1365 KUH Perdata, pihak ketiga yang bersalah harus membayar ganti rugi kepada
tertanggung, sekalipun tertanggung memiliki polis asuransi. Dalam hal ini mekanisme atau
penerapan subrogasi adalah tertanggung harus memilih sumber ganti rugi dari pihak ketiga
atau penanggung. Tidak bisa dari keduanya, karena tertanggung akan diberi ganti rugi

25
melebihi yang semestinya (yang tidak sejalan dengan prinsip ganti rugi). Jika tertanggung
telah menerima ganti rugi dari pihak ketiga, maka tidak boleh menerima ganti rugi asuransi
(kecuali jumlah ganti rugi pihak ketiga tidak sepenuhnya menutupi kerugian yang diderita).
Demikian pula bila Tertanggung sudah mendapatkan penggantian dari Asuransi, ia tidak
boleh lagi menuntut Pihak ketiga, karena hak menuntut kepada Pihak Ketiga yang bersalah
tersebut (berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata) telah diserahkan kepada Perusahaan
Asuransi, dimana Perusahaan Asuransi akan menuntut ganti rugi kepada Pihak Ketiga
(menggunakan Hak Tertanggung yang telah dilimpahkan).

6. Contribution (Kontribusi)

Prinsip Kontribusi berkaitan dengan adanya lebih dari 1 (satu) Polis yang
memberikan proteksi asuransi atas objek asuransi yang sama milik Tertanggung.

Prinsip Kontribusi mengatakan. jika terjadi jaminan asuransi Harta Benda oleh lebih
dari 1 (satu) Perusahaan Asuransi yang masing-masing mengeluarkan Polis Asuransi dengan
Harga Pertanggungan yang sama sebesar Nilai/Harga sehat Benda yang menjadi objek
pertanggungan, Perusahaan Asuransi hanya wajib membayarkan ganti rugi secara Pro Rata
sesuai dengan tanggung jawab menurut perbandingan yang seimbang. Tertanggung tidak
mungkin mendapatkan penggantian kerugian dari masing-masing Perusahaan Asuransi
secara penuh, sehingga melampaui kerugian yang sebenarnya hal ini melanggar pelaksanaan
Prinsip Indemnity.25

2.8 Kelebihan dan Kelemahan Asuransi Kesehatan Sosial


Dalam hal ini Asuransi kesehatan sosial, tidak hanya memiliki kelebihan, melainkan
seringkali dijumpai kelemahan-kelamahan pelaksanaannya. Untuk itu, Penulis akan
membahasnya dalam Sub Bab ini agar masyarakat tidak hanya mengetahui mengenai
kelebihannya saja.

25
"PusatAsuransi.com – (One Stop Insurance Solution)." https://pusatasuransi.com/. Diakses pada 4 Jul.
2022.

26
Keunggulan Asuransi Kesehatan Sosial

1. Tidak ada seleksi

Dalam penggunaan asuransi sosial yang yang wajib diikuti oleh semua
orang,seperti halnya pegawai dalam suatu perusahaan diwajibkan memiliki
asuransi social . Semua orang harus ikut, yang memungkinkan merata nya
asuransi sosial

2. Subsidi silang

Karena semua orang dalam suatu kelompok wajib ikut, baik yang kaya maupun
yang miskin, yang sehat maupun yang sakit, dan yang muda maupun tua, maka
pada asuransi sosial memungkinkan terjadinya subsidi silang yang luas.

3. Kumpulan Anggota besar (Pool besar)

Suatu mekanisme asuransi pada prinsipnya merupakan suatu kumpulan risiko


(pool risk)), suatu upaya. Semua anggota kelompok tanpa kecuali harus ikut
dalam asuransi sosial. Akibatnya pool menjadi anggota menjadi besar atau sangat
besar, Asuransi sosial memungkinkan terjadinya pool yang sangat besar, sehingga
prediksi biaya misalnya dapat lebih akurat, Oleh karena itu, kemungkinan
lembaga asuransi sosial bangkrut adalah jauh lebih kecil dibandingkan lembaga
asuransi komersial.

4. Menyumbang pertumbuhan ekonomi

Dengan penempatan iuran dan dana cadangan pada porto folio investasi dan
deposito, maupun saham.

5. Lebih seragam Pengaturan tarif fasilitas kesehatan

27
Karena keanggotaan yang besar, asuransi sosial memiliki kemungkinan dapat
melakukan pengaturan tarif fasilitas kesehatan secara seragam, sehingga semakin
memudahkan administrasi dan menciptakan keteraturan antara tenaga kesehatan.
Tarif yang seragam ini memungkinkan juga penerapan standar mutu tertentu yang
menguntungkan peserta.26

Kelemahan Asuransi Kesehatan Sosial

Selain kelebihan yang terdapat dalam asuransi sosial yang dapat dinikmati
masyarakat, asuransi sosial juga mengandung kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Pilihan terbatas

Karena asuransi sosial mewajibkan penduduk dan pengelolanya yang merupakan


suatu badan pemerintah atau kuasi pemerintah, maka masyarakat tidak memiliki
pilihan penyelenggara asuransi. Bagi peserta tentu akan lebih menguntungkan
adanya kebebasan memilih fasilitas kesehatan dengan biaya murah dibandingkan
memilih penyelenggara tetapi pilihan fasilitas kesehatan terbatas.

2. Manajemen kurang kreatif

Karena asuransi sosial mempunyai produk yang seragam dan biasanya tidak
banyak berubah, amak tidak ada motivasi pengelolaan untuk berusaha merespons
keinginan peserta. Apabila asuransi sosial dikelola oleh pegawai yang kurang
selektif dan tidak memberikan insentif pada yang berprestasi, maka manajemen
cenderung kurang memuaskan peserta. Hal lain adalah karena

26
KSAP (Komite Standar Akuntansi Pemerintahan), Akuntansi Dana Kapitasi, 26 Juni 2018 in
Artikel/Opini (update on 4 July 2018, diakses 16 April 2022.

28
penyelenggaraannya tunggal, tidak ada tantangan untuk bersaing, sehingga
responss terhadap tuntutan peserta kurang cepat.

3. Pelayanan seragam

Pelayanan yang seragam bagi semua anggota peserta menyebabkan penduduk


kelas menengah atas kurang memiliki kenangan khusus. Kelompok kelas atas
biasanya ingin memiliki pelayanan yang lebih baik dari kelas bawah sehingga
kurang menarik bagi penduduk kelas atas. Namun, pemerintah biasanya
memberikan kesempatan kepada mereka untuk membeli asuransi suplemen
tambahan seperti pelayanan lain yang ada dalam asuransi komersial.

4. Penolakan Fasilitas Kesehatan

Pada umumnya fasilitas kesehatan memiliki tujuan mengejar profit yang lebih
maka lebih senang melayani orang yang membayar langsung dengan tarif yang
ditentukan sendiri yang tidak bedasarkan asuransi sosial.

Dalam membahas tentang kelebihan dan kekurangan pada asuransi sosial pada
umumnya, dapat ditarik kesimpulan. Jika kita membahas tentang kelebihan dari asuransi
sosial ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa asuransi sosial memiliki biaya premi yang
cukup terbilang murah, dengan membayar biaya premi yang murah bisa mendapatkan
berbagai fasilitas pengobatan secara gratis walaupun pasti ada juga dampak dari
kekurangannya. Lalu melindungi berbagai aspek penting dalam kehidupan , mulai dari biaya
pengobatan, dana pensiun, biaya berobat akibat kecelakaan seluruhnya ditanggung oleh
asuransi sosial.27 Bila kita membahas mengenai kekurangan banyak dilihat dari bahwa nilai
pertanggungan asuransi sosial akan jauh lebih kecil. Sedangkan beberapa perusahaan
asuransi swasta bisa memberikan santunan dua kali lipat dari uang pertanggungan tersebut.

27
“Kelebihan dan Kekurangan Asuransi Sosial, https://www.cekpremi.com/blog/asuransi-sosial/, diakses
tanggal 16 April 2022.

29
Dan terlebih kekurangan asuransi sosial selanjutnya biasanya ditemui dalam proses
praktiknya yang tergolong sering menimbulkan problematika.

30
BAB III

PERLINDUNGAN ASURANSI KESEHATAN TERHADAP PASIEN COVID-19


DALAM PERSPEKTIF HUKUM KESEHATAN

3.1 Pengaturan Dalam Asuransi Sosial


Pada pertengahan tahun 2020, masyarakat dunia dikejutkan dengan adanya
penyebaran sebuah penyakit yang disebut Covid-19, penyebarannya pun sampai ke negara
Indonesia. Hingga saat ini sudah ada lebih dari enam juta masyarakat Indonesia yang terkena
Covid-19. Proses penyembuhan Covid-19 sangat memakan banyak biaya sehingga terbilang
mahal untuk penanganannya. Dalam hal ini, asuransi kesehatan pun dibutuhkan demi
meringankan biaya penanganannya, sehingga untuk mensejahterakan bangsa, maka
pemerintah membantu para pasien Covid-19 untuk meringankan beban mereka, yaitu dengan
cara menyediakan fasilitas berupa rumah sakit rujukan yang didalamnya telah disediakan
program asuransi kesehatan yang biasa disebut sebagai BPJS. 28 Karena seperti yang telah
diterangkan dalam “Pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional”,
bahwa adanya prinsip asuransi sosial erat kaitannya dengan pengadaan jaminan kesehatan.
Dalam konteks asuransi, hubungan hukum di dalam asuransi bisa terjadi karena adanya suatu
perjanjian diantara pihak penanggung dan tertanggung yang dituangkan dalam polis asuransi,
maupun karena adanya peraturan perundang-undangan yang sudah mendasari keterikatan
antara penanggung dan tertanggung.

Prinsip asuransi sosial tersebut dijelaskan sebagai suatu prinsip yang dimana
membutuhkan rasa gotong royong yang tidak melihat tingkatan kasta maupun perbedaan
jenis kelamin, pemberiannya pun diberikan secara wajib untuk peserta dan berdasarkan pada
upah yang dimiliki. Sedangkan prinsip ekuitas juga mempunyai peranan penting
didalamnya, karena hal ini sendiri memiliki prinsip untuk menyamaratakan pemberian

28
Adolf Brelly Pangaribuan, “Perlindungan Pasien Covid-19 Dalam Asuransi Kesehatan Oleh E-Cash Pada
Aplikasi Ovo”, https://journal.uib.ac.id/index.php/jlpt/article/view/6314, hlm. 5.

31
pelayanan yang dibutuhkan pada masing-masing keperluan medisnya dan tidak
mementingkan besaran iuran yang akan dibayar. Hal ini telah dijelaskan pula dalam “Pasal
19 Ayat 2 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial” bahwa “penyelenggaraan jaminan
kesehatan memiliki sebuah tujuan untuk memberikan manfaat bagi para pesertanya dalam
mendapatkan sebuah perlindungan bagi kesehatannya.”

Pengadaan jaminan kesehatan yang diadakan oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan


pada Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan juga Undang-Undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.29 Dalam “Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional” dijelaskan bahwa adanya program jaminan sosial adalah
penting bagi rakyat dimana seluruh rakyat berhak untuk menjadi peserta. “Peraturan Presiden
Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan” menjelaskan bahwa “bagi para peserta
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dimana peserta tersebut telah
mendaftarkan dirinya serta membayar sejumlah iuran yang ada, maka dirinya berhak atas
penerimaan jaminan kesehatan.” Dalam BPJS Kesehatan ini, rujukan berjenjang pun menjadi
sistem yang digunakan sesuai penjelasan yang sebelumnya telah ada, namun kabar baiknya
pada bulan Juli 2022 ini, sistem tersebut dihapuskan dan sudah tidak ada lagi istilah “kelas”
dalam BPJS. Perlindungan dari asuransi kesehatan bagi para pasien Covid-19 sendiri
dilaksanakan karena ketika ada masyarakat yang terpapar Covid-19, maka harus di isolasi.
BPJS sendiri memiliki beberapa peran penting dalam pandemi Covid-19 ini, diantaranya
adalah yang ada di dalam “Pasal 47 Ayat (1) Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut sebagai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun
2018” yang dijelaskan bahwa “ada sejumlah pelayanan kesehatan yang memang terjamin
diantaranya pelayanan kesehatan yang ada di tingkat pertama yaitu administrasi pelayanan;
pelayanan promotif dan preventif; pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis; tindakan
medis nonspesialistik operatif maupun nonoperatif; pelayanan obat, alat kesehatan, bahan
medis habis pakai; pemeriksaanpenunjang diagnostic laboratorium tingkat pertama; rawat

29
Mundiharno, “Peta Jalan Menuju Universal Coverage Jaminan Kesehatan (Road Map To A Universal
Health Coverage), hlm. 212.

32
inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis dan dalam pasal ini juga disebutkan
adanya pelayanan kesehatan rujukan yang ada di tingkat lanjutan yaitu administrasi
pelayanan; pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis dasar; pemeriksaan, pengobatan,
konsultasi spesialistik; tindakan medis spesialistik bedah maupun nonbedah; pelayanan
darah; pemulasaran jenazah peserta yang meninggal ketika sedang berada dalam fasilitas
kesehatan; pelayanan keluarga berencana; perawatan inap noninsentif; perawatan inap yang
ada di ruang insentif dan terakhir ada pelayanan ambulan darat ataupun air.” 30

Di masa pandemi ini, BPJS Kesehatan memberikan jaminan terhadap pembiayaan


pasien COVID-19. Dimana hal ini berlaku sejak dikeluarkannya “Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/4344/2021 Tentang Petunjuk
Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)”.
Sehingga biaya pengobatan untuk pengobatan pasien terinfeksi virus corona akan ditanggung
oleh anggaran Kementerian Kesehatan. Pemerintah dan BPJS Kesehatan hanya untuk
Pemeriksa Biaya pengobatan untuk rumah sakit pasien Covid-19.

3.2 Kewajiban Dalam Asuransi Sosial


Bedasarkan Pasal 13 “undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaran Jaminan sosial sudah diterangkan mengenai kewajiban-kewajiban yang
telah di lakukan oleh BPJS selaku badan penyelenggaraan asuransi sosial, sebagai mana di
maksud BPJS berkewajiban untuk31

A. memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta


B. mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya
kepentingan Peserta

30
Rosnidar Sembiring, Saidan, Zulfi Chairi, “Peningkatan Pemahaman Peran BPJS Kesehatan Pada
Masyarakat Di Masa Pandemi Covid-19 (Lokasi: Kelurahan Sidomulyo, Medan Tuntungan)”, (Sumatera
Utara: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara), hlm. 43-44.
31
Indonesia, Undang-Undang Nomer 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Pasal
10

33
C. memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja,
kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya
D. memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional
E. memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti
ketentuan yang berlaku
F. memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak
dan memenuhi kewajibannya
G. memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan
pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
H. memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun
I. membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan
berlaku umum
J. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan Sosial
K. melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala
6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

Kemudian, Sistem Jaminan Sosial (SJSN) yang merupakan tata cara dari berjalannya
BPJS, memiliki suatu kewajiban yang sebenarnya hampir mirip dengan programnya yaitu
BPJS, dimana dijelaskan dalam “Pasal 15 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional”32 yaitu “SJSN berkewajiban untuk memberikan nomor
identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarga dan berkewajiban untuk
memberikan informasi kepada pesertanya untuk mengikuti ketentuan yang berlaku serta
SJSN juga memiliki kewajiban dari pemerintah untuk membiayai jaminan kesehatan
terhadap fakir miskin dan orang tidak mampu secara bertahap.”Selain kewajiban diatas

32
Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456), Pasal 15.

34
terdapat juga kewajiban yang lain maka dari itu mendapatkan asuransi tersebut, maka harus
dilakukan adanya sebuah klaim atau sebuah permohonan secara resmi yang diajukan kepada
pihak asuransi yang dilakukan oleh pihak tertanggung yang dibuat dalam sebuah perjanjian
dimana di dalamnya terdapat kesepakatan yang mana nantinya ada ganti rugi yang dilakukan
oleh tertanggung kepada penanggung jika telah terjadi transaksi premi asuransi oleh pihak
tertanggung.33 Teknis klaim asuransi ini diatur dalam “Keputusan Menteri Kesehatan
republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/4344/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim
Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Bagi Rumah
Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)” dimana “pihak
pemerintah menaruh harapan besar dengan adanya jaminan yang diberikan kepada pasien
Covid-19 dengan cara klaim penggantian biaya pelayanan pasien yang dilaksanakan oleh
rumah sakit, dapat menjamin pula meningkatnya pelayanan kesehatan pada rumah sakit yang
menjadi rujukan sehingga dapat mengurangi tingkat kematian di Indonesia” 34 dan dalam
“Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020
Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi
Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19)” “ada beberapa tingkatan pasien yang bisa klaim pelayanan
Covid-19 yaitu Orang yang berada dalam pemantauan; Pasien yang dalam pemantauan; dan
orang yang telah dikonfirmasi positif Covid-19”.35 Namun dalam pelaksanaannya sering kali
terjadi penolakan terhadap para pasien covid 19 dalam hal mendapatkan klaim jaminan
kesehatan yang sebagai mana menjadi hak nya tersebut. Salah satu faktor terjadinya
problematika dalam klaim jaminan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan virus corona
yang sedang terjadi di Indonesia akibat terbatasnya alat kesehatan dan kapasitas ruangan

33
Nur Fadilah Devi, Ayu Puspita Nurdaliani, “Klaim Dispute Berkas Pasien Rawat Inap Covid-19 Di Rumah
Sakit Hermina Depok”, (Depo: Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia), hlm. 3.
34
Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/4344/2021
Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), BAB III.
35
Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020
Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu
Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), BAB II.

35
yang memadai serta jumlah tenaga kesehatan yang sudah mulai berkurang dikarenakan ikut
tertular virus corona dalam bertugas, dalam hal biaya perawatan sebenarnya sudah
ditanggung oleh pemerintah tapi memang ada beberapa ruangan yang apabila digunakan
harus membayar sejumlah uang apabila pasien atau pihak keluarga yang bersangkutan ingin
mendapatkan pelayanan yang lebih karena ruangan tersebut. “Undang-Undang Kesehatan
Nomor 36 Tahun 2006 tentang Kesehatan” sebetulnya telah mengatur perihal penolakan
pelayanan kesehatan oleh rumah sakit dimana dalam “Pasal 32 ayat 2” mengatakan bahwa
dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik rumah sakit pemerintah maupun
rumah sakit swasta dilarang menolak pasien dan meminta uang muka. Pembebasan biaya
tersebut juga terdapat dalam “Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 59 Tahun 2016 Tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging
Tertentu” dimana “yang berhak mendapatkan pembebasan biaya adalah dimana kejadian
tersebut tidak dianggap sebagai suatu wabah; pembebasan biaya terhitung sejak sang pasien
dinyatakan terkena penyakit tersebut hingga nantnya hasil pemeriksaan laboratorium keluar;
terakhir, pembebasan biaya dapat dilakukan apabila pasien telah dinyatakan positif
terinfeksinya emerging tertentu.36

Selain itu, apabila pasien virus corona yang merupakan warga negara Indonesia juga
memiliki hak yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. dimana hak yang pertama dijaminkan
oleh “Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 H ayat (1)” yang didalamnya tercantum
hak bagi setiap orang untuk hidup dan menerima pelayanan kesehatan. Hak kedua diatur
dalam ketentuan “Pasal 25 ayat (1) huruf f Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Jaminan Penyelenggaraan Kesehatan”. Hak
keempat yang juga telah diatur dalam “Pasal 25 ayat (1) huruf e Peraturan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Jaminan
Penyelenggaraan Kesehatan” dan Hak kelima yang telah diatur dalam “Pasal 58 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan”. Dalam hal ini merupakan ini

36
Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2016 Tentang Pembebasan
Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu, Pasal 3.

36
hak-hak yang dirasa kurang diperhatikan, bahkan terlupakan oleh pemerintah. Oleh sebab
itu, sangatlah penting hak pasien virus corona tersebut diberi perlindungan yang kuat dalam
bidang hukum guna mencegah terjadi hal yang serupa di lain tempat atau pun waktu. Menurut
Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum merupakan hak asasi manusia yang diberikan
pengayoman terhadap hak yang telah dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu
diberikan kepada masyarakat agar segala hak yang diberikan oleh hukum dapat dinikmati
oleh seluruh masyarakat, yang berarti suatu upaya pemberian kekuasaan guna melindungi
kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk
bertindak dalam kepentingannya tersebut37.

Perlindungan hukum terhadap peserta BPJS Kesehatan yang mengalami pelayanan


kesehatan virus corona di rumah sakit terbagi menjadi dua bentuk yaitu perlindungan yang
bersifat preventif dengan perlindungan yang bersifat represif. Perlindungan hukum yang
bersifat preventif merupakan bentuk perlindungan yang diberikan kepada peserta BPJS
Kesehatan dalam bentuk aturan guna mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman,
berkualitas serta terjangkau dari fasilitas kesehatan dan perlindungan ini juga memberikan
hak kepada peserta BPJS Kesehatan untuk menyampaikan keluhan dan pengaduan atas
pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit terhadap diri sendiri atau anggota
keluarganya. Salah satu kesimpulan penting dalam RDP/RDPU Komisi IX DPR RI dengan
Kementerian Kesehatan RI, BPJS Kesehatan, asosiasi rumah sakit pada tanggal 23
September yaitu Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan RI dan BPJS
Kesehatan untuk berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk mempercepat
penyelesaian proses klaim dan klaim dispute Covid-19 melalui revisi Permenkes terkait
kebijakan klaim bilamana didapatkan ada hambatan dalam pengajuan percepatan klaim dan
sosialisasi dan pendampingan prosedur klaim mengingat tidak semua rumah sakit
mempunyai kemampuan yang sama baik dari sistem informasi maupun sistem administrasi
demi meminimalisir adanya klaim dispute Covid-19. Hal tersebut dapat dilihat dalam

37
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000) hlm. 53.

37
ketentuan Pasal 47 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 1 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Selanjutnya perlindungan yang bersifat represif yaitu bentuk
perlindungan hukum yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan atas penolakan
pelayanan kesehatan virus corona di rumah sakit adalah hak menuntut ganti rugi. Hal tersebut
bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dan juga
diterangkan pula dalam “Pasal 1 butir 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional” yaitu “Sistem Kesehatan Nasional yang
harus diselenggarakan adalah dimana secara pengelolaannya harus dilaksanakan oleh seluruh
bangsa Indonesia dengan saling mendukung satu sama lain untuk nantinya tercapai sebuah
kesehatan yang tinggi dimana hal tersebut terjadi pada masyarakat.” 38

Dalam hal ini, apabila ada seorang pasien COVID-19 sekaligus peserta BPJS ingin
naik kelas dalam perawatannya, maka pemberiannya dikenal dengan istilah CoB
(Coordination of Benefit) yaitu pemberian solusi dari BPJS dengan asuransi komersial.
Namun, CoB sendiri akan berlaku jika antara perusahaan asuransi bekerjasama dalam hal
menanggung peserta tersebut agar peserta tersebut mendapat apa yang ia inginkan. CoB
diatur dalam “Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 4 Tahun 2016 Tentang
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan
Nasional” dimana disebutkan bahwa “Koordinasi adalah manfaat dari dua atau lebih
penanggung manfaat dari asuransi kesehatan yang sama sehingga dapat membatasi total
manfaat dan jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan”.39 Selanjutnya, apabila peserta
BPJS yang memiliki asuransi komersial dan ingin naik kelas dalam perawatannya maka hal
tersebut dapat dilakukan karena seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa antara BPJS

38
Indonesia, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193), Pasal 1 butir 2.
39
Indonesia, Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional, Pasal 1 butir 6.

38
dengan asuransi komersial telah menjalani kerjasama. Contohnya, ada seorang pasien
sekaligus peserta BPJS dan asuransi komersial ingin memasang ring yang lebih bagus pada
jantungnya, maka cara penghitungannya adalah jika yang ditanggung BPJS adalah
Rp30.000.000, dan ring yang diinginkan itu harganya adalah Rp.35.000.000, maka adanya
selisih harga tersebut selanjutnya akan dibayarkan oleh asuransi komersial. 40 Hal tersebut
telah dijelaskan dalam “Pasal 4 ayat (3) Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Penjaminan Pelayanan Kesehatan
Dengan Asuransi Kesehatan Tambahan Dalam Program Jaminan Kesehatan” yaitu “Asuransi
Kesehatan Tambahan sebagai penjamin dan pembayar kedua sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b yang dimana melakukan penjamin dan pembayaran terhadap tagihan pada
adanya selisih biaya pelayanan kesehatan atas kenaikan kelas hak rawat inap dan rawat jalan
ekskutif kepada fasilitas kesehatan.”41

Peran pemerintah dalam menanggulangi pandemi yakni dalam hal penolakan


pelayanan kesehatan virus corona di rumah sakit terhadap peserta BPJS Kesehatan yakni
melakukan menaikkan kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan virus corona, mendesain ulang
rujukan pelayanan kesehatan virus corona, mengembangkan sistem deteksi yang berfungsi
memantau ketersediaan obat dan alat kesehatan dan memberikan wewenang kepada BPJS
Kesehatan serta melakukan pendataan terhadap seluruh pasien covid-19 guna pembiayaan
pelayanan kesehatan virus corona. Selain itu, rumah sakit juga bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh Peserta BPJS Kesehatan. Hal tersebut disebabkan karena rumah
sakit merupakan penyelenggara kesehatan secara penuh yang bertanggung jawab secara
hukum terhadap seluruh kerugian yang ditimbulkan atas kesalahan dan kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berada atau bekerja di bawah naungan rumah sakit.

40
Herman, “Ini Benefitnya Bila Peserta BPJS Kesehatan Juga Ikut Asuransi Komersial”,
https://www.beritasatu.com/archive/173981/ini-benefitnya-bila-peserta-bpjs-kesehatan-juga-ikut-asuransi-
komersial, diakses pada tanggal 29 Juni 2022 Pukul 20.44.

41
Indonesia, Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 Tahun 2020 Tentang
Petunjuk Teknis Penjaminan Pelayanan Kesehatan Dengan Asuransi Kesehatan Tambahan Dalam Program
Jaminan Kesehatan, Pasal 4 ayat (3).

39
Hal tersebut bisa dilihat dalam ketentuan “Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit”. Selain itu, “Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit” diperkuat dengan Doktrin Vicarious Liability, dimana tenaga kesehatan yang
bertugas di rumah sakit merupakan representasi yang mewakili rumah sakit, sehingga rumah
sakit bertanggung jawab penuh atas segala perbuatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang bekerja dirumah sakit tersebut. Tanggung jawab yang diberikan rumah sakit terhadap
peserta BPJS Kesehatan yang mengalami penolakan pelayanan kesehatan virus corona di
rumah sakit berupa pemberian ganti rugi. Hal tersebut bisa dilihat dalam ketentuan Pasal
1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Namun, BPJS Kesehatan itu sendiri akan
membantu para peserta yang positif Covid-19 untuk klaim BPJS dengan cara melakukan
verifikasi yang sesuai dengan petunjuk teknis klaim penggantin biaya perawatan yang telah
ada dimana setelah melakukan verifikasi, maka selanjutnya BPJS akan memberikan Berita
Acara Verifikasi pada tagihan pembayaran kepada pihak berwenang yaitu Kementerian
Kesehatan yang dimana diberi jangka waktu tujuh hari kerja, dan selanjutnya pihak
Kementerian Kesehatan akan membayar klaim tersebut kepada rumah sakit yang dituju. 42

42
Siaran Pers, BPJS Kesehatan, hlm. 1.

40
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan semua yang terurai di dalam bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai
berikut :

● Pengaturan Dalam Asuransi Sosial

Asuransi sosial merupakan mekanisme pembiayaan pelayanan kesehatan yang


banyak digunakan di seluruh dunia karena keandalan sistemnya menjamin kebutuhan
kesehatan masyarakat suatu negara. di Indonesia asuransi sosial diatur didalam
“undang-undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional”. Dalam
Undang-undang tersebut mengatur keberadaan asuransi sosial serta manfaat yang
dijamin undang-undang sama atau relatif sama bagi semua anggota karena ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan anggota, adalah untuk menopang kehidupan manusia,
selain diatur didalam undang-undang 40 tahun 2004 diatur pula di dalam “Pasal 47
Ayat (1) Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang
selanjutnya disebut sebagai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018” yang juga
mengatur mengenai administrasi pelayanan asuransi sosial di Indonesia namun
didalam aturan tersebut seringlah terjadi perbedaan dalam praktiknya praktiknya
yang tergolong sering menimbulkan problematika mengenai hubungan hukum antara
peserta, penyelenggara jaminan sosial dan penyedia fasilitas kesehatan.

Di masa pandemi ini, BPJS Kesehatan memberikan jaminan terhadap pembiayaan


pasien COVID-19. Dimana hal ini berlaku sejak dikeluarkannya “Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/4344/2021 Tentang
Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease

41
2019 (COVID-19) Bagi Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19)”. Sehingga biaya pengobatan untuk pengobatan pasien
terinfeksi virus corona akan ditanggung oleh anggaran Kementerian Kesehatan.
Pemerintah dan BPJS Kesehatan hanya untuk Pemeriksa Biaya pengobatan untuk
rumah sakit pasien Covid-19

● Kewajiban Dalam Asuransi Sosial

Bedasarkan Pasal 13 “undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan


Penyelenggaran Jaminan sosial sudah diterangkan mengenai kewajiban-kewajiban yang
telah di lakukan oleh BPJS selaku badan penyelenggaraan asuransi sosial, sebagai mana di
maksud BPJS berkewajiban untuk:

A. memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta


B. mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya
kepentingan Peserta
C. memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja,
kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya
D. memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional
E. memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti
ketentuan yang berlaku
F. memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak
dan memenuhi kewajibannya
G. memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan
pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
H. memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun
I. membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan
berlaku umum

42
J. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan Sosial
K. melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala
6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

Apabila ada seorang pasien COVID-19 sekaligus peserta BPJS ingin naik kelas dalam
perawatannya, maka pemberiannya dikenal dengan istilah CoB (Coordination of Benefit)
yaitu pemberian solusi dari BPJS dengan asuransi komersial. Namun, CoB sendiri akan
berlaku jika antara perusahaan asuransi bekerjasama dalam hal menanggung peserta tersebut
agar peserta tersebut mendapat apa yang ia inginkan. CoB diatur dalam “Peraturan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional” dimana
disebutkan bahwa “Koordinasi adalah manfaat dari dua atau lebih penanggung manfaat dari
asuransi kesehatan yang sama sehingga dapat membatasi total manfaat dan jumlah pelayanan
kesehatan yang dibiayakan

4.2 Saran
Dilihat dari kesimpulan yang ada, karena masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui
bahwa sekarang perawatan pada pasien COVID-19 sudah bisa ditanggung oleh BPJS, serta
masyarakat dan juga asuransi sosial maupun asuransi komersial yang masih ragu dalam
penggunaan CoB yang digunakan apabila seorang peserta BPJS ingin naik kelas, maka perlu
adanya pelayanan yang lebih serta informasi yang lebih jelas dari BPJS itu sendiri, juga BPJS
perlu melakukan sosialisasi lagi agar masyarakat sendiri tidak kesulitan dalam hal tersebut.

43
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Mashudi dan Moch. Chidir Ali. “Hukum Asuransi”. (Bandung: Mandar Maju, 1995).

hlm. 65.

Mundiharno. “Peta Jalan Menuju Universal Coverage Jaminan Kesehatan (Road


Map To A Universal Health Coverage). hlm. 212.
Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Strata Satu (S-1). Cetakan ke-8.
(Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, 2021). hlm. 5.
Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia
(PAMJAKI). “Asuransi Kesehatan Nasional”. (Jakarta, Edisi Mei 2013). hlm.
37

Satjipto Raharjo. Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000) hlm.

53.

Vaughan. “Asuransi Kesehatan Nasional” PAMJAKI (Perhimpunan Ahli


Manajemen Jaminan Dari Asuransi Kesehatan Indonesia). (Jakarta, edisi Mei
2013). hlm. 26-28.

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Pasal 246.

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1317.

44
.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/238/2020 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian
Biaya Perawatan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah
Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19). BAB II.
.Keputusan Menteri Kesehatan republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/4344/2021 Tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian
Biaya Pelayanan Pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Bagi
Rumah Sakit Penyelenggara Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19). BAB III.

. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Lembaran Negara


Republik Indonesia, No. 75, 1959), Pasal 28H ayat (1).
______.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4456), Pasal 15 dan Pasal 23.
. Undang-Undang Nomer 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Tambahan
Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5618). Pasal 1 Butir 1.
_____. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2016
Tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu. Pasal
3.
. Undang-Undang Nomer 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Pasal 10 dan Pasal 13.
_ . Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang
Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 193). Pasal 1 butir 2.
______. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1
Tahun 2014 tentang Penyelenggara Jaminan Kesehatan, Pasal 23.

45
_____. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 4 Tahun 2016
Tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi Manfaat dalam
Program Jaminan Kesehatan Nasional. Pasal 1 butir 6.
______. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2016
Tentang Pembebasan Biaya Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu,
Pasal 3.
_____. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 4 Tahun
2020 Tentang Petunjuk Teknis Penjaminan Pelayanan Kesehatan Dengan
Asuransi Kesehatan Tambahan Dalam Program Jaminan Kesehatan, Pasal
4 ayat (3).

Internet dan Jurnal

“Apa Itu Asuransi”, https://superyou.co.id/blog/keuangan/apa-itu-asuransi/, diakses


pada tanggal 14 April 2022.

Bagaimana Prinsip Pelaksanaan Program JKN?”,


https://dinkes.acehprov.go.id/surat/read/2016/10/06/4/bagaimana- prinsip-
pelaksanaan-program-jkn.html, diakses 17 April 2022

"Catastrophic expenditure - WHO | World Health Organization."


https://www.who.int/health_financing/pb_2.pdf. Diakses pada 23 Mar. 2022.

"Prinsip Dasar Asuransi." https://panfic.com/id/insurance-knowledge/prinsip-dasar-


asuransi/. Diakses pada 4 Juli 2022.

"PusatAsuransi.com – (One Stop Insurance Solution)." https://pusatasuransi.com/.


Diakses pada 4 Jul. 2022.

https://id.m.wikipedia.org.wiki.R, diakses 17 April 2022..

46
"Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)."
https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/kamus/file/kamus-43.pdf.
Diakses pada 15 Apr. 2022.
"Jenis-jenis Risiko Asuransi dan Cara Mengelola yang Tepat - Qoala." 12 Jan. 2021,
https://www.qoala.app/id/blog/asuransi/umum/jenis-dan-cara- mengelola-
risiko-asuransi/. Diakses pada 29 Mar. 2022.

“Kelebihan dan KekuranganAsuransi


Sosial”,https://www.cekpremi.com/blog/asuransi-sosial/, diakses tanggal 16
April 2022.

Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan


Masyarakat, “Hidup Sehat”, https://promkes.kemkes.go.id/hidup-sehat,
diakses tanggal 29 Maret 2022.

"Peserta dan Kepesertaan Jaminan Kesehatan - JamsosIndonesia."


https://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/410. Diakses pada 15 Apr.
2022.

Siaran Pers, BPJS Kesehatan, hlm. 1.


“8 Pengertian Asuransi Menurut Para Ahli”,
https://www.dosenpendidikan.co.id/asuransi-adalah/, diakses tanggal 15 April
2022.

Achmad Abid Mudayama, “Dalam kebijakan kesehatan Indonesia”, Sumber:


neraca.co.id.copyright@2019.diakses 16 april 2022

Adolf Brelly Pangaribuan, “Perlindungan Pasien Covid-19 Dalam Asuransi Kesehatan


Oleh E-Cash Pada Aplikasi Ovo”,
https://journal.uib.ac.id/index.php/jlpt/article/view/6314, diakses pada 16
april 2022

47
Anonim, “Asuransi Sosial”,
https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Category/147, diakses tanggal
29 Maret 2022.

Herman, “Ini Benefitnya Bila Peserta BPJS Kesehatan Juga Ikut Asuransi
Komersial”, https://www.beritasatu.com/archive/173981/ini-benefitnya-bila-
peserta-bpjs-kesehatan-juga-ikut-asuransi-komersial, diakses pada tanggal 29
Juni 2022 Pukul 20.44.
Julia Kagan, Pajak Jaminan Sosial, diperbaharui 16 November 2019.

Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan


Masyarakat. “Hidup Sehat”. https://promkes.kemkes.go.id/hidup-sehat,
diakses tanggal 29 Maret 2022.
KSAP (Komite Standar Akuntansi Pemerintahan), Akuntansi Dana Kapitasi, 26 Juni
2018 in Artikel/Opini (update on 4 July 2018). diakses 16 April 2022.
Nur Fadilah Devi, Ayu Puspita Nurdaliani, “Klaim Dispute Berkas Pasien Rawat Inap
Covid-19 Di Rumah Sakit Hermina Depok”, (Depo: Program Pendidikan
Vokasi Universitas Indonesia), diakses 17april 2022.
Putu Ayu Indrayathi. “Bahan Ajar Pembiayaan Kesehatan Berbagai Negara Untuk
Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat”. (Bali: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, 2016).
Rosnidar Smbiring, Saidan, Zulfi Chairi. “Peningkatan Pemahaman Peran BPJS
Kesehatan Pada Masyarakat Di Masa Pandemi Covid-19 (Lokasi: Kelurahan
Sidomulyo, Medan Tuntungan)”. (Sumatera Utara: Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara). hlm. 43-44.

48

Anda mungkin juga menyukai