1
Departemen Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Indonesia
*Korespondensi: tenny.setiani@fkg.unpad.ac.id
Submisi: 25 Juli 2018; Penerimaan: 7 Agustus 2019; Publikasi online: 31 Agustus 2019
DOI: 10.24198/jkg.v31i2.17969
ABSTRAK
Introduction: Diphtheria once again is endemic in Indonesia. The Ministry of Health determines
the status of extraordinary events with a total of 907 cases from 29 provinces until December 25, 2017.
West Java is the province with the second most diphtheria cases with a total of 123 cases and a total
of 13 cases of death. Diphtheria is an acute infectious disease caused by Corynebacterium diphtheriae
producing exotoxins that cause tissue damage, pseudomembranous formation and airway oedema can end
in death. A decrease in this general condition can be a predisposing factor to change commensal Candida
albicans in the oral cavity into opportunistic pathogens so that they can cause infections that aggravate
the patient’s condition. The purpose of this case report is to discuss the management of multidisciplinary
science care in patients with post diphtheria oral manifestations. Case report: A 57-year-old male patient
was referred from the Internal Medicine department with a diagnosis of diphtheria tonsillitis accompanied by
oropharyngeal candidiasis. There are complaints of painful swallowing, accompanied by multiple ulcers and
white patches on the oral mucosa, as well as a thick yellowish-white plaque in the posterior oral cavity. The
diagnosis is made as an oral diphtheria-associated oral lesion accompanied by oropharyngeal candidiasis.
Swallowing pain causes the patient to lack nutritional intake. Medications include oral suspension nystatin,
multivitamins, antiseptic chlorhexidine gluconate 0.2%, and a high-calorie liquid diet. The ulcer healed thin
white spots and disappeared within 6 days of therapy. Management of adequate oral lesion care through
pharmacological therapy, supporting therapy and comprehensive education has efficacy for patients.
Conclusion: Treatment management with oral manifestations of diphtheria has been successfully carried
out through pharmacological therapy, supporting therapy and comprehensive education. Emphasis on oral
hygiene of patients, because dental and oral hygiene can prevent opportunistic infections that can worsen
the state of the oral cavity.
143
Manajemen perawatan pasien dengan manifestasi oral pasca difteri (Munthe dkk.)
144
J Ked Gi Unpad. Agustus 2019;31(2):143-154.
lingkungan rongga mulut.6 Faktor risiko pada host Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung
meliputi faktor lokal dan sistemik dapat menjadi pada tanggal 3 Januari 2018 dengan keluhan nyeri
predisposisi timbulnya kandidiasis oral. Faktor menelan disertai timbulnya bercak putih, sariawan
lokal meliputi faktor lingkungan rongga mulut yang pada bibir, pipi, lidah, langit-langit dan faring,
memodifikasi terjadinya kandidiasis, terdiri dari disertai plak tebal berwarna putih kekuningan
perubahan epitel, oral hygiene buruk, hilangnya pada lidah dan langit-langit. Sakit dan kesulitan
dimensi vertikal, gigi tiruan buruk, penggunaan menelan dialami sejak 20 hari sebelum masuk
antiseptik dalam jangka waktu lama, merokok dan rumah sakit, sempat dirawat di salah satu rumah
alkohol. Faktor sistemik meliputi gangguan fungsi sakit lain, setelah pulang keluhan dirasakan
kelenjar ludah, gangguan hormonal, gangguan semakin memberat, sulit untuk makan dan minum,
fisiologis, gangguan endokrin, gangguan lidah dan langit-langit terasa nyeri. Adanya riwayat
imunologis, kekurangan nutrisi (malnutrisi), perubahan suara menjadi serak, sedangkan gejala
serostomia, terapi obat-obatan (pemberian sesak, batuk dan demam disangkal, diketahui
antibiotik spektrum luas jangka panjang, memiliki riwayat dada berdebar dan hipertensi
kortikosteroid, antidepresan, antineoplastik, dan sejak 3 tahun lalu. Tidak ada riwayat kencing manis
imunosupresan), usia (umum pada neonatus dan dan tidak ada riwayat kolesterol tinggi. Diagnosis
orang tua), faktor makanan (diet tinggi karbohidrat pasien yaitu tonsilitis difteri disertai kandidiasis oral
dan anemia defisiensi besi), kanker, dan infeksi dan beberapa kondisi sistemik antara lain, acute
HIV. Faktor patogenik jamur meliputi pembentukan kidney injury (AKI), coronary artery disease old
tabung germinal dan glikoprotein seperti manosa myocard infark anteroseptal (CAD OMI), ventrikel
dan glukosa pada dinding jamur yang memfasilitasi ekstra sistol (VES), premature atrial contraction
pelekatan (adhesi) terhadap membran sel dan (PAC) dan ketidakseimbangan elektrolit.
reseptor sel inang, phenotypic switching, morfologi Hasil pemeriksaan ekstraoral menunjukkan
dimorfisme, serta sekresi enzim hidrolitik. Eliminasi multipel ulser pada bibir, dengan bentuk ireguler
faktor predisposisi adalah strategi penting dalam berukuran 1-2mm, ditutupi pseudomembran putih
mengobati kandidiasis oral Eliminasi faktor kekuningan, dan terasa sakit. Kelenjar getah bening
predisposisi adalah strategi penting dalam submandibula teraba sakit. Hasil pemeriksaan
mengobati kandidiasis oral.4-7,12 Tujuan laporan intraoral, pada mukosa labial atas dan bawah,
kasus ini untuk membahas manajemen perawatan bukal kanan dan kiri, lateral lidah, palatum mole
multidisiplin ilmu pada pasien dengan manifestasi dan orofaring menunjukkan multipel ulser dibatasi
oral pasca difteri. daerah eritema difus, bentuk ireguler, warna putih
kekuningan, ukuran 1-3mm, dan terasa sakit. Dorsal
LAPORAN KASUS lidah terdapat plak putih kekuningan dan pada
palatum durum terdapat plak kuning keputihan yang
Seorang pasien laki-laki berusia 57 tahun dapat dikerok, meninggalkan dasar eritem, disertai
dirujuk ke Departemen Ilmu penyakit Mulut (IPM) multipel ulser warna putih kekuningan, batas
dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam (IPD) ireguler, ukuran 1-3mm, terasa sakit. (Gambar 1).
a b c d
Gambar 1. (a) Plak putih kekuningan dan multipel ulser pada dorsal lidah, (b) Plak kuning keputihan pada palatum durum.
(c) Multipel ulser pada bibir atas dan bawah, (d) Multipel ulser pada daerah orofaring warna putih kekuningan. (Sumber:
Dokumentasi pribadi)
145
Manajemen perawatan pasien dengan manifestasi oral pasca difteri (Munthe dkk.)
146
J Ked Gi Unpad. Agustus 2019;31(2):143-154.
penggunaan obat yang diberikan. Pasien tidak dasar mulut, orofaring tidak dapat dinilai karena
diberikan terapi antijamur, karena telah diberikan pasien kesakitan saat akan dilakukan pemeriksaan
flukonazol dari bagian IPD dengan dosis awal 200 (Gambar 2). Terapi klorheksidin glukonat 0,2% dan
mg dilanjutkan 1 kali sehari 150mg per oral. pemberian multivitamin tetap dilanjutkan, diet cair
Dua hari setelah kunjungan pertama, nyeri tinggi kalori 3 kali sehari diberikan karena pasien
pada tenggorokan dan pada sudut bibir kanan dan mengalami kesulitan makan, serta diberikan
kiri semakin bertambah, pasien kesulitan untuk nistatin oral suspensi. Penyampaian Oral Hygiene
membuka mulut sehingga pemeriksaan intraoral instruction (OHI) dan KIE diberikan kepada pasien
sulit untuk dilakukan. Pemeriksaan ekstraoral dan keluarga mengenai tata cara pemberian nistatin
kelenjar getah bening teraba sakit serta masih oral suspensi dengan dosis 4 kali 2ml sehari, dikulum
terdapat multipel ulser pada bibir, sedangkan 1-2 menit kemudian ditelan, disertai instruksi
pemeriksaan intraoral masih terdapat multipel ulser pengompresan dengan kassa steril yang dibasahi
seperti pada kunjungan pertama. Ventral lidah, nistatin oral suspensi pada bagian lidah dan palatum.
a b c
Gambar 2. (a) Plak putih kekuningan dan multipel ulser pada dorsal lidah. (b) Plak kuning keputihan pada palatum durum.
(c) Multipel ulser pada bibir atas dan bawah. (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kunjungan berikutnya, nyeri pada klinis menunjukkan perbaikan positif (Gambar 3),
tenggorokan sudah tidak ada, sariawan mulai terapi diteruskan sedangkan diet cair dan nistatin
berkurang, dan pasien sudah dapat membuka oral suspensi dihentikan. Pasien diperbolehkan
mulut secara maksimal dibandingkan sebelumnya. pulang dari bagian IPD, dan diminta kontrol kembali
Pemeriksaan kelenjar getah bening submandibula ke bagian IPM satu minggu kemudian. OHI dan
tidak terasa sakit, dan multipel ulser pada bibir sudah KIE tetap ditekankan kepada pasien dan keluarga
hilang. Pemeriksaan intraoral multipel ulser pada agar perawatan rongga mulut pasien tetap terjaga
mukosa labial atas dan bawah sudah berkurang, dengan baik meskipun pasien sudah boleh pulang
mukosa bukal kanan dan kiri, lateral lidah, dorsal ke rumah. Kepatuhan pasien dan keluarga dalam
lidah, ventral lidah masih terdapat multipel ulser melaksanakan OHI dan KIE pada kasus ini menjadi
namun rasa sakit sudah tidak dirasakan dan secara kunci keberhasilan dalam perawatan.
a b c D
Gambar 3. (a) Multipel ulser mulai menghilang dari dorsal lidah. (b). Plak putih menghilang dari palatum. (c) Multipel
ulser pada bibir atas dan bawah mulai mengalami penyembuhan. (d) Multipel ulser pada orofaring mulai mengalami
penyembuhan. (Sumber: Dokumentasi pribadi)
147
Manajemen perawatan pasien dengan manifestasi oral pasca difteri (Munthe dkk.)
a b c D
Gambar 4. (a) Multipel ulser hilang dari dorsal lidah. (b). Plak putih hilang dari palatum. (c) Multipel ulser pada bibir atas
dan bawah sudah mengalami penyembuhan. (d) Multipel ulser pada orofaring sudah mengalami penyembuhan. (Sumber:
Dokumentasi pribadi)
148
J Ked Gi Unpad. Agustus 2019;31(2):143-154.
149
Manajemen perawatan pasien dengan manifestasi oral pasca difteri (Munthe dkk.)
elektrolit, diberikan terapi kalium klorida (KCL) jamur akan mengubah mekanisme pertahanan host
25 mg dalam 500 cc ringer laktat (RL), kalsium misalnya menghambat fagositosis. Polisakarida
glukonat, serta rehidrasi 2500 cc RL. Pemeriksaan pada dinding jamur akan menginduksi limfosit T
ulang kadar kalium, magnesium, natrium dan suppressor, dan mannan pada dinding C.albicans
kalsium dilakukan setelah pemberian KCL, akan mengganggu antigen presenting cell,
kalsium glukonat dan rehidrasi RL. Hal ini sesuai sehingga menghambat respon imun. Candida akan
dengan kepustakaan bahwa pengendalian menimbulkan infeksi bila berkoloni, menginvasi
elektrolit ginjal perlu dilakukan untuk membantu dan bermultiplikasi.10,21,22
memantau pengobatan dan perjalanan penyakit Tahap adhesi merupakan interaksi
serta membuat prognosis suatu penyakit.16 Toksin antara Candida dengan host yang merupakan
difteri bersifat kardiotoksik dan menyebabkan syarat terjadinya kolonisasi dan invasi. Adhesin
fragmentasi DNA dan sitolisis yang menghambat merupakan molekul pada permukaan candida yang
sintesis protein sehingga menyebabkan kerusakan memfasilitasi adhesi ke permukaan host, meliputi
jaringan.15,17 protein ALS (Agglutinin-like sequence), HWP1
Pada pasien ini diduga mengalami komplikasi (hyphal wall protein). Candida juga menghasilkan
miokarditis, sehingga dilakukan pemeriksaan enzim hidrolitik yang memfasilitasi karakteristik
Creatinin Kinase Myocardial Band (CK-MB), komensal dan patogenitasnya. Ada tiga enzim
troponin, serta dilakukan elektrokardiografi (EKG) utama yang diproduksi oleh Candida, yaitu SAP
per 24 jam. Peradangan miokarditis menyebabkan (secreted aspartyl proteinase), fosfolipase, dan
pelepasan CK-MB dan troponin. Troponin hemolisin. SAP akan mendegradasi protein terkait
merupakan penanda spesifik dari miokarditis, dengan struktur dan pertahanan imunologi, seperti
troponin lebih spesifik dibandingkan CK-MB kolagen, keratin, musin, antibodi, komplemen, dan
dan terbukti sebagai penanda miokarditis yang sitokin selama menginvasi jaringan. Fosfolipase
sensitif dan spesifik, kadar serum troponin jantung bertanggung jawab menghidrolisis ikatan ester
berhubungan dengan mortalitas pasien yang dalam gliserofosfolipid yang menyusun membran
tinggi. EKG berperan penting dalam menentukan sel sehingga menyebabkan lisis dan kematian
keparahan penyakit, komplikasi dan prognosis.18,19 sel. Kapasitas hemolitik oleh enzim hemolisin
Hasil pemeriksaan troponin pada pasien digunakan untuk metabolisme, pertumbuhan dan
menunjukkan hasil yang meningkat yaitu 0,03, hal ini invasi Candida selama menginfeksi host.23
menunjukkan adanya kerusakan pada sel miokard. Timbulnya kandidiasis oral pada pasien ini
Pasien diberikan terapi digoxin 0,5mg tidak terlepas dari faktor-faktor predisposisi seperti
intravena, aspilet 80 mg per oral, bisoprolol 1,25 penggunaan terapi antibiotik yang berkepanjangan,
mg per oral, serta ramipril 5mg per oral untuk kekurangan nutrisi (malnutrisi) serta oral hygiene
mengobati adanya keterlibatan hipertensi dan yang buruk. Terapi antibiotik yang berkepanjangan
jantung. Tujuan pengobatan hipertensi adalah akan mengganggu keseimbangan flora normal
menurunkan tekanan darah, mengurangi iskemia, sehingga memungkinkan C. albicans dapat
dan mencegah gangguan kardiovaskular dan melemahkan pertahanan host.9,22 Diagnosis
kematian. Dibutuhkan lebih dari satu obat-obatan kandidiasis oral pada dasarnya didapatkan
hipertensi untuk mencapai tekanan darah yang secara klinis dan ditegakkan melalui pemeriksaan
memadai.20 Pasien tetap melakukan kontrol rutin mikroskopis langsung dan kultur, pengambilan
ke IPD setelah diijinkan pulang dari RSHS. spesimen dilakukan dengan cara mengerok
Pasien mengeluhkan nyeri menelan disertai permukaan lesi yang diduga terinfeksi Candida.
rasa panas dalam rongga mulut sehingga asupan Pemeriksaan mikroskopis langsung merupakan
makanan menjadi berkurang. Penurunan kondisi pemeriksaan yang paling mudah dan murah untuk
umum ini dapat menjadi faktor predisposisi yang melihat keberadaan Candida, menggunakan
mengubah Candida albicans (C. albicans) atau KOH 10%, pengecatan toluen blue dan Gram.
spesies Candida lainnya yang bersifat komensal Pemeriksaan kultur jamur digunakan untuk
di rongga mulut menjadi patogen oportunistik, mengidentifikasi spesies Candida. Pengobatan
sehingga mampu menyebabkan infeksi yang kandidiasis oral didasarkan pada empat
memperberat kondisi pasien. Beberapa komponen fundamental yaitu diagnosis awal yang akurat,
150
J Ked Gi Unpad. Agustus 2019;31(2):143-154.
koreksi faktor predisposisi atau penyakit yang Perbedaan antara golongan poliene dan azol
mendasari, evaluasi jenis infeksi Candida, dan terletak pada perbedaan mode aksinya. Poliene
penggunaan obat antijamur yang tepat serta bersifat fungisida dan azol bersifat fungistatik,
mengevaluasi rasio efikasi/toksisitas dalam setiap yang mungkin menjadi alasan kepekaan terhadap
kasus.8,24 struktur permukaan sel Candida.21 Golongan
Pengobatan farmakologi kandidiasis dapat azol menghambat sintesis komponen dinding
dibedakan menjadi dua prosedur. Obat topikal sel jamur melalui penghambatan lanosterol
diaplikasikan pada daerah yang terkena untuk 14-α-demethylase, enzim yang mengkonversi
infeksi superfisial dan obat-obatan sistemik untuk lanosterol menjadi ergosterol. Deplesi ergosterol
infeksi yang lebih luas dan tidak cukup dengan menyebabkan ketidakstabilan membran
penggunaan terapi topikal.8 Pemberian terapi dan hiperpermiabel sehingga mengganggu
antijamur topikal dan sistemik umumnya aman dan pertumbuhan jamur.24 Kasus resistensi terhadap
sangat efektif.22 Terapi yang diberikan dari instalasi obat poliene seperti nistatin jarang terjadi,
IPM untuk pasien ini berupa mengulum dan sedangkan terapi flukonazol yang berkelanjutan
menahan agak lama cairan nistatin oral suspensi dapat menyebabkan resistensi.27 Penelitian Mertas
kemudian menelannya, selain itu juga dilakukan dkk (2015) menyatakan bahwa C. albicans resisten
pengerokan ringan pada dorsum lidah dan palatum terhadap flukonazol.28
durum menggunakan kassa steril yang dibasahi Terapi suportif lain yang diberikan pada
nistatin. Pemberian nistatin oral suspensi diberikan pasien berupa pemberian obat kumur klorheksidin
dengan asumsi bahwa keberadaan koloni Candida glukonat 0,2%, multivitamin dan pemberian diet cair
pada permukaan mukosa oral harus dilakukan tinggi protein. Klorheksidin glukonat merupakan
secara mekanis, dan hal ini diberikan juga sebagai antiseptik dan disinfektan biguanida dengan
tindakan untuk meningkatkan oral hygiene pasien. potensi penggabungan aksi mekanis cairan inert
Mekanisme aksi nistatin ini dimulai segera setelah dalam menghilangkan bakteri secara fisik dan efek
berkontak dengan koloni Candida.25 antimikroba kimia aktif tanpa merusak jaringan host.
Banyak obat antijamur tersedia untuk Klorheksidin menempel pada bakteri gram negatif
pengobatan kandidiasis oral, meliputi poliene dan gram positif serta sejumlah jamur dan virus
seperti nistatin, amfoterisin B serta azol seperti yang bermuatan negatif dan menembus dinding
ketokonazol (imidazol) dan flukonazol (triazol).21,26 sel. Klorheksidin bertindak sebagai bakteriostatik
Nistatin merupakan macrolide poliene aktif- dan bakterisid dan menunjukkan toksisitas yang
membran yang dihasilkan oleh Streptomyces rendah terhadap jaringan host. Klorheksidin
noursei, memiliki aktivitas fungisida terhadap pada konsentrasi rendah, bersifat bakteriostatik
C. albicans spp. Nistatin tidak diabsorbsi yaitu menghambat enzim yang terikat membran,
pada saluran gastrointestinal ketika diberikan sementara pada konsentrasi yang lebih tinggi
secara oral, penggunaan nistatin secara topikal bersifat bakterisida melalui koagulasi ATP dan
merupakan rute pemberian yang paling umum asam nukleat. Penggunaan agen antiseptik seperti
dalam kedokteran gigi. Mekanisme aksi poliene klorheksidin dapat menjangkau daerah yang
antijamur meliputi 2 tahap. Pertama, poliene akan sulit dilakukan penyikatan. Klorheksidin glukonat
mengikat ergosterol yang merupakan komponen menciptakan lingkungan alkali dalam mulut, meski
membran sel C. albicans, sehingga menghasilkan memiliki efek samping berupa rasa tidak nyaman
pembentukan pori transmembran, kebocoran ion pada pasien akibat perubahan sensor pengecap
dan sekuestrasi ergosterol. Kedua, induksi stres dan terjadi pewarnaan pada lidah bila dipakai lebih
oksidatif juga berperan terhadap aktivitas antijamur dari 2 minggu.8,29-31
poliene. Nistatin memiliki sedikit efek samping dan Hasil pemeriksaan imunologi spesimen
tidak ada interaksi obat yang dilaporkan, sehingga serum anti HSV 1 IgG pada pasien ini menunjukkan
tetap merupakan pilihan perawatan.11,21,27 peningkatan seropositif titer anti HSV I IgG yaitu
Flukonazol merupakan golongan azol 32,9. Hal ini menunjukkan bahwa pasien pernah
yang memiliki efek sangat rendah terhadap mengalami infeksi primer oleh HSV 1 yang biasanya
supresi pembentukan germ tube dan supresi non terjadi selama masa kanak-kanak. Tes virus herpes
signifikan pada cell-surface hydrophobicity (CSH). simpleks IgG bermanfaat untuk mengidentifikasi
151
Manajemen perawatan pasien dengan manifestasi oral pasca difteri (Munthe dkk.)
karier HSV, reaktivasi HSV berhubungan dengan pasien dengan manifestasi oral pasca difteri
konsentrasi IgM yang lebih rendah. Pada kasus ini, sehingga dapat menghindarkan risiko mortalitas
diagnosis ditegakkan sebagai recurrent intraoral terutama jika terjadi pada masa Kejadian Luar Biasa
herpes simplex infection (RIH). HSV bersifat laten (KLB). Sangat penting untuk menangani lesi oral
atau dorman dan dapat mengalami reaktivasi. pasien pasca difteri sebagai bagian dari perawatan
Rekurensi akibat reaktivasi virus ini dapat diinduksi multidisiplin sehingga dapat meningkatkan kualitas
oleh rangsangan yang berbeda seperti lingkungan, hidup pasien.
penyakit, paparan sinar ultraviolet, trauma mekanik, Keberhasilan perawatan pasien meliputi
kosmetik, stres psikologis, demam, diet makanan hilangnya nyeri pada tenggorokan, sariawan serta
dan keadaan imunosupresi yang menimbulkan plak putih tebal hilang dari rongga mulut, hal ini
manifestasi klinis.32-35 memerlukan kepatuhan pasien dan keluarga dalam
Infeksi HSV 1 pada pasien kemungkinan melaksanakan OHI dan KIE yang telah diberikan.
dirangsang oleh adanya penyakit, demam, faktor Peran dokter gigi terutama di bidang Ilmu Penyakit
diet makanan serta keadaan imunosupresi. Terapi Mulut perlu memberikan penekanan pada pasien
pasien meliputi perbaikan gizi melalui asupan untuk sadar akan kebersihan mulutnya, karena
makanan dan nutrisi, serta pemberian analgesik kebersihan gigi dan mulut dapat mencegah
seperti paracetamol untuk mengatasi rasa sakit. timbulnya infeksi oportunistik yang dapat
Pasien tidak diberikan antivirus karena menurut memperparah keadaan rongga mulut pasien.
beberapa pustaka, pemberian antivirus acyclic
analog nucleoside yang salah satunya adalah SIMPULAN
acyclovir, tidak lagi efektif untuk terapi antivirus
setelah 72 jam.32 Manajemen perawatan dengan manifestasi
Terapi suportif untuk pasien ini diberikan oral difteri berhasil dilakukan dengan melalui
multivitamin yang mengandung vitamin B12 dan terapi farmakologis, terapi penunjang dan edukasi
asam folat, serta diet cair tinggi kalori diberikan yang komprehensif. penekanan kebersihan mulut
karena pasien mengalami kesulitan untuk makan, pasien, karena kebersihan gigi dan mulut dapat
disertai nyeri pada tenggorokan, sudut bibir kanan mencegah timbulnya infeksi oportunistik yang
dan kiri dengan diagnosis cheilitis angularis dapat memperparah keadaan rongga mulut.
yang semakin bertambah sehingga pasien
mengalami kesulitan untuk membuka mulut. DAFTAR PUSTAKA
Pemberian multivitamin diharapkan agar periode
penyembuhan menjadi lebih cepat. 1. Cohen C, De Gouveia L, Du Plessis M, McCarthy
Vitamin merupakan senyawa organik yang K, Mlisana K, Moodley P et al. Diphtheria: NICD
dibutuhkan oleh tubuh manusia sebagai nutrisi recommendations for diagnosis, management
penting yang dibutuhkan dalam jumlah spesifik, and public health response. 2016. h. 1-19.
vitamin tidak dapat disintesis dalam jumlah 2. Lehloenya RJ, Dheda K. Cutaneous adverse
yang cukup oleh tubuh manusia, dan karena drug reactions to anti-tuberculosis drugs:
itu harus diperoleh dari makanan. Vitamin B12 state of the art and into the future. Expert Rev
bersama asam folat akan membentuk senyawa Anti Infect Ther 2012 Apr;10(4):475-86. DOI:
S-adenosylmethionine yang terlibat dalam fungsi 10.1586/eri.12.13.
kekebalan tubuh. Vitamin B12 dan asam folat 3. Samaranayake, L. Essential microbiology for
juga berperan dalam proses regenerasi dan dentistry, 4th ed. Churchill Livingstone Elsevier;
reepitelisasi sel. Semua vitamin B membantu 2012. h. 212.
tubuh untuk mengubah makanan (karbohidrat) 4. Garcia-Cuesta C, Sarrion-Perez M, Bagan
menjadi bahan bakar (glukosa), yang digunakan J. Current treatment of oral candidiasis: A
untuk menghasilkan energi.35-39 Pasien mengalami literature review. J Clin Exp Dent 2014 Dec;
pemulihan dari lesi ekstraoral dan intraoral setelah 6(5):e576–82. DOI: 10.4317/jced.51798.
perawatan multidisiplin selama 6 hari perawatan. 5. Lestari PE. Peran faktor virulensi pada
Pendekatan multidisiplin ilmu mempunyai patogenesis infeksi Candida albicans.
peran penting dalam keberhasilan perawatan Stomatognatic (JKG Unej) 2010;7(2):113-7.
152
J Ked Gi Unpad. Agustus 2019;31(2):143-154.
153
Manajemen perawatan pasien dengan manifestasi oral pasca difteri (Munthe dkk.)
154