Anda di halaman 1dari 27

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN

KEBERSIHAN ORGAN GENETALIA EKSTERNA SEBAGAI


UPAYA PENCEGAHAN FLOUR ALBUS PADA
MAHASISWI STIKOM JAKARTA
TAHUN 2019

OLEH:
OKKY MERBEN
20180000035

PEMINATAN KESEHATAN REPRODUKSI


PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar

dari vagina. Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar namun

belum tentu bersifat patologis (berbahaya). Pengertian lain adalah setiap

cairan yang keluar dari vagina selain darah dapat berupa sekret, transudasi

atau eksudat dari organ atau lesi dari saluran genital. Cairan normal vagina

yang berlebih. Jadi hanya meliputi sekresi dan transudasi yang berlebih, tidak

termasuk eksudat (Mansjoer et al, 2001). Leukorea (keputihan) yaitu cairan

putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan (Manuaba, 2009).

Menurut studi Badan Kesehatan Dunia (WHO) masalah kesehatan reproduksi

perempuan yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban penyakit

yang diderita para perempuan di dunia salah satunya adalah keputihan

(Putranto, 2006). Sekitar 75% wanita didunia pasti akan mengalami

keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan sebanyak 45% wanita

mengalami keputihan dua kali atau lebih, sedangkan pada kaum wanita yang

berada di Eropa angka keputihan sebesar 25%, dimana 40-50% akan

mengalami kekambuhan. (NCBI, 2013). Di Indonesia sendiri 75% wanita

pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan setengah

di antaranya mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih. Hal ini

berkaitan dengan cuaca yang lembab yang mempermudah wanita Indonesia


3

mengalami keputihan, dimana cuaca yang lembab dapat mempermudah

berkembangnya infeksi jamur (Maghfiroh, 2008).

Studi menunjukkan bahwa Candidia vulvogvaginities adalah yang

paling sering didiagnosa pada kalangan wanita muda, sekitar 15 - 30% dari

gejala perempuan yang mengunjungi dokter (Monalisa et al, 2012). Menurut

Depkes (2010) kejadian keputihan banyak disebabkan karena olek bakteri

kandidosis vulvovagenitis dikarenakan banyak perempuan yang tidak

mengetahui membersihkan daerah vaginnya, penyebab lainnya adalah

vaginitis bacterial dan trichomonas vaginalis. Khusus di Indonesia data yang

ada dari wanita yang mengalami keputihan sulit untuk di dapat, hal ini dapat

di maklumi karena sedikit sekali wanita yang memeriksakan masalah alat

reproduksinya. Sedangkan Hurlock (2001) menyatakan bahwa salah satu

yang menjadi faktor utama terciptanya kesehatan yaitu selalu menjaga

kebersihan diri salah satunya kebersihan organ reproduksi. Organ reproduksi

merupakan salah satu organ tubuh yang sangat sensitif dan memerlukan

perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor

penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi salah satunya organ

genitalia (Ratna, 2010). Selain itu menurut Manuaba (2002) Menjaga

kesehatan organ reproduksi pada wanita diawali dengan menjaga kebersihan

organ kewanitaan. Kebiasaan menjaga kebersihan, termasuk kebersihan

organ-organ seksual atau reproduksi merupakan awal dari usaha menjaga

kesehatan salah satunya mencegah timbulnya masalah genitalia pada wanita

salah satunya keputihan (POI, 2010). Sistem pertahanan organ reproduksi


4

wanita cukup baik yaitu dimulai dari sistem asam basanya, pertahanan ini

masih tidak cukup sehingga infeksi bisa menjalar ke segala arah

menimbulkan infeksi yang mendadak dan menahun salah satunya adalah

keputihan (Leukorea) (Manuaba, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian dari Panda S et al (2013) bahwa dari 50

orang wanita usia subur di kawasan Asia Selatan terutama India yang

terdeteksi Trikomoniosis Vaginalis sebanyak 3 kasus (6%) dan Candida

Albicans dalam 26 kasus (52%). Terinfeksi Trikomoniosis Vaginalis dan

Candidia Albicans sebanyak 4 kasus (8%). Hampir 83 % penyebab keputihan

adalah bakteri Candidia Albicans yang banyak terjadi pada wanita usia subur

dan berasal dari daerah pedesaan. (IJCRR, 2013). Hasil penelitian dari New

Delhi Kaur J dan Kapoor Anup K, tahun 2014 menunjukkan bahwa

prevalensi keputihan(fluor albus/ leucorrhea), pengetahuan dan persepsi di

kalangan perempuan saat menikah dari kelompok usia, 15-49 tahun di kota

kumuh Asia selatan pernah mengalami keputihan (fluor albus/ leucorrhea)

hampir 79% Penelitian ini melaporkan prevalensi keputihan (fluor albus/

leucorrhea) yang tinggi pada wanita di tempat tinggal kumuh di Asia Selatan

dan terlihat bahwa tidak ada perbedaan dalam persepsi dan pengetahuan

dengan pendidikan responden, status pekerjaan, dan pendidikan suami (JFRH,

2014). Penelitian lainnnya dilakukan di salah satu rumah sakit tersier

kabupaten Bareilly di wilayah timur India. Responden adalah wanita dalam

kelompok usia reproduksi (15- 49 tahun) yang pernah berkunjung ke

pelayanan obstetri dengan keluhan keputihan. Sebanyak 270 wanita dengan


5

keputihan, vaginosis bakteri adalah gangguan yang paling umum terlihat

(36,68%). Pengaruh usia, status pendidikan dan status perkawinan, ditemukan

keputihan berlebihan (87,8%), terus menerus (64,8%) dan berbau busuk

(60,4%) di sebagian besar wanita. Ini memmperkuat asumsi bahwa wanita

kurang menyadari kebersihan organ reproduksinya sendiri sebagai kebutuhan

yang harus dilakukan (SCOPMED, 2012).

Beberapa penelitian di Indonesia juga menemukan wanita kurang

menyadari kebersihan organ reproduksinya sendiri. Menurut hasil penelitian

di asrama kebidanan STIKES Ngudi Waluyo tahun 2012 dari 156 responden

sekitar 73,9% diantaranya melakukan praktek personal hygiene tidak baik dan

mengalami keputihan patologi. Menurut penelitian lain di desa Kedung

Kempul, Lamongan menunjukkan bahwa lebih dari setengah remaja putri

(60%) berpengetahuan kurang pada kesehatan reproduksinya dan hampir

seluruhnya (95%) remaja putri perilaku personal hygienenya kurang baik.

(Mardani et al, 2010). Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan

Handayani (2003) pada siswi SLTP Jakarta Timur ditemukan yang memiliki

pengetahuan kurang terhadap kebersihan organ genitalia sebanyak (93,4%),

ini berarti hampir seluruh dari siswi tidak mengerti dengan kebersihan organ

genitalia. (Rabita, 2010). Dari hasil penelitian Handayani (2011) di Madrasah

Tsanawiyah Pembangunan Jakarta yang melakukan tindakan kebersihan

organ genitalia eksterna hanya setengahnya saja (50%) yang melakukan

dengan baik, sedangkan selebihnya kurang menjaga kebersihan organ

genitalia eksterna.
6

Menurut Depkes RI (2003) perlu adanya pemberian informasi yang

lengkap baik pada wanita untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran

mereka akan pentingnya menjaga kebersihan diri terutama organ reproduksi

agar terhindar dari masalah kesehatan genitalia seperti keputihan (fluor albus)

karena masalah tersebut paling banyak terjadi di Indonesia namun sebagian

besar wanita tidak terlalu memperdulikan. Masalah reproduksi pada wanita

perlu mendapat penanganan serius seperti keputihan karena tidak mengenal

usia, masalah tersebut paling banyak muncul pada negara berkembang,

seperti Indonesia karena cuaca lembab juga ikut mempengaruhi terjadinya

keputihan, kurang tersedianya akses dan informasi yang salah mengenai

kesehatan reproduksi terutama perawatan pada organ genitalia eksterna,

banyak wanita tidak mengetahui bagaimana mengidentifikasi, menangani

atau mencegah masalah organ intim secara tepat dan kurangnya keterbukaan

dari wanita termasuk mahasiswi tentang permasalahan reproduksi yang

dialami. Hal itu terbukti dari banyak penelitian seperti yang telah dijelaskan

diatas menyatakan rendahnya baik pengetahuan maupun tindakan mengenai

kebersihan organ genitalia eksterna pada wanita baik remaja maupun dewasa.

Ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran akan pentingnya tindakan yang

benar saat membersihkan organ genitalia eksterna, walaupun sebenarnya

mempunyai pengetahuan yang baik terutama pada mahasiswi dari tamatan

kebidanan dan keperawatan yang telah diajarkan tentang kebersihan organ

genitalia eksterna sebagai upaya upaya untuk mencegah keputihan (fluor

albus).
7

Berdasarkan dari hasil wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti

pada mahasiswi Stikom Jakarta sebanyak 10 masing-masing 5 orang dari

mahasisiwi kelas A dan 5 orang dari mahasiswi kelas B untuk diberikan

pertanyaan tentang kebersihan organ genitalia eksterna meliputi tentang

pengetahuan mengenai perawatan organ genitalia eksterna dan bagaimana

upaya mencegah terjadinya keputihan sebanyak 5 diantaranya kurang

mengetahui cara yang benar membersihkan organ genitalia eksterna dan

sebanyak 6 orang kurang memperhatikan kebersihan organ genitalia. Serta

riwayat keputihan meliputi apakah pernah mengalami keputihan, didapatkan

bahwa 8 dari 10 dari mahasiswi pernah mengalami keputihan. Setelah

ditanyakan tentang vulva hygiene, maka 4 orang (40%) selalu menjaga vulva

hygiene, dan 3 orang (30%) yang membersihkan vagina dengan sabun sirih

dan 6 orang (60%) lainnya kurang menjaga vulva hygiene dengan baik. Dari

fenomena yang terjadi diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan

Kebersihan Organ Genitalia Eksterna Sebagai Upaya Pencegahan Fluor

Albus Pada Mahasiswi Stikom Jakarta tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Banyak wanita tidak mengetahui bagaimana mengidentifikasi,

menangani atau mencegah masalah organ genitalia secara tepat dan

kurangnya keterbukaan dari wanita termasuk mahasiswi Stikom Jakarta


8

tentang flour albus. Ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran akan

pentingnya tindakan yang benar saat membersihkan organ genitalia eksterna.

1.3 Pertanyaan Penelitian?

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan permasalahan

yaitu “Apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap dengan tindakan

kebersihan organ genitalia eksterna sebagai upaya pencegahan fluor albus

pada mahasiswi Stikom Jakarta?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan tindakan

kebersihan organ genitalia eksterna sebagai upaya pencegahan fluor albus

pada mahasiswi Stikom Jakarta tahun 2019.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan mahasiswi Stikom Jakarta tentang

kebersihan organ genitalia eksterna sebagai upaya pencegahan fluor albus.

2. Untuk mengetahui sikap mahasiswi Stikom Jakarta tentang kebersihan

organ genitalia eksterna sebagai upaya pencegahan fluor albus.

3. Untuk mengetahui tindakan mahasiswi Stikom Jakarta tentang kebersihan

organ genitalia eksterna sebagai upaya pencegahan fluor albus.

1.5 Manfaat Penelitian


9

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis tidak menghasilkan teori baru, hanya

menguji teori yang sudah ada.

1.5.2 Manfaat Metodologis

Penelitian ini tidak menggunakan metodologi baru, masih

menggunakan metodologi terdahulu yang biasa digunakan.

1.5.3 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan ilmu yang

bisa diterapkan bagi mahasiswi Stikom Jakarta serta untuk masyarakat

umum dalam menjaga personal higine.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

What Penelitian ini berjudul hubungan pengetahuan dan sikap dengan

tindakan kebersihan organ genitalia eksterna sebagai upaya pencegahan fluor

albus pada mahasiswi Stikom Jakarta. Where Penelitian dilakukan di Kampus

Stikim/Stikom Jakarta. When Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret –

Agustus Tahun 2019. Who Penelitian dilakukan kepada mahasiswi Stikom

Jakarta. How Jenis penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan rancangan

penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada tanggal Maret 2019.

Populasi dalam penelitian adalah seluruh Mahasiswi Stikom Jakarta. Teknik

pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Pengambilan data

menggunakan kuesioner, kemudian diolah dan dianalisis univariat dan bivariat.

Penyajian data dengan narasi, dan tabel. Why Alasan penelitian ini dilakukan

karena masih adanya mahasiswi Stikom yang terkena fluor albus.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fluor Albus

2.1.1 Pengertian Fluor Albus

Keputihan atau Fluor Albus atau Leukorea merupakan sekresi vaginal

pada wanita. Keputihan patologis dapat disebabkan oleh infeksi biasanya disertai

dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar.

Penyebab umum keputihan ini antara lain bakteri, virus, jamur atau juga parasite.

Keputihan adalah keluarnya cairan lendir berwarna putih kekuningan keruh

pada permukaan vulva. Penyakit ini menyebabkan keluhan yang sering dijumpai pada

wanita, yaitu rasa gatal dan panas, serta bau yang tidak sedap. Keputihan ini

disebabkan oleh Candida albicans. Keputihan karena Candida albicans ini disebut

Candidiasis vaginalis. Dalam keadaan normal, vagina memproduksi cairan yang

berwarna bening, tidak berbau, tidak berwarna, jumlahnya tak berlebihan dan

tidak disertai gatal. Keputihan merupakan keluhan yang paling sering ditemukan

pada perempuan. Keputihan dapat terjadi pada keadaan yang normal (fisiologis),

namun dapat juga merupakan gejala dari suatu kelainan yang harus diobati (patologis)

(Clayton, 2008).
11

2.1.2 Klasifikasi Keputihan

Menurut Admin (2009) keputihan terdiri dari dua jenis yaitu keputihan normal

dan keputihan yang tidak normal. Keputihan normal (keputihan fisiologis) adalah

apabila alat kelamin perempuan (vagina) pada saat-saat tertentu mengeluarkan

lendir (mucus), misalnya pada saat menjelang dan sesudah haid, perempuan hamil,

perempuan sesudah melahirkan dan perempuan yang sedang mengalami

rangsangan seksual. Sedangkan keputihan yang tidak normal (keputihan patologis)

terjadi apabila perempuan mulai mengeluh karena vaginanya terlalu sering

mengeluarkan lendir yang berlebihan disertai bau, terasa pedih waktu buang air, dan

kadang disertai rasa panas dan gatal.

Keputihan fisiologis dapat ditemukan pada bayi yang baru lahir hingga

berumur kira-kira sepuluh hari, waktu menarche, wanita dewasa apabila ia

dirangsang sebelum dan pada waktu koitus (Coitus). Sementara keputihan patologis

disebabkan adanya benda asing dalam liang senggama, gangguan hormonal,

kelainan bawaan dari alat kelamin wanita (Melilea, 2008).

2.1.3 Gejala

Gejala klinis yang dialami penderita berupa rasa gatal dan berbau. Keluhan

lain yang sering muncul adalah nyeri vagina, rasa perih saat berkemih (Melilea,

2008).

2.1.4 Penyebab

Mamafhia (2009) menyatakan beberapa pemicu keputihan yang perlu diwaspadai :

a. Personal hygiene yang kurang


12

b. Pemakaian pembersih yang tidak sehat

c. Jamur

Keputihan jenis ini disebabkan infeksi jamur Candida albicans.


Umumnya dipicu oleh faktor luar dan dalam tubuh seperti kehamilan,
kegemukan, pemakaian pil KB, obat-obatan tertentu seperti steroid,
antibiotika, diabetes, daya tahan tubuh yang rendah, iklim panas atau lembab.

d. Parasit

Infeksi parasit Trichomonas vaginalis termasuk dalam golongan


penyakit menular seksual (terjadi lewat hubungan seksual).

e. Virus

Keputihan karena infeksi virus sering ditimbulkan oleh Penyakit


kelamin condyloma, herves atau pun HIV.

2.2 Kondisi keputihan yang normal atau tidak normal

1. Warnanya putih

Keputihan yang teksturnya cair dan sedikit bening pada umumnya akan muncul di

awal atau akhir masa menstruasi bulanan Anda. Keputihan jenis bening dan cair

ini sifatnya normal.

Namun perlu diperhatikan, jika keputihan disertai dengan rasa gatal dan memiliki

warna dan teksturnya seperti parutan keju, ini bisa menjadi tanda adanya infeksi

ragi, Apabila keputihan yang Anda alami terasa gatal dan berbau, silakan periksa

ke dokter untuk perawatan lebih lanjut.


13

2. Cair dan bening

Keputihan dengan ciri berwarna bening dan cair merupakan hal yang normal. Ini

bisa terjadi kapan saja, tidak harus sebelum atau sesudah menstruasi. Terkadang

keputihan jenis ini bisa muncul banyak setelah wanita berolahraga.

3. Bening dan agak lengket

Ketika keputihan keluarnya bening dan lengket, mirip seperti lendir, kemungkinan

menunjukkan bahwa Anda  sedang berovulasi. Ini adalah jenis keputihan yang

normal. Keputihan jenis ini biasanya akan berhenti keluar ketika masa ovulasi

Anda sudah selesai.

4. Coklat atau kemerahan

Bercak coklat atau adanya campuran darah pada keputihan Anda umumnya

terbilang normal. Biasanya keputihan jenis ini, akan ada saat atau setelah Anda

menstruasi.

Biasanya keputihan yang muncul setelah haid berwarna coklat, bukan kemerahan.

Jika warnanya kemerahan dan keluarnya tidak terlalu banyak, ini bisa dinamakan

bercak.

Bercak kemerahan yang keluar dari vagina di luar masa haid, bisa menjadi tanda

hamil. Selain itu, ada kemungkinan juga bercak kemerahan yang keluar dari

vagina di awal usia kehamilan bisa menjadi tanda keguguran. Segera periksa ke

dokter jika menemukan bercak merah yang bukan menstruasi.


14

Dalam kasus yang jarang terjadi, keputihan yang dibarengi dengan adanya darah

merah atau coklat bisa menjadi tanda kanker endometrium atau serviks. Selain itu,

ada jutga risiko  masalah organ reproduksi lain seperti fibroid atau pertumbuhan

abnormal di dalam rahim lainnya.

Untuk mendeteksi masalah kewanitaan dan mencegah adanya penyakit, para

wanita dianjurkan untuk cek panggul dan cek pap smear tahunan. Dokter

kandungan Anda akan memberitahu cara mengatasi keputihan sembari memeriksa

kelainan serviks selama tes berlangsung.

5. Kuning atau hijau

Keputihan vagina yang keluar berwarna kuning atau hijau, teskturnya kental,

banyak, dan disertai bau yang tidak enak, merupakan keputihan yang tidak

normal. Jenis keputihan ini kemungkinan disebabkan karena adanya infeksi

trikomoniasis. Ini biasanya menyebar melalui hubungan seksual.

2.2 cara mengatasi keputihan yang dapat Anda lakukan sendiri di rumah,

di antaranya:

a. Sebelum menyentuh area sensitif cuci tangan terlebih dahulu

b. Cuci area genital Anda secara lembut dengan air hangat. Kemudian

keringkan. Ingat, jangan menggosok atau mengusap vagina terlalu keras

karena bisa menimbulkan iritasi.

c. Jika keputihan sangat banyak, Anda mungkin perlu mengganti celana dalam

lebih sering. Ini dilakukan agar kelembapan vagina bisa terjaga dengan baik.
15

d. Hindari pemakaian sabun wangi, gel, antiseptik, serta douching karena bisa

memengaruhi keseimbangan pH serta bakteri di dalam vagina. Jika Anda

ingin menggunakan sabun, pilihlah sabun yang polos tanpa pewangi.

e. Jika keputihan yang Anda alami disebabkan oleh infeksi jamur, maka Anda

bisa mengatasinya dengan obat antijamur yang dimasukkan ke dalam vagina

dalam bentuk krim atau gel. Konsultasikan terlebih dulu sebelum Anda

menggunakan obat antijamur untuk mengatasi keputihan.

f. Gunakan kondom atau tunda hubungan seksual hingga seminggu setelah

pengobatan.

g. Konsumsi yogurt bila Anda sedang dalam pengobatan antibiotik agar

menurunkan risiko terkena infeksi jamur.

h. Bila keputihan yang tidak normal berlangsung lebih dari seminggu setelah

melakukan cara-cara yang sudah di atas, segera periksakan diri Anda ke

dokter.
16

BAB III

KERANGKA, DEFINISI, PENGUKURAN DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Teori

1. Endogen : Imun tubuh


Kelainan Vagina
2. Eksogen : Infeksi : - Jamur
- Non Infeksi : Stres
- Cebok
- Hormonal
- Vagina Lembab
Fluor Albus
3. Penatalaksanaan :
- Cebok dari depan ke
belakang
- Mengganti celana
dalam setiap kali
lembab

Gambar 3.1.
Kerangka Teori 1
17

3.2. Kerangka Konsep

Cebok dari
depan ke
belakang
Mengurangi Fluor
Albus
Mengganti celana
tiap kali lembab

Gambar 3.4
Kerangka Konsep
18

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Desain penelitian

yang digunakan adalah cross-sectional (potong lintang), yaitu pengumpulan

data penelitian yang dilaksanakan sekaligus pada suatu saat (point time

approach) (Notoatmodjo, 2010). Data variabel dependen dan variabel

independen diambil dalam waktu yang bersamaan untuk mengetahui

hubungan pengetahuan dan sikap dengan tindakan kebersihan organ genitalia

eksterna sebagai upaya pencegahan fluor albus pada mahasiswi Stikom

Jakarta.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampus Stikim/Stikom Jakarta. Penelitian

dilakukan pada bulan Maret – Agustus tahun 2019.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2008).

Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswi stikom sebanyak 138

orang.
19

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang

akan diambil (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel untuk

responden menggunakan purposive sampling adalah pengambilan sampel

secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan.

Maksudnya, peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada

pertimbangan tertentu. Jadi, sampel diambil tidak secara acak, tapi

ditentukan sendiri oleh peneliti. (Sugiyono, 2016).

Berikut bentuk rumus Slovin dalam peritungan sampel menurut Umar

(2004)

Yang akan diperoleh melalui rumus pencarian sampel yaitu :

n= 138 N
1 + 138 (10%)2
n= 138 N
1 + 138 (0,1)2
n= 138 N
2,38
n = 57,98 dibulatkan (58)

4.3.3 Kriteria Sampel

Pengambilan sampel menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi

sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada

populasi. Kriteria dalam penelitian ini adalah:


20

1) Mahasiswi Stikom Jakarta.

2) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria non inklusi adalah yang bukan karakteristik umum subjek

penelitian pada populasi. Kriteria dalam penelitian ini adalah:

1) Bukan Mahasiswi Stikom Jakarta.

2) Mahasiswi yang tidak hadir

3) Tidak bersedia menjadi responden

c. Kriteria eksklusi adalah subyek yang memenuhi kriteria inklusi harus

dikeluarkan karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini

belum ada, karena belum dilakukan penelitian.

4.4 Pengumpulan Data

Data yang diambil adalah data primer, yaitu sumber-sumber dasar yang

terdiri dari bukti-bukti atau saksi utama dari kejadian objek yang diteliti dan

gejala yang terjadi di lapangan (Sumantri, 2011). Data primer diperoleh

secara langsung dari sumbernya dan diperoleh dari jawaban atas pertanyaan

yang disediakan melalui pengisian kuesioner oleh Mahasiswi Stikom Jakarta.,

serta data lainnya yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian.

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meminta izin kepada bagian akademik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Indonesia Maju (STIKIM) Jakarta.

2. Peneliti meminta izin kepada mahasiswi.

3. Peneliti memperkenalkan diri dan menunjukkan surat izin penelitian.

4. Memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian.


21

5. Setelah mendapatkan izin peneliti mulai menyebarkan kuesioner.

6. Meminta izin dan menjelaskan kepada responden tentang maksud dari

mengisi kuesioner.

7. Jika responden besedia, peneliti mempersilahkan responden untuk mengisi

kuesioner.

4.5 Etika Penelitian

Secara umum etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat

dibedakan beberapa prinsip antara lain:

4.5.1 Prinsip Manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa pengakibatan penderita kepada

subjek, khususnya jika mendapatkan tindakan khusus. Yang berarti

dalam melakukan penelitian, peneliti tidak melakukan hal-hal yang

tentunya bisa merugikan responden.

b. Bebas dari Eksploitasi

Parsitipasi subjek dalam penelitian atau informasi yang diberikan tidak

dipergunakan untuk hal-hal yang dapat merugikan subjek. Dalam hal ini,

pemberian informasi yang berkaitan dengan subjek. Dalam hal ini,

pemberian informasi yang berkaitan dengan responden tidak disebar

luaskan.

c. Resiko

Peneliti harus hati-hati pempertimbangkan resiko dan keuntungan yang

akan diakibatkan kepada subjek pada setiap tindakan. Dalam hal ini
22

peneliti harus mempertimbangkan segala kemungkinan ataupun yang

merugikan responden.

4.5.2 Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia

a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden

Dalam hal ini menghargai hak pemberian informasi dan tidak memaksa

untuk memberikan informasi mengenai responden.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan

Penelitian ini harus memberikan penjelasan secara rinci atau bertanggung

jawab terhadap data responden. Dalam hal ini peneliti wajib memberikan

penjelasan kepada pemberi informasi mengenai maksud dan tujuan.

c. Hak dijaga kerahasiaan

Pemberian informasi berhak untuk meminta data yang diberikan untuk

dirahasiakan. Dalam hal ini, peneliti harus bisa menjaga kerahasiaan data

yang diberikan tentang responden dan dilakukan tanpa nama (Nursalam,

2008).

4.6 Pengolahan Data

Ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu :

1. Editing

Pada tahap ini, setelah peneliti mendapatkan kuesioner yang telah diisi

oleh responden, peneliti memeriksa kembali data yang telah diisi, apakah

sudah terisi semua yang dipertanyakan pada kuesioner apa belum.


23

2. Coding

Pada tahap ini, jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden

dimasukkan ke dalam sistem komputerisasi, dengan dilakukan terlebih

dahulu perubahan data huruf menjadi data angka, yaitu pada jawaban

kuesioner.

3. Entry Data

Pada tahapan ini, peneliti memasukkan data yang telah di-coding ke dalam

sistem komputer. Data yang telah di-coding, dimasukkan ke dalam sistem

komputer sesuai dengan pengkodingan dari jawaban responden.

4. Cleaning

Pada tahap ini, peneliti memeriksa kembali data yang telah diinput ke

dalam sistem komputer, untuk memastikan data bersih dari kesalahan

dengan memeriksakan apakah masih ada data yang terlewatkan dalam

pengisian ataupun tidak terisi.

5. Skoring

Pada tahapan ini, peneliti melakukan pengolahan pada sistem

komputerisasi menyesuaikan hasil ukur penelitian

6. Processing

Pada tahap akhir, peneliti melakukan proses pengolahan data sesuai

dengan tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2010).


24

4.7 Uji Instrumen Penelitian

4.7.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan bahwa instrumen

yang dipakai benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Kuesioner

telah memiliki validitas, berarti semua item yang ada di dalam kuesioner

tersebut mampu mengukur konsep yang diukur. Jika nilai r hitung lebih besar

dari rtabel maka item tersebut valid, sebaliknya jika nilai r hitung lebih kecil dari

rtabel maka item tersebut tidak valid (Hastono, 2007). Uji validitas butir

dilakukan dengan aplikasi program SPSS Statistics 18.

4.7.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan kehandalan atau dapat

dipercaya dari suatu alat ukur. Kuesioner telah memiliki reliabilitas, berarti

semua item yang ada di dalam kuesioner tersebut hasil pengukurannya tetap

konsisten atau tetap asas, apabila dilakukan pengukuran berulang kali

terhadap gejala yang sama dan menggunakan alat ukur yang sama. Butir

pertanyaan dianggap reliabel, jika butir pertanyaan tersebut telah valid,

selain itu, jika nilai rhitung lebih besar dari rtabel maka item tersebut reliabel,

sebaliknya jika nilai rhitung lebih kecil dari rtabel maka item tersebut tidak

reliabel (Hastono, 2007). Uji validitas butir dilakukan dengan aplikasi

program SPSS Statistics 18.


25

4.8 Analisa Data

4.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Bentuk analisis

univariat tergantung dari jenis dataya. Untuk data numerik digunakan nilai

mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada umumnya dalam

analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap

variabel (Notoatmodjo, 2010).

4.9 Penyajian Data

Hasil dari analisis kuantitatif tersebut akan dibahas dan dianalisis

dengan arah berpikir rasional dan analitik, dengan mengacu pada kerangka

konsep yang telah ditetapkan sebelumnya, kemudian dibandingkan dengan

teori dalam tinjauan pustaka dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya,

kemudian dibuatlah suatu kesimpulan serta saran yang membangun dan

sesuai dengan kondisi di lapangan. Data dalam penelitian ini disajikan

dalam beberapa bentuk yaitu :

a. Naratif

Penyajian data dalam bentuk teks dilakukan untuk mendeskripsikan atau

memberikan penjelasan dari data yang telah disajikan dalm bentuk tabel.
26

b. Tabel

Penyajian data secara tabular yaitu memberikan keterangan berbentuk

angka. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah master tabel dan

tabel distribusi frekuensi, dimana data disusun dalam baris dan kolom

dengan sedemikian rupa sehingga memberikan gambaran (Sabri dan

Hastono, 2011).
27

Anda mungkin juga menyukai