Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan aspek manajemen rumah
sakit yang penting. Tujuan pengelolaan obat yang baik di rumah sakit adalah
agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup dan
terjamin untuk mendukung pelayanan bermutu (Permenkes, 2016). Rumah sakit
sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan
pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit (Kemenkes RI, 2009).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan salah satu pelayanan
kesehatan yang diberikan rumah sakit yang berorientasi pada keselamatan
pasien untuk melindungi pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional.Salah
satu pelayanan kefarmasian adalah dalam hal pengelolaan obat high alert yaitu
obatobatan yang perlu diwaspadai. Obat high alert adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan serius (sentinel event), obat berisiko tinggi yang
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-
obat yang terlihat mirip dan pengucapannya terdengar mirip atau Look Alike
Sound Alike (Permenkes, 2016).
Mutu pelayanan kefarmasian adalah pelayanan kefarmasian yang
menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan
pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat. Pasien atau
masyarakat menilai pelayanan yang bermutu sebagai layanan yang dapat
memenuhi harapan dan kebutuhan yang dirasakannya. Mutu pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan kepuasan pasien dapat mempengaruhi
derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, karena pasien yang merasa
puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali.
Pelayanan kefarmasian harus dilaksanakan berdasarkan standar
pedoman pelayanan kefarmasian yang berlaku. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian tingkat kepuasan pengunjung terhadap kinerja petugas untuk
mengukur keberhasilan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kinerja yang
sesuai standar akan memberikan kepuasan baik kepada petugas maupun

1
pengunjung dan akan selalu meningkatkan kualitas pelayanan Obat dan
perbekalan farmasi merupakan bagian dari rencana pengobatan pasien, oleh
karenanya manajemen rumah sakit harus berperan secara kritis untuk
memastikan keselamatan pasien. Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert
Medications) merupakan obat yang memiliki persentase tinggi dalam
menyebabkan terjadinya kesalahan/error dan kejadian sentinel (sentinel event),
obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) termasuk obat-obat yang tampak mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan
Mirip / NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike / LASA), termasuk pula elektrolit
konsentrasi tinggi. Jadi, obat yang perlu diwaspadai merupakan obat yang
memerlukan kewaspadaan tinggi, terdaftar dalam kategori obat berisiko tinggi,
dapat menyebabkan cedera serius pada pasien jika terjadi kesalahan dalam
penggunaan.
Obat LASA (Look Alike Sound Alike) merupakan obat-obatan yang terlihat
bentuknya mirip atau obat-obatan yang kedengarannya mirip atau dalam istilah
bahasa Indonesia disebut dengan NORUM (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip). Menurut Permenkes No. 58 tahun 2014 tentang “Pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai”, obat-obat LASA
termasuk dalam kelompok obat-obat yang perlu diwaspadai (High Alert
Medication) karena sering menyebabkan terjadinya kesalahan-kesalahan serius
dan obat yang beresiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan
(ROTD). Kesalahan karena LASA dapat mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas. Studi retrospektif yang dipublikasikan oleh American Journal of
Health-System Pharmacy meneliti kematian yang berhubungan dengan
medication errors, 16% dikarenakan pemberian obat yang salah dan 10%
dikarenakan kesalahan pemberian rute obat.
Obat high alert merupakan kelompok obat-obatan yang dalam proses
penanganan dan penyimpanannya masih sering diabaikan. Akibat yang dapat
ditimbulkan jika proses pengelolaan obat high alert ini tidak ditangani dengan
benar dapat menyebabkan meningkatnya insiden Adverse Drug Events/ADEs,
Medication Errors/MEs, dan Adverse Drug Reaction/ADR yang dapat
membahayakan pasien, bahkan dapat berujung kematian (Permenkes, 2014).
Pada proses penyimpanan masih ada obat LASA yang letaknya saling
berjajar atau berdekatan satu sama lain,yang seharusnya aturan penyimpanan

1
obat LASA yang benar disekat atau diberi jarak oleh satu atau dua obat ditengah
tengahnya. Selain itu masih ditemukan obat high alert yang masih belum
disimpan dilemari khusus, karena kurangnya lemari khusus untuk menyimpan
obat-obatan high alert, dan masih terdapat obat LASA yang belum diberi label
LASA.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian
kesesuaian pengelolaan obat high alert yang meliputi pendistribusian dan
penyimpanan obat high alert agar pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan dan
kebijakan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit terkait keselamatan
pasien, karena pentingnya pengelolaan obat high alert medications pada tahap
distribusi agar tidak terjadi kesalahan pengambilan obat yang tidak tepat terkait
keselamatan pasien dan peningkatan keamanan obat high alert medications
yang ada dirumah sakit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
laporan ini adalah "Bagaimana Gambaran Penyimpanan Obat Look Alike Sound
Alike atau LASA dan High Alert Medication di Rumah Sakit Islam Kota
Gorontalo".
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui sistem pengelolahan pada tahap penyimpanan High
Alert Medications kategori Look Alike Sound Alike berdasarkan kesesuaian
penataan atau penempatan obat, penandaan obat dan penulisan obat LASA
dengan sistem Tallman Latering

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Rumah Sakit
Berdasarkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia No. 72 tahun
2016, rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan Kesehatan yang
menyelenggaraakan pelayanan Kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan berbagai pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat
(Menkes RI, 2016). Sedangkan berdasarkan Undang-Undang tentang Rumah
Sakit Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan unit gawat darurat
yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan mutu kesehatan (promotif), pencegahan suatu
penyakit (perventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluuruh, terpadu dan
berkesinambungan.
2.2 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian yaitu suatu pelayanan kefarmasian yang
bermaksud mencapai hasil peningkatan mutu kehidupan pasien (Menkes RI,
2016). Di dalam Kemenkes Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan farmasi serta alat
kesehatan yang bermutu, bermanfat, aman, dan terjangkau. Pelayanan sediaan
farmasi di RS harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian. Pengelolaan alat
kesehatan, sedian farmasi, serta bahan habis pakai di RS harus dilakukan oleh
instalasi farmsi melalui sistem satu pinut. Hal tersebut terdapat dalam Kemenkes
Nomor 72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di RS.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 pelayanan
kefarmasian merupakan tolok ukur yang digunakan sebagai pedoman bagi
tenaga farmasi dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasiaan. Selain itu
pelayanan kefarmasiaan merupakan suatu pelayanan langsung serta
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan tujuan mencapai hasil yang pasti demi meningkatkan mutu kehidupan
pasien. Penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian di RS harus di dukung

1
oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien, serta standar operasional prosedur.
Pengorganisasian instalasi farmasi harus mencakup penyelenggaraan dan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatn, dan bahan medis pakai, pelayanan
farmasi klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamsi serta dapat di revisi
sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu (Menkes RI, 2016).
2.4 Definisi Obat
Obat merupakan bahan atau campuran bahan yang dipergunakan untuk
mempengaruhi dan menyelidiki keadaan patologi dalam diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia (Menkes RI, 2016). Besarnya efektivitas obat tergantung pada dosis
dan kepekaan organ tubuh. Setiap orang berbeda kepekaan dan kebutuhan
dosis obatnya. Namun secara umum dapat dikelompokkan, yaitu dosis bayi,
anak-anak, dewasa dan orang tua (Djas, 2015).
2.4.1 Penyimpanan Obat
Penyimpanan obat adalah suatu cara pemeliharaan perbekalan farmasi,
sehingga aman dari kerusakan fisik serta pencurian yang dapat mengakibatkan
kerusakan kualitas obat. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas serta
keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis sesuai
dengan persyaratan. Persyaratan kefarmasian meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis
sediaan (Menkes RI, 2016).
2.4.2 Tujuan Penyimpanan Obat
Penyimpanan obat mempunyai tujuan untuk menjaga mutu dan
kestabilan suatu sediaan farmasi, menjaga keamanan, ketersediaan, dan
menghindari penggunaan obat yang tidak bertanggung jawab. Menurut
Permenkes RI No. 72 Tahun 2016, untuk mencapai tujuan penyimpanan obat
tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi
label  yang jelas terbaca meliputi nama, tanggal kemasan dibuka, tanggal
kadaluawarsa serta peringatan khusus.
2. Elektrolit konsentrasi tinggi disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan

1
pada area yang dibatasi ketat (restriched) untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati- hati.
3. Sediaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang di bawa
oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diindentifikasi.
4. Tempat penyimpanan obat tidak digunakan untuk menyimpan barang lain
yang dapat menyebabkan kontaminasi (Menkes RI, 2016)
2.4.3 Kondisi Penyimpanan
Ada beberapa hal yang harus diawasi untuk menjaga kestabilan mutu
obat seperti kelembaban udara, sinar matahari, dan juga suhu ruangan. Udara
yang lembab bisa memberi pengaruh obat-obatan yang tidak tertutup, serta
dapat mempercepat kerusakan. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk
menghindari faktor udara lembab tersebut, meliputi:
1. Adanya ventilasi pada ruangan;
2. Simpan obat di tempat yang kering;
3. Wadah harus selalu tertutup;
4. Jika memungkinkan gunakan kipas angin atau AC; dan
5. Jika ditemukan atap yang bocor segera diperbaiki;
Obat-obatan seperti salep, cream, dan supositoria juga sensitif dengan
pengaruh panas, maka hindarkan obat dari sinar matahari langsung serta udara
panas. Ruangan obat diusahakan dalam suhu sejuk, sebagian dari jenis obat
tertentu harus disimpan dalam lemari pendingin yang bersuhu 4-8o C, seperti
vaksin, produk darah, insulin, injeksi antibiotik yang sudah dipakai dan injeksi
oksitosin.
2.4.4 Penyusunan Obat
Penyusunan obat dilakukan setelah kegiatan penerimaan obat dilakukan.
Penyusunan obat dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan oleh Depkes
Dan Pedoman Dirjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan tahun 2012 sebagai
berikut:
1. Obat-obatan dipisahkan dari bahan beracun.
2. Obat bentuk sediaan cair dipisahkan dari obat padatan.
3. Jika gudang tidak memiliki rak maka dapat memanfaatkan dusdus
besar dengan tetap diberi keterangan obat.
4.  Narkotika dan Psikotropika ditempatkan pada lemari tersendiri yang
mempunyai kunci.

1
5.  Menempatkan obat yang dapat dipengaruhi oleh suhu, udara,
cahaya,  dan pencemaran bakteri di tempat yang telah ditentukan.
6. Penyusunan obat dalam rak dengan nomor kode.
7.  Tablet, kapsul, dan oralit simpan pada wadah kedap udara dan  
diletakkan pada rak di bagian paling atas.
8.   Cairan, salep, dan injeksi ditempatkan di rak bagian bawah.
9.   Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian diperlukan
rotasi stok agar obat tersebut tidak berada di belakang.
10. Obat yang memerlukan suhu dingin disimpan di dalam lemari es.
2.4.5 Prosedur Sistem Penyimpanan
Pada prosedur penyimpanan obat untuk mempermudah dalam hal
pencarian dan pengambilan barang, maka prosedur penyimpanan obat diatur
dalam Permenkes No 73 Tahun 2016 sebagai berikut:
1. Obat disusun berdasakan abjad atau nomor.
2. Obat disusun berdasarkan frekuensi penggunaan, seperti: FIFO
(First In First Out), yang berarti obat yang datang lebih awal harus
keluarlebih dulu. Obat lama diletakkan di bagian dan disusun
paling depan, obat baru diletakkan paling belakang. FEFO (First
Expired First Out) yang berarti obat yang lebih awal kadarluwarsa
harus dikeluarkan terlebih dahulu.
3. Obat disusun berdasarkan volume, maksudnya seperti:
a. Barang yang jumlahnya banyak ditempatkan sedemikian agar tidak
terpisah.
b. Barang yang jumlahnya sedikit harus diberi perhatian/tanda khusus
agar mudah di temukan kembali (Menkes RI, 2016).
2.5 Obat LASA (Look-Alike-Sound-Alike)
2.5.1 Definisi
Look Alike Sound Alike atau LASA merupakan Nama Obat Rupa dan
ucap Mirip (NORUM) yang termasuk kedalam golongan obat high-alert
medication (HAM). Obat ini perlu diwaspadai karena merupakan obat yang sering
menyebabkan kesalahan serius, selain itu obat ini juga dapat menyebabkan
Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD) (Safitri, 2012).
Obat-Obat LASA (look alike sound alike) berpotensi untuk
membingungkan staf pelaksana, sehingga menjadi salah satu penyebab

1
medication error yang cukup sering. Hal ini merupakan suatu keprihatinan yang
juga terjadi di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang beredar di pasaran,
maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap
nama merek atau generik serta kemasan (Permenkes, 2016).
Penandaan obat yang tergolong LASA dilakukan untuk lebih menegaskan
bahwa dalam deretan rak obat tersebut terdapat obat LASA, yaitu dengan
menempelkan label bertuliskan “LASA” dengan pemberian warna tertentu Sistem
penyimpanan obat yang berada dalam satu rak sangat memungkinkan untuk
terjadinya LASA, sehingga perlu adanya suatu strategi dalam penyusunan obat-
obatan untuk meminimalisir kesalahan-kesalahan dari sisi penyimpanan obat
dapat kita tandai dengan menggunakan penebalan, atau warna huruf berbeda
pada pelabelan nama obat (Permenkes, 2016).
2.5.2 Faktor Resiko Obat LASA
Faktor resiko yang dapat terjadi dengan obat LASA, antara lain (Rusli,
2018) :
1. Tulisan dokter yang tidak jelas
2. Pengetahuan mengenai nama obat
3. Produk obat baru yang dibuat pabrik farmasi
4. Kemasan atau pelabelan yang mirip dari produk obat tersebut
5. Kekuatan obat, bentuk sediaan, frekuensi pemberian
6. Penanganan penyakit yang sama.
7. Penggunaan klinis dari obat yang akan diberikan kepada pasien
2.5.3 Sistem Penyimpanan Obat LASA
Timbulnya medication error sering terjadi pada saat penataan
penyimpanan obat yang disebabkan oleh obat-obat LASA, hal ini terjadi pada
saat pengambilan obat dari rak penyimpanan obat. Dalam pengatasan
medication error yang telah terjadi dapat dilakukan pengembangan pada sistem
manajemen penataan obat. Selain itu, juga dapat dilakukan pengurangan insiden
dengan cara memberikan kontribusi yang signifikan, seperti halnya identifikasi
pada obat-obat LASA, kebijakan dalam menggunakan obat high alert serta dapat
dilakukan kebijakan dalam penulisan resep yang aman (Muhlis, 2019).

1
Dalam menyimpan obat-obat LASA dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut (Singh, 2018) :
a. Tidak menumpuk obat LASA bersama dengan obat lainnya
b. Menyimpan obat LASA secara terpisah di dua baris dan kelompok II
dibaris lain untuk menghindari kesalahan pengobatan
c. Menyimpan obat LASA pada tempat obat atau kotak obat terpisah
baik di bangsal, ruang darurat, serta ruang operasi
d. Terdapat daftar obat-obat LASA yang digantung di rak baik di apotek
maupun toko obat
e. Daftar obat juga harus tersedia baik di bangsal atau unit, dan jika
perlu ditempat perawatan.
2.5.4 Sistem Pelayanan Obat LASA
Apoteker harus memastikan bahwa pasien menerima obat yang benar
sesuai dengan yang diresepkan oleh dokter. Berbagai upaya yang dapat
dilakukan apoteker untuk menghindari kesalahan pengambilan obat antara lain
(Muhlis, 2019) :
1. Memisahkan obat LASA dengan obat-obatan lainnya
2. Menyediakan sebuah instalasi sistem peringatan pada komputer
atau pada kemasan
3. Melakukan pemeriksaan obat dua kali (double-checking)
4. Menghubungi dokter untuk melakukan klarifikasi resep
5. Menghafal berbagai obat LASA
2.5.6 Penulisan Tallman
Dalam melakukan penyimpanan terhadap obat-obat LASA, dapat
digunakan TallMan Lettering untuk menekankan perbedaan pada suara yang
sama. TallMan Lettering digunakan pada penulisan nama obat untuk menyoroti
bagian perbedaan utamanya dan membantu membedakan nama-nama yang
mirip. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa metode TallMan lettering
dapat membuat nama obat yang mirip lebih mudah untuk dibedakan, dan lebih
sedikit kesalahan yang dibuat ketika menggunakan huruf besar untuk penulisan
nama yang berbeda dan huruf kecil untuk nama yang mirip (Rusli, 2018). Contoh
penulisan dengan menggunakan TallMan lettering dapat dilihat pada Tabel
(Muhlis, 2019).

1
Nama Obat LASA

CISplatin CARBOplatin
HumALOG HumULIN
HOMAlog NOVOlog
MEFINter METIfer
LESchol LESlchol
ChlorproMAZINE ChlorproPAMIDE

2.6 Obat High Alert


2.6.1 Definisi
High alert medication (HAM) atau obat-obatan yang perlu diwaspadai
adalah obat yang sering menyebabkan terjadinya kesalahan-kesalahan serius
(sentinel event), obat yang beresiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) seperti obat/-obat yang terlihat mirip atau
kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip / NORUM, Look Alike
Sound Alike/LASA) (Permenkes, 2011).
High alert juga didefinisikan oleh The Institute For Healthcare
Improvement (IHI) sebagai obat yang kemungkinan besar menyebabkan bahaya
ketika digunakan. The Joint Commission menggambarkan high alert sebagai
obat yang memiliki resiko tinggi menyebabkan bahaya ketika misuse. Resiko
yang tinggi dari obat high alert ini dapat menyebabkan komplikasi, efek samping,
atau bahaya. Hal ini dikarenakan adanya dosis terapeutik dan keamanan yang
sempit sehingga menyebabkan insiden yang tinggi untuk terjadi kesalahan (John
Dempsey Hospital, 2008).
Obat high alert yang didefinisikan oleh Institute for Safe Medication
Practices (ISMP) merupakan obat-obatan yang beresiko tinggi dan
menyebabkan bahaya yang signifikan jika disalah gunakan oleh pasien. Menurut
NCCMERP (National Coordinating Council for Medication error Reporting and
Prevention) Medication Error adalah suatu kejadian yang dapat dicegah yang
menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien
dimana pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga medis profesional, pasien,

1
atau konsumen, yang berhubungan dengan praktis profesional, produk
kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing, order communication,
produck labeling, packaging, compounding, dispensing, distribution,
administration, education, monitoring, dan penggunaan.
Menurut Kemenkes (2004) Medication Error adalah kejadian yang
merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga
kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.
2.6.2 Penyimpanan obat High Alert Medication.
Keamanan obat yang harus diwaspadai (High Alert Medication) dapat
ditingkatkan dengan cara rumah sakit menetapkan risiko spesifik dari setiap obat
dengan tetap memperhatikan aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan,
mencatat, menggunakan, serta monitoringnya. Obat High Alert harus disimpan di
Instalasi Farmasi/Unit/Depo. Apabila rumah sakit ingin menyimpan diluar lokasi
tersebut, disarankan disimpan di depo farmasi yang berada dibawah tanggung
jawab apoteker (SNARS,2017)
Rumah Sakit membuat daftar semua obat High Alert dengan
menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah
sakit, data tetang kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian
nyaris cedera (near miss) termasuk risiko terjadi salah pengertian tentang
NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe Health
Medication Practices (ISMP), Kementrian Kesehatan, dan lainnya. Obat – obat ini
dikelola sedemikian rupa untuk menghindari kekurang hati – hatian dalam
menyimpan, menata, dan menggunakannya termasuk administrasinya, contoh
dengan memberi label atau petunjuk tentang cara menggunakan obat dengan
benar pada obat – obat High Alert (SNARS,2017).
Menurut Standart Praktik Apoteker Indonesia Tahun 2013 terdapat
Standart Prosedur Operasional (SPO) dalam melaksanakan kegiatan
penyimpanan obat yang perlu diperhatikan secara khusus (High Alert
Medication) yaitu sebagai berikut :
1. Obat – obat Narkotik dan Psikotropika.
a. Penyimpanan obat-obat narkotika dan psikotropika di dalam almari
khusus terkunci dan kunci dipegang oleh seorang penanggung jawab.
Petugas memeriksa nama dan komposisi obat yang akan diberi label
High Alert.

1
b. Terdapat kartu stock di dalam almari untuk memantau jumlah pemasukan
dan pengeluaran obat.
2. Obat – obat Kemoterapi
a. Penyimpanan obat-obat kemoterapidi dalam almari terkunci sesuai
dengan sifat obat.
b. Kartu stock digunakan untuk memantau jumlah pemasukan dan
pengeluaran obat.
3. Obat Keras atau Obat Parenteral.
a. Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan kestabilan jenis masing -
masing obat, disesuaikan dengan suhu penyimpanan apakah pada suhu
kamar atau lemari pendingin.
b. Kartu stock digunakan untuk memantau jumlah pemasukan dan
pengeluaran obat.
4. Obat Elektrolit Konsentrat.
a. Obat-obat yang sering digunakan dalam keadaan darurat karena
berkaitan dengan keselamatan pasien, misalnya natrium Klorida lebih
pekat dari 0,9%, Magnesium Sulfat 20% dan 40% dan Natrium
Bikarbonat.
b. Obat elektrolit konsentrat disimpan dan diberi label yang jelas dengan
menggunakan huruf balok dengan warna yang menyolok.
c. Penyimpanan obat elektrolit konsentrat pada unit pelayanan harus diberi
label yang jelas dan tempat penyimpanan terpisah dari obat-obat lain.
5. Look Alike Sound Alike (LASA)
a. Mencegah bunyi nama obat yang kedengarannya sama tetapi berbeda
dalam penggunaannya.
b. Tempat penyimpanan obat -obatan yang terlihat mirip kemasannya dan
konsetrasinya berbeda tidak boleh diletakkan di dalam satu rak dan label
masing-masing obat dan konsentrasi dengan huruf balok yang menyolok.
2.6.3 Faktor risiko obat High Alert Medication
Faktor risiko obat High Alert Medication adalah farktor penentu yang
menentukan berapa besar kemungkinan obat tersebut menimbulkan bahaya.
Faktor risiko dari obat High Alert yang memiliki nama dan pengucapan sama.
Oleh karena itu staff rumah sakit dianjurkan untuk mencegah risiko tersebut
dengan cara :

1
1) Menempatkan obat golongan yang termasuk golongan Look Alike secara
alfabetis harus dijeda dengan obat lain.
2) Terdapat daftar obat yang termasuk golongan Look Alike Sound Alike.
3) Tanda khusus berupa stiker berwarna untuk obat golongan Look Alike Sound
Alike yang mengingatkan petugas pada saat pengambilan obat (Safitri, Zazuli,
dan Dentiarianti, 2016).

1
BAB III
HASIL PENGAMATAN
3.1 TABEL
LAMPIRAN OBAT HIGH ALERT /LASA
A. LASA
1) LASA Sama Penyebutan

NO Nama Obat
1 Glimepiride Glibenclamide
2 Neurosanbe Neurosantin
3 Allupurinol Haloperidol
4 Asam Mefenamat Asam Traneksamat
5 Erysanbe Neurosanbe plus

2) LASA Sama Kemasan

NO Nama Obat
1 Amoxilin syrup Cefat syrup
2 Ambroxol syrup Antasida Syrup
3 hydrochlorothiazide Nifedipine
4 Becom - C Becom zet
5 Levofloxacin Lansoprazole

3) LASA Kekuatan sediaan yang berbeda

NO Nama Obat
1 Simvastatin 10 mg Simvastatin 20 mg
2 Cefixime 100 mg Cefixime 200 mg
3 Amlodipin 5 mg Amlodipin 10 mg
4 Salbutamol 2 mg Salbutamol 4 mg
5 Piracetam 1200 mg Piracetam 800 mg

B. PENANGAN OBAT HIGH ALERT

No Nama Obat Penulisan Tall Stiker LASA*


Man*
1 Norepinephrine - √
2 Metformin - √
3 Glibenclamide - √
4 Glimepiride - √
5 Gliclazide - √

C. DAFTAR LARUTAN KONSENTRASITINGGI

1
No Nama Larutan Konsentrasi Tinggi

KCL
NaCL 3%
Lidocaine
OTSU D40
Pehacain

BAB IV

1
PEMBAHASAN
High alert medication (HAM) atau obat-obatan yang perlu diwaspadai
adalah obat yang sering menyebabkan terjadinya kesalahan-kesalahan serius
(sentinel event), obat yang beresiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip atau
kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip / NORUM, Look Alike
Sound Alike/ LASA). Obat - obat LASA adalah obat-obat yang terlihat bentuknya
dan atau terdengar pelafalannya mirip dengan obat yang lain yang dapat
menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat ke pasien sehingga
meningkatkan medication error, terlebih apabila kedua atau lebih jenis obat
tersebut memiliki indikasi yang berbeda (Permenkes, 2011).
High Alert Medications adalah obat-obatan yang memiliki resiko tinggi
menyebabkan kerusakan yang signifikan pada pasien ketika digunakan dengan
kesalahan konsekuensi yang diterima oleh pasien lebih merusak (Paparella, S,
F.2018). Obat-obat yang sudah dibuktikan aman dan efektif tetapi sangat
berbahaya jika tidak digunakan segera (Tanzi, M, G.2020). Jadi pasien dan
tenaga kefarmasian harus paham bahwa semua langkah harus dipatuhi saat
mengkonsumsi obat ini.
Pemberian obat adalah salah satu faktor yang dapat berakibat fatal pada
keselamatan pasien, terutama obat-obat High Alert Medication. Kesalahan pada
pemberian obat High Alert Medication, cukup berbahaya dan sering terjadi
(Permenkes, R, I. 2016). Obat dengan nama dan ucapan hampir sama,
konsentrat tinggi seperti KCL, NaCL 3%, Lidocaine, OTSU D40, Pehacain,
termasuk kelompok obat High Alert (Permenkes, R, I. 2017).
Rumah Sakit Islam kota gorontalo termasuk yang memiliki obat High
Alert. Kesalahan dalam penyimpanan obat dapat mengakibatkan hal yang fatal,
seperti saat melakukan pengambilan obat yang kemasannya hampir sama yang
penyimpanannya tidak dipisahkan, hal ini bisa menyebabkan efek terapi yang
diinginkan tidak tercapai dan belum ada penelitian khusus tentang pengetahuan
obat High Alert.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal tersebut yaitu dengan meningkatkan
kewaspadaan saat proses penyimpanan, mulai saat pemberiaan label,
memisahkan obat-obat LASA, serta saat menyimpan elektrolit berkonsentrasi
tinggi. Secara kolaboratif, Rumah Sakit mengembangkan suatu kebijakan

1
dengan membuat daftar obat yang harus diwaspadai. Kebijakan ini akan
mengidentifikasi area mana saja yang dapat menyimpan atau membutuhkan
elektrolit konsentrat tinggi serta bagaimana penyimpanannya pada area tersebut,
hal ini dilakukan untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja atau kurang
teliti. (Permenkes, RI. 2017).
Sistem penyimpanan obat yang diterapkan di Rumah Sakit Islam Kota
Gorontalo yaitu berdasarkan bentuk sediaan Seperti bentuk sediaan tablet
disimpan pada rak obat tablet, untuk sediaan sirup pada raknya tersendiri
begitupun dengan sediaan lainnya seperti salep, cairan injeksi maupun vaksin
yang di susun secara alfabetis. Menurut Hasnawati dkk (2016), standar
persyaratan penyimpanan obat harus menerapkan sistem FIFO dan FEFO,
menyimpan atau menyusun obat berdasarkan bentuk sediaan dan secara
alfhabetis, menyimpan obat-obat menggunakan almari, rak dan palet almari yang
digunakan terbuat dari kayu dan rak yang digunakan terbuat dari besi.
Macam-macam obat LASA (Look Alike Sound Alike) yang terdapat di
Rumah Sakit Islam yang termasuk dalam golongan Ucapan Mirip yang terdiri dari
Asam Mefenamat dan Asam Tranexamat, Allopurinol dan Haloperidol,
Glimepiride dan Glibenclamide. Kemudian LASA (Look Alike Sound Alike) yang
termasuk dalam Kesamaan kemasan yaitu Amoxilin syrup dan Cefat syrup,
Ambroxol syrup dan antasida syrup. Kemudian LASA (Look Alike Sound Alike)
yang termasuk dalam Kekuatan Sediaan yang Berbeda yaitu Simvastatin 5 mg
dan Simvastatin 10 mg, Cefixime 100 mg dan Cefixime 200 mg, Amlodipin 5 mg
dan Amlodipin 10 mg, salbutamol 2 mg dan salbutamol 2.
Berdasarkan hasil yang kami lihat langsung di Rumah Sakit Islam
dimana penyimpanan obat obat LASA (Look Alike Sound Alike) ini diberi jarak
atau space antara rak-rak obatnya seperti obat yang sama kemasan maupun
yang hampir sama kekuatan sediaannya ditempatkan tidak bersebelahan. LASA,
(Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat
(Permenkes, 2014).

Penandaan obat yang tidak lengkap dapat menyebabkan medication error


yang didasarkan pada penampilan yang mirip atau terdengar mirip ketika di tulis

1
atau di ucapkan atau juga telah diidentifikasi memiliki potensi kesalahan
pemberian obat. Hal ini terlihat beberapa obat yang terlihat mirip namun memiliki
kekuatan sediaan yang berbeda, salah satu contohnya yaitu Simvastatin 10 mg
dan Simvastatin 20 mg, Cefixime 100 mg dan Cefixime 200 mg, Amlodipin 5 mg
dan Amlodipin 10 mg. Tujuan pemberian penandaan dengan warna yang
berbeda untuk obat tergolong LASA untuk memudahkan staf Instalasi Farmasi
dalam penyediaan obat dan menghindari terjadinya medication error (Diana,
2016).

BAB V
PENUTUP

1
5.1 Kesimpulan
Sistem penyimpanan obat LASA (look alike sound alike) dan Obat
High Alert di rumah sakit islam sudah menerapkan sistem LASA tetapi
belum sepenuhnya dilengkapi karena beberapa faktor seperti ruangan
sempit, penyimpanan obat LASA yang belum ada.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk praktikan
Diharapkan agar praktikan lebih meningkatkan kinerjanya sehingga dapat
memahami serta melakukan dengan baik praktikum yang akan dilaksanakan.
5.2.2 Saran untuk laboratorium
Lebih meningkatkan sarana dan pra sarana dalam laboratorium
untuk memperlancar jalannya praktikum.
5.2.3 Saran Jurusan
Disarankan agar jurusan farmasi dapat berkembang dan berinovatif
dalam segala bidang kefarmasian.
5.2.4 Saran Kampus
Disarankan agar kampus universitas negeri gorontalo mampu unggul dan
berdaya saing dalam segala aspek kegiatan.
5.2.5 Saran untuk masyarakat
Disarankan agar masyarakat dapat memperdalam pengetahuan
saat menggunakan obat-obat high alert

DAFTAR PUSTAKA

1
Adiputri, A., Darmiyanti, N. M., & Candra, I. W. (2018). The effectiveness of
lavender oil treatment using effleurage massage technique towards
dysmenorrhea intensity of female students at Midwifery academy of
Kartini Bali. International Journal of Research in Medical Sciense, 6(6),
1886–1889.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007. Jakarta :
Depkes RI Jakarta
Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Pelaksanaan Program Rumah
Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB). Jakarta: Depkes RI.
John Dempsey Hospital, Departement of Pharmacy. High Alert Medications.
Dalam: Pharmacy practice manual. Connecticut: University of Connecticut
Health Center, 2008.
Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73
tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Jakarta.
Kementrian kesehatan
Mukhlis, M. 2019. Analisis Komparatif Daya Saing Ekspor Biji Kakao Antara
Indonesia, Pantai Gading dan Ghana: Pendekatan RCA dan CMS. Jurnal
Ekonomi Pembangunan, 15(2), 69–84
Permenkes, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan kefarmasian di Rumah
sakit.Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI; 2016.
Republik Indonesia, 2016, Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, Jakarta.
Republik Indonesia, 2014a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit,
Jakarta.
Republik Indonesia, 2009, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Jakarta.
Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

1
Safitri, M., Zazuli, Z., & Dentiarianti. (2016). Studi Pengelolaan Obat-obatan Look
Alike (Rupa Mirip) di Instalasi Farmasi Rumah Sakit X di kota cimahi
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) 2 UNJANI
Septiani, Ni Made Inten dan I Made Dana. 2019. “Pengaruh Likuiditas, Leverage,
dan Kepemilikan Institusional Terhadap Financial Distress Pada
Perusahaan Property dan Real Estate”. E-Jurnal Manajemen. Vol. 8, No.
5. ISSN: 2302-8912.
Singh et al. (2018). Impact of TQM on Organisational Performance: The Case of
Indian Manufacturing and Service Industry. Operational Research
Perspective, 199-217.

Laporan Praktikum

FARMASI KLINIK

1
“OBAT- OBAT HIGH ALERT / LASA”

OLEH

KELOMPOK : III (TIGA)


KELAS : D - D3 FARMASI 2019
ASISTEN : NUR AFWA ADAM

LABORATORIUM FARMASI KLINIK


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022

Lembar Pengesahan

FARMASI KLINIK

1
“OBAT-OBAT HIGH ALERT / LASA”

OLEH
KELOMPOK : III (TIGA)
KELAS : D - D3 FARMASI 2019

1. Kartika Miranda Sari Mokoagow (821319100)


2. Moh Nurwandi Humola (821319056)
3. Norma R. Nihali (821319042)
4. Rahmawaty A. Dai (821319110)
5. Sintia Yasin (821319023)
6. Telamayana Sumbeang (821319092)

Gorontalo, Maret 2022


Nilai
Mengetahui
Asisten

NUR AFWA ADAM

KATA PENGANTAR

Puji syukur  kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesempatan dan kesehatan kepada kami sehingga kami bisa

1
menyelesaikan laporan ini. Tujuan pembuatan laporan ini untuk memenuhi syarat
masuk laboratorium.
Tak lupa pula kami berterima kasih kepada dosen pembimbing dan para
asisten laboratorium yang telah memberikan ilmu dalam mata kuliah ini. Dalam
laporan ini kami membahas tentang “OBAT HIGH ALERT /LASA”. Kami selaku
penyusun laporan ini berharap supaya laporan ini bermanfaat dalam perkuliahan.
Kami menyadari bahwa laporan ini belumlah sempurna oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca supaya laporan ini bisa menjadi lebih baik.

Gorontalo, Maret 2022

Kelompok II

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

1
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................3
1.3 Tujuan.......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1 Pengertian Rumah Sakit............................................................................4
2.2 Pelayanan Kefarmasian............................................................................4
2.4 Definisi Obat..............................................................................................5
2.4.1 Penyimpanan Obat....................................................................................5
2.4.2 Tujuan Penyimpanan Obat........................................................................5
2.4.3 Kondisi Penyimpanan................................................................................6
2.4.4 Penyusunan Obat......................................................................................6
2.4.5 Prosedur Sistem Penyimpanan.................................................................7
2.5 Obat LASA (Look-Alike-Sound-Alike)........................................................7
2.5.1 Definisi......................................................................................................7
2.5.2 Faktor Resiko Obat LASA.........................................................................8
2.5.3 Sistem Penyimpanan Obat LASA..............................................................8
2.5.4 Sistem Pelayanan Obat LASA...................................................................9
2.5.6 Penulisan Tallman.....................................................................................9
2.6 Obat High Alert........................................................................................10
BAB III HASIL PENGAMATAN..........................................................................14
LAMPIRAN OBAT HIGH ALERT /LASA..........................................................14
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................17
BAB V PENUTUP.............................................................................................18
5.1 Kesimpulan.............................................................................................18
5.2 Saran.......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1
DAFTAR OBAT HIGH ALERT PENANGANAN OBAT HIGH
ALERT

LASA SAMA PENYEBUTAN LASA SAMA


KEMASAN

Anda mungkin juga menyukai