Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TRAUMA KEPALA

ANGGOTA KELOMPOK :
1. ANDREAS NUGRAHA (1440120201858)
2. ELANG PRAMADITYA HANDOKO (1440120201881)
3. NUR NAFISAH (1440120201906)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGESTI WALUYO
TEMANGGUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
Berkat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Trauma
Kepala ini berjalan dengan baik dan tepat waktu. Adapun makalh ini dibuat
sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Selain itu pembuatan makalah ini juga juga bertujuan untuk memberikan manfaat
yang berguna bagi ilmu pengetahuan. Dengan adanya makalah ini mudah-
mudahan dapat menambah minat baca dan memberikan informasi positif bagi
pembaca.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dan membantu dalam pembuatan makalah ini, sehingga semua terselesaikan
dengan baik dan lancer. Selain itu kami juga mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun terhadap kekurangan dalam makalah ini agar selanjutnya
kami dapat memberikan karya yang lebih baik dan sempurna. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Temanggung, 12 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................... 3

BAB I........................................................................................................................................ 4
1. LATAR BELAKANG......................................................................................................................4
2. TUJUAN......................................................................................................................................4
3. MANFAAT...................................................................................................................................5

BAB II....................................................................................................................................... 6
1. Konsep Medis.............................................................................................................................6
a. Pengertian.........................................................................................................................6
b. Etiologi..............................................................................................................................6
c. Manifestasi Klinis..............................................................................................................7
d. Patofisiologi......................................................................................................................8
e. Pathway..........................................................................................................................10
f. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................11
g. Komplikasi.......................................................................................................................12
h. Penatalaksanaan.............................................................................................................13
2. Asuhan Keperawatan..............................................................................................................14
a. Pengkajian.......................................................................................................................14
b. Diagnosa Keperawatan...................................................................................................19
c. Rencana Tindakan...........................................................................................................19

BAB III.................................................................................................................................... 27
Kesimpulan..................................................................................................................................27
Saran............................................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Cedera kepala sering terjadi di negara industri, menyerap banyak pasien
pada saat-saat prima dalam kehidupan. Untuk menekankan betapa besarnya
masalah medis dan sosial dari masalah ini, hanya perlu diketahui bahwa hampir
10 juta orang Amerika menderita cedera kepala setiap tahunnya, sekitar 20 persen
cukup serius untuk menyebabkan kerusakan otak. Di antara laki-laki di bawah
usia 35 tahun, kecelakaan, biasanya kendaraan bermotor, adalah penyebab utama
dari kematian, dan lebih dari 70 persen kecelakaan ini melibatkan cedera kepala.
Cedera kepala minor juga begitu umum sehingga hampir semua dokter
menemukan pasien yang membutuhkan perawatan segera atau menderita akibat
berbagai gejala sisa. Cedera medula spinalis traumatik sering terjadi dalam
hubungannya dengan cedera kepala. Dua hal tersebut paling baik dibicarakan
Bersama dalam konteks trauma sistem saraf. (Ropper, 2014, dalam Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, hlm 2558-2559)
Menurunnya kematian dari cedera medulla spinalis dan cedera kepala,
terutama disebabkan oleh peningkatan kesehatan masyarakat, seperti penggunaan
sabuk pengaman, helm pengaman, dan berkembangnya sistem ambulans dengan
petugas yang terlatih. Suatu pendekatan yang sistematik terhadap evaluasi pasien
dengan trauma kepala dan tulang belakang, yang dimulai pada lokasi kecelakaan,
telah memperbaiki hasilnya. Pengertian tentang lesi patologik yang ditimbulkan
oleh trauma, penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan, telah merevolusi luas
ketersediaan dari pemindaian tornografi terkomputasi. (Ropper, 2014, dalam
Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, hlm 2558-2559)

2. TUJUAN
1. Meningkatkan pemahaman tentang penyakit dalam Trauma Kepala.
2. Mengetahui penyebab terjadinya trauma kepala.
3. Mengetahui cara atau penatalaksanaan penyembuhan trauma kepala
3. MANFAAT
1. Pemahaman dan pengetahuan tentang penyakit dalam trauma kepala lebih
meningkat.
2. Pengetahuan mengenai penyebab terjadinya trauma kepala.
3. Pengetahuan mengenai cara penyembuhan trauma kepala secara medis.
BAB II
ISI

1. Konsep Medis
a. Pengertian
Trauma Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa terputusnya
kontinuitas dari otak (Purnama Junadi dkk, 1992).
Cedera Kepala ( Trauma Kepala ) adalah trauma yang mengenai
otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan
tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi
tingkah laku dan emosional (Widagdo, Wahyu, 2008).
Trauma Kepala adalah bentuk trauma yang dapat mengubah
kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik,
intelektual, emosi, sosial atau sebagai gangguan traumatik yang dapat
menimbulkan perubahan pada fungsi otak (Black, 1997)
Cedera Kepala (Trauma Kepala) adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi
akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi, 2003)
b. Etiologi
Sebagian besar cedera kepala ( Trauma Kepala ) merupakan
peristiwa yang sering terjadi dan mengakibatkan kelainan neurologik yang
serius serta telah mencapai proporsi epidemik, terjatuh dan kecelakaan
lain. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan
trauma jaringan lunak/otak laserasi, dengan derajat yang bervariasi
tergantung pada lunas daerah trauma.
Trauma Kepala dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung.
Akibat-akibat dari suatu rudapaksa pada kepala yang sangat dipengaruhi
oleh :
1. Kecelakaan lalu lintas/industri
2. Jatuh
3. Benturan benda tajam/tumpul
4. Trauma pada saat kelahiran
5. Benturan dari objek yang bergerak (cedera ekselerasi)
6. Benturan kepala pada benda padat yang tidak bergerak (cedera
deselerasi)
c. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari trauma kepala ditentukan oleh derajat cedera dari
lokasinya. Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat
gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan ialah pada
penderita gagar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya
beberapa menit saja, atas dasar ini trauma kepala dapat di golongkan
menjadi:
1. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
 Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, alternatif dan
orientatif)
 Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)
 Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
 Klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
 Pasien dapat mengeluh abrasi, laserasi atau hematoma kulit
kepala
 Tidak adanya kriteria cedera, sedang berat
2. Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)
 Skor skala koma Glasglow 9-14 (kontusi, latergi atau
stupor)
 Konfusi
 Amnesia pasca trauma
 Muntah
 Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battel, mata
rabun, hemotimpanum, otore atau rinore cairan
cerebrospinal)
 Kejang
3. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat)
 Skor skala koma Glasglow 3-8 (koma)
 Penurunan derajat kesadaran secara progresif
 Tanda neurologis fokal
 Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal bergantung pada
jumlah dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat,
biasanya menunjukan adanya fraktur.
 Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar
fraktur dan karena alasan ini diagnosis yang akurat tidak
dapat ditetapkan tanap pemeriksan dengan sinar-x.
 Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus
paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di
tulang temporal, juga sering menimbulkan hemoragi dari
hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat di bawah
konjungtiva. Suatu area ekimosis, atau memar mungkin
terlihat diatas mastoid (tanda Battle). Keluarnya cairan
serebrospinal merupakan masalah serius karena dapat
menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme
masuk ke dalam isi kranial melalui hidng, telinga taau sinus
melalui robekan pada dura.
 Laserasi atau kontusio otak ditunjukan oleh cairan spinal
berdarah.
d. Patofisiologi
Trauma kepala menyebabkan cidera pada kulit kepala, jaringan
otak. Cedera otak bisa berasal dari trauma langsung dan trauma tidak
langsung pada kepala. Kerusakan neurologis langsung disebabkan oleh
suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan
otak, oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
Riwayat kerusakan yang disebabkan oleh beberapa hal tergantung pada
kekuatan yang menimpa.
Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi dalam
tengkorak yang keras, bergerak, dengan demikian memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
(counter coup) karena ada benturan keras ke otak maka bagian ini dapat
merobek dan mengoyak jaringan, kerusakan diperhebat bila ada rotasi
tengkorak. Bagian otak yang paling keras mengalami kerusakan adalah
bagian anterior dari lobus frontalis dan temporalis, bagian posterior lobus
oksipitalis dan bagian atas mesencefalon. Efek sekunder trauma yang
menyebabkan perubahan neurologik berat disebabkan oleh reaksi jaringan
terhadap cedera. Setiap kali jaringan mengalami cedera, responnya dapat
mempengaruhi perubahan isi cairan intrasel dan ekstrasel. Peningkatan
suplay darah ke tempat cedera dan mobilisasi sel-sel untuk memperbaiki
kerusakan sel. Neuron dan sel-sel fungsional dalam otak tergantung dari
suplay nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan O 2 dan sangat peka
terhadap cedera metabolik apabila suplay berhenti. Sebagai akibat cedera,
sirkulasi otak dapat kehilangan kemampuannya untuk mengatur volume
darah yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa tempat tertentu
dalam otak.
Kerusakan otak dapat diakibatkan cedera primer atau cedera sekunder
pada kepala. Pada cedera primer kerusakan otak akibat trauma itu sendiri,
sedangkan pada cedera sekunder kerusakan pada otak merupakan akibat
drai pebengkakan (swelling), perdarahan (hematom), infeksi, hipoksia
serebral, atau iskemia yang terjadi setelah cedera primer. Cedera sekunder
dapat terjadi dalam waktu yang cepat, dalam hitungan jam dari terjadinya
cedera primer (Lemote & Burke, 2000). Selanjutnya dalam uraian
patofisiologi ini akan dideskripsikan beberapa hal meliputi terjadinya
penurunan oksigen dan glukosa ke dalam otak, perubahan PH di dalam
otak dan gangguan elektrolit di dalam otak.
1. Penurunan oksigen dan glukosa otak
Neuron membutuhkan suplai nutien dalam bentuk glukosan dan
oksigen secara konstan dan sangat rentan terhadap cedera
metabolik apabila suplai nutrien tersebut terhenti. Jika suplai ini
terganggu, maka sirkulasi serebral dapat kehilangan kemampuanya
untuk meregulasi ketersediaan volume darah dalam sirkulasi, dan
menyebabkan terjadinya iskemia pada area tertentu didalam otak
(Lemone & Burke, 2000).
2. Perubahan PH di dalam otak
Respon terutama axon terhadap cedera adalah gagal dalam
melakukan glikolisis aerobic, memproduksi phosfokretin,
mengaktivasi fungsi seluler energi tinggi, dan memproduksi ATP.
Kegagalan glikolisis aerobik meningkatkan produksi asam laktat
dan menurunkan PH intrasell mengakibatkan asidosis seluler.
3. Gangguan elektrolit di otak
Dengan kegagalan produksi ATP, pompa sodium potasium tidak
mampu lama mempertahankan/memelihara keseimbangan
homeostatik ion-ion intrasel (konsentrasi kalium di intrasel dan
natrium diekstrasel tinggi). Alibatnya adalah kalium ekstrasel
meningkat, karena kalium di intrasel keluar ke ekstrasel sehingga
terjadi edema (Hickey, 2003).
4. Proses inflamasi yang terjadi di otak
Ruang intrakranial adalah ruang kaku yang terisi penuh sesuai
kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan yaitu otak
(1400gr), cairan serebrospinal (lebuh kurang 75ml) dan darah (75
ml). peningkatan volume salah satu diantara ketiga unsur ini
mengakibatkan desakan pada ruangan yang ditempati oleh unsur
lainnya dan meningkatkan tekanan intrakranial. Peningkatan TIK
tidak hanya dijumpai setelah cedera kepala saja, tetapi mempunyai
penyebab lainnya. Ada mekanisme kompensasi yang bekerja bila
satu dari 3 elemen intrakranial membesar melampaui proporsi
normal. Proses ini sangat penting untuk mepertahankan TIK
normal yang juga berarti mepertahankan integritas otak. Perubahan
konpensatoris meliputi pengalihan cairan serebrospinal kerongga
spinal, peningkatan aliran vena dari otak sedikit tekanan darah
pada jaringan otak. Tumor, cedera otak, edema, obstruksi aliran
cairan serebrospinal, semuanya berpartisipasi dalam peningkatan
TIK . Mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif bila
menghadapi peningkatan TIK yang serius dan berlangsung lama.

e. Pathway

f. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan (dengan atau tanpa kontras). Mengidentifikasi adanya
perdarahan, menentukan ukuran vertikel, pergeseran jaringan otak.
2. MRI (Magnetik Resonance Imaging). Sama dengan CT Scan
dengan atau tanpa kontras.
3. PET (Positron Emission Tomography) menunjukan perubahan
aktivitas metabolisme otak.
4. Echoencephalograpi: Melihat keberadaan dan berkembangnya
gelombang patologis.
5. Fungsi lumbal/listernograpi: Dapat menduga kemungkinan adanya
perdarahan subarachnoid.
6. X-ray: Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, pergeseran
struktur dan garis tengah, adanya frakmen tulang.
7. Cek elektrolit darah: Untuk mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam peningkatan TIK.
8. Analisa Gas Darah: Untuk mendeteksi jumlah ventilasi dan
oksigenasi.
9. EEG: Untuk melihat aktivitas dan hantaran listrik di otak.
10. Pneumoenchephalografi dengan memasukan udara ke dalam
ruangan otak apakah ada penyempitan.
11. Darah lengkap untuk mengetahui kekuatan hemoglobin dalam
mengikat O2.
g. Komplikasi
1. Kejang pasca trauma
Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10%, terjadi
di awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-
42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma
penetrasi, hematom (subrudal,epidural, parenkim), fraktur depresi
kranium, kontusio serebri, GCS<10.
2. Demam dan menggigil
Demam dan menggigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme
dan memperburuk “outcome”. Sering terjadi akibat kekurangan
cairan, infeksi, efek sentral. Penatalksanaan dengan asetamonofen,
neuro muscular paralisis. Penanganan lain dengan cairan
hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.
3. Hidrosefalus
Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan
non komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada
cedera kepala dengan obstruksi, Hidrosefalus non komunikan
terjadi sekunder akibat penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala
klinnis hedrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil
udema, dimensia, ataksia, gangguan miksi.
4. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada
kecepatan gerakan. Merupakan gamabran lesi pada UMN.
Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan
ditujukan pada: Pembatasan fungsi gerak, Nyeri, Pencegahan
kontaktur, Bantuan dalam posisioning, Terapi primer dengan
koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting,
casting, farmakologi: Dantrolen, baklofen,tizanidin, botulinum,
benzodiasepin.
5. Agitasi
Agitasi pasac cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal
dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil.
Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat
yang berpotensi sentral.
6. Mood, tingkah laku dan kognitif
Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding
gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian
Pons Ford, menunjukan 2 tahun setelah cedera kepala masih
terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk
problem daya ingat pada 74%, gangguan mudah lelah (fatigue)
72%, gangguan kecepatan berfikir 67%. Sensitif dan iritabel 64%,
gangguan konsentrasi 62%.
7. Sindroma post kontusio
Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera
kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan
15% pada tahun pertama: Somatik: Nyeri kepala, gangguan tidur,
vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif terhadap suara dan
cahaya, kognitif: perhatian, konsentrasi, memori.
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala
1. Dexamethason/kalmetason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol
20% atau glukosa 40%, gliserol 10%.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau
untuk infeksi anaerob di berikan metronidazole.
6. Makanan atau cairan pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak
di berikan apa-apa, hanya cairan untuk resusitasi yaitu larutan
garam fisiologis atau ringer’s laktat.
7. Pembedahan
8. Pada trauma berat, karena hari-hari pertama didapat penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi refensi
natrium dan elektrolit, berikan infus ringer’s laktat, bila kesadaran
rendah, makanan diberikan melalui nasogastrik tube (2500-3000
TKTP).

2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no.register,
tanggal MRS, dan diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya
lesi/luka di kepala.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran,
konvulasi, adanya akumulasi sekret pada saluran pernafasan,
lemas, paralisis, tkipnea.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang
sama sebelumnya.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS<15.
b. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh : biasanya meningkat saat terjadi benturan
(normalnya 36,5-37,5ºC)
Tekanan darah : hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak
dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg (normalnya 110/70-
120/80 mmHg)
Nadi : biasany cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan
TIK meningkat (normalnya 60-100 x/menit)
RR : biasanya menurun saat TIK meningkat (normalnya 16-22)
c. Pemeriksaan Nervus Cranial
1) Nervus I : Penurunan daya penciuman
2) Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi
penurunan penglihatan karena edema pupil
3) Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang
pandang reflex cahaya menurun, perubahan ukuran
pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor.
4) Nervus V : Gangguan mengunyah
karena terjadi anastesi daerah dahi.
5) Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan
kelopakmata, hialngnya rasa pada 2/3 anterior lidah.
6) Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan
keseimbangan tubuh.
7) Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan
8) Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu
sisi, disfagia dan disartia.
d. Pemeriksaan Head to Toe
1) Pemeriksaan Kepala
a) Tulang tengkorak :
Inspeksi ( bentuk mesocepal, ukuran kranium,
ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran kepala )
Palpasi ( ada nyeri tekan, ada robekan )
b) Kulit kepala :
Inspeksi ( kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada
kemerahan )
c) Rambut :
Inspeksi ( rambut tidakbersih, mudah putus, ada
ketombe )
Palpasi ( rambut mudah rontok )
d) Mata :
Inspeksi ( simetris, konjungtiva warna pucat,
sclera putih, pupil anisokor, reflex pupil tidak
teratur, gerakan mata tidak normal, banyak
sekret)
Palpasi ( bola mata normal, tidak ada nyeri
tekan )
e) Hidung :
Inspeksi ( keadaan kotor, ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada deviasi sputum )
Palpasi sinus ( ada nyeri tekan )
f) Telinga :
Inspeksi ( simetris, bersih )
Palpasi ( tidak ada lipatan )
g) Mulut :
Inspeksi ( tidak ada stomatitis, gigi tidak
goyang, faring tidak ada pembengkakan, tonsil
ukuran normal )
Palpasi ( tidak ada lesi, lidah tidak ada massa )
h) Leher :
Inspeksi dan Palpasi ( tidak ada pembesaran
limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ditemukan kaku kuduk )
2) Pemeriksaan dada dan thorax
a) Jantung :
Inspeksi : dada simetris, iktus cordis tidak
tampak
Palpasi : tidak ada pembesaran jantung, tidak
ada nyeri tekan
Perkusi : didapat bunyi pekak
Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan
b) Paru-paru :
Inspeksi : bentuk dada simetris,
pengembangan dada simetris
Palpasi : getaran fremitus terasa
Perkusi : terdapat bunyi sonor
Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan
3) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : bentuk perut simetris, warna kulit sawo
matang
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, ginjal, tidak
teraba benjolan
Perkusi : timpani, tidak ada cairan dalam perut
4) Pemeriksaan Genetalia
5) Ekstermitas
Atas : kaji kelengkapan, kelainan jari, tonus otot,
kekuatan oto, kesimetrisan gerak, adakah yang
mengganggu gerak.
Bawah : keji kelengkapan jari, edema perifer, kekuatan
otot, bentuk kaki.
6) Pemeriksaan Penunjang
a) CT Scan (dengan atau tanpa kontras).
Mengidentifikasi adanya perdarahan,
menentukan ukuran vertikel, pergeseran
jaringan otak.
b) MRI (Magnetik Resonance Imaging). Sama
dengan CT Scan dengan atau tanpa kontral.
c) PET (Positron Emission Tomography)
menunjukan perubahan aktivitas metabolisme
otak.
d) Echoencephalograpi: Melihat keberadaan dan
berkembangnya gelombang patologis.
e) Fungsi lumbal/listernograpi: Dapat menduga
kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
f) X-ray: Mendeteksi adanya perubahan struktur
tulang, pergeseran struktur dan garis tengah,
adanya frakmen tulang.
g) Cek elektrolit darah: Untuk mengetahui
ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK.
h) Analisa Gas Darah: Untuk mendeteksi jumlah
ventilasi dan oksigenasi.
i) EEG: Untuk melihat aktivitas dan hantaran
listrik di otak.
j) Pneumoenchephalografi dengan memasukan
udara ke dalam ruangan otak apakah ada
penyempitan.
k) Darah lengkap untuk mengetahui kekuatan
hemoglobin dalam mengikat O2.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neurologis d.d dispnea
(D.0005)
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d cedera kepala (D.0017)
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d otot
pengunyah lemah (D.0019)
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan atara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
5. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit (D.0074)
c. Rencana Tindakan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Pola nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas - Memonitor pola napas
tidak efektif tindakan keperawatan O : - Mepertahankan kepatenan jalan
diharapkan pola napas - Monitor pola napas napas
membaik dengan kriteria T : - Memberikan bantuan oksigen
hasil: - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan - Memberi asupan cairan
- Dispnea dari head-tift dan chin-tift - Membantu efektifitas jalan napas
sedang (3) menjadi - Berikan oksigen, jika perlu
menurun (5) E:
- Frekuensi napas - Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika
dari sedang (3) tidak kontraindikasi
menjadi membaik K :
(5) - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukotilik, jika perlu

2 Risiko Setelah dilaukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan intrakranial - Mengetahui penyebab
perfusi keperawatan diharapkan O : peningkatan TIK
serebral tidak perfusi serebral meningkat - Identifikasi penyebab peningkatan TIK - Memonitor tanda/gejala
efektif dengan kriteria hasil: - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK peningkatan TIK
- Tingkat kesadaran T : - Membantu meminimalkan
dari sedang (3) - Minimalkan stimulus dengan menyediakan stimulus
menjadi meningkat lingkungan yang tenang - Mencegah terjadinya kejang
(5) - Cegah terjadinya kejang - Menjaga agar suhu tubuh tetap
- Sakit kepala dari - Pertahankan suhu tubuh normal normal
cukup meningkat E : -
(2) menjadi K :
menurun (5) - Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
- Nilai rata-rata konvulsan, jika perlu
tekanan darah dari
sedang (3) menjadi
membaik (5)

3 Defisit Setelah dilakukan Manajemen nutrisi - Mengetahui status nutrisi


nutrisi tindakan keperawatan O : - Mengetahui dieprlukanya selang
diharapkan status nutrisi - Identifikasi status nutrisi nasogastrik
membaik dengan kriteria - Identifikasi perlunya penggunaan selang - Memonitor asupan makanan
hasil: nasogastrik - Melakukan program diet
- Porsi makan yang - Monitor asupan makanan - Meberi makanan yang tinggi akan
dihabiskan dari T : serat dan protein untuk
sedang (3) menjadi - Fasilitasi menentukan program diet mempercepat penyembuhan
meningkat (5) - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi penyakit
- Kekuatan oto protein - Ajarkana diet yang diprogramkan
menelan sedang E :
(3) menjadi - Ajarkan diet yang diprogramkan
meningkat (5) K:
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan, jika perlu

4 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi - Mengidentifikasi gangguan fungsi


aktivitas tindakan keperawatan O : tubuh yang mengakibatkan
diaharapkan toleransi - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang kelelahan
aktivitas meningkat mengakibatkan kelelahan - Memonitor pola dan jam tidur
dengan kriteria hasil: - Monitor pola dan jam tidur - Memberikan lingkungan yang
- Saturasi oksigen T : nyaman
dari sedang (3) - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah - Mengurangi aktivitas
menjadi meningkat stimulus berikan aktivitas distraksi yang
(5) menenangkan
- Dipsnea saat E :
aktivitas dari - Anjrukan tirah baring
sedang (3) menjadi K :
menurun (5) - Kolaborasi dengan ahli gizi tantang cara
- Dispnea setelah meningkatkan asupan makanan
aktivitas dari
sedang (3) menjadi
menurun (5)

5 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen nyeri - Mengetahui berapa skala nyeri


rasa nyaman tindakan keperawatan O : - Menidentifikasi respon nyeri non
diharapkan status - Identifikasi skala nyeri verbal
kenyamanan meningkat - Identifikas respon nyeri non verbal - Berikan teknik nonfarmakologis
dengan kriteria hasil: T: untuk membentu mengurangi rasa
- Keluhan tidak - Berikan teknik nonfarmakologis untuk nyeri
nyaman dari mengurangi rasa nyeri - Untuk kenyamanan pasien saat
sedang (3) menjadi - Fasilitasi istirahat dan tidur istirahat
menurun (5) E: - Supaya pasien mengetahui
- Gelisah dari - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu penyebab, periode, dan pemicu
sedang (3) menjadi nyeri nyeri
menurun (5) - Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri - Memonitor nyeri secara mandiri
K:
- Kolaborasi pemberian anlgetik, jika perlu
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Trauma Kepala adalah bentuk trauma yang dapat mengubah
kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik,
intelektual, emosi, sosial atau sebagai gangguan traumatik yang dapat
menimbulkan perubahan pada fungsi otak (Black, 1997)
Cedera Kepala (Trauma Kepala) adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi
akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi, 2003).
Gejala klinis dari trauma kepala ditentukan oleh derajat cedera dari
lokasinya. Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat
gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan ialah pada
penderita gagar otak, dengan gangguan kesadaran yang berlangsung hanya
beberapa menit saja.
Penatalaksanaan secara medis yaitu diantaranya pemberian obat
dexamethason, terapi hiperventilsai, pemberian analgetik, dan antibiotik.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala mulai
dari pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, dan pemeriksaan
sekunder setelah itu ditentukan diagnosa keperawatan dan dilanjut dengan
intervensi keperawatan.

Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat baik lagi
dikemudian hari. Semoga makalah dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, & Kasper (Eds.). (2014).


Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (13th ed.). Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. http://www.inna-
ppni.or.id
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. http://www.inna-
ppni.or.id
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. http://www.inna-
ppni.or.id

Anda mungkin juga menyukai